kebudayaan minahasa

57
BAB I KEBUDAYAAN MINAHASA A. IDENTIFIKASI Minahasa adalah kawasan didalam propinsi di semenanjung Sulawesi Utara di Indonesia, sesuatu daerah yang indah, terletak di bagian utara timur pulau Sulawesi, yang mencakup 27.515 km persegi, terdiri dari empat daerah - Bolaang Mongondow, Gorontalo, Minahasa dan kepulauan Sangihe dan Talaud. Minahasa juga terkenal oleh sebab tanahnya yang subur yang menjadi rumah tinggal untuk berbagai variasi tanaman dan binatang, didarat maupun dilaut. Tertutup dengan daunan hijau pepohonan kelapa dan kebun-kebun cengkeh, tanah itu juga menyumbang variasi buah- buahan dan sayuran yang lengkap. Fauna Sulawesi Utara mencakup antara lain binatang langkah seperti burung Maleo, Cuscus, Babirusa, Anoa dan Tangkasii (Tarsius Spectrum). Kebanyakan penduduk Minahasa adalah orang yang beragama Kristen, yang ramah dan salah satu suku-bangsa yang paling dekat dengan negara barat. Hubungan pertama dengan orang Europa terjadi saat pedagang Espanyol dan Portugal tiba disana. Saat orang Belanda tiba, agama Kristen tersebar terseluruhnya. Tradisi lama jadi terpengaruh oleh keberadaan orang Belanda. Kata Minahasa berasal dari confederasi masing-masing suku-bangsa dan patung-patung yang ada jadi bukti sistem suku-suku lama. Orang Minahasa adalah suatu suku bangsa yang mendiami suatu daerah pada bagian timur laut 1

Upload: rekim

Post on 13-Jun-2015

18.109 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBUDAYAAN  MINAHASA

BAB I

KEBUDAYAAN MINAHASA

A. IDENTIFIKASI

Minahasa adalah kawasan didalam propinsi di semenanjung Sulawesi Utara di Indonesia,

sesuatu daerah yang indah, terletak di bagian utara timur pulau Sulawesi, yang mencakup 27.515

km persegi, terdiri dari empat daerah - Bolaang Mongondow, Gorontalo, Minahasa dan kepulauan

Sangihe dan Talaud.

Minahasa juga terkenal oleh sebab tanahnya yang subur yang menjadi rumah tinggal untuk

berbagai variasi tanaman dan binatang, didarat maupun dilaut. Tertutup dengan daunan hijau

pepohonan kelapa dan kebun-kebun cengkeh, tanah itu juga menyumbang variasi buah-buahan dan

sayuran yang lengkap. Fauna Sulawesi Utara mencakup antara lain binatang langkah seperti burung

Maleo, Cuscus, Babirusa, Anoa dan Tangkasii (Tarsius Spectrum).

Kebanyakan penduduk Minahasa adalah orang yang beragama Kristen, yang ramah dan salah

satu suku-bangsa yang paling dekat dengan negara barat. Hubungan pertama dengan orang Europa

terjadi saat pedagang Espanyol dan Portugal tiba disana. Saat orang Belanda tiba, agama Kristen

tersebar terseluruhnya. Tradisi lama jadi terpengaruh oleh keberadaan orang Belanda. Kata

Minahasa berasal dari confederasi masing-masing suku-bangsa dan patung-patung yang ada jadi

bukti sistem suku-suku lama.

Orang Minahasa adalah suatu suku bangsa yang mendiami suatu daerah pada bagian timur laut

jazirah sulawesi utara. Luas daerah ini, termasuk kota Manado dan Bitung. Luas daerah ini

termasuk kota-kota Manado dan Bitung, kurang dari 6.000 km2. Dalam ucapan umum orang

Minahasa menyebut diri mereka orang Manado atau Touwenang (orang Wenang), orang

Minahasa, atau pula Kawanua. Tetangga-tetangganya di sebelah utara adalah orang Sangir

dan orang Talaud, serta orang Bolaang Mongondow di sebelah selatan.

Penduduk Minahasa dapat dibagi ke dalam delapan kelompok subetnik, yaitu :

a. Tounséa

b. Toumbulu

c. Tountemboan

d. Toulour

1

Page 2: KEBUDAYAAN  MINAHASA

e. Tounsawang

f. Pasan

g. Panosakan

h. Bantik

Setiap kelompok subetnik ini memiliki bahasa sendiri yang disebut dengan nama subetnik

itu sendiri.

Malayu Manado adalah bahasa umum yang dipergunakan dalam komunikasi antara

orang-orang dari sub-sub etnik Minahasa maupun antara mereka denga penduduk dari

suku-suku bangsa lainnya, baik dalam lingkungan pergaulan kota maupun dalam lingkungan

pergaulan desa. Bahkan lebih dari itu, terutama di kota-kota, secara umum terlihat orang-

orang menggunakan Malayu Manado sebagai bahasa ibu, menggantikan bahasa pribumi

Minahasa atau bahasa suku bangsa yang bersangkutan. Peranan Malayu Manado seperti di

kota-kota ini sudah terlihat pula secara jelas di desa-desa yang penduduknya merupakan

campuran dari berbagai subetnik tersebut di atas. Generasi terakhir dari orang MInahasa di

kota-kota dan di desa-desa yang dimaksud tidak dapat lagi menggunakan bahasa pribumi

subetnik yang bersangkutan. Proses indigenisasi Malayu Manado sedang berlangsung

dengan pesat, membentuk suatu cirri identitas etnik dan bagian dari sistem budaya

Minahasa.

2

Page 3: KEBUDAYAAN  MINAHASA

B. ASAL USUL SUKU MINAHASA ANAK SUKU TONSEA

Di tanah Minahasa sendiri kaum pendatang mempunyai ciri seperti: Kaum Kuritis yang

berambut keriting, Kaum Lawangirung (berhidung pesek) Kaum Malesung/ Minahasa yang

menurunkan suku-suku : Tonsea, Tombulu, Tompakewa, Tolour, Suku Bantenan

(Pasan,Ratahan),Tonsawang, Suku Bantik masuk tanah minahasa sekitar tahun 1590 . Suku

Minahasa atau Malesung mempunyai pertalian dengan suku bangsa Filipina dan Jepang,

yang berakar pada bangsa Mongol didataran dekat Cina. Hal ini nyata tampak dalam bentuk

fisik seperti mata, rambut, tulang paras, bentuk mata, dan lain-lain.

Dalam bahasa, Bahasa Minahasa termasuk rumpun bahasa Filipina Tetua- tetua

Minahasa menurunkan sejarah kepada turunannya melalui cerita turun temurun biasanya

dilafalkan oleh Tonaas saat kegiatan upacara membersihkan daerah dari hal- hal yang tidak

baik bagi masyarakat setempat saat memulai tahun yang baru dan dari hal kegiatan

tersebut diketahui bahwa Opo Toar dan Opo Lumimuut adalah nenek moyang masyarakat

Minahasa, meskipun banyak versi tentang riwayat kedua orang tersebut.

Keluarga Toar Lumimuut sampai ketanah Minahasa dan berdiam disekitar gunung Wulur

Mahatus, dan berpindah ke Watuniutakan Sampai pada suatu saat keluarga bertambah

jumlahnya maka perlu diatur mengenai interaksi sosial didalam komunitas tersebut, yang

melalui kebiasaan peraturan dalam keturunannya nantinya menjadi kebudayaan minahasa.

Demikian juga dengan isme atau kepercayaan akan sesuatu yang lebih berkuasa atas

manusia sudah dijalankan diMinahasa sejak awal.

3

Page 4: KEBUDAYAAN  MINAHASA

C. DATA KEPENDUDUKAN DAN DESA

Sekarang ini wilayah yang dianggap wilayah etnik orang MInahasa yang terdiri dari

delapan kelompok tersebut di atas, terbagi pada tiga wilayah administrasi pemerintahan,

yaitu Kabupaten Minahasa, Kota Madya Manado, dan Kota Bitung. Mayoritas dari penduduk

di ketiga wilayah ini ialah suku bangsa Minahasa. Selain tiga wilayah tersebut, di Provinsi

Sulawesi Utara juga terdapat Kab. Gorontalo, Kab. Bolaang Mongondow, Kab.Sangihe

Talaud, Kodya Gorontalo, dan Kodya Bitung.

Kabupaten MInahasa mampunyai 468 desa (kampung), senagai kesatuan-kesatuan

administrasi yang dipimpin oleh kepala desa, secara adat disebut Hukum Tua (Kuntua).

Dewasa ini, kesatuan administrasi desa telah dirubah menjadi kelurahan dan dipimpin oleh

seorang Lurah. Apa yang sekarang dikenal sebagai aparatur pemerintah desa terdiri dari

Kepala Desa / Lurah, Orang-orang Tua Desa, dan Pamong Desa yang mengepalai sub-sub

wilayah di dalam desa dan yang bertugas sebagai juru tulis, pengukur tanah, pengurus

perkebunan, pengurus pengairan, dan pejabat urusan agama. Di seluruh Minahasa terdapat

27 kecamatan.

Kecuali desa sebagai kesatuan administrasi tersebut ada juga perkampungan yang

berupa kompleks perumahan bersama dengan kebun-kebun dan sawah-sawah yang secara

administratif merupakan bagian dari suatu desa. Ada kalanya suatu bagian desa

ditingkatkan menjadi desa dengan kepala desa sendiri.

Suatu masyarakat pedesaan dapat pula merupakan kelompok dari beberapa desa.

Masyarakat seperti itu memperlihatkan ciri-ciri kesatuan adat tertentu dan sering kali

memiliki suatu bahasa atau dialek tersendiri. Suatu kelompok desa yang sudah demikian

besarnya itu, biasanya juga merupakan tempat kedudukan Kepala Kecamatan (Camat). Baik

desa anak, desa, maupun kelompok desa-desa seperti itu, disebut wanua.

