kedaulatan negara
TRANSCRIPT
MUHAMMAD HANIF ARRADITYA
X MIA 5
26
Secara etimologis “negara” berasal dari bahasa asing Staat
(Belanda, Jerman) atau State (Inggris). Kata staat maupun
state berasal dari bahasa Latin yang berarti status, yaitu
“menempatkan dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, dan
menempatkan”. Menurut Niccolo Machiavelli meperkenalkan
istilah La Stato yang berarti negara sebagai kekuasaan. Kata
“negara” yang lazim digunakan di Indonesia berasal dari
bahasa sansakerta nagari atau nagara,yang berarti wilayah,
kota atau penguasa.
Maka dapat disimpulkan bahwa Negara adalah organisasi
yang didalamyan ada rakyat, wilayah, yang permanen dan
pemerintahahn yang berdaulat. Dalam arti luas, negara
merupakan kesatuan sosial yang diatur secara konstitusional
untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Dalam teori ini dijelaskan dua kedaulatan :
1. Kedaulatan Negara : kekuasaan tertinggi ada pada negara,
bukan pada kelompok orang yang menguasai kehidupan
negara, dan negaralah yang menciptakan hukum untuk
mengatur kepentingan rakyat.
2. Kedaulatan Hukum : Hukum memegang peranan dalam
negara, hukum lebih tinggi dari yang berdaulat.
TETAPI YANG AKAN DIBAHAS IALAH KEDAULATAN NEGARA
Pemerintah merupakan salah satu unsur konstitutif negara.
Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas
kekacauan, mengadakan perdamaian dan menyelaraskan
kepentingan-kepentingan yang bertentangan. Oleh karena itu
mustahil adanya masyarakat tanpa pemerintah. Untuk dapat
menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik dan efektif,
pemerintah menggunakan atribut hukum dari negara, yakni
Kedaulatan
Istilah kedaulatan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
Sovereignty yang dalam bahasa Italia disebut Sovranus.
Istilah-istilah itu diturunkan dari kata latin superanus yang
berarti tertinggi. Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi atau
kekuasaan yang tidak terletak dibawah kekuasaan lain.
Setiap negara dikatakan berkedaulatan karena kedaulatan
ialah merupakan suatu ciri atau sifat hakiki suatu negara.
Secara Sempit
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi suatu Negara
Secara Luas
Kedaulatan hak khusus untuk menjalankan kewenangan
tertingi atas suatu wilayah atau suatu kelompok orang, seperti
Negara atau daerah tertentu. Istilah kedaulatan dalam bahasa
Indonesia berarti kekuasaan atau dinasti pemerintahan.
Kedaulatan umumnya dijalankan oleh pemerintah atau
lembaga politik sebuah negara.
Kedaulatan negara dasarnya tidak bersifat mutlak (absolute)karena ada sejumlah faktor lain yang membatasinya.
Kedaulatan memiliki empat sifat dasar, yaitu:
1. PermanenKedaulatan itu tetap ada selama negara tetap berdiri.
2. AsliHukum kedaulatan itu tidak berasal dari kekuasaan yang lebihtinggi.
3. BulatTidak dapat dibagi-bagi, maksudnya bahwa kedaulatan itumerupakan satu-satunya kekuasaan yang tertinggi dalamnegara.
4. Tidak TerbatasKedaulatan itu tidak di batasi oleh siapa pun sebab apabilakedaulatan ini terbatas, tentu saja bahwa ini merupakankekuasaan yang tertinggi akan lenyap.
Kedaulatan adalah ciri atau atribut hukum dari negara, bahkankeberadaan kedaulatan itu lebih tua dari pada konsep negaraitu sendiri (Dahlan Thaib, 1989)
Teori kedaulatan pertama kali diperkenalkan Jeans Bodin(1539-1596). Menurut Jeans Bodin, Kedaulatan adalahkekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Kedaulatan sifatnyatunggal, asli, dan tidak dapat dibagi-bagi.
Tunggal berarti hanya ada satu kekuasaan tertinggi, tidak bisadibagi-bagi.
Asli berarti kekuasaan itu berasal atau tidak dilahirkan darikekuasaan lain.
Abadi berarti kekuasaan negara itu berlangsung terus-menerustanpa terputus-putus.
