keanekaragaman jenis reptil dan biologi … · bukit barisan selatan serta mempelajari aspek...
TRANSCRIPT
KEANEKARAGAMAN JENIS REPTIL DAN
BIOLOGI Cyrtodactylus cf fumosus
DI TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN
LAMPUNG - BENGKULU
WEMPY ENDARWIN
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN
WEMPY ENDARWIN. Keanekaragaman Jenis Reptil dan Biologi Cyrtodactylus cf fumosus di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung - Bengkulu, dibawah bimbingan Dr. Ir. MIRZA DIKARI KUSRINI, MSi dan Ir. AGUS PRIYONO, MS.
Pemanfaatan reptil sebagai binatang peliharaan, konsumsi dan obat-obatan
telah berkembang ke berbagai negara. Bahkan dalam dua dekade terakhir
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pengekspor reptil terbesar di dunia.
Kegiatan pemanfaatan reptil walaupun memberikan keuntungan ekonomi namun
dapat menimbulkan dampak negatif yang cukup besar. Eksploitasi berlebihan dan
tidak terkontrol dapat mengancam kelestarian satwa tersebut. Salah satu jenis
reptil yang umum terdapat di wilayah Sumatera adalah Cyrtodactylus cf fumosus,
merupakan sejenis cicak yang hidup di dalam hutan. Sifat hidupnya yang arboreal
menjadikan mereka sangat tergantung terhadap hutan. Kerusakan hutan telah
menghilangkan sebagian besar habitatnya. Namun demikian belum banyak orang
yang peduli terhadap keberadaan dan kelestarian satwa ini. Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (TNBBS) sebagai salah satu kawasan konservasi di Pulau
Sumatera memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya perlindungan dan
pelestarian satwaliar. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
mengenai keanekaragaman jenis dan sebaran ekologi reptil yang terdapat di TN
Bukit Barisan Selatan serta mempelajari aspek biologi (reproduksi, seksual
dimorfisme dan pakan) Cyrtodactylus cf fumosus.
Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)
dan di Laboratorium Ekologi Satwaliar bagian Herpetofauna Fahutan IPB. Alat
dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi GPS, densiometer,
headlamp, penangkap ular, kantong spesimen, kaliper, timbangan PESOLA (5-
5000g), alkohol 70%, formalin 4%, alat suntik, tabung spesimen, buku identifikasi
reptil, kamera digital, gunting bedah, pinset, mikroskop dan buku identifikasi
serangga. Metode pengumpulan data reptil menggunakan Visual Encounter
Survey dengan desain plot berupa jalur / transek. Parameter habitat yang diukur
meliputi persen penutupan tajuk dan suhu udara. Pengukuran aspek biologi
(reproduksi, seksual dimorpisme dan pakan) C. cf fumosus dilakukan terhadap 30
sampel yang terdiri dari 14 jantan dan 16 betina. Analisis data meliputi deskripsi
kondisi habitat, indeks keanekaragaman jenis Shanon-Wiener, indeks kemerataan
jenis, indeks similaritas komunitas Jaccard, deskripsi anatomi organ reproduksi C.
cf fumosus, analisis korelasi antara panjang gonad dengan panjang tubuh C. cf
fumosus, uji t-student untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap ukuran
tubuh C. cf fumosus serta jumlah jenis dan frekuensi pakan C. cf fumosus.
Lokasi pengamatan merupakan wilayah yang bertopografi datar sampai
berbukit dengan ketinggian berkisar antara 50 – 1200 m dpl, penutupan lahan
berupa hutan dataran rendah, hutan pegunungan, hutan bekas terbakar, sawah dan
perladangan. Suhu rata-rata siang hari berkisar antara 20,40 – 26,74 °C dan
malam hari berkisar antara 18,51 – 24,94 °C. Pada umumnya penutupan tajuk di
lokasi primer lebih rapat dibandingkan di lokasi sekunder. Reptil yang ditemukan
sebanyak 51 jenis terdiri dari 14 suku dan 3 sub ordo, yaitu Ophidia / ular (24
jenis), Sauria / kadal (24 jenis) dan Testudinata / kura-kura (3 jenis). Penyebaran
reptil paling luas adalah jenis Mabuya multifasciata yang tercatat di sembilan
lokasi pengamatan serta M. rudis yang tercatat di tujuh lokasi pengamatan.
Berdasarkan sebaran ekologisnya reptil yang ditemukan selama penelitian dapat di
golongkan menjadi reptil akuatik, semi akuatik, terestrial, fossorial, arboreal dan
semi arboreal. Nilai keanekaragaman jenis reptil pada habitat yang tidak
terganggu umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan habitat yang terganggu.
Indek kesamaan jenis yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 0 sampai
0.3. Lokasi yang memiliki tingkat kesamaan terbesar adalah Kubu Perahu primer
dengan Way Sepunti primer sebesar 0,3 serta Linau primer dengan Way Canguk
primer sebesar 0,27. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa panjang testis C. cf
fumosus adalah 3,66±0,65 mm dengan panjang testis kanan sebesar 3,61±0,62 mm
dan testis kiri sebesar 3,71±0,70 mm. Sel telur yang dihasilkan oleh masing-
masing ovarium berjumlah antara 3 sampai 5 butir. Ukuran telur bervariasi antara
0,44 sampai 11,84 mm. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa ukuran tubuh pada
jantan berpengaruh terhadap ukuran testis dengan nilai korelasi sebesar 0,62 pada
testis kanan dan 0,61 pada testis kiri sedangkan pada betina ukuran panjang tubuh
(svl) berpengaruh nyata terhadap panjang telur dengan nilai korelasi sebesar 0,65.
Hasil analisis seksual dimorfisme memperlihatkan bahwa tidak terdapat
perbedaan ukuran tubuh, ukuran kepala dan ukuran panjang tungkai antara jantan
dan betina. Namun terdapat perbedaan pada jarak antar tungkai dimana jarak antar
tungkai pada betina lebih panjang dibandingkan dengan jantan. Berdasarkan hasil
analisis pakan C. cf fumosus memangsa binatang dari 8 ordo, yaitu Isoptera,
Araneae, Glomerida, Blattaria, Isopoda, Diptera, Annelida dan Sauria. Jenis
binatang yang paling banyak dimangsa adalah Isoptera sebanyak 42,9% dan
Araneae sebanyak 23,8%.
