kejang demam rsud

35
BAB I LAPORAN KASUS 1.1. IDENTITAS Nama : An, S Usia : 5 bulan Jenis kelamin : perempuan Agama : Islam Alamat : Simpang Rimba MRS : 12 Januari 2015 1.2. ANAMNESA Keluhan Utama Kejang sejak 1 jam sebelum masuk RS Riwayat Penyakit Sekarang os dirujuk dari puskesmas Simpang Rimba dengan keluhan kejang sejak 1 jam yang lalu. Ibu os mengaku os kejang 1 x, lama kejang kira-kira 1 jam. Saat kejang, mata os melilik ke atas, kedua tangan dan kaki kelojotan. Saat kejang, os tidak sadarkan diri. Setelah kejang os juga tidak sadarkan diri. Sebelumnya, os demam sejak 2 hari yang lalu. Demam dirasakan terus-menerus. Demam disertai menggigil. Batuk lama disangkal. Mual dan muntah disangkal. BAB dan BAK normal. Riwayat Penyakit Dahulu

Upload: rizky-zulfa-afrida

Post on 06-Nov-2015

249 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kuisioner

TRANSCRIPT

BAB ILAPORAN KASUS

1.1. IDENTITASNama: An, SUsia: 5 bulanJenis kelamin: perempuanAgama: IslamAlamat: Simpang RimbaMRS: 12 Januari 2015

1.2. ANAMNESA Keluhan UtamaKejang sejak 1 jam sebelum masuk RS Riwayat Penyakit Sekarangos dirujuk dari puskesmas Simpang Rimba dengan keluhan kejang sejak 1 jam yang lalu. Ibu os mengaku os kejang 1 x, lama kejang kira-kira 1 jam. Saat kejang, mata os melilik ke atas, kedua tangan dan kaki kelojotan. Saat kejang, os tidak sadarkan diri. Setelah kejang os juga tidak sadarkan diri. Sebelumnya, os demam sejak 2 hari yang lalu. Demam dirasakan terus-menerus. Demam disertai menggigil. Batuk lama disangkal. Mual dan muntah disangkal. BAB dan BAK normal. Riwayat Penyakit DahuluPasien belum pernah mengalami sakit seperti ini. Riwayat demam tinggi (-), riwayat kejang (-), riwayat TB paru (-), riwayat asma (-). Riwayat penyakit keluargaTidak ada keluarga yang sakit seperti ini. Kejang demam (-), TB paru (-),

Riwayat KelahiranSaat hamil, ibu os tidak pernah melakukan ANC. Os lahir spontan di dukun, cukup bulan. Riwayat penyakit saat hamil (-), konsumsi rokok dan alkohol selama hamil (-). Riwayat Imunisasios belum pernah di imunisasi sejak lahir Riwayat makanan ASI dari lahir sampai sekarang. Tidak diberikan susu formula. Riwayat pengobatanSudah berobat ke puskesmas tetapi belum diberikan pengobatan. Os langsung di rujuk ke rs. 1.3. PEMERIKSAAN FISIKBB: 5 kgKU: Tampak sakit sedangHR: 120x/menitPernapasan : 30x/menitSuhu: 390CStatus generalis Kepala: Normocephal Mata: cekung -/-, Conjungtiva anemis -/-, sklera icterik -/- Hidung: Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-) Mulut: sianosis (-), mukosa bibir lembab Telinga: sekret (-) Leher: pembesaran KGB (-), retraksi supra sternal (-) Thorax: simetris, retraksi Inter costa (-) Cor: BJ I,II murni, murmur (-), gallop (-) Pulmo: vesikuler +/+, rh -/-, wh -/- Abdomen: datar, supel, timpani, bising usus normal, turgor kulit menurun, hepatomegali (-), splenomegali (-). Ekstremitas : akral hangat +/+ , CRT < 2 detik +/+Pemeriksaan neurologis : Rangsangan meningeal Kaku kuduk ( - ) Brudzinski I ( - ) Brudzinski II ( - ) Kernig sign ( - ) Refleks patologis Refleks babinski ( - ) Refleks Oppenheim ( - ) Refleks fisiologis Refleks bisep ( + ) Refleks trisep ( + ) Refleks patella ( + ) Reflek achiles ( + )

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan darah rutinParameterNilaiSatuanNilai Normal

