kehamilan ektopik tugas hd.docx

Upload: achmadi-sulistyo-nugroho

Post on 01-Nov-2015

262 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

27

KEHAMILAN EKTOPIK1. PendahuluanKehamilan ektopik merupakan kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak pada tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik ini merupakan salah satu kasus kegawatan pada awal kehamilan.1,2,3 Insiden kehamilan ektopik ini telah menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna pada beberapa dekade terakhir dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19.7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Meskipun resolusi spontan dapat terjadi pada kehamilan ektopik, akan tetapi selalu terdapat resiko untuk terjadinya ruptur tuba dan perdarahan yang hebat. Hampir seluruh kehamilan ektopik ini ( 97% ) adalah kehamilan tuba fallopi, yang sebagian besar (80%) dialami oleh wanita pada usia 35 tahun keatas serta dilaporkan bahwa 60 % dialami oleh wanita dengan paritas pertama dan kedua.2 Insiden kehamilan ektopik meningkat pada semua wanita terutama pada mereka yang berumur 20 sampai 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. 3,4

2. DefinisiKehamilan ektopik terjadi jika embrio berimplantasi diluar rongga uterus yang merupakan tempat implantasi normal. Pada kehamilan normal sel ovum dibuahi oleh sperma di dalam tuba. Kemudian embrio yang terbentuk akan berjalan melalui tuba dan mencapai uterus dalam waktu 3 4 hari kemudian. Akan tetapi jika tuba fallopi mengalami obstruksi atau kerusakan dan tidak dapat dilewati oleh embrio yang menuju ke rongga uterus, maka embrio tersebut akan berimplantasi pada tuba, sehingga akan mengakibatkan kehamilan tuba. Tuba fallopi ini bukan merupakan tempat yang didesain untuk mendukung embrio yang sedang tumbuh. Sehingga setelah beberapa minggu tuba ini akan ruptur dan mengalami pendarahan.4 Sembilan puluh tujuh persen kehamilan ektopik terjadi di tuba fallopi. Kehamilan ektopik ini dapat terjadi juga cervik, ovarium, atau bahkan di abdomen, walaupun kehamilan abdominal ini merupakan kasus yang jarang terjadi. Fetus yang tumbuh dalam rongga abdomen ini dapat bertahan hidup sampai dilahirkan dengan laparotomi.4

Gambar 1. Tempat implantasi kehamilan ektopikDikutip dari Cunningham.5

3. PenyebabWanita-wanita dengan gangguan atau kelainan pada tuba mempunyai kecenderungan untuk terjadinya kehamilan ektopik ini. Kelainan pada tuba ini biasanya disebabkan oleh infeksi pelvis sebelumnya, seperti gonorrhea, chlamydia ataupun infeksi menular seksual lainnya. Kelainan tuba juga dapat disebabkan oleh karena endometriosis, appendisitis, bedah pelvis sebelumnya atau ekspose terhadap diethylstilbestrol ( DES ). Kehamilan yang terjadi pada wanita dengan IUD yang masih ada dalam kavum uteri seringkali terjadi pada tuba fallopi. Demikian juga wanita yang mengalami kehamilan setelah prosedur sterilisasi, rekanalisasi atau menjalani operasi pada tuba juga mempunyai resiko untuk terjadinya kehamilan ektopik. Wanita yang menjalani program untuk mendapatkan keturunan dengan pemakaian obat-obatan untuk fertilitas atau prosedur fertilisasi in vitro juga mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya kehamilan ektopik. Terkadang juga kejadian kehamilan ektopik ini tidak dapat dijelaskan. Jika seorang wanita mengalami kehamilan ektopik, maka ia mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya kehamilan ektopik pada kehamilan berikutnya.4

