kekuasaan pemerintah pada kehidupan bangsa dan negara

30
MAKALAH KEKUASAAN PEMERINTAH PADA KEHIDUPAN BANGSA DAN NEGARA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DOSEN PENGAJAR : MASFUUKHATUR ROHMAH DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 Kelas 1KB06 1. Adam Malik A.J 20114165 2. Barep Cikal Yusuf 22114035 3. Fakhri Abiyansyah Putra 23114898 4. Jonathan Sihombing 25114694 5. Muhammad Ammar Ramadhan 27114077 6. Muhamad Fakhri Ramdani 26114921 7. Patar Sirait 28114406 8. Ryan Setiawan 29114896 9. Wahyu Ajis Saputra 2C114121 8 OKTOBER 2014 UNIVERSITAS GUNADARMA

Upload: universitas-gunadarma

Post on 13-Jul-2015

245 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

MAKALAH

KEKUASAAN PEMERINTAH PADA KEHIDUPAN BANGSA DAN

NEGARA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

DOSEN PENGAJAR : MASFUUKHATUR ROHMAH

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 Kelas 1KB06

1. Adam Malik A.J 20114165

2. Barep Cikal Yusuf 22114035

3. Fakhri Abiyansyah Putra 23114898

4. Jonathan Sihombing 25114694

5. Muhammad Ammar Ramadhan 27114077

6. Muhamad Fakhri Ramdani 26114921

7. Patar Sirait 28114406

8. Ryan Setiawan 29114896

9. Wahyu Ajis Saputra 2C114121

8 OKTOBER 2014

UNIVERSITAS GUNADARMA

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat,

dan mempunyai kekuasaaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem poitik, yaitu

pola mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedangkan kekuasaan sendiri

adalah hak dan kewenangan serta tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu.

Pembagian kekuasaan pemerintah RI 1945 berdasarkan ajaran pembagian

kekuasaan atau yang disebut sebagai Trias Poltiica. Trias Politica adalah suatu

prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan yang baik, sebaiknya tidak

diserahkan pada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Ajaran ini diajarkan oleh pemikir Inggris John Locke dan pemikir Perancis

Montesquieu. Menurut ajaran tersebut dijelaskan bahwa sistem pemerintahan

dibagi menjadi tiga :

1. Badan Legislatif

Badan yang bertugas membentuk Undang-Undang

2. Badan Eksekutif

Badan yang bertugas melaksanakan Undang-Undang

3. Badan Yudikatif

Badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-Undang,

memeriksa, dan mengadilinya

Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis dalam

susunan ketatanegeraan menurut UUD 1945 adalah bersumber pada susunan

ketatanegaraan Indonesia asli yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah

negara Inggris, Perancis, Arab, AS, dan Rusia. Aliran-aliran itu oleh Indonesia

diperhatikan sungguh-sungguh dalam penguasaan ketatanegaraan ini, karena

semata-mata untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut

konstitusi proklamasi.

Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-

Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan

Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai

kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil

Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai

tingkat RT.

Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari

suara dan tangan rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam

sistem demokrasi, pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat.

Kekuasaan bahkan diidealkan penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.

Pada kurun waktu tahun 1999-2002, Undang-Undang Dasar 1945 telah

mengalami empat kali perubahan (amandemen). Perubahan (amandemen)

Undang-Undang Dasar 1945 ini, telah membawa implikasi terhadap sistem

ketatanegaraan Indonesia. Dengan berubahnya sistem ketatanegaraan Indonesia,

maka berubah pula susunan lembaga-lembaga negara yang ada.

A. SEBELUM AMANDEMEN UUD 1945

Sebelum diamandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga tertinggi

dan lembaga tinggi negara, serta hubungan antar lembaga-lembaga tersebut.

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat

diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan

kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar

kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK).

Adapun kedudukan dan hubungan antar lembaga tertinggi dan lembaga-

lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 sebelum diamandemen, dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dirubah karena di dalam Pembukaan UUD

1945 terdapat tujuan negara dan pancasila yang menjadi dasar negara

Indonesia. Jika Pembukaan UUD 1945 ini dirubah, maka secara otomatis

tujuan dan dasar negara pun ikut berubah.

2. MPR

Sebelum perubahan UUD 1945, kedudukan MPR berdasarkan UUD 1945

merupakan lembaga tertinggi negara dan sebagai pemegang dan pelaksana

sepenuhnya kedaulatan rakyat. MPR diberi kekuasaan tak terbatas (Super

Power). karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya

oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang

berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil

presiden.

3. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negaradalam sistem

ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan

kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari

pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi

badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan

agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.

4. BPK

Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembagatinggi

negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang

memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD

1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih

oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan

Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. Pasal 23 ayat (5) UUD

Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang

Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang

peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu

disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

5. DPR

Tugas dan wewenang DPR sebelum amandemen UUD 1945 adalah

memberikan persetujuan atas RUU [pasal 20 (1)], mengajukan rancangan

Undang-Undang [pasal 21 (1)], Memberikan persetujuan atas PERPU [pasal

22 (2)], dan Memberikan persetujuan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara [pasal 23 (1)]. UUD 1945 tidak menyebutkan dengan jelas bahwa

DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan pengawasan.