WBC10.000103 / ul4,8-10,3

HGB11g/dl14,0-18,0

HCT40%42-52

PLT170.000103/ul150-450

GDS: 100gr/dl1.5. RESUMEAn.S usia 5 bulan datang ke RS dengan keluhan kejang sejak 1 jam yang lalu. Kejang 1 x, lamanya kira-kira 1 jam. Saat kejang, mata os melilik ke atas, kedua tangan dan kaki kelojotan. Saat kejang, os tidak sadarkan diri. Setelah kejang os juga tidak sadarkan diri. Sebelumnya, os demam sejak 2 hari yang lalu. Batuk lama, mual dan muntah disangkal. Riwayat kejang (-). Riwayat kejang dikeluarga (-). Os lahir spontan di dukun, cukup bulan. Os langsung di rujuk ke rs. Dari pemeriksaan fisik ditemukan, HR : 120x/menit, pernapasan 30x/menit, suhu 390C. Pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit 10.000, widal (-), malaria (-).

1.6. DIAGNOSAKejang Demam Kompleks

1.7. PENATALAKSANAAN O2 kanul nasal 3 lpm cek darah rutin, GDS, widal, malaria IVFD D5% 100cc + quinin 25mg IVFD RL 21 tpm mikro Pamol supp 62.5mg extra Diazepam rectal 5mg bila kejang Paracetamol syr 125mg 3 x 1/2 cth

BAB IIPEMBAHASANKEJANG DEMAM

Definisi(2)Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.Bila anak yang berusia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

EpidemiologiKejang demam biasanya terjadi pada 2% - 4% dari populasi anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun. (1,9) Usia puncak terjadinya kejang demam adalah antara 14 sampai 18 bulan. (3) Dapat terjadi pada semua ras, anak laki laki insiden terjadinya kejang demam lebih tinggi dari anak perempuan. (8) Etiologi dan patogenesis tidak diketahui dengan pasti tetapi faktor genetik berpengaruh dalam meningkatkan terjadinya kejang demam. Insiden terjadinya kejang demam pada anak yang orang tuanya pernah mengalami kejang demam adalah 8 22 % dan jika saudaranya mengalami kejang demam insidennya adalah 9 17 %. (4)Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kromosom 19p dan 8q13 21 telah dipetakan sebagai kromosom yang berhubungan dengan terjadinya kejang demam. (5) Di negara Amerika, antara 2 % - 5 % anak anak menderita kejang demam pada usia 5 tahun. Satu pertiga dari pasien ini akan mengalami rekurensi. Di Eropa barat diperoleh data statistik yang serupa dengan di Amerika, sedangkan insiden di negara lain cukup bervariasi, yaitu India 5 10 %, Jepang 8,8 %, Hong Kong 0,35 %, dan Cina 0,5 1,5 %. (8)80% merupakan kejang demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah kejang demam kompleks. 16% berulang dalam waktu 24 jam. Bila kejang demam sederhana yang pertama terjadi pada umur 12 tahun menurun menjadi 20%.

EtiologiHingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti penyebab terjadinya kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan saluran kemih. (10)

PatofisiologiSel dikelilingi oleh suatu membran sel yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Gambar 2. (1). Pada fase istirahat, Ion Na+ ada di ekstra sel dan Ion K+ ada di intra sel. Membran sel bagian dalam bersifat lebih negatif daripada ekstra sel, (2). Pada fase depolarisasi, pintu ion chanel jadi terbuka, Ion Na+ masuk ke intra sel, tapi membran sel bagian dalam masih tetap negatif. (3). Karena Ion Na+ masuk terus menerus membran sel bagian dalam menjadi lebih positif, dan potensial membran sudah melewati ambang maka terjadilah potensial aksi. (4). Setelah potensial aksi mencapai ambang batas, maka Ion Na+ keluar ke ekstra sel potensial membran kembali ke posisi semula. (5). Setelah itu terjadilah hiperpolarisasi, dimana Ion K+ ikut keluar ke ekstra sel, setelah itu kemnbali ke posisi istirahat.Melalui gambar 2, dapat dijelaskan bahwa kejang dapat terjadi jika pompa Ion Natrium Kalium terus terjadi dan melampaui ambang batas atas potensial aksi.Gambar 3. Neurotransmitter. Neurotransmitter neurotransmitter yang dilepaskan ini dapat merubah polarisasi membran sel postsinaptik. Diantara neurotransmitter neurotransmitter tersebut ada yang mempermudah pelepasan muatan listrik dengan menurunkan potensial aksi.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda.

PostsinapsSel tetanggaNeurotransmitter dalam jumlah besarK+ Na+KEJANGGambar 4. Post sinaps : terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.