4. Diagnosisa. Penilaian klinisSekitar 5 % wanita yang dengan kehamilan ektopik menunjukkan adanya shock hemoragik. Tampilan muka pasien yang pucat, takikardi dan hipotensi seharusnya menimbulkan kecurigaan bagi klinisi telah terjadi perdarahan intra abdominal, tanpa memperhatikan intensitas nyeri abdomen. Nyeri pada bahu terjadi karena iritasi pada diafragma. Muntah dan diare menunjukkan gejala adanya perdarahan abdominal.6 Seorang wanita pada usia reproduksi yang menunjukkan gangguan gastrointestinal akut, khususnya diare serta pusing maupun yang menunjukkan nyeri abdomen dan atau perdarahan pervaginam, sebaiknya dilakukan pemeriksaan HCG urine.6Pada awal kehamilan gejala dan tanda kehamilan ektopik masih tersembunyi atau tidak terlihat sama sekali, sehingga seringkali didiagnosa dengan kehamilan normal atau mengalami abortus. Pada keadaan ini pemeriksaan yang teliti dan pemakaian alat penunjang yang memadai diperlukan untuk diagnosa kehamilan ektopik.6Dengan bertambahnya usia kehamilan maka gejala kehamilan ektopik akan semakin jelas. Manifestasi klasik kehamilan ektopik ini dikenal dengan adanya trias yaitu amenore, abdomen akut dan perdarahan pervaginam atau spotting. Jika sudah terjadi ruptur tuba maka gejala yang timbul berupa nyeri abdomen bawah atau nyeri pelvik yang sifatnya tajam atau menusuk.Gejala iritasi diafragma seperti nyeri pada leher atau bahu, khususnya pada saat inspirasi, dapat terjadi pada sebagian wanita dengan hemoperitoneum yang cukup besar. Pada palpasi abdomen didapati adanya nyeri . Uterus dapat terdorong ke satu sisi oleh massa ektopik. Pada palpasi ini juga dapat diterba uterus yang membesar karena stimulasi hormon.Pada pemeriksaan bimanual didapati nyeri goyang pada porsio. Forniks posterior vagina menonjol karena desakan darah yang tertampung dalam cul-de-sac, sehingga jika dilakukan kuldosentesis akan didapati adanya darah atau fragmen bekuan darah.6Berbagai derajat spotting telah dilaporkan pada 60 80 % wanita dengan kehamilan tuba. Meskipun perdarahan pervaginam yang profuse mungkin menunjukkan adanya abortus inkomplet, perdarahan pervaginam tersebut juga dapat kehamilan tuba. Terlebih lagi kehamilan tuba dapat menyebabkan terjadinya perdarahan intrabdomen yang bermakna. Sebagai respon terhadap perdarahan moderat, vital sign bisa tak terpengaruh, timbul kenaikan tekanan darah atau dapat timbul juga vasovagal respon yag berupa bradikardi dan hipotensi. Tekanan darah dapat terus menurun serta nadi akan meningkat hanya jika perdarahan terus berlangsung dan mengakibatkan terjadinya hipovolemia. Gangguan vasomotor yang timbul dapat berupa vertigo sampai dengan sinkop.6Pada keadaan perdarahan akut pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit beberapa jam setelah keadaan akut tersebut lebih memilki makna bila dibandingkan pemeriksaan segera setelah keadaan akut tersebut. Pada beberapa wanita dengan ruptur tuba, terjadi peningkatan leukosit sampai mencapai 30.000/ul.5Kecurigaan klinis seringkali menjadi kunci untuk mengidentifikasi wanita yang membutuhkan evaluasi yang hati-hati. Resiko kehamilan ektopik meningkat menjadi dua kali lipat pada penderita infertilitas, 3 kali lipat pada kelainan tuba dan meningkat 4 kali lipat jika terdapat riwayat salpingektomi. Sepertiga kehamilan pada wanita yang telah menjalani strerilisasi dan setengah dari wanita yang merupakan akseptor LNG-IUS adalah kehamilan ektopik. Resiko kekambuhan kurang lebih 10 % pada wanita dengan satu kali kehamilan ektopik sebelumnya dan menjadi 25 % pada wanita dengan riwayat minimal 2 kali kehamilan ektopik sebelumnya.6

b. Pemeriksaan MultimodalitasSejumlah algoritme telah dikenal dalam mendiagnosa kehamilan ektopik. Beberapa komponen dealam algoritma tersebut meliputi pemeriksaan fisik, sonogradi transvaginal, serum HCG, serta pembedahan untuk diagnostik yang meliputi kuretase, laparoskopi maupun laparotomi. Algoritme tersebut hanya dipakai pada penderita dalam keadaaan hemodinamik yang stabil. 51) HCGPemeriksaan yang cepat dan akurat untuk menentukan adanya kehamilan penting untuk diagnosa kehamilan ektopik. Pemeriksaan urine dan serum untuk menentukan kehamilan dengan menggunakan enzyme link immunosorbent assay ( ELISA ) untuk HCG sensitif sampai dengan level 10 -20 mIU/mL, dan positif pada 99 % kehamilan ektopik. 5Ketepatan diagnosa kehamilan ektopik dapat ditingkatkan dengan mengukur perubahan rata-rata serum HCG, yang dapat diprediksi perubahannya pada awal-awal kehamilan intrauterin normal. HCG serum pertama kali dapat dideteksi antara 8 10 hari setelah ovulasi dimana kadarnya mencapai 50 100 IU/L . kemudian kadarnya akan meningkat 2 x lipat setiap 1.4 2.1 hari pada awal-awal kehamilan dan mencapai puncaknya pada level 50.000 100.000 IU/L pada usia gestasi 8 10 minggu. Interval 48 jam tersebut dipakai untuk memonitor kemajuan pada awal-awal kehamilan dari peningkatan serum HCG. Jika kenaikan dua kali lipat tersebut dijumpai pada pemeriksaan HCG maka ini merupakan indikator bahwa janin tersebut viabel. Terdapat batas kenaikan terendah dimana hal ini masih menunjukkan bahwa janin tersebut masih viabel, yaitu kenaikan minimal sebanyak 53 %. Di bawah tingkat tersebut janin kemungkinan tidak viabel. 6Serangkaian pemeriksaan sonografi dan penilaian HCG telah menunjukkan gambaran alami kehamilan ektopik. Seorang wanita pada awal kehamilan ektopik juga menunjukkan terdapat kenaikan titer HCG. Dari semua kehamilan ektopik tersebut kurang lebih 20% menunjukkan kenaikan HCG yang sama dengan kehamilan normal dengan janin yang viabel. Lebih 70 % wanita dengan kehamilan ektopik menunjukkan kenaikan HCG yang lebih pelan dari kehamilan normal dengan janin viable atau menurun tetapi penurunannya lebih pelan jika dibandingkan dengan rata-rata penurunan pada abortus komplet. Penurunan HCG menunjukkan adanya kematian janin dan 8 % wanita dengan kehamilan ektopik menunjukkan rata-rata penurunan HCG yang menyerupai abortus komplet, paling sedikit 15 % dalam 48 jam. Penurunan kadar HCG selain didapati pada abortus komplet juga bisa didapati pada abortus inkomplet dan juga pada kehamilan ektopik.6

