kedudukan kejaksaan republik indonesia menurut …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. skripsi full tanpa...

79
KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945 (Skripsi) Oleh Royzal A Nur Rahman FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

Upload: phungdang

Post on 03-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

i

KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945

(Skripsi)

Oleh

Royzal A Nur Rahman

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

Page 2: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

ii

ABSTRAK

KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

OLEH

Royzal A Nur Rahman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan Kedudukan Kejaksaan

di dalam Undang-Undang Dasar 1945, peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang kedudukan Kejaksaan dan formulasi pengaturan Kejaksaan di

dalam Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya. Selama ini

pengaturan Kedudukan Kejaksaan tidak diatur secara tegas di dalam konstitusi

negara Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sehingga secara hukum

landasan konstitusional Kedudukan Kejaksaan lemah. Kedudukan Kejaksaan

masih belum jelas di dalam sistem ketatanegaraan, Kejaksaan menurut Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan merupakan bagian dari

kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran dan fungsinya Kejaksaan

berada dalam kekuasaan Yudikatif, sehingga perlunya pengaturan Kedudukan

Kejaksaan secara tegas di dalam Undang-Undang Dasar 1945 untuk menjamin

independensi dan kemandirian Kejaksaan dalam penegakan hukum khususnya

dalam bidang penuntutan.

Kata Kunci: Kedudukan, Kejaksaan, Pengaturan.

Page 3: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

iii

ABSTRACK

THE POSITION OF THE PROSECUTOR GENERAL OF THE

REPUBLIC OF INDONESIA IN ACCORDANCE WITH THE 1945

CONSTITUTION

By

Royzal A Nur Rahman

This research aims to determine the regulation of the Prosecutor's Office in the

1945 Constitution, the laws governing the position of the Public Prosecution

Service and the formulation of the Public Prosecutor's Regulations in the

Amendments to the 1945 Constitution. So far, the regulation of the Public

Prosecutor's Office is not expressly regulated in the constitution of the Indonesian

state, namely the 1945 Constitution so that the constitutional basis of the Legal

Status is weak. The position of the Public Prosecution Service is still unclear in

the constitutional system, the Attorney Office according to Law No. 16 of 2004

on the Prosecutor's Office is part of the executive power but in carrying out its

roles and functions the Prosecutor's Office is under the jurisdiction of the

Judiciary so that the regulation of the Prosecutor's Office is firmly established in

the Law Basic 1945 to guarantee Independence and independence of the

Prosecutor's Office in enforcing the law especially in the field of prosecution.

Keywords: Position, Prosecutor, Regulation.

Page 4: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

iv

KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Oleh

Royzal A Nur Rahman

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Tata Negara

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

Page 5: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

v

Page 6: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

vi

Page 7: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

vii

Page 8: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Februari 1995 di Karang

Rejo, Metro Utara, Kota Metro sebagai anak pertama dari 5

bersaudara yaitu Sandi Ihdza Asrori, Ravendra Arun

Ramadani, Revi Aulia Rahman, dan Navida Saufa Rahman

dari pasangan A Rahman (Ayah) dan Dewi Herma Wati

(Ibu). Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 6 Metro Utara, Kota Metro di

mana pada masa ini penulis memulai pendidikan dengan dihiasi beberapa prestasi,

selama menjalani pendidikan penulis selalu mendapat peringkat 3 besar dan

puncaknya pada kelas 6 penulis mampu mendapat peringkat 1 di kelas dan

peringkat 2 umum di sekolah. Selain itu penulis juga tercatat pernah menjuarai

beberapa lomba, diantaranya Juara 3 Dokter Kecil tingkat Kecamatan Metro Utara

2 tahun berturut, Juara 3 LCT IPS tingkat Kecamatan Metro Utara, dan Juara 3

Olimpiade Biologi tingkat Kecamatan Metro Utara sehingga penulis memperoleh

beasiswa dari sekolah untuk penunjang pendidikan.

Kemudian setelah lulus dari pendidikan sekolah dasar penulis melanjutkan

ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 4 Kota Metro yang

merupakan salah satu sekolah favorit di Kota Metro, di masa ini penulis juga

mengukir beberapa prsetasi diantaranya penulis selalu masuk 2 besar peringkat

Page 9: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

ix

kelas, dan pernah menjuarai lomba tilawah al-qur‟an tingkat Kota Metro yang

dilaksanakan di Kartika Metro. Setelah lulus dari SMP penulis melanjutkan

pendidikan di MAN 2 Metro yang sekarang berubah nama menjadi MAN 1

Metro, puncak prestasi penulis berada pada masa ini, di mana penulis mendapat

peringkat 1 kelas X semester 1 dan 2, juga sebagai Juara Umum 3 kelas X.

Kemudian penulis memperoleh beberapa prestasi lomba yaitu Juara 2 LCT

IPS Dies Natalis Unila tahun 2012, Juara 1 Kompetisi Sains Madrasah bidang

Biologi tingkat Provinsi Lampung tahun 2012 dan berhak mewakili Lampung

dalam Kompetisi Sains Madrasah bidang Biologi tingkat Nasional di Bandung.

Penulis juga pernah mendapat Juara 1 PBB Putra Perkemahan Gema Muharam di

STAIN Jurai Siwo Metro, Juara 1 Gerak Jalan Putra tingkat Kota Metro, dan

pernah mewakili Kota Metro dalam kegiatan Raimuna Daerah yang dilaksanakan

di Bandar Lampung dan Alhamdulillah penulis selama menjalani pendidikan di

MAN 2 Metro memperoleh Beasiswa berkat prestasi yang penulis ukir.

Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Hukum Universitas

Lampung melalui jalur SBMPTN dengan mendapat beasiswa Bidik Misi. Selama

menjadi Mahasiswa, penulis sempat aktif di beberapa organisasi baik tingkat

fakultas maupun universitas seperti, UKMF-Mahkamah, Fossi FH, Birohmah, Eso

Unila, BEM Unila, dan UKM Saintek. Selama menjalani organisasi penulis

pernah menjadi Staf P&K masa Kabinet Kolaborasi Hebat Bem Unila, Kepala

Departemen Kaderisasi UKMF FOSSI Fakultas Hukum periode 2014/2015.

Kemudian saat pemilihan jurusan/bagian penulis memilih Hukum Tata Negara

yang menjadi fokus konsentrasi disiplin ilmu yang sedang penulis jalani, dan

Page 10: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

x

masuk menjadi Keluarga dari Himpunan Mahasiswa Bagian Hukum Tata Negara

dengan menjadi Kepala Divisi Internal.

Lahir dan tumbuh dalam keluarga yang sederhana tetapi religious yang

mengajarkan dan memberikan arti kehidupan yang begitu mengesankan bagi

penulis. Mengajarkan kepada penulis arti sebuah Kerja Keras, Sabar dan

Keikhlasan yang menjadi semangat bagi penulis untuk terus berusaha dan

berjuang mencapai cita-cita sehingga dapat memberikan kebahagian yang

nantinya bukan hanya penulis rasakan tetapi juga memberikan kebahagian kepada

Keluarga khususnya Ibu dan Adik-adik penulis.

Page 11: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

xi

MOTO

“Jangan Pernah Menyerah Sebelum Tercapai apa yang Kita Cita-

Citakan, Karena Ketika Kita Menyerah Berarti Kita Gagal”

(Royzal A Nur Rahman)

“Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di

jalan Allah”

(HR.Turmudzi)

“Allah mencintai pekerjaan yang apabila bekerja ia

menyelesaikannya dengan baik”.

( HR. Thabrani )

Page 12: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

xii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

Ibu ku yang selalu menjadi sosok inspiratif dalam hidupku, yang memberikan

semangat untuk terus berjuang dan berusaha.

Adik-adik ku yang aku sayangi, yang selalu menjadi lentera kehidupanku.

Keluargaku yang selalu memberikan dukungan dan doa’nya.

Dia yang kusayangi semoga segera bersatu dalam ikatan halal.

Almamater kebanggaan, Fakultas Hukum Universitas Lampung tempatku

menimba ilmu menjadi seorang yang terpelajar.

Page 13: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

xiii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah.Swt, yang telah memberikan

kemudahan kepada penulis dalam proses pengerjaan skripsi hingga dapat

diselesaikan skripsi ini. Sholawat teriring salam tak lupa penulis sanjung

agungkan keharibaan suri tauladan kita Nabi Muhammad S.A.W, yang kita

nantikan syafaatnya di akhirat kelak. Selanjutnya kepada orangtua ku khususnya

Ibu yang ku cintai, yang telah mendidik dan membesarkanku dan selalu

memanjatkan doa‟ untuk anaknya ini. Terima kasih ku ucapkan kepada Ibu ku

yang tak henti-hentinya memberikan dukungan dan semangatnya kepadaku,

berjuang membesarkan 5 orang anak sendirian, sungguh kau adalah sosok wanita

hebat yang pernah kutemui dalam hidupku.

Kepada adik-adikku yang kusayangi teruslah belajar dalam menggapai

impian, berbaktilah kepada Orangtua, terutama Ibu dan juga kepada Keluarga.

Terima kasih telah menjadi adik yang baik, senantiasa memberikan keceriaan di

kala diri ini dalam masalah. Keluargaku yang selalu memberikan dukungan dan

semangatnya kepadaku sehingga aku mampu berjuang sampai saat ini. Perjalanan

ku sudah hampir sampai pada titik akhir, mungkin pencapaianku saat ini bisa

membuatmu bangga Ibuku dan memberikan kebahagian yang belum pernah

kuberikan sebelumnya, tapi aku yakin semua ini tidak akan bisa membayar jerih

Page 14: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

xiv

payahmu dalam mendidik dan membesarkanku, setiap keringat yang kau

keluarkan untuk anak-anakmu ini semoga menjadi amalmu kelak yang akan

Allah.SWT ganti dengan Jannah-NYA.

Panjatkanlah selalu doa‟mu Ibuku berikan ridho untuk anakmu ini agar

menjadi seorang yang sukses dan bisa membahagiakan Ibu, adik, dan keluarga

nantinya. Kepada seorang wanita idaman yang selalu menjadi semangat penulis,

dia yang kunanti dalam halal, dia yang kusebut dalam do‟a, semoga segera bisa

menjadi satu dalam ikatan yang halal dengan ridho Allah.SWT.

Selanjutnya ku ucapkan terima kasih kepada Seluruh Dosen-dosen di

Fakultas Hukum baik yang pernah mengajar ku maupun tidak, khususnya Dosen-

dosen di bagian Hukum Tata Negara, yang kesemuanya tersebut menjadi bagian

kesempurnaan atas proses yang telah penulis lalui. Ucapan terima kasih juga

kepada:

1. Ibu Yulia Neta, S.H., M.H., selaku Pembimbing 1 Skripsi yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membantu penulis

mengerjakan skripsi. Selalu memberikan semangat dan motivasi kepada

penulis, terima kasih atas masukan dan kritik yang membangun kepada

penulis untuk penulisan skripsi yang lebiuh baik.

2. Ibu Martha Riananda, S.H., M.H., selaku Pembimbing 2 sekaligus

Pemibimbing Akademik Penulis, merupakan sosok dosen yang baik hati

yang memberikan kemudahan kepda penulis untuk menghadap dalam

setiap keperluan terutama dalam hal skripsi. Terima kasih atas bimbingan

nya selama ini.

Page 15: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

xv

3. Bapak Rudy, S.H., L.LM., L.LD., selaku Pembahas 1, merupakan Dosen

yang tegas dan disiplin yang selalu mengajarkan arti menghargai satu

sama lainnya. Terima kasih bapak atas saran, kritik, dan masukannya

dalam proses pengerjaan skripsi ini.

4. Bapak M Iwan Satriawan, S.H., M.H., selaku Pembahas 2, merupakan

Dosen yang baik, humoris, dan ramah. Terima kasih atas masukan, saran,

dan kritiknya kepada penulis untuk perbaikan skripsi selama ini.

5. Dosen-Dosen bagian Hukum Tata Negara, Ibu Yusnani yang selalu

memberikan bimbingan kepada penulis, terima kasih atas bantuan Ibu

dalam proses pengerjaan skripsi, Bapak Ade Arif Firmansyah, yang

berkenan memberikan koreksi terhadap skripsi penulis, terima kasih atas

saran dan masukannya. Kepada Bapak Armen, Pak Budiyono, Pak Ahmad

Shaleh, Ibu Siti Khoiriah, Ibu Malicia Evendia, terima kasih atas saran dan

masukan terhadap skripsi penulis selama ini.

6. Para penjaga gedung B yaitu, Prop. Marjiyono, S.Pd nama yang akarb

disapa seperti itu, walau beliau orangnya agak galak dan cerewet, namun

itu semua untuk kebaikan mahasiswa agar lebih disiplin, cekatan, dan

lebih menghargai arti sebuah kerja keras. Terima kasih atas kemudahan

dalam setaip proses administrasi di bagian Hukum Tata Negara, dan

bantuannya dalam proses pengerjaan skripsi. Terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Bapak Sunarto atau yang lebih akrab dipanggil Babe,

mas Pendi, dan mas Hadi.

7. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Bagian Hukum Tata Negara 2013

yaitu: Suhendri, S.H. dan Afrintina, S.H. yang sudah mendapat gelar

Page 16: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

xvi

sarjananya lebih dahulu dari yang lainnya, Haves, Edius, Rudi, Ridwan,

Hendi, Tia, dan Sarinah. Terima kasih atas perjuangan bersama selama ini,

telah bersedia menjadi bagian keluarga penulis dalam menempa ilmu di

Hukum Tata Negara.

8. Adik-adik Himpunan Mahasiswa Hukum Tata Negara angkatan 2014,

semangat membangun Hima HTN yang lebih baik.

9. Teman seperjuangan penulis dalam menjalani kehidupan kampus Roby

Surya Rusmana, S.H. yang lebih dahulu mendapat gelar sarjana, terima

kasih telah menjadi teman yang baik, bersama baik dalam suka maupun

duka, memberikan semangat kepada penulis, dan terima kasih untuk

kebersamaan selama 4 tahun ini.

10. Ikhwan Fossi 2013: Pratama, Edius, Haves, Abdul Rahman, Andi

Kurniawan, Agus Pidarta, Roby Surya Rusmana, Suhendri, Adha Arafat,

para Mujahid Muda yang telah bersama-sama berjuang dalam jalan

dakwah semoga selalu memperbaiki diri, dan ukhuwah kita akan tetap

terjalin.

