kekuatan impak dan bending komposit …/kekuatan... · pengujian kekuatan material, dilakukan uji...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KEKUATAN IMPAK DAN BENDING KOMPOSIT SANDWICH HAMBAT PANAS DENGAN CORE BERBAHAN DASAR
KERTAS BURAM DAN SEKAM PADI SERTA SKIN BERBAHAN DASAR KARUNG PLASTIK
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
IPUDATU YOPY ARIE NUGROHO I 1307011
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK
Ipudatu Yopy Arie Nugroho, NIM : I1307011. KEKUATAN IMPAK DAN BENDING KOMPOSIT SANDWICH HAMBAT PANAS DENGAN CORE BERBAHAN DASAR KERTAS BURAM DAN SEKAM PADI SERTA SKIN BERBAHAN DASAR KARUNG PLASTIK. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2011.
Ketersediaan kayu yang semakin terbatas mendorong dicarinya alternatif bahan untuk papan sekat ruangan bersifat hambat panas. Alternatif bahan tersebut harus memiliki sifat mekanik sesuai dengan kebutuhan aplikasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali sekam padi terhadap kekuatan bending dan impak komposit sandwich dengan core berbahan dasar kertas buram dan sekam padi serta skin berbahan dasar karung plastik sebagai bahan papan sekat ruang. Penelitian ini adalah perancangan eksperimen faktorial dengan variasi ketebalan core 10 mm dan 15 mm, variasi komposisi core yaitu sekam 10% dan 20% dan variasi perlakuan alkali dengan perendaman NaOH konsentrasi 5% selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Spesimen dari setiap faktor diuji dengan uji bending dan impak. Hasil uji bending dan impak diuji ANOVA dan pembanding ganda Tukey. Setelah pengujian kekuatan material, dilakukan uji hambat panas sebagai verifikasi dari sifat material berdasarkan kekuatan bending dan impak rata-rata tertinggi.
Hasil dari pegujian kekuatan material kekuatan bending dipengaruhi oleh ketebalan core dan perlakuan alkali sedangkan kekuatan impak dipengaruhi oleh ketebalan core. Ketebalan core 10 mm, komposisi sekam 20% dan perlakuan alkali 2 jam rata-rata kekuatan bending tertinggi 124,79 kgf/cm2 sedangkan rata-rata kekuatan bending terendah 81,76 kgf/cm2 dengan variasi ketebalan core 15 mm, komposisi sekam 10% dan perlakuan alkali 2 jam. Ketebalan core 15 mm, komposisi sekam 20% dan perlakuan alkali 3 jam rata-rata kekuatan impak tertinggi 28,37 J/mm2 sedangkan rata-rata kekuatan impak terendah 17,37 J/mm2 dengan variasi ketebalan 10 mm, komposisi sekam 20% dan perlakuan alkali 2 jam. Nilai konduktivitas panas kekuatan bending rata-rata tertinggi 0,338 W/m°C dan kekuatan impak rata-rata tertinggi 0,482 W/m°C.
Kata Kunci : komposit sandwich, uji bending, uji impak, nilai konduktivitas
panas
xviii+122 halaman; 67 tabel; 46 gambar; 10 lampiran; daftar pustaka: 49 (1972-
2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR VALIDASI iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH iv
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH v
KATA PENGANTAR vi
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xvii
DAFTAR LAMPIRAN xviii
BAB I PENDAHULUAN I-1
1.1. Latar Belakang Penelitian I-1
1.2. Perumusan Masalah I-3
1.3. Tujuan Penelitian I-3
1.4. Manfaat Penelitian I-4
1.5. Batasan Masalah I-4
1.6. Sistematika Penulisan I-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1
2.1. Komposit II-1
2.2. Komposit Sandwich II-3
2.3. Klasifikasi dan Material Pembentuk Komposit II-3
2.3.1. Perekat II-4
2.1.4. Serat II-4
2.4 Kekuatan Fisik dan Mekanik II-6
2.4.1. Fraksi Volume II-6
2.4.2. Densitas II-6
2.4.3. Kekuatan Bending (Modulus of Rupture) II-7
2.4.4. Kekuatan Impak II-8
2.5 Klasifikasi Papan Serat II-11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2.5.1. PSKR (Papan Serat Kerapatan Rendah) II-12
2.5.2. PSKS (Papan Serat Kerapatan Sedang) II-12
2.5.3. PSKT (Papan Serat Kerapatan Tinggi) II-13
2.6 Temperatur II-14
2.7 Perpindahan Panas II-15
2.7.1. Perpindahan panas konduksi II-15
2.7.2. Perpindahan panas konveksi II-15
2.7.3. Perpindahan panas radiasi II-15
2.8 Hambat Panas II-16
2.9 Bahan-Bahan Penyusun Komposit Sandwich II-16
2.9.1. Kertas II-16
2.9.2. Sekam Padi II-18
2.9.3. Lem Putih II-19
2.9.4. Serat Karung Plastik II-20
2.9.5. Unsaturated Polyester Resin (UPRs) II-20
2.9.6. Katalis Metyl Etyl Keton Peroksida (MEKPO) II-21
2.9.7. Larutan n-heksana II-22
2.10 Konsep Perancangan Eksperimen II-22
2.10.1. Defnisi Eksperimen II-22
2.10.2. Tujuan Desain Eksprimen II-24
2.10.3. Faktorial Eksperimen II-24
2.10.4. Pengujian Asumsi-Asumsi ANOVA II-26
2.11 Studi Pustaka II-31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III-1
3.1 Kerangka Metode Penelitian III-1
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian III-3
3.2.1. Waktu Penelitian III-3
3.2.2. Tempat Penelitian III-3
3.3 Orientasi Penelitian III-3
3.4 Perancangan Experimen III-4
3.4.1. Tahap Perencanaan (Planning Phase)
3.4.2. Tahap Design Phase
III-4
III-7
3.5 Pengumpulan Data III-8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
3.5.1. Pembuatan spesimen uji III-9
3.5.2. Pengujian Bending Komposit Sandwich III-15
3.5.3. Pengujian Impak Komposit Sandwich III-17
3.6 Pengolahan Data III-18
3.6.1. Uji Asumsi-Asumsi ANOVA III-18
3.6.2. Uji ANOVA III-20
3.6.3. Uji Pembanding Ganda III-21
3.6.4. Interpretasi Hasil Eksperimen III-21
3.6.5. Uji Konduktivitas Termal III-21
3.7 Analisis Hasil Penelitian III-23
3.8 Kesimpulan Dan Saran III-24
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA IV-1
4.1 Pengumpulan Data IV-1
4.1.1 Penentuan Teknik Eksperimen IV-1
4.1.2 Identifikasi Karakteristik Kualitas IV-1
4.1.3 Pra Eksperimen IV-1
4.1.4 Hasil Eksperimen IV-3
4.2 Pengolahan Data IV-10
4.2.1 Uji Asumsi Dasar IV-10
4.2.2 Uji ANOVA IV-26
4.2.3 Uji Pembanding Ganda IV-33
4.2.3.1 Bending IV-33
4.2.3.2 Impak IV-34
4.3 Uji Hambat Panas IV-35
4.3.1 Spesimen Bending IV-35
4.3.2 Spesimen Impak IV-38
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL V-1
5.1 Analisis Hasil Uji Bending V-1
5.1.1. Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Ketebalan
Core
V-1
5.1.2 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor
Komposisi Core
V-2
5.1.3 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Perlakuan V-3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Alkali
5.1.4 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Ketebalan
dan Komposisi Core
V-5
5.1.5 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Perlakuan
alkali dan Ketebalan Core
V-5
5.1.6 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Perlakuan
alkali dan Komposisi Core
V-6
5.1.7 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Ketebalan
Core, Komposisi Core dan Perlakuan alkali
V-7
5.1.8 Analisis patahan uji bending faktor perlakuan alkali V-8
5.2 Analisis Hasil Uji Impak V-11
5.2.1 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Ketebalan
Core
V-12
5.2.2 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Komposisi
Core
V-13
5.2.3 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Perlakuan
Alkali
V-14
5.2.4 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Ketebalan
dan Komposisi Core
V-15
5.2.5 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Perlakuan
alkali dan Ketebalan Core
V-16
5.2.6 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Perlakuan
alkali dan Komposisi Core
V-17
5.2.7 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Ketebalan
Core, Komposisi Core dan Perlakuan Alkali
V-18
5.3 Analisis Hasil Uji Hambat Panas V-19
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI-1
6.1 Kesimpulan VI-1
6.2 Saran VI-1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah,
perumusan masalah, penentuan tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
masalah, serta sistematika penulisan. Keseluruhan pokok bahasan dalam bab ini
diharapkan memberikan gambaran umum tentang penelitian ini dan perlunya
penelitian ini dilakukan.
1.1 LATAR BELAKANG
Meningkatnya kadar CO2 di atmosfer bumi menyebabkan terjadinya efek
rumah kaca dan peningkatan suhu rata-rata bumi atau pemanasan global. Efek
negatif yang ditimbulkan dari pemanasan global yaitu terjadinya gangguan
pada kesehatan dan lingkungan. Efek pemanasan global pada lingkungan yaitu
pengaruh terhadap temperatur lingkungan fisik kerja, biasa terjadi di perkantoran
dan pabrik (Alimansyah, 2009). Menurut (Sutalaksana, dkk, 1983) temperatur
udara lebih panas mengakibatkan cepat timbulnya kelelahan pada tubuh sehingga
menganggu konsentrasi. Hal tersebut dapat diminimalkan dengan menjaga
temperatur ruangan tetap nyaman. Cara yang banyak dilakukan untuk menjaga
temperatur tetap nyaman dalam bekerja adalah dengan pengkondisian udara
menggunakan air conditioning (AC), akan tetapi pengkondisian udara dengan
cara ini berkontribusi pada efek pemanasan global sehingga pengoperasiannya
harus seefisien mungkin. Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi
pengkondisian udara adalah dengan memastikan ruang yang dikondisikan
terisolasi dengan baik dengan kata lain diisolasi dengan sekat dari bahan yang
dapat menghambat panas. Papan sekat yang beredar saat ini pada umumnya
terbuat dari bahan kayu. Penggunaan bahan kayu kurang tepat jika diterapkan
pada kondisi di indonesia yang kebutuhan kayu setiap tahun mengalami defisit 45
juta meter kubik (Priyono dalam farida, 2011). Mengatasi hal tersebut, diperlukan
bahan alternatif lain sebagai material pengganti kayu yang juga mempunyai
sifat hambat panas yang baik yaitu papan serat. Papan serat pengganti kayu harus
mempunyai sifat mekanik yaitu mampu menahan beban sebagaimana sekat pada
umumnya serta memiliki sifat hambat panas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-2
Menurut Nurminah (2002) kertas HVS dan karton/koran mudah menyerap
cairan, gas, uap air, udara, dan kalor karena bersifat hidrofilik selulosa (serap air).
Menurut Wibowo (2008) papan partikel sekam padi dengan kepadatan 3:1
memiliki konduktivitas termal 0,133 W/m˚C pada sumber kalor 700. Selain sifat
hambat panas papan serat pengganti kayu yang digunakan sebagai sekat ruangan
harus mempunyai sifat mekanik yaitu mampu menahan beban secara perlahan
sebagaimana ketetapan SNI untuk spesifikasi papan serat maupun beban secara
tiba-tiba. Menurut Asma (2010) core berbahan kertas dan sekam padi dengan
ketebalan 1 cm memilki kuat bending 20 kgf/cm2. Berdasarkan SNI papan serat
dengan nilai bending tersebut merupakan klasifikasi papan serat kerapatan rendah
sehingga belum dapat dibandingkan dengan papan sekat yang beredar saat ini
yaitu berbahan kayu.
Menurut Diharjo dkk (2005) untuk memperkuat komposit core, maka
diperlukan komposit sandwich untuk mampu menahan beban yang lebih berat.
Komposit sandwich merupakan komposit yang tersusun dari tiga lapisan yang
terdiri dari dua flat composite atau metal sheet sebagai skin serta core diantara
kedua skin tersebut. Komposit sandwich dibuat dengan tujuan untuk efisiensi
berat yang optimal, namun mempunyai kekakuan dan kekuatan yang tinggi
(Schawrtz, 1984). Berdasarkan hal tersebut perlu dipikirkan bahan skin yang
sesuai untuk core komposit kertas buram dan sekam padi yang memiliki sifat
hambat panas tersebut.
Teknologi rekayasa bahan komposit dapat dikembangkan dengan
memanfaatkan berbagai jenis bahan serat yang murah dan kuat, seperti serat
limbah karung plastik. Menurut Diharjo (2006) karung plastik mempunyai
kekuatan yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai penguat bahan
komposit. Karung plastik agar kuat dan rekat dengan core, maka perekat dan
pelapis karung plastik tersebut dapat digunakan resin karena memiliki sifat encer
dan fluiditas yang baik, cukup kuat untuk merekatkan bahan plastik ke kertas atau
sekam. Banyaknya penggunaan resin ini didasarkan pada pertimbangan harga
relatif murah, curing cepat, warna jernih, dan mudah penanganannya. (Billmeyer
dalam Diharjo, 2006). Karung plastik dipilih sebagai bahan dasar skin dengan
resin sebagai perekat dan pelapis karung plastik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-3
Menurut SNI 01-4449-2006, spesifikasi panel dinding yang perlu
diperhitungkan yaitu kuat lentur, kuat lentur aksial, kuat geser, dan lendutan.
Sebuah panel memerlukan adanya kekuatan lentur yang memadai sehingga
dilakukan pengujian bending. Selain pegujian bending untuk mengetahui
karakteristik mekanik komposit panel dilakukan pengujian impak sesuai
dengan standar ASTM D 5942-96 yang bertujuan mengukur ketangguhan
komposit terhadap beban kejut/impak karena salah satu beban yang dominan
untuk aplikasi panel sebagai sekat ruangan/dinding adalah beban impak
berupa getaran pintu yang terpasang pada dinding saat ditutup atau terkena
lemparan benda yang keras,
Meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan bending dan
impak suatu komposit, maka ditentukan faktor ketebalan core, komposisi core
dan perlakuan alkali sekam padi. Menurut Istanto (2006) semakin tebal core
maka semakin rendah kekuatan komposit sandwich. Namun semakin tebal
core, kemampuan menahan momen dan energi patahnya tetap semakin
meningkat. Menurut Yang, dkk. (2002) komposisi kertas berpengaruh terhadap
kekuatan bending. Menurut Diharjo (2006) kekuatan dan regangan tarik komposit
memiliki harga optimum untuk perlakuan alkali serat dengan NaOH 5% selama 2
jam sedangkan komposit yang diperkuat serat dengan perlakuan alkali lebih lama
dari 2 jam memiliki kekuatan semakin rendah.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian
ini dapat dirumuskan bagaimana pengaruh ketebalan core, komposisi core dan
perlakuan alkali sekam padi dengan berbahan kertas buram dan sekam padi
terhadap kekuatan impak dan bending komposit sandwich dengan skin karung
plastik dan resin yang bersifat hambat panas.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui pengaruh ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali
sekam padi terhadap komposit sandwich dengan core berbahan kertas
buram dan sekam padi serta skin berbahan karung plastik dan resin terhadap
kekuatan bending dan impak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
2. Mengetahui besar hambat panas komposit sandwich dengan core berbahan
kertas buram dan sekam padi serta skin karung plastik dan resin berdasarkan
nilai rata-rata kekuatan bending dan impak terbaik.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1 Memberikan rekomendasi kekuatan bending dan impak terbaik berdasarkan
faktor yang berpengaruh terhadap komposit sandwich berbahan dasar sekam
padi dan kertas buram dengan skin serat karung plastik.
2 Memberikan informasi nilai hambat panas komposit sandwich berdasarkan
nilai kekuatan bending dan impak terbaik.
1.5 BATASAN MASALAH
Batasan masalah dari penelitian komposit sandwich ini antara lain:
1. Pengujian impak menggunakan alat uji impak charpy.
2. Uji hambat panas hanya dilakukan pada spesimen dengan nilai impak dan
bending terbaik.
3. Kerapatan yang ditetapkan dengan ratio pemadatan 2:1 adalah pemadatan
bahan dari ketinggian bahan awal 2 cm kemudian dipadatkan hinggga
ketinggian 1 cm.
4. Bentuk serat pada karung plastik horizontal.
5. Ketebalan core 10mm dan 15mm.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan
penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika
penulisan, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
masalah, dan sistematika penulisan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-5
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung
penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis
serta penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Landasan
teori diambil dari berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara
umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart sesuai
dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan,
pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis.
BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah,
kemudian dilakukan pengolahan data secara bertahap.
BAB V : ANALISIS HASIL
Bab ini memuat uraian analisis hasil pengolahan data yang telah
dilakukan
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan
kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga
menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan untuk menunjang
penelitian yang dilakukan serta studi pustaka penelitian-penelitian sebelumnya.
2.1 Komposit
Kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau
gabungan. Komposit berasal dari kata “to compose” yang berarti menyusun atau
menggabungkan. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan
dari dua atau lebih bahan yang berlainan, dalam hal ini gabungan bahan ada dua
macam yaitu (Jones, 1999):
a. Gabungan secara makro yaitu gabungan yang dapat dibedakan secara visual,
cara penggabungan lebih secara fisis dan mekanis serta dapat dipisahkan secara
fisis dan mekanis.
b. Gabungan secara mikro yaitu gabungan yang tidak dapat dibedakan secara
visual, cara penggabungannya lebih secara kimia dan hasil gabungan mikro
sulit dipisahkan hanya dapat dipisahkan secara kimia.
Sifat material hasil penggabungan makro ini diharapkan saling
memperbaiki kelemahan dan kekurangan bahan-bahan penyusunnya. Sifat-sifat
yang dapat diperbaiki antara lain yaitu kekuatan, kekakuan, ketahanan korosi,
ketahanan aus, berat, attractive, ketahanan lelah, pengaruh terhadap temperatur,
isolasi panas, penghantar panas, isolasi akustik (Jones, 1999).
Komposit dibentuk dari dua komponen penyusun yang berbeda yaitu
penguat (reinforcement) yang mempunyai sifat sulit dibentuk tetapi lebih kaku
serta lebih kuat dan perekat yang umumnya mudah dibentuk tetapi mempunyai
kekuatan dan kekakuan yang lebih rendah (Schwartz, 1984). Perbedaaan dalam
penggabungan dari unsur-unsur yang berbeda tersebut menyebabkan daerah yang
berbatasan, daerah tersebut disebut dengan interface sedangkan daerah ikatan
antara material penyusun komposit disebut interphase. Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka aspek penting yang menunjukkan sifat-sifat mekanis dari komposit
tersebut adalah optimasi dari ikatan antara fiber dan polimer (perekat) yang
digunakan (Schwartz, 1984). Ikatan antara fiber dengan perekat dipengaruhi
langsung oleh reaksi yang terjadi antara perekat dengan fiber.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
Berdasarkan cara penguatannya komposit dibedakan menjadi tiga
(Jones, 1975) yaitu :
a. Fibrous Composite (komposit serat) merupakan jenis komposit yang hanya
terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat serat
atau fiber. Fiber yang digunakan yaitu glass fibers, carbon fibers, aramid
fibers (poly aramide) dan sebagainya. Fiber ini dapat disusun secara acak
maupun dengan orientasi tertentu bahkan dapat juga dalam bentuk yang lebih
kompleks seperti anyaman.
b. Laminated Composite (komposit lapisan) merupakan jenis komposit yang
terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap
lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.
c. Particulate Composite (komposit partikel) merupakan komposit yang
menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi
secara merata dalam perekatnya.
Berdasarkan bentuk material pembentuknya, komposit dapat dibedakan
menjadi lima macam yaitu komposit serat (fiber composite), komposit serpihan
(flake composite), komposit butir (particulate composite), komposit isian (filled
composite), dan komposit lapisan (laminated composite). Komposit dengan
penguatan serat adalah jenis komposit yang sering dipakai dalam aplikasi. Hal ini
karena komposit jenis ini memiliki sifat kekuatan tarik dan kekakuan yang baik.
Kelemahannya adalah struktur serat tersebut memiliki kekuatan tekan dan
kekuatan tarik dengan arah serat melintang kurang baik.
Material komposit akan bersinergi bila memiliki sebuah sistem yang
mempersatukan material-material penunjang untuk mencapai sebuah sifat material
yang baru. Komposit serat dapat dibedakan berdasarkan jenis dan orientasi
seratnya, yaitu komposit serat searah (continous fiber composite), serat anyaman
(woven fiber composite), serat acak (chopped fiber composite), dan gabungan
beberapa jenis serat (hybrid fiber composite) (Schwartz, 1984).
Secara umum komposit dengan penguatan serat tersusun dari dua material
utama yaitu perekat dan serat. Antar kedua unsur material tersebut tidak terjadi
reaksi kimia dan tidak larut satu sama lain, melainkan hanya ikatan pada
permukaan luar antara kedua material. Serat yang memiliki kekuatan lebih tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
berperan sebagai komponen penguat, sedangkan perekat yang bersifat lemah dan
liat bekerja sebagai pengikat dan memberi bentuk pada struktur komposit
(Schwartz, 1984).
2.2 Komposit sandwich
Komposit sandwich merupakan komposit yang tersusun dari tiga lapisan
yang terdiri dari dua flat composite atau metal sheet sebagai skin serta core yang
berada diantara kedua skin. Komposit sandwich dibuat dengan tujuan untuk
efisiensi berat yang optimal, namun mempunyai kekakuan dan kekuatan yang
tinggi, sehingga pada bagian tengah diantara kedua skin dipasang core
(Schawrtz, 1984).
Komposit sandwich merupakan jenis komposit yang baik untuk menahan
beban lentur/ bending, impak, meredam getaran dan suara. Pemilihan bahan untuk
komposit sandwich, syaratnya adalah ringan, tahan panas dan korosi, serta
mempertimbangkan harga (Schawrtz, 1984).
Gambar 2.1 Bentuk komposit sandwich Sumber: Schawrtz, 1984
2.3 Klasifikasi dan material pembentuk komposit
Komposit adalah sistem material yang terdiri dari gabungan dua atau lebih
unsur pokok makro yang berbeda bentuk atau komposisi yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain (Schwantz, 1984). Secara umum komposit tersusun atas
(Schwantz, 1984) :
1. Komponen penguat, yaitu serat dan partikel yang merupakan struktur internal.
2. Komponen pengikat, yaitu perekat yang berguna mengikat serat, melindungi
serat dari kerusakan luar dan meneruskan beban yang diterapkan ke serat.
3. Komponen tambahan, yaitu bahan tambahan/additive yang dicampur dengan
perekat saat pembuatan komposit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
2.3.1 Perekat
Perekat berfungsi sebagai pengisi ruang komposit, memegang peran
penting dalam mentransfer tegangan, melindungi serat dari lingkungan dan
menjaga permukaan serat dari pengikisan. Perekat harus memiliki kompatibilitas
yang baik dengan serat. Perekat merupakan bagian dari polimer. Polimer dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu thermoplast dan thermoset. Polimer
thermoplast adalah jenis polimer yang dapat dicetak berulang-ulang dengan
adanya perlakuan panas. Polimer thermoset adalah jenis polimer apabila telah
mengalami kondisi tertentu tidak dapat dicetak kembali (Mujiarto, 2005).
Beberapa jenis perekat polimer thermoset yang sering digunakan ialah
polyester, epoxy, phenolics, dan polyamids, sedangkan yang termasuk jenis
perekat polimer thermoplast adalah polyethylene, polypropylene, nilon,
polycarbonate, dan polyether-ether keton (Moncrieff, 1975).
Mazumdar dalam Asma (2010) menjelaskan fungsi penting perekat dalam
komposit yaitu :
1. Mengikat serat menjadi satu dan mentransfer beban ke serat, yang akan
menghasilkan kekakuan dan membentuk struktur komposit.
2. Mengisolasi serat sehingga serat tunggal dapat berlaku terpisah, yang dapat
menghentikan atau memperlambat penyebaran retakan.
3. Memberikan suatu permukaan yang baik pada kualitas akhir komposit dan
memperkuat bagian yang berbentuk benang-benang.
4. Memberikan perlindungan untuk memperkuat serat dari serangan kimia dan
kerusakan mekanik karena pemakaian.
5. Berdasarkan perekat yang digunakan, karakteristik kemampuan meliputi
kelenturan, kekuatan impak, dan sebagainya. Sebuah perekat yang ulet akan
meningkatkan ketangguhan struktur komposit.
2.3.2 Serat
Serat merupakan penyusun komposit yang berfungsi memperkuat
komposit itu sendiri. Syarat yang harus dimiliki serat agar dapat digunakan dalam
pembuatan komposit adalah kemampuannya berikatan dengan perekat.
Penambahan serat dapat mempengaruhi kenaikan kekuatan komposit. Semakin
tinggi kemampuannya untuk berikatan dengan perekat, semakin kuat pula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
komposit yang dihasilkan. Berdasarkan material pembentuknya, serat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu serat alam dan serat sintetis. Serat alam
diperoleh dari tumbuhan atau bulu binatang yang digunakan sebagai pengganti
serat sintetis.
Beberapa jenis serat alam antara lain yaitu kenaf (hibiscus cannabinus),
rosella (hibiscus sabdarifa), jute (corchorus sp), rami (bochmeria nivea) dan lain
sebagainya. Contoh serat sintetis adalah serat gelas, kevlar, boron, carbon,
silicone carbide, aluminium carbide, aluminium oxide. Pemilihan jenis, jumlah
dan orientasi serat sangat mempengaruhi karakteristik komposit yang dibentuknya
(Schwartz, 1984).
Rowell dalam Asma (2010) menyatakan bahwa komposit serat alam
memiliki beberapa kelemahan antara lain:
a. Adanya organisme yang mungkin tumbuh dan memakan karbohidrat yang
terkandung dalam serat, sehingga menimbulkan enzim khusus yang akan
merusak struktur serat dan melepaskan ikatan antara serat dan perekat.
b. Penurunan kualitas karena panas atau thermal.
c. Sinar ultraviolet akan menyebabkan meningkatnya karbohidrat dan
berkurangnya lignin (lapisan yang menyerupai lilin di permukaan serat). Serat
yang banyak mengandung karbohidrat akan memiliki kemampuan ikatan
dengan perekat yang rendah, sehingga kekuatan komposit akan turun.
d. Kekuatan masih relatif rendah bila dibanding dengan serat buatan.
Disamping kelemahan-kelemahan tersebut, komposit serat alam memiliki
beberapa kelebihan yang tidak dimiliki komposit dengan penguatan serat buatan.
Menurut Biswas dalam Asma (2010), beberapa karakteristik yang merupakan
kelebihan dari komposit yang diperkuat serat alam antara lain:
a. Penampilannya alami
b. Dapat dicat, dipoles maupun dilaminasi
c. Tahan terhadap penyerapan air
d. Murah, karena bahan baku serat banyak terdapat di alam dan proses
pembuatannya relatif mudah dan sederhana.
e. Kuat dan kaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
f. Ramah lingkungan, karena materialnya merupakan bahan organik dan dapat
didaur ulang secara alami.
g. Memiliki kemampuan dibentuk dan diproses menggunakan mesin yang baik.