Table 1. Persentase penurunan minimum yang diharapkan dari level awal serum HCG untuk kehamilan yang non viabel.Dikutip dari Cunningham.5

Gambar 2. Perubahan kadar -HCG pada kehamilan intrauterin, kehamilan ektopik dan abortus spontan Dikutip dari Barnhart.7

Pada awalnya wanita dengan kehamilan ektopik akan memperlihatkan kenaikan kadar -HCG sebanyak 50 66 % setiap 2 hari sampai pada nilai kitis tertentu dimana dua keadaan bisa terjadi yaitu ruptur uba atau resolusi spontan. Penjelasan terhadap kejadian ini mungkin berhubungan dengan agresifitas jaringan trofoblas. Jika jaringan trofoblas tersebut kurang agresif maka yang terjadi adalah resolusi spontan, dan jika jaringan trofoblas tersebut agresif maka biasanya hal ini berhubungan dengan rupotur tuba. Terdapat berbagai teori mengenai agresifitas jaringan trofoblas ini yaitu berhubungan dengan respon imunologi dan faktor embrio.8Pasien dengan kehamilan ektopik biasanya memperlihatkan gejala yang beragam sehingga dibutuhkan ketelitian dari klinisi untuk memutuskan bagaimana akan dilakukann penanganan yang adekuat. Pasien dengan titer -HCG yang mengalami peningkatan, harus segera dilakukan tindakan atau kemungkinan akan terjadi ruptur kehamilan ektopik. Pada keadaan lain pasien pada tahap lanjut dengan usia gestasi yang lebih besar dengan penurunan titer -HCG risiko untuk terjadinya ruptur hampir tidak ada. Pada kondisi ini seorang klinisi dapat melakukan manajemen ekspektatif dengan harapan terjadi ruptur spontan. 8Studi lain memperlihatkan hubungan antara periode menstruasi terakhir dengan presentasi kehamilan ektopik, hal ini merupakan faktor yang dapat memprediksi terjadinya resolusi spontan pada kehamilan ektopik. Jika interval tersebut melebihi 6,5 minggu, maka kehamilan ektopik tersebut mempunyai kemungkinan 7,4 kali lebih besar untuk terrjadinya resolusi spontan. Peneliti ini menemukan bahwa 42 % kehamilan ektopik dengan titer -HCG awal yang rendah akan mengalami resolusi spontan. Temuan ini juga memperlihatkan bahwa kehamilan ektopik yang dideteksi atau memperlihatkan gejala atau tanda yang lebih lambat memiliki kemungkinan yang besar akan terjadinya resolusi spontan. Dari temuan ini kemudian dibuat dugaan bahwa pada keaadaan ini terjadi self selection phenomenon dimana pada kehamilan ektopik yang tidak dilakukan terapi secara dini akan meningkatkan suplai aliran darahnya sendiri. Dan mereka juga mendemonstrasikan bahwa titer awal -HCG yang rendah merupakan prediktor yang bermakna untuk terjadinya resolusi spontan.82) ProgesteronPengukuran serum progesteron dapat dijadikan pemeriksaan tambahan selain pengukuran serum HCG, oleh karena serum progesterone ini stabil dna tidak terpengaruh oleh umur gestasi pada kehamilan trimester pertama. Level melebihi dari 25 ng/mL dapat menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik dengan sensitivitas 92,5 %. Sebaliknya nilai dibawah 5 ng/mL hanya ditemukan 0,3 % kehamilan normal. Nilai dibawah 5 ng/mL menggambarkan adanya janin yang non viabel.3,53) Ultrasonografi a) EndometriumPada wanita yang dicurigai mengalami kehamilan ektopik, pemeriksaan USG transvaginal dilakukan untuk mengevaluasi kavum uterus. Pada evaluasi kavum uterus, jika terdapat kehamilan normal, maka akan dapat dijumpai kantong gestasi pada usia gestasi antara 4,5 sampai 5 minggu. Yolk sack akan terlihat pada usia gestasi 5 sampai 6 minggu, fetal pole dan aktivitas jantung janin akan mulai terlihat pada usia gestasi 5,5 sampai 6 minggu.5Pada kehamilan ektopik dapat dijumpai trilaminar endometrial pattern di sebelah distal pseudogestasional sac. Temuan ini mempunyai spesifisitas 94 persen dengan sensitivitas 38 %. 5Adanya gambaran anekhoik yang merupakan kumpulan cairan pada uterus bisa merupakan awal suatu kantong gestasi normal ( intradesidual sign, suatu kantong gestasi awal dan terletak eksentris dalam endometrial line ) pseudogestasional sac ( suatu kumpulan cairan diantara lapisan endometrium dan membentuk suatu rongga, jika terdapat pseudogestasional sac maka resiko kemungkinan kehamilan ektopik makin besar ) atau bisa juga merupakan kista desidual ( suatu area anekhoik yang terletak dalam endometrium tetapi terpisah dari endometrial line dan seringkali terdapat pada perbatasan endometrium myometrium). 5