KEANEKARAGAMAN JENIS REPTIL DAN
BIOLOGI Cyrtodactylus cf fumosus
DI TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN
LAMPUNG - BENGKULU
Oleh :
WEMPY ENDARWIN
Skripsi
Sebagai Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Judul Penelitian : Keanekaragaman Jenis Reptil dan Biologi Cyrtodactylus cf fumosus di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung - Bengkulu
Nama Mahasiswa : Wempy Endarwin NRP : E. 34101052 Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MSi Ir. Agus Priyono, MS NIP. 131 878 493 NIP. 131 578 800
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799
Tanggal Lulus : 7 Juni 2006
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 22 Maret 1983 sebagai anak
kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Endang Mulyana dan Ibu Euis
Sumartini. Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 1989 di SD Negeri
Cikajang 2, Kabupaten Garut dan lulus pada tahun 1995 di SD Negeri Cikole 1,
Kotamadya Sukabumi. Penulis melanjutkan ke SMP Negeri 1 Ciwidey,
Kabupaten Bandung dan lulus pada tahun 1998. Setelah itu penulis melanjutkan
ke SMU Negeri Margahayu, Kabupaten Bandung dan lulus pada tahun 2001. Pada
tahun 2001, penulis diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di kegiatan organisasi
Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA), periode
tahun 2003 – 2004 sebagai Kepala Departemen Kerohanian dan Kekeluargaan,
anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) dan Kelompok Pemerhati Goa
(KPG) HIMAKOVA. Penulis pernah melaksanakan kegiatan praktek pada tahun
2004, meliputi: praktek Pengenalan Umum Kehutanan (PUK) di Baturraden, KPH
Banyumas Timur dan Cilacap, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan di Getas, KPH Ngawi,
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Pada bulan Februari 2005, penulis
melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Way Kambas,
Propinsi Lampung.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
penulis melakukan penelitian karya ilmiah yang berjudul “Keanekaragaman
Jenis Reptil dan Biologi Cyrtodactylus cf fumosus di Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan, Lampung - Bengkulu” dibawah bimbingan Dr. Ir. Mirza
Dikari Kusrini, MSi dan Ir. Agus Priyono, MS.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul
“Keanekaragaman Jenis Reptil dan Biologi Cyrtodactylus cf fumosus di
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung - Bengkulu”.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua tercinta atas doa dan kasih sayang yang tak pernah terputus.
2. Ibu Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MSi selaku dosen pembimbing utama dan
Bapak Ir. Agus Priyono, MS selaku dosen pembimbing kedua atas segala
nasihat dan bimbingannya.
3. Ibu Ir. T. M. Oemijati R., MS selaku dosen penguji dari Departemen
Silvikultur dan Bapak Ir. Sucahyo Sadiyo, MS selaku dosen penguji dari
Departemen Hasil Hutan
4. Wildlife Conservation Society (WCS-IP) yang telah mendanai penelitian ini.
5. Drs. Tamen Sitorus, MSc (Kepala Balai TNBBS) yang telah memberikan izin
penelitian di TNBBS.
6. Anton Nurcahyo, S. Hut selaku Project Leader WCS atas bantuan dan
kerjasamanya.
7. Seluruh staf World Conservation Society (WCS ) Lampung atas bantuannya.
8. Bapak George T. Saputra (IRATA) atas bantuan dana yang telah diberikan.
9. Inggar Rahardjo atas kerjasamanya selama penelitian.
10. Prof. Djoko T Iskandar (ITB) atas masukan dan informasinya.
11. Yulia Hardini, S.Hut untuk identifikasi serangganya
12. Teman – teman Fahutan angkatan 38 IPB atas doa dan dukungannya
13. Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penulisan karya ilmiah
ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu.
Bogor, Juni 2006
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................................. 2
Manfaat ............................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Reptil ................................................................................................................... 3
Klasifikasi dan sistematika ............................................................................ 3
Morfologi ...................................................................................................... 4
Perkembangbiakan ........................................................................................ 5
Perilaku ......................................................................................................... 5
Habitat ........................................................................................................... 6
Penyebaran ..................................................................................................... 7
Cyrtodactylus cf fumosus .................................................................................... 8
Taksonomi ..................................................................................................... 8
Morfologi dan penyebaran ............................................................................ 8
Perilaku makan .............................................................................................. 9
Morfologi organ reproduksi (gonad) ............................................................. 9
Kematangan roproduksi dan seksual dimorfisme ....................................... 10
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah dan Status ............................................................................................. 12
Letak dan Luas .................................................................................................. 12
Kondisi Fisik ..................................................................................................... 12
Kondisi Biologi ................................................................................................. 13
METODE PENELITIAN .................................................................................. 15
Lokasi dan Waktu ............................................................................................. 15
Alat dan Bahan .................................................................................................. 15
Jenis Data .......................................................................................................... 16
Pengumpulan Data ............................................................................................ 17
Analisis Data ..................................................................................................... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Reptil ................................................................................................................. 23
Kondisi habitat di lokasi penelitian ............................................................. 23
Penemuan dan Penyebaran Reptil ............................................................... 25
Pola Aktivitas dan Sebaran Ekologis .......................................................... 29
Indek Keanekaragaman Jenis ...................................................................... 32
Indek Kesamaan Jenis ................................................................................. 34
Biologi Cyrtodactylus cf fumosus ..................................................................... 35
Karakteristik Anatomi Organ Reproduksi .................................................. 35
Hubungan Antara Ukuran Panjang Tubuh Dengan Ukuran Gonad ............ 36
Seksual Dimorfisme .................................................................................... 38
Komposisi Pakan Cyrtodactylus cf fumosus .............................................. 41
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ....................................................................................................... 44
Saran .................................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Keanekaragaman satwaliar di TNBBS...................................................... 14
2. Kondisi habitat di lokasi penelitian ......................................................... .23
3. Daftar jenis reptil yang ditemukan di lokasi penelitian ............................ 26
4. Hasil perhitungan indek keanekaragaman jenis reptil di tiap-tiap lokasi
pengamatan .............................................................................................. 33
5. Matriks perhitungan nilai indek kesamaan jenis ...................................... 34
