kejang demam sederhana.docx

33
Kejang Demam Sederhana Rosalia Annamasbit Juliyanti P.K (102010312), Cristomi Thenager (102011449), Prizilia Saimima (102012061), Adnan Firdaus (102012105), Melisa Andriana (102012170), Ega Farhatu Jannah (102012277), Steven Leonardo (102012326), Nyimas Amelia Pebrina (102012406), Muhammad Zulhusni Ngali (102012495), Putri Primastuti Handayani (102013477) B7 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat - Indonesia Email: adnan.2012FK105 @civitas.ukrida.ac.id/ [email protected] Pendahuluan Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 5 tahun. Hampir 3% daripada anak yang berumur 5 tahun pernah menderitanya. Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor herediter juga mempunyai peranan. Lennox Buchtal (1971) 1

Upload: nichole-cook

Post on 03-Oct-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks

TRANSCRIPT

Kejang Demam Sederhana

Rosalia Annamasbit Juliyanti P.K (102010312), Cristomi Thenager (102011449), Prizilia Saimima (102012061), Adnan Firdaus (102012105), Melisa Andriana (102012170), Ega Farhatu Jannah (102012277), Steven Leonardo (102012326), Nyimas Amelia Pebrina (102012406), Muhammad Zulhusni Ngali (102012495), Putri Primastuti Handayani (102013477)B7Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat - IndonesiaEmail: adnan.2012FK105HYPERLINK "mailto:[email protected]/[email protected]"@civitas.ukrida.ac.id/[email protected]

PendahuluanKejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 5 tahun. Hampir 3% daripada anak yang berumur 5 tahun pernah menderitanya. Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor herediter juga mempunyai peranan. Lennox Buchtal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna.1Anamnesis2Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut sebagai aloanamnesis. Termasuk di dalam aloanamnesis adalah semua keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Oleh karena bayi dan sebgian besar anak belum dapat memberikan keterangan, maka dalam bidang kesehatan anak aloanamnesis menduduki tempat yang jauh lebih penting daripada autoanamnesisPada seorang pasien, terutama pasien anak, sebagian terbesar data diperlukan untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis. Bahkan dalam keadaan tertentu, anamnesis merupakan cara yang tercepat dan satu-satunya kunci menuju diagnosis, baik pada kasus-kasus dengan latar belakang faktor biomedis, psikososial, ataupun keduanya. Sebagai contoh, seorang anak yang dibawa ibunya dengan keluhan utama demam, dan ibu mengatakan bahwa anaknya beberapa saat yang lalu mengalami kejang, maka diagnosis kejang demam ditegakkan semata-mata berdasarkan anamnesis, oleh karena pada saat diperiksa anak sudah tidak dalam keadaan kejang. Hal yang serupa juga terjadi pada anak dengan diare, kesulitran makan, sulit belajar, dan yang lainnya.Salah satu sistematika yang lazim dilakukan dalam membuat anamnesis adalah sebagai berikut mula-mula dipastikan identitas pasien dengan lengkap. Kemudian ditanyakan keluhan utama, yang dilanjutkan dengan perjalanan penyakit sekarang, yakni sejak pasien menunjukkan gejala pertama sampai saat dilakukan anamnesis. Langkah berikutnya adalah menanyakan riwayat penyakit terdahulu, baik yang berkaitan langsung dengan penyakit sekarang maupun yang sama sekali tidak ada kaitannya. Setelah hal-hal yang berkaitan dengan keadaan sekarang ditanyakan, ditelliti riwayat pasien ketika ia dalam kandungan ibu. Selanjutnya riwayat kelahiran pasien harus dirinci, disusul dengan riwayat makanan, imunisasi, riwayat tumbuh kembang, dan riwayat keluarga. Dengan cara tersebut dapat diperoleh gambaran tentang pasien, tidak hanya yang berkaitan dengan keadaan penyakitnya sekarang, tetapi juga status tumbuh kembang pasien secara keseluruhan. Identitas pasienIdentitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis. Identitas yang diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar anak yang dimaksud, dan tidak keliru dengan anak lain. Kesalahan identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika, maupun hukum.1. Nama2. Jenis kelamin3. Nama orang tua4. Alamat5. Umur, pendidikan dan pekerjaan orang tua6. Agama dan suku bangsa

