keistimewaan manusia sebagai ciptaan di hadapan allah.mazmur 8.doc
TRANSCRIPT
KEISTIMEWAAN MANUSIA SEBAGAI CIPTAAN DI HADAPAN ALLAH:
SUATU TELAAH TERHADAP MAZMUR 8
Oleh
Pieter G.O. Sunkudon
PENDAHULUAN
Kekaguman akan karya Allah telah menggugah hati banyak orang di segala
zaman dan tempat. Kreasi Allah yang luar biasa indah dan mengagumkan telah membuat
banyak sastrawan menggoreskan pena mereka dan menyusun kata-kata indah untuk
menggambarkan kekaguman mereka. Secara khusus, banyak orang telah dipakai Allah
untuk menyatakan kebesarannya. Mazmur 8 merupakan salah satu dari sekian banyak
gambaran kebesaran Allah. Madah yang indah ini telah membuat penulis terkagum-
kagum dengan kebesaran Allah. Itulah sebabnya penulis mencoba untuk menyelidiki
Mazmur ini dengan harapan dapat memahami lebih dalam sekaligus menemukan prinsip-
prinsip kekal dari dalamnya sebagai acuan untuk pertumbuhan rohani yang dinamis.
Selain itu, penulis juga merasa tertarik untuk menelaah bagian ini karena
dalam penyajiannya mazmur ini terlihat memang cukup unik. Dengan demikian, disertai
dengan kesadaran penuh akan eksistensi penulis sebagai manusia yang penuh dengan
keterbatasan, sehingga sangat berpotensi untuk melakukan kesalahan dalam berbagai hal,
maka penulis secara intensif memohon intervensi yang komulatif dari Allah Tritunggal,
Bapa, Anak, dan Roh Kudus, dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG TEKS
Penulis
Jenis
Bentuk
II. TINJAUAN TEKS
Pendahuluan (1)
Pujian Langsung Kepada Allah (2)
Karya Allah Dideskripsikan (3-9)
Kauletakkan Dasar Kekuatan (3)
Allah Menciptakan Alam Semesta (4)
Allah Mengistimewakan Manusia (5-9)
Keistimewaan Manusia dipertanyakan (5)
Tindakan Kontras Allah Terhadap Manusia
Membuatnya Hampir Sama Seperti Allah
Membuat Dia Berkuasa Atas Buatan Tangan-Mu
Meletakkan Segala Sesuatu Di Bawah Kakinya
Penutup
III. SARAN APLIKATIF
Beriman Kepada Allah
Mengingat Allah
Memuliakan Allah
Mengasihi Allah
Menaati Allah
KESIMPULAN
BIBLIOGRAFI
2
BAB I
LATAR BELAKANG TEKS
Untuk memahami suatu bagian dalam Alkitab seharusnyalah setiap penafsir
mengawali penyelidikannya dengan menelaah latar belakang bagian yang diselidiki,
sehingga dengan demikian dapat menjadikannya bahan pertimbangan ketika mencari arti
yang dimaksudkan penulis teks tersebut. Sebab memang pada dasarnya pengertian
sebuah tulisan sangat dipengaruhi oleh latar belakangnya, tentunya dalam berbagai sisi.
Bertitik tolak dari keyakinan di atas maka pada bab ini penulis ingin memaparkan
terlebih dahulu latar belakang teks Mazmur 8 sebagai penelitian awal terhadap frasa
“hampir sama seperti Allah.” Adapun pada bagian ini penulis akan memaparkan
beberapa hal berhubungan dengan latar belakang Mazmur ini seperti, kepenulisan, jenis
dan bentuk.
Penulis
Mengamati keterangan internal pada ayat 1 dapatlah dipastikan bahwa
Mazmur 8 ini merupakan salah satu karya penyair besar pada masa itu, yaitu Daud, raja
Israel yang kedua. Sekalipun dalam banyak terjemahan,1 preposisi l. diterjemahkan
sebagai petunjuk kepemilikan, beberapa ahli tetap merasa ragu akan hal tersebut.2
Keraguan tersebut tidak dapat dipersalahkan sebab dalam Septuaginta diberi artikel tw/|,
yang dapat diartikan “kepada, “di,” “di dalam,” serta “dengan cara,” ini berarti preposisi
lü bukan hanya dimengerti sebagai petunjuk milik tapi juga sebagai penerima atau juga
keterangan instrumen untuk kata benda yang mengikutinya.
1 ?Computer prog. BibleWorks 6. [CD ROM]
2 ?Dengan mengabaikan keterangan internal pada ayat 1, Marie Claire Barth dan B.A. Pareira mengungkapkan keraguan mereka dengan berkata, “kapan madah ini digubah dan siapa pengarangnya tidak dapat dipastikan.” Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur: Pembimbing dan Tafsirannya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 2:170.
3
Namun untuk memastikan kepenulisan Mazmur ini, dengan membandingkan
beberapa sumber, penulis lebih cenderung untuk meyakini bahwa penulis dari mazmur
ini adalah Daud sendiri.
Jenis
Mencermati ungkapan pemazmur dalam ayat 4, dapat dirasakan bahwa
Mazmur ini lahir dari pertemuan dengan alam semesta yang membuat seseorang
terhanyut dalam kekaguman, terutama pada malam hari. Mazmur jenis ini menceritakan
keagungan Tuhan, Allah Israel yang kebesarannya sangat nyata lewat karya-karya-Nya.
