kebijakan moneter

120
ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI OLEH RATNA VIDYANI H14102077 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Upload: angga-pebriant

Post on 27-Jun-2015

309 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: kebijakan moneter

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB

MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN

PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI

OLEH

RATNA VIDYANI

H14102077

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 2: kebijakan moneter

RINGKASAN

RATNA VIDYANI. Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum, Jumlah

Uang Beredar, Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi (dibimbing oleh ANNY RATNAWATI).

Selama beberapa tahun terakhir setalah dilanda oleh krisis moneter,

Indonesia perlahan-lahan mulai bangkit dari keterpurukan dan mulai menata

kembali perekonomiannya. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan

pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir yang menunjukkan

kecenderungan untuk meningkat. Pemerintah memberlakukan Giro Wajib

Minimum (GWM) berbasis Loan to Deposit Ratio (LDR) akan menyebabkan

bank akan semakin berlomba-lomba untuk menyalurkan kreditnya. Semakin besar

nilai dari LDR, maka rasio GWM akan lebih kecil dan berlaku sebaliknya.

Persaingan dalam pengucuran kredit antarbank pada akhirnya akan berdampak

pada penurunan suku bunga kredit. Dengan suku bunga kredit yang lebih rendah

hal tersebut akan meningkatkan jumlah permintaan kredit. Sebab, semakin besar

dana yang disimpan sebagai GWM, biaya dana (cost of fund) bank akan

meningkat sehingga menurunkan daya saing. Persaingan dalam pengucuran kredit

antarbank pada akhirnya akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit, akan

tetapi disisi lain akan meningkatkan suku bunga deposito. Dengan bertambahnya

jumlah kredit yang disalurkan oleh bank, diharapkan hal tersebut akan

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sehingga dapat tercapai target yang

diharapkan. Sementara tujuan penelitian kali ini adalah untuk menganalisis faktor-

faktor yang berperan dalam perubahan pertumbuhan ekonomi, menganalisis

respon pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan variabel lain dan dirinya sendiri

serta menganalisis hubungan jangka pendek dan panjang antara pertumbuhan

ekonomi dengan variabel lain dan dirinya sendiri.

Jenis data yang dipakai adalah data time series kuartalan periode 1990

kuartal 1 hingga 2005 kuartal 4 yang didapatkan dari internet, lembaga-lembaga

seperti Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik dan lembaga lainnya serta beberapa

bahan pustaka lainnya berupa literatur dari buku-buku, majalah yang berhubungan

dengan topik penelitian. Berikut akan diuraikan data apa saja yang akan dipakai :

nilai total GWM dalam milyar rupiah, total kredit yang disalurkan oleh Bank

Umum dalam milyar rupiah, suku bunga deposito satu bulan dalam persen, jumlah

uang beredar dalam milyar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi dalam persen.

Penelitian kali ini menggunakan metode VAR yang dikombinasikan

dengan VECM jika variabel yang digunakanstasioner pada first difference dimana

dalam menentukan lag optimal menggunakan uji likelihood ratio. Kemudian dari

ordo VAR (k-1) maka digunakan pendekatan Johansen untuk memperoleh rank

kointegrasi dengan tujuan mendapatkan persamaan kointegrasi jangka panjang.

Setelah jumlah rank kointegrasi ditentukan maka dapat dilakukan pendekatan

VECM. Setelah itu untuk menganalisis perilaku guncangan suatu variabel dan

peran masing-masing guncangan terhadap variabel tertentu akan menggunakan

Page 3: kebijakan moneter

Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition

(FEVD). Pengolahan data pada penelitian kali ini akan menggunakan software

Micofit 4.0 dan Microsoft Excel.

Berdasarkan hasil analisis, variabel yang digunakan dalam penelitian kali

ini tidak semua stasioner pada level, akan tetapi stasioner pada first difference,

karena itu pendekatan VAR akan dikombinasikan dengan VECM. Sedangkan lag

optimal yang didapatkan adalah 4. Sementara itu rank kointegrasi yang

dipergunakan adalah 3 berdasarkan hasil uji kointegrasi Johansen. Hasil analisis

FEVD menunjukkan, faktor-faktor yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi

adalah pertumbuhan ekonomi itu sendiri, suku bunga deposito dan kredit. Hal ini

menandakan kebijakan moneter di Indonesia bersifat inflation targetting.

Sementara respon dinamis pertumbuhan ekonomi terhadap guncangan

yang terjadi pada variabel lain dan dirinya sendiri pada jangka panjang memiliki

dampak yang positif. Dalam jangka pendek, variabel yang direspon positif oleh

pertumbuhan ekonomi adalah GWM, kredit, dan jumlah uang beredar sementara

variabel lain direspon negatif. Dalam jangka pendek, terdapat hubungan antara

pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya,

pertumbuhan ekonomi dua periode sebelumnya, kredit dua periode sebelumnya

dan suku bunga deposito dua periode sebelumnya. Sedangkan dalam jangka

panjang, pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan dengan GWM dan suku

bunga deposito.

Page 4: kebijakan moneter

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB

MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN

PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI

Oleh

RATNA VIDYANI

H14102077

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 5: kebijakan moneter

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama : Ratna Vidyani

Nomor Registrasi Pokok : H14102077

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib

Minimum, Jumlah Uang Beredar, Kredit dan

Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS.

NIP. 131 669 947

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS.

NIP. 131 846 872

Tanggal Kelulusan:

Page 6: kebijakan moneter

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

Ratna Vidyani

H14102077

Page 7: kebijakan moneter

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ratna Vidyani lahir pada tanggal 17 Januari 1985 di

Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari dua

bersaudara dari pasangan Rahadi dan Emmy Supariyani. Jenjang pendidikan

penulis dilalui dikota Bogor tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar

pada SDN Pengadilan 4 Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bogor

dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis kemudian melanjutkan

studi di SMU Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002, penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu

Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa, penulis merupakan anggota Hipotesa periode 2003-

2004.

Page 8: kebijakan moneter

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurah bagi Muhammad SAW. Semoga

Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan keselamatan serta keberkahan

kepadanya, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang senantiasa istiqomah di

jalan-Nya. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib

Minimum, Jumlah Uang Beredar, Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat,

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS sebagai dosen pembimbing skripsi atas

waktu, kesabaran, masukan, arahan serta motivasi yang diberikan selama

penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan kepada Penulis.

3. Ibu Henny Reinhardt, SP, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah

memberikan masukan kepada Penulis.

4. Ibu Tita dan Bapak Fadhil dari Bank Indonesia yang telah memberikan

kemudahan dalam memperoleh data-data yang digunakan dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Mas Adrian Lubis yang telah memberikan masukan, arahan dan motivasi

selama bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses

pembuatan skripsi ini. Terimakasih atas kesabaran, waktu dan kerjasama

selama ini.

6. Bapak Rahadi dan Ibu Emmy Supariyani selaku orang tua dari penulis

serta Fariza Anindya selaku saudara penulis yang tidak henti-hentinya

memberikan kasih sayang, dorongan, doa, dan semangat baik moril

Page 9: kebijakan moneter

maupun spiritual yang sangat dibutuhkan selama proses pembuatan

skripsi.

7. Teman-teman satu bimbingan, Ary, Rudi dan Lia atas dukungan, semangat

dan kritik yang diberikan selama berlangsungnya pembuatan skripsi ini.

8. Kepada para sahabat Wirda, Tasya, Nonon, Lia, Nilam, Meirin, Thamic,

Fickry, Sotoy, Iqbal, Imam, Dive, Aira, Andros, Ria, Anna seluruh ESP

39, ESP 38 dan ESP 40 terima kasih atas dukungan dan kebersamaan

selama ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini namun tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu. Segala kesalahan yang terjadi dalam

pengerjaan penelitian ini merupakan tanggung jawab penulis. Semoga karya ini

dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2006

Ratna Vidyani

H14102077

Page 10: kebijakan moneter

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

DAFTAR ISI.................................................................................................... x

DAFTAR TABEL............................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 4

1.3. Tujuan ......................................................................................... 7

1.4. Kegunaan Penelitian.................................................................... 8

II. KERANGKA PEMIKIRAN................................................................... 9

2.1. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 9

2.1.1. Instrumen Kebijakan Moneter...................................... 9

2.1.2. GWM Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter............. 11

2.1.3. Fungsi Giro Wajib Minimum....................................... 13

2.1.4 Pengertian Kredit ......................................................... 16

2.1.5 Fungsi Kredit................................................................ 16

2.1.6 Pengertian Uang Beredar ............................................. 18

2.1.7 Pertumbuhan Ekonomi................................................. 19

2.2. Kerangka Teori............................................................................ 21

2.2.1. Jalur Kredit Sebagai Salah Satu Jalur Mekanisme

Transmisi Kebijakan Moneter...................................... 21

2.2.2. Model IS-LM ............................................................... 23

2.2.3. Model Umum Vector Autoregression (VAR) .............. 26

2.2.4. Penelitian Sebelumnya ................................................. 31

2.3. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 34

2.4. Definisi Variabel ......................................................................... 34

Page 11: kebijakan moneter

2.5. Hipotesis Penelitian..................................................................... 36

III. METODE PENELITIAN........................................................................ 37

3.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 37

3.2. Metode Analisis Data.................................................................. 38

3.2.1. Model Analisis Data..................................................... 39

3.2.2. Uji Stasioneritas Data................................................... 40

3.2.3. Penetapan Tingkat Lag Optimal .................................. 42

3.2.4. Uji Kointegrasi ............................................................. 43

3.2.5. Impulses Responses Functions (IRF) ........................... 43

3.2.6. Variance Decompositions (VD)................................... 44

IV. GAMBARAN UMUM ........................................................................... 45

4.1. Giro Wajib Minimum.................................................................. 45

4.2. Perhitungan Neraca GWM Bank ................................................ 46

4.3. Kondisi Perekonomian Indonesia ............................................... 49

4.4. Perkembangan Total Kredit Bank Umum................................... 50

4.5. Perkembangan Jumlah Uang Beredar ......................................... 51

4.6. Perkembangan Suku Bunga Deposito......................................... 51

V. PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH

UANG BEREDAR, DAN KREDIT TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI .............................................................. 53

5.1. Pengujian Non Stasioneritas ....................................................... 53

5.2. Pengujian Lag Optimal ............................................................... 55

5.3. Uji Kointegrasi ............................................................................ 55

5.4. Respon Dinamis Pertumbuhan Ekonomi .................................... 60

5.5. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ..................... 65

VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 70

6.1. Kesimpulan ................................................................................. 70

6.2. Saran............................................................................................ 71

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 72

LAMPIRAN..................................................................................................... 75

Page 12: kebijakan moneter

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Pertumbuhan Ekonomi............................................................................ 2

1.2. Posisi Penghimpunan Dana Pada Bank Umum Menurut

Kelompok Bank (Milliar Rp) .................................................................. 3

1.3. Peringkat Bank Berdasarkan Kredit........................................................ 5

3.1. Keterangan dan Simbol Data .................................................................. 37

5.1. Uji Akar Unit Variabel VECM ............................................................... 54

5.2. Uji Kointegrasi Johansen ........................................................................ 56

5.3. Hasil Estimasi ECM Jangka Pendek untuk Variabel Pertumbuhan

Ekonomi .................................................................................................. 57

5.4. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ................................. 66

Page 13: kebijakan moneter

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perkembangan GWM, Kredit, Pertumbuhan Ekonomi, dan Suku

Bunga Deposito....................................................................................... 1

2. Kerangka Kebijakan Moneter ................................................................. 10

3. Respon Terhadap Perubahan Cadangan Minimun.................................. 12

4. Keseimbangan Dalam Model IS-LM...................................................... 25

5. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................... 35

6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ........................................................... 49

7. Perkembangan Kredit Bank Umum ........................................................ 50

8. Perkembangan Jumlah Uang Beredar ..................................................... 51

9. Perkembangan Suku Bunga Deposito..................................................... 52

10. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Jumlah Uang

Beredar .................................................................................................... 61

11. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan GWM ................ 62

12. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Kredit ................ 63

13. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Suku Bunga

Deposito .................................................................................................. 64

14. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Pertumbuhan

Ekonomi .................................................................................................. 65

Page 14: kebijakan moneter

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Penelitian ........................................................................................ 76

2. Uji non stasioneritas pada level.............................................................. 78

3. Uji non stasioneritas pada 1st Difference................................................. 82

4. Uji Lag Optimal ...................................................................................... 86

5. Uji Rank Kointegrasi............................................................................... 87

6. Hasil Restriksi Umum............................................................................. 89

7. Hasil Estimasi Jangka Pendek................................................................. 90

8. Hasil Analisis Impulse Response Function ............................................. 92

9. Hasil Analisis Forecast Error Variance Decomposition ........................ 99

10. Matriks Variance dan Covariance .......................................................... 106

Page 15: kebijakan moneter

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah tercapainya tingkat

pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan output riil yang tinggi.

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah

terciptanya iklim usaha yang kondusif. Dalam iklim usaha yang kondusif akan

tercipta pemasukan investasi khususnya investasi jangka panjang dimana

pengaruhnya sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Selama beberapa tahun terakhir setalah dilanda oleh krisis moneter,

Indonesia perlahan-lahan mulai bangkit dari krisis dan mulai menata kembali

perekonomiannya. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan pertumbuhan

ekonomi selama lima tahun terakhir yang ditampilkan pada tabel 1.1 dibawah ini.

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki

kecenderungan untuk meningkat.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Tahun 2001 2002 2003 2004 2005

Total pertumbuhan ekonomi 3,83 4,89 5,00 4,89* 5,60**

Triwulan I 0,81 2,51 3,48 2,53 2,33

Triwulan II 1,00 2,23 1,62 2,29 1,69

Triwulan III 2,36 3,69 2,65 3,05 3,05

Triwulan IV -3,05 -3,48 -2,98 -1,50 -2,18 Sumber : Departemen Perindustrian, 2006.

Keterangan : * Angka Sementara; ** Angka Sangat Sementara

Walaupun pada triwulan ke-empat pada tahun 2003 dan triwulan ke-empat

pada tahun 2004 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan, akan tetapi

Page 16: kebijakan moneter

walaupun pada triwulan tersebut bernilai negatif, tapi secara total, pertumbuhan

ekonomi tetap bernilai positif.

Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menjaga

kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah bekerja sama dengan otoritas moneter

mengeluarkan berbagai macam kebijakan. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan

oleh otoritas moneter dalam hal ini adalah Bank Indonesia, adalah dengan

menggunakan instrumen Giro Wajib Minimum. Cadangan primer atau yang

umum dikenal dengan Giro Wajib Minimum (GWM) adalah instrumen tidak

langsung yang merupakan ketentuan dari Bank Sentral yang mewajibkan bank-

bank memelihara sejumlah alat likuid sebesar presentase tertentu dari kewajiban

lancarnya (Ascarya, 2002). Instrumen ini diberlakukan pertama kali pada tahun

1957 dimana bank-bank diwajibkan memelihara cadangan sebesar 30 persen dari

total depositonya.

Pada tabel 1.2, dapat dikatakan bahwa selama beberapa tahun terakhir,

kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sudah mulai pulih, hal ini ditandai

dengan meningkatnya jumlah dana pihak ketiga yang dapat dihimpun oleh

perbankan. Jumlah penghimpunan dana Bank Umum mengalami kecenderungan

untuk meningkat selama kurun waktu 1999 sampai 2003. Peningkatan jumlah

dana pihak ketiga untuk Bank Umum yang terdiri dari Bank Persero, Bank

Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Asing dan Campuran terdapat

pada giro, tabungan dan simpanan berjangka. Apabila penghimpunan dana dari

masyarakat yang dilakukan oleh Bank Umum mengalami peningkatan, berarti

Page 17: kebijakan moneter

likuiditas bank tersebut akan bertambah. Dengan bertambahnya likuiditas bank,

maka kemampuan untuk menyalurkan kredit akan semakin besar.

Tabel 1.2. Posisi Penghimpunan Dana Pada Bank Umum Menurut Kelompok

Bank (Milliar Rp)

Keterangan 1999 2000 2001 2002 2003

Rupiah 492.808 554.549 643.530 689.412 755.599

Bank Persero 233.773 269.812 318.722 322.556 331.292

Giro 25.407 49.205 54.256 51.320 64.181

Tabungan 55.044 68.538 79.645 90.573 115.150

Simpanan Berjangka 153.322 153.069 184.821 181.663 151.961

Bank Pemerintah

Daerah

13.691 19.854 37.053 45.896 53.243

Giro 7.055 10.806 22.775 25.758 27.081

Tabungan 3.346 4.881 7.252 9.125 13.273

Simpanan Berjangka 3.560 4.167 7.0662 11.013 12.880

Bank Swasta Nasional 217.804 236.981 257.068 289.800 331.886

Giro 26.866 34.123 38.099 44.438 53.401

Tabungan 62.267 77.207 82.034 90.828 112.326

Simpanan Berjangka 128.731 125.651 136.932 154.734 166.159

Bank Asing dan

Campuran

27.270 27.902 30.687 30.160 39.187

Giro 9.128 10.405 8.710 9.561 11.235

Tabungan 2.324 2.499 2.502 2.238 2.665

Simpanan Berjangka 15.818 14.998 19.475 18.361 25.287

Sumber: Bank Indonesia (2004).

Fungsi intermediasi perbankan nasional yang terus meningkat memang

belum mencapai tataran ideal, tetapi upaya keras dan terobosan-terobosan untuk

mencapai tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) yang sehat harus menjadi

perhatian kalangan internal perbankan, dunia usaha sektor riil dan otoritas

moneter. Kondisi LDR yang semakin sehat akan membuat perbankan nasional

mempunyai modal yang kuat dalam kompetisi global.

Page 18: kebijakan moneter

1.2. Perumusan Masalah

Sebagaimana umumnya negara berkembang, sumber utama pembiayaan

investasi di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan. Bank

memiliki peranan yang sangat penting dalam jalannya perekonomian suatu

negara. Salah satu indikator keberhasilan dari suatu bank adalah kemampuannya

menyalurkan dana kepada pihak ke-3 melalui pemberian kredit. Kredit adalah

suatu aset bagi bank dan merupakan kegiatan atau aktivitas utama dari perbankan.

Kredit dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, namun kredit yang

disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin pendorong pertumbuhan

ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis. Dengan demikian wajar apabila

melambatnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia setelah krisis 1997

dianggap sebagai salah satu penyebab lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia

dibandingkan negara Asia lainnya yang terkena krisis (Korea Selatan dan

Thailand).

Tabel 1.3 dibawah ini menunjukkan peringkat dari sepuluh bank

berdasarkan jumlah pemberian kredit kepada nasabahnya. Pada tahun 2004, total

kredit yang disalurkan oleh sepuluh bank tersebut mencapai 352.640 milyar

rupiah dengan pangsa pasar mencapai 63,03 persen. Bank Mandiri menduduki

peringkat 1 dengan total kredit sebesar 88.194 milyar rupiah dan pangsa kredit

sebesar 15,76 persen kemudian diikuti dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada

peringkat kedua dengan total kredit 61.512 milyar rupiah dan pangsa kredit

sebesar 11 persen, Bank Negara Indonesia (BNI) diperingkat ketiga dengan total

kredit 40.283 dan pangsa kredit 10,51 persen Bank Central Asia pada peringkat

Page 19: kebijakan moneter

keempat, dan peringkat seterusnya diisi oleh Bank Danamon, Bank Niaga, Bank

Permata, Bank Bukopin, Bank Internasional Indonesia (BII) dan Bank Tabungan

Negara (BTN) pada peringkat sepuluh.

Tabel 1.3. Peringkat Bank Berdasarkan Kredit (Milliar Rupiah)

Desember 2004 Desember 2005

Peringkat Nama Bank

Total

Kredit

Pangsa

Terhadap

Kredit

Bank

Umum

(%)

Nama Bank Total

Kredit

Pangsa

Terhadap

Kredit

Bank

Umum

(%)

1 PT. Bank Mandiri

Tbk 88.194 15,76

PT. Bank Mandiri

Tbk 100.780 14,49

2 PT. Bank Rakyat

Indonesia 61.518 11,00

PT. Bank Rakyat

Indonesia 75.352 10,83

3 PT. Bank Negara

Indonesia Tbk 58.824 10,51

PT. Bank Negara

Indonesia Tbk 62.375 8,97

4 PT. Bank Central

Asia Tbk 40.283 7,20

PT. Bank Central

Asia Tbk 54.125 7,78

5

PT. Bank

Danamon

Indonesia Tbk

29.217 5,22

PT. Bank

Danamon

Indonesia Tbk

35.896 5,16

6 PT. Bank Niaga

Tbk 21.317 3,81

PT. Bank Niaga

Tbk 29.362 4,22

7 PT. Bank Permata

Tbk 14.841 2,65

PT. Bank Permata

Tbk 22.218 3,19

8 PT. Bank Bukopin 12.974 2,32

PT. Bank

Internasional

Indonesia

20.318 2,92

9

PT. Bank

Internasional

Indonesia

12.865 2,30 PT. Bank

Tabungan Negara 15.360 2,21

10 PT. Bank

Tabungan Negara 12.607 2,25

PT. Pan Indonesia

Bank Tbk 15.143 2,18

Total 352.640 63,03 Total 430.930 61,95

Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, 2005.

Pada tahun 2005, tidak terdapat banyak perubahan dalam peringkat bank

umum berdasarkan pemberian kredit, posisi tujuh besar masih tetap sama dengan

tahun sebelumnya yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, Bank Danamon

Indonesia, Bank Niaga dan Bank Permata. Bank Bukopin keluar dari selupuh

besar dan masuk Pan Bank Indonesia pada posisi sepuluh. Walaupun jumlah

Page 20: kebijakan moneter

kredit yang diberikan oleh 10 bank tersebut mengalami peningkatan menjadi

430.930 milyar rupiah dari 352.640 milyar rupiah akan tetapi pangsa pasar kredit

justru mengalami penurunan menjadi 61,95 persen dari 63,03 persen, hal ini

dikarenakan pangsa kredit ke-sepuluh bank tersebut mengalami penurunan

walaupun jumlah total kredit dari masing-masing bank mengalami peningkatan.