2.4 Kekuatan Fisik dan Mekanik
Sifat fisik meliputi volume dan densitas sedangkan kekuatan mekanik
meliputi kekuatan lentur (bending) dan impak. Penjelasan tentang sifat fisik dan
mekanik diuraikan sebagai berikut:
2.4.1 Fraksi Volume
Jumlah kandungan serat dalam komposit, merupakan hal yang menjadi
perhatian khusus pada komposit berpenguat serat. Jumlah serat serta karakteristik
dari serat tersebut merupakan salah satu elemen kunci dalam analisis
mikromekanik komposit. Komposit yang berkekuatan tinggi, serat dan perekat
harus terdistribusi secara merata pada proses pencampuran agar mengurangi
timbulnya void (kekosongan/rongga-rongga). Pada perhitungan fraksi volume
parameter yang harus diketahui adalah berat jenis perekat, berat jenis serat, berat
komposit dan berat serat. Fraksi volume ditentukan dengan persamaan
(Gibson dalam Asma, 2010) :
Diasumsikan volume void (Vv) = 0
wf + wm = 1....................................................................................................(2.1)
wf = %100..
.x
vv
v
mmff
ff
rrr+
...........................................................................(2.2)
Keterangan:
wf, wm : fraksi berat serat dan perekat ρf, ρm : densitas serat dan perekat (gr/cm3) vf, vm : fraksi volume serat dan perekat (cm3)
2.4.2 Densitas
Pengujian densitas merupakan pengujian sifat fisis terhadap spesimen
yang bertujuan untuk mengetahui nilai kerapatan massa dari spesimen yang diuji.
Rapat massa (mass density) suatu zat adalah massa per satuan volume.
Langkah-langkah pengujian densitas:
a. Mengukur panjang (p), lebar (l), dan tebal (t) benda uji.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
b. Menghitung volume (V) benda uji = p x l x t, dinyatakan dalam satuan cm3,
c. Menimbang massa (m) benda uji, dalam satuan g (gram),
d. Menghitung densitas benda uji sesuai dengan persamaan 2.5. Densitas
dinyatakan dengan satuan g/cm3 (SNI, 7581:2010).
vm
=r ...........................................................................................................(2.5)
Keterangan :
ρ : densitas benda (gr/cm3) m : massa benda (gr) v : volume benda(cm3)
2.4.3 Kekuatan Bending (Modulus of Rupture)
Pengujian kekuatan bending terhadap material untuk mengetahui kekuatan
bending material tersebut. Kekuatan bending atau kekuatan lengkung adalah
kekuatan beban terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa
mengalami deformasi yang besar atau kegagalan. Akibat pengujian bending, pada
bagian atas spesimen akan mengalami tekanan, dan bagian bawah akan
mengalami tegangan tarik. Kegagalan yang terjadi akibat pengujian bending
adalah komposit akan mengalami patah pada bagian bawah yang disebabkan
karena tidak mampu menahan tegangan tarik yang diterima. Kekuatan bending
suatu material dapat ditentukan sesuai persamaan 2.6 (SNI 01-4449, 2006).
MOR = 22
3LTBS
........................................................................................(2.6)
Keterangan:
MOR : modulus of rupture (kgf/cm2) B : besarnya beban maksimum (kgf) S : jarak sangga (cm) L : lebar contoh uji papan serat (cm) T : tebal contoh uji papan serat (cm)
S = 150
S/2 S/2
2525
T
B
a
a a
Gambar 2.2 Uji keteguhan lentur Sumber: SNI, 2006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
Keterangan:
B : beban (kgf) S : jarak sangga (mm) a : diameter T : tebal papan serat
Pada suatu material terjadi reaksi terhadap pembebanan, sehingga terjadi
tegangan tarik dan tekan, reaksi ini digambarkan sebagai distribusi tegangan
seperti pada gambar 2.3 sedangkan skema dari gaya-gaya yang bekerja dapat
digambarkan seperti gambar 2.4.
Gambar 2.3 Distribusi gaya pada pengujian bending Sumber: SNI, 2006
Gambar 2.4 Skema distribusi tegangan pada spesimen pada pengujian bending Sumber: SNI, 2006
2.4.4 Kekuatan Impak
Kekuatan impak digunakan untuk mengetahui ketangguhan suatu bahan.
Ketangguhan adalah suatu ukuran energi yang diperlukan untuk mematahkan
suatu bahan. Energi ini merupakan hasil kali gaya dan jarak, dinyatakan dalam
satuan joule (Van Vlack, 1985). Ketangguhan tersebut diukur dengan dilakukan
uji impak/benturan. Terdapat dua jenis metode pengujian impak yaitu charpy dan
izod yang biasa disebut juga dengan notch toughness. Teknik Charpy V-Notch
(CVN) paling umum digunakan di Amerika. Dimensi spesimen untuk uji impak
charpy sama seperti untuk uji impak izod. Perbedaan kedua jenis pengujian impak
Neutral Line
Tension
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
ini terletak pada posisi spesimen yang akan diuji. Untuk uji impak charpy posisi
spesimen horizontal sedangkan untuk uji impak izod posisi spesimen vertikal
(Callister, 2007). Uji impak dilakukan dengan memberikan pembebanan secara
tiba-tiba yang terbatas pada area tertentu pada suatu material. Energi impak yang
diserap oleh spesimen hingga terjadi patahan yang dinyatakan dalam satuan joule
digunakan untuk mengetahui tingkat ketangguhan material itu (Kilduff dalam
Maryani, 2010).
Besarnya energi yang diperlukan pendulum untuk mematahkan spesimen
material komposit adalah (Shackelford dalam Maryani, 2010):
E serap = W x R (cos β – cos β’ )………………………………… ………(2.7)
keterangan:
W : Berat beban/pembentur (N) R : Jarak antara pusat gravitasi dan sumbu pendulum (m) Eserap : Energi yang terserap (Joule) Α : Sudut pendulum sebelum diayunkan Β : Sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen β’ : Sudut ayunan pendulum tanpa spesimen
Setelah diketahui besarnya energi yang diperlukan pendulum untuk
mematahkan spesimen, maka besarnya kekuatan/energi impak dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut (Shackelford dalam Maryani, 2010):
Menurut Shackelford Harga Impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan
metode Charpy adalah sebagai berikut:
HI= …………………………..………..................................................(2.8)
Keterangan:
E : energi yang diserap (Joule) A : luas penampang di bawah takik (mm2)
Standar pengujian impak charpy berdasarkan ASTM D-5942 96. Ilustrasi
pengujian impak serta posisi spesimen untuk uji impak charpy dan izod
digambarkan sebagai berikut (Callister, 2007):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
Gambar 2.5 Ilustrasi skematis pengujian impak Sumber : Callister, 2007
Skema pengujian impak digambarkan pada gambar 2.5. Beban dinyatakan
dalam bentuk pukulan dari pendulum yang dilepaskan dari posisi tegak pada
ketinggian h. Spesimen diletakkan di bawah dengan posisi seperti pada gambar
2.5. Setelah dilepaskan dari posisi awal, bandul pendulum menumbuk spesimen
dan mematahkan spesimen pada notch spesimen, yang merupakan titik
konsentrasi tegangan untuk kecepatan pukulan impak yang tinggi. Pendulum akan
melanjutkan ayunannya hingga posisi ketinggian maksimum h’ yang lebih rendah
daripada h. Penyerapan energi dihitung dari perbedaan ketinggian h yang
dinyatakan sebagai energi impak (Callister, 2007).
Pengembangan material dengan kekuatan luluh (yield strength) yang lebih
tinggi terus dilakukan hingga saat ini. Kekuatan luluh yang tinggi umumnya
diimbangi dengan keuletan dan ketangguhan (toughness) yang rendah.
Ketangguhan adalah energi yang diserap dalam perpatahan. Material yang kuat
memiliki ketangguhan yang rendah karena dapat dikalahkan dengan tekanan yang
tinggi. Perpatahan dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu patah ulet
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
(ductile) dan patah getas (brittle) tergantung dari deformasi yang terjadi. Keuletan
material menggambarkan jumlah deformasi yang menyebabkan perpatahan.
Keuletan dapat dinyatakan dalam persen elongation atau persentase area reduksi
pada pengujian tarik (Hosford dalam Maryani 2010). Bentuk kegagalan (failures)
material digambarkan sebagai berikut (Hosford dalam Maryani 2010):
Gambar 2.6 Bentuk kegagalan (failures) material. (A) rupture dengan necking di tengah (B) patah pada permukaan sumbu normal (C) patah geser.
Sumber : Hosford dalam Maryani, 2010
2.5 Klasifikasi Papan Serat
Menurut SNI 01-4449-2006, papan serat untuk panel yang dihasilkan dari
pengempaan serat kayu atau bahan berligno-selulosa lain dengan ikatan utama
berasal dari bahan baku yang bersangkutan (khususnya lignin) atau bahan lain
(khususnya perekat) untuk memperoleh sifat khusus, diklasifikasikan menjadi tiga
berdasarkan kerapatannya yaitu papan serat kerapatan rendah, papan serat
kerapatan sedang dan papan serat kerapatan tinggi. Pengukuran Kerapatan sebagai
berikut (SNI 01-4449-2006):
lB
K = ...................................................................................................(2.9)
Keterangan: K : kerapatan (g/cm3) dalam 2 desimal; B : massa (g); l : isi (cm3) : panjang (cm) x lebar (cm) x tebal (cm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
2.5.1 PSKR (Papan Serat Kerapatan Rendah)
Papan serat kerapatan rendah yaitu papan serat yang memiliki kerapatan
<0,40 (g/cm3). Standar nilai MOR (Modulus of Rupture) ditunjukkan pada tabel
2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi PSKR berdasarkan kerapatan dan nilai MOR Tipe Kerapatan (g/cm3) Nilai MOR (kgf/cm2)
1 < 0,27 ≥ 1,0 ≥ 10,2 2 < 0,35 ≥ 2,0 ≥ 20,4 3 < 0,40 ≥ 3,0 ≥ 30,6
Sumber: SNI 01-4449, 2006
Tabel 2.2 Syarat fisis dan mekanis PSKR
Jenis PSKR Tebal (cm) Nilai MOR
kgf/cm2 kgf/cm2
Tipe 1 1
≥ 1,0
≥ 10,2
1,5 2,0
Tipe 2
0,9
≥ 2,0 ≥ 20,4 1,2 1,5 1,8
Tipe 3
0,9
≥ 3,0 ≥ 30,6 1,2 1,5 1,8
Sumber: SNI 01-4449, 2006
2.5.2 PSKS (Papan Serat Kerapatan Sedang)
Papan serat kerapatan sedang yaitu papan serat yang memiliki kerapatan
0,40 – 0,84 (g/cm3). Standar nilai MOR (Modulus of Rupture) ditunjukkan pada
tabel 2.3.
Tabel 2.3 Klasifikasi PSKS berdasarkan nilai MOR
Tipe Nilai MOR
kgf/cm2 kgf/cm2 30 ≥ 30,0 ≥ 30,6 25 ≥ 25,0 ≥ 25,5 15 ≥ 15,0 ≥ 15,3 5 ≥ 5,0 ≥ 5,1
Sumber: SNI 01-4449, 2006
Sedangkan syarat fisik mekanis papan serat kerapatan sedang dijelaskan
pada tabel 2.4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
Tabel 2.4 Syarat sifat mekanis PSKS
Tipe
Nilai MOR Modulus patah Modulus
elastisitas Kering Basah kgf/ cm2
kgf/ cm2
kgf/ cm2
kgf/ cm2
kgf/ cm2
104 kgf/cm2
Tipe 30 ≥ 30,0 ≥ 306 ≥ 15,0 ≥ 15,3 ≥ 2500 ≥ 2,55 Tipe 25 ≥ 25,0 ≥ 255 ≥ 12,5 ≥ 12,5 ≥ 2000 ≥ 2,04 Tipe 15 ≥ 15,0 ≥ 153 ≥ 7,5 ≥ 7,7 ≥ 1300 ≥ 1,33 Tipe 5 ≥ 5,0 ≥ 51 – – ≥ 800 ≥ 0,82
Sumber: SNI 01-4449, 2006
2.5.3 PSKT (Papan Serat Kerapatan Tinggi)
Papan serat kerapatan tinggi yaitu papan serat yang memiliki kerapatan
> 0,84 (g/cm3). Klasifikasi PSKT berdasarkan perlakuan ditunjukkan pada
tabel 2.5 dan berdasarkan kondisi permukaan ditunjukkan pada tabel 2.6.
Tabel 2.5 Klasifikasi PSKT berdasarkan perlakuan Tipe Perincian T1 PSKT tanpa perlakuan T2 PSKT dengan perlakuan
CATATAN Perlakuan dapat mencakup antara lain: perlakuan panas, perlakuan minyak, atau impregnasi resin.
Sumber: SNI 01-4449, 2006
Tabel 2.6 Klasifikasi PSKT berdasarkan kondisi permukaan Tipe Kondisi permukaan
T1
PSKT biasa tanpa perlakuan (T1B1)
Permukaan tidak diampelas
PSKT biasa tanpa perlakuan (T1B2)
Satu atau dua permukaan diampelas
PSKT dekoratif interior tanpa perlakuan (T1D)
Satu atau dua permukaan direkat/dilapisi dengan bahan resin, film, kertas, atau dilaburi cat resin sintetis
T2
PSKT biasa dengan perlakuan (T2B1)
Permukaan tidak diampelas
PSKT biasa dengan perlakuan (T2B2)
Satu atau dua permukaan diampelas
PSKT dekoratif eksterior dengan perlakuan (T2D)
Satu atau dua permukaan direkat/dilapisi dengan bahan resin, film, kertas, atau dilaburi cat resin sintetis
Sumber: SNI 01-4449, 2006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
Standar keteguhan lentur dan modulus patah ditunjukkan pada tabel 2.7
Tabel 2.7 Klasifikasi PSKT berdasarkan nilai MOR
Tipe Nilai MOR
kgf/cm2 kgf/cm2 T135 ≥ 35,0 ≥ 35,7 T1 25 ≥ 25,0 ≥ 25,5 T1 20 ≥ 20,0 ≥ 20,4 T2 45 ≥ 45,0 ≥ 45,9 T2 35 ≥ 35,0 ≥ 35,7
Sumber: SNI 01-4449, 2006
2.6 Temperatur
Heat stress disebabkan oleh efek cuaca kerja yang berakibat pada daya
kerja. Daya kerja atau efisiensi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja
sedangkan cuaca kerja sendiri dipegaruhi oleh temperatur tempat kerja. Upaya
menciptakan kenyamanan dalam bekerja dan mengantisipasi heat stress maka
perlu dilakukan pengkondisian temperatur yang nyaman untuk bekerja.
Temperatur yang nyaman bagi orang-orang indonesia berkisar antara 240C - 270C
(Sutalaksana, dkk, 1983).
Cara menjaga temperatur ruangan untuk mendapatkan cuaca kerja yang
nyaman sehingga dapat mendorong produktivitas antara lain dengan penggunaan
air conditioning di tempat kerja. Jika temperatur terlalu rendah akan menimbulkan
keluhan-keluhan dan kadang-kadang diikuti meningkatnya penyakit pernafasan
serta semangat kerja menurun. Sebaiknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut
(Suma’mur, 1996):
a. Temperatur ruangan diatur pada suhu 250 – 260C.
b. Penggunaan AC (Air Conditioning) di tempat kerja perlu penyesuaian
temperatur dengan keadaan di rumah.
c. Bila perbedaan temperatur di dalam dan di luar lebih 50C, perlu adanya suatu
kamar adaptasi.
Mengantisipasi pengaruh panas terhadap kondisi pekerja maka ditetapkan
suatu nilai ambang batas tertentu. Nilai Ambang Batas (NAB) untuk iklim kerja
adalah situasi kerja yang masih dapat dihadapi oleh tenaga kerja dalam pekerjaan
sehari-hari yang tidak mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan untuk
waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam dalam
seminggu. NAB terendah untuk temperatur ruang kerja adalah 180C dan NAB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
tertinggi adalah 300C pada kelembaban nisbi udara antara 65% sampai 95%
(Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 405/Menkes/SK/XI/2002).
2.7 Perpindahan Panas
Perpindahan panas adalah proses transport energi bila dalam suatu sistem
terdapat gradient (perbedaan) temperatur, atau bila dua sistem yang temperaturnya
berbeda disinggungkan, maka akan terjadi perpindahan energi. Energi yang
dipindahkan dinamakan kalor atau panas (heat). Ilmu perpindahan kalor tidak
hanya menjelaskan bagaimana energi kalor itu dipindahkan dari satu benda ke
benda yang lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan kalor dan
konduktivitas termal bahan (Wibowo, 2008).
2.7.1 Perpindahan panas konduksi atau hantaran
Perpindahan panas konduksi atau hantaran adalah perpindahan energi dari
bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah apabila terdapat
perbedaan temperatur atau temperatur gradien. Konduktivitas termal (k) adalah
sifat bahan dan menunjukkan jumlah panas yang mengalir melintasi satu satuan
luas jika gradien temperaturnya satu. Persamaan Fourier merupakan persamaan
dasar tentang konduktivitas termal. Menggunakan persamaan tersebut dapat
dilakukan perhitungan dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas termal
suatu benda (Miseno, 2009).
q= k A ……………………...………...……………….…………..(2.10)
Keterangan :
q : laju perpindahan kalor konduksi (watt). k : konduktivitas (W/m°C). A : luas penampang ( m2 ). ΔT : perbedaan temperatur (°C). L : tebal (m)
2.7.2 Perpindahan panas konveksi
Yaitu perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat dengan
fluida yang mengalir disekitarnya, dengan menggunakan media penghantar berupa
fluida (cairan/gas) (Holman, 1994).
2.7.3 Perpindahan panas radiasi
Adalah perpindahan panas yang terjadi karena pancaran/sinaran/radiasi
gelombang elektromagnetik, tanpa memerlukan media perantara (Holman, 1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
2.8 Hambat Panas (R)
Hambat panas biasanya menggunakan konsep tahanan termal
(R= resistansi termal) untuk menyatakan kemampuan suatu bahan dalam
menghambat aliran kalor. Tahanan termal merupakan perbandingan antara
ketebalan suatu bahan dengan konduktivitas termal bahan tersebut. Secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Holman, 1994) :
…………..…………………………………………..…….(2.11)
Keterangan :
A : luas penampang bahan (m²) K : konduktivitas panas bahan (W/m°C) L : tebal spesimen (m) R : tahanan / hambatan termal (°C/W) 2.9 Bahan-bahan Penyusun Komposit Sandwich
Core komposit sandwich menggunakan bahan limbah kertas buram, sekam
padi dan perekat lem putih (PVAc). Skin berbahan karung plastik dengan perekat
resin UPRs.
2.9.1 Kertas
Kertas (paper) berasal dari bahasa Yunani yang ditujukan untuk
penyebutan material media menulis yang disebut papyrus. Kertas terbuat dari
serat tumbuhan yang digabungkan menjadi lembaran-lembaran. Pada awal
pembuatannya, kertas dibuat dari kapas. Saat ini kertas dapat dibuat dari kulit
kayu. Kertas adalah bahan tipis dan rata yang dihasilkan dengan kompresi serat
yang berasal dari pulp. Pulp terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa)
sebagai bahan baku kertas. Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku
berserat (kayu maupun non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya
(Sidharta dan Indrawati, 2009).
Bahan baku pembuatan kertas adalah selulosa yang diberi perlakuan kimia,
dibilas, diuraikan, dipucatkan, dibentuk menjadi lembaran setelah pressing dan
dikeringkan. Kayu terdiri dari 50% selulosa, 30% lignin dan bahan bersifat
adhesif di lamela tengah, 20% karbohidrat berupa xylan, resin dan tanin. Jenis
kayu dan lembaran akhir kertas yang di inginkan sangat menentukan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
pembuatan kertas. Pada pembuatan kertas dengan bahan baku berupa kayu
terlebih dahulu dibuat menjadi pulp (Julianti dalam Asma, 2010).
Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel
bersama lignin berperan dalam mengokohkan struktur tumbuhan. Selulosa pada
kayu umumnya berkisar 40-50%. Selulosa tersusun atas glukosa dan lazim disebut
serat dan merupakan polikasarida terbanyak. Selulosa banyak terdapat pada
dinding sel tanaman, alga, dan jamur. Penggunaan dalam industri, selulosa dapat
digunakan sebagai bahan pembuatan pulp dan kapas yang akan memproduksi
kertas dan karton. Selulosa tidak mempunyai rasa dan bau, bersifat hidrofilik,
tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik, serta dapat terbiodegradasi
(Anonim dalam Asma, 2010).
Serat selulosa juga dapat dapat menyerap air dan memiliki regangan
(Sidharta dan Indrawati, 2009). Sedangkan kelebihan serat selulosa yang lain
sebagai berikut (Je Audible Music dalam Asma, 2010) :
1) Memiliki daya serap yang tinggi terhadap suara yaitu NRC mencapai 0,9
sehingga mampu menyerap reveberation (gema/gaung) dengan optimal.
2) Memiliki kepadatan massa jenis mencapai 80kg/m3 sehingga mampu
menghalangi suara dengan sangat baik.
3) Tidak merambatkan api seperti pada umumnya bahan insulasi.
4) Aman bagi kesehatan, tidak menyebabkan carcinogen (kanker) atau alergi.
5) Tidak berjamur.
6) Serangga, tikus, ngengat dan sejenisnya tidak akan tinggal pada material.
Hemiselulosa merupakan suatu polisakarida lain yang terdapat dalam
tanaman dan tergolong senyawa organik. Degradasi hemiselulosa dalam asam
lebih tinggi dibandingkan dengan delignifikasi, dan hidrolisis dalam suasana basa
tidak semudah dalam suasana asam menyatakan bahwa adanya hemiselulosa
mengurangi waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melunakkan serat dalam
proses mekanis dalam air. Hemiselulosa bersifat sebagai pendukung dinding sel
dan berlaku sebagai perekat antar sel tunggal yang terdapat di dalam tanaman
lainnya. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan
antar serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat
tunggal (Sungai dalam Asma, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
2.9.2 Sekam Padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri
dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses
penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa
atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat
digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak
dan energi atau bahan bakar. Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125
kg/m3, dengan nilai kalori 3.300 kkal/ kg sekam. Proses penggilingan gabah akan
menghasilkan 16%-28% sekam (Nugraha dan Setiawati, 2006).
Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur
kimia penting seperti dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.8 Komposisi kimia sekam padi
Komponen Kandungan (%) Menurut Suharno
Kadar air Protein kasar
Lemak Serat kasar
Abu Karbohidrat kasar
9,02 3,03 1,18 35,68 17,71 33,17
Menurut DTC-IPB Karbon (zat arang)
Hidrogen Oksigen
Silika (SiO2)
1,33 1,54 33,64 16,98
Sumber: Nugraha dan Setiawati, 2006
Dengan komposisi kandungan kimia seperti tersebut pada tabel 2.8, sekam
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya: (a) sebagai bahan
baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia, (b) sebagai bahan
baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat
digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-
board dan campuran pada industri bata merah, (c) sebagai sumber energi panas
pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat
memberikan pembakaran yang merata dan stabil (Nugraha dan Setiawati, 2006).
Komponen utama sekam ialah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Masalah yang
sering dihadapinya untuk menjadi pengisi yang baik ialah penyerapannya terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
kelembapan. Tabel 2.9 menunjukkan kandungan kimia yang terdapat dalam
sekam (Lauricio, 1987) dan tabel 2.10 menunjukkan analisis sampel sekam padi
dalam % (Grist, 1975).
Tabel 2.9 Kandungan kimia sekam padi
Kandungan % berdasarkan berat Protein mentah 1,5 – 7,0 Gentian mentah 31,5 – 50,0 Nitrogen 24,5 – 38,8 Selulosa 16,0 – 22,0 Lignin 20,0 – 27,5 Pentosan 31,5 – 50,0 Lemak mentah 0,05 – 3,0 Abu 15,0 – 30,0
Sumber: Lauricio, 1987
Tabel 2.10 Analisis sampel sekam padi dalam %
Komposisi % Silika (SiO2) 94.50 Kalsium oksida (CaO) 0.25 Magnesium oksida (MgO) 0.23 Sodium oksida (Na2O) 0.78 Kalium oksida (K2O) 1.10 Ferrik oksida (Fe2O3) sedikit P2O5 0.53 Aluminium dan Manganes Oksida sedikit
Sumber: Grist, 1975
Sekam padi yang selebihnya akan dimusnahkan dan biasanya dibakar
secara terbuka di kawasan lapang. Pembakaran tersebut banyak dilakukan tetapi
sekiranya tidak dilakukan dengan benar, maka berakibat pada masalah
pencemaran (Houston, 1972).
2.9.3 Perekat Lem Putih
Polivinil asetat (PVAc) atau dapat disebut juga lem putih yang digunakan
sebagai lem kayu dan kertas merupakan salah satu produk jenis polimer emulsi.
Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu
monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan di dalam air dengan
perubahan surfaktan untuk membentuk suatu produk polimer emulsi yang disebut
lateks. Lateks didefinisikan sebagai dispersi koloidal dari partikel polimer dalam
medium air. Bahan utama di dalam polimerisasi emulsi selain dari monomer dan
air adalah surfaktan, inisiator, dan zat pengalih rantai (Siregar, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
Produk-produk polimer emulsi ini merupakan bahan yang banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari diberbagai jenis sektor industri. Pada
industri tekstil emulsi digunakan dalam proses pengkanjian (sizing), pengecapan
(printing), dan penyempurnaan (finishing). Pada industri cat tembok berbagai
macam polimer emulsi digunakan sebagai pengikat dan pengental. Polimer emulsi
digunakan sebagai perekat dalam industri kayu lapis dan pengerjaan furniture
selain itu sifat khusus dari beberapa kopolimer emulsi yang lengket terhadap aksi
tekanan merupakan suatu sarana bagi penggunaan material tersebut sebagai lem
striker dan lem celorape yang dikenal dengan lem peka tekanan (Siregar, 2004).
2.9.4 Serat Karung Plastik
Karung plastik dibuat dari polimer polypropilen (PP) yang bersifat
thermoplastik (Pertamina UPPDN VI). Polypropilen (PP) mempunyai kekuatan
tarik sebesar 31-41 Mpa dan mempunyai kekuatan impak sebesar 0,23-0,57 N/cm
(P.Stevens, 2001). Bahan baku polipropilen diperoleh dengan menguraikan
petroleum (naftan). Polypropilen ini dibentuk oleh n satuan monomer propilen.
Molekul rantai polypropilen akan memberikan sifat thermoplastik seiring dengan
kenaikan temperatur, serta dapat mencair dan mengalir. Massa jenis PP rendah
yaitu sekitar 0.9007 gr/cm3 (ASTM D 792 dalam Diharjo, 2006).
PP termasuk golongan polimer yang paling ringan dan dapat terbakar
kalau dinyalakan. Titik leleh PP adalah sekitar 1760C (Diharjo, 2006).