6. Nilai uji t untuk seksual dimorfisme pada ukuran tubuh Cyrtodactylus cf
fumosus ..................................................................................................... 39
7. Komposisi pakan Cyrtodactylus cf fumosus ............................................. 41
DAFTAR GAMBAR
1. Organ reprodukasi pada lacerta (kadal) .................................................... 10
2. Peta lokasi penelitian ................................................................................ 15
3. Kondisi vegetasi pada jalur pengamatan primer ....................................... 24
4. Kondisi vegetasi pada jalur pengamatan sekunder ................................... 25
5. Indek kelimpahan dan indek kemerataan pada masing-masing
ketinggian .................................................................................................. 28
6. Grafik penambahan jumlah jenis reptil yang ditemukan berdasarkan
jumlah hari pengamatan ............................................................................ 29
7. Psammodynastes sedang mencari mangsa ................................................ 30
8. Gonocephalus chameleontinus meletakan telurnya pada permukaan
tanah ......................................................................................................... 30
9. Sarang ular pada lubang tanah .................................................................. 31
10. Morfologi organ reproduksi Cyrtodactylus cf fumosus ............................ 35
11. Grafik hubungan antara panjang subuh (svl) dengan panjang testis ......... 37
12. Grafik hubungan antara panjang subuh (svl) dengan panjang telur .......... 38
13. Jenis-jenis pakan C. cf fumosus ................................................................ 42
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil perjumpaan reptil dilokasi pengamatan ........................................... 49
2. Indek kelimpahan dan indek kemerataan jenis reptil per jalur
pengamatan ............................................................................................... 57
3. Indek kelimpahan dan Indek keanekaagaman berdasarkan ketinggian .... 60
4. Hasil pengukuran suhu di lokasi pengamatan .......................................... 62
5. a. Hasil pengukuran panjang tubuh dan panjang telur pada Cyrtodactylus
betina ..................................................................................................... 64
b. Hasil pengukuran panjang tubuh dan panjang testis pada Cyrtodactylus
jantan ..................................................................................................... 64
6. Hasil analisis koposisi pakan C cf fumosus ............................................... 65
7. Hasil pengukuran penutupan tajuk ............................................................ 66
8. Hasil pengukuran bagian-bagian tubuh Cyrtodactylus cf fumosus ........... 68
9. a. Analisis korelasi antara panjang tubuh /svl dengan panjang testis ....... 69
b. Analisis korelasi antara panjang tubuh/svl dengan panjang telur ......... 69
10. a. Analisis statistik deskriptif antara panjang tubuh/svl dan panjang
testis ...................................................................................................... 69
b. Analisis statistik deskriptif antara panjang tubuh/svl dan panjang
telur ...................................................................................................... 69
11. Nilai uji t untuk panjang tubuh, panjang kepala, lebar kepala, panjang
tungkai dan jarak tungkai antara jantan dan betina .................................. 69
12. Analisis statistik deskrtiptif untuk panjang tubuh, panjang kepala, lebar
Kepala, panjang tungkai dan jarak tungkai .............................................. 71
13. Jenis-jenis Reptil yang ditemukan di lokasi penelitian ............................. 72
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman
hayati paling tinggi di dunia. Menurut Biodiversity Action Plan for Indonesia
(Bappenas, 1993) Indonesia memiliki sekitar 10% jenis tumbuhan berbunga yang
ada di dunia, 12% mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17% burung serta 25% jenis
ikan. Tingginya keanekaragaman hayati tersebut sangat dipengaruhi oleh posisi
Indonesia yang berada di wilayah tropis serta terletak diantara dua wilayah
biogeografi yaitu Indo Malaya dan Australian.
Keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang dimiliki merupakan
potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Lebih dari 6.000
jenis tumbuhan dan satwa yang biasa di manfaatkan oleh masyarakat Indonesia
baik yang berasal dari alam maupun hasil budidaya (Bappenas, 1993). Sedangkan
secara ekologis flora dan fauna sebagai komponen dalam ekosistem memiliki
peranan yang penting dalam kelangsungan proses-proses ekologi untuk menjaga
keseimbangan ekosistem. Rusak atau hilangnya salah satu komponen dalam
ekosistem akan menyebabkan gangguan terhadap ekosistem serta berkurangnya
kualitas lingkungan.
Reptil adalah salah satu fauna yang banyak terdapat di wilayah Indonesia.
Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki kekayaan
jenis reptil paling tinggi di dunia, lebih dari 600 jenis reptil terdapat di Indonesia
(Bappenas, 1993). Satwaliar ini telah telah lama dimanfaatkan, bahkan telah
menjadi komoditas ekonomi yang bernilai tinggi. Pemanfaatan reptil sebagai
binatang peliharaan maupun untuk konsumsi serta obat-obatan telah berkembang
ke berbagai negara, bahkan dalam dua dekade terakhir Indonesia dikenal sebagai
salah satu pengekspor reptil terbesar di dunia (Soehartono dan Mardiastuti, 2003).
Kegiatan pemanfaatan reptil yang telah banyak menghasilkan keuntungan secara
ekonomi juga menimbulkan dampak negatif yang cukup besar. Eksploitasi reptil
yang berlebihan dan tidak terkontrol akan menimbulkan ancaman terhadap
kelestarian satwa tersebut.
Selain kegiatan eksploitasi, kerusakan hutan yang semakin luas juga
merupakan ancaman besar terhadap kelestarian satwaliar. Konversi hutan menjadi
lahan perkebunan, lahan pertanian dan kegiatan penebangan hutan berperan besar
terhadap hilangnya habitat satwaliar. Perubahan kondisi habitat seperti itu akan
berpengaruh terhadap keanekaragaman satwaliar yang terdapat di dalamnya.
Salah satu jenis reptil yang umum ditemukan di Sumatera adalah
Cyrtodactylus cf fumosus. Cyrtodactylus adalah sejenis cicak yang hidup di
wilayah hutan, sifat hidupnya yang arboreal menjadikan mereka sangat tergantung
pada hutan. Kerusakan hutan telah menghilangkan sebagian besar habitat mereka.
Namun demikian belum banyak orang yang peduli terhadap keberadaan satwa ini.
Selama ini orang menganggap cicak adalah binatang yang banyak berkeliaran
disekitar rumah dan bukan sesuatu yang penting untuk dilindungi dan dilestarikan.
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) sebagai salah satu
kawasan konservasi di Pulau Sumatera memiliki peranan yang sangat penting
dalam upaya perlindungan dan pelestarian satwaliar. Kawasan hutan yang terdapat
di TNBBS merupakan wilayah yang penting sebagai habitat dari berbagai jenis
satwaliar termasuk reptil. Salah satu upaya untuk mendukung perlindungan dan
pelestarian satwaliar di kawasan TNBBS adalah dengan melakukan penelitian
mengenai satwaliar yang ada di kawasan tersebut.
Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman jenis dan sebaran ekologi
reptil yang terdapat di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
2. Mempelajari aspek biologi (reproduksi, seksual dimorfisme dan pakan)
Cyrtodactylus cf fumosus.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah untuk
mendukung kemajuan pengetahuan mengenai herpetofauna di Indonesia serta
keanekaragaman reptil khususnya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
TINJAUAN PUSTAKA
Reptil
Klasifikasi dan Sistematika
Reptil merupakan satwa bertulang belakang yang bersisik. Taksonomi reptil
menurut Goin, Goin dan Zug (1978) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudinata, yaitu kura-kura
Squamata, yaitu kadal, ular, dan amphisbaenia
Rhynchocephalia, yaitu tuatara
Crocodylia, yaitu buaya
Satwa reptil terdiri dari 48 famili, sekitar 905 genus dengan 6,547 spesies
(Halliday dan Adler, 2000). Jumlah ini terus berubah seiring dengan
berkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan jenis-jenis baru. Indonesia
memiliki tiga dari keempat ordo, yaitu Ordo Testudinata, Squamata dan
Crocodylia. Tuatara (Ordo Rhynchocephalia) merupakan reptil primitif yang
terdiri dari 1 jenis dan hanya terdapat di Selandia Baru (O’Shea dan Halliday,
2001).
