kejang demam
DESCRIPTION
medicalTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Kejang Demam (Febrile Convulsion) adalah kejang yang terjadi akibat
demam (suhu di atas 38,40C per rektal), tanpa adanya infeksi pada susunan saraf
pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak usia di atas 1 bulan, dan
tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai 3 tahun jarang terjadi sebelum
usia 6 bulan maupun sesudah 3 tahun. Insidens tertinggi pada umur 18 bulan. 3
Kejang demam dibagi menjadi dua yaitu :
Simple febrile seizures (kriteria Living stone) :
1. umur anak ketIka kejang antara 6 bulan dan 4 tahun kejang menyeluruh
yang berlangsung < 15 menit kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah
timbulnya demam.
2. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
3. Pemeriksaan EEG setelah 1 minggu bebas kejang normal.
4. Frekuensi kejang dalam setahun tidak melebihi 4 kali.
Complex febrile seizures / complex partial seizures :
Kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh),
berlangsung
> 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam
berlangsung) dan tidak memenuhi salah satu atau tujuh, atau digolongkan
pada epilepsi provokasi oleh demam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejang demam :
1. Usia ketika pertama kali terserang kejang demam (kurang dari 15 bulan)
2. Sering mengalami demam
3. Riwayat keluarga yang juga menderita kejang demam.
Jika kejang terjadi segera setelah demam atau jika suhu tubuh relatif
rendah, maka besar kemungkinannya akan terjadi kembali kejang
demam.
Sekitar 95-98% dari anak-anak yang pernah mengalami kejang demam,
tidak berlanjut menjadi epilepsi.
Tetapi beberapa anak memiliki resiko tinggi menderita epilepsi, jika :
Kejang demam ber langsung lama
Kejang hanya mengenai bagian tubuh tertentu
Kejang demam yang berulang dalam waktu 24 jam
Anak menderita cerebral palsy, agangguan pertumbuhan atau kelainan
saraf lainnya.
Tujuan laporan kasus :
1. Menambah ilmu pengetahuan kususnya tentang Kejang demam anak
2. Membandingkan teori dengan kenyataan yang ada pada pasien
3. Mengetahui bagaimana Penaganan Kejang pada anak
4. Mengetahui bagaimana cara menyajikan dengan baik laporan kasus dan
follow up pasien.
LAPORAN KASUS
Nama : M.N
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 11 bulan 10 hari
Masuk Rumah Sakit tanggal 17 Februari 2008 pukul 19.00 Wita
Nama Ayah : Yah diansyah
Umur : 28 tahun
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Swasta
Nama ibu : Khusnul Kahatimah
Umur : 20 tahun
Pendidikan Terakhir : Madrasah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sungai Meriam
Anamnesa diberikan oleh ibu, bapak dan nenek pada tanggal 18 Februari 2008
Riwayat persalinan : aterm, spontan, dan keadaan anak sehat
Pertumbuhan dan perkembangan anak :
Berat badan lahir : 3.200 Kg Tersenyum : 7 bulan
Panjang lahir : Lupa Miring : 5 bulan
Berat badan sekarang : 8,5 Kg Tengkurap : 7 bulan
Tinggi badan sekarang : 72 Cm Duduk : 7 bulan
Gigi keluar pertama : 8 bulan Merangka : 9 bulan
Berdiri : 11 bulan
Makan dan minum anak :
ASI : Ya sejak 0 bulan
Susu sapi/susu buatan : Tidak diberikan
Buah : Diberikan umur 3 bulan
Bubur susu : SUN sejak 3 bulan
Makanan padat dan lauknya : 11 bulan
Pemiliharaan prenatal :
Periksa di Bidan Puskesmas
Penyakit selama kehamilan : tidak ada
Obat-obatan yang diminum selama hamil : Vitamin penambah darah
Riwayat kelahiran : spontan
Lahir Di bidan Kampung
Dalam kandungan : 9 bulan 9 hari
Jenis partus : spontan
Pemeriksaan postnatal :
Tidak ada
Saat ini ibu menggunakan alat kontrasepsi jenis Suntik 1 bulan dengan
kepercyaan baik.
