kejang demam
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN, LAPORAN KASUS,
ANALISA SINTESA
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DISUSUN OLEH :
DEA MUSPRATIWI S.Kep
NIM : 011214007
PROGRAM NERSSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH
TANJUNGPINANGTAHUN 2013
KEJANG DEMAMI. KONSEP DASAR TEORI
A. DEFINISI
Kejang demam merupakan kejang yang cukup sering dijumpai pada anak–anak
yang berusia dibawah 5 tahun, gejala–gejala yang timbul dapat bermacam–macam
tergantung dibagian otak mana yang terpengaruh, tetapi kejang demam yang terjadi pada
anak adalah kejang umum
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Jadi kejang demam
adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan
potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.
B. ETIOLOGI
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam
sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang
tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang
(Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan
oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air,
atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel
apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi
kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana
demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering
disebabkan oleh virus daripada bakterial.
C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses
ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran
yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)
dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan
potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp –
ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion
di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena
penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan
mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi
difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya
sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan
yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C
dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih,
kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya
kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh
karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah,
1997: 229)
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada klien dengan kejang demam yaitu:
1. Demam tinggi atau peningkatan suhu tubuh secara tiba-tiba (biasanya lebih dari
38ºC)
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
4. Kehilangan kesadaran berlangsung selama 30 detik – 15 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang kejang demam)
5. Gerakan tangan, kaki dan muka yang menyentak-nyentak dan kaku
6. Bola mata berputar kearah belakang kepala
7. Mengompol
8. Muntah
9. Gigi atau rahang terkatup rapat
10. Gangguan pernapasan
11. Kulit kebiruan
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal
atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar
tanpa ada kelainan saraf.
Di Sub bagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai
pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali
F. KOMPLIKASI
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di
otak sehingga terjadi epilepsy.
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI
(1985: 849-850).
Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara
irreversible.
2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan
Ismail (1989 :43), pemeriksaannya adalah :
1. EEG
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan
likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang
demam kompleks.
2. Lumbal Pungsi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas
likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi
pada otak.
a) Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal
pungsi
b) Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning
santokrom
2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi
40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-
150ml)
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L,
bayi 3.6-5.8mEq/L)
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4
faktor yang perlu dikerjakan :
1. Segera diberikan diezepam intravena atau diazepam rektal, dosis rata-rata 0,3mg/kg,
dosis ≤ 10 kg = 5mg/kg, ≥ 10 kg = 10 mg. Bila diazepam tidak tersedia langsung
memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya.
3. Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila
telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi
diazepam oral 0,3 mg/kgBB
4. Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit)
dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Adapun penatalaksanaan medis yang lain yaitu :
1. Pencegahan
Sebagai upaya pencegahan, saat anak mengalami demam dapat dilakukan:
a. Memberikan obat turun panas jika suhu badan > 38ºC
b. Memberikan kompres air hangat
c. Menggunakan pakaian tipis dan mudah menyerap keringat
d. Memberikan cairan (minum air putih semampu anak meminumnya)
2. Perawatan
Jika Anak kejang demam, lakukan langkah-langkah berikut ini:
a. Baringkan anak secara miring di tempat yang aman (supaya tidak terjatuh)
b. Temani, awasi dan tenangkan anak
c. Longgarkan pakaian
d. Jangan menahan gerakan anak
e. Jangan memasukkan apapun di mulut anak
3. Penatalaksanaan Medis
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua
dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih
kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan
fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Umum
Pada kejang demam paling peting peran perawat selama pasien kejang adalah
observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai
karakteristik yang berbeda misalnya adanya halusinasi (aura), motor efek seperti
pergerakan bola mata, kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu
kejang dimulai dan lamanya kejang. Sehingga pada pengkajian klien dengan kejang
demam tergolong sakit berat pada pengkajian umum gawat darurat.
2. Pengkajian Kesadaran
Pada kasus kejang demam kesadaran adalah antara unrespon sebab klien tidak
sadar terhadap penyakitnya.
