keganasan darah

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit keganasan darah dapat terjadi dari pembentukan sel darah yang abnormal dari proses pematangannya. Penyakit ini ditandai dengan pematangan abnormal dari limfosit dan mielosit. Dapat menyebabkan beberapa gangguan seperti leukemia dan beberapa penyakit lainnya .Penyakit lekemia ditandai oleh adanya proliferasi tak ter-kendali dari satu atau beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadikarena adanya perubahan pada kromosom sel induk system hemopoetik. Pada orang dewasa sistem hemopoetik dan limfoid ber-asal dari scl induk multipotensial dalam sumsum tulang. Selsistim hemopoctik adalah scl yang terus menerus berproliferasi,karena itu set ini lcbih potensial untuk bcrtransformasi menjadiset ganas dan lebih peka terhadap obat toksik seperti sitostatikadan radiasi. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali ini tcrjadikenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan pengham-batan pembentukan set darah lainnya dcngan akibat terjadinyaanemi, trombositopeni dan granulositopcni.Perubahan kromosom yang terjadi 1

Upload: raden-fuad-mustaqim

Post on 25-Nov-2015

361 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

huft

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit keganasan darah dapat terjadi dari pembentukan sel darah yang abnormal dari proses pematangannya. Penyakit ini ditandai dengan pematangan abnormal dari limfosit dan mielosit. Dapat menyebabkan beberapa gangguan seperti leukemia dan beberapa penyakit lainnya .Penyakit lekemia ditandai oleh adanya proliferasi tak ter-kendali dari satu atau beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadikarena adanya perubahan pada kromosom sel induk system hemopoetik.Pada orang dewasa sistem hemopoetik dan limfoid ber-asal dari scl induk multipotensial dalam sumsum tulang. Selsistim hemopoctik adalah scl yang terus menerus berproliferasi,karena itu set ini lcbih potensial untuk bcrtransformasi menjadiset ganas dan lebih peka terhadap obat toksik seperti sitostatikadan radiasi. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali ini tcrjadikenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan pengham-batan pembentukan set darah lainnya dcngan akibat terjadinyaanemi, trombositopeni dan granulositopcni.Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awalonkogenesis dan prosesnya sangat kompleks, melibatkan faktorintrinsik(host)dan ekstrinsik (lingkungan). Pengetahuan ten-tang patogenesis terjadinya lekemia diperolch bcrkat hasil pene-litian bcrbagai disiplin ilmu, terutama ahli gcnctik, ahli biologimolekul, ahli virus dan ahli imunologi.Perkembangan teknik sitokimia, petanda imunologik sel,teknik genetika sel, dan adanya mikroskop elektron me-mungkinkan adanya pembagian atau subklasifikasi lekemia.1.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan hasil laporan ini antara lain adalah :1. Tujuan instruksional Umum

Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konsep-konsep dasar hemopoiesis, sehingga dapat menjelaskan peran sistem hematologi pada manusia sehat dan yang mengalami gangguan sistem hematologi. Dalam modul ketiga ini pengetahuan mahasiswa ditekankan pada penyakit-penyakit keganasan darah2. Tujuan Instruksional Khusus

a. Mengetahui arti hematopoiesis, perannya, organ-organ yang terlibat didalamnya, serta proses terjadinya keganasan darah.

b. Menjelaskan pengertian keganasan darah dan klasifikasinya

c. Menyebutkan faktor-faktor penyebab keganasan darah dan menjelaskan penyakit-penyakit keganasan darah

d. Menjelaskan pencegahan dan penatalaksanaan penyakit

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario

Seorang laki-laki umur 55 tahun, datang ke dokter keluarga karena mengeluh mudah lelah dan nyeri di punggung. Penderita Nampak pucat dan cepat capek. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan banyak sel plasma.2.2 Masalah

Adapun masalah yang muncul dalam pembahasan skenario ini antara lain :1. Definisi Keganasan Darah2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keganasan darah3. Etiologi keganasan darah4. Klasifikasi keganasan darah(penjelasan menyeluruh5. Gambaran klinis penyakit-penyakit keganasan darah6. Mekanisme terjadinya keganasan darah pada masing-masing penyakit keganasan darah7. Epidemiologi dan prevalensi penyakit keganasan darah8. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada skenario9. Farmakokinetik dari terapi keganasan darah10. Prevensi, promosi, dan rehabilitasi dari penyakit-penyakit keganasan darah11. Hub. Nyeri punggung dengan rasa mudah lelah dan wajah pucat pada skenario12. Hub. Keganasan darah dengan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario13. Terapi yang dilakukan pada kasus di skenario dan Differential diagnose2.2 Pembahasan Maasalah DEFINISI KEGANASAN DARAH

Keganasan darah adalah proses neoplastik yang mengenai darah dan jaringan pembentuk darah beserta seluruh komponen komponennya.

