kejang demam

16
Kejang Demam Sederhana Muhamad Syaiful bin Samingan 102008301 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Waana !alan "r#una Utara $o%&' !akarta (arat'11)10 Ukrida%a%id saifulsamingan*gmail%om BAB I PENDAHULUAN Ke#ang demam +  febrile convulsion, ialah bangkitan ke#ang yang ter#adi -ada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oelh suatu -roses ekstrakranium% .era#at tingginya demam yang dia ngg a- uk u- unt uk dia gno sis ke# ang demam iala h 38/ atau lebih% (eb era-a -en elit i memakai -atokan suhu 38%)/ atau lebih' teta-i suhu sebenarnya -ada aktu ke#ang sering tidak diketahui% 1 Ke#ang demam meru-akan kelainan neurologis yang -aling sering di#um-ai -ada anak' terutama -ada golongan umur & bulan sam-ai tahun% am-ir 34 dari-ada anak yang berumur dibaah ) tahun -ernah menderitanya +Milliha-' 15&8,% Wegman +1535, dan Milliha- +15)5, dari -erobaan binatang berkesim-ulan baha suhu yang tinggi da-at menyebabkan ter#adinya  bangkitan ke#ang% 2 6er#adinya bangkitan ke#ang demam bergantung ke-ada umur' tinggi serta e-atnya suhu meningkat +Wegman' 15357 rihard dan M 9real' 15)8, Faktor hereditas #uga mem-unyai  -eranan :enno;<(uhtal +15=1, ber-enda-at baha ke-ekaan terhada- bangkitan ke#ang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan -enetrasi yang tidak sem-urna% :enno; +155,  ber-enda-at baha 1'24 anggota keluarga -enderita mem-unyai riayat ke#ang sedangkan  -ada anak normal hanya 34% 2 1

Upload: muhamad-syaiful

Post on 19-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kejang demam

TRANSCRIPT

Kejang Demam SederhanaMuhamad Syaiful bin Samingan 102008301Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat,11510

[email protected]

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oelh suatu proses ekstrakranium. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38 C atau lebih. Beberapa peneliti memakai patokan suhu 38.5 C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui. 1

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% daripada anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderitanya (Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang.2

Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat (Wegman, 1939; Prichard dan Mc Greal, 1958) Faktor hereditas juga mempunyai peranan Lennox-Buchtal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.2BAB II

PEMBAHASAN

A. ANAMNESISAnamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yan gdisebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien atau sumber lain disebut alloanmnesis. Termasuk di dalam aloanamnesis adalah semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Oleh karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat memberikan keterangan, maka dalam bidang kesehatan anak aloanamnesis menduduki tempat yang jauh lebih penting daripada autoanamnesis.Pada kasus kejang demam, sangat dibutuhkan beberapa keadaan yang harus dipastikan, yaitu Identitas Pasien (terutama umur), adanya riwayat demam, tipe kejang, lamanya kejang waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang, frekuensi kejang, kesadaran selama kejang, sifat kejang (fokal atau umum), bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik), kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis), riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun) dan Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE). Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi), riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi), riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan serta ada atau tidaknya trauma kepala. 3B. PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda vital terutama suhu : Untuk memastikan adanya demam atau tidak, kita memerlukan pemeriksaan suhu. Demam adalah suatu keluhan yang paling sering dikemukakan, yang terdapat pada berbagai penyakit baik infeksi maupun non-infeksi. Pada tiap keluhan demam perlu ditanya berapa lama demam berlangsung.

b. Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

c. Kejang : Kejang harus dipandang sebagai gejala penyakit, dan bukan diagnosis. Pada setiap kejang harus diperhatikan jenisnya (klonik atau klonik), bagian tubuh yang terkena (fokal atau umum), lamanya kejang berlangsung, frekuensinya, selang atau interval antara serangan, keadaan saat kejang dan setelah kejang (post-iktal), apakah kejang disertai demam atau tidak, dan apakah anak telah pernah kejang sebelumnya.

d. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

d. Tanda Rangsang Meningeal

Kaku kuduk (nuchal rigidity)

Pasien dalam posisi terlentang, bila lehernya ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, maka dikatakan kaku kuduk positif. Tahanan juga dapat terasa bila leher dibuat hiperekstensi, diputar atau digerakkan ke samping. Kadang-kadang kaku kuduk disertai hiperektensi tulang belakang, keadaan ini disebut opistotonus. Di samping menunjukkan adanya rangsang meningeal (meningitis), kaku kuduk juga terdapat pada tetanus, abses retrofaringeal, abses peritonsilar, ensefalitis virus, keracunan timbale dan arthritis rheumatoid.

Brudzinski I

Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang terlentang dan tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegak agar badan tidak terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif. Bila rangsang positif maka kedua tungkai bawah bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.