Imunisasi : sampai saat ini lengkap meliputi : BCG, Polio, Campak, DPT,
Hepatitis B, yang masing-masing di dapat hanya sekali saja.
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Tidak sadar
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien tidak sadar sejak hari sabtu tanggal 16 Februari 2008 dari jam
18.00 Wita. Sebelumnya pasien dirawat di RSU.A.W.Syahranie dari tanggal 28
Januari 2008 sampai tanggal 6 Februari 2008 oleh karena kejang demam dan
suspect TBC anak. Satu hari setelah keluar dari rumah sakit (sekitar tanggal 8
Februari 2008) di rumah pasien mengalami panas tinggi dan karena pasien
dibekali obat dari rumah sakit maka pasien diminumkan obat dari rumah sakit
tersebut dan panas pun turun. Panas tidak timbul lagi selama 6 hari. Pada tanggal
15 Februari 2008 di hari Jum’at pukul 17.00 pasien panas, karena obat yang dari
RS habis maka pasien di bawa ke dokter umum dan diberi obat penurun panas,
panas reda. Selama perjalanan ke dokter umum pasien sempat kejang 1 kali.
Sebenarnya pasien diwajibkan kontrol ke Poli Anak R.S. AWS pada tanggal 14
Februari tetapi pasien tidak datang dengan alasan tidak ada biaya untuk sewa
kendaraan. Masih pada tanggal 15 Februari 2008 di hari Jum’at pukul 23.00
pasien panas dan timbul kejang lagi sebanyak satu kali, kemudian pasien segera
diberi obat dari dokter, panas dan kejang pun tidak timbul lagi. Hari sabtu tanggal
16 Februari 2008 pukul 03.00 dan 07.00 pagi pasien kejang lagi sebanyak 3 kali
dengan diawali panas obat dari dokterpun tetap diberikan dan hasilnya panas turun
dan kejang tidak timbul lagi. Pukul 08.00 paginya pasien panas lagi dan orang tua
pasien pun membawa pasien berobat kampung dan panasnya reda selama
beberapa jam. Masih pada tanggal 16 Februari 2008 pada pukul 11.00 siang
pasien kejang tanpa panas sebanyak 5 kali tanpa keluar busa dari mulut dan pada
pukul 18.00 hari itu juga pasien kejang satu kali lagi tanpa panas dan pasien
langsung menagalami penurunan kesadaran dan terlihat pasien sesak. Masing-
masing kejang yang dialami pasien mempunyai durasi waktu sekitar 5 menit,
seluruh badan dan setelah kejang pasien sadar dan terlihat lemah dan mengantuk.
Selama hari sabtu tanggal 16 Februari 2008 pasien ada mencret sebayak 3 kali
sedikit-sedikit dan mencret berwarna kuning agak kehijau-hijauan ada lendir dan
ampas. Selama pulang dari RS pasien sulit untuk makan dan minum. Pasien juga
mengalami batuk dari tanggal 15 Februari 2008. Dan pasien sekitar 5 hari yang
lalu ini pernah mengalami jatuh dengan kepala terbentur lantai semen tetapi
pasien tidak apa-apa, muntah tidak ada.
Riwayat penyakit dahulu :
- Pada tanggal 28 Januari 2008 – 6 Februari 2008 pasien dirawat di
RS A.W Syahrani dengan kejang demam dan suspek TBC paru.
Dan sebelumnya pasien tidak pernah kejang.