6. Presiden

a) Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR,

meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”.

b) Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi

(consentration of power and responsiblity upon the president).

c) Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga

memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan

yudikatif (judicative power).

d) Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.

e) Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat

sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa

jabatannya.

B. SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan

(amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD

1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di

tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang

sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga

dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang

semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan

konstitusi.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan

dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan,

eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai

dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945

dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap

mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau

selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah Amandemen UUD 1945, dapat

dijelaskan sebagai berikut: Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi

dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut

UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6

lembaga negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden,

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),

Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),

Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

1. BPK

a) Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

b) Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara

(APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan

kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

c) Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap

provinsi.

d) Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen

yang bersangkutan ke dalam BPK.

2. MPR

a) Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi

negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.

b) Menghilangkan supremasi kewenangannya.

c) Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.

d) Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden

e) Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.

f) Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan

Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih

secara langsung melalui pemilu.

3. DPR

a) Posisi dan kewenangannya diperkuat.

b) Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan

presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara

pemerintah berhak mengajukan RUU.

c) Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.

d) Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan

fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.

4. DPD

a) Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan

kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah

ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai

anggota MPR.

b) Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik

Indonesia.

c) Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.

d) Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain

yang berkait dengan kepentingan daerah.

5. Presiden

a) Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara

pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta

memperkuat sistem pemerintahan presidensial.

b) Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.

c) Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.

d) Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan

pertimbangan DPR.

e) Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan

pertimbangan DPR.

f) Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan

wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu,

juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.

6. Kehakiman

a. Mahkamah Agung

1) Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan

yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan

keadilan [Pasal 24 ayat (1)].

2) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-

undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan

Undang-undang.

3) Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan

Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan

militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

4) Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan

kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian,

Advokat/Pengacara dan lain-lain.

b. Mahkamah Konstitusi

1) Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the

guardian of the constitution).

2) Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus

sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai

politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas

pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau

wakil presiden menurut UUD.

3) Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh

Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden,

sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara

yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif

C. KEKUASAAN PRESIDEN RI SEBELUM PERUBAHAN

UUD 1945

Sebelum perubahan UUD RI 1945 pada tahun 1999-2002, Republik

Indonesia pernah berganti konstitusi mulai dari UUD 1945, UUD RIS 1949,

UUD Sementara 1950, dan kembali lagi ke UUD 1945 melalui dekrit presiden

pada tanggal 5 Juli 1959. Perubahan tersebut tentu berpengaruh terhadap lembaga

kepresidenan maupun kekuasaan presiden.

1. Kekuasaan Presiden Menurut UUD 1945

Undang-undang Dasar 1945 menempatkan kedudukan Presiden pada posisi

yang sangat penting dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Itu terlihat dengan

dimilikinya dua fungsi penting oleh presiden , yaitu fungsi sebagai kepala Negara

dan fungsi sebagai kepala pemerintahan. Kekuasaan presiden antara lain sebagai

berikut :

a. Kekuasaan di Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan

Pasal 4 ayat 1 jelas mengatakan, “Presiden Republik Indonesia memegang

kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar.” Makna dari pasal itu

yakni, presiden adalah satu-satunya orang yang memimpin seluruh pemerintahan.

b. Kekuasaan di Bidang Legislatif

UUD 1945 memberikan kekuasaan legislatif kepada presiden lebih besar

daripada DPR. Selain mempunyai kekuasaan membentuk Undang-Undang

bersama DPR, dalam kondisi kegentingan yang memaksa presiden juga

mempunyai kekuasaan membentuk peraturan pemerintah sebagai pengganti

undang-undang (Perpu), serta berhak menetapkan peraturan pemerintah untuk

menjalankan Undang-Undang.

c. Kekuasaan di Bidang Yudisial

Presiden, menurut UUD 1945, juga mempunyai beberapa kekuasaan

yudisial, yaitu: pertama, kekuasaan memberi grasi kepada orang yang dihukum.

Kedua, presiden mempunyai kekuasaan untuk memberikan abolisi. Ketiga,

presiden mempunyai kewenangan untuk memberikan amnesti. Keempat, presiden

mempunyai kekuasaan untuk melakukan rehabilitasi kepada seseorang yang

haknya telah hilang akibat putusan pengadilan.

d. Kekuasaan di Bidang Militer

“Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan

Laut, dan Angkatan Udara.” Menurut bunyi pasal 10 UUD 1945, presiden adalah

Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata. Selain itu, presiden, dengan persetujuan

DPR, mempunyai kekuasaan untuk menyatakan perang dan membuat perdamaian

dengan negara lain.

e. Kekuasaan Hubungan Luar Negeri

Kekuasaan mengenai hubungan luar negeri yang sering disebut sebagai

kekuasaan diplomatik berupa kekuasaan untuk membuat perjanjian dengan negara

lain. UUD 1945 Pasal 11 mengatur mengenai kekuasaan menyatakan perang dan

membuat perdamaian dengan negara lain. Dalam hal membuat perjanjian, pasal

tersebut juga mewajibkan kepada presiden untuk meminta persetujuan DPR.

f. Kekuasaan Darurat

Menurut UUD 1945 Pasal 12 yang mengatakan: “Presiden menyatakan

keadaan bahaya. Syarat-syarat keadaan bahaya diterapkan dengan undang-

undang.” Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 6 Tahun

1946 tentang Keadaan Bahaya.

