kegiatan praktek magang
TRANSCRIPT
KEGIATAN PRAKTEK MAGANG
Manajemen Pakan Satwa
Jenis dan Jumlah Pakan Satwa
Secara garis besar jenis pakan yang diberikan di TMR dapat dibagi menjadi 2
kelompok besar, yaitu: makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti; buah-
buahan (nanas, kelapa, pepaya, pisang batu, pisang siam, pisang ambon,jambu biji,
tomat, dan lain lain); sayur-sayuran (sawi hijau, buncis, kangkung, daun singkong, daun
papaya, kacang panjang, dan ketimun); biji bijian dan kacang kacangan (jagung, toge,
kacang tanah, beras, dan gabah); umbi-umbian (ubi jalar, ubi kayu, bengkwang, dan
lainnya). Makanan yang berasal dari hewan sebagai sumber protein, seperti daging
ayam, jangkrik, ulat bulu, dagung sapi, dan telur semut(angkrang). Selain jenis pakan
diatas, untuk beberapa jenis hewan diberikan pakan tambahan (feed additif) seperti
biskut monkey chow untuk primata, beauty anti stress dan konsentrat untuk pakan jalak
bali, dan imbuhan pakan (feed suplement) seperti vitastress yang mengandung vitamin
dan mineral untuk menjaga kondisi hewan agar tetap sehat. Pada umumnya tujuan
pemberian pakan tambahan diutamakan untuk satwa-satwa pada masa anak-anak dan
remaja yang berfungsi untuk menambah berat badan, mempercepat pertumbuhan
tubuh, menjaga kesehatan, dan mempercepat pertumbuhan bulu.
Gambar 7. Formulasi pakan satwa
Distribusi Pakan
Pengelompokan jenis pakan sesuai dengan jenis hewan dilakukan Sebelum
pakan didistribusikan ke tiap tiap kandang satwa. Kegiatan di dapur pakan satwa
meliputi:
1. Penyortiran, yaitu: memilih sayur-sayuran dan buah-buahan untuk kemudian
dipisahkan antara yang matang, mentah, busuk, dan yang segar. Kegiatan ini
sangat penting untuk dilakukan, karena akan berpengaruh terhadap kualitas
pakan yang akan diberikan. Makanan berkualitas baik diperlukan untuk
menigkatkan dan menjaga kondisi hewan agar tetap sehat.
2. Peracikan, yaitu: pengaturan makanan untuk setiap satwa sesuai dengan
kebutuhan masing-masingnya. Peracikan yang tepat ialah peracikan yang
komposisinya sesuai, baik dari segi kualitas, kuantitas, serta jenis pakan yang
sesuai dengan kebutuhan jenis satwanya.
3. Penyimpanan. Sisa pakan yang dipakai akan disimpan dalam ruang
penyimpanan dengan tujuan agar kandungan gizi dari pakan tersebut tidak
berkurang. Bahan pakan yang cepat busuk seperti daging dan ikan disimpan
dalam freezer. Untuk sayur dan buah-buahan disimpan dalam ruang bersuhu
rendah. Sedangkan makanan kering seperti jagung, gabah, dan beras disimpan
dalam ruang yang terhindar dari tikus dan kutu.
4. Distribusi. Pakan yang telah disiapkan selanjutnya akan didistribusikan ke tiap-
tiap kandang satwa. Pendistribusian dilakukan dua kali yaitu pagi dan siang hari.
Pagi hari untuk jenis satwa-satwa omnivora dan siang hari untuk jenis satwa
karnivora dan herbivora. Distribusi pakan dilakukan dengan menggunakan mobil
khusus yang dirancang untuk mengantarkan pakan ke semua wilayah di dalam
kawasan TMR.
Pemeriksaan dan Penyimpanan Pakan
Secara umum tempat penyimpanan pakan di gudang pakan TMR dapat
dikelompokkan menjadi beberapa tempat yaitu :
1. Refrigerator yang berfungsi untuk menyimpan serangga, daging, dan ikan.
2. Gudang penyimpanan pakan kering seperti jagung, dedak, gabah, biji bungan
matahari (kwaci), dan pakan kering lainnya
3. Gudang penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran
4. Gudang penyimpanan makan hidup seperti mencit, ular, bebek, dan ayam.
Sistem Pemeliharaan Satwa
Konstruksi Kandang
Konstruksi kandang di Taman Margasatwa Ragunan dibuat sedemikian rupa
disesuaikan dengan jenis satwa, kecocokan dengan habitat aslinya, dan tidak
membahayakan para pengunjung. Pada umumnya setiap kandang dilengkapi dengan
beberapa fasilitas seperti tempat istirahat, tempat bermain(exercise), dan tempat
makan-minum. Penyediaan fasilitas seperti ini bertujuan agar satwa-satwa tersebut
dapat hidup secara bebas, misalnya untuk fasilitas bermain ada yang dibuat di dalam
kandang (closed type) seperti pada beberpa jenis primata dan harimau dan ada juga
yang dibuat diluar kandang seperti pada kandang reptil.
Bahan-bahan konstruksi kandang seperti dinding terbuat dari beton, atap dari
genting dan plat polikarbonat, lantai dari bahan semen, dan pintu dari jeruji kawat/besi.