Leukimia adalah keganasan hematologik disertai gangguan diferensiasi pada bagian tingkatan sel induk hemolitik sehingga teradi ekspresi progresif dan kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang. Kemudian sel kimia beredar secara sistemik.FAKTOR RESIKO

I. LMA (Leukemia Mieloblastik Akut)Faktor resiko :1. Para pekerja industri : Radiasi ionik (benzene,merupakan zat leukomogenik)2. Umur : usia 30 tahun ; 0,8 %, usia 50 tahun ; 2,7%, usia di atas 65 ; 13,7%3. Tidak dipengaruhi oleh etnik /ras4. Genetika : kromosom 215. Pengobatan dengan kemoterapi sitotoksikII. ALL (Akut leukemia limfoblastik)Faktor resiko :1. Keturunan / genetik (kerusakan kromosom)2. Anak anak3. Lingkungan4. Radiasi (benzena tinggi ; menyebabkan aplasia sum tulang)5. Kebiasaan ,cth:merokok (meningkatkan resiko pada saat usia 60 tahun)III. CML ( Cronik mieloblastik Leukimia)Faktor resiko :1. Genetik (kerusakan pada kromosom 22)2. Usia 40 50 tahun, jarang pada usia muda3. Pekerja industri (Radiasi ionik)IV. CLL (cronik limfositik leukemia)Faktor resiko :1. Usia : kurang dari 50tahun (10-15%)2. Jenis kelamin : Pria > wanita3. Sindrom Down4. Kemoterapi5. Pajanan zat kimia tertentu : benzena ,formaldehida6. Radiasi dosis tinggi7. Kebiasaan merokok V. Multiple MyelomaFaktor resiko :1. Predesposisi Genetik (gangguan pada kromosom 1,13,14)2. Laki laki > wanita3. Ras afrika amerika4. Usia tua5. Paparan radiasi6. Rangsangan imun kronik 7. Paparan dari pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida, industri cat, metal, kayu, kulit tekstil, asbetos, bensin dan pelarutVI. MacroglobulinemiaFaktor resiko :1. Laki laki umur pertengahan dan lebih tua ETIOLOGI I. AML ( Akut Mieloblastik leukemia )1. Belum diketahui2. Faktor predisposisi pada populasi tertentu, exm : Benzene pada daerah industri penyamakan kulit dinegara berkembang, radiasi ionik, trisomi kromosom 21, pengobatan dg kemoterapi sitotoksik jangka panjang II. ALL ( Akut Limfoblastik Leukemia )1. Belum diketahui2. Faktor predisposisi3. Exm : radiasi ionik, paparan benzene kadar tinggi, merokok, obat kemoterapi, infeksi virus epstein Barr, trisomi kromosom 21III. CLL ( Kronik Limfosit Leukemia )1. Belum diketahui2. Ada kemungkinan terlibatnya abnormalitas kromosom, onkogen dan retrovirus IV. Multiple myeloma & waldenstroms Macrobulinemia 1. Keganasan sel B plasma2. Pengaruh faktor genetik KLASIFIKASI KEGANASAN DARAH1. Penyakit mieloproliferatif (myeloproliferative disorders) terdiri atas :

a. Leukimia mieloid akut

Dimana mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang.Neoplasma uniklonal dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoietic. Sifat alami neoplasmik sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molecular tetapi defek kritis bersifat interinsik dan dapat diturunkan melalui progeny sel. Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel meiloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikkan sel yang normal.

Klasifikasi morfologik yang umum dipakai ialah klasifikasi dari FAB :

JENISNAMA

MoAcute myloid leukemia without differentiation

M1Acute myloid leukemia without maturation

M2Acute myloid leukemia withoutmaturation

M3Acute promyelocytic leukemia

M4Acute myelomonocytic leukemia

M5

i.

ii.Acute monocytic leukemia

Subtipe M5a : tanpa maturasi

Subtipe M5b : dengan maturasi

M6Erythroleukemia

M7Megakaryocitic leukemia

M1+M2+M3 disebut sebagai acute myelobastic leukemia yang merupakan 75% dari seluruh ANLL. WHO membuat klasifikasi untuk leukemia mieloid akut, yang pada dasarnya merupakan klasifikasi MIC (morphology, immunophenotype, cytogenetis). Klasifikasi WHO mempunyai hubungan yang lebih baik dengan prognosis. Pentingnya nilai prognostik dari kelainan genetik diturunkan dengan jelas pada AML dengna recurrent chomosome translocations :t(15;17);t(8;21)(q22;q22 dan inv16(p13q22) yang menunjukkan prognosis yang lebih baik jika diobati dengan pengobatan yang tepat. Sebaliknya AML dengan karyotipe kompleks, delesi parsial atau hilangnya kromosom 5 dan/atau 7 sering kali ditandai oleh multilineage dysplasia, positif terhadap multi-drug resistent glycoprotein disertai dengan respon yang tdak baik terhadap terapi.

b. Leukimia mieloid kronik

Peningkatan penghasilan klon sel-sel mieloid khususnya yang tidak terkawal di dalam sumsum tulang. CML ialah sejenis penyakit mieloproliferatif yang dipanggil kromosom Philadelphia2. Penyakit mieloproliferatif lain: polisitemia vera, mielosklerosis dengan mieloid metaplasia, thrombositopenia esensial.

