kearifan lokal, konservasi sumber daya alam, dan...

16
9 Bab Dua Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial Pengantar Semaraknya otonomi daerah di berbagai wilayah Indonesia, mendorong pemerintah daerah terus membangun daerahnya. Melakukan eksplorasi potensi-potensi daerah menjadi sangat penting untuk menopang pembangunan. Potensi yang terdiri atas sumber daya alam darat dan laut, menjadi modal besar dalam pembangunan. Di tengah arus pembangunan yang semakin pesat, topik perbincangan tentang ketahanan sumber daya alam pun menjadi sangat penting. Eksplorasi sumber daya alam, yang kemudian berbuntut pada perilaku eksploitasi menjadi momok yang menakutkan. Segala upaya pun dilakukan untuk melindungi semua sumber daya alam yang dimiliki. Upaya ini dilakukan, baik oleh masyarakat dan pemerintah tentu dengan motif masing-masing. Perlindungan terhadap sumber daya alam adalah upaya untuk melindungi kekayaan alam agar tidak mengalami krisis sumber daya. Pemerintah pun melakukan perlindungan dalam rangka melindungi sumber daya alam agar terus dapat membangun, sedangkan masyarakat melindungi sumber daya alam agar tetap bisa hidup sebab alam

Upload: buidien

Post on 09-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

9

Bab Dua

Kearifan Lokal, Konservasi

Sumber Daya Alam, dan

Perlawanan Sosial

Pengantar Semaraknya otonomi daerah di berbagai wilayah Indonesia,

mendorong pemerintah daerah terus membangun daerahnya.

Melakukan eksplorasi potensi-potensi daerah menjadi sangat penting

untuk menopang pembangunan. Potensi yang terdiri atas sumber daya

alam darat dan laut, menjadi modal besar dalam pembangunan. Di

tengah arus pembangunan yang semakin pesat, topik perbincangan

tentang ketahanan sumber daya alam pun menjadi sangat penting.

Eksplorasi sumber daya alam, yang kemudian berbuntut pada perilaku

eksploitasi menjadi momok yang menakutkan. Segala upaya pun

dilakukan untuk melindungi semua sumber daya alam yang dimiliki.

Upaya ini dilakukan, baik oleh masyarakat dan pemerintah tentu

dengan motif masing-masing.

Perlindungan terhadap sumber daya alam adalah upaya untuk

melindungi kekayaan alam agar tidak mengalami krisis sumber daya.

Pemerintah pun melakukan perlindungan dalam rangka melindungi

sumber daya alam agar terus dapat membangun, sedangkan masyarakat

melindungi sumber daya alam agar tetap bisa hidup sebab alam

Page 2: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam

10

menjadi dapur makanan bagi masyarakat. Salah satu cara yang

kemudian digunakan masyarakat untuk melindungi sumber daya

alamnya adalah lewat budaya atau kearifan lokal. Sedangkan

pemerintah menggunakan regulasi dengan konsep konservasi untuk

melindungi sumber daya alam.

Ketika sumber daya alam terancam dan masuk dalam masa

krisis, kecenderungan terjadinya konflik pasti ada. Konflik yang terjadi

disebabkan oleh karena pemenuhan kebutuhan dari sumber daya alam

semakin tinggi, sedangkan ketersediaan sumber daya alam justru

semakin berkurang. Di sinilah kecenderungan terjadinya perlawanan.

Pada bab satu ini, penulis akan menyampaikan tinjauan teori

tentang tiga konsep sebagai alat bedah untuk menganalisis hasil

penelitian lapangan. Yang pertama adalah konsep kearifan lokal,

dimana konsep ini akan dipakai untuk melihat objek penelitian yaitu

budaya sasi sebagai kearifan lokal. Yang kedua konsep konservasi,

konsep ini akan membantu kita untuk memahami objek penelitian

yaitu budaya sasi. Kemiripan antara konsep konservasi dan budaya sasi

adalah titik masuk untuk melihat dimanakah letak budaya sasi dalam

konsep konservasi. Yang ketiga konsep perlawanan sosial, dimana

konsep ini akan digunakan untuk melihat apakah budaya sasi adalah

bagian dari bentuk perlawanan sosial masyarakat terhadap pemerintah.