Ordo Testudinata terdiri dari sekitar 260 jenis dari 75 genus dan 13 famili.
Testudinata mencakup jenis yang hidup di laut, perairan darat, maupun darat.
Testudinata mewakili sekitar 4% dari seluruh jenis reptil di dunia (Halliday dan
Adler, 2000).
Ordo Squamata dibagi lebih lanjut menjadi tiga sub-ordo, yaitu: Sauria
(Lacertilia) yang mencakup kadal; Amphisbaenia; dan Serpentes (Ophidia) yang
mencakup ular. Kadal merupakan kelompok terbesar dalam reptil. Kadal terdiri
dari 3.751 jenis dalam 383 genus dan 16 famili, atau 51% dari seluruh jenis reptil
(O’Shea dan Halliday, 2001; Halliday dan Adler, 2000). Amphisbaenia terdiri
dari 4 famili yang kemudian dibagi menjadi 21 genus dan 140 jenis, atau sekitar
2% dari seluruh reptil. Ular, atau Serpentes, terdiri dari 2,389 jenis dalam 471
genus dan 11 famili, atau sekitar 42% dari seluruh jenis reptil (Halliday dan Adler,
2000).
Buaya termasuk dalam ordo Crocodylia. Secara keseluruhan terdapat 22
jenis buaya dalam 8 genus dan 3 famili. Total jenis buaya di dunia sekitar 0,3%
dari seluruh jenis reptil (O’Shea dan Halliday, 2001; Halliday dan Adler, 2000).
Morfologi
Reptil memiliki kulit bersisik tanpa kelenjar, bulu, rambut atau kelenjar susu
seperti pada mamalia (Goin, Goin, dan Zug, 1978). Tidak seperti ikan, sisik reptil
tidak saling terpisah. Warna kulit beragam, dari warna yang menyerupai
lingkungannya sampai warna yang membuat reptil mudah terlihat. Semua reptil
tidak memiliki telinga eksternal (Halliday dan Adler, 2000). Pada sebagian besar
reptil terdapat perbedaan antara jantan dan betina yaitu pada ukuran dan bentuk,
maupun warna tubuh dewasa (Halliday dan Adler, 2000).
Ciri yang membedakan kura-kura dengan satwa lain adalah perisai yang
terdapat pada tubuh kura-kura. Perisai tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu
karapas yang menutupi punggung kura-kura dan plastron yang menutupi perut
kura-kura. Perisai ini terdiri dari sisik yang merupakan lapisan epidermis yang
termodifikasi. Ukuran kura-kura berkisar dari 11-185 cm (Halliday dan Adler,
2002).
Kadal memiliki beragam bentuk, ukuran dan warna. Sebagian besar
memiliki empat kaki, walaupun terdapat beberapa jenis yang tidak berkaki.
Ukuran Snout-Vent Length (SVL) kadal berkisar dari 1,5-145 cm, tetapi sebagian
besar berkisar antara 6-20 cm (Halliday dan Adler, 2000).
Ular adalah reptil yang tidak memiliki kaki, kelopak mata, atau telinga
eksternal. Seluruh tubuhnya tertutup oleh sisik (O’Shea dan Halliday, 2001).
Jumlah, bentuk dan penataan sisik ular dapat digunakan untuk mengidenifikasi
jenis ular (Mattison, 1992). Ukuran tubuh ular berkisar dari 10 mm sampai 10 m.
Ular terpanjang berasal dari famili Pythonidae. Sebagian besar ular berukuran
antara 45-200 cm, dan 10-20% dari panjang tersebut adalah panjang ekor
(Mattison, 1992).
Amphisbaenia yang juga disebut worm lizard adalah satwa dengan tubuh
panjang, silinderis dengan ekor yang pendek. Amphisbaenia tidak memiliki kaki,
kecuali pada marga Bipes yang memiliki sepasang kaki depan. Tubuh
Amphisbaenia ditutupi oleh sisik kecil yang teratur dalam cincin yang disebut
annuli (O’Shea dan Halliday, 2001).
Ordo Crocodylia adalah satwa dengan kulit tebal dan bersisik. Buaya
memiliki ekor yang besar dan rahang yang kuat. Mata dan lubang hidung buaya
terletak di bagian atas kepala sehingga mereka dapat melihat mangsa ketika
berada di air. Buaya memiliki jantung dan otak paling modern dibandingkan
dengan reptil lainnya. Ukuran buaya dapat mencapai 7,5 m (O’Shea dan Halliday,
2001; Hallidaydan Adler, 2000).
Perkembangbiakkan
Fertilisasi pada reptil terjadi secara internal. Sebagian besar reptil adalah
ovipar atau bertelur. Telur reptil bercangkang, berbeda dengan telur amfibi. Reptil
dengan jenis berbeda dapat bersifat ovipar maupun vivipar walaupun termasuk
dalam genus yang sama. Bahkan, sifat berbeda tersebut dapat ditemukan pada
jenis yang sama pada dua populasi berbeda (Goin, Goin, dan Zug, 1978).
Reptil betina meninggalkan telurnya untuk menetas dalam lubang buatan
atau di bawah lapisan tanah atau serasah. Betina dari beberapa jenis tertentu
diketahui untuk menjaga telurnya, seperti pada kadal Eumeces sp. dan ular python
(Goin, Goin dan Zug, 1978).
Pada kura-kura dan buaya, suhu inkubasi menentukan laju perkembangan
telur dan juga jenis kelamin. Semakin tinggi suhu inkubasi maka bayi yang
menetas akan berkelamin betina, dan berkelamin jantan pada suhu yang lebih
rendah. Suhu inkubasi berbeda pada setiap jenis (Halliday dan Adler, 2000).
Perilaku
Reptil adalah satwa ektotermal, yaitu mereka memerlukan sumber panas
eksternal untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Karena itu reptil sering
dijumpai berjemur di daerah terbuka, khususnya pada pagi hari. Reptil akan
berjemur sampai mencapai suhu badan yang dibutuhkan dan kemudian
bersembunyi atau melanjutkan kegiatannya (Halliday dan Adler, 2000).
Reptil memiliki berbagai perilaku pertahanan hidup. Ada beberapa jenis ular
yang berpura-pura mati jika merasa terancam. Beberapa jenis ular dan dua jenis
kadal dari genus Heloderma juga memiliki bisa untuk mempertahankan diri.
Beberapa jenis kadal, seperti Mabuya spp., melepaskan ekornya dalam perilaku
yang disebut caudal autotomy (O’Shea dan Halliday, 2001). Walaupun kura-kura
dikenal sebagai hewan yang lambat, penyu dapat berenang dengan kecepatan 32
km/jam (Goin, Goin dan Zug, 1978).