3. Penyakit limfoproliferatif terdiri atas :

1. Leukemia limfoid akut

Proliferasi limfoblas abnormal dalam sumsum tulang dan tempat-tempat ekstramedular (di luar . sumsum tulang, seperti kelenjar getah bening dan lien)

2. Leukemia limfoid kronik

Gangguan limfoproliferatif, dimanifestasikan oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil dalam sumsum tulang, darah perifer, dan tempat-tempat ekstramedular, dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm3 atau lebih. Limfosit abnormal adaah limfosit B dengan penanda CD19, CD20, CD23, dan CD5. Karena limfosit B berperan pada sintesis immunoglobulin, pasien dengan LLK mengalami insufisiensi sintesis immunoglobulin dan penekanan respon antibody.

3. Limfoma maligna (lymphomas)

Neoplasma ganas dari limfosit T atau B, yang bersifat solid. Pada fase lanjut kadang-kadang dapat juga menyebar secara sitemik. Pada umunya focus primer mulai dari kelenjar limfe, kadang-kadang dapat juga dari jaringan ekstranodal.

4. Penyakit imunoklonal (gamopati monoklonal). Dua jenis gamopati monoklonal yang sering dijumpai, yaitu :

1. Mieloma multipel (multiple myeloma)

Disakrasia sel plasma neoplastik yhang berasal dari satu klon (monoclonal) sel plasma, manifestasinya adalah proliferasi sel plasma, imatur dan matur dalam sumsum tulang. Konsekuensi klinisnya klinis sel plasma abnormal mencakup kerusakan tulang dan penggatian unsure sumsum tulang normal, menyebabkan anemia, trombositopenia, dan leucopenia ; perubahan fungsi imun, dengan resiko mendapat infeksi meningkat ; abnormalitas hemostatik dengan manifestasi perdarahan; dan kriglobulinemia dan hiperviskositas yang terkait dengan protein plasma komponen M. protein Bence Jones merupakan protein monoclonal rantai ringan yang berperan pada gagal ginjal.

2. Makroglobulinemia waldenstrom

Diskrasia sel plasma yang kurang, secara morfologis menyerupai limfoma ganas dengan limfosit B, sel plasma, dan limfosit plasmositosid (mirip dengan plasmid) yang menginfiltrasi sumsum tulang. Dengan berkembangnya penyakit, gambaran klinis adalah gamabaran limfoma atau leukemia limfositik kronik. Sering dijumpai keterlibatan jaringan hati, lien, dan jaringan limfosit lainnya, yang menyebabkan pembesaran organ-organ ini. Sel ganas jarang menimbulkan destruksi tulang tetapi mensintesis dan mengeluarkan banyak sekali IgM ke dalam ruang intravascular. Ini menyebabkan peningkatan volume plasma dan hiperviskositas berat. Immunoglobulin relative tidak berfungsi tetapi dapat menekan pembentukan immunoglobulin normal.

GAMBARAN KLINIS

I. LMA

Pada LMA tidak selalu ditemukan leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA. Sedangkan 15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien mengalami netropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan 85% kasus LMA.Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdaraan dan infeksi yang disebabkan olehh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau ptekia yang sering terjadi di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali disertai dengan DIC.Pada pasien dengan angka leukosit tinggi >100ribu/mm3, sering terjadi leukostasis. Gangguan yang sering terjadi adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus. Angka leukosit yang tinggi juga sering menimbulkan gangguan metabolisme berupa hiperurisemia dan hipoglikemia.

II. LLA

Pada umumnya gejala klinis menggambarkan kegagalan susmsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumiulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang terjadi.

III. LMK/LGK

LGK dibagi menjadi 3 fase, yakni: fase kronik, fase akselerasi, dan fase krisis blas. Pada umumnya saat pertama didiagnosis sitegakkan, pasien masih dalam fase kronis, bahkan sering kali diagnosis LGK ditemukan secara kebetulan, misalnya saat persiapan para operasi, dimana ditemukan leukositosis tanpa gejala-gejala infeksi.Pada fase kronis pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau merasa cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. Keluhan lain sering tidak spesifik, misalnya: rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi, keringat malam. Penurunan bb terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua gambaran tersebut merupakan hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia.setalah 2-3 yahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi progresif. Ciri khas fase akselerasi adalah: leukositosis yang sulit dikontrol oleh obat-obat mielosupresif, mieloblas di perifer mencapai 15-30%, promielosit > 30%, dan trombosit 100.000/mm3) pada 15 % pasien dan dapat >200.000/mm3 Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi (0-100%) 1/3 pasien mempunyai hitung trombosit 90% sel berinti pada LLA dewasa.