Kearifan Lokal Kearifan lokal (local wisdom) dalam disiplin antropologi

dikenal juga dengan istilah local genius. Local genius ini merupakan

istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales.

(Ayatrohaedi, 1986). Para antropolog membahas secara panjang lebar

pengertian local genius ini. Antara lain Haryati Soebadio mengatakan

bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian

budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap

dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri

(Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam

Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah

potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk

Page 3: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

11

bertahan sampai sekarang. Ciri-ciri kearifan lokal tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Mampu bertahan terhadap budaya luar,

2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,

3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke

dalam budaya asli,

4. Mempunyai kemampuan mengendalikan,

5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Sibarani (2012: 112-113) juga dijelaskan bahwa kearifan lokal

adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang

berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan

kehidupan masyarakat. Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai

nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan

kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana.

Jadi, dapat dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai

keunggulan budaya masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi

geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya

masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup.

Meskipun kearifan lokal memiliki nilai lokal tetapi nilai yang

terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.

Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang

muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama

masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami

bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam

masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi

potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup

bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan

lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih

jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh

keadaban.

Secara substansial, kearifan lokal itu adalah nilai-nilai yang

berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini

Page 4: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam

12

kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari

masyarakat setempat. Oleh karena itu, sangat beralasan jika dikatakan

bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan

harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti

kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreatifitas dan

pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya adalah yang

menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakatnya.

Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui

dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab

kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya

tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah

berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin

dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu.

Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang

biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat

diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.

Pengertian kearifan lokal (tradisional) menurut Keraf (2002)

adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau

wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku

manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.

Pengertian di atas memberikan cara pandang bahwa manusia

sebagai makhluk integral dan merupakan satu kesatuan dari alam

semesta serta perilaku penuh tanggung jawab, penuh sikap hormat dan

peduli terhadap kelangsungan semua kehidupan di alam semesta serta

mengubah cara pandang antroposentrisme ke cara pandang

biosentrisme dan ekosentrisme. Nilai-nilai kerarifan lokal yang

terkandung dalam suatu sistem sosial masyarakat, dapat dihayati,

dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke genarasi

lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola perilaku

manusia sehari-hari, baik terhadap sesama maupun terhadap alam.

Nababan (2003) menyatakan bahwa masyarakat adat umumnya

memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan

dan ditumbuhkembangkan terus-menerus secara turun temurun.

Pengertian masyarakat adat disini adalah mereka yang secara tradi

Page 5: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

13

sional tergantung dan memiliki ikatan sosio-kultural dan religius yang

erat dengan lingkungan lokalnya.

Menurut Ataupah (2004) kearifan lokal bersifat historis tetapi

positif. Nilai-nilai diambil oleh leluhur dan kemudian diwariskan

secara lisan kepada generasi berikutnya lalu oleh ahli warisnya tidak

menerimanya secara pasif dapat menambah atau mengurangi dan

diolah sehingga apa yang disebut kearifan itu berlaku secara situasional

dan tidak dapat dilepaskan dari sistem lingkungan hidup atau sistem

ekologi/ekosistem yang harus dihadapi orang-orang yang memahami

dan melaksanakan kearifan itu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kearifan

tercermin pada keputusan yang bermutu prima. Tolok ukur suatu

keputusan yang bermutu prima adalah keputusan yang diambil oleh

seorang tokoh/sejumlah tokoh dengan cara menelusuri berbagai

masalah yang berkembang dan dapat memahami masalah tersebut.

