kecap_melinda gabriella huri_12.70.0162_a2

Upload: james-gomez

Post on 14-Jan-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kecap merupakan jenis makanan cair hasil dari proses fermentasi kedelai (kedelai hitam). Tahapan proses pembuatan kecap ada 2 yaitu tahap fermentasi koji (fermentasi kapang) dan fermentasi moromi (fermentasi dengan larutan garam).

TRANSCRIPT

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan pada bahan dan perlakuan yang berbeda dengan dilakukan uji sensori yang meliputi aroma, warna, rasa dan kekentalan mengenai kecap manis. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Uji Sensoris Kecap ManisKel.Bahan dan PerlakuanAromaWarnaRasaKekentalan

A1Kedelai hitam + inokulum komersial 0,5% + cengkeh 1 gram+++++++++

A2Kedelai hitam + inokulum komersial 0,75% + cengkeh 1 gram++++++

A3Kedelai hitam + inokulum komersial 0,75% + daun serai 1 buah+++++

A4Kedelai hitam + inokulum komersial 1% + daun serai 1 buah++++++

A5Kedelai hitam + inokulum komersial 1% + pala 1 buah+++++++++

Keterangan :Warna :Aroma :Rasa :Kekentalan :+: kurang hitam: kurang kuat: kurang kuat: kurang kental ++: hitam : kuat: kuat: kental+++: sangat hitam: sangat kuat: sangat kuat: sangat kental

Dapat dilihat pada tabel 1, bahwa aroma yang paling kuat terdapat pada kelompok A1, A2 dan A5 dengan bahan dan perlakuan yang berbeda-beda, untuk warna yang memiliki warna sangat hitam adalah kelompok A1 dan A5 dengan bahan dan inokulumnya yaitu kedelai hitam, cengkeh dan inokulumnya 0,5% untuk kelompok A1, sedangkan kelompok A5 dengan bahan dan inokulumnya yaitu kedelai hitam, pala dan inokulumnya 1%. Rasa yang paling kuat juga didapatkan pada kelompok A1 dan A5, kemudian untuk kekentalannya yang paling kental adalah kelompok A1, A4 dan A5 dengan bahan dan perlakuan yang berbeda-beda.

19

20

2. PEMBAHASAN

Kecap adalah salah satu jenis makanan hasil fermentasi yang memiliki warna coklat, kental dan mengandung protein (Kasmidjo, 1990). Pada pembuatan kecap secara fermentasi, berkaitan erat dengan pemecahan protein, lemak, dan karbohidrat menjadi asam amino, asam lemak, dan monosakaridanya oleh aktivitas dari enzim jamur, khamir, dan bakteri (Koswara, 1997). Kedelai yang biasanya digunakan dalam pembuatan kecap adalah menggunakan kedelai hitam (Slamet, 1978). Proses fermentasi dari kecap terdiri dari dua tahapan, yaitu tahap fermentasi kapang (solid stage fermentation) dan tahap fermentasi moromi dalam larutan garam (brine fermentation) (Koswara, 1997). Kapang yang memiliki peran dalam fermentasi kecap, yaitu Aspergillus oryzae, A. niger dan Rhizopus sp. Sedangkan jenis khamir dan bakteri yang berperan selama proses fermentasi moromi, yaitu Zygosaccharomyces sp., Hansenula sp. dan Lactobacillus sp. (Astawan dan Astawan, 1991).

Fermentasi dari kapang sangat berpengaruh terhadap kualitas dari kecap itu sendiri karena kapang akan mengeluarkan enzim yang dapat memecah substrat menjadi senyawa-senyawa terlarut (Kumalaningsih dan Hidayat, 1995). Enzim-enzim yang terdapat di dalam kapang yaitu amilase, aminopeptidase, protease (protease netral, protease asam, dan protease alkali), invertase, karboksi peptidase dan glutaminase (Isnariani, 1993). Enzim protease dapat menghidrolisis protein kompleks (tidak larut) menjadi polipeptida dan oligopeptida menjadi asam-asam amino. Pati akan dihidrolisis menjadi disakarida dan monosakarida oleh enzim amilase dan invertase. Selama proses fermentasi, terjadi peningkatan dari nitrogen terlarut, asam amino, ammonia, nilai pH, dan suhu (Rahayu dkk., 1993).