Mazmur yang disebut dengan istilah “madah” ini pada umumnya tersistematis
dalam tiga bagian yaitu, pertama, undangan atau pernyataan pengarang untuk memuji
Tuhan sebagai pembukaan; kedua, motif pujian: ini merupakan unsur pokok; dan ketiga,
penutup; ini dapat berupa undangan untuk kembali menuju Tuhan, pengharapan supaya
Tuhan tetap di puji, rumus persembahan , rumus berkat, pernyataan kepercayaan dan
permohonan.3
Bentuk
Berdasarkan pembukaan dan penutupnya yaitu pada ayat 2a dan ayat 10
kemungkinan besar mazmur ini dinyanyikan oleh jemaah atau sekelompok jemaah secara
bersama-sama. Hal ini terlihat dari ungkapan “Tuhan kami” yang digunakan. Namun
tidak menutup kemungkinan kata “kami” juga menunjuk pada kesatuan pemazmur
dengan Israel secara keseluruhan. Selanjutnya untuk ayat 4-9, yang merupakan inti
nyanyian, kemungkinan dinyanyikan oleh solo. Bertitik tolak dari itu, mazmur ini
dibawakan oleh sekelompok orang namun divariasikan dengan bentuk solo, seperti
layaknya beberapa paduan suara modern.4
Demikian beberapa hal signifikan mengenai mazmur ini berhubungan dengan
latar belakang, yang tentunya akan dijadikan salah satu acuan bagi penyusunan analisa
terhadap mazmur 8 ini.
3 ?Barth dan Pareira, Kitab Mazmur, 2:52-53.4 ?Barth dan Pareira, Kitab Mazmur, 2:170.
4
BAB II
TINJAUAN TEKS
Demi lengkapnya pengetahuan tentang Mazmur 8 ini, sangatlah penting untuk
menelaahnya secara keseluruhan. Itulah sebabnya pangamatan terhadap bagian demi
bagian dari ayat pertama hingga yang terakhir, menurut penulis, merupakan langkah
yang tidak dapat digantikan oleh apapun.
Pendahuluan (1)
Sebagaimana telah disinggung pada bab 1 bahwa, ayat ini merupakan bagian
yang menunjuk pada latar belakang mazmur yang juga dapat dikatakan sebagai
pendahuluan. Keterangan, “Gitit” kemungkinan adalah sebuah istilah musikal dalam
paradigma Ibrani yang menerangkan identitas sebuah nyanyian.5 Bagian ini merupakan
petunjuk tentang latar belakang pujian ini secara keseluruhan.
Pada bagian ini jelas tercatat penulis mazmur ini. Berbicara tentang penulisan
sebuah lagu atau secara spesifik mazmur, Daud merupakan orang yang cukup produktif.
Daud telah mengkaryakan begitu banyak lagu sebagai pengungkapan isi hatinya, ia
menuangkan dalam mazmur segala kekagumannya, kegembiraannya, kesedihannya dan
sebagainya.
Pujian Langsung Kepada Allah (2)
Bagian ini menunjukan betapa mudahnya Allah memajang kemuliaan diri-
Nya, sehingga pemazmur dengan penuh kesadaran menaklukan dirinya dihadapan Allah
dengan penuh kerendahan hati dan penghormatan, dihadapan Allah yang adalah Tuhan
atas umat-Nya: ”ya Tuhan, Tuhan kami!” 6
5 ?The Devotional Study Bible (t.k.: The Zondervan Bible Publishers, 1999), 470.[Terj. Langsung. Selanjutnya setiap literatur asing diterjemahkan langsung oleh penulis]6 ?Matthew Henry Commentary dalam Computer Prog. BibleWorks 6 [CD ROM]
5
Istilah adonenu menunjukan bentuk orang pertama jamak yang menghasilkan
terjemahan “Tuhan kami” dalam terjemahan bahasa Indonesia. Tanpa “kami” bunyi kata
ini adalah adonay yang terdapat 439 kali dalam Perjanjian Lama dengan 54 kali di
antaranya dapat ditemukan dalam mazmur.7
Penggunaan istilah ini secara umum untuk menunjukan seorang yang
berkuasa. Lawan katanya ialah “hamba” atau “bawahan.” Istilah ini paling sering dipakai
oleh seorang yang berkedudukan lebih rendah, yaitu ketika menyapa seorang yang lebih
tinggi darinya dalam hal kedudukan. Bahkan terkadang istilah ini hanya digunakan
sebagai suatu gelar kehormatan untuk seseorang yang berkedudukan tinggi. Namun
seruan “Tuhan kami” dalam bagian ini tentunya memiliki arti yang lebih dalam dari
sekadar gelar kehormatan. Madah ini dijiwai oleh suatu sikap penyembahan yang sangat
dalam kepada Tuhan yang agung, dengan demikian seruan ini mengandung arti
pengakuan akan TUHAN sebagai satu-satunya Tuhan, yakni Tuhan yang mangatasi
segala tuhan, Tuhan segala sesuatu yang kepada-Nya patut diberi segala pujian dan
penyembahan.8
Karya Allah Dideskripsikan (3-9)
Penulis melihat bagian ini (3-9) sebagai suatu pendeskripsian hal-hal luar
biasa yang telah Allah kerjakan, sebab pada bagian inti ini pemazmur mendaftarkan
tindakan-tindakan “hebat” yang telah dilakukan oleh pribadi yang paling berkuasa dan
agung yaitu Allah sendiri.