Sitokimia

Membedakan LLA dari LMA

Pada LLA pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil negatif

Imunofenotip (dg sitometri arus/flow cytometri)

Diagnosis dan klasifikasi LLA

Pada sekitar 15%-54% LLA dewasa ditemukan ekspresi antigen mieloid (CD13, CD15, dan CD33)

Sitogenetik

Memberikan informasi prognostik

Ditemukannya translokasi t(8;14), t(2;8), dan t (8;22) pada LLA sel B Ditemukannya kromosom philadelphia yang khas untuk leukimia mielositik kronik

Biologi molekular

(Dilakukan bila analisis sitogenetik rutin gagal)

Deteksi t(12;21) Deteksi gen BCR-ABR

Pemeriksaan lainnya

(dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang bersikulasi masih kontroversi)

Kelainan metabolikPunksi lumbal cairan serebrospinal

FARMAKOLOGI DARI TERAPI KEGANASAN DARAH

I. Leukemia limfoblastik akut (LLA)

Terapinya dengan :

1. Terapi spesifik : dalam bentuk kemoterapi

Kemoterapi :

a. Fase induksi remisi

Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi , yaitu dimana kedaan dimana keadaan klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%, yang ditemukan sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi

1. Obat

i. Vincistrine (VCR) : 1,5 mg/m2/minggu ,i.v

ii. Prednisone (Pred): 6 mg/m2/hari , oral

iii. L Asparaginase (L asp): 10.000 u/M2

iv. Daunorubicin (DNR): 25 mg/m2/minggu-4 minggu

2. Regimen untuk ALL dengan risiko standar

i. Pred + VCR

ii. Pred + VCR + L Asp

3. Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi atau pada orang dewasa :

i. Pred + VCR + DNR dengan atau tanpa L asp

ii. DNR + VCR + Pred + L asp dengan atau tanpa siklofostamid

b. Fase post remisi

a. Terapi untuk sanctuary phase ( membasmi sel leukemia yang bersembunyi dalam SSP dan testis )

i. Tripel IT : intrathecal methotrexante (MTX), Area C ( cytosine Arabinosid ) dan dexamenthason

ii. Cranial radiotherapy ( CRT )

b. Terapi intensifikasi/konsolidasi : pemberian regimen noncrossresistant terhadap regimen induksi remisi

c. Terapi pemeliharaan ( maintenance )

6 mercaptopurine (6 MP ) per oral dan MTX tiap minggu . diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi kinsolidasi atau intensifikasi

Mempertahankan remisi selama mungkin menuju kesembuhan , dengan:

a. Kemoterapi lanjutan

I. Terapi konsolidasi

II. Terapi pemeliharaan

III. Late intensification

b. Transplantasi sumsum tulang : berupa terapi konsolidasi yang memberikan penyembuhan permanen pada sebagian penderita, trutama yang berusia dibawah 40 thun.

2. Terapi suportif

Untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga mengatasi efek samping obat .

a. Terapi untuk mengatasi leukemia : transfusi PCR untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10 g/dl, untuk calon transplantasi sumsum tulang , transfusi darah sebaiknya dihindari.

b. Terapi untuk mengatasi infeksi ,

i. Antibiotika adekuat

ii. Transfusi konsentrat granulosit

iii. Perawatan khusus

iv. Hematopoietic growth factor

c. Terapi untuk mengatasi perdarahan

i. Transfusi konsentrat trombosit untuk mengatasi trombosit minimal 10x106 / ml

ii. Pada M3 diberikan heparin untuk mengatasi DIC

d. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain

i. Pengelolaan leukostasis : dengan hidrasi intravenous dan leukapheresis. Segera dilakukan induksi remisi untuk menurunkan jumlah leukosit

ii. Pengelolaan sindrom lisis tumor : dengan hidrasi yang cukup, pemberiaan alopurinol dan alkalinisasi urin.II. Leukemia mieloblastik akut

1. Induksi remisi

a. Three plus seven regimen , Daunorubicin : 60 mg/m2/hari, i.v , hari 1-3 Ara-C : 200 mg/m2/hari , i.v kontinu selama 7 hari

b. Regimen DAT ( daunoribucin, ARA-C dan 6 thioguanin = 6 TG)

c. Mitoxantrone atau etoposide pada kasus dengan cadangan jantung yang compromised

d. High dose Ara-C = HIDAC, Ara-C diberikan 1-3 g/m2 setiap 12-24 jam sampai dengan 12 dosis. HIDAC dapat juga diberikan setelah regimen 7:3 , yaitu hari 8-10 , disebut sebagai regimen 3+7+3

e. Untuk induksi remisi pada kasus AML-M3 ( lelukemia promielositik akut ) daunorubisin digabungkan dengan ATRA ( all-transretinoic acid) untuk kasus yang relap diberika arsenic trioxide.