Pada fermentasi moromi terdapat jenis bakteri dan khamir yang terlibat yaitu Lactobacillus delbrueckii, Hansenula sp. (Astawan dan Astawan, 1991), Pseudomonas soyae (Kasmidjo, 1990), Z. major, Zygosaccharomyces soyae, dan Saccharomyces rouxii (Koswara, 1997). Jenis-jenis dari bakteri dan khamir ini toleran terhadap konsentrasi garam yang tinggi (20%). Larutan garam memiliki fungsi sebagai bahan pengawet dan penyeleksi dari kegiatan mikrobia (Astawan dan Astawan, 1991). Tak hanya itu, larutan garam memiliki fungsi untuk mengekstrak senyawa-senyawa nitrogen terlarut. Sehingga didapatkan kecap yang mempunyai rasa dan aroma yang baik. Pada fermentasi moromi biasanya dilakukan pada larutan garam 20%. Fermentasi moromi secara tradisional biasanya berlangsung selama 2-4 minggu. Selama fermentasi moromi, warna larutan dari kecap akan berubah, hal ini disebabkan karena warna yang terbentuk sebagai hasil reaksi browning antara gula reduksi dengan gugus amino dari protein yang ada (Astawan dan Astawan, 1991). Hal ini sesuai dengan praktikum kecap yang telah dilakukan bahwa penambahan larutan garam sebesar 20%.

Kacang kedelai sebelum pembuatan kecap, dilakukan 4 proses utama untuk proses fermentasinya, yaitu penyortiran, perendaman, pencucian, dan perebusan. Cara kerja untuk pembuatan kecap, pertama-tama dilakukan persiapan untuk kedelai hitamnya yaitu kedelai hitam yang telah disortir, lalu direndam selama 1 malam (terendam semuanya dalam air), setelah kedelainya mekar, lalu dicuci dan ditiriskan sampai kering. Pada tahapan penyortiran memiliki tujuan untuk memisahkan kedelai berdasarkan kualitasnya sehingga didapatkan produk kecap yang berkualitas. Sedangkan fungsi dari perendaman kedelai adalah untuk mempermudah pengupasan kulit luar dan menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat ataupun tercampur dengan biji kedelai (Peppler & Perlman, 1979). Sedangkan menurut Kasmidjo (1990), perendaman dapat memberikan kesempatan pada kedelai untuk menyerap air (hidrasi) sehingga akan mempermudah menghilangkan kulitnya.

Kemudian persiapan selanjutnya yang dilaksanakan dilaboratorium Unika Soegijapranata adalah kedelai lalu direbus dengan air sampai terendam semua selama 10 menit (atau sampai agak empuk), lalu ditiriskan kembali sampai kering (kedelai diletakkan pada tampah yang telah dialasi dengan daun pisang dan keringkan dengan menggunakan tissue). Menurut Peppler & Perlman (1979) tujuan dari proses perebusan adalah untuk melunakkan biji kedelai, merusak protein inhibitor, menghilangkan bau langu, membunuh bakteri yang tidak diinginkan, dan menginaktifkan zatzat antinutrisi. Perebusan ini memiliki keuntungan untuk proses fermentasi kapang, yaitu kapang akan lebih mudah untuk tumbuh pada kedelai yang strukturnya sudah lunak dan menjadi lebih mudah menggunakan protein untuk proses pertumbuhannya. Hal ini ditambahkan menurut pendapat Atlas (1984), bahwa kedelai yang berada di dalam keadaan lembab dapat ditumbuhi jamur dan dapat mengakumulasikan beberapa enzim proteinase dan amilase. Kelembaban kedelai ini dapat diperoleh dari proses perebusan. Enzim proteinase akan menguraikan protein kedelai menjadi bentuk yang lebih sederhana (asam-asam amino). Sedangkan enzim amilase digunakan untuk memecah karbohidrat menjadi gula sederhana (gula pereduksi). Hal ini akan mempermudah proses fermentasi selanjutnya. Berikut adalah gambar kedelai yang sudah mengalami perebusan dan penirisan.