Kejang demam terjadi pada anak berusia muda, saat ambang batas terjadinya kejang masih rendah. Saat ini pula anak anak mudah sekali mengalami infeksi seperti infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, sindroma virus, dan menyebabkan respon berupa peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Pada penelitian dengan menggunakan binatang percobaan ditemukan bahwa pirogen endogen, salah satunya yaitu interleukin 1 dapat meningkatkan aktivitas neuron, dan dapat menghubungkan antara demam dengan terjadinya kejang. Penelitian sebelumnya yang juga mendukung adalah bahwa cytokin yang teraktivasi dapat menyebabkan terjadinya kejang demam.

KlasifikasiSecara umum, kejang dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab kejang serta subtipe serangan kejang. International Classification of Epileptic Seizure membagi jenis kejang berdasarkan lokasi pada otak. Kejang diklasifikasikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang).A. Kejang ParsialKejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum. Gejala kejang ini bergantung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila fokus terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan otot, sementara apabila fokus terletak di korteks sensorik, maka pasien mengalami gejala-gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap, atau seperti tertusuk-tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena di korteks sensorik terdapat beberapa representasi motorik. Gejala autonom adalah kepucatan, kemerahan, berkeringat, dan muntah.

Kejang Parsial SederhanaKejang parsial sederhana dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral, kedutaanpada wajah, tangan. Umumnya gerakan kejang yang sama.), sensorik (merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang abnormal), autonomik (takikardia, bradikardia, takipnea, kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium, muntahberkeringan, muka merah, dilatasi pupil ), psikis (disfagia, gangguan daya ingat). Kejang parsial sederhana biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.Kejang parsial kompleskKejang parsial kompleks dimulai sebagai kejang parsial sederhana, kemudian berkembang menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme (mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, manarik-narik baju). Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang menjadi kejang generalisata. Kejang parsial kompleks biasanya berlangsung 1-3 menit.

B. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang. Kejang ini biasanya muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa tipe kejang generalisata yaitu kejang tonik-klonik, kejang absense, kejang mioklonik, kejang atonik, kejang klonik, dan kejang tonik.

Kejang Absens1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.3. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.4. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.Kejang MioklonikKedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak. Myoclonic kejang ditandai dengan gerakan menyentak singkat yang muncul dari sistem saraf pusat, biasanya melibatkan kedua sisi tubuh. Gerakan ini mungkin sangat halus.

Kejang Tonik-Klonik Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit Kejang biasanya berlangsung 5 - 20 menit Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus. Tidak adan respirasi dan sianosis Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah. Letargi, konfusi, dan tidur dalamfase posticalKejang Atonik Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah. Singkat, dan terjadi tampa peringatan.

Status Epileptikus Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang. Anak tidak sadar kembali diantara kejang. Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.

Sedangkan klasifikasi kejang demam yaitu :1. Kejang demam sederhana ( Simple Febrile Seizure )Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum tonik dan atau klonik, umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu kurang dari 24 jam.

2. Kejang demam kompleks ( Complex Febrile Seizure )Kejang demam dengan ciri ( salah satu dibawah ini ) : Kejang lamanya > 15 menit Kejang fokal atau parsial; satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial Berulang lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam

Keterangan :Kejang lama : sebagian besar peneliti menggunakan batasan 15 menitKejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar.

Diagnosis Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah rutin, elektrolit, glucosa darah. Peningkatan leukosit sampai diatas 20.000/L dapat berhubungan dengan terjadinya bacteriemia. Diagnosis meningitis harus disingkirkan, karena pasien dengan meningitis purulenta ( meningitis bacterial ) juga dapat ditemukan demam dan kejang. Tanda dari meningitis adalah fontanel yang menonjol, kaku kuduk, stupor, dan iritabilitas. Tanda dari meningitis ini selalu dapat tidak ditemukan, terutama pada anak yang berusia kurang dari 18 bulan. (1)

Pungsi LumbalSetelah demam reda dan kejangnya teratasi, perlu dipertimbangkan apakah dilakukan lumbal pungsi atau tidak untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis purulenta. Semakin muda usia pasien semakin penting lumbal pungsi, karena tidak banyak yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik untuk mendiagnosa meningitis. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6% - 6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :1. Bayi < 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan2. Bayi antara 12 18 bulan dianjurkan3. Bayi >18 bulan tidak rutinBila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Pemeriksaan EEGPemeriksaan EEG ( Elektroencephalografy ) yang dilakukan diantara dua serangan kejang tidak ditemukan kelainan, terutama jika diperiksa pada hari ke 8 ke 10 setelah kejang. (1) Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia >6 tahun atau kejang demam fokal.