Keluhan utamaAnamnesis tentang penyakit pasien diawali dengan keluhan utama, yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Perlu diperhatikan bahwa keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan yang pertama disampaikan oleh orangtua pasien, hal ini terutama pada orang tua yang pendidikannya rendah, yang kurang dapat mengemukakan esensi masalah. Tidak jarang seorang ibu sewaktu ditanya mengapa anaknya dibawa berobat akan menjawab anak saya ini susah makan sudah 10 hari, padahal dalam anamnesis selanjutnya terbukti bahwa anak tersebut menderita demam tinggi sampai mengigau 10 hari, disertai dengan keluhan lain, termasuk kurang nafsu makan. Demikian pula keluhan utama tidak harus sejalan dengan diagnosis utama. Seorang anak yang dibawa berobat dengan keluhan sudah berumur 20 bulan belum dapat berjalan, mungkin pada anamnesis dan pemeriksaan yang lebih teliti ternyata menderita tumor ginjal. Pada kasus diketahui bahwa pasien berusia 4 tahun dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan kejang seluruh tubuhnya 30 menit yang lalu.Riwayat perjalanan penyakitPada riwayat perjalanan penyakit ini disusun cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum terdapat keluhan sampai ia dibawa berobat. Bila pasien telah memperolah pengobatan sebelumnya, hendaklah ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, serta obat apa saja yang telah diberikan dan bagaimana hasil pengobatan tersebut. Hendaklah memperoleh informasi yang lengkap tentang waktu, dosis, serta hasil pengobatan termasuk adanya efek samping dan kemungkinan alergi.Perlu ditanyakan perkembangan penyakit, kemungkinan terjadinya komplikasi adanya gejala sisa, bahkan juga kecacatan. Dari riwayat ini diharapkan dapat diperoleh gambaran ke arah kemungkinan diagnosis dan diagnosis banding. Untuk itu, pada saat yang tepat, pemeriksa hendaknya menanyakan hal-hal yang lebih relevan yang lebih spesifik dan mengarah kepada diagnosis dan diagnosis banding. Pada dugaan penyakit menular, misalnya perlu ditanyakan apakah di sekitar tempat tinggal anak ada yang menderita penyakit yang sama. Pada dugaan penyakit keturunan, misalnya asma, perlu untuk ditanyakan apakah saudara sedarah ada yang mempunyai stigmata alergi. Pada umumnya, hal-hal berikut perlu diketahui mengenai keluhan atau gejala1. Lamanya keluhan berlangsung2. Bagaimana sifat terjadinya gejala: apakah mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus, berupa bangkitan-bangkitan atau serangan, hilang timbul,apakah berhubungan dengan waktu3. Untuk keluhan lokal harus dirinci lokalisasi dan sifatnya4. Berat ringannya keluhan dan perkembangannya5. Terdapat hal yang mendahului keluhan6. Apakah keluhan tersebut baru pertama kali dirasakan ataukah sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah, dirinci apakah intensitasnya dan karakterisktiknya sama atau berbeda, dan interval antara keluhan-keluhan tersebut.7. Apakah terdapat saudara sedarah, orang serumah, atau sekeliling pasien yang menderita keluhan yang sama8. Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya.Berikut ini diutarakan secara ringkas beberapa keluhan yang sering dijumpai dan hal-hal yang baisanya perlu diketahui lebih lanjut tentang keluhan tersebut1. DemamDemam adalah salah satu keluhan yang paling sering dikemukakan, yang terdapat pada pelbagai penyakit baik infeksi maupun non infeksi. Pada tiap keluhan demam perlu ditanya berapa lama demam berlangsung. 2. BatukPerlu diketahui berapa lama batuk berlangsung, juga apakah batuk sering berulang atau kambuh. Sifat batuk juga diteliti, apakah batuk bersifat spasmodik, kering atau produktif/banyak dahak. Keluhan lainnya yang menyertai batuk penting diketahui: sesak napas, mengi, keringat malam, sianosis, berat badan turun, apakah pasien memerlukan perubahan posisi (ortopnea), muntah dan sebagainya. 3. Kejang Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosis serta tata laksana kejang. Ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa. Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Ditanya pula lama serangan, interval antara dua serangan, kesadaran pada waktu kejang dan paca kejang. Gejala yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran, atau kemunduran kepandaian. Kejang demam sangat sering dijumpai pada bayi dan anak. Perlu dibedakan apakah kejangn demam tersebut merupakan kejang demam sederhana atau epilpesi yang dibangkitkan serangannya oleh demam. Beberapa patokan berikut ini dapat membedakan kedua keadaan tersebut, sebagian besar diantaranya mengandalkan anamnesis: (1) kejang terjadi pada umur 6 bulan sampai 5 tahun, (2) kejang harus sudah terjadi dalam 16 jam setelah anak mulai demam, (3) kejang bersifat umum, meskipun seringkali diawali oleh kejang fokal, (4) frekuensi kejang tidak lebih dari 4 kali dalam 1 tahun, (5) lama setiap kejang tidak lebih dari 15 menit, (6) tidak terdapat kelainan neurologis sebelum dan setelah kejang, dan (7) EEG normal (dibuat >1minggu setelah demam). Kejang demam yang memenuhi kriteria tersebut dianggap sebagai kejang demam sederhana, bila tidak, dianggap sebagai epilepsi yang dibangkitkan oleh demam. Pada kasus diketahui bahwa pasien mengalami kejang seluruh tubuhnya selama 5 menit dan terjadi 1 kali dengan mata mendelik keatas. Kejang diawali dengan demam 40oC. pasien mempunyai keluhan batuk dan pilek sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat penyakit dahulu.

Penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya perlu diketahui, karena mungkin ada hubungannya dengan penyakit sekarang, atau setidak-tidaknya memberikan informasi untuk membantu pembuatan diagnosis dan tata laksana penyakitnya sekarang. Pada kasus diketahui bahwa pasien mempunyai riwayat kejang saat usia 2 tahun,

Riwayat kehamilan ibuHal pertama yang perlu ditanyakan adalah keadaan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut. Dirinci pula berapa kali ibu melakukan kunjungan antenatal dan kepada siapa kunjungan antental dilakukan (dukun, perawat, bidan, dokter umum, dokter spesialis).

Riwayat kehamilan

Ikhwal kelahiran pasien harus ditanyakan dengan teliti, termasuk tanggal dan tempat kelahiran, siapa yang menolong, cara kelahiran, adanya kehamilan ganda, keadaan segera setelah lahir, dan morbiditas pada hari-hari pertama setelah lahir. Masa kehamilan juga perlu ditanyakan, apakah cukup bulan, kurang bulan, ataukah lewat bulan. Morbiditas yang berhubungan dengan kelahiran selama masa neonatus perlu ditanyakan termasuk afiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum, ikterus dan sebagainya yang mungkin berhubungan dengan masalah yang dihadapi sekarang.

Riwayat keluarga

Data keluarga pasien perlu diketahui dengan akurat untuk memperoleh gambaran keadaan sosial ekonomi budaya dan kesehatan keluarga pasien. Banyak penyebab kesakitan maupun kematian yang berlatar belakang pada keadaan sosial ekonomi keluarga, misalnya malnutrisi, atau tuberkulosis. Pelbagai jenis penyakit bawaan dan penyakit keturunan juga mempunyai latar belakang sosial budaya ataupun mempunyai kecenderungan familial. Pada kasus diketahui bahwa ayah pasien mempunyai riwayat kejang saat usia 4 tahun.Pemeriksaan fisik Pemeriksaan tanda vital: suhu, frekuensi nafas, nadi, tekanan darah, dan kesadaran. InspeksiKejang harus dipandang sebagai gejala penyakit, dan bukan diagnosisi. Pada setiap kejang harus diperhatikan jenisnya (klonik atau tonik), bagian tubuh yang terkena (fokal atau umum), lamanya kejang berlangsung, frekuensinya, selang atau interval atau serangan, keadaan saat kejang dan setelah kejang (post-iktal), apakah demam disertai kejang atau tidak dan apakah pernah kejang sebelumnya. Keadaan grandma ditandai oleh kejang umum tonik-klonik yang disertai dengan hilangnya kesadaran. Pada kejang pertimal terjadi kehilangan kesadaran 5-15 detik, akibat kelainan lepas muatan listrik yang abnormal pada otak. Kejang psikomotor ditandai oleh perubahan kesadaran serta aktivitas motorik abnormal, sedangkan pada kejang autonomic terjadi kelainan visceral yang bervariasi. SuhuSuhu rectum diukur dengan termometer rektal, sebelum dipakai harus diolesi dengan vaselin terlebih dahulu. Bayi diletakan dalam posisi tidur miring dengan lutut sedikit dibengkokkan, kemudian masukan termomerter kedalam anus dengan arah sejajar dengan columna vertebralis, sampai reservoir air raksa berada dibelakang sfingter. Setelah itu lipatan bokong dirapatkan. Jaganlah mengukur shu rectum degan bayi dalam posisi terlentang. Karena dapat menyebabkan thermometer pecah atau menembus dinding rectum. Pengukuran dilakukan selama 3 menit. Pemeriksaan NeurologisKesadaran, penilaian kesadaran dinyatakan sebagai : Komposmentis : pasien sadar sepenuhnya dan memberi respon yang adekuat terhadap semua stimulus yang diberikan Apatis : pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya, ia akan member respons yang adekuat bila diberikan stimulus Somnolen : yakni tingkat kesadaran yang lebih rendah daripada apatis, pasien tampak mengantuk, selalu ingin tidur; ia tidak responsive terhadap stimulus ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap stimulus yang agak keras, kemudian tertidur lagi Sopor : pada keadaan ini pasien tidak memberikan respons ringan maupun sedang, tetapi masih member sedikit respons terhadap stimulus yang kuat, refleks pupil terhadap cahaya masih positif Delirium : keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, biasanya disertai disorientasi, iritatif, dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga sering terjadi halusinasi.1 Koma : pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun, refleks pupil terhadap cahaya tidak ada, ini adalah tingkat kesadaran yang paling rendah. Reflek BabinskiUntuk membangkitkan refleks Babinski, penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya. Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri, sebab hal ini akan menimbulkan refleks menarik kaki(flight reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi (+) , kita dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari, yang dapat disertai gerak mekar lainnya.2 Tanda Rangsang Meningeal2a. Kaku kuduk (nuchal rigidity)Pasien dalam posisi terlentang, bila lehernya ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, maka dikatakan kaku kuduk positif. Tahanan juga dapat terasa bila leher dibuat hiperekstensi, diputar atau digerakkan ke samping. Kadang-kadang kaku kuduk disertai hiperektensi tulang belakang, keadaan ini disebut opistotonus. Di samping menunjukkan adanya rangsang meningeal (meningitis), kaku kuduk juga terdapat pada tetanus, abses retrofaringeal, abses peritonsilar, ensefalitis virus, keracunan timbale dan arthritis rheumatoid.b. Brudzinski ILetakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang terlentang dan tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegak agar badan tidak terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif. Bila rangsang positif maka kedua tungkai bawah bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.c. Brudzinski IIPada pasien yang terlentang, fleksi pasif tungkai atas pada sendi panggul akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut. Hasilnya lebih jelas bila waktu fleksi ke panggul sendi lutut dalam keadaan ekstensid. KernigPemeriksaan Kernig ini ada bermacam-macam cara, yang biasa dipergunakan adalah pasien dapam posisi terlentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Dalam keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135o terhadap tungkai atas. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif tersebut akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi dibawah 6 bulan.Pemeriksaan penunjangPemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan, misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.5Pungsi lumbalPemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:1. Bayi (kurang dari 12 bulan) dangat dianjurkan dilakukan2. Bayi 12 18 nulan dianjurkan3. Anak umur > 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.5ElektroensefalografiElektroensefalogram (EEG) merekam aktivitas listrik yang dihasilkan oleh korterks serebri. Irama EEG mengalami maturasi sepanjang masa kanak-kanak. Ada tiga komponen kunci irama dasar, simetri, dan ada tidaknya aktivitas epileptiform. Irama dasar bervariasi menurut umur, namun secara umum harus terlihat simetri irama dasar kedua hemisfer tanpa adanya daerah terlokalisasi yang memiliki amplitudo lebih tinggi atau frekuensi lebih lambat (perlambatan fokal).4Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5PencitraanPencitraan otak dan medula spinalis dapat dilakukan dengan seperti compute tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI). CT dapat dilakukan dengan cepat dan sesuai dengan keperluan emergensi. MRI memberikan detail yang halus dan dengan sekuens yang berbeda-beda, memungkinkan deteksi kelainan otak yang samar, anomali vaskular, tumor low grade, dan perubahan iskemik. Pada anak dengan cedera kepala atau sakit kepala mendadak, CT kepala merupakan pemeriksaan terpilih. Pada anak dengan awitan baru kejang parsial kompleks, MRI merupakan pemeriksaan terpilih. MRI juga dapat memberikan gambaran yang baik dari seluruh medula spinalis. Ultrasonografi kepala adalah prosedur pemeriksaan bedside noninvasif yang dapat memvisualisasikan otak dan ventrikel pada bayi dan anak kecil dengan fontanel yang terbuka.4Pada pasien kejang demam foto X-ray kepala dan pencitraan seperti compute tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin, dan hanya atas indikasi, seperti:51. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)2. Paresis nervus VI3. Papiledema Diagnosis kerja6Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat hingga lebih dari 38oC dan kenaikan suhu tersebut disebabkan oleh proses ekstrakranial. Perlu diperhatikan bahwa demam harus terjadi mendahului kejang. Umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, puncaknya pada usia 14-18 bulan. Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat baik. Kejang disertai demam juga terjadi pada diagnosis banding lain yang berbahaya seperti infeksi sistem saraf pusat. Oleh karena itu, diagnosis selain kejang demam harus diperkirakan bila ditemukan1. Kecurigaan atau bukti proses intracranial, baik infeksi, radang, massa, dan proses lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan penunjang2. Terdapat gangguan elektrolit3. Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya4. Terjadi pada bayi 38,50C. Pemberian obat rumatPemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dapat menurunkan resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumah hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. Lama pengobatan selama 1 tahun bebas kejang kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.Indikasi pemberian obat rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):1. Kejang lama > 15 menit2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.3. Kejang fokalPengobatan rumat dipertimbangkan bila:1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan3. Kejang demam 4 kali pertahunKomplikasi1. Kejang demam berulangSekitar sepertiga dari semua anak dengan pengalaman berulangnya kejang demam sejak kejang demam pertama. Faktor risiko kejang demam berulang antara lain sebagai berikut: Usia muda pada saat kejang demam pertama Relatif rendah demam pada saat kejang pertama Keluarga riwayat kejang demam Durasi singkat antara onset demam dan kejang awal Beberapa kejang demam awal selama episode yang samaPasien dengan semua 4 faktor risiko yang lebih besar dari 70% kemungkinan kekambuhan. Pasien dengan tidak ada faktor risiko memiliki kurang dari 20% kemungkinan kekambuhan. 82. EpilepsiAda beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari: Kejang demam kompleks Faktor yang merugikan lain berupa kelainan status neurologi sebelum kejang demam pertama (misal: serebral palsy atau retardasi mental) Onset kejang demam pertama pada umur < 1 bulan Riwayat epilepsi atau kejang afebris pada orang tua atau saudara kandungBila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2%-3% saja. 8Prognosis6Anak dengan kejang demam memiliki kemungkinan 30-50% mengalami kejang demam berulang, dan 75%nya terjadi dalam satu tahun setelah awitan yang pertama. Resiko rekurensi bertambah bila:1. Kejang demam terjadi 1 tahun, resiko berulang adalah 28%2. Riwayat keluarga kejang demam atau epilepsi3. Cepatnya kejang setelah demam4. Kejang yang terjadi pada suhu tidak terlalu tinggi (38oC)Adanya keempat faktor tersebut meningkatkan resiko kejang demam berulang hingga 80%. Namun bila tidak satupun faktor diatas ditemukan kemungkinan berulang 10-15%. Anak yang mengalami kejang demam simpleks tidak memiliki resiko resiko lebih tinggi mengidap epilepsi dibandingkan populasi normal. Resiko epilepsi di kemudian hari akan meningkat apabila terdapat:1. Kejang demam kompleks2. Riwayat keluarga epilepsi3. Kejang demam sebekum usia 9 bulan4. Adanya perkembangan yang terlambat atau terdapatnya kelianan neurologis sebelumnya.Adanya satu faktor resiko meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 4-6% sementara bila terdapat beberapa faktor resiko sekaligus kemungkinannya naik hingga 10-49%. Pemberian profilaksis terus menerus tidak dapat menurunkan rsiko kejadian epilepsi. Kematian setelah kejang demam adalah hal yang sangat jarang terjadi, bahkan pada anak resiko tinggi sekalipun.PencegahanPencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan bilasering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis, yaitu:

1. Profilaksis intermittent pada waktu demamAntikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,50 C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam.9

2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan)Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.1 Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria ( termasuk poin 1 atau 2) yaitu:1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan neurologis sementara atau menetap.3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung.4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermittent yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.9

KesimpulanKejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium dan faktor herediter juga mempunyai peranan. Pada kejang demam, ditemukan perkembangan dan neurologis yang normal. Tidak ditemukan tanda-tanda meningitis dan ensefalitis ( misalnya kaku kuduk atau penurunan kesadaran). Pengobatan dengan cepat memiliki prognosis yang baik.

Daftar Pustaka1. Hassan R, Alatas H. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2005.h.847-55.2. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH, et al. Diagnosis fisik pada anak. Edisi 2. Jakarta: PT Agung Seto; 2000.h.1-32,139-144.3. Macdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Edisi 6. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indoneisa; 2014.h.729-43.4. Hidayat AA. Asuhan neonatus, bayi, dan balita. Jakarta: EGC; 2008.h.53.5. Gunardi H, Tahuteru ES, Kurniati N, Advani N, Selyanto DB, wulandari HF, et al. Kumpulan tips pediatri. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.h.193-203.6. Lilihata G, Handriastuti S. Kejang demam. Dalam: Kapita selekta kedokteran. Edisi VI. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.h.102-5.7. Lilihata G, Handriastuti S. Epilepsi. Dalam: Kapita selekta kedokteran. Edisi 1V. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.h.98-102.8. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhan WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FK UI; 2006.h.434-7.9. Lumbantobing. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2010. h. 7-146

21