Hal ini menandakan bank-bank lainnya sedang berkompetisi untuk mendapatkan

pangsa kredit.

Pemerintah melakukan perubahan dalam komposisi GWM pada tahun

2004 mengenai GWM berjenjang dan pada perubahan pada tahun 2005 mengenai

GWM berbasis LDR. Kedua hal ini tentu saja akan mempengaruhi pemberian

kredit perbankan karena GWM mengurangi jumlah likuiditas perbankan. Dengan

adanya aturan GWM yang dikaitkan dengan LDR, bank akan dipaksa untuk

mengucurkan kredit. Sebab, semakin besar dana yang disimpan sebagai GWM,

biaya dana (cost of fund) bank akan meningkat sehingga menurunkan daya saing.

Persaingan dalam pengucuran kredit antarbank pada akhirnya akan

berdampak meningkatnya suku bunga deposito. Hal tersebut dapat terlihat pada

gambar 1 dibawah ini dimana jika suku bunga deposito memiliki kecenderungan

untuk meningkat seiring dengan peningkatan jumlah GWM. Akan tetapi disisi

lain, peningkatan GWM yang berarti perurunan jumlah likuiditas, yang berarti

penurunan jumlah alokasi pemberian kredit perbankan dan menyebabkan

pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan pada kuartal keempat tahun 2005.

Page 21: kebijakan moneter

-5

0

5

10

15

20

Periode

Per

sen

GWM

CR

Y

DEP

Sumber: Bank Indonesia (2004-2005), diolah.

Gambar 1. Perkembangan GWM, Kredit, Pertumbuhan Ekonomi dan Suku Bunga

Deposito

Berdasarkan uraian diatas, timbul permasalahan-permasalahan yang akan

dicari pemecahannya. Permasalahan yang timbul antara lain:

1. Faktor-faktor apakah yang paling berperan dalam pertumbuhan ekonomi?

2. Menganalisis respon pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan GWM,

jumlah uang beredar, kredit, suku bunga deposito, dan dirinya sendiri

3. Menganalisis hubungan jangka pendek dan panjang antara pertumbuhan

ekonomi dengan variabel lain seperti GWM, jumlah uang beredar, kredit,

suku bunga deposito dan dirinya sendiri.

1.3. Tujuan

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berperan dalam perubahan

pertumbuhan ekonomi.

Page 22: kebijakan moneter

2. Menganalisis respon pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan GWM,

jumlah uang beredar, kredit, suku bunga deposito, dan dirinya sendiri

3. Menganalisis hubungan jangka pendek dan panjang antara pertumbuhan

ekonomi dengan variabel lain seperti GWM, jumlah uang beredar, kredit,

suku bunga deposito dan dirinya sendiri.

1.4 Kegunaan Penelitian

Sementara kegunaan dari penelitian ini:

1. Bagi penulis khususnya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti

kuliah.

2. Bagi otoritas moneter diharapkan melalui pembahasan ini dapat

mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam membantu

pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

3. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini berguna untuk memberikan

gambaran mengenai kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap

pertumbuhan ekonomi.

Page 23: kebijakan moneter

II. KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Instrumen Kebijakan Moneter

Pada umumnya kerangka kebijakan moneter terdiri dari instrumen, sasaran

operasional, sasaran antara, serta sasaran akhir. Sasaran antara diperlukan karena

untuk mencapai sasaran akhir yang ditetapkan terdapat tenggat waktu antara

pelaksanaan kebijakan moneter dan hasil pencapaian sasaran akhir (Warjiyo dan

Solikin, 2003). Oleh karena itu, diperlukan adanya indikator-indikator yang lebih

dapat segera dilihat untuk mengetahui indikasi kebijakan yang biasa disebut

dengan sasaran antara. Selanjutnya untuk mencapai sasaran antara, Bank Sentral

memerlukan sasaran-sasaran yang bersifat operasional agar proses transmisi dapat

berjalan sesuai dengan rencana. Sasaran operasional yang dapat dipilih adalah

monetary base dan suku bunga. Kerangka kebijakan moneter akan disajikan pada

gambar 1.

Beradasarkan kerangka kebijakan moneter, terdapat empat instrumen yang

dapat digunakan oleh Bank Sentral dalam melaksanakan kebijakan moneternya,

yaitu :

1. Open Market Operation (Operasi Pasar Terbuka/OPT)

OPT dilakukan melalui jual beli surat berharga (di Indonesia dikenal

dengan Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang). Jika terjadi

kelebihan uang beredar maka Bank Sental akan melakukan kontraksi moneter

dengan menjual Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada pihak perbankan, sehingga

Page 24: kebijakan moneter

Bank Sentral dapat mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat. Sedangkan

open market purchase menyebabkan peningkatan uang primer sehingga

menaikkan uang beredar.

Sumber: Warjiyo dan Solikin(2003).

Gambar 2. Kerangka Kebijakan Moneter

2. Reserve Requirement (Giro Wajib Minimum)

Reserve Requirement adalah ketentuan Bank Sentral yang mewajibkan

bank-bank untuk memelihara sejumlah harta lancar sebesar persentase tertentu

dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil angka persentase tersebut makin besar

kemampuan bank untuk memberikan pinjaman dan sebaliknya. Dengan

menambah atau mengurangi reserve requirement berarti Bank Sentral

mempengaruhi besarnya money multiplier. Jika Bank Sentral menaikkan reserve

requirement ratio maka berarti akan mengurangi jumlah deposito yang dapat

didukung oleh tingkat uang primer tertentu sehingga uang beredar akan

berkurang. Sebaliknya, jika Bank Sentral menurunkan reserve requirement ratio

maka uang beredar akan meningkat.

Instrumen Target

Akhir

Target

Antara Target

Operasional

OPT

Reserve

Requirement

Fasilitas

Diskonto

Pesuasi

Moral

Inflasi

(dari sisi

demand)

Money

Supply

Nilai Tukar

Suku Bunga

Monetary

Base (MO)

Suku Bunga

(SBI, PUAB)

Page 25: kebijakan moneter

3. Discount Rate Policy

Discount Rate Policy adalah kebijaksanaan moneter yang dilakukan oleh

Bank Sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dengan mengatur

pemberian kreditnya kepada bank-bank melalui penetapan diskonto. Peningkatan

dalam discount loan akan menambah jumlah uang primer sehingga terjadi

ekspansi dalam jumlah uang beredar. Discount rate yang lebih tinggi akan

menaikkan biaya meminjam dari Bank Sentral. Suatu bank menghindari tiga biaya

ketika meminjam dari Bank Sentral, yaitu biaya bunga yang dicerminkan oleh

discount rate, biaya yang ditimbulkan karena penilaian mengenai kesehatan bank,

dan biaya kemungkinan akan lebih jatuh jika terlau sering meminta fasilitas

discount window.

4. Persuasi Moral

Persuasi moral adalah himbauan yang dilakukan oleh Bank Sental kepada

perbankan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contohnya, himbauan

untuk bersikap konservatif dalam menyalurkan pinjaman.

2.1.2. GWM Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter

GWM merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter yang digunakan

oleh Bank Sentral. Ketika rasio GWM meningkat, hal tersebut akan menyebabkan

perubahan jumlah uang beredar melalui perubahan angka pengganda uang.

Kenaikan cadangan minimum akan mengurangi jumlah deposit yang didukung

oleh jumlah uang beredar yang telah ditetapkan dan akan menjadi kontraksi bagi

jumlah uang beredar. Jika cadangan wajib naik maka kuantitas permintaan akan

Page 26: kebijakan moneter

1

2

i1ff

i2ff

Tingkat Suku

Bunga Bank Sentral

Kuantitas Cadangan, R

cadangan naik pada tingkat suku bunga berapa pun, oleh karena itu kenaikan rasio

GWM menggeser kurva permintaan cadangan ke kanan dari R1d

ke R2d. Pada

gambar 2 di bawah ini, keseimbangan berubah dari titik 1 ke titik 2, dan pada

akhirnya menaikkan tingkat suku bunga Bank Sentral dari i1ff ke i

2ff (Mishkin,

2001).

Sumber : Mishkin, 2001.

Gambar 3. Respon Terhadap Perubahan Cadangan Minimum

Keterangan:

Rs : Jumlah cadangan yang tersedia.

Rd : Jumlah permintaan cadangan.

iff : Tingkat suku bunga bank sentral.

Menurut Koch dan Donald (1999) tujuan dari cadangan minimum adalah

memberikan kewenangan kepada bank sentral untuk mengontrol jumlah uang

beredar dengan cara memberikan kewajiban kepada bank dan institusi lainnya

Rd2

Rd1

RS

Page 27: kebijakan moneter

untuk memegang deposit balance dalam mendukung transaksi. Bank sentral

berharap dapat mengontrol ketersediaan kredit dan dapat memberikan pengaruh

terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan.

Perubahan dalam persentase GWM terhadap deposit dan sumber dana

bank lainnya, dapat menimbulkan dampak terhadap ekspansi kredit. Misalkan

dengan meningkatkan GWM berarti bank harus menyisihkan lebih banyak rupiah

untuk disimpan dan akibatnya jumlah uang yang tersedia untuk menyediakan

kredit akan semakin berkurang. Selanjutnya, jika pemerintah meningkatkan GWM

hal ini akan mendorong kenaikan suku bunga karena likuiditas yang dimiliki bank

semakin berkurang. Sementara itu jika rasio GWM diturunkan, hal ini akan

menambah jumlah uang yang dapat dipinjamkan oleh bank. Suku bunga juga akan

turun karena bank mempunyai lebih banyak dana untuk dipinjamkan (Rose,

1999).

2.1.3. Fungsi Giro Wajib Minimum

Pada awalnya GWM dianggap sebagai alat untuk meningkatkan likuiditas

dan keamanan bank (solvency). Namun disadari bahwa (1) Likuiditas yang

disediakan untuk GWM ternyata tidak dapat digunakan manakala diperlukan, (2)

bank ternyata cenderung untuk mencairkan pinjaman atau kredit yang diberikan,

dana investasi dan dana pinjaman untuk memenuhi kekurangan cadangannya dan

(3) bank komersial tergantung pada pinjaman likuiditas bank sentral. Keadaan

tersebut membuat GWM tidak lagi dipandang sebagai penjamin atas keselamatan

bank. Keselamatan bank amat tergantung pada aspek lain diantaranya kualitas

Page 28: kebijakan moneter

pinjaman dan investasi yang dilakukannya, efisiensi manajemen bank secara

umum dan kecukupan modal (CAR). Berdasarkan paparan diatas, GWM tidak

lagi dirasa tepat untuk memenuhi fungsi sebagai penjamin likuiditas perbankan

(Haslag, 1995)

Menurut Adisti (2005), peran dari GWM lalu bergeser sebagai instrumen

manajemen moneter. Perubahan pada jumlah cadangan bank komersial, rasio

GWM dan biaya atas borrowed reserve, maka otoritas moneter dapat

mempengaruhi jumlah uang, total kredit bank, investasi dan deposito. Sebaliknya

apabila rasio GWM dinaikkan maka akan terjadi kekurangan cadangan pada bank-

bank komersial, yang kemudian akan cenderung mengarah pada kontraksi atau

penurunan pinjaman, investasi dan kemudian juga deposito. Singkatnya

peningkatan rasio GWM akan berfungsi sebagai rem umtuk mencegah ekspansi

lebih lanjut. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh karena keseganan bank untuk

meminjan dana dari Bank Sentral melalui fasilitas diskonto dan juga adanya

keseganan untuk meminjam cadangan pinjaman (borrowed reserve) yang bersuku

bunga tinggi.

Sebagai instrumen tidak langsung dalam pengendalian moneter, GWM

mempunyai keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaannya. Menurut Ascarya

(2002), keuntungan menggunakan GWM adalah:

1. Meningkatkan kemampuan memperkirakan kebutuhan (predictability)

cadangan.

Page 29: kebijakan moneter

2. Peningkatan cadangan primer bermanfaat untuk sterilisasi ekses likuiditas

atau untuk mengakomodasi perubahan struktural dalam permintaan akan

cadangan.

3. Meningkatkan keefektifan kebijakan moneter.

Sementara kekurangan menggunakan GWM adalah:

1. Cadangan primer yang tinggi merupakan pajak pada intermediasi

perbankan. Hal ini dapat dinetralkan dengan pemberian kompensasi sesuai

dengan suku bunga pasar.

2. Pajak ini dapat menyebabkan melebarnya spreads antara suku bunga

kredit dan suku bunga deposito, yang akan mengarah pada disintermediasi.

Kebijaksanaan perubahan GWM sangat dikenal di negara berkembang,

karena:

1. Negara yang sedang berkembang biasanya memiliki struktur pasar uang

yang sempit, hal ini tidak memungkinkan instrumen OPT untuk dapat

berfungsi secara penuh. Oleh karenanya alternatif instrumen GWM ini

menjadi sangat penting.

2. Bank-bank umum di negara yang sedang berkembang banyak memiliki

kelebihan dana sehingga kenaikan diskonto mungkin tidak cukup untuk

mengurangi kelebihan dana tersebut. Dalam hal ini diperlukan penggunaan

alat langsung seperti GWM

Page 30: kebijakan moneter

2.1.4. Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari kata Latin credere, yang artinya mempercayai.

Kepercayaan itu antara si pemberi dengan si pemohon kredit yang terikat dalam

suatu kesepakatan. Menurut Raymond P Kent dalam Suyatno et al (2003), kredit

adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan

pembayaran pada waktu yang diminta, atau pada waktu yang akan datang karena

penyerahan barang-barang sekarang.

Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, kredit

merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pengembalian hasil

keuntungan. Sementara dalam Ensiklopedia Umum, kredit dijelaskan sebagai

sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada

pemakai dengan pengharapan memperoleh keuntungan. Kredit diberikan

berdasarkan kepercayaan orang lain yang memberikannya terhadap kecakapan

dan kejujuran si peminjam.

2.1.5. Fungsi Kredit

Menurut Simorangkir (2000) fungsi kredit adalah sebagai berikut :

1. Pada hakikatnya kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) uang.

Kredit dapat dijadikan sebagai alat modal usaha atau tambahan modal

usaha yang bermanfaat bagi kelancaran produksi suatu usaha baik yang

diberikan secara langsung oleh pemilik modal ataupun melaui perbankan.

Page 31: kebijakan moneter

2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Kredit yang

diberikan melalui rekening giro akan meningkatkan peredaran uang giral,

sedangkan kredit yang diberikan secara tunai akan meningkatkan

peredaran uang kartal sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang.

3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan persediaan barang. Kredit

merupakan tambahan modal usaha bagi suatu usaha untuk meningkatkan

kemampuan berproduksi atau mengolah suatu bahan baku dari bahan

mentah menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut akan

meningkat.

4. Kredit merupakan salah satu alat stabilitas ekonomi. Pemerintah

melakukan kebijakan uang ketat melaului pemberian kredit yang terarah.

Arus kredit diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dengan

pembatasan kualitatif dan produktif. Tujuannya untuk meningkatkan

jumlah produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar bisa

diekspor.

5. Kredit mampu meningkatkan kegairahan berusaha. Kredit merupakan

salah satu insentif yang diharapkan dapat meningkatkan volume usaha.

6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. Artinya kredit

dijadikan sarana bagi perusahaan untuk memperluas usahanya dan

mendirikan proyek-proyek baru.

7. Kredit merupakan alat untuk meningkatkan hubungan internasional. Bank-

bank asing di luar negeri dapat memberikan kredit kepada sektor usaha di

Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung, begitu pula

Page 32: kebijakan moneter

dengan negara-negara maju. Dengan demikian, hal ini menandakan

terjalinnya hubungan ekonomi dan internasional antar negara.

Menurut Bank Indonesia, fungsi kredit adalah

1. Bagi dunia usaha kredit berfungsi sebagai permodalan untuk menjaga

kelangsungan atau meningkatkan usahanya, dan sebagai pengembalian

kredit wajib dilakukan tepat waktu, diharapkan dapat diperoleh

keuntungan dari usahanya.

2. Bagi lembaga keuangan, berfungsi untuk menyalurkan dana masyarakat

(deposito, tabungan, giro) dalam bentuk kredit kepada dunia usaha.

2.1.6 Pengertian Uang Beredar

Menurut Solikin dan Suseno (2002), tedapat tiga jenis uang, yaitu:

1. Uang Kartal

Adalah uang yang ada ditangan masyarakat (di luar bank umum) dan siap

dibelanjakan setiap saat, terutama untuk pembayaran-pembayaran dengan jumlah

tidak terlalu besar. Di Indonesia, uang kartal adalah uang kertas dan uang logam

yang beredar dimasyarakat yang diedarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas

moneter atau biasa disebut sebagai uang tunai.

2. Uang Giral

Adalah uang simpanan masyarakat pada bank umum yang dapat dicairkan

setiap saat. Masyarakat biasa menyebutnya dengan rekening giro. Untuk

mencairkan simpanan ini, masyarakat harus mempergunakan cek.

Page 33: kebijakan moneter

3. Uang Kuasi

Adalah uang yang disimpan dalam rekening tabungan dan deposito

berjangka. Pada dasarnya uang kuasi adalah bukan uang, tapi ia mempunyai

fungsi yang mendekati fungsi uang. Untuk dapat dipergunakan sebagai alat

pembayaran, maka tabungan dan deposito berjangka tersebut harus melalui proses

pencairan terlebih dahulu.

Komposisi uang beredar di masyarakat dapat dibedakan menjadi dua

bagian (Boediono, 1985).

1. Jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1)

Jumlah uang beredar dalam arti sempit adalah uang yang digunakan dalam

transaksi sehari-hari. Uang dalam arti sempit disebut juga M1 yang mencakup

uang kertas, uang logam, dan uang kartal yang ada diluar sistem perbankan. Uang

juga didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta

domestik.

2. Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2)

Jumlah uang beredar dalam arti luas disebut juga aktiva mudah tunai yang

mencakup simpanan uang di bank, rekening giro, dan lain-lain. Aktiva ini tidak

termasuk transaksi karena tidak dapat digunakan sebagai alat tukar secara umum.

Uang dalam arti luas (M2) terdiri dari uang kartal, uang giral, dan uang kuasi.

2.1.7. Pertumbuhan Ekonomi

Produk Domestik Bruto atau PDB sering dianggap sebagai ukuran terbaik

dari kinerja perekonomian. Tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi

Page 34: kebijakan moneter

dalam nilai mata uang tunggal dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan adalah

proses pertumbuhan output perkapita jangka panjang, yang terjadi apabila ada

kecenderungan output perkapita naik yang bersumber dari proses intern

perekonomian tersebut (kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri)

bukan berasal dari luar atau bersifat sementara. Atau dengan kata lain self

generating yang berarti proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu

kekuatan atau momentum bagi kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode

sebelumnya (Boediono 1994).

Menurut Todaro (1998), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai

suatu proses dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat

sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang semakin besar.

Sedangkan menurut Salvatore (1997), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses

dimana PDB riil perkapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan

produktivitas perkapita. Sasaran berapa kenaikan produksi riil perkapita dan taraf

hidup (pendapatan riil perkapita) merupakan tujuan utama yang perlu dicapai

melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi.

Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka

panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakain banyak

jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh

sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan

ideologis negara yang bersangkutan (Jhingan, 1992).

Teori klasik juga membahas pertumbuhan ekonomi dengan penekanan

pada akumulasi kapital yang dapat meningkatkan output. Teori klasik

Page 35: kebijakan moneter

mengasumsikan bahwa fleksibilitas harga dan upah akan menciptakan kesempatan

kerja penuh. Model pertumbuhan klasik didasari oleh dua faktor utama, yaitu

pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Adam Smith mengatakan

bahwa peningkatan output atau pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan

tiga metode yaitu peningkatan spesialisasi kerja, sistem pembagian kerja dan

penggunakan mesin untuk meningkatkan produktivitas. Apabila ketiga metode

tersebut dilakukan maka peningkatan akumulasi kapital akan terjadi yaitu:

( ),Y f K L= (2.1)

dimana K adalah kapital dan P adalah tingkat produktivitas per pekerja.

Mekanisme pasar yang tidak diatur oleh pemerintah akan meningkatkan kegiatan

ekonomi dengan demikian akumulasi kapital dan pertumbuhan output dapat

berlangsung (Widyanti, 2005).

2.2. Kerangka Teori

2.2.1. Jalur Kredit Sebagai Salah Satu Mekanisme Transmisi Kebijakan

Moneter

Mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia terdiri dari lima jalur

yaitu jalur nilai tukar, jalur kredit, jalur suku bunga, jalur ekspektasi dan jalur

harga aset (Warjiyo, 2004). Salah satu jalur yang melihat pengaruh kebijakan

moneter terhadap kredit adalah jalur kredit. Jalur kredit merupakan jalur yang

bersifat jangka panjang, sekaligus dapat mengantisipasi keadaan

ketidaksempurnaan pasar (imperfect information) dan kemungkinan terjadinya

adverse selection dan moral hazard (Hakim, 2004).

Page 36: kebijakan moneter

Jalur kredit dapat dibedakan menjadi dua jalur, yaitu bank lending channel

dan balance sheet channel. Bank lending channel merupakan jalur pinjaman bank

yang menekankan kebijakan moneter pada keuangan bank, khususnya sisi aset.

Sementara balance sheet channel, menekankan pengaruh kebijakan moneter pada

kondisi keuangan perusahaan, yang kemudian akan mempengaruhi akses

perusahaan untuk mendapatkan kredit (Warjiyo, 2004).

Bank lending channel (jalur pinjaman bank) menekankan bahwa selain sisi

aset, sisi liabilitas bank juga berperan dalam mekanisme transmisi kebijakan

moneter. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter yang bersifat

kontraktif, misalnya melalui peningkatan rasio giro wajib mininimum, cadangan

di bank akan menurun sehingga jumlah dana yang akan dipinjamkan oleh bank

akan mengalami penurunan. Apabila hal tersebut tidak diatasi dengan melakukan

penambahan dana/pengurangan surat-surat berharga, maka kemampuan bank

untuk untuk memberikan pinjaman akan menurun. Kondisi ini menyebabkan

penurunan investasi dan selanjutnya mendorong penurunan output.