Khusus untuk pintu, pada beberapa jenis hewan seperti primata, hariamau, dan
beberapa jenis burung dibuat dengan sistem kontrol, dimana dibuat sistem pintu
penghubung antar kandang yang bertujuan untuk mempermudah pemindahan satwa
dari kandang yang satu ke kandang yang lainnya. Khusus untuk kandang burung-
burung kecil, selain di tempatkan pada kandang semi tertutup juga dibuatkan kandang
sistem individu berupa sangkar yang terbuat dari bahan kayu dan bambu. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan penanganan terutama pada masa karantina dan
pengobatan. Untuk kandang- kandang hewan besar dan buas juga dilengkapi dengan
kandang jepit yang berfungsi untuk mempermudah pengendalian dan pengobatan
satwa-satwa.
Sistem Perkandangan
Sistem perkandangan umumnya disesuaikan dengan kondisi hewan.
Berdasarkan konstruksi dan bentuknya, jenis tipe perkandangan di Taman Margasatwa
Ragunan terdiri dari:
a. Kandang Tertutup
Kandang tertutup adalah kandang berdiri sendiri atau merupakan unit
yang bersambung antar satu kandang dengan kandang yang lain dimana sistem
pemeliharaannya sendiri-sendiri. Pada umumnya konstruksi kandang ini terbuat
dari beton, besi, dan kaca sebagai dinding depan sehingga dapat memudahkan
dalam kegiatan peragaan satwa-satwa. Selain itu juga bertujuan untuk
menghalangi pengunjung melakukan kontak langsung dengan satwa. Di dalam
kandang itu sendiri terdapat kolam, tumbuh-tumbuhan, dan lantainya berupa
pasir yang hampir mirip dengan kondisi habitat asli yang mereka dapatkan di
alam sebelumnya. Sistem kandang tertutup ini digunakan untuk jenis reptilia,
pisces, dan satwa mamalia kecil seperti kucing hutan, kucing ikan. Contoh
sistem perkandangan tertutup adalah terarium 1,2,3 dan mamalia kecil.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 5. Kandang Orangutan yang tertutup
b. Kandang Semi Tertutup
Kandang semi tertutup adalah kandang berbentuk kurungan dengan
konstruksi utamanya yaitu dinding yang dipagari dengan kawat, lantai dari tanah,
dan atap dari plat polikarbonat, berdiri sendiri atau merupakan unit bersambung,
dan sedikit lebih besar dibandingkan dengan sistem perkandangan tertutup. Tipe
perkandangan seperti ini digunakan untuk kandang kelompok hewan aves.
Selain itu, kandang semi tertutup juga menggunakan sekat dengan konstruksi
tembok yang umumnya digunakan untuk kandang-kandang satwa primata
(lutung, monyet jepang, dan siamang) dan kandang kelompok mamalia felis
(harimau, jaguar, dan macan). Kandang ini terdiri dari dua ruangan, pertama
kandang besar (exercise space) yang berfungsi sebagai arena bermain untuk
satwa dan kandang kecil sebagai tempat istirahat, perawatan ,dan tempat
meletakkan pakan satwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
Gambar 5. Kandang semi tertutup di kandang Burung Lama
c. Kandang Terbuka
karakteristik konstruksi sistem perkandangan terbuka adalah kandang
langsung dibatasi oleh parit berisi air disekelilingnya dan diberi pagar kawat
ataupun dinding yang lebih tinggi sebagai batas antara satwa dan pengunjung.
Sama halnya seperti kandang semi tertutup, tipe perkandangan terbuka juga
memiliki dua ruangan yang terdiri dari tempat bermain dan ruangan tidur bagi
satwa-satwa. Umumnya tipe perkandangan seperti ini dapat kita lihat pada
kelompok satwa-satwa reptil dan primata. Khusus untuk satwa-satwa primata,
tipe perkandangan terbuka memiliki konsep perkandangan yang dibuat seperti
pulau-pulau, dibatasi oleh pagar dengan ketinggian satu sampai dua meter dan
dikelilingi kolam yang berfungsi untuk mencegah hewan melompat keluar
kandang. Tipe kandang seperti ini dapat kita lihat pada kandang-kandang satwa
primata, reptil, beberapa jenis mamalia (harimau dan singa). Konstrusi kandang
seperti ini dinilai lebih ”mensejahterakan hewan” dibandingkan pemeliharaan
dalam kandang tertutup dan semi tertutup, karena hewan akan merasa lebih
bebas untuk mengekspresikan prilaku alamiah mereka. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 6. Kandang terbuka yang merupakan kandang Orangutan
Selain tipe perkandangan diatas, berdasarkan fungsinya tipe perkandangan di
TMR dapat dikelompokkan menjadi 3 type yaitu :
a. Kandang Nursery
Kandang Nursery merupakan kandang khusus yang dibuat untuk
perawatan bayi-bayi dan satwa-satwa yang masih muda. Tindakan ini diambil
berdasarkan pengalaman dimana bayi-bayi satwa yang dirawat mengalami
cacat tubuh sehingga tidak memungkinkan hewan untuk dipelihara secara alami
oleh induknya sendiri atau terkadang ada beberapa jenis satwa yang memilki
sifat kanibalisme seperti pada satwa komodo, Sehingga dengan adanya
tindakan nursery ini, maka kemungkinan kematian dan cacatnya bayi-bayi satwa
dapat diminimalisir dengan campur tangan manusia dalam perawatannya.