- Riwayat kontak dengan penderita TBC (-)
Riwayat penyakit keluarga : Kejang (-)
TBC (-)
PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan tanggal 18 Februari 2008
Tanda Vital :
Frekuensi nafas : 66 kali permenit
Denyut Nadi : 176 kali permenit dan lemah
Tekanan darah : 63/31 mmHg
Suhu : 37,8 0C
Kesadaran : Koma
Gizi : Baik
Pemeriksaan Kepala sampai leher :
Mata cowong : (-)
Bibir Kering : (+)
Pernafasan : Cepat dan dalam
Telinga bersih : Bersih
Pembesaran kelenjar leher : (+) Sebanyak 3 buah kanan kiri dengan diameter
±1,5 cm dan menyatu
Kaku kuduk : (-)
Pemeriksaan dada :
Interking suprasternal : (+)
Interking interkostal : (+)
Paru :
Perkusi : sonor
Auskultasi : Whezing (+)
Ronki : +/+ dan kasar
Jantung :
Perkusi :
Batas atas : C3
Batas Bawah : C6
Auskultasi :
Bising : (-)
Suara S1 S2 reguler tunggal
Perut :
Bentuknya cembung, dan kembung
Turgor kulit : > 2 detik
Bising usus : (+) lemah
Pembesaran hati dan limpa tidak valid diraba
Extermitas :
Akral hangat, Edema (-)
Pemeriksaan penunjang :
Laboratrium darah
Hasil :
Leukosit : 25.700/mm3
Hemoglobin : 10,4 gr/dl
Hematrokit : 33,7 %
Trombosit : 2.93.000/mm3
Diagnosis sementara : Bronkopneumonia dan Gastroenteritis akut
Diagnosis komplikasi : Kejang demam dan dehidrasi berat
Lembar Follow up :Tgl Perjalan penyakit Hasil Laboratrium Perintah
pengobatan dan tindakan yang diberikan
17/02/ 2008
18/02/ 2008
S : Tidak sadar.Sesak (+), Mencret (+),Panas (+), kejang (-)O : TD ; 59/41mmhg, HR : 160x/i, SatO2 : 100%, RR : 60x/i, Bibir kering (+), pembesran kelenjar leher (+),Kaku kuduk : (-),Interking suprasternal (+),Interking interkostal (+),Whezing (+),Ronki : +/+ dan kasar, Bising jantung (-)A : Kejang demam karena bronkopnemonia dan gastroenteritis akut dengan dehidrasi berat
S : Tidak sadar , sesak (+), panas (+)O : Tem 38,9.TD ; 59/41mmhg, HR : 160x/I, SatO2 : 100%, RR : 66x/I, produksi urine (-)GCS : E2M4V2A : kejang demam karena Bpronkopneumonia dan Gastroenteritis
Leukosit : 25.700/mm3
Hb : 10,4 gr/dlHt : 33,7 %Trombosit : 2.93.000/mm3
Na :142Ca : 6,2K : 3,8Cl : 117
Lab : Glukosa darah sewaktu(di ambil tanggal 18 Februari 2008 Pukul 00.00 wita) : 54 mg/dlSGOT : 6768 mg/dlSGPT : 5982 mg/dlBilirubin total 0,5 mg/dlBilirubin direck : 0,1 mg/dlBilirubin inderect 0,4 mg/dl
-RL120 cc dalam 10 menit, jika tensi meningkat RL 10 Tpm-O2 1 liter-Pasang NGT-Dialac 2x1 sacht lwt NGT-Pct 3x3/4 cth Lwt NGT-Inj.Luminal 2x20 mg Iv-Inj. Amox 4x 200 mg Iv-Inj.Cortidex 3x1/3 amp Iv
-RL120 cc dalam 10 menit, jika tensi meningkat Rl 10 Tpm-Dialac 2x1 sacht lwt NGT-Pct 3x3/4 cth Lwt NGT-Inj.Luminal 2x20 mg Iv-Inj. Amox 4x 200 mg Iv-Inj.Cortidex 3x1/3 amp Iv-Inj.Cefotaxim 3x250 mg Iv
19/02/08Meninggal pukul 23.00 wita
Ureum : 224,9 m/dlCreatinin 1,7 mg/dl
