kejang demam

6
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan umur, serta tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas 380 C rektal atau di atas 37,80 C aksila. Para ahli berbeda pendapat tentang umur penderita saat terjadi bangkitan kejang demam. Pendapat terbanyak para ahli kejang demam terjadi pada waktu anak berumur antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan insiden bangkitan kejang tertinggi terjadi pada umur 18 bulan [1,2,3,4]. bulan sampai dengan 5 tahun. Berkisar 2%-5% anak di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam [5,6]. Lebih dari 90% kasus kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun [7]. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan [8], insiden

Upload: rina-purnama-sari

Post on 06-Aug-2015

99 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

bab 1

TRANSCRIPT

Page 1: kejang demam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan umur, serta tidak

didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah kenaikan suhu

tubuh di atas 380 C rektal atau di atas 37,80 C aksila. Para ahli berbeda pendapat

tentang umur penderita saat terjadi bangkitan kejang demam. Pendapat terbanyak para

ahli kejang demam terjadi pada waktu anak berumur antara 3 bulan sampai dengan 5

tahun, dengan insiden bangkitan kejang tertinggi terjadi pada umur 18 bulan [1,2,3,4].

bulan sampai dengan 5 tahun.

Berkisar 2%-5% anak di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam

[5,6]. Lebih dari 90% kasus kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun [7].

Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai

dengan 22 bulan [8], insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan [9].

Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2%-5%. Di Asia prevalensi

kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Di

Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9% [10,11]. Bahkan di Guam insiden

kejang demam mencapai 14% [12].

Prognosis kejang demam baik, namun cukup mengkhawatirkan bagi orang tuanya.

Angka kematian berkisar 0,64-0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh

tanpa cacat, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi dan sangat jarang akan

meninggalkan gejala sisa berupa cacat neurologis atau gangguan perkembangan mental [1].

Sebanyak 25%-50% kejang demam akan mengalami bangkitan kejang demam

berulang dan 4% pasien kejang demam dapat mengalami gangguan tingkah laku dan

Page 2: kejang demam

penurunan tingkat intelegensi. Insiden epilepsi akibat kejang demam berkisar antara 2%-5%

dan meningkat hingga 9%-13% bila terdapat faktor risiko berupa riwayat keluarga dengan

epilepsi, perkembangan abnormal sebelum kejang demam pertama, atau mengalami kejang

demam kompleks [13]. Selain itu, bangkitan kejang demam berulang dapat menimbulkan

kekhawatiran orangtua pasien. Kepustakaan menyebutkan bahwa 47%-77% orangtua pasien

kejang demam sangat mengkhawatirkan anaknya dan beranggapan bahwa penyakit anaknya

berat dan berakhir dengan kematian [14].

Kejang demam dapat terjadi karena adanya pengaruh beberapa hal, yaitu umur, faktor

risiko saat kehamilan maupun persalinan yang menyebabkan trauma otak, suhu badan, faktor

genetik, infeksi berulang dan ketidakseimbangan neurotransmitter inhibitor dan eksitator

[15].

Defisiensi besi sebagai faktor risiko bangkitan kejang demam masih

kontroversial. Penelitian Pisacane dkk menyatakan bahwa anemia defisiensi besi merupakan

faktor risiko bangkitan kejang demam pada anak berumur di bawah 2 tahun [16],

sedangkan penelitian Kobrinsky dkk sebaliknya menyatakan bahwa defisiensi besi

menurunkan risiko atau faktor protektif terhadap bangkitan kejang demam pada anak

berumur di bawah 3 tahun. Menurut Kobrinsky dkk bahwa lemak peroksidase yang

terinduksi besi memainkan peranan penting dalam perkembangan kejang non traumatik,

termasuk di dalamnya bangkitan kejang demam [17].

Otak merupakan organ yang cukup sensitif terhadap defisiensi besi. Peran zat

besi pada neurotransmiter berpusat pada proses sintesis dan degradasinya. Penelitian

Mittal dkk melaporkan bahwa defisiensi besi fase awal pada hewan coba telah

menunjukkan penurunan bermakna pada kadar GABA di otak. Defisiensi besi menyebabkan

enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis GABA yaitu Glutamic acid decarboxylase

(GAD) berkurang secara signifikan. Penelitian Agarwal melaporkan defisiensi besi fase

Page 3: kejang demam

awal menunjukkan peningkatan secara bermakna kadar asam glutamat di otak.

Ketidakseimbangan antara neurotransmiter eksitator asam glutamat dan inhibitor GABA

berperan penting dalam menimbulkan bangkitan kejang demam [18,19,20].

Salah satu indikator ketersediaan besi dalam tubuh adalah kadar hemoglobin

dalam serum. Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin mempunyai peranan

yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Pada stadium anemia defisiensi besi terjadi

penurunan zat besi, baik dalam cadangan, di plasma maupun di eritrosit sehingga

menyebabkan penurunan kadar Hb dan Ht [21].

Pengukuran kadar hemoglobin diharapkan dapat menjadi indikator bangkitan kejang

demam, mengingat pemeriksaan kadar hemoglobin merupakan pemeriksaan yang murah

dan mudah dilakukan di daerah. Sampai sejauh ini, penelitian mengenai kadar hemoglobin,

berkaitan dengan ketersediaan zat besi, sebagai salah satu faktor resiko bangkitan kejang

demam pada pasien anak di RSUD Ulin Banjarmasin belum pernah dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah apakah defisiensi besi dengan parameter kadar hemoglobin merupakan

faktor risiko bangkitan kejang demam pada pasien anak di RSUD Ulin

Banjarmasin?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuktikan defisiensi besi dengan

parameter kadar hemoglobin merupakan faktor risiko bangkitan kejang

demam.

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Menganalisa perbedaan antara kadar hemoglobin pada kelompok

anak 3 bulan-5 tahun dengan bangkitan kejang demam dan tanpa

bangkitan kejang demam

Page 4: kejang demam

2. Menganalisis hubungan defisiensi besi dengan parameter kadar

hemoglobin terhadap bangkitan kejang demam

3. Menganalisis besarnya risiko bangkitan kejang demam berkaitan

dengan defisiensi besi dari kadar hemoglobin

4. Menentukan kadar hemoglobin yang dapat digunakan sebagai

indikator bangkitan kejang demam

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan metode pemeriksaan yang sederhana dan mudah

dalam screening bangkitan kejang demam melalui pemeriksaan

kadar hemoglobin untuk mencegah kejadian kejang demam pada

anak

2. Memberika pemahaman yang lebih baik tentang pengaruh defisiensi

besi terhadap bangkitan kejang demam

3. Apabila terbukti dapat menjadi dasar ilmiah untuk melakukan upaya

promotif dan preventif dengan pemberian preparat besi kepada

anak umur 3 bulan-5 tahun sehingga dapat menurunkan risiko

bangkitan kejang demam

4. Sebagai titik tolak penelitian lebih lanjut tentang peranan besi

terhadap bangkitan kejang demam