Pola perkampungan di Minahasa bersifat menetap, dalam arti bahwa suatu desa

cenderung tidak berkurang penduduknya atau lenyap karena ditinggalkan akibat ladang-

ladang yang makin jauh. Desa itu sendiri memang merupakan pusat aktifitas social dari para

petani. Kecuali itu, setiap desa dalam perkembangannya bersifat mengelompok menjadi

padat dan luas.

4

Page 5: KEBUDAYAAN  MINAHASA

Aspek lain dari pola desa di Minahasa ialah bahwa kelompok rumah-rumah itu

mempunyai bentuk memanjang mengikuti jalan raya.desa yang mulai menjadi besar, pada

sebelah menyebelah jalan raya dihubungkan dengan jalan-jalan samping untuk masuk lebih

dalam. Namun demikian, jalan raya tetap sebagai urat nadi desa dan sepanjang itu terletak

pusat-pusat aktivitas desa seperti kantor Kepala Desa, pasar, gereja, kantor polisi,

pertokoan, warung, dan sebagainya. Walaupun demikian ada pula contoh-contoh dari desa

yang berbentuk meluas dimana pusat-pusat aktivitas desa tidak terletak pada satu deretan

memanjang pada jalan raya tetapi tersebar.

Kelancaran komunikasi antar desa terutama untuk jarak-jarak yang agak jauh banyak

ditentukan oleh kendaraan-kendaraan seperti bis kecil dan kendaraan bermotor lainnya,

namun demikian ini hanya terbatas pada jalan-jalan yang baik. Di desa-desa yang tidak

dapat dilalui oleh kendaraan-kendaraan bermotor, maka gerobak yang ditarik oleh sapi

(roda sapi) atau gerobak yang ditarik oleh kuda (roda kuda) menjadi alat pengangkutan

yang pokok. Roda sapi juga penting sebagai alat pengangkutan yang menghubungkan desa

dengan lokasi pertanian. Jaringan jalan-jalan desa seperti itu, yang disebut jalan roda,

menghubungkan tempat-tempat pertanian dengan desa, atau beberapa desa yang

berdekatan. Kebanyakan dari jalan-jalan tersebut tidak dapat dilalui oleh kendaraan

bermotor.

Bentuk rumah orang MInahasa sekarang telah banyak berbeda dari bentuk-bentuk

rumah kuno, walaupun masih juga terlihat adanya unsur-unsur yang khas. Unsur-unsur khas

yang dimaksud antara lain lantai rumah yang berada diatas tiang-tiang yang tingginya

sampai 21/2 meter. Tiang-tiang tersebut dapat dibuat dari kayu (balak) maupun dari batu

kapur. Ruangan depan yang biasanya selebar rumah dimana terdapat sebuah atau dua buah

tangga tidak berdinding tetapi dikelilingi dengan regel setinggi kurang lebih 1 meter dengan

terali-terali dari kayu yang berukir secara sederhana. Biasanya di atas regel diletakkan

gerabah-gerabah bertanah yang ditanami berbagai tanaman kembang atau tanaman hias

lainnya. Dapat juga ditemukan tiang-tiang dalam ruangan itu yang dihiasi dengan ukiran-

ukiran seerhana.

5

Page 6: KEBUDAYAAN  MINAHASA

Sebuah rumah biasanya dibagi dua oleh gang pada bagian tengah. Sepanjang gang itu

terletak kamar-kamar di kedua sisinya. Bagian bawah rumah atau kolong rumah, biasanya

dipakai sebagai gudang kalau diberi dinding, atau pula sebagai kamar, atau tempat gerobak

dan alat-alat pertanian. Rumah yang biasanya berbentuk persegi panjang itu, beratapkan

daun rumbia atau seng. Genteng tidak dikenal di Minahasa. Selain dari bangunan induk itu,

suatu rumah juga mempunyai bangunan-bangunan tambahan pada bagian belakang atau

samping, yang dipakai unuk dapur dan lain-lain. Tidak setiap rumah mempunyai sumur.

Mereka yang tidak mempunyai sumur mengambil air dari mata air dengan bambu atau dari

sumur tetangga. Umumnya, setiap rumah tangga memiliki jamban; namun demikian, apa

yang terlihat pada penduduk pedesaan pada umumnya belum sesuai dengan persyaratan

sanitasi lingkungan.

Adapun bentuk rumah seseorang di dalam desa dapat menentukan pula apakah ia

tergolong pada orang yang kaya atau tidak. Biasanya orang yang lebih kaya membuat rumah

dari bahan-bahan yang lebih mahal, misalnya seng untuk atap, kaca untuk isi jendela,

sedangkan jenis-jenis kayu yang dipakai adalah dari jenis kayu yang baik seperti cempaka,

wasian, bahkan lingua yang terkenal sebagai kayu terbaik. Rumah seperti itu di kalangan

penduduk desa disebut rumah seng atau rumah kaca. Dahulu rumah-rumah tradisional

selalu dicat putih, dengan menggunakan tanah kapur sebagai bahan catnya.

6

Page 7: KEBUDAYAAN  MINAHASA

D. EKONOMI

Ekonomi pedesaan sebagai suatu aspek yang mengandung ciri-ciri perilaku “petani”

Minahasa tentu bukan padanan istilah ekonomi nasional. Ekonomi pedesaan merupakan

suatu kompleks pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma yang terwujud sebagai

pranata-pranata social yang mengatur proses dan mekanisme produksi, ditribusi, dan

konsumsi yang diturunkan secara antargenerasional, yang dipengaruhi oleh ekonomi

nasional, perubahan sosiobudaya umum, dan perubahan-perubahan ekologis dalam

lingkungan-lingkungan sumber-sumber ekonomi. Kecuali itu, dari segi kebudayaan, proses-

proses produksi, ditribusi, dan konsumsi dari setiap kegiatan ekonomi tidak terlepas dari

segi-segi lain, seperti teknologi, aturan dan organisasi kerja, upacara keagamaan, nilai dan

etos kerja, motivasi, dan lain-lain, kesemuanya merupakan pola/pola-pola mata

pencaharian yang menunjukkan perbedaan dengan sistem ekonomi nasional, atau modern,

atau formal. Namun demikian ini bukan berarti ekonomi nasioanl terpisah dari ekonomi

pedesaan. Seperti dikemukakan di atas, ekonomi nasional mempengaruhi dan merupakan

salah satu factor yang meyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam ekonomi

pedesaan maupun segi-segi kebudayaan lainnya. Dapat pula dikatakan bahwa ekonomi

pedesaan merupakan suatu kategori ekonomi di dalam ekonomi nasional.

Di Minahasa, jaringan jalan raya tergolong baik, serta adanya pelabuhan Bitung dan

bandara Sam Ratulangi, adanya industri-industri kecil, toko-toko di kota, dan kegiatan-

kegiatan ekonomi modern lainnya memang secara erat berhubungan dengan, dan sangat

mempengaruhi, ekonomi pedesaan yang berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang

masih tradisional. Ekonomi pedesaan di Minahasa mempunyai bentuk tersendiri yang

menunjukkan adanya perbedaan dari masyarakat- masyarakat pedesaan lainnya, seperti

Sangir, Gorontalo, Bolaang Mongondow, Jawa, Bali, dan sebagainya, terutama dari segi

sosiobudaya. Namun, pernyataan ini tidak mengabaikan adanya kenyataan-kenyataan

variasi intrabudaya di dalam setiap masyarakat etnis ini, bukan hanya seperti yang

dimaksud dengan keragaman pola-pola kegiatan ekonomi tersebut di atas tetapi juga

keragaman antarlokalitas pedesaan yang diperlihatkan oleh setiap kegiatan ekonomi karena

keragaman sub budaya maupun karena variasi lingkungan fisik yang melahirkan bentuk

7

Page 8: KEBUDAYAAN  MINAHASA

adaptasi yang berbeda-beda. Berbagai prasarana, sarana, dan pranata ekonomi di Minahsa

sekarang telah mengalami perkembangan, jauh berbeda dari masa-masa, katakanlah Orde

Baru. Jalan, jembatan, dan pengangkutan darat telah cukup berkembang, menyebabkan

tidak ada lagi desa - yang memiliki peranan ekonomis berarti – yang masih terisolasi.

Sekalipun desa-desa secara ekonomis tergolong tidak penting dengan jaringan jalan yang

tidak beraspal, namun dapat dijangkau dengan kendaraan umum. Sekarang, desa-desa

terpencil yang yang hanya dapat dicapai dengan gerobak sangat terbatas jumlahnya.

Namun peranan gerobak ini masih dapat mencukupi kebutuhan distribusi dan pengankutan

keluar desa-desa jenis ini. Rata-rata panjang jalan gerobak (jalan roda) ini sampai pada jalan

atau desa lain yang terletak dalam jaringan lalulintas kendaraan bermotor adalah sekitar 5

km, suatu jarak yang relatif singkat. Panjang jalan di kabupaten Minahasa adalah 722.052

km; terdiri dari jalan Negara 213,860 km, jalan provinsi 118.075 km, dan jalan kabupaten

390.605 km (BAPPEDA tingkat II Minahasa 1985 : 63). Selain kemajuan sarana dan prasarana

pengangkutan darat, bandara Sam Ratulangi dan pelabuhan samudra Bitung terus

mengalami pengembangan dan peningkatan daya tamping pemakai-pemakainya maupun

bagi berbagai kegiatan ekonomi, langsung maupun tidak langsung.

Berbagai pabrik, pertokoan yang menjual barang-barang mewah maupun kebutuhan

sehari-hari, kegiatan-kegiatan perdagangan ekspor dan impor antar pulau maupun lokal,

dan masih banyak lagi lainnya, kesemuanya tergolong pada kegiatan ekonomi modern,

menunjukkan gejala-gejala perkembangan ekonomi.

