kedaruratan oral medicine

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA KEDARURATAN ORAL MEDICINE 2.1 Severe Erythema Multiforme Etiopatogenesis Eritema multiform merupakan reaksi yang di sebabkan oleh hipersensitivitas yang timbul baik secara ringan maupun berat yang terjadi pada kulit maupun membran mukosa, pada banyak kasus biasanya eritema multiform ini muncul karena adanya faktor lain yang menginisiasi. Pemicu yang paling utama pada EM adalah virus herpes simplex dan reaksi obat. Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan timbulnya reaksi EM diantaranya obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) oxycam; sulfonamide; obat anticonvulsant seperti carbamazepine, phenobarbital dan phenytoin; kombinasi trimethoprim-sulfonamide, allopurinol dan penicilin. Hubungan herpes simplex virus (HSV) dengan EM telah diketahui dari sekitar 50 tahun yang lalu. Antigen herpes yang terdapat pada kulit dan kompleks imun didapatkan dari pasien EM. Banyak penelitian yang mempercayai bahwa penyebab utama dari EM adalah respon sel-sel imun terhadap antigen HSV yang tersimpan di keratinosit dari kulit dan mukosa.

Upload: rifkuswoyo

Post on 01-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kedaruratan Oral Medicine

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KEDARURATAN ORAL MEDICINE

2.1 Severe Erythema Multiforme

Etiopatogenesis

Eritema multiform merupakan reaksi yang di sebabkan oleh

hipersensitivitas yang timbul baik secara ringan maupun berat yang terjadi pada

kulit maupun membran mukosa, pada banyak kasus biasanya eritema multiform ini

muncul karena adanya faktor lain yang menginisiasi.

Pemicu yang paling utama pada EM adalah virus herpes simplex dan

reaksi obat. Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan timbulnya reaksi EM

diantaranya obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) oxycam; sulfonamide; obat

anticonvulsant seperti carbamazepine, phenobarbital dan phenytoin; kombinasi

trimethoprim-sulfonamide, allopurinol dan penicilin.

Hubungan herpes simplex virus (HSV) dengan EM telah diketahui dari

sekitar 50 tahun yang lalu. Antigen herpes yang terdapat pada kulit dan kompleks

imun didapatkan dari pasien EM. Banyak penelitian yang mempercayai bahwa

penyebab utama dari EM adalah respon sel-sel imun terhadap antigen HSV yang

tersimpan di keratinosit dari kulit dan mukosa.

Page 2: Kedaruratan Oral Medicine

Faktor penginisiasi itu sendiri terbagi atas 4:

1. Akibat infeksi : herpes simpleks, mycoplasma pneumonia, dan histoplasmosis.

2. akibat pengunaan obat : sulfat, penicillin, dilantin, barbiturate, iodine, dan

salisilat.

3. pengaruh kondisi gastrointestinal: crohn disease, ulcerative colitis.

4. pengaruh lainnya : malignansi, terapi radiasi, dan vaksinasi.

Pathogenesis dari EM ini masih banyak yang tidak di ketahui, tetapi

menurut penelitian bahwa pengaruh dari kompleks imun dapat menyebabkan

infeksi ini, dapat dari herpes maupun mycoplasma, dan reaksi alergi dari

penggunaan obat. Bagian permukaan epithelium dan dinding pembuluh darah pada

lamina propia merupakan target serangan dari EM ini. Tetapi pada beberapa kasus

dimana orang tersebut mengalami penyumbatan pada dinding pembuluh darah

sehingga menyebabkan vaskulitis, dimana area tersebut mengalami thrombosis dan

iskemia nekrosis.

Gejala Klinis

Temuan Umum

EM kebanyakan terjadi pada anak-anak serta dewasa muda dan jarang

terjadi setelah usia 50 tahun. Penyakit ini tergolong akut atau memiliki serangan

yang tiba-tiba, pada kasus yang hebat seringkali disertai gejala umum seperti

demam dan malaise. Dalam waktu kurang dari 24 jam, pasien mendapatkan lesi

pada kulit dan mukosa secara tiba-tiba. EM simplex merupakan penyakit yang

Page 3: Kedaruratan Oral Medicine

dapat sembuh sendiri serta memiliki karakteristik berupa makula dan papula dengan

diameter 0,5 sampai 2 cm, terlihat menyebar secara simetris.

Daerah kutaneus yang paling sering terkena adalah tangan, kaki dan

permukaan anggota gerak seperti siku dan lutut. Lesi juga biasanya terdapat pada

wajah dan leher, tetapi hanya kasus berat saja yang sampai mengenai tenggorokan.

Lesi EM pada kulit berupa makula, papula dan vesikel yang nonspesifik. Secara

khas lesi EM di kulit memiliki karakteristik berupa petechiae di tengah-tengah

lesinya. Dikenal juga sebagai lesi target atau iris lesion, terdiri dari bula sentral atau

daerah pucat yang dikelilingi edema dan berkas erythem.