Gambar 1. Penirisan kedelai yang sudah mengalami perebusan

Setelah itu, kedelai diletakkan di dalam besek yang telah disemprot dengan alkohol dan setelah disemprot, dialasi dengan daun pisang. Kedelai yang telah di letakkan dalam besek akan dilakukan penambahan inokulum. Penambahan inokulum yang diberikan untuk setiap kelompok berbeda-beda, untuk kelompok A1 dengan 0,5% inokulum komersial untuk pembuatan tempe, kelompok A2 dan A3 dengan 0,75% inokulum komersial untuk pembuatan tempe, sedangkan untuk kelompok A4 dan A5 dengan 1% inokulum komersial untuk pembuatan tempe. Pada proses penambahan inokulum, dapat dipastikan kedelai sudah dalam keadaan yang dingin. Kemudian setelah diinokulasi, ditutup dengan daun pisang kembali, lalu ditutup dengan besek dan diinkubasi selama 3 hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasmidjo (1990), bahwa tahapan pada pembuatan kecap adalah tahap fermentasi koji (penambahan inokulum), fermentasi moromi dalam larutan garam, ekstraksi, dan filtrasi, serta penambahan bumbu dalam pemasakan. Pada proses pendinginan yang telah dilakukan memiliki tujuan yaitu apabila kedelai dalam keadaan panas (tahapan setelah direbus) dapat membunuh bibit jamur yang akan ditambahkan dan dibiakkan pada substrat (kedelai). Tak hanya itu, pendinginan juga sebagai penyesuaian suhu sehingga pertumbuhan jamur dapat optimal (Santoso, 1994). Berikut adalah gambar kedelai yang ditambahkan inokulum.

Gambar 2. Penambahan inokulum pada kedelai

Pada proses fermentasi yang dilakukan selama 3 hari memiliki manfaat supaya proses fermentasi kapang yang berlangsung dapat berjalan sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Astawan & Astawan (1991), bahwa bila proses fermentasi kapang yang dilakukan terlalu cepat, maka enzim yang dihasilkan oleh kapang tidak dapat menghasilkan komponen-komponen yang dapat menimbulkan reaksi yang penting. Semakin lama waktu fermentasi yang dilakukan, maka akan semakin banyak enzim yang akan dihasilkan. Hal ini juga dapat menyebabkan cita rasa yang dihasilkan menjadi kurang baik. Pada proses fermentasi yang dilakukan menurut Kasmidjo (1990) bahwa proses penginkubasian (atau fermentasi) harus memungkinkan terjadinya kontak dengan udara luar. Hal ini disebabkan karena proses fermentasi jamur harus dilakukan dalam kondisi aerob yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Pengaturan kondisi fermentasi ini diperlukan karena suhu, aerasi dan kadar air yang tepat dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme kontaminan atau pathogen seperti Mucor sp dan bakteri proteolitik yang dapat mempengaruhi hasil dari kecap.

Setelah diinkubasi selama 3 hari, didapatkan hasil bahwa sudah terbentuk miselia yang berwarna putih yang telah menyelimuti kedelai. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (1994), bahwa selama pertumbuhan dan aktivitas yang telah dilakukan, jamur akan menghasilkan struktur serabut yang berwarna putih kehijauan dan disebut dengan miselium. Kedelai yang telah diselimuti dengan miselia jamur yang berwarna putih kehijauan ini disebut dengan koji. Berikut gambar kedelai yang telah diselimuti dengan miselia jamur.

Gambar 3. Kedelai yang telah ditumbuhi dengan miselia jamur

Kedelai yang telah berjamur lalu akan dipotong-potong dan dikeringkan di dalam dehumifier selama 2 sampai 4 jam. Berikut adalah gambar dari kedelai yang telah berjamur dan telah dipotong-potong.

Gambar 4. Kedelai yang berjamur dan telah dipotong-potong

Kemudian ketika kedelai sudah kering, lalu dimasukkan ke dalam toples plastik dan ditambahkan dengan larutan garam 20% (100 gram garam dalam 500 ml). Menurut Tortora et al., (1995), bahwa pada proses perendaman dengan larutan garam memiliki tujuan untuk menimbulkan rasa asin dan mengekstraksi senyawa sederhana dari hasil hidrolisis pada tahap proses fermentasi koji sebelumnya. Tak hanya itu, larutan garam juga memiliki fungsi sebagai medium selektif yaitu mencegah pertumbuhan dari mikrobia berbahaya. Berikut adalah gambar kedelai yang telah mengalami proses pengeringan.