Kebutuhan masyarakat akan tenaga listrik dipenuhi dengan adanya pembangkit listrik

tenaga air pada sungai Tondano di desa Tanggari selain pembangkit listrik tenaga air terjun

di Tonsea Lama yang sudah dibangun sejak sebelum Perang Dunia II, yang menyebabkan

peningkatan pertumbuhan berbagai industri dan kegiatan ekonomi lainnya. Demikian pula

pusat pendayagunaan panas bumi seperti yang terdapat di Lahendong.

Dalam sektor pertanian sudah sejak masa sebelum Perang Dunia II berkembang

perkebunan rakyat tanaman industri, terutama kelapa, cengkeh, kopi, dan pala.

Perkebunan-perkebunan tersebut terus mengalami peningkatan intensifikasi dan

8

Page 9: KEBUDAYAAN  MINAHASA

ekstensifikasi dengan metode dan teknologi pertanian modern. Komoditi lain seperti coklat,

vanili, jahe putih, dan jambu mete, juga sudah digiatkan secara intensif.

Persawahan juga menunjukkan perkembanga dalam peningkatan produksi padi,

misalnya perbaikan dan pembangunan irigasi, penggunaan pupuk dan bibit unggul.

Pertebatan ikan mas dengan mempraktekkan metode baru (menggunakan air yang

mengalir deras ke dalam tebat-tebat yang terbuat dari semen) sudah dijalankan di banyak

desa, terutama oleh petani-petani kaya.

Perladangan tradisional (kebun kering) yang umum di MInahasa ialah perladangan

jagung, umumnya untuk konsumsi petani sendiri. Bisanya petani menanam pula dalam

kebun jagung berbagai jenis sayur, tanaman bumbu masakan, dan buah-buahan (terutama

kelapa, alpukat, papaya, jeruk, nangka, sirsak, jambu biji, jambu air) untuk konsumsi sendiri.

Pemerintah Daerah telah mengusahakan peningkatan produksi melalui Koperasi Unit Desa

(KUD).

Selain pengembangan perikanan laut yang dilaksanakan oleh perikani yang berpusat di

Aertembaga, terutama penangkapan dan pengolahan cakalang. Nelayan tradisional mulai

meningkatkan produksi berbagai jenis ikan dan binatang laut dengan menggunakan

peralatan yang lebih baik. Teknologi tradisional dipergunakan pula dalam penangkapan

jenis-jenis biotic sumber protein di danau-danau dan sungai-sungai. Desa-desa di sekeliling

danau Tondano ada segolongan penduduk yang khusus menjalankan kegiatan menangkap

berbagai jenis ikan dan binatang danau. Golongan nelayan ini mengisi sebagian dari

kebutuhan protein hewani yang dapat diperoleh di pasar di kota-kota.

Hutan merupakan sumber energi maupun materi untuk berbagai kebutuhab penduduk.

Berbagai jenis kebutuhan makanan (binatang dan tumbuhan) untuk kebutuhan sehari-hari

maupun untuk pesta, bersumber dari hutan. Jenis binatang yang umum dimakan ialah babi

hutan, tikus hutan (ekor putih), dan kalong. Sedangkan yang lainnya jarang dimakan karena

sudah tergolong langka atau tidak umum dimakan oleh orang Minahasa seperti rusa, anoa,

babirusa, monyet, ular piton, biawak, ayam hutan, telur burung maleo, dan jenis-jenis

unggas lainnya. Berbagai jenis tumbuhan liar baik yang terdapat di hutan maupun

lingkungan-lingkungan fisik lainnya merupakan bahan makanan yang memenuhi kebutuhan

9

Page 10: KEBUDAYAAN  MINAHASA

sayuran, terutama pangi, rebung, dan pakis. Demikian pula hutan menghasilkan berbagai

jenis buah-buahan seperti mangga, pakoba, dan kemiri. Selain itu, enau (tumbuhan ini

tumbuh di hutan maupun kebun) merupakan sumber nira sebagai minuman yng terkenal di

Minahsa (disebut saguer), maupun bahan gula merah.

Hutan juga merupakan sumber daya untuk berbagai kebutuhan kayu sebagai bahan

untuk membuat berbagai alat, dan bahan untuk bangunan gedung dan rumah. Selain dari

pada itu, hutan dan lingkungan fisik lainnya merupakan tempat bertumbuhnya tanaman-

tanaman yang member bahan-bahan untuk berbagai kebutuhan umum, seperti rotan, kayu

bakar, dan daun rumbia (bahan atap rumah). Sayang sekali luas hutan di Minahasa semakin

berkurang terutama karena ekstensifikasi perkebunan cengkeh yang dilakukan oleh

penduduk desa dan kota.

10

Page 11: KEBUDAYAAN  MINAHASA

E. KEKERABATAN

Pada umunya orang Minahasa membenarkan kebebasan orang untuk menentukan

jodohnya sendiri; walaupun dulu kalanya dikenal juga penentuan jodoh atas kemauan orang

tua sekalipun yang bersangkutan belum saling mengenal. Dalam hal pembatasan jodoh

dalam perkawinan ada adat eksogami yang mewajibkan orang kawin di luar family, ialah

kelompok kekerabatan yang mencakup semua anggota keluarga batih dari saudara-saudara

sekandung ibu dan ayah, baik pria maupun wanita; beserta semua keluarga batih dari anak-

anak mereka.

Sesudah nikah, secara ideal pengantin baru tinggal menurut aturan neolokal

(tumampas) pada tempat kediaman yang baru dan tidak mengelompok di sekitar tempat

kerabat si suami maupun kerabat si isteri. Dalam kenyataan, ada neolokal ini tidak lagi

diharuskan. Rumah tangga (sanga awu, satu dapur) baru dapat tinggal dalam lingkungan

kekerabatan pihak suami maupun pihak isteri sampai mereka memperoleh rumah sendiri.

Bentuk rumah tangga orang Minahasa dapat terdiri dari hanya satu keluarga batih dan

dapat pula lebih. Anak tiri dan anak angkat karena adopsi dianggap sebagai anggota kerabat

penuh dalam keluarga batih maupun kelompok kekerabatan yang lebih luas. Dulu ada

kecenderungan untuk memperluas jumlah anggota keluarga batih dengan adopsi karena hal

ini dapat menambah tenaga kerja untuk pekerjaan pertanian. Suatu rumah tangga yang

memiliki lebih dari satu kelurga batih dapat terjadi bilamana sesudah perkawinan, rumah

tangga baru ini tinggal bersama dengan salah satu orang tua mereka. Bentuk rumah tangga

lainnya adalah seperti apa yang dilukiskan oleh Padtbrugge yang terdapat beberapa abad

yang lalu yaitu rumah famili besar yang didiami oleh enam sampai Sembilan keluarga batih,

masing-masing sebagai rumah tangga sendiri karena masing-masing keluarga batih itu

memiliki dapurnya sendiri. Dasar perwujudan keluarga batih orang Minahasa melalui adat

perkawinan adalah monogamy.

Batas-batas dari hubungan kekerabatan yang terdapat pada orang Minahasa ditentukan

oleh prinsip keturunan bilateral, dimana hubungan kekerabatan ditentukan berdasarkan

garis keturunan pria maupun wanita.

11

Page 12: KEBUDAYAAN  MINAHASA

Telah kita kenal bahwa pada zaman dahulu dikenal suatu kelompok kekerabatan

keluarga luas yang tinggal pada sebuah rumahbesar, yang rupa-rupanya mengenal adat

menetap sesudah menikah yang utrolokal. Sekarang keluarga luas seperti itu tidak ada lagi.

Kelompok kekerabatan yang penting yang terdapat sekarang ini dengan prinsip keturunan

tersebut di atas tadi ialah taranak, atau yang lebih lazim disebut famili, suatu kelompok

kekerabatan yang dalam antropologi biasanya disebut kindred. Kelompok ini sering juga

disebut patuari, sekalipun istilah ini dipakai juga untuk hubungan-hubungan kekerabatan

yang lebih luas yang tidak mempunyai fungsi kekerabatan apa-apa lagi. Suatu famili

setidaknya memiliki ayah dan ibu dari sepasang suami-isteri, saudara-saudara ayah dan ibu,

serta anak-anak dan cucu-cucu mereka, saudara-saudara sekandung dari suami-isteri dan

anak-anak mereka, dan anak-anak sendiri.

Identitas hubungan kekerabatan seseorang dalam kelompok famili ialah nama famili

yang disebut fam. Nama famili diambil dari nama famili suami atau ayah tanpa perubahan

prinsip keturunan bilateral. Hal ini diperkuat pula dengan adanya kenyataan penulisan fam

suami dan fam isteri bersama-sama pada papan nama yang ditempelkan di depan rumah,

tanpa mencantumkan nama kecil suami. Akan timbul suatu masalah identitas famili, yang

disebut hilang fam, bila sepasang suami-isteri tidak memiliki anak laki-laki yang akan

mendukung fam ayah mereka.

Masalah lain yang sangat erat berhubungan dengan batas-batas hubungan kekerabatan

bilateral itu adalah penurunan warisan yang terdiri dari semua harta milik yang diperoleh

suami-isteri sebagai warisan dari orang tua mereka masing-masing, ditambah dengan harta

yang mereka peroleh bersama selama berumah tangga. Benda-benda warisan yang belum

dapat atau tidak dapat dibagi, penggunaannya secara berganti-ganti atau bergiliran yang

diatur oleh saudara laki-laki yang tertua.