11. Terima kasih kepada Abdur Rahman Haris yang memberikan dukungan

dan semangatnya, dan menemani penulis dalam mengerjakan skripsi

sampai larut malam karena berada dalam satu rumah, terima kasih telah

dizinkan untuk tinggal bersama di rumahnya.

12. Kepada sosok para pahlawan tanpa tanda jasa, Guru-guruku yang telah

berjuang mengajarkan ilmu kepadaku hingga penulis dapat menyelesaikan

Pendidikan Tinggi, yaitu Guru SD Negeri 6 Metro Utara, SMP Negeri 4

Metro, dan MAN 2 Metro.

Page 17: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

xvii

13. Keluargaku saat KKN di Sumberejo, Tanggamus. Bapak Heri, Ibu

Sumarni, Rival, Agung. Terima kasih atas 2 bulan yang berarti, dan

bersedia menjadi kelaurgaku saat ku jauh dari keluarga, semoga silturahmi

kita tetap terjaga.

14. Teman-teman seperjuangan KKN yang selama 2 bulan telah berjuang

bersama-sama di tempat orang tepatnya di Margodadi, Kecamatan

Sumberejo, Tanggamus. Wahyu, Dasa, Suf Ajizah, Asti, Endah, dan

Nurul.

15. Teman-teman seperjuangan satu angkatan alumni MAN 2 Metro, Siti Nur

Aisyah, Dina Agustina, Nur Kholis, Hamid Ammar Mansur R, Laila

Muamanah, Reza, Amran Roni, dll. Terima kasih kebersamaan selama ini,

teruslah berjuang teman-teman.

16. Teruntuk spesial kepada pribadi Siti Nur Aiyah, S.Pd., seorang yang selalu

menemaniku dan tak bosan nya memberikan semangat. Terima kasih atas

kebersamaan selama 4 tahun ini. Seorang wanita idaman yang selalu

menjadi semangat penulis, dia yang kunanti dalam halal, dia yang kusebut

dalam do‟a, semoga segera bisa menjadi satu dalam ikatan yang halal

dengan ridho Allah.SWT.

Penulis

Royzal A Nur Rahman

Bandar Lampung, 19 Oktober 2017

Page 18: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

xviii

DAFTAR ISI

COVER

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

PERNYATAAN

RIWAYAT HIDUP

MOTO

PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................8

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................8

1.4 Tujuan Penelitian .........................................................................................8

1.5 Kegunaan Penelitian.....................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemisahan Kekuasaan ..................................................................................10

2.1.1 Pengertian Pemisahan Kekuasaan ........................................................10

2.1.2 Teori Pemisahan Kekuasaan ................................................................12

2.2 Pembagian Kekuasaan .................................................................................17

Page 19: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

xix

2.3 Penegakan Hukum di Indonesia ...................................................................21

2.3.1 Problematika Penegakan Hukum .........................................................26

2.3.2 Penegak Hukum dan Korupsi...............................................................30

2.3.3 Kekuasaan dalam Penegakan Hukum ..................................................32

2.4 Kedudukan Sentral Kejaksaan Republik Indonesia .....................................35

2.5 Sejarah Kejaksaan ........................................................................................42

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................50

3.2 Pendekatan Masalah .....................................................................................51

3.3 Sumber Data .................................................................................................51

3.4 Metode Pengumpulan Data ..........................................................................52

3.5 Metode Pengolahan Data .............................................................................53

3.6 Analisis Data ................................................................................................53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia .................................................54

4.2 Tugas dan Wewenang Kejaksaan Republik Indonesia ................................56

4.3 Kejaksaan dalam Sistem Ketatanegaraan Repubik Indonesia .....................58

4.4 Prospek Kejaksaan Republik Indonesia dalam Penegakan Hukum .............60

4.5 Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia di dalam UUD 1945 ................64

4.6 Penegasan Konstitusi Tentang Kedudukan dan Kemandirian Kejaksaan ...66

4.7 Perubahan Kembali Undang-Undang Dasar 1945 .......................................70

4.8 Dinamika Pengaturan Kejaksaan Republik Indonesia .................................75

Page 20: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

xx

4.9 Pembahasan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Kekuasaan

Kehakiman ...................................................................................................78

4.9.1 Pembahasan Perubahan Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945 ................78

4.9.2 Rancangan Pengaturan Kedudukan Kejaksaan dalam UUD 1945 .....80

Undang Dasar 1945 Kedepan ......................................................................86

Kedepan........................................................................................86

1945…………………………………………………………………..90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...................................................................................................93

5.2 Saran ..............................................................................................................94

DAFTAR PUSTAKA

4.10 Formulasi Pengaturan Kedudukan Kejaksaan dalam Amandemen Undang

4.10.1 Peraturan Perundang-Undangan Yang Ideal Tentang Kejaksaan

4.10.2 Kebijakan dan Strategi dalam Reformasi Kedudukan Kejaksaan....89

4.10.3 Pengaturan Kedudukan Kejaksaan dalam Amandemen Kelima UUD

Page 21: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat

(3) Undang-Undang Dasar 1945. Norma ini bermakna bahwa di dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia, hukum merupakan suatu hal yang penting dari

seluruh aspek kehidupan. Hukum mempunyai posisi strategis dan dominan dalam

kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.1 Hukum sebagai suatu sistem

dapat berperan dengan baik dan benar di tengah masyarakat jika instrumen

pelaksanaannya dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan dalam bidang

penegakan hukum.

Sistem hukum menurut L.M. Friedman tersusun dari subsistem hukum yang

berupa substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Ketiga unsur sistem

hukum ini menentukan apakah suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik

atau tidak. Substansi hukum biasanya menyangkut aspek-aspek pengaturan

hukum dan struktur hukum lebih kepada aparatur serta sarana dan prasarana

1 Marwan Effendy, 2005, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum,

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Page 22: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

2

hukum itu sendiri, sementara itu budaya hukum menyangkut perilaku

masyarakatnya.2

Mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum, diperlukan baik norma-norma

hukum atau peraturan perundang-undangan, juga aparatur pengemban dan

penegak hukum yang profesional, berintegritas, dan disiplin yang didukung oleh

sarana dan prasarana hukum serta perilaku hukum masyarakat. Oleh karena itu,

idealnya setiap negara hukum termasuk negara Indonesia harus memiliki

lembaga/institusi/aparat penegak hukum yang berkualifikasi seperti yang telah

dijelaskan di atas. Salah satunya adalah Kejaksaan Republik Indonesia, di

samping Kepolisian Republik Indonesia, Mahkamah Agung, Mahkamah

Konstitusi, maupun badan penegak hukum lainnya yang secara universal

melaksanakan penegakan hukum.3

Sampai saat ini telah banyak hadir lembaga-lembaga yang berkaitan dengan

tujuan negara, fungsi negara, dan tugas-tugas pemerintahan dalam arti luas

termasuk lembaga yang bertugas dalam penegakan hukum. Lembaga-lembaga,

komisi-komisi, institusi atau badan ini muncul untuk menjalankan fungsi-fungsi

negara, sebagai pelaksana lebih lanjut dari tujuan-tujuan negara yang telah

ditetapkan dalam konstitusi.

Secara struktural lembaga-lembaga ini bersifat sub ordinatif dan bersifat

koordinatif. Secara fungsi dapat berganda, satu lembaga dapat memegang dua

hingga tiga fungsi sekaligus: fungsi legislatif (regulatif), fungsi eksekutif

(operasional administratif), maupun fungsi yudisial (memberikan hukuman),

2 L.M.Friedman, The Legal System; A Social Perspective, New Yoork, Russel Sage

Foundation, 1975, hlm. 11. 3 Marwan Effendi., Op. Cit., hlm. 2.

Page 23: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

3

semua lembaga ini memiliki kedudukan independen demi efektifitasnya yang

derajat independennya berbeda-beda.4

Eksistensi dari lembaga-lembaga pelaksana fungsi negara dan penunjang

tugas pemerintahan, serta badan penegakan hukum ini telah menimbulkan

kerancuan dalam tatanan pemerintahan maupun dalam struktur ketatanegaraan,

tidak sinkronnya penataan yuridis keorganisasian ini harus segera dibenahi agar

kerancuan ini tidak berlarut dan memunculkan masalah ketatanegaraan.

Sistem ketatanegaraan dapat juga diartikan secara longgar, yaitu tidak

semata-mata normatif (dogmatik), apalagi hanya dari sudut ketentuan Undang-

Undang Dasar 1945. Sebagai contoh misalnya dalam pembahasan mengenai

lembaga penegak hukum, tidak semua lembaga penegak hukum diatur di dalam

UUD 1945. Meskipun tidak diatur di dalam UUD tidak serta merta dapat diartikan

lembaga penegakan (penegak) hukum tersebut tidak mempunyai kedudukan dan

sifat konstitusional atau tidak konstitusional karena kedudukan suatu lembaga

lebih ditentukan oleh fungsinya daripada tempat pengaturannya.5

Salah satu ukuran lembaga bersifat konstitusional atau tidak konstitusional

adalah fungsi ketatanegaraan (staatsrechttelijk functie), dan yang dimaksud fungsi

ketatanegaraan yaitu menjalankan tugas dan wewenang atas nama organisasi

negara atau atas nama negara. Penegak hukum selalu atas nama negara.

Kejaksaan, walaupun tidak disebut dalam UUD 1945, adalah lembaga yang

bersifat konstitusional karena menjalankan tugas dan wewenang atas nama negara

(negara yang diwakili jaksa sebagai penuntut umum melawan terdakwa).6

4 Lukman Hakim, 2010, Kedudukan Hukum Komisi Negara di Indonesia, Malang: Setara

Press. 5 Ibid., hlm. 42.

6 Ibid., hlm. 43.

Page 24: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

4

Suatu kedudukan, fungsi, dan hubungan ketatanegaraan tidak ditentukan

karena suatu badan atau lembaga diatur dalam UUD, dengan pendekatan lain

bahwa tidak semua materi muatan UUD adalah kaidah ketatanegaraan. Selain

memuat kaidah ketatanegaraan, UUD memuat juga kaidah-kaidah yang menjadi

dasar bagi hukum administrasi, hukum keperdataan, hukum pidana dan lainnya.

Sistem ketatanegaraan yang baik salah satunya harus memiliki regulasi

penegakan hukum yang baik pula dan aparatur penegak hukum yang profesional

dan berintegritas. Hukum dan penegakan hukum merupakan dual hal yang tidak

bisa dipisahkan. Hukum dan penegakan hukum, menurut Soerjono Soekanto

merupakan sebagian faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan karena

jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang

diharapkan.7 Oleh karena itu, keberadaan Kejaksaan Republik Indonesia sebagai

salah satu institusi penegak hukum, mempunyai kedudukan yang sentral dan

peranan yang strategis di dalam suatu negara karena institusi kejaksaan menjadi

filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan, sehingga

keberadaannya dalam kehidupan masyarakat harus mampu mengemban tugas

penegakan hukum.

Permasalahan yang ada adalah keberadaan Kejaksaan Republik Indonesia

tidak diatur secara tegas (eksplisit) di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum

perubahan maupun sesudah perubahan, melainkan hanya tersirat (implisit).

Pengaturannya dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berbunyi8 :

“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku,

sebelum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.

7 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali,

Jakarta, 1983, Hlm. 5. 8 Lihat Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum Perubahan.

Page 25: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

5

Demikian juga, dalam UUD 1945 setelah perubahan hanya tersirat dalam

pasal 24 ayat (3)9, dan dalam Pasal II Aturan Peralihan.

10 Pasal 24 ayat (3)

mengatur bahwa, “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan

kehakiman diatur dalam Undang-Undang”.

Kemudian Pasal II Aturan Peralihan mengatur bahwa, “Semua Lembaga

negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan

Undang-Undang Dasar 1945 dan belum diadakannya yang baru menurut Undang-

Undang Dasar ini”.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia, sebagai subordinated dari UUD 1945, merumuskan keberadaan

institusi Kejaksaan RI dalam Konsideran Menimbang yang menyatakan bahwa

untuk meningkatkan upaya pembaharuan hukum nasional dalam Negara Republik

Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945, maka dianggap perlu untuk lebih memantapkan kedudukan dan

peranan Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang

melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dalam tata susunan

kekuasaan badan-badan penegak hukum dan keadilan.11

Perubahan mendasar terjadi setelah keluar Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang menggantikan dan mencabut

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 di dalam Konsideran Menimbang

dinyatakan “bahwa untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan

Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan

9 Lihat Pasal 24 Ayat (3) UUD 1945 Sesudah Perubahan.

10 Lihat Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Perubahan.

11 Marwan Effendi, Op. Cit., hlm. 3

Page 26: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

6

negara di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak

manapun”.

Kedua Undang-Undang ini menunjukkan bahwa eksistensi Kejaksaan

Republik Indonesia dalam upaya penegakan hukum tidak bisa diabaikan, karena

disamping secara normatif ada yang mengatur, juga dalam kenyataannya

masyarakat menghendaki lembaga/aparat penegak hukum benar-benar berperan

sehingga terwujudnya keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kejaksaan selama ini berada di luar kekuasaan kehakiman karena tidak di atur

secara tegas di dalam Undang-Undang Dasar 1945 seperti halnya lembaga

penegak hukum yang berada di kekuasaan kehakiman, seperti Mahkamah

Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial. Mengenai fungsi kejaksaan

di bidang peradilan bukan UUD 1945 yang memberikan tetapi UU yang

memberikan fungsi kepada kejaksaan yang fungsi itu bisa dipangkas atau

ditambah oleh pembuat UU itu sendiri.12

Sesuai perkembangan dan tuntutan zaman, Kejaksaan sudah seharusnya

mampu melaksanakan pembaharuan dalam berbagai bidang penegakan hukum

untuk mewujudkan jati diri dan kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia yang

lebih profesional dan lebih dinamis guna menghadapi perkembangan masyarakat

dan tututan zaman ini. Kejaksaan juga dituntut untuk tidak hanya melaksanakan

fungsinya dengan baik tetapi juga harus mampu membentuk jati dirinya sebagai

salah satu “institusi pelaksana kekuasaan negara”, bukan alat kekuasaan penguasa.

12

Mahfud MD, 2011, Perdebatan Hukum Tata Negara, Jakarta: PT. Rajawali Pers.