Kauletakkan Dasar Kekuatan (3)
Dalam ayat 3 betapa hebatnya kekuatanNya diproklamirkan melalui
makhluk yang paling lemah di antara ciptaan-Nya: “dari mulut bayi-bayi dan anak-anak
yang menyusu telah Kau letakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk
membungkamkan musuh dan dendam.”9
7 ?Barth dan Pareira, Kitab Mazmur, 2:171.
8 ?Ibid.9 ?Henry Commentary, dalam BibleWorks 6 [CD ROM]
6
Di sini Tuhan membuktikan keperkasaan-Nya yang sama sekali tidak
dipengaruhi oleh apapun di luar Dia. Ia dapat memakai apa saja sebagai media untuk
mendemonstrasikan kekuatannya. Ia dapat menggunakan sesuatu yang paling lemah
dalam pandangan manusia untuk mengerjakan hal-hal besar dan luar biasa. Kebenaran
ini kembali diteguhkan oleh Paulus dengan berkata, “Sebab memang Allah sengaja
memilih yang dianggap bodoh oleh dunia ini, supaya orang-orang pandai menjadi malu.
Dan Allah memilih juga yang dianggap lemah oleh dunia ini, supaya orang-orang yang
gagah perkasa menjadi malu.”10
Allah Menciptakan Alam Semesta (4)
Pada bagian ini kedahsyatan dan keagungan Tuhan dinyatakan lewat
kemegahan langit. hal inilah yang sebenarnya menjadi titik tolak lahirnya madah yang
indah ini. Keindahan langit pada malam hari seakan memaksa pemazmur untuk
menyusun kata-kata luar biasa sehingga menjadi madah yang sangat mengesankan.
Keindahan langit pada malam hari membuat pemazmur tercengang, dia
memperhatikan serta memikirkan tentang cara Sang pencipta itu menciptakan dan
menyusun benda-benda angkasa dengan sangat variatif namun teratur sehingga
menjadikannya nampak begitu indah. Kemegahan Sang Pencipta itu terbentang pada
maha karya-Nya yang sungguh tak tertirukan oleh siapapun. Dengan mengagumi
ciptaan-Nya, pemazmur sekaligus mengagumi Panciptanya, sebab kekagumannya itu
telah menunjukan pribadi yang ada dibalik mahakarya itu.
Allah Mengistimewakan Manusia (5-9)
Dalam kekagumannya terhadap benda-benda angkasa ternyata pamazmur
juga sadar dengan keberadaannya yang begitu nyata diberi tempat lebih dari ciptaan-
ciptaan yang megah itu. Namun kesadaran ini diawalinya dengan pertanyaan-pertanyaan
yang menunjukan kebingungan yang mendalam.
Keistimewaan Manusia dipertanyakan (5)
10
?1 Korintus 1:27 (Terj. Bahasa Indonesia Sehari-hari)7
Secara gramatika ayat ini masih berkaitan dengan ayat sebelumnya, yaitu
berdiri sebagai bagian dari kalimat sebelumnya. Syarat yang diungkapkan melalui kata
“jika” pada ayat sebelumnya telah memunculkan pertanyaan yang sebenarnya ingin
menerangkan betapa rendahnya keadaan manusia itu.
Dengan mempertimbangkan konteks dalam kalimatnya, dua kata kerja yaitu
“mengingat” dan “mengindahkan”11 yang dituliskan dalam bentuk qal imperfek12 sangat
cocok jika dipahami sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Hal
ini menunjukan kualitas dari tindakan Allah terhadap manusia yang menjelaskan betapa
Allah menaruh manusia sebagai makhluk khusus di hadapan-Nya.
Kepeduliaan Allah terhadap manusia telah dianggap berlebihan oleh
pemazmur, sebab kepedulian Allah terhadap manusia bukan saja dikerjakan dalam waktu
yang singkat dari segi waktu dan sedikit dari segi jumlah, namun lebih dari itu telah
dilakukan berulang-ulang secara terus-menerus dari segi volume.
Adapun anggapan pemazmur akan ketidakpantasan manusia untuk menerima
perlakuan istimewa dari Allah terlihat dari kata enosy yang digunakannya. Kata ini
memang sedang menjelaskan tentang manusia namun penjelasan itu sekaligus
menunjukan manusia dalam kelemahan dan kehinaannya.13
Bagian ini juga sangat menarik karena dalam pertanyaannya, pemazmur tidak
menggunakan kata tanya “siapa” tentang manusia untuk menunjukan eksistensinya
sebagai pribadi, namun pemazmur bertanya dengan kata “apakah” untuk menjelaskan
keberadaan manusia sebagai benda, yang pada dasarnya juga “menduduki” posisi ciptaan
Allah seperti benda-benda lainnya. Jadi secara sederhana, pemazmur ingin bertanya, apa
perbedaan manusia dengan ciptaan yang lain?
Tindakan Kontras Allah Terhadap Manusia
11 ?Kata ini juga dapat diterjemahkan dengan memakai kata “peduli” atau “care” dalam terjemaahan oleh John Joseph Owen, dalam Analitycal Key To The Old Testament (Grand Rapids: Baker Book House, 1991), 3:268.