Dalam sejarahnya, kekuasaan darurat ini pernah dilakukan oleh Presiden

Soekarno, yaitu:pertama, ketika Perdana Menteri Syahrir diculik. Kedua, ketika

suasana politik yang memanas akibat perundingan dengan Belanda menemui jalan

buntu. Ketiga, ketika terjadi perebutan kekuasaan di Madiun.

g. Kekuasaan Mengangkat atau Menetapkan Pejabat Tinggi Negara

Secara eksplisit UUD 1945 hanya mencantumkan beberapa pejabat tinggi

negara yang harus diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Antara lain adalah;

menteri-menteri, duta dan konsul. Namun, karena presiden mempunyai

kewenangan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR, dan

mempunyai kekuasaan untuk membentuk peraturan pemerintah, maka hampir

semua pejabat tinggi diangkat oleh presiden, seperti: hakim-hakim agung, jaksa

agung, ketua badan pemeriksa keuangan, dan lain-lain.

2. Kekuasaan Presiden Menurut Konstitusi RIS 1949

Berbeda dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menempatkan presiden

sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, dalam UUD RIS 1945

kedudukan presiden hanya sebagai kepala negara. Sementara kekuasaan

pemerintahan dijalankan oleh kabinet yang dikepalai oleh perdana menteri.Namun

secara formal, presiden juga adalah pemerintah. Karena sifatnya Cuma formalitas,

maka kekuasaan dalam pemerintahan bergantung pada menteri-menteri. Semua

keputusan atau peraturan harus diambil oleh kabinet, kemudian keputusan atau

peraturan tersebut ditandatangani oleh presiden dan ditandatangani oleh menteri.

Dari ketentuan pasal-pasal yang terdapat dalam Bab III tentang “Perlengkapan

Republik Indonesia Serikat” konstitusi RIS 1949, kekuasaan presiden antara lain

sebagai berikut :

a. Kekuasaan Mengangkat atau Menetapkan Pejabat Tinggi Negara

Meskipun dalam setiap pengambilan keputusan pemerintahan presiden harus

bergantung dengan kabinet, namun secara formal presiden adalah kepala

pemerintahan,sehingga segala keputusan pemerintah adalah sama dengan

keputusan presiden.

b. Kekuasaan di Bidang Legislasi

“Peraturan-peraturan menjalankan undang-undang ditetapkan oleh pemerintah

namanya ialah peraturan pemerintah.” Undang-undang Federal dan Peraturan

pemerintah itu dilakukan dengan keputusan presiden. Semua peraturan tersebut

ditandatangani oleh presiden dan oleh menteri bersangkutan.

c. Kekuasaan di Bidang Yudisial

Seperti halnya dalam UUD 1945, menurut Konstitusi RIS 1949 presiden

mempunyai hak memberi ampunan dan keringanan hukuman atas hukuman yang

telah dijatuhkan oleh pengadilan. Tetapi kalau amnesti, hanya bisa diberikan jika

presiden sudah meminta nasihat dari Mahkamah Agung. Sedangkan abolisi, diatur

dalam Pasal 160 Konstitusi RIS 1949.

d. Kekuasaan di Bidang Militer

Kekuasaan atas angkatan bersenjata secara tegas dicantumkan dalam Pasal 182

Konstitusi RIS 1949.

3. Kekuasaan Presiden Menurut Undang-Undang Dasar Sementara 1950

Serupa dengan UUD RIS 1949, UUD Sementara 1950 juga secara tegas

menyatakan dalam Pasal 45 Ayat (1) “Presiden ialah Kepala Negara.” Karena

kedudukan presiden adalah sebagai kepala negara, maka presiden tidak dapat

dimintai pertanggungjawaban , sementara yang harus bertanggungjawab adalah

para menteri baik secara sendiri-sendiri maupun secara kolektif. Persoalan

kemudian muncul ketika UUD Sementara 1950 tidak secara tegas dalam satu

pasal pun yang menyatakan apakah presiden merupakan bagian dari pemerintah

bersama-sama para menteri, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 60 UUD RIS.

Keadaan seperti inilah yang kemudian menimbulkan ketidakstabilan dalam

pemerintahan. Presiden Soekarno menganggap keadaan seperti ini menimbulkan

“dualisme” dalam kepemimpinan bangsa di mana pimpinan revolusi dipisahkan

dari pimpinan pemerintahan. Pimpinan revolusi justru dilumpuhkan oleh

pimpinan pemerintahan dan hanya dijadikan “tukang stempel”.