Page 27: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

7

Setelah digantinya Het Herziene Inladsch Reglement (HIR) Staatsblad Tahun

1941 Nomor 44 jo Undang-Undang Nomor 1 Drt Tahun 1951 dengan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, wewenang

Kejaksaan di dalam penegakan hukum berkaitan dengan penyidikan sebagaimana

diatur dalam pasal 39 HIR hampir seluruhnya dicabut, bahkan dengan keluarnya

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi wewenang di bidang penuntutan bukan lagi monopoli Kejaksaan.

Pengaturan yang demikian akan berimplikasi terhadap eksistensi (kedudukan),

dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia dalam melaksanakan penegakan

hukum.13

Secara umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak

memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan, dengan

demikian dapat dikatakan Indonesia adalah satu-satunya negara yang jaksa atau

penutut umumnya tidak bisa melakukan penyidikan meskipun sifatnya isidential.

Hal ini dapat dilihat pada pasal 1 butir 1 KUHAP yang menyatakan bahwa,

“penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai

negeri sipil tertentu yang diberikan kewenangan khusus oleh Undang-Undang

untuk melakukan penyidikan”.

Berdasarkan uraian yang telah penulis sampaikan di atas, maka penulis

tertarik untuk membahas permasalahan tersebut dalam sebuah skripsi dengan

judul:

“Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia Menurut Undang-

Undang Dasar 1945”.

13

Marwan Effendi, Op. Cit., hlm. 3-4.

Page 28: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah pada penulisan skripsi

ini adalah:

1. Bagaimana Kedudukan Kejaksaan Republik di dalam Undang-Undang

Dasar 1945?

2. Bagaimana Formulasi Pengaturan Kedudukan Kejaksaan dalam

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Selanjutnya?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dikhususkan pada bidang Hukum Tata Negara

yang dibatasi penelitiannya hanya pada Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia

Menurut Undang-Undang Dasar 1945.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia di dalam

Undang-Undang Dasar 1945 secara jelas.

2. Untuk mengetahui formulasi pengaturan Kedudukan Kejaksaan dalam

amandemen Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya.

1.5 Kegunaan Penelitian

1.5.1 Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis adalah untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam

pengembangan ilmu hukum khususnya Hukum Tata Negara dalam

Page 29: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

9

memahami Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia Menurut Undang-

Undang Dasar 1945.

1.5.2 Kegunaan Praktis

a. Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai interpretasi

Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar

1945.

b. Bahan bacaan bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya

mahasiswa dan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai

kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia menurut undang-undang dasar

1945.

Page 30: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemisahan Kekuasaan

2.1.1 Pengertian Pemisahan Kekuasaan

Secara harfiah, kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945

adalah kewenangan atribusi (oleh UUD). Kewenangan atribusi berkenaan dengan

pembagian. Ada dua macam pembagian kekuasaan, yaitu pembagian kekuasaan

secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal. Pembagian kekuasaan

secara horizontal adalah pembagian tiga kekuasaan utama yaitu, keuasaan

legislatif, eksekutif, dan yudisial. Pembagian kekuasaan secara vertikal adalah

pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintahan di bawahnya,

misalnya antara pemerintah federal dan negara bagian.14

Menjalankan suatu roda pemerintahan, “kekuasaan” dan “wewenang” terkait

erat dengan pelaksanaan fungsi pemerintahan. E Utrecht membedakan istilah

“kekuasaan”, dan „kekuatan”, dikatakan bahwa “kekuataan” merupakan istilah

politik yang berarti paksaan dari suatu badan yang lebih tinggi kepada seseorang,

biarpun orang itu lebih tinggi kepada seseorang, biarpun orang itu belum

menerima paksaan tersebut sebagai sesuatu yang sah sebagai tertib hukum positif.

14

Lukman Hakim, Op. Cit., hlm. 45.

Page 31: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

11

“Kekuasaan” adalah istilah hukum, kekuatan akan menjadi kekuasaan apabila

diterima sebagai sesuatu yang sah atau sebagai tertib hukum positif dan badan

yang lebih tinggi itu diakui sebagai penguasa.15

Negara hukum tidak berarti apa-

apa apabila kekuasaan negara masih bersifat absolut dan tidak terbatas, maka dari

itu perlunya membatasi kekuasaan penguasa. Persoalan yang muncul adalah

bahwa dalam konstitusi dan praktik penyelenggaraan pemerintahan negara di

berbagai negara terdapat berbagai pemahaman tentang “pemisahan kekuasaan”.

Oleh sebab itu, ditemukan penggunaan terminologi “pemisahan kekuasaan atau

pembagian kekuasaan” dalam pelaksanaan konkret penyelenggaraan negara.16

Marshall17

menyatakan bahwa ungkapan pemisahan kekuasaan merupakan

salah satu kosakata yang paling dalam mengenai pemikiran politik dan

konstitusional. Ungkapan pemisahan kekuasaan telah digunakan dengan berbagai

implikasi oleh para sejarawan dan ilmuwan politik. Dalam kaitan dengan teori

pemisahan kekuasaan ini, timbul berbagai pemahaman tentang sistem checks and

balances, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, delegasi kekuasaan legislatif,

tanggung jawab eksekutif terhadap badan pembentuk undang-undang, hak uji

materil, dan sebagainya. Oleh karena itu, muncul berbagai modifikasi paham

pemisahan kekuasaan.

Salah satu cara agar peraturan perundang-undangan dapat berfungsi dalam

mengatur pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia adalah dengan adanya

pemisahan lembaga pembentuk peraturan dengan lembaga yang

melaksanakannya.

15

E Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Cetakan ke-4, 1960, hlm. 51. 16

Marwan Efendi., Op. Cit., hlm. 36-37. 17

Geoffrey Marshall, Constitutional Theory, Oxford University Press, London, 1971, hlm.

97.

Page 32: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

12

Pemisahan kekuasaan ini menurut Sthal merupakan unsur dari negara

hukum.18

Ajaran pemisahan kekuasaan pertama kali dikemukakan oleh Jhon

Locke (1632-1704) dalam bukunya “Two Treaties on Civil Govenrment (1690)”

yang memisahkan kekuasaan menjadi 3 kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif, dan

federatif.19

2.1.2 Teori Pemisahan Kekuasaan

Jhon Lock bereaksi terhadap absolutisme ketika dia mendukung pembatasan

kekuasaan politik raja, dengan alasan bahwa tujuan manusia memasuki suatu

“social contract” adalah untuk mempertahankan kehidupan, kebebasan, dan hak

untuk memiliki. Ketiga modal dasar tersebut dipandang sebagai hak milik, yang

kemudian memberikan manusia status politik.20

Kemudian muncul konsep yang mengemukakan bahwa kekuasaan membuat

peraturan harus diambil dari tangan raja, dan selanjutnya diserahkan kepada suatu

badan kenegaraan yang berdiri sendiri. Pada akhir abad pertengahan, yang

pertama diambil dari tangan raja adalah kekuasaan kehakiman. Kekuasaan

kehakiman ini kemudian diserahkan kepada badan peradilan.

Mengenai konteks pembagian atau pemisahan kekuasaan tersebut, di dalam

bukunya yang berjudul “Two Treaties on Civil Government”, Jhon Locke

membagi kekuasaan atas : pertama, kekuasaan membentuk Undang-Undang

(legislatif); kedua, kekuasaan melaksanakan Undang-Undang (executive); dan

ketiga, kekuasaan federative.21

Selanjutnya Jhon Locke mengembangkan fungsi

18

Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, hlm. 54. 19

M. Solly Lubis, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1976, hlm. 42.

20

Jhon Locke, Two Trastises of Government, Peter Laslett. Ed., Cambrigdge, 1967, hlm. 324.

21

H.M.Rasjidi, Persoalan-Persoalan Filsafat, Jakarta, Bulan Bintang, 1984, hlm. 174.

Page 33: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

13

negara menjadi empat, yaitu sebagai pembentuk undang-undang (legislating),

sebagai pembuat keputusan (judging), sebagai pengguna kekuatan baik secara

internal untuk melaksanakan undang-undang (employing forces internally in the

execution of the laws), maupun kekuasaan eksternal di luar negeri untuk membela

masyarakat. Jhon Locke menamakan fungsi pertama “legislative power”, fungsi

kedua “executive power”, fungsi keempat disebutnya dengan “federative power”,

yang meliputi kekuasaan perang dan damai serta kekuasaan luar negeri.

Fungsi membuat keputusan dianggap oleh Jhon Locke bukan kekuasaan,

dijelaskannya bahwa ini bukan suatu kekuasaan yang terpisah, tetapi pemberian

kewenangan negara. Jhon Locke hanya merasionalisasi dan mensistematisasi

fungsi-fungsi kekuasaan negara, tidak merumuskan teori mengenai pembagian

atau pemisahan kekuasaan (division or separation of powers). Menurut Locke22

,

kekuasaan negara tidak harus diletakkan pada tangan yang berbeda untuk

memelihara kebebasan atau menjamin hak-hak individual. Namun, Locke

mengakui bahwa apabila kekuasaan diletakkan pada tangan yang berbeda dapat

dicapai suatu keseimbangan.

Ajaran mengenai pemisahan kewenangan kemudian dikembangkan oleh

Montesquieu dalam bukunya yang berjudul L‟Esprit des Lois (1748), yang

mengemukakan teori pemisahan kekuasaan negara dalam tiga bidang yaitu:

pertama, kekuasaan legislatif (membentuk undang-undang); kedua, kekuasaan

eksekutif (melaksanakan undang-undang); dan ketiga, kekuasaan yudikatif

(menjalankan kekuasaan kehakiman).23

22

Jhon Locke, Op. Cit., hlm. 107. 23

E Utrecht, Op. Cit., hlm. 16.

Page 34: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

14

Menurut Montesquieu, kebebasan politik hanya ada di negara-negara di mana

kekuasaan negara dan semua fungsi yang berkaitan tidak berada pada tangan

oarng yang sama. Pemikiran Montesquieu dan Jhon Locke adalah kehendak untuk

membatasi kekuasaan absolut melalui pemisahan kekuasaan, oleh karena itu

pemisahan kekuasaan lebih merupakan doktrin hukum dari dalil politik, dan juga

teori pemisahan kekuasaan Montesquieu tidak menentukan siapa yang akan

menjalankan kedaulatan, tetapi hanya bagaimana kekuasaan harus diatur untuk

mencapai tujuan tertentu.

Teori ini merupakan warisan lama oleh karena itu harus diakui bahwa

ditengah masyarakat masih berkembang pemahan yang luas mengenai pengerttian

lembaga negara dikaitkan dengan cabang-cabang kekuasaan tradisional legislatif,

eksekutif, dan yudikatif. Lembaga negara dikatikan dengan pengertian lembaga

yang berada di ranah kekuasaan legislatif. Kemudian, yang berada di ranah

kekuasaan eksekutif disebut lembaga pemerintah. Sedangkan yang berada di

ranah yudikatif disebut lembaga pengadilan.24

Implementasi di dalam pembagian kekuasaan, pemisahan kekuasaan, atau

pembatasan kekuasaan maka konsep trias politica sudah terwacanakan sejak

kemerdekaan dalam pandangan BPUPKI dan PPKI, di dalam pembahasan para

pendiri negara mengenai bentuk negara, pemisahan kekuasan tidak mungkin

dijalankan dengan landasan kedaulatan rakyat. Soepomo dan Soekarno

memandang trias politica sebagai sebuah konsep yang kuno dan tidak lagi

digunakan di wilayah Eropa Barat.25

24

Jimly Ashhiddiqie, 2010, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika. 25

Sofian Effendi, Mencari Sistem Pemerintahan Negara, hlm. 8.

Page 35: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

15

Undang-Undang Dasar 1945 tidak menganut ajaran pemisahan kekuasaan

(separation of power) tersebut. Pembuat UUD 1945 tidak menghendaki agar

sistem pemerintahannya disusun berdasarkan ajaran trias politica dari

Montesquieu, karena ajaran itu dianggap sebagai paham liberal. Prof. Soepomo

selaku salah satu seorang perancang Undang-Undang Dasar 1945 berpendapat

bahwa Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai sistem sendiri, yaitu berdasarkan

pembagian kekuasaan (distribution of power). Konsepsi trias politica yang

diidealkan oleh Montesquieu itu jelas sudah tidak relevan lagi dewasa ini,

mengingat tidak mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut

hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan

tersebut. Kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa hubungan antara cabang

kekuasaan itu tidak mungkin saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat

sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip check

and balances.

Praktik ketatanegaraan yang terjadi di dunia, tidak ada negara yang murni

melaksanakan Separation of Power dengan trias politica, bahkan Amerika Serikat

yang oleh banyak sarjana disebut sebagai satu-satunya negara yang ingin

menjalankan teori trias politica dalam kenyataannya mempraktikan sistem yang

saling mengawasi dan saling mengadakan perimbangan antara kekuasaan negara.

Penggunaan istilah division of power jika dicermati merupakan cikal bakal

pembentukannya, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan doktrin pemisahan

kekuasaan, yaitu melakukan pembatasan kekuasaan terhadap lembaga-lembaga

negara yang sedang menjalankan fungsi kekuasaannya.26

26

Muhammad Jusuf, 2014, Hukum Kejaksaan : Eksistensi Kejaksaan Sebagai Pengacara

Negara dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara, Surabaya : Laksbang Justitia.

Page 36: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

16

Lembaga negara yang terkadang juga disebut dengan istilah lembaga

pemerintahan, lembaga pemerintahan nondepartemen, atau lembaga negara saja,

ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh Undang-

Undang Dasar, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari

Undang-Undang, bahkan ada yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden.27

Menurut Jimly,28

selain lembaga-lembaga negara yang secara eksplisit dsebut

di dalam Undang-Undang Dasar 1945, ada pula lembaga negara yang memiliki

contitutional importance yang sama dengan lembaga negara yang disebutkan

dalam Undang-Undang Dasar 1945, meskipun keberadaannya hanya diatur

dengan atau dalam Undang-Undang, seperti halnya Kejaksaan Republik Indonesia

yang hanya diatur dalam Undang-Undang tidak disebutkan di dalam UUD 1945.