Temuan Di Daerah Oral

Lesi oral biasanya terjadi beriringan dengan lesi di kulit, kira-kira pada 70%

pasien EM. Lesi oral dimulai dari bula dengan dasar erythematous, tetapi bula

tersebut jarang terdeteksi oleh dokter karena bula-bula tersebut dengan cepat pecah

menjadi ulcer yang irregular. Lesi EM berukuran luas, irregular, lebih dalam,

simetris dan seringkali berdarah. Lesi EM pada rongga mulut bisa terjadi di daerah

mana pun tetapi seringkali muncul di bagian bibir dan jarang terjadi pada gingiva.

Page 4: Kedaruratan Oral Medicine

Bibir secara luas mengalami kerusakan dan bagian mukosa oral secara luas

kehilangan epitelium.

Pasien tidak dapat makan atau menelan sekalipun dan mengeluarkan saliva

berwarna darah. Dalam 2 atau 3 hari lesi pada bibir mulai membentuk krusta. Pada

kasus awal, lesi akan hilang dalam waktu 2 minggu, tetapi untuk kasus berat,

diperlukan waktu beberapa minggu.

EM mempunyai 3 bentuk yaitu:

1. Eritema multiform minor

Erythema multiforme, palate Erythema multiforme, lips

Eritema multiform minor adalah penyakit yang biasa menyerang bagian

kulit, 25% kasus menyerang mukosa mulut. Sebelum munculnya lesi, biasanya

Page 5: Kedaruratan Oral Medicine

dalam 3 sampai 7 hari yang merupakan tahap prodomal penderita akan menderita

demam rendah, malaise, dan sakit kepala. Pada tahap awal penyakit ini terdapat

gambaran klinis dimana terdapat lesi stomatitis dan kutan, dimana tanda berupa

macula cincin, merah putih, konsentrik, berukuran 0,5 sampai 2 cm disebut lesi

“target”, ”mata sapi”, atau “iris” yang timbul cepat pada permukaan ekstensor

lengan dan kaki, lutut dan telapak tangan. Leher biasanya bebas dari lesi kecuali

pada kasus yang parah. Biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri dalam jangka

waktu 2-3 minggu, tetapi perawatan dilakukan untuk mempercepat proses

penyembuhan.

Gambaran khas bentuk iris (target lesion)

- Tipe makulaeritem

Bagian tengah berupa vesikel atau eritem keunguan dikelilingi lingkaran

kosentris yang pucat dan kemudian lingkaran merah.

- Tipe vesikobulosa

Lesi mula-mula berupa makula, papul, dan urtika yang kemudian timbul lesi

vesiko- bulosa di tengahnya bentuk ini dapat mengenai selaput lender.

2. Eritema multiform minor kronik

Eritema multiform minor kronis dimana penderita penyakit ini akan

mengalami proses lesi yang berkelanjutan dalam jangka 1 sampai beberapa tahun,

lesi tersebut mirip pada penderita EM minor dan perkembangan dari lesi tersebut

cenderung akan menghilang dan timbul lagi daripada bertambah ukuranya.

Page 6: Kedaruratan Oral Medicine

Biasanya dilakukan biospsi pada bagian ini untuk mengetahui faktor penyebab dari

EM minor kronis ini.

3. Eritema multiform major

Eritema multiform major merupakan penyakit akut yang jarang diketahui

dan banyak di temukan pada orang dewasa muda yang biasa di kenal dengan nama

SJS (Steven Johnson Syndrome) dimana kondisi selanjutnya berupa TEN (Toxic

Epidermal Necrolysis) dimana dia bersifat lebih berat dengan tingkat kematian

yang lebih tinggi. Kedua penyakit ini mempunyai karakteristik melalui besarnya

daerah yang mengalami lepuh dan pengelupasan pada bagian epidermisnya.

Dimana pada SJS tingkat penyebaran berupa 10% dari area kulit tubuh dan pada

masa transisional berkisar 10%-30% dari area permukaan tubuh selanjutnya pada

tahap TEN area yang mengalami lesi ini berkisar diatas 30%.

Perawatan

Keberhasilan dari perawatan sangat bergantung kepada kemampuan untuk

menemukan dan menyembuhan faktor yang menginisiasi, misalnya terkena herpes

Page 7: Kedaruratan Oral Medicine

maka harus di berikan acyclovir atau valacyclovir untuk penyembuhan herpes itu

sendiri tetapi dalam banyak kasus kronik penghilangan faktor yang menginisiasi

tidak selalu dapat menghilangkan EM itu sendiri, jika dalam kondisi ini maka

pertahanan dari tubuh itu sendiri yang menentukan kesembuhannya. Untuk kasus

EM ringan bersifat simptomatik dapat di berikan antihistamin, analgesic, dan

antipireutik dikombinasi dengan antihistamin atau penggunaan topical steroid.