Sebagian besar reptil adalah karnivora, dengan pakan beragam dari serangga
sampai mamalia. Kura-kura air tawar cenderung bersifat omnivora, dan kura-kura
darat merupakan herbivora (O’Shea dan Halliday, 2001). Semua ular adalah
karnivora. Mereka mencari mangsa menggunakan lidahnya yang dapat
mendeteksi partikel-partikel kimia di udara. Beberapa jenis memiliki sensor panas
untuk mendeteksi keberadaan mangsa. Sebagian besar jenis ular membunuh
mangsa dengan melilitnya, dan jenis ular lainnya dengan bisanya. Ular berbisa
memiliki taring untuk mengeluarkan bisa pada mangsanya. Taring tersebut
terletak pada bagian belakang rahang atas atau pada bagian depan rahang (O’Shea
dan Halliday, 2001; Mattison, 1992).
Habitat
Sebagai satwa ektotermal, reptil tersebar pada berbagai macam habitat.
Jenis-jenis reptil dapat hidup di laut, perairan tawar, gurun, bahkan pegunungan.
Penyebaran reptil sangat dipengaruhi oleh cahaya matahari yang mencapai daerah
tersebut (Halliday dan Adler, 2000).
Satwa Testudines dibedakan menurut habitatnya. Penyu hidup di laut dan
hanya naik ke pantai untuk bertelur. Kura-kura dan labi-labi terdiri dari jenis
akuatik dan semi-akuatik yang hidup pada daerah perairan tawar. Baning atau
kura-kura darat hidup sepenuhnya di darat (Halliday dan Adler, 2000).
Kadal hidup pada berbagai habitat. Jenis terestrial hidup di pepohonan
maupun di dalam tanah. Jenis-jenis lain merupakan semi-akuatik (Halliday dan
Adler, 2000). Dengan kulit mereka yang impermeabel dan kemampuan untuk
menyimpan air, kadal juga dapat hidup di daerah gurun (Mattison, 1992).
Sebagian besar ular merupakan jenis terestrial, tetapi terdapat beberapa jenis
yang hidup di tanah. Jenis ular yang paling berbisa merupakan ular air yang hidup
di laut. Selain itu ada juga jenis ular yang hidup di air perairan tawar dan pada
pepohonan (Halliday dan Adler, 2000). Hutan tropis memiliki keanekaragaman
jenis ular yang lebih banyak dibandingkan dengan hutan temperat karena
penetrasi cahaya matahari dan suhu yang lebih rendah pada hutan temperat.
Daerah pegunungan dengan temperatur yang ekstrim bukan merupakan habitat
yang ideal untuk ular, tetapi seekor ular jenis Agkistrodon himalayanus pernah
ditemukan pada ketinggian 4.900 m dpl (Mattison, 1992).
Penyebaran
Penyebaran reptil di dunia dipengaruhi jumlah cahaya matahari pada daerah
tersebut. Jenis reptil yang terdapat di Indonesia berasal dari Ordo Testudinata,
Squamata (kadal dan ular), dan Crocodylia (Halliday dan Adler, 2000).
Testudinata tersebar di seluruh dunia di daerah tropis dan sub tropis. Kura-
kura terdapat di semua wilayah perairan laut (Halliday dan Adler, 2000). Di
Indonesia terdapat sekitar 39 jenis kura-kura, yang terdiri dari enam jenis penyu,
enam jenis labi-labi, dua jenis baning atau kura-kura darat, dan 25 jenis kura-kura
air tawar (Iskandar, 2000).
Ordo Sauria tersebar di Kanada Selatan sampai Tierra del Fuego, dari
Norwegia Utara sampai Selandia Baru, dan juga kepulauan di Laut Atlantik,
Pasifik dan Indian (Halliday dan Adler, 2000).
Ular tersebar di seluruh dunia kecuali daerah kutub, Islandia, Irlandia, dan
Selandia Baru. Ular tersebar di seluruh Indonesia, termasuk daerah lautan
(Halliday dan Adler, 2000). Ular laut tersebar pada bagian tropis Laut Pasific, laut
India, Indonesia sampai Australia Utara, dan Amerika Selatan (Mattison, 1992).
Buaya tersebar di benua Asia, Australia, Amerika dan Afrika.
Penyebarannya di Asia mencakup Indonesia sampai Cina dan India. Buaya juga
terdapat di bagian Utara Australia. Di Afrika buaya terdapat di bagian Tengah dan
Selatan, dan juga Amerika Selatan, Tengah, dan bagian Tenggara Amerika Serikat
(Halliday danAdler, 2000). Di Indonesia terdapat 6 jenis buaya yang terdiri dari 2
genus yaitu Crocodylus dan Tomistoma (Iskandar, 2000).
Cyrtodactylus cf fumosus
Taksonomi
Menurut De Rooij tahun 1915 terdapat tiga jenis Gymnodactylus (penamaan
lama Cyrtodactylus) di Sumatera yaitu Gymnodactylus marmoratus var
quadrilineatus (yang kemudian dirubah menjadi Cyrtodactylus quadrilineatus), C
lareralis dan C consobrinus. Namun kemudian ditemukan lagi jenis Cyrtodactylus
yang lain di Sumatera. Jenis yang baru ini memiliki warna yang berbeda dan
ukuran yang lebih kecil dari Cyrtodactylus lain yang terdapat di Sumatera.
Menurut Iskandar (pers comm, 2006) saat ini jenis tersebut belum dideskripsi,
namun karena jenis ini mirip dengan Cyrtodactylus fumosus yang terdapat di Jawa
dan Sulawesi maka disebut sebagai Cyrtodactylus cf fumosus.
Secara taksonomi Cyrtodactylus cf fumosus memiliki susunan sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Sub ordo : Sauria
Suku : Gekkonidae
Marga : Cyrtodactylus
Jenis : Cyrtodactylus cf fumosus (Iskandar pers comm, 2006)
Morfologi dan Penyebaran
Karena belum dideskripsi maka sangat sulit mendapatkan data dan
informasi mengenai keberadaan jenis ini selain bahwa jenis tersebut mirip dengan
Cyrtodactylus fumosus. Marga Cyrtodactylus umunya memiliki jari-jari yang
tidak bersalaput seperti jenis-jenis cicak yang lainnya. Cyrtodactylus fumosus
memiliki warna abu-abu, cokelat abu-abu atau cokelat kemerahan dengan titik-
titik hitam yang membentuk garis tak beraturan pada bagian atas tubuhnya,
terdapat coretan gelap mulai dari mata sampai ke bahu. Ekor dengan garis
berwarna gelap, pada ekor yang baru terdapat garis hitam yang memanjang.
Bagian bawah berwarna putih atau kecokelatan dengan titik-titik berwarna gelap.