12

Page 13: KEBUDAYAAN  MINAHASA

F. SISTEM PEMERINTAHAN

Sejak awal bangsa Minahasa tiada pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorang

raja sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang gelarnya

adalah Paedon Tu’a atau Patu’an yang sekarang kita kenal dengan sebutan Hukum Tua. Kata

ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang tua yang melindungi. Ukung artinya kungkung

= lindung = jaga. Tua : dewasa dalam usia, berpikir, serta didalam mengambil Kehidupan

demokrasi dan kerakyatan terjamin Ukung Tua tidak boleh memerintah rakyat dengan

sewenang-wenang karena rakyat itu adalah anak-anak dan cucu-cucunya, keluarganya

sendiri Sebelum membuka perkebunan, berunding dahulu dan setelah itu dilakukan harus

dengan mapalus Didalam bekerja terdapat pengatur atau pengawas yang di Tonsea disebut

Mopongkol atau Rumarantong, di Tolour disebut Sumesuweng.

Di Minahasa tidak dikenal sistim perbudakan, sebagaimana lasimnya di daerah lain pada

saman itu, seperti di kerajaan Bolaang,Sangir, Tobelo, Tidore dll. Hal ini membuat beberapa

dari golongan Walian Makaruwa Siyow (eksekutif ingin diperlakukan sebagai raja. seperti

raja Bolaang, raja Ternate, raja Sanger yang mereka dengar dan temui disaat barter bahan

bahan keperluan rumah tangga. Setelah cara tersebut dicoba diterapkan dimasyarakat

Minahasa oleh beberapa walian/hukum tua timbul perlawanan yang memicu terjadinya

pemberontakan serentak di seluruh Minahasa oleh golongan rakyat /Pasiyowan Telu,

Alasannya karena, bukanlah adat pemerintahan yang diturunkan Opo Toar Lumimuut,

dimana kekuasaan dijalankan dengan sewenang-wenang.

Akibat pemberontakkan itu, tatanan kehidupan di Minahasa menjadi tidak menentu,

peraturan tidak diindahkan Adat istiadat rusak, Perebutan tanah pertanian antar keluarga

Hal ini membuat golongan makarua/makadua siow (tonaas) merasa perlu mengambil

tindakan pencegahan dengan mengupayakan musyawarah raya yang dimotori oleh Tonaas-

tonaas senior dari seluruh Minahasa di Watu Pinabetengan.

Luas Minahasa pada jaman ini adalah dari pantai likupang, Bitung sampai ke muara

sungai Ranoyapo ke gunung Soputan, gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah

sungai Ranoyapo dan Poigar, Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah

kerajaan Bolaang Mongondow, sampai kira-kira abad ke 14.

13

Page 14: KEBUDAYAAN  MINAHASA

Dalam musyawarah yang dihadiri oleh seluruh keturunan Toar Lumimuut, memilih

Tonaas Kopero dari Tompakewa sebagai ketua yang dibantu anggota Tonaas Muntuuntu

dari Tombulu dan Tonaas Mandey dari Tonsea.mereka bertugas untuk konsolidasi ketiga

golongan Minahasa tsb.

14

Page 15: KEBUDAYAAN  MINAHASA

G. SOLIDARITAS DAN KERUKUNAN

Mapalus adalah suatu bentuk kerja sama yang tumbuh dalam masyarakat di Minahasa

untuk saling bantu membantu dan tolong menolong menghadapi kendala hidup baik

perorangan maupun kelompok.

Kerja sama yang dimaksud mencakup berbagai aspek kegiatan baik sosial maupun

ekonomi sedangkan kelompok masyarakat yang dimaksud dapat dikolompokkan secara

wilayah seperti Mapalus kampung Sendangan dll., kerabat seperti Mapalus Pemuda,

perkumpulan seperti Kumawangkoan dll., keluarga seperti kel.besar Lapian, Masengi dll.

Mapalus yang lengkap di Kawangkoan banyak diketahui dari penuturan orang2 tua

sedangkan yang dialami generasi sekarang tinggal sebagian kecil saja karena banyak

aktivitas2 mapalus yang sudah tidak dilakukan sejalan dengan perkembangan teknologi dan

taraf hidup masyarakat dengan konsekwensi kehidupan individualistis yang makin dominan.

Bentuk Mapalus dalam sejarah Kawangkoan dikenal dalam beberapa aspek kegiatan

masyarakat Seperti:

1. Kegiatan Sosial, antara lain:

- Mendu impero’ongan, yaitu suatu kegiatan kerja bakti kampung atau lingkungan.

- Berantang, adalah kegiatan membantu keluarga yang terkena kedukaan.

- Sumakey, adalah kegiatan bersama dalam acara syukuran.

2. Kegiatan Ekonomi dan keuangan antara lain:

- Ma’endo, yaitu usaha bersama untuk menggarap kebun atau perbaikan rumah.

- Pa’ando, yaitu aktivitas keuangan dalam bentuk arisan.

15

Page 16: KEBUDAYAAN  MINAHASA

H. KEGIATAN SOSIAL

Mendu Impero’ongan

Adalah suatu kerja sama dalam bentuk kerja bakti yang dilakukan didalam kampung

apakah itu dalam tingkat wilayah desa ataukah wilayah lingkungan/Jaga tergantung

kelompok tersebut apakah sekampung ataukah se lingkungan.Kegiatan2 yang dilakukan

adalah kebersihan lingkungan, membuka pengairan untuk dialirkan ke kampung. Sebelum

peristiwa Permesta, masyarakat Kawangkoan secara Mapalus/gotong royong membuka

perairan yang bersumber dari Batu Pinabetengan dialirkan ke Kawangkoan dengan jarak

kurang lebih 4 KM. Air tersebut walaupun tidak untuk diminum karena hanya disalurkan

melalui got2 dipinggir jalan, namun sangat membantu usaha peternakan dan kebersihan

kampung dan yang tak kalah penting untuk menjaga kemungkinan terjadinya kebakaran.

Sejak adanya Perusahaan Air Minum di Kawangkoan maka got2 tidak dirawat lagi sehingga

aliran air sudah tidak ada. Bentuk kerja bakti lainnya adalah masyarakat sekampung be-

ramai2 ke taman pemakaman membersihkan tempat pemakaman kampung yang biasanya

dilakukan menjelang hari Natal dan Tahun Baru. Masih ada aktivitas orang2 tua dulu yang

masih tergolong kerja bakti (bukan kerja paksa lho) adalah mengerjakan tanah milik desa

yang hasil garapannya diberikan kepada Hukum Tua (karena Hkm.Tua tidak digaji seperti

lurah jaman sekarang). Semua pekerjaan pekerjaan diatas dilaksanakan dengan penuh suka

relah oleh masyarakat karena semuanya dilaksanakan dalam kepentingan bersama bahkan

sangat tercela apabila ada diantara anggota masyarakat yang tidak ikut sekalipun oprang itu

dikenal kaya. Budaya malu masih sangat tinggi kala itu.

Berantang

Berantang sudah dikenal sejak jaman nenek moyang kita yaitu cara masyarakat

membantu keluarga yang terkena duka/kematian. Jaman dulu ada satu lembaga yang

dibentuk dikampung yang disebut “Pimaesaan”(Bukan Pinaesaan E Kumawangkoan) yang

mengatur bantuan kedukaan sejak meninggal sampai hari kedua kematian. Yang disiapkan

mulai dari peti jenazah, konsumsi kecil pada hari pertama menghadapi acara pemakaman

dan hari kedua makan bersama. Semua disiapkan secara bersama yang dikoordinir oleh

16

Page 17: KEBUDAYAAN  MINAHASA

Pinaesaan dengan tujuan membantu keluarga yang terkena musibah untuk tidak terlalu

terbebani baik pisik maupun mental, bahkan dalam berantang masih tersisa saldo uang

yang terkumnpul serta sisa makanan yang tidak habis dimakan oleh para pelayat dan

kelebihan2 itu diserahkan kepada keluarga. Dahulu berantang dilakukan secara disiplin

sekali sehingga tidak ada penyimpangan2 yang terjadi yang membuat cukup banyak dana

dan makanan yang tersisa namun perkembangan masa kema-sa seiring perkembangan

teknologi sehingga nilai2 moral manusia makin merosot sehingga sekarang ini banyak

keluarga yang terkena musibah harus berkorban mengeluarkan dana sendiri menutupi bon-

bon pembelian bahan di-warung2 maupun toko2 yang dilakukan oleh pelaksana. Kejadian

ini membuat Sistim Mapalus yang sangat dibanggakan justeru mengecewakan yang

tentunya bukan karena sistimnya tetapi karena moral pelaksana yang buruk.

Sampai sekarang masih dapat kita saksikan gedung2 Pinaesaan, kebun2 milik kampung,

seng2 untuk tenda2, kereta jenazah yang ada di Kawangkoan sebagai bukti dari kejayaan

Pinaesaan sebagai pelaksana Mapalus tempo dulu.

Sumakey

Adalah bentuk kebersamaan masyarakat di Kawangkoan mengadakan syukuran dalam

acara2 di Gereja, pernikahan, hari ulang tahun perkumpulan dan kedukaan. Di Gereja sering

dilakukan kebaktian2 khusus seperti hari2 gereja, pengucapan syukur panen yang

dipusatkan di Gereja. Jemaat membawa makanan masing2 ke gereja dan setelah kebaktian

syukur jemaat makan bersama.

Dalam hal pernikahan, sanak famili dari keluarga pengantin sudah membagi tugas untuk

membawa bahan2 yang akan digunakan dalam resepsi, seperti ayam, babi, beras, ikan dan

keperluan komsumsi lainnya. Bahan2 tersebut dimasak ber-sama2 dirumah keluarga

pengantin untuk disuguhkan kepada undangan. Dengan demikian keluarga pengantin

sangat tertolong dalam biaya konsumsi.