Kemudian diambil keputusan sedemikian rupa sehingga yang terkait

dengan keputusan itu akan berupaya melaksanakannya dengan kisaran

dari yang menolak keputusan sampai yang benar-benar setuju dengan

keputusan tersebut.

Konservasi Sumber Daya Alam Pengertian Konservasi Sumber Daya Alam.

Konservasi diartikan sebagai upaya pengelolaan sumber

daya alam secara bijaksana dengan berpedoman pada asas

pelestarian. Sumber daya alam adalah unsur-unsur hayati yang

terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya

alam hewani (satwa) dengan unsur non hayati disekitarnya yang

secara keseluruhan membentuk ekosistem.10 Sedangkan menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konservasi Sumber Daya Alam

adalah pengelolaan sumber daya alam (hayati) dengan

pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan

persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

10 KEHATI, 2000. “Materi Kursus Inventarisasi flora dan fauna Taman Nasional Meru

Betiri”, Hal. 8, Malang.

Page 6: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam

14

nilai dan keragamannya.11 Pengertian ini juga disebutkan dalam

Undang-Undang Republik Indonesia tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 1 Nomor 5 Tahun 1990.

Sasaran Konservasi

Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran

konservasi yaitu:

a) Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang

sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan

dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga

kehidupan).

b) Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan

tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang

pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang

memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang

menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan.

c) Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam

hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan

penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang

bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan

tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara

optimal, baik di darat maupun di perairan dapat

mengakibatkan timbulnya gejala erosi, polusi dan penurunan

potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari).12

Tujuan dan Manfaat Konservasi

Secara hukum tujuan konservasi tertuang dalam Undang-

Undang Republik Indonesia No.5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu bertujuan

mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati

11 Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

ketiga, cet.3, Hal. 589, Balai Pustaka, Jakarta. 12 Departemen Kehutanan, 2000. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Bidang

Konservasi Sumber daya Alam, Hal. 21 BKSDA Jawa Timur 1, Surabaya.

Page 7: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

15

serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung

upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan

manusia.13 Selain tujuan yang tertera di atas tindakan konservasi

mengandung tujuan:

a) Preservasi yang berarti proteksi atau perlindungan sumber

daya alam terhadap eksploitasi komersial, untuk

memperpanjang pemanfaatannya bagi keperluan studi, rekreasi

dan tata guna air.

b) Pemulihan atau restorasi, yaitu koreksi kesalahan-kesalahan

masa lalu yang telah membahayakan produktivitas pengkalan

sumber daya alam.

c) Penggunaan yang seefisien mungkin. Misal teknologi makanan

harus memanfaatkan sebaik-baiknya biji rambutan, biji

mangga, biji salak dan lain-lainnya yang sebetulnya berisi

bahan organik yang dapat diolah menjadi bahan makanan.

d) Penggunaan kembali (recycling) bahan limbah buangan dari

pabrik, rumah tangga, instalasi-instalasi air minum dan lain-

lainnya. Penanganan sampah secara modern masih ditunggu-

tunggu.

e) Mencarikan pengganti sumber alam yang sepadan bagi sumber

yang telah menipis atau habis sama sekali. Tenaga nuklir

menggantikan minyak bumi.

f) Penentuan lokasi yang paling tepat guna. Cara terbaik dalam

pemilihan sumber daya alam untuk dapat dimanfaatkan secara

optimal, misalnya pembuatan waduk yang serbaguna di

Jatiluhur, Karangkates, Wonogiri, Sigura-gura.

g) Integrasi, yang berarti bahwa dalam pengelolaan sumber daya

diperpadukan berbagai kepentingan sehingga tidak terjadi

pemborosan, atau yang satu merugikan yang lain. Misalnya,

pemanfaatan mata air untuk suatu kota tidak harus

mengorbankan kepentingan pengairan untuk persawahan.14

13 Ibid., Hal. 5 14 Dwidjoseputro, 1994. Ekologi Manusia dengan Lingkungannya, cet.3 Hal. 32,

Erlangga, Jakarta.