Kepala Negara, Pemerintah atau pemegang kekuasaan negaradapat berganti, tetapi kedaulatan negara kekuasaannyaberlangsung terus tanpa terputus-putus.
1. Kedaulatan Tuhan
(Kedaulatan berasal dari Tuhan yang diberikan kepada raja
atau penguasa.)
2. Kedaulatan Raja
(Kekuasaan terletak ditangan raja dan keturunannya.)
3. Kedaulatan Negara
(Hukum dan aktifutas pemerintahn merupakan kehendak
negara.)
4. Kedaulatan Hukum
(Hukumlah yang merupakan sumber kedaulatan.)
5. Kedaulatan Rakyat
(Kekuasaaan tertinggi berada di tangan rakyat.)
Teori ini merupakan teori kedaulatan yang pertama
dalam sejarah, mengajarkan bahwa negara dan pemerintah
mendapatkan kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal
segala sesuatu (Causa Prima). Menurut teori ini, kekuasaan
yang berasal dari Tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh
negara terpilih, yang secara kodrati ditetapkan-Nya menjadi
pemimpin negara dan berperan selaku wakil Tuhan di dunia.
Teori ini umumnya dianut oleh raja-raja yang mengaku
sebagai keturunan dewa, misalnya para raja Mesir Kuno,
Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda (Bidde Gratec
Gods, kehendak Tuhan), Raja Ethiopia (Haile Selasi, Singa
penakluk dari suku Yuda pilihan Tuhan). Demikian pula dianut
oleh para raja Jawa zaman Hindu yang menganggap diri
mereka sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.
Ken Arok bahkan menganggap dirinya sebagai titisan
Brahmana, Wisnu, dan Syiwa sekaligus.
Pelopor teori kedaulatan Tuhan antara lain:
1. Augustinus (354-430)
2. Thomas Aquino (1215-1274)
3. F. Hegel (1770-1831)
4. F.J. Stahl (1802-1861).
Karena berasal dari Tuhan, maka kedaulatan negara bersifat
mutlak dan suci. Seluruh rakyat harus setia dan patuh
kepada raja yang melaksanakan kekuasaan atas nama dan
untuk kemuliaan Tuhan. Menurut Hegel, raja adalah
manifestasi keberadaan Tuhan. Maka, raja/ pemerintah
selalu benar, tidak mungkin salah.
Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan Tuhan
berkembang menjadi Teori Kedaulatan Raja, yang
menganggap bahwa raja bertanggung jawab kepada dirinya
sendiri. Kekuasaan raja berada di atas konstitusi. Ia bahkan
tak perlu menaati hukum moral agama, justru karena “status”-
nya sebagai representasi/ wakil Tuhan di dunia. Maka, pada
masa itu kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya.
Peletak dasar utama teori ini adalah Niccolo Machiavelli
(1467-1527) melalui karyanya, Il Principe. Ia mengajarkan
bahwa negara harus dipimpin oleh seorang raja yang
berkekuasaan mutlak. Sedangkan Jean Bodin menyatakan
bahwa kedaulatan negara memang dipersonifikasikan dalam
pribadi raja.
namun raja tetap harus menghormati hukum kodrat, hukum
antar bangsa, dan konstitusi kerajaan (leges imperii). Di
Inggris, teori ini dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-
1679) yang mengajarkan bahwa kekuasaan mutlak seorang
raja justru diperlukan untuk mengatur negara dan menghindari
homo homini lupus.
Kedaulatan timbul bersamaan dengan berdirinya suatu
negara. Hukum dan konstitusi lahir menurut kehendak negara,
diperlukan negara, dan diabdikan kepada kepentingan
negara. Demikianlah F. Hegel mengajarkan bahwa terjadinya
negara adalah kodrat alam, menurut hukum alam dan hukum
Tuhan. Maka kebijakan dan tindakan negara tidak dapat
dibatasi hukum. Ajaran Hegel ini dianggap yang paling absolut
sepanjang sejarah. Para penganut teori ini melaksanakan
pemerintahan tiran, teristimewa melalui kepala negara yang
bertindak sebagai diktator. Pengembangan teori Hegel
menyebar di negara-negara komunis.
Peletak dasar teori ini antara lain: Jean Bodin (1530-1596), F.
Hegel (1770-1831), G. Jellinek (1851-1911), Paul Laband
(1879-1958).