Dalam kedukaan sumakey dilakukan juga yaitu pada pagi subuh hari kedua kedukaan

dimana pada pagi subuh masyarakat ber bondong2 datang kerumah duka membawa kue2

dan minuman kopi atau teh untuk dicicipi bersama-sama dengan keluarga, dan sesudah

17

Page 18: KEBUDAYAAN  MINAHASA

minum, bersama-sama berziarah kepemakaman. Pada hari minggu berikutnya dikenal

dikampung dengan acara “Mingguan” setelah sama-sama pulang Gereja sanak famili masih

datang menghibur keluarga dengan makan siang bersama dan untuk itu masing2 keluarga

membawa makanan dari rumahnya.

Untuk yang terakhir ini keadaan sudah berubah dimana acara tetap dilakukan tapi nilai

mapalusnya sudah hilang karena keluarga yang berduka menyediakan konsumsi sendiri

untuk menjamu tamu dengan alasan sebagai ucapan terima kasih kepada pihak2 yang

sudah lelah membantu keluarga saat pemakaman dan pelaksanaan berantang. Bagi

keluarga yang mampu tidak menjadi masalah tetapi bagi keluarga yang tidak mampu hal ini

sangat membebani.

18

Page 19: KEBUDAYAAN  MINAHASA

I. ASPEK EKONOMI/KEUANGAN

Ma’endo

Bentuk kebersamaan ini dilakukan oleh masayarkat Kawangkoan untuk menggarap

kebun atau mengadakan perbaikan rumah.

Ada 2 cara yang dilakukan yaitu:

1. Sekelompok orang terdiri dari 20 sampai 30 orang membentuk kerja sama

menawarkan tenaga mengerjakan kebun atau rumah orang dan dari jasa ini mereka

diberi imbalan uang. Dalam kelompok ini ada pimpinan dan pengawas yang dipilih

oleh anggota2nya dan biasanya nya dipilihl dari yang tertua dari kelompok itu.

Menurut cerita orang tua, pangawas yang sangat berwibawa tidak segan2

mencambuki anggotanya yang lambat bekerja sehingga yang sudah terlambat harus

mengejar teman2 nya yang sudah didepan. Mungkin mereka mengejar target karena

dalam 1 hari dapat mengerjakan 3 atau 4 bidang kebun. Hebatnya tindakan

pengawas tidak ada yang berani melawan hal mana membuktikan bahwa disiplin

kelompok ini sangat tinggi. Pendapatan dibagi secara adil dan merata pada setiap

minggu.

2. Cara kedua adalah sekelompok orang pemilik kebun dan atau rumah membentuk

kelompok arisan untuk menggarap kebun/rumah Anggota2nya secara bergilir

(Ma’endo arisan). Tentunya bagi anggota yang memilik kebun/rumah lebih besar

memberikan tambahan dalam bentuk uang dan menjadi tabungan kelompok. Pada

saat itu keichlasan sangat berperan sehingga kalau ada beda-beda tipis tidak terlalu

dipermasalahkan.

Dalam hal perbaikan rumah jaman dulu dulu umumnya rumah2 di Kawangkoan masih

menggunakan atap rumbiah sedangkan rumah yang beratap seng masih sangat sedikit.

Karena umumnya rumah dari atap rumbiah maka setiap tahun atap harus diganti baru.

Disini beberap kelompok orang membentuk arisan ba’atap untuk mengerjakannya. Masa

berganti masa perkembangan ekonomi masyarakat makin meningkatmakaseng bukan lagi

menjadi barang langkah sehingga secara ber-angsur2 rumah2 di Kawangkoan beratap seng

19

Page 20: KEBUDAYAAN  MINAHASA

maka Ma’endo hilang. Ma’endo penggarap kebunpun demikian dimana cangkul mulai

diganti dengan mesin maka ma’endo pun hilang.

Pa’ando

Bentuk mapalus ini biasanya dilakukan oleh ibu2 yang membentuk kelompok arisan

uang yang dijalankan setiap minggu. Arisan ini sangat membantu keluarga2 yang

membutuhkan biaya cukup besar seperti sekolah anak2, perbaikan rumah dll. Pa’ando telah

dijalankan di mana2 sampai kepada orang2 Kawangkoan di Jakarta bahkan sudah meluas ke

mana2 di seluruh Indonesia.

Dari sejarah Mapalus yang diwujudkan oleh masyarakat Kawangkoan secara turun

temurun ternyata sudah banyak menolong masyarakat Kawangkoan dalam peningkatan

kesejahteraan dan juga kebersamaan sekaligus meningkatkan iman kepada Tuhan yang

sudah menganugerahkan segala berkat kepada mereka.

Walaupun beberapa kegiatan mapalus telah hilang ditelan oleh perkembangan

teknologi dan komunikasi yang pesat namun nilai2 luhur dari mapalus sebagai budaya

nenek moyang kita sangat berarti dalam membina kerukunan(me-lo’or2an), saling tolong

menolong(men-sule2an) satu dengan yang lain.

Demikian juga dalam pelaksanaan “berantang” yang sudah terdapat penyimpangan.

Hal ini terjadi bukan karena kesalahan berantang itu sendiri yang bertujuan luhur tetapi

justeru terletak pada manusia pelaksananya yang tidak bermoral.

Dahulu Mapalus begitu luas jangkauannya dan dapat dilaksanakan oleh sedikit maupun

banyak orang, telah melibatkan sikaya maupun simiskin, sipintar maupun sibodoh karena

didalam Mapalus keichlasan dan rela berkorban yang menjadi syarat utama. Tanpa

keichlasan dan rela berkorban apalagi masuknya unsur mementingkan diri sendiri

merupakan racun dari Mapalus yang bukan membawa anggota2 kepada peningkatan taraf

hidup moril maupun materil tetap sebaliknya akan membawa kekecewaan dan penderitaan.

Mapalus mengajak orang untuk bersatu dan bersekutu saling menolong satu dengan

yang lain yang berarti juga bersekutu untuk memuliakan Tuhan.

20

Page 21: KEBUDAYAAN  MINAHASA

Karena itu di Kawangkoan Pemerintah ikut memberi perhatian terhadap kehidupan

mapalus ini, pihak gerejani ikut mendorong jemaat bermapalus pihak intelektual ikut

memikirkan perkembangan mapalus maka lengkaplah Mapalus menjadi suatu sarana

pembangunan iman, moral dan material untuk pembangunan masyarakat Kawangkoan

sebagai bagian dari Pembangunan Bangsa Indonesia.

Melihat dimensi Mapalus yang cukup luas terhadap kehidupan masyarakat, yang

mewujudkan sifat kasih sebagai perintah Tuhan, menganjurkan kepedulian terhadap

mereka yang susah sebagai wujud perikemanusiaan, dengan kelompok2 yang mau bersatu

dan tunduk pada kehendak suara terbanyak sebagai wujud demokrasi dan bermuara pada

peningkatan kesejahtaraan bersama yang kesemuanya bersumber pada nilai2 luhur budaya

nenek moyang kita.

Kerukunan yang telah mencakup wilayah kecamatan atau wilayah distrik dulu disebut

dengan pakasa’an yang artinya wilayah kesatuan adat yang sama dengan apa yang dahulu

disebut walak, oleh pemerintah Belanda disebut distrik.

21

Page 22: KEBUDAYAAN  MINAHASA

J. RELIGI

Unsur-unsur kepercayaan pribumi yang dapat disaksikan pada orang Minahasa yang

sekarang secara resmi telah memeluk agama-agama Protestan, Katolik maupun Islam

merupakan peninggalan sistem religi zaman dahulu sebelum berkembangnya agama

Kristen. Unsur-unsur ini mencakup : konsep-konsep dunia gaib, makhluk dan kekuatan

adikodrati (yang dianggap “baik” dan “jahat” serta manipulasinya, dewa tertinggi, jiwa

manusia, benda berkekuatan gaib, tempat keramat, orang berkekuatan gaib, dan dunia

akhirat).

Unsur-unsur religi pribumi terdapat dalam beberapa upacara adat yang dilakukan orang

yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa lingkaran hidup individu, seperti kelahiran,

perkawinan, kematian maupun dalam bentuk-bentuk pemberian kekuatan gaib dalam

menghadapai berbagai jenis bahaya, serta yang berhubungan dengan pekerjaan atau mata

pencaharian. Unsur-unsur ini tentu juga tampak dalam wujud sebagai kedukunan (sistem

medis makatana) yang sampai sekarang masih hidup.

Dunia gaib sekitar manusia dianggap didiami oleh makhluk-makhluk halus seperti roh-

roh leluhur baik maupun jahat, hantu-hantu dan kekuatangaib lainnya. Usaha manusia

untuk mengadakan hubungan dengan makhluk-makhluk tersebut bertujuan supaya hidup

mereka tidak diganggu sebaliknya dapat dibantu dan dilindungi, dengan mengembangkan

sustu kompleks sistem upacara pemujaan yang dahulu dikenal sebagai na’amkungan atau

ma’ambo atau masambo.

Dalam mitologi orang Minahasa rupanya sistem kepercayaan dahulu mengenal banyak

dewa, salah satunya adalah dewa tertinggi. Dewa oleh penduduk disebut empung atau opo,

dan untuk sewa yang tertinggi disebut opo wailan wangko. Dewa yang penting sesudah

dewa tertinggi ialah karema.

Opo wailan wangko dianggap sebagai pencipta seluruh alam dan isinya yang dikenal

oleh manusia yang memujanya. Karema yang mewujudkan diri sebagai manusia adalah

sebagai penunjuk jalan bagi lumimuut (wanita sebagai manusia pertama) untuk

mendapatkan keturunan seorang pria yang bernama to’ar, yang juga dianggap sebagai

22

Page 23: KEBUDAYAAN  MINAHASA

pembawa adat khususnya cara-cara pertanian yaitu sebagai cultural hero (dewa pembawa

adat).