Gambar 3. Pseudogestasional sac dalam kavum endometrium dengan pemeriksaan TVS ( gambar kiri atas ). Bermacam-macam temuan TVS dengan kehamilan tuba. Diagnosis sonografi, massa ektopik terlihat di adneksa terpisah dari ovarium dan terlihat sebagai :A. Yolk sac dan atau fetal pole dengan atau tanpa aktivitas jantung ekstrauterin.B. Ekstra uterin sac kosong dengan cincin hiperekhoik.C. Massa adneksa inhomogen. Pada gambar C dengan color Doppler didapati ring of fire klasik yang menggambarkan tipikal vaskularisasi kehamilan ektopik.Dikutip dari Cunningham.5

b) AdneksaDiagnosa sonografi kehamilan ektopik berdasar pada terlihatnya massa pada adneksa yang terpisah dari ovarium. Jika tuba fallopi dan ovarium terlihat dan yolk sac ekstrauterine, embrio atau fetus teridentifikasi , maka kehamilan tuba tersebut dapat ditegakkan. Pada kasus lain suatu hyperechoic halo atau cicin pada tuba yang mengelilingi gambaran anekhoik dapat terlihat. Atau alternatif lain bisa berupa komplek massa adneksa inhomogen yang biasanya disebabkan karena perdarahan pada kantong kehamilan ektopik yang rupture kedalam tuba. 5c) Hemoperitoneum Pada wanita yang dicurigai mengalami kehamilan ektopik, evaluasi adanya hemoperitoneum dapat menambah nilai informasi klinis. Pemeriksaan adanya hemoperitoneum dapat dilakukan dengan culdosentesis dan atau pemeriksaan sonografi. Pada pemeriksaan USG adanya hemoperitoneum terlihat sebagai daerah anekhoik atau hiperekhoik. Darah biasanya akan terkumpul dalam cul-de-sac dan dapat juga sampai mengelilingi uterus atau dapat sampai mengisi seluruh rongga pelvis. Dengan USG transvaginal adanya darah sebanyak 50 cc dapat terlihat pada pemeriksaan USG tersebut, dan USG transabdominal dapat membantu untuk menilai luasnya hemoperitoneum tersebut.5Kuldosentesis merupakan teknik sederhana yang dipakai untuk menilai adanya hemoperitoneum. Cairan yang berisi fragmen bekuan darah disertai dengan cairan darah yang tidak membeku merupakan tanda terkumpulnya darah dalam cul-de-sac. Sejumlah studi telah dilakukan terhadap prosedur ini dan culdosentesis ini secara luas telah digantikan dengan TVS.5

Gambar 4. Teknik untuk mengidentifikasi hemoperitoneumA. Gambaran anekhoik pada cul-de-sac yang merupakan cairanB. Teknik culdosentesis dengan menggunakan jarum spinal no 16 18 yang dipasangkan pada spuitDikutip dari Cunningham.5

d) LaparoskopiMelihat langsung kondisi tuba dan pelvis dengan laparoskopi memberikan suatu diagnosis yang lebih tepat pada kebanyakan kasus dengan kecurigaan kehamilan ektopik.5