Berdasarkan pemikiran teori ini, kekuasaan pemerintah
berasal dari hukum yang berlaku. Hukumlah (tertulis maupun
tidak tertulis) yang membimbing kekuasaan pemerintahan.
Etika normatif negara yang menjadikan hukum sebagai
“panglima” mewajibkan penegakan hukum dan penyelenggara
negara dibatasi oleh hukum. Pelopor teori Kedaulatan Hukum
antara lain: Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel Kant dan Leon
Duguit.
Teori ini menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi ada di
tangan rakyat. Pemerintah harus menjalankan kehendak
rakyat. Ciri-cirinya adalah: kedaulatan tertinggi berada di
tangan rakyat (teori ajaran demokrasi) dan konstitusi harus
menjamin hak asasi manusia.
Beberapa pandangan pelopor teori kedaulatan rakyat:
1. J.J. Rousseau menyatakan bahwa kedaulatan itu
perwujudan dari kehendak umum dari suatu bangsa merdeka
yang mengadakan perjanjian masyarakat (social contract).
2. Johanes Althuisiss menyatakan bahwa setiap susunan
pergaulan hidup manusia terjadi dari perjanjian masyarakat
yang tunduk kepada kekuasaan, dan pemegang kekuasaan
itu dipilih oleh rakyat.
3. John Locke menyatakan bahwa kekuasaan negara berasal
dari rakyat, bukan dari raja. Menurut dia, perjanjian
masyarakat menghasilkan penyerahan hak-hak rakyat kepada
pemerintah dan pemerintah mengembalikan hak dan
kewajiban azasi kepada rakyat melalui peraturan perundang-
undangan.
4. Montesquieu yang membagi kekuasaan negara menjadi:
kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif (Trias Politica).
Menurut teori modern, bentuk negara saat ini dibedaknmenjadi dua, yaitu negara kesatuan (unitaris) dan negaraserikat (federalis).
Bentuk Negara Indonesia
Periode 17 Agustus 1950 – sekarang
Negara serikat dirasakan kurang cocok bagi Indonesia.Karena bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,adat istiadat, agama, pulau-pulau, bahasa daerah, dankemajemukan yang tinggi mengakibatkan resiko perpecahantinggi. Dan kesulitan pemerintah federal mengatur negarabagian, membuat negara bagian cenderung ingin melepaskandiri dari RIS.
Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 [RIS] (Bentuk
Negara Serikat)
Dalam periode ini bentuk negara Republik Indonesia berubah
menjadi negara serikat. Sebetulnya bukan kehendak bangsa
Indonesia untuk memakai bentuk negara dan sistem
pemerintahan, politik, dan administrasi negara seperti ini,
namun keadaan yang memaksa demikian.
Periode 18 Agustus – 27 Desember 1949 (Bentuk Negara
Kesatuan)
Dalam masa ini bentuk negara sesuai dengan UUD45 yaitu
kesatuan dan bentuk pemerintahannya republik
Kedaulatan Menurut UUD 1945 Sebelum Perubahan.
Indonesia adalah salah satu negara yang menganut teori
kedaulatan rakyat. Hal itu terlihat dalam Pembukaan UUD
1945 yang berbunyi: “…..susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat…..”. selanjutnya dijelaskan pula
dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil dekrit 5 juli 1959 atau
sebelum perubahan yang berbunyi: “Kedaulatan adalah
ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”.
Menurut pasal tersebut maka MPR adalah penjelmaan rakyat
indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang memegang
kedaulatan rakyat sepenuhnya.
Kedaulatan Menurut UUD 1945 Setelah Perubahan.
Perubahan UUD 1945 ketiga tahun 2001 yang diantaranya
mengubah rumusan pasal 2 ayat (2) UUD 1945 yang
bunyinya menjadi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Perubahan
rumusan pasal 2 ayat (2) UUD 1945 tersebut membawa
kosekuensi dan implikasi yang signifikan terhadap fungsi dan
kewenangan dari lembaga negara, terutama pada lembaga
MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya.
Dengan demikian MPR tidak lagi sebagai satu-satunya
lembaga yang melakukan kedaulatan rakyat. Kedaulatan tetap
dipegang oleh rakyat, namun pelaksanaanya dilakukan oleh
beberpa lembaga negara yang memperoleh amanat dari
rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.