Steroid sistemik kadang-kadang di gunakan tetapi untuk perawatan yang terbaik

pasien dapat dirujuk ke bagian unit perawatan yang lebih intensif. Kasus EM oral

sedang sampai berat dapat diobati dengan kortikosteroid sistemik. Pasien dengan

kasus EM recurent yang parah diobati dengan dapsone, azathioprine, levamisole,

atau thalidomide. Semakin cepat perwatan di berikan maka akan mengurangi resiko

bertambah parahnya penyakit.

2.2 Steven‟s Johnson Syndrome

Sindroma Stevens Johnson (SJS) merupakan suatu kumpulan gejala klinis

yang ditandai dengan trias kelainan pada kulit, mukosa orifisium, dan mata serta

disertai gejala umum yang berat. Penyakit ini merupakan bentuk klinis yang lebih

berat dari erithema multiforme (EM) minor yang disebabkan oleh reaksi

hipersensitivitas. Pada keadaan klinis yang berat penyakit ini sulit dibedakan

dengan toxic epidermal necrolysis (TEN) dan pemphigus vulgaris. Masih banyak

penyakit kulit lain, baik secara klinis maupun histopatologi yang sukar dibedakan

dengan SJS, sehingga diperlukan pemahaman yang baik.

Page 8: Kedaruratan Oral Medicine

Etiopatogenesis

Etiologi SSJ sukar ditentukan secara pasti karena disebabkan oleh berbagai

factor. Obat dan penyakit keganasan adalah penyebab tersering sindrom ini pada

orang dewasa dan lansia. Namun, hampir lebih dari 50%, penyebab utama ialah

reaksi imun terhadap obat, Peringkat tertinggi adalah obat-obat sulfonamid, B-

laktam, imidazol dan NSAID, sedangkan peringkat menengah yaitu quionolon,

anticonvulsant aromatic dan alopurinol. Sebagian kecil karena infeksi, vaksinasi,

penyakit graft versus host, neoplasma, dan radiasi. Pada kasus pediatrik, sindrom

ini lebih banyak berkaitan akibat infeksi dibanding penyakit keganasan ataupun

reaksi obat.

Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan

dengan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV. Oleh karena proses hipersensitivitas,

maka terjadi kerusakan kulit yang menyebabkan :

- Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan.

- Stress hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia

dan glukosuria.

- Kegagalan termoregulasi

- Kegagalan fungsi imun

- Infeksi

Page 9: Kedaruratan Oral Medicine

Manifestasi Klinis

Gejala bervariasi ringan sampai berat. Pada gejala yang berat penderita

dapat mengalami koma. Mulainya keadaan akut dimulai dari gejala prodromal

(berkisar antara 1-14 hari) berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, lesu, batuk,

pilek, nyeri tenggorokan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia. Dengan

segera gejala tersebut dapat menjadi berat. Stomatitis merupakan gejala awal. Pada

sindrom ini terlihat trias kelainan berupa kelainan kulit, mukosa dan mata.Setelah

itu akan timbul lesi di :

Kulit, berupa eritema, papula, vesikel atau bula secara simetris pada hampir

seluruh tubuh. Lesi yang spesifik berupa lesi target, bila bula kurang dari 10%

disebut Steven Johnson Syndrome, 10-30% disebut Steven Johnson Syndrome-

Toxic Epidermolysis Necroticans (TEN). Sekitar 80% penyebab TEN adalah

obat.

Kelainan mukosa di orifisium (mulut, tenggorokan dan genital), berupa vesikel,

bula. Vesikel dan bula yang pecah menjadi erosi dan ekskoriasi, perdarahan

dan krusta kehitaman. Juga dapat membentuk pseudomembran. Kelainan dapat

pula menyerang saluran pencernaan bagian atas (farinf dan esophagus) dan

saluran nafas sehingga penderita tidak dapat menelan dan juga sulit untuk

bernafas.

Mata; berupa konjuntiva kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,

kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan

perforasi kornea.

Page 10: Kedaruratan Oral Medicine

Penatalaksanaan

Perawatan utama pada SJS yaitu menghentikan obat yang diduga sebagai

penyebab SJS, sementara itu kemungkinan infeksi herpes simpleks harus

disingkirkan. Selanjutnya perawatan lebih bersifat simtomatik.

Pada umumnya penderita Sindrom Stevens Johnson datang dengan keadan

umum berat sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah :

1. Cairan dan elektrolit, serta kebutuhan kalori dan protein secara parenteral.

Pemberian cairan tergantung dari luasnya kelainan kulit dan mukosa yang

terlibat.

2. Pemberian nutrisi melalui pipa nasograstik dilakukan sampai mukosa oral

kembali normal. Lesi di mukosa mulut diberikan obat kumur atau kenalog in

orabase.

3. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi. Antibiotika yang beresiko tinggi

(B-laktam dan sulfa) jangan digunakan. Untuk terapi awal dapat diberikan

antibiotika spectrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi

kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. Terapi infeksi sekunder menggunakan

antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat

bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, missal klindamisin.

4. Antihistamin diberikan bila perlu, untuk mengatasi gejala pruritus atau rasa

gatal.

Page 11: Kedaruratan Oral Medicine

5. Blister atau bula kulit dirawat dengan cara dikompres basah dengan larutan

burowi.

6. Papula dan macula kulit baik intak diberikan steroid topical, kecuali kulit yang

terbuka.

7. Kortikosteroid deksametason secara intravena setiap 6 jam.

8. Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dosis awal 0,5 mg/kg BB pada hari ke 1 dan

seterusnya saat masuk rumah sakit.

9. Untuk mencegah sekuele ocular dapat diberikan obat tetes mata

Komplikasi

Komplikasi yang tersering jika SJS tidak ditangani dengan segera yaitu

bronco-penumonia. Komplikasi lain yaitu kehilangan cairan atau darah, gangguan

keseimbangan eektrolit, dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan. Kemungkinan

lainnya yaitu sepsis, selulitis, pneumonitis, kerusakan kulit permanen. Kematian

biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

bronkopneumonia dan sepsis.

Cara mendiagnosa

Diagnosis SJS 90% berdasarkan manifestasi klinis. Jika disebabkan oleh

obat, menunjukan adanya korelasi antara pemberian obat dengan timbulnya gejala.

Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit,

mukosa, mata serta hubungannya dengan factor penyebab yang secara kinis

terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam.

Page 12: Kedaruratan Oral Medicine

Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah,

pemeriksaan imunologis dan pemeriksaan histopatologik biopsy kulit.

2.3 Toxic Epidermal Necrotican

TEN disebut juga Lyell‟s syndrome merupakan kondisi dermatologis yang

mengancam jiwa, biasanya disebabkan oleh reaksi terhadap obat. Terdapat

persetujuan dari beberapa literature bahwa TEN merupakan bentuk Steven Johnson

Syndrome yang lebih parah. Beberapa penulis mempertimbangkan adanya

tumpang tindih di antara kedua syndrome ini (biasanya di antara 10% san 30%

kerusakan kulit) Insidensinya di antara 0,4 dan 1,2 kasus per satu juta orang setiap

tahunnya.

Etiopatogenesis

Secara mikroskopis, TEN menyebabkan kematian sel pada seluruh

epidermis. Keratinosit yang terdapat di bawah epidermis juga mengalami nekrosis.

TEN merupakan kejadian yang langka dan biasanya merupakan reaksi yang

lebih parah terhadap obat-obatan tertentu. Riwayat karena penggunaan obat terjadi

pada lebih dari 90% pasien TEN. Obat uang paling banyak terlibat adalah antibiotic

seperti sulfonamide, NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory drugs), allopurinol ,

obat antiretroviral, kortikosteroid, dan anticonvulsant seperti phenobarbital,

phenytoin, carbamazepine, dan valproic acid. TEN juga dapat berasal dari

Page 13: Kedaruratan Oral Medicine

imunisasi, infeksi beberapa agen seperti Mycoplasma pneumoniae atau herpes

virus dan transplantasi sumsum tulang atau organ

Manifestasi Klinis

TEN dimulai dari nonspesifik prodormal 1-14 hari seperti demam, malise,

sakit kepala, rhinitis, batul, sore throat, nyeri dada, vomiting, diare, mialgia dan

arthalgia. Pasien sering merasa sakit dan diberikan antimikroba dan antiinflamasi

karena sulitnya menentukan factor penyebab. Onset penyakit ini yiba-tiba,

memiliki periode yang panjang antara exposure dan timbulnya penyakit.

Pada macular berupa morbiliform rash pertama kali timbul di

wajah,leher,dagu dan area central trunk.bisa jjuga menyebar ke ekstremitas, dan

menyebar ke bagian tubuh lainnya.lesi nya berupa lesi targetdan positif pada

Nikolsy sign.,bentuknya yang tidak teratur dan , berupa macula yang pucat. Lesi ini

lebih besar dari lesi target.,datar, beberapa ada yang lembek(flaccid), dan kadang-

kadang menimbulkan perdarahan. Lesi meningkat dalam jumlah dan ukuran,

biasanya mencapai puncak dalam 4-5 hari.