PencitraanFoto X-ray dan pencitraan seperti CT-Scan atau MRI jarang dilakukan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :1. Kelainan neurologik fokal yang menetap ( hemiparesis )2. paresis nervus VI3. Papiledema

PenatalaksanaanBiasanya kejang demam berlangsung singkat dan bila datang berobat kejangnya sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal masih dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamnya dan faktor resikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

KEJANG Diazepam rectal 0,5 mg/kgBB atauBerat badan < 10 kg : 5 mgBerat badan > 10 kg : 10 mgDiazepam IV 0,3 0,5 mg/kgBB.

Kejang Diazepam rektal( 5 menit )Di rumah sakit

Keterangan:Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan KDS atau KDK dan faktor resikonya.Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan NaCl untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi.KEJANGFenitoin bolus IV 10 20 mg/kg BB.Kecepatan 0,5 1 mg/kgBB/menit( Pastikan ventilasi adekuat )KEJANGTransfer ke ICU

Pemberian obat saat demam (2) AntipiretikAntipiretik dianjurkan diberi pada saat demam, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Dosis asetaminofen yang digunakan berkisar 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kg/kali, 3 4 kali sehariAsam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, meskipun jarang. Paracetamol 10 mg/kg sama efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kg dalam menurunkan suhu tubuh. AntikonvulsanPemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% - 60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 C.Dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabakan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 39 % kasus.Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Pemberian obat rumatan (2)Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut ( salah satu ) :1. Kejang lama >15 menit2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus3. Kejang fokal4. Pengobatan rumat dipertimbnagkan bila :a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jamb. Kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulanc. Kejang demam > 4 kali per tahun

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan resiko berulang kejang.Dengan meningkatnya pengetahuan tentang kejang demam dan efek samping penggunaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terus menerus diberikan dalam jangka pendek, kecuali pada kasus yang sangat selektif. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar (40 50 %). Obat pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis namun insidennya kecil. Dosis asam valproat 15 40 mg/kg/hari dalam 2 3 dosis, fenobarbital 3 4 mg/kg/hari dalam 1 2 dosis.Pengobatan rumatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 2 bulan.

Edukasi pada orang tuaKejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara diantaranya :1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis yang baik2. Memberitahukan cara penanganan kejang3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

KomplikasiKejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam dan kematian sampai saat ini belum pernah dilaporkan. (2)Tiga sampai enam persen anak anak yang mengalami kejang demam akan mengalami epilepsi. Kejang demam kompleks dan kelainan struktural otak berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya epilepsi. (6)

PrognosisKemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologisKejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitiaan lain secara retrospektif melaporkan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.

Kemungkinan mengalami kematianKematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Kemungkinan berulangnya kejang demamKejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :1. Riwayat kejang demam dalam keluarga2. Usia < 12 bulan3. Temperatur yang rendah saat kejang4. Cepatnya kejang setelah demamBila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80% sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Differential DiagnosaNo.SubKejang DemamMeningitisEnsefalitis

1DefinisiBangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakraniumRadang pada selaput otak (meningen)Radang pada jaringan otak

2EtiologiBelum diketahui secara pasti Bakteri (Mycobacterium tuberculosa, Neisseria meningitis, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae) Virus Bakteri Virus (sering) Parasit Fungus Riketsia

3PatofisiologiKenaikan suhu metabolisme basal perubahan keseimbangan dari membran sel neuron difusi ion K dan ion Na melalui membran sel lepas muatan listrik meluas melalui neurotransmitter kejang-Virus/bakteri hematogen selaput otak-Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Sinusitis.-Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.-Invasi kuman-kuman ruang subaraknoid radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) & sistem ventrikulus

Virus masuk kulit, saluran nafas, dan saluran pencernaan menyebar:1. Setempat : virus hanya menginfeksi selaput lendir, permukaan/organ tertentu2. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke berbagai organ dan berkembang biak pada organ tersebut.3. Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama kali ia masuk kemudian menyebar ke organ lain.4. Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem syaraf.