2. Terapi postremisi

a. Konsolidasi /intensifikasi

2-6 siklus Ara-C dan 6TG dengan atau tanpa DNR dapat juga diberikan ARA-C dosis tinggi

ataupun amsacrine.

b. Terapi pemeluharaan

Umumnya, dengan terapi perorall jangka panjang ( manfaatnya masih diperdebatkan )

c. Imunoterapi

Dengan BCR ( manfaatnya masih belum terbukti)

3. Transplantasi sumsum tulang

a. Merupakan terapi postremisi yang memberikan harapan penyembuhan

b. Efek samping : pneumonia interstitial (cytomegalivyrus) grafr versus host disease, dan graft rejection

c. Hasil baik jika umur penderita 65 tahun diberikan terapi regimen/agen konvensional . agen konvensional primer ( melphalan/prednisone, vinkristin/doxorubicine (VAD), dexametason, talidomit, dan interferon.

Terapi terbaru dari MM :

1. Talidomit

Regimen standar yang dipakai adalah Thalidomide-Dexamethason.

a. Thalidomide 200 mg selama 4 minggu

b. Dexamethasone 40 mg/mm per oral, hari 1-4, hari 9-12, hari ke 17-20

c. Thalidomide dexamethason memberikan respon yang lebih baik dari dexamethasone saja. Diulang tiap 4 minggu.

d. ES : berupa thrombosis vena dalam rash, neuropati dan bradikardi.

2. Analog talidomit : Revimid/Actimid

Regimen analog talidomid RevDex :

a. Linalidomide 25 mg/hari po hari 1-21

b. Dexamethason 40 mg/hari po hari 1-4, 9-12, 17-20

c. Rev/Dex diulang tiap 28 hari

d. MM baru terdiagnosis mencapai respon obyektif sebesar 91% dengan Rev/Dex

e. ES : rasa lelah, kelemahan otot , pneumonitis, rash dan anxietas.

3. Bortezomid ( Velcade )

a. Kombinasi bortezomib plus dexamethason, atau boertezomib plus dexamethason dan regimen basis bortezomid lainnya.

b. Bortezomib plus dexamethason memberikan respon yang lebih tinggi dibandingkan regimen VAD

c. Bortezomib diberikan 1,3 mg/m2 iv hari ke 1,4,8,11 diulang tiap 21 hari

d. Dexamethason 20 mg sehari sebelum dan pada hari terapi bortezomib diberikan

e. Terapi diberikan selama maksimal 8 siklus

f. ES: trombositopenia, neutropenia, anemia, neuropati dan hipotensi.

4. Arsenic Trioxide ( ATO/ Trisenox )

Menghambat tumor angiogenesis sehingga menginduksi apoptosis dari lini sel-sel maligna hematopoitik, termasuk miolema multiple.

5. Genasense BCI-2 antibodi

VI. Waldestrom ( Makroglobulinemia )

1. Sindroma hiperviskositas akut : plasmaferesis berulang, terutama IgM terutama intravascular, ini lebih efektif dari paraprotein IgG atau IgA ketika banyak dari protein ini ekstravaskular dan akan mengisi kembali kompartemen plasma.

2. Terapi penunjang : transfusi untuk anemia, antibiotika untuk infeksi

3. Zat pengalkilasi oral ( klorambusil, siklofosfamid atau melfalan ) sendiri atau kombinasi dengan prednison adalah obat yang paling banyak digunakan , ini mengurangi infiltrasi sumsum tulang dan merendahkan konsentrasi IgM serum. Fludarabine ( 25 mg/m2 pehari selama 5 hari setiap 4 minggu) atau cladribine ( 0,1 mg/kg/selama 7 hari setiap 4 minggu ) merupakan kemoterapi tunggal yang sangat efektif.PREVENSI, REHABILISASI DAN PROMOSI PENYAKIT-PENYAKIT KEGANASAN DARAHI. Leukimia Megaloblastik Akut (LMA)a. Prevention:1. Menghindari senyawa kimia (Benzene) yang banyak di gunakan untuk industry penyamakan kulit yang banyak di negara yang sedang berkembang