Page 14: Kedaruratan Oral Medicine

Berbeda dengan SJS,TEN mengenai daerah yang lalu, ,diffuse erythema,

lesi macular yang dapat terlihat di peripheral. Pasien TEN akan kehilangan

epidermis. Lapisan epidermis yang nekrotik pada wajah akan menebar ke bahau

dan punggung, berwarna merah dan mengalami erosi. Pada kasus TEN yang berat,

akan melibatkan anggota badan, jari kaki dan tangan dan bisa kehilangan alis mata

dan cilia. Ruam pada membran mukosa kavitas oral dan vermillion border, rasa

terbakar pada conjunctiva, bibir dan mukosa bukal, edema yang kemudian

meluas.Lesi oral menyebabkan rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkan sulit

makan, bernafas dan hypersalivasi, kemudian kan meluas ke gingival, lidah,

pharynk nasal cavity,larynik, esophagus dan batang tenggorokan yang akan

berkembang menjadi otitis media. Pada conjunctiva akan terlihat inflamasi dan

chemosis, vesikulasi dan erosi yang bisa menyebabkan photophobia , ulcerasi ,

anterior uveitis, dan panophthalmitis. Pada genital terdapat lesi bullous, erosive dan

atau purulent yang bisa menyebabkan retensi urin dan phimosis. TEN juga dapat

mempengaruhi tractus gastrointestinal.

Perawatan

Pasien yang menderita TEN, jika memungkinkan perlu mendapat perawatan

dari seorang dermatologist untuk proses penyembuhan yang menyeluruh. Pasien

TEN dapat menjalani rawat jalan karena tidak begitu diperlukan perawatan suportif

dan pengawasan yang konstan. Hal ini benar, ketika pasien TEN berada dalam

initial stages, pasien merasakan dirinya sehat dan sulit untuk mau dirawat di rumah

Page 15: Kedaruratan Oral Medicine

sakit. Rujukan kepada ICU dan burn center bukan sebuah keharusan kecuali

penyakit ini mengalami perluasan ataupun komplikasi. Bila dirawat dengan baik,

TEN dikaitkan dengan sedikit gejala sistemik.

Manajemen perawatan TEN dibagi ke dalam : (1) identifikasi dan eliminasi

agen kausatif yang provokatif (obat-obatan yang menyebabkan/memperparah

infeksi) (2) terapi aktif (3) langkah suportif . Tidak ada petunjuk perawatan yang

jelas pada TEN ini dikarenakan jarang terjadi dan jarang yang mengancam hidup

(life-threatening).

Penghilangan Obat-obatan yang Diduga Merugikan

Obat-obat kausatif harus dengan segera diidentifikasi dan dihilangkan.

Penghentian penggunaan obat yang kausatif ini dapat mengurangi resiko kematian

sampai 30% per hari. Penghentian penggunaan obat-obat ini tidak langsung

menghentikan progresi dari penyakit ini. Sekarang ini, deteksi dari obat-obat

kausatif , difokuskan pada obat yang terakhir dikonsumsi, dan hubungannya dengan

perkembangan gejala-gejala yang terjadi dan episode dari terjadinya TEN.

Biasanya obat yang merugikan ini adalah obat yang dikonsumsi dalam 4 minggu

terakhir. Obat-obat ini termasuk antimikroba, analgesik, dan NSAID.

Active Suppression of Disease Progression

Sejumlah obat anti inflamasi dan imunosupresi mempunyai keuntungan

terhadap perawatan TEN. Gambaran burns yang berasal dari single thermal trauma,

mengingat bahwa TEN adalah serangan immunological-sitotoksik yang

berlangsung lebih dari 1 minggu (tidak hanya 3 atau 4 hari, seperti yang sering

Page 16: Kedaruratan Oral Medicine

dikeluhkan), bergantung pada detoksifikasi dan ekskresi dari agen-agen offending

(merugikan). Harus dilakukan strategi perawatan untuk fase awal ini, untuk

menghilangkan progresi dari penyakit ini dan membatasi nekrosis kulit dan mukosa

dan juga megurangi sequelae.

Glukokortikoid

Pemberian glukokortikois secara sistemik adalah perawatan yang utama dari

TEN untuk waktu yang lama, tetapi dianggap buruk belakangan ini. Dianggap

buruk karena apabila glukokortikoid diberikan lebih lama dari fase progresinya,

maka akan meningkatkan bahaya infeksi dan mungkin akan meningkatkan

kematian.

Jika steroid menghambat progresi dari initial phase, yang diharapkan pada

penyakit sistem imun-mediated, mereka tidak mengurangi „puncak‟nya dan fase

regresi. Glukokortikoid harus digunakan dengan secara hati-hati. Jika diberikan,

dibutuhkan high initial doses (1-2 mg/kg methyl prednisolone per day given orally)

dan progresi penyakit ini akan berhenti kemudian. Obat ini diberikan sebagai

bagian dari total program jika kondisi fisik pasien memungkinkan.

Immunoglobulins

Akhir-akhir ini, pemberian immunoglobulins secara intravena

(IVIG)muncul sebagai strategi perawatan yang menjanjikan untuk mem-blok

progresi dari TEN, berdasarkan kandungan immnuglobulin yang berisi antibodi

melawan Fas ligand yang akan mencegah apoptosis cell in vitro. Dosis IVIG

berkisar antara 0.2 -0.75 g/kg BB per hari selama 4 hari berturut-turut. Pada

Page 17: Kedaruratan Oral Medicine

kebanyakan pasien akan terjadi penurunan progresi penyakit TEN secara drastis.