Sementara itu, jalur neraca perusahaan menekankan bahwa kebijakan

moneter akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Apabila bank sentral

melakukan kebijakan moneter yang ekspansif, maka suku bunga pasar uang akan

turun, yang mendorong harga saham mengalami peningkatan. Sejalan dengan

peningkatan harga tersebut, nilai pasar dari modal perusahaan (networth) akan

meningkat dan rasio leverage perusahaan menurun, yang selanjutnya

memperbaiki tingkat kelayakan permohonan kredit yang diajukan perusahaan

Page 37: kebijakan moneter

kepada bank. Kondisi ini akan mendorong peningkatan pemberian kredit oleh

bank, selanjutnya meningkatkan investasi dan pada akhirnya meningkatkan output

2.2.2. Model IS-LM

Menurut Mankiw (2000), kurva IS menunjukkan kombinasi dari tingkat

bunga dan dari tingkat pendapatan yang konsisten dengan keseimbangan dalam

pasar untuk barang dan jasa. Kurva IS digambar untuk kebijakan fiskal tertentu.

Perubahan-perubahan dalam kebijakan fiskal yang meningkatkan permintan

terhadap barang dan jasa menggeser kurva IS ke kanan. Perubahan-perubahan

dalam kebijakan fiskal yang mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa

akan menggeser kurva IS ke kiri.

Persamaan dari model IS adalah:

IS Y C I G= + + (2.2)

dimana:

Y = pendapatan nasional,

C = konsumsi,

I = investasi,

G = pengeluaran pemerintah.

Sementara itu persamaan (2.2) diatas dapat ditulis menjadi

Y C G I− − = (2.3)

Disisi kiri dari persamaan merupakan tabungan nasional, sehingga dapat ditulis

menjadi:

S I= (2.4)

Page 38: kebijakan moneter

Sehingga tabungan nasional nilainya sama dengan investasi. Untuk melihat

bagaimana pasar untuk dana taktis atau dana yang dapat dipinjam, maka akan

diganti fungsi konsumsi untuk C dan fungsi investasi untuk I:

( ) ( )Y C Y T G I r− − − = (2.5)

dimana:

T = pajak,

r = tingkat suku bunga.

Sisi kiri persamaan ini menunjukkan bahwa penawaran dana taktis tergantung

pada pendapatan dan kebijakan fiskal. Sisi kanannya menunjukkan bahwa

permintaan terhadap dana taktis tergantung pada tingkat bunga. Tingkat bunga

menyesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan terhadap

pinjaman.

Sementara kurva LM menunjukkan kombinasi tingkat bunga dan tingkat

pendapatan yang konsisten dengan keseimbangan dalam pasar untuk

keseimbangan uang riil. Kurva LM digambar untuk penawaran dari keseimbangan

uang riil tertentu. Penurunan dalam penawaran dari keseimbangan uang riil akan

menggeser kurva LM ke atas. Kenaikan dalam penawaran dari keseimbangan

uang riil akan menggeser kurva LM kebawah.

Persamaan dari model LM adalah:

( ),LM M P L r Y= (2.6)

dimana:

M = jumlah uang beredar,

P = tingkat harga,

Page 39: kebijakan moneter

r = tingkat suku bunga.

Keseimbangan perekonomian adalah titik dimana kurva IS dan kurva LM

berpotongan. Titik ini memberikan tingkat suku bunga r dan tingkat pendapatan Y

yang memenuhi keseimbangan baik dalam pasar barang maupun pasar uang.

Perpotongan kurva IS-LM pada Yo dan r

0 dalam gambar 4 dibawah ini

menunjukkan keseimbangan simultan dalam pasar barang dan jasa dan dalam

pasar untuk keseimbangan uang riil untuk nilai pengeluaran pemerintah, pajak,

penawaran uang, dan tingkat harga tertentu.

Sumber: Mankiw (2000).

Gambar 4. Keseimbangan Dalam Model IS-LM

Dari keseimbangan yang terbentuk dalam model IS-LM, dapat diderivasi

menjadi kurva permintaan agregat. Kurva permintaan agregat menunjukkan

sekumpulan titik keseimbangan yang muncul dalam model IS-LM ketika tingkat

harga diubah dan efek yang terjadi akibat perubahan tersebut terhadap

pendapatan. Perubahan pendapatan dalam model IS-LM disebabkan oleh

perubahan dalam tingkat harga yang menunjukkan pergerakan di sepanjang kurva

Tingkat bunga, r

IS

LM

Pendapatan, output, Y Y0

r0

Page 40: kebijakan moneter

permintaan agregat. Perubahan pendapatan dalam model IS-LM untuk tingkat

harga tetap menunjukkan pergeseran dalam kurva permintaan agregat (Mankiw,

2000).

2.2.3. Model Umum Vector Autoregression (VAR)

Bentuk hubungan kausalitas VAR berdasarkan pada pemikiran Granger,

yaitu penelitian hubungan kausalitas diantara dua variabel dapat dilakukan dengan

memasukkan unsur waktu. Uji kausalitas Granger menyatakan bahwa variabel X

mempengaruhi variabel Y jika nilai-nilai X baik saat ini maupun nilai periode

masa lalu dapat memprediksi Y lebih akurat dibanding bila tidak menggunakan

variabel X. Bentuk persamaan hubungan bivariat X dan Y dengan memasukkan

distributed lags sampai dengan ukuran tertentu terpilih adalah:

Y = a0 + a1X1 + a2X1-1 + ... + ajX1-m + b1Y-1 + ... + bjY-m + U1 (2.7)

Y = a0 = b1Y-1 + b2Y-2 ... + bjY-m + U2 (2.8)

Hipotesa : H0 : a1= a2 = ... aj = 0, artinya X menyebabkan Y jika H0 ditolak. Lalu

persamaan diatas diuji dengan menggunakan F statistik. Sims mengajukan suatu

pengujian kausalitas yang tahap-tahapnya sebagai berikut:

1. Menurunkan kedua sisi regresi X di atas pada nilai masa lalu, masa kini

dan masa yang akan datang dari Y.

2. Hipotesa nol yang dipakai adalah X tidak mempengaruhi Y bila seluruh

koefisien nilaiY masa depan sama dengan nol.

Page 41: kebijakan moneter

3. Pengujian terhadap beberapa persamaan linear dilakukan dengan uji

“incremental contribution of explanatory variable” seperti pada Granger

Test.

Dalam pendekatan oleh Sims, pengelompokan antara variabel endogenous

dan eksogenous tidak dilakukan. Semua variabel akan lebih efektif jika dijadikan

endogenous. Hal ini akan membuat model umum VAR sebagai berikut:

zt = ∑=

k

i 1

Aizt-i + εt (2.9)

dimana zt adalah vektor kolom dari pengamatan di waktu t dari semua

variabel di dalam model. εt adalah vektor kolom dari variabel pengganggu, yang

secara temporer dapat berkorelasi dengan yang lain akan tetapi diasumsikan tidak

terjadi autokorelasi sepanjang waktu. Ai adalah matriks dari parameter, yang

nilainya tidak sama dengan nol.

Dari persamaan (2.9) akan lebih mudah dimengerti jika menggunakan

model tiga persamaan, dengan lag maksimum k=2. Persamaan (2.9) kemudian

akan menjadi

wt = a11wt-1 + a12xt-1 + a13yt-1 + b11wt-2 + b12xt-2 + b13yt-2 + ε1t

xt = a21wt-1 + a22xt-1 + a23yt-1 + b21wt-2 + b22xt-2 + b23yt-2 + ε2t (2.10)

yt = a31wt-1 + a32xt-1 + a33yt-1 + b31wt-2 + b32xt-2 + b33yt-2 + ε3t

dalam persamaan (2.19) vektor zt dan εt adalah sebagai berikut

zt = ,

t

t

t

y

x

w

εt =

t

t

t

3

2

1

ε

ε

ε

dan lag yang digunakan adalah k=2, maka akan dua matriks 3 x 3 dalam Ai

Page 42: kebijakan moneter

A1 =

332331

232221

131211

aaa

aaa

aaa

, A2 =

333231

232221

131211

bbb

bbb

bbb

dalam persamaan (2.10) atau lebih umum dalam persamaan (2.9) setiap variabel

dalam model VAR dipengaruhi oleh variabel lain dengan struktur lag yang persis

sama. Apabila ditambahkan beberapa variabel dalam persamaan (2.8), maka

persamaan tersebut akan menjadi model persamaan simultan dimana x, y dan z

adalah endogenous. Dalam kenyataannya, VAR dapat dikatakan sebagai reduced

form dari model persamaan struktural dengan tidak ada variabel sebagai

eksogenous (Thomas, 1997).

Macam-macam bentuk VAR yang digunakan secara umum:

1. VAR (Unrestricted VAR)

Bentuk VAR yang telah dibahas adalah bentuk VAR biasa (VAR) yang

bebas restriksi. Bentuk restriksi terkait erat dengan permasalahan kointegrasi dan

hubungan teoritis. Jika data yang digunakan di dalam pembentukan VAR

stasioner pada tingkat level, maka bentuk VAR yang digunakan adalah VAR biasa

atau VAR tanpa restriksi.

Variasi VAR (biasa) biasanya terjadi akibat adanya perbedaan derajat

integrasi variabelnya. Kedua bentuk VAR akibat perbedaan derajat integrasi data

variabelnya dikenal dengan nama VAR in level dan VAR in difference. VAR level

digunakan ketika data yang digunakan memiliki bentuk stasioner pada level,

namun tidak memiliki (secara teoritis tidak memerlukan keberadaan) hubungan

kointegrasi, maka estimasi VAR dapat dilakukan dalam bentuk diferens.

Page 43: kebijakan moneter

Dalam perkembangannya, Sims dan Doan kemudian menentang

penggunakan variabel diferens, walaupun jika variabel tersebut memiliki unit root

(tidak stasioner dalam level). Mereka berargumen bahwa differencing akan

membuang informasi berharga yang terkait dengan pergerakan searah data (seperti

kemungkinan terdapatnya hubungan kointegrasi).

2. Vector Error Correction Model (VECM)

Merupakan salah satu bentuk dari VAR yang direstriksi. Restiksi

tambahan diberikan jika data tidak stasionel tetapi terkointegrasi. VECM

kemudian memanfaatkan bentuk restriksi tersebut kedalam spesifikasinya. Karena

itulah VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series yang nonstasioner

tapi memiliki hubungan kointegrasi.

Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel endogen

agar konvergen dalam hubungan kointegarsinya namun tetap membiarkan

dinamika harmonis jangka pendek. Istilah kointegrasi dikenal dengan istilah error,

karena deviasi dari hubungan jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui

series parsial penyesuaian jangka pendek.

3. Struktural VAR (S-VAR)

S-VAR merupakan salah satu bentuk VAR yang direstriksi. Restriksi yang

digunakan berdasarkan hubungan teoritis yang kuat akan skema (peta hubungan)

bentuk hubungan (ordering) variabel-variabel yang digunakan dalam sistem VAR.

Oleh karena itu, S-VAR juga dikenal sebagai bentuk VAR yang teoritis

(theoritical VAR)

Page 44: kebijakan moneter

Keunggulan model VAR dibandingkan dengan metode ekonometri

konvensional menurut Laksani (2003) adalah:

1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang

kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan

variabel di dalam persamaan itu. Hubungan yang terdeteksi bisa bersifat

langsung maupun tidak langsung.

2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindari parameter yang bias akibat

tidak dimasukkannya variabel yang relevan.

3. VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem

persamaan, reduced form dengan menjadikan seluruh variabel sebagai

endogenous.

4. Karena bekerja beradasarkan data, metode VAR terbebas dari batasan teori

ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spurious

variable endogenty and exogenty) di dalam model ekonomi konvensional

terutama dalam persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran

yang salah.

5. Dengan teknik VAR maka akan terpilih hanya variabel yang relevan untuk

disinkronisasikan dengan teori yang ada.

Sebagai metode ekonometri, VAR juga tidak luput dari kelemahan.

Kelemahan VAR misalnya disebutkan oleh Manurung et al (2005) yaitu:

1. Tidak seperti model persamaan simultan, model VAR kurang teoritis

karena tidak menjelaskan variabel eksogen secara akurat.

Page 45: kebijakan moneter

2. Tujuan utama dari model VAR adalah peramalan sehingga kurang tepat

untuk melakukan evaluasi kebijakan.

3. Masalah lain dari model VAR adalah penentuan panjang lag sehingga bila

lag panjang maka parameter yang ditaksir juga banyak.

4. Dalam model VAR dapat bergabung I(0) dan I(1) sehingga time series

stasioner dan non-stasioner.

5. Walaupun koefisien secara individu sulit diinterpretasikan akan tetapi

praktisi menginterpretasikan sebagai respon impulse respon function

(IRF), yaitu respon variabel dependen terhadap kejutan disturbance term

error.

2.2.4. Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya mengenai perubahan GWM dengan kredit

dilakukan oleh Tjahjono dan Hendy (1998) dimana mereka membahas efektivitas

GWM terhadap kredit perbankan sebagai salah satu kebijakan pengendalian aliran

modal masuk di Indonesia. Dalam penelitian tersebut, kredit dipengaruhi oleh

pinjaman dana pihak ketiga dari bukan penduduk baik dalam rupiah maupun

valas, gwm dan total dana pihak ketiga dalam rupiah. Sehingga dapat ditulis

CR = F(FL, GWM, DP3) (2.11)

dimana:

CR = total kredit,

FL = pinjaman dana pihak ketiga dari bukan penduduk,

DP3 = total dana pihak ketiga.

Page 46: kebijakan moneter

Penelitian tersebut dilakukan pada periode 1990-1996, dimana hasilnya

menunjukkan bahwa perubahan GWM mempunyai pengaruh negatif terhadap

pemberian kredit. Model ini akan digunakan dalam penelitian kali ini untuk

mengestimasi perubahan GWM terhadap kredit.

Adisti (2005) telah melakukan penelitian terhadap perubahan GWM

terhadap inflasi di Indonesia dengan menggunakan metode persamaan simultan,

dimana inflasi dideskripsikan sebagai fungsi dari harga, nilai tukar dan jumlah

uang beredar (M1), sementara jumlah uang beredar sendiri merupakan fungsi dari

pendapatan nasional, lag jumlah uang beredar, GWM, nilai tukar, harga dan suku

bunga deposito. perubahan dari GWM akan mempengaruhi penawaran uang

secara negatif, perubahan penawaran uang inilah yang kemudian akan

mempengaruhi inflasi.

Sebelumnya, Sukarno dalam Widyanti (2005) telah mengembangkan suatu

model pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada model produksi. Dalam

model tersebut, sebelum dilakukan perluasan dikatakan inflasi mempunyai

pengaruh nyata apabila tidak diperkirakan secara sempurna. Model tersebut dapat

ditulis sebagai berikut :

Y(t) = Yn(t) + [P(t) – p(t)] (2.12)

dimana:

Y(t) = produksi, kesempatan kerja atau pengangguran,

Yn = natural rate output,

P(t) = tingkat inflasi.

Page 47: kebijakan moneter

Apabila sewa dan suku bunga pinjaman sebagai fungsi jumlah kredit,

maka persamaan (2.12) diatas menjadi

Y = F(P, CR, W, IM) (2.13)

dimana:

Y = pertumbuhan ekonomi,

P = tingkat harga,

CR = jumlah kredit,

W = tingkat upah,

IM = jumlah impor.

Dalam rangka pengujian secara empiris maka persamaan tersebut didekati

dengan log linear model. Dengan demikian persamaan tersebut dapat ditulis

sebagai berikut:

LY = β0 + β1LP + β2LCR + β3LW + β4LIM (2.14)

Dari hasil estimasi penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kredit

mempunyai hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu perbedaan penelitian ini jika dibandingkan dengan

penelitian terdahulu adalah pada penelitian kali ini ingin dilihat bagaimana

kebijakan moneter yang dilaksanakan akan dapat berpengaruh pada pertumbuhan

ekonomi melalui variabel-variabel moneter seperti suku bunga, total kredit dan

jumlah yang beredar. Karena selama ini, variabel moneter lebih sering

dihubungkan dengan inflasi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi.

Page 48: kebijakan moneter

2.3. Kerangka Pemikiran Operasional

Instrumen GWM merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter

dengan pendekatan kuantitas (quantity approach) bukan dengan pendekatan harga

(price approach). Di Indonesia, telah terjadi pergeseran pendekatan, yaitu dari

pendekatan kuantitas menjadi pendekatan harga. Karena GWM merupakan

instrumen dengan pendekatan kuantitas, maka jika Bank Indonesia merubah

ketentuan GWM maka hal tersebut akan mengakibatkan perubahan dalam jumlah

likuiditas bank tersebut. Jika likuiditas bank tersebut berkurang, maka

kemampuan bank untuk menyalurkan kredit pun akan berkurang. Bank pun akan

meningkatkan suku bunga deposito untuk meningkatkan dana pihak ketiga.

Karena kredit mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, maka perubahan kredit

akibat perubahan GWM diharapkan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Kerangka pemikiran operasional mengenai pengaruh perubahan GWM terhadap

pertumbuhan ekonomi akan disajikan pada gambar 5.

2.4. Definisi Variabel

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adalah:

1. Giro Wajib Minimum (GWM) merupakan cadangan wajib dari bank

umum yang disimpan di Bank Sentral, dalam satuan milyar rupiah.

2. Jumlah uang beredar (M2) adalah jumlah mata uang beredar, yang terdiri

dari uang kartal, uang giral, dan uang kuasi, dalam satuan milyar rupiah.

3. Total Kredit (CR), merupakan total kredit yang disalurkan oleh bank

umum, dalam satuan milyar rupiah.

Page 49: kebijakan moneter

4. Suku Bunga Deposito (DEP), merupakan suku bunga deposito satu bulan

bank umum, dalam satuan persen.

5. Pertumbuhan ekonomi (Y), merupakan persentase dari perubahan

pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya terhadap periode sekarang,

dalam satuan persen.

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional

Keterangan:

: Variabel yang digunakan.

: Ruang lingkup analisis VECM.

: Persamaan VECM yang akan dibahas.

: Hubungan dua arah.

Otoritas moneter mengeluarkan kebijakan moneter

dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan

moneter yaitu OPT, GWM,

Discount Rate Policy¸ Persuasi Moral

Giro Wajib

Minimum

Jumlah Uang Beredar

(M2)

Pertumbuhan ekonomi Suku Bunga Deposito

Total Kredit

Page 50: kebijakan moneter

2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu

mengenai penetapan GWM di Indonesia, maka dapat diberikan jawaban

sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis tersebut:

1. Perubahan GWM akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi.

2. Perubahan M2 akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Perubahan kredit akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi.

Page 51: kebijakan moneter

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah time series yang

merupakan data kuantitatif kuartalan pada periode 1990:1 sampai dengan 2005:4.

Jenis data yang dipakai adalah data sekunder yang didapatkan dari internet,

lembaga-lembaga seperti Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik dan lembaga

lainnya serta beberapa bahan pustaka lainnya berupa literatur dari buku-buku,

majalah yang berhubungan dengan topik penelitian. Berikut akan diuraikan data

apa saja yang akan dipakai : nilai total GWM, total kredit yang disalurkan oleh

Bank Umum, suku bunga deposito satu bulan, jumlah uang beredar, dan

pertumbuhan ekonomi dalam persen.. Karena sampel penelitian dari tahun 1990

sampai 2005, maka akan ditambahkan variabel dummy untuk masa krisis.

Pengolahan data pada penelitian kali ini akan menggunakan software Micofit 4.0

dan Microsoft Excel.

Tabel 3.1. Keterangan dan Simbol Data

No Variabel Simbol Satuan

1 Nilai GWM GWM Milyar Rupiah

2 Total Kredit CR Milyar Rupiah

3 Suku Bunga Deposito 1 bulan Dep Persen

4 Jumlah Uang Beredar M2 Milyar Rupiah

5 Pertumbuhan Ekonomi Y Persen

6 Dummy Krisis D - Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.

Semua data yang digunakan dalam penelitian ini akan diubah bentuknya

kedalam logaritma natural kecuali data yang sudah dalam persen. Hal ini

Page 52: kebijakan moneter

dilakukan untuk memudahkan analisis yang akan diberikan ketika dilakukan IRF

dan FEVD.

3.2. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dengan menggunakan pendekatan

ekonometrika, yaitu analisis dengan menggunakan Vector Autoregression (VAR).

Uji kausalitas VAR merupakan generalisasi dari metodologi uji kausalitas

Granger. Tidak digunakannya uji kausalitas Granger karena Granger Test bersifat

bivariat, sedangkan VAR bersifat multivariat. Sehingga implikasi kausalitas yang

dihasilkan oleh Granger Test tidak sesuai dengan fenomena nyata mengingat

estimasi parameter yang bias akibat penghilangan variabel bebas lain yang

sebenarnya relevan bila dimasukkan dalam sistem persamaan.

Secara keseluruhan metode yang akan digunakan dalam penelitian ini

terbagi dalam tiga tahap yaitu:

1) Pengujian nonstasioneritas data dengan menggunakan uji augmented

Dickey-Fuller. Apabila hasil uji ADF mengandung akar unit, maka

dilakukan penarikan diferensial sampai data stasioner. Karena variabel

dalam analisis tidak stasioner pada level, maka pendekatan VAR harus

dikombinasikan dengan vector error correction model (VECM).

2) Menentukan lag optimal dengan menggunakan uji likelihood ratio.

Kemudian dari ordo VAR (k-1) maka digunakan pendekatan Johansen

untuk memperoleh rank kointegrasi dengan tujuan mendapatkan

Page 53: kebijakan moneter

persamaan kointegrasi jangka panjang. Setelah jumlah rank kointegrasi

ditentukan maka dapat dilakukan pendekatan VECM.