5. Manajemen a) Ekspektan manajemenObservasi yang dilakukan pada wanita dengan prognosis baik pada awal kehamilan telah menunjukkan bahwa kebanyakan kehamilan ektopik dapat mengalami resolusi spontan. Akan tetapi kurang lebih 90% wanita dengan kehamilan ektopik dan serum -HCG melebihi 2000mIU/mL memerluka intervensi operatif karena meningkatnya resiko ruptur tuba. Ekspektan managemen merupakan suatu pilihan pada wanita dengan kehamilan ektopik yang mempunyai gejala minimal dan selalu bisa ter follow up. Adanya massa adneksa yang nonhomogen bisa memberi gambaran bahwa managemen ekspektatif mempunyai angka keberhasilan di atas 80% jika didapati kadar -HCG kurang dari 1000 IU/L dan turun paling tidak sebesar 13 % selama 48 jam. Observasi yang terus menerus terhadap pasien dibutuhkan pada wanita yang secara klinis stabil. Dia juga harus dijelaskan mengenai kondisinya termasuk kemungkinan komplikasi dari kehamilan ektopik yang dialaminya. Dia juga harus mengerti betul mengenai kepatuhan untuk selalu melakukan follow up dan selalu dapat mengakses unit gawat darurat dengan kemampuan melakukan operasi ginekologi selama 24 jam. Pasien dengan manajemen ekspektatif harus selalu di follow up minimal setiap minggu untuk mengukur kadar -HCG serial dan pemeriksaan TVS untuk menjamin bahwa telah terjadi penurunan yang cepat kadar -HCG ( idealnya minimal 50 % dari level awal dalam 7 hari ) dan berkurangnya ukuran massa adneksa dalam 7 hari, serta berkurangnya kadar -HCG sampai dibawah 15 mIU/mL, karena pada titik tersebut kehamilan ektopik akan mengalami resolusi spontan tanpa terjadi rupture tuba. Dengan mempertimbangkan resiko serius dari ruptur tuba, maka manajemen ekpspektatif ini seharusnya hanya dilakukan pada pasien dengan gejala yang asimptomatis dan kadar -HCG yang sangat rendah dan terus menurun.3, 6Stoval dan Ling ( 1992 ) membatasi manajemen ekspektatif ini hanya kepada wanita dengan kehamilan tuba, terdapat penurunan kadar -HCG serial, diameter massa ektopik < 3.5 cm, tidak ada bukti perdarahan intra abdomen atau ruptur dengan melakukan pemeriksaan TVS. Mavrelos mencatat bahwa hampir sepertiga dari 333 kehamilan tuba dengan ukuran < 3 cm dan kadar -HCG < 1500 mIU/mL mengalami resolusi tanpa intervensi. Sedangkan menurut ACOG ( 2012 ) 88% kehamilan ektopik akan mengalami resolusi jika kadar -HCG < 200 mIU/mL.5b) Pemakaian Methotrexate ( MTX ) Methotrexate merupakan antagonis asam folat. Methotrexate dalam darah mengikat dyhidrofolate reductase, yang menghambat pengubahan dyhidrofolate menjadi tetrahydrofolate, yang merupakan bentuk aktif dari asam folat. Sebagai akibatnya sintesis purine dan pyrimidine akan terganggu. Hal ini akan menghambat sintesis DNA, RNA dan protein. Oleh karena itu MTX efektif dalam menghambat proliferasi jaringan seperrti trofoblas, dan rata-rata angka resolusi kehamilan tuba mencapai 90 % pada penggunaannya. Akan tetapi pemakaian MTX juga akan mempengaruhi sumsum tulang, mukosa gastrointestinal dan epitel saluran pernafasan. MTX ini toksik terhadap hepatosit dan diekskresi melalui ginjal. selain itu methotrexate ini merupakan teratogen yang poten dan bertanggung jawab terhadap terjadinya abnormalitas kraniofasial dan skeletal serta menyebabkan hambatan pertumbuhan janin. MTX ini diekskresikan juga melalui air susu ibu dan dapat berakumulasi dalam jaringan neonatus serta akan mempengaruhi metabolisme seluler neonatus. MTX ini terikat pada albumin dan ikatan terhadap albumin tersebut dipengaruhi oleh obat-obatan seperti phenitoin, tetrasiklin, salisilat sulfonamide. Sehingga obat-obatan tersebut dapat menyebabkan meningkatnya kadar asam folat dalam plasma. Bersihan MTX oleh ginjal juga akan terganggu oleh pemakaian obat-obatan antiinflamasi nonsteroid, probenesid dan penisilin. Efek MTX ini juga akan menurun pada pemakaian leucovorin yang merupakan suatu asam folate.5Beberapa kriteria untuk terapi MTX pada kehamilan ektopik, yaitu : 3,91. Hemodinamik stabil2. Pasien mengerti dan bersedia untuk selalu dilakukan monitoring paska terapi.3. Konsentrasi Serum -HCG kurang dari 5000 IU/L4. Tidak adanya bukti aktivitas jantung janin melalui pemeriksaann USG. 5. Pada pemeriksaan TVS didapatkan massa ektopik < 35 mmTerdapat dua cara dalam terapi MTX, yaitu protokol pemberian single dose dan multidose. Terdapat beberapa keuntungan dalam protokol pemberian methotrexate single dose, yaitu :31. Sederhana2. Lebih murah bila dibandingkan multidose.3. Monitoring paska terapi lebih lebih minimal4. Tidak memerlukan leucovorin.Akan tetapi dalam perkembangannya kemudian terdapat pula protokol pemberian MTX dua dosis . Regimen ini melibatkan pemberian MTX 50 mg/m2 MTX pada hari ke-0 dan ke-4 tanpa pemberian leucovorin.5 Tidak terdapat cukup data untuk membandingkan efektifitas pemakaian protokol methotrexate, akan tetapi salah satu studi menunjukkan bahwa pemakaian protokol methotrexate single dose sama efektifnya dengan protokol MTX multidose.5

Single doseMultidose

dosisDosis tunggal, ulangi jika perluSampai 4 dosis MTX sampai serum -HCG turun sebanyak 15 %

Dosis obat

MTX50 mg/m2 BSA ( hari 1 )1 mg/kg, hari 1, 3, 5 dan 7

LeucovorinTidak dipakai0,1 mg/kg hari 2, 4, 6 dan 8

Level serum -HCGHari 1 ( base line ), 4 dan 7Hari 1, 3, 5 dan 7

Indikasi dosis tambahanJika level serum -HCG tidak turun sebanyak 15 % dari hari ke 4 sampai hari ke 7.Penurunan kurang dari 15 % selama minggu pengamatanJika serum -HCG menurun < 15 % , beri dosis tambahan , ulangi pemeriksaan serum -HCG dalam 48 jam dan bandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya; maksimum 4 dosis

Pengamatan post terapiamati tiap minggu sampai serum -HCG tak terdeteksi

Kontraindikasi MTX

Sensitive terhadap MTX.Terdapat bukti rupture tubaMenyusui Kehamilan intrauterineDisfungsi hepar, ginjal atau hematologiUlkus pepticPenyakit paru aktifBukti adanya immunodefisiensi