Page 8: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam

16

Sumber daya alam flora fauna dan ekosistemnya memiliki

fungsi dan manfaat serta berperan penting sebagai unsur

pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat

digantikan. Tindakan tidak bertanggungjawab akan mengakibatkan

kerusakan, bahkan kepunahan flora fauna dan ekosistemnya.

Kerusakan ini menimbulkan kerugian besar yang tidak dapat

dinilai dengan materi, sementara itu pemulihannya tidak mungkin

lagi.

Oleh karena itu sumber daya tersebut merupakan modal

dasar bagi kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia

harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan dan dimanfaatkan secara

optimal sesuai dengan batasbats terjaminnya keserasian,

keselarasan dan keseimbangan.

Pada dasarnya konservasi merupakan suatu perlindungan

terhadap alam dan makhluk hidup lainnya. Sesuatu yang mendapat

perlindungan maka dengan sendiri akan terwujud kelestarian.

Manfaat-manfaat konservasi diwujudkan dengan:

a) Terjaganya kondisi alam dan lingkungannya, berarti upaya

konservasi dilakukan dengan memelihara agar kawasan

konservasi tidak rusak.

b) Terhindarnya bencana akibat perubahan alam, yang berarti

gangguangangguan terhadap flora fauna dan ekosistemnya pada

khususnya serta sumber daya alam pada umumnya

menyebabkan perubahan berupa kerusakan maupun

penurunan jumlah dan mutu sumber daya alam tersebut.

c) Terhindarnya makhluk hidup dari kepunahan, berarti jika

gangguan-gangguan penyebab turunnya jumlah dan mutu

makhluk hidup terus dibiarkan tanpa upaya pengendalian akan

berakibat makhluk hidup tersebut menuju kepunahan bahkan

punah sama sekali.

d) Mampu mewujudkan keseimbangan lingkungan baik mikro

maupun makro, berarti dalam ekosistem terdapat hubungan

yang erat antara makhluk hidup maupun dengan

lingkungannya.

Page 9: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

17

e) Mampu memberi kontribusi terhadap ilmu pengetahuan,

berarti upaya konservasi sebagai sarana pengawetan dan

pelestarian flora fauna merupakan penunjang budidaya, sarana

untuk mempelajari flora fauna yang sudah punah maupun

belum punah dari sifat, potensi maupun penggunaannya.

f) Mampu memberi kontribusi terhadap kepariwisataan, berarti

ciri-ciri dan obyeknya yang karakteristik merupakan kawasan

ideal sebagai sarana rekreasi atau wisata alam.15

Strategi Konservasi

Strategi pelestarian nasional memberi ringkasan mengenai

sumber daya alam terpulihkan dari negara tersebut yang berkenaan

dengan ekosistem, sumber daya genetik, sistem produksi alami

(hutan margasatwa, perikanan) hidrologi dan kawasan tangkapan

air, ciri-ciri estetika dan geologi, situs budaya dan potensi rekreasi.

Juga perlu diidentifikasi bagaimana suatu bangsa ingin

menggunakan sumber daya alamnya serta pola desain tata guna

lahan yang akan tetap menjaga ketersediaan sumber daya alam

secara umum memaksimalkan manfaat jangka panjang dalam batas-

batas yang ditentukan oleh kebutuhan spesifik negara tersebut,

seperti ruang untuk hidup, lahan pertanian, hasil hutan, ikan,

energi dan industri. Strategi ini biasanya berupa keputusan untuk

menetapkan atau mempertahankan suatu sistem nasional kawasan

yang dilindungi, lebih disukai bila mencakup beberapa kategori

kawasan dengan tujuan pengelolaan yang berbeda. Strategi

Konservasi nasional yaitu:

a) Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan.

