kejang demam

18
KEJANG DEMAM SEDERHANA DONALD A. MANUAIN / 10-2009-191 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510 Email: [email protected] Abstrak : Kejang demam sederhana merupakan gangguan kejang yang paling lazim ditemukan pada anak. Kejang demam merupakan suatu bangkitan kejang yang terjadi akibat adanya demam tinggi pada anak yang umumnya disebabkan adanya infeksi, misalnya infeksi saluran pernapasan dan pendengaran. Umumnya kejang demam terjadi antara periode 9 bulan hingga 5 tahun. Ada kecenderungan genetik yang dijumpai pada kejang demam. Pemeriksaan yang fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran dan rangsang meningeal. Pemeriksaan penunjang umumnya tidak terlalu spesifik. Umumnya serangan kejang ini akan berhenti dengan sendirinya, meskipun perlu bantuan obat-obatan seperti fenobarbital dan natrium valproat untuk mencegah rekurensi kejang. Prognosis kejang demam sederhana umumnya baik. Kata kunci: kejang, demam, anak, infeksi, tingkat kesadaran. A. Anamnesis 1

Upload: nixonsinurat

Post on 29-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kejang demam pada anak

TRANSCRIPT

Page 1: kejang demam

KEJANG DEMAM SEDERHANA

DONALD A. MANUAIN / 10-2009-191

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510

Email: [email protected]

Abstrak : Kejang demam sederhana merupakan gangguan kejang yang paling lazim

ditemukan pada anak. Kejang demam merupakan suatu bangkitan kejang yang terjadi akibat

adanya demam tinggi pada anak yang umumnya disebabkan adanya infeksi, misalnya infeksi

saluran pernapasan dan pendengaran. Umumnya kejang demam terjadi antara periode 9 bulan

hingga 5 tahun. Ada kecenderungan genetik yang dijumpai pada kejang demam. Pemeriksaan

yang fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran dan

rangsang meningeal. Pemeriksaan penunjang umumnya tidak terlalu spesifik. Umumnya

serangan kejang ini akan berhenti dengan sendirinya, meskipun perlu bantuan obat-obatan

seperti fenobarbital dan natrium valproat untuk mencegah rekurensi kejang. Prognosis kejang

demam sederhana umumnya baik.

Kata kunci: kejang, demam, anak, infeksi, tingkat kesadaran.

A. Anamnesis

Anak yang mengalami kejang demam akan didahului dengan serangan demam baik suhu

tinggi maupun suhu yang tidak terlalu tinggi yang dapat disebabkan oleh infeksi saluran

pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.

Pastikan tidak adanya infeksi sistem saraf pusat untuk mengeliminasi kemungkinan

kejang oleh penyebab lain.1 Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan untuk

menganamnesis anak dengan kejang demam:

Usia anak berkisar 9-15 bulan

Adanya riwayat infeksi seperti infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,

pneumonia, gastroenteritis maupun infeksi saluran kemih.

Tidak ada infeksi sistem saraf pusat.

Adanya demam sebelum timbulnya kejang

1

Page 2: kejang demam

Umumnya serangan kejang berlangsung 24 jam pertama sewaktu demam.

Kemungkinan adanya pengaruh genetik, riwayat anggota keluarga yang juga pernah

mengalami kejang demam.

B. Pemeriksaan Fisik

Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam. Umumnya dapat

dilakukan pemeriksaan tanda – tanda vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan,

denyut nadi serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini biasanya

didapatkan peningkatan suhu tubuh.2

Pemeriksaan tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk memperhatikan apakah ada

defisit neurologis atau tidak. Bentuk pemeriksaan kesadaran yang digunakan dapat

berbentuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kesadaran kualitatif pasien

terbagi atas:

Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan.

Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi

Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri

Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian kesadaran turun lagi

Koma : tanpa gerakan sama sekali

Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale, tabel berikut akan menjelaskan

tentang Glasgow Coma Scale.