Walaupun IVIG memberikan hasil yang baik pada perawatan, nefrophaty jarang

terjadi tetapi berbahaya pada gagal ginjal.

Plasmapheresis dan hemodialisis

Berlawanan dengan prinsip yang menyatakan bahwa penghilangan obat

kausatif akan mengehentikan progresi dari TEN.

Cyclophosphamide

Adalah inhibitor cell-mediated cytotoxicity. Walaupun, Obat ini suskes

pada sejumlah pasien TEN, obat ini adalah agen immunosupresif yang dapat

menyebabkan TEN.

Cyclosporine

Beberapa kasus melaporkan efekasi dari cyclosporine pada TEN.

Cyclosporine berinteraksi dengan metabolism TNF-α.

N-Acetylcysteine

Bersama dengan S-adenosyl-L-methionine, N-acetycysteine dapat berperan

melengkapi sel dengan kapasitas antioksidandan dengan menghambat reaksi

cytokine (TNF-α)-mediated immune.

Thalidomide

Eksperimen rasional dilakukan menggunakan thalidomide, yang terkenal

sebagai inhibitor TNF-α, memegang peranan yang amat penting dari sitokin ini

pada asal usul TEN.

Page 18: Kedaruratan Oral Medicine

Pemeliharaan equilibrium hemodinamik, homeostatis protein, dan elektrolit

Perawatan rasional pasien dengan TEN pada luka bakar akan menggunakan

prinsip therapeutic dari luka bakar(contoh : pengaturan keseimbangan cairan,

protein,dan elektrolit; control infeksi; bedah awal debridement dari lesi di kulit).

Proses patologis TEN dengan luka bakar berbeda. Perbedaan utamanya yaitu

vascular damage pada TEN, edema dan hilangnya cairan pada jaringan interstitial.

Hilangnya cairan pada TEN terjadi lewat evaporasi dari erosi dan akan selanjutanya

mencapai fase puncaknya. Semua faktor ini saling bekerja sama mebuat

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang dikaitkan dengan TEN. Shock

hemodinamik mungkin terjadi, tetapi jarang terjadi dan jika terjadi, aka tejadi pada

pasien dengan cardiovascular . Juga sakit luka bakar tingkat dua, akan lebih sakit

dari TEN. Tekanan darah, hematokrit, dan level gas dalam darah, elektorlit dan

serum harus selalu dikontrol.

Perawatan Antibiotik / Antimikrobial

Akan sering ditemukan bakteri dan kultur jamur dua sampai tiga kali per

minggu dari kulit dan lesi mukosa, darah dan sputum; mukosa oral dan genital

harus sering dipantau dari keberadaan HSV ataupun candida. Kebanyakan ,pasien

diberikan antibiotic hanya jika gejala klinis dari infeksi sudah muncul. Hal ini

mungkin saja, bahwa banyak dokter menggunakan antibiotic profilaksis untuk

pasien yang drug intolerance. Yang termasuk antibiotic profilaksis adalah sodium

penicillin,, 2x 10 juta unit per hari).

Page 19: Kedaruratan Oral Medicine

Perawatan Suportif

Kulit

Antibiotik dan antiseptic topikal

Mata

Steroid lubricant dan antibiotic drop

Traktus respiratorius

Drainase postural

Alimentation

Local anatesi, mouthwash. High protein diet juga duanjurkan, walaupun

resiko dari septicemia dapat terjadi pada intravenous lines.

2.4 Anapilaksis (Reaksi Alergi)

Merupakan peristiwa kegagalan dari fungsi jantung maupun pernafasan

karena reaksi alergi,biasanya dalam hitungan menit saja peristiwa ini dapat terjadi

setelah reaksi alergi muncul.

Alergi biasanya terjadi pada pasien karena dokter gigi sering memberikan :

1. obat

a. lidokain

b. antibiotic seperti penisilin

2. serum,termasuk cairan plasma beku

Page 20: Kedaruratan Oral Medicine

Simpton dan Tanda

1. kutaneus : gatal-gatal,biasnya di ikuti dengan timbulnya bintik-bintik merah dan

pembengkakan pada jaringan subkutan bengkak pada kelopak mata , bibir , dan

lidah).

2. pernafasan : berbunyi, batuk, dan dispenia sampai dengan spasme bronkus dan

edema pada laring.

3. kardiovaskular : sakit kepala ringan, pusing dan kehilangan kesadaran sampai

dengan tekanan darah rendah, untuk beberapa pasien bisa terjadi arrhythmias,

sampai dengan fibrilasi ventikular.

Diagnosis

Biasanya terjadi tanda berupa kemerahan pada kulit, pembengkakan, bunyi

pada pernafasan, atau hipotensi muncul ketika terjadi reaksi alergi.