Berdasarkan fungsi utama kawasan dalam penataan

ruang, maka kawasan hutan lindung, kawasan bergambut,

kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai,

kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air,

kawasan suaka alam, hutan bakau, taman nasional, cagar alam,

15 KEHATI, 2000. “Materi Kursus Inventarisasi flora dan fauna Taman Nasional Meru

Betiri”, Hal. 10-17, Malang.

Page 10: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam

18

taman wisata alam dan kawasan rawan bencana alam termasuk

dalam kawasan lindung yang kebradaanya perlu dijaga dan di

lindungi. Usaha-usaha dalam tindakan perlindungan sistem

penyangga kehidupan, antara lain:

1) Perlindungan daerah-daerah pegunungan yang berlereng

curam dan mudah terjadi erosi dengan membentuk hutan-

hutan dilindungi.

2) Perlindungan wilayah pantai dengan pengelolaan yang

terkendali bagi daerah hutan bakau dan hutan pantai serta

daerah hamparan karang.

3) Perlindungan daerah aliran sungai, lereng perbukitan dan

tepi sungai, danau dan ngarai (ravine) dengan pengelolaan

yang terkendali terhadap vegetasi.

4) Pengembangan daerah aliran sungai sesuai dengan rencana

pengembangan secara menyeluruh.

5) Perlindungan daerah hutan luas misalnya dijadikan taman

nasional, suaka marga satwa dan cagar alam.

6) Perlindungan tempat-tempat yang mempunyai nilai unik,

keindahan yang menarik atau memiliki ciri khas budaya

(cagar budaya).

7) Mengadakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) sebagai suatu syarat mutlak untuk melaksanakan

semua rencana pembangunan.16

b) Pengawetan keanekaragaman jenis flora fauna beserta

ekosistemnya.

Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan

dengan cara menetapkan jenis tumbuhan dan satwa yang

dilindungi. Perlindungan terhadap ekosistem dilakukan dengan

cara penetapan kawasan suaka alam.

16

Pamulardi, Bambang, 1995. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, cet.2, Hal. 179, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Page 11: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

19

c) Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan

ekosistem.

Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat

dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

dan menigkatkan mutu kehidupan manusia. Pemanfaatan

secara lestari dilakukan melalui kegiatan:

1) Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam

secara non-konsumtif seperti pariwisata, penelitian,

pendidikan dan pemantauan lingkungan.

2) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar antara lain

dengan pengembangan perikanan, kehutanan dan

pemunguntan hasil hutan secara lestari, pengaturan

perdagangan flora fauna melalui peraturan dan pengawasan

dalam menentukan jatah (quota) dan perijinan, memajukan

budidaya dan perbaikan selektif (permuliaan) semua jenis

yang mempunyai nilai langsung bagi manusia.17

Cara-cara Konservasi

Kekayaan flora fauna merupakan potensi yang dapat

dimanfaatkan sampai batas-batas tertentu yang tidak mengganggu

kelestarian. Penurunan jumlah dan mutu kehidupan flora fauna

dikendalikan melalui kegiatan konservasi secara insitu maupun

eksitu.

a) Konservasi insitu (di dalam kawasan) adalah konservasi flora

fauna dan ekosistem yang dilakukan di dalam habitat aslinya

agar tetap utuh dan segala proses kehidupan yang terjadi

berjalan secara alami. Kegiatan ini meliputi perlindungan

contoh-contoh perwakilan ekosistem darat dan laut beserta

flora fauna di dalamnya. Konservasi insitu dilakukan dalam

bentuk kawasan suaka alam (cagar alam, suaka marga satwa),

zona inti taman nasional dan hutan lindung. Tujuan konservasi

insitu untuk menjaga keutuhan dan keaslian jenis tumbuhan

dan satwa beserta ekosistemnya secara alami melalui proses 17 Ibid., h.11

Page 12: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam

20

evolusinya. Perluasan kawasan sangat dibutuhkan dalam upaya

memelihara proses ekologi yang esensial, menunjang sistem

penyangga kehidupan, mempertahankan keanekaragaman

genetik dan menjamin pemanfaatan jenis secara lestari dan

berkelanjutan.

