kejang demam
TRANSCRIPT
KEJANG DEMAM
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang cenderung timbul dalam 24 jam
pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam
mendadak tinggi. (Wright. John, 1994)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. (Mansjoer.A, 2000)
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral
yang berlebihan. (Betz Cecily, 2002)
Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kejang
demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh yang cenderung timbul dalam 24 jam pertama akibat dari aktivitas
neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan
yang lebih sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan 6 bulan – 4
tahun.
2. Etiologi
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan
infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut,
bronkhitis, furunkulosis dan lain – lain.
3. Manifestasi Klinis
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik
(diawali dengan hilangnya kesadaran saat tonik, kekakuan umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh, dan wajah yang berlangsung kurang dari 1
menit, dapat disertai dengan hilangnya kontrol, kandung kemih dan usus,
tidak ada respirasi, dan sianosis, saat tonik diikuti dengan gerakan klonik
pada ekstremitas atas-bawah, letargi, konfusi dan tidur dalam fase
postiktal), tonik (berupa pergerakan tonik satu ekstremitas, atau
pergerakan tonik umum, dengan ekstensi lengan dan tungkai menyerupai
sikap deseberasi, atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi), klonik (berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
permulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah, berlangsung 1-3
detik, terlokasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan tidak
diikuti oleh fase tonik), parsial sederhana (kesadaran tidak terganggu,
kedutan pada wajah, tangan, salah satu sisi tubuh, muntah, berkeringat,
muka merah, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia dan rasa takut),
parsial kompleks (terdapat gangguan kesadaran, gerakan otomatis,
mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang
berulang-ulang pada tangan, dan tatapan terpaku).
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 %
berlangsung lebih dari 15 menit. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali
tanpa adanya kelainan saraf.
Untuk itu Livingston (1963) membuat kriteria dan membagi kejang
demam atas 2 golongan, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
b. Epilepsi yang diprovoksi oleh demam (epilepsy triggered
off by fever).
4. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru
dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion klorida (C1-). Akibatnya konsentrasi kalium (K+) dalam neuron tinggi
dan konsentrasi natrium (Na+) rendah, sedangkan diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dan sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10 C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 – 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20
%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak akan mencapai 65 %
dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak pada kenaikan suhu tertentu. Pada
anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu
38 0 C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40 0 C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering pada ambang
kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan tingkat suhu pada beberapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada gejala yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkat kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan metabolisme
anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsunya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang”
dikemudian hari, sehingga terjadi epilepsi spontan. Jadi kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak
hingga terjadi epilepsi.
5. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan
tidak akan menyebabkan kematian.
Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang
demam tergantung dari faktor .
a) Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b) Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang demam.
c) Kejang yang berlangsung lama atau fokal
Bila terdapat paling sedikit 2-3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian
hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%,
dibandingkan bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut
diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2-3 % saja.
Hiperemesis biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama
(berlangsung lebih dari 30 menit) baik bersifat umum atau lokal.
Kelumpuhannya sesuai dengan kejang lokal yang terjadi. Mula – mula
kelumpuhan bersifat falksid, tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas.
6. Penanggulangan
Terdapat 4 hal yang perlu dikerjakan dalam penanggulangan kejang
demam yaitu :
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Bila penderita datang dalam keadaan status konvulsifus, obat pilihan
utama adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Keampuhan
diazepam yang diberikan melalui intravena sudah tidak perlu
dipersoalkan lagi, karena keberhasilan untuk menekan kejang adalah
sekitar 80 -90 % (Bailey dan Fenichel, 1968).
Efek terapeutiknya sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit
dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apabila diberikan
secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan.
Efek samping diazepam adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat
pernafasan, laringospasme, dan henti jantung. Penekanan pada pusat
pernafasan dan hipotensi terutama terjadi bila sebelumnya anak telah
mendapat fenobarbital.
Diazepam diberikan langsung tanpa larutan pelarut dengan perlahan –
lahan kira – kira 1 ml/menit dan pada bayi sebaiknya diberikan 1 mg/
menit, pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang
sering kali menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan
efektif melalui rektum dan telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini
dapat dilakukan baik oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui
dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat kurang dari 10
kg : 5 mg dan berat lebih dari 10 kg : 10 mg. Rata – rata pemakaian 0,4
– 0,6 mg/kg BB. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama
dapat diberikan lagi setelah ditunggu selama 15 menit dengan dosis
yang sama dan bila tidak berhenti setelah 15 menit dapat diberikan
melalui intravena dengan dosis 0,3 mg/kg BB. Pemberian pada
anak/bayi dalam posisi miring / menungging dan ujungnya diolesi
vaselin, masukkanlah pipa saluran rektal ke rektum sedalam 3-5 cm.
kemudian rektal dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk
beberapa menit anus ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus
gluteus.
b. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang jangan lupa dengan pengobatan
penunjang. Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya
miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali
mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenisasi terjamin. Jika
perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lendir dilakukan
secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen.