2. Menghindari radiasi ionik.3. menghindari pengobatan kemotrapi sitotosik pada pasien.

b. Promotion:1. Pemberitahuan kepada orang tua atau keluarga dan kerabat yang mempunyai penyakit heredetar seperti:a. Sindrom Down kerena mempunyai resiko karena mempunyai resiko 10 hingga 18 lebih tinggi untuk penderita leukeumia

b. Sindrom Bloon dan Penderta leukimia.2. Senelum melakukan kemoterapi jenis alkylating agent dan topoisomerasi II inhibitor harus mengutarakan akibat jangka panjang seperti penyakit mioloma, limpoma, multipel, kanker payudara, kanker ovarium .

c. Rehabilitation:

1. Skrinning awal : untuk mendeteksi kemungkinan adanya infeksi, gangguan fungsi jantung dan adanya koagulopati

2. Leukoparesis emergensi : ditujukan untuk penderita yang mempunyai angka leukosit pra-terapi yang sangat tinggi (>100.000/mm)

3. Regimen kemoterapi

4. Fase induksi : regimen kemoterapi yang intensif yang bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel leukemik secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit

5. Fase konsolidasi : lanjutan dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi

6. Terapi suportif : berupa penggunaan antibiotika dan transfuse komponen darah

II. Leukemia Limfoblas Akut

a. Prevention:1. Menghindari radiasi ionik.2. Menghindari paparan dengan benzena kadar tinggi dapat menyebabkan aplastik sumsum tulang kerusakan kromosom dan leukimia.3. Menghindari rokok karena pada usia 60 dapat meningkatkan resiko LLA.4. Menghindari obat kemoterapi5. Menghindari virus Epstain Barr.

b. Promotion:

1. Pemberitahuan kepada orang tua atau keluarga dan kerabat yang mempunyai penyakit heredetar seperti:a. Sindrom Down kerena mempunyai resiko karena mempunyai resiko 10 hingga 18 lebih tinggi untuk penderita leukeumia.b. Sindrom Wiskott Aldrich.

c. Rehabilitation:Keberhasilan terapi LLA terdiri dari control sum-sum tulang dan penyakit sistemiknya, juga terapi/ pencegahan susunan saraf pusat. Lama rata-rata terapi LLA bervariasi antara 1,5 3 tahun dengan tujuan untuk eradikasi populasi sel leukemia.

Terapi LLA dibagi menjadi :

1. Induksi remisi. Tujuannya adalah untuk eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan sum-sum tulang dan kembalinya hematopoiesis normal. Terapi ini terdiri dari prednisone, vinkristin dan antrasiklin (umumnya daunorubisin) dan juga L-asparginase. Tambahan obat seperti siklofosfamid, sitarabin dosis konvensional/ tinggi, merkaptopurin dapat diberikan seminggu sekali, dosisnya 30-60 mg/m2.

2. Terapi intensifikasi/ konsolidasi

Terapi ini bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten obat. Terapi ini dilakukan 6 bulan sekali.

3. Pemeliharaan jangka panjang

Terapi ini terdiri dari 6 merkaptopurin setiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2-3 tahun.

4. Profilaksis susunan saraf pusat (SSP)

Sekitar 50-75% pasien LLA yang tidak mendapat terapi profilaksis ini akan mengalami relaps pada SSP. Profilaksis SSP dapat terdiri dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi cranial dan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavaliabilitas SSP yang tinggi seperti metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis tinggi.

5. Transplantasi sum-sum tulang

Pada pasien LLA yang mempunyai resiko tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi sum-sum tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama.

III. Leukimia Limfostik Cronik

a. Rehabilitation:

1. Kemoterapi tunggal

Klorambusi mula-mula 2-4 mg kemudian dinaikkan 6-8 mg per oral setiap hari atau pemberian intermiten setiap 2-4 minggu dengan dosis 0,4-0,7 mg/kg BB per oral. Pengobatan dinerikan sepanjang terhadap respons, biasanya tidak lebih dari 8-12 bulan.

Siklofosfamid diberikan dengan dosis per oral 200 mg/m2/ hari selama 5 hari atau pemberian intermitennsetiap 3-4 minggu dengan dosis 500-750 mg/m2 i.v pada hari 1. Asupan cairan 2-3 liter/ hari.

Efek samping : mual, muntah, rambut rontok, supresi sum-sum tulang dan sistitis.

Diberikan profilaksis asam urat yaitu allopurinol (dosis 300 mg/ hari.

2. Kemoterapi kombinasi

Diindikasikan pada pasien CLL yang gagal terhadap terapi tunggal. Terapi yang direkomendasikan adalah : Siklofosfamid, vinkristin dan prednisone (COP).

Dosis : siklofosfamid 300 mg/m2 per oral hari 1-5 atau 700 mg/m2 i.v hari 1. Vinkristin 2 mg i.v. prednisone 40 mg/m2 per oral hari 1-5. COP dan doksorubisin 25-5-mg/m2 i.v hari 1.