12 ?Dalam paradigma bahasa Ibrani qal imperfek pada dasarnya dipakai untuk suatu kegiatan yang belum selesai. Namun secara spesifik, qal imperfek terbagi manjadi tiga kualitas kegiatan, pertama, kegiatan di masa depan; kedua, kegiatan yang berulang; dan ketiga, kegiatan/tindakan yang diingini, seperti “semoga” atau “kiranya.” Carl Reed, Diktat Kuliah: Bahasa Ibrani, MA.Miss.:2006, 35,36.13 ?Kata ini kemungkinan besar diambil dari akar kata “ánash” yang secara literal berarti “lemah, sakit.” R. Laird Harris, peny., “enosh” oleh Thomas E. Mccomiskey dalam Theological Wordbook Of The Old Testament (Chicago: Moody Press, 1980), 1:59.
8
Pada bagian sebelumnya memang terlihat sangat beralasan jika manusia itu
dikatakan tidak layak untuk diistimewakan. Namun deskripsi tentang ketidaklayakan
manusia yang sangat logis itu kemudian diikuti oleh kata pengontras “namun,” yang
secara langsung meruntuhkan pernyataan sebelumnya. Kata ini ingin menjelaskan
sesegera mungkin bahwa, memang manusia adalah sangat tidak layak untuk
diistimewakan “namun. . .,” kemudian diikuti oleh beberapa hal yang merupakan alasan
pembatalannya. Kata ini dipakai oleh pemazmur untuk membuktikan betapa berbedanya
pikirannya dengan pikiran Allah. Beberapa yang menutupi ketidaklayakan manusia itu
kemudian didaftarkan pada bagian selanjutnya.
Membuatnya Hampir Sama Seperti Allah
Adapun kalimat yang mengikuti kata pengontras tersebut terlihat unik dan
menarik untuk dicermati. Kalimat “Namun Engkau telah membuatnya hampir sama
seperti Allah” ini telah menciptakan berbagai macam pengertian. Para penerjemah telah
berusaha menjelaskan bagian ini sebaik mungkin untuk menghasilkan terjemahan yang
paling logis.
Beberapa ahli terlihat sepakat menerjemahkan bagian ini dengan “Engkau
menciptakannya sedikit lebih rendah dari para malaikat.”14 Memang terlihat cukup
masuk akal jika manusia diposisikan sedikit lebih rendah dari para malaikat, namun
sepertinya pengertian demikian terlalu dipaksakan sebab sangat jelas bahwa kata yang
dipakai untuk malaikat berbeda dengan kata untuk Allah. sementara kata yang
diterjemahkan “malaikat” di atas memakai istilah ~yhi_l{a/ yang berarti “Allah” bukan
“malaikat.”
Sedikit berbeda dengan terjemahan-terjemahan sebelumnya, dalam The Bible
in Basic English(1949/64) bagian ini diterjemahkan ”For you have made him only a little
lower than the gods,”15 terlihat bahwa kata “élöhîm” diterjemahkan “allah” dengan huruf
kecil pada awal kata, serta memakai bentuk jamak yang dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan “para allah” atau lebih tepat “para ilah.” Sekali lagi pemahaman yang terlihat
14 ?Beberapa terjemahan seperti King James Version(1611/1769) with codes (“For thou hast made him a little lower than the angels”), LXX English tranlation (Brenton) (“Thou madest him a little less than angels,”) juga tentunya Septuaginta (hvla,ttwsaj auvto.n bracu, ti parV avgge,louj do,xh| kai. timh/| evstefa,nwsaj auvto,n”) secara langsung dapat dipahami dalam pengertian yang sama. BibleWorks 6 [CD ROM]
15 ?Terjemahan ini di ambil dari BibleWorks 6.[CD ROM]9
masuk akal ditemukan di sini, namun yang menjadi pertanyaan adalah, adakah Allah
juga menciptakan “para allah?” kemudian membuat perbandingan dengan manusia.
Sementara Ia sendiri melarang adanya “allah lain?” (band. Kel. 20:3 dalam terj. Bahasa
Indonesia Sehari-hari). Agak membingungkan sebab apabila dianalisa lebih jauh,
pemahaman ini memberi kesan adanya ilah-ilah yang diciptakan Allah dengan posisi di
atas manusia.
Selain itu, ada juga yang menerjemahkan “Yet you have made him a little
lower than the heavenly beings” (English Standard Version -2001).16 Terjemahan ini
terlihat lebih netral dari pada beberapa di atas. Hanya saja sedikit membingungkan di sini
adalah, apa yang dimaksud dengan “mahluk surgawi” itu. Penterjemahan seperti ini
dapat dipahami dengan pengertian yang kurang lebih sama dengan yang sebelumnya.
Maksud dari “Heavenly beings” itu sendiri terlihat kurang lengkap untuk memahami
bagian ini.
Memang harus diakui bahwa, terjemaahan yang paling benar tidak akan
pernah ditemukan. Namun demikian usaha untuk membuat perbandingan terhadap
beberapa terjemahan dapat menolong para penafsir untuk dapat mendekati bunyi asli.