b) Konservasi eksitu (di luar kawasan) adalah upaya konservasi

yang dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis

tumbuhan dan satwa di luar habitat alaminya dengan cara

pengumpulan jenis, pemeliharaaan dan budidaya

(penangkaran). Konservasi eksitu dilakukan pada tempat-

tempat seperti kebun binatang, kebun botani, taman hutan

raya, kebun raya, penangkaran satwa, taman safari, taman kota

dan taman burung. Cara eksitu merupakan suatu cara

memanipulasi obyek yang dilestarikan untuk dimanfaatkan

dalam upaya pengkayaan jenis, terutama yang hampir

mengalami kepunahan dan bersifat unik. Cara konservasi

eksitu dianggap sulit dilaksanakan dengan keberhasilan tinggi

disebabkan jenis yang dominan terhadap kehidupan alaminya

sulit berdaptasi dengan lingkungan buatan.

c) Regulasi dan penegakan hukum adalah upaya-upaya mengatur

pemanfaatan flora dan fauna secara bertanggung jawab.

Kegiatan kongkritnya berupa pengawasan lalu lintas flora dan

fauna, penetapan quota dan penegakan hukum serta

pembuatan peraturan dan pembuatan undang-undang di

bidang konservasi.

d) Peningkatan peran serta masyarakat adalah upaya untuk

meningkatkan kepedulian masyarakat dalam konservasi

sumber daya alam hayati. Program ini dilaksanakan melalui

kegiatan pendidikan dan penyuluhan. Dalam hubungan ini

dikenal adanya kelompok pecinta alam, kader konservasi,

kelompok pelestari sumber daya alam, LSM dan lain lainnya.18

18 “Kumpulan Materi MBSC IX Meru Betiri Service Camp”, Hal. 49, Suka Made, 1997.

Page 13: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

21

Perlawanan Sosial Kekuasaan, sebagaimana yang dikemukakan Weber merupakan

kemampuan orang atau kelompok memaksakan kehendaknya pada

pihak lain walaupun ada penolakan melalui perlawanan. Perlawanan

akan dilakukan oleh kelompok masyarakat atau individu yang merasa

tertindas, frustasi, dan hadirnya situasi ketidakadilan di tengah- tengah

mereka.19 Jika situasi ketidakadilan dan rasa frustasi ini mencapai

puncaknya, akan menimbulkan (apa yang disebut sebagai) gerakan

sosial atau social movement, yang akan mengakibatkan terjadinya

perubahan kondisi sosial, politik, dan ekonomi menjadi kondisi yang

berbeda dengan sebelumnya.20 Scott mendefinisikan perlawanan

sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh kaum atau kelompok

subordinat yang ditujukan untuk mengurangi atau menolak klaim

(misalnya harga sewa atau pajak) yang dibuat oleh pihak atau

kelompok superdinat terhadap mereka. Scott membagi perlawanan

tersebut menjadi dua bagian, yaitu: perlawanan publik atau terbuka

(public transcript) dan perlawanan tersembunyi atau tertutup (hidden transcript).21

Kedua kategori tersebut, oleh Scott, dibedakan atas artikulasi

perlawanan; bentuk, karekteristik, wilayah sosial dan budaya.

Perlawanan terbuka dikarakteristikan oleh adanya interaksi terbuka

antara kelas-kelas subordinat dengan kelas-kelas superdinat. Sementara

perlawanan sembunyi-sembunyi dikarakteristikan oleh adanya

interaksi tertutup, tidak langsung antara kelas-kelas subordinat dengan

kelas-kelas superdinat. Untuk melihat pembedaan yang lebih jelas dari

dua bentuk perlawanan di atas, Scott mencirikan perlawanan terbuka

sebagai perlawanan yang bersifat: Pertama, organik, sistematik dan

kooperatif. Kedua, berprinsip atau tidak mementingkan diri sendiri.

