kecemasan dan dm

38
METODOLOGI RISET DIABETES MELLITUS HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN PENINGKATAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI RS. X NURUL AFIAH K211 O8 303 ILMU GIZI B PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Upload: vhy-albar

Post on 03-Jul-2015

694 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kecemasan Dan Dm

METODOLOGI RISETDIABETES MELLITUS

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN PENINGKATAN

KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI

RS. X

NURUL AFIAH

K211 O8 303

ILMU GIZI B

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2010

Page 2: Kecemasan Dan Dm

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sehat 2010 merupakan visi yang ingin dicapai oleh seluruh

masyarakat Indonesia agar taraf kesehatan bangsa ini pun meningkat. Namun, tak

dapat dipungkiri, Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang mengalami

berbagai masalah kesehatan. Penyebab kematian di Indonesia, dahulu disebabkan

oleh penyakit infeksi, maka dewasa ini penyebab kematiannya didominasi oleh

penyakit degeneratif, diantaranya adalah Diabetes Mellitus (DM). (Shahab, 2006)

Peningkatan kemakmuran di negara yang sedang berkembang ini

mempengaruhi meningkatnya prevalensi pasien diabetes melitus yang banyak

dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup

terutama di kota–kota besar,sehingga menyebabkan peningkatan prevalensi

penyakit degeneratif,seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi,

hiperlipidemia, diabetes dan lain–lain. (Suyono, 2005).

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula

sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau

menggunakan insulin secara adekuat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan

umur dan sosial ekonomi. Di Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati

skala prioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampak

negatifnya, yaitu berupa penurunan kualitas SDM, terutama akibat penyulit

menahun yang ditimbulkannya (Shahab, 2006)

Page 3: Kecemasan Dan Dm

Semua jenis DM memiliki gejala yang mirip dan komplikasi pada tingkat

lanjut. Hiperglisemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis.

Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda),

kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialysis), kerusakan retina yang dapat

menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi

dan gangrene dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum

bila dikontrol kadar gula darah buruk. (Hermawan, 2009)

DM ada dua jenis, yakni DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada DM tipe 1

pankreas menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan

insulin, sedangkan DM tipe 2, pancreas tetap menghasilkan insulin, namun

kadarnya lebih tinggi dan tubuh kebal/menolak (resistant) terhadap hormone

insulin yang dihasilkan pancreas. DM tipe 2 ini dapat menyerang anak-anak

remaja, tetapi lebih banyak menyerang orang di atas usia 30 tahun. Menurut

kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006,

seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >

126 mg/dL dan tes sewaktu >200 mg/dL. (Hermawan,2009).

Saat seseorang didiagnosis menderita DM maka respon emosional yang

biasanya muncul yaitu penolakan, kecemasan dan depresi, tidak jauh berbeda

dengan penyakit kronis lain (Taylor, 1995).

Penderita DM mengalami banyak perubahan dalam hidupnya, mulai dari

pengaturan pola makan, olah raga, kontrol gula darah, dan lain-lain yang harus

dilakukan sepanjang hidupnya. Perubahan dalam hidup yang mendadak membuat

penderita DM menunjukan beberapa reaksi psikologis yang negatif diantaranya

Page 4: Kecemasan Dan Dm

adalah marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang meningkat dan depresi.

Selain perubahan tersebut jika penderita DM telah mengalami komplikasi maka

akan menambah kecemasan pada penderita karena dengan adanya komplikasi

akan membuat penderita mengeluarkan lebih banyak biaya, pandangan negatif

tentang masa depan,dan lain-lain. (Shahab, 2006)

Reaksi-reaksi psikis yang mungkin muncul merupakan masalah lain bagi

dokter disamping masalah DM itu sendiri, yang selanjutnya akan mempengaruhi

penanganan penderita. Dari sudut pandang psikiatri hal ini berarti menambah

prevalensi gangguan jiwa ringan dan merupakan resiko terjadinya gangguan jiwa

berat. Munculnya problema psikiatri tersebut berarti bahwa ilmu kedokteran jiwa

dapat memainkan peranannya dalam penanganan penderita, terutama mereka yang

mengalami problema psikiatri seperti di atas. Hal ini harus disadari oleh para

dokter agar dapat mengambil sikap yang bijak dalam menghadapi penderita DM,

terlebih bila dihubungkan dengan kencederungan meningkatnya prevalensi DM di

Indonesia.(Novarina, 1994)