3) Perilaku guncangan suatu variabel dan peran masing-masing guncangan

terhadap variabel tertentu dianalisis dengan menggunakan Impulse

Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD)

3.2.1. Model Analisis Data

Dengan memasukkan variabel-variabel yang akan digunakan dalam

penelitian kali ini, maka persamaan VAR yang akan terbentuk sesuai variabel

yang akan dianalisis adalah:

GWMt = a11GWMt-1+a12Crt-1+a13Dept-1 + a14M2t-1 +a15Yt-1 +b11GWMt-2

+b12Crt-2+ b13Dept-2 + b14M2 t-2 +b 15Y t-2 + D t + ε1t (3.1)

CRt = a21GWMt-1 + a22Crt-1 + a23Dept-1 + a24M2t-1 + a25Yt-1 + b21GWMt-2

+ b22Crt-2+ b23Dept-2+b24M2 t-2+b24Y t-2 + D t +ε2t (3.2)

DEPt = a31GWMt-1 + a32Crt-1+ a33Dept-1+ a34M2t-1+ a35Yt-1+ b31GWMt-2

+ b32Crt-2+ b33tDept-2 + b34M2 t-2 +b35Y t-2 + D t + ε3t (3.3)

M2t = a41GWMt-1+ a42Crt-1+ a43Dept-1+ a44M2t-1 + a45Yt-1+ b41GWMt-2

+ b42Crt-2 + b43Dept-2+ b44M2 t-2+ b45Y t-2+ D t + ε4t (3.4)

Y t = a51GWMt-1 + a52Crt-1 + a53Dept-1 + a54M2 t-1+ a55Y t-1+ b51GWMt-2

+ b52Crt-2+ b53Dept-2 + b 54M2 t-2 +b 55Y t-2 + D t +ε5t (3.5)

Keterangan:

GWM : Giro Wajib Minimum

CR : Total kredit

Page 54: kebijakan moneter

DEP : Suku Bunga Deposito 1 bulan

M2 : Jumlah Uang Beredar

Y : Pertumbuhan ekonomi

D : Dummy Krisis

t : pengamatan ke-t

ε : error

Dari persamaan di atas, maka untuk mendapatkan jawaban dari

permasalahan jangka panjang maka model VAR harus dikombinasikan dengan

VECM sehingga persamaan akan menjadi sebagai berikut:

1'

1 0 1 1

1

k

t i t t t

i

x x t xµ µ αβ ε−

− −=

∆ = Γ ∆ + + + +∑ (3.6)

Error termnya (1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 t t t t t t tε ε ε ε ε ε ε ) yaitu sisaan (dugaan error term)

akan menjadi fokus utama. itε dapat diintepretasikan sebagai inovasi atau

guncangan dari variabel yang kita inginkan, sehingga dampak guncangan sebuah

variabel terhadap variabel lainnya dapat dianalisis. Dengan merestriksi persamaan

VAR atau VECM diatas akan menyebabkan jumlah parameter sama dengan

jumlah persamaan (exact identified) sehingga error 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 t t t t t t tε ε ε ε ε ε ε

dapat diidentifikasi dan diperoleh pure innovation dari 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 t t t t t t tε ε ε ε ε ε ε .

Dengan diperoleh pure innovation maka analisis selanjutnya dapat dimulai yaitu

IRF (Impulse Response Function) dan FEVD (Forecast Error Variance

Decomposition).

Page 55: kebijakan moneter

3.2.2. Uji Stasioneritas Data

Hal penting yang berkaitan dengan studi atau penelitian yang

menggunakan data time series adalah stasioneritas. Deret waktu dikatakan

stasioner jika secara stokastik data menunjukan pola yang konstan dari waktu ke

waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada

data, secara kasarnya data harus horizontal sepanjang sumbu waktu.

Data yang tidak stasioner akan menghasilkan apa yang dinamakan regresi

rancu atau Spurious Regression, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan

dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal

kenyataannya tidak atau tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut. Ada

beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur keberadaan stasioneritas,

salah satunya adalah dengan menggunakan Augmented Dicky Fuller (ADF) Test.

Jika nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai Mc Kinnon Critical Value maka dapat

disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Solusi yang dapat dilakukan apabila

beradasarkan uji ADF diketahui suatu data time series tidak non stasioner adalah

dengan melakukan difference non stationary processes. ADF test pada dasarnya

melalui estimasi terhadap persamaan regresi sebagai berikut yang menyertakan

intersep dan trend :

∆ Yt = β1 + β2 t + δYt-1 + ai ∑=

m

i 1

∆Yt-1 + εt (3.7)

dimana εt adalah white noise dan ∆Yt-1= Yt-1 – Yt-2 pada ADF yang akan diuji

apakah δ=0. Dengan hipotesis alternatif δ<0, jika nilai dari t-hitung untuk δ lebih

Page 56: kebijakan moneter

kecil dari nilai ADFnya, maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa data tidak

stasioner ditolak terhadap hipotesis alternatifnya.

3.2.3. Penetapan Tingkat Lag Optimal

Dalam analisis VAR sangatlah penting untuk menentukan lag yang

optimal. Lag yang terlalu panjang akan membuang dengan percuma derajat bebas,

sementara lag yang terlalu pendek akan mengakibatkan spesifikasi model yang

salah. Menurut Enders (2000), pemilihan lag optimal dapat dibantu dengan

menggunakan uji likelihood ratio (uji LR). Ketika ingin memilih apakah lebih baik

menggunakan lag 8 atau 12 sebagai lag optimal, maka kita estimasi dulu kedua

model VAR tersebut kemudian kita bentuk matriks varians dan kovarians dari

residual kedua model tersebut. Setelah itu kita gunakan uji LR yaitu sebagai

berikut:

Likelihood Ratio Statistics = 8 12

( )(log )T c− −∑ ∑ (3.8)

dimana:

T = jumlah observasi,

c = jumlah parameter estimasi pada tiap sistem persamaan VAR,

logn∑ = logaritma natural dari determinan n∑ .

Statistik ini memiliki distribusi asimtot sebesar 2χ dengan derajat bebas

sebesar jumlah restriksi dalam sistem. Nilai statistik Likelihood Ratio yang lebih

besar dari nilai 2χ menandakan bahwa kita dapat menolak hipotesis nol bahwa

lag optimal adalah delapan. Tetapi bila nilai statistik Likelihood Ratio lebih kecil

Page 57: kebijakan moneter

daripada nilai 2χ pada suatu tingkat kepercayaan yang telah ditentukan, maka

kita tidak dapat menolak hipotesis nol bahwa lag optimal adalah delapan.

Untuk menetapkan besarnya lag yang optimal (lag length criteria),

sebenarnya dapat digunakan kriteria lain seperti Akaike Information Criterion

(AIC), Schwarz Bayesian Criterion (SBC) dan Hannan-Quinn Criterion (HQC).

Besarnya lag yang optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai kriteria

terkecil di antara ketiga kriteria tersebut.

3.2.4. Uji Kointegrasi

Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-

variabel yang mekipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier

antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Thomas, 1997). Karena itu

kointegrasi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menghindari masalah

spurious regression (regresi palsu). Sebagai syarat agar ada keseimbangan jangka

panjang, maka galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nilai nol, dengan

kata lain error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner. Salah

satu cara untuk menguji kointegrasi antara dua variabel, misalnya Xt dan Yt ,

adalah dengan menggunakan tes kointegrasi Johansen.

3.2.5. Impulses Responses Functions (IRF)

VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur

dinamisnya dari sebuah model. Setelah melakukan uji VAR, diperlukan adanya

metode yang dapat mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan oleh VAR secara

Page 58: kebijakan moneter

jelas. Menurut Sims cara yang paling baik untuk dapat mencirikan struktur

dinamis dalam model adalah dengan menganalisa respon dari model (sistem)

terhadap guncangan (shock). IRF dapat melakukan hal ini dengan menunjukkan

bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap

guncangan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya (Thomas,

1997).

3.2.6. Variance Decompositions (VD)

Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam

suatu variabel makro yang ditunjukkan oleh perubahan varians error dipengaruhi

oleh variabel lainnya adalah Variance Decomposition (VD). Metode ini dapat

mencirikan struktur dinamis dalam model VAR. Dengan metode ini pula dapat

dilihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam

mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang.

Dekomposisi varians merinci varians dari error peramalan (forecast)

menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel

endogen dalam model. Dengan menghitung persentasi squared prediction error

k-tahap kedepan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel lain, dapat

dilihat seberapa besar error peramalan variabel tersebut disebabkan oleh variabel

itu sendiri dan variabel-variabel lainnya.

Page 59: kebijakan moneter

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Giro Wajib Minimum (GWM)

Cadangan primer atau yang umum dikenal dengan Giro Wajib Minimum

(GWM) adalah instrumen tidak langsung yang merupakan ketentuan dari Bank

Sentral yang mewajibkan bank-bank memeloihara sejumlah alat likuid sbesar

presentase tertentu dari kewajiban lancarnya (Ascarya, 2002). Instrumen ini

diberlakukan pertama kali pada tahun 1957 dimana bank-bank diwajibkan

memelihara cadangan sebesar 30% dari total depositonya.

Dalam rangka mendorong, mempertahankan dan memelihara kelangsungan

pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, perluasan kesempatan kerja dan

kestabilan moneter, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijaksanaan dibidang

keuangan, moneter dan perbankan pada tanggal 27 Oktober 1988. Paket kebijakan

tersebut berupa:

1. Kemudahan mendirikan bank,

2. Penurunan kewajiban likuiditas minimum dari 15 persen menjadi 2 persen.

3. Pajak bunga deposito

4. BUMN dapat menanam dana pada bank swasta.

paket kebijaksanaan ini secara bersama-sama dan saling menunjang dengan

kebijakan disektor lain diharapkan dapat meningkatkan pengerahan dana

masyarakat guna membiayai kegiatan pembangunan, mendorong ekspor

nonmigas, meningkatkan efisiensi lembaga-lembaga keuangan dan perbankan,

Page 60: kebijakan moneter

menciptakan iklim pengembangan pasar modal dan meningkatkan kemampuan

pengendalian moneter.

Adisti (2005) mengatakan, dalam pertimbangan surat Keputusan Direksi

Bank Indonesia No 29/87A/KEP/DIR tanggal 11 September 1996 disebutkan

bahwa persentase GWM yang berlaku belum cukup memadai dalam mendukung

terciptanya prinsip kehati-hatian perbankan dan kestabilan moneter. Melihat

pertimbangan tersebut pada dasarnya persentase GWM mengandung dua tujuan,

yaitu tujuan sisi makro ekonomi dan sisi mikro perbankan.

1. Makro ekonomi, dalam rangka pencapaian target moneter yaitu

pengendalian uang beredar khususnya yang berasal dari kredit perbankan.

Semakin besar GWM yang dipersyaratkan, semakin kecil angka

pengganda uang (APU) yang ditimbulkan karena akan mengurangi

kemampuan bank dalam melakukan ekspansi usaha, khususnya dalam

pemberian kredit.

2. Mikro perbankan, semakin besar persentase GWM semakin besar pula

kemampuan perbankan dalam memelihara dan menjaga likuiditasnya.

4.2. Perhitungan Neraca GWM Bank

Menurut Hasibuan (2005), perhitungan dan pelaporan neraca GWM bank

telah ditetapkan Bank Indonesia (BI). Dalam perkembangannya, pembentukan

cadangan wajib bagi perbankan yang dikenal dengan istilah reserve requirement

(RR), kemudian diubah dengan diberlakukannya GWM pada tahun 1996.

Perhitungan GWM bank di Indonesia, rumusnya telah mengalami perubahan,

Page 61: kebijakan moneter

dimana sebelum tahun 1996 perhitungannya berdasarkan jumlah kas, saldo

rekening di bank lain dan saldo giro di Bank Indonesia dibagi dana pihak ketiga.

Dimana persentase sejak tahun 1967 hingga 31 Desember 1977 sebesar 30%

. .100%

( )

Kas Saldo rek di Bank Lain Saldo rek Giro di BIRR x

Dana Pihak Ketiga DPK

+ += (4.1)

Pada tahun 1978 sampai dengan 27 Oktober 1988 persentasenya

diturunkan sebesar 15%, namum perhitungannya masih sama dengan sebelumnya.

Setelah dikeluarkannya Paket Kebijakan pada tahun 1988, maka perhitungan

terhadap RR mengalami perubahan, dimana komponen cadangan wajib yang

harus dijaga adalah kas, dan rekening giro pada BI saja. Persentasenya pun

mengalami penurunan hanya 2 persen. Kemudian persentasenya dinaikkan

menjadi 3 persen pada 1 Februari 1996.

.100%

( )

Kas Saldo rek Giro di BIGWM x

Dana Pihak Ketiga DPK

+= (4.2)

Pada 30 April 1997, terjadi perubahan kembali pada komposisi

perhitungan GWM dimana komponen cadangan wajib hanya giro pada BI saja.

Perhitungan tersebut masih digunakan sampai sekarang. Rasio GWM yang

ditetapkan hingga Juni 2004 adalah 5 persen.

.100%

Saldo rek Giro di BIGWM x

DPK= (4.3)

Terdapat dua jenis GWM, yaitu GWM berdasarkan nilai Loan to Deposit

Ratio (LDR) dan GWM berdasarkan total dana pihak ketiga.

Pada bulan Juli 2004 Bank Indonesia menaikkan GWM untuk menyerap

likuiditas didalam sistem perbankan menghadapi lemahnya nilai tukar rupiah.

Page 62: kebijakan moneter

Bank Indonesia melakukan penyempurnaan ketentuan GWM yang semula 5%

menjadi sebagai berikut:

1) Bank dengan total Dana Pihak Ketiga (DPK) diatas Rp 50 trilliun

dikenakan tambahan menjadi 8%,

2) Bank dengan DPK antara Rp 10 trilliun sampai Rp 50 trilliun dikenakan

tambahan sebesar 2%,

3) Bank dengan DPK antara Rp 1 trilliun sampai Rp 10 trilliun dikenakan

tambahan sebesar 1% menjadi 6%,

4) Bank dengan DPK dibawah Rp 1 trilliun tidak diberlakukan kenaikan

GWM sehingga GWM harus dipelihara sebesar 5%,

disamping itu Bank Indonesia juga memberikan jasa giro dari simpanan GWM

sebesar 3% (Bank Indonesia, 2004). Kemudian Bank Indonesia melakukan

penyempurnaan peraturannya pada bulan September 2005 dengan mengeluarkan

kebijakan baru berupa menaikkan GWM Rupiah berbasis LDR dengan rincian:

1) Bank dengan LDR diatas 90% dikenakan tambahan 0 persen,

2) Bank dengan LDR antara 75% - 90% dikenakan tambahan 1 persen,

3) Bank dengan LDR antara 60% - 75% dikenakan tambahan 2 persen,

4) Bank dengan LDR antara 50% - 60% dikenakan tambahan 3 persen,

5) Bank dengan LDR antara 40% - 50% dikenakan tambahan 4 persen,

6) Bank dengan LDR dibawah 40% dikenakan tambahan 5 persen,

Bank Indonesia juga menaikkan imbalan jasa giro dari simpanan GWM yang

semula 3% menjadi 5,5% untuk seluruh tambahan GWM Rupiah diatas 5%

(Kompas, 2005).

Page 63: kebijakan moneter

4.3. Kondisi Perekonomian Indonesia

Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun. Dari

tahun 1990 hingga tahun 1994 Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang

cukup stabil. Pada tahun 1995 hingga tahun 1996 terjadi peningkatan

pertumbuhan ekonomi yang mendekati angka 10 persen (Gambar 6). Akan tetapi,

ketika krisis nilai tukar mulai melanda Asia pada tahun 1997, juga melanda

Indonesia. Krisis yang bermula dari krisis moneter tersebut telah berubah cepat

menjadi krisis ekonomi, krisis sosial budaya, krisis politik sehingga menjadi krisis

multi-dimensi. Hal tersebut dapat terlihat dari penurunan pertumbuhan ekonomi

pada tahun 1997. Kondisi ini bertambah parah dimana pada tahun berikutnya

pertumbuhan ekonomi Indonesia bernilai negatif. Indonesia kemudian berusaha

untuk bangkit dari kondisi tersebut dengan melakukan berbagai perjanjian hutang

dengan naegara-negara donor. Hal itulah yang pada akhirnya dapat membuat

pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali menjadi positif walaupun masih meleset

dari target pertumbuhan yang ditetapkan oleh pemerintah.

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

Tahun

Persen

Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.

Gambar 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Page 64: kebijakan moneter

4.4. Perkembangan Total Kredit Bank Umum

Kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis yang diawali

oleh nilai tukar, membawa dampak terhadap sektor lain. Salah satu sektor yang

terkena dampaknya adalah sektor kredit. Pada periode sebelum krisis, jumlah

kredit yang diberikan oleh bank umum mempunyai kecenderungan untuk

meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 7. Ketika krisis

terjadi pada tahun 1997, banyak masyarakat yang mengajukan kredit untuk

menolong usaha mereka agar tetap bisa bertahan. Hal tesebut terkait dengan

banyaknya pinjaman jangka pendek pihak swasta yang didenominasikan dalam

mata uang asing mengalami peningkatan nilai jatuh tempo akibat krisis nilai tukar.

Akan tetapi, karena pada kondisi perekonomian belum pulih, maka kredit-kredit

yang disalurkan oleh bank umum banyak yang menjadi kredit bermasalah. Karena

banyaknya kredit yang bermasalah, maka dari tahun 1999 hingga tahun 2000

terjadi penurunan jumlah pemberian kredit. Hal ini tentu saja akan memberikan

dampak terhadap perekonomian karena dengan begitu kesempatan masyarakat

untuk berinvestasi akan berkurang.

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

Tahun

Milyar Rp

Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.

Gambar 7. Perkembangan Kredit Bank Umum

Page 65: kebijakan moneter

4.5. Perkembangan Jumlah Uang Beredar

Jumlah uang beredar merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian

bagi Bank Sentral. Jumlah yang beredar berkaitan erat dengan inflasi dan output.

Pada tahun 1984 pemerintah menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan

maksud sebagai pengendalian moneter (Warjiyo dan Solikin, 2003). Seperti yang

terlihat pada gambar 8 dibawah ini, jumlah uang beredar di Indonesia cenderung

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Akan tetapi ketika terjadi krisis pada

tahun 1997, terlihat bahwa jumlah uang beredar mengalami peningkatan yang

cukup besar dibandingkan tahun-tahun yang lain. Hal ini dikarenakan untuk

mencegah kehancuran sektor perbankan, Bank Indonesia menyuntik dana ke

sektor perbankan dalam jumlah yang sangat besar, yang selanjutnya berakibat

pada melonjaknya laju inflasi.

0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

1990

1992

1994

1996

1998

2000

2002

2004

tahun

milyar Rp

Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.

Gambar 8. Perkembangan Jumlah Uang Beredar

4.6. Perkembangan Suku Bunga Deposito

Suku bunga deposito di Indonesia, selama periode sebelum krisis berada

pada kisaran 20 persen. Hal tersebut terkait dengan kondisi perekonomian yang

Page 66: kebijakan moneter

relatif stabil sehingga suku bunga deposito juga tidak terlalu berfluktuatif. Pada

masa tersebut, Indonesia mengalami peningkatan aliran modal masuk yang sangat

tinggi sehingga jalur suku bunga cukup baik mentransmisikan pengaruh kebijakan

moneter. Pada saat terjadi krisis ekonomi, Bank Indonesia melakukan berbagai

macam kebijakan dalam menjaga kestabilan nilai tukar, salah satunya dengan

meningkatkan suku bunga SBI hingga mencapai 60 persen. Peningkatan suku

bunga SBI tersebut akan meingkatkan suku bunga deposito, sehingga pada masa

krisis, suku bunga deposito mengalami kenaikan yang cukup besar. Setelah tahun

2000, pemerintah mulai dapat menurunkan suku bunga SBI. Hal tersebut akan

mendorong suku bunga deposito untuk turun juga. Seperti yang disajikan dalam

gambar 9, suku bunga deposito mulai mengalami penurunan setelah mengalami

peningkatan yang cukup tajam pada tahun 1999 dan mulai stabil hingga akhir

2005.

0

10

20

30

40

50

60

1990

1992

1994

1996

1998

2000

2002

2004

Tahun

Persen

Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.

Gambar 9. Perkembangan Suku Bunga Depositio

Page 67: kebijakan moneter

V. PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM,

JUMLAH UANG BEREDAR, DAN KREDIT TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI

5.1. Pengujian Non Stasioneritas

Analisis data time series memerlukan pengujian terlebih dulu terhadap

ketidakstasioneran data dengan melihat keberadaan akar unit di dalam variabel.

Hal ini dilakukan agar tidak akan menghasilkan hubungan yang spurious antara

variabel-variabel dalam persamaan (Thomas, 1997). Sehingga sebelum analisis

VAR dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji non stasioneritas data dengan

menggunakan uji ADF.

Nilai mutlak tes statistik ADF dengan trend atau tanpa trend untuk setiap

variabel harus lebih besar dibandingkan nilai mutlak kritis ADF 95 persen yaitu

pada -2,9303 (tanpa trend) dan -3,5162 (dengan trend) untuk level dan pada first

difference -2,932 (tanpa trend) dan -3,5189 (dengan trend). Nilai statistik ADF

berikut dipilih karena memiliki nilai SBC terbesar. Apabila nilai ADF dari

pengujian akar unit ini lebih kecil maka kita dapat menolak hipotesis nol yang

menyatakan bahwa terdapat akar unit dalam variabel. Berdasarkan hasil

pengujian, terdapat dua variabel yang stasioner pada level yaitu suku bunga

deposito dan pertumbuhan ekonomi. Karena ketiga variabel lainnya tidak

stasioner pada tingkat level, sehingga uji ADF dilanjutkan pada data first

difference-nya. Setelah dilakukan pengujian pada First Difference-nya, ditemukan

bahwa semua variabel sudah stasioner pada kondisi ini. Hal ini menandakan

bahwa semua variabel terintegrasi pada ordo satu (I(1)). Tabel 5.1 adalah hasil

Page 68: kebijakan moneter

pengujian atas keberadaan akar unit pada variabel-variabel yang digunakan dalam

penelitian.