Ketiga, berkonsekuensi revolusioner, dan/atau Keempat, mencakup

19 Zubir, Zaiyardam, 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Idiologi, Isu,

Strategi, dan Dampak Gerakan, Hal. 19, Insist Press, Yogyakarta. 20 Tarrow, Sidney, 2011. Power In Movement, Social Movement, Collective Action

and Politics, 3th Edition, Cambridge University Press, USA. 21

Scott, James C. 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, Hal. 69, LP3ES, Jakarta.

Page 14: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam

22

gagasan atau maksud meniadakan basis dominasi.22 Dengan demikian,

aksi demonstrasi atau protes yang diwujudkan dalam bentuk unjuk

rasa, mogok makan dan lain- lain merupakan konsekuensi logis dari

perlawanan terbuka terhadap pihak superdinat.23 Menurut Fakih,

gerakan sosial diakui sebagai gerakan yang bertujuan untuk melakukan

perubahan terhadap sistem sosial yang ada. Karena memiliki orientasi

pada perubahan, dianggap lebih mempunyai kesamaan tujuan, dan

bukan kesamaan analisis. Mereka tidak bekerja menurut prosedur

baku, melainkan menerapkan struktur yang cair dan operasionalnya

lebih diatur oleh standar yang muncul saat itu untuk mencapai tujuan

jangka panjang. Mereka juga tidak memiliki kepemimpinan formal,

seorang aktivis gerakan sosial tampil menjadi pemimpin gerakan

karena keberhasilannya mempengaruhi massa dengan kepiawaiannya

dalam memahami dan menjelaskan tujuan dari gerakan serta memiliki

rencana yang paling efektif dalam mencapainya.24

Soekanto dan Broto Susilo memberikan empat ciri gerakan

sosial, yaitu: Pertama, tujuannya bukan untuk mendapatkan persamaan

kekuasaan, akan tetapi mengganti kekuasaan. Kedua, adanya

penggantian basis legitimasi, Ketiga, perubahan sosial yang terjadi

bersifat massif dan pervasive sehingga mempengaruhi seluruh

masyarakat, dan Keempat, koersi dan kekerasan biasa dipergunakan

untuk menghancurkan rezim lama dan mempertahankan

pemerintahan yang baru. Dan J. Smelser menyatakan, bahwa gerakan

sosial ditentukan oleh lima faktor. Pertama, daya dukung struktural

(structural condusiveness) di mana suatu perlawanan akan mudah

terjadi dalam suatu lingkungan atau masyarakat tertentu yang

berpotensi untuk melakukan suatu gerakan massa secara spontan dan

berkesinambungan (seperti lingkungan kampus, buruh, petani, dan

sebagainya). Kedua, adanya tekanan- tekanan struktural (structural strain) akan mempercepat orang untuk melakukan gerakan massa

22

Ibid, hal. 58 23

Tarrow, Sidney, 2011. Power In Movement, Social Movement, Collective Action and Politics, 3th Edition, Hal. 37, Cambridge University Press, USA.

24 Zubir, Zaiyardam, 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Idiologi, Isu, Strategi, dan Dampak Gerakan, Hal. 25, Insist Press, Yogyakarta.