Beranjak dari itu, setelah mengamati beberapa terjemahan penulis
menemukan sedikit penerangan tentang bagian ini. Owen memahami bagian ini dengan
menerjemahkan “Yet You made him inferior only to (God) yourself.”17 Ternyata tidak ada
pertentangan yang berarti di antara beberapa terjemahan sebelumnya, yang ada hanyalah
sedikit ketidakjelasan pengertian. Berhubungan dengan itu, penulis melihat suatu titik
terang dari apa yang dipahami oleh Owen, yang menunjukan pengertian yang cukup
netral, jelas untuk dipahami serta memenuhi kriteria penafsiran theological.18
Kalimat “Yet You made him inferior only to (God) yourself” menunjukan
ketundukan manusia yang tidak berlaku terhadap apapun kecuali Allah sendiri. Tidak ada
bagian Firman Tuhan yang menolak hal ini. Bahkan Barth dan Pareira mendukung hal ini
dengan berkata,
16 ?Ibid.17
?Jhon Joseph Owens, Analytical Key to The Old Testament (Grand Rapids:Baker Book House, 2000), 3:268.18 ?Salah satu metode yang harus dipakai dalam penafsiran adalah metode “theological,” yaitu metode mempelajari Alkitab dengan cara mempertimbangkan suatu bagian dengan mengkomparasikannya terhadap bagian Firman Tuhan lainnya. Greg Gripentrog, Diktat Kuliah Metode Mempelajari Alkitab, Th.:t.t., 5.
10
Pada hemat kami, elohim haruslah diterjemahkan dengan “Allah,” karena dalam
ayat 6b-9 pemazmur berbicara tentang keluhuran rajawi manusia atas ciptaan-
ciptaan yang lain. Dalam Alkitab tidak ada teologi tentang keluhuran rajawi para
allah atau para penghuni surgawi. Yang ada hanyalah tantang keluhuran rajawi
Allah.19
Hal ini sekaligus juga menerangkan posisi yang menunjukan hubungan antara Allah
dengan manusia ciptaan-Nya,20 yang seharusnya tidak layak tetapi diberi-Nya posisi
istimewa, dimana hanya kepada Allah saja ia harus tunduk (lih. Kel. 20:3 dalam terj.
Bahasa Indonesia Sehari-hari).
Jelasnya kalimat ini ingin menjelaskan bahwa, memang manusia tidak
berbeda dengan ciptaan yang lain dari sudut pandang dirinya sebagai ciptaan Allah,
namun secara posisi, Allah telah memberinya tempat istimewa, yaitu tepat di bawah
posisi Allah sendiri, itulah sebabnya hanya kepada Allah saja manusia itu harus
menundukan dirinya.
Memahkotainya Dengan Kemuliaan dan Hormat
Bagian ini merupakan alasan kedua tentang pengistimewaan manusia oleh
Allah. Martabat manusia nyata dalam kalimat ini,21 sekaligus “menandai manusia itu
sebagai lebih unggul di atas ciptaan-ciptaan lainnya.”22 Sumber kemuliaan dan
kehormatan jelas diungkapkan di sini, martabat manusia bukanlah berasal dari dirinya
sendiri tetapi hanyalah dari Allah saja. Hal ini menyebabkan manusia tidak dapat merasa
bangga akan dirinya di hadapan Allah, sebab hal tersebut merupakan hal yang
memalukan, yaitu menyombongkan suatu “barang” di hadapan Pemberinya.
Membuat Dia Berkuasa Atas Buatan Tangan-Mu
19 ?Barth dan Pareira, Kitab Mazmur, 2:173.
20 ?Charles F. Pfeiffer, dan Everett F. Harrison, peny., Tafsiran Alkitab Wycliffe (Malang: Gandum Mas, 2005), 2:129.21 ?Ibid.22
?Leslie S. M’Caw dan J.A. Motyer, “Mazmur” dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1994), 2:133.
11
Dalam Kejadian 1:28, setelah menciptakan manusia, dikatakan bahwa, selain
Allah mengamanatkan kepada manusia untuk memenuhi bumi, Ia juga memberikan
wewenang kepada manusia untuk menaklukan dan menguasainya. Manusia telah
dipercayakan Allah segenap alam semesta ciptaan-Nya, baik yang bergerak maupun
tidak.
Pemazmur mengetahui dan bahkan sangat paham terhadap Firman Tuhan
dalam Kejadian 1:28 tersebut, itulah sebabnya kalimat yang menunjukan ungkapan
syukur tersebut dinaikan lewat Mazmur yang indah ini. Pada bagian ini, keluhuran
manusia juga dipaparkan. Dalam kekuasaan yang diberikan Tuhan kepadanya,
pengistimewaan terhadap manusia itu dinyatakan secara tegas.
Meletakkan Segala Sesuatu Di Bawah Kakinya
Sebelumnya Dikatakan bahwa manusia telah dibuat berkuasa atas “buatan
jari-Mu,” hal ini tentunya menunjuk pada setiap ciptaan Tuhan yang dikenal oleh
pemazmur pada masa itu. Penegasan terhadap penguasaan manusia ditambahkan dengan
kalimat berikutnya yang berkata, “segala-galanya telah Kau letakkan dibawah kaki-nya.”
Ketidak-terbatasan penguasaan manusia terhadap segala ciptaan ditunjukan di sini. Sebab
tentunya yang dimaksud dengan “segala-galanya” adalah segala sesuatu tanpa terkecuali.