Contohnya satwa-satwa yang dipelihara disini adalah burung nuri, kakak
tua putih, anak harimau, berang berang, anjing laut, dan beberapa spesies
hewan lainnya.
b. Kandang Karantina
Karantina satwa berfungsi sebagai tempat tinggal sementara bagi satwa-
satwa dalam masa observasi, dalam kondisi sakit, yang akan dikirim keluar,
ataupun yang akan masuk ke dalam lingkungan Taman Margasatwa Ragunan.
satwa satwa yang dipelihara di tempat ini umunya berasal dari:
1) Hasil sitaan yang dititipkan atau diberikan pada Taman Margsatwa
Ragunan;
2) Hasil sumbangan dari masayrakat;
3) Hasil tukar menukar dengan kebun binatang lain;
4) Satwa-satwa sakit dari kandang peragaan yang diduga dapat
menularkan penyakit kepada satwa-satwa lain
Satwa-satwa yang baru ditempatkan di karantina, yang diawasi oleh
dokter hewan atau perawat satwa. Pemeliharaan dilakukan secara fisis, klinis
dan laboratoris. Dari hasil pengamatan karantina di Taman Margasatwa
Ragunan.
Dari hasil kegiatan dan pengamatan dikandang karantina satwa terlihat
bahwa kandang-kandang disana tidak hanya digunakan sebagai tempat kandang
observasi satwa saja, melainkan juga sebagai tempat tinggal beberapa jenis
satwa, hal ini dikarenakan masih kurangnya jumlah kandang pemeliharaan
terutama kandang untuk primata, sehingga kandang karantina satwa ini lebih
identik dengan kandang primata. sementara itu, untuk satwa-satwa yang
memiliki bobot tubuh yang sangat besar seperti gajah, jerapah, onta, dan
binatang besar lainnya kegiatan observasi atau karantina satwa, dilakukan
langsung di kandang tempat dimana mereka berada.
c. Kandang peragaan
Kandang peragaan sebenarnya mempunyai fungsi utama sebagai
”showroom hewan” yang bisa disaksikan oleh setiap pengunjung TMR. tetapi
kendala yang dihadapi saat ini adalah ketersedian sarana dan prasarana yang
belum mencukupi akibat kurangnya dana untuk pengadaan kandang peragaan,
sehingga kandang pemelihraan umum juga berfungsi langsung sebagai
kandang peragaan satwa.
Pemeliharaan diperagaan disesuaikan dengan jenis satwa yang memungkinkan
untuk dipelihara disana. Penempatan satwa-satwa itu sendiri di dalam kandang
peragaan berdasarkan :
1. peragaan menurut sistematik satwa
2. peragaan menurut daerah penyebarannya
3. peragaan menurut daerah habitatnya
4. peragaan menurut tingkah laku satwa
5. peragaan menurut selera umum
6. peragaan yang mencakup satwa dan tumbuh-tumbuhan dalam satu areal
TMR sendiri dalam peragaan satwa-satwa nya menggunakan kombinasi daari
keenam cara peragaan satwa diatas. Faktor terpenting dalam penempatan satwa-satwa
didalam kandang peragaan adalah faktor keselamatan satwa peragaan, keselamatan
pengunjung, dan keselamatan petugas sendiri.
Dari penempatan satwa satwa diatas, yang perlu diperhatikan juga adalah
kelembaban udara lingkungan yang akan berhubungan erat dengan keadaan vegetasi di
Taman Margasatwa Ragunan terutama keberadaan pohon-pohon besar dan rindang
yang berfungsi sebagai pelindung bagi satwa-satwa pada saat musim hujan atau panas
terik matahari. Kelembapan udara kandang menjadi salah satu faktor timbulnya
penyakit, terutama gangguan saluran pernafasan seperti asma(dyspnue). Hal ini terjadi
terutama pada sistem perkandangan tertutup. Ventilasi udara yang kurang akan
menyebabkan kandang menjadi lembab. Cara yang digunakan Taman Margasatwa
Ragunan untuk mengatasi hal ini adalah dengan memberikan genteng kaca dan kawat
pada atap dan pemasanagan ventilasi udara sebanyak-banyaknya. Seperti pada
kandang terrarium tertutup dan kandang-kandang mamalia seperti harimau.
Sanitasi Kandang dan Lingkungan
Sanitasi adalah tindakan yang dilakukan dalam upaya pencegahan penyakit
yang dapat ditimbulkan oleh kotoran maupun udara di lingkungan habitat satwa tersebut
berada. Peralatan yang digunakan untuk kegiatan sanitasi kandang ini adalah: sapu,
sekop, sikat, tempat sampah, dan beberapa macam desinfektan seperti R/karbol dan
R/lysol. Kegitan sanitasi kandang ini dilakukan pada pagi hari sebelum pemberian pakan
dengan cara membersihkan tempat makan dan minum, dan membuang sisa sisa makan
yang masih ada karena sisa makan tersebut dapat menjadi media pertumbuhan
penyakit terutama memeprcepat pertumbuhan jamur yang dapat menyebabkan
keracunan pakan (mycotoxin). Khusus untuk kandang terbuka dan semi tertutup yang
beralaskan tanah, rumput, dan batu dapat dibersihkan dengan cara disapu dan
disemprot dengan desinfektan. Sedangkan pada kandang tertutup yang umumnya
terbuat dari tembok biasanya dapat langsung di gosok dengan sikat dan disemprot
dengan air ataupun desinfektan.
Gambar 8. Tindakan Sanitasi yang dilakukan setiap pagi hari.