Brudzinski II

Pada pasien yang terlentang, fleksi pasif tungkai atas pada sendi panggul akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut. HAsilnya lebih jelas bila waktu fleksi ke panggul sendi lutut dalam keadaan ekstensi

Kernig

Pemeriksaan Kernig ini ada bermacam-macam cara, yang biasa dipergunakan adalah pasien dapam posisi terlentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Dalam keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135o terhadap tungkai atas. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif tersebut akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi dibawah 6 bulan.

2. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Cairan Serebrospinal (CSS)

CSS dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu pungsi lumbal dan pungsi suboksipital. Sebaiknya diusahakan mendapatkan cairan tersebut secara pungsi lumbal. Bila ternyata tidak mungkin baru dipikirkan pengisapan pada daerah sesterna magna.2Pungsi Lumbal

Syarat : Anak tidak dalam keadaan kejang dan di daerah pungsi tidak terdapat kelainan kulit (dekubitus, bisul dan lain-lain).2Cara : Anak ditidurkan miring dan dilengkungkan hingga tulang punggung tampak jelas. Tariklah garis antara 2 spina iliaka anterior dan superior. Tempat pungi ialah daerah intervertebra di atas atau di bawah garis ini. (L3-4/L4-5)Setelah kulit dibersihkan secara asepsis dengan iodium dan alcohol, tutuplah daerah sekitar bagian yang akan ditusuk dengan kain suci hama. Pakailah sarung steril. 2Cara penampungan :

1. Pakailah 3 tabung reaksi untuk menampung likuor secara berturut-turut.

Tabung 1 : Pemeriksaan Makroskopik dan Kimia

Tabung 2 : Pemeriksaan Mikroskopik

Tabung 3 : Pemeriksaan MikrobiologiKejang demam dapat didiagnosis hanya setelah kasus kejang lain disingkirkan. Hal ini mengharuskan kita menyingkirkan berbagai kemungkinan etiologi, misalnya infeksi susunan saraf pusat, gangguan akut homeostasis air dan elektrolit, gangguan metabolisme, dan lesi structural pada susunan saraf. Pada situasi yang sesuai, hal ini mungkin memerlukan pemeriksaan CSS dan penentuan eletrolit, gula, dan kalsium serum serta pemeriksaan radiologic yang sesuai, misalnya pemindaian CT otak. 4Pemeriksaan ini tidak perlu dilakukan secara rutin pada anak yang diperiksa oleh dokter yang berpengalaman dan terbukti normal secara perkembangan dan neurologis dan pada anak yang tidak dicurigai mengidap meningitis.4Anak yang lebih muda yang mungkin lebih sulit dievaluasi secara pasti mungkin memerlukan lebih banyak pemeriksaan diagnostic. Setiap anak yang mengalami kejang disertai peningkatan suhu memerlukan pengamatan dan tindak lanjut yan cermat.4 Pemeriksaan Darah

Penentuan kadar kalsium serum, gula dan nitrogen urea darah, masing-masing dapat membantu diagnosis tetani hipokalsemia, hipoglikemia, dan nefritis akut. Koeksistensi hipertensi, proteinuria, silinderuria merupakan bukti-bukti nefritis.5 Elektroencephalography (EEG)

EEG umumnya kurang bermanfaat dalam evaluasi dan penatalaksanaan pasien kejang demam. Kelainan ditemukan pada lebih dari 80% rekaman EEG yang dibuat dalam satu hari kejang demam, tetapi hal ini menurun sampai sekitar 30% dalam 3-5 hari. Kelainan berupa perlambatan yang mencolok, terutama di posterior dan sering asimetris. Faktor yang cenderung berkaitan dengan kelainan yang menetap adalah kejang yang parah, demam tinggi berkepajangan dan riwayat disfungsi neurologic. Anak yang memperlihatkan perlambatan yang ekstrim pada EEG cenderung mengalami kejang afebris rekuren dibandingkan dengan anak yang rekamannya normal. EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan anak mana yang akan mengalami epilepsy. Pada anak dengan kejang demam, temuan EEG cenderung menjadi abnormal seiring dengan pertambahan usia, tanpa bergantung pada apakah mereka kemudian akan mengalami kejang-kejang, dan insiden kelainan EEG pada anggota keluarga lebih tinggi daripada pada populasi control.5 Radiologi