Tanda – tanda vital dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Cairan
intravena sebaiknya diberikan dengan monitoring untuk kelainan
metabolik dan elektrolit. Bila terdapat tanda tekanan intrakranial yang
meninggi jangan diberikan cairan dengan kadar natrium yang terlalu
tinggi, karena akan menyebabkan kejang berlanjut. Bila suhu meninggi
(hiperpireksia) dilakukan dengan kompres air hangat.
c. Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi disusul dengan pengobatan rumat. Lanjutan
pengobatan rumat ini tergantung dari keadaan penderita. Pengobatan
ini dibagi atas dua bagian, yaitu :
1). Profilaksis intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali kemudian hari,
penderita yang menderita kejang demam sederhana, diberikan obat
campuran antikonvulsan dan antipiretika, yang harus diberikan
kepada anak bila menderita demam lagi. Sebenarnya pemberian
antikonvulsan dan antipiretik seperti ini dianggap kurang tepat,
oleh karena biasanya kejang pada kejang demam sederhana timbul
didalam 16 jam pertama setelah anak demam.
Akan tetapi pada penyelidikan Camfield dkk. (1980), pemberian
antipiretika tanpa antikovulsan dibanding dengan yang diberi
antikonvulsan ternyata pada golongan yang kedua, kejang dapat
dicegah, obat yang kini lebih ampuh dan banyak dipergunakan
untuk mencegah terulangnya kejang demam sederhana ialah
diazepam, baik diberikan secara rektal, maupun oral pada waktu
anak teraba panas.
2). Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya
dosis terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita
untuk mencegah terulangnya kejang dikemudian hari. Diberikan
pada keadaan :
a) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
b) Keadaan yang telah disepakati oleh konsensus
bersama (1980), yaitu pada semua demam kejang yang
memiliki ciri :
(1) Terdapatnya gangguan
perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi
perkembangan dan mikrosefali.
(2) Bila kejang berlangsung lebih dari 15
menit, bersifat lokal atau diikuti kelainan saraf yang
sementara atau menetap.
(3) Bila terdapat riwayat kejang tanpa
demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara
kandung.
(4) Pada kasus tertentu yang dianggap
perlu, yaitu bila kadang-kadang terdapat kejang berulang
atau kejang demam pada bayi berumur dibawah 12 bulan.
d. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun
epilepsi yang diprovokasi oleh demam, biasanya infeksi traktus
respiratorius bagian atas dan otitis media akut, pemberian antibiotika
yang tepat dan adekuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Pada
anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya
diadakan pemeriksaan fungsi lumbal, hal ini perlu untuk
menyingkirkan faktor infeksi didalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang
intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan fungsi lumbal, darah
lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, natrium, nitrogen
dan faal hati. Selanjutnya bila belum memberikan hasil yang
diinginkan dan untuk melengkapi data, dapat dilakukan pemeriksaan
khusus, yaitu: X-fhoto tengkorak, elektroensefalogram,
ekoensefalografi, brain scan, pneumoensefalografi, dan arteriografi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kejang Demam
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Pasien yang mengalami kejang demam akan mengalami panas yang
tinggi lebih dari 380C, dan kejang yang timbul pada 24 jam pertama
sewaktu demam.
b. Riwayat keperawatan
Mulai dari masuk ke rumah sakit hingga dilakukan perawatan, riwayat
kesehatan sekarang seperti keluhan keluarga atau klien yang dirasakan
saat ini, serta riwayat kesehatan masa lalu yang dirasakan klien.
c. Riwayat tumbuh kembang
Riwayat tumbuh kembang dikaji untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan yang dicapai anak sesuai dengan usia anak yang dapat
diketahui dengan Denver Developmental Screening Test (DDST) yang
dikaji dalam 4 sektor yaitu :
1). Sosialisasi
Memakai baju tanpa bantuan, mengancingkan baju tanpa bantuan,
mudah terpisah dengan ibu tanpa menangis
2). Motorik kasar
Membuat kotak, mengikuti membuat kotak, menggambar orang
tiga bagian, menggambar orang enam bagian.
3). Bahasa
Mengenal warna – warni, mengetahui kata – kata yang berlawanan,
mengerti kata – kata 6 – 9, mengarang.
4). Motorik halus
Berdiri dengan satu kaki selama satu detik, menangkap bola,
berjalan mundur dengan tumit dan jari kaki.
d. Pola kebiasaan
Hal yang perlu dikaji :
1). Aktivitas / istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan fisik
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot, gerakan involunter /
kontraksi otot maupun sekelompok otot
2). Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik
Tanda : Iktal (peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus
spingter). Postiktal (otot relaksasi yang mengakibatkan
inkontinensia baik urin / fekal
3). Makanan / cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak / gigi cedera selama kejang,
hyperplasia gingipal (efek samping pemakaian dilantin
jangka panjang).