Penanganan dan Pengelolaan Kesehatan
Pencegahan Penyakit
a. Vaksinasi
Satwa-satwa yang baru datang dan dinyatakan dalam kondisi sehat
setelah melalui masa karantina selama 3 bulan akan diberikan tindakan
vaksinasi. Anak satwa mulai divaksinasi pada umur 40 hari, dan diberikan
vaksin booster yang diikuti dengan pemberian vaksinasi Rabies terutama pada
hewan primata dan harimau. Vaksinasi yang dilakukan secara tepat akan
mencegah timbulnya penyakit terutama jenis-jenis penyakit yang dilakukan
tindakan vaksinasi.
Beberapa jenis vaksin yang diberikan antara lain:
1) vaksin cacar untuk beberapa jenis burung,
2) vaksin rabies untuk primata dan srigala,
3) vaksin polio untuk primata,
4) vaksin distemper pada anjing dan kucing, dan
5) vaksin tuberkulosis untuk primata
b. Tindakan Preventif Terhadap Parasit
Kegiatan dipping atau mandi dengan penambahan obat anti parasit
(seperti; PK, sabun hijau, dan lain-lain) dilakukan pada satwa-satwa yang
terindikasi memiliki penyakit kulit yang disebabkan gangguan ektoparasit (seperti
caplak dan tungau). Selain untuk hewan, penyiraman dengan obat anti-parasit
dan desinfektan juga dilakukan terhadap lantai, dinding dalam kandang, serta
tempat-tempat strategis dimana satwa berada. Sedangkan untuk tindakan
Preventif terhadap endoparasit seperti cacing (deworming) dilakukan secara rutin
setiap 3 bulan sekali.
c. Tindakan Sanitasi
Tindakan sanitasi dilakukan di daerah sekitar areal dalam dan luar
kandang, tempat makan, dan tempat minum hewan. Kegiatan tersebut dilakukan rutin
setiap harinya. Bahan aktif (desinfektan) yang biasa digunakan adalah R/carbol dan R/lysol, dengan cara dicampur dengan air sesuai dengan takaran yang telah ditentukan
yang kemudian disemprotkan keseluruh permukaan areal kandang, dengan harapan
semua kuman dan jamur yang terdapat di areal dalam dan luar kandang akan mati.
Tindakan ini terbukti cukup berhasil untuk mengurangi timbulnya kasus penyakit yang
disebabkan oleh pengaruh kondisi lingkungan kandang.
Karantina Hewan
a. Karantina Satwa Baru
Satwa-satwa yang baru datang akan dilakukan tindakan isolasi dan
karantina, satwa-satwa tersebut selanjutnya diperiksa terhadap indikasi
mengidap suatu penyakit yang kemungkinan dibawa dari luar TMR (carrier) dan
diawasi secara berkelanjutan selama 3 bulan. Satwa-satwa dalam masa
karantina ini ditempatkan di kandang surplus kesehatan hewan dan kandang
karantina. Pemeriksaan dilakukan secara klinis dan laboratoris. Seperti pada
satwa Primata dilakukan TB-test untuk uji penyakit Tuberkulosis. Jika ditemukan
penyakit menular, maka akan dilakukan stamping-out dan dibakar dalam ruang
krematorium walaupun hewan tersebut mempunyai nilai konservasi yang cukup
tinggi, tetapi Sebaliknya jika tidak ditemukan akan dilakukan vaksinasi untuk
pencegahan penyakit.
b. Karantina Satwa penyakit menular dan tidak menular
Satwa-satwa kecil yang dalam kondisi sakit akan dirawat dan diobati di
klinik kesehatan hewan TMR, sedangkan satwa-satwa yang berukuran besar
dirawat dan diobati di kandang jepit atau dimana tempat satwa itu berada seperti
pada kelompok satwa reptil, onta dan harimau. Satwa-satwa yang sakit akan
selalu dikontrol dan diawasi setiap harinya oleh paramedis dan kurator di bawah
pengawasan Dokter hewan, sehingga nantinya diharapkan akan diperoleh hasil
diagnosa yang akurat dan dapat dilakukan tindakan pengobatan yang tepat
sesuai dengan jenis penyakit yang diderita. Jika dalam masa isolasi dan
pengobatan ini hewan tersebut mati, maka akan segera dilakukan tindakan
nekropsi (patologi-anatomi) untuk menentukan kepastian penyebab kematian.
Satwa-satwa yang terindikasi mengidap penyakit menular akan diisolasi
dalam kandang karantina dan surplus Keswan TMR dalam jangka waktu yang tidak
dibatasi. Dua hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan terhadap satwa-satwa
yang dirawat di kandang isolasi ini yaitu setelah diperoleh kepastian hasil diagnosa
penyakit, maka satwa yang terkena penyakit menular dan masih memiliki kemungkinan
besar untuk dapat disembuhkan akan terus dirawat di dalam kandang karantina, tetapi
apabila hasil diagnosa penyakit menunjukan bahwa satwa tersebut mengidap Penyakit
yang sifatnya zoonosis dan sulit untuk disembuhkan maka satwa-satwa tersebut harus
segera dimusnahkan walaupun memilki nilai konservasi yang cukup tinggi. Sedangkan
untuk tindakan biosafety pada petugas, hanya petugas petugas karantina dan orang-
orang berkepentingan saja yang diperbolehkan untuk masuk kedalam kandang
karantina. Semua tidakan karantiana satwa dapat dilakukan di kandang karantina
primata dan kandang surplus kesehatan hewan.