Consul dr. Sp Bedah saraf karena penurunan kesadaran jadi rencana operasi : jangan berikan dopamin karena prod. Urine (-)
PEMBAHASAN
KEJANG DEMAM
Pada kasus ini pasien berumur 11 bulan 10 hari, dimana pasien mengalami
kejang dengan sebelumnya didahului panas tinggi, sifat kejang seluruh badan atau
tonik klonik dengan durasi kurang lebih 5 menit dan berulang dalam 24 jam dan
kejang hilang sendiri dan setelah kejang pasien sadar dan lemah. Jadi pasien dapat
di masukan ke dalam golongan kejang demam kompleks karena kejang terjadi
lebih dari satu kali selama 24 jam. Dan umur ini termasuk dalam rentangan umur
anak yang beresiko untuk terkena kejang demam yaitu umur 6 bulan sampai 4
tahun.1,7
Penyakit yang dapat mempengrauhi terjadinya kejang demam adalah :
Tonsilopharingitis, bronkopneumonia, Gastroenteritis, UTI, bronkitis, Otitis
media.7
BRONKOPNEUMONIA
Pada kasus ini pasien juga didiagnosis bronkopneumonia yang mana pada
pemeriksaan fisik terdapat adanya gejala anak susah makan, batuk (+) dan sesak
atau takipneu, panas tinggi, dan terdapat pernapasan Interking suprasternal dan
Interking interkostal dan pada auskultasi terdapat whezing dan ronki kasar, selain
itu terdapat peningkatan leukosit dari harga normalnya 25.700/mm3 (normal
5.000-10.000/mm3). Sebenarnya pasien belum dapat di diagnosis sebagai pasien
bronkopneumonia karena pada pemeriksaan fisik secara auksultasi tidak
ditemukan adanya ronki halus yang merupakan salah satu tanda khas dari
bronkopneumonia dan belum dilakukan foto toraxs sebagai penunjang diagnosa. 3,4,5
GASTROENTRITIS AKUT
Gastroenteritis akut dengan komplikasi dehidrasi berat yang merupakan salah
satu diagnosis pasien ini tidak dapat ditegakan karena tidak terdapat kecocokan
pada anamnesis dengan kenyatan yang dialami pasien. Mencret yang dialami
pasien hanya 3 kali dan dengan jumlah sedikit-sedikit, jika pasien di diagnosa
gastroenteritis akut dengan komplikasi dehidrasi berat seharusnya pada anamnesis
ditemukan pasien mengalami pengeluaran cairan tubuh dalam jumlah yang
banyak yaitu ditandai adanya mencret yang terjadi 3 kali atau lebih dengan jumlah
yang banyak atau muntah yang sering dan tentunya dalam jumlah yang banyak
juga, memamg pada pasien ini mengalami kesulitan makan dan minum tetapi
tidak begitu mendukung untuk menegakan diagnosis dehidrasi beratnya.1,7
SULIT MAKAN DAN MINUM
Pasien juga mengalami masalah sulit makan dan minum setelah keluar dari
rumah sakit. Masalah yang dialami oleh pasien mungkin disebabkan karena
mengigat pasien berusia 11 bulan 10 hari biasanya pada usia ini dalam masa
tumbuh kembang dimana pada beberapa bayi di dapatkan tumbuh gigi atau karena
pasien mengalami scorbut3,6tetapi pada anamnesis tidak ditemukan anak
mengalami tumbuh gigi atau scorbut.