Tabel 5.1. Uji Akar Unit Variabel VECM

Level First Difference

Nilai ADF Nilai ADF

Variabel

Tanpa

Trend

Dengan

Trend

Tanpa

Trend

Dengan

trend

GWM -1.9661 -1.5036 -7.2235 -7.5281

M2 -1.6639 -0.63079 -5.2535 -5.6107

Dep -3.0133 -3.0602 -4.3234 -4.2813

CR -0.68708 -1.5922 -5.0899 -5.0515

Y -7.8523 -7.8973 -8.6267 -8.5442 Sumber: Lampiran 2 dan 3.

Keterangan: Tes akar unit dilakukan dengan menggunakan Microfit 4.0, nilai kritis ADF

95 persen pada level tanpa trend adalah -2,9303 dan dengan trend adalah -3,5162, nilai

kritis ADF 95 persen pada First Difference tanpa trend adalah -2,932 dan dengan trend

adalah -3,5189.

Menurut Sims dalam Enders (2000) tidak direkomendasikan untuk

menggunakan data first difference dalam menganalisis sebuah metode VAR. Sims

mengatakan bahwa tujuan analisis VAR adalah untuk melihat hubungan antar

variabel dan bukan menghitung estimasi parameternya. Ia menambahkan bahwa

hasil analisis VAR yang menggunakan data first difference akan menghilangkan

informasi jangka panjang mengenai hubungan antar variabel dalam sistem

tersebut (seperti kemungkinan adanya hubungan kointegrasi antar variabel) dan

hasil analisis akan berdasarkan pada parameter jangka pendeknya saja. Itulah

sebabnya karena semua variabel dalam pendekatan ini terintegrasi pada ordo satu,

maka metode VAR akan dikombinasikan dengan metode VECM sehingga

hubungan jangka panjang antar variabel dapat dianalisis.

Page 69: kebijakan moneter

5.2. Pengujian Lag Optimal

Penggunaan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR karena lag

dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel

eksogen. Ada beberapa cara dalam melihat lag optimal, yaitu dengan melakukan

uji likelihood ratio (LR test). Uji statistik dimulai dari nilai-p (p-value) tertinggi

hingga lebih kecil dari nilai nyatanya. Ordo optimal adalah jumlah lag sebelum

tercapai nilai-p pertama kali tidak nyata pada α=0,05. Berdasarkan hasil pengujian

lag VAR dengan menggunakan uji LR, maka diperoleh lag optimal VAR yaitu 4.

5.3. Uji Kointegrasi

Menurut Enders (2000) apabila ada kombinasi linear antara variabel non

stasioner yang terintegrasi pada ordo yang sama, maka kondisi tersebut

dinamakan kointegrasi. Kointegrasi digunakan untuk memperoleh persamaan

jangka panjang yang stabil. Dalam analisis ini, uji kointegrasi digunakan untuk

melihat apakah metode VECM dapat digunakan atau tidak. Apabila terdapat lebih

dari nol rank koinegrasi, maka metode VECM dapat digunakan.

Uji kointegrasi yang dipakai adalah Johansen Maximum Likelihood test.

Uji Johansen Maximum Likelihood test dapat dilakukan dengan terlebih dulu

mengurangi ordo VAR (k) menjadi (k-1) sehingga diperoleh persamaan VECM

(k-1), sehingga dalam analisis ini VECM yang digunakan memiliki ordo 3. Hasil

uji kointegrasi Johansen tercantum dalam Tabel 5.2.

Jumlah rank kointegrasi dalam uji Johansen dapat dipilih berdasarkan

maximal eigenvalue dan trace of the stochastic matrix. Bila nilai kritis lebih besar

Page 70: kebijakan moneter

dari nilai uji LR, maka kita dapat menerima hipotesis nol yang menyatakan

jumlah rank kointegrasi. Cara lain dalam menentukan rank kointegrasi adalah

dengan memilih rank kointegrasi yang memiliki kriteria SBC atau HQC terbesar.

Tabel 5.2. Uji Kointegrasi Johansen

A. Uji Likelihood Ratio (LR)

Tipe Pengujian H0 H1 LR-test Nilai kritis=0,05

r=0 r=1 89.3189 37.8600

r<=1 r=2 63.6512 31.7900

r<=2 r=3 34.0607 25.4200

r<=3 r=4 10.4865 19.2200

1. Didasarkan pada

maximal eigenvalue

of the stochastic

matrix

r<=4 r=5 0.95858 12.3900

r=0 r>=1 198.4758 87.1700

r<=1 r>=2 109.1570 63.0000

r<=2 r>=3 45.5058 42.3400

r<=3 r>=4 11.4451 25.7700

2. Didasarkan pada

trace of the

stochastic matrix

r<=4 r>=5 0.95858 12.3900

B. Selection Criteria

r=0 R=1 r=2 R=3 r=4 R=5

1. SBC -263.904 -239.799 -224.417 -219.719 -222.697 -226.329

2. HQC -225.396 -194.873 -174.356 -165.808 -166.219 -168.567

Sumber: Lampiran 5.

Keterangan: SBC = Schwarz Bayesian Criterion; HQC = Hannan-Quinn Criterion.

Hasil pengujian menunjukkan terdapat tiga rank kointegrasi atau r=3.

Hasil ini didasarkan baik pada maximal eigenvalue maupun trace of the stochastic

matrix, dimana pertama kali hipotesis nol tidak dapat ditolak pada kedua uji

adalah pada r<=3. Selanjutnya untuk memastikan jumlah rank kointegrasi, dapat

dilihat pada nilai SBC dan HQC terbesar yang ternyata terletak pada r=3.

Konsisten dengan kriteria SBC terbesar, maka rank kointegrasi yang dipilih

adalah r=3. Karena itulah maka rank kointegrasi yang dipilih adalah r=3. Kondisi

ini menunjukkan bahwa secara multivariat dari lima persamaan, terdapat tiga

persamaan yang terkointegrasi secara linear.

Page 71: kebijakan moneter

Dari hasil estimasi VECM akan digunakan untuk memperoleh inovasi

(residual) yang akan digunakan untuk analisis VAR. Setelah diketahui rank

kointegrasi, maka dapat dibuat restriksi umum (general restriction atau just

identifying restriction) berdasarkan metode Johansen, yaitu dengan membuat

matiks identitas. Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

=′

363534

262524

161514

100

010

001

βββ

βββ

βββ

β

Berdasarkan hasil restriksi umum atau just identifying restriction, maka

akan didapatkan hasil estimasi VECM. Hasil estimasi tersebut akan digunakan

untuk memperoleh inovasi (residual) yang akan digunakan dalam analisis

selanjutnya. Pada penelitian kali ini hanya akan membahas persamaan VECM

untuk pertumbuhan ekonomi, berikut akan ditampilkan hasil estimasi VECM

untuk pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.

Tabel 5.3. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek untuk Variabel Pertumbuhan

Ekonomi

Regressor Koefisien Probabilitas

Intersep -51.7842 0.408

dLCR1 13.3870 0.256

dLM21 -15.7265 0.519

dY1 1.1535 0.000*

ddep1 -.079308 0.801

dLGWM1 4.4243 0.251

dLCR2 25.0947 0.028*

dLM22 10.3274 0.758

dY2 0.65958 0.000*

ddep2 -0.62364 0.022*

dLGWM2 -2.8277 0.455

Dummy -1.2187 0.776 Sumber: Lampiran 7.

Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 5%.

Page 72: kebijakan moneter

Untuk variabel pertumbuhan ekonomi, hasil estimasi VECM jangka

pendek ditampilkan pada tabel 5.3. Berdasarkan hasil estimasi, pertumbuhan

ekonomi dipengaruhi secara nyata oleh pertumbuhan ekonomi periode

sebelumnya, pertumbuhan ekonomi dua periode sebelumnya, pertumbuhan kredit

dua periode sebelumnya dan pertumbuhan suku bunga deposito dua periode

sebelumnya, variabel lain tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya mengalami kenaikan

sebesar satu persen, maka hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

sebesar 1,15 persen.

Sedangkan jika terjadi kenaikan satu persen pada pertumbuhan ekonomi

dua periode sebelumnya maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar

0,66 persen. Jika terjadi peningkatan jumlah kredit dua periode sebelumnya

sebesar satu persen, hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

sebesar 25,09 persen. Ketika kredit pada periode sekarang bertambah, maka hal

terebut akan meningkatkan investasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Jika terjadi kenaikan suku bunga deposito sebesar satu

persen, hal itu akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,623 persen.

Dalam jangka pendek hal tersebut dapat terjadi karena penentuan suku bunga

deposito terkait dengan suku bunga SBI, jika suku bunga deposito mengalami

peningkatan, suku bunga SBI telah mengalami peningkatan sebelumnya, dan

akibat peningkatan SBI, masyarakat lebih tertarik untuk menanamkan uangnya

pada SBI dibandingkan dalam deposito, sehingga kenaikan tersebut berdampak

Page 73: kebijakan moneter

terhadap jumlah uang beredar, dimana kurva LM akan bergeser kekiri dan akan

menurunkan pertumbuhan pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan persamaan jangka panjang untuk pertumbuhan ekonomi yang

terbentuk berdasarkan hasil restriksi adalah:

Y = 0.13685DEP + 1.8181GWM - 0.19781Trend (5.1)

Dalam persamaan pertumbuhan ekonomi jangka panjang (5.1) jika terjadi

kenaikan suku bunga deposito sebesar satu persen akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi sebesar 0,136 persen. Kenaikan suku bunga deposito

sebesar satu persen tersebut akan mengakibatkan masyarakat lebih banyak

menanamkan uangnya pada deposito di bank. Kenaikan dalam deposito dapat

dikatakan sebagai kenaikan tabungan. Jika tabungan sama dengan investasi, maka

kenaikan tabungan akan meningkatkan investasi dan kenaikan investasi tersebut

akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan jika terjadi kenaikan GWM sebesar satu persen, maka

pertumbuhan ekonomi juga akan bertambah sebesar 1,81 persen. Kenaikan rasio

GWM merupakan salah satu kebijakan moneter yantg bersifat kontraksi, dimana

jika rasio GWM dinaikkan maka jumlah uang beredar akan berkurang. Disisi lain,

jika rasio GWM dinaikkan, maka likuiditas bank akan berkurang sehingga

kemampuan bank untuk memberikan kredit akan berkurang. Berkurangnya kredit

bagi perbankan berarti berkurangnya pendapatan bunga yang berasal dari kredit.

Salah satu cara untuk meningkatkan likuiditas agar bank kembali dapat

mengalokasikan kredit adalah dengan menambah jumlah penghimpunan dana

pihak ketiga, salah satunya melalui tabungan. Dengan meningkatkan suku bunga

Page 74: kebijakan moneter

tabungan, maka diharapkan masyarakat akan menanamkan uangnya pada bank

dalam bentuk tabungan. Dalam persamaan sebelumnya, jumlah tabungan akan

sama dengan investasi, maka peningkatan tabungan akan meningkatkan investasi

dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Walaupun pada penelitian kali ini membahas hasil estimasi VECM, akan

tetapi fokus penelitian kali ini terletak pada inivasi-inovasi yang dapat terjadi.

Hasil diatas digunakan sebagai hasil antara untuk memperoleh residual. Residual

dari VECM ini selanjutnya akan digunakan untuk analisis pada IRF dan FEVD

pada subbab selanjutnya.

5.4. Respon Dinamis Pertumbuhan Ekonomi

Impuls Response Function atau IRF merupakan cara yang paling baik

untuk mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan VAR dengan menganalisa

respon dari setiap variabel terhadap guncangan dari variabel tertentu. Guncangan

yang digunakan adalah sebesar satu standar deviasi.

IRF atau respon dinamis dari pertumbuhan ekonomi disebabkan karena

adanya guncangan pada variabel M2, GWM, kredit, suku bunga deposito,

pertumbuhan ekonomi dan itu sendiri. Respon dinamis pertumbuhan ekonomi

akan ditampilkan pada gambar 10 hingga 14 dibawah ini. Jika terjadi guncangan

sebesar satu standar deviasi pada variabel M2, pada triwulan pertama

pertumbuhan ekonomi akan akan mengalami peningkatan sebesar 12 persen, akan

tetapi pada triwulan kedua hingga ketiga terjadi penurunan kembali. Pada triwulan

selanjutnya kembali naik. Fluktuasi ini akan berkurang pada triwulan ke-10 dan

Page 75: kebijakan moneter

pada triwulan ke-15 akan tercipta keseimbangan baru yang lebih besar 15 persen

dari keseimbangan awal. Ketika dilakukan guncangan terhadap jumlah uang

beredar, dalam hal ini jumlah uang beredar akan ditambah sebesar satu standar

deviasi, hal tersebut merupakan salah satu kebijakan moneter uang ekspansif,

dimana kebijakan tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Disisi lain,

peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut juga akan mengakibatkan

peningkatan harga-harga secara umum. Peningkatan harga tersebut akan

mengurangi daya beli masyarakat sehingga konsumsi juga akan berkurang.

Berkurangnya konsumsi ini akan mengaikibatkan pertumbuhan ekonomi kembali

mengalami penurunan.

LM2

-0.2

-0.4

-0.6

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5050

Gambar 10. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Jumlah Uang

Beredar

Sementara jika terjadi guncangan sebesar satu standar deviasi pada GWM,

pada triwulan pertama pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan yang cukup

besar, yaitu 89 persen, akan tetapi pada triwulan selanjutnya pertumbuhan

ekonomi akan mengalami penurunan dan pada triwulan selanjutnya akan naik

kembali. Fluktuasi yang diakibatkan oleh guncangan GWM akan mulai berkurang

pada triwulan ke-12 setelah guncangan. Setelah triwulan ke-25, fluktuasi tersebut

akan stabil dan tercipta pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada kisaran 6-8

Respon Pertumbuhan

Ekonomi

Triwulan

Page 76: kebijakan moneter

persen setelah terjadi guncangan pada GWM. Jika pemerintah meningkatkan rasio

GWM, hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari kebijakan moneter yang

bersifat kontraktif. Kenaikan tersebut akan menurunkan jumlah uang beredar akan

tetapi disisi lain akan meningkatkan suku bunga tabungan bank dalam rangka

meningkatkan dana pihak ketiga. Apabila terjadi kenaikan dalam tabungan

deposito, maka masyarakat akan lebih memilih untuk menanamkan uangnya pada

bank. Peningkatan tabungan berarti peningkatan investasi. Jika terjadi kenaikan

dalam investasi, maka hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi disisi lain juga akan

menyebabkan kenaikan harga-harga secara umum. Akibat kenaikan harga tersebut

maka daya beli masyarakat akan berkurang sehingga konsumsi akan berkurang

dan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi penurunan

pertumbuhan ekonomi masih lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan yang

terjadi sebelumnya sehingga efek akhir dari guncangan tersebut adalah

meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

LGWM

-0.5

-1.0

-1.5

0.0

0.5

1.0

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5050

Gambar 11. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan GMW

Guncangan selanjutnya terjadi pada variabel kredit. Pada saat guncangan

sebesar satu standar deviasi terjadi pada kredit, pada triwulan pertama akan terjadi

Respon Pertumbuhan

Ekonomi

Triwulan

Page 77: kebijakan moneter

kenaikan sebesar 102,9 persen. Sementara pada triwulan ketiga yang terjadi

adalah penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 184 persen. Fluktuasi

pertumbuhan ekonomi akan berkurang pada triwulan ke-10 dan mulai menghilang

ketika triwulan ke 20. Ketika efek dari guncangan tersebut menghilang,

pertumbuhan ekonomi akan bertambah sebesar satu persen dalam jangka panjang.

Jika pemberian kredit menjadi bertambah, hal tersebut akan meningkatkan

investasi. Jika investasi bertambah hal tersebut akan menyebabkan peningkatan

pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi seperti telah dijelaskan sebelumnya, kenaikan

pertumbuhan ekonomi disisi lain akan menyebabkan peningkatan harga-harga

secara umum. Jika pendapatan tidak berubah, hal tersebut akan mengurangi daya

beli masyarakat yang akan berdampak pada berkurangnya konsumsi.

Berkurangnya konsumsi akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami

penurunan. Hal tersebut yang akan menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi.

-0.5

-1.0

-1.5

-2.0

0.0

0.5

1.0

1.5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5050

Gambar 12. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Kredit

Jika guncangan terjadi pada suku bunga deposito, pertumbuhan ekonomi

akan merespon hal ini dengan adanya penurunan hingga 52 persen pada triwulan

pertama dan 117 persen pada triwulan kedua. Pada triwulan ketiga, terjadi

peningkatan sebesar 112 persen, akan tetapi pada triwulan selanjutnya terjadi

penurunan kembali sebesar 30 persen. Fluktuasi ini akan berkurang pada triwulan

Respon Pertumbuhan

Ekonomi

Triwulan

Page 78: kebijakan moneter

ketujuh. Efek dari guncangan suku bunga akan menghilang pada triwulan ke-18

dimana tercipta keseimbangan baru yang lebih besar 2 persen dari keseimbangan

semula. Kenaikan suku bunga deposito akan berdampak pada peningkatan

tabungan. Tabungan dan konsumsi merupakan dua hal yang saling bersubstitusi

dimana jika terjadi peningkatan tabungan maka konsumsi akan berkurang dan

berlaku sebaliknya. Jika tabungan meningkat maka konsumsi akan berkurang, hal

tersebut akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Disisi lain,

tabungan mempunyai hubungan positif dengan investasi, dimana jika tabungan

bertambah maka investasi juga akan bertambah. Akibat bertambahnya investasi,

maka hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

DEP

Horizon

-0.5

-1.0

-1.5

0.0

0.5

1.0

1.5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5050

Gambar 13. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Suku Bunga

Deposito

Sementara jika guncangan terjadi pada pertumbuhan ekonomi itu sendiri,

pada triwulan pertama akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami

penurunan hingga 339 persen dan terus belanjut hingga triwulan ketiga.

Pertumbuhan ekonomi akan kembali mengalami kenaikan pada triwulan keempat.

Pada triwulan kelima kembali terjadi penurunan. Fluktuasi ini akan berkurang

pada triwulan ke-10 dan pada triwulan ke-25 akan menghilang serta tercapai

Respon Pertumbuhan

Ekonomi

Triwulan

Page 79: kebijakan moneter

keseimbangan baru yang lebih besar 2,5 persen dari semula. Jika pertumbuhan

ekonomi ditingkatkan sebesar satu standar deviasi, hal tersebut akan

menyebabkan kenaikan harga. Jika pendapatan tidak berubah, maka kenaikan

harga ini akan menyebabkan penurunan daya beli yang akan berdampak pada

penurunan konsumsi. Penurunan konsumsi tersebut akan menyebabkan

pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan.

-1

-2

-3

-4

0

1

2

3

4

5

6

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5050

Gambar 14. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Pertumbuhan

Ekonomi

5.5. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

Forecast Error Variance Decomposition atau FEVD adalah metode yang

digunakan untuk melihat bagaimana persentase perubahan dalam suatu variabel

yang ditunjukkan oleh perubahan varians error dipengaruhi oleh variabel-variabel

lainnya. Metode ini dapat mencirikan struktur dinamis model VAR, dimana

dengan metode ini pula dapat dilihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing

variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang.

Hasil dari FEVD untuk variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan

ditampilkan pada tabel 5.4.

Respon Pertumbuhan

Ekonomi

Triwulan

Page 80: kebijakan moneter

Tabel 5.4. Forecast Error Variance Decomposition

Proporsi Guncangan (%) Variabel

Endogen

Triwulan

Kredit M2 Y GWM Dep

1 98,86 0,071 1,07 0,40 0,52

3 92,55 5,86 0,91 0,24 0,64

6 84,43 6,69 1,66 0,26 0,69

9 72,19 13,85 1,28 0,36 12,30

12 65,82 17,87 1,25 1,43 13,61

15 62,55 20,09 1,16 1,90 14,25

Kredit

20 58,70 22,70 1,05 2,26 15,27

1 1,01 95,63 0,69 2,38 0,26

3 2,83 83,50 8,29 5,03 0,32

6 4,94 77,25 7,39 10,13 0,26

9 5,61 74,16 8,33 11,58 0,29

12 5,80 73,28 8,50 12,13 0,27

15 5,97 72,70 8,55 12,50 0,26

M2

20 6,12 72,07 8,66 12,88 0,55

1 2,48 0,63 94,59 1,40 0,87

3 8,51 1,26 80,69 5,33 4,18

6 7,44 2,44 78,71 7,42 3,97

9 7,43 2,63 77,99 8,09 3,85

12 7,47 2,62 77,74 8,33 3,82

15 7,46 2,72 77,46 8,55 3,79

Y

20 7,45 2,84 77,29 8,62 3,77

1 9,15 10,63 3,38 73,36 3,46

3 8,55 22,24 8,75 56,68 3,76

6 10,14 31,09 8,32 47,24 3,20

9 10,31 36,33 8,60 41,92 2,82

12 10,71 38,86 8,76 38,87 2,78

15 10,98 41,55 8,75 36,09 2,61

GWM

20 10,31 44,87 8,79 32,61 2,39

1 5,17 56,48 0,61 0,64 37,08

3 3,03 66,08 1,06 0,40 29,41

6 2,65 62,25 2,61 6,70 25,78

9 3,42 60,62 2,95 7,91 25,07

12 4,52 59,61 2,94 7,81 25,11

15 5,37 58,97 2,88 7,69 25,06

Dep

20 6,75 57,95 2,81 7,59 24,86 Sumber: Lampiran 9.

Dari hasil FEVD untuk variabel kredit, dalam jangka pendek guncangan

pada kredit dipengaruhi oleh dirinya sendiri sebesar 98,86 persen. Jumlah uang

Page 81: kebijakan moneter

beredar hanya memberikan proporsi sebesar 0,071 persen. Sedangkan

pertumbuhan ekonomi mempengaruhi guncangan kredit sebesar 1,07 persen.