2

Page 3: kejang demam

Tabel 1: Glasgow Coma Scale, diunduh dari http://misslittlenurse.blogspot.com/2010/04/glasgow-coma-

scale.html

Skor terendah ialah 3 yang berarti pasien dalam keadaan koma dalam dan yang tertinggi

15 berarti pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya.

Pemeriksaan tanda rangsang meningial dapat digunakan untuk mengeksklusi adanya

meningitis. Bentuk pemeriksaan tanda rangsang meningeal meliputi kaku kuduk, tanda

Kernig, tanda Laseque dan tanda Brudzinsky.2

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan kadar elektrolit,

glukosa serum, pemeriksaan CSS serta pemeriksaan radiologik yang sesuai. Adanya

pemeriksaan ini bukan hanya untuk menegakkan diagnosis kejang demam namun juga

untuk menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi sistem saraf pusat yang

membangkitkan serangan kejang.3

Pemeriksaan elektrolit menunjukkan adanya hipokalsemia, hipomagnesia dan

hiperfosfatemia. Selain itu didapati penurunan kadar glukosa darah / hipoglikemia.

Analisa cairan serebrospinal tidak selalu dilakukan pada kejang demam. Pemeriksaan ini

dilakukan bila ada kecurigaan adanya meningitis pada bayi dan anak.

Pemeriksaan EEG tidak diindikasikan pasca kejang demam sederhana karena umumnya

gambarannya hanya akan membuktikan bentuk normal dan tidak akan mengubah

manajemen. EEG hanya diindikasikan pada kejang demam atipik maupun anak yang

3

Page 4: kejang demam

beresiko berkembang menjadi epilepsi. Kelainan EEG berupa perlambatan yang

mencolok sering dialami pada anak dengan kejang afebris rekuren dibandingkan anak

normal. EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan anak mana yang akan

mengalami kejang demam berulang atau yang mengalami epilepsi.

D. Diagnosis Kerja

Kejang demam sederhana merupakan suatu gambaran kejang yang berlangsung kurang

dari 15 menit, tidak menunjukkan adanya gambaran fokal yang signifikan, tidak

berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit serta

serangan hanya terjadi satu kali dalam sehari.2,3 Modifikasi kriteria Livingstone dapat

digunakan untuk menegakkan kejang demam sederhana, yaitu:

Umur ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun.

Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.

Kejang bersifat umum.

Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

Pemeriksaan EEG yang dibaut sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak

menunjukkan adanya kelainan.

Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kendala yang ditemukan dalam penggunaan kriteria Livingstone yaitu sulitnya

menganamnesis berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami

kejang.

E. Diagnosis Banding

Berikut ini beberapa jenis penyakit yang dapat dibandingkan dengan kejang demam

sederhana:

1. Kejang Demam Kompleks / Atipikal

Merupakan kejang pada demam dengan manifestasi klinis yang lebih lama (lebih dari

15 menit) yang disertai dengan tanda fokal. Serangan kejang yang kompleks dapat

terjadi lebih dari satu kali dalam satu hari. Adanya kejang demam kompleks harus

diwaspadai karena dapat merupakan pertanda infeksi akut yang serius serta dapat

menyebabkan komplikasi berupa timbulnya epilepsi. Dua hal yang perlu diperhatikan

untuk membedakan kejang demam kompleks dan sederhana ialah lama

berlangsungnya kejang serta jumlah serangan kejang yang terjadi.4

4

Page 5: kejang demam

2. Meningitis

Merupakan infeksi pada meningen, yaitu selaput pembungkus otak. Infeksi ini dapat

disebabkan oleh bakteri seperti Stereptococcus pneumonia, Eschericia coli, dan

Haemophilus influenzae maupun virus seperti virus herpes zoster dan herpes simplex.

Ada triad klasik dari meningitis, yaitu berupa kaku kuduk, demam tinggi dan

perubahan status mental. Selain itu dapat dijumpai adanya fotofobia dan fonofobia.