TRAUMA KEPALA
Kejang pada kasus ini diduga mugkin bisa disebabkan oleh karena trauma
kepala1,2,5,10 (salah satu penyebab kejang) yang dialami pasien dalam 5 hari yang
lalu. Dan kemungkinan pula trauma kepala ini dapat menyebabkan penurunan
kesadaran yang diderita oleh pasien. Karena pasien mungkin saja mengalami
perdarahan subdural yang bersifat perlahan-lahan. Jika perdarahan subdural ini
sudah meluas maka dapat menyebabkan shock yang akhirnya menyebabkan anak
jatuh pada keadaan koma.7 Selain itu perdarahan subdural dapat mempengaruhi
system saraf pusat dan akhirnya dapat mempengaruhi system pusat pernapasan
sehingga anak mengalami sesak,7 tetapi untuk melihat dan menyingkirkan
kemingkinan apakah terjadi perdarahan subdural atau lesi di otak yang
disebabkan karena trauma kepala perlu di lakukan pemeriksaaan lanjut yaitu CT
Scan. Tetapi pada kasus ini tidak dilakukan CT Scan denagan alasan alatnya rusak
da sedang dalam perbaikan.
TERAPI
Untuk terapi pada kasus ini, dalam mengatasi dehidrasi berat dapat
diberikan cairan RL sebanyak 80 tetes permenit selama 1 jam tetapi menurut
literatur lain dapat diberikan tetesan infus selama 10 menit sebanyak 20 cc/kg
BB.5,6Jadi jumlah tetesan infus pada terapi untuk kasus ini sudah benar untuk
mengatasi dehidrasinya. Pemberian dialac sudah sesuai yaitu 2x1 sachet, dimana
pada anak-anak dianjurkan pemberinnya sehari 2x1 sachset untuk mengatasi
masalah gastroenteritis. Pemberian obat parasetamol berdasarkan dosis yang
dianjurkan 10-15 mg/KgBB/dose dan sediaan untuk satu sendok obat setiap 5 ml
adalah 120 mg6 Pada kasus ini pemberian parasetamolnya cukup dari dosis yang
dianjurkan yaitu 3x3/4 cth. Amoksisilin Dosis 150-200 mg /day Iv pada kasus ini
sudah sesuai dosis pemberiannya yaitu diberikan 4x200 mg Iv. Pemberian
cortidex sehari dosisnya I ml ampul. Pada kasus ini sudah sesuai pemberiannya
berdasarkan dosis anjuran. Dan tujuan pemberian cortidex adalah : seperti
diketahui bahwa cortidex merupakan kortikosteroid yang berfungsi sebagai anti
inflamatori, karena pada pasien ini didiagnosa bronkopneumonia maka cortidex
diberikan untuk mengatasi infeksi yang terjadi pada bronkus paru sehingga dapat
membuka saluran bronkusnya dan dapat mengurangi sesak yang dialaminya.
Luminal berisi phenobarbital yang digunakan sebagai obat untuk mengatasi
kejang pada anak. Pemberian luminal merupakan terapi lanjutan pada anak yang
mengalami kejang, jadi luminal diberikan ketika anak tidak kejang (setelah
diberikan diazepam) luminal biasanya diberikan hari kedua kejang dengan dosis
4-5 mg/kgBB/day Iv. Pada kasus ini sudah sesuai dosis pemberian luminalnya
yaitu diberikan 2x20 mg/day Iv. Cefotaxim merupakan antibiotik dosis tinggi
yang diberikan secara intra vena, pada kasus ini diberikan cefotaxim seharusnya
pada hari ke lima setelah tidak ada perubahan selama diberikan obat antibiotik
amoksisilin6, tetapi mungkin karena pasien masih dalam keadaan tidak sadar dan
panas tinggi pada hari ke dua maka amoksisilin di tambah dengan pemberian
cefotaxim dengan tujuan untuk menambah efektifitas kerja obat yang cepat. Dosis
cefotaxim yang dianjurkan adalah 100 mg/Kg BB/day secara Iv. Pada kasus ini
dosis pemberian cefotaximnya sudah sesuai dari dosis yang dianjurkan yaitu
sekitar 3x250 mg Iv.