Kepala ditutupi oleh sisik yang berbintil dengan bintil yang membesar pada
bagian moncong. Badan bagian atas ditutupi oleh sisik yang berbintil kecil yang
tersebar luas, bulat, rata, dan halus atau sedikit beralur. Ekor bulat, meruncing,
tertutupi oleh sisik-sisik kecil yang rata dan membesar dipermukaan bagian
bawah. Ukuran panjang kepala dan badan 71 mm, dan panjang ekor 77 mm
(Rooij, 1915).
Marga Cyrtodactylus tersebar luas di wilayah tropis mulai dari perbatasan
Mediterania, Asia selatan, Australia, pulau-pulau di Pasifik serta wilayah tropis
Amerika. Penyebaran Cyrtodactylus fumosus terdapat di Indonesia yaitu Sulawesi,
Halmahera dan Jawa (Rooij, 1915). Sedangkan Cyrtodactylus cf fumosus saat ini
diketahui hanya berada di wilayah Sumatera.
Perilaku Makan
Jenis-jenis cicak umumnya merupakan pemakan serangga (insektivora), dan
beberapa jenis artropoda yang cukup kecil untuk dimangsa. Beberapa jenis cicak
yang lebih besar dapat memangsa mamalia kecil, burung dan terutama jenis-jenis
kadal yang lain (Cogger dan Zweifel, 2003). Sebagian besar cicak bersifat
arboreal dan aktif mencari mangsa pada malam hari. Beberapa jenis cicak
memiliki kebiasaan memakan kulit yang mereka lepaskan (Halliday dan Adler,
2000).
Morfologi Organ Reproduksi (Gonad)
Gonad pada vertebrata memiliki dua fungsi, pertama untuk menghasilkan
sel gamet (telur dan sperma) yang kedua adalah sebagai kelenjar yang
memproduksi hormon-hormon yang penting untuk metabolisme dan
perkembangbiakan (Blum, 1985). Organ reproduksi utama pada kadal jantan
terdiri dari sepasang testis, epididymis, vas deferens dan hemipenis. Testis
berfungsi untuk menghasilkan sel kelamin jantan dan hormon seksual, sedangkan
epididymis berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan pematangan sperma. Vas
deferens atau spermiduct berfungsi untuk menyalurkan sperma yang telah matang
ke hemipenis katika terjadi kopulasi.
(a) (b)
Gambar 1. Organ reprodukasi pada lacerta (kadal) (Parker dan Haswell, 1962). (a) jantan dan (b) betina
Posisi testis sebelah kanan berada di belakang organ hati, sedangkan testis
sebelah kiri sedikit dibelakangnya. Masing-masing testis menempel pada dinding
tubuh oleh lipatan mesorchium. Epididymis memanjang dari bagian belakang
testis masuk ke dalam saluran vas deverens yang membuka pada bagian ujung
ureter (Parker dan Haswell, 1962).
Organ reproduksi utama pada betina terdiri dari sepasang ovarium dan
oviduct. Ovarium berfungsi untuk menghasilkan sel telur dan hormon seksual.
Sedangkan oviduct berfungsi saluran telur ketika akan dibuahi. Pada kadal
ovarium berbentuk lonjong dan posisinya lebih belakang dibandingkan testis.
Ovarium menempel pada dinding tubuh oleh lipatan mesovarium. Ketika akan
terjadi pembuahan telur keluar dari ovarium menuju rongga perut kemudian
masuk ke saluran oviduct (Parker dan Haswell, 1962).
Kematangan reproduksi dan Seksual dimorpisme
Blum (1986) menyatakan bahwa hewan vertebrata tidak dapat
berkembangbiak pada saat mereka baru menetas atau baru lahir. Umumnya
mereka harus melewati fase pertumbuhan tertentu sampai organ reproduksi
mereka bisa berfungsi dan karakteristik seksual sekunder mereka telah
berkembang. Seluruh proses mulai dari awal matangnya organ reproduksi sampai
menjadi mampu untuk berkembangbiak disebut pubertas.
Setiap jenis pada hewan vertebrata memiliki masa kematangan reproduksi
yang berbeda-beda. Kematangan seksual biasanya dicapai ketika individu telah
mencapai 10% dari masa hidupnya atau dengan kata lain masa hidup suatu jenis
adalah sepuluh kali dari usia ketika mencapai kematangan reproduksi. Secara
umum kematangan reproduksi dari suatu jenis dipengaruhi oleh rata-rata
pertumbuhan, cuaca, faktor sosial yang dipengaruhi oleh kepadatan populasi dan
ketersediaan pakan (Blum, 1986).
Reptil dapat berkembangbiak sebelum ukuran mereka mencapai maksimal.
Kematangan reproduksi pada beberapa jenis reptil tidak ditentukan oleh faktor
umur tetapi lebih ditentukan oleh ukuran tubuh (Goin, Goin dan Jug, 1978). Pada
jenis-jenis reptil ukuran tubuh lebih penting untuk mencapai masa pubertas
dibandingkan dengan umur (Blum, 1986).
Kematangan reproduksi antara reptil jantan dan betina sering kali berbeda
terutama dalam ukuran, bentuk, pewarnaan dan bentukan lainnya. Sebagian besar
perbedaan tersebut bersifat permanen walaupun perbedaan warna umumnya lebih
menonjol pada individu yang aktif secara seksual atau dalam masa kawin. Seksual
dimorphis terutama berkaitan dengan perilaku reproduksi dan juga modifikasi
struktural untuk membantu organ reproduksi (Goin, Goin dan Jug, 1978). Seksual
dimorphis disebabkan oleh proses deferensiasi seksual yang dipengaruhi oleh
hormon reproduksi, sehingga dampaknya terhadap perkembangan suatu individu
biasanya hanya dapat dilihat pada individu dewasa. (Norris dan Jones, 1987).
Umumnya setiap jenis menunjukan ciri-ciri tambahan yang khusus dimiliki
oleh jantan atau betina sehingga memperlihatkan karakteristik yang berbeda pada
masing-masing jenis kelamin. Beberapa sauria (kadal) memiliki tambahan
dibagian kepala, punggung dan leher. Perbedaan warna dan kelenjar tambahan
juga terdapat pada beberapa jenis reptil (Parker dan Haswell, 1962).
KONDISI UMUM
Sejarah dan Status
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) pada awalnya
merupakan suatu Suaka Margasatwa. Status ini diberikan karana kawasan tersebut
merupakan habitat untuk berbagai spesies satwaliar yang dilindungi. Dalam
Kongres Taman Nasional Sedunia III di Bali tanggal 14 Oktober 1982, kawasan
tersebut diresmikan sebagai Taman Nasional berdasarkan Pernyataan Menteri
Pertanian No.736/Mentan/X/1982 (BTNBBS, 1999).
Letak dan Luas
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) seluas 356.800 ha
membentang dari ujung Selatan Propinsi Bengkulu sampai ujung Selatan Propinsi
Lampung. Secara administratif TNBBS termasuk dalam Kabupaten Lampung
Barat dan Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung serta Kabupaten Bengkulu
Selatan, Propinsi Bengkulu. Secara geografis terletak pada 4029’ - 5057’ LS dan
103024’ - 104044’ BT (BTNBBS, 1999).