GWM dan suku bunga deposito mempengaruhi kredit dengan proporsi masing-

masing sebesar 0,40 persen dan 0,52 persen. Proporsi jumlah uang beredar dan

suku bunga deposito dalam jangka panjang mempengaruhi kredit sebesar 22,70

persen dan 15,27 persen. Sementara itu dalam jangka panjang, variabel yang

mempengaruhi kredit paling besar masih didominasi oleh kredit itu sendiri sebesar

58,70 persen. Pertumbuhan ekonomi dan GWM memberikan kontribusi sebesar

1,05 persen dan 2,26 persen terhadap guncangan kredit pada jangka panjang.

Untuk variabel M2, hasil FEVD menunjukkan bahwa dalam jangka

pendek jumlah uang beredar mempengaruhi dirinya sendiri sebesar 95,63 persen.

Sementara kredit memberikan kontribusi terhadap guncangan jumlah uang

beredar sebesar 1,01 persen. Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kredit sebesar

0,69 persen. GWM dan suku bunga deposito mempengaruhi jumlah uang beredar

dengan proporsi masing-masing 2,38 persen dan 0,69 persen. Dalam jangka

panjang, uang beredar masih memiliki proporsi yang cukup besar dalam

perubahan dirinya sendiri, yaitu 72,07 persen. Proporsi GWM terhadap perubahan

jumlah uang beredar meningkat menjadi 12,88 persen. Pertumbuhan ekonomi

mempengaruhi jumlah uang beredar sebesar 8,66 persen dalam jangka panjang.

Sedangkan kredit dan suku bunga deposito mempengaruhi uang beredar dalam

jangka panjang sebesar 6,12 persen dan 0,25 persen.

Untuk variabel pertumbuhan ekonomi, berdasarkan FEVD variabel yang

paling besar pengaruhnya terhadap fluktuasi yang terjadi pada adalah dirinya

Page 82: kebijakan moneter

sendiri yaitu sebesar 94,59 persen pada jangka pendek dan 77,29 persen pada

jangka panjang. Sedangkan variabel lain seperti kredit, jumlah uang beredar,

GWM dan suku bunga deposito mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada

jangka pendek masing-masing sebesar 2,48 persen, 0,63 persen, 1,40 persen dan

0,87 persen. Sedangkan dalam jangka panjang, variabel-variabel tadi memberikan

proporsi masing-masing sebesar 7,45 persen, 2,84 persen, 8,62 persen dan 3,77

persen. Hal ini mengindikasikan jika bahwa guncangan yang terjadi pada

pertumbuhan ekonomi bukan disebabkan oleh variabel moneter tetapi dipengaruhi

oleh variabel fiskal.

Hasil FEVD untuk suku bunga deposito menunjukkan bahwa dalam

jangka pendek, guncangannya paling dipengaruhi oleh jumlah uang beredar

sebesar 56,48 persen dan suku bunga deposito itu sendiri sebesar 37,08 persen.

Sementara kredit mempengaruhi guncangan suku bunga deposito sebesar 5,17

persen. Pertumbuhan ekonomi dan GWM memberikan pengaruh terhadap

guncangan suku bunga deposito kurang dari satu persen dalam jangka pendek.

Sedangkan dalam jangka panjang, tidak terdapat perubahan yang berarti dalam

komposisi FEVD dimana jumlah uang beredar paling berpengaruh terhadap

guncangan suku bunga deposito yaitu sebesar 57,95 persen. Suku bunga deposito

hanya menberikan proporsi sebesar 24,86 persen terhadap guncangan dirinya

sendiri. Kredit memberikan proprosi sebesar 6,75 persen dalam guncangan suku

bunga deposito, sedangkan pertumbuhan ekonomi memberikan proporsi sebesar

2,81 persen. Sementara GWM memberikan proporsi sebesar 7,59 persen terhadap

guncangan suku bunga deposito. Dari hasil FEVD, terlihat bahwa jumlah uang

Page 83: kebijakan moneter

beredar paling berpengaruh dalam guncangan yang terjadi pada suku bunga

deposito. Semakin banyak uang beredar maka akan semakin banyak uang yang

dipegang oleh masyarakat. Dengan jumlah uang yang lebih banyak, masyarakat

dapat meningkatkan konsumsi mereka ataupun menanamkan uangnya di bank

dalam bentuk deposito. Salah satu cara untuk menarik masyarakat agar mau

menanamkan uangnya dalam deposito adalah dengan menaikkan suku bunga

deposito itu sendiri, karena itulah guncangan pada suku bunga deposito lebih

dipengaruhi oleh jumlah uang beredar disamping oleh dirinya sendiri.

Page 84: kebijakan moneter

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang

didapatkan dari penelitian kali ini antara lain:

1. Variabel yang paling berpengaruh dalam perubahan pertumbuhan ekonomi

adalah pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Sedangkan variabel lain seperti

GWM, kredit, suku bunga deposito dan jumlah uang beredar memiliki

pengaruh yang paling kecil terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini

menandakan kebijakan moneter di Indonesia bersifat inflation targetting.

2. Respon pertumbuhan ekonomi terhadap guncangan yang terjadi pada

variabel lain dan dirinya sendiri pada jangka panjang akan kembali

kekeseimbangan awal. Dalam jangka pendek, variabel yang direspon

positif oleh pertumbuhan ekonomi adalah GWM, kredit, dan jumlah uang

beredar sementara variabel lain direspon negatif.

3. Berdasarkan hasil analisis, terdapat hubungan jangka pendek antara

pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya,

pertumbuhan ekonomi dua periode sebelumnya, kredit dua periode

sebelumnya dan suku bunga deposito dua periode sebelumnya sedangkan

variabel lain tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan dalam jangka panjang, terdapat hubungan positif antara

pertumbuhan ekonomi dengan GWM dan suku bunga deposito.

Page 85: kebijakan moneter

6.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis, maka berikut beberapa saran yang dapat

dikemukakan.

1. Dari hasil analisis, uang beredar berpengaruh kepada sebagian besar

variabel yang digunakan. Bank Sentral dapat menjaga jumlah uang beredar

melalui instrumen-instrumen kebijakan moneter yang umum dipakai

seperti suku bunga SBI atau melalui kebijakan GWM.

2. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dapat dilakukan melalui

variabel fiskal seperti pajak atau pengeluaran pemerintah.

3. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dimasukkan beberapa variabel dari

segi penawaran dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi.

Page 86: kebijakan moneter

DAFTAR PUSTAKA

Adisti, D M. 2004. Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum (GWM)

Terhadap Inflasi di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ascarya. 2002. Instrumen-Instrumen Pengendalian Moneter. Pusat Pendidikan

dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia, Jakarta.

Bank Indonesia. Beberapa Tahun Penerbitan. Statistik Ekonomi dan Keuangan

Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta.

____________. Beberapa Tahun Penerbitan. Statistik Ekonomi dan Moneter

Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta.

____________. Beberapa Tahun Penerbitan. Laporan Tahunan Bank Indonesia.

Bank Indonesia, Jakarta.

____________. 2005. Statistik Perbankan Indonesia Vol. 4 No. 1 Desember 2005.

Bank Indonesia, Jakarta.

Boediono. 1985. Teori Moneter: Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi Nomor 5.

Edisi 3. BPFE, Yogyakarta

________. 1994. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu

Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta.

Departemen Perindustrian. 2006. ”Indikator Ekonomi”. www.dprin.go.id –PDB

Indonesia [15 Januari 2006]

Enders, W. 2000. Appllied Economic Time Series. John Wiley & Sons,

New York.

Hakim, L. 2004. Perbandingan Peranan Jalur Kredit Pada Masa Sebelum dan

Ketika Krisis Ekonomi 1990.1-2000.4. Jakarta

Hasibuan, M. S. P. 2005. Dasar-Dasar Perbankan. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Ima. 2005. “Upaya BI Meredam Gejolak Nilai Tukar Rupiah” [Kompas Online].

http://www.kompas.co.id/kompas cetak/0508/30/ [10 Januari 2005].

Jhingan, M. L. 1992. Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan. PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Page 87: kebijakan moneter

Koch, T. W, dan S. Scott Mac Donald. 1999. Bank Management 5th Edition.

Thomson, South Western

Laksani, C.S. 2004. Netralitas Uang di Indonesia Melalui Analisis Efektifitas

Uang Beredar Dalam Mencapai Tujuan Ekonomi [Skripsi]. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.

Manurung, J. J, A. H. Manurung, dan F. D. Saragih. 2005. Ekonometrika Teori

dan Aplikasi. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial Market 6th

Edition. Columbia University

Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan. Jakarta

Rose, P. S. 1999. Commercial Bank Management 4th Edition. Mc. Graw Hill

Companies. Inc

Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Jilid 1. Erlangga, Jakarta

Simorangkir, IP. 2000. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank.

Ghalia Indonesia, Jakarta

Solikin, dan Suseno. 2002. Uang: Pengertian, Penciptaan, dan Peranannya dalam

Perekonomian. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK).

Bank Indonesia, Jakarta

Suyatno, T, HA Chalik, Made Sukada, T Yuniati, dan Djuhaepah T. 2003. Dasar-

Dasar Perkreditan Edisi Keempat. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Thomas, R. L. 1997. Modern Econometrics An Introduction. Addison-Wesley,

England

Tjahjono, E. D. dan S. Hendy. 1998. “Kebijakan Pengendalian Aliran Modal

Masuk di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,

Desember: 187-212

Todaro, P. M. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta

Warjiyo, P. dan Solikin. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. Seri

Kebanksentralan No. 6. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan

(PPSK). Bank Indonesia, Jakarta

Page 88: kebijakan moneter

Warjiyo, P. 2004. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia: Sebuah

Pengantar. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank

Indonesia, Jakarta

Widyanti, R. D. 2005. Analisis Trade Off Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Di

Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Page 89: kebijakan moneter
Page 90: kebijakan moneter

Lampiran 1. Data Penelitian

Periode GWM Cr Y Dep M2 dummy

1990 Q1 896.667 52108.67 21.121 15.3 61033 0

Q2 997 57719.33 1.963 15.6 67909.67 0

Q3 1131.667 65399 -7.282 17.913 74097.33 0

Q4 1213.667 69686 4.199 20.76 81272.67 0

1991 Q1 400.667 71671.33 12.879 23.607 83283.33 0

Q2 439.667 73986 -4.25 24.627 85279 0

Q3 482.667 72471 4.291 21.763 91186.33 0

Q4 487.333 76081 -8.522 20.963 97447 0

1992 Q1 1501.333 78645.67 27.151 20.19 99470 0

Q2 1537.667 79450 -3.623 19.267 104626 0

Q3 1615.667 78582.67 -3.329 17.463 110538 0

Q4 1746.333 79325.33 -27.377 16.123 117929 0

1993 Q1 1783 78420.67 34.835 15.09 121144.7 0

Q2 1806.667 107108.3 1.083 14.517 122406 0

Q3 1979.667 113174.7 7.399 12.9 132035.7 0

Q4 2185.667 118154 1.592 10.837 141655.3 0

1994 Q1 2360 124294.7 -1.162 10.35 148651 0

Q2 2355 130077.7 2.667 11.31 151255.3 0

Q3 2264.667 138431.7 3.703 12.883 158909.3 0

Q4 2526.333 148576 -1.249 13.88 169487 0

1995 Q1 2741.333 155037 2.843 15.647 179238.3 0

Q2 2810.333 163544 1.92 16.937 186676 0

Q3 3124 174351 4.191 17.237 201662.7 0

Q4 3395.333 184241.7 0.307 16.867 216524.7 0

1996 Q1 4809 191496 -0.731 17.113 227768.7 0

Q2 5788.667 203517.3 2.82 17.043 243200.3 0

Q3 6143.667 215721.3 5.89 16.877 256201.3 0

Q4 6683.333 228525.3 2.031 16.7 278103.3 0

1997 Q1 7620.667 240070.7 -3.187 16.127 292891.3 0

Q2 12206 254854 0.576 15.52 305261 0

Q3 12641.33 271874.7 5.994 24.78 324172.7 1

Q4 12496 273409 -2.057 27.84 342315.3 1

1998 Q1 14299 275565.7 -8.525 32.933 443587.3 1

Q2 17286 288542.3 -8.747 53.64 504363.3 1

Q3 18837 295472 2.743 56.06 549272.3 1

Q4 20810.67 308061.3 -4.688 51.597 553431.3 1

1999 Q1 22348.33 286010.7 5.045 37.7 600844.3 0

Q2 23729.33 173248 -1.042 29.35 618937 0

Q3 25240 159532.3 3.804 14.39 638675 0

Q4 25126 148949.7 -2.358 12.32 638522 0

2000 Q1 26063.67 134729.7 17.7518 11.347 653460.7 0

Q2 26941.33 133003.3 -0.643 10.433 677821 0

Q3 27778.67 139606 4.554 11.103 687330.7 0

Q4 28372 147735 -0.319 11.79 724912 0

Page 91: kebijakan moneter

Lampiran 1. Lanjutan

Periode GWM Cr Y Dep M2 dummy

2001 Q1 29555.67 153829 0.81 13.477 753814 0

Q2 29729 167896.7 0.999 13.867 792329.7 0

Q3 30257 181525 2.357 14.853 776092.3 0

Q4 31156 196644.7 -3.045 15.893 824753.3 0

2002 Q1 32379.67 201295.3 3.178 15.827 835531 0

Q2 32573 217001 1.683 15.087 833332.3 0

Q3 33510.33 241383.7 3.419 13.837 856418.7 0

Q4 34124.33 264260.7 -3.461 12.913 872321.3 0

2003 Q1 34928 272913 3.289 12.297 877558 0

Q2 35561.33 293649 2.037 10.923 890130.7 0

Q3 36781 310985 2.784 8.263 906145 0

Q4 37972.67 333883.7 -3.799 7.023 942221 0

2004 Q1 38257 340738 3.176 6.04 939423.7 0

Q2 38016 364027 2.291 6.083 952986.7 0

Q3 57074.67 392409 3.054 6.283 980706.3 0

Q4 59102 425978.7 -1.5 6.373 1009934 0

2005 Q1 60921.33 446020.3 2.329 6.473 1016237 0

Q2 61841 485216.7 1.692 6.773 1054730 0

Q3 71176 527720.7 3.055 7.977 1118233 0

Q4 88195.33 557273 -2.183 11.29 1179074 0

Page 92: kebijakan moneter

Lampiran 2. Uji non stasioneritas pada level

Unit root tests for variable LGWM

The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend

*****************************************************************

59 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q2 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -1.9985 24.7177 22.7177 20.6401 21.9067

ADF(1) -1.9681 24.7215 21.7215 18.6052 20.5050

ADF(2) -1.9398 24.7256 20.7256 16.5705 19.1036

ADF(3) -1.9594 24.8897 19.8897 14.6959 17.8623

ADF(4) -1.9661 34.2392 28.2392 22.0066 25.8062

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable LGWM

The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend

*****************************************************************

59 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q2 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -2.3163 26.4519 23.4519 20.3356 22.2355

ADF(1) -2.3298 26.5586 22.5586 18.4036 20.9367

ADF(2) -2.3515 26.6864 21.6864 16.4926 19.6590

ADF(3) -2.6152 27.4791 21.4791 15.2465 19.0461

ADF(4) -1.5036 34.9155 27.9155 20.6441 25.0770

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable LM2

The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend

*****************************************************************

59 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q2 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -2.1481 109.9224 107.9224 105.8449 107.1114

ADF(1) -1.6639 112.8068 109.8068 106.6905 108.5903

ADF(2) -1.5380 112.9201 108.9201 104.7650 107.2981

ADF(3) -1.5753 113.0118 108.0118 102.8180 105.9843

ADF(4) -1.2140 115.0307 109.0307 102.7980 106.5977

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Page 93: kebijakan moneter

Lampiran 2. Lanjutan

Unit root tests for variable LM2

The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend

*****************************************************************

59 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q2 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -.065784 109.9950 106.9950 103.8787 105.7786

ADF(1) -.63079 112.8570 108.8570 104.7020 107.2351

ADF(2) -.76391 113.0424 108.0424 102.8485 106.0149

ADF(3) -.64614 113.0818 107.0818 100.8492 104.6488

ADF(4) -1.2205 115.6050 108.6050 101.3337 105.7666

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable DEP

The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend

*****************************************************************

59 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q2 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -1.6073 -169.6167 -171.6167 -173.6943 -172.4277

ADF(1) -3.0133 -158.2710 -161.2710 -164.3873 -162.4875

ADF(2) -3.3138 -157.3314 -161.3314 -165.4864 -162.9533

ADF(3) -2.9034 -157.3110 -162.3110 -167.5049 -164.3385

ADF(4) -2.4041 -157.0426 -163.0426 -169.2752 -165.4756

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable DEP

The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend

*****************************************************************

59 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q2 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -1.6550 -169.5151 -172.5151 -175.6314 -173.7316

ADF(1) -3.0602 -158.0434 -162.0434 -166.1984 -163.6653

ADF(2) -3.3732 -157.0378 -162.0378 -167.2317 -164.0653

ADF(3) -2.9753 -157.0259 -163.0259 -169.2585 -165.4588

ADF(4) -2.4855 -156.7841 -163.7841 -171.0555 -166.6225

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Page 94: kebijakan moneter

Lampiran 2. Lanjutan

Unit root tests for variable LCR

The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend

****************************************************************

59 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q2 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -.28917 58.8355 56.8355 54.7579 56.0245

ADF(1) -.68708 63.3039 60.3039 57.1876 59.0874

ADF(2) -.77492 63.6304 59.6304 55.4753 58.0084

ADF(3) -.85936 64.1795 59.1795 53.9856 57.1520

ADF(4) -.83905 64.1850 58.1850 51.9524 55.7521

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable LCR

The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend

*****************************************************************

59 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q2 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -.98245 59.3469 56.3469 53.2306 55.1304

ADF(1) -1.5922 64.4120 60.4120 56.2569 58.7900

ADF(2) -1.7982 65.0527 60.0527 54.8588 58.0252

ADF(3) -2.0934 66.1613 60.1613 53.9287 57.7284

ADF(4) -2.1073 66.2493 59.2493 51.9779 56.4108

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable Y

The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend

*****************************************************************

59 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q2 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -11.4775 -200.4363 -202.4363 -204.5139 -203.2473

ADF(1) -6.6859 -200.3681 -203.3681 -206.4844 -204.5846

ADF(2) -7.8523 -194.2714 -198.2714 -202.4265 -199.8934

ADF(3) -4.4700 -193.2933 -198.2933 -203.4871 -200.3208

ADF(4) -3.6561 -193.1691 -199.1691 -205.4017 -201.6020

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Page 95: kebijakan moneter

Lampiran 2. Lanjutan

Unit root tests for variable Y

The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend

*****************************************************************

59 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q2 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -11.4135 -200.2934 -203.2934 -206.4097 -204.5099

ADF(1) -6.6614 -200.1994 -204.1994 -208.3545 -205.8214

ADF(2) -7.8973 -193.7809 -198.7809 -203.9747 -200.8084

ADF(3) -4.5141 -192.9673 -198.9673 -205.1999 -201.4003

ADF(4) -3.6880 -192.9017 -199.9017 -207.1731 -202.7401

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Page 96: kebijakan moneter

Lampiran 3. Uji non stasioneritas pada 1st Difference

Unit root tests for variable DLGWM

The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend

*****************************************************************

58 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q3 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -7.7669 21.8897 19.8897 17.8292 19.0871

ADF(1) -6.2533 21.9154 18.9154 15.8247 17.7115

ADF(2) -5.0716 22.0046 18.0046 13.8837 16.3994

ADF(3) -7.2235 31.1216 26.1216 20.9705 24.1151

ADF(4) -4.8289 31.4091 25.4091 19.2278 23.0013

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable DLGWM

The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend

*****************************************************************

58 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q3 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -8.0108 23.1213 20.1213 17.0306 18.9174

ADF(1) -6.5031 23.1542 19.1542 15.0333 17.5490

ADF(2) -5.3085 23.2425 18.2425 13.0914 16.2361

ADF(3) -7.5281 32.7515 26.7515 20.5702 24.3438

ADF(4) -5.1305 32.8930 25.8930 18.6814 23.0839

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable DLM2

The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend

****************************************************************

58 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q3 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -5.2535 109.0767 107.0767 105.0163 106.2741

ADF(1) -3.8226 109.4408 106.4408 103.3501 105.2369

ADF(2) -3.3995 109.4435 105.4435 101.3226 103.8383

ADF(3) -2.2475 112.1913 107.1913 102.0402 105.1848

ADF(4) -2.1973 112.2167 106.2167 100.0354 103.8090

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Page 97: kebijakan moneter

Lampiran 3. Lanjutan

Unit root tests for variable DLM2

The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend

*****************************************************************

58 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q3 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -5.6107 110.5837 107.5837 104.4931 106.3798

ADF(1) -4.1735 110.7194 106.7194 102.5985 105.1142

ADF(2) -3.8043 110.8223 105.8223 100.6712 103.8159

ADF(3) -2.5374 112.9365 106.9365 100.7552 104.5287

ADF(4) -2.5240 113.0555 106.0555 98.8440 103.2465

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable DDEP

The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend

*****************************************************************

58 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q3 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -4.3234 -160.4392 -162.4392 -164.4996 -163.2418

ADF(1) -3.6717 -160.4366 -163.4366 -166.5273 -164.6405

ADF(2) -3.9614 -159.3468 -163.3468 -167.4677 -164.9519

ADF(3) -4.3325 -157.8764 -162.8764 -168.0275 -164.8828

ADF(4) -4.7322 -156.0888 -162.0888 -168.2701 -164.4966

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable DDEP

The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend

*****************************************************************

58 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q3 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -4.2813 -160.4197 -163.4197 -166.5103 -164.6236

ADF(1) -3.6284 -160.4164 -164.4164 -168.5373 -166.0216

ADF(2) -3.9103 -159.3396 -164.3396 -169.4907 -166.3461

ADF(3) -4.2750 -157.8763 -163.8763 -170.0576 -166.2841

ADF(4) -4.6718 -156.0819 -163.0819 -170.2935 -165.8910

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Page 98: kebijakan moneter

Lampiran 3. Lanjutan

Unit root tests for variable DLCR

The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend

*****************************************************************

58 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q3 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -5.0899 61.4918 59.4918 57.4314 58.6892

ADF(1) -3.7911 61.7422 58.7422 55.6516 57.5384

ADF(2) -2.9281 62.2163 58.2163 54.0954 56.6111

ADF(3) -2.7564 62.2313 57.2313 52.0802 55.2249

ADF(4) -2.5997 62.2409 56.2409 50.0596 53.8331

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable DLCR

The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend

*****************************************************************

58 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q3 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -5.0515 61.5187 58.5187 55.4281 57.3148

ADF(1) -3.7635 61.7679 57.7679 53.6471 56.1628

ADF(2) -2.9070 62.2465 57.2465 52.0954 55.2400

ADF(3) -2.7324 62.2596 56.2596 50.0783 53.8519

ADF(4) -2.5704 62.2670 55.2670 48.0554 52.4579

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Unit root tests for variable DY

The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend

*****************************************************************

58 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q3 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -17.1047 -213.8279 -215.8279 -217.8884 -216.6305

ADF(1) -8.1315 -212.9332 -215.9332 -219.0239 -217.1371

ADF(2) -11.1096 -199.2152 -203.2152 -207.3360 -204.8203

ADF(3) -8.6267 -195.7095 -200.7095 -205.8607 -202.7160

ADF(4) -6.6224 -194.9073 -200.9073 -207.0886 -203.3150

*****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Page 99: kebijakan moneter

Lampiran 3. Lanjutan

Unit root tests for variable DY

The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend

*****************************************************************

58 observations used in the estimation of all ADF regressions.