Jika tidak ada gejala klasik ini, maka sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis

pada seseorang. Pada anak biasanya terlihat irritabel dan kurang sehat. Pada bayi

berusia hingga 6 bulan biasanya didapai penonjolan fontanella.

Adanya pemeriksaan analisa cairan serebrospinal dapat digunakan untuk menegakkan

adanya meningitis.

3. Ensefalitis

Merupakan merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang umumnya disebabkan

oleh virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri. Mikroorganisme ini dapat

masuk melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Gejala yang dialami biasanya

berupa demam tinggi, pusing kepala, kebingungan dan terkadang kejang. Pada pasien

anak umumnya dijumpai demam, tidak nafsu makan dan irritabilitas. Adanya

ensefalitis juga dapat diikuti dengan adanya meningitis. Analisa cairan otak dapat

menunjukkan peningkatan kadar protein dan sel darah putih, sedangkan kadar glukosa

darah normal. Pada beberapa pasien tidak dijumpai perubahan berarti pada analisa

cairan serebrospinal.4

4. Abses Otak

Abses otak jarang terjadi pada bayi berusia dibawah 1 tahun, namun insidensinya

akan meningkat setelah masa itu dan hampir sepertiga dari semua kasus abses otak

terjadi pada kelompok usia pediatrik. Abses otak umumnya timbul sekunder dari

infeksi tubuh di tempat lain atau melalui luka tembus. Penyebabnya antara lain oleh

karena absen hematogen atau metastatic pada anak dengan kelainan jantung bawaan,

oleh penetrasi otak oleh benda asing atau pembedahan maupun akibat infeksi kulit

kepala.

Gejala yang dijumpai berupa letargi, anoreksia dan muntah. Anak yang usianya lebih

tua dapat mengeluhkan adanya nyeri kepala. Dapat dijumpai kejang yang bersifat

5

Page 6: kejang demam

fokal maupun umum yang disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi. Adanya

abses biasanya akan disertai dengan timbulnya defisit neurologis seperti hemiparesis,

gangguan sensorik dan kelainan lapang pandang. Adanya abses pada fossa posterior

akan menyebabkan ataksia, dismetria, serta kelumpuhan saraf kranialis. Defisit

neurologis ini tidak dijumpai pada kejang demam sederhana.

Pemeriksaan CSS umumnya tidak memberikan hasil bermakna. Sedangkan CT Scan

dapat digunakan menegakkan diagnosis dan evaluasi pengobatan penyakit ini.

F. Etiologi

Pencetus terjadinya kejang ialah adanya demam yang disebabkan oleh adanya infeksi

pada bayi dan anak. Bentuk infeksi yang mungkin ditemukan adalah infeksi saluran

pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Perlu

diperhatikan untuk menyingkirkan infeksi sistem saraf pusat sebagai penyebab kejang,

baru memikirkan kemungkinan adanya kejang demam.

Pada banyak pasien kejang demam sering ditemukan riwayat kejang demam pada

keluarganya, oleh karena itu dicurigai adanya kecenderungan genetik pada penyakit ini

meskipun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.1,4

G. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kinerja otak diperlukan adanya energi yang didapatkan dari hasil

metabolisme. Bahan yang dibutuhkan mutlak disini adalah glukosa. Proses metabolisme

ini juga membutuhkan oksigen yang dihantar oleh paru-paru ke jantung kemudian ke

otak. Sel syaraf, seperti sel lainnya dikelilingi oleh suatu membrane yang permukaan

dalamnya lipoid sedangkan permukaan luarnya ionik. Dalam keadaan normal

permeabilitas sel terhadap ion kalium lebih tinggi dari ion natrium, sehingga kadar kalium

dalam sel tinggi sedangkan kadar natrium dalam sel rendah. Hal yang sebaliknya berlaku

di luar sel saraf. Untuk menjaga homeostasis ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-

K-ATPase.

Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya perubahan konsentrasi

ion di ruang ekstrasel, rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanis, kimiawi

atau aliran listrik dari sekitarnya dan adanya perubahan patofisiologi dari membran

sendiri karena adanya penyakit atau pengaruh keturunan.3

6

Page 7: kejang demam

Pada keadaan demam dengan kenaikan suhu 1o C menyebabkan kenaikan metabolisme

basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat hingga 20%. Pada seorang anak

yang berusia 3 tahun sirkulasi darah ke otak mencapai 65%, bandingkan dengan orang

dewasa yang hanya mencapai 30%. Jadi adanya kenaikan suhu tubuh tertentu dapat

terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat

terjadi difusi ion natrium dan kalium sehingga kesimbangannya tidak terjadi lagi.

Lepas muatan ini akan meluas ke seluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan

bantuan neurotransmitter. Tidak semua jenis neurotransmitter dapat menyebabkan

terjadinya perpindahan ini. Hanya neurotransmitter yang bersifat eksitasi seperti glutamat

dan asam aspartat yang dapat menyebabkan peningkatan penyaluran impuls saraf.

Adanya daerah neuron yang mati (misalnya oleh karena adanya glioma tumbuh lambat,

hematoma, gliosis dan malformasi arterivenosus) juga dapat meningkatkan

perkembangan sinaps hipereksitasi yang baru. Eksitasi berlebih ini yang akan disalurkan

menuju motor end plate sehingga menyebabkan kontraksi secara tiba-tiba dari otot-otot

rangka.4

Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda. Pada anak dengan ambang

kejang rendah, dapat timbul kejang pada suhu 38o C. Sedangkan pada anak dengan

ambang kejang yang tinggi, dapat timbul kejang pada suhu 40o C atau lebih. Oleh karena

itu perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak

menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang demam yang berlangsung lama biasanya

disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet

yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak

teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat akibat peningkatan aktivitas otot dan

selanjutnya diikuti peningkatan metabolisme. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan

kerusakan pada neuron otak setelah berlangsungnya kejang pada waktu yang cukup lama.

Edema otak juga dapat terjadi karena adanya gangguan peredaran darah yang

menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler.5

H. Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia dibawah 6 tahun. Puncaknya biasanya terjadi

pada usia 14-18 bulan. Sangat jarang ditemukan adanya kejang demam pada anak berusia

diatas 6 tahun. Pada saudara kandung insidensinya berkisar 9–17%. Angka kejadian pada

7

Page 8: kejang demam

kembar monozigot lebih besar daripada kembar dizigot. Adanya epilepsi pada saudara

kandung juga meningkatkan resiko kejang demam begitu pula sebaliknya. Insidensi

komplikasi berupa epilepsi berkisar 9% pada anak yang memiliki faktor resiko berupa

riwayat keluarga epilepsi positif dibandingkan dengan faktor resiko negatif yaitu sekitar

1%.2

I. Manifestasi Klinis

Kejang biasanya terkait dengan kenaikan suhu tubuh yang cepat dan biasanya

berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih. Serangan kejang biasanya

berlangsung dalam 24 jam pertama setelah demam dan bentuk kejang dapat berupa tonik-

klonik, tonik, klonik, fokal maupun akinetik. Bentuk yang paling sering dijumpai ialah

tonik-klonik yang berlangsung dalam waktu singkat dari beberapa detik hingga 10 menit

yang diikuti dengan periode mengantuk pasca kejang. Kejang demam yang menetap lama

lebih dari 15 menit menunjukkan adanya penyebab organik seperti proses infeksi atau

toksik dan memerlukan perawatan yang menyeluruh.

Sebagian besar penderita kejang demam akan mengalami kejang demam sederhana.

Hanya 20% dari kejang demam pertama yang bersifat kompleks. Anak dengan kejang

demam kompleks umumnya memiliki riwayat disfungsi neurologis maupun gangguan

perkembangan serta cenderung berusia kurang dari 18 bulan.5

Sekali lagi diingatkan bahwa sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan adanya

infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak baru memikirkan

kemungkinan adanya kejang demam.