Gambar 2.7. Skema ikatan kimia dari polypropilen.
Sumber: Diharjo, 2006
2.9.5 Unsaturated Polyester Resin (UPRs)
Unsaturated Polyester Resin merupakan jenis resin thermoset, dalam
kebanyakan hal resin ini disebut polyester saja. Polyester merupakan resin cair
dengan viskositas yang relatif rendah. Resin ini memilki sifat mengeras pada suhu
kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan
seperti banyak resin lainnya. Selain itu, karakteristik dari resin ini adalah kaku dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
rapuh. Mengenai sifat termalnya, polyester memilki suhu deformasi thermal lebih
rendah daripada resin thermoset lainnya karena banyak mengandung monomer
stiren dan ketahanan panas jangka panjangnya adalah kira-kira 1100-1400C.
Polyester juga memilki ketahanan dingin dan sifat listrik yang lebih baik diantara
resin thermoset (Wicaksono dalam Najib, 2010).
Mengenai ketahanan kimianya, pada umumnya kuat terhadap asam kecuali
asam pengoksid, tetapi lemah terhadap alkali. Bila dimasukkan dalam air
mendidih untuk waktu yang lama (300 jam), bahan akan pecah dan retak-retak.
Bahan ini mudah mengembang dalam pelarut, yang melarutkan polimer stiren.
Kemampuan terhadap cuaca sangat baik. Tahan terhadap kelembaban dan sinar
ultra violet bila dibiarkan di luar, tetapi sifat tembus cahaya permukaan rusak
dalam beberapa tahun. Secara luas digunakan untuk konstruksi sebagai bahan
komposit (Najib, 2010).
Resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah resin Unsaturated
Polyester (UP) Yukalac 157 BTQN-EX. Penggunaan resin jenis ini dapat
dilakukan dari proses hand lay up sampai dengan proses yang kompleks yaitu
dengan proses mekanik. Resin ini banyak digunakan dalam aplikasi komposit
pada dunia industri dengan pertimbangan harga relatif murah, curing yang cepat,
warna jernih, kestabilan dimensional dan mudah penanganannya (Billmeyer
dalam Diharjo, 2006).
2.9.6 Katalis Metyl Etyl Keton Peroksida (MEKPO)
Katalis yang digunakan adalah katalis Methyl Ethyl Keton Peroxide
(MEKPO) dengan bentuk cair, berwarna bening. Fungsi dari katalis adalah
mempercepat proses pengeringan (curring) pada bahan perekat suatu komposit.
Semakin banyak katalis yang dicampurkan pada cairan perekat mempercepat
proses laju pengeringan, tetapi akibat mencampurkan katalis terlalu banyak adalah
membuat komposit menjadi getas (Surdia dan Saito dalam Najib, 2010).
Penggunaan katalis sebaiknya diatur berdasarkan kebutuhannya. Pada saat
mencampurkan katalis ke dalam perekat maka akan timbul reaksi panas
(6000C-9000C). Proses pengerasan resin diberi bahan tambahan yaitu, katalis jenis
Metyl Etyl Keton Peroksida (MEKPO), katalis digunakan untuk mempercepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
proses pengerasan cairan resin pada suhu yang lebih tinggi. Pemakaian katalis
dibatasi sampai 1% dari volume resin (Najib, 2010).
2.9.7 Larutan n-heksana
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia
C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3). Seluruh isomer
heksana tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai pelarut organik yang inert.
Heksana juga umum terdapat pada bensin dan lem sepatu, kulit dan tekstil. Pada
keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut
dalam air (wikipedia.org).
Menurut Ginting (2005) penambahan 1 ml heksana pada komposit
menggunakan perekat polietilena dengan karung plastik meningkatkan kekuatan
tarik komposit. Hal ini dibuktikan dengan penelitiannya pada komposisi
polietilena dan karung plastik 70 : 30 tanpa heksana 18,48 MPa sedangkan
dengan heksana menjadi 28,88 MPa. Hal ini disebabkan oleh pengaruh heksana
yang berfungsi sebagai zat pelembut, mampu melembutkan serat sehingga
memudahkan interaksi antara perekat polietilena dan serat karung plastik.
2.10 Konsep Perancangan Eksperimen
2.10.1 Defnisi Eksperimen
Desain eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang perlu
diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan
dapat diperoleh, sehingga akan membawa kepada analisis yang objektif dan
kesimpulan untuk persoalan yang sedang dibahas (Sudjana, 1997).
Beberapa istilah atau pengertian yang perlu diketahui dalam desain
eksperimen (Sudjana, 1997; Montgomery, 1997):
a. Unit eksperimen (experimental unit)
Objek eksperimen dimana nilai-nilai variabel respon diukur.
b. Variabel respon (effect)
Disebut juga dependent variable atau ukuran performansi, yaitu output yang
ingin diukur dalam eksperimen.
c. Faktor Disebut juga independent variable atau variabel bebas, yaitu input yang
nilainya akan diubah-ubah dalam eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-23
d. Level (taraf)
Merupakan nilai-nilai atau klasifikasi-klasifikasi dari sebuah faktor. Taraf
(levels) faktor dinyatakan dengan bilangan 1, 2, 3 dan seterusnya. Misalkan
dalam sebuah penelitian terdapat faktor-faktor :
a : jenis kelamin
b : cara mengajar
Selanjutnya taraf untuk faktor a adalah 1 menyatakan laki-laki, 2 menyatakan
perempuan (a1, a2). Bila cara mengajar ada tiga, maka dituliskan dengan b1,
b2, dan b3.
e. Treatment (perlakuan)
Sekumpulan kondisi eksperimen yang akan digunakan terhadap unit
eksperimen dalam ruang lingkup desain yang dipilih. Perlakuan merupakan
kombinasi level-level dari seluruh faktor yang ingin diuji dalam eksperimen.
f. Replikasi
Pengulangan eksperimen dasar yang bertujuan untuk menghasilkan taksiran
yang lebih akurat terhadap efek rata-rata suatu faktor ataupun terhadap
kekeliruan eksperimen.
g. Faktor Pembatas/ Blok (Restrictions)
Disebut juga sebagai variabel kontrol yaitu faktor-faktor yang mungkin ikut
mempengaruhi variabel respon tetapi tidak ingin diuji pengaruhnya oleh
eksperimenter karena tidak termasuk ke dalam tujuan studi.
h. Randomisasi
Merupakan cara mengacak unit-unit eksperimen untuk dialokasikan pada
eksperimen. Metode randomisasi yang dipakai dan cara mengkombinasikan
level-level dari fakor yang berbeda menentukan jenis disain eksperimen yang
akan terbentuk.
i. Kekeliruan eksperimen
Merupakan kegagalan daripada dua unit eksperimen identik yang dikenai
perlakuan untuk memberi hasil yang sama.
Langkah-langkah dalam setiap proyek eksperimen secara garis besar
terdiri atas tiga tahapan, yaitu planning phase, design phase dan analysis phase
(Hicks, 1993).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-24
1. Planning Phase
Tahapan dalam planning phase adalah :
a. Membuat problem statement sejelas-jelasnya.
b. Menentukan variabel bebas (dependent variables), yaitu efek yang ingin
diukur, sering disebut sebagai kriteria atau ukuran performansi.
c. Menentukan independent variables.
d. Menentukan level-level yang akan diuji, tentukan sifatnya, yaitu :
1) Kualitatif atau kuantitatif
2) Fixed atau random
e. Tentukan cara bagaimana level-level dari beberapa faktor akan
dikombinasikan (khusus untuk eksperimen dua faktor atau lebih).
2. Design Phase
Tahapan dalam design phase adalah :
a. Menentukan jumlah observasi yang diambil.
b. Menentukan urutan eksperimen (urutan pengambilan data).
c. Menentukan metode randomisasi.
d. Menentukan model matematik yang menjelaskan variabel respon.
e. Menentukan hipotesis yang akan diuji.
3. Analysis Phase
Tahapan dalam analysis phase adalah :
a. Pengumpulan dan pemrosesan data.
b. Menghitung nilai statistik-statistik uji yang dipakai.
c. Menginterpretasikan hasil eksperimen.
2.10.2 Tujuan Desain Eksprimen
Desain suatu eksperimen bertujuan untuk memperoleh atau
mengumpulkan informasi sebanyak – banyaknya yang diperlukan dan berguna
dalam melaksanakan penelitian persoalan yang akan dibahas. Meskipun ,demikian
dalam rangka mendapatkan semua informasi yang berguna itu , desain dibuat
sederhana untuk menghemat waktu ,biaya dan bahan yang akan digunakan.
2.10.3 Faktorial Eksperimen
Eksperimen faktorial digunakan bilamana jumlah faktor yang akan diuji
lebih dari satu. Eksperimen faktorial adalah eksperimen dimana semua (hampir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-25
semua) taraf (levels) sebuah faktor tertentu dikombinasikan dengan semua
(hampir semua) taraf (levels) faktor lainnya yang terdapat dalam eksperimen.
(Sudjana, 1997).
Di dalam eksperimen faktorial, dapat terjadi hasilnya dipengaruhi oleh
lebih satu faktor, atau dikatakan terjadi interaksi antar faktor. Secara umum
interaksi didefinisikan sebagai perubahan dalam sebuah faktor mengakibatkan
perubahan nilai respon yang berbeda pada tiap taraf untuk faktor lainnya. maka
antara kedua faktor itu terdapat interaksi (Sudjana, 1997). Skema umum data
sampel untuk desain eksperimen dapat dilihat pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Skema umum data sampel eksperimen faktorial menggunakan 3 faktor dan dengan n observasi tiap sel
Faktor C
Faktor B Faktor A
Jumlah 1 2 … a
1
1
Y1111 Y2111 … Ya111
Y1112 Y2112 … Ya112 … … … … Y111n Y211n … Ya11n
… … … … … … … … … …
b
Y1b11 Y2b11 Y3b11 Y4b11
Y1b12 Y2b12 Y3b12 Y4b12 … … … …
Y1b1n Y2b1n Y3b1n Y4b1n … … … … … … …
… … … … … … …
c
1
Y1111 Y2111 … Ya111
Y1112 Y2112 … Ya112 … … … … Y111n Y211n … Ya11n
… … … … … … … … … … … …
b
Y1bc1 Y2bc1 … Yabc1
Y1bc2 Y2bc2 … Yabc2 … … … … Y1bcn Y2bcn … Yabcn
Total T…1 T…2 T…3 T…a Sumber: Sudjana, 1997.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-26
Tabel Anova untuk eksperimen faktorial dengan tiga faktor (a, b, dan c),
dengan nilai-nilai perhitungan dalam bentuk diatas adalah sebagaimana tabel 2.12.
Pada kolom terakhir Tabel 2.12, untuk menghitung harga F yang digunakan
sebagai alat pengujian statistik, maka perlu diketahui model mana yang diambil.
Model yang dimaksud ditentukan oleh sifat tiap faktor, apakah tetap atau acak.
Model tetap menunjukkan di dalam eksperimen terdapat hanya m buah perlakuan,
sedangkan model acak menunjukkan bahwa dilakukan pengambilan m buah
perlakuan secara acak dari populasi yang ada (Sudjana, 1997).
Tabel 2.12 Anova eksperimen faktorial 3 faktor
Sumber Variansi Derajat Bebas
(df)
Jumlah
Kuadrat (SS)
Kuadrat Tengah
(MS) F
Faktor A
Faktor B
Faktor C
Interaksi AxB
Interaksi AxC
Interaksi BxC
Interaksi AxBxC
Error
a –1
b – 1
c –1
(a – 1)(b – 1)
(a – 1)(c – 1)
(b – 1)(c – 1)
(a–1)(b–1)(c–1)
abc(n - 1)
SSA
SSB
SSC
SSAxB
SSAxC
SSBxC
SSAxBxC
SSE
SSA/dfA
SSB/dfB
SSC/dfC
SSAxB/dfAxB
SSAxC/dfAxC
SSBxC/dfBxC
SSAxBxC/dfAxBxC
SSE/dfE
MSA/MSE
MSB/MSE
MSC/MSE
MSAxB/MSE
MSAxC/MSE
MSBxC/MSE
MSAxBxC/M
SE
Total abcn SSTotal
Sumber: Sudjana, 1997.
2.10.4 Pengujian Asumsi-Asumsi ANOVA
Apabila menggunakan analisis variansi sebagai alat analisis data
eksperimen, maka seharusnya sebelum data diolah, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi ANOVA untuk menguji apakah asumsi-asumsi ANOVA telah terpenuhi
atau belum. Uji yang dilakukan dapat berupa uji homogenitas variansi, dan
independensi, terhadap data hasil eksperimen (Sudjana, 1997).
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji untuk mengukur apakah data kita memiliki
distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik (statistik
inferensial). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menguji pola
distribusi. Dua diantaranya adalah metode statistik Chi Squared dan Kolmogorov-
Smirnov. Namun uji chi-squared tidak cocok digunakan untuk menentukan pola
distribusi dari data yang berjumlah kecil. Hal ini dikarenakan terjadinya kesulitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-27
atau kesalahan dalam penentuan interval pada data jumlah kecil. Akibatnya
terjadinya kesalahan pengelompokan, sehingga menyebabkan uji chi-squared
tidak sensitif dalam penolakan atau penerimaan terhadap H0 (Tjahyanto, 2008).
Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah dengan
membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi
normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke
dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Jadi sebenarnya uji Kolmogorov-
Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal
baku (Konsultan Statistik, 2009).
Uji Kolmogorov Smirnov ini dilakukan pada tiap threatment/perlakuan,
pada tiap perlakuan terdiri dari n buah data (replikasi). Persyaratan dalam
melakukan uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut (Cahyono, 2006):
1. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif)
2. Data tunggal / belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi
3. Dapat digunakan untuk n besar maupun n kecil.
Langkah - langkah uji Kolmogorov Smirnov (Sudjana, 1997) yaitu:
1. Mengurutkan data dari yang terkecil sampai terbesar.
2. Menghitung rata-rata ( ) dan standar deviasi (s) data tersebut.
.
n
x
x
n
ii ÷÷ø
öççè
æ
=å=1
................................................................................................(2. 12)
( )
1
2
2
-
-=
åån
n
xx
s
ii
..........................................................................(2.13) Keterangan: xi : data ke-i n : banyaknya data
3. Mentransformasikan data tersebut menjadi nilai baku (z).
( ) sxxz ii /-=
......................................................................................(2.14)
Keterangan: zi : nilai baku xi : data ke-i
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-28
x : rata-rata s : standar deviasi
4. Berdasarkan nilai baku (z), menentukan nilai probabilitasnya P(z) berdasarkan
sebaran normal baku, sebagai probabilitas pengamatan. Gunakan tabel standar
luas wilayah di bawah kurva normal.
5. Menentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) dengan rumus, sebagai
berikut:
nixP i /)( = ...............................................................................................(2.15)
Keterangan: i : data ke- n : jumlah data 6. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(z) dan P(x) yaitu:
Maks | P(z) - P(x)| , sebagai nilai L hitung.
Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah data observasi dalam n kali
replikasi berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 : Sampel data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Sampel data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal
7. Memilih taraf nilai nyata a, dengan wilayah kritik Lhitung > La(n). Apabila nilai
Lhitung < Ltabel , maka terima H0 dan simpulkan bahwa data observasi berasal
dari populasi yang berdistribusi normal.
2. Uji homogenitas
Uji homogenitas bertujuan menguji apakah variansi error dari tiap level
atau perlakuan bernilai sama. Alat uji yang sering dipakai adalah uji bartlett.
Namun uji bartlett dapat dilakukan setelah uji normalitas dilakukan. Untuk
menghindari adanya kesulitan dalam urutan proses pengolahan, maka alat uji yang
dipilih adalah uji levene test. Uji levene dilakukan dengan menggunakan analisis
ragam terhadap selisih absolut dari setiap nilai pengamatan dalam sampel dengan
rata-rata sampel yang bersangkutan (Permana, 2008). Prosedur uji homogenitas
levene (Wijaya, 2000) sebagai berikut :
1. Kelompokkan data berdasarkan faktor yang akan diuji.
2. Hitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya pada tiap level.
3. Hitung nilai-nilai berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-29
a. Faktor koreksin
xFK i
2)()( å= ...........................................................(2.16)
Keterangan : xi : data hasil pengamatan
i : 1, 2, ..., n n : banyaknya data
b. Sum of Square (SS) faktor =( )
FKk
xi -÷÷
ø
ö
çç
è
æ å 2
....................................(2.17)
Keterangan : k : banyaknya data pada tiap level
c. Sum of Square (SS) total = ( ) FKyi -å 2 ..........................................(2.18)
Keterangan :
yi : selisih absolut data hasil pengamatan dengan rata-ratanya untuk tiap level
d. SSerror = faktortotal SSSS - ........................................................................(2.19)
Nilai-nilai hasil perhitungan di atas dapat dirangkum dalam sebuah daftar
analisis ragam sebagaimana tabel 2.13 berikut ini.
Tabel 2.13 Skema umum daftar analisis ragam uji homogenitas Sumber
Keragaman df Sum of Square
(SS) Mean of Square
(MS) F
Faktor F SS(Faktor) SS(Faktor)/ Df error
faktor
MS
MS
Error n-1-f SSerror SSe / Df
Total n-1 SStotal
Sumber: Wijaya, 2000.
4. Hipotesis yang diajukan adalah :
H0 : 26
25
24
23
22
21 ssssss =====
H1 : Ragam seluruh level faktor tidak semuanya sama.
5. Memilih taraf nyata/ signifikasi (α).
6. Wilayah kritis : F > F α (v1 ; v2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-30
3. Analysis of Variance (ANOVA)
Analysis of Variance (ANOVA) merupakan metode untuk menguji
hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel
independen. Hubungan antara satu variabel dependen dengan satu variabel
independen disebut One Way ANOVA. Pada kasus satu variabel dependen dan
dua atau tiga variabel independen sering disebut Two Ways ANOVA dan Three
Ways ANOVA.
ANOVA digunakan untuk mengetahui pengaruh utama (main effect) dan
pengaruh interaksi (interaction effect) dari variabel independen (sering disebut
faktor) terhadap variabel dependen. Pengaruh utama atau main effect adalah
pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan
pengaruh interaksi adalah pengaruh bersama atau joint effect dua atau lebih
variabel independen terhadap variabel dependen.
Skema umum data sampel untuk desain eksperimen dapat dilihat pada
tabel 2.14 di bawah ini.
Tabel 2.14 Skema umum data sampel eksperimen faktorial
Faktor C
Faktor A Jumla
h Rata-rata 1 2 3
Faktor B 1 2 1 2 1 2
1
Y1111 Y1211 Y2111 Y2211 Y3111 Y3211
Y1112 Y1212 Y2112 Y2212 Y3112 Y3212
Y1113 Y1213 Y2113 Y2213 Y3113 Y3213 Jumlah J1110 J1210 J2110 J2210 J3110 J3210 J1000
Rata-rata Y 1110 Y 1210 Y 2110 Y 2210 Y 3110 Y 3210 Y 1000
2 Y1121 Y1221 Y2121 Y2221 Y3121 Y3221 Y1122 Y1222 Y2122 Y2222 Y3122 Y3222 Y1123 Y1223 Y2123 Y2223 Y3123 Y3223
Jumlah J1120 J1220 J2120 J2220 J3120 J3220 J2000 Rata-rata Y 1120 Y 1220 Y 2120 Y 2220 Y 3120 Y 3220 Y 2000
3 Y1131 Y1231 Y2131 Y2231 Y3131 Y3231 Y1132 Y1232 Y2132 Y2232 Y3132 Y3232 Y1133 Y1233 Y2133 Y2233 Y3133 Y3233
Jumlah J1130 J1230 J2130 J2230 J3130 J3230 J3000 Rata-rata Y 1130 Y 1230 Y 2130 Y 2230 Y 3130 Y 3230 Y 3000
Jumlah Total J1100 J1200 J2100 J2200 J3100 J3200 J0000 Rata-rata Total Y 1100 Y 1200 Y 2100 Y 2200 Y 3100 Y 3200 Y 0000
Sumber : Sudjana, 1997
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-31
4. Uji Pembanding Ganda
Pengujian ini dilakukan apabila terdapat perbedaan yang signifikan antar
level faktor, blok, atau interaksi faktor-faktor. Uji pembanding ganda bertujuan
untuk menjawab manakah dari rata-rata taraf perlakuan yang berbeda atau untuk
melihat pada level mana terdapat perbedaan dari suatu faktor yang dinyatakan
berpengaruh signifikan oleh uji Anova. Metode yang digunakan pada uji lanjut
setelah anova adalah metode Tukey, langkah-langkah penyelesaiannya adalah
(Soejoeti, 1984):
a. Mencari nilai penyimpangan
S2 = RKS
Keterangan:
RKS : rata-rata kuadrat kesalahan. s : varians gabungan (kelompok eksperimen + kontrol)
b. Mencari nilai Q pada tabel ”studenized range distribution”
Q {k; k (m-l); a}
Keterangan:
a : selang kepercayaan k : jumlah perlakuan m: banyaknya pengamatan
c. Satu range pembanding ( X A - X B ) akan dilakukan sama ( X A = X B ) apabila:
{(XA- - Q }< (XA- < (XA- Q
Keterangan:
XA : rerata skor kelompok eksperimen XB : rerata skor kelompok kontrol m : jumlah observasi/pengukuran secara keseluruhan s : varians gabungan (kelompok eksperimen + kontrol)
2.11 Studi Pustaka
Beberapa penelitian tentang komposit telah dilakukan oleh para peneliti
terdahulu. Hasil penelitian Raharjo (2006) tentang pengaruh fraksi berat sekam
dan additive CaCl2 terhadap nilai konduktivitas panas komposit semen – sekam.
Pembuatan komposit dilakukan dengan mencampur semen, sekam dan additive
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-32
(CaCl2). Jumlah sekam yang terkandung dalam komposit (fraksi berat sekam)
diatur dengan variasi 10%, 20%, 30% berat. Sedangkan jumlah additive yang
ditambahkan diatur dengan variasi 0%, 5%, 10%, 15% berat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai konduktivitas panas tertinggi dari komposit semen-
sekam didapat dari kombinasi fraksi berat bahan penambah CaCl2 15% dan fraksi
berat sekam 10% yaitu 0,1355 W/m0C. Nilai konduktivitas panas komposit
semen-sekam meningkat seiring dengan peningkatan fraksi berat bahan penambah
CaCl2 . Peningkatan fraksi berat sekam akan diikuti dengan pengurangan nilai
konduktivitas panas komposit semensekam.
Ngafwan (2006) melakukan penelitian tentang pembuatan komposit hambat
panas menggunakan perekat resin dengan memanfaatkan limbah sekam padi.
Bahan ini dibuat dengan menggunakan poliester sebagai pengikat dengan
komposisi sekam padi dan polyester dalam 20%, 30%, 40%, 50% dan 60% fraksi
volume komposit dengan model honeycomb dan komposit biasa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perpindahan kalor pada komposit sangat ditentukan oleh
prosentase serat dan perekat, semakin besar fraksi volume serat maka
konduktivitas mengarah pada sifat serat. Dengan model honeycomb maka nilai
konduktivitas dapat menurun, sehingga dapat menurunkan sifat ketergantungan
perekat. Pada komposit biasa, fraksi volume serat 50% terjadi perubahan nilai
hambat panas terhadap temperatur yang sangat rendah dan mendekati linier jika
dibandingkan dengan fraksi volume yang lain. Pada material honeycom
menunjukkan bahwa nilai hambat panas pada fraksi volume 50% sampai 60%
nilai konduktivitas panasnya lebih linier dan lebih stabil walaupun angka hambat
panasnya lebih besar dibandingkan yang material normal. Meningkatnya
temperatur spesimen hambat panasnya semakin rendah. Penurunan nilai hambat
panas ini dikarenakan dengan meningkatnya temperatur mengakibatkan volume
menjadi lebih besar sehingga kepadatan material menjadi berkurang sehingga
jarak antar partikel yang berfungsi penghantar panas semakin jauh yang berakibat
nilai hantar panas.
Penelitian oleh Wibowo (2008) tentang pembuatan papan partikel dari
campuran sekam padi dan resin (tanpa memperhatikan kekuatan material) dengan
3 variasi ketebalan (1 cm, 1,5 cm, dan 2 cm) dan 4 variasi pemadatan (3:1, 4:1,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-33
5:1, dan 6:1). Dari beberapa variasi ketebalan didapatkan pada ketebalan 1 cm dan
kepadatan 6:1 & 5:1, nilai konduktivitas termalnya kecil (0,0798 W/m0C), pada
tebal 2 cm, kepadatan 12:2 nilai konduktivitas termalnya besar (0,238 W/m0C)
sehingga papan partikel dengan tebal 1 cm dan pada kepadatan 6:1 baik
digunakan sebagai bahan isolator panas.
Diharjo (2006) melakukan penelitian menunjukkan bahwa kekuatan dan
regangan tarik komposit memiliki harga optimum untuk perlakuan serat rami 2
jam, yaitu 190.27 Mpa dan 0.44%. Komposit yang diperkuat serat rami yang
dikenai perlakuan 6 jam memiliki kekuatan terendah. Penampang patahan
komposit yang diperkuat serat perlakuan 0, 2, dan 4 jam diklasifikasikan sebagai
jenis patah slitting in multiple area. Sebaliknya, penampang patahan komposit
yang diperkuat serat perlakuan 6 jam memiliki jenis patah tunggal. Penampang
patahan komposit yang diperkuat serat tanpa perlakuan menunjukkan adanya fiber
pull out.
Harbrian (2007) melakukan penelitian tentang komposit Sandwich serat E-
Glass Chopped Strand Mat-unsaturated polyester resin dengan inti (core) Spon
hanya mempunyai variasi tebal inti (core). Variasi tebal inti (core)-nya adalah 2
mm, 4 mm dan 9 mm, sedangkan fraksi volumenya sama untuk semua variasi
yaitu 30%. Pengujian bending pada komposit sandwich dengan masing-masing
variasi tebal core ada 4 spesimen, maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan
Bending komposit Sandwich dengan core spon semakin menurun seiring dengan
penambahan tebal core spon, pada tebal core 2 mm kekuatan Bending rata-ratanya
adalah 38,08 MPa, sedangkan pada komposit Sandwich dengan tebal core 9 mm
kekuatan Bending rata-ratanya adalah 2,28 MPa, lebih rendah 94,01 %.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan secara sistematis mengenai kerangka berpikir
dan metode yang digunakan dalam penelitian.
3.1. KERANGKA METODE PENELITIAN
Langkah–langkah yang dilakukan dalam penelitian ini akan dijelaskan pada
gambar 3.1 di bawah ini.
Gambar 3.1. Metode penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
Gambar 3.1. Metode penelitian (lanjutan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
Metode penelitian di atas diuraikan dalam beberapa tahap dan tiap
tahapnya dijelaskan melalui langkah-langkah yang dilakukan. Uraian lebih
lengkap tiap tahapnya dijelaskan dalam subbab berikut ini.