Komplikasi :

1. obstruksi jalur nafas sampai dengan edema laring.

2. arritmia kardiak

3. terganggunya kardiopulmonari

Perawatan

1. Penanganan awal :

a. Pemberian cairan ephinefrin 0,5 mL (1:1000),subkutan apabila hipotonus

tidak terjadi, secara intravena jika hipotonus terjadi.

Page 21: Kedaruratan Oral Medicine

b. Penanganan dapat di ulang dalam 5 sampai 10 menit.

2. Pertolongan pernafasan :

a. Menjaga pernafasan dari pasien

b. Dapat juga dengan pemberian oksigen dari kanul nasal atau mask

c. Segera di bawak ke bagian emergensi terdekat : obstruksi dari pernafasan

akan dapat terjadi secara tiba-tiba, jika harus maka dilakukan tracheostomy.

3. Pertolongan kardiovaskular :

a. Memonitoring bagian-bagian yang vital

b. Jika terjadi hipotensi maka pertolongan pertama yang dapat kita lakukan ke

pasien adalah meletakkan pasien di kursi dan mengangkat bagian ekstremitas

bawah ( posisi Trendelenberg )

c. Memonitoring arrhythmia dengan mengecek frekuensi detak jantung.

d. Mengontrol cairan intravena dan vasopresor.

4. Management dari urtikaria :

a. Diphenhydramine (Benadryl) secara oral (25 sampai 50 mg q6h) atau

intamuskular ( 50- 100 mg IM)

b. hydroxine (atarax , vistaril) untuk urticaria (25 mg oral q8h)

Page 22: Kedaruratan Oral Medicine

2.5 Pemphigus Vulgaris

Pemphigus vulgaris merupakan kelainan autoimun, di mana system imun

tubuh menyerang protein-protein pada kulit. Pemphigus biasanya terjadi pada

remaja dan orangtua. Banyak kasus pemphigus vulgaris yang diawali dengan blister

di mulut yang kemudian diikuti blister pada kulit. Blister timbul secara

asimptomatik, tetapi lesi akan menyebar dan komplikasi sering terjadi, dapat

menyebabkan debilitasi (penurunan imun) dan dapat pula berakibat fatal.

PV merupakan bentuk pemphigus yang paling sering terjadi, sekitar 80%

kasus. Telah dilaporkan bahwa pemphigus dalam waktu yang bersamaan dengan

penyakit autoimun lainnya, terutama myasthenia gravis. Pasien dengan thymoma

juga memiliki insidensi tinggi untuk mengalami pemphigus. Beberapa kasus

pemphigus telah dilaporkan terjadi pada pasien dengan kelainan autoimun multiple

atau pada pasien yang mengalami neoplasma seperti lymphoma. Kematian biasanya

terjadi pada pasien yang tua dan pada pasien yang membutuhkan dosis

kortikosteroid yang tinggi yang mana akan menambah infeksi dan septikemia yang

disebabkan oleh bakteri, terutama oleh Staphylococcus aureus.

Manifestasi klinis

Lesi klasik dari pemphigus adalah bulla berdinding tipis yang timbul pada

kulit yang normal atau mukosa. Bulla secara terus menerus merusak tetapi

selanjutnya memanjang ke sekeliling, dan kemudian meninggalkan daerah luas

Page 23: Kedaruratan Oral Medicine

kulit yang gundul. Ciri-ciri utama dari penyakit ini diperoleh dengan memberikan

tekanan pada bulla. Pada pasien dengan PV, bulla diperbesar oleh perluasan

permukaan normal. Ciri-ciri lain dari penyakit ini adalah tekanan pada daerah

normal akan menghasilkan pembentukan bulla baru. Kejadian ini, disebut Nikolsky

sign, biasanya berhubungan dengan pemphigus tetapi juga dapat terjadi pada

epidermolysis bullosa.

Beberapa pasien dengan pemphigus dapat terjadi secara akut, tetapi pada

kebanyakan kasus, penyakit ini terjadi secara lebih lambat, biasanya memerlukan

waktu berbulan-bulan untuk berkembang sampai tingkat sempurna.

Manifestasi oral

80-90% dari pasien dengan pemphigus vulgaris terkadang timbul lesi oral

selama masa sakitnya, dan pada 60% kasus, lesi oral merupakan tanda pertamanya.

Lesi oral dapat timbul sebagai bulla klasik pada dasar non inflamasi; lebih sering

lagi, dokter melihat ulser dangkal yang irregular, hal ini dikarenakan oleh pecahnya

Page 24: Kedaruratan Oral Medicine

bulla secara terus menerus. Lapisan tipis epithelium mengelupas dalam pola yang

irregular, meninggalkan dasar yang gundul. Tepi lesi memanjang ke sekelilingnya

selama beberapa minggu sampai mencapai bagian yang lebar di mukosa oral. Lesi

paling sering terjadi pada mukosa bukal, biasanya pada daerah yang mengalami

trauma pada sepanjang bidang oklusal. Palatum dan gingival merupakan lokasi lesi

lainnya.