Roh leluhur juga disebut opo, atau sering disebut dotu yang pada masa hidupnya adalah

seorang yang dianggap sakti dan juga sebagai pahlawan seperti pemimpin-pemimpin

komunitas besar ( kepala walak dan komunitas desa; tona’as ). Mereka juga dalam hidupnya

memiliki keahlian dan prestasi seperti dalam perang, keagamaan dan kepemimpinan. Ada

kepercayaan bahwa opo-opo yang baik akan senantiasa menolong manusia yang dianggap

sebagai cucu mereka ( puyun) apabila mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan.

Pelanggaran yang terjadi dapat mangakibatkan yang bersangkutan akan mengalami

bencana atau kesulitan hidup akibat murka opo-opo, ataupun kekuatan sakti yang diberikan

akan hilang. Disamping itu, ada juga opo-opo yang memberikan kekuatan sakti untuk hal-hal

yang tidak baik, seperti untuk mencuri, berjudi dsb.

Konsepsi makhluk halus lainnya seperti hantu ialah panunggu, lulu, puntianak, pok-pok

dsb yang dianggap berada di tempat tertentu dan pada saat dan keadaan tertentu dapat

maengganggu manusia. Untuk menghadapi hal-hal tersebut sangat dirasakan peranan dari

opo-opo yang dapat menghadapi atau mengalahkan mereka atau mengatasi gangguan dari

mereka.

Roh (mukur) orangtua sendiri ataupun roh-roh kerabat yang sudah meninggal dianggap

selalu berada di sekitar kelurganya yang masih hidup, yang sewaktu-waktu datang menun

jukkan dirinya dalam bentuk bayangan atau mimpi atau dapat pula melalui seseorang

sebagai media yang dimasuki oleh mukur sehingga bisa bercakap-cakap dengan kerabatnya.

Mukur yang demikian tidak dianggap berbahaya malahan bisa menolong kerabatnya.

Kepercayaan orang Minahasa bahwa ada bagian tubuh yang mempunyai kekuatan sakti

seperti rambut dan kuku. Binatang-binatang yang memiliki kekuatan sakti adalah ular hitam

dan beberapa jenis burung, terutama burung hantu (manguni). Untuk tumbuh-tumbuhan

yang memiliki kekuatan sakti adalah tawa’ang, goraka (jahe), balacai, jeruk suangi dll. Gejala

alam seperti gunung meletus dan hujan lebat bersama petir secara terus-menerus dianggap

sebagai amarah para dewa. Senjata yang dianggap memiliki kekuatan sakti yang harus

dijaga dengan baik adalah keris, santi (pedang panjang), lawang (tombak), dan kelung

23

Page 24: KEBUDAYAAN  MINAHASA

(perisai). Ucapan berupa sumpah dan kutukan juga dikenal sebagai kata-kata yang dianggap

dapat mengakibatkan malapetaka, apalagi kalau yang mengatakannya orangtua, kata-

katanya dianggap memiliki kekuatan sakti. Benda-benda jimat baik yang diwariskan

orangtua ataupun yang didapat dari walian atau tona’as yang disebut paereten adalah

benda-benda yang kesaktiannya dipercaya yang sampai sekarang masih dipakai.

Jiwa yang dianggap sebagai kekuatan yang ada dalam tubuh manusia yang

menyebabkan adanya hidup, rupanya memiliki konsepsi yang sama dengan jiwa sesudah

meninggalkan tubuh karena mati atau roh. Konsepsi jiwa dan roh ini disebut katotouan.

Unsur kejiwaan dalam kehidupan manusia adalah : gegenang (ingatan), pemendam

(perasaan), dan keketer (kekuatan). Gegenang adalah unsure yang utama dalam jiwa.

Pada saat sekarang, sesuai dengan aturan-aturan agama Kristen, maka konsepsi dunia

akhirat (sekalipun untuk mereka yang masih melakukan upacara-upacara kepercayaan

pribumi untuk mendapatkan kekuatan sakti dari makhluk-makhluk halus) ialah surga bagi

yang selamat, serta neraka bagi yang berdosa dan tidak percaya.

Upacara-upacara keagamaan pribumi masih banyak dilakukan oleh orang minahasa

sebagai perwujudan untuk mengadakan hubungan dengan dunia gaib atau

sebagaikelakuakn religi atas dasar suatu emosi keagamaan, upacara-upacara itu

diantaranya adalah yang biasa dilakukan pada malam hari di rumah tona’as atau di rumah

orang lain, bisa juga di tempat-tempat keramat seperti kuburan opo-opo, batu-batu besar

dan di bawah pohon besar. Pada saat tertentu yang dianggap penting upacara dapat

dilakukan di Watu Pinabetengan, tempat di mana secara mitologis paling keramat di

Minahasa.

Upacara dilakukan pada saat tertentu, misalnya pada malam bulan purnama. Tokoh

tradisional yang melakukan dan memimpin upacara keagamaan pribumi dikenal dengan

nama walian, pemimpin upacara dapat dipegang oleh wanita atau pria.

Agama-agama resmi yang umum diatur oleh orang Minahasa antara lain Protestan (yang

terdiri dari berbagai sekte), katolik dan Islam. Terlepas dari tingkat kepercayaan

perseorangan, unsure-unsur religi pribumi tidak dapat dilepaskan dari kehidupan

keagamaan. Misalnya komponen pribumi terpadu bersama komponen Kristen yang diluar

24

Page 25: KEBUDAYAAN  MINAHASA

upacara-upacara formal Gerejani seperti yang terlihat dalam upacara-upacara dari masa

hamil sampai masa meninggal maupun pada perilaku keagamaan sehari-hari. Sebagaimana

yang telah dikemukakan pada contoh sebelumnya dapat dilihat adanya komponen religi

pribumi dalam kebudayaan Minahasa yang secara mendalam telah mengalami perubahan

melalui jalur-jalur kolonialisme, pendidikan formal, dan kristenisasi maupun jalur-jalur

kontak atau difusi budaya lainnya.

25

Page 26: KEBUDAYAAN  MINAHASA

BAB II

PRODUK BUDAYA

A. RUMAH ADAT

Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang terdiri dari dua tangga

didepan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga tersebut

dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka

roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya.

B. BAHASA

Di Minahasa ada sekitar empat bahasa daerah diantaranya bahasa Totemboan,

Tombulu, Tonsea, Bantik, Tonsawang. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota

Tomohon selain menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan juga

menggunakan bahasa daerah Minahasa. Seperti diketahui di Minahasa terdiri dari delapan

macam jenis bahasa daerah yang dipergunakan oleh delapan etnis yang ada, seperti

Tountemboan, Toulour, Tombulu, dll. Bahasa daerah yang paling sering digunakan di Kota

Tomohon adalah bahasa Tombulu, karena memang wilayah Tomohon termasuk dalam etnis

Tombulu. Selain bahasa percakapan di atas, ternyata ada juga masyarakat di Minahasa dan

Kota Tomohon khususnya para orang tua yang menguasai Bahasa Belanda karena pengaruh

jajahan dari Belanda serta sekolah-sekolah jaman dahulu yang menggunakan Bahasa

Belanda. Saat ini, semakin hari masyarakat yang menguasai dan menggunakan Bahasa

Belanda tersebut semakin berkurang seiring dengan semakin berkurangnya masyarakat

berusia lanjut.

26

Page 27: KEBUDAYAAN  MINAHASA

C. PAKAIAN ADAT

Di masa lalu busana sehari-hari wanita Minahasa terdiri dari baju sejenis kebaya, disebut

wuyang (pakaian kulit kayu). Selain itu, mereka pun memakai blus atau gaun yang disebut

pasalongan rinegetan, yang bahannya terbuat dari tenunan bentenan. Sedangkan kaum pria

memakai baju karai, baju tanpa lengan dan bentuknya lurus, berwarna hitam terbuat dari

ijuk. Selain baju karai, ada juga bentuk baju yang berlengan panjang, memakai krah dan

saku disebut baju baniang. Celana yang dipakai masih sederhana, yaitu mulai dari bentuk

celana pendek sampai celana panjang seperti bentuk celana piyama.

Pada perkembangan selanjutnya busana Minahasa mendapatkan pengaruh dari bangsa

Eropa dan Cina. Busana wanita yang memperoleh pengaruh kebudayaan Spanyol terdiri dari

baju kebaya lengan panjang dengan rok yang bervariasi. Sedangkan pengaruh Cina adalah

kebaya warna putih dengan kain batik Cina dengan motif burung dan bunga-bungaan.

Busana pria pengaruh Spanyol adalah baju lengan panjang (baniang) yang modelnya

berubah menyerupai jas tutup dengan celana panjang. Bahan baju ini terbuat dari kain

blacu warna putih. Pada busana pria pengaruh Cina tidak begitu tampak.

Baju Ikan Duyung

Pada upacara perkawinan, pengantin wanita mengenakan busana yang terdiri dari baju

kebaya warna putih dan kain sarong bersulam warna putih dengan sulaman motif sisik ikan.

Model busana pengantin wanita ini dinamakan baju ikan duyung. Selain sarong yang

bermotifkan ikan duyung, terdapat juga sarong motif sarang burung, disebut model

salimburung, sarong motif kaki seribu, disebut model kaki seribu dan sarong motif bunga,

disebut laborci-laborci.

Aksesori yang dipakai dalam busana pengantin wanita adalah sanggul atau bentuk

konde, mahkota (kronci), kalung leher (kelana), kalung mutiara (simban), anting dan gelang.

Aksesori tersebut mempunyai berbagai variasi bentuk dan motif. Konde yang menggunakan

9 bunga Manduru putih disebut konde lumalundung, sedangkan Konde yang memakai 5

tangkai kembang goyang disebut konde pinkan. Motif Mahkota pun bermacam-macam,

seperti motif biasa, bintang, sayap burung cendrawasih dan motif ekor burung cendrawasih.