Maka dengan demikian penelitian ini ingin meneliti hubungan tingkat

kecemasan dengan peningkatan kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus tipe

II

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti diuraikan di atas, maka

diajukan perumusan masalah penelitian ini, yaitu:

1. Adakah hubungan antara kecemasan dengan kadar gula darah pada pasien

diabetes melitus di Rumah Sakit X.

Page 5: Kecemasan Dan Dm

2. Adakah Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe

II di RS X.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui ada tidaknya hubungan kecemasan dengan peningkatan

kadar gula darah pada penderita DM.

2. mengetahui ada tidaknnya perbedaan tingkat kecemasan pada

penderita DM tipe II

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui adanya hubungan

kecemasan dengan peningkatan kadar gula darah pada penderita DM dan adanya

perbedaan tingkat kecemasan pada penderita DM tipe II

2. Manfaat Praktis

Untuk mempertimbangkan perlunya suatu penanganan psikiatri untuk

meningkatkan optimalisasi penatalaksanaan penderita DM, terutama bagi mereka

yang menderita DM tipe II

Page 6: Kecemasan Dan Dm
Page 7: Kecemasan Dan Dm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Mengenai Diabetes Mellitus

1. Definisi

Diabetes Mellitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan

kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar

gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini

sudah lama dikenal, terutama dikalangan keluarga, khususnya keluarga berbadan

besar (kegemukan) bersama dengan gaya hidup “tinggi”. Kenyataannya

kemudian, DM menjadi penyakit masyarakat umum, menjadi beban kesehatan

masyarakat, meluas dan membawa banyak kematian (Bustan, 2007).

2. Epidemiologi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai

dengan prevalensi diseluruh dunnia 4%. Prevalensinya kan terus meningkat dan

diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 5,4%. WHO memperkirakan di Cina

dan India pada tahun mendatang jumlahnya akan mencapai 50 juta. Meskipun

belum diperoleh data yang resmi, diperkirakan prevalensinya akan terus

meningkat (American Diabetes Association, 2004).

Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum

perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi

prevalensi 4.6% diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan

pola pertambahan pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan tahun 2020

Page 8: Kecemasan Dan Dm

nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan

asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes

(Suyono, 2009).

Diabetes Melitus pernah dianggap sebagai penyakit negara-negara

makmur, diabetes tipe 2 kini menjadi beban tumbuh di negara berkembang. Lebih

dari 80% dari 246 juta penderita diabetes hidup di negara berpenghasilan rendah

dan menengah, di mana sumber daya kesehatan dibutuhkan untuk memerangi

kedua penyakit kronis dan penyakit menular. Studi menunjukkan bahwa diabetes

pada usia berapa pun, jika tidak dikelola dengan baik, akan mengakibatkan hasil

serius, dan dalam beberapa kasus mengakibatkan kematian. Diperkirakan bahwa

3,8 juta laki-laki dan perempuan akan meninggal akibat diabetes pada tahun 2007,

lebih dari 6% dari total kematian dunia. Jika dibiarkan, jumlah penderita diabetes

akan mencapai 380 juta dalam waktu kurang dari 20 tahun. Ini lebih dari populasi

orang dewasa saat ini di daerah Afrika atau daerah Amerika Utara. Ini berarti

bahwa 1 dari 14 orang dewasa di seluruh dunia akan mengidap diabetes di tahun

2025 (International Diabetes Federation, 2006).

3. Etiology

Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam

peningkatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh

berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif

terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya,

terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem

Page 9: Kecemasan Dan Dm

transpor glukosa. Ketidaknormalan post reseptor dapat mengganggu kerja insulin.

Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang

beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80%

pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas karena obesitas berkaitan dengan

resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa

yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan

dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa

(Price, 2005).

4. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula sederhana atau

monosakarida, dan unit-unit kimia yang kompleks, seperti disakarida dan

polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida

dan diabsorpsi, terutama dalam duodenum dan jejunum proksimal. Sesudah

diabsorpsi kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan

akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa

darah sebagian besar bergantung pada hati yang (1) mengekstraksi glukosa, (2)

mensintesis glikogen, dan (3) melakukan glikogenolisis. Dalam jumlah yang lebih

sedikit, jaringan periferum-otot dan adipose—juga mempergunakan ekstrak

glukosa sebagai sumber energy sehingga jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam

mempertahankan kadar glukosa darah (Price, 2005).

Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan

oleh jaringan-jaringan perifer bergantung pada keseimbangan fisiologis beberapa

hormone yaitu : (1) hormone yang merendahkan kadar glukosa darah, dan

Page 10: Kecemasan Dan Dm

(2)hormone yang meningkatkan kadar glukosa darah. Insulin merupakan hormone

yang menurunkan glukosa darah dibentuk oleh sel-sel beta pulau Langerhans

pancreas. Hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah antara lain : (1)

glucagon yang disekresi oleh sel-sel alpha pulau Langerhans, (2) epinefrin yang

diekskresi oleh medulla adrenal dan jaringan kromafin, (3) glukokortikoid, yang

disekresi oleh korteks adrenal, dan (4) growth hormone yang disekresi oleh

kelenjar hipofisa anterior. Glucagon, epinefrin, glukokortikoid, growth hormone,

membentuk suatu pelawan mekanisme regulatoryang mencegah timbulnya

hipoglikemia akibat pengaruh insulin (Price, 2005).

Awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi

insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon

insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”.

Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,

antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan

penuaan.

Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul

gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun

demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun

sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi

insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab

itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.

Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama

sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang

Page 11: Kecemasan Dan Dm

Aktivitas fisik

Resiko lingkungan

Obesitas

Resistensi insulin

Makanan/Diet

Faktor genetik

DM

Urbanisasi& modernisasi

ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua

terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel

β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi

insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan

baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan

mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang

seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita

memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada

penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi

insulin dan defisiensi insulin (Price, 2005).

Menurut Gibney et al, (2009) Diabetes mellitus terjadi akibat faktor

genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik terdiri atas gen yang mewariskan

sifaty DM sedangkan faktor lingkungan terdiri atas resistensi insulin,

makanan/diet, obesitas, aktifitas fisik dan urbanisasi/modernisasi.

5. Faktor Risiko

Page 12: Kecemasan Dan Dm

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak

kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian

di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak

ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk kedalam sel dengan akibat

kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes

melitus tipe 1.

Pada keadaan diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal, bahkan

lebih banyak, tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang.

Reseptor insulin ini diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel.

Pada keadaan DM tipe 2, jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun

anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang,

maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel kekurangan bahan

bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian

keadaan ini sama dengan keadaan DM tipe 1, bedanya adalah pada DM tipe 2 di

samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM

tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya

kurang baik, sehingga gagal mmembawa glukosa masuk kedalam sel. Disamping

penyebab diatas, diabetes mellitus juga bisa terjadi akibat gangguan transport

glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk

metabolisme energi.

Page 13: Kecemasan Dan Dm

6. Komplikasi Diabetes

Jika gula darah tidak terkontrol dengan baik beberapa tahun kemudian akan

timbul komplikasi. Komplikasi akibat diabetes yang timbul dapat berupa

komplikasi akut dan kronis.

1. Komplikasi akut adalah komplikasi yang muncul secara mendadak. Keadaan

bisa fatal jika tidak segera ditangani. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

a. Hipoglikemia (glukosa darah turun terlalu rendah)

Menurut Fishbein dan Palumbo, hipoglikemia adalah suatu keadaan di

mana konsentrasi atau kadar gula di dalam darah terlalu rendah (<60mg/dl), yang

dapat terjadi pada pasien yang menerima suntikan insulin dan obat anti diabetes.