Menurut Jimly baik yang diatur di dalam UUD 1945 maupun yang hanya

diatur dalam Undang-Undang saja asalkan sama-sama memiliki contitutional

importance, dapat dikategorikan sebagai lembaga negara yang memiliki derajat

konstitusioanl yang serupa, tetapi tidak dapat disebut sebagai lembaga tinggi

negara. Hierarki atau rangking kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat

pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.29

27

Ibid. 28

Ibid., hlm. 82. 29

Ibid., hlm. 37.

Page 37: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

17

2.2 Pembagian Kekuasaan

Membagi tugas pemerintahan dalam bentuk trichotomi merupakan refleksi

dari ajaran trias politica.30

Namun, dalam berbagai konstitusi terdapat berbagai

penafsiran sehubungan dengan pelaksanaan ajaran tersebut.31

Sir Ivon Jennings membedakan pemisahan kekuasaan dalam pengertian

material dan formal. Pemisahan kekuasaan dalam pengertian material adalah

pemisahan kekuasaan yang dipertahankan secara tegas dalam tugas-tugas (fungsi)

kenegaraan yang secara karakteristik memperlihatkan pemisahan kekuasaan itu

dalam tiga bagian yaitu, executive, legislative, dan judicative. Sedangkan, yang

dimaksud dengan pemisahan kekuasaan dalam pengertian formal adalah apabila

pemisahan itu tidak dipertahankan dengan tegas. Ismail Sunny berpendapat bahwa

pemisahan kekuasaan dalam pengertian material sepantasnya pemisahan

kekuasaan, sedangkan pemisahan kekuasaan dalam pengertian formal disebut

pembagian kekuasaan (division of power).32

Jauh sebelumnya konsep pembagian kekuasaan (division of power)

diungkapkan oleh Hans Kelsen. Menurutnya, adalah suatu kesalahan untuk

menggambarkan asas monarki konstitusional sebagai dasar pemisahan kekuasaan

(the separation of power). Fungsi yang semula digabungkan ada pribadi raja tidak

dipisahkan, tetapi masing-masing dibagi antara kerajaan, parlemen, dan

pengadilan.

30

Ismail Sunny, Pembagian Kekuasaan Negara, Aksara Baru, Jakarta, 1985, hlm. 15. 31

Soehino, 1985, Hukum Tata Negara, Liberty, Yogyakarta, hlm. 25-26. 32

Ismail Sunny, Pembagian Kekuasaan, Op., Cit. hlm. 4.

Page 38: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

18

Kelsen menyimpulkan bahwa penerapan asas atau prinsip pemisahan kekuasaan

sesungguhnya adalah asas atau prinsip pembagian kekuasaan (division of

powers).33

Mochtar Kusumaatmaja menyatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah

angan-angan, sedangkan kekuasaan tanpa hukum adalah kedzaliman. Sehingga

untuk tegaknya hukum perlu kekuasaan yang mendukungnya, juga sebaliknya

kekuasaan harus dibatasi kewenangannya oleh aturan-aturan hukum.34

Terdapat prisip kedaulatan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang

tercermin dalam pengaturan penyelenggaraan negara. Undang-Undang Dasar

1945 memuat pengaturan kedaulatan hukum, rakyat, dan negara karena di

dalamnya mengatur pembagian kekuasaan yang berdasarkan pada hukum, proses

penyelenggaraan kedaulatan rakyat, dan hubungan antara negara Republik

Indonesia dengan luar dalam konteks hubungan internasional.

Selain mengatur proses pembagian kekuasaan, UUD 1945 juga mengatur

hubungan kewenangan dan mekanisme kerja antarlembaga negara dalam

penyelenggaraan negara. Prinsip kedaulatan rakyat yang terwujudkan dalam

peraturan perundang-undangan tercermin dalam struktur dan mekanisme

kelembagaan negara dan pemerintahan untuk menjamin tegaknya sistem hukum

dan berfungsinya sistem demokrasi.35

33

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, translate by Andres Wedberg, Rusell and

Russel, New York, 1973, hlm. 282-282. 34

Mochtar Kusumaatmaja, Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002,

hlm. 5. 35

A. M. Fatwa, 2009, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: PT Komas

Media Nusantara.

Page 39: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

19

Mengenai perdebatan manakah yang dianut Indonesia dalam melaksanakan

kekuasaannya, Ismail Sunny mengajukan pertanyaan:36

a. Apakah orang-orang atau badan-badan yang sama merupakan bagian dari

kedua badan legisatif eksekutif?

b. Apakah badan legislatif yang mengontrol badan eksekutif, dan badan

eksekutif yang mengontrol badan legislatif?

c. Apakah badan legislatif melaksanakan fungsi eksekutif dan badan

eksekutif melaksanakan fungsi legislatif?

Kemudian Ismail Sunny menyimpulkan bahwa pemisahan kekuasaan dalam

pengertian material tidak terdapat dan tidak digunakan di Indonesia, yang ada dan

dilaksanakan adalah pemisahan kekuasaan dalam pengertian formal, dengan kata

lain di Indonesia terdapat pembagian kekuasaan dengan tidak menekankan pada

pemisahannya, bukan pemisahan kekuasaan.37

Soepomo secara tegas telah menolak teori trias politica dimasukkan dalam

Undang-Undang Dasar 1945, dalam kata-katanya:”... dalam Rancangan Undang-

Undang Dasar ini kita memang tidak memakai sistem yang membedakan prinsipil

3 badan itu....”.38

Sementara itu, Hamid S.Attamimi mengatakan bahwa

digunakannya konsep yang berasal dari ajaran Montesquieu dalam penjelasan

UUD 1945, seperti legislative power, executive power, dan yudikative power,

tidak berarti bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menganut ajaran tersebut.39

Mencermati pandangan di atas, Undang-Undang Dasar 1945 jelas tidak

menganut ajaran pemisahan kekuasaan (separation of powers), tetapi pembagian

kekuasaan (distribution of powers).

36

Ismail Sunny, Upaya Mewujudkan Demokrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pasca Proklamasi 17 Agustus 1945, Makalah, Bandar Lampung, 24-26 Maret 2000, hlm. 8-10. 37

Ismail Sunny, Pembagian Kekuasaan... Op. Cit., hlm. 44. 38

Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid I, Prapanca, Jakarta,

1959, hlm. 341. 39

A. Hamid S. Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara,” Disertasi, Pascasarjana UI, Jakarta, 1990, hlm. 116.

Page 40: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

20

Hal tersebut tampak dalam Undnag-Undang Dasar 1945 bahwa Presiden selain

mempunyai kekuasaan eksekutif juga mempunyai kekuasaan legislatif, misalnya

membuat undang-undang dan menetapkan peraturan pemerintah.

Teori-teori pembagian kekuasaan walaupun berbeda-beda definisi dan sudut

pandangnya, akan tetapi prinsipnya adalah bagaimana agar kekuasaan dalam

struktur kenegaraan tidak berada di satu tangan, dan dalam struktur kenegaraan itu

terjadi pembatasan kekuasaan dan adanya chek and balance. Pembagian

kekuasaan adalah konsep kunci dalam negara hukum, ia menjadi landasan dasar

bagi munculnya badan yudkatif. Teori pembagian kekuasaan sudah muncul sejak

masa Yunani dan menyebar ke Romawi Kuno sebelumnya akhirnya tertelan oleh

masa feodalisme di Eropa.

Di wilayah Arab abad ke-7, pembagian kekuasaan juga telah dipraktekkan

walaupun tanpa landasan teori yang kuat. Menurut Muhammad Alim, negara

Kekhalifahan Islam yang berpusat di Madinah pada zaman Khalifah kedua Umar

Bin Khattab memiliki badan eksekutif yaitu kepala negara yang disebut Amirul

Mukminin, badan legislatif yaitu al-Syuyukh, dan badan yudikatif yaitu para

qadhi, tetapi pembagian kekuasaan ini bersifat parsial karena setiap lembaga tidak

setara dalam kekuasaan.40

Gagasan modern mengenai pembagian kekuasaan datang dari teori trias

politica.41

Teori ini menyatakan bahwa kekuasaan di suatu negara agar dapat

berfungsi baik harus dibagi ke dalam tiga domain yang tidak saling

mempengaruhi yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang dapat

40

Muhammad Alim, Trias Politica dalam Negara Madinah, ( Jakarta: Setjen dan

kepaniteraan MK, 2008), hlm. xii. 41

A. Rachaman. Sistem Politik Indonesia. Bab XI: Badan Yudikatif. Pusat Pengembangan

Bahan Ajar-UMB.

Page 41: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

21

diartikan secara sederhana sebagai pembuat hukum, menjalankan hukum, dan

memberi hukuman.42

Jhon Locke di dalam bukunya “Two Treaties of Government” tersebut

mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara di bagi dalam organ-organ negara

yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Menurut Jhon Locke agar pemerintah

tidak sewenang-wenang, maka harus ada pembedaan pemegang kekuasaan-

kekuasaan ke dalam tiga macam kekuasaan, yaitu:

1.) Kekuasaan Legsilatif (membuat undang-undang)

2.) Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)

3.) Kekuasaan Federatif (melakukan hubungan diplomatik dengan Negara-

Negara lain.

Pendapat Jhon Locke inilah yang mengawali muncul teori pembagian kekuasaan

sebagai gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan (absolut)

dalam suatu negara.

2.3 Penegakan Hukum di Indonesia

Komitmen untuk melakukan reformasi lembaga penegak hukum merupakan

salah satu prioritas Pemerintahan Jokowi-JK. Hal tersebut dituangkan secara tegas

pada butir keempat dalam Nawacita yaitu menolak negara lemah dengan

melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi,

bermartabat, dan terpercaya. Kebutuhan untuk memiliki aparatur penegak hukum

yang berintegritas dan profesional merupakan salah satu pilar penting dalam

mendukung terwjudnya penegakan hukum yang efektif dan berkeadilan.

42

Muhammad Jusuf. 2014. Hukum Kejaksaan: Eksistensi Kejaksaan Sebagai Pengacara

Negara Dalam Perkara Perdata Dan Tata Usaha Negara. Surabaya: Laksbang Justitia

Page 42: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

22

Bernardus Maria Taverne (1874-1944) dalam ungkapannya mengatakan

“Geef me goede rechter, goede rechter commissarisen, goede officieren van

justitien, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboeken van

strafprocessrecht het goede beruke” dalam terjemahan bahasa Indonesia yang

artinya, “ Berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat yang baik, niscaya akau

akan berantas kejahatan meski tanpa undang-undang sekalipun”. Pernyataan B.M.

Taverne memperlihatkan bahwa dalam penegakan hukum bukan undang-undang

yang menentukan, melainkan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh manusianya.

Senada dengan Taverne, Soerjono Soekanto menyatakan bahwa penegak

hukum merupakan salah satu faktor yang menentukan efektifitas berlakunya

hukum di samping hukumnya sendiri, sarana dan fasilitas, masyarakat dan

kebudayaan. Selama berjalannya pemerintahan Jokowi-JK terdapat banyak hasil

positif yang dicapai Pemerintah di bidang pembangunan hukum nasional, namun

patut diakui masih terdapat berbagai kritik di tengah-tengah masyarakat mengenai

arah kebijakan pemerintah di sektor penegakan hukum.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and

Consulting (SMRC), terdapat 40% responden menyatakan kondisi penegakan

hukum pada saat pemerintahan Jokowi-JK dinilai lebih buruk dari tahun

sebelumnya, sedangkan yang menilai kondisi penegakan hukum lebih baik

sebesar 31%. Sejatinya, tercapainya tujuan penegakan hukum memang bukanlah

sekedar menegakkan peraturan perndang-undangan dalam peristiwa nyata sehari-

hari, dari sisi kuantitas penanganan perkara, jumlah perkara yang berhasil

ditangani oleh institusi penegak hukum tidaklah berkurang dari tahun ke tahun,

namun hal tersebut tidaklah secara otomatis menjadikan masyarakat puas terhadap

Page 43: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

23

hasil yang dicapai. Masyarakat mengharapkan penegakan hukum dapat benar-

benar memecahkan berbagai permasalahan di tengah masyarakat, menciptakan

keadilan dan kepastian hukum sesuai harapan masyarakat sehingga membawa

manfaat untuk orang banyak.

Penegakan hukum dapat dilihat dari kemandirian kekuasaan kehakiman,

dibersihkannya lembaga peradilan dari KKN, diaktifkannya judicial review (uji

materi) undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dan pembatasan

wewenang Mahkamah Militer. Sebagai esensi dalam penegakan hukum,

kekuasaan kehakiman sebagai salah satu kekuasaan dalam negara memiliki

hubungan yang sangat erat dengan cabang kekuasaan lainnya. Kekuasaan

kehakiman berfungsi memutus sengketa hukum yang timbul antara anggota

masyarakat dan pemerintah. Wewenang untuk memutus perkara, tujuan akhirnya

adalah untuk mewujudkan ketertiban umum di masyarakat melalui putusan yang

adil.43

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 itu dimaksudkan untuk mempertegas

bahwa tugas kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan indonesia , yakni

untuk meneyelenggarakan peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi pihak

manapun, termasuk lembaga kejaksaan dalam upaya menegakkan hukum dan

keadilan. Melalui reposisi fungsi kedudukan lembaga peradilan dalam undang-

undang, saat ini terdapat kemajuan yang menggembirakan yaitu seluruh

kelembagaan dalam bidang penegakan hukum secara bersama-sama telah

berkomitmen dengan bangsa untuk melakukan pembinaan sumber daya manusia

aparatur hukum.

43

A.M. Fatwa, Potret Konstitusi... Op.Cit., hlm. 21-22.

Page 44: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

24

Berkenaan dengan penegakan hukum dan supremasi hukum, Undang-Undang

Dasar telah mengakomodasi semua praktek untuk mewujudkan supremasi hukum

karena semua aturan telah disusun secara komprehensif yang memungkinkan

semua orang diperlakukan sama di hadapan hukum. Persoalannya adalah

semangat penyelenggara saat ini belum sepenuhnya mendukung cita penegakan

hukum yang ada, masyarakat justru kurang mempercayai keseriusan

penyelenggara negara dalam membangun pemerintahan yang bersih dan

berwibawa. Jadi, seiring dengan berjalannya reformasi dan dukungan perangkat

peraturan perundang-undangan, sudah semestinya pemerintah bersama-sama

dengan rakyat mampu mengembalikan kepercayaan terhadap penyelenggaraan

negara dalam menegakkan supremasi hukum.44

Sehingga dengan demikian, berbagai upaya pembenahan internal bersamaan

dengan proses perbaikan perangkat hukum harus dilakukan secara stimulan.