27

Page 28: KEBUDAYAAN  MINAHASA

Pengantin pria memakai busana yang terdiri dari baju jas tertutup atau terbuka, celana

panjang, selendang pinggang dan topi (porong). Busana pengantin baju jas tertutup ini,

disebut busana tatutu. Potongan baju tatutu adalah berlengan panjang, tidak memiliki krah

dan saku. Motif dalam busana ini adalah motif bunga padi, yang terdapat pada hiasan topi,

leher baju, selendang pinggang dan kedua lengan baju.

Busana Pemuka Adat

Busana Tonaas Wangko adalah baju kemeja lengan panjang berkerah tinggi, potongan

baju lurus, berkancing tanpa saku. Warna baju hitam dengan hiasan motif bunga padi pada

leher baju, ujung lengan dan sepanjang ujung baju bagian depan yang terbelah. Semua

motif berwarna kuning keemasan. Sebagai kelengkapan baju dipakai topi warna merah yang

dihiasi motif bunga padi warna kuning keemasan pula.

Busana Walian Wangko pria merupakan modifikasi bentuk dari baju Tonaas Wangko,

hanya saja lebih panjang seperti jubah. Warna baju putih dengan hiasan corak bunga padi.

Dilengkapi topi porong nimiles, yang dibuat dari lilitan dua buah kain berwarna merahhitam

dan kuning-emas, perlambang penyatuan 2 unsur alam, yaitu langit dan bumi, dunia dan

alam baka. Sedangkan Walian Wangko wanita, memakai baju kebaya panjang warna putih

atau ungu, kain sarong batik warna gelap dan topi mahkota (kronci). Potongan baju tanpa

kerah dan kancing. Dilengkapi selempang warna kuning atau merah, selop, kalung leher dan

sanggul. Hiasan yang dipakai adalah motif bunga terompet.

28

Page 29: KEBUDAYAAN  MINAHASA

D. ALAT MUSIK

- Kolintang

Kolintang adalah instrument musik tradisional yang sudah sangat terkenal di Indonesia.

Instrument kolintang telah diketahui sejak jaman dahulu dan telah dipopulerkan oleh

masyarakat melalui berbagai macam pertunjukan. Instrument ini semuanya terbuat dari

kayu dan disebut "mawenang".

- Musik Bambu

Musik bambu adalah alat musik yang dibuat dari bambu dan dimainkan oleh kurang

lebih 40 orang. beberapa jenis musik bambu adalah :

- Musik Bambu Melulu : seluruh instrument terbuat dari bambu

- Musik Bambu Klarinet : sebagian instrument terbuat dari bambu dan sebagian dari "bia"

- Musik Bambu Seng ; beberapa instrument terbuat dari bambu

- Musik Bia : instrument terbuat dari bia.

E. LAGU DAERAH

- O Ina Ni Keke

- Oh Minahasa

F. MAKANAN

- Bubur manado

- Ayam rica-rica

- Biakolobi

G. TARI-TARIAN

- Tari Maengket

Maengket adalah tari tradisional Minahasa dari zaman dulu kala sampai saat ini masih

berkembang. Maengket sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal

pertanian terutama menanam padi di lading. Kalau dulu Nenek Moyang Minahasa,

maengket hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang

29

Page 30: KEBUDAYAAN  MINAHASA

hanya sederhana, maka sekarang tarian maengket telah berkembang teristimewa

bentuk dan tarinya tanpa meninggalkan keasliannya terutama syair/sastra lagunya.

Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu : - Maowey Kamberu - Marambak – Lalayaan.

- Tari Maowey Kamberu

Maowey Kamberu adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara pengucapan syukur

kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian terutama tanaman padi yang

berlipat ganda/banyak.

- Tari Marambak

Marambak adalah tarian dengan semangat kegotong-royongan, rakyat Minahasa Bantu

membantu membuat rumah yang baru. Selesai rumah dibangun maka diadakan pesta

naik rumah baru atau dalam bahasa daerah disebut “rumambak” atau menguji kekuatan

rumah baru dan semua masyarakat kampong diundang dalam pengucapan syukur.

- Tari Lalayaan

Lalayaan adalah tari yang melambangkan bagaimana pemuda-pemudi Minahasa pada

zaman dahulu akan mencari jodoh mereka. Tari ini juga disebut tari pergaulan muda-

mudi zaman dahulu kala di Minahasa.

- Tari Katrili

Menurut legenda rakyat Minahasa, tari katrili adalah salah satu tari yang dibawa oleh

Bangsa Spanyol pada waktu mereka datang dengan maksud untuk membeli hasil bumi

yang ada di Tanah Minahasa. Karena mendapatkan hasil yang banyak, mereka menari-

nari tarian katrili. Lama-kelamaan mereka mengundang seluruh rakyat Minahasa yang

akan menjual hasil bumi mereka didalam menari bersama-sama sambil mengikuti irama

musik dan aba-aba. Ternyata tarian ini boleh juga dibawakan pada waktu acara pesta

perkawinan di tanah Minahasa.

Sekembalinya Bangsa Spanyol kenegaranya dengan membawa hasil bumi yang

dibeli di Minahasa, maka tarian ini sudah mulai digemari Rakyat Minahasa pada

umumnya. Tari katrili termasuk tari modern yang sifatnya kerakyatan.

30

Page 31: KEBUDAYAAN  MINAHASA

- Tari Kabasaran

Adalah Tari Perang, merupakan tarian tradisional Minahasa yang menceritakan

bagaimana suku Minahasa mempertahankan tanah Minahasa dari musuh yang hendak

mendudukinya. Tari Perang ini memperagakan bagaimana menggunakan Pedang Perisai

dan Tombak. Tarian Kabasaran ini ditarikan untuk acara-acara khusus seperti

Penyambutan tamu dan atau diberbagai Acara.

31

Page 32: KEBUDAYAAN  MINAHASA

BAB III

UPACARA ADAT

A. PERNIKAHAN ADAT MINAHASA

Proses pernikahan adat yang selama ini dilakukan di tanah Minahasa telah mengalami

penyesuaian seiring dengan perkembangan jaman. Misalnya ketika proses perawatan calon

pengantin serta acara "Posanan" (Pingitan) tidak lagi dilakukan sebulan sebelum

perkawinan, tapi sehari sebelum perkawinan pada saat "Malam Gagaren" atau malam

muda-mudi. Acara mandi di pancuran air saat ini jelas tidak dapat dilaksanakan lagi, karena

tidak ada lagi pancuran air di kota-kota besar. Yang dapat dilakukan saat ini adalah mandi

adat "Lumelek" (menginjak batu) dan "Bacoho" karena dilakukan di kamar mandi di rumah

calon pengantin. Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan sekarang ini, semua acara /

upacara perkawinan dipadatkan dan dilaksanakan dalam satu hari saja. Pagi hari

memandikan pengantin, merias wajah, memakai busana pengantin, memakai mahkota dan

topi pengantin untuk upacara "maso minta" (toki pintu). Siang hari kedua pengantin pergi

ke catatan sipil atau Departemen Agama dan melaksanakan pengesahan/pemberkatan

nikah (di Gereja), yang kemudian dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Pada acara in

biasanya dilakukan upacara perkawinan ada, diikuti dengan acara melempar bunga tangan

dan acara bebas tari-tarian dengan iringan musik tradisional, seperti tarian Maengket,

Katrili, Polineis, diriringi Musik Bambu dan Musik Kolintang.

Upacara Perkawinan adat

Upacara perkawinan adat Minahasa dapat dilakukan di salah satu rumah pengantin pria

ataupun wanita. Di Langowan-Tontemboan, upacara dilakukan dirumah pihak pengantin

pria, sedangkan di Tomohon-Tombulu di rumah pihak pengantin wanita. Hal ini

mempengaruhi prosesi perjalanan pengantin. Misalnya pengantin pria ke rumah pengantin

wanita lalu ke Gereja dan kemudian ke tempat acara resepsi. Karena resepsi/pesta

perkawinan dapat ditanggung baik oleh pihak keluarga pria maupun keluarga wanita, maka

32

Page 33: KEBUDAYAAN  MINAHASA

pihak yang menanggung biasanya yang akan memegang komando pelaksanaan pesta

perkawinan. Ada perkawinan yang dilaksanakan secara Mapalus dimana kedua pengantin

dibantu oleh mapalus warga desa, seperti di desa Tombuluan. Orang Minahasa penganut

agama Kristen tertentu yang mempunyai kecenderungan mengganti acara pesta malam hari

dengan acara kebaktian dan makan malam. Orang Minahasa di kota-kota besar seperti kota

Manado, mempunyai kebiasaan yang sama dengan orang Minahasa di luar Minahasa yang

disebut Kawanua. Pola hidup masyarakat di kota-kota besar ikut membentuk pelaksanaan

upacara adat perkawinan Minahasa, menyatukan seluruh proses upacara adat perkawinan

yang dilaksanakan hanya dalam satu hari (Toki Pintu, Buka/Putus Suara, Antar harta, Prosesi

Upacara Adat di Pelaminan).

Prosesi Upacara Perkawinan di Pelaminan

Penelitian prosesi upacara perkawinan adat dilakukan oleh Yayasan Kebudayaan

Minahasa Jakarta pimpinan Ny. M. Tengker-Rombot di tahun 1986 di Minahasa. Wilayah

yang diteliti adalah Tonsea, Tombulu, Tondano dan Tontemboan oleh Alfred Sundah, Jessy

Wenas, Bert Supit, dan Dof Runturambi. Ternyata keempat wilayah sub-etnis tersebut

mengenal upacara Pinang, upacara Tawa’ang dan minum dari mangkuk bambu (kower).