3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Waktu dan tempat
pelaksanaan penelitian dijelaskan sebagai berikut:
3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian dimulai dari bulan Maret hingga Juli 2011. Pembuatan spesimen
dan pengujian spesimen dilakukan pada bulan Mei-Juli 2011, sedangkan
pengolahan data dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2011.
3.2.2. Tempat Penelitian
1. Pembuatan spesimen komposit sandwich dilakukan di Laboratorium
Perencanaan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Uji impak dan bending dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Uji hambat panas dilakukan di Laboratorium Uji Thermal Sub Lab Pengujian
Fisika Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.3. ORIENTASI PENELITIAN
Tujuan dari orientasi penelitian adalah untuk melihat faktor-faktor yang
memberikan pengaruh terhadap kekuatan bending dan impak serta hambat panas
yang dimiliki komposit sandwich limbah kertas buram dan sekam padi dengan
skin karung plastik untuk menyederhanakan kompleksitas permasalahan yang
diteliti. Orientasi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pada proses pencampuran bahan-bahan pembuatan panel komposit, terdapat
beberapa material atau benda yang ikut terbawa dalam proses pencampuran.
Namun jumlahnya kecil sehingga tidak mempengaruhi hasil pengujian,
diasumsikan tidak terdapat benda asing yang ikut terbawa ke dalam komposit.
2. Sampah kertas buram yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari limbah
percetakan di daerah Surakarta dan limbah fotocopy di Surakarta yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
memiliki jenis kertas yang berbeda, tetapi kertas tersebut diproduksi oleh
pabrik dengan proses dan bahan baku yang hampir sama, sehingga
diasumsikan karakteristik dari kertas yang digunakan sama untuk setiap
jenisnya.
3. Kertas buram yang digunakan untuk core komposit adalah kertas limbah
bekas pakai sehingga ada yang mengandung tinta. Tinta pada kertas buram
diasumsikan tidak berpengaruh terhadap kekuatan bending dan impak.
3.4. Perancangan Experimen
Pembuatan komposit sandwich terdiri dari campuran kertas buram dan
sekam padi pada core dan karung plastik pada skin. Penelitian ini dilakukan untuk
melihat pengaruh faktor-faktor ketebalan core komposit, komposisi core komposit
dan perlakuan alkali sekam padi terhadap kekuatan impak dan bending.
Penggunaan limbah kertas buram dipilih karena ketersediaan limbah kertas
yang melimpah, namun pemanfaatannya yang belum optimal dan harga limbah
kertas yang ekonomis dibandingkan dengan jenis penyekat ruangan yang
umumnya digunakan yaitu kayu. Pada penggunaan campuran sekam padi dipilih
karena limbah tersebut mempunyai fungsi sebagai penghambat panas yang baik,
dimana limbah sekam antara lain digunakan sebagai bahan pelindung untuk
menyimpan es, artinya sekam padi sekam padi merupakan bahan hambat panas
yang baik.
Faktor-faktor dalam penelitian ini ditentukan di awal penelitian (fixed
factor). Rancangan penelitian pada penelitian ini ditentukan melalui beberapa
tahapan. Urutan tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut:
3.4.1. Tahap Perencanaan (Planning Phase)
a. Membuat problem statement :
Problem statement dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh ketebalan
core komposit, komposisi core komposit dan perlakuan alkali sekam padi
terhadap kekuatan bending dan kekuatan impak komposit sandwich yang
bersifat hambat panas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-5
b. Menentukan Variabel dependent (respon)
1) Variabel respon pada penelitian ini adalah nilai kekuatan bending dan
impak komposit sandwich. Sifat dari variabel respon adalah kuantitatif.
2) Unit eksperimen pada penelitian ini adalah komposit sandwich limbah
kertas buram dan sekam dengan skin karung plastik.
c. Menentukan Variabel independent (faktor)
Menentukan faktor-faktor yang ingin diuji pengaruhnya dalam eksperimen.
1. Faktor yang ingin diuji:
a. ketebalan core komposit (A)
b. komposisi core komposit (B)
c. perlakuan alkali sekam padi (C)
2. Sifatnya: faktor ketebalan core, komposisi core komposit dan perlakuan
alkali sekam padi bersifat kuantitatif.
d. Menentukan banyaknya level dari setiap faktor yang diuji. Level-level dipilih
secara fixed berdasarkan penelitian terdahulu dan trial and error.
Menurut Harbrian (2007) Komposit Sandwich serat e-glass chopped
strand mat-unsaturated polyester resin dengan core spon dengan variasi
ketebalan core adalah 2 mm, 4 mm dan 9 mm. Berdasarkan pengujian bending
pada komposit sandwich dengan masing-masing variasi tebal core komposit
sandwich dengan core spon semakin menurun seiring dengan penambahan
tebal core spon. Berdasarkan penelitian tersebut maka dalam penelitian ini
diambil faktor ketebalan core dengan bahan dasar yang berbeda yaitu kertas
buram dan sekam padi. Level faktor ketebalan core komposit terdiri dari dua
level, yaitu 10 mm (a1) dan 15 mm (a2) berdasarkan SNI untuk papan serat.
Penentuan level-level faktor komposisi berdasarkan trial and error.
Sebelum level tersebut dipilih, telah dilakukan beberapa kali percobaan
sebelumya. Percobaan yang telah dilakukan sebelumnya mengunakan sekam
30%, kertas 40% , lem 30% dan sekam 25%, kertas 45%, lem 30%. Percobaan
tersebut gagal pada saat proses pencetakan. Kebanyakan campuran keluar dari
cetakan saat dipress dan dibutuhkan tenaga yang kuat saat pengepressan. Pada
komposisi tersebut komposit mengembang setelah dikeluarkan dari cetakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-6
dan rapuh. Berdasarkan percobaan-percobaan tersebut, akhirnya diperoleh
level-level yang sesuai dengan cetakan dan dapat dicetak dengan baik. Level
faktor komposisi core komposit yang ditentukan terdiri dari dua level, yaitu
kertas (50%), sekam (20%); PVAc (30%) (b1) dan kertas (60%), sekam (10%);
PVAc (30%) (b2).
Menurut Kuncoro (2006) komposit serat rami yang direndam di dalam larutan
alkali NaOH dengan konsentrasi 5% selama 0, 2, 4, dan 6 jam. Berdasarkan uji
tarik bahwa kekuatan dan regangan tarik komposit memiliki harga optimum
untuk perlakuan serat 2 jam. Komposit yang diperkuat serat dengan perlakuan
alkali 6 jam memiliki kekuatan terendah. Berdasarkan penelitian tersebut maka
dalam penelitian ini diambil faktor perlakuan alkali dengan bahan dasar yang
berbeda yaitu sekam padi. Level faktor perlakuan alkali yang ditentukan terdiri
dari tiga level yaitu 1 jam (c1), 2 jam (c2) dan 3 jam (c3).
1) Menentukan jenis desain eksperimen yang dipakai.
a) Pada tahap ini dilakukan penentuan teknik desain ekspeimen yang
digunakan, yaitu Factorial Experiment Completely Randomized Design.
b) Tabulasi Factorial Experiment Completely Randomized Design adalah
seperti tabel 3.2
Tabel 3.1 Layout Pengumpulan Data Eksperimen
Core komposit
Komposisi core (b1) Komposisi core ( b2) Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c )
ketebalan core (a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) i1j1k1l1 i1j2k1 l1 i1j3k1 l1 i2j1k1 l2 i2j2k1 l1 i2j3k1 l1
i1j1k1l2 i1j2k1 l2 i1j3k1 l2 i2j1k1 l2 i2j2k1 l2 i2j3k1 l2
i1j1k1l3 i1j2k1 l3 i1j3k1 l3 i2j1k1 l3 i2j2k1 l3 i2j3k1 l3
15 mm (a2) i1j1k2 l1 i1j2k2 l1 i1j3k2 l1 i2j1k2 l1 i2j2k2 l1 i2j3k2 l1
i1j1k2 l2 i1j2k2 l2 i1j3k2 l2 i2j1k2 l2 i2j2k2 l2 i2j3k2 l2
i1j1k2 l3 i1j2k2 l3 i1j3k2 l3 i2j1k2 l3 i2j2k2 l3 i2j3k2 l3 Keterangan: i1j1k1l1: variabel respon dengan komposisi core j1, perlakuan alkali 1 jam dan ketebalan core 10 mm, untuk replikasi ke-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-7
3.4.2. Tahap Design Phase
a. Menentukan jumlah observasi atau jumlah replikasi
Penentuan jumlah replikasi berdasar pada rumus penentuan jumlah replikasi
pada rumus untuk rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial,
secara sederhana menurut Supranto (2000) dapat digunakan rumus:
(t-1) (r-1) ≥15.................................................................................................(3.1)
keterangan: t : banyak kelompok perlakuan r : jumlah replikasi
b. Urutan eksperimen : secara random.
c. Menentukan model matematik yang menjelaskan variabel respon
Yijkl = m + Ai + Bj + Ck + ABij + ACik + BCjk + ABCijk + el(ijk) ....................(3.2)
Keterangan :
Yijkl : variabel respon Ai : faktor ketebalan core Bj : faktor komposisi core Ck : faktor perlakuan alkali ABij : interaksi faktor A dan faktor B ACik : interaksi faktor A dan faktor C BCjk : interaksi faktor B dan faktor C ABCijk : interaksi faktor A, faktor B, dan faktor C el(ijk) : random error i : jumlah faktor ketebalan core (A), i = 1, 2 j : jumlah faktor komposisi core (B), j = 1, 2 k : jumlah faktor perlakuan alkali (C), k= 1,2,3 l : jumlah replikasi l = 1, 2, 3,
d. Menentukan hipotesis eksperimen
Hipotesis umum yang diajukan dalam eksperimen ini adalah faktor yang
berpengaruh terhadap kekuatan bending dan impak komposit, dimana faktor
tersebut mungkin berdiri sendiri atau berinteraksi dengan faktor yang lain.
Hipotesis umum ini disebut sebagai hipotesis satu (H1).
Adapun hipotesis nol dari eksperimen dalam penelitian ini adalah:
H01 : 02 =As
Perbedaan ketebalan core komposit tidak berpengaruh terhadap
besarnya kekuatan bending dan impak komposit sandwich.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-8
H02 : 02 =Bs
Perbedaan komposisi core komposit tidak berpengaruh terhadap
besarnya kekuatan bending dan impak komposit sandwich.
H03 : 02 =Cs
Perbedaan perlakuan alkali tidak berpengaruh terhadap besarnya
kekuatan bending dan impak komposit sandwich.
H04 : 02 =ABs
Perbedaan interaksi ketebalan dan komposisi core komposit tidak
berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak
komposit sandwich.
H05 : 절B挠 实0
Perbedaan interaksi ketebalan dan perlakuan alkali core komposit
tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak
komposit sandwich.
H06 : IB挠 实0
Perbedaan interaksi komposisi dan perlakuan alkali core komposit
tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak
komposit sandwich.
H07 : 절IB挠 实0
Perbedaan interaksi ketebalan, komposisi dan perlakuan alkali core
komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan
impak komposit sandwich.
3.5. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dimulai dengan persiapan pembuatan spesimen dan
dilanjutkan dengan proses pembuatan spesimen komposit lalu dilakukan uji
bending dan impak. Berdasarkan data hasil uji bending dan impak dilakukan
pengolahan data untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kekuatan bending dan impak. Hasil pengolahan data menunjukkan pengaruh dari
faktor-faktor yang telah ditentukan, kemudian dipilih nilai terbaik dari uji bending
dan impak lalu dilakukan uji konduktivitas thermal (hambat panas).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-9
3.5.1. Pembuatan Spesimen Uji
Pembuatan spesimen uji dimulai dari mempersiapkan alat dan bahan yang
diperlukan kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatan spesimen.
a. Alat yang digunakan
1) Gunting, cutter dan penggaris untuk memotong kertas.
2) Mesin blender
Mesin digunakan untuk menghancurkan kertas menjadi serat lembut. Mesin
blender yang digunakan bermerk national model MX-T2GN dengan spesifikasi
dry capacity 150G, wet capacity 1500ml dengan daya 220V.
3) Ember plastik
Ember plastik digunakan untuk merendam sekam padi dengan larutan NaOH.
4) Timbangan digital
Timbangan digital digunakan untuk menimbang massa sekam padi, NaOH,lem
PVAc, kertas buram, core komposit dan skin.
5) Gelas ukur
Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume air dan volume resin.
6) Cetakan besi
Cetakan besi ukuran 20cm x 5cm digunakan untuk pengepresan bahan
komposit menjadi ukuran sesuai standar uji (SNI 01-4449-2006 untuk Papan
Serat).
Gambar 3.2. Cetakan besi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-10
7) Jangka sorong
Jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi spesimen uji. Alat ukur ini
memiliki ketelitian 0,05 mm.
8) Oven, digunakan untuk mengeringkan spesimen (post cure)
9) Universal Testing Machine (UTM), digunakan untuk mengukur kekuatan
bending.
10) Alat uji impak dengan spesikasi kekuatan impak maximum 150 joule, berat
beban pembentur 93,10 N dan panjang lengan 0,83 m.
11) Alat uji konduktivitas thermal.
b. Bahan yang digunakan
1) Kertas buram
Gambar 3.3. Kertas buram
2) Sekam padi
Gambar 3.4. Sekam padi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-11
3) NaOH
Berupa padatan yang berfungsi untuk membersihkan lapisan lilin (lignin) dan
kotoran pada permukaan serat sehingga menghasilkan mechanical interlocking
(pengikatan) antara serat.
4) Lem putih (PVAc)
Polivinil asetat (PVAc) atau dapat disebut juga lem putih yang digunakan
sebagai lem kayu dan kertas. Lem putih merupakan salah satu produk jenis
polimer emulsi.
5) Resin UPRS
Unsaturated Polyester Resin merupakan jenis resin thermoset, dalam kebanyakan
hal resin ini disebut polyester.
6) Karung plastik
Karung plastik dibuat dari polimer polypropilen (PP) yang bersifat termoplast
(Pertamina UPPDN VI).
Gambar 3.5. Karung plastik
7) Larutan n-heksana
Larutan ini digunakan untuk merendam karung plastik sehingga memperkecil
delaminasi antara karung plastik dengan resin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-12
c. Proses pembuatan komposit sandwich
1) Persiapan bahan
a) Kertas buram yang dipotong kecil untuk memudahkan dalam
penghacurannya.
b) Pemisahan sekam dari kotoran-kotoran yang masih tercampur seperti
potongan daun dan jerami padi. Sekam direndam dengan NaOH selama 1
jam,2 jam dan 3 jam kemudian dikeringkan.
c) Karung plastik dipotong dengan ukuran 5x20 cm untuk uji bending
berdasarkan standard SNI 01-4449-2006. Ukuran 1x10 cm untuk uji impak
berdasarkan standard ASTM D-5942-96.
d) Masing-masing bahan kemudian diukur massa jenisnya kecuali karung
plastik untuk menentukan fraksi volumenya dalam campuran komposit.
e) Menimbang kertas buram, sekam padi dan lem PVAc sesuai dengan massa
jenis dan komposisi tiap spesimen.
2) Pembuatan bubur kertas
Kertas buram yang telah dipotong kecil lalu ditambah dengan air.
Perbandingan antara kertas dengan air adalah 1 : 2 yaitu massa air dua kali
massa kertas. Penentuan ukuran perbandingan antara kertas dan air dengan
dilakukan trial sebelum pembuatan spesimen. Kertas dihancurkan
menggunakan alat bantu blender.
3) Pengenceran Lem PVAc
Lem PVAc yang telah ditimbang ditambah air dengan perbandingan 2:1 dari
massa kertas tiap spesimen. Perlakuan ini dilakukan agar lem dan air tercampur
merata, untuk itu maka digunakan alat bantu mixer selama 3-5 menit.
Penentuan ukuran perbandingan antara lem dan air dengan dilakukan trial
sebelum pembuatan spesimen. Perbandingan ini dipilih karena lem dan bahan
lainnya sudah dapat tercampur merata. Jika volume air untuk pengenceran
besar maka lem akan banyak terbuang ketika dipress.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-13
4) Pencampuran bahan
Bahan-bahan yang telah disiapkan kemudian dicampur yaitu bubur kertas,
sekam padi dan lem PVAc yang telah diencerkan. Pencampuran ini dilakukan
hingga merata, untuk itu digunakan alat bantu mixer selama 5-10 menit.
5) Pembuatan core komposit sandwich
a) Pembuatan material
Setelah semua bahan tercampur kemudian dimasukkan kedalam cetakan
secara merata. Ukuran spesimen yang dibuat adalah 5x20 cm sesuai
dengan standard SNI untuk uji bending dan 1x10 sesuai ASTM D-5942-96
untuk uji impak. Pada penelitan ini menggunakan faktor ketebalan 1 cm
dan 1,5 cm dengan kerapatan 2:1 yaitu 2 cm sebelum dipress dan 1 cm
setelah dipress. Tujuan pengepressan adalah untuk mengurangi kadar air
dan menambah kerapatan pada spesimen. Pada penelitian terdapat
beberapa faktor diantaranya komposisi campuran. Komposisi campuran
spesimen pertama adalah 50% kertas buram, 20% sekam padi dan
30% lem PVac. Komposisi campuran spesimen kedua adalah 60% kertas
buarm, 10% sekam padi dan 30% lem PVac.
b) Proses pencetakan
Proses pencetakan dilakukan dengan menaruh bubur kertas yang telah
dibuat kedalam cetakan berukuran 5x20 cm dengan tebal 2cm, 3cm
kemudian di press dengan mesin hidrolik dengan kerapatan 2:1 menjadi
1cm dan 1,5cm selama 1 jam agar spesimen tidak mengembang.
6) Proses pengeringan dilakukan menggunakan oven dan sinar matahari. Setelah
selesai dipress spesimen dioven selama 1 jam agar spesimen tidak
mengembang kemudian dijemur menggunakan sinar matahari selama 3 hari.
7) Pembuatan skin komposit sandwich
a) Persiapan material
Karung plastik yang telah dipotong dengan ukuran 5x20 cm untuk uji
bending dan 1x10 cm untuk uji impak. Resin UPRs tipe yukalac 157
bqtn-ex dicampur dengan katalis dengan perbandingan 1:100 yaitu 1 ml
katalis dengan 100 ml resin UPRs.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-14
Gambar 3.6. Potongan Karung plastik
b) Perlakuan karung plastik
Karung plastik yang digunakan berdasarkan layer (lapisan), untuk tiap skin
menggunakan satu layer. Bentuk serat karung plastik yang digunakan
adalah anyaman horizontal. Karung plastik direndam dalam larutan
n-heksana sebelum dipress hal ini dilakukan untuk mengurangi delaminasi
(tidak rekat) antara karung plastik dengan resin.
c) Persiapan cetakan
Pembuatan skin menggunakan cetakan dari kaca karena rata dan dapat
ditentukan ketebalannya. Kaca yang digunakan untuk alas ketebalan 5mm
dan cetakan 2mm. Kaca bagian alas dilapisi dengan mika proyektor dan
diberi margarine. Hal ini dilakukan agar resin tidak rekat pada kaca
sehingga mudah pengangkatannya.
Gambar 3.7. Cetakan skin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-15
d) Proses pembuatan
Cetakan diolesi resin secara merata lalu ditutup dengan karung plastik
kemudian diberi resin hingga ketebalan 2mm lalu ditutup dengan kaca.
Proses ini dilakukan supaya resin dapat merata dan karung plastik berada
didalam resin untuk memperkecil void (rongga). Pengepressan ini
dilakukan selama 2-3 jam lalu dikeringkan pada suhu kamar.
8) Pembuatan komposit sandwich
Komposit sandwich merupakan komposit yang tersusun dari tiga lapisan yang
terdiri dari flat composite dan atau metal sheet sebagai skin serta core di bagian
tengahnya. Core dari komposit sandwich adalah kertas buram dan sekam padi
digabungkan dengan skin karung plastik pada dua sisinya dengan
menggunakan perekat resin. Pada proses ini dilakukan penekanan ringan untuk
merekatkan core dengan skin selama 2-3 jam. Jika dilakukan penekanan terlalu
berat akan mempengaruhi ketebalan core dan skin.
3.5.2. Pengujian Bending Komposit Sandwich
Kekuatan bending adalah tegangan bending terbesar yang dapat diterima
akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi yang besar atau kegagalan.
Urutan eksperimen ditentukan secara random (complete randomization) seperti
yang ditunjukkan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Urutan eksperimen factorial experiment completely randomized design
Variasi ketebalan
(a)
Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2) Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c )
1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1)
5 4 33 3 19 24 16 7 14 8 34 13 29 2 32 21 9 20
15 mm (a2)
25 22 18 17 23 36 31 6 35 30 15 27
26 10 11 12 1 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-16
Tahapan pengujian bending dilakukan sesuai dengan langkah berikut:
a. Mengukur dimensi spesimen meliputi: panjang, lebar dan tebal berdasarkan
ukuran pengujian papan serat sesuai SNI (2006) yaitu 20cm x 5 cm.
(a) (b)
Gambar 3.8 a. Ukuran tebal spesimen bending b. Ukuran Panjang dan lebar
spesimen bending
b. Pemberian label pada setiap spesimen yang telah diukur untuk mengindari
kesalahan pembacaan.
c. Menghidupkan mesin Torsee untuk uji bending.
d. Pemasangan spesimen uji pada tumpuan dengan tepat dan pastikan indentor
tepat di tengah-tengah kedua tumpuan. Berikut ini gambar penempatan posisi
spesimen.
Gambar 3.9. Posisi spesimen pada uji bending
Sumber : SNI 01-4449-2006 Keterangan :
B : beban (kgf). S : jarak sangga (mm). a : diameter span (mm). T : tebal spesimen (mm)
e. Pemasangan dial indicator dengan posisi 0 mm sebagai penghitung defleksinya
( 1 putaran = 1 mm).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-17
f. Beban diberikan pada bagian pusat contoh uji, kemudian dicatat defleksi dan
beban sampai beban maksimum.
g. Setelah mendapatkan data hasil pengujian dilanjutkan perhitungan kekuatan
bending sesuai persamaan 2.6.
3.5.3. Pengujian Impak Komposit Sandwich
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan
terhadap beban kejut. Hal ini yang membedakan dengan pengujian bending yaitu
pada bending pembebanan dilakukan secara perlahan sedangkan pada impak
secara tiba-tiba. Terdapat dua jenis metode pengujian impak yaitu charpy dan
izod. Pengujian dengan menggunakan charpy lebih akurat dibandingkan izod,
karena pada izod pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi
yang terukur bukan energi yang mampu diserap material seutuhnya (Sariyusriati
dalam Witanto, 2010). Pengujian impak dilakukan sesuai dengan standar ASTM
D-5942-96. Urutan eksperimen ditentukan secara random (complete
randomization) seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Urutan eksperimen factorial experiment completely randomized design
Variasi ketebalan
(a)
Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2) Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c )
1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1)
5 4 33 3 19 24 16 7 14 8 34 13 29 2 32 21 9 20
15 mm (a2)
25 22 18 17 23 36 31 6 35 30 15 27
26 10 11 12 1 28
Langkah-langkah pengujian impak charpy adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan spesimen uji berbentuk balok dengan dimensi p x l x t = 80 mm
x10 mm x10 mm. Pengujian impak dilakukan sesuai dengan standar ASTM
D 5942-46.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-18
Gambar 3.10 Panjang, lebar dan tebal
b. Menaikkan pembentur sesuai sudut lengan pembentur yang ditentukan.
dengan memutar handle beban pembentur, kemudian pembentur dikunci.
c. Melepaskan pengunci pembentur setelah pembentur berada pada keadaan
tertahan dengan posisi sudut tertentu (α) .
d. Setelah kembali dari puncak, ayunan dihentikan perlahan-lahan menggunakan
rem.
e. Mengamati simpangan jarum yang terdorong kemudian mencatat berapa
derajat sudut ayunan tanpa benda uji.
f. Memasang pembentur dengan benar.
g. Memasang benda uji diposisi tengah dari dudukan/anvil. Dudukan dapat
diatur sesuai dengan petunjuk.
h. Menaikkan pembentur secara perlahan-lahan dengan memutar handle tepat
pada sudut yang ditentukan.
i. Melepaskan pengunci dengan menarik pengunci lengan.
j. Setelah pembentur selesai berayun mematahkan benda uji, pembentur
dihentikan dengan menarik pengunci lengan.
k. Mengamati sudut pada dial yang ditunjukkan oleh jarum beban dan diperoleh
besar sudut dengan spesimen. Kemudian dilakukan perhitungan harga energi
impak berdasarkan rumus yang telah ditentukan pada persamaan 2.7 dan 2.8.
3.6. PENGOLAHAN DATA
Tahap pengolahan data dilakukan setelah menentukan teknik desain
eksperimen yang digunakan dalam penelitian. Pengolahan data dimulai dengan uji
asumsi dasar, uji ANOVA, dan uji pembanding ganda.
3.6.1. Uji Asumsi Dasar
Pengujian data hasil perhitungan kuat bending dan impak perlu
dilakukan. Hal ini dilakukan agar metode dalam penelitian dapat memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-19
hasil/analisis yang valid. Adapun pengujian data yang harus dilakukan sebagai
sebelum uji ANOVA, yaitu:
1. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Langkah-
langkah perhitungan uji kolmogorov smirnov sebagai berikut:
a. Mengurutkan data nilai impak dari yang terkecil sampai terbesar untuk
setiap perlakuan.
b. Menghitung rata-rata (︠) sesuai dengan persamaan 2.12 dan standar
deviasi ( s ) data tersebut sesuai persamaan 2.13.
c. Mentransformasi data tersebut menjadi nilai baku ( z ) sesuai persamaan 2.14.
d. Dari nilai baku ( z ), kemudian menentukan nilai probabilitasnya P( z )
berdasarkan sebaran normal baku, sebagai probabilitas pengamatan dengan
menggunakan tabel standar luas wilayah di bawah kurva normal, atau
dengan bantuan Ms. Excel dengan function NORMSDIST.
e. Menentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) dengan rumus sesuai
persamaan 2.15.
f. Menentukan nilai maksimum dari selisih absolut P( z ) dan P( x ) yaitu: maks
| P( z ) - P( x )| , sebagai nilai L hitung…………………………………....(3.7)
g. Menentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(xi-1) dan P( z ) yaitu: maks
| P(xi-1) - P( z ) | …………………………………………………………....(3.8)
h. Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah data observasi dalam
beberapa kali replikasi berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan
adalah :
H0 : data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Taraf nyata/signifikasi yang dipilih a = 0,05 dengan wilayah kritik
Lhitung > La(k-1) Apabila nilai Lhitung < Ltabel , maka terima H0 dan
simpulkan bahwa data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi
normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-20
2. Uji homogenitas
Pengujian homogenitas dapat dilakukan dengan metode levene test, yaitu
menguji kesamaan ragam data observasi antar level faktornya. Uji levene
dilakukan dengan menggunakan analisis ragam terhadap selisih absolut dari setiap
nilai pengamatan dalam sampel dengan rata-rata sampel yang bersangkutan. Data
dinyatakan homogen apabila nilai Uji levene lebih besar dari 0,05. Langkah-
langkah uji homogenitas dengan Levene Test adalah:
a. Mengelompokkan data berdasarkan faktor yang akan diuji
b. Menghitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya pada tiap
level
c. Menghitung nilai faktor koreksi (FK) sesuai dengan persamaan 2.16.
d. Menghitung Sum of Square (SS) faktor sesuai dengan persamaan 2.17.
e. Menghitung Sum of Square (SS) total sesuai dengan persamaan 2.18.
f. Menghitung Sum of Square (SS) error sesuai dengan persamaan 2.19.
g. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
H0 : s12 = s2
2
H1 : Ragam seluruh level faktor berbeda
h. Taraf signifikasi yang dipilih adalah a = 0,05
i. Wilayah kritis : F > Fa(v1 ; v2)
3.6.2. Uji ANOVA
Pengujian data pada penelitian ini menggunakan metode Analysis of Variance
dengan tiga faktor.