Page 15: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

23

secara spontan karena keinginan mereka untuk melepaskan diri dari

situasi yang menyengsarakan.25 Ketiga, menyebarkan informasi yang

dipercayai oleh masyarakat luas untuk membangun perasaan

kebersamaan dan juga dapat menimbulkan kegelisahan kolektif akan

situasi yang dapat menguntungkan tersebut. Keempat, faktor yang

dapat memancing tindakan massa karena emosi yang tidak terkendali,

seperti adanya rumor atau isu-isu yang bisa membangkitkan kesadaran

kolektif untuk melakukan perlawanan. Kelima, upaya mobilisasi

orang- orang untuk melakukan tindakan-tindakan yang telah

direncanakan.26

Sedangkan perlawanan sembunyi-sembunyi dapat dicirikan

sebagai perlawanan yang bersifat: Pertama, Tidak teratur, tidak

sistematik dan terjadi secara individual, Kedua, Bersifat oportunistik

dan mementingkan diri sendiri, Ketiga, Tidak berkonsekuensi

revolusioner, dan; atau Keempat, Lebih akomodatif terhadap sistem

dominasi. Oleh karena itu, gejala- gejala kejahatan seperti: pencurian

kecil- kecilan, hujatan, makian, bahkan pura- pura patuh (tetapi

dibelakang membangkang) merupakan perwujudan dari perlawanan

sembunyi-sembunyi. Perlawanan jenis ini bukannya bermaksud atau

mengubah sebuah sistem dominasi, melainkan lebih terarah pada

upaya untuk tetap hidup dalam sistem tersebut sekarang, minggu ini,

musim ini. Percobaan- percobaan untuk menyedot dengan tekun dapat

memukul balik, mendapat keringanan marjinal dalam eksploitasi, dapat

menghasilkan negosiasi-negosiasi tentang batas-batas pembagian, dapat

mengubah perkembangan, dan dalam peristiwa tertentu dapat

menjatuhkan sistem. Tetapi, menurut Scott, semua itu hanya

menunjukkan akibat- akibat yang mungkin terjadi, sebaliknya, tujuan

mereka hampir selalu untuk kesempatan hidup dan ketekunan.27

25

Sihbudi, Riza, dan Moch. Nurhasim, ed., 2001. Kerusuhan Sosial di Indonesia, Studi Kasus Kupang, Mataram dan Sambas, Hal. 48, Grasindo, Jakarta.

26 Ibid, hal. 48-49 27 Scoot, James C. 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia

Tenggara, Hal. 60-61, LP3ES, Jakarta.

Page 16: Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12736/2/T2_092009110_BAB II...9 Bab Dua . Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam

24

Bagaimanapun, kebanyakan dari tindakan ini (oleh kelas-kelas

lainnya) akan dilihat sebagai keganasan, penipuan, kelalaian,

pencurian, kecongkakan singkat kata semua bentuk tindakan yang

dipikirkan untuk mencemarkan oran-gorang yang mengadakan

perlawanan. Perlawanan ini dilakukan untuk mempertahankan diri

dan rumah tangga. Dapat bertahan hidup sebagai produsen komoditi

kecil atau pekerja, mungkin dapat memaksa beberapa orang dari

kelompok ini menyelamatkan diri dan mengorbankan anggota

lainnya.28

Scott menambahkan, bahwa perlawanan jenis ini (sembunyi-

sembunyi) tidak begitu dramatis, namun terdapat di mana- mana,

melawan efek-efek pembangunan kapitalis asuhan negara. Perlawanan

ini bersifat perorangan dan seringkali anonim. Terpencar dalam

komunitas- komunitas kecil dan pada umumnya tanpa sarana- sarana

kelembagaan untuk bertindak kolektif, menggunakan sarana

perlawanan yang bersifat lokal dan sedikit memerlukan koordinasi.

Koordinasi yang dimaksudkan di sini, bukanlah sebuah konsep

koordinasi yang dipahami selama ini, yang berasal dari rakitan formal

dan birokratis. Tetapi merupakan suatu koordinasi dengan aksi- aksi

yang dilakukan dalam komunitas dengan jaringan jaringan informasi

yang padat dan sub kultur-sub kultur perlawanan yang kaya.29

28

Scoot, James C. 1993. Perlawanan Kaum Tani, Hal. 27, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

29 Ibid, hal. 27