Tindakan ini tidak hanya diperlukan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat

terhadap penyelenggara negara, tetapi sekaligus untuk menghindari terulangnya

malapetaka hukum sebagai kompromi penguasa dalam mempertahankan

kekuasaannya seperti masa sebelum reformasi. Pembenahan internal yang

dimaksud adalah berupaya secara keras untuk mewujudkan good governance dan

good goverment.

Upaya dalam menegakkan hukum, di satu sisi institusi-institusi penegak

hukum mendapat kewenangan yang lebih luas dengan penetapan undang-undang,

namun di satu sisi yang lainnya terdapat institusi yang kewenangannya justru

semakin dikurangi, misalnya Kejaksaan Republik Indonesia. Pengurangan

44

Ibid. hlm. 24-25.

Page 45: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

25

kewenangan itu diawali melalui KUHAP, pada kewenangan penyidikan dan

penyidikan lanjutan yang dipangkas hanya menjadi kewenangan penyidikan

tindak pidana umum.

Begitu pula dengan penyidikan tindak pidana penyelundupan telah

dimonopoli oleh instansi Bea Cukai. Dalam penanganan tindak pidana korupsi,

kewenangan penyidikan dan penuntutan juga berkurang dengan adanya Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Padahal, berbagai kasus yang

menjadi sorotan masyarakat akhir-akhir ini justru sama sekali bukan perbuatan

Kejaksaan sebagai lembaga, meskipun demikian kejaksaan sebagai institusi

penegak hukum harus menanggung beban dengan kewenangannya yang sudah

berkurang tersebut, bukan karena tidak mampu melaksanakan tugas dan

kewenangannya sebagai yang diamanatkan oleh Undang-Undang.

Ironis memang, bahwa di negara yang berdasarkan hukum, amanat Undang-

Undang yang merupakan salah satu pilar dalam sistem hukum Indonesia untuk

memantapkan kedudukan dan peranan Kejaksaan, ternyata justru dipasung. Lebih

fatal lagi adalah dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(KPK) yang mendapatkan kewenangan yang luar biasa besar untuk melakukan

penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan, karena didasarkan pemikiran bahwa

tindak pidana korupsi dipandang sebagai extraordinary crime, walaupun lembaga

dan metode yang selama digunakan sudah konvensional.

Pembentukan KPK tidak hanya bertentangan dengan sistem hukum yang

berlaku, melainkan juga bertentangan dengan asas dan prinsip hukum yang

bersifat universal. Asas hukum dan prinsip yang berlaku secara universal

menyatakan bahwa Jaksa adalah pejabat yang diserahi tugas untuk bertindak

Page 46: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

26

sebagai penuntut umum, tetapi undang-undang juga memberikan kewenangan

yang sama kepada KPK untuk menjalankan tugas penuntutan dalam tindak pidana

korupsi.

Lemahnya peranan Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana yang telah

diuraikan di atas, ternyata disebabkan oleh tidak mandiri dan independennya

institusi Kejaksaan ini. Marzuki Darusman padas saat menjadi Jaksa Agung

mengeluhkan hal tersebut, ia pernah mengusulkan agar Kejaksaan sepenuhnya

terpisah dari lembaga eksekutif, agar dapat mandiri dan tidak diintervensi pihak

lain. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kelembanan dalam memberantas

Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) dan menyeret koruptor ke pengadilan.45

Berdasarkan gambaran lemahnya kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia di

atas, perlu kiranya mendudukkan Kejaksaan secara proporsional agar mandiri dan

independen dalam perspektif teori negara hukum dan teori pembagian kekuasaan.

Berdasarkan berbagai uraian di atas, di samping fungsinya untuk mengatasi

berbagai permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat, penegakan hukum

itu sendiri mengandung berbagai problematika di dalamnya, sehingga akhirnya

proses penegakan hukum tidaklah dapat dilihat secara hitam dan putih, yaitu

semata-mata menegakkan norma-norma hukum dalam peristiwa nyata.

2.3.1 Problematika Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan susbsistem yang sangat kompleks seperti

perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, ilmu

pengetahuan dan teknologi, pendidikan, dan sebagainya.

45

Antonius Sujata, Reformasi dalam Penegakan Hukum, Penerbit, Djembatan, Jakarta, 2002,

hlm. 143.

Page 47: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

27

Dengan demikian para penegak hukum harus memahami benar-benar spirit

hukum yang mendasari peraturan hukum yang harus ditegakkan serta kearifan

dalam menyelami rasa keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat.46

Secara sosiologis banyak faktor yang mempengaruhi efektifitas penegakan

hukum. Menurut Soerjono Soekanto47

, masalah pokok penegakan hukum

sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-

faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri.

2. Faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dan merupakan tolak ukur dari efektifitas

penegakan hukum.

Selanjutnya, dalam pengertian yang bersifat makro, penegakan hukum

meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sedangkan dalam pengertian mikro terbatas dalam proses pemeriksaan di

pengadilan termasuk proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga

pelaksanaan putusan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

46

Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang, Cet. II, 2002, Hal 69. 47

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mmepengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta:

Rajawali, 1983, hal. 5-6.

Page 48: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

28

Pelaksanaan penegakan hukum itu sendiri tidak semudah membalikkan tangan,

mengingat adanya problematika lain yang ikut mempengaruhi proses penegakan

hukum itu sendiri, antara lain terkait dengan substansi hukum, struktur hukum,

dan budaya hukum.

Adapun problematika yang terkait dengan susunan sistem hukum tersebut

antara lain mengenai:

1. Menyangkut masalah elemen substansi hukum, di mana dalam praktek

antara das Sollen dan das Sein seringkali tidak berjalan. Sering terjadi

ambiguity dan duplikasi pada susbstansi hukum berupa produk perundang-

undangan, di mana rumusan pasalnya sering menimbulkan multi tafsir.

Konsekusensinya logis dari perbedaan penafsiran ini akan memunculkan

keraguan dalam penerapannya sehingga berimplikasi terhadap kepastian

hukum.

2. Elemen kedua berupa struktur hukum, menyangkut kelembagaan. Isu yang

sering muncul ke permukaan adalah menyangkut sumber daya manusia

(SDM), karena dipandang selama ini profesionalitas aparat penegak

hukum belum memenuhi harapa masyarakat pencari keadilan. Selain itu,

meskipun dipandang sebagai problematika klasik, sarana, dan prasarana

pendukungnya, baik yang terkait dengan hardware mapun software cukup

menentukan keberhasilan suatu penegakan hukum, seperti gedung kantor,

penghasilan aparat penegak hukum baik berupa gaji maupun tunjangan

fungsionalnya, anggaran, alat transportasi, alat perekam, kamera,

komputer, internet, dan sebagainya.

Page 49: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

29

3. Elemen terakhir, yaitu budaya hukum yang terkait dengan perilaku hukum

masyarakat. Gejala timbulnya degradasi budaya hukum di lingkungan

masyarakat ditandai dengan meningkatnya sikap apatisme seiring

menurunnya tingkat apresiasi masyarakat baik kepada substansi hukum

maupun kepada struktur hukum. Peristiwa yang terjadi ahkir-akhir ini

seperti kasus main hakim sendiri, antara lain berupa penganiayaan,

pembakaran para pelaku kriminal. Tidak jarang pula perilaku tersebut

berujung pelecehan terhadap aparat penegak hukum ketika melaksanakan

tugasnya baik diakibatkan oleh menurunnya kepercayaan masyarakat

terhadap kinerja aparat penegak hukum, maupun sebagai usaha untuk

menghalangi penegakan hukum itu sendiri.

Di sisi lain, masalah kualitas integritas penegakan hukum dan kebijakan

penanggulangan kejahatan masih merupakan masalah yang mendapat sorotan

tajam di era reformasi, di dalam beberapa kasus ditemukan adanya aparat penegak

hukum yang cenderung pasif dan hanya berusaha memenuhi target atasan

daripada melakukan penegakan hukum secara benar sesuai dengan hukum yang

berlaku menjadi salah satu penyebab rendahnya kinerja instansi penegak hukum

di Indonesia.48

Adanya penyalahgunaan kewenangan dan praktek korupsi di

lingkungan aparat penegak hukum yang disebabkan karena masih rendahnya

integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum sehingga tingkat

kepercayaan masyarakat terhadap aparat dan institusi hukum sampai ke titik nadir.

48

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mmepengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta:

Rajawali, 1983, hlm. 10.

Page 50: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

30

2.3.2 Penegak Hukum dan Korupsi

Saat ini boleh dikatakan tidak ada lagi istilah “berada di luar jangkauan

penegakan hukum” bagi para pelaku korupsi di Indonesia. Berbagai kalangan,

mulai dari pelaku usaha, kepala daerah, menteri bahkan aparat penegak hukum

seperti hakim, jaksa, polisi, dan pengacara tidak luput dari jangkauan

pemberantasan korupsi dan merasakan pahitnya konsekuensi hukum sebagai

akibat dari perbuatannya.

Namun di sisi lain, kondisi ini menggambarkan betapa korupsi merupakan

sebuah penyakit yang telah menjalar ke seluruh lapisan penyelenggara negara,

baik kalangan legislatif, eksekutif maupun yudikatif, ketiga pilar yang seharusnya

saling memainkan fungsi kontrol tersebut ternyata tidak kebal dari bahaya

korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi bukan saja menimbulkan kerugian

secara finansial dan menghambat proses pembangunan, namun lebih jauh

daripada itu, korupsi juga telah mengancam fundamental kehidupan berbangsa

dan bernegara kita.

Sebaliknya tidak dapat dipungkiri bahwa ekspektasi publik terhadap upaya

pemberantasana korupsi pada akhirnya bermuara pada tuntutan akan kinerja

sistem peradilan pidana untuk mengungkap, memproses, dan memeberikan

keadilan bagi para pelaku korupsi. Kegeraman masyarakat terhadap korupsi

dapatlah dimengerti mengingat korupsi telah secara nyata mengalihkan aliran

dana negara yang seharusnya dapat dinikmati untuk perbaikan taraf hidup orang

banyak kepada segelintir kalangan tertentu yang dapat berfoya-foya di tengah-

tengah masih banyaknya rakyat yang menderita, tidaklah mengherankan apabila

dewasa ini pemberitaan media massa baik secara cetak dan elektronik senantiasa

Page 51: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

31

didominasi oleh maraknya berita tentang dugaan korupsi dan penanganan perkara

korupsi yang perkembangan terbarunya selalu dinantikan oleh masyarakat.

Di sisi lain, pengungkapan praktek korupsi dan proses penindakannya jelas

merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi aparat penegak hukum , tidak seperti

kejahatan konvensional yang umumnya didorong oleh nafsu sehingga cenderung

menimbulkan jejak kejahatan yang dapat dilihat orang lain. Korupsi dilakukan

dengan cara-cara yang lebih terstruktur rapi dan terselubung dengan memanfaat

berbagai celah hukum dan perkembangan teknologi, sehingga sulit untuk dapat

menentukan secara pasti modus-modus korupsi karena setiap saat selalu

berkembang teknik baru untuk melakukan korupsi baik dari segi perencanaan,

pelaksanaan maupun penghilangan jejak korupsi tersebut. Di lain sisi,

keterbatasan anggaran, sumber daya dan termasuk juga perbedaan mekanisme

kerja yang diatur dalam Undang-Undang, jelas berpengaruh pada kinerja penegak

hukum di bidang pemberantasan korupsi dari berbagai faktor tersebut maka harus

diakui bahwa statistik penanganan perkara korupsi akan selalu di warnai oleh “the

dark number” yaitu perbuatan korupsi yang tidak terungkap oleh proses

penegakan hukum.

Permasalahan penting lainnya yang dihadapi oleh penegak hukum dalam

upaya pemberantasan korupsi adalah justru komitmen untuk memotong

penyebaran korupsi di kalangan aparat penegak hukum sendiri, bahkan dapat

dikatakan bahwa lemahnya wibawa penegakan hukum di bidang pemberantasan

korupsi lebih disebabkan karena aparatur yang seharusnya menegakkan hukum

ternyata tidak menghayati secara konsisten nilai yang hendak ditegakannya.

Page 52: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

32

Oleh karena itulah, mengutip Prof. Ahmad Ali yang mengatakan bahwa sepanjang

sapu kotor belum dibersihkan, maka setiap pembicaraan tentang keadilan akan

menjadi omong kosong belaka (as long as the dirty broom is not cleaned, any talk

of justice will be empty).49

2.3.3 Kekuasaan dalam Penegakan Hukum

Mochtar Kusumatmaja menyatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah

angan-angan, sedangkan kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman. Sehingga

untuk tegaknya hukum perlu kekuasaan yang mendukungnya juga sebaliknya

kekuasaan harus dibatasi kewenangannya oleh aturan–aturan hukum.50

Dalam

penegakan hukum pada dasarnya terkandung dua kepentingan mendasar yang satu

sama lain tidak dapat dipisahkan, yaitu di satu sisi adalah kepentingan negara

melalui aparat-aparat penegak hukumnya untuk menanggulangi kejahatan, di

mana sistem ini dianggap berhasil apabila sebagian besar dari laporan maupun

keluhan masyarakat yang menjadi korban kejahatan dapat diselesaikan dengan

diajukannya pelaku kejahatan ke sidang pengadilan dan diputuskan bersalah serta

mendapat pidana.51

Di sisi lainnya terkandung aspek perlindungan terhadap hak-hak individual

dari tersangka atau tedakwa terhadap bentuk kesewenang-wenangan negara,

sehingga penegakan hukum diharapkan dapat tercipta melalui sebuah proses

hukum yang adil, yang tidak kalah pentingnya dari usaha menanggulangi

kejahatan itu sendiri. Dalam prakteknya kedua kepentingan tersebut tidaklah

49

Ahmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Penyebab dan Solusinya, (Jakarta; Ghalia

Indonesia: 2001) hal. 74. 50

Mochtar Kusumaatmaja, Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002,

hal. 5. 51

Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, hal. 85

Page 53: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

33

selalu dapat bertemu pada sebuah titik keseimbangan, untuk dapat memberikan

rasa aman dan mengatasi rasa takut masyarakat, aparat penegak hukum terutama

kepolisian seringkali dituntut untuk bertindak cepat dalam memproses setiap

kasus-kasus dugaan terjadinya kejahatan.52

Masyarakat awam yang mengikuti

permasalahan kriminalitas melalui media massa, tidak akan peduli dengan

berbagai analisa rumit. Apabila realitasnya fenomena kejahatan dan pelanggaran

hukum semakin banyak, masyarakat akan cepat berkesimpulan bahwa sistem ini

telah gagal menjalankan fungsinya.53

Menurut Sartjipto Rahardjo, suasana yang tertib merupakan syarat pokok bagi

adanya suatu masyarakat manusia yang teratur.54

Dalam rangka mempertahankan

keberadaan masyarakat, maka hukum menempatkan diri sebagai penjaga dan

pengatur ketertiban dalam kehidupan bersama dengan membuat berbagai aturan

untuk ditaati oleh seluruh anggota masyarakat termasuk juga sanksi bagi

pelanggarnya. Tanpa ketertiban yang dijamin oleh hukum, orang dapat berlaku

sekehendak hati untuk mewujudkan keinginan-keinginannya tanpa

memperdulikan hak-hak orang lain. Dalam kondisi tersebut, maka etintas

masyarakat sebagai pergaulan hidup manusia yang teratur akan runtuh dan

sebagai gantinya timbul kekacauan yang memungkinkan manusia yang satu untuk

bebas mengeksploitasi manusia yang lain.