Hipoglikemia ini terjadi jika pemberian dosis insulin atau obat anti diabetes tidak

tepat, latihan fisik atau olah raga berlebihan, menunda jadwal makan setelah

minum obat, serta kebiasaan konsumsi alkohol.

Pada saat mendapat suntikan penderita harus makan dengan kalori yang

sesuai untuk mengimbangi efek insulin. Jadwal makan juga haruslah teratur, tiga

kali makan utama dan selingan dua kali di antara makan utama, makan snack pada

malam hari sangat penting karena makanan hanya dapat tahan hingga jam tiga

pagi (Nabil,2009).

Olah raga membakar glukosa dalam tubuh, tetapi perlu diperhatikan

kesesuaian antara olah raga dengan dosis obat dan pola diet penderita. Latihan

fisik dan olahraga berlebihan dapat menyebabkan hipoglikemia pada malam hari

atau keesokan harinya disebut dengan delayed onset low blood sugar. Pengaruh

alkohol bekerja dengan menghambat kemampuan hati untuk melepaskan glukosa

Page 14: Kecemasan Dan Dm

alkohol juga menghambat kerja hormon yang menaikkan glukosa darah serta

meningkatkan efek insulin, dan dapat menyebabkan hipoglikemia berat (Tandra,

2007).

Tanda dari gejala hipoglikemia dapat bervariasi tergantung penurunan

kadar glukosa darah. Keluhan pada dasarnya dapat berupa keluhan pada otak, ini

dikarenakan otak tidak mendapat kalori yang cukup sehingga mempengaruhi

fungsi intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, lelah,

kejang hingga koma. Keluhan lain seperti lapar, nadi cepat, kejang atau koma.

Keluhan akibat efek samping hormon lain yang berusaha menaikkan kadar

glukosa darah, misalnya pucat, berkeringat, nadi cepat, berdebar, cemas serta rasa

lapar (Tandra, 2007).

b. Hiperosmolar Non-ketotik

Pada keadaan tertentu gula darah dapat sedemikian tingginya sehingga

darah menjadi kental. Dalam keadaan seperti ini dinamakan Hiperosmolar Non-

Ketotik (HNOK), atau Diabetic Hiperosmolar Syndrome (DHS). Kadar glukosa

darah dapat mencapai nilai 600mg/dl. Glukosa dapat menarik air keluar sel dan

selanjutnya keluar bersama urin, dan tubuh mengalami dehidrasi. Penderita

diabetes dalam keadaan ini menunjukkan gejala nafas cepat dan dalam, banyak

kencing, sangat haus, lemah, kaki dan tulang kram, bingung, nadi cepat, kejang

dan koma (Tandra, 2007). Hiperglikemia dapat terjadi jika masukan kalori yang

berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului stress akut

(Suryono, 2004).

Page 15: Kecemasan Dan Dm

c. Ketoasidosis (terlalu banyak asam dalam darah)

Pada diabetes melitus yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang

tinggi dan kadar hormon yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa

sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk

sumber energi pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan

keton di dalam darah (ketosis). Ketosis ini menyebabkan derajat keasaman (PH)

dalam darah menurun (asidosis). Pada pasien dengan ketoasidosis diabetik

umumnya memilki riwayat asupan kalori (makanan) yang berlebihan atau

penghentian obat diabetes atau insulin (Nabil, 2009).

Gejala yang timbul dapat berupa kadar gula darah tinggi (>240 mg/dl). Terdapat

keton dalam urin, buang air kecil banyak hingga dehidrasi, napas berbau aseton,

lemas hingga koma (Nabil, 2009).