Biasanya lesi oral muncul sekitar 4 bulan sebelum timbulnya lesi pada kulit.

Jika perawatan dimulai selama masa ini, penyakitnya akan lebih mudah untuk

dikontrol, dan kemungkinan untuk remisi awal dari kelainan ini tinggi. Biasanya,

diagnosis awal terlewatkan, dan lesi salah diagnosa menjadi infeksi herpes atau

candidiasis. Jika riwayat penyakit dilihat, dokter pasti mampu untuk membedakan

lesi pemphigus dari lesi lainnya dalam kategori RAS. Lesi RAS dapat menjadi

parah, tetapi lesi individual dapat disembuhkan dan timbul kembali. Pada

pemphigus, lesi yang sama berlanjut meluas ke sekelilingnya dalam waktu

mingguan sampai bulanan. Lesi pemphigus tidaklah bulat dan simetris seperti lesi

RAS, tetapi lesinya dangkal dan iregular dan terkadang melepaskan epitelium pada

bagian perifernya. Pada tahap awal penyakit, pengelupasan pada epitel oral

menyerupai mengelupas kulit yang terjadi setelah terbakar sinar matahari yang

parah. Pada beberapa kasus, lesi dimulai pada gingiva fan dikenal dengan nama

desquamative gingivitis. Harus diingat bahwa desquamative gingivitis bukan

diagnosanya sendiri, lesi ini harus dibiopsi untuk mengetahui kemungkinan lesi ini

Page 25: Kedaruratan Oral Medicine

adalah PV, pemphigus bullous, pemphigoid membran mukosa, dan lichen planus

yag erosif.

Pemeriksaan Fisik dapat dilakukan melalui tes laboratorium.

Perawatan

Aspek penting dari tatalaksana pasien adalah diagnosis awalnya, di mana

dosis pengobatan yang rendah dapat digunakan pada periode waktu yang pendek

untuk mengontrol penyakit. Alur utama dari pengobatan adalah dosis yang tinggi

dari kortikosteroid sistemik, biasanya diberikan dalam dosis 1-2 mg/kg/d. Saat

steroid harus digunakan untuk periode waktu yang lama, adjuvant seperti

azathioprine atau cyclophosphamide ditambahkan untuk mengurangi komplikasi

dari terapi kortikosteroid jangka panjang.

Pada awalnya prednison digunakan untuk mengontrol penyakit dan saat

penyakit sudah dapat dikontrol, dosis prednison diturunkan sampai ke tingkatan

yang paling rendah yang dapat dicapai. Pasien dengan keterlibatan oral saja juga

membutuhkan prednison dosis rendah untuk jangka waktu pendek, jadi dokter

sebaiknya mempertimbangkan keuntungan utama dari penambahan terapi adjuvant

dalam melawan resiko komplikasi tambahan seperti dyscrasia darah, hepatitis, dan

meningkatnya resiko untuk menjadi malignant nantinya.

Tidak ada perawatan yang diterima untuk pemphigus pada mulut, tetapi

pada 5 tahun pertama penelitian dari perawatan oral pemphigusmemperlihatkan

Page 26: Kedaruratan Oral Medicine

tidak adanya keuntungan tambahan dari penambahan cyclophosphamide atau

cyclosporine pada prednison dibandingkan dengan pengobatan yang menggunakan

prednison saja, dan hal ini memperlihatkan angka komplikasi yang lebih tinggi

pada kelompok yang menggunakan obat-obatan immunosupresif.

Kebanyakan penelitian pemphigus di kulit memperlihatkan penurunan

angka kematian jika terapi adjuvant diberikan bersamaan dengan prednison. Obat

imunosupresif yang baru, mycophenolat, efektif untuk digunakan oleh pasien yang

resisten terhadap adjuvant lainnya. Kebutuhan untuk steroid sistemik dapat menjadi

jauh lebih rendah pada kasus oral pemphigus dengan mengkombinasikan terapi

steroid topikal dengan steroid sistemik, baik dengan menggunakan prednison tablet

yang larut perlahan dalam mulut sebelum ditelan atau dengan menggunakan krim

steroid topikal yang keras.

Terapi lainnya yang bermanfaat adalah penggunaan terapi emas parenteral,

dapsone, tetrasiklin, dan plasmapheresis. Plasmapheresis sangat berguna pada

pasien yang sukar disembuhkan dengan kortikosteroid. Terapi yang dijelaskan oleh

Rook dan rekan-rekannya termasuk di dalamnya adalah penggunaan 8-

methoxypsoralen yang diikuti oleh pemaparan darah perifer dengan menggunakan

radiasi ultraviolet.