J. Penatalaksanaan

1. Non medika mentosa

Seringkali kejang yang terjadi akan berhenti dengan sendirinya. Penting untuk

menjaga jalan napas agar tetap lancar pada pasien yang mengalami serangan

kejang demam.5

Jika anak mengalami kejang, posisikan anak miring (semiposisi) dengan leher

yang diekstensikan sehingga sekresi dapat keluar secara lancar melalui mulut.

Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara hati-

hati, angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam mulut.

Berikan O2 jika tersedia.

8

Page 9: kejang demam

Tetap perhatikan keadaan vital pasien seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,

pernapasan dan fungsi jantung. Penting untuk mengetahui pada suhu berapa

anak mengalami kejang sehingga kita dapat mengetahui ambang kejang anak

tersebut.

Jangan letakkan apapun (sendok, jari) di mulut pasien.

Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin dan

pemberian antipiretik. Antipiretik yang dapat digunakan pada anak adalah

Paracetamol. Jangan gunakan asam salisilat sebagai antipiretik karena dapat

menyebabkan sindrom Reye.

Setelah kejang berhenti, periksa kadar glukosa dan elektrolit darah. Pada kejang

demam biasanya didapati peningkatan kadar fosfor, penurunan kadar magnesium

dan kalsium serta penurunan kadar glukosa darah.6

Hal yang perlu diperlukan adalah untuk menyingkirkan penyebab kejang akibat

infeksi pada sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak. Oleh

karena itu dapat dilakukan pungsi lumbal pada L4 – L5 untuk mengambil cairan

serebrospinal. Cairan ini kemudian dianalisa untuk mengetahui kemungkinan

adanya infeksi pada sistem saraf pusat.5,6 Namun, analisa cairan serebrospinal ini

tidak dilakukan pada semua kasus kejang demam melainkan hanya dilakukan

pada:

Kejang dengan usia pasien dibawah 1 tahun.

Kejang yang berulang.

Adanya gejala-gejala gangguan sistem saraf pusat seperti adanya defisit

neurologis pasca kejang.

2. Medika Mentosa

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan

orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya pada pada

pasien. Tujuan pemberian adalah mencegah timbulnya kejang pada keadaan

demam. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak.

Berdasarkan penelitian dapat digunakan Diazepam intrarektal tiap 8 jam

sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg

untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, apabila suhu pasien

9

Page 10: kejang demam

menunjukkan suhu ≥ 38,5o C. Efek samping yang mungkin timbul adalah

ataksia, mengantuk, depresi pusat pernapasan, laringospasme dan hipotonia.4

Untuk mengurangi rekurensi kejang demam dapat digunakan fenobarbital

dengan dosis sebagai berikut:

Neonatus : 30 mg intramuskular

1 bulan – 1 tahun : 50 mg intramuskular

> 1 tahun : 75 mg intramuskular

Namun penggunaan fenobarbital harus diwaspadai karena efek samping yang

mungkin timbul berupa hiperaktivitas, irritabilitas, letargi dan ruam. Selain itu

dicurigai bahwa fenobarbital memiliki efek samping pada intelegensia. Sebuah

penelitian menunjukan kelompok anak yang pernah diberi fenobarbital

memiliki IQ rerata 5,2 poin lebih rendah daripada kelompok kontrol 6 bulan

setelah terapi dihentikan. Pemakaian hanya sewaktu demam tidak efektif

karena konsentrasi terapeutik obat tidak akan dicapai dalam waktu singkat

kecuali bila diberikan dalam dosis yang sangat besar (15-20 mg/kg), namun

dosis besar ini juga berarti efek samping yang lebih besar.4

Diazepam oral 0,33 mg/Kg setiap 8 jam selama demam efektif dalam

mengurangi insiden kejang demam rekuren sama seperti penggunaan kontinu

fenobarbital. Fenitoin dan karbamazepin yang diberikan kontinu tidak efektif

dalam mencegah kejang demam rekuren. Natrium valproat mungkin

menguntungkan, namun efek samping serius secara potensial disebabkan oleh

penggunaan agen ini tidak menjamin penggunaannya. Sehingga pilihan terapi

pencegahan rekuren terbaik ialah diazepam secara oral.