2. Komplikasi Kronik, komplikasi ini terjadi karena glukosa darah berada di atas

normal berlangsung secara selama bertahun-tahun. Komplikasi timbul secara

perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi berangsur semakin berat dan

membahayakan. Komplikasi kronik dapat berupa komplikasi makrovaskular

seperti penyakit jantung koroner, pembuluh darah otak, dan mikrovaskular adalah

retinopati, nefropati, neuropati.

a. Kerusakan Saraf (neuropati diabetik)

Baik pada penderita diabetes I maupun pada penderita tipe diabetes II bisa

terkena neuropati. Hal ini bisa terjadi setelah terkena diabetes dalam waktu yang

lama, dengan glukosa darah tinggi yang tidak terkontrol. Dalam jangka lama,

glukosa darah yang tinggi akan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang

Page 16: Kecemasan Dan Dm

memberi makanan ke saraf menyebabkan terjadinya kerusakan saraf yang disebut

neuropati diabetik. Saraf tidak dapat mengirim dan menghantarkan pesan-pesan

rangsangan impuls saraf. Keluhan yang terjadi bervariasi, mungkin nyeri pada

tangan dan kaki, gangguan pencernaan dan lain sebagainya (Tandra, 2007).

Neuropati deabetik yang paling sering adalah neuropati perifer. Kerusakan ini

mengenai saraf perifer yang biasanya terjadi di anggota gerak bawah yaitu kaki

dan tungkai bawah (Tandra, 2007). Saraf yang telah rusak membuat penderita

diabetes tidak dapat merasakan sensasi sakit, panas, dingin, pada tangan dan kaki.

7. Diagnosa

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas

DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita

antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur,

disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita (price, 2005)

Berdasarkan ADA (American Diabetes Association) 1998, ada dua tes

yang dapat dijadikan sebagai dasar diagnosis terhadap diabetes mellitus

didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa plasma vena.

- Kadar glukosa darah sewaktu (tidak puasa) ≥ 200 mg/dl

- Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl. Pada tes toleransi glukosa oral

(TTGO), kadar glukosa darah yang diperiksa kembali setelah 2 jam ≥ 200

mg/dl.

Page 17: Kecemasan Dan Dm

8. Penatalaksanaan Diet

Pasien DM tipe II cenderung berusia tua (>25 tahun) dan mempunyai berat

badan lebih tinggi. Banyak diantara pasien-pasien ini memiliki riwayat diabetes

yang kuat dalam keluarga, karena itu tujuan utama terapi diet pada DM tipe II

adalah menurunkan dan/atau mengendalikan berat badan disamping

mengendalikan kadar gula dan kolesterol. Semua ini harus dilakukan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah atau paling tidak menunda

terjadinya komplikasi akut maupun kronis. Penurunan berat badan pada pasien-

pasien DM tipe II yang mengalami obesitas umumnya akan menurunkan resistensi

insulin. Dengan demikian, penurunan berat badan akan meningkatkan

pengambilan glukosa oleh sel dan memperbaiki pengendalian glukosa darah

(Hartono, 2006).

Tujuan penatalaksanaan Gizi Klinik untuk penyakit Diabetes mellitus

adalah mencapai dan memelihara kondisi metabolik yang optimal, mencegah dan

mengobati komplikasi DM, meningkatkan derajat kesehatan, dan pemberian saran

nutrisi dengan mempertimbangkan kebiasaan dan budaya setempat (PDGKI,

2008)

Nutrisi preventif

Intervensi Gizi yang harus bersifat preventif untuk mengurangi risiko

terjadinya DM tipe II harus berfokus pada (Hartono, 2006):

- Pencegahan obesitas pada pasien-pasien yang beresiko diabetes

Page 18: Kecemasan Dan Dm

- Asupan serat pangan 25 gram/1000 kalori, khususnya serat larut

darah dan menambah rasa kenyang

- Menghindari asupan kalori yang berlebihan

- Olahraga teratur

Nutrisi Kuratif

Dengan demikian, terapi nutrisi untuk pengendalian glukosa darah

pada pasien-pasien DM tipe II mencakup (Hartono, 2006):

- Jadwal makan yang teratur, jumlah kalori dan makanan sesuai

dengan kebutuhan

- Asupan kolesterol <300 mg qd karena pasien DM tipe II

menghadapi resiko tinggi untuk terkena penyakit kardiovaskuler.

- Asupan serat 25 gram/hari: meningkatkan konsumsi serat pangan

yang larut maupun tidak larut.