Kondisi Fisik
Menurut Schmidt dan Ferguson kawasan TNBBS memiliki tipe iklim A dan
B, sedangkan menurut Koppen kawasan ini termasuk dalam tipe iklim A. Dimana
musim hujan berlangsung dari November sampai dengan Mei, musim kemarau
berlangsung dari Juni sampai Agustus. Jumlah hari hujan di musim hujan rata-rata
10-16 hari per bulan. Curah hujan rata-rata berkisar antara 3000-3500 mm per
tahun (BTNBBS, 1999).
Topografi kawasan beragam dari datar, landai, bergelombang, berbukit-
bukit, curam dan bergunung-gunung. Ketinggian kawasan TNBBS berkisar dari 0
sampai 1964 m dpl. Puncak tertinggi adalah Gunung Palung di sebelah barat
Danau Ranau. Bagian timur kawasan memiliki kelerengan yang cukup curam
dibandingkan dengan bagian barat kawasan yang lebih landai. Bagian utara
kawasan memiliki kelerengan antara 20-80%, dan bagian selatan merupakan
daerah yang landai (BTNBBS, 1999).
Kawasan TNBBS terdiri dari Batuan Endapan (Miosin Bawah, Neogen,
Paleosik Tua, Aluvium), Batuan Vulkanik (Recent, Kuatener Tua, Andesit Tua,
Basa Intermediet) dan Batuan Plutohik (Batuan Asam). Tipe tanah yang terluas
adalah Batuan Vulkanik yang terdapat di bagian tengah dan utara kawasan.
Kawasan terdiri dari tipe tanah Alluvial, Rensina, Latosol, Podsolik merah kuning
dan dua jenis Andosol yang berbeda dalam bahan induknya. Jenis tanah dengan
penyebaran terluas adalah Podsolik merah kuning dengan sifatnya yang labil dan
rawan erosi (BTNBBS, 1999).
Kawasan TNBBS merupakan bagian hulu dari sungai-sungai yang akan
mengalir ke daerah permukiman dan pertanian di daerah hilir sehingga berperan
sangat penting sebagai daerah tangkapan air dan melindungi sistem tata air.
Sebagian besar dari sungai-sungai yang ada mengalir ke arah Barat dan bermuara
di Samudera Indonesia sementara sebagian lagi bermuara ke Teluk Semangka. Di
bagian ujung Selatan taman nasional terdapat danau yang dipisahkan hanya oleh
pasir pantai selebar puluhan meter yaitu Danau Menjukut (150 ha). Di bagian
tengah terdapat 4 danau berdekatan yaitu Danau Asam (160 ha), Danau Lebar (60
ha), Danau Minyak (10 ha) dan Danau Belibis (3 ha). Sementara bagian tenggara,
selatan dan barat TN dikelilingi oleh lautan yaitu perairan Teluk Semangka,
Tanjung Cina dan Samudera Indonesia (BTNBBS, 1999).
Kondisi Biologi
TNBBS memiliki berbagai tipe ekosistem yang mencakup tipe vegetasi
hutan mangrove, hutan pantai, sampai hutan pegunungan. Hutan pantai meliputi
3.568 ha, hutan hujan dataran rendah (0-500 m dpl) meliputi 160.560 ha, hutan
hujan bukit (500 – 1000 m dpl) 121.312 ha sementara untuk ketinggian di atas
1.000 m dpl terdiri dari hutan hujan pegunungan bawah seluas 60.656 ha dan
hutan hujan pegunungan tinggi 10.704 ha (BTNBBS, 1999).
Di kawasan TNBBS telah teridentifikasi 471 jenis pohon dan 98 jenis
tumbuhan bawah. Jenis yang mendominasi berasal dari famili Dipterocarpaceae,
Euphorbiaceae, Lauraceae, Myrtaceae, Fagaceae, Annonaceae, dan Meliaceae.
Tipe vegetasi utama dalam kawasan adalah hutan hujan tropis dengan jenis seperti
meranti (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), rotan (Callamus sp.), dan
temu-temuan (Zingiberaceae) (BTNBBS, 1999). Flora khas dari TNBBS adalah
bunga bangkai jangkung (Amorphophalus decussilvae), bunga bangkai raksasa (A.
titanum), dan anggrek raksasa/tebu (Grammatophylum speciosum).
Dalam kawasan TNBBS satwaliar yang telah teridentifikasi sebanyak 716
jenis. Data keanekaragaman satwaliar di TNBBS disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Keanekaragaman satwaliar di TNBBS No. Satwa Jumlah jenis 1. Primata 7 2. Mamalia 115 3. Aves 450 4. Herpet 91 5. Ikan 53
Sumber: BTNBBS
Jenis primata yang terdapat dalam kawasan termasuk ungko (Hylobates
agilis) dan siamang (Hylobates syndactylus). Jenis mamalia besar yang terdapat
dalam TNBBS adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah
(Elephas maximus), beruang madu (Helarctos malayanus), badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis), macan tutul (Panthera pardus), dan kerbau liar
(Bubalus bubalis). Jenis mamalia lainnya yang hidup dalam kawasan meliputi
babi (Sus sp.), kijang (Muntiacus muntjak), tapir (Tapirus indicus), kambing hutan
(Nemorhaedus sumatrensis), kancil (Tragulus javanicus), ajag (Cuon alpinus),
landak (Hystrix brachyura), kucing hutan (Felis bengalensis), dan trenggiling
(Manis javanicus) (BTNBBS, 1999).
Jenis aves yang terdapat di TNBBS antara lain adalah rangkong (Buceros
sp), dara laut (Sterna sp), raja udang (Halcyon sp), kuntul (Egretta sp), bangau
tongtong (Leptotiles javanicus), kuau (Argusianus argus), julang (Aceros
undulatus). Jenis reptil yang hidup dalam kawasan antara lain biawak (Varanus
salvator) dan ular sanca (Python reticulatus). Penyu sisik (Eretmochelys
imbricata) dan penyu belimbing (Dermochelys coriaceae) dapat dijumpai
sepanjang pantai Selatan dan Barat (BTNBBS, 1999).
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)
dan di Laboratorium Ekologi Satwaliar bagian Herpetofauna Fahutan IPB.
Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 3 bulan (Agustus-September dan
November-Januari 2005) di 5 lokasi Way Canguk, Kubu Perahu, Way Sepunti,
Linau dan Ranau. Identifikasi dan analisis laboratorium dilakukan pada bulan
Februari sampai April 2006.
Sumber: pplh.ipb Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi,
1. Pembuatan transek dan plot pengamatan yaitu peta penutupan lahan TNBBS,
GPS, kompas, meteran dan pita.