Menurut Ismail Suny, Presiden adalah bagian dari suatu “dwi-tunggal”

Pemerintah Republik Indonesia. Sedangkan para menteri merupakan bagian yang

lain. Pendapat ini didasarkan pada penafsiran sistematis penempatan ketentuan

mengenai presiden dan menteri-menteri yang ditempatkan secara bersama-sama

pada Bagian I dari Bab II dengan kepala; “Pemerintah.” Kemudian apabila

dihubungkan Bagian I dari Bab II ini dengan Bagian I dari Bab III terutama Pasal

83, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peniadaan Pasal 68 UUD RIS 1949

dalam UUD Sementara 1950, hanyalah dimaksudkan untuk tidak perlu

menjelaskan hal yang sudah dianggap sudah cukup terang.

Dalam hal adanya ketentuan dalam Pasal 85, segala keputusan presiden

ditandatangani oleh menteri-menteri yang bersangkutan adalah dimaksudkan

bahwa menteri-menteri yang tersebut setuju dengan keputusan itu. Persetujuan itu

sangat penting karena Pasal 83 UUD Sementara 1950 menyatakan bahwa menteri-

menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah. Sedangkan

presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu-gugat (tak bertanggung jawab).

Oleh karena itu, maksud dari Pasal 83 tersebut adalah untuk memberikan

kepada menteri-menteri dan parlemen tempat menteri-menteri bertanggung jawab

pemegang kekuasaan membentuk undang-undang dan peraturan-peraturan

lainnya, sementara kekuasaan yang dipegang oleh presiden hanya apa yang secara

tegas dinyatakan oleh beberapa pasal yang tertera di dalam UUD Sementara 1950.

a. Kekuasaan Mengangkat atau Menetapkan Pejabat Tinggi Negara

Undang-undang Dasar Sementara 1950 secara tegas memberikan kekuasaan

kepada presiden untuk mengangkat wakil presiden, perdana menteri, menteri-

menteri,dan pejabat-pejabat lainnya. Presiden juga memiliki kekuasaan untuk

mengesahkan pemilihan ketua dan wakil-wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

b. Kekuasaan di Bidang Legislasi

Presiden memiliki kekuasaan untk mengambil inisiatif dalam perundang-

undangan dan menyampaikan rancangan Undang-undang ke DPR dengan amanat

presiden. Selain itu, presiden juga berwenang untuk membubarkan DPR, jika

lembaga tinggi tersebut tidak mewakili kehendak rakyat.

c. Kekuasaan di Bidang Yudisial

UUD Sementara 1950, memberikan kekuasaan kepada presiden untuk

memberikan grasi kepada seseorang yang dijatuhi hukuman. Sedangkan

kekuasaan abolisi dan amnesti , tidak diberikan oleh UUD Sementara 1950

kepada presiden melainkan melalui UU setelah meminta nasihat dari Mahkamah

Agung.

d. Kekuasaan di Bidang Militer

Pasal 85 UUD Sementara 1950 secara tegas mengatakan bahwa presiden

memegang kekuasaan atas angkatan perang. Namun, dalam UUD Sementara 1950

tidak disebutkan secara jelas mengenai penyebutan jabatan presiden selaku

pemegang kekuasaan atas angkatan perang. Pasal 127 ayat 1 UUD Sementara

hanya menyebutkan “Presiden ialah Panglima Tertinggi tentara atas Angkatan

Perang Republik Indonesia”. Pada UUD Sementara 1950 secara tegas menyatakan

bahwa presiden dengan cara dan dalam bentuk hal-hal yang akan ditentukan

dengan undang-undang, dapat menyatakan daerah Republik Indonesia atau

bagian-bagian daripadanya dalam keadaan bahaya, bila presiden menganggap itu

perlu untuk kepentingan keamanan dalam negeri dan keamanan luar negeri.

e. Kekuasaan di Bidang Hubungan Luar Negeri

UUD Sementara 1950 secara tegas menyatakan bahwa presiden mempunyai

kekuasaan untuk mengadakan dan mengesahkan perjanjian (traktat) dan

persetujuan dengan negara lain. Perjanjian tersebut tidak sah jika belum disetujui

dengan undang-undang. Presiden juga mempunyai kekuasaan untuk menunjuk

wakil-wakil diplomatik dan konsuler di negara-negara asing.

4. Berlakunya Kembali UUD 1945 Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Secara normatif, tidak ada satu perubahan pasal pun dalam UUD 1945 pasca

Dekrit Presiden 1959. Dekrit hanyalah sebuah instrument yang digunakan oleh.

Presiden Soekarno dalam memberlakukan kembali UUD 1945 setelah

Konstituante hasil pemilu tidak berhasil merumuskan suatu UUD yang baru.

Pasca pemberlakuan kembali UUD 1945 dikenal dengan era “Demokrasi

Terpimpin”. Sebutan ini dimunculkan oleh Kabinet Djuanda pada tanggal 19

Februari 1959 yang mengambil keputusan secara bulat mengenai pelaksanaan

demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke UUD 1945. Demokrasi Terpimpin

menurut Djuanda sebagaimana telah dimaksudkan dalam Pembukaan UUD 1945,

“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

dan perwakilan.” Menurut Djuanda, demokrasi terpimpin bukanlah diktator,

berbeda pula dengan demokrasi sentralisasi, dan berbeda pula dengan demokrasi

liberal. Tetapi pada kenyataannya di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan

Djuanda itu. Itu terlihat adanya pemusatan kekuasaan pada presiden. Pemusatan

kekuasaan tersebut bisa dilihat pada Kabinet Kerja III.