CT-scan atau MRI tidak dilakukan pd KDS yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multiple. 5C. DIAGNOSIS

a. Working Diagnosis

Sesuai dengan gejala klinis, keterangan dari ibu pasien serta pemeriksaan penunjang lainnya diagnosis pasien ini adalah kejang demam sederhana karena kejang ini berlangsung kurang dari 15 menit dan setelah itu pasien bisa sadar kembali dan bergerak aktif. Pada pasien juga tidak ditemukan adanya kaku kuduk dan pada pemeriksaan saraf otak hasilnya adalah normal.Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan/atau parsial (unilateral). Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todds hemiplegia) yang hanya berlangsung beberapa jam atau beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap.1b. Differential Diagnosis

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf pusat (otak). Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan orgais di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini termasuk dalam kejang demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam.21. Menigitis bakterialis

Gejala Klinis dan Pemeriksaan : 2 Gejala Infeksi Akut : Anak lesu, mudah terangsang, panas, muntah, anoreksia dan pada anak yang besar mungkin terdapat keluhan sakit kepala.

Gejala tekanan intracranial meningkat. Anak sering muntah, nyeri kepala, moaning cry pada neonates. Kesadaran menurun sampai apati atau koma. Kejang bisa umum, fokal atau twitching. Ubun-ubin menonjol.

CSS : Keruh dan jernih pada stadium dini.

Nonne pandy (protein) umumnya + kuat

Jumlah sel umumnya ribuan permilimeter kubik cairan yang sebagian besar terdiri dari sel polimorfonukleus. Pada stadium dini didapatkan jumlah sel hanya sedikit. Oleh karena itu pungsi lumbal harus diulangi keesokan harinya.

Kadar gula menurun tapi tidak serendah meningitis tuberkulosa

Kadar klorida merendah

Mikrobiologi : Pemeriksaan Langsung seperti pewarnaan gram sangat jarang dapat ditemukan bakteri penyebab, diferensiasi dipercaya dapat didapatkan dari pembiakan dan percobaan pada binatang2. Meningitis tuberkulosaGejala Klinis: 2 Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak. Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai anak mudah terangsang atau anak menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh sakit kepala. Anoreksia, obstipasi muntaj juga sering ditemukan.

Kaku kuduk, seluruh tubuh dan timbul opistotonus.Ubun-ubun menonjol dan kelumpuhan saraf mata sehingga ada gejala strabismus dan nistagmus.

Pungsi lumbal, CSS jernih atau kekuningan, kadar protein meninggu dan kadar klorida dan glukosa menurun.

Uji tuberculin (+) di perberat dengan ada riwayat keluarga yang menderita tuberculosis3. Kejang Demam Kompleks

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam menjadi dua:6a. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

Berlangsung singkat Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal Tidak berulang dalam waktu 24 jam

b. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan kejang 4. EnsefalitisGejala Klinis: 2 Suhu mendadak naik = hiperpireksia. Kesadaran cepat menurun, anak lebih besar mengeluh sakit kepala, muntah kejang fokal sampai umum atau twitching saja dan berlangusng berjam-jam. CSS dalam batas normal, kadanag ada peninggian jumlah sel, kadar protein atau glukosa. EEG sering menunjukkan akrifitas listrik yang menrendah sesuai dengan kesadaran yang menurun.D. ETIOLOGIHingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.7Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil.7Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan lain-lain.7Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil sebagai penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi, keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak tertentu dan menelan obat.7E. EPIDEMIOLOGIDiperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita kejang demam. Anak laki-laki lebih sering pada anak perempuan dengan perbandingan 1.4:1.0. Menurut ras maka kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna.7Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga memegang peranan. Lennox Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang sempurna. Dan 41.2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.7F. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.2Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibat konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan kon sentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat di permukaan sel.2Keseimbangan potensial membran ini dirubah oleh adanya:

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tersebut dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difus dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akiba terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluaske seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang pada seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.2Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabka metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.2Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi " matang " dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.G. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana dini pada kejang demam merupakan hal yang penting. Ketika melihat anak mengalami kejang demam tetaplah tenang. Kemudian perhatikan airway, breathing, dan circulation. Jika terjadi masalah maka atasi terlebih dahulu. Jika telah teratasi maka penggunaan obat-obatan dapat diberikan.6Obat lini pertama untuk kejang demam adalah diazepam dengan pemberian terbaik secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Jika pemberian intravena tidak memungkinkan maka diazepam rektal dapat diberikan. Dosis yang diberikan sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg. Jika lebih dari 10 kg maka diberikan dengan dosis 10 mg. Dosis lain untuk diazepam rektal 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun dan 7,5 mg untuk di atas 3 tahun. 6Dosis ulangan dapat diberikan jika kejang belum teratasi dengan cara dan dosis yang sama dalam interval waktu 5 menit. Bila setelah dosis ulangan masih tetap kejang, maka pemberian diazepam intravena harus dilakukan. Bila kejang tetap belum berhenti, diberikan obat lain yaitu fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali. Jika kejang teratasi pemberian fenitoin tetap dilanjutkan dengan dosis 4-8 mg/kg/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal.6Akan tetapi, jika kejang belum juga berhenti maka berikan antikonvulsan lain seperti fenobarbital secara intravena 10-20 mg/kg. Kemudian, jika kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang intensif.6H. PROGNOSIS