Kelainan pada pasien ensefalitis disebabkan oleh:1. Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak2. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat kerusakan vaskular sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak3. Reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten

4Manifestasi Klinisa. Kejang demam sederhana -berlangsung kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri -tidak terulang dalam waktu 24 jam -Kejang umum tonik dan/atau klonikb. Kejang demam kompleks -berlangsung >15 menit, fokal/ multipel (kejang >1 dalam 24 jam) Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)-Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb: Rigiditas nukal (kaku leher). Tanda kernik positif Tanda brudzinki foto fobia, Kejang peningkatan TIK ( bradikardi),pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran )

Masa prodromal berlangsung 1-14 hari, ditandai dengan: demam, sakit kepala, mual-muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas pucat Tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung pada distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejalanya: gelisah perubahan perilaku gangguan kesadaran kejang -Terkadang disertai juga dengan tanda neurologis fokal berupa afasia, hemifaresis, hemiplegia, ataksia, dan paralysis saraf otak.

5Diagnosis Anamnesa (demam, serangan kejang, RPD, RPK, dll) Pemeriksaan Fisik (vital sign, neurologik) Pemeriksaan penunjang Anamnesa (didapatkan trias meningitis : sakit kepala, demam, kaku kuduk, RPD, dll) Pemeriksaan fisik (vital sign, didapatkan meningeal sign, neurologik) Pemeriksaan penunjang Anamnesa (demam, sakit kepala, riwayat pemaparan selama 2-3 minggu terakhir terhadap penyakit melalui kontak, RPD, dll) Pemeriksaan fisik (vital sign, neurologik Pemeriksaan penunjang

6Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium: Darah rutin, glukosa darah, elektrolit, urin dan feses rutin (makroskopis dan mikroskopik), kultur darah Pemeriksaan LP EEG Foto X-ray, CT-Scan, MRI Analisis CSS dari Pungsi lumbal Pemeriksaan Laboratorium: Elektrolit darah, LED MRI/ CT Scan Rontgen dada/kepala/ sinus Pemeriksaan Laboratorium: Darah rutin lengkap, gula darah, elektrolit dan biakan darah Analisis Pungsi lumbal Pemeriksaan CT atau MRI kepala edema otak Pada pemeriksaan EEG penurunan aktivitas atau perlambatan

7Penatalaksanaan Penanganan Pada Saat Kejang Menghentikan kejang: Turunkan demam:Pengobatan penyebab:antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya

Terapi umum : tirah baring total, pemberian cairan yang adekuat, terapi 5B (Blood, Brain, Barrier, Bowel, Bladder), terapi simptomatik (antikonvulsan, analgetik) Terapi abortif : Antibiotik (sesuai dengan etiologi) Tangani kejang Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan dan pemberian oksigen. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.-Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam Pengobatan kausatif.

10Prognosis Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:-Kejang demam berulang Epilepsi Kelainan motorik Gangguan mental dan belajarPrognosis pada meningitis bakteri bila tidak diobati dengan baik dapat berakibat fatal.Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan. Bayi biasanya mengalami penyulit dan gejala sisa yang berat.

BAB IIIDAFTAR PUSTAKA

1. Hay William W, Myron J. Levin, Judith M. Sondheimer, and Robin R. Deterding. Current Pediatric Diagnosis and Treatment. 17th ed. New York (USA): McGraw Hill Book Company; 2005.2. Ismail Sofyan, Taslim S Soetomenggolo, Bistok Saing, dkk. Konsensus Penanganan Kejang Demam. Indonesia: Badan Penerbit IDAI; 20113. Toy Eugene C, Mark D. Hortmann, Margaret C. McNeseese, et all. Case Files Pediatrics. New York (USA): McGraw Hill Book Company; 2004.4. -Rudolph Abraham M, Julien I. E. Hoffman, and Colin D. Rudolph. Rudolph`s Pediatrics 19th ed. USA: Appleton & Lange; 1991.5. Johnston Michael V. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. United States: Saunders; 2004.6. Schwartz M. William. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2005.7. Tanjung Conny. Irawan Mangunatmadja, dan Sudigdo Sastroasmoro. Prognostic Factors For The Occurence Of Febrile Seizure In Complex Febrile Seizure. Konika XIII; 2005.8. Tenjani Noorudin R. Pediatrics, Febrile Seizures. Available at: http://www.emedicine. Accessed November 1, 2006.9. Baumann Robert. Febrile Seizures. Available at: http://www.emedicine. Accessed November 1, 2006.10. Marliana Lian. Kejang Demam. Available at: http://www.mer-c.com. Accessed November 1, 2006.