HIPOGLIKEMIA
Pada tanggal 18 Februari 2008 hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan bahwa GDS pasien 54 mg/dl. Nilai ini dibawah nilai normal yaitu
60-150 mg/dl. Jadi mungkin pasien sudah mengalami Hipoglikemia sejak tanggal
17 Februari 2008 (dari anamnesis juga dikatakan bahwa pasien mengalami
kesulitan untuk makan dan minum). Seperti diketahui bahwa pasien dengan
hipoglikemia dapat memberikan gejala lethargy, tonus otot menurun, tremor,
cyanosis, apnea, kejang dan koma7,8,9 jadi dapat diduga pula shock dan kejang
yang terjadi pada pasien ini mungkin disebabkan oleh karena hipoglikemia, dan
hipoglikemia bisa menyebabkan shock dan asidosis metabolic sehingga dapat
menyebabkan kegagalan beberapa organ seperti jantung, hati dan ginjal yang
menyebabkan pasien meninggal yaitu di tandai dengan adanya kelainan hepar
dilihat dari hasil SGOT : 6768 U.I dimana nilai normalnya Pria<25/Wanita <31,
SGPT 5982 U.I, dimana nilai normalnya Pria <41/Wanita <25 dan kelainan ginjal
yang mana tidak didapatkan produksi urine pada hari ke dua serta kenaikan ureum
224,9 mg/dl, dimana normalnya 10-40 mg/dl dan kreatinin 1,8 mg/dl dimanan
normalnya 0,5-1,5 mg/dl. Tetapi untuk mengetahui terjadinya kegagalan multiple
organ harus dicari penyebab pastinya yaitu misalnya dapat dilakukan pemeriksaan
kadar gas dalam darah (pada kasusu ini tidak dilakukan) mungkin saja terjadi
asidosis metabolic dan pemeriksaan lainnya yang mengarah kepada ter jadinya
kegagalan sirkulasi dalam tubuh yang menyebabkan organ tidak dapat berfungsi.
KESIMPULAN
Pasien mengalami kejang demam kompleks karena pasien mengalami kejang
demam lebih dari 1x dalam waktu 24 jam.
Pasien belum dapat di diagnosa bronkopneumonia karena seharusnya ronki
halus yang didapat bukan ronki kasar dan pada pasien ini belum dilakukan
foto torax sebagai pemeriksaan penunjang.
Penyebab pasien kejang mungkin bisa disebabkan karena gastroenteritis,
trauma kepala, dan hipoglikemia. Untuk membuktikan adanya trauma kepala
perlu dilakukan CT Scan tetapi pada pasien ini tidak dilakukan CT Scan.
Pasien mengalami Hipoglikemia yang mana nilai GDS nya 54 mg/dl (dibawah
nilai normal 60-150 mg/dl).
Pada pasien ini mengalami shock berkepanjangan (hari kedua peasien masih
shock).
Shock pada pasien ini mungkin disebabkan karena dehidrasi dan
hipoglikemia.
Shock berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan hati,
sehingga dugaan penyebab pasien ini meninggal mungkin karena multi organ
failure (cardiovascular, hati, dan ginjal).
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson Textbook of Pediatrics. 13th ed. Toronto:WB Saunders
Company;1987.Page .1304
2. Irwanto, Diare akut pada anak in Ilmu penyakit anak diagnosisi dan
penatalaksanaan, Salemba Medika tahun 2003, Jakarta
3. ProdigyGuidance-Febrileconvulsion.2005.
http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion
Diakses Januari 2008, pukul 13.00
4. Clinical Practice Guidelines - Febrile Convulsion. Royal Children’s
HospitalMelbourne.
5. http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=5132 Diakses
Januari 2008, pukul 13.00
6. Acute Management of Infants and Children with Seizures. December
2004.www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-
66.pdf Diakses Januari 2008, pukul 13.00
7. SMF Anak, Pedoman Diagnosa terapi. RSU A.W.Syahranie, Samarinda
2001
8. Handout Kuliah Ilmu Kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas
MulawarmanSamarindatahun2005
9. Fakultas Kedokteran Indonesia, Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2,
2000, Jakarta
10. Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM.
2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.