Pengalaman masa lalu, telah memberikan pelajaran yang berharga bagi kita

bahwa penegakan hukum yang didirikan di atas paradigma walaupun tampaknya

52

Topo Santoso, “Suatu Tinjauan Atas Efektifitas Pemidanaan”, Hukum Pidana Dalam

Perspektif, Agustinus Pohan, Topo Santoso, Martin Moerings (Ed), Edisi. I, Denpasar (Pustaka

Larasan); Jakarta (Universitas Indonesia), Universitas Leiden, Universitas Groningen, 2002, Hal.

212. 53

Ibid. 54

Sartjipto Rahardjo, Hukum dalam Jaga Ketertiban, ( Jakarta: UKI Press, 2006) hal. 98

Page 54: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

34

hebat, di atas angin dan ditakuti oleh masyarakat, namun dengan bergulirnya era

reformasi yang ditandai oleh semakin kritisnya masyarakat terhadap penegakan

hukum, dijaminnya kebebasan berbicara dan kontrol sosial serta tingginya

tuntutan akan keterbukaan dan akuntabilitas publik, maka terbukti bahwa sikap

tersebut pada akhirnya runtuh dan tidak dapat bertahan. Kenayataannya patut

diakui bahwa ditegah upaya untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap

penegakan hukum, masih saja terdapat sejumlah oknum aparat penegak hukum

yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan zaman dan masih

menggunakan paradigma lama serta melakukan berbagai perilaku tidak terpuji

termasuk praktek korupsi seperti menerima suap terkait dengan pelaksaan

tugasnya.

Reformasi dalam penegakan hukum bak suatu obat yang paling manjur untuk

menyembuhkan kanker yang menggerogoti gambaran penegakan hukum di

Indonesia, untuk itu diperlukan pengoptimalan penegakan hukum secara

sistematis penuh ketekunan dan yang utama adalah kesungguhan dari segala strata

masyarakat dalam menyatukan hasrat dan keinginan untuk menghiasi wajah

penegakan hukum di Indonesia supaya menjadi lebih berseri. Diperlukan lebih

dari sekedar peraturan, namun juga suatu bentuk peraturan perundang-undangan

yang lebih aplikatif, menyeluruh dan tidak menimbulkan multi tafsir agar lebih

memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan.

Penegakan hukum juga memerlukan aparatur penegak hukum yang mampu

secara profesional, berintegritas, berdisiplin tinggi, memilik sarana dan prasarana

yang memadai, serta adanya kesadaran hukum masyarakat yang tinggi. Hadirnya

lembaga-lembaga baru yang mewarnai dinamika penegakan hukum di tanah air

Page 55: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

35

kiranya dapat dijadikan sebagai mitra bersinergi sekaligus memberikan motivasi

kepada elemen-elemen penegak hukum yang sudah ada untuk meningkatkan

kualitas dan performanya untuk memenuhi ekspektasi masyarakat.

2.4 Kedudukan Sentral Kejaksaan Republik Indonesia

Mencermati Kejaksaan Republik Indonesia dalam kedudukan sentralnya

sehubungan dengan penegakan hukum di Indonesia mengarahkan kita kepada

keberadaan kejaksaan sebagai salah satu susbsistem dari suatu sistem hukum.

Oleh karena itu, sebelum lebih jauh membahas kedudukan sentral Kejaksaan

dalam penegakan hukum terlebih dahulu kita pahami pengertian sistem hukum.

R. Subekti55

menjelaskan bahwa sistem hukum adalah suatu susunan atau

tatnan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang

berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari

suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan. Sementara itu, Sudikno

Mertokusumo mengatakan bahwa sistem hukum adalah suatu kesatuan yang

terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja

sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.56

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa

Putra, lebih jauh mengatakan bahwa pada hakikatnya sistem hukum merupaka

suatu kesatuan sistem besar yang tersusun atas sub-sistem yang kecil, yaitu

subsistem pendidikan, pembentukan hukum, penerapan hukum, dan lain-lain yang

hakikatnya meruapakan sistem tersendiri dengan proses tersendiri pula, hal ini

55

H. Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Adhitya Bakti, Bandung,

1999, hlm. 169. 56

Ibid.

Page 56: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

36

menunjukkan sistem hukum sebagai suatu kompleksitas sistem yang

membutuhkan kecermatan yang tajam untuk memahami keutuhan prosesnya.57

Hal terpenting bagi suatu proses sistem adalah keseimbangan potensi dan fungsi

masing-masing komponennya. Kerusakan salah satu komponen dapat merusak

keseimbangan global, dan karenanya juga akan berpengaruh terhadap perwujudan

tujuan sistem itu. Hakikat dari suatu pembangunan sistem adalah pembangunan

terhadap komponen-komponen nya.58

Berbagai pendapat di atas menjelaskan bahwa kedudukan sentral Kejaksaan

Republik Indonesia dalam penegakan hukum di Indonesia, sebagai salah satu

subsistem hukum yang berada dalam satu kesatuan yang teratur dan terintegrasi,

saling mempengaruhi dan saling mengisi dengan susbsistem lainnya untuk

mencapai tujuan dari sistem hukum tersebut. Apabila dipandang dari aspek

kelembagaan penegakan hukum di Indonesia selain Kejaksaan, ada juga lembaga

lain seperti Hakim, Polisi, Advokat/penasihat hukum/pengacara, lembaga

pemasyarakatan yang menjadi susbsistem hukum dalam penegakan hukum di

Indonesia. Dilihat dari aspek kewenangannya, dikenal beberapa susbsistem

hukum, antara lain kewenangan: penyidikan, penuntutan, dan penghukuman.

Hubungannya dengan upaya penegakan hukum di Indonesia, Soerjono

Soekanto mengatakan bahwa “hukum dan penegak hukum merupakan sebagian

faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan, jika diabaikan akan

menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan.59

57

Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju, Bandung,

2003, hlm. 151. 58

Ibid., hlm. 152. 59

Soerjono Soekanto., Loc., Cit.

Page 57: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

37

Kedudukan sentral Kejaksaan Republik Indonesia dalam konteks sistem

ketatanegaraan tersebut, idealnya Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-

undang organik sebagai susbordinatnya mengatur sistem ketatanegaraan

Indonesia, seperti pendapat Logemann dan beberapa ahli lainnya.

Kedudukan dan fungsi Kejaksaan seharusnya diatur dengan tegas dalam

Undang-Undang Dasar 1945 atau Konstitusi dan di dalam Undang-Undang oranik

yang mengatur keberadaan Kejaksaan, termasuk mengenai siapa yang memilih,

mengangkat, menetapkan, mengesahkannya, bagaimana prosedur/mekanisme

pemilihan, pengangkatan, penetapan, pengesahannya, dan pertanggungjawaban

atas tugas dan kewajibannya. Pertimbangan ini menunjukkan bahwa Kejaksaan

adalah bagian integral dari sistem ketatanegaraan, sebagai aparatur yang

mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang penegakan hukum di Indonesia.

Kedudukan Kejaksaan seharusnya diatur secara tegas di dalam UUD 1945, seperti

halnya Kepolisian Republik Indonesia dan Badan Peradilan, namun pada

kenyataannya perihal kedudukan dan fungsi Kejaksaan hanya tersirat (implisit)

diatur di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea IV, di dalam

Pasal 24 Ayat 3, dan di dalam Pasal II Aturan Peralihan.

Kemudian di dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia, Pasal 2 ayat 1 menegaskan bahwa “Kejaksaan Republik

Indonesia, selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut Kejaksaan, adalah

lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaa negara di bidang penuntutan

dan kewenangan lain berdasarkan undang-undang”. Sementara itu, tugas dan

wewenang Kejaksaan diatur dalam Pasal 30, 31, 32, 33, dan 34 undang-undang

ini.

Page 58: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

38

Tugas dan wewenangnya di bidang pidana, perdata, dan tata usaha negara, dalam

bidang ketertiban dan ketentraman, serta diserahi tugas dan wewenang lain

berdasarkan undang-undang.

Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan diatur secara eksplisit

atau implisit di dalam UUD 1945, yang pasti adalah Kejaksaan Republik

Indonesia menjadi susbsistem dari sistem ketatanegaraan Indonesia sebagaimana

diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kejaksaan sebagai pengendali

proses perkara atau Dominus Litis mempunyai kedudukan sentral dalam

penegakan hukum, karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan

apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti

yang sah sebagaimana menurut hukum acara pidana. Selain sebagai penyandang

Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana

putusan pidana (executive ambtenaar). Masyarakat sangat mendambakan institusi

Kejaksaan dapat berfungsi secara optimal dalam menegakkan supremasi hukum

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta dapat berfungsi menjadi tulang

punggung reformasi. Sebab, pada dasarnya makna reformasi adalah kembali ke

jalur hukum dan konstitusi sebagai prasyarat bagi tegaknya demokrasi dan civil

society yang dicita-citakan.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 dan kemudian

Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

kedudukan Kejaksaan menjadi lebih kukuh sebagai lembaga pemerintah yang

semula dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 1961 Tantang Ketentuan-ketentuan

Pokok Kejaksaan Republik Indonesia, kedudukan Kejaksaan masih disebut alat

negara penegak hukum.

Page 59: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

39

Pada kenyataannya di dalam prakteknya selama 32 tahun rezim Orde Baru

berkuasa, yang terjadi adalah supremasi kekuasaan, bukan supremasi hukum.60

Mewujudkan Kejaksaan yang profesional, modern dan berintegritas bukanlah

merupakan sesuatu yang jatuh begitu saja dari langit, melainkan diperlukan kerja

keras dan langkah konkrit yang bersifat multidimensi, baik dari sisi jaminan

konstitusional, rancang bangun perundang-undangan, dan penguatan

kelembagaan. Sejak tahun 2005, Kejaksaan telah secara aktif menyusun dan

melaksanakan program pembaharuan Kejaksaan yang meliputi 5 aspek yaitu61

:

1. Aspek pembaharuan organisasi dan tata kerja Kejaksaan dan sumber daya

manusia;

2. Pembaruan organisasi dan tata kerja bidang Kejaksaan;

3. Pembaruan manajemen perkara;

4. Pembaruan sistem pengawasan Kejaksaan.

Kelima aspek pokok tersebut di atas kemudian dijabarkan menjadi 12 program

sebagai berikut:

1. Pembaruan organisasi tata kerja Kejaksaan;

2. Pembaruan sistem rekrutmen;

3. Pembaruan sistem pendidikan dan pelatihan;

4. Pembaruan sistem pembinaan karir;

5. Pembaruan organisasi dan tata kerja bidang intelejen Kejaksaan;

6. Penyusunan standar minimum sarana dan prasarana Kejaksaan;

7. Peninjauan kembali dan pengembangan sistem manajemen

anggaran/keuangan Kejaksaan;

8. Peningkatan anggaran penanganan kasus korupsi, HAM, terorisme,

pencucian uang dan pencurian kekayaan hutan dan laut;

9. Peningkatan tunjangan fungsional jaksa;

10. Pengembangan sistem manajemen informasi penanganan perkara dan

kewenangan lainnya;

11. Pengingkatan kerjasama antar institusi terkait dalam upaya penegakan

hukum dan kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat.

12. Pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel.

60

Marwan Effendy., Op. Cit., hlm. 106. 61

Dr. Jan S. Maringka. 2017. Reformasi kejaksaan dalam sistem hukum nasional. Jakarta:

PT. Sinar Grafika

Page 60: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

40

Namun demikian seiring berjalannya waktu, berbagai program pembaruan yang

telah dicanangkan oleh Kejaksaan tersebut, tentunya tidak dapat berjalan sendiri

tanpa didukung oleh komitmen pemangku kepentingan lainnya seperti pembentuk

undang-undang, pemerintah dan masyarakat dalam ikut mengambil bagian dalam

langkah penguatan Kejaksaan, sebagai bagian tidak terpisahkan dalam upaya

mewujudkan penegakan hukum yang adil dan akuntabel bagi seluruh rakyat

Indonesia.62

Persiapan dalam rangka menghadapi perubahan masyarakat yang cepat,

diperlukan sumber daya manusia Kejaksaan, khususnya Jaksa yang handal,

berkualitas dan berintegritas yang pada gilirannya membutuhkan strategi

pengembangan sistem rekrutmen dan seleksi, implementasi pengembangan karir,

implementasi pengembangan administrasi kepegawaian, implementasi pendidikan

dan pelatihan, serta pemberian kompensasi yang layak dan setimpal dengan beban

tugas yang dipikul serta resiko yang dihadapi. Sehingga jelas bahwa dalam upaya

pengembangan organisasi dan sumber daya manusia di tubuh Kejaksaan, perlu

diperhatikan berbagai sifat kekhususan terkait dengan tugas dan fungsinya selaku

penegak hukum.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka di tengah kebijakan Pemerintah

Jokowi-JK untuk mereformasi lembaga penegak hukum, menarik untuk dikaji

ulang tentang ketentuan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang

menyamaratakan struktur kelembagaan Kejaksaan dengan aparatur sispil negara

lainya. Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil

Negara tentu saja menimbulkan polemik dalam upaya melakukan reformasi di

62

Ibid., hlm. 93.