Dalam hal ini berbicara pada konteks alam semesta yang dapat dideteksi oleh indera
manusia.
Memang ada orang yang menghubungkan bagian ini dengan kekuasaan yang
dimiliki Yesus,23 namun jika memang ini sedang membicarakan Yesus, mengapa Firman
Tuhan sendiri seakan mempertanyakan kelayakan penerimaan kuasa tersebut? Bukankan
kekuasaan Kristus memang layak untuk dimilikinya? Jadi menurut penulis bagian ini
tidak sedang membicarakan Pribadi Sempurna itu melainkan sedang membicarakan
kekuasaan yang diterima olah manusia secara keseluruhan.
Keyakinan ini lebih dimantapkan dengan melihat kalimat-kalimat berikutnya
yang mendaftarkan beberap hewan yang mewakili setiap jenis yang ada. Pertama,
kambing domba dan lembu sapi yang mewakili setiap hewan ternak; kedua, dikatakan
“binatang-binatang di padang” yang menunjuk pada segala jenis binatang liar; ketiga,
burung-burung di udara yang mewakili segala jenis unggas; serta keempat, “ikan-ikan di 23 ?Lih. Matthew Henry, Concise Commentary On The Whole Bible (Illionis: Moody Press, 1995),356-266.
12
laut, dan apa yang melintasi arus lautan” yang menunjuk pada segala jenis hewan yang
hidup di air, tentunya dari yang kecil hingga yang berukuran raksasa.
Penutup
Ayat 10 yang berbentuk reffrein dari pujian ini merupakan bagian yang
menutup kalimat-kalimat indah tersebut. Kekaguman atas karya Tuhan yang dahsyat dan
agung telah dinaikan dengan cara membandingkannya dengan manusia yang lemah dan
hina.
BAB IV
SARAN APLIKATIF
Adalah suatu prinsip yang tidak dapat ditawar bahwa, penelaahan terhadap
Firman Tuhan haruslah berujung pada aksi, sebab hal tersebut merupakan wujud nyata
pertanggung-jawaban.24 Bertitik tolak pada keyakinan tersebut, pada bagian ini penulis
ingin memaparkan beberapa hal penting sebagai suatu kontribusi, yang tentunya
berdasarkan apa yang telah dibicarakan panjang lebar pada bagian sebelumnya.
Pada bagian ini, beberapa pokok berkenaan dengan sikap-sikap yang
seharusnya dimiliki setiap orang percaya akan berusaha diuraikan. Demikian uraian
berikut merupakan sesuatu yang sangat berarti dalam pemahaman penulis sebab hal ini
berupa tanggung-jawab25 yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang percaya.
24 ?“tanggung jawab” yang dimaksudkan penulis di sini adalah pertanggung jawaban terhadap pelaksanaan dari sebuah hasil penelitian terhadap Firman Allah.
25 ?Sedangkan “tanggung jawab” yang penulis maksudkan di sini adalah berkenaan dengan perilaku tiap-tiap orang percaya sebagai pengikut Kristus yang telah menerima anugerah dan
13
Beriman Kepada Allah
Percaya sepenuhnya kepada Allah adalah salah satu hal yang membuat hati
Allah disenangkan. Kepercayaan yang penuh tanpa peduli terhadap keadaan yang nyata
secara kasat mata telah dicontohkan para rasul pada masa pelayanan mereka. Dalam
berbagai macam tantangan yang seharusnya meruntuhkan keyakinannya kapada Allah,
Paulus berkata,
Seba itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin
merosot, namun manusia bathiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab
penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal
yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami. Sebab
kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan. Karena
yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.26
Pernyataan penuh keyakinan tersebut tentunya bukanlah sesautu yang tidak
memililiki dasar. Keyakinan seperti ini menunjuk pada kesadaran penuh akan pribadi
Allah yang sangat jauh dari ketidaksempurnaan.
Rick Warren membahas pokok ini secara jelas dengan menguraikan sikap
Nuh ketika Allah mendatanginya dalam Kejadian 6. Warren berkata, “alasan . . . Nuh
menyenangkan Allah adalah karena ia mempercayai Allah bahkan ketika hal tersebut
tidak masuk akal.”27 Nyata bahwa dengan percaya sepenuhnya kepada Allah, seseorang
dapat menunjukan sikap tanggung-jawabnya kepada Allah.
Mengingat Allah
Pada dasarnya manusia memang memiliki sifat melupakan yang “akut,” hal
ini sangat terbukti sebab faktanya ada sekian banyak orang yang bahkan lupa kepada
pengistimewaan dari Allah.26 ?2 Kor 4:16-18
27 ?Hal ini juga didasarinya dengan Ibrani 11:7 dalam terjemahan The Message (Colorado Springs: Navpress, 1993) yang berkata, “karena iman, Nuh membangun bahtera di tengah-tengah tanah kering. Ia diperingatkan tangan sesuatu yang tidak kelihatan, lalu ia bertindak sesuai dengan apa yang disuruhkan kepadanya . . . sebagai hasilnya, Nuh menjadi akrab dengan Allah.” Rick Warren, The Purpose Driven Life (Malang: Gandum Mas,2005), 72.