Spesifikasi Hewan
Burung Hantu
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Strigiformes
Famili : Strigidae
Subfamili : Buboninae
Genus : Ketupa
Spesies : Ketupa ketupu
Morfologi
Burung hantu mempunyai kepala besar, mata besar, lubang telinga besar,
terkadang mempunyai lembaran penutup, paruh pendek, aktif di malam hari,
makanannya burung kecil dan Artropoda dan hidup di daerah dingin(Mackinnon,1993).
Burung hantu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
tubuh ditutupi oleh kulit dan bulu
mempunyai paruh dan kaki bersisik
anggota bagian muka berupa sayap
berdarah panas
jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 bilik dan 2 serambi
berkembang biak dengan bertelur
adanya instink, misalnya untuk membuat sarang
berukuran besar sekitar 45 cm
berwarna coklat kekuningan dengan berkas telinga mencolok
tubuh bagian atas berwarna coklat terang dengan garis-garis hitam
dan bertepi kuning tua
tubuh bagian awah berwarna kuning tua kemerah-merahan dengan
garis hitam yang tebal
irisnya berwarna kuning gemerlap
paruhnya berwarna abu-abu
kakinya berwarna kuning
Cara membedakan antara jantan dan betina pada burung hantu Ketupu daat
dilihat dari warna bulu yang ada pada bagian dada burung. Pada betina, bulu dadanya
berwarna lebih gelap bila dibandingkan engan jantan dan badannya lebih besar (bulat)
bila dibandingkan dengan jantan.
Habitat
Habitat yang disenangi burung hantu adalah kawasan yang berada diantara
hutan dan paang rumput terbuka. Dalam keadaan demikian burung hantu akan menetap
dan terkadang sebagai burung kelana. Burung hantu yang hidup dalam hutan lebat,
lebih tergantung pada bunyi suaranya jika dibandingkan dengan yang hidup dikawasan
terbuka. Burung hantu ketupu biasanya hidup dihutan-hutan tertutup dan tidak jarang
hidup di hutan dataran rendah sampai ketinggian 1100 m diatas permukaan laut. Di
Indonesia terdapat didaerah pantai dan pegunungan hingga ketinggian 1000 m darti
permukaan laut dan biasanya hidup dihutan-hutan sepanjang aliran sungai dan daerah
persawahan.
Penyebaran
Burung hantu Ketupu (Ketupa ketupu) mempunyai daerah penyebaran yang luas
di dunia. Daerah penyebarannya meliputi asia tenggara dan di Indonesia
penyebarannya meliputi Kalimantan, Sumatra, Riau, Belitung, Bangka, Nias, Jawa dan
Bali.
Pakan
Burung hantu merupakan pemakan daging (Karnivora). Di TMR pakan yang
diberikan pada b urung hantu adalah daging sapi. Di habitat aslinya, makanan utama
burung hantu adalah ikan, oleh karena itu burung hantu Ketupu disebut juga uhu ikan.
Akan tetapi di TMR, burung hantu Ketupu tidak makan ikan, hal ini disebabkan karena
kebiasaan perawat yang memberikan pakan yang berupa daging sapi.
Perkembangbiakan
Burung hantu berkembang biak dengan cara bertelur. Seperti halnya burung lain,
telur burung hantu juga berwarna putih. Burung hantu pada umumnya adalah burung
yang mengeram dalam liang dan meletakkan telurnya di celah, rongga, dan sarang
burung pelatuk yang diterlantarkan.
Telur dan anak burung selalu dilindungi dari serangan yang dilancarkan hewan
pemangsa yang berada terlalu dekat dengannya. Beberapa spesies telah
mengembangkan peragaan bela diri yang dipertunjukkan di dekat sarang, dengan
memekarkan bulu, sayap dibentangkan dan diputar kearah depan. Burung hantu Ketupu
ketika bertelur, tidak mempunyai kebiasaan membuat sarang. Dihabitatnya, telur
diletakkan dilubang pohon, di dinding batu tua, celah-celah batu, bahkan di bawah atap
rumah. Masa kawin burung burung hantu Ketupu adalah pada bulan Juni-September.
Burung ini bertelur 1 kali dalam 1 tahun dan jumlah telurnya 1-2 setiap bertelur. Masa
Inkubasinya sekitar 30 hari dan burung hantu keluar dari sarang 60 hari setelah
menetas. Pengeraman dilakuakan bergantian antara induknya atau pasangannya.
Selama anak burung hantu tinggal disarang, burung tersebut diberi makan oleh
induknya atau pasangannya.
Kuda nil
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyl
Famili : Hippopotamidae
Genus : Hippopotamus
Spesies : Hippopotamus amphibius
Morfologi
Hippopotamidae memiliki bentuk badan yang pendek dan besar. Jenis jantan
biasanya lebih besar dari pada yang betina. Kepalanya tebal dan berat, kuping kecilnya
suka bergerak, mulutnya lebar dan dapat terbuka dengan lebar. Kaki Hippopotamidae
berukuran pendek dan hanya memiliki 4 jari kaki.
Hippopotamidae merupakan salah satu di antara Artiodactylid yang terunik karena
mereka berjalan pada keempat jari kaki yang tersambung satu sama lainnya oleh
membran jaringan. Ekor bayi Hippopotamidae yang baru lahir berwarna pink keabu-
abuan. Meskipun mereka memiliki badan yang berat, akan tetapi mereka adalah
perenang yang handal karena lubang hidungnya dapat ditutup. Ada 7 ruas tulang
belakang cervical, 15 thoraks, 4 lumbar, 6 sakral dan 12-13 coccygea. Rumusan gigi
Hippopotamidae ialah 38 atau 40: I 2-3/1-2. C 1/1, PM 4/4, M 3/3. Gigi depan tumbuh
secara terus-menerus dan gigi seri terus memanjang ke dalam gading/taring, kecuali
cacat sehingga tertutup oleh bibirnya (Klǒs, 1982).