Sample period from 1991Q3 to 2005Q4

*****************************************************************

Test Statistic LL AIC SBC HQC

DF -16.9437 -213.8277 -216.8277 -219.9184 -218.0316

ADF(1) -8.0509 -212.9329 -216.9329 -221.0538 -218.5381

ADF(2) -11.0032 -199.2147 -204.2147 -209.3658 -206.2212

ADF(3) -8.5442 -195.7089 -201.7089 -207.8902 -204.1167

ADF(4) -6.5509 -194.9062 -201.9062 -209.1178 -204.7153

****************************************************************

95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875

LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion

SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion

Page 100: kebijakan moneter

Lampiran 4. Uji Lag Optimal

Test Statistics and Choice Criteria for Selecting the Order of the VAR Model

******************************************************************************

Based on 59 observations from 1991Q2 to 2005Q4. Order of VAR = 5

List of variables included in the unrestricted VAR:

LGWM LCR LM2 DEP Y

List of deterministic and/or exogenous variables:

DUMMY KONSTANTA TREND

******************************************************************************

Order LL AIC SBC LR test Adjusted LR test

5 69.4371 -70.5629 -215.9906 ------ ------

4 29.7017 -85.2983 -204.7567 CHSQ( 25)= 79.4708[.000] 41.7558[.019]

3 -23.2987 -113.2987 -206.7879 CHSQ( 50)= 185.4716[.000] 97.4512[.000]

2 -59.9926 -124.9926 -192.5126 CHSQ( 75)= 258.8594[.000] 136.0109[.000]

1 -105.0365 -145.0365 -186.5872 CHSQ(100)= 348.9471[.000] 183.3451[.000]

0 -337.0062 -352.0062 -367.5877 CHSQ(125)= 812.8865[.000] 427.1099[.000]

******************************************************************************

AIC=Akaike Information Criterion SBC=Schwarz Bayesian Criterion

Test Statistics and Choice Criteria for Selecting the Order of the VAR Model

*****************************************************************

Based on 58 observations from 1991Q3 to 2005Q4. Order of VAR = 6

List of variables included in the unrestricted VAR:

LGWM LCR Y DEP LM2

List of deterministic and/or exogenous variables:

DUMMY KONSTANTA TREND

*****************************************************************

Order LL AIC SBC LR test Adjusted LR test

6 124.5289 -40.4711 -210.4576 ------ ------

5 73.2802 -66.7198 -210.9508 CHSQ( 25)= 102.4974[.000] 44.1799[.010]

4 35.0914 -79.9086 -198.3841 CHSQ( 50)= 178.8751[.000] 77.1013[.008]

3 -16.4182 -106.4182-199.1382 CHSQ( 75)= 281.8943[.000] 121.5062[.001]

2 -53.5571 -118.5571-185.5215 CHSQ(100)=356.1721[.000] 153.5225[.000]

1 -103.8214 -143.8214-185.0303 CHSQ(125)=456.7007[.000] 196.8538[.000]

0 -328.0801 -343.0801-358.5334 CHSQ(150)=905.2181[.000] 390.1802[.000]

*****************************************************************

AIC=Akaike Information Criterion SBC=Schwarz Bayesian Criterion

Page 101: kebijakan moneter

Lampiran 5. Uji Rank Kointegrasi

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

Cointegration LR Test Based on Maximal Eigenvalue of the Stochastic Matrix

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y DEP LGWM

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

List of eigenvalues in descending order:

.76875 .64777 .42786 .15794 .015592 0.00

*****************************************************************

Null Alternative Statistic 95% Critical Value 90% Critical Value

r = 0 r = 1 89.3189 37.8600 35.0400

r<= 1 r = 2 63.6512 31.7900 29.1300

r<= 2 r = 3 34.0607 25.4200 23.1000

r<= 3 r = 4 10.4865 19.2200 17.1800

r<= 4 r = 5 .95858 12.3900 10.5500

*****************************************************************

Use the above table to determine r (the number of cointegrating vectors).

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

Cointegration LR Test Based on Trace of the Stochastic Matrix

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y DEP LGWM

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

List of eigenvalues in descending order:

.76875 .64777 .42786 .15794 .015592 0.00

*****************************************************************

Null Alternative Statistic 95% Critical Value 90% Critical Value

r = 0 r>= 1 198.4758 87.1700 82.8800

r<= 1 r>= 2 109.1570 63.0000 59.1600

r<= 2 r>= 3 45.5058 42.3400 39.3400

r<= 3 r>= 4 11.4451 25.7700 23.0800

r<= 4 r = 5 .95858 12.3900 10.5500

*****************************************************************

Use the above table to determine r (the number of cointegrating vectors).

Page 102: kebijakan moneter

Lampiran 5. Lanjutan

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

Choice of the Number of Cointegrating Relations Using Model Selection Criteria

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y DEP LGWM

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

List of eigenvalues in descending order:

.76875 .64777 .42786 .15794 .015592 0.00

*****************************************************************

Rank Maximized LL AIC SBC HQC

r = 0 -140.5781 -200.5781 -263.9043 -225.3962

r = 1 -95.9186 -165.9186 -239.7992 -194.8731

r = 2 -64.0931 -142.0931 -224.4171 -174.3566

r = 3 -47.0627 -131.0627 -219.7194 -165.8081

r = 4 -41.8195 -129.8195 -222.6979 -166.2194

r = 5 -41.3402 -131.3402 -226.3295 -168.5674

*****************************************************************

AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion

HQC = Hannan-Quinn Criterion

Page 103: kebijakan moneter

Lampiran 6. Hasil Restriksi Umum

ML estimates subject to exactly identifying restriction(s)

Estimates of Restricted Cointegrating Relations (SE's in Brackets)

Converged after 2 iterations

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y LGWM DEP

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

*****************************************************************

List of imposed restriction(s) on cointegrating vectors:

a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;

*****************************************************************

Vector 1 Vector 2 Vector 3

LCR 1.0000 0.00 0.00

(*NONE*) (*NONE*) (*NONE*)

LM2 0.00 1.0000 0.0000

(*NONE*) (*NONE*) (*NONE*)

Y 0.00 0.00 1.0000

(*NONE*) (*NONE*) (*NONE*)

LGWM 0.053281 -0.53597 -1.8181

(0.42075) (0.091080) (1.6997)

DEP 0.12177 -0.014399 -0.13685

(0.053536) (0.011854) (0.21509)

Trend -0.028651 -0.0039148 0.19781

(0.038340) (0.0082917) (0.15491)

*****************************************************************

LL subject to exactly identifying restrictions= -47.0627

*****************************************************************

Page 104: kebijakan moneter

Lampiran 7. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek

ECM for variable Y estimated by OLS based on cointegrating VAR(3)

*****************************************************************

Dependent variable is dY

61 observations used for estimation from 1990Q4 to 2005Q4

*****************************************************************

Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob]

Intercept -51.7842 62.0046 -.83517[.408]

dLCR1 13.3870 11.6307 1.1510[.256]

dLM21 -15.7265 24.2099 -.64959[.519]

dY1 1.1535 .20053 5.7523[.000]

dDEP1 -.079308 .31226 -.25398[.801]

dLGWM1 4.4243 3.8029 1.1634[.251]

dLCR2 25.0947 11.0225 2.2767[.028]

dLM22 10.3274 33.2959 .31017[.758]

dY2 .65958 .11766 5.6056[.000]

dDEP2 -.62364 .26268 -2.3741[.022]

dLGWM2 -2.8277 3.7546 -.75312[.455]

ecm1(-1) -3.8502 1.2175 -3.1622[.003]

ecm2(-1) 9.6051 6.9867 1.3748[.176]

ecm3(-1) -2.7844 .26715 -10.4226[.000]

DUMMY -1.2187 4.2490 -.28683[.776]

*****************************************************************

List of additional temporary variables created:

dY = Y-Y(-1)

dLCR1 = LCR(-1)-LCR(-2)

dLM21 = LM2(-1)-LM2(-2)

dY1 = Y(-1)-Y(-2)

dDEP1 = DEP(-1)-DEP(-2)

dLGWM1 = LGWM(-1)-LGWM(-2)

dLCR2 = LCR(-2)-LCR(-3)

dLM22 = LM2(-2)-LM2(-3)

dY2 = Y(-2)-Y(-3)

dDEP2 = DEP(-2)-DEP(-3)

dLGWM2 = LGWM(-2)-LGWM(-3)

ecm1 = 1.0000*LCR 0.00*LM2 -.0000*Y + .12177*DEP + .053281*LGWM

-.028651*Trend;ecm2 = 0.00*LCR + 1.0000*LM2 -.0000*Y -.014399*DEP

-.53597*LGWM -.0039148*Trend;ecm3 = 0.00*LCR + .0000*LM2 + 1.0000

*Y -.13685*DEP -1.8181*LGWM + .19781*Trend

*****************************************************************

R-Squared .86081 R-Bar-Squared .81845

S.E. of Regression 5.6159 F-stat. F( 14, 46) 20.3210[.000]

Mean of Dependent Variable .083590 S.D. of Dependent Variable 13.1804

Residual Sum of Squares 1450.8 Equation Log-likelihood -183.2091

Akaike Info. Criterion -198.2091 Schwarz Bayesian Criterion -214.0406

DW-statistic 2.0775 System Log-likelihood -47.0627

*****************************************************************

Page 105: kebijakan moneter

Lampiran 7. Lanjutan

Diagnostic Tests

*****************************************************************

* Test Statistics * LM Version * F Version *

*****************************************************************

* * * *

* A:Serial Correlation*CHSQ( 4)= 2.9780[.562]*F(4,42)= .53891[.708]*

* * * *

* B:Functional Form *CHSQ( 1)= 7.3907[.007]*F(1,45)= 6.2038[.017]*

* * * *

* C:Normality *CHSQ( 2)= 70.2974[.000]* Not applicable *

* * * *

* D:Heteroscedasticity*CHSQ( 1)= .44781[.503]*F(1,59)= .43633[.511]*

*****************************************************************

A:Lagrange multiplier test of residual serial correlation

B:Ramsey's RESET test using the square of the fitted values

C:Based on a test of skewness and kurtosis of residuals

D:Based on the regression of squared residuals on squared fitted values

Page 106: kebijakan moneter

Lampiran 8. Hasil Analisis Impulse Response Function

Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LCR

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y LGWM DEP

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

*****************************************************************

List of imposed restrictions:

a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;

*****************************************************************

Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP

0 .064283 .0039602 -.34166 .046121 -.11212

1 .059835 .0032252 1.0293 .068429 .83251

2 .058019 .0068300 .68118 .039907 .15490

3 .056793 .010308 -1.8421 .031574 .070080

4 .043480 .013688 .39589 .045197 .076696

5 .044264 .012322 .054304 .031089 .073448

6 .045929 .010475 .53549 .031921 -.070702

7 .041977 .012130 -.58139 .028623 -.26138

8 .036096 .013075 .10404 .032910 -.31065

9 .035661 .012500 -.10897 .033749 -.28935

10 .036628 .011665 .32524 .033368 -.31693

11 .036741 .011709 -.19299 .030225 -.34822

12 .035362 .012165 .097291 .030637 -.35917

13 .035378 .012236 -.11884 .030174 -.32175

14 .035962 .012012 .16935 .031070 -.30578

15 .036690 .011931 -.082186 .030092 -.30234

16 .036431 .012023 .085810 .030718 -.31238

17 .036343 .012093 -.071628 .030484 -.30888

18 .036250 .012045 .089579 .031185 -.30979

19 .036442 .012002 -.040984 .030777 -.30934

20 .036322 .012008 .061986 .031039 -.31480

21 .036314 .012035 -.035159 .030694 -.31346

22 .036234 .012033 .053868 .030955 -.31357

23 .036335 .012024 -.019208 .030699 -.31097

24 .036310 .012022 .043151 .030880 -.31213

25 .036349 .012030 -.013869 .030704 -.31104

26 .036305 .012031 .036198 .030878 -.31183

27 .036344 .012028 -.0060266 .030756 -.31096

28 .036317 .012026 .030880 .030877 -.31195

29 .036337 .012028 -.0020959 .030774 -.31156

30 .036309 .012028 .026485 .030863 -.31218

31 .036328 .012028 .0019346 .030783 -.31163

32 .036313 .012027 .023521 .030848 -.31201

33 .036329 .012027 .0045164 .030786 -.31162

34 .036316 .012027 .020976 .030838 -.31192

35 .036327 .012028 .0066911 .030794 -.31160

36 .036318 .012027 .019233 .030834 -.31184

37 .036327 .012028 .0082671 .030800 -.31164

38 .036319 .012027 .017785 .030830 -.31185

Page 107: kebijakan moneter

Lampiran 8. Lanjutan

39 .036325 .012028 .0094848 .030804 -.31169

40 .036320 .012027 .016751 .030827 -.31184

41 .036325 .012028 .010415 .030807 -.31171

42 .036320 .012027 .015929 .030824 -.31182

43 .036324 .012028 .011115 .030809 -.31172

44 .036321 .012027 .015321 .030822 -.31180

45 .036324 .012028 .011655 .030810 -.31173

46 .036321 .012027 .014851 .030821 -.31179

47 .036323 .012028 .012061 .030812 -.31174

48 .036322 .012027 .014496 .030820 -.31179

49 .036323 .012027 .012373 .030813 -.31174

50 .036322 .012027 .014224 .030819 -.31178

*****************************************************************

Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LM2

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y LGWM DEP

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

*****************************************************************

List of imposed restrictions:

a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;

*****************************************************************

Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP

0 0.00 .033572 -.53655 .054552 .76722

1 -.7485E-3 .036376 .12422 .070249 2.6659

2 .021957 .036529 -.50548 .097745 2.2985

3 .020591 .038482 -.43625 .083514 1.7437

4 .1590E-3 .038263 .96961 .079201 1.1260

5 -.011869 .038711 .15839 .068433 .51985

6 -.023647 .039790 -.29623 .076006 .25060

7 -.032164 .040995 -.14489 .079513 .13256

8 -.033218 .039698 .35176 .075618 .15391

9 -.031274 .038489 .34722 .069088 .14473

10 -.031168 .038886 .11477 .063694 .12663

11 -.032243 .039720 .0036568 .063809 .17154

12 -.031869 .039850 .16306 .066095 .23803

13 -.030214 .039370 .21315 .067115 .26928

14 -.029407 .039141 .19121 .067209 .24735

15 -.029903 .039302 .11101 .067225 .21963

16 -.030640 .039438 .14276 .067853 .21186

17 -.030731 .039374 .15597 .068076 .21592

18 -.030536 .039274 .17220 .067879 .21621

19 -.030479 .039284 .14351 .067445 .21431

20 -.030571 .039342 .15122 .067308 .21582

21 -.030556 .039358 .14844 .067307 .22084

22 -.030459 .039339 .16044 .067390 .22365

23 -.030388 .039330 .14986 .067397 .22346

24 -.030411 .039337 .15434 .067453 .22187

Page 108: kebijakan moneter

Lampiran 8. Lanjutan

25 -.030444 .039342 .14966 .067478 .22111

26 -.030462 .039337 .15598 .067515 .22059

27 -.030460 .039332 .15114 .067492 .22027

28 -.030470 .039334 .15427 .067484 .21996

29 -.030473 .039336 .15102 .067460 .22018

30 -.030472 .039336 .15437 .067462 .22046

31 -.030463 .039335 .15183 .067451 .22074

32 -.030460 .039336 .15384 .067459 .22076

33 -.030459 .039336 .15185 .067457 .22079

34 -.030461 .039336 .15366 .067467 .22073

35 -.030460 .039336 .15222 .067464 .22070

36 -.030461 .039336 .15346 .067469 .22061

37 -.030462 .039336 .15230 .067464 .22060

38 -.030463 .039336 .15330 .067467 .22058

39 -.030462 .039336 .15247 .067463 .22062

40 -.030462 .039336 .15321 .067465 .22062

41 -.030462 .039336 .15254 .067463 .22064

42 -.030462 .039336 .15311 .067465 .22064

43 -.030462 .039336 .15263 .067463 .22065

44 -.030462 .039336 .15306 .067465 .22064

45 -.030462 .039336 .15268 .067464 .22064

46 -.030462 .039336 .15301 .067465 .22063

47 -.030462 .039336 .15272 .067464 .22064

48 -.030462 .039336 .15297 .067465 .22063

49 -.030462 .039336 .15275 .067464 .22064

50 -.030462 .039336 .15294 .067464 .22063

*****************************************************************

Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for Y

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y LGWM DEP

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

*****************************************************************

List of imposed restrictions:

a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;

*******************************************************************************

Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP

0 0.00 0.00 5.7736 .040493 -.27253

1 .0091572 .0042268 -3.3922 .029673 -.097158

2 -.0053650 .014653 -.64284 .068551 -.094925

3 -.0054293 .017047 -1.5560 .048986 .40771

4 .0052916 .010413 3.0819 .034954 .58911

5 .014751 .0096578 -.87934 .0040343 .35158

6 .0033192 .014641 .16185 .013102 .10246

7 -.0046641 .017518 -1.3061 .023006 .20244

8 -.0041465 .015141 1.2360 .036521 .24596

9 .0011850 .012650 -.30666 .028908 .14539

10 -.0020288 .013087 .52807 .027902 -.071978

Page 109: kebijakan moneter

Lampiran 8. Lanjutan

11 -.0060654 .014524 -.70006 .023871 -.090870

12 -.0080245 .014606 .52891 .028416 -.035427

13 -.0051380 .013898 -.24038 .025023 .038435

14 -.0042085 .013657 .42266 .025650 .021372

15 -.0040043 .014031 -.31271 .022944 .025145

16 -.0049591 .014229 .29922 .025576 .025781

17 -.0043031 .014115 -.16063 .024809 .047522

18 -.0042756 .013958 .26970 .026384 .033383

19 -.0040759 .013990 -.13805 .025076 .028416

20 -.0046460 .014046 .19640 .026127 .016723

21 -.0045176 .014051 -.083011 .025221 .024471

22 -.0046339 .014010 .17355 .025945 .021572

23 -.0044015 .014015 -.054536 .025124 .026271

24 -.0045651 .014030 .13722 .025693 .023068

25 -.0044334 .014041 -.028848 .025181 .027776

26 -.0045189 .014029 .12012 .025679 .025612

27 -.0043996 .014028 -.0098022 .025288 .027739

28 -.0044993 .014028 .10133 .025657 .024829

29 -.0044394 .014033 .0039636 .025360 .026430

30 -.0045110 .014028 .090006 .025632 .024678

31 -.0044508 .014029 .015350 .025388 .026076

32 -.0045027 .014028 .079941 .025584 .024768

33 -.0044597 .014030 .023276 .025401 .025985

34 -.0044969 .014029 .072950 .025557 .025160

35 -.0044597 .014030 .029842 .025421 .026083

36 -.0044879 .014029 .067366 .025541 .025331

37 -.0044627 .014030 .034494 .025438 .025948

38 -.0044860 .014029 .063187 .025531 .025365

39 -.0044666 .014030 .038231 .025452 .025841

40 -.0044839 .014029 .060006 .025521 .025392

41 -.0044693 .014030 .040970 .025460 .025758

42 -.0044825 .014029 .057566 .025512 .025437

43 -.0044710 .014030 .043108 .025466 .025733

44 -.0044807 .014029 .055731 .025506 .025491

45 -.0044719 .014029 .044710 .025471 .025710

46 -.0044795 .014029 .054318 .025502 .025521

47 -.0044729 .014029 .045940 .025475 .025686

48 -.0044786 .014029 .053253 .025499 .025540

49 -.0044737 .014029 .046872 .025478 .025664

50 -.0044781 .014029 .052436 .025496 .025553

*****************************************************************

Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LGWM

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y LGWM DEP

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

Page 110: kebijakan moneter

Lampiran 8. Lanjutan

*****************************************************************

List of imposed restrictions:

a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;