Page 61: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

41

tubuh Kejaksaan Republik Indonesia, mengingat dengan dikecualikannya

Kepolisian Republik Indonesia dari kedudukan sebagai Aparatur Sipil Negara,

serta posisi hakim yang sejak semula berdasarkan UU No. 43 Tahun 1999 tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian dan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman telah berstatus sebagai pejabat negara, maka praktis Kejaksaan

merupakan satu-satunya aparatur penegak hukum yang masuk dalam kualifikasi

sebagai Aparatur Sipil Negara.

Kondisi ini jelas menimbulkan implikasi terhadap terhadap independensi dan

jalur pembinaan profesi Jaksa, yang sebenarnya telah diatur secara khusus dalam

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Mengacu sistem

manajemen Aparatur Sipil Negara yang memberlakukan standar pembinaan,

pengukuran kerja, dan struktur organisasi yang sama bagi seluruh aparatur sipil

negara, maka kedudukan jaksa sebagai bagian dari ASN dipandang akan

menghilangkan berbagai sifat khusus profesi penegak hukum ini yang telah

dijamin secara tegas secara internasional melalui UN Guideline on The Role of

Prosecutor tahun 19990, IAP Standard Protection of Prosecutor, dan UNODC

dan IAP The Status and Role Prosecutor Tahun 2014.63

Selanjutnya, keberadaan institusi Kejaksaan sebagai bagian dari ASN jelas

dirasakan tidak sesuai dengan karakteristik kinerja penegakan hukum yang

sejatinya bukanlah merupakan sebuah industri. Sebagai konsekuensi logis dari

prinsip tersebut, maka proses penegakan hukum tidak lagi dapat dipandang

sebagai sebuah mesin pabrik yang bekerja dengan kecepatan tinggi untuk

63

Ibid., hlm. 95.

Page 62: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

42

sebanyak-banyaknya memproses setiap laporan yang masuk menjadi “barang

jadi”, yaitu dalam hal ini dihukumnya mereka yang terbukti bersalah.

Faktor kuantitas output pada akhirnya harus dikorbankan demi mewujudkan suatu

proses hukum yang adil yang juga tidak kalah pentingnya dalam upaya

menciptakan rasa aman bagi masyarakat.64

Berkaitan dengan konteks di atas maka kinerja Kejaksaan dalam menangani

perkara tidaklah dapat disamakan dengan kinerja aparatur sipil negara lainnya

yang dapat dinilai dari kuantitas output yang dihasilkan. Sebaliknya, ukuran

keprofesionalitas serta keberhasilan penegakan hukum justru dapat dikatakan

tercapai apabila mampu menciptakan kesadaran masyarakat untuk mematuhi

hukum serta menekan tingkat kejahatan yang ada di tengah-tengah mayarakat.

2.5 Sejarah Kejaksaan di Indonesia

Dalam perjalanannaya, institusi Korps Adhyaksa yang telah ada sebelum

Indonesia merdeka sampai sekarang memang tidak dapat dipisahkan dari riwayat

kekuasaan yang ada di negeri ini. Kontruksi Kejaksaan baik sebagai bagian dari

pengadilan, lembaga negara yang berdiri sendiri, maupun dalam bentuknya

sebagai lembaga pemerintahan yang berada di bawah kekuasaan Eksekutif, erat

kaitannya dengan bagaimana pemerintahan saat itu hendak memposisikan

Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan yang ada, hal ini dapat terjadi karena

tidak terdapat landasan yang jelas mengenai kedudukan Kejaksaan dalam

konstitusi di Indonesia.65

Selama ini kedudukan Kejaksaan mengalami perubahan

baik dari kelembagaan maupun pengaturannya di dalam perundang-undangan.

64

Mardjono Reksodiputro, Op. Cit., hlm. 34-35. 65

Dr. Jan S Maringka, Op., Cit., hlm. 21

Page 63: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

43

Sejak zaman dahulu sistem Kejaksaan sudah ada pada zaman Kerajaan

Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa kerajaan Majapahit di mana terdapat

beberapa jabatan yang dinamakan Dhyaksa, Adhyaksa, dan Dharmadhyaksa.

Jabatan-jabatan tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuno, dari kata-kata yang sama

dalam bahasa sansekerta.66

Menurut sudut pandang sejarah, riwayat Kejaksaan di

Nusantara diperkirakan jauh melewati usia Kejaksaan dalam sistem

ketatanegaraan yang ada. Menurut W.F. Stutterheim, seorang peneliti Belanda,

Dhyaksa adalah pejabat negara di zaman Majapahit di saat Prabu Hayam Wuruk

tengah berkuasa (1350-1389).

Dhyaksa diberi tugas untuk menangani masalah-masalah peradilan dengan

kapasitas kedudukannya seperti itu untuk Mahapatih Gajah Mada.67

Kedudukannya itu, menurut Krom dan Van Vollenhoven, Gajah Mada adalah

Adhyaksa.68

Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan Dhyaksa adalah Hakim Pengadilan, sedangkan Adhyaksa

Hakim Tertinggi yang memimpin dan mengawasi Dhyaksa tadi. Kesimpulan

tersebut sejalan dengan pendapat H.H. Juynboll yang mengatakan bahwa

Adhyaksa adalah pengawas atau hakim tertinggi.

Tugas Gajah Mada dalam urusan penegakan hukum bukan sekedar sebagai

Adhyaksa melainkan juga sebagai pelaksana segala peraturan raja dan melaporkan

perkara-perkara sulit ke pengadilan. Tugas yang disebut belakangan ini mirip

benar dengan tugas Jaksa selaku penyerah pada dewasa ini, tugas Gajah Mada itu

sejalan dengan latar belakang ajaran rechtstaat, yaitu kekuasaan raja yang utama

66

Marwan Effendi., Op. Cit., hlm. 56 67

W.F. Stutterheim, Het H indoisme in den Aprchipel, A. W. Sijthoff‟s Uitgeversmij. M.

V, Leiden, hlm. 113. 68

Kusumadi Poedjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Aksara, Jakarta,

1971, hlm. 49.

Page 64: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

44

adalah membuat peraturan melalui keputusan-keputusannya yang didelegasikan

kepada pejabat-pejabat pemerintah, dan ajaran the rule of law, yaitu kekuasaan

raja yang utama adalah mengadili, sehingga hakim-hakim mendapat delegasi dari

raja untuk mengadili perkara di pengadilan.

Sejarah Kejaksaan Indonesia dapat diruntut hingga ke masa kolonial. Pada

masa penjajahan Belanda, pemerintah saati itu mengundangkan Reglement op de

Rechterlijke Organisatie (RO) yang bertugas merumuskan bdan Penuntut Umum

Openbaar Ministrie (OM) Tahun 1932. Badan Penuntut Umum ini diperluas

wewenangnya berdasarkan Wetboek van Strafvordering yang diadopsi dari hukum

di negeri Belanda menjadi Reglement op de Strafvordering. Peraturan ini

sayangnya lebih berpihak kepada pejabat kolonial sebagaimana ditunjukkan pada

pasal 27 Algemeine Bepaling van Wetgeving. Dalam pasal ini disebutkan kalau

hanya pegawai yang diberi wewenang melakukan penuntutan dan yang dapat

memberi tuntutan, pengaduan partikelir tidak dapat diproses lebih jauh jika

pejabat bersangkutan tidak tertarik melakukan penuntutan. Pada tahun 1932,

peraturan tersebut kembali diperbaharui menjadi Herziene Inslanch Reglement

(HIR). Badan Penuntut Umum kemudian dipimpin oleh Procureur General yang

setara dengan Mahkamah Agung Hindia Belanda yang berkedudukan di Batavia.69

Sebelum merdeka, Lembaga penuntutan baru hadir ketika pemerintah Hindia

Belanda memberlakukan Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie pada

18 April 1827 dengan mengadopsi sistem yang berlaku di Prancis. Asas

konkordansi juga kemudian diterapkan di negeri ini, terutama setelah

pemberlakuan paket perundang-undangan baru sejak 1 Mei 1848, sejak itulah

69

RM Surachman dan Andi Hamzah, Jaksa di Berbagai Negara, Peranan dan

Kedudukannya, Jakarta: Sinar Grafika, 1996, hlm. 31

Page 65: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

45

dikenal procuceur general, jabatan seperti jaksa agung sekarang. Pada masa

kemerdekaan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung. Oleh karena dipimpi Jaksa

Agung, maka kinerja Kejaksaan dipengaruhi oleh faktor Jaksa Agung sebagai

pejabat fungsional dan organisasi.70

Pada awal masa proklamasi kemerdekaan

indonesia, tepatnya pada tanggal 19 Agustus 1945 rapat PPKI memutuskan

mengenai kedudukan Kejaksaan berada di dalam lingkungan Departemen

Kehakiman.71

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 sistem hukum yang

berlaku tidak serta-merta berubah. Undang-undang ataupun berbagai peraturan

yang ada sebelum Indonesia merdeka tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar 1945. Fungsi Kejaksaan juga masih dipertahankan,

seperti yang tertuang di dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Pasal

tersebut diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945. Peraturan

Pemerintah tersebut mengamanatkan, sebelum Republik Indonesia membentuk

badan-badan dan peraturan negaranya sendiri sesuai dengan ketentuan UUD 1945,

segala badan dan peraturan yang ada masih berlaku.

Pada tanggal 22 Juli 1960, Presiden Sukarno mengeluarkan Keputusan

Presiden Nomor 204 Tahun 1960 yang secara tegas memisahkan Kejaksaan

Agung dari Kementrian Kehakiman dan Mahkamah Agung, dan menjadikannya

sebagai suatu institusi yang berdiri sendiri dan merupakan bagian langsung dari

kabinet. Inilah landasan hukum pertama yang menempatkan Kejaksaan

sepenuhnya sebagai bagian dari ranah kekuasaan eksekutif. Kebijakan Presiden

tersebut dalam perkembangannya diikuti dengan lahirnya Undang-Undang Nomor

70

Suhadribroto, Reprofesionalisasi Kinerja Kejaksaan, diakses dari www.google.com, pada

tanggal 29 Mei 2013 71

Marwan Effendy, Op. Cit., hlm. 67

Page 66: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

46

15 Tahun 1961 (LN 1961 No. 254) tentang Pokok-Pokok Kejaksaan Republik

Indonesia (sekarang UU No. 16 Tahun 2004), yang walaupun dalam

konsiderannya mengatakan bahwa Kejaksaan bukanlah “alat pemerintah”, tetapi

“alat negara”, namun dalam penjabarannya secara implisit menggambarkan bahwa

Kejaksaan bukanlah bagian dari organ kekuasaan yudikatif, sebagaimana Presiden

telah mengangkat Menteri/Jaksa Agung sebagai anggota kabinet.

Apabila kita melihat kondisi yang berkembang pada saati itu, maka jelaslah

bahwa dipisahkannya Kejaksaan dari institusi Pengadilan dan ditempatkan

langsung sebagai bagian dari kabinet di bawah Presiden tidak terlepas dari tarik

menarik kepentingan politik. Dalam suasana demokrasi terpimpin maka seluruh

kekuasaan negara yang seharusnya berfungsi sebagai penyeimbang dari

kekuasaan pemerintah, atas dasar kepentingan revolusi ditempatkan di bawah

kekuasaan penguasa, hal ini dapat jelas terlihat dengan diberikannya status

Menteri kepada Fungsionaris MPRS dan Ketua Mahkamah Agung. Khusus

terhadap kelembagaan pengadilan, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehakiman, maka kedudukan

pengadilan yang seharusnya mandiri dan bebas dari campur tangan pihak

manapun tidak jelas.

Menurut pasal 7 ayat (3) UU No. 19 Tahun 1964 pengadilan secara

organisatoris administratif dan finansial ada di bawah kekuasaan pemerintah yaitu

Departemen Kehakiman, Departemen Agama, dan Departemen-departemen dalam

lingkungan Angkatan Bersenjata. Selanjutnya menurut pasal 19, demi

kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan mayarakat

yang sangat mendesak, Presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal-soal

Page 67: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

47

pengadilan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka jelaslah bahwa

dipisahkannya Kejaksaan dari Pengadilan dan berdiri menjadi sebuah lembaga

sendiri, bukanlah didasarkan pada pertimbangan untuk menciptakan kemandirian

kelembagaan Kejaksaan dalam melaksanakan fungsinya, melainkan justru lahir

dari kehendak untuk melekatkan fungsi penuntutan sebagai alat rezim yang

berkuasa saat itu.

Pada masa pemerintahan Soeharto, muncul wacana untuk mereformasi bidang

peradilan agar sejalan dengan perkembangan dunia dan kompleksitas di

masyarakat. Wacana ini sayangnya tidak dapat diimplementasikan karena sifat

pemerintahan orde baru yang lebih cenderung militeristik dan otoriter. Kejaksaan

dan profesi jaksa pada masa ini lebih pada usaha mempertahankan kekuasaan dan

kepentingan pembangunan yang dalam beberapa hal bertentangan dengan

semangat keadilan dan kebebasan yudikatif. Keruntuhan Soeharto di tahun 1998

membawa pada kemunculan kembali wacana reformasi tersebut. Reformasi yang

terjadi hingga tatanan politik pasca orde baru kemudian menghasilkan sejumlah

usaha untuk memperbaiki fungsi Kejaksaan. Pada tahun 1999, Kejaksaan Agung

mewacanakan kembali upaya optimalisasi pengabdian institusi Kejaksaan.dalam

usaha ini, basis pengabdian Lembaga Kejaksaan dan profesi Jaksa diharapkan

sebagai penyelenggara dan pengendali penuntutan atau selaku dominus litis dalam

batas yurisdiksi negara.72

Komitmen untuk melakukan reformasi hukum muncul pada Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-

2004. Undang-Undang ini berkomitmen untuk membentuk supremasi hukum dan

72

Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Kejaksaan Agung RI, Pokok-Pokok Rumusan Hasil

Sarasehan Terbatas Platform Upaya Optimalisasi Pengabdian Institusi Kejaksaan, (Jakarta,

Kejaksaan Agung RI, 1999), hlm. 2

Page 68: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

48

pemerintahan yang baik. Terdapat empat program terkait hukum yang diberikan

yaitu:

1) Program Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

2) Program pemberdayaan lembaga peradilan dan penegak hukum lainnya

3) Program penuntasan kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme serta

pelanggaran hak asasi manusia

4) Program peningkatan kesadaran hukum dan pengembangan budaya

hukum.