- Menghindari suplemen niasin yang berlebihan karena dapat

meningkatkan kadar glukosa darah. Suplemen biasanya digunakan

untuk mengendalikan kadar kolesterol darah.

- Pengendalian berat badan

- Olahraga aerobik yang teratur

- Pemantauan kadar glukosa darah

Page 19: Kecemasan Dan Dm

B. Kecemasan

a. Pengertian

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa

Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik

(Trismiati, 2004).

Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya

bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan

untuk mengatasi ancaman. Kecemasan memperingatkan adanya ancaman

eksternal dan internal; dan memiliki kualitas menyelamatkan hidup. Pada tingkat

yang lebih rendah kecemasan memperingatkan ancaman cedera pada tubuh, rasa

takut, keputusasaan, kemungkinan hukuman, atau frustrasi dari kebutuhan sosial

atau tubuh, perpisahan dengan orang yang dicintai, gangguan pada keberhasilan

atau status seseorang, dan akhirnya ancaman pada kesatuan atau keutuhan

seseorang (Kaplan dan Sadock, 1997).

Barlow dan Durand (2006) menyebutkan bahwa kecemasan adalah

keadaan suasana hati yang berorientasi pada masa yang akan datang, yang

ditandai oleh adanya kekhawatiran karena manusia tidak dapat memprediksi atau

mengontrol kejadian yang akan datang. (Barlow, David H & V Mark Durand,

2006)

b. Epidemiologi

Kecemasan merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada gangguan

kesehatan jiwa. Penderita kecemasan merupakan 30% dari pasien yang berobat ke

dokter umum maupun ahli kejiwaan. Sedangkan Roan (1979), berpendapat bahwa

Page 20: Kecemasan Dan Dm

angka prevalensi kecemasan sulit ditentukan karena sering muncul bersama

penyakit lain, biasanya dimasukkan ke dalam penyakit neurosa (psikoneurosa).

(Novarina, 1994). Dan juga gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi

medis umum adalah sering ditemukan, walaupun insidensi gangguan bervariasi

untuk masing-masing kondisi medis umum spesifik. (Kaplan dan Sadock, 1997).

c. Etiologi

Etiologi dari gangguan ini belum diketahui secara pasti, namun diduga dua

faktor yang berperan terjadi di dalam gangguan ini yaitu, faktor biologik dan

psikologik Faktor biologik yang berperan pada gangguan ini adalah

“neurotransmitter”. Ada tiga neurotransmitter utama yang berperan pada

gangguan ini yaitu, norepinefrin, serotonin, dan gamma amino butiric acid atau

GABA. Namun menurut Iskandar neurotransmitter yang memegang peranan

utama pada gangguan cemas menyuluruh adalah serotonin, sedangkan

norepinefrin terutama berperan pada gangguan panik. (Idrus, 2006)

Dugaan akan peranan norepinefrin pada gangguan cemas didasarkan

percobaan pada hewan primata yang menunjukkan respon kecemasan pada

perangsangan locus sereleus yang ditunjukkan pada pemberian obat-obatan yang

meningkatkan kadar norepinefrin dapat menimbulkan tanda-tanda kecemasan,

sedangkan obat-obatan menurunkan kadar norepinefrin akan menyebabkan

depresi. (Idrus, 2006)

Peranan Gamma Amino Butiric Acid (GABA) pada gangguan ini berbeda

dengan norepinefrin. Norepinefrin bersifat merangsang timbulnya cemas,

sedangkan GABA bersifat menghambat terjadinya kecemasan. Pengaruh dari

Page 21: Kecemasan Dan Dm

neurotransmitter ini pada gangguan kecemasan didapatkan dari peranan

benzodiazepin pada gangguan tersebut. Benzodiazepin dan GABA membentuk

“GABABenzodiazepin complex” yang akan menurunkan kecemasan. Penelitian

pada hewan primata yang diberikan suatu agonist inverse benzodiazepine Beta-

Carboline-Carboxylic-Acid (BCCA) menunjukkan gejala-gejala otonomik

gangguan kecemasan. (Idrus, 2006)

Mengenai peranan serotonin dalam gangguan kecemasan ini didapatkan

dari hasil pengamatan efektivitas obat-obatan golongan serotonergik terhadap

kecemasan seperti buspiron atau buspar yang merupakan agonist reseptor GABA-

Benzodiazepin complex sehingga dia dapat berperan sebagai anti cemas.