Gambar 5. Kedelai yang telah mengalami proses pengeringan

Pada perendaman larutan garam dilakukan sampai semuanya terendam (kedelai setelah tahap koji). Hal ini sesuai dengan pendapat Kasmidjo (1990), bahwa pada penambahan larutan garam harus dalam keadaan menutupi seluruh permukaan dari kedelai supaya terjadi penghambatan dan dapat mematikan sisa-sisa jamur yang masih ada pada kedelai. Hal ini disebabkan karena selama proses perendaman, kedelai akan menyerap air dari garam dan akan mengeluarkan faktor yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dari dalam biji kedelai sehingga dapat larut dalam air rendaman garam. Untuk konsentrasi larutan garam yang diberikan yaitu sebesar 20%, menurut Astawan & Astawan (1988) adalah untuk mencegah kedelai terhindar dari kontaminan lainnya dikarenakan garam yang berada dalam konsentrasi yang tinggi akan mempunyai tekanan osmotik yang tinggi pula, sehingga hal ini dapat menarik air dari bahan pangan. Berikut adalah gambar kedelai yang telah mengalami perendaman dengan larutan garam 20%.

Gambar 6. Kedelai yang telah direndam dan diberikan garam

Kemudian direndam selama 1 minggu (setiap siang hari dilakukan penjemuran dan pengadukan). Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu et al., (1993), bahwa proses pengeringan (penjemuran pada sinar matahari) dapat menurunkan kadar air dari kedelai sehingga kemungkinan jamur yang belum mati lama-lama akan terhambat pertumbuhannya karena jamur tidak dapat tumbuh bila tanpa air. Pada proses penjemuran dan pengadukan ini, didapatkan bahwa kedelai semakin bertambah kecil karena terjadi penyusutan berat dengan penghilangan kandungan air serta miselia yang menutupi permukaan dari kedelai hanya tertinggal pada bagian-bagian tertentu saja. Sedangkan menurut Tortora et al., (1995), bahwa proses pengadukan memiliki tujuan supaya larutan garam dapat homogen sehingga dapat menyentuh permukaan substrat (kedelai) dan memberikan udara untuk merangsang pertumbuhan dari khamir dan bakteri yang diperlukan. Berikut adalah gambar kedelai yang mengalami pengadukan pada siang hari selama 1 minggu.

Gambar 7. Proses pengadukan dan penjemuran pada kedelai di bawah sinar matahari

Setelah 1 minggu, kedelai kemudian dipres dan disaring dengan menggunakan kain saring hingga didapatkan filtrat 250 ml, lalu ditambahkan 750 ml air matang. Berikut adalah gambar air dari saringan kedelai.

Gambar 8. Air saringan kedelai yang telah ditambahkan 750 ml air

Filtrat kemudian direbus dengan ditambahkan gula jawa sebanyak 1 kg sampai larut semuanya, lalu ditambahkan bahan-bahan lain selain gula jawa, seperti kayu manis 20 gram, ketumbar 3 gram, laos 1 strip (yang telah ditumbuk atau digepuk), pekok 1 biji dan bahan lainnya (setiap kelompok memiliki bahan penambah yang berbeda-beda, untuk kelompok A1 dan A2 ditambahkan cengkeh 1 gram, kelompok A3 dan A4 daun serai, dan untuk kelompok A5 pala 1 buah) sampai mendidih atau agak kental. Tujuan penumbukan pada laos adalah untuk mengekstrak senyawa-senyawa dalam bahan yang dapat menimbulkan aroma dan flavor yang khas. Setelah itu, disaring dan diletakkan pada wadah steril dan dilakukan uji sensori meliputi aroma, warna, rasa dan kekentalan.Pada penambahan gula jawa yang diberikan untuk pembuatan kecap ini memiliki manfaat yaitu dapat memberikan cita rasa yang manis, kental dan memberikan warna agak kecoklatan pada larutan yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (1994), bahwa apabila konsentrasi gula yang ditambahkan banyak, maka kecap yang dapat dihasilkan adalah kecap manis dengan konsistensi tertentu, begitupun sebaliknya. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Kasmidjo (1990), bahwa penambahan gula jawa dalam jumlah yang cukup besar memiliki tujuan untuk mendapatkan rasa manis yang tepat, memberikan kekentalan yang tinggi serta memberikan warna coklat karamel yang sesuai dengan selera dari konsumen. Berikut adalah gambar penambahan bumbu-bumbu pada air saringan kedelai

Gambar 9. Penambahan gula jawa dan bumbu-bumbu pada air saringan kedelai

Berikut adalah gambar hasil kecap yang diperoleh untuk kelompok A1 sampai A5.