Sedangkan upacara membelah kayu bakar hanya dikenal oleh sub-etnis Tombulu dan

Tontemboan. Tondano mengenal upacara membelah setengah tiang jengkal kayu Lawang

dan Tonsea-Maumbi mengenal upacara membelah Kelapa. Setelah kedua pengantin duduk

di pelaminan, maka upacara adat dimulai dengan memanjatkan doa oleh Walian disebut

Sumempung (Tombulu) atau Sumambo (Tontemboan). Kemudian dilakukan upacara

"Pinang Tatenge’en". Kemudian dilakukan upacara Tawa’ang dimana kedua mempelai

memegang setangkai pohon Tawa’ang megucapkan ikrar dan janji. Acara berikutnya adalah

membelah kayu bakar, simbol sandang pangan. Tontemboan membelah tiga potong kayu

bakar, Tombulu membelah dua. Selanjutnya kedua pengantin makan sedikit nasi dan ikan,

kemudian minum dan tempat minum terbuat dari ruas bambu muda yang masih hijau.

Sesudah itu, meja upacara adat yang tersedia didepan pengantin diangkat dari pentas

pelaminan. Seluruh rombongan adat mohon diri meniggalkan pentas upacara. Nyanyian-

33

Page 34: KEBUDAYAAN  MINAHASA

nyanyian oleh rombongan adat dinamakan Tambahan (Tonsea), Zumant (Tombulu) yakni

lagu dalam bahasa daerah. Bahasa upacara adat perkawinan yang digunakan, berbentuk

sastra bahasa sub-etnis Tombulu, Tontemboan yang termasuk bahasa halus yang penuh

perumpamaan nasehat. Prosesi perkawinan adat versi Tombulu menggunakan penari

Kabasaran sebagai anak buah Walian (pemimpin Upacara adat perkawinan). Hal ini

disebabkan karena penari Kabasaran di wilayah sub-etinis lainnya di Minahasa, belum

berkembang seperti halnya di wilayah Tombulu. Pemimpin prosesi upacara adat

perkawinan bebas melakukan improvisasi bahasa upacara adat. Tapi simbolisasi benda

upacara, seperti : Sirih-pinang, Pohon Tawa’ang dan tempat minum dari ruas bambu tetap

sama maknanya.

34

Page 35: KEBUDAYAAN  MINAHASA

B. UPACARA ADAT LAINNYA

Syukuran

Di samping itu di seluruh tanah Minahasa setiap tahunnya di setiap kecamatan atau

kawasan diadakan upacara syukuran yang dikaitkan dengan upacara keagamaan. Kegiatan

ini dipusatkan di gereja-gereja yang ada di kecamatan atau kawasan tersebut. Maksud

diadakannya upacara syukuran adalah untuk mengucap syukur atas segala berkat dan

anugerah yang telah Tuhan berikan di Tanah Minahasa termasuk masyarakat Tomohon

dalam setahun, upacara syukuran ini memiliki kemiripan dengan upacara "Thanksgiving" di

Amerika.

Naik Rumah Baru

Selain upacara syukuran di atas, di tanah Minahasa juga dikenal memiliki upacara-

upacara adat yang lain seperti jika seseorang/keluarga akan menempati sebuah rumah atau

menempati tempat kediaman baru maka orang/keluarga tersebut akan melaksanakan

upacara syukuran "Naik Rumah Baru", hal ini dianalogikan dengan bentuk rumah tradisional

Minahasa yang berbentuk rumah panggung sehingga untuk memasukinya harus menaiki

sejumlah anak tangga

35

Page 36: KEBUDAYAAN  MINAHASA

BAB IV

PARIWISATA

WISATA MEGALIT DI MINAHASA BATU-BATU EKSOTIK DARI NEGERI BIBIR PASIFIK

1. Waruga

Dalam bahasa kuno Minahasa, kata waruga berasal dari dua kata: wale dan maruga.

“Wale artinya rumah, dan maruga artinya badan yang hancur lebur menjadi abu. Salah satu

sisa megalit yang begitu terkenal dan dominan di Minahasa adalah waruga (peti kubur

batu). Ini bukan sembarang peti kubur biasa. Yang istimewa, peti kubur ini terdiri atas dua

bagian: badan dan tutup. Tiap-tiap bagian itu terbuat dari sebuah batu utuh (monolith).

Umumnya, berbentuk kotak segiempat (kubus) untuk bagian badannya dan hanya sedikit

yang berbentuk segidelapan atau bulat. Di dalam bagian badan waruga terdapat rongga

sebagai kubur jasad orang yang meninggal. “Posisi mayat di dalam batu ini dalam keadaan

jongkok, sesuai posisi bayi dalam rahim ibu. Yang laki-laki, tangan berada dalam posisi kunci

tangan dan perempuan kepal tangan,” papar Anton Tahuna (38) juru kunci kompleks

waruga Sawangan, Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa. Posisi mayat tersebut

terkait dengan filosofi manusia mengawali kehidupan dengan posisi jongkok dan semestinya

mengakhiri hidup dengan posisi yang sama. Filosofi ini dikenal dalam bahasa lokal adalah

whom. Setiap waruga biasanya dipakai untuk satu famili. Ada juga waruga yang

dipersiapkan untuk mayat yang berasal dari kesamaan profesi sebelum wafat. Di dalam

waruga seringkali ditemukan tulang-tulang manusia yang berasosiasi dengan benda lain,

macam keramik Cina, perhiasan, alat-alat logam dan manik-manik. “Waktu dikubur, barang-

barang kesayangan mereka semasa hidup harus disertakan juga sebagai bekal kubur.

Karena itu, di bagian bawah mayat ada piring yang besar. Maksudnya, supaya perhiasan tadi

tidak jatuh ke bawah tetapi justru jatuh ke piring tadi.

36

Page 37: KEBUDAYAAN  MINAHASA

2. Watu Pinawetengan

Batu ini merupakan bongkahan batu-batu besar alamiah, sehingga bentuknya tidak

beraturan. Pada bongkahan batu tersebut terdapat goresan-goresan berbagai motif yang

dibuat oleh tangan manusia. Goresan-goresan itu ada yang membentuk gambar manusia,

menyerupai kemaluan laki-laki dan perempuan dan motif garis-garis serta motif yang tak

jelas maksudnya. Para ahli menduga, goresan-goresan ini merupakan simbol yang berkaitan

dengan kepercayaan komunitas pendukung budaya megalit.

Watu Pinawetengan telah sejak lama menjadi tempat permohonan orang, seperti

kesembuhan dari penyakit dan perlindungan dari marabahaya. Dengan melakukan ritual

ibadah yang dipandu seorang tonaas (mediator spiritual), sebagian orang percaya doa

mereka akan cepat dikabulkan. Arie Ratumbanua – juru kunci Watu Pinawetengan –

menegaskan, masyarakat yang datang ke sini bukan bertujuan menyembah batu, melainkan

menjadikan batu sebagai tempat atau sarana ibadah. Soal asal-usul batu ini, masyarakat

setempat percaya di sinilah tempat bermusyawarah para pemimpin dan pemuka

masyarakat Minahasa asli keturunan Toar-Lumimuut (nenek moyang masyarakat Minahasa)

pada masa lalu. Para pemimpin itu bersepakat untuk membagi daerah menjadi enam

kelompok etnis suku-suku bangsa yang tergolong ke dalam kelompok-kelompok etnis

Minahasa

37

Page 38: KEBUDAYAAN  MINAHASA

PENUTUP

Pulau Sulawesi di huni oleh beranekaragam suku bangsa, dimana masing-masing

mempunyai ciri khas dan keunikan tersendiri diantaranya suku-suku bangsa tersebut, salah

satunya suku Minahasa yang mendiami daerah pada bagian Timur Jazirah Sulawesi Utara.

Suku Minahasa memiliki berbagai macam kebudayaan yang merupakan kekayaan dari

daerahmya. Berbagai macam kebudayaan ini merupakan hasil dari cipta, rasa, dan karsa

manusia yang perlu dijaga kelestariannya.

Dari berbagai macam keebudayaan yang ada pada setiap suku berbeda-beda, hal ini

terkait adanya perbedaan secara demografi astronomi, serta Sumber Daya Manusia yang

menempati daerah tersebut.

38

Page 39: KEBUDAYAAN  MINAHASA

DAFTAR PUSTAKA

http://kawangkoan1.tripod.com/kebudayaan.htm [30 NOV 2007]

http://kawangkoan1.tripod.com/kebudayaan.htm [30 NOV 2007]

http://www.tamanmini.com/anjungan/sulut/budaya//busana_tradisional_minahasa [14

Des 2007]

http://sigarlaki.wordpress.com/2007/10/28/asal-usul-suku-minahasa/ [30 Nov 2007]

http://www.kkk.or.id/artikel3.htm [30 Nov2007]

http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2003/025/wis02.html [14 Des 2007]

http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2004/0729/wis01.html [30 Nov 2007]

http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=11&mnorutisi=7 [06 Des 2007]

http://sigarlaki.wordpress.com/2007/10/28/asal-usul-suku-minahasa/ [30 Nov 2007].

http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=11&mnorutisi=7

http://sigarlaki.wordpress.com/2007/10/28/asal-usul-suku-minahasa/

http://kawangkoan1.tripod.com/kebudayaan.htm

http://www.tamanmini.com/anjungan/sulut/budaya//busana_tradisional_minahasa

http://sigarlaki.wordpress.com/2007/10/28/asal-usul-suku-minahasa/

http://www.kkk.or.id/artikel3.htm [30 Nov2007]

http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2003/025/wis02.html

http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2004/0729/wis01.htm

Page 40: KEBUDAYAAN  MINAHASA

LAMPIRAN

Tari Maengket

mmmmmmmmm

Rumah Adat

Kolintang Kelompok Pemain Kolintang

Page 41: KEBUDAYAAN  MINAHASA

Wisata Alam WarugaWisata alam

Alam