Namun demikian, begitu banyaknya pihak yang memberikan idenya

mengenai reformasi kejaksaan membuat usaha ini macet dalam tarik ulur politik

yang sulit memperoleh jalur temu. Hal tersebut umum terjadi di Negara pasca

otoritaarian seperti Negara-Negara pasca komunis di Eropa Timur, perlu waktu

lima tahun untuk Undang-Undang Kejaksaan baru lahir.73

Pada tahun 2004,

lahirlah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1991. Disebutkan di dalam pasal 37 bahwa wewenang Kejaksaan tidak lagi

hanya pada bidang pidana, namun juga mencakup Perdata maupun Tata Usaha

Negara.

Peran Jaksa Agung menjadi sangat penting bagi hukum di Indonesia dan

masyarakat berharap bahwa Jaksa Agung lebih mementingkan kebutuhan

masyarakat, bukannya eksekutif.74

Hal ini tercermin di dalam pasal 8 ayat (3) dan

(4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia, dalam pasal ini disebutkan kalau Jaksa dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya harus berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma

73

Selo Soemardjan (editor), 1993, Hukum Kenegaraan Republik Indonesia: Teori, Tatanan,

dan Terapan, (Jakarta: Gramedia) hlm. 130 74

Moh Mahfud MD, 1998, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES, hlm. 22

Page 69: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

49

keagamaan, kesopanan, kesusilaan, dan wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan,

hukum, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat, sehingga dapat dicapai

supremasi hukum yang ideal. Supremasi hukum yang ideal dalam hal ini adalah

merupakan cita-cita reformasi yang telah dimunculkan sejak tahun 1998, enam

tahun sebelumnya.

Page 70: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

50

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan

cara melakukan penelusuran terhadap undang-undang organik tentang Kejaksaan,

mengkaji Undang-Undang Dasar 1945, dan risalah pengaturan kedudukan

Kejaksaan sehingga dapat memberikan gambaran yang sistematis mengenai

peraturan hukum dan fakta-fakta sebagai pelaksanaan peraturan perundang-

undangan khususnya mengenai Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia

menurut Undang-Undang Dasar 1945.75

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan ruang lingkup dan identifikasi masalah sebagaimana yang telah

diuraikan, untuk mengkaji secara komprehensif pokok permasalahan akan

ditelusuri dengan menggunakan jenis penelitian normatif, yaitu penelitian yang

dilakukan atau ditunjukkan hanya pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan-

bahan hukum lain. Pendekatan normatif menggunakan data sekunder, yaitu untuk

mengetahui pengaturan mengenai kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia

Menurut Undang-Undang Dasar 1945 dengan menggunakan studi kepustakaan

75

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UII-Pers, 2012, hlm. 96.

Page 71: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

51

yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum, dan

sejarah hukum Kejaksaan Republik Indonesia.

3.2 Pendekatan Masalah

Pendekatan permasalahan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

pertama, pendekatan perundang-undangan (statue approach); kedua, pendekatan

konseptual (conceptual approach); dan ketiga, pendekatan sejarah (historical

approach).76

Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk meneliti,

memahami, dan mendalami serta menelaah berbagai peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia.

Kemudian pendekan konseptual digunakan dalam penelitian ini untuk interpretasi

Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Kedudukan Kejaksaan Republik

Indonesia. Pendekatan historis dimaksudkan untuk menelusuri kedudukan

Kejaksaan Republik Indonesia di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan

Undang-Undang lainnya yang berkaitan dengan kedudukan Kejaksaan.

3.3 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder77

, yaitu data

yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah

ada, yaitu berupa:

1. Bahan Hukum Primer, berupa :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

76

Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group 77

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1983), hlm. 12-23

Page 72: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

52

b. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia

c. Peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan denga kedudukan

Kejaksaan Republik Indonesia.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasn

mengenai bahan hukum primer, berupa :

a. Doktrin atau pendapat ahli hukum ketatanegaraan

b. Buku-buku tentang metode penelitian hukum dan kedudukan

Kejaksaan

c. Jurnal Ilmiah

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan hukum sekunder yang

berupa Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).78

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data dalam

penelitian ini adalah studi kepustakaan. Dalam studi kepustakaan ini cara yang

dilaukukan adalah dengan membaca, mempelajari, dan menafsirkan, dan

menganalisis peraturan perundang-undangan, studi dokumen tertentu baik

dokumen hukum yang dipublikasikan melalui media cetak mapun media

elektronik serta studi catatan hukum berupa buku-buku literatur atau bahan tertulis

lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas kemudian

dilakukan pencatatan atau pengutipan data tersebut.

78

Soerjono Soekanto, Op., Cit, hlm. 51-52

Page 73: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

53

3.5 Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut79

:

1. Pemeriksaan data, yaitu mengoreksi apakah data-data yang diperlukan

telah terkumpul dan cukup lengkap, sudah benar, dan sudah sesuai atau

relevan dengan masalah;

2. Seleksi data, yaitu memeriksa secara keseluruhan data dan bahan hukum

untuk menghindari kesalahan data dan kekurangan data yang

berhubungan dengan permasalahan;

3. Penandaan data, yaitu pemberian kode atau tanda pada data-data yang

telah diedit;

4. Rekontruksi data, yaitu data disusun secara teratur, berurutan dan logis

sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan;

5. Sistematisasi data, yaitu menempatkan data-data menurut kerangka

sistematik bahasan urutan masalah.

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh mengenai pengaturan kedudukan Kejaksaan di dalam

Undang-Undang Dasar 1945, tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif

kualitatif menggunakan metode deduktif, yaitu dengan memaparkan keterangan

dari data yang diperoleh secara jelas dan terinci dalam bentuk uraian kalimat

dimulai dari hal yang umum ke hal yang khusus tentang Kejaksaan. Berdasarkan

analisis tersebut maka akan mendapatkan gambaran kenyataan-kenyataan yang

ada mengenai pengaturan Kejaksaan.

79

Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti, hm. 126

Page 74: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

93

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan yang ada dengan pembahasan yang sudah penulis

lakukan tentang skripsi yang berjudul Kedudukan Kejaksaan republik Indonesia

Menurut Undang-Undang Dasar 1945 ini, penulis mengambil kesimpulan

bahwasanya:

1. Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia belum diatur secara tegas di dalam

Undang-Undang Dasar 1945 meskipun Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 telah

menetapkan kata Badan terhadap institusi penegak hukum yang fungsinya terkait

dengan kekuasaan kehakiman, belum secara eksplisit mengatur kedudukan dan

fungsi Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004

tentang Kejaksaan Republik Indonesia sendiri masih menetapkan Kejaksaan

sebagai “lembaga pemerintahan” dan Jaksa Agung adalah pembantu Presiden

karena diangkat dan diberhentikan oleh Presiden serta bertanggung jawab kepada

Presiden.

2. Pengaturan kedudukan Kejaksaan dalam Undang-Undang Dasar 1945 saat ini

adalah lemah secara hukum, sehingga perlunya formulasi pengaturan tentang

Kejaksaan dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945 ke depannya untuk

Page 75: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

94

lebih memantapkan kedudukan dan fungsi Kejaksaan dalam penegakan hukum

khususnya bidang penuntutan yang mandiri dan independen tanpa campur tangan

kekuasaan pihak manapun.

3. Pengaturan Kejaksaan dalam Amandemen kelima Undang-Undang Dasar

1945 diharapkan menjadi solusi permasalahan mengenai kedudukan Kejaksaan

dengan rekomendasi perubahan UUD 1945 yang telah saya sampaikan dalam

pembahasan skripsi di atas. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua

pihak, termasuk penulis sendiri dan dapat menjadi kontribusi dalam

menyelesaikan permasalahan Hukum Tata Negara yang ada khususnya dalam

bidang kelembagaan/ketatanegaraan.

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis lakukan terhadap skripsi

mengenai Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia Menurut Undang-Undang

Dasar 1945 penulis memberikan saran yaitu:

1. Kejaksaan Republik Indonesia di masa yang akan datang sesuai dengan

karakteristik sistem ketatanegaraan, diharapkan menjadi “badan negara”, secara

eksplisit tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 terpisah dari lembaga

Yudikatif, dan Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden berdasarkan

persetujuan DPR yang bertanggung jawab kepada publik secara transparan,

fungsinya diatur di dalam Undang-Undang baik tugasnya sebagai penyidik tindak

pidana tertentu maupun dalam melaksanakan kekuasaan negara di bidang

penuntutan yang mandiri dan independen melalui Amandemen UUD 1945 kelima

khususnya pengaturan tentang Kejaksaan.

Page 76: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

95

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku :

Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : PT.

Citra Aditya Bakti, hm. 126

Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, hlm. 54.

Ahmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Penyebab dan Solusinya,

(Jakarta; Ghalia Indonesia: 2001) hal. 74.

A. Hamid S. Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara,” Disertasi, Pascasarjana UI,

Jakarta, 1990, hlm. 116.

A. M. Fatwa, 2009, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: PT

Komas Media Nusantara

Antonius Sujata, Reformasi dalam Penegakan Hukum, Penerbit, Djembatan,

Jakarta, 2002, hlm. 143.

A. Rachaman. Sistem Politik Indonesia. Bab XI: Badan Yudikatif. Pusat

Pengembangan Bahan Ajar-UMB.

Dr. Jan S. Maringka. 2017. Reformasi Kejaksaan dalam Sistem Hukum Nasional.

Jakarta: PT. Sinar Grafika

E Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Cetakan ke-4,

1960, hlm. 51.

Geoffrey Marshall, Constitutional Theory, Oxford University Press, London,

1971, hlm. 97.

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, translate by Andres Wedberg,

Rusell and Russel, New York, 1973, hlm. 282-282.

Page 77: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

96

H.M.Rasjidi, Persoalan-Persoalan Filsafat, Jakarta, Bulan Bintang, 1984, hlm.

174.

H. Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Adhitya Bakti,

Bandung, 1999, hlm. 169.

Ismail Sunny, Pembagian Kekuasaan Negara, Aksara Baru, Jakarta, 1985, hlm.

15.

Ismail Sunny, Upaya Mewujudkan Demokrasi dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia Pasca Proklamasi 17 Agustus 1945, Makalah, Bandar Lampung,

24-26 Maret 2000, hlm. 8-10.

Jhon Locke, Two Trastises of Government, Peter Laslett. Ed., Cambrigdge, 1967,

hlm. 324.

Jimly Ashhiddiqie, 2010, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara

Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika.

Kusumadi Poedjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Aksara,

Jakarta, 1971, hlm. 49.

L.M.Friedman, The Legal System; A Social Perspective, New Yoork, Russel Sage

Foundation, 1975, hlm. 11.

Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju,

Bandung, 2003, hlm. 151.

Lukman Hakim, 2010, Kedudukan Hukum Komisi Negara di Indonesia, Malang:

Setara Press.

Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, hal.

85.

Mahfud MD, 2011, Perdebatan Hukum Tata Negara, Jakarta: PT. Rajawali Pers

Marwan Effendy, 2005, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya dari Perspektif

Hukum, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Mochtar Kusumaatmaja, Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung,

2002, hlm. 5.

Moh Mahfud MD, 1998, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES, hlm. 22

Mochtar Kusumaatmaja, Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung,

2002, hal. 5.

Page 78: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

97

M. Solly Lubis, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1976, hlm.

42.

Muhammad Jusuf, 2014, Hukum Kejaksaan : Eksistensi Kejaksaan Sebagai

Pengacara Negara dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara,

Surabaya : Laksbang Justitia.

Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid I, Prapanca,

Jakarta, 1959, hlm. 341.

Muhammad Alim, Trias Politica dalam Negara Madinah, ( Jakarta: Setjen dan

kepaniteraan MK, 2008), hlm. xii.

Muhammad Jusuf. 2014. Hukum Kejaksaan: Eksistensi Kejaksaan Sebagai

Pengacara Negara Dalam Perkara Perdata Dan Tata Usaha Negara.

Surabaya: Laksbang Justitia.

Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang, Cet. II, 2002, Hal 69. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Kejaksaan Agung RI, Pokok-Pokok Rumusan

Hasil Sarasehan Terbatas Platform Upaya Optimalisasi Pengabdian

Institusi Kejaksaan, (Jakarta, Kejaksaan Agung RI, 1999), hlm. 2

RM Surachman dan Andi Hamzah, Jaksa di Berbagai Negara, Peranan dan

Kedudukannya, Jakarta: Sinar Grafika, 1996, hlm. 31

Sartjipto Rahardjo, Hukum dalam Jaga Ketertiban, ( Jakarta: UKI Press, 2006)

hal. 98

Selo Soemardjan (editor), 1993, Hukum Kenegaraan Republik Indonesia: Teori,

Tatanan, dan Terapan, (Jakarta: Gramedia) hlm. 13

Sofian Effendi, Mencari Sistem Pemerintahan Negara, hlm. 8.

Soehino, 1985, Hukum Tata Negara, Liberty, Yogyakarta, hlm. 25-26.

Page 79: KEDUDUKAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT …digilib.unila.ac.id/28898/16/3. SKRIPSI FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · kekuasaan eksekutif namun dalam menjalankan peran ... Penulis

98

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Rajawali, Jakarta, 1983, hlm. 5.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UII-Pers, 2012, hlm.

96.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1983), hlm. 12-23

Suhadribroto, Reprofesionalisasi Kinerja Kejaksaan, diakses dari

www.google.com, pada tanggal 29 Mei 2013

Topo Santoso, “Suatu Tinjauan Atas Efektifitas Pemidanaan”, Hukum Pidana

Dalam Perspektif, Agustinus Pohan, Topo Santoso, Martin Moerings (Ed),

Edisi. I, Denpasar (Pustaka Larasan); Jakarta (Universitas Indonesia),

Universitas Leiden, Universitas Groningen, 2002, Hal. 212.

W.F. Stutterheim, Het H Indoisme In Den Aprchipel, A. W. Sijthoff‟s

Uitgeversmij. M. V, Leiden, hlm. 113.

Peraturan Perundang-Undang :

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981