Gambar 10. Hasil kecap yang telah jadi kelompok A1 sampai A5 (dari kanan ke kiri)Perbedaan hasil koji dan moromi pada semua kelompok dan pengaruh jumlah inokulum yang diberikan yaitu Gambar 11. Hasil koji kelompok A1 Gambar 12. Hasil koji kelompok A2

Gambar 13. Hasil koji kelompok A3Gambar 14. Hasil koji kelompok A4

Gambar 15. Hasil koji kelompok A5

Dapat dilihat pada Gambar 11 dengan penambahan inokulum 0,5%, hasil yang didapatkan untuk tahap koji pada kelompok A1, miselia yang tumbuh kelihatan lebih sedikit dibandingkan dengan hasil koji lainnya, tidak semua bagian kedelai tertutupi dengan miselia jamur. Sedangkan untuk Gambar 12 dan Gambar 13 dengan inokulum 0,75% memiliki pertumbuhan miselia yang sudah menutupi sebagian kedelai yang ada, namun tidak sebanyak miselia yang terdapat pada kelompok A4 dan A5 (Gambar 14 dan 15) dengan inokulum yang ditambahkan sekitar 1% yang memiliki pertumbuhan miselia yang menututpi semua kedelai. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Kasmidjo,1990; Shurtleff dan Aoyagi (1979), bahwa apabila dilihat dari aspek kepadatan dari tempe, penambahan inokulum dengan konsentrasi yang kecil (0,5%) menghasilkan tempe yang kurang padat dan tidak kompak. Tekstur yang kurang kompak ini dapat disebabkan karena kurangnya miselia jamur yang menghubungkan antar kedelai. Sedangkan pada penambahan konsentrasi inokulum yang besar (0,75%-1%) terlihat bahwa miselia yang terbentuk meningkat sehingga dapat mempengaruhi tekstur atau kepadatan dari tempe. Sehingga, kadar serat kasar tempe dengan berbagai konsentrasi inokulum akan meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi inokulum yang diberikan. Hasil pada tahap moromi, tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan pada setiap kelompok, karena hasil yang didapatkan memiliki aroma yang sama-sama tidak sedap, sedangkan dari warna air yang dihasilkan juga sama-sama keruh, dan kekentalannya pun juga hampir sama yaitu cair agak kental.

Analisa sensori yang telah dilakukan memiliki hasil untuk warna, yaitu pada kelompok A1 dan A5 memiliki warna hitam, sedangkan untuk kelompok A2, A3, dan A4 memiliki warna kurang hitam. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasmidjo (1990), bahwa pembentukan dari warna coklat tua pada kecap dapat berasal dari gula jawa yang ditambahkan, dan juga dapat terbentuk karena adanya reaksi antar asam-asam amino dengan gula reduksi sehingga terjadi proses pencoklatan (maillard). Sedangkan menurut pendapat Astawan & Astawan (1988), bahwa perubahan warna pada larutan kecap yang menjadi keruh disebabkan karena reaksi browning atau pencoklatan antara gula pereduksi dengan gugus asam amino yang berasal dari protein. Tak hanya itu, warna kecap juga dapat dipengaruhi oleh lamanya fermentasi yang terjadi. Semakin lama proses fermentasi dari tempe, maka warna kedelai yang terfermentasi juga akan semakin coklat.

Analisa sensori untuk aroma, yaitu pada kelompok A1, A2 dan A5 memiliki aroma yang kuat, sedangkan pada kelompok A3 dan A4 memiliki aroma yang kurang kuat. Menurut pendapat dari Kasmidjo (1990), aroma dari kecap dapat dipengaruhi oleh senyawa alkohol dan senyawa aromatik yang dihasilkan oleh khamir selama proses fermentasi moromi. Sedangkan menurut pendapat Astawan & Astawan (1991), aroma yang dihasilkan dikarenakan adanya reaksi kimiawi yang terjadi selama proses pemanasan serta pengaruh dari bumbu-bumbu yang telah ditambahkan. Aroma dan bau yang sangat kuat ini juga dapat berasal dari jenis bumbu yang ditambahkan sehingga didapatkan bau dan cita rasa yang spesifik pada kecap, seperti cengkeh, kayu manis, laos, pekak, ketumbar, pala dan daun sereh. Aroma juga dapat timbul karena reaksi kimiawi yang terjadi selama proses pemanasan atau pemasakan, sehingga dapat dihasilkan komponen-komponen dari nitrogen seperti kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia. Komponen ini akan membentuk senyawa garam dengan asam glutamat yang dapat menimbulkan flavor yang enak dan disukai oleh konsumen. Sedangkan arginin, histidin, lisin, putresin dengan asam suksinat juga dapat memberikan kontribusi terhadap pembentukan flavor yang enak (Tortora, 1995).