Keluarga dari Hippopotamidae memiliki dua spesies yaitu kuda nil
(Hippopotamus amphibius) dan kuda nil Pigmy atau kuda nil kerdil (Choeropsis
liberiensis). Kuda nil Pigmy / kuda nil kerdil (Choeropsis liberiensis) memiliki panjang
sekitar 150 cm, tingginya sekitar 77-83 cm, dan beratnya adalah 180-260 kg. Kulitnya
yang berwarna cokelat kehitaman tetap basah karena pengeluaran lendir yang bening.
Rambut hanya tumbuh di bagian telinga, atas bibir, dan jambul. Tubuhnya hampir
berbentuk terpedo dengan kaki-kaki yang pendek dan tegap. Kepalanya termasuk lebih
kecil dan lebih bulat jika dibandingkan dengan Hippopotamus amphibius. Pada mulut
yang dapat dibuka dengan lebar hanya terdapat dua gigi seri pada rahang yang lebih
rendah.
Kuda nil (Hippopotamus amphibius) memiliki panjang 400-450 cm, tingginya
mencapai 165 cm, dan beratnya 3200 kg. Warnanya tembaga kecokelatan dengan
bagian belakang lebih gelap dan bagian bawah tubuhnya berwarna ungu terang.
Kulitnya mengeluarkan cairan yang berwarna merah. Seberapa baik kulit mereka dapat
beradaptasi di air dapat diamati ketika binatang ini dicegah pergi ke kolam mereka
dalam waktu yang lama. Kelenjar-kelenjar di bawah permukaan kulit kemudian akan
memproduksi lendir yang berwarna merah kecokelatan dan mengandung garam yang
tinggi. Pada saat lendir tersebut banyak diproduksi maka kuda nil (Hippopotamus
amphibius) akan tampak seperti berdarah di seluruh tubuhnya. Sewaktu kuda nil
(Hippopotamus amphibius) mandi secara rutin, maka kuda nil memiliki minyak yang
merupakan tanda dari kesehatan mereka. Kulit kuda nil (Hippopotamus amphibius)
merupakan yang tertebal sehingga mereka sering diburu. Gigi taringnya yang sangat
besar merupakan senjatanya untuk menyerang dan bertahan. Giginya digunakan untuk
mengoyak dan menggigit dalam perkelahian. Gigi taring terbesar yang pernah ditemui
yaitu koleksi Duke of Orleans yang memiliki panjang 64,5 cm. Pengelihatan, penciuman
dan pendengaran kuda nil juga berkembang dengan baik (Grzimek, 1989).
Gambar 4. Gambar Kuda Nil (Hippopotamus amphibius)
Fisiologi
Hippopotamidae mempunyai sistem pencernaan yang kompleks. Perut kuda nil
(Hippopotamus amphibius) memiliki ukuran yang panjang dan tebal serta terdiri dari 3
bagian, yaitu bagian anterior yang permukaannya berkerut dengan dilengkapi 2 kantung
tambahan, bagian yang berbentuk seperti kamar, dan bagian perut yang berukuran
pendek dan kecil. Fermentasi bakteri dan protozoa dilakukan di forestomach dan
menghasilkan folatil asam amino. Usus Hippopotamidae berukuran panjang dan tidak
bisa dibedakan serta tidak terdapat caecum. Kuda nil termasuk herbivora sejati dengan
panjang usus yang sama dan pada proses traktus intestine panjangnya dapat mencapai
50-60 m. Hati memiliki bentuk yang sederhana, ginjalnya berlobus, serta feses dan
urine digunakan untuk menandakan wilayahnya. Darah dapat diambil dari pembuluh
darah ekor lateral walaupun harus menghadapi beberapa kesulitan (Grzimek, 1989).
Pengendalian Secara Kimia
Hippopotamidae merupakan hewan yang sulit untuk ditangani terutama dalam
mendeteksi gejala klinis dari suatu penyakit. Demikian juga dalam penanganan
pemeriksaan umum, pemeriksaan feses, diagnosis dan pengobatan. Untuk
Hippopotamidae yang terdapat di kebun binatang biasanya jarang terkena penyakit
distokia. Pengendalian secara kimia jarang dilakukan dalam penanganan
Hippopotamidae. Sedasi atau anasthesia jarang dilakukan karena penanganan
Hippopotamidae lebih baik dan aman bila dilakukan pengurungan secara alami atau
tidak dibius. Untuk pengendalian secara alami pada kuda nil dapat menggunakan
kandang jepit.
Kuda nil (Hippopotamus amphibius) dengan berat 2500 kg yang sedang
bunting, dapat disedasi secara oral dengan menggunakan Promazine hydrochloride
antara 4-5 mg/kg berat badan. Hewan ini akan menjadi jinak jika diberi Promazine
dengan dosis harian 10 gr. Setelah kuda nil tersebut melahirkan, dosisnya meningkat
menjadi 12,5 mg/kg berat badan yang digunakan untuk mengantisipasi sikap agresifnya.