IV. Cronik Mielogenosa Leukimia (CML)

a. Rehabilitation:

Terapi CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :1. Fase kronikObat pilihan :a. Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kg BB/ hari. Leukosit diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sum-sm tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut.

b. Hydroxiurea, memerluakan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000 mg. kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya. Keganasan sekunder hampir tidak ada.

c. Interferon alpha biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hydroxiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi hematologic pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5-10% kasus.2. Terapi fase akselerasi: sama dengan terapi leukemia akut., tetapi respons sangat rendah.3. Transplantasi sum-sum tulang : memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama untuk penderita yang berumur kurang dari 40 tahun. Sekarang yang umum diberikan adalah allogenik peripheral blood stem cell transplantation. Modeus terapi ini merupakan satu-satunya yang dapat memberikan kesembuhan total. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler (targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate dapat menduduki ATP-binding site of abloncogen sehingga dapat menekan aktivitas tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi seri myeloid.

V. CRONIK LIMFOSITIK LEUKEMIA (CLL)

a. Rehabilitation:

1. Kemoterapi tunggal

Klorambusi mula-mula 2-4 mg kemudian dinaikkan 6-8 mg per oral setiap hari atau pemberian intermiten setiap 2-4 minggu dengan dosis 0,4-0,7 mg/kg BB per oral. Pengobatan dinerikan sepanjang terhadap respons, biasanya tidak lebih dari 8-12 bulan.

Siklofosfamid diberikan dengan dosis per oral 200 mg/m2/ hari selama 5 hari atau pemberian intermitennsetiap 3-4 minggu dengan dosis 500-750 mg/m2 i.v pada hari 1. Asupan cairan 2-3 liter/ hari.Efek samping : mual, muntah, rambut rontok, supresi sum-sum tulang dan sistitis.Diberikan profilaksis asam urat yaitu allopurinol (dosis 300 mg/ hari.

2. Kemoterapi kombinasiDiindikasikan pada pasien CLL yang gagal terhadap terapi tunggal. Terapi yang direkomendasikan adalah :

Siklofosfamid, vinkristin dan prednisone (COP).

Dosis : siklofosfamid 300 mg/m2 per oral hari 1-5 atau 700 mg/m2 i.v hari 1. Vinkristin 2 mg i.v. prednisone 40 mg/m2 per oral hari 1-5. COP dan doksorubisin 25-5-mg/m2 i.v hari 1.

VI. MULTIPLE MIOLEMAa. Promotion1. Pasien diberi keterangan mengenai penyakitnya dan terutama ditekankan bahwa penyakitnya dapat dikontrol dengan baik, walaupun tidak dapat disembuhkan.2. Kemoterapi. Tetapi baru harus diberikan jika jelas ada progresi penyakit, dan efektif mengurangi keluhan dan memperpanjang ketahanan hidup.

b. Rehabilitation:1. Pasien diberi keterangan mengenai penyakitnya dan terutama ditekankan bahwa penyakitnya dapat dikontrol dengan baik, walaupun tidak dapat disembuhkan.2. Kemoterapi. Tetapi baru harus diberikan jika jelas ada progresi penyakit, dan efektif mengurangi keluhan dan memperpanjang ketahanan hidup.3. Terapi. Terapi terbaru dari MM saat ini adalah :i. Talidomit

regimen standar yang dipakai saat ini adalah thalidomide-Dexamethasone : Thalidomide 200 mg diberikan selama 4 minggu Dexamethasone diberian 40 mg/m2 peroral, hari 1-4, hari 9-12, hari 17-20. Thalidomide-Dexamethasone memberika respon yang lebih baik dari dexamethasone saja (63% vs 41%) Thalidomide-Dexamethasone ini diulang tiap 4 minggu. Efek samping berupa thrombosis vena dalam, rash, neuropati, dan bradikardi.ii. Analog talidomit : Revimit/ActimitRegimen analog talidomit RevDex : Linalidomide diberikan 25 mg/hari po hari 1-21 Dexamethason diberikan 40 mg/hari po hari 1-4, 9-12, 17-20. Rev/dex diulang tiap 28 hari. MM baru terdiagnosis mencapai respons objektif sebesar 91% dengan Rev/dex Efek samping : rasa lelah 15%, kelemahan otot 6%, pneumonitis 6%, rash 6%, dan axietas 6%iii. Bortezomib Kombinasi bortezomib plus dexamethason, atau bortezomib plus doxorubicin, dexamethason dan regimen basis bortezomib lainnya yang memberikan respon klinik sebesar 70-90% Bortezamib plus dexamethason memberikan respons yang lebih tinggi dibandingkan regimen VAD. Bortezamib diberikan 1,3 mg/m2 iv hari ke 1,4,8,11 diulang tiap 21 hari. Dexamethason 20 mg sehari sebelum dan pada hari terapi bortezomib diberikan. Terapi diberikan selama maksimum 8 siklus. Efek samping : trombositopenia 30%, neutropenia 14%, anemia 10%, neuropati 8% dan hipotensi.