Kemungkinan lain adalah interaksi antara serotonin dan norepinefrin dalam

mekanisme kecemasan sebagai anti cemas.(Idrus, 2006)

Banyak bukti menunjukkan bahwa manusia mewarisi kecenderungan

untuk tegang atau gelisah. Kontribusi – kontribusi kecil dari banyak gen di

wilayah – wilayah kromosom yang berbeda secara kolektif membuat kita rentan

mengalami kecemasan jika ada faktor – faktor psikologis dan sosial tertentu yang

mendukungnya (Barlow dan Durand, 2007).

Penyebab kecemasan dapat dikelompokkan pula menjadi tiga faktor

(Anonim, 2008), yaitu :

1) Faktor biologis/fisiologis, berupa ancaman akan kekurangan makanan,

minuman, perlindungan dan keamanan.

2) Faktor psikososial, yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan

orang/benda yang dicintai, perubahan status sosial/ekonomi.

Page 22: Kecemasan Dan Dm

3) Faktor perkembangan, yaitu ancaman pada perkembangan masa bayi, anak,

remaja.

d. Patofisiologi

Kecemasan merupakan respon dari persepsi ancaman yang diterima oleh

system syaraf pusat. Persepsi ini timbul akibat adanya rangsangan dari luar serta

dari dalam yang berupa pengalaman masa lalu dan faktor genetik. Rangsangan

tersebut dipersepsi oleh panca indra, diteruskan dan direspon oleh sistem syaraf

pusat sesuai pola hidup tiap individu. Di dalam syaraf pusat, proses tersebut

melibatkan jalur Cortex Cerebri – Limbic System – Reticular Activating System –

Hypothalamus yang memberikan impuls kepada kelenjar hipofise untuk

mensekresi mediator hormonal terhadap target organ yaitu kelenjar adrenal, yang

kemudian memacu sistem syaraf otonom

melalui mediator hormonal yang lain (Mudjadid,2006).

Yates (2008) menyebutkan bahwa di dalam sistem syaraf pusat yang

merupakan mediator – mediator utama dari gejala – gejala kecemasan ialah

norepinephrin dan serotonin. Neurotransmiter dan peptida lain, corticotropin-

releasing factor, juga ikut terlibat. Sistem syaraf otonom yang berada di perifer,

terutama system syaraf simpatis, juga memperantarai banyak gejala kecemasan.

(Yates, 2008)

e. Gejala Klinis

Gejala kecemasan dibagi menjadi dua (Maramis, 2005), yaitu :

1) Gejala – Gejala Somatik

Page 23: Kecemasan Dan Dm

Gejala – gejala ini dapat berupa napas sesak, dada tertekan, kepala

terasa ringan seperti mengambang, linu – linu, epigastrium nyeri, lekas lelah,

palpitasi, keringat dingin. Macam gejala yang lain mungkin mengenai motorik,

pencernaan, pernapasan, system kardiovaskuler, genito-urinaria, atau susunan

syaraf pusat.

2) Gejala – Gejala Psikologik

Gejala ini mungkin timbul sebagai rasa was – was, khawatir akan

terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, khawatir dengan pemikiran orang

mengenai dirinya. Penderita tegang terus menerus dan tak mampu berlaku

santai. Pemikirannya penuh dengan kekhawatiran, kadang – kadang bicaranya

cepat tapi terputus – putus.

f. Diagnosis Kecemasan

Dihubungkan dengan tiga ( atau lebih) dari enam gejala berikut (dengan

paling kurang beberapa gejala tadi terjadi lebih banyak dibandingkan tidak

selama 6 bulan terakhir) Catatan : hanya satu gejala yang diperlukan pada anak

–anak.