2. Pengamatan dan identifikasi satwa yaitu headlamp, penangkap ular, bubu,
kantong spesimen, spidol permanen, jam, kaliper, timbangan PESOLA (5-
5000g), alkohol 70%, formalin 4%, alat suntik, tabung spesimen, buku
identifikasi reptil dan kamera digital.
3. Analisis Pakan dan Reproduksi yaitu gunting dan pisau bedah, tabung film,
pinset, alkohol 70 %, mikroskop, buku identifikasi seranggga, kaliper dan
kamera digital.
4. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan PC dengan software SPSS
11 for windows.
Jenis Data
Data primer
1. Keanekaragaman jenis reptil
Jenis reptil yang diamati melalui perjumpaan langsung, parameter yang
dicatat mencakup (1) nama jenis, (2) jumlah individu tiap jenis, (3) jenis kelamin,
(4) bobot tubuh, (5) panjang tubuh/svl, (6) panjang ekor, (7) waktu perjumpaan,
(8) aktivitas, (9) posisi vertikal dan horizontal dan (10) substrat saat ditemukan.
2. Habitat
Paremeter yang diamati meliputi (1) % penutupan tajuk, (2) suhu udara, (3)
ketinggian tempat, (4) kondisi fisik sungai.
3. Komposisi pakan Cyrtodactylus cf fumosus
Komposisi pakan yang diamati mencakup (1) jenis pakan pada tingkat ordo,
(2) jumlah masing-masing pakan dan (3) frekuensi pakan.
4. Biologi reproduksi
Aspek biologi yang diamati mencakup (1) morfologi organ reproduksi, (2)
panjang testis, (3)jumlah telur dan (4) panjang telur.
5. Seksual dimorfisme Cyrtodactylus cf fumosus
Pendugaan seksual dimorfisme dilakukan pada paremeter (1) panjang tubuh,
(2) panjang tungkai belakang, (3) panjang kepala, (4) lebar kepala dan (5) Jarak
antar tungkai.
Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang menunjang kegiatan penelitian berupa
kondisi umum lokasi penelitian serta pustaka mengenai jenis-jenis reptil yang
pernah ditemukan dalam penelitian sebelumnya di Sumatera.
Pengumpulan Data
Keanekaragaman Reptil
Pengumpulan data keanekaragaman dilakukan pada 5 lokasi dengan
ketinggian yang berbeda, yaitu Way Canguk (ketinggian 50 mdpl), Kubu Perahu
(400 mdpl), Way Sepunti (700 mdpl), Linau (900 mdpl) dan Ranau (1200 mdpl).
Pada setiap lokasi tersebut dibuat dua titik pengamatan masing-masing pada areal
hutan yang tidak terganggu dan pada areal yang terganggu. Metode pengumpulan
data menggunakan Visual Encounter Survey dengan desain plot berupa
jalur/transek (Heyer et al., 1994), jalur pengamatan yang dibuat pada setiap lokasi
berupa :
a. Jalur pengamatan pada habitat terestrial sepanjang 800 m
b. Jalur pengamatan pada habitat akuatik (sungai) sepanjang 400 m
b. Pemasangan perangkap (trap) untuk kura-kura pada jalur sungai
Tahapan pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
Penentuan lokasi pengamatan dan pembuatan jalur (transek) dilakukan
berdasarkan peta penutupan lahan TN BBS. Pembuatan jalur dilakukan dengan
menggunakan kompas dan meteran, pada setiap 50 m jalur pengamatan diberi
tanda dengan menggunakan pita. Sebelum dilakukan pengamatan terlebih dahulu
dilakukan pengambilan koordinat dan ketinggian lokasi dengan menggunakan
GPS serta pengukuran kondisi fisik sungai pada jalur pengamatan sungai.
2. Pengamatan
Pengamatan reptil dilakukan pada siang dan malam hari. Pengamatan siang
hari dimulai ketika cahaya matahari mencapai permukaan tanah, yaitu antara
pukul 07.00 atau 08.00 sampai dengan pukul 11.00 WIB. Setelah itu dilanjutkan
dengan pengamatan malam antara pukul 19.00 sampai 23.00 WIB. Pengamatan
dilakukan disepanjang jalur pengamatan tetapi lebih di fokuskan pada tempat-
tempat yang diperkirakan sebagai sarang atau persembunyian reptil seperti tepi
sungai, bekas kubangan, lubang pohon, dibawah kayu lapuk, dibawah batu,
dibawah serasah, celah-celah akar dan kulit pohon seta pada semak dan pohon
yang masih berdiri. Untuk pengamatan kura-kura air tawar dan labi-labi
menggunakan tongkat kayu dengan cara menyodok-nyodokan ujung tokat tersebut
pada bagian anak sungai yang rimbun dan pada dasar sungai yang berpasir
(riyanto dan Mumpuni, 2003). Masing-masing pengamatan dilakukan dengan 3
(tiga) kali ulangan. Selain pengamatan di dalam jalur juga dilakukan pencatatan
terhadap jenis-jenis yang ditemukan diluar jalur pengamatan.
Disamping pengamatan disepanjang jalur juga dilakukan pemasangan
perangkap pada jalur sungai. Perangkap yang digunakan berupa bubu (hoop trap)
yang diberi umpan dan diletakan pada permukaan air dengan posisi 1/3 bagiannya
berada diatas permukaan air (Bennett, 1999). Pengecekan perangkap dilakukan
secara reguler untuk mencegah kematian satwa.
Semua reptil yang berhasil ditangkap dimasukkan ke dalam kantong
spesimen untuk kemudian diidentifikasi dan diukur. Data yang dicatat pada
kantong ketika perjumpaan meliputi adalah waktu, aktivitas, lokasi, substrat. Pada
reptil yang tidak berhasil ditangkap namun dapat teridentifikasi jenisnya tetap
dilakukan pencatatan data.
3. Preservasi
Untuk keperluan identifikasi jenis akan dilakukan preservasi terhadap
beberapa spesimen, khususnya jenis yang belum dapat diidentifikasi di lapangan.
Spesimen disuntik dengan formalin 4% kemudian diawetkan dalam alkohol 70%
dan disimpan dalam tabung spesimen serta diberikan label. Koleksi spesies yang
telah dipreservasi diidentifikasi lebih lanjut di Laboratorium Herpetofauna
Balitbang Zoologi Puslitbang Biologi – LIPI Cibinong, Bogor.
Sampel Cyrtodactylus cf fumosus
Sampel Cyrtodactylus cf fumosus diambil dari lokasi Way Canguk sebanyak
30 individu yang terdiri dari 14 jantan dan 16 betina. Seluruh sampel tersebut
kemudian dipreservasi dengan menggunakan larutan alkohol 70% untuk
dilakukan analisis lebih lanjut di laboratorium. Data-data yang diambil sebelum
dilakukan preservasi terhadap sampel yaitu, posisi saat perjumpaan(