Pertama, Presiden membentuk dewan nasional dengan tugas membantu

pemerintah. Dewan nasional merupakan sebuah badan untuk menghimpun

kekuasaan-kekuasaan ekstraparlemen. Kedua, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan dan kemudian atas dasar Penetapan Presiden

No.4 tahun 1960,presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong

(DPR-GR). Ketiga, Ketua dan Wakil ketua DPR-GR, Ketua dan Wakil ketua

Majelis Permusyawaratan Sementara (MPRS), Wakil ketua Dewan Pertimbangan

Agung dan Ketua Dewan Perancang Nasional diberi kedudukan sebagai Wakil

Menteri Pertama dan Menteri. Itu artinya, kedudukan 4 lembaga negara tersebut

berada dibawah presiden.

Pada Demokrasi Terpimpin ini sering terjadi pergantian kabinet, mulai dari

Kabinet III berubah menjadi Kabinet IV, lalu berganti kembali menjadi kabinet

Dwikora hingga pada puncaknya terjadi peristiwa pemberontakan yang dilakukan

oleh PKI atau yang lebih dikenal dengan G30-S/PKI pada tanggal 30 September

1965. Pada peristiwa itu pula , gugur lah 7 orang Jenderal dari ABRI.

Setelah peristiwa itu,Presiden Soekarno dihadapkan pada situasi politik yang

sangat sulit. Presiden menerima tuntutan dari rakyat atau yang dikenal dengan Tri

Tuntutan Rakyat (Tritura). Isinya menuntut presiden membubarkan

PKI,membersihkan Kabinet dari pengaruh PKI dan menurunkan harga barang.

Atas desakan massa, akhirnya tuntutan untuk pembersihan Kabinet Dwikora

dikabulkan.

Kemudian Kabinet Dwikora dirombak menjadi Kabinet Dwikora yang

disempurnakan atau yang lebih dikenal dengan Kabinet Seratus Menteri. Tetapi

Kabinet tersebut tidak bisa mengatasi situasi poltik yang memanas pada waktu itu.

Di dalam kabinet tersebut diduga masih terdapat beberapa menteri dari PKI,

sehingga terjadi unjuk rasa besar-besaran yang dipimpin oleh “Angkatan 66” pada

saat pelantikan kabinet tersebut.

Kemudian pada tanggal 11 Maret 1966, sesuai dengan sidang Kabinet 100

menteri, Mayjen Basuki Rachmad, Brigjen. M. Jusuf, dan Brigjen Amir Machmud

menghadap Letjen Soeharto selaku Menteri/Panglima Angkatan Darat, untuk

meminta izin menghadap kepada Presiden Soekarno di Istana Bogor. Dari Bogor

ketiga jenderal ini membawa surat perintah dari Presiden Soekarno yang ditujukan

kepada Letjen Soeharto. Surat perintah ini dikenal dengan Surat Perintah 11 Maret

(Supersemar). Isi surat tersebut adalah mengambil tindakan-tindakan yang

diperlukan untuk mengatasi keadaan atas nama Presiden/Panglima

Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi.

Pada masa Kabinet Ampera, posisi Presiden Soekarno, sama sekali tidak ada

artinya. Presiden tidak memliki lagi bargaining position dalam percaturan politik .

Indikator lemahnya posisi Presiden Soekarno pada tanggal 10 Januari, 12 hari

sebelum menyerahkan kekuasaan sepenuhnya ke tangan Soeharto. Politik

Berdikari dengan semboyan go to hell with your aids runtuh bersamaan dengan

jatuhnya supremasi kekuasaan eksekutif Presiden Soekarno.

Dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dan

Soeharto diangkat menjadi presiden. Soeharto pun pada tanggal 11 Oktober 1967

dengan nama Kabinet Ampera yang Disempurnakan. Dari sini baik secara yuridis

maupun secara politik, Soeharto resmi memegang tampuk kekuasaan lembaga

kepresidenan.

B. KEKUASAAN PRESIDEN RI SETELAH PERUBAHAN

UUD 1945

Undang-undang Dasar 1945 sebelum perubahan memberikan kekuasaan

sangat besar kepada Presiden RI pada waktu itu. Besarnya kekuasaan tersebut

dalam praktiknya ternyata disalahgunakan sehingga memunculkan pemerintahan

yang otoriter, sentralistis, tertutup dan penuh KKN (korupsi. kolusi dan

nepotisme), baik pada masa Presiden Soekarno maupun pada masa Presiden

Soeharto. Tuntutan dari berbagai elemen masyarakat diproses oleh MPR pada

sidang istimewa pada tahun 1998. MPR mengeluarkan tiga Ketetapan MPR, yakni

; Pertama, Ketetapan MPR No.VIII/MPR/1998 tentang pencabutan Ketetapan

MPR No.IV/MPR/1983 tentang referendum. Kedua, Ketetapan MPR

No.XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil

Presiden RI. Ketiga, Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi

Manusia (HAM).