14
penciptanya sendiri. Hal seperti ini begitu penting untuk dicermati karena juga telah
melibatkan orang percaya pada umumnya.
Sifat “melupakan” sering kali sangat rentan terjadi dalam situasi-situasi
tertentu yang masing-masing berbeda bagi tiap-tiap orang. Sebagian orang sering
menjadi lupa terhadap Allah ketika berada dalam situasi sulit. Dalam tekanan yang
terlalu hebat banyak orang yang kehilangan pegangan sehingga mereka sampai pada titik
“lupa” kepada siapa mereka harus berpegang. itulah sebabnya dalam situasi ini
pemazmur berkata,
Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah
kepada Allah sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan
Allahku. Jiwaku tertekan dalam diriku, sebab itu aku teringat kepada-Mu . . ..28
Dalam bagian ini terlihat bahwa kenyataan akan sifat melupakan Allah juga dipahami
oleh pemazmur.
Namun pada sisi lain, ada banyak orang yang melupakan Allah dalam situasi
yang menyenangkan. Kecenderungan ini membuat Pengkhotbah mengingatkan bahwa,
“Ingatlah akan penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan
mendekat tahun-tahun yang kau katakan: ‘tak ada kesenangan bagiku di
dalamnya!’. . ..”29
Ada begitu banyak fenomena yang muncul karena realita ini, dengan
demikian bukanlah sesuatu yang tidak penting bagi setiap orang percaya untuk kembali
berefleksi tentang “ingatannya” kepada Penciptanya, yang bukan saja telah
menciptakannya namun lebih dari itu telah memposisikannya lebih dari segala ciptaan
lain serta membebaskannya dari segala tuntutan akibat dosa.
Memuliakan Allah
Pada dasarnya Allah adalah mulia. Dalam segala hal Allah tidak akan pernah
didapati tidak mulia, sebab berbicara kemuliaan Allah berarti sedang berbicara tentang
eksistensinya sebagai Yang Maha Mulia. Terlihat dalam banyak kasus yang tercatat di
28 ?Mazmur 42:6-7.
29 ?Pengkhotbah 12:1.15
Alkitab, kehadiran Allah senantiasa disertai dengan kemuliaan-Nya.30 Bahkan Allah
memproyeksikan kemuliaan-Nya kepada manusia.31
Namun yang menjadi permasalahan di sini adalah, seringkali manusia, secara
global, bahkan orang percaya, secara khusus, tidak menyadari akan realita tentang
kemuliaan Allah dan kemuliaan yang Allah berikan kepada manusia itu sendiri. Mereka
bukan saja tidak menyadari tetapi lebih dari itu menyangkalinya. Banyak orang sering
berpikir bahwa dirinya sangat mulia dan segala yang dapat mereka lakukan adalah hasil
“keringat” mereka sendiri tanpa campur tangan Allah, sedangkan pada kenyataannya
manusia telah kehilangan kemuliaan akibat dosa.32 Jadi sebenarnya manusia tidak lagi
memiliki kemuliaan itu. Segala kemuliaan adalah milik Allah.
Kenyataan yang ironi di atas mendorong pemazmur untuk mengingatkan
umat Tuhan bahwa, “berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya.”33 Pada
kenyataannya hal ini sangat penting untuk dikumandangkan. Manusia perlu untuk
mengerti dengan sangat bahwa penghormatan tertinggi hanyalah milik Allah semata.
Memang seklipun manusia tidak memuliakan Allah, Dia tetap mulia. Namun penting
bagi manusia untuk memuliakan34 Allah sebagai ungkapan terima kasihnya atas segala
anugerah yang tidak pernah terduga dari Allah. Secara kongkrit, tiap-tiap orang harus
melakukan segala aktivitasnya “seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”
Mengasihi Allah
Berdasarkan analisanya terhadap beberapa ayat Firman Tuhan Walter A.
Elwell berkata, “kasih akan Allah adalah suatu kewajiban.”35 Menurut penulis,
pernyataan di atas sangatlah benar, sebab dalam banyak bagian Firman Tuhan hal ini
30 ?Lih. R.E. Nixon, “Mulia, Kemuliaan” dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jakarta: Yayasan Komunikasi bina Kasih/OMF, 2004), peny., H.A. Oposunggu, pen., J.M. Pattiasina, 2:98.
31Band. 1 Kor. 11:7.
32 ?Lih. Roma 3:23.
33 ?Mazmur 29:2; 96:8.
34 ?Kemuliaan yang dimaksud penulis adalah menaruh rasa hormat yang tertinggi kepada Allah.35 ?Walter A. Elwell, Peny., Analisa Topikal Terhadap Alkitab (Malang: Departemen Literatur SAAT, 2001), jil. 4, bag. Keselamatan, Pengudusan dan Kehidupan Kristen, pen., Andree Kho dan Caprili Guanga, 326.
16
telah ditegaskan, bahkan Yesus sendiri ketika ditanyai tentang hukum yang terutama
berkata, “Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.”36
Tentunya yang dimaksud “hukum” dalam bagian ini menunjuk pada perintah yang
bersifat mutlak dalam huku taurat. Dengan demikian pada jawaban Yesus ini jelas bahwa
mengasihi Allah merupakan hal mutlak yang harus dilakukan oleh setiap manusia,
teristimewa umat-Nya.