BSA ( m2 ) = body surface area, dihitung dengan cara

Tabel 2. Protokol pemberian methotrexateDikutip dari Cunningham.5

Lipscomb et al.9 mendefinisikan kegagalan terapi MTX apabila terjadi level -HCG yang menetap meskipun telah diberikan 3 dosis MTX, dicurigai terjadi ruptur tuba yang ditandai dengan penurunan kadar hematokrit dan ketidakstabilan hemodinamik, adanya cairan peritoneum yang meluas sampai ke panggul serta nyeri abdomen yang hebat yang merupakan tanda ruptur tuba imminen.Hampir 75 % wanita mengalami nyeri abdomen pada pemberian MTX. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena perdarahan pada tuba atau tegangan akibat hematoma. Jika nyeri abdomen meningkat sebaiknya dilakukan reevaluasi ulang , pasien dilakukan rawat inap untuk menentukan apakah terapi MTX dapat dilanjutkan dengan aman. Pembedahan dilakukan jika terdapat kecurigaan terjadi ruptur tuba, yang terjadi pada kurang lebih 7 % dari seluruh kehamilan ektopik.5,6,9c) Pembedahan Therapy dengan pembedahan dilakukan jika kadar HCG melebihi 1500 IU/L atau jika terdapat kantong gestasi pada kehamilan ektopik dengan terdapatnya aktifitas jantung janin atau jika terdapat massa ektopik yang lebih besar dari 35 mm. pada kasus tertentu pembedahan memberikan konfirmasi diagnosis yang cepat dengan waktu resolusi yang lebih pendek sehingga menghindari lamanya waktu untuk monitoring. 6Pembedahan dengan laparoskopi lebih disukai dalam managemen kehamilan ektopik. Akan tetapi jika seorang wanita dengan hemodinamik tyang tidak stabil oleh karena perdarahan intraperitoneal seharusnya diterapi dengan pertimbangan yang tepat sehingga dapat mencapai hemostasois yang cepat. Pada kasus tersebut jika seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami shock, secara tradisional laparotomi lebih disukai sebagai pilihan terapi.61) SalphingostomyProsedur ini dilakukan untuk mengambil kehamilan ektopik yang tidak mengalami rupture dengan panjang < 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopi. Natale and associates ( 2003 ) melaporkan bahwa kadar serum -HCG > 6000 mIU/mL dihubungkan dengan resiko tinggi untuk terjadinya implantasi ke dalam lapisan muskularis dan hal ini akan menyebabkan kerusakan pada tuba.5Pada saphingostomy ini dilakukan insisi linear pada batas antimesenteric diatas KE. Kemudian hasil konsepsi tersebut dikeluarkan melalui tempat insisi dengan hati-hati atau dengan melakukan irigasi dengan tekanan tinggi sehingga akan membersihjkan juaga jaringan trofoblas. Perdarahan yang terjadi kemudian dikontrol dengan elektrokoagulasi dan luka insisi ditinggalkan tanpa dilakukan jahitan pada tempat insisi tersebut.5Salpingotomy merupakan prosedur yang sama dengan salpingostomi hanya bedanya pada salpingotomy bekas insisi ditutup dengan dilakukan penjahitan.52) Salpingektomi Tujuan dilakukannya salpingektomi ini adalah untuk meminimalisir terjadinya rekurensi kehamilan tuba, sehingga dilakukan eksisi komplet pada tuba. Dengan teknik laparoskopi, tuba yang terlibat dipegang dengan grasping forsep atraumatik. Kemudian grasping bipolar diarahkan pada pars isthmica tuba, dilakukan desikasi kemudian dipotong. Lalu grasping bipolar tersebut diarahkan pada bagian proksimal mesosalphing, dilakukan desikasi lalu dipotong. Kemudian proses terus dilanjutkan sampai bagian distal ampulla.53) Persisten trofoblasPengeluaran trofoblas yang tidak sempurna dapat menyebabkan terjadinya jaringan trofoblas persisten. Komplikasi ini dapat terjadi pada 5 10 % salpingostomi dan dapat diidentifikasi dengan kadar -HCG yang stabil atau malah meningkat.5

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya trofoblas persisten diantaranya adalah :5a. Massa kehamilan kurang dari 2 cmb. Awal kehamilan kurang dari 42 hari menstruasic. Serum -HCG > 3000 mIU/mLd. Implantasi di sebelah medial dari tempat salpingostomi.Jika -HCG stabil atau meningkat maka pemberian methotrexate dapat dilanjutkan. Standar terapi untuk keadaan ini adalah pemberian methotrexate single dose, 50 mg/m2 luas area tubuh. Untuk mencegah trofoblas persisten dianjurkan pemberian methotrexate profilaktik dengan dosis 1 mg/m2 luas area badan. 5

6. Kehamilan Ektopik Non Tubaa). Kehamilan interstisialDua sampai 3% kehImplantasi hasil kehamilan ini terletak di proksimal Milan ektopik berimplantasi pada pars interstisial tuba fallopi. Pars interstisial tuba ini merupakan transisi dari kavum endometrium ke isthmus melalui lapisan myometrium uterus., bagian ini berliku-liku dengan diameter 0,7 mm dan panjang 1 2 cm. bqagian ini relative tipis tetapi mempunyai kemampuan besar untuk mengembang sebelum terjadi rupture, jika dibandingkan dengan bagian distal tuba fallopi. Karena implantasi kehamilan ini tergolong masih dalam tuba maka faktor resiko kehamilan ini sama dengan faktor resiko kehamilan tuba lainnya.5,10Kehamilan interstisial yang tidak tidak terdiagnosa biasanya akan ruptur pada minggu ke 8 sampai minggu ke 16 amenore, lebih lambat daripada kehamilan tuba. Hal ini disebabkan oleh karena myometrium yang melapisi segmen intertisial tuba fallopi memiliki distensibilitas yang lebih besar.5Diagnosa kehamilan interstisial ini dilakukan dengan TVS dan serum -HCG. Pada kehamilan ini pemeriksaan sonografi dapat terlihat mirip dengan implantasi eksentris kehamilan intrauterin. 5Kriteria untuk membantu membedakan dua macam kehamilan tersebut diantaranya adalah :101) Kavum uteri kosong2) Kantong kehamilan terlihat terpisah dari endometrium dan 1 cm lebih jauh dari ujung lateral kavum uteri.3) Ketebalan myometrium yang mengelilingi kantong tersebut < 5 mm.4) Garis ekhogenik yang dikenal dengan tanda interstitial line sign, meluas dari kantong gestasi sampai ke kavum endometrium yang sepertinya merupakan bagian intertisial tuba, dan ini sangat sensitif dan spesifik.Pada kehamilan ini jika terapi medis gagal atau jika dicurigai terjadi ruptur maka pembedahan biasanya dibutuhkan. Laparoscopic linear cornuostomy dilakukan dengan cara yang sama dengan salpingostomy untuk kehamilan tuba. Reseksi kornual merupakan pilihan terapi lain yang dilakukan dengan laparotomi. Monitoring post operatif dengan pemeriksaan kadar -HCG juga perlu dilakukan.5,6