Untuk pencegahan apabila kuda nil mengalami kegelisahan, biasanya kebun binatang
memberi dosis 15 mg/kg berat badan selama 4-5 hari. Efek dari pengobatan bisa
diketahui dengan perubahan mata, telinga dan kelopak mata yang terkulai. Ataxia
terjadi apabila pemberian dosis 7 mg/kg berat badan. Kuda nil merupakan hewan yang
mudah gelisah dan agresif sehingga efektif disedasi dengan tipe pengobatan ini.. Selain
itu untuk sedasi dapat juga digunakan Diazepam yang diberikan secara oral dengan
dosis 100 mg/ 20 kg berat badan.
Tabel 3. Data dari Hippopotamidae yang berada di Kebun Binatang New York pada tahun 1981
Anak kuda nil (Hippopotamus amphibius) selalu berlindung di belakang induknya
sehingga kecelakaan terhadapnya dapat terjadi. Anasthesi kuda nil di darat dapat
menggunakan M-99 dengan dosis 4-5 mg per hewan, sedangkan Sernyl-
Chlorpromazine dianjurkan untuk kuda nil jika berada di dalam air. Pendekatan ini
hampir dapat dilakukan apabila kuda nil ingin dipindahkan ke daratan. Sernyl biasa
digunakan untuk penangkapan 3 anak kuda nil. Pengendalian secara kimia pada hewan
ini biasanya berlangsung selama 6-8 jam. Sernyl dengan dosis 1 gr per hewan biasa
digunakan untuk menangkap 6 kuda nil dewasa. Sernyl dengan dosis 1 mg/kg berat
badan cukup untuk melumpuhkan kuda nil muda dengan berat 600 kg. Obat ini diinjeksi
di paha dekat pelvis dengan menggunakan jarum yang panjang dan kurus yang
dihubungkan dengan tabung karet (Davis, 1981).
Hippopotamus amphibius Choeropsis liberiensis
Berat ♂ dewasa : 2630 – 2970 Kg
♀ dewasa : 2000 – 2560 Kg
180 - 200 Kg
Umur
Lama Kebuntingan
Berat Badan Anak
Kuda Nil
Kebun binatang : 49 – 50
tahun
Alam liar : 41 tahun
227-240 hari
31.5-32,5 kg
± 35 tahun
199 hari
5-7kg
Pakan
Untuk kuda nil (Hippopotamus amphibius) dewasa yang berada di kebun
binatang biasanya membutuhkan pakan kira-kira 40-50 kg Hay, 5-6 kg pellet (14%
protein), 2-3 lembar roti, 5-10 kg kentang, kol, wortel, apel dan bawang. Jika tersedia
rumput segar maka dapat juga diberikan, akan tetapi dalam pemberiannya harus
diberikan secara hati-hati sehingga masalah pencernaan dapat terhindar. Anak kuda nil
sukses dibesarkan dengan menggunakan susu pengganti yang berasal dari sapi yang
dicampur dengan telur atau hydrolisat protein serta pencampuran 5:1 antara susu sapi
dan krim yang terdiri dari 50 gr konsentrat protein/liter. Anak kuda nil harus diberi
makan setiap 2 jam dalam minggu pertama dan kedua (Klǒs, 1982).
Walaupun banyak kuda nil (Hippopotamus amphibius) di berbagai wilayah di
habitat aslinya memakan tumbuhan laut dan alang-alang, bagian terpenting dalam diet
kuda nil di Uganda terdiri dari rumput, dimana kuda nil akan menggigit rumput tersebut
sampai ke tanah dengan bibir mereka. Isi perut dari 122 kuda nil di Uganda diketahui
terdiri dari 27 macam rumput. Di Taman Nasional Elizabeth Queen, R.M.Laws dan
Ch.R. Field menemukan kuda nil betina dewasa dapat makan sekitar 1,3% dari BB per
hari, sedangkan yang jantan hanya makan 1,1% dari BB per hari. Kuda nil remaja, yang
berada di kandang kecil dengan berbagai macam makanan yang disediakan dapat
makan sekitar 1/100 dari BB nya dalam waktu sehari. Betina dapat makan lebih banyak
9,4% dari pejantan, sedangkan betina yang sedang menyusui akan mengkonsumsi
16,8% lebih banyak dibandingakan dengan betina yang sedang bunting. Di Afrika
Timur pakan yang tersedia adalah rumput kering yang pendek dan keras, akan tetapi
kuda nil tetap mendapatkan nutrisi yang baik (Grzimek, 1989).
Reproduksi dan Perkembangan
Kopulasi pada kuda nil (Hippopotamus amphibius) sering terjadi di air. Masa
kehamilannya antara 227-240 hari. Masa pubertas kuda nil di kebun binatang bersifat
fleksibel, dimana betina dimulai pada umur 7-8 tahun dan jantan 6 tahun. Estrus
postpartum terjadi dan kelahiran tiap tahun kemungkinan terjadi. Biasanya pada saat
kuda nil muda dilahirkan, induk dari kuda nil tidak memakan plasenta. Kuda nil betina
memiliki 2 puting susu. Kuda nil muda biasanya dirawat, sedangkan induknya berbaring
di sebelahnya sebagaimana babi melakukuannya. Masa perawatan kuda nil muda
berakhir antara 4-8 bulan.