1) Gelisah atau perasaan tegang atau cemas

2) Merasa mudah lelah

3) Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong

4) Iritabilitas

5) Ketegangan otot

Page 24: Kecemasan Dan Dm

6)Ganguan tidur ( kesulitan untuk memulai atau tetap tidur, atau tidur yang

gelisah dan tidak memuaskan) (Syamsulhadi, 2007) Bisa juga menggunakan

instrumen yang telah diuji validitas dan reabilitasnya.

g. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan kecemasan harus memperhatikan prinsip

holistik (menyeluruh) dan eklektik (mendetail) yaitu meliputi aspek – aspek

organo-biologik, aspek psiko-edukatif, dan aspek sosiokultural

(Mudjadid, 2006).

Mencari dan membicarakan konflik, menjamin kembali “reassurance”,

gerak badan serta rekreasi yang baik dan obat trasquilizer biasanya dapat

menghilangkan dengan segera nerosa cemas yang baru (Maramis, 2005).

C. Hubungan antara kecemasan dengan DM:

Perubahan besar terjadi dalam hidup seseorang setelah mengidap penyakit

DM. Ia tidak dapat mengkonsumsi makanan tanpa aturan dan tidak dapat

melakukan aktifitas dengan bebas tanpa khawatir kadar gulanya akan naik pada

saat kelelahan. Selain itu, penderita DM juga harus mengikuti tritmen dokter,

pemeriksaan kadar gula darah secara rutin dan pemakaian obat sesuai aturan.

Seseorang yang menderita penyakit DM memerlukan banyak sekali penyesuaian

di dalam hidupnya, sehingga penyakit DM ini tidak hanya berpengaruh secara

fisik, namun juga berpengaruh secara psikologis pada penderita. Saat seseorang

didiagnosis menderita DM maka respon emosional yang biasanya muncul yaitu

penolakan, kecemasan dan depresi, tidak jauh berbeda dengan penyakit kronis lain

(Taylor, 1995).

Page 25: Kecemasan Dan Dm

Penderita DM memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang tinggi, yang

berkaitan dengan tritmen yang harus dijalani dan terjadinya komplikasi serius.

Kecemasan yang dialami penderita berkaitan dengan tritmen yang harus dijalani

seperti diet atau pengaturan makan, pemeriksaan kadar gula darah, konsumsi obat

dan juga olah raga. Selain itu, resiko komplikasi penyakit yang dapat dialami

penderita juga menyebabkan terjadinya kecemasan. Alexander dan Seyle (dalam

Pennebaker, 1998) mengatakan konflik psikologis, kecemasan, depresi, dan stress

dapat menyebabkan semakin memburuknya kondisi kesehatan atau penyakit yang

diderita oleh seseorang. Penderita DM jika mengalami kecemasan, akan

mempengaruhi proses kesembuhan dan menghambat kemampuan aktivitas

kehidupan sehari-hari. Pasien diabetes yang mengalami kecemasan memiliki

control gula darah yang buruk dan meningkatnya gejala-gejala penyakit (Lustman,

dalam Taylor, 1995).

Kecemasan merupakan hal yang tidak mudah untuk dihadapi oleh

penderita DM. Oleh karena itu, penderita DM tentu sangat membutuhkan

dukungan dari lingkungan sosialnya. Gangguan kecemasan adalah perasaan yang

tidak menyenangkan yang meliputi perasaan khawatir, takut, was-was yang

ditimbulkan oleh pengaruh ancaman atau gangguan terhadap sesuatu yang belum

terjadi dan dapat mempengaruhi aktivitas. Penderita DM merupakan suatu

gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan

manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat, sehingga didapati

hiperglikemi dan glukosuria. Dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan

pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama

Page 26: Kecemasan Dan Dm

dengan orang dewasa lainnya. Kecemasan dan depresi memang faktor-faktor yang

dapat membuat seseorang menjadi rentan dan lemah, bukan hanya secara mental

tetapi juga fisik. Penelitian terbaru membuktikan kecemasan, depresi dan

gangguan tidur malam hari adalah faktor pemicu terjadinya penyakit diabetes

khususnya di kalangan pria. (Amidah, 2002)