4). Keamanan
Gejala : Riwayat terjatuh / trauma, fraktur, adanya alergi
Tanda : Trauma pada jaringan lunak atau ekimosis, penurunan
kekuatan / tonus
5). Interaksi sosial
Gejala : Masalah dalam hubungan interpersonal dalam
keluarga atau lingkungan sosialnya, pembatasan /
penghindaran terhadap kontak sosial.
e. Pemeriksaan Fisik
1). Keadaan Umum
Penampilan klien cengeng, gelisah, peningkatan suhu tubuh.
2). Sistem Pernapasan
Gejala : Fase iktal (gigi mengatup, sianosis, pernafasan
menurun, atau cepat, peningkatan sekresi mucus).
Fase postiktal (apnea).
3). Sistem Kardiovaskuler
Gejala : Iktal (hipertensi, peningkatan nadi, sainosis). Postiktal
(tanda vital normal, atau defresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan).
4). Sistem Persyarafan
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang,
pingsan, pusing, riwayat trauma kepala, anoksia, dan
infeksi serebral.
f. Pemeriksaan laboratorium
Secara teori yang diperiksa pada klien dengan kejang demam yaitu :
darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, natrium,
nitrogen dan faal hati.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul Pada Kejang Demam
a. Gangguan rasa nyaman : panas berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh
b. Resiko tinggi cedera fisik berhubungan dengan kejang
c. Resiko tinggi pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
3. Rencana tindakan keperawatan
Diagnosa a : gangguan rasa nyaman : panas b.d peningkatan suatu tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan rasa nyaman :
peningkatan suhu tubuh teratasi.
Kriteria hasil :
Suhu tubuh klien normal (36 – 37 0C), klien tidak teraba panas, tidur klien
nyenyak.
Intervensi :
1). Kaji saat timbulnya demam
2). Observasi tanda – tanda vital setiap 3 jam sekali
3). Berikan penjelasan tentang kejang demam kepada
keluarga klien
4). Berikan penjelasan tentang hal – hal yang dapat
dilakukan untuk mengatasi demam.
5). Lakukan kompres hangat jika suhu lebih dari 38,50C.
6). Anjurkan kepada keluarga agar klien minum banyak
7). Anjurkan untuk tidak memakai selimut atau pakaian tebal
8). Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi
parenteral dan obat antipiretik.
Diagnosa b : resiko tinggi cedera fisik b.d kejang
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko tinggi cedera fisik tidak
terjadi
Kriteria hasil :
Tidak ada cedera fisik akibat kejang, suhu tubuh normal (36 – 370C), klien
tidak mengalami kejang.
Intervensi :
1). Kaji tanda – tanda terjadinya kejang
2). Observasi suhu klien
3). Tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai
penghalang
4). Anjurkan klien agar klien bedrest
5). Sediakan tongue spatel atau gudel dekat dengan pasien
6). Lindungi pasien saat kejang seperti longgarkan pakaian
klien, posisi miring kesatu sisi, jauhkan klien dari benda yang dapat
melukai, kencangkan pengaman tempat tidur.
7). Observasi tanda – tanda vital sesudah kejang
8). Kolaborasi pemberian obat antikonvulsan.
Diagnosa c : Resiko tinggi pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko tinggi pemenuhan
kebutuhan nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
Klien menghabiskan porsi makan, klien tidak tampak lemah, mukosa bibir
lembab, berat badan meningkat ½ kg dalam satu minggu.
Intervensi :
1). Kaji tingkat kebutuhan atau asupan nutrisi klien
2). Buat tujuan berat badan minimum dan kebutuhan nutrisi harian
3). Observasi tanda – tanda vital
4). Anjurkan klien tirah baring dan pembatasan aktifitas selama sakit
5). Berikan makanan sedikit tapi sering
6). Pertahankan jadwal penimbangan berat badan
7). Kolaborasi dengan tim medis tentang cara pemberian nutrisi
melalui parenteral
8). Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat sesuai
instruksi
9). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit.
Diagnosa d : cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas teratasi.
Kriteria hasil :
Keluarga dapat menjelaskan kembali tentang pengertian kompres hangat,
keluarga dapat menyebutkan manfaat kompres hangat, keluarga
menyebutkan alat – alat dalam kompres hangat, keluarga dapat
mendemonstrasikan cara melakukan kompres hangat, dan ekspresi wajah
keluarga secara verbal mengatakan tidak khawatir lagi dengan kondisi
klien.
Intervensi :
1). Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita klien
2). Observasi tanda – tanda vital klien
3). Kaji tingkat kecemasan klien
4). Anjurkan keluarga untuk dapat mengungkapkan perasaannya
5). Beri informasi yang dibutuhkan klien dan keluarga tentang
penyakitnya
6). Beri pendidikan kesehatan mengenai kompres hangat
Pengertian kompres hangat, manfaat kompres hangat, dan alat – alat
yang dibutuhkan dalam kompres hangat.
7). Jelaskan cara pelaksanaan dalam kompres hangat.