Gambar 5. A Gambaran parasagital dengan memakai TVS menunjukkan kavum uteri kosong dan sebuah massa arah cephalad dan lateral fundus uteri.B foto intraoperatif selama laparotomi dan sebelum reseksi kornu pada kasus yang sama. Dikutip dari Cunningham.5

b) Kehamilan abdominalKurang dari 1% kehamilan ektopik berimplantasi pada kavum abdomen. Pathogenesis kehamilan ini masih kontroversial. Banyak pendapat mengatakan bahwa hal ini sebagai akibat dari nidasi sekunder setelah terjadi ruptur tuba, abortus tuba ataupun rupture uteri. 10Implantasi primer kehamilan abdominal harus memenuhi kriteria Studdiford yaitu tuba fallopi dalam kondisi normal dan tidak mengalami trauma, tidak terdapat uteroperitoneal fistula, adanya kehamilan yang berhubungan dengan permukaan peritoneum dan cukup awal untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya implantasi sekunder setelah nidasi primer dalam tuba.10Diagnosis kehamilan abdominal seringkali dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sonografi. Tetapi umumnya diagnosis ditegakkan di meja operasi karena nyeri abdomen akut dan dicurigai kehamilan ektopik dengan kehamilan abdominal yang tidak pernah dicurigai sebelumnya.10Secara klinis diagnosis dapat ditegakkan jika dicurigai terdapat malpresentasi janin, oligohidramnion, malformasi termasuk defek karena kompresi dan hipoplasia pulmonal, pada palpasi fetus didapati bagian bagian janin dibawah dinding perut, dan kadar alfa fetoprotein yang tinggi. Diagnosis seringkali juga ditegakkan pada waktu pasien direncanakan untuk menjalani seksio sesarea karena kegagalan servik untuk berdilatasi.10Secara klinis janin dapat dipalpasi, kemudian dari pemeriksaan sonografi temuan yang membuktikan bahwa itu merupakan suatu kehamilan abdominal biasanya tidak jelas dan diagnosis biasanya tidak tepat. Oligohidramnion umum terjadi tetapi tidak spesifik. Petunjuk yang mungkin bisa untuk menentukan bahwa itu suatu kehamilan abdominal adalah fetus terpisah dari uterus atau posisinya eksentris dalam pelvis, otot myometrium terlalu tipis antara fetus dan dinding anterior maternal atau terhadap kandung kemih dan jaringan plasenta yang letaknya ekstrauterin.5,6 Kehamilan abdominal seringkali berkembang sampai late diagnosis ditegakkan, late ini didefinisikan sebagai umur kehamilan melebihi 20 minggu usia gestasi yang mengakibatkan tingginya mortalitas ibu, 0,5 18 %. Dengan berkembangnya kehamilan dukungan plasenta terhadap janin menjadi minimal dan janin biasanya akan mati. Pelepasan plasenta dengan perdarahan massif biasanya sukar untuk diprediksi. Oleh karena tingginya angka mortalitas ibu dan janin maka kehamilan abdominal sebaiknya dilakukan terminasi begitu diagnosis ditegakkan, dengan tidak memandang usia gestasi.10Pada kondisi persalinan normal otot myometrium akan berkontraksi untuk mencegah terjadinya perdarahan paska salin. Akan tetapi pada kehamilan abdominal ini jaringan tempat implantasi plasenta tidak dapat berkontraksi dan pelepasan parsial plasenta akan menyebaban perdarahan hebat. Secara umum meskipun pelepasan plasenta tanpa kesulitan dan dapat lahir secara lengkap, tetapi lebih disukai untuk memotong tali pusat sedekat mungkin dengan plasenta dan kemudian meninggalkannya in situ sambil menunggu terjadinya resorpsi spontan. Akan tetapi meninggalkan plasenta insitu dapat menyebabkan pasien jatuh dalam keadaan yang membahayakann oleh karena risiko ileus dan infeksi post operasi. Post operatif MTX ditambah dengan embolisasi pembuluh darah dengan intervensi radiologi dapat digunakan untuk membantu penyembuhan.10