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dua penyelidilkan masing-masing mendapatkan angka kematian 0,46% dan 0,74% (Fridererichsen dan Melchoir, 1954; Frantzen dkk., 1968)2I. KOMPLIKASI

Terulangnya KejangKemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.8 Epilepsi

Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :

a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS

c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.8 Hemiparesis

Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.8 Retardasi Mental

Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5 kali lebih besar. 8J. PREVENTIFPencegahan terbaik yaitu mengatasi demam pada anak. Berilah kompres air hangat dan jangan memakaikan pakaian yang tebal pada anak demam. Antipiretik dapat diberikan meskipun belum ada bukti mencegah timbulnya kejang berulang. Di Indonesia pemberian parasetamol dianjurkan dengan dosis 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Obat antipiretik lain seperti ibuprofen dapat diberikan dengan dosis 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan profilaksis tidak lagi direkomendasikan untuk mencegah kejang demam saat demam. Begitupun dengan antiepilepsi seperti fenitoin dan carbamazepin.6Diazepam oral dengan dosis 0.3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam dapat digunakan untuk mengurangi risiko berulangnya kejang demam. Diazepam rektal dapat juga diberikan setiap 8 jam dengan dosis 0.5 mg/kg pada suhu >38.5o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. 6Pemberian obat rumatanPengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam kejang demam lebih dari 15 menit, kejang demam fokal, dan adanya riwayat epilepsi. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, Todds paralysis, cerebral palsy, retardasi mental, dan hidrosefalus juga merupakan indikasi rumatan. Dipertimbangkan pengobatan rumatan bila kejang demam pertama pada umur di bawah 12 bulan, kejang berulang dalam 24 jam, dan kejang demam lebih dari 3 kali dalam setahun. 6Asam valproat saat ini merupakan obat lini pertama untuk menurunkan risiko berulangnya kejang. Dosis yang diberikan 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis. Akan tetapi, efek samping hepatotoksis dapat terjadi terutama pada anak di bawah 2 tahun. Obat lain seperti fenobarbital dapat diberikan dengan dosis 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. Akan tetapi, dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Lama pengobatan rumatan adalah selama 1 tahun bebas kejang, kemudian diturunkan secara bertahap 1-2 bulan. 6BAB III

KESIMPULAN

Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik, prenatal, dan perinatal. Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh karena infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi traktur urinarius. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Kadang-kadang pada demam yang tidak begitu tinggi sudah dapat menyebabkan kejang. Pada anak yang demikian biasanya mempunyai resiko tinggi untuk kejangnya kambuh.1Pada bayi kejang demam biasanya timbul sebelum berumur 5-6 bulan, dan pada anak 85% sebelum berumur 4 tahun. Kadang-kadang kejang demam dapat timbul pada umur 5-8 tahun, tidak jarang kejang demam berlangsung terus sampai umur lebih dari 5-6 tahun.Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana. Yang diturunkan ialah kemungkinan adanya defisiensi enzim tertentu yang menyebabkan maturasi otak terhambat. Kejadian-kejadian prenatal dan perinatal yang dapat menyebabkan kerusakan otak mungkin juga berpengaruh pada timbulnya kejang demam dan prognosisnya.1DAFTAR PUSTAKA

1. Soetomenggolo, Taslim S. Kejang Demam dalam Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Ed 1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. h.41-3.

2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kejang Demam dalam buku kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika; 2007 . h847-54.

3. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell pulblishing, 2006. Hal 72-904. Buku Ajar Pedriatri Rudolph/ Ann Alpers [et al. ] ; editor, Abraham M.Rudolph [et al.];alih bahasa, A. Samik Wahab [et al.]; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati hartanto[et al].---Ed.20---Jakarta: EGC: 2006.5. Behrman, Richard E.. Ilmu kesehatan anak: (Textbook of Pediatrics)/Richard E.Behrman, Victor C.Vaughan. Alih bahasa, R.F. Maulany; editor, Caroline Wijaya: Jakarta, EGC. 2006.6. Tatalaksana kejang demam pada anak. Diunduh dari http://www.freewebs.com/media-aesculapius/mainfo.htm. Sumber : Konsensus Kejang Demam, IDAI. 2005.7. Behrman,et al. Kejang-Kejang pada Masa Anak dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ed 15. Jakarta: EGC; 2000. h.2053-9.8. Kejang Demam. Diunduh pada tanggal 26 januari 2011. Dunduh dari : http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-nkpy203.htm

14