Di alam liar, kuda nil betina cukup lama untuk pubertas. Kuda nil betina rata-rata
mengalami dewasa kelamin pada umur 9 tahun, sedangkan kuda nil jantan akan
mengalami dewasa kelamin pada umur 7,5 tahun. Kuda nil juga masih reproduktif pada
umur yang sudah tua, hal ini dapat dilihat dari organ seksualnya yang menunjukkan
bahwa mereka bisa mempunyai anak. Kuda nil betina di alam liar mempunyai siklus
estrus dimana kebanyakan kopulasi di Taman Elizabeth terjadi di akhir musim kering
yaitu di bulan Febuari dan Agustus.
Siklus reproduksi pada kuda nil ditentukan oleh iklim. Anak kuda nil lahir setelah
periode gestasi yaitu sekitar 240 hari di bulan Oktober dan April, dimana pada bulan-
bulan ini rumput tersedia dalam jumlah yang banyak. Hal ini membantu kuda nil betina
untuk mendapatkan banyak rumput berprotein tinggi yang dapat meningkatkan produksi
susu yang dibutuhkan untuk perawatan anak kuda nil. Kopulasi dilakukan di air yang
dangkal, dimana hal ini dilakukan karena kondisi berat badan yang meningkat. Hal ini
berlangsung dalam waktu yang cukup lama dan kuda nil betina hampir seluruhnya
selalu berada di dalam air. Betina seringkali mengeluarkan kepalanya ke permukaan air
untuk bernafas. Perbandingan jenis kelamin pada anak kuda nil dan kuda nil yang
sudah dewasa rata-rata adalah seimbang.
Orangutan
Gambar 3. Orang hutan di kandang tertutup
Morfologi dan klasifikasi Orang utan
Orangutan (Pongo pygmaeus) seperti Gorilla (Gorilla gorilla) dan Simpanse (Pan
troglodytes) masuk ke dalam famili Pongoidae. Kera besar asli Indonesia ini masuk ke
dalam subordo Anthropoidea karena kemiripannya dengan manusia. Keberadaan
orangutan di Indonesia sendiri berasal dari Pulau Sumatera dan Kalimantan. Meskipun
tergolong mirip dengan manusia, orangutan bukanlah nenek moyang dari manusia.
Orangutan pada mulanya hanya dikenal satu spesies yaitu Pongo pygmaeus dan
memiliki 2 subspesies yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus dan Pongo pygmaeus albelii.
Berdasarkan beberapa peneltian terkini orangutan saat ini telah dikelompokkan
berdasarkan 2 spesies dimana mengelompokkan orangutan menjadi orangutan
Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatera (Pongo abelii).
Klasifikasi Orangutan di Indonesia ialah
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Methazoa
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Famili : Pongoidae
Genus : Pongo
Spesies : Pongo pygmaeus (Kalimantan)
Pongo abelii (Sumatera)
Pola Perilaku Sosial Orangutan
Orangutan merupakan jenis kera besar yang hidup soliter. Kera ini bersosialisasi
dengan individu lainnya pada saat kawin yang berlangsung selama 2-3 minggu.
Orangutan betina melahirkan satu ekor anaknya setiap kelahiran dengan masa
kehamilan selama 9 bulan. Anak orangutan dirawat oleh induk mereka hingga umur
mereka 5-6 tahun. Terkadang orangutan betina dewasa dapat mengambil anak angkat
dari induk orangutan lainnya. Orangutan dapat hidup antara 50-60 tahun .
Jenis pakan orang utan
Jenis pakan orangutan sangat bervariasi dimana 60% adalah buah-buahan,
sedangkan sisanya adalah bunga, kulit kayu, daun muda, getah tumbuhan
(Semercarpus heterophyllus), berbagai jenis serangga dan telur burung. Pada awal
musim hujan orangutan menambahkan berat badannya dengan memakan kepompong
atau larva . Pakan orangutan di habitat asli adalah buah-buahan (60%), bunga dan
daun muda (25%), kulit kayu (15%), akar alang-alang air, serangga (rayap, ulat, semut,
belelang, jangkrik, kutu), jamur, telur dalam sarang burung, vertebrata kecil (tupai, tokek,
kukang), madu, pangkal, batang tunas, rotan muda, tanaman jalar, pakis dan palma
kecil (Rijksen dalam P.S Fauzi, 2006). Meskipun variabilitas pada susunan makanan
orangutan sangat besar, orangutan pada dasarnya bersifat frugivora (pemakan buah-
buahan).
Perilaku Reproduksi orang utan
Orangutan memiliki masa pendekatan sebelum kopulasi selama 2-3 minggu.
Perkawinan dapat dilakukan di sarang ataupun percabangan dengan posisi saling
berhadapan dan memiliki masa hamil 9 bulan dengan 96 bulan jarak antar kelahiran.
Orangutan dalam masa pemeliharaan memiliki daur mensis selama 30 hari.
Pengamatan mengenai daur seks Orangutan betina relatif sulit dilakukan, hal ini karena
perilaku dalam memilih pasangan tetapi berdasarkan pencatatan tingkah laku
ketersediaan betina untuk berhubungan seks hanya pada masa pertengahan daur
seksual. Perubahan fisik yang terjadi pada saat kehamilan terlihat pada saat 3 bulan
sebelum kelahiran dimana daerah perinealnya membengkak dan disertai warna
keputihan, puting susu membesar lalu disertai membesarnya perut. Orangutan betina
melahirkan anaknya untuk pertama kali pada umur 9-10 tahun. Pengamatan mengenai
perubahan fisik betina bunting pada Orangutan harus dilakukan dengan teliti karena
besar kemungkinan rambut menutupi tanda-tanda fisik (P.S Fauzi,2006).