3. Pengelompokan Triage
Kasus ini adalah emergensi karena dapat mengancam jiwa dan akan mati tanpa
tindakan dalam 0 menit
4. Pengkajian Primer
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
a. A : Airway (jalan nafas) karena pada kasus kejang demam inpuls-inpuls radang
dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh
hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam. Demam yang terlalu
tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan, sehingga jaringan
otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak
tubuh. Wajah yang membiru, lengan dan kakinya tersentak-sentak tak terkendali
selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat
yang ditimbulkan dapat membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung
yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak
terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah menyumbat
saluran pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :
1) Semua pakaian ketat dibuka
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Neuron otak. Kerusakan Pengisapan lender harus dilakukan secara teratur dan
diberikan oksigen
Evaluasi :
1) Inefektifkan jalan nafas tidak terjadi
2) Jalan nafas bersih dari sumbatan
3) RR dalam batas normal
4) Suara nafas vesikuler
b. B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya
lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energy
meningkat untuk kontraksi otat skeletal yang akhirnya terjadi hypoxia dan
menimbulkan terjadinya asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
1) Mengatasi kejang secepat mungkin
2) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Evaluasi :
1) RR dalam batas normal
2) Tidak terjadi asfiksia
3) Tidak terjadi hypoxia
c. C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsy spontan, karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi
epilepsy
Tindakan yang dilakukan :
1) Mengatasi kejang secepat mungkin
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1) Semua pakaian ketat dibuka
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
4) Penghisapan lender harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
Evaluasi :
1) Tidak terjadi gangguan peredaran darah
2) Tidak terjadi hypoxia
3) Tidak terjadi kejang
4) RR dalam batas normal
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b.d proses penyakit
2. Resiko tinggi cedera fisik b.d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
3. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b.d penurunan neuromuscular
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
5. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b.d penurunan suplai O2
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA
HASIL
INTERVENSI RASIONAL
1 Hipertermi b.d proses penyakit Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 24 jam
diharapkan hipertermi dapat teratasi.
Dengan kriteria hasil :
- Suhu tubuh klien dalam batas
normal (36,5-37,5)
a. Kaji penyebab hipertermi
b. Observasi TTV
c. Beri kompres hangat pada bagian
dahi dan axial
a. Hipertermi merupakan salah satu
gejala/kompensasi tubuh
terhadap adanya infeksi baik
secara local maupun secara
sistematik
b. Pada klien hipertermi terjadi
kenaikan TTV terutama suhu,
nadi, pernapasan. Hal ini
disebabkan karena metabolisme
tubuh meningkat
c. Daerah dahi dan axial
merupakan jaringan tipis dan
terdapat pembuluh darah
sehingga proses vasodilatasi
pembuluh darah lebih cepat
sehingga pergerakan-pergerakan
molekul cepat sehingga
evaporasi meningkat dengan
d. Beri minum sedikit-sedikit tapi
sering
e. Pakaikan pakaian yang tipis yang
dapat menyerap keringat
f. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antipiretik
cepat
d. Untuk mengganti cairan yang
hilang dan untuk
mempertahankan cairan di dalam
tubuh
e. Pakaian yang tipis dapat
membantu mempercepat proses
evaporasi
f. Antipiretik dapat menurunkan
demam
2 Resiko tinggi cedera fisik b.d
aktifitas motorik yang meningkat
(kejang)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan resiko tinggi cedera fisik
tidak terjadi.
Dengan kriteria hasil :
- Lidah tidak tergigit dan jatuh
kebelakang
a. Sediakan spatel lidah yang telah
dibungkus kassa
b. Beri posisi miring kiri/kanan
c. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat anti konvulsan
a. Spatel lidah digunakan untuk
menahan lidah jika tergigit
b. Mencegah aspirasi pada lambung
c. obat anti kolvulsan sebagai
pengatur gerakan motorik dalam
hal ini anti konvulsan
menghentikan gerakan motorik
yang berlebihan
3 Resiko tinggi pola nafas tidak
efektif b.d penurunan
neuromuscular
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam,
diharapkan resiko tinggi pola nafas
a. Observasi TTV
b. Pertahankan leher atau kepala
a. Periksa TTV sangat penting
untuk mengetahui tindakan
selanjutnya
b. Kepala yang miring pada satu
tidak efektif tidak terjadi.
Dengan kriteria hasil :
- gangguan perfusi jaringan otak
tidak terjadi
- RR dalam batas normal
pada posisi tengah kemudian
sokong dengan handuk kecil atau
bantal kecil
c. Berikan waktu istirahat diantara
aktifitas keperawatan yang
dilakukan
d. Catat adanya reflek-reflek
menelan, batuk, babinski dan
reaksi pupil
e. Anjurkan orang terdekat
(keluarga) untuk berbicara dengan
pasien
sisi akan menekan vena
jungularis dan menghambat
aliran darah vena yang
selanjutnya meningkatkan TIK.
c. Aktifitas yang dilakukan terus
menerus dapat meningkatkan
TIK dengan menimbulkan efek
stimulasi kumulatif
d. Penurunan reflek menandakan
adanya kerusakan pada tingkat
otak tengah atau batang otak
yang sangat berpengaruh
langsung terhadap keamanan
pasien
e. Ungkapan keluarga yang
menyenangkan pasien tampak
mempunyai efek relaksasi pada
beberapa pasien
4
MENGETAHUI
TANJUNGPINANG, 8 APRIL 2013
PEMBIMBING KLINIK PEMBIMBING AKADEMIK
( ROSIDA S.Kp MM ) ( SONI HENDRA S. S.Kep, Ns)