Analisa sensori dari segi rasa, yaitu untuk kelompok A1 dan A5 memiliki rasa yang sangat kuat, sedangkan untuk kelompok A2, A3 dan A4 memiliki rasa yang kuat saja. Rasa yang dihasilkan dapat diperoleh dari bumbu-bumbu yang telah diberikan. Kemudian dari segi kekentalnnya, pada kelompok A1, A4 dan A5 memiliki kekentalan yang kental, sedangkan kelompok A2 dan A3 memiliki kekentalan yang kurang. Kekentalan ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan konsentrasi gula jawa yang ditambahkan pada saat proses pemasakan kecap. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwoko (2007), bahwa penambahan bumbu-bumbu dapat meningkatkan cita rasa dari kecap manis yang dihasilkan. Terdapat 2 jenis bumbu dalam pembuatan kecap manis, yaitu bumbu yang sederhana dan bumbu yang lengkap. Bumbu yang sederhana hanya menambahkan gula, lengkuas, jahe, dan kayu manis, sedangkan bumbu yang lengkap adalah hanya ditambahkan kunyit, bawang putih, kemiri, dan ketumbar. Kecap manis dengan bumbu yang lengkap lebih disukai oleh konsumen daripada kecap manis dengan bumbu yang sederhana.Berdasakan dari jurnal yang berjudul Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce with Intermittent Aeration oleh Wu, T. Y., et. al. (2009), bahwa suhu pada saat tahap proses fermentasi moromi sangat berpengaruh pada tingkat kematangan dan kualitas dari kecap. Pada suhu 450C, warna yang dihasilkan sangat gelap setelah proses pematangan atau pemasakan. Sedangkan untuk pH, dihasilkan pH yang lebih tinggi (basa) daripada suhu dibawah 450C.

Berdasarkan jurnal yang berjudul Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus oleh Purwoko T., (2007) bahwa kecap manis tanpa proses fermentasi moromi dapat menghasilkan kandungan protein terlarut dan protein total lebih tinggi daripada kecap manis dengan proses fermentasi moromi. Kemudian untuk kecap manis hasil fermentasi R. oligosporus memiliki kandungan kadar protein terlarut dan protein total lebih tinggi daripada kecap manis hasil proses fermentasi R. oryzae. Cita rasa kecap manis tanpa proses fermentasi moromi dapat diterima konsumen dan memiliki tingkat kesukaan cita rasa yang sama seperti kecap komersial.

Berdasarkan jurnal yang berjudul Peningkatan Efektivitas Media Isolasi Khamir Contoh Kecap Dengan Penambahan Kecap oleh Sugiawan W., (2006), bahwa dengan adanya penambahan kecap pada media, dapat meningkatkan keefektifitasan media itu untuk mengisolasi khamir dari berbagai sampel kecap yang ada. Penambahan sebanyak 10% kecap manis saja ke dalam media, dihasilkan efektifitas yang tinggi untuk meningkatkan isolasi sebanyak 181%. Sedangkan penambahan 5% kecap asin ke dalam media memiliki hasil efektifitas yang belum cukup. Sehingga efektifitas dari kecap asin lebih rendah daripada kecap manis.

Berdasarkan jurnal yang berjudul Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans oleh Sumague, M. J., et. al. (2008), bahwa kecap dapat mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh Bacillus circulans. Faktor- faktor kerusakannya yaitu pada jumlah mikroorganisme awal, tingkat keasaman, dan kandungan natrium klorida ataupun garam. Bakteri ini adalah bakteri halofil moderate yaitu tahan pada kadar garam yang cukup tinggi.Berdasarkan jurnal yang berjudul Development of Healthy Soy Sauce from Pigeon Pea and Soybean oleh Muangthai, P., et. al. (2009), bahwa kecap adalah produk fermentasi dari Aspergillus oryzae dengan substrat yaitu tepung, kedelai, dan garam. Beberapa formulasi telah dicoba untuk mendapatkan hasil yang tepat. Pengurangan dari penggunaan garam tidak begitu mempengaruhi proses dari fermentasi. Hal ini dapat dibuktikan bahwa kecap tetap memiliki kandungan asam laktat yang tinggi dan tidak dapat membentuk asam asetat.