Gambar 6. Kehamilan abdomen atermDikutip dari Cunningham.5

c) Kehamilan IntraligamenterJika zygot berimplantasi pada mesosalping, ruptur dapat terjadi pada bagian tuba dan kemudian akan diselubungi oleh peritoneum. Setelah kehamilan tersebut ruptur maka akan dapat terjadi reimplantasi pada tempat yang terbentuk antara ligamentum latum dan kemudian akan terbentuk kehamilan intraligamenter.5Temuan klinis dan manajemen kehamilan ini sama dengan kehamilan abdominal. Meskipun laparotomi kadang dibutuhkan pada beberpa kasus tetapi beberapa laporan kasus menunjukkan eksisi laparoskopi dapat dilakukan pada awal-awal kehamilan.5d) Kehamilan OvariumFaktor resiko terjadinya kehamilan ini sama dengan kehamilan tuba. Gejala yang terjadi mirip dengan kehamilan tuba. Meskipun ovarium dapat mengakomodasi kehamilan yang membesar lebih mudah daripada kehamilan tuba, akan tetapi ruptur dapat terjadi.5,6Implantasi sel telur yang telah dibuahi pada ovarium jarang terjadi dan diagnosanya biasanya merupakan diagnosa pathologi, yang dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dari massa adneksa yang diambil pada pembedahan dan diagnosa tersebut didasarkan pada kriteria Speigelberg :5a. Bagian tuba ipsilateral intak dan terpisah dari ovarium.b. Kantong kehamilan menempati lokasi anatomi normal ovariumc. Kehamilan ektopik tersebut terhubung dengan ligamentum ovarii proprium ke uterusd. Terdapat jaringan ovarium pada pada jaringan plasenta pada pemeriksaan histopatologi.Pada pemeriksaan sonografi didapatkan area anekhoik internal yang dikelilingi oleh cincin ekhogenik yang lebar, yang kemudian akan dikelilingi oleh kortek ovarium, tetapi ini belum dapat menyingkirkan adanya kista korpus luteum maupun kehamilan tuba.5,10Manajemen optimum terhadap kehamilan ovarium ini adalah pembedahan. Lesi yang kecil dilakukan reseksi baji atau kistektomi, sedangkan lesi yang besar membutuhkan ooforektomi. Dengan ooforektomi ini diagnosa kehamilan ini dapat ditegakkan. Kemudian MTX dapat dipakai untuk manajemen kehamilan ovarium yang masih kecil dan tidak mengalami ruptur.5,6

Gambar 7. TVS menunjukkan kantong kehamilan yang berisi janin dengan usia gestasi 16 minggu.Dikutip dari Cunningham.5

e) Kehamilan ServiksKehamilan ini terjadi jika terdapat implantasi hasil konsepsi dalam kanalis servikalis. Faktor predisposisi kehamilan ini adalah kuretase, seksio sesarea atau prosedur bedah servik. Biasanya keluhan pertama yang timbul adalah perdarahan pervaginam yang tidak menimbulkan nyeri dan pada pemeriksaan speculum terlihat ostium uteri externum terbuka dan tampak massa didalamnya. Pada pemeriksaan sonografi menunjukkan adanya kantong kehamilan disebelah distal ostium uteri internum. Dilatasi dan kuretase memprovokasi perdarahan. Infiltrasi servik dengan agen vasokonstriksi hemostatik , diikuti dengan jahitan cervik untuk mengoklusi cabang desenden arteri uterina dan diikuti dengan kuret hisap ( tanpa dilatasi ) dan post kuret dipasang balon tampon dapat dilakukan untuk manajemen kehamilan servik pada trimester pertama. Terapi lain meliputi embolisasi arteri uterina dan dikombinasikan dengan MTX.5

Gambar 8. A. Gambaran kehamilan ektopik pada USG transvaginal pada potongan sagital pada midline.B USG transvaginal tiga dimensi yang memperlihatkan kehamilan servikDikutip dari Fylstra.10

7. PenutupKehamilan ektopik merupakan kehamilan dimana terjadi implantasi hasil konsepsi diluar uterus. Diagnosis awal dapat dibuat dengan memakai test sensitivitas hormon, pemeriksaan fisik , pemeriksaan ultrasonografi, laparoskopi dan atau D&C. Penatalaksanaan kehamilan ektopik dengan terapi medis dan pembedahan modern memungkinkan seorang wanita untuk menghindari pembedahan yang ekstensif dan mempertahankan tuba fallopi. Meskipun risiko untuk terjadinya kehamilan ektopik juga akan meningkat pada kehamilan selanjutnya, akan tetapi banyak wanita berhasil untuk hamil dan mempunyai anak di kemudian hari, baik secarqa alami ataupun dengan bantuan assisted reproductive technology seperti fertilisasi in vitro.

Rujukan.1. Logor SCD, Wagey FW, Loho MFT. Tinjauan kasus kehamilan ektopik di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou manado periode 1 januari 2010 31Desember 201, Jurnal e-Biomedik (eBM), 2013;1( 1):40-44.2. Rachimhadhi T. Kehamilan ektopik. Dalam : Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadhi T .editor. Ilmu kebidanan.edisi ke 4, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010; 323-37.3. Murray H, Bakdaah H, Bardell T, Tulandi T. Diagnosis and treatment of ectopic pregnancy. CMAJ; 2005;173- 84. Ectopic pregnancy a guide for patient, American society for reproductive medicine, Birmingham; 2014; 1 - 145. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al. ( editors ). Williams 24th ed. New York. The Mc Graw-Hill companies inc; 2014; p.377-91.6. Clinical practice guideline the diagnosis and management of ectopic pregnancy, Institute of obstetricians and gynaecologists,royal college of physicians of Ireland and directorate of clinical and programmes, health service executive. 2014: 1-24.7. Barnhart KT. Ectopic pregnancy, N engl j med, 2009; 361:379-878. Junior JE, Camano L, Unruptured tubal pregnancy : different treatments for early and late diagnosis, Sao Paolo Med J. 2006; 124 (6): 321-49. Cohen A, Zakar L, Gil Y, Amer-Alshiek J, Bibi G, Almog B, et al, Methotrexate success rate in progressing ectopic pregnancies : a reappraisal, Am J obstet gynaecol, 2014;211: 12i8.e1-510. Fylstra D, Ectopic pregnancy not within the ( distal ) fallopian tube : ethiology, diagnosis, and treatment, Am J obstet gynaecol, 2012: 289-99