*****************************************************************

Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP

0 0.00 0.00 0.00 .19914 -.23617

1 .8290E-3 .0073906 .89529 .12973 -.48358

2 -.1668E-3 .0060188 -1.2339 .085343 -.073798

3 -.5271E-3 .014390 .61372 .035015 -.056071

4 .0021633 .016836 -.75531 .0014720 .64718

5 .0065260 .018249 .99596 .0092890 .82072

6 .010930 .019096 -.89219 .013041 .81276

7 .0059217 .019067 .57962 .034282 .57350

8 .0017943 .018490 -.40126 .038026 .29677

9 -.0036839 .017410 .60339 .043418 .041132

10 -.0072730 .017344 -.36510 .038564 -.10443

11 -.010648 .017577 .34262 .037213 -.14646

12 -.010517 .017677 -.23945 .032099 -.075853

13 -.0095365 .017588 .36047 .031139 -.012567

14 -.0076111 .017611 -.15572 .028278 .050526

15 -.0071140 .017745 .25166 .029874 .068671

16 -.0064971 .017821 -.11853 .029875 .085782

17 -.0066416 .017752 .22504 .032120 .073169

18 -.0065025 .017680 -.063558 .031853 .062193

19 -.0069950 .017651 .17853 .032812 .040585

20 -.0071345 .017670 -.041746 .032015 .036198

21 -.0074270 .017667 .15255 .032394 .032159

22 -.0072718 .017668 -.011981 .031613 .039075

23 -.0073030 .017669 .13157 .031880 .040386

24 -.0071324 .017685 .0041507 .031412 .046267

25 -.0071676 .017688 .11519 .031797 .046183

26 -.0070592 .017689 .019580 .031569 .048547

27 -.0071191 .017683 .10330 .031903 .046039

28 -.0070795 .017683 .029613 .031712 .046183

29 -.0071546 .017680 .093546 .031929 .043928

30 -.0071276 .017681 .037984 .031745 .044565

31 -.0071718 .017679 .086634 .031880 .043567

32 -.0071378 .017681 .044101 .031727 .044610

33 -.0071629 .017681 .081109 .031832 .044186

34 -.0071322 .017682 .048881 .031727 .045085

35 -.0071497 .017681 .077078 .031819 .044665

36 -.0071283 .017682 .052474 .031746 .045154

37 -.0071455 .017681 .073894 .031819 .044665

38 -.0071322 .017682 .055199 .031762 .044952

39 -.0071464 .017681 .071524 .031815 .044569

40 -.0071362 .017681 .057285 .031769 .044817

41 -.0071465 .017681 .069696 .031807 .044569

42 -.0071380 .017681 .058865 .031772 .044799

43 -.0071450 .017681 .068320 .031801 .044636

44 -.0071381 .017681 .060077 .031774 .044815

45 -.0071435 .017681 .067267 .031797 .044681

46 -.0071385 .017681 .060992 .031778 .044804

47 -.0071428 .017681 .066466 .031796 .044692

Page 111: kebijakan moneter

Lampiran 8. Lanjutan

48 -.0071391 .017681 .061692 .031781 .044781

49 -.0071425 .017681 .065857 .031794 .044694

50 -.0071397 .017681 .062222 .031782 .044764

*****************************************************************

Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for DEP

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y LGWM DEP

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

*****************************************************************

List of imposed restrictions:

a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;

*****************************************************************

Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP

0 0.00 0.00 0.00 0.00 1.7332

1 -.0019377 .0036361 -.52931 -.025758 1.3585

2 .6605E-3 .0045340 -1.1716 -.027147 1.1155

3 -.0098798 .0025429 1.1266 -.0046853 .91482

4 -.013466 .5771E-4 .30947 -.0074627 .44576

5 -.020194 -.2530E-3 -.23261 .0025694 .071126

6 -.029507 .0014953 -.51702 .0073084 -.088282

7 -.032183 .6701E-3 .29744 .0050227 -.024577

8 -.028426 -.8801E-3 .18793 -.0026887 .051757

9 -.026270 -.7152E-3 .091164 -.0090340 .080606

10 -.026347 .3419E-3 -.21948 -.010784 .15155

11 -.025885 .7031E-3 .067831 -.0080543 .23717

12 -.023859 .2491E-3 .036107 -.0065572 .28485

13 -.022846 -.6253E-4 .11156 -.0054787 .25852

14 -.023342 .7811E-4 -.064950 -.0053470 .21804

15 -.024454 .2356E-3 .035454 -.0043265 .19589

16 -.024751 .1728E-3 -.0077096 -.0042916 .19516

17 -.024681 .5161E-4 .066147 -.0044532 .19284

18 -.024589 .5992E-4 -.013532 -.0052320 .19242

19 -.024707 .1305E-3 .034317 -.0053746 .19507

20 -.024633 .1570E-3 -.0034232 -.0055416 .20348

21 -.024512 .1349E-3 .041782 -.0053498 .20755

22 -.024384 .1238E-3 .0028390 -.0053999 .20834

23 -.024422 .1315E-3 .030716 -.0052257 .20576

24 -.024452 .1371E-3 .0050317 -.0052317 .20476

25 -.024497 .1296E-3 .030261 -.0051184 .20333

26 -.024490 .1239E-3 .0093186 -.0051952 .20294

27 -.024516 .1246E-3 .026211 -.0051705 .20218

28 -.024513 .1285E-3 .010667 -.0052452 .20272

29 -.024519 .1287E-3 .024845 -.0052162 .20301

30 -.024498 .1282E-3 .013046 -.0052602 .20366

31 -.024498 .1282E-3 .023131 -.0052269 .20361

32 -.024490 .1292E-3 .014005 -.0052489 .20379

Page 112: kebijakan moneter

Lampiran 8. Lanjutan

33 -.024497 .1290E-3 .022026 -.0052159 .20359

34 -.024492 .1286E-3 .015213 -.0052330 .20363

35 -.024498 .1281E-3 .021150 -.0052130 .20340

36 -.024496 .1283E-3 .015862 -.0052306 .20344

37 -.024501 .1283E-3 .020454 -.0052177 .20334

38 -.024498 .1284E-3 .016502 -.0052319 .20345

39 -.024500 .1283E-3 .019972 -.0052221 .20341

40 -.024497 .1284E-3 .016922 -.0052322 .20349

41 -.024499 .1284E-3 .019568 -.0052236 .20345

42 -.024497 .1285E-3 .017270 -.0052303 .20350

43 -.024498 .1284E-3 .019285 -.0052235 .20346

44 -.024497 .1284E-3 .017524 -.0052288 .20348

45 -.024498 .1284E-3 .019054 -.0052239 .20345

46 -.024497 .1284E-3 .017719 -.0052282 .20347

47 -.024498 .1284E-3 .018887 -.0052246 .20345

48 -.024497 .1284E-3 .017869 -.0052279 .20347

49 -.024498 .1284E-3 .018755 -.0052252 .20345

50 -.024498 .1284E-3 .017981 -.0052277 .20347

Page 113: kebijakan moneter

Lampiran 9. Hasil Analisis Forecast Error Variance Decomposition

Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable LCR

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y DEP LGWM

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

*****************************************************************

List of imposed restrictions:

a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;

*****************************************************************

Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM

0 1.00000 0.00 0.00 0.00 0.00

1 .98861 .7181E-4 .010749 .5292E-3 .4017E-4

2 .94861 .041328 .0096446 .3928E-3 .2733E-4

3 .92549 .058661 .0091950 .0064073 .2436E-3

4 .92223 .051632 .0096876 .016225 .2204E-3

5 .89303 .051531 .019072 .035484 .8784E-3

6 .84437 .066953 .016615 .069363 .0026974

7 .78980 .094712 .015078 .098003 .0024043

8 .74958 .12032 .014063 .11375 .0022908

9 .72190 .13859 .012885 .12302 .0036121

10 .69846 .15331 .011932 .12986 .0064334

11 .67636 .16688 .011895 .13406 .010811

12 .65824 .17872 .012554 .13614 .014352

13 .64537 .18764 .012364 .13774 .016883

14 .63516 .19465 .012024 .13990 .018261

15 .62554 .20099 .011659 .14251 .019304

16 .61613 .20732 .011481 .14505 .020012

17 .60767 .21314 .011218 .14729 .020696

18 .60016 .21828 .010981 .14931 .021274

19 .59336 .22282 .010736 .15114 .021950

20 .58703 .22705 .010587 .15273 .022607

21 .58126 .23092 .010434 .15410 .023293

22 .57603 .23445 .010311 .15533 .023879

23 .57128 .23765 .010170 .15648 .024429

24 .56686 .24062 .010057 .15757 .024894

25 .56274 .24339 .0099375 .15860 .025334

26 .55890 .24599 .0098356 .15956 .025718

27 .55532 .24840 .0097279 .16046 .026090

28 .55196 .25066 .0096372 .16131 .026428

29 .54882 .25278 .0095462 .16210 .026762

30 .54586 .25478 .0094678 .16283 .027070

31 .54308 .25664 .0093884 .16352 .027368

32 .54046 .25841 .0093183 .16417 .027643

33 .53800 .26007 .0092483 .16478 .027907

34 .53566 .26164 .0091853 .16536 .028151

35 .53345 .26313 .0091226 .16591 .028385

36 .53135 .26455 .0090653 .16643 .028603

37 .52936 .26589 .0090090 .16693 .028814

38 .52746 .26717 .0089572 .16740 .029011

Page 114: kebijakan moneter

Lampiran 9. Lanjutan

39 .52566 .26838 .0089064 .16785 .029202

40 .52394 .26954 .0088593 .16828 .029382

41 .52230 .27064 .0088132 .16869 .029556

42 .52073 .27170 .0087702 .16908 .029720

43 .51923 .27271 .0087282 .16945 .029878

44 .51779 .27368 .0086887 .16981 .030029

45 .51642 .27460 .0086503 .17015 .030174

46 .51510 .27549 .0086139 .17048 .030312

47 .51383 .27635 .0085786 .17080 .030446

48 .51262 .27717 .0085450 .17110 .030573

49 .51145 .27795 .0085124 .17139 .030696

50 .51032 .27871 .0084813 .17167 .030815

*****************************************************************

Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable LM2

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y DEP LGWM

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

*****************************************************************

List of imposed restrictions:

a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;

*****************************************************************

Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM

0 .013723 .98628 0.00 0.00 0.00

1 .010181 .95637 .0069731 .0026485 .023830

2 .017257 .89799 .055184 .0048231 .024747

3 .028384 .83502 .082968 .0032763 .050349

4 .043880 .80602 .075649 .0030626 .071387

5 .049703 .78920 .069526 .0031593 .088410

6 .049442 .77254 .073955 .0026883 .10137

7 .050994 .75612 .081988 .0024864 .10842

8 .054003 .74599 .084222 .0028050 .11298

9 .056184 .74160 .083358 .0029816 .11588

10 .056963 .73882 .083106 .0028753 .11823

11 .057372 .73575 .084157 .0027245 .12000

12 .058066 .73285 .085033 .0026641 .12139

13 .058834 .73060 .085240 .0026666 .12266

14 .059371 .72878 .085283 .0026501 .12391

15 .059731 .72702 .085568 .0026150 .12506

16 .060072 .72535 .085925 .0025919 .12606

17 .060433 .72392 .086173 .0025858 .12689

18 .060748 .72274 .086317 .0025792 .12762

19 .061006 .72171 .086468 .0025653 .12825

20 .061231 .72077 .086627 .0025499 .12882

21 .061446 .71992 .086769 .0025380 .12933

22 .061645 .71916 .086879 .0025283 .12979

23 .061822 .71846 .086984 .0025189 .13022

24 .061982 .71780 .087085 .0025098 .13062

Page 115: kebijakan moneter

Lampiran 9. Lanjutan

25 .062132 .71720 .087183 .0025022 .13099

26 .062271 .71664 .087268 .0024955 .13132

27 .062400 .71613 .087347 .0024893 .13164

28 .062518 .71565 .087421 .0024833 .13193

29 .062628 .71521 .087491 .0024776 .13220

30 .062731 .71480 .087554 .0024724 .13245

31 .062828 .71441 .087614 .0024674 .13268

32 .062918 .71405 .087670 .0024628 .13290

33 .063003 .71371 .087723 .0024584 .13311

34 .063083 .71339 .087772 .0024543 .13330

35 .063158 .71309 .087819 .0024505 .13348

36 .063229 .71280 .087863 .0024468 .13366

37 .063297 .71253 .087905 .0024434 .13382

38 .063360 .71228 .087945 .0024402 .13398

39 .063421 .71204 .087983 .0024371 .13412

40 .063478 .71181 .088018 .0024341 .13426

41 .063533 .71159 .088052 .0024314 .13440

42 .063585 .71138 .088084 .0024287 .13452

43 .063634 .71118 .088115 .0024262 .13464

44 .063682 .71099 .088145 .0024237 .13476

45 .063727 .71081 .088173 .0024214 .13487

46 .063770 .71064 .088200 .0024192 .13497

47 .063811 .71047 .088225 .0024171 .13507

48 .063851 .71031 .088250 .0024151 .13517

49 .063889 .71016 .088274 .0024132 .13526

50 .063926 .71002 .088296 .0024113 .13535

*****************************************************************

Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable Y

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y DEP LGWM

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

*****************************************************************

List of imposed restrictions:

a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;

*****************************************************************

Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM

0 .0034598 .0085328 .98801 0.00 0.00

1 .024811 .0063988 .94597 .0087857 .014034

2 .031890 .010866 .87992 .027319 .050005

3 .085194 .012680 .80696 .041857 .053312

4 .073783 .024015 .81280 .037529 .051875

5 .071936 .023748 .80271 .038414 .063193

6 .074399 .024468 .78711 .039735 .074289

7 .076406 .023943 .78378 .039051 .076819

8 .074724 .024959 .78469 .038861 .076765

9 .074306 .026303 .77991 .038566 .080917

10 .075098 .026277 .77772 .038641 .082259

Page 116: kebijakan moneter

Lampiran 9. Lanjutan

11 .074954 .026063 .77754 .038332 .083113

12 .074722 .026273 .77740 .038211 .083398

13 .074656 .026753 .77560 .038136 .084851

14 .074760 .027115 .77520 .038030 .084894

15 .074676 .027207 .77467 .037945 .085502

16 .074645 .027414 .77452 .037884 .085536

17 .074607 .027677 .77379 .037848 .086083

18 .074601 .028003 .77359 .037795 .086013

19 .074553 .028230 .77312 .037762 .086340

20 .074539 .028488 .77295 .037731 .086290

21 .074504 .028739 .77251 .037710 .086533

22 .074485 .029034 .77232 .037683 .086472

23 .074450 .029294 .77194 .037665 .086647

24 .074432 .029569 .77175 .037645 .086600

25 .074400 .029830 .77141 .037630 .086732

26 .074379 .030113 .77120 .037612 .086694

27 .074348 .030380 .77088 .037598 .086795

28 .074327 .030658 .77067 .037582 .086768

29 .074298 .030924 .77036 .037569 .086847

30 .074275 .031203 .77014 .037554 .086829

31 .074247 .031472 .76985 .037541 .086893

32 .074224 .031749 .76962 .037527 .086883

33 .074197 .032018 .76934 .037514 .086936

34 .074173 .032294 .76910 .037500 .086933

35 .074146 .032565 .76883 .037488 .086977

36 .074122 .032839 .76859 .037474 .086979

37 .074095 .033110 .76832 .037462 .087018

38 .074071 .033383 .76807 .037448 .087024

39 .074045 .033654 .76781 .037436 .087058

40 .074020 .033927 .76756 .037423 .087068

41 .073994 .034198 .76730 .037410 .087098

42 .073970 .034470 .76705 .037397 .087110

43 .073944 .034741 .76679 .037384 .087138

44 .073919 .035013 .76654 .037372 .087152

45 .073894 .035283 .76629 .037359 .087178

46 .073869 .035554 .76604 .037346 .087194

47 .073843 .035824 .76578 .037333 .087218

48 .073819 .036095 .76553 .037321 .087235

49 .073793 .036365 .76527 .037308 .087259

50 .073768 .036635 .76502 .037295 .087276

*****************************************************************

Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable DEP

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y DEP LGWM

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

Page 117: kebijakan moneter

Lampiran 9. Lanjutan

*****************************************************************

List of imposed restrictions:

a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;

*****************************************************************

Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM

0 .0033656 .15758 .019884 .81917 0.00

1 .051792 .56485 .0061443 .37080 .0064190

2 .036138 .64283 .0045925 .31181 .0046288

3 .030301 .66081 .010682 .29416 .0040457

4 .027962 .65283 .022885 .27404 .022284

5 .027064 .63711 .026475 .26338 .045979

6 .026526 .62252 .026148 .25780 .067005

7 .028481 .61325 .027158 .25407 .077038

8 .031538 .60833 .028988 .25170 .079440

9 .034264 .60626 .029579 .25073 .079166

10 .037508 .60359 .029599 .25032 .078981

11 .041310 .59975 .029642 .25052 .078782

12 .045255 .59615 .029412 .25108 .078104

13 .048329 .59371 .029222 .25125 .077486

14 .051089 .59171 .029039 .25100 .077169

15 .053782 .58973 .028885 .25061 .076998

16 .056634 .58757 .028729 .25014 .076928

17 .059385 .58552 .028628 .24969 .076777

18 .062125 .58354 .028493 .24928 .076567

19 .064828 .58160 .028353 .24895 .076263

20 .067595 .57959 .028191 .24869 .075932

21 .070295 .57762 .028039 .24846 .075585

22 .072960 .57567 .027883 .24822 .075265

23 .075548 .57379 .027738 .24797 .074958

24 .078128 .57191 .027589 .24769 .074680

25 .080660 .57006 .027451 .24742 .074408

26 .083177 .56823 .027311 .24714 .074148

27 .085650 .56643 .027177 .24686 .073882

28 .088113 .56464 .027039 .24659 .073620

29 .090541 .56287 .026906 .24633 .073350

30 .092950 .56112 .026770 .24608 .073086

31 .095323 .55939 .026639 .24583 .072821

32 .097675 .55768 .026507 .24558 .072562

33 .099994 .55599 .026378 .24533 .072305

34 .10229 .55432 .026249 .24509 .072054

35 .10456 .55267 .026124 .24484 .071805

36 .10681 .55103 .025998 .24460 .071560

37 .10903 .54942 .025875 .24437 .071317

38 .11122 .54782 .025752 .24413 .071077

39 .11339 .54624 .025632 .24390 .070838

40 .11555 .54467 .025512 .24367 .070602

41 .11767 .54313 .025394 .24344 .070368

42 .11978 .54159 .025276 .24322 .070138

43 .12186 .54008 .025161 .24300 .069909

44 .12392 .53858 .025046 .24278 .069684

45 .12595 .53710 .024932 .24256 .069460

46 .12797 .53563 .024820 .24234 .069239

47 .12996 .53418 .024709 .24213 .069020

Page 118: kebijakan moneter

Lampiran 9. Lanjutan

48 .13194 .53274 .024599 .24192 .068803

49 .13389 .53132 .024490 .24171 .068589

50 .13583 .52991 .024383 .24150 .068377

*****************************************************************

Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable LGWM

Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR

*****************************************************************

61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.

List of variables included in the cointegrating vector:

LCR LM2 Y DEP LGWM

Trend

List of I(0) variables included in the VAR:

DUMMY

*****************************************************************

List of imposed restrictions:

a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;

*****************************************************************

Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM

0 .045845 .064137 .035339 .015579 .83910

1 .091540 .10634 .033878 .034616 .73362

2 .085514 .17775 .073476 .041231 .62203

3 .085544 .22243 .087545 .037670 .56681

4 .095772 .25707 .090741 .035127 .52129

5 .099086 .28264 .086698 .033525 .49805

6 .10140 .31092 .083286 .031932 .47246

7 .10083 .33615 .081803 .029928 .45129

8 .10160 .35268 .085444 .028429 .43184

9 .10319 .36333 .086015 .028251 .41921

10 .10519 .37119 .086786 .028486 .40835

11 .10620 .37964 .086567 .028311 .39928

12 .10717 .38868 .087589 .027836 .38872

13 .10800 .39806 .087639 .027288 .37901

14 .10909 .40699 .087881 .026740 .36930

15 .10986 .41553 .087501 .026175 .36093

16 .11064 .42340 .087653 .025614 .35269

17 .11124 .43066 .087569 .025112 .34542

18 .11194 .43717 .087815 .024693 .33838

19 .11254 .44317 .087789 .024332 .33217

20 .11317 .44873 .087989 .023998 .32611

21 .11369 .45405 .088005 .023676 .32058

22 .11424 .45908 .088160 .023368 .31515

23 .11472 .46391 .088161 .023070 .31013

24 .11521 .46848 .088263 .022783 .30526

25 .11564 .47284 .088268 .022507 .30075

26 .11607 .47695 .088355 .022246 .29638

27 .11646 .48086 .088371 .022001 .29231

28 .11685 .48455 .088445 .021769 .28839

29 .11720 .48808 .088470 .021549 .28470

30 .11755 .49143 .088535 .021340 .28115

31 .11788 .49464 .088562 .021140 .27779

32 .11820 .49770 .088616 .020949 .27454

33 .11849 .50064 .088642 .020765 .27146

Page 119: kebijakan moneter

34 .11879 .50345 .088689 .020589 .26849

35 .11906 .50614 .088715 .020421 .26566

36 .11933 .50873 .088756 .020259 .26293

37 .11958 .51121 .088781 .020103 .26032

38 .11983 .51359 .088818 .019954 .25781

39 .12006 .51589 .088843 .019811 .25540

40 .12029 .51809 .088876 .019673 .25307

41 .12050 .52022 .088900 .019540 .25084

42 .12072 .52226 .088930 .019412 .24868

43 .12092 .52424 .088953 .019289 .24660

44 .12111 .52615 .088980 .019169 .24459

45 .12130 .52799 .089002 .019054 .24265

46 .12149 .52976 .089027 .018943 .24078

47 .12166 .53148 .089048 .018836 .23897

48 .12183 .53315 .089070 .018732 .23722

49 .12200 .53476 .089090 .018631 .23552

50 .12216 .53631 .089111 .018533 .23388

*****************************************************************

Page 120: kebijakan moneter

Lampiran 10. Matriks Variance dan Covariance

Estimated System Covariance Matrix of Errors

*****************************************************************

LCR LM2 Y DEP LGWM

LCR 0.0041323 .2546E-3 -.021963 -.0072076 .0029648

LM2 .2546E-3 .0011428 -.019366 .025313 .0020141

Y -.021963 -.019366 33.7389 -1.9468 .18876

DEP -.0072076 .025313 -1.9468 3.7353 -.021385

LGWM .0029648 .0020141 .18876 -.021385 .046399

*****************************************************************