3. KESIMPULAN

Substrat yang digunakan dalam proses fermentasi kecap ini adalah kedelai hitam. Tahap-tahap pembuatan kecap yaitu, persiapan bahan baku (kedelai), fermentasi koji, fermentasi moromi dan pemasakan kecap. Tahap penyortiran, perendaman dan pencucian merupakan tahap untuk membersihkan kedelai dari kulit ari serta kotoran yang ada pada biji kedelai. Tujuan perebusan kedelai adalah untuk merusak protein inhibitor, melunakkan biji kedelai, menghilangkan bau langu, membunuh bakteri yang tidak diinginkan, dan menginaktifkan zatzat antinutrisi. Tahap koji adalah tahapan fermentasi oleh kapang dengan tumbuhnya miselia berwarna putih kehijauan pada permukaan kedelai. Semakin banyak inokulum yang diberikan, semakin banyak serat kasar yang tumbuh pada kedelai pada saaat proses koji. Tahap moromi (brine fermentation) adalah proses fermentasi kedelai dalam larutan garam 20%. Fungsi tahapan moromi adalah menimbulkan rasa asin dan sebagai medium selektif (dari mikroorganisme kontaminan). Proses pengeringan dengan dehumidifier memiliki tujuan untuk menghilangkan sisa kapang yang melekat dan menurunkan kadar air. Penambahan gula jawa pada pemasakan kecap adalah untuk membetuk rasa, warna coklat karamel dan meningkatkan viskositas atau kekentalan kecap. Warna dari kecap adalah cokelat sampai hitam yang berasal dari reaksi antar asam-asam amino dengan gula reduksi. Aroma kecap yang timbul dapat berasal dari bumbu-bumbu yang digunakan serta reaksi kimiawi yang terjadi selama proses pemasakan kecap. Faktor yang mempengaruhi proses dari pembuatan kecap antara lain kedelai, inokulum yang diberikan, bumbu yang digunakan, proses fermentasi serta pemasakan.

Semarang, 18 Juni 2015Praktikan,Asisten Dosen Abigail Sharon Frisca Melia

Melinda Gabriella Huri12.70.01624. DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.

Feng, J; X. Zhan, Z. Zheng; D. Wang; L. Zhang & C. Lin. (2013). New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 31, 2013, No. 3: 292305.

Isnariani, A.J. (1993). Mikroflora dan Aflatoxin pada Kedelai Hitam dan Koji dalam Proses Pembuatan Kecap. Yogyakarta: FTP UGM

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi Dan Biokimia Pengolahan Serta Pemanfaatannya. P. A. U. UGM. Yogyakarta.

Kasmidjo, R.B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi.

Koswara, S. (1997). Mengenal makanan tradisional hasil olahan kedelai. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 8 (2): 75-76.

Kumalaningsih, S. dan N. Hidayat, (1995). Mikrobilogi Hasil Pertanian. Malang: Penerbit IKIP Malang.

Muangthai, P., Upajak P., Suwunna, P., & Patumpai, W.(2009). Development of healthy soy sauce from pigeon pea and soybean. Asian Journal of Food and Agro-Industry, 2(03), 291-301.

Peppler, H. J. & D. Perlman. (1979). Microbial Technology, Fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Purwoko, T. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus. B I O D I V E R S I T A S, Volume 8, Nomor 2. Halaman: 223-227.

Rahayu, E. ; R. Indrati; T. Utami; E. Harmayani & M. N. Cahyanto. ( 1993 ). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.

Santoso, H. B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Slamet, D.S. (1978). The nutrients and amino acids contents of kecap. Dalam Basuki, T., E. Sukara, dan S. Bojonegoro (ed.). 1981. Kumpulan Makalah Seminar Mikrobiologi II. Jakarta: Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia.

Sugiawan, W. (2006). Peningkatan Efektivitas Media Isolasi Khamir Contoh Kecap Dengan Penambahan Kecap. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian.

Sumague, M. J. V.; R. C. Mabesa; E. I. Dizon; E. V. Carpio & N. P. Roxas. (2008). Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans.Philippine Journal of Science 137(2):105-114.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Wu, Ta Yeong; M. S. Kan; L.F Siow; dan Lithnes Kalaivani P. (2009). Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce with Intermittent Aeration.

5. LAMPIRAN

5.1. Jurnal5.2. Laporan Sementara