K. Komplikasi

1. Epilepsi

Anak yang menderita kejang demam beresiko lebih besar mengalami epilepsi

dibandingkan dengan yang tidak. Besarnya resiko ini dipengaruhi banyak faktor,

namun yang terpenting adalah kelainan status neurologik sebelum dan sesudah

kejang, timbulnya kejang demam yang kompleks dan riwayat kejang afebris pada

keluarga. Seorang anak normal yang mengalami kejang demam memiliki resiko 2x

lipat lebih besar dibandingkan populasi kontrol.2

10

Page 11: kejang demam

Apabila kejang pertamanya kompleks, atau bila anaknya abnormal, resiko dapat

meningkat hingga 5 kali lipat. Bila kedua faktor ada maka resikonya menjadi 18 kali

lipat dan insidensi epilepsi dapat mencapai 10% dalam kelompok ini. Anak dengan

serangan kejang demam fokal, berkepanjangan, dan berulang dengan penyakit yang

sama memiliki 50% kemungkinan menderita epilepsi saat ia berusia 25 tahun.

2. Retardasi mental

Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan motorik dan

status epileptikus pernah dilaporkan sebagai gejala sisa kejang demam. Kejang yang

berkepanjangan tampaknya merupakan faktor pemicu timbulnya sekuele.2

L. Pencegahan

Pencegahan terutama dari kejang demam adalah mencegah agar suhu tubuh anak tidak

terlalu tinggi sehingga tidak menjadi faktor pemicu timbulnya kejang.3 Hal yang dapat

dilakukan ialah:

Memberi kompres air dingin pada anak yang demam.

Tidak mengenakan baju yang tebal dan tertutup pada anak.

Menggunakan obat penurun suhu tubuh, yaitu Paracetamol.

Pencegahan sekunder berupa mencegah rekurensi demam telah dibahas di bagian

penatalaksanaan, yaitu dengan pemberian diazepam oral 0,33 mg/kg setiap 8 jam.

M. Prognosis

Umumnya baik. Angka mortalitas sangat rendah, yaitu berkisar dari 0,64 – 0,74 %.4

KESIMPULAN

Kejang demam sederhana merupakan kejang akibat peningkatan suhu tubuh yang umumnya

terjadi bayi dan anak berusia 9 bulan – 5 tahun, dalam kurun waktu yang singkat (kurang dari

15 menit) dan hanya terjadi satu kali dalam waktu 24 jam. Kejang ini memiliki faktor genetik

dan akan berhenti sendiri meskipun dibutuhkan pengobatan untuk mencegah rekurensi.

Keadaan kejang ini dapat dicegah dengan mengusahakan agar suhu tubuh anak tidak terlalu

tinggi. Umumnya kasus ini berprognosis baik dengan angka mortalitas yang sangat rendah.

11

Page 12: kejang demam

DAFTAR PUSTAKA

1. Richard EB, Robert MK, Ann MA. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 3. Jakarta:

EGC; 2004.h.2059-60.

2. Abraham MR, Julien IE, Colin DR. Buku ajar pediatric Rudolph. Volume 3. Edisi 20.

Jakarta: EGC; 2007.h.2160-1.

3. Joyce LK. Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostik. Jakarta: EGC; 2008.h.116-

20.

4. Annegers JF, Hauser WA, Shirts SB, et al. Factor prognostic of unprovoked seizures

after febrile convulsions. N Eng J Med 316: p.493.

5. Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Volume 3.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.1190-2.

6. Ellenberg JH, Nelson KB. Febrile seizures and later intellectual performance. Arch

Neurol 35: p. 1978.

7. Taslim SS, Sofyan I. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI;

2001.h.244-51.

8. Roy M, Simon JN. Pediatrika. Edisi 7. Jakarta: Erlangga: 2005.h.112-4.

12