Tabel 3.4 Skema data pengamatan eksperimen faktorial dengan tiga faktor desain acak sempurna
Core komposit komposisi core (b1) komposisi core (b2)
Variasi ketebalan core
(a)
alkali alkali alkali alkali alkali alkali 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) Y1111 Y1211 Y1311 Y2111 Y2211 Y2331 Y1112 Y1212 Y1312 Y2112 Y2212 Y2312 Y1113 Y1213 Y1313 Y2113 Y2213 Y2313
Jumlah J1110 J1210 J1310 J2110 J2210 J2310 Rata-rata Y 1110 Y 1210 Y 1310 Y 2110 Y 2210 Y 2310 15 mm (a2) Y1121 Y1221 Y1321 Y2121 Y2221 Y 2321
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-21
Y1122 Y1222 Y1322 Y2122 Y2222 Y 2322 Y1123 Y1223 Y1323 Y2123 Y2223 Y 2323
Jumlah J 1120 J 1220 J 1320 J 2120 J 2220 J 2320
Rata-rata Y 1120 Y 1220 Y 1320 Y 2120 Y 2220 Y 2320
Jumlah Total J1100 J1200 J1300 J2100 J2200 J2300 Rata-rata Total Y 1100 Y 1200 Y 1300 Y 2100 Y 2200 Y 2300
Uji ANOVA mengklasifikasikan hasil-hasil secara statistik sesuai dengan sumber
variasi yang digunakan. Model ANOVA yang digunakan untuk pengujian data
eksperimen menggunakan tiga faktor:
Yijkl = µ+ Ai + Bj + Ck + ABij + ACik + BCjk + ABCijk + €m(ijk)
Keterangan : Yijkl : variabel respon Ai : faktor ketebalan core Bj : faktor komposisi core Ck : faktor pelakuan alkali ABij : interaksi faktor A dan faktor B ACik : interaksi faktor A dan faktor C BCjk : interaksi faktor B dan faktor C ABCijk : interaksi faktor A, faktor B, dan faktor C €m (ijk) : random error I : jumlah faktor ketebalan core (A), i = 1, 2 J : jumlah faktor komposisi bahan (B), j = 1, 2 K : jumlah faktor pelakuan alkali (C), k = 1, 2,3 L : jumlah observasi l = 1, 2, 3 3.6.3. Uji Pembanding Ganda
Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk menjawab manakah dari rata-rata taraf
perlakuan yang berbeda, dalam hal ini adalah faktor ketebalan core, komposisi
campuran dan perlakuan alkali terhadap uji impak dan bending. Metode yang
digunakan pada analisis ini adalah metode tukey. Metode tukey dipilih sebagai uji
pembanding ganda karena jumlah sampelnya sama pada penelitian ini.
3.6.4. Interpretasi Hasil Eksperimen
Pada tahap ini dilakukan pemilihan desain panel komposit sandwich dengan
mempertimbangkan nilai kekuatan bending dan impak. Desain panel komposit
yang terpilih berdasarkan kekuatan impak dan bending tertinggi untuk dilakukan
uji hambat panas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-22
3.6.5. Uji konduktivitas thermal
Desain panel komposit yang terpilih berdasarkan kekuatan impak dan bending
tertinggi. Hal ini dipilih karena dengan nilai kekuatan impak dan bending tertinggi
mempunyai hambat panas yang buruk, dengan nilai hambat panas tersebut dapat
mewakili hambat panas semua material komposit sandwich. Hambat panas yang
buruk disebabkan oleh tingkat kepadatan material yang tinggi sehingga ruang
hampa didalam material kecil. Ruang hampa sangat berpengaruh terhadap sifat
isolator thermal suatu material. Isolator thermal yang paling baik adalah ruang
hampa, karena panas hanya bisa dipindahkan melalui radiasi (Sudaryanto, 2010).
Langkah-langkah Pengujian konduktifitas thermal adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan spesimen uji dengan ukuran diameter 4 cm dengan ketebalan 1
cm dan 1,5 cm berdasarkan kekuatan bending dan impak yang terbaik.
2. Mengatur kran masukan dan kran kecepatan alir masukan. Membuka kran
sumber air ledeng seperempat putaran untuk menjaga tekanan air yang masuk
,tunggu hingga bak penampungan penuh. Membuka kran kecepatan alir
hingga kecepatan berkisar antara skala 100-150. Volume air dijaga agar tetap
stabil sesuai batas volume standar.
3. Meregangkan 4 mur yang ada di bagian atas tabung uji untuk dapat
memasang spesimen.
4. Meregangkan dua bagian silinder tembaga sesuai tebal spesimen. Tujuan
dilakukan peregangan agar spesimen uji dapat dimasukkan diantara kedua
silinder tersebut.
5. Memasang sampel pada tempatnya (ukuran diameter 40 mm dan tebal 10 mm
dan 15 mm).
6. Mengencangkannya kembali 4 mur bagian atas tabung.
7. Menghubungkan AC cord kabel dengan jala-jala listrik 220V AC.
menyalakan sistem dengan menekan tombol ON pada tombol power.
8. Pengaturan/pengesetan temperatur. Mengakhiri setting temperatur dengan soft
button ENTER.
9. Pembacaan Temperatur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-23
10. Menunggu hingga tampilan nilai temperatur sama dengan nilai pengesetan
temperatur. Setelah sama, tunggu hingga kestabilan kurang lebih 15 menit.
mencatat masing-masing temperatur pada tiap posisi termokopel dengan
memindahkan (memutar) saklar “Thermo Sell R”. Berikut adalah skema
gambar 3.12 pengujian panas pada silinder tembaga:
Gambar 3.12. Skema perpindahan panas sesuai ASTM E 1225
Penjelasan proses perpindahan panas adalah sebagai berikut:
1. T0 adalah temperatur normal ruang atau suhu awal (27-28°C)
2. T1-T10 adalah posisi termokopel yang fungsinya untuk mengetahui nilai
perubahan temperatur pada tiap posisi termokopel dengan cara memindahkan
(memutar) saklar atau Thermo Sell R.
3. Ketika dilakukan penyetingan temperatur yang diinginkan yaitu 40°C terjadi
proses perpindahan dan pemerataan temperatur hingga temperatur pada posisi
stabil baru dapat dicatat perubahan temperaturnya dari T10 menuju ke T1.
4. Proses perpindahan panas pada T1-T4 terjadi peningkatan temperatur dari
temperatur awal (T0) 27-28°C.
5. Diantara T4 dan T5 terdapat spesimen yang di uji dimana terjadi proses
penyerapan panas pada spesimen, perubahan temperatur itu yang nantinya
untuk input proses perhitungan nlai hambat panasnya. Pada T4-T10 terjadi
penurunan temperatur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-24
3.7. ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pada tahap ini dilakukan analisis dan interpretasi hasil penelitian untuk
memberikan gambaran secara menyeluruh sebagai bahan pertimbangan dalam
rekomendasi desain komposit sandwich dengan core kertas buram dan sekam padi
berpenguat karung plastik yang bersifat hambatan panas.
3.8. KESIMPULAN DAN SARAN
Tahap ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang membahas kesimpulan
dari hasil yang diperoleh serta usulan atau rekomendasi untuk implementasi lebih
lanjut dan bagi penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini membahas proses pengumpulan data eksperimen dan proses
pengolahan data hasil eksperimen. Data yang dikumpulkan meliputi langkah-
langkah serta hasil pengumpulan dan pengolahan data diuraikan pada sub bab di
bawah ini.
4.1 Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian yaitu nilai kuat bending atau
modulus of rupture (MOR) dan nilai kekuatan impak dari benda uji yang
dieksperimenkan dan pengujian data hasil pengukuran.
4.1.1 Penentuan Teknik Eksperimen
Teknik eksperimen yang dipilih yaitu Factorial Experiment Completely
Randomized Design. Teknik ini digunakan karena eksperimen ini terdiri dari tiga
faktor yaitu ketebalan core, komposisi core, dan perlakuan alkali. Urutan
eksperimen ditentukan secara random (complete randomization) seperti yang
ditunjukkan pada tabel 3.2. Eksperimen dilakukan untuk pengujian terhadap
kekuatan bending dan impak spesimen.
4.1.2 Identifikasi Karakteristik Kualitas
Papan serat dengan kualitas baik adalah papan serat yang mempunyai nilai
MOR tinggi (satuan kgf/cm2). Menurut SNI 01-4449-2006 tentang papan serat
standar nilai modulus of rupture (MOR) sebesar ≥ 1,0 kgf/cm2 untuk kerapatan <
0,27 g/cm3, ≥ 3,0 untuk kerapatan > 0,4 g/cm3, ≥ 5 kgf/cm2 untuk kerapatan 0,40–
0,84 g/cm3, dan ≥ 20,0 untuk kerapatan >0,84 g/cm3. Melalui perancangan
penentuan level pada core komposit diharapkan dapat ditentukan alternatif bahan
core yang baik terhadap kekuatan bending dan impak. Pada penelitian ini adalah
komposit sandwich.
4.1.3 Pra Eksperimen
Pra eksperimen dilakukan untuk menentukan level-level pada faktor
komposisi kertas buram dan sekam dan menentukan cara pembuatan spesimen
sebelum eksperimen. Pra eksperimen yang dilakukan adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
1. Menentukan perbandingan kertas: air
Pada pra eksperimen, dilakukan pencampuran kertas dengan air dengan
perbandingan 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5. Perbandingan kertas: air yang dipilih
yaitu sebesar 1:2 karena cukup membasahi kertas sehingga mudah dilakukan
penghalusan dengan blender. Untuk melarutkan lem berdasarkan
perbandingan kertas: air sebesar 2:1 karena cukup untuk mencampur kertas
dengan larutan lem.
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 4.1 Perbandingan kertas : air a. 1:1 ; b. 1:2 ; c. 1:3 ; d. 1:4 ; e. 1:5
2. Menentukan alat untuk menghaluskan kertas antara mixer dan blender
Pada pra eksperimen, kertas menjadi halus setelah diblender selama minimal 5
menit dan sebelumnya dipotong kecil-kecil terlebih dahulu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
(a) (b)
Gambar 4.2 a. Kertas dimixer selama 5 menit; b. Kertas diblender selama 5 menit
3. Pembuatan spesimen dengan komposisi volume sekam 30%
Pada komposisi volume sekam 30%, spesimen mengalami pengembangan
tebal setelah dilakukan pengepresan dan didiamkan satu hari. Selain itu
spesimen dengan bahan campuran sekam 30% rapuh ketika dilepas dari
cetakan.
Gambar 4.3 Spesimen dengan komposisi sekam 30%
4.1.4 Hasil Eksperimen
a. Uji bending
Spesimen untuk uji bending berdasarkan SNI Papan Serat memiliki panjang
200 mm dan lebar 50 mm. Spesimen sebelum dilakukan pengujian dan sesudah
dilakukan pengujian bending ditunjukkan pada gambar 4.4 .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
(a) (b)
Spesimen yang telah dicetak dan diberi perlakuan post cure (pemanasan).
Spesimen diuji dengan mesin uji bending di Laboratorium Material Teknik Mesin
UNS. Spesimen diletakkan diatas mesin bending dengan tiga titik tumpu. Jarak
antara dua penumpu dihitung berdasarkan ketentuan SNI papan serat, yaitu 15 cm.
Gambar 4.5 berikut adalah posisi spesimen sebelum dan sesudah dilakukannya uji
bending.
(a) (b)
Gambar 4.5 a. Penempatan spesimen uji bending
b. Pengujian spesimen bending
Eksperimen dilakukan sesuai dengan kombinasi level faktor yang telah
ditentukan pada desain eksperimen. Data hasil eksperimen diolah untuk
mendapatkan kombinasi level faktor optimal yang diharapkan dapat menghasilkan
kualitas komposit dengan nilai kuat bending atau modulus of rupture (MOR) yang
optimum. Perhitungan dengan rumus nilai kuat bending atau modulus of rupture
(MOR) dari data hasil pengujian sebagai berikut:
Besar nilai MOR dari benda uji dapat dihitung dengan rumus :
MOR = 22
3LTBS
..........................................................................................(4.1)
Gambar 4.4 a. Spesimen bending b. Spesimen setelah pengujian bending
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
Keterangan :
MOR : modulus of rupture (kgf/cm2) B : besarnya beban maksimum (kgf) S : jarak sangga (cm) L : lebar papan serat (cm) T : tebal papan serat (cm)
Satuan P adalah kgf (kilogram force), sedangkan pada saat pengujian, satuan
yang digunakan dalam pembebanan adalah kilo Newton (kN). Oleh karena itu
satuan kilo Newton (kN) perlu dikonversi ke dalam satuan kgf dengan cara
mengalikan hasil yang diperoleh dengan 1000 dan mengalikannya lagi dengan
0,1019 (1N = 0,1019 kgf). Data untuk panjang span (jarak tumpu) sebesar 15 cm
sama untuk setiap pengujian. Lebar untuk setiap spesimen sama yaitu 4,8 cm.
Contoh perhitungan Pmaks dan nilai MOR data ke-1 sebagai berikut :
Pmaks = 0,2984 kN
Pmaks = 0,2984 x 1000 x 0,1019 = 30,4070 kgf
22
kgf/cm6515,8529,18,42
154070,303==
xxxx
MOR
Untuk selanjutnya dilakukan perhitungan dengan cara yang sama sehingga
diperoleh data nilai kuat bending/ MOR selengkapnya yang ditunjukkan oleh tabel
4.1 berikut :
Tabel 4.1 Data nilai Berat beban maksimun spesimen bending (kgf) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2)
Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c )
ketebalan core (a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) 30.4070 51.5105 31.8438 33.1583 27.3194 47.2001
35.6242 48.4127 47.2612 39.0481 46.9963 34.8600
33.8410 50.4609 36.2356 34.1059 35.9096 43.4196
15 mm (a2)
54.9852 57.7365 56.3813 56.38127 39.04808 61.5476
45.6206 67.1012 60.1516 41.46311 51.16399 47.6892
53.9866 64.3091 59.8663 57.45122 52.87591 54.4452
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
Tabel 4.2 Data nilai ketebalan spesimen bending (cm) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2)
Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan core (a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) 1.29 1.41 1.25 1.24 1.23 1.25 1.31 1.31 1.28 1.28 1.26 1.24 1.33 1.40 1.24 1.26 1.24 1.31
15 mm (a2) 1.65 1.71 1.71 1.72 1.65 1.75 1.65 1.75 1.71 1.70 1.65 1.71 1.67 1.73 1.72 1.72 1.66 1.72
Tabel 4.3 Data nilai MOR (kgf/cm2) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2)
Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan core (a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) 85.6515 121.4502 95.5313 101.0857 84.6451 141.6002
97.3070 132.2385 135.2154 111.7175 138.7598 106.2735 89.6770 120.6813 110.4673 100.7001 109.4732 118.5999
15 mm (a2) 94.6716 92.5550 90.3824 89.33451 67.23154 94.2055
78.5479 102.7058 96.4264 67.25202 88.09227 76.4485 90.7391 100.7213 94.8564 91.02981 89.94623 86.2668
Berdasar tabel 4.3 diperoleh bahwa nilai rata-rata kuat bending/ MOR
tertinggi dengan faktor fraksi volume komposisi b1 yaitu kertas 50%, sekam 20%,
lem PVAc 30 % dan perlakuan alkali 2 jam dengan ketebalan 1 cm. Nilai kuat
bending/ MOR terendah dengan faktor fraksi volume komposisi b2 yaitu kertas
60%, sekam 10%, lem PVAc 30 % dan perlakuan alkali 2 jam dengan ketebalan
1,5 cm.
b. Uji Impak
Spesimen yang digunakan dalam uji impak dibuat berdasarkan
standar pada ASTM D 5942 – 96. Ketentuan dimensi spesimen adalah panjang
(l) 80 mm, lebar (w) 10 mm, dan tebal (t) 10 mm. Spesimen sebelum dilakukan
pengujian dan sesudah dilakukan pengujian impak ditunjukkan pada gambar 4.6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
(a) (b) Gambar 4.6 a. Spesimen impak b. Spesimen setelah dilakukan
pengujian impak
Mesin uji impak di Laboratorium Material Teknik Mesin UNS mempunyai
berat pembentur 9,5 kg, dengan jari-jari pusat putar ke titik berat pembentur
83 cm dan sudut ayunan tanpa spesimen sebesar 900.
Gambar 4.7 berikut adalah gambar penempatan spesimen dan posisi sudut
pembebanan.
(a) (b)
Gambar 4.7 a. Penempatan spesimen pada alat uji impak
b. Posisi sudut pembebanan 900
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari uji impak maka dapat
dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai kekuatan impak dari masing-
masing spesimen. Nilai kekuatan impak dihitung dengan rumus
Eserap = W x R (cos β – cos β’ )………………. …………… …....……(4.2)
keterangan:
W : Berat beban/pembentur (N) R : Jarak antara pusat gravitasi dan sumbu pendulum (m) E : Energi yang terserap (Joule) α : Sudut pendulum sebelum diayunkan
β : Sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen β’ : Sudut ayunan pendulum tanpa spesimen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode charpy adalah
sebagai berikut:
HI= …………………………..………..................................................(4.3)
Keterangan:
E = energi yang diserap (Joule) A = luas penampang di bawah takik (mm2) Spesifikasi alat uji impak yang digunakan adalah Berat beban/pembentur
(W) 93,10 N, Jarak antara pusat gravitasi dan sumbu pendulum (R) 0,83 m. Sudut
ayunan pendulum tanpa spesimen (β’) 880. Contoh perhitungan E serap dan nilai
HI (Harga Impak) data ke-1 sebagai berikut :
Eserap = W x R (cos β – cos β’ )
= 93.10 N x 0.83m x (cos 850 – cos 880 )
= 4,0414 J
AEserap
HI =
= 18,9265 J/mm2
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan cara yang sama sehingga diperoleh
data impak selengkapnya yang ditunjukkan oleh tabel 4.8. Berikut ini merupakan
data yang diperoleh sebelum dan sesudah pengujian impak.
Tabel 4.4 Data nilai cos β uji impak pada eksperimen Komposisi core (b1) Komposisi core (b2)
Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan core
(a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) 0.0698 0.0872 0.0698 0.0872 0.0698 0.0872
0.0872 0.0698 0.0872 0.0698 0.0872 0.0698
0.0698 0.0698 0.0698 0.0698 0.0698 0.0698
15 mm (a2) 0.1045 0.0872 0.1218 0.0872 0.1045 0.0872
0.1045 0.1045 0.1218 0.0872 0.1045 0.0872
0.0872 0.1045 0.1045 0.1045 0.0872 0.1045
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
Tabel 4.5 Data nilai Energi serap uji impak pada eksperimen (Joule) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2)
Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan core
(a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) 2.6968 4.0414 2.6968 4.0414 2.6968 4.0414
4.0414 2.6968 4.0414 2.6968 4.0414 2.6968 2.6968 2.6968 2.6968 2.6968 2.6968 2.6968
15 mm (a2) 5.3782 4.0414 6.7150 4.04138 5.37820 4.0414
5.3782 5.3782 6.7150 4.04138 5.37820 4.0414
4.0414 5.3782 5.3782 5.37820 4.04138 5.3782
Tabel 4.6 Data ukuran lebar spesimen impak pada eksperimen (mm) Komposisi core (b1) Komposisi core ( b2)
Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan core
(a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) 12.7 13.9 12.2 13.1 12.7 13.2
13.2 13.1 12.4 12.1 13.8 13.9
12.1 13.1 12.3 12.4 12.5 13.4
15 mm (a2) 17.1 16.5 16.4 16.1 16.5 16.5
16.1 16.3 16.8 16.5 16.2 16.9
15.5 16.4 16.4 16.4 16.3 16.7
Tabel 4.7 Data ukuran tebal spesimen impak pada eksperimen (mm) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2)
Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( j ) ketebalan core
(a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) 13.1 13.9 13.6 13.2 13.2 13.2
13.2 13.3 13.6 13.1 13.6 13.4
13.2 13.1 13.5 13.2 13.3 13.2
15 mm (a2) 13.1 13.2 13.1 13.2 13.1 13.1
13.1 13.6 13.6 13.5 13.1 13.2 13.2 13.1 13.4 13.1 13.1 13.4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
Tabel 4.8 Data nilai impak pada eksperimen (J/mm2) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2)
Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan core
(a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) 16.2098 20.9170 16.2538 23.3714 16.0870 23.1943
23.1943 15.4785 23.9645 17.0136 21.5333 14.4788 16.8847 15.7149 16.2411 16.4762 16.2215 15.2467
15 mm (a2) 24.0088 18.5555 31.2559 19.0165 24.8818 18.6971
25.5000 24.2611 29.3900 18.1431 25.3426 18.1163 19.7526 25.0335 24.4731 25.0335 18.9265 24.0334
Berdasar tabel 4.8 diperoleh bahwa nilai rata-rata impak tertinggi (terbaik)
dengan faktor fraksi volume komposisi b1 yaitu kertas 50%, sekam 20%, lem
PVAc 30 % dan perlakuan alkali 3 jam dengan ketebalan 1.5 cm. Nilai impak
terendah dengan faktor fraksi volume komposisi b2 yaitu kertas 60%, sekam 10%,
lem PVAc 30 % dan perlakuan alkali 1 jam dengan ketebalan 1 cm.
4.2 Pengolahan Data
Pada tahap pengolahan data dilakukan uji asumsi dasar, uji ANOVA, dan uji
pembanding ganda untuk mengetahui tingkat signifikan variabel respon. Setelah
itu dilakukan pemilihan spesimen berdasarkan nilai kuat bending dan impak
spesimen untuk pengujian hambat panas.
4.2.1 Uji Asumsi Dasar
Uji asumsi dasar merupakan langkah awal dalam pengolahan data, yang
meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Proses pengujian asumsi dasar
dilakukan terhadap data hasil pengukuran nilai kuat bending dan impak pada
masing-masing perlakuan.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap data observasi di tiap perlakuan dengan
tujuan untuk mengetahui apakah data observasi berdistribusi normal. Jumlah
perlakuan yang terdapat pada eksperimen adalah 36 perlakuan. Cara perhitungan
uji normalitas sampel data observasi dilakukan dengan metode lilliefors. Data
nilai kuat bending dan impak yang telah didapat melalui pengukuran, selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
dibuat dalam suatu tabel interaksi. Adapun bentuk tabulasi seperti dijelaskan pada
tabel 4.9 dan 4.10 di bawah ini.
Tabel 4.9 Hasil pengukuran Nilai MOR (kgf/cm2) Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2)
Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c ) ketebalan
core (a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1)
85.6515 121.4502 95.5313 101.0857 84.6451 141.6002
97.3070 132.2385 135.2154 111.7175 138.7598 106.2735
89.6770 120.6813 110.4673 100.7001 109.4732 118.5999
15 mm (a2)
94.6716 92.5550 90.3824 89.33451 67.23154 94.2055
78.5479 102.7058 96.4264 67.25202 88.09227 76.4485 90.7391 100.7213 94.8564 91.02981 89.94623 86.2668
Tabel 4.10 Hasil pengukuran Nilai Impak (J/mm2)
Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2)
Variasi Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali (c ) ketebalan
core (a) 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) 16.2098 20.9170 16.2538 23.3714 16.0870 23.1943
23.1943 15.4785 23.9645 17.0136 21.5333 14.4788
16.8847 15.7149 16.2411 16.4762 16.2215 15.2467
15 mm (a2) 24.0088 18.5555 31.2559 19.0165 24.8818 18.6971 25.5000 24.2611 29.3900 18.1431 25.3426 18.1163 19.7526 25.0335 24.4731 25.0335 18.9265 24.0334
Langkah-langkah perhitungan uji lilliefors, sebagai berikut :
a. Urutkan data observasi dari yang terkecil sampai terbesar,
67,2315; 67,2520 ; 76,4485; ……;141,6002 sebagaimana ditunjukan pada
tabel 4.3
b. Menghitung rata-rata ( x ) dan standar deviasi ( s ) data tersebut,
99.791336
6002,141...4485,762520,672315,67
1
=++++
=
÷ø
öçè
æ
=å=
x
n
x
x
n
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
( )
1
2
2
-
-=
åån
n
XX
s
( )
13636
6002,141...2520,672315,67)6002,141...2520,672315,67(
2222
-
+++-+++
=s
18.3825=s
c. Mentransformasi data (x) tersebut menjadi nilai baku ( z ),
( ) sxxz ii /-=
dengan; xi : nilai pengamatan ke-i
x : rata-rata
s : standar deviasi
( ) -1.771218.3825/99.791367.23151 =-=z
Dengan cara yang sama diperoleh seluruh nilai baku, sebagaimana
ditunjukan pada kolom z tabel 4.11 untuk uji bending dan 4.12 uji impak.
d. Berdasarkan nilai baku ( z ), tentukan nilai probabilitasnya P( z ) berdasarkan
sebaran normal baku, sebagai probabilitas pengamatan. Gunakan tabel
standar luas wilayah di bawah kurva normal atau dengan bantuan Ms.Excel
dengan function NORMSDIST, sebagaimana dapat dilihat pada kolom P( z )
tabel 4.3.
e. Menentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) dengan cara, sebagai
berikut: nixP i /)( =
0.027836/1)( 1 ==xP
Dengan cara yang sama akan diperoleh seluruh nilai P(x) sebagaimana pada
kolom P( x ) tabel 4.11 uji bending dan 4.12 uji impak.
f. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P( z ) dan P( x ), yaitu :
maks | P( z ) - P( x )| , sebagai nilai L hitung 1.
maks | P( z ) - P( x )| = 0,0105
g. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(xi-1) dan P( z ), yaitu:
maks | P(xi-1) - P( z ) |, sebagai nilai L hitung.
maks | P(xi-1) - P( z ) | = 0.0383
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
h. Tentukan nilai maksimum antara maks| P( z ) - P( x )| dan maks | P(xi-1) -
P( z )|. Nilai maks tersebut merupakan nilai L hitung uji liliefors.
Maks [| P( z ) - P( x )| dan | P(xi-1) - P( z )|] = 0,1386
i. Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah semua sampel data observasi
berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan adalah :
H0: Sampel data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1: Sampel data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal.