Allah telah membuktikan kasih-Nya dengan mengorbankan milik-Nya yang
paling berharga, hanya untuk mengembalikan kehidupan yang dahulu dihilangkan oleh
manusia sendiri karena dosa yang diperbuatnya.37 Hal inilah yang harus menjadi acuan
bagi “kasih” setiap orang. Seseorang harus mengasihi Allah karena Allah telah
mengasihinya terlebih dahulu. Bagi tiap orang yang telah menerima Kristus sebagai
Tuhan, mengasihi Allah bukanlah sesuatu yang dilakukan untuk mengejar upah namun
sebaliknya, bagi tiap-tiap orang percaya, mengasihi Allah adalah aksi untuk menunjukan
rasa terima kasih, sebab Allah telah mengasihinya terlebih dahulu. Allah telah
mengkreasikan segalanya untuk manusia, jadi bagaimanapun juga manusia harus
mengasihi Allah tanpa syarat.
Menaati Allah
Seharusnya beberapa hal yang telah diuraikan di atas dapat menghasilkan
tindakan yang lebih riil yaitu sikap taat dalam mengaksikan perintah Allah. Warren
berkata, “segala sesuatu harus dikerjakan sama seperti yang Allah tentukan.”38 Hal ini
benar, sebab jika tidak demikian, seseorang tidak sedang menaati Allah.
Dalam memberikan arahan, Allah tidak pernah membuat manusia bingung
karena ketidakjelasan pesan. Allah senantiasa membuatnya sangat nyata sehingga tidak
beralasan sama sekali apabila seseorang mengerjakan sesuatu yang Allah ingin ia
lakukan dengan tidak tepat. Menaati Allah bukanlah sesuatu yang dapat ditawar, Allah
tidak memerlukan penjelasan atau alasan untuk segala sesuatu yang Dia minta agar
dilakukan. Pemahaman dapat berjalan dalam waktu yang cukup panjang namun tidak
36 ?Matius 22:37-38.
37 ?Lih. Yohanes 3:16.38 ?Warren, The Purpose, 73.
17
demikian dengan ketaatan, sebab ketaatan yang segera akan mengajarkan seseorang lebih
banyak tentang Allah.39
KESIMPULAN
Mazmur ini mengummandangkan kedahsyatan dan keagungan Tuhan
pencipta semesta alam yang memperhatikan manusia yang lemah dan secara bendawi
tidak berbeda dengan ciptaan-ciptaan lain. Namun Allah dalam kebesarannya telah
39 ?Ibid., 74.18
mengistimewakan manusia dengan kemuliaan-Nya. Manusia telah ditempatkan pada
posisi yang paling tinggi di antara ciptaan yang lain. Manusia telah diberi otoritas untuk
menguasai segala yang Allah ciptakan dimuka bumi ini.
Itulah sebabnya, seharusnyalah manusia menyadari akan realita tersebut
dengan memfokuskan diri kepada Allah sebagai ungkapan terima kasih, karena tak
terbalaskannya anugerah yang Ia telah limpahkan bagi manusia. Manusia dituntut untuk
senantiasa mengekpresikan diri dalam ungkapan syukur di hadapan Allah.
Akhirnya, terhadap makalah ini, penulis memohon kritik dan saran yang
konstruktif sehingga di masa mendatang bisa terkaryakan tulisan-tulisan yang lebih
maksimal.
BIBLIOGRAFI
Alkitab Terjemahan Baru. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1999.
Terjemahan-terjemahan Alkitab dalam BibleWorks 6. [CD ROM]
The Devotional Study Bible. T.k.: The Zondervan Bible Publishers, 1999 [Terj.
Langsung. Selanjutnya setiap literatur asing diterjemahkan langsung oleh penulis]
Barth, Marie Claire dan B.A. Pareira. Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur: Pembimbing dan
Tafsirannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
19
Elwell, Walter A. Peny., Analisa Topikal Terhadap Alkitab. Malang: Departemen
Literatur SAAT, 2001. jil. 4, bag. Keselamatan, Pengudusan dan Kehidupan
Kristen, pen., Andree Kho dan Caprili Guanga.
Gripentrog, Greg. Diktat Kuliah Metode Mempelajari Alkitab, Th.:t.t.
Harris, R. Laird peny., “enosh” oleh Thomas E. Mccomiskey dalam Theological
Wordbook Of The Old Testament. Chicago: Moody Press, 1980. jil., 1.
M’Caw, Leslie S. dan J.A. Motyer. “Mazmur” dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini.
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1994. jil., 2.
Matthew Henry Commentary dalam BibleWorks 6 [CD ROM]
Nixon, R.E. “Mulia, Kemuliaan” dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jil. 2. Jakarta:
Yayasan Komunikasi bina Kasih/OMF, 2004. disunting oleh, H.A. Oposunggu,
diterjemahkan oleh., J.M. Pattiasina.
Owen, John Joseph. Analitycal Key To The Old Testament. Grand Rapids: Baker Book
House, 1991. jil., 3.
Pfeiffer, Charles F. dan Everett F. Harrison, peny. Tafsiran Alkitab Wycliffe. Malang:
Gandum Mas, 2005. jil., 2.
Reed, Carl. Diktat Kuliah: Bahasa Ibrani, MA.Miss.:2006.
Warren, Rick. The Purpose Driven Life. Malang: Gandum Mas,2005.
20