Setelah terbitnya ketiga Ketetapan MPR tersebut. Kehendak dan kesepakatan

untuk melakukan perubahan UUD 1945 makin mengkristal di kalangan

masyarakat dan kekuatan sosial politik, termasuk partai politik. Akhirnya MPR

melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebanyak empat kali.

1. Kekuasaan Penyelenggaraan Pemerintahan

“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut

Undang-undang Dasar.” Demikianlah bunyi pasal 4 ayat 1 UUD 1945 yang

menjadi dasar presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pasal tersebut

tidak mengalami perubahan.

2. Kekuasaan di Bidang Peraturan Perundang-undangan

a. Kekuasaan Mengajukan RUU, dan Membahasnya Bersama DPR

Berdasarkan Pasal 5 UUD 1945 sebelum perubahan, presiden memegang

kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR). Namun setelah perubahan, kekuasaan membentuk udang-undang

dipegang oleh DPR. Sesuai dengan pasal 20 ayat 1 UUD 1945 setelah perubahan.

Secara tegas, “ Dewan Perwakilan Rakyat membentuk undang-undang.”

Meskipun begitu, presiden tetap mempunyai hak untuk mengajukan rancangan

undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

b. Kekuasaan Membentuk Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti

Undang-undang (Perpu)

Ketentuan Pasal 22 Ayat 1 UUD 1945 tidak mengalami perubahan. Pasal

tersebut berbunyi, “Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden

berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.”

Syarat pokok yang harus dipenuhi oleh seorang presiden ketika akan

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) tersebut

adalah unsur, “kegentingan yang memaksa.” Tidak ada penjelasan resmi yang

berkaitan dengan unsur “dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa” tersebut.

c. Kekuasaan Menetapkan Peraturan Pemerintah

“Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-

undang sebagaimana mestinya.” Itu menurut Pasal 5 Ayat 2 UUD 1945 yang tidak

mengalami perubahan sama sekali.

Peraturan pemerintah (PP) dapat dibuat berdasarkan perintah tegas dari

undang-undang (delegasi) atau berdasarkan pertimbangan presiden untuk

melaksanakan suatu undang-undang.

3. Kekuasaan Di Bidang Yudisial

Menurut ketentuan Pasal 14 UUD 1945 sebelum perubahan,

presiden mempunyai kewenangan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi dan

rehabilitasi. Namun setelah perubahan UUD 1945 yang pertama, ketentuan

tersebut sedikit mengalami perubahan yaitu ; dalam hal memberikan grasi dan

amnesti , Presiden memerhatikan pertimbangan Mahkamah Agung, dan dalam hal

memberi amnesti, dan abolisi, presiden memerhatikan pertimbangan DPR.

4. Kekuasaan dalam Hubungan dengan Luar Negeri

Menurut Bagir Manan, hubungan dengan luar negeri adalah masuk dalam

kekuasaan asli eksekutif (original power of executive). Hanya eksekutif yang

mempunyai kekuasaan untuk melakukan setiap bentuk atau inisiatif hubungan

luar negeri. Meskipun inisiatif dan keputusan tetap pada eksekutif, namun dalam

perkembangannya dalam hal-hal tertentu suatu hubungan luar negeri wajib

mengikutsertkan badan perwakilan.

Dalam UUD 1945, baik sebelum maupun sesudah perubahan, menetapkan

beberapa jenis hubungan luar negeri, yaitu ; mengadakan perjanjian dengan

negara lain, menyatakan perang dengan negara lain, mengadakan perdamaian

dengan negara lain, mengangkat duta dan konsul untuk negara lain dan menerima

duta dan konsul negara lain.

a. Kekuasaan Mengadakan Perjanjian dengan Negara Lain

Ada sedikit perubahan dalam ketentuan Pasal 11 UUD 1945 yang mengatur

mengenai perjanjian internasional. Perubahan tersebut berupa penambahan dua

ayat pada pasal tersebut. Ayat 1, isinya sama dengan bunyi Pasal 11 Ayat 1

sebelum perubahan. Ayat 2 berbunyi, “Presiden dalam membuat perjanjian

internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi

kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau

mengharuskan perubahan atau pembentukkan undang-undang harus dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Dan Ayat 3 berbunyi, “Ketentuan lebih

lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.”

b. Kekuasaan Menyatakan Perang dengan Negara Lain

Presiden sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 11 UUD

1945, baik sebelum dan sesudah perubahan mempunyai kewenangan menyatakan

perang dengan negara lain. Pasal 11 UUD 1945 yang berkaitan dengan pengaturan

perang dengan negara lain, tidak mengalami perubahan secara signifikan dari

dahulu hingga sampai sekarang, presiden tetap memerlukan persetujuan DPR.