Hasil perhitungan uji lilliefors untuk eksperimen uji bending spesimen
komposit secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.11 dan impak pada tabel 4.12.
Tabel 4.11 Perhitungan uji lilliefors uji bending
i x x2 z P(z) P(x) |P(z)-P(x)|
|P(x-1)-P(z)|
1 67.2315 4520.0803 -1.7712 0.0383 0.0278 0.0105 0.0383 2 67.2520 4522.8337 -1.7701 0.0384 0.0556 0.0172 0.0106 3 76.4485 5844.3766 -1.2698 0.1021 0.0833 0.0187 0.0465 4 78.5479 6169.7752 -1.1556 0.1239 0.1111 0.0128 0.0406 5 84.6451 7164.8007 -0.8239 0.2050 0.1389 0.0661 0.0939 6 85.6515 7336.1757 -0.7692 0.2209 0.1667 0.0542 0.0820 7 86.2668 7441.9627 -0.7357 0.2309 0.1944 0.0365 0.0643 9 88.0923 7760.2479 -0.6364 0.2623 0.2500 0.0123 0.0678 9 89.3345 7980.6540 -0.5688 0.2847 0.2500 0.0347 0.0347
10 89.6770 8041.9639 -0.5502 0.2911 0.2778 0.0133 0.0411 11 89.9462 8090.3241 -0.5356 0.2961 0.3056 0.0094 0.0184 12 90.3824 8168.9799 -0.5118 0.3044 0.3333 0.0290 0.0012 13 90.7391 8233.5846 -0.4924 0.3112 0.3611 0.0499 0.0221 14 91.0298 8286.4265 -0.4766 0.3168 0.3889 0.0721 0.0443 15 92.5550 8566.4252 -0.3937 0.3469 0.4167 0.0697 0.0420
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
Tabel 4.11 Perhitungan uji lilliefors uji bending (lanjutan) 16 94.2055 8874.6782 -0.3039 0.3806 0.4444 0.0638 0.0361 17 94.6716 8962.7036 -0.2785 0.3903 0.4722 0.0819 0.0541 18 94.8564 8997.7285 -0.2685 0.3942 0.5000 0.1058 0.0780 19 95.5313 9126.2197 -0.2317 0.4084 0.5278 0.1194 0.0916 20 96.4264 9298.0538 -0.1830 0.4274 0.5556 0.1282 0.1004 21 97.3070 9468.6616 -0.1351 0.4462 0.5833 0.1371 0.1093 22 100.7001 10140.5188 0.0494 0.5197 0.6111 0.0914 0.0636 23 100.7213 10144.7857 0.0506 0.5202 0.6389 0.1187 0.0909 24 101.0857 10218.3150 0.0704 0.5281 0.6667 0.1386 0.1108 25 102.7058 10548.4899 0.1585 0.5630 0.6944 0.1315 0.1037 26 106.2735 11294.0664 0.3526 0.6378 0.7222 0.0844 0.0566 27 109.4732 11984.3915 0.5267 0.7008 0.7500 0.0492 0.0214 28 110.4673 12203.0304 0.5808 0.7193 0.7778 0.0585 0.0307 29 111.7175 12480.7893 0.6488 0.7418 0.8056 0.0638 0.0360 30 118.5999 14065.9418 1.0232 0.8469 0.8333 0.0136 0.0413 31 120.6813 14563.9795 1.1364 0.8721 0.8611 0.0110 0.0388 32 121.4502 14750.1623 1.1782 0.8806 0.8889 0.0082 0.0195 33 132.2385 17487.0200 1.7651 0.9612 0.9167 0.0446 0.0723 34 135.2154 18283.2139 1.9271 0.9730 0.9444 0.0286 0.0563 35 138.7598 19254.2828 2.1199 0.9830 0.9722 0.0108 0.0385 36 141.6002 20050.6280 2.2744 0.9885 1.0000 0.0115 0.0163
Rata2 99.7913 max 0.1386 0.1108
Stdv 18.3825 L hitung 0.1386 L tabel 0.1477
Tabel 4.12 Perhitungan uji lilliefors uji impak
i x x2 z P(z) P(x) |P(z)-P(x)|
|P(x-1)-P(z)|
1 14.4788 209.6366 -1.4150 0.0785 0.0278 0.0508 0.0785 2 15.2467 232.4604 -1.2385 0.1078 0.0556 0.0522 0.0800 3 15.4785 239.5855 -1.1852 0.1180 0.0833 0.0346 0.0624 4 15.7149 246.9569 -1.1309 0.1290 0.1111 0.0179 0.0457 5 16.0870 258.7921 -1.0454 0.1479 0.1389 0.0090 0.0368 6 16.2098 262.7583 -1.0172 0.1545 0.1667 0.0121 0.0156 7 16.2215 263.1377 -1.0145 0.1552 0.1944 0.0393 0.0115 8 16.2411 263.7720 -1.0100 0.1562 0.2222 0.0660 0.0382 9 16.2538 264.1855 -1.0071 0.1570 0.2500 0.0930 0.0653
10 16.4762 271.4658 -0.9560 0.1695 0.2778 0.1082 0.0805
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
Tabel 4.12 Perhitungan uji lilliefors uji impak (lanjutan) 11 16.8847 285.0938 -0.8621 0.1943 0.3056 0.1112 0.0835 12 17.0136 289.4630 -0.8325 0.2026 0.3333 0.1308 0.1030 13 18.1163 328.1993 -0.5791 0.2813 0.3611 0.0798 0.0521 14 18.1431 329.1725 -0.5729 0.2834 0.3889 0.1055 0.0778 15 18.5555 344.3049 -0.4781 0.3163 0.4167 0.1004 0.0726 16 18.6971 349.5815 -0.4456 0.3279 0.4444 0.1165 0.0887 16 18.9265 358.2128 -0.3929 0.3472 0.4444 0.0972 0.0972 18 19.0165 361.6257 -0.3722 0.3549 0.5000 0.1451 0.0896 18 19.7526 390.1644 -0.2031 0.4195 0.5000 0.0805 0.0805 20 20.9170 437.5218 0.0645 0.5257 0.5556 0.0298 0.0257 21 21.5333 463.6849 0.2062 0.5817 0.5833 0.0017 0.0261 22 23.1943 537.9764 0.5879 0.7217 0.6111 0.1106 0.1384 23 23.1943 537.9764 0.5879 0.7217 0.6389 0.0828 0.1106 24 23.3714 546.2211 0.6285 0.7352 0.6667 0.0685 0.0963 25 23.9645 574.2986 0.7648 0.7778 0.6944 0.0834 0.1112 26 24.0088 576.4202 0.7750 0.7808 0.7222 0.0586 0.0864 27 24.0334 577.6057 0.7807 0.7825 0.7500 0.0325 0.0603 28 24.2611 588.6010 0.8330 0.7976 0.7778 0.0198 0.0476 29 24.4731 598.9309 0.8817 0.8110 0.8056 0.0055 0.0333 30 24.8818 619.1039 0.9756 0.8354 0.8333 0.0020 0.0298 31 25.0335 626.6770 1.0105 0.8439 0.8611 0.0172 0.0105 32 25.0335 626.6770 1.0105 0.8439 0.8889 0.0450 0.0172 33 25.3426 642.2460 1.0815 0.8603 0.9167 0.0564 0.0286 34 25.5000 650.2490 1.1177 0.8682 0.9444 0.0763 0.0485 35 29.3900 863.7712 2.0116 0.9779 0.9722 0.0056 0.0334 36 31.2559 976.9331 2.4404 0.9927 1.0000 0.0073 0.0204
Rata2 20.6362 max 0.1451 0.1384
Stdv 4.3516 L hitung 0.1451 L tabel 0.1477
Hasil perhitungan uji lilliefors bending dengan menggunakan software
SPSS dapat dilihat pada lampiran Tabel L3.1. Sedangkan uji lilliefors impak
dengan menggunakan software SPSS dapat dilihat pada lampiran Tabel L3.2
Berdasarkan tabel L3.1 dan L3.2 kolom kolmogorov-smirnov bagian sig, terlihat
bahwa nilai signifikan bending 0,078 dan impak 0,053 lebih besar dari 0,05.
Selain itu berdasarkan tabel 4.3 untuk bending dan 4.4 untuk impak dimana taraf
nyata yang dipilih a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan terhadap Lhitung >
L(a,n). Nilai Ltabel untuk uji bending dari distribusi L yaitu L (a,n)= L(0.05, 36) = 0,1477
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
sedangkan untuk uji impak dari distribusi L yaitu L (a,n) = L(0.05, 36)= 0,1477
diperoleh hasil perhitungan uji normalitas semua perlakuan Lhitung < Ltabel (0,1386)
untuk bending dan Lhitung < Ltabel (0,1451) untuk impak , maka terima H0, dari
hasil tersebut menyatakan bahwa seluruh data observasi berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Kedua kriteria yakni signifikan dan nilai statistik
hitung menunjukkan penerimaan terhadap H0 dan dapat disimpulkan bahwa 36
data observasi berasal dari populasi berdistribusi normal.
Bentuk sebaran normal pada perlakuan diperkuat oleh normal probability
plot (P-P) bending dan impak yang ditunjukkan dalam gambar 4.8.
(a) (b)
Gambar 4.8 (a) Normal probability plot uji bending (b) Normal probability plot uji impak
2. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan metode levene test, yakni menguji
kesamaan ragam data observasi antar level faktornya. Uji homogenitas dilakukan
terhadap data yang dikelompokkan berdasarkan faktor ketebalan core, faktor
komposisi core, dan faktor perlakuan alkali sekam padi.
a. Uji homogenitas antar level faktor ketebalan core
Hipotesis yang diajukan, adalah:
H0 : s12 = s2
2 (Data antar level faktor ketebalan core memiliki ragam yang
sama atau bersifat homogen)
H1 : Data antar level faktor ketebalan core memiliki ragam yang tidak sama
atau bersifat tidak homogen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
Taraf nyata a = 0,05 dan wilayah kritik F > F0,05 (1 ; 34)
Prosedur pengujian adalah dengan mengelompokkan data berdasarkan
ketebalan core, kemudian dicari rata-rata tiap level ketebalan core dan
dihitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya. Nilai residual
faktor ketebalan core uji bending dapat dilihat pada tabel 4.13 dan uji impak
pada tabel 4.14.
Tabel 4.13 Residual data antar level faktor ketebalan uji bending
N0 Faktor ketebalan core Residual
10mm 15mm 10mm 15mm 1 85.6515 94.6716 25.5193 6.2597 2 97.3070 78.5479 13.8638 9.8639 3 89.6770 90.7391 21.4938 2.3273
4 121.4502 92.55498 10.2794 4.1431 5 132.2385 102.70584 21.0677 14.2940 6 120.6813 100.7213 9.5105 12.3095
7 95.5313 90.3824 15.6396 1.9706
8 135.2154 96.4264 24.0446 8.0146 9 110.4673 94.8564 0.7035 6.4445
10 101.0857 89.33451 10.0851 0.9227 11 111.7175 67.25202 0.5466 21.1598 12 100.7001 91.0298 10.4707 2.6180 13 84.6451 67.2315 26.5257 21.1803 14 138.7598 88.0923 27.5890 0.3196 15 109.4732 89.9462 1.6976 1.5344 16 141.6002 94.20551 30.4294 5.7937 17 106.2735 76.44852 4.8973 11.9633 18 118.5999 86.2668 7.4291 2.1450
Rata-rata 111.1708 88.4118
Jumlah 261.7927 133.2639
Jumlah^2 68535.4126 17759.2747
Tabel 4.14 Residual data antar level faktor ketebalan uji impak
N0 Faktor ketebalan core Residual
10mm 15mm 10mm 15mm 1 16.2098 24.0088 2.0392 0.9854 2 23.1943 25.5000 4.9453 2.4766
3 16.8847 19.7526 1.3643 3.2708
4 20.9170 18.55545 2.6680 4.4679 5 15.4785 24.26110 2.7704 1.2377
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
Tabel 4.14 Residual data antar level faktor ketebalan uji impak (lanjutan)
6 15.7149 25.0335 2.5341 2.0101
7 16.2538 31.2559 1.9952 8.2325
8 23.9645 29.3900 5.7156 6.3666 9 16.2411 24.4731 2.0079 1.4497
10 23.3714 19.01646 5.1224 4.0069 11 17.0136 18.14311 1.2354 4.8803 12 16.4762 25.0335 1.7728 2.0101 13 16.0870 24.8818 2.1620 1.8584 14 21.5333 25.3426 3.2844 2.3192 15 16.2215 18.9265 2.0275 4.0969 16 23.1943 18.69710 4.9453 4.3263 17 14.4788 18.11627 3.7701 4.9071 18 15.2467 24.0334 3.0023 1.0100
Rata-rata 18.2490 23.0234
Jumlah 53.3621 59.9126 Jumlah^2 2847.5139 3589.5168
Selanjutnya dihitung nilai-nilai berikut :
1. Menghitung faktor koreksi (FK),
(FK) = ( )
n
x2å
= (261,7927+133,2639)2/36
= 4335,27
2. Menghitung sum of square (SS) faktor, total, dan error
a. SSketebalan core = ( )
úúû
ù
êêë
é-å FK
k
xi2
= (261,79672+133,26392) /18 – 4335,27
= 4794,15- 4335,27
= 458,88
b. SStotal = ( ) FKxi -å 2
= (25.51932 +13.86382
+… + 2.14502) – FK
= 7165,3831 – 4335,27
= 2830,11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
c. SSError = SStotal – SSketebalan core
= 2830,11 – 458,88
= 2371,23
3. Menghitung mean square (MS) faktor dan error
a. MSketebalan core = oreKetebalanct
oreKetebalanc
df
SS
= 458,88/ 1
= 458,88
b. MSError = error
error
df
SS
= 2371,23/34
= 69,74
4. Menghitung nilai F (F hitung)
F hitung =error
Ketebalan
MS
MS
= 458,88/69,74
= 6,58
Hasil perhitungan uji homogenitas terhadap faktor ketebalan core dapat
dilihat pada tabel 4.15 dan 4.16 di bawah ini.
Tabel 4.15 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor ketebalan core uji bending
Sumber Keragaman df SS MS Fhitung Ftabel
Ketebalan Core 1 458.88 458.88 Error 34 2371.23 69.74 6.58 4.13
Total 35 2830.11
Tabel 4.16 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor ketebalan core uji impak
Sumber Keragaman df SS MS Fhitung Ftabel
Ketebalan Core 1 1.19 1.19 Error 34 100.02 2.94 0.405 4.13
Total 35 101.21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
Taraf nyata yang dipilih a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan
terhadap Fhitung > Ftabel. Berdasarkan tabel 4.15 untuk uji bending, nilai Fhitung
sebesar 6,58 > Ftabel (4,13), sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa data
antar level faktor ketebalan memiliki ragam yang berbeda (tidak homogen).
Sedangkan untuk uji impak berdsarkan tabel 4.16 nilai Fhitung sebesar 0,405 <
Ftabel (4,13), sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level
faktor ketebalan memiliki ragam yang sama (homogen). Grafik uji
homogenitas ketebalan kekuatan bending ditunjukkan dalam gambar 4.9 dan
uji impak gambar 4.10.
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Resi
dual
Perlakuan ke-
Grafik uji homogenis ketebalan
10 mm
15 mm
Gambar 4.9 Grafik uji homogenitas ketebalan kekuatan bending
0.0000
1.0000
2.0000
3.0000
4.0000
5.0000
6.0000
7.0000
8.0000
9.0000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Re
sid
ua
l
Perlakuan ke-
Grafik uji homogenis ketebalan
10 mm
15 mm
Gambar 4.10 Grafik uji homogenitas ketebalan kekuatan impak
Berdasarkan gambar 4.9 dapat dilihat bahwa data residual antara satu
dengan yang lain dalam faktor ketebalan tiap levelnya memiliki jarak yang
berbeda karena ketebalan berpengaruh pada kekuatan material sehingga data
dinyatakan tidak homogen. Berdasarkan gambar 4.10 untuk uji impak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
dilihat bahwa data residual antara satu dengan yang lain dalam faktor
ketebalan tiap levelnya memiliki jarak yang tidak jauh berbeda sehingga data
dinyatakan homogen.
Pengolahan homogenitas data ketebalan menggunakan SPSS dapat dilihat
pada lampiran tabel L3.3 untuk uji bending dan L3.4 uji impak. Berdasarkan
perhitungan SPSS pada tabel L3.3, menunjukkan nilai F hitung yang sama
dengan perhitungan uji levene yaitu 6,58 dan nilai signifikan sebesar 0,015
lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa data antar
level faktor ketebalan memiliki ragam yang sama (tidak homogen). Sedangkan
pada perhitungan SPSS impak nilai F hitung yang sama dengan perhitungan
uji levene, yaitu 0,405 dan nilai signifikan sebesar 0,529 lebih besar dari 0,05
sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor ketebalan
memiliki ragam yang sama (homogen).
b. Uji homogenitas antar level faktor komposisi core
Hipotesis yang diajukan, adalah:
H0 : s12 = s2
2 (Data antar level faktor komposisi core memiliki ragam yang
sama atau bersifat homogen)
H1 : Data antar level faktor komposisi core memiliki ragam yang tidak sama
atau bersifat tidak homogen
Taraf nyata a = 0,05 dan wilayah kritik F > F0,05(1 ; 34)
Prosedur perhitungan uji homogenitas antar level komposisi core, sama
dengan pembahasan sebelumnya. Tabel 4.6 merupakan hasil perhitungan uji
homogenitas antar level komposisi core uji bending. Tabel 4.7 merupakan
hasil perhitungan uji homogenitas antar level komposisi core uji impak.
Tabel 4.17 Uji lavene berdasarkan faktor komposisi core hasil uji bending
Sumber Keragaman df SS MS Fhitung Ftabel
Komposisi Core 1 113.69 113.69 0.92 4.13
Error 34 4213.82 123.94
Total 35 4327.51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
Tabel 4.18 Uji lavene berdasarkan faktor komposisi core hasil uji impak
Sumber Keragaman df SS MS Fhitung Ftabel
Komposisi Core 1 8.06 8.06 2.02 4.13
Error 34 135.38 3.98
Total 35 143.44
Taraf nyata yang dipilih a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan
terhadap Fhitung > Ftabel. Berdasarkan tabel 4.17, nilai Fhitung sebesar 0,92 > Ftabel
(4,13), sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor
komposisi core memiliki ragam yang sama (homogen).
Berdasarkan tabel 4.18, nilai Fhitung sebesar 2,02 > Ftabel (4,13), sehingga
H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor komposisi core
memiliki ragam yang sama (homogen). Grafik uji homogenitas komposisi
core pengujian bending ditunjukkan dalam gambar 4.11 dan pengujian impak
ditunjukkan dalam gambar 4.12.
Gambar 4.11 Grafik uji homogenitas komposisi core pengujian bending
Gambar 4.12 Grafik uji homogenitas komposisi core pengujian impak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
Berdasarkan gambar 4.10 dan 4.11 dapat dilihat bahwa data residual antara
satu dengan yang lain dalam faktor komposisi core tiap levelnya memiliki
jarak yang tidak jauh berbeda sehingga data dinyatakan homogen.
Pengolahan homogenitas data komposisi core menggunakan SPSS dapat
dilihat pada lampiran tabel L3.5 dan L3.6. Berdasarkan perhitungan SPSS
pada tabel L3.5 untuk pengujian bending , menunjukkan nilai F hitung yang
sama dengan perhitungan uji levene, yaitu 0,917 dan nilai signifikan sebesar
0,345 lebih besar dari 0,05. Berdasarkan perhitungan SPSS pada tabel L3.6
untuk pengujian impak , menunjukkan nilai F hitung yang sama dengan
perhitungan uji levene, yaitu 2,025 dan nilai signifikan sebesar 0,164 lebih
besar dari 0,05. Sehingga H0 diterima untuk pengujian bending dan impak dan
disimpulkan bahwa data antar level faktor komposisi core memiliki ragam
yang sama (homogen).
c. Uji homogenitas antar level faktor perlakuan alkali
Hipotesis yang diajukan, adalah:
H0 : s12 = s2
2 (Data antar level faktor perlakuan alkali memiliki ragam yang
sama atau bersifat homogen)
H1 : Data antar level faktor perlakuan alkali memiliki ragam yang tidak sama
atau bersifat tidak homogen
Taraf nyata a = 0,05 dan wilayah kritik F > F0,05 (2; 33)
Prosedur perhitungan uji homogenitas antar level perlakuan alkali, sama
dengan pembahasan sebelumnya. Tabel 4.19 merupakan hasil perhitungan uji
homogenitas antar level perlakuan alkali untuk perhitungan bending dan tabel
4.20 untuk perhitungan impak.
Tabel 4.19 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor perlakuan alkali perhitungan bending
Sumber Keragaman df SS MS Fhitung Ftabel
Komposisi Core 2 560.35 280.17 2.687 3.28
Error 33 3440.93 104.27
Total 35 4001.28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
Tabel 4.20 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor perlakuan alkali perhitungan impak
Sumber Keragaman df SS MS Fhitung Ftabel
Komposisi Core 2 17.48 8.74 2.422 3.28
Error 33 119.12 3.61
Total 35 136.60
Taraf nyata yang dipilih a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan
terhadap Fhitung > Ftabel. Berdasarkan tabel 4.19, nilai Fhitung sebesar 2,687 <
Ftabel (3,28), sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level
perlakuan alkali memiliki ragam yang sama (homogen).
Berdasarkan tabel 4.20, nilai Fhitung sebesar 2,422 < Ftabel (3,28), sehingga
H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level perlakuan alkali memiliki
ragam yang sama (homogen). Grafik uji homogenitas perlakuan alkali
perhitungan bending ditunjukkan dalam gambar 4.13 dan gambar 4.14 untuk
perhitungan impak.
Gambar 4.13 Grafik uji homogenitas perlakuan alkali perhitungan bending
Gambar 4.14 Grafik uji homogenitas perlakuan alkali perhitungan impak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
Berdasarkan gambar 4.13 dan 4.14 dapat dilihat bahwa data residual antara
satu dengan yang lain dalam faktor perlakuan alkali tiap levelnya memiliki
jarak yang tidak jauh sehingga data dinyatakan homogen.
Pengolahan homogenitas data perlakuan alkali menggunakan SPSS dapat
dilihat pada lampiran tabel L3.7 untuk perhitungan bending dan lampiran L3.8
untuk perhitungan impak. Berdasarkan perhitungan SPSS pada tabel L3.7,
menunjukkan nilai F hitung yang sama dengan perhitungan uji levene, yaitu
2,687 dan nilai signifikan sebesar 0,083 lebih besar dari 0,05 sehingga H0
diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor perlakuan alkali
memiliki ragam yang sama (homogen).
Berdasarkan perhitungan SPSS pada tabel L3.8, menunjukkan nilai F
hitung yang sama dengan perhitungan uji levene, yaitu 2,442 dan nilai
signifikan sebesar 0,104 lebih besar dari 0,05 sehingga H0 diterima dan
disimpulkan bahwa data antar level faktor perlakuan alkali memiliki ragam
yang sama (homogen)
Rekapitulasi hasil uji homogenitas terhadap ketiga faktor dalam eksperimen
dapat dilihat pada tabel 4.21 dan 4.22 di bawah ini.
Tabel 4.21 Rekapitulasi hasil uji homogenitas terhadap ketiga faktor berdasarkan uji bending
Faktor F hitung F tabel Ho (Ho diterima jika F hitung<F tabel) Kesimpulan
Ketebalan 6.58 4.13 Ditolak Tidak
Homogen Komposisi core 0.92 4.13 Diterima Homogen
Perlakuan alkali 2.687 3.28 Diterima Homogen Tabel 4.22 Rekapitulasi hasil uji homogenitas terhadap ketiga faktor
berdasarkan uji impak
Faktor F hitung F tabel Ho (Ho diterima jika F hitung<F tabel) Kesimpulan
Ketebalan 0.41 4.13 Diterima Homogen Komposisi core 2.02 4.13 Diterima Homogen
Perlakuan alkali 2.42 3.28 Diterima Homogen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-26
4.2.2 Uji ANOVA
Pengujian ANOVA dilakukan terhadap nilai kuat bending dan impak untuk
mengetahui faktor-faktor yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel
respon tersebut. Hipotesis umum yang diajukan adalah ada perbedaan yang
signifikan antar faktor maupun level dalam setiap faktor yang diteliti. Hipotesis
umum ini disebut sebagai hipotesis satu (H1).
Hipotesis nol yang diajukan dalam analisis variansi, adalah:
H01 : 02 =As
Perbedaan ketebalan core komposit tidak berpengaruh terhadap
besarnya kekuatan bending dan impak.
H02 : 02 =Bs
Perbedaan komposisi core komposit tidak berpengaruh terhadap
besarnya kekuatan bending dan impak.
H03 : 02 =Cs
Perbedaan perlakuan alkali tidak berpengaruh terhadap besarnya
kekuatan bending dan impak.
H04 : 02 =ABs
Perbedaan interaksi ketebalan dan komposisi core komposit tidak
berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak.
H05 :
Perbedaan interaksi ketebalan dan perlakuan alkali core komposit
tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak.
H06 :
Perbedaan interaksi komposisi dan perlakuan alkali core komposit
tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan impak.
H07 :
Perbedaan interaksi ketebalan, komposisi dan perlakuan alkali core
komposit tidak berpengaruh terhadap besarnya kekuatan bending dan
impak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-27
Model matematik yang dipakai dalam analisis ini adalah sebagai berikut:
Yijkl = m + Ai + Bj + Ck + ABij + ACik + BCjk + ABCijk + el(ijk) ................(4.2)
Keterangan :
Yijkl : variabel respon Ai : faktor ketebalan Bj : faktor komposisi core Ck : faktor perlakuan alkali ABij : interaksi faktor A dan faktor B ACik : interaksi faktor A dan faktor C BCjk : interaksi faktor B dan faktor C ABCijk : interaksi faktor A, faktor B, dan faktor C el(ijk) : random error i : jumlah faktor ketebalan (A), i = 1, 2 j : jumlah faktor komposisi core (B), j = 1, 2 k : jumlah faktor perlakuan alkali (C), k= 1,2,3 l : jumlah replikasi l = 1, 2, 3,
Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk
perhitungan ANOVA. Data yang digunakan adalah data eksperimen nilai kuat
bending/ MOR (kgf/cm2) dan kuat impak (J/mm2) yang dapat dilihat pada tabel
4.3 dan 4.8. Sedangkan pengolahan data seperti pada tabel 4.23 untuk uji bending
dan tabel 4.24 untuk uji impak.
Tabel 4.23 ANOVA untuk nilai kuat bending/ MOR (kgf/cm2)
komposisi core (b1) komposisi core (b2)
Jumlah Rata-rata
Variasi alkali alkali alkali alkali alkali alkali ketebalan
core 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam (a) cj c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) 85.6515 121.4502 95.5313 101.0857 84.6451 141.6002
97.3070 132.2385 135.2154 111.7175 138.7598 106.2735 89.6770 120.6813 110.4673 100.7001 109.4732 118.5999
Jumlah 272.6355 374.3701 341.2140 313.5033 332.8782 366.4737 2001.0748 Rata-rata 90.8785 124.7900 113.7380 104.5011 110.9594 122.1579
111.1708
15 mm (a2) 94.6716 92.5550 90.3824 89.3345 67.2315 94.2055
78.5479 102.7058 96.4264 67.2520 88.0923 76.4485 90.7391 100.7213 94.8564 91.0298 89.9462 86.2668
Jumlah 263.9586 295.9822 281.6652 247.6163 245.2700 256.9208 1591.4131
Rata-rata 87.9862 98.6607 93.8884 82.5388 81.7567 85.6403 88.4118 Jumlah Total 536.5941 670.3522 622.8792 561.1196 578.1482 623.3946 3592.4879
Rata-rata Total 178.8647 223.4507 207.6264 187.0399 192.7161 207.7982 199.5827
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-28
Tabel 4.24 ANOVA untuk nilai kuat impak (J/mm2)
komposisi core (b1) komposisi core (b2)
Variasi alkali alkali alkali alkali alkali alkali Jumlah Rata-rata
ketebalan core 1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
(a) c1 c2 c3 c1 c2 c3
10 mm (a1) 16.2098 20.9170 16.2538 23.3714 16.0870 23.1943
23.1943 15.4785 23.9645 17.0136 21.5333 14.4788 16.8847 15.7149 16.2411 16.4762 16.2215 15.2467
Jumlah 56.2889 52.1104 56.4594 56.8612 53.8419 52.9198 328.4816
Rata-rata 18.7630 17.3701 18.8198 18.9537 17.9473 17.6399
18.2490
15 mm (a2) 24.0088 18.5555 31.2559 19.0165 24.8818 18.6971
25.5000 24.2611 29.3900 18.1431 25.3426 18.1163 19.7526 25.0335 24.4731 25.0335 18.9265 24.0334
Jumlah 69.2613 67.8501 85.1190 62.1931 69.1509 60.8468 414.4211
Rata-rata 23.0871 22.6167 28.3730 20.7310 23.0503 20.2823 23.0234
Jumlah Total 125.5502 119.9605 141.5783 119.0543 122.9928 113.7666 742.9027 Rata-rata Total 41.8501 39.9868 47.1928 39.6848 40.9976 37.9222 41.2724
Kemudian dilakukan perhitungan jumlah kuadrat/ sum of square (SS) dari
masing-masing faktor dan interaksinya. Proses perhitungan SS dan hasilnya,
adalah:
· FK (Faktor Koreksi) :
FK =( åååå====
3
1
2
1
2
1
3
1 lijk l
kji
Y )2/ (abcn)
= 3592,48792/36
= 358499,1481
· Jumlah kuadrat total (SStotal) :
FK-= åååå3
i
2
j
2
k
3
lijklY 2
totalSS
SStotal = (85,65152+121,45022+….+95,53132)- 358499,1481
= 11.827,124
· Jumlah kuadrat faktor ketebalan (SSA) :
SSA = FKAbcn i
i -÷ø
öçè
æ å=
2
1
21
= 1/3x3x3 (2001,07482+ 1591.41312) - 358499,1481
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-29
= 4661,7406
· Jumlah kuadrat faktor komposisi core(SSB) :
SSB = FKBacn i
i -÷ø
öçè
æ å=
2
1
21
= 1/3x3x3 (1829,82552+ 1762,66242) - 358499,1481
= 125,3023
· Jumlah kuadrat model perlakuan alkali (SSC) :
SSC = FKCabn i
i -÷ø
öçè
æ å=
3
1
21
= 1/3x2x3 (1097,71372+ 1248.50042+ 1246.27372) - 358499,1481
= 1244,7690
· Jumlah kuadrat interaksi antara faktor A dan B (SSAxB) :
SSAxB = BAji
SSSSFKAiBjcn
---÷÷ø
öççè
æåå==
2
1
23
1
)(1
= 41
( 988,21962+ 1012.85522+ 841.60592+ 749.80722)-
358499,1481- 4661,7406- 125.3023 = 376,582
· Jumlah kuadrat interaksi antara faktor A dan C (SSAxC) :
SSAxC = CAki
SSSSFKAiCkbn
---÷ø
öçè
æ åå==
3
1
23
1
)(1
=61
(586,13882+707,24832+707,68772+511,57492+541,25222+538,5
8602) - 358499,1481- 4661,7406– 1244,7690
= 480,747
· Jumlah kuadrat interaksi antara faktor B dan C (SSBxC) :
SSBxC = CBkj
SSSSFKBjCkan
---÷÷ø
öççè
æåå==
3
1
22
1
)(1
=91
(536,59412+670,35222+622.87922+561,11962+578,14822+623,3
9462) - 358499,1481- 125,3023– 1244,7690
= 633,309
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-30
· Jumlah kuadrat interaksi antara faktor A, B, dan C (SSAxBxC) :
SSAxBxC=
BxCAxCAxBCBAkji
SSSSSSSSSSSSFKAiBjCkn
-------÷÷ø
öççè
æååå===
3
1
22
1
3
1
)(1
=31
(272,63552+374,37012+341,21402+......+256.92082)– 358499,1481
– 4661,7406 – 125,3023– 1244,7690– 376,582– 480,747– 633,309
= 111,618
· Jumlah kuadrat error (SSE) :
SSE = SStotal - SSA - SSB – SSC - SSAB – SSAC – SSBC - SSABC
= 11.827,124 – 4661,7406 – 125,3023 – 1244,7690 – 376,582– 480,747–
633,309 – 111,618
= 4193,056
Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT), dihitung
dengan membagi antara jumlah kuadrat (SS) yang diperoleh dengan derajat
bebasnya (df).
Contoh perhitungan MS, sebagai berikut:
MSA )1( -
=a
SSA
4661,7406
1 4661,7406
=
=
Besarnya Fhitung didapat dari pembagian antara MS faktor yang ada dengan
MSerror dari eksperimen. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :
Fhitung E
A
MS
MS=
26.683174.71074661,7406
=
=
Berpedoman pada contoh di atas, maka didapat MS dan Fhitung semua faktor
selengkapnya yang dapat dilihat pada Tabel 4.27 dan 4.28.
Keputusan terhadap hipotesis nol didasarkan pada nilai Fhitung, yakni
hipotesis nol (H0) ditolak jika Fhitung > Ftabel dan diterima jika Fhitung < Ftabel. Ftabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-31
diperoleh dari tabel distribusi F kumulatif, dengan df1 = df yang bersangkutan dan
df2 = dferror. Perhitungan Ftabel dengan menggunakan Microsoft excel dengan
rumus: = FINV(probability, df1, df2)
Contoh perhitungan Ftabel adalah Ftabel untuk ketebalan, df1 = 2 dan df2 = 36.
Berdasarkan hasil perhitungan Microsoft excel diperoleh Ftabel = FINV (0.05, 2,
36) = 3,403.
Tabel 4.25 Hasil perhitungan ANOVA untuk nilai MOR
Sumber variansi df SS MS F
hitung F
tabel H0
Ketebalan 1 4661.7406 4661.7406 26.683 4.260 tolak Komposisi 1 125.3023 125.3023 0.717 4.260 terima
Alkali 2 1244.7690 622.3845 3.562 3.403 tolak Interaksi AxB 1 376.582 376.5817 2.155 4.260 terima Interaksi AxC 2 480.747 240.3734 1.376 3.403 terima Interaksi BxC 2 633.309 316.6547 1.812 3.403 terima Interaksi AxBxC 2 111.618 55.8091 0.319 3.403 terima Error 24 4193.056 174.7107 Total 35 11,827.124
Tabel 4.26 Hasil perhitungan ANOVA untuk nilai Impak
Sumber variansi df SS MS F
hitung F tabel H0 Ketebalan 1 205.1559 205.1559 15.104 4.260 tolak Komposisi 1 27.1708 27.1708 2.000 4.260 terima Alkali 2 7.5455 3.7728 0.278 3.403 terima Interaksi AxB 1 23.046 23.0461 1.697 4.260 terima Interaksi AxC 2 14.648 7.3240 0.539 3.403 terima Interaksi BxC 2 41.570 20.7848 1.530 3.403 terima Interaksi AxBxC 2 17.654 8.8272 0.650 3.403 terima Error 24 325.995 13.5831 Total 35 662.785
Hasil perhitungan ANOVA nilai kuat bending dengan menggunakan SPSS,
dapat dilihat pada tabel L3.11. Penggunaan Fhitung memberikan kesimpulan
tentang hasil uji hipotesis analisis variansi. Keputusan yang diambil terhadap hasil
analisis variansi data eksperimen untuk nilai MOR (kuat bending), yaitu:
1. Ditinjau dari faktor ketebalan (faktor A), nilai Fhitung > Ftabel, sehingga tolak H0
dan simpulkan bahwa ketebalan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
kuat bending.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-32
2. Ditinjau dari faktor komposisi core (faktor B), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga
terima H0 dan simpulkan bahwa komposisi core tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai kuat bending.
3. Ditinjau dari faktor perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga
tolak H0 dan simpulkan bahwa perlakuan alkali berpengaruh secara signifikan
terhadap nilai kuat bending.
4. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan komposisi core
(faktor B), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa
interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan komposisi core (faktor B)
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat bending.
5. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan perlakuan alkali
(faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa
interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan perlakuan alkali (faktor C)
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat bending.
6. Ditinjau dari interaksi antara faktor komposisi core (faktor B) dan perlakuan
alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa
interaksi antara faktor komposisi core (faktor B) dan perlakuan alkali (faktor
C) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat bending.
7. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A), komposisi core
(faktor B), dan perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima
H0 dan simpulkan bahwa interaksi antara faktor ketebalan (faktor A),
komposisi core (faktor B), dan perlakuan alkali (faktor C) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap nilai kuat bending.
Hasil perhitungan ANOVA nilai kuat impak dengan menggunakan SPSS,
dapat dilihat pada tabel L3.12. Penggunaan Fhitung memberikan kesimpulan
tentang hasil uji hipotesis analisis variansi. Keputusan yang diambil terhadap hasil
analisis variansi data eksperimen untuk nilai impak, yaitu:
1. Ditinjau dari faktor ketebalan (faktor A), nilai Fhitung > Ftabel, sehingga tolak H0
dan simpulkan bahwa ketebalan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
kuat impak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-33
2. Ditinjau dari faktor komposisi core (faktor B), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga
terima H0 dan simpulkan bahwa komposisi core tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai kuat impak.
3. Ditinjau dari faktor perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga
terima H0 dan simpulkan bahwa perlakuan alkali tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai kuat impak..
4. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan komposisi core
(faktor B), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa
interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan komposisi core (faktor B)
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat impak.
5. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan perlakuan alkali
(faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa
interaksi antara faktor ketebalan (faktor A) dan perlakuan alkali (faktor C)
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat impak.
6. Ditinjau dari interaksi antara faktor komposisi core (faktor B) dan perlakuan
alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa
interaksi antara faktor komposisi core (faktor B) dan perlakuan alkali (faktor
C) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat impak.
7. Ditinjau dari interaksi antara faktor ketebalan (faktor A), komposisi core
(faktor B), dan perlakuan alkali (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima
H0 dan simpulkan bahwa interaksi antara faktor ketebalan (faktor A),
komposisi core (faktor B), dan perlakuan alkali (faktor C) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap nilai kuat impak.
4.2.3 Uji Pembanding Ganda
Pengujian ini dilakukan apabila terdapat perbedaan yang signifikan antar
level faktor, blok, atau interaksi faktor-faktor. Uji pembanding ganda
bertujuan untuk menjawab manakah dari rata-rata taraf perlakuan yang
berbeda atau untuk melihat pada level mana terdapat perbedaan dari suatu
faktor yang dinyatakan berpengaruh signifikan oleh uji ANOVA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-34
4.2.3.1 Bending
Sesuai hasil perhitungan ANOVA sebelumnya, maka tujuan atau informasi
utama yang dicari lebih jauh dari hasil ANOVA adalah pada ketebalan dan
perlakuan alkali untuk bending.
a. Ketebalan core
Tabel 4.27 Rata-rata nilai kuat bending eksperimen ketebalan core Ketebalan 10 mm 15 mm
Rata-rata 111,1708 88,4118
Untuk faktor ketebalan dapat langsung dilihat berdasarkan nilai signifikasi
hasil uji ANOVA dan nilai rata-rata kekuatan bending karena faktor ketebalan
hanya ada dua level.
b. Perlakuan Alkali
Uji tukey terhadap perlakuan alkali, dilakukan untuk perhitungan nilai kuat
bending, dimana hasil eksperimen menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan alkali
terhadap nilai kuat bending tidak berbeda secara signifikan untuk setiap level
yang diuji.
Tabel 4.28 Rata-rata nilai kuat bending eksperimen perlakuan alkali Perlakuan alkali 1jam 2jam 3jam
Rata-rata 91.4761 104.0417 103.8561
Perhitungan dengan uji tukey menggunakan software SPSS seperti pada
gambar 4.17
Gambar 4.15 Hasil uji tukey berdasarkan perlakuan alkali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-35
Berdasarkan hasil uji pembanding ganda tukey dengan spss menunjukkan
bahwa perbandingan level 1 dan 2 nilai signifikasi 0,213 sedangkan level 1 dan 3
nilai signifikasi 0,223. Perbandingan kedua level tersebut tidak signifikan hal ini
karena nilai signifikasi lebih dari 0,05, tetapi karena pada ANOVA terjadi
pengaruh untuk faktor ini maka dipilih nilai signifikasi yang mendekati nilai 0,05
yaitu pada level 1 dan 2.
4.2.3.2 Impak
Sedangkan pada uji impak berdasarkan hasil ANOVA faktor ketebalan
yang berpengaruh.
Tabel 4.29 Rata-rata nilai kuat bending eksperimen berdasarkan ketebalan Ketebalan 10 mm 15 mm Rata-rata 18,2490 23,0234
Untuk faktor ketebalan kekuatan impak sama seperti uji bending dapat
langsung dilihat berdasarkan nilai signifikasi hasil uji ANOVA dan nilai rata-rata
kekuatan impak karena faktor ketebalan hanya ada dua level.
4.3 Uji Hambat Panas
4.3.1 Kekuatan Bending
Uji hambat panas yang dilakukan pada spesimen berdasarkan nilai
kekuatan bending rata-rata tertingi. Rata-rata nilai kekuatan bending disajikan
pada tabel 4.30.
Tabel 4.30 Rata-rata Kekuatan Bending (kgf/cm2)
1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam10 mm (a1) 90.88 124.79 113.74 104.50 110.96 122.1615 mm (a2) 87.99 98.66 93.89 82.54 81.76 85.64
ketebalan core (a)
Core kompositKomposisi core ( b1) Komposisi core ( b2)Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c )
Berdasarkan tabel 4.30 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan bending
tertinggi pada komposisi b1, ketebalan core 10 mm dan perlakuan alkali 2 jam
sebesar 124,79 kgf/cm2. Spesimen yang diuji hambat panas mempunyai diameter
4 cm dengan ketebalan 10 mm seperti pada gambar 4.16.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-36
Gambar 4.16. Spesimen hambat panas kekuatan bending
Data yang diperoleh dari pengujian hambat panas kekutan bending
menggunakan alat konduktivitas termal disajikan pada tabel 4.31.
Tabel 4.31 Hasil pengujian konduktivitas termal (°C) kekuatan bending Spesimen t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8 t9 t10 t12
1 39.9 39.9 39.8 39.8 27.7 27.6 27.3 27.4 27.4 27.4 27.62 40.3 40.2 40 39.9 27.7 27.7 27.4 27.4 27.4 27.5 27.63 40.3 40.3 40.2 40.2 27.1 27.1 26.5 26.5 26.5 26.6 26.6
Bending
Berdasakan hasil pengujian konduktivitas thermal kemudian dilakukan
perhitungan nilai konduktivitas panas bahan (k) pada panel komposit limbah
kertas buram dengan skin karung plastik adalah sebagai berikut:
q= k A ……………………………………………………………..…(4.4)
keterangan: A : luas penampang bahan (m²) k : konduktivitas panas bahan (W/m°C) L : tebal spesimen (m) q : laju perpindahan panas (W)
= 0,529 W
= 0,348 W/m°C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-37
Tabel 4.32 Nilai konduktivitas panas spesimen (W/m°C) kekuatan bending
Kekuatan Th-Tc (0C)L spsesimen
(m)q Cu (watt)
k Cu (W/m0
C)
L Cu (m2)
A (m2)k spsesimen
(W/m0C)k rata-rata
spsesimen (W/m0C)
4.4 0.01 0.5 379 0.09 0.001257 0.3484.5 0.01 0.5 379 0.09 0.001257 0.3455.0 0.01 0.5 379 0.09 0.001257 0.321
0.338Bending
Nilai rata-rata konduktivitas panas material komposit sandwich sebesar
0,338 W/m0C. Setelah dilakukan perhitungan nilai konduktivitas panas bahan
kemudian dilakukan perhitungan nilai hambatan panas (R) komposit sandwich
berbahan core limbah kertas buram dan sekam padi dengan skin karung plastik
adalah sebagai berikut:
…………………………………………………………...……………(4.5)
Keterangan :
A :luas penampang bahan (m²) K : konduktivitas panas bahan (W/m°C) L : tebal spesimen (m) R : tahanan / hambatan termal (°C/W)
= 22,859 0C/W
Tabel 4.33 Nilai hambatan termal (°C/W) kekuatan bending
Kekuatan SpsesimenL spsesimen
(m) A (m2)k spsesimen
(W/m0C)R (0C/W)
R rata-rata Spesimen
(0C/W)
1 0.01 0.001257 0.348 22.8592 0.01 0.001257 0.345 23.0483 0.01 0.001257 0.321 24.748
23.551Bending
Berdasarkan hasil penghitungan hambat panas komposit sandwich berbahan
dasar core kertas buram dan sekam padi dengan skin karung plastik dan resin
untuk nilai kekuatan bending tertinggi rata-rata mampu menghambat panas
sebesar 23,5510C/W.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-38
4.3.2 Kekuatan Impak
Uji hambat panas yang dilakukan pada spesimen berdasarkan nilai kekuatan
impak rata-rata tertingi. Rata-rata nilai kekuatan impak disajikan pada tabel 4.34.
Tabel 4.34 Rata-rata kekuatan impak (J/mm2)
1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam10 mm (a1) 18.76 17.37 18.82 18.95 17.95 17.64
15 mm (a2) 23.09 22.62 28.37 20.73 23.05 20.28
ketebalan core (a)Komposisi core ( b1) Komposisi core ( b2)Perlakuan alkali ( c ) Perlakuan alkali ( c )
Core komposit
Berdasarkan tabel 4.34 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan impak
tertinggi pada komposisi b1, ketebalan core 15 mm dan perlakuan alkali 3 jam
sebesar 24,37 J/mm2. Spesimen yang diuji hambat panas mempunyai diameter 4
cm dengan ketebalan 15 mm seperti pada gambar 4.19.
Gambar 4.19. Spesimen hambat panas kekuatan impak
Data yang diperoleh dari pengujian hambat panas kekutan impak
menggunakan alat konduktivitas termal disajikan pada tabel 4.35.
Tabel 4.35 Hasil pengujian konduktivitas termal (°C) kekuatan impak Spesimen t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8 t9 t10 t12
1 40.2 40.2 40.2 40.1 26.8 26.6 26.6 26.7 26.8 26.8 272 40.1 40.1 40.1 40 26.9 26.7 26.5 26.6 26.6 26.7 273 39.8 39.8 39.8 39.7 26.8 26.7 26.7 26.8 26.9 26.8 27.1
Impak
Nilai konduktivitas panas bahan (k) komposit sandwich berbahan core
limbah kertas buram dan sekam padi dengan skin karung plastik disajikan pada
tabel 4.36.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-39
Tabel 4.36 Nilai konduktivitas panas spesimen (W/m°C) kekuatan impak
Kekuatan Th-Tc (0C)L spsesimen
(m)q Cu (watt)
k Cu (W/m0
C)
L Cu (m2)
A (m2)k spsesimen
(W/m0C)
k rata-rata spsesimen (W/m0C)
4.6 0.015 0.5 379 0.09 0.001257 0.4754.6 0.015 0.5 379 0.09 0.001257 0.4824.4 0.015 0.5 379 0.09 0.001257 0.490
0.482Impak
Nilai nilai hambatan panas (R) komposit sandwich berbahan core limbah
kertas buram dan sekam padi dengan skin karung plastik disajikan pada tabel 4.37.
Tabel 4.37 Nilai hambatan termal (°C/W) kekuatan impak
Kekuatan SpsesimenL spsesimen
(m) A (m2)k spsesimen
(W/m0C)R (0C/W)
R rata-rata Spesimen
(0C/W)1 0.015 0.001257 0.475 25.1262 0.015 0.001257 0.482 24.7483 0.015 0.001257 0.490 24.370
24.748Impak
Berdasarkan hasil penghitungan hambat panas komposit sandwich berbahan
dasar core kertas buram dan sekam padi dengan skin karung plastik dan resin
untuk nilai kekuatan impak tertinggi rata-rata mampu menghambat panas sebesar
24,748 0C/W.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-1
BAB V ANALISIS HASIL
Pada bab ini akan diuraikan analisis hasil berdasarkan hasil pengolahan data.
Hal-hal yang dilakukan analisis dalam penelitian ini adalah proses, hasil pengujian
bending dan impak serta analisis hasil uji hambat panas. Analisis hasil tersebut
diuraikan dalam sub bab dibawah ini.
5.1 ANALISIS HASIL UJI BENDING
Analisis hasil uji bending meliputi analisis mengenai kekuatan bending
komposit sandwich hambat panas, analisis pengaruh faktor ketebalan core, komposisi
core, perlakukan alkali serta interaksi dua faktor dan ketiga faktor terhadap kekuatan
bending.
5.1.1 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Ketebalan Core
Berdasarkan data nilai kekuatan bending dilakukan uji ANOVA untuk
mengetahui berpengaruh atau tidak faktor ketebalan core terhadap kekuatan bending.
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa faktor ketebalan core dari komposit sandwich
berpengaruh terhadap kekuatan bending. Semakin tebal core komposit sandwich,
maka kekuatan bending semakin menurun. Penurunan kekuatan bending berdasarkan
tingkat ketebalan core ditunjukkan pada gambar 5.1 berikut ini.
Gambar 5.1 Grafik kekuatan bending berdasarkan ketebalan core
0
20
40
60
80
100
120
10 mm 15 mm
Nila
i MO
R (k
gf/c
m2)
Grafik Nilai MOR berdasarkan Ketebalan
Rata-rata MOR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-2
Gambar 5.1 menunjukkan rata-rata kekuatan bending komposit sandwich
ketebalan core 10 mm sebesar 111,17 kgf/cm2, sedangkan untuk ketebalan 15 mm
sebesar 88,41 kgf/cm2 sehingga terjadi penurunan nilai kekuatan bending sebesar
22,76 kgf/cm2 . Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa nilai kekuatan
bending turun sejalan dengan bertambahnya ketebalan core sehingga semakin tebal
core komposit sandwich maka nilai kekuatan bending semakin kecil.
Pada penelitian sebelumnya, ada beberapa variasi hasil pengaruh ketebalan
core komposit sandwich terhadap kekuatan bending. Misalnya penelitian yang telah
dilakukan oleh Harbrian (2006) bahwa kekuatan bending komposit sandwich
semakin menurun seiring dengan penambahan tebal core.
Variasi ketebalan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
kapadatan spesimen, pencampuran bahan. Apabila kepadatan spesimen untuk kedua
level ketebalan dapat homogen, maka kemungkinan nilai kekuatan bending akan
sama. Selain itu, pencampuran bahan yang tidak homogen akan mempengaruhi
kekuatan bending, jika perekat dan material dapat terdistribusi secara merata maka
ikatan antar material semakin kuat. Apabila volume material semakin besar maka
semakin kecil campuran dapat terdistribusi secara merata. Jumlah volume yang besar,
maka dibutuhkan tenaga yang besar juga untuk mengepresnya. Keterbatasan alat dan
tenaga untuk mengepressnya menjadi hambatan sehingga hal tersebut mempengaruhi
kapadatan spesimen. Selain hal itu, skin komposit sandwich juga sangat berpengaruh
terhadap kekuatan bending spesimen.
5.1.2 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Komposisi Core
Berdasarkan data nilai kekuatan bending dilakukan uji ANOVA untuk
mengetahui berpengaruh atau tidak faktor komposisi core terhadap kekuatan bending.
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa faktor komposisi core dari komposit
sandwich tidak berpengaruh terhadap kekuatan bending. Komposisi core terdiri dari
dua level yaitu b1( 20% sekam, 50% kertas buram, 30% lem PVAc) dan b2 (10%
sekam, 60% kertas buram, 30% lem PVAc). Kedua komposisi tersebut memiliki
kekuatan bending yang hampir sama sehingga secara statistik tidak ada pengaruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-3
yang signifikan. Besarnya kekuatan bending komposit sandwich dari kedua
komposisi core disajikan pada gambar 5.2.
Gambar 5.2 Grafik kekuatan bending berdasarkan komposisi core
Gambar 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan bending komposit
sandwich komposisi b1 sebesar 101,66 kgf/cm2, sedangkan untuk komposisi b2
sebesar 97,93 kgf/cm2 sehingga terjadi penurunan nilai kekuatan bending sebesar
3,73 kgf/cm2. Selisih kekuatan bending tersebut secara statistik tidak berpengaruh
antara faktor komposisi dengan kekuatan bending.
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Yang, dkk. (2002), Kim, dkk.
(2009), Lee, dkk. (2003), dan Yang, dkk. (2004). Yang, dkk. (2002) menyimpulkan
bahwa penambahan presentase limbah kertas menaikkan kekuatan bending. Hasil
dalam penelitian ini tidak berpengaruhnya penambahan kertas atau sekam,
disebabkan karena adanya pengaruh skin yang dominan terhadap kekuatan bending.
Besarnya penambahan sekam dengan komposisi tersebut tidak terlihat pengaruhnya
karena tertutupi besarnya pengaruh kekuatan skin terhadap komposit sandwich.
Selain hal itu, pencampuran bahan yang tidak homogen akan mempengaruhi kekuatan
bending, jika perekat dan material dapat terdistribusi secara merata maka ikatan antar
material semakin kuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-4
5.1.3 Analisis Kekuatan Bending Berdasarkan Faktor Perlakuan Alkali
Berdasarkan data nilai kekuatan bending dilakukan uji ANOVA untuk
mengetahui berpengaruh atau tidak faktor perlakuan alkali terhadap kekuatan
bending. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa faktor perlakuan alkali dari
komposit sandwich berpengaruh terhadap kekuatan bending. Perlakuan alkali
berdasarkan penelitian ini optimal pada level waktu 2 jam. Semakin lama
perendaman maka semakin menurun kekuatan bending. Perlakuan NaOH ini
bertujuan untuk melarutkan lapisan yang menyerupai lilin di permukaan serat, seperti
lignin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya. Hilangnya lapisan lilin ini maka ikatan
antara serat dan matrik menjadi lebih kuat, sehingga kekuatan tarik komposit menjadi
lebih tinggi. Namun, perlakuan NaOH yang lebih lama dapat menyebabkan
kerusakan pada unsur selulosa. Padahal, selulosa itu sendiri sebagai unsur utama
pendukung kekuatan serat. Akibatnya, serat yang dikenai perlakuan alkali terlalu
lama mengalami degradasi kekuatan yang signifikan. Besarnya kekuatan bending
komposit sandwich dari ketiga perlakuan alkali sekam dari core komposit sandwich
disajikan dalam gambar 5.3.
Gambar 5.3 Grafik kekuatan bending berdasarkan perlakuan alkali
Gambar 5.3 menunjukkan rata-rata kekuatan bending komposit sandwich
dengan perlakuan alkali 1 jam sebesar 91,48 kgf/cm2sedangkan perlakuan alkali 2
jam sebesar 104,04 kgf/cm2 sehingga terjadi kenaikan kekuatan bending sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-5
12,56 kgf/cm2. Rata-rata kekuatan bending menurun pada perlakuan alkali 3 jam
menjadi 103,88 kgf/cm2. Berdasar hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa nilai
kekuatan bending dapat maksimal pada perlakuan alkali tertentu. Kenaikan dan
penurunan kekuatan bending dapat terlihat jelas, jika range perlakuan alkali
diperlebar. Pada penelitian selanjutnya agar menggunakan range perlakuan alkali
yang lebih lebar untuk nilai kekuatan bending yang lebih maksimal.
5.1.4 Analisis Interaksi Faktor Ketebalan dan Komposisi Core Berdasarkan
Kekuatan Bending
Selain faktor ketebalan, komposisi dan perlakuan alkali tersebut yang diuji,
maka diuji pula interaksi yang terjadi antar faktor-faktor tersebut. Berdasarkan uji
ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan core
dengan komposisi core komposit sandwich. Interaksi antara faktor ketebalan core
dengan komposisi core disajikan pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Rata-rata kekuatan bending berdasarkan ketebalan dengan komposisi core
Komposisi Core Ketebalan Core 10 mm 15 mm
b1(20% sekam) 109,80 93,51 b2(10%sekam) 112,53 83,31
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa bahwa nilai kekuatan bending komposit
sandwich pada ketebalan core 10 mm sebesar 109,80 kgf/cm2 sedangkan pada
ketebalan 15 mm sebesar 93,51 kgf/cm2 pada komposisi yang sama yaitu sekam 20%
sehingga terjadi penurunan sebesar 16,29 kgf/cm2. Hal tersebut juga terjadi pada
komposisi sekam 10% yang mengalami penurunan kekuatan bending. Pada faktor
komposisi tidak terjadi penurunan atau kenaikan kekuatan bending yang signifikan.
Pada komposisi sekam 20% menuju komposisi sekam 10% pada ketebalan 10mm
terjadi kenaikan kekuatan bending sebesar 2,73 kgf/cm2 sedangkan ketebalan 15 mm
terjadi penurunan kekuatan bending sebesar 10,2 kgf/cm2. Berdasarkan nilai kekuatan
bending tersebut ada kecenderungan turun, tapi belum terlihat signifikan sehingga
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Jika perubahan dalam satu faktor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-6
menghasilkan perubahan variabel respon yang sama pada satu level dengan level
lainnya pada faktor lain, maka dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara kedua
faktor tersebut (Hicks, 1993). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan core dan komposisi terhadap kekuatan
bending.
5.1.5 Analisis Interaksi Faktor Perlakuan alkali dan Ketebalan core
Berdasarkan Kekuatan Bending
Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara
faktor perlakuan alkali dengan ketebalan core. Interaksi rata-rata kekuatan bending
antara faktor perlakuan alkali dengan ketebalan core disajikan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Rata-rata kekuatan bending berdasarkan perlakuan alkali dengan ketebalan core
Perlakuan alkali
Ketebalan Core 10 mm 15 mm
1 jam 97.6898 85.2625 2 jam 117.8747 90.2087 3 jam 117.9480 89.7643
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa bahwa nilai rata-rata kekuatan bending
komposit sandwich tidak terjadi perubahan secara signifikan pada interaksi faktor
ketebalan dan perlakuan alkali. Pada ketebalan 10mm dengan level perlakuan alkali
terjadi kenaikan nilai kekuatan bending sedangkan pada ketebalan 15mm terjadi
kenaikan dan penurunan nilai kekuatan bending. Jika perubahan dalam satu faktor
menghasilkan perubahan variabel respon yang sama pada satu level dengan level
lainnya pada faktor lain, maka dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara kedua
faktor tersebut (Hicks, 1993).Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi interaksi antara faktor ketebalan dan perlakuan alkali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-7
5.1.6 Analisis Interaksi Faktor Perlakuan alkali dan Komposisi Core
Berdasarkan Kekuatan Bending
Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara
faktor perlakuan alkali dengan komposisi core. Interaksi antara faktor perlakuan
alkali dengan komposisi core disajikan pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Rata-rata kekuatan bending berdasarkan perlakuan alkali dengan komposisi core
Perlakuan alkali Komposisi Core Sekam 20% Sekam 10%
1 jam 89.4323 93.5199 2 jam 111.7254 96.3580 3 jam 103.8132 103.8991
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kekuatan bending komposit
sandwich terjadi perubahan nilai kekuatan bending yang tidak signifikan. Pada faktor
komposisi dengan perlakuan alkali tidak terjadi perubahan variabel respon yang sama
yaitu kenaikan nilai kekuatan bending pada level sekam 20% dan sekam 10% dengan
level faktor perlakuan alkali 1 jam, 2 jam dan 3 jam, sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor perlakuan alkali dan komposisi core. Hal
tersebut disebabkan pencampuran komposisi yang tidak homogen sehingga
menyebabkan kekuatan bending tidak signifikan. Selain itu, range faktor perlakuan
alkali yang kurang lebar menyebabkan tidak terlihat penurunan atau kenaikan nilai
kekuatan bending yang signifikan. Pada penelitian selanjutnya agar menggunakan
range perlakuan alkali yang lebih lebar dan mengusahakan pencampuran komposisi
homogen.
5.1.7 Analisis Interaksi Faktor Ketebalan Core, Komposisi Core dan Perlakuan
alkali Berdasarkan Kekuatan Bending
Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara
faktor ketebalan core, perlakuan alkali dan komposisi core. Hubungan antar faktor-
faktor tersebut disajikan pada tabel 5.4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-8
Tabel 5.4 Rata-rata kekuatan bending berdasarkan ketebalan core, perlakuan alkali dan komposisi core (kgf/cm2)
alkali 1jam alkali 2jam alkali 3jam alkali 1jam alkali 2jam alkali 3jam10 mm 90.8785 124.7900 113.7380 104.5011 110.9594 122.157915 mm 87.9862 98.6607 93.8884 82.5388 81.7567 85.6403
ketebalankomposisi b1 komposisi b2
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa pada ketebalan core 10 mm dan 15 mm
dengan level perlakuan alkali dari 1 jam hingga 2 jam pada komposisi b1 terjadi
kenaikan kekuatan bending yang maksimal jika dibandingkan dengan perlakuan yang
lainnya yaitu pada ketebalan 10 mm terjadi kenaikan nilai kekuatan bending sebesar
33,91 kgf/cm2 sedangkan pada ketebalan 15 mm terjadi kenaikan nilai kekuatan
bending sebesar 10,67 kgf/cm2.
Pada perlakuan komposisi b2 (sekam 10%), perlakuan alkali 1 jam
mengalami penurunan kekuatan bending berdasar ketebalan core. Meskipun pola
perubahan kekuatan bending pada faktor ketebalan core, komposisi core dan
perlakuan alkali mengalami kenaikan dan penurunan, namun kenaikan dan penurunan
nilai kekuatan bending tersebut tidak signifikan. Dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi interaksi antar faktor ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali pada
level-level tersebut.
5.1.8 Analisis patahan uji bending faktor perlakuan alkali
Pengamatan permukaan patah uji bending komposit sandwich dengan core
sekam padi dan kertas buram dengan skin karung plastik dan resin dilakukan melalui
pengamatan secara visual. Hal ini bertujuan untuk mengamati patahan dan kondisi
ikatan komposit sandwich pada core dengan perlakuan alkali sekam padi selama 1
jam dan 2 jam. Gambar 5.9 menunjukkan permukaan patah pada komposit sandwich
dengan perlakuan alkali 1 jam dan gambar 5.10 menunjukkan permukaan patah pada
komposit sandwich dengan perlakuan alkali 2 jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-9
Gambar 5.4 Permukaan patah pada komposit sandwich dengan perlakuan alkali 1 jam.
Gambar 5.5 Permukaan patah pada komposit sandwich dengan perlakuan alkali 2 jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-10
Menurut Hosford (2005) Kegagalan pada pengujian bending dapat terjadi karna
serat yang patah atau serat yang keluar/lepas dari matriks. Pada pengujian bending
kegagalan terjadi pada bagian bawah komposit, hal ini disebabkan pada bagian bawah
menerima tegangan tarik lebih besar dibandingkan dengan bagian atasnya. Komposit
tersusun dari serat dan matriks sehingga pada pengujian bending bahan komposit
tidak patah seperti pada pengujian bahan logam, hal ini juga menunjukkan adanya
perpatahan ulet.
Mekanisme penguatan yang dilakukan serat acak terhadap spesimen sebelum
terjadi patahan pada saat dilakukan uji bending cenderung estafet atau saling
bergantian. Apabila serat satu sudah mencapai panjang kritis dan patah, selanjutnya
akan ditahan oleh serat yang lain. Sehingga penampang patahan papan serat tidak
halus/rata dan cenderung berbentuk zigzag seperti pada gambar 5.10 yaitu dengan
perlakuan alkali selama 2 jam. Pada gambar 5.9 yaitu dengan perlakuan alkali selama
1 jam yang patahannya juga cenderung zigzag sehingga tidak terlihat adanya
perbedaan perlakuaan alkali sekam padi pada core selama 1 jam dan 2 jam. Apabila
dilihat dari patahan skin komposit menunjukkan bahwa perlakuan alkali 2 jam ikatan
antara serat dan skin lebih kuat dibandingkan perlakuan alkali 1 jam. Hal itu terlihat
dari bentuk patahan skin perlakuan alkali 1 jam cenderung halus/rata sedangkan pada
perlakuan alkali 2 jam cenderung zigzag. Panjang serat kritis berbeda satu sama lain,
dipengaruhi oleh kekuatan dan diameter serat serta kekuatan ikatan serat dengan
matriks/perekat (Callister, 2007)
Mode perpatahan yang terjadi pada core komposit sandwich pada perlakuan
alkali 1 jam dan 2 jam menunjukkan adanya perpatahan ulet seperti ditunjukkan pada
gambar 5.9 dan 5.10. Perpatahan ulet memberikan karakteristik berserabut (fibrous).
Selain itu penampang patahan yang berbentuk zigzag juga menunjukkan adanya
perpatahan ulet karena patahan getas bidang patahan relatif tegak lurus terhadap
tegangan dan sebaliknya pada patahan ulet. Perpatahan ulet umumnya lebih disukai
karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu
sebelum terjadinya kerusakan (Van Vlack, 1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-11
Dari keseluruhan pengamatan komposit juga terdapat fiber pull out, yang
ditandai adanya lubang-lubang bekas serat yang terlepas dari ikatannya. Lubang-
lubang pull out pada sekam padi dan kertas buram terlihat banyak pada perlakuan
alkali 2 jam dibandingkan perlakuan alkali 1 jam. Lubang-lubang pull out ini
menunjukkan bahwa ikatan antara serat dan matrik lebih lemah daripada ikatan antar
kertas dan matrik.
5.2 ANALISIS HASIL UJI IMPAK
Analisis hasil uji impak meliputi analisis pengaruh faktor ketebalan core,
komposisi core, perlakukan alkali serta interaksi dua faktor maupun ketiga faktor
terhadap kekuatan impak komposit sandwich bersifat hambat panas.
5.2.1 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Ketebalan Core
Berdasarkan data nilai kekuatan impak dilakukan uji ANOVA untuk
mengetahui berpengaruh atau tidak faktor ketebalan core terhadap kekuatan impak.
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa faktor ketebalan core dari komposit sandwich
berpengaruh terhadap kekuatan impak. Semakin tebal core komposit sandwich, maka
kekuatan impak semakin naik. Kenaikan kekuatan impak berdasarkan tingkat
ketebalan core ditunjukkan pada gambar 5.1 berikut ini.
Gambar 5.6 Grafik kekuatan impak berdasarkan ketebalan core
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-12
Gambar 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan impak komposit sandwich
ketebalan 10 mm sebesar 18,25 J/mm2, sedangkan untuk ketebalan 15 mm sebesar
23,02 J/mm2 sehingga terjadi kenaikan kekuatan impak sebesar 4,77 J/mm2.
Variasi ketebalan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
pencampuran bahan, kepadatan spesimen dan volume material. Apabila pencampuran
bahan yang tidak homogen akan mempengaruhi kekuatan impak, hal ini karena jika
perekat dan material tidak dapat terdistribusi secara merata maka ikatan antar material
tidak kuat sehingga kekuatan impak menurun. Kepadatan spesimen berpengaruh
terhadap kekuatan impak, semakin padat spesimen maka akan semakin kuat sehingga
kekuatan impak menjadi semakin baik. Selain hal itu, volume material juga
berpengaruh terhadap kekuatan impak semakin besar volumenya maka semakin kecil
campuran dapat terdistribusi secara merata sehingga ikatan antar material menjadi
lemah.
5.2.2 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Komposisi Core
Berdasarkan data nilai kekuatan impak dilakukan uji ANOVA untuk
mengetahui berpengaruh atau tidak faktor komposisi core terhadap kekuatan impak.
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa faktor komposisi core dari komposit
sandwich tidak berpengaruh terhadap kekuatan impak. Komposisi core terdiri dari
dua level yaitu b1( 20% sekam, 50% kertas buram, 30% lem PVAc) dan b2 (10%
sekam, 60% kertas buram, 30% lem PVAc). Kedua komposisi tersebut memiliki
kekuatan impak yang hampir sama sehingga secara statistik tidak ada pengaruh yang
signifikan. Besarnya kekuatan impak komposit sandwich dari kedua komposisi core
disajikan pada gambar 5.5 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-13
Gambar 5.7 Grafik kekuatan impak berdasarkan komposisi core
Gambar 5.5 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan impak komposit sandwich
komposisi b1(sekam 20%) sebesar 21,51 J/mm2, sedangkan untuk komposisi
b2(sekam 10 %) sebesar 19,77 J/mm2 sehingga terjadi penurunan kekuatan impak
sebesar 1,74 J/mm2. Besarnya penambahan sekam pada komposisi 20% sekam dan
10% sekam tidak terlihat signifikan pengaruhnya terhadap kekuatan impak, hal itu
karena tertutupi besarnya pengaruh kekuatan skin terhadap komposit sandwich.
5.2.3 Analisis Kekuatan Impak Berdasarkan Faktor Perlakuan Alkali
Berdasarkan uji ANOVA untuk faktor perlakuan alkali sekam bahan core dari
komposit sandwich menunjukkan tidak berpengaruh terhadap kekuatan impak.
Besarnya kekuatan impak komposit sandwich dari ketiga perlakuan alkali sekam dari
core komposit sandwich disajikan dalam gambar 5.6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-14
Gambar 5.8 Grafik kekuatan impak berdasarkan perlakuan alkali
Gambar 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan impak komposit sandwich
menggunakan core kertas buram dan skin karung plastik dengan perlakuan alkali
1 jam sebesar 20,38 J/mm2, perlakuan alkali 2 jam sebesar 20,25 J/mm2 dan
perlakuan alkali 3 jam sebesar 21,28 J/mm2. Hasil kekuatan impak perlakuan alkali
tidak signifikan, hal itu karena pengaruh perlakuan alkali tertutupi besarnya pengaruh
kekuatan skin pada komposit sandwich terhadap kekuatan impak. Selain hal itu, range
perlakuan alkali yang kurang lebar menyebabkan tidak terlihat pengaruh perlakuan
alkali terhadap kekuatan impak.
5.2.4 Analisis Interaksi Faktor Ketebalan dan Komposisi Core Berdasarkan
Kekuatan Impak
Selain faktor ketebalan, komposisi dan perlakuan alkali tersebut yang diuji,
maka diuji pula interaksi yang terjadi antar faktor-faktor tersebut. Hasil uji ANOVA
menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan core dengan
komposisi core komposit sandwich terhadap kekuatan impak. Interaksi antara faktor
ketebalan core dengan komposisi core disajikan pada tabel 5.5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-15
Tabel 5.5 Rata-rata kekuatan impak berdasarkan ketebalan dan komposisi core (J/mm2)
Komposisi Core Ketebalan Core 10 mm 15 mm
b1(Sekam 20%) 18.3176 24.6923 b2(Sekam 10%) 18.1803 21.3545
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa bahwa nilai kekuatan impak komposit
sandwich pada ketebalan core 10 mm sebesar 18,3176 J/mm2 sedangkan pada
ketebalan 15 mm sebesar 24,6923 J/mm2 pada komposisi yang sama yaitu sekam
20% sehingga terjadi kenaikan kekuatan impak sebesar 6,37 J/mm2. Hal tersebut juga
terjadi pada komposisi sekam 10% yang mengalami kenaikan kekuatan impak. Pada
komposisi core b1 sebesar 18,3176 J/mm2 sedangkan pada komposisi core b2 sebesar
18,1803 J/mm2 pada ketebalan yang sama yaitu sekam 10 mm sehingga terjadi
penurunan kekuatan impak sebesar 0,1373 J/mm2. Hal tersebut juga terjadi pada
ketebalan core 15 mm yang mengalami penurunan kekuatan impak. Meskipun terjadi
penurunan dan kenaikan kekuatan impak yang sama pada setiap perlakuan, namun
karena selisihnya yang terlalu kecil sehingga secara statistik tidak terjadi interaksi
antara faktor ketebalan dan komposisi core terhadap kekuatan impak.
5.2.5 Analisis Interaksi Faktor Perlakuan alkali dan Ketebalan core
Berdasarkan Kekuatan Impak
Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara
faktor perlakuan alkali dengan ketebalan core. Interaksi antara faktor perlakuan alkali
dengan ketebalan core disajikan pada tabel 5.6.
Tabel 5.6 Rata-rata kekuatan impak berdasarkan perlakuan alkali dengan ketebalan core
Perlakuan alkali
Ketebalan Core 10 mm 15 mm
1 jam 18.8583 21.9091
2 jam 17.6587 22.8335
3 jam 18.2299 24.3276
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-16
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa bahwa nilai rata-rata kekuatan impak
komposit sandwich tidak terjadi perubahan yang signifikan pada faktor ketebalan
10 mm sedangkan pada ketebalan 15 mm terjadi penurunan kekuatan impak
berdasarkan level pada faktor perlakuan alkali 1 jam. 2 jam dan 3 jam. Jika perubahan
dalam satu faktor menghasilkan perubahan variabel respon yang sama pada satu level
dengan level lainnya pada faktor lain, maka dapat disimpulkan tidak ada interaksi
antara kedua faktor tersebut (Hicks, 1993). Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan dan perlakuan alkali terhadap
kekuatan impak.
5.2.6 Analisis Interaksi Faktor Perlakuan alkali dan Komposisi Core
Berdasarkan Kekuatan Impak
Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara
faktor perlakuan alkali dengan komposisi core. Interaksi antara faktor perlakuan
alkali dengan komposisi core disajikan pada tabel 5.7.
Tabel 5.7 Rata-rata kekuatan impak berdasarkan perlakuan alkali dan komposisi core
Perlakuan alkali
Komposisi Core
b1(20%sekam) b2(10%sekam)
1 jam 20.9250 19.8424
2 jam 19.9934 20.4988
2 jam 23.5964 18.9611
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa bahwa nilai rata-rata kekuatan impak
komposit sandwich tidak terjadi perubahan yang signifikan dalam faktor komposisi
core pada perubahan variabel respon yang sama pada level yaitu b1 dan b2 dengan
level pada faktor perlakuan alkali 1 jam, 2 jam dan 3 jam sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor ketebalan core dan perlakuan alkali. Hal itu
disebabkan pencampuran bahan yang tidak homogen serta range perlakuan akali yang
kurang lebar sehingga menghasilkan kekuatan impak yang tidak signifikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-17
5.2.7 Analisis Interaksi Faktor Ketebalan Core, Komposisi Core dan Perlakuan
Alkali Berdasarkan Kekuatan Impak
Berdasarkan uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara
faktor ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali. Interaksi antara faktor
ketebalan core, komposisi core dan perlakuan alkali disajikan pada tabel 5.8.
Tabel 5.8 Rata-rata kekuatan impak berdasarkan komposisi core, ketebalan core dan perlakuan alkali (J/mm2)
alkali 1jam alkali 2jam alkali 3jam alkali 1jam alkali 2jam alkali 3jam
10 mm 18.7630 17.3701 18.8198 18.9537 17.9473 17.6399
15 mm 23.0871 22.6167 28.3730 20.7310 23.0503 20.2823
komposisi b1 komposisi b2ketebalan
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa pada ketebalan core 10 mm terjadi kenaikan
kekuatan bending yang cukup besar, kenaikan itu terjadi pada pada level perlakuan
alkali dan komposisi core (dari 2 jam hingga 3 jam pada komposisi b1). Pada
ketebalan core 15 mm cenderung stabil untuk kekuatan bending hanya terjadi
penurunan yang kecil pada perlakuan alkali 1 jam hingga 2 jam pada komposisi b1.
Meskipun pola perubahan kekuatan impak pada faktor ketebalan core, komposisi
core dan perlakuan alkali mengalami kenaikan dan penurunan, namun berdasar hasil
uji ANOVA perbedaan tersebut tidak signifikan, sehingga dapat disimpulkan tidak
terjadi interaksi antar faktor jenis kertas, kerapatan dan persentase perekat pada level-
level tersebut.
5.3 ANALISIS HASIL UJI HAMBAT PANAS
Uji hambat panas pada penelitian ini digunakan sebagai validasi komposit
panel hambat panas yang memiliki kekuatan bending dan impak tertinggi yang masih
mempunyai kemampuan hambat panas. Pemilihan spesimen dengan nilai tertinggi
mewakili semua spesimen untuk nilai minimal hambat panasnya. Pengujian hambat
panas dilakukan pada spesimen bending yaitu pada faktor ketebalan core 10 mm,
perlakuan alkali 2 jam sedangkan impak pada faktor ketebalan core 15 mm,
perlakuan alkali 3 jam. Pengujian hambat panas menggunakan alat uji berupa tabung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-18
tembaga dengan konduktivitas panas 379 W/m°C dan laju perpindahan kalor
konduksi sebesar 0,5 W.
Nilai konduktivitas panas komposit sandwich dengan kekuatan bending
tertinggi sebesar 0,338 W/m°C dan kekuatan impak tertinggi 0,482 W/m°C. Menurut
Aswati (2001) nilai konduktivitas panas kayu jati 0,468 W/m°C, kayu mahoni
0,413 W/m°C, kayu sonokeling 0,389 W/m°C, kayu kamper 0,458 W/m°C dan kayu
mranti 0,486 W/m°C. Perbandingan konduktivitas panas berdasar kekuatan bending
dan impak tertinggi dengan berbagai jenis kayu disajikan pada gambar 5.7.
Gambar 5.9 Grafik perbandingan konduktivitas panas komposit dengan kayu
Gambar 5.9 menunjukkan perbandingan besarnya konduktivitas panas
komposit sandwich berdasarkan spesimen bending dan impak dengan jenis kayu.
Komposit sandwich kekuatan bending memiliki nilai konduktivitas panas yang lebih
kecil dari kayu jati, kayu mahoni, kayu sonokeling dan kamper, sehingga nilai
hambat panas komposit spesimen bending lebih besar dari jenis kayu tersebut.
Komposit sandwich kekuatan impak memiliki konduktivitas lebih kecil dari kayu
mrati sehingga komposit sandwich mempunyai hambat panas yang lebih baik dari
Spesimen bending
Spesimen impak kayu jati
kayu mahoni kayu sonokeling
kayu kamper kayu mranti
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0 1 2 3 4 5 6 7
kond
uktiv
tas
pana
s W/m
°C
Perbandingan nilai konduktivitas panas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user V-19
kayu mranti. Semakin besar nilai konduktivitas panas maka nilai hambat panas
semakin kecil. Besar hambat panas kekuatan bending 23,55 0C/W lebih rendah
dibandingkan kekuatan impak yaitu 24,78 0C/W. Hal ini disebabkan karena spesimen
impak lebih tebal dari spesimen bending, sehingga menyebabkan tingkat kerapatan
yang semakin berkurang dengan penambahan ketebalan sehingga terjadi ruang hampa
di dalam spesimen yang menghambat laju perpindahan panas pada spesimen. Selain
itu berdasarkan rumus hambat panas faktor ketebalan berbanding lurus dengan nilai
hambat panas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini membahas tentang kesimpulan yang diperoleh berdasar
pengolahan data dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kekuatan bending dan impak komposit sandwich bersifat hambat panas
dengan core berbahan dasar limbah kertas buram dan sekam padi sedangkan skin
karung plastik dan resin. Pemberian saran dimaksudkan untuk pengembangan
penelitian lebih lanjut. Penjelasan dari kesimpulan dan saran tersebut diuraikan
pada subbab berikut ini.
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai konduktivitas panas yang dimiliki komposit sandwich berdasar rata-rata
kekuatan bending tertinggi 0,338 W/m0C mampu menghambat panas sebesar
23,550C/W sedangkan rata-rata kekuatan impak tertinggi memiliki
konduktivitas panas 0,482 W/m0C mampu menghambat panas sebesar 24,78 0C/W
2. Interaksi antar faktor tidak berpengaruh terhadap kekuatan bending dan impak
komposit sandwich dengan core berbahan kertas buram dan sekan padi
dengan skin karung plastik dan resin.
3. Rata-rata kekuatan bending tertinggi sebesar 124,79 kgf/cm2 dengan
ketebalan core 10 mm dan perlakuan alkali sekam padi pada core selama
2 jam Sedangkan Rata-rata kekuatan impak tertinggi sebesar 28,373 J/mm2
dengan ketebalan core 15mm.
6.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian untuk langkah
pengembangan atau penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai skin dari karung plastik
dengan perekat resin untuk variasi serat karung plastik yang digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-2
2. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan cara untuk mengetahui bahwa
pencampuran bahan terdistribusi merata/homogen.
3. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya ditemukan bagaimana cara perekatan
skin dengan core agar merekat dengan baik dan tidak timbul void
(kekosongan/rongga) sehingga menghasilkan ikatan antar core dan skin yang
semakin kuat.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan hambat panas
komposit sandwich dari berbagai kombinasi skin dan persentase bahan yang
berbeda.
5. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan pelebaran range untuk perlakuan
alkali sehingga terlihat kenaikan dan penurunan kekuatan bending sehingga
dapat signifikan.