1) Arsenic Triokside (ATO/Trisenox)

Menghambat tumor angiogenesis sehingga akan menginduksi apoptosis dari lini sel-sel maligna hematopoetik, termasuk MM. Jika progresi terjadi selama terapi dengan MP maka dapat digunakan kombinasi obat lain. Dalam usaha meningkatkan waktu remisi dan ketahanan hidup penderita MM pada tahun-tahun terakhir ini dipertimbangkan penanganan terapi mieloblatif (dosis tinggi kemoterapi dan radioterapi tubuh total) dilanjutkan dengan transplantasi sum-sum tulang autologus (sel induk perifer)/ alogenik (transplantasi sum-sum tulang) oada penderita yang relative masih muda.

c. Radioterapi

Radioterapi diperlukan untuk penderita dengan fraktur patologik, lesi osteolitik yang besar dalam tulang pipa yang panjang, plasmasitoma diluar tulang dan pada jejas melintang sebagai akibat kompresi medulla spinalisVII. MIKROGLOBULINEMIA WALDENSTROM

a. Rehabilitation:1. Sindroma hiperviskositas akut : plasmaferesis berulang. Karen IgM terutama intravascular, ini lebih efektif daripada dengan paraprotein IgG atau IgA ketika banyak dari protein ini ekstravaskular dan dengan begitu mengisi kembali kompartemen plasma.2. Terapi penunjang : transfuse untuk anemia, antibiotika untuk infeksi.3. Zat pengalkil oral (klorambusil, siklofosfamis atau melfalan), sendiri atau dalam kombinasi dengan prednisone adalah obat yang paling banyak digunakan, ini mengurangi infiltrasi sum-sum tulang dan merendahkan konsentrasi IgM serum. Fludarabine (25 mg/m2 perhari selama 5 hari setiap 4 minggu) atau cladibrine (0,1 mg/kg perhari selama 7 hari setiap 4 minggu) merupakan kemoterapi tunggal yang sangat efektif.

Hub. Nyeri punggung dengan rasa mudah lelah dan wajah pucat pada skenarioInfiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri tulang.Terjadinya anemia, akumulasi sel-sel limfoblas ganas disumsum tulang menyebabkan berkurangnya sel normal di darah perifer, dengan manefestasi muka pucat dan mudah lelah

Terapi yang dilakukan pada kasus di skenario dan Differential diagnoseMultiple MiolemaCLLALL

Usia Lansia (> 50 th) 5o th) Lk : Pr (2:1)

Anak < 15 th ;

3-4 th (terbanyak)

20%pada orang dewasa (semua golongan usia)

Lk : Pr (5:4)

Manifestasi klinis Anemia Sakit kepala

Gangguan penglihatan Mual Muntah Anoreksia Nyeri tulang (pada daerah yang menanggung BB, bisa menyebabkan fraktur)

Gagal ginjal

Penekanan respons AB Mudah terinfeksi (kulit,paru-paru)

Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati (cepat kenyang, BAB tidak teratur)

Anemia dini

Anemia Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati.

Malaise Demam BB menurun

Keringat malam

Mudah terinfeksi

Terjadi perdarahan

Nyeri tulang dan sendi

Pemeriksaan lab. Hiperviskositas

SDM menurun

Sel plasma meningkat

Hiperkalsemia

Trombositopenia

Limfosit meningat (sel B) SDM menurun

trombositopenia

SDM menurun

Trombositopenia

Granulosit menurun

Terapi ( pengobatan ) Kombinasi 1 (prednison, melfalan) Kombinasi 2 (carmustine, prednison,melfalan, vinkristin, adriamycin,deksametason) Terapi radiasi (untuk mencegah kelumpuhan) Bifosfonat (infus bulanan)

Klorambusil

Siklofosfamid

Fludarabin

Antibodi monoklonal (rituximab, campath 1H)

Kemoterapi pada BM dan SSP Kombinasi obat (vinkristin, prednison, L-asparaginase, siklofosfamid, antrasiklin/daunorubisin) Transpalntasi BM (terutama pada orang dewasa; anak-anak bila remisi < 18 bulan)

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanDari hasil diskusi yang telah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah, bahwa differential diagnose pada kasus diatas adalah Miolema Multiple, akut limfoblastik leukemi dan kronik limfositik leukemi. Namun, masih perlu pemeriksaan lebih lanjut lainnya untuk menegakkan diagnosis pasti. 3.2 Saran

Sebagian besar penyakit pada kasus keganasan darah disebabkan oleh adanya paparan zat-zat kimia dan radiasi. Oleh karena itu, sebaiknya faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit keganasan darah ini dihindari. Pengobatan lebih awal lebih baik dilakukkan untuk mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit ini. 33