Sesuatu yang wajar jika perang memerlukan persetujuan DPR, karena

membawa konsekuensi yang sangat besar bagi kehidupan bangsa dan negara.

c. Kekuasaan Mengadakan Perdamaian dengan Negara Lain

Sesuai Pasal 11 UUD 1945, presiden mempunyai kekuasaan untuk membuat

perdamaian dengan negara lain. Perjanjian perdamaian dalam rangka mengakhiri

secara de jure peperangan atau permusuhan , tidak hanya sebatas pada

penghentian permusuhan, tetapi mencakup juga hal-hal lain seperti soal tawanan,

ganti rugi akibat peperangan dan lain-lain. Dalam hal ini, presiden wajib meminta

persetujuan DPR.

d. Kekuasaan Mengangkat dan Menerima Duta dan Konsul

Pasal 13 UUD 1945 yang menjadi dasar kewenangan presiden dalam hal

mengangkat duta dan konsul serta menerima duta dan konsul negara lain sedikit

mengalami perubahan. Perubahan UUD 1945 dalam hal ini mengangkat duta dan

menerima duta dari negara lain, presiden diharuskan memerhatikan pertimbangan

presiden.

5. Kekuasaan Menyatakan Keadaan Bahaya

Berdasarkan pada Pasal 12 UUD 1945 yang tidak mengalami perubahan sama

sekali, presiden memiliki kewenangan untuk menyatakan keadaan bahaya. Pasal

tersebut berbunyi, “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan

akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.”

Dengan merujuk pada ketentuan pasal itu, maka presiden menyatakan Negara

dalam keadaan bahaya tidak perlu meminta persetujuan DPR terlebih dahulu.

Namun syarat dan akibat keadaan bahaya harus diatur dalam undang-undang yang

berarti memerlukan persetujuan DPR.

6. Kekuasaan Sebagai Pemegang Kekuasaan Tertinggi Angkatan Bersenjata

“Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.” Demikian bunyi Pasal 10 UUD 1945 yang

tidak mengalami perubahan sama sekali.

Dari ketentuan tersebut, maka kepolisian tidak termasuk sebagai angkatan

perang atau bersenjata. Tetapi pada era sebelum reformasi, angkatan kepolisian

dinyatakan sebagai Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Namun setelah

reformasi, ketentuan tersebut telah mengalami perubahan setelah keluarnya

Ketetapan MPR No.VI/MPR/2000 tentang pemisahan Tentara Nasional Indonesia

dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

7. Kekuasaan Memberi Gelar dan Tanda Kehormatan Lainnya

Kekuasaan presiden dalam hal memberikan gelar, tanda jasa, dan lain-lain

tanda kehormatan diatur dalam Pasal 15 UUD 1945. Sebelum perubahan , pasal

tersebut berbunyi, ”Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda

kehormatan.” Namun setelah perubahan, pasal tersebut berbunyi menjadi ;

“Presiden memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur di

dalam undang-undang.

Tanda jasa bintang diberikan kepada seseorang yang berjasa luar biasa

kepada bangsa dan negara. Sedangkan tanda jasa “Batyalencana” diberikan

kepada orang yang berjasa besar pada bangsa dan negara. Sedangkan kepada

daerah provinsi yang berhasil melaksanakan pembangunan diberi tanda

penghargaan “Prasamyapurnakaryanugraha”. Sementara itu, kepada Kesatuan

ABRI yang berprestasi besar memperoleh ‘Samkaryanugraha”.

8. Kekuasaan Membentuk Dewan Pertimbangan Presiden

Dewan Pertimbangan Presiden dalam struktur ketatanegaraan Indonesia

termasuk baru. Lembaga ini diadakan sebagai pengganti dari penghapusan Dewan

Pertimbangan Agung pada perubahan keempat UUD 1945 pada Sidang Umum

MPR tahun 2002. Sekarang Dewan Perwakilan Agung itu tinggal kenangan,

karena Pasal 16 UUD 1945 sudah tidak mengatur Dewan Pertimbangan Agung

kembali, melainkan mengatur mengenai Dewan Pertimbangan Presiden.

Selengkapnya pasal tersebut sekarang berbunyi; “Presiden membentuk suatu

dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada

Presiden, yamg selanjutnya diatur dalam undang-undang.

9. Kekuasaan Mengangkat dan Memberhentikan Menteri-menteri

Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri didasarkan

pada Pasal 17 Ayat 2 UUD 1945. Sebelum perubahan UUD 1945, kekuasaan ini

tidak diatur oleh suatu perundang-undangan. Pelaksanaan kekuasaan tersebut

diserahkan kepada presiden. Setelah perubahan pertama dan ketiga, Pasal 17

mengalami sedikit perubahan. Jika sebelum perubahan, presiden bebas melakukan

pembentukkan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara. Maka setelah

perubahan hal tersebut tidak bisa dilakukan dengan semerta-merta, karena semua

itu diatur dengan undang-undang. Itu artinya, presiden harus memerlukan

persetujuan DPR untuk pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian

negara. Tetapi dalam hal pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri,

presiden bebas melakukan kapan saja tanpa harus meminta persetujuan dari

lembaga negara lainnya.

10. Kekuasaan Mengangkat, Menetapkan atau Meresmikan Pejabat-

pejabat Negara Lainnya.

Setelah perubahan UUD 1945, presiden RI memiliki beberapan kekuasaan

dalam hal pengangkatan, pemberhentian, penetapan maupun peresmian pejabat-

pejabat negara tertentu setelah perubahan ketiga UUD 1945 pada tahun 2001 yaitu

; pertama, memiliki kekuasaan utnuk meresmikan anggota Badan Pemeriksa

Keuangan yang telah dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan

DPD.

Kedua, memiliki kekuasaan menetapkan calon Hakim Agung yang telah

disetujui oleh DPR. Ketiga, mempunyai kekuasaan untuk mengangkat dan

memberhentikan anggota komisi yudisial dengan persetujuan DPR. Keempat,

mempunyai kekuasaan untuk mengusulkan 3 hakim konstitusi dan menetapkan 9

hakim konstitusi yang diusulkan masing-masing 3 dari Mahkamah Agung, 3 dari

DPR, dan 3 dari Presiden sendiri.

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Setelah amandemen UUD 1945 banyak perubahan terjadi, baik dalam

struktur ketatanegaraan maupun perundang-undangan di Indonesia.

2. Tata urutan perundang-undangan Indonesia adalah UUD 1945, UU/ Perpu,

PP, Peraturan Presiden dan Perda.

3. Lembaga-lembaga Negara menurut sistem ketatanegaraan Indonesia meliputi:

MPR, Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, dan Komisi Yudisial. Lembaga

pemerintahan yang bersifat khusus meliputi BI, Kejagung, TNI, dan Polri.

Lembaga khusus yang bersifat independen misalnya KPU, KPK, Komnas

HAM, dan lain-lain.

4. Sebelum perubahan UUD RI 1945 pada tahun 1999-2002, Republik

Indonesia pernah berganti konstitusi mulai dari UUD 1945, UUD RIS 1949,

UUD Sementara 1950, dan kembali lagi ke UUD 1945 melalui dekrit

presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Perubahan tersebut tentu berpengaruh

terhadap lembaga kepresidenan maupun kekuasaan presiden.

5. Undang-undang Dasar 1945 sebelum perubahan memberikan kekuasaan

sangat besar kepada Presiden RI pada waktu itu. Besarnya kekuasaan tersebut

dalam praktiknya ternyata disalahgunakan sehingga memunculkan

pemerintahan yang otoriter, sentralistis, tertutup dan penuh KKN (korupsi.

kolusi dan nepotisme), baik pada masa Presiden Soekarno maupun pada masa

Presiden Soeharto. Kenyataan itulah yang kemudian memunculkan banyak

tuntutan agar UUD 1945 dilakukan perubahan. Kekuasaan Presiden setelah

perubahan UUD 1945 antara lain, yaitu :

1) Kekuasaan Penyelenggaraan Negara

2) Kekuasaan di Bidang Peraturan Perundang-undangan

3) Kekuasaan di Bidang Yudisial

4) Kekuasaan dalam Hubungan dengan Luar Negeri

5) Kekuasaan Menyatakan Keadaan Bahaya

6) Kekuasaan Sebagai Pemegang Kekuasaan Tertinggi Angkatan Bersenjata

7) Kekuasaan Memberi Gelar dan Tanda Kehormatan Lainnya

8) Kekuasaan Membentuk Dewan Pertimbangan Presiden

9) Kekuasaan Mengangkat dan Memberhentikan Menteri-menteri

10) Kekuasaan Mengangkat, Menetapkan dan Meresmikan Pejabat-pejabat

Negara Lainnya

B. Saran

Dengan adanya makalah ini saya mengharapkan kepada pembaca agar tahu dan

mengerti tentang kekuasaan presiden yang sebenarnya. Selain itu dapat

menambah pengetahuan kita tentang sistem lembaga kepresidenan kita saat ini.

C. Analisa Kelompok

Menurut kami, kekuasaan pemerinta dalam kehidupan bangsa dan negara itu

meliputi segala hal yang telah di terangakan di makalah ini, seperti Pemerintah

Berhak menyatakan perang dengan negara lain, Pemerintah melakukan perjanjian

internasional dengan negara lain, dampaknya kepada bangsa indonesia atau

masyarakat indonesia adalah, jika kita berpergian ke luar negri, menuntut ilmu

atau melanjutkan kuliah di luar negri sana, masyarakat negara tersebut tidak akan

berani membullying pendatang tersebut, jika terjadi maka jalur hukum yang akan

di tegakan.

Kemudian jika pemerintah menyatakan perang, mau tidak mau kita harus ikut

berperang demi mempertahankan tanah air indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ghoffar, Abdul . 2009 . Perbandingan Kekuasaan Presiden Setelah Perubahan

UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju . Jakarta : Kencana Prenada Media

Group.

Mahfud MD,Moh. 2001 . Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia .

Jakarta : Rineka Cipta.

Anonim. 2011. Kekuasaan Presiden Republik Indonesia

. http://birokrasikomplek.blogspot.com/2011/06/kekuasaan-presiden-

republik-indonesia.html . Tanggal akses 10 Mei 2013.

Anonim. 2012. Kekuasaan Presiden RI Sebelum Amandemen UUD

1945 . http://seruankasih.wordpress.com/2012/ 07/29/kekuasaan- presiden-ri-

sebelum-amandemen-uud-1945-tugas-mata-kuliah-sistem-politik-indonesia/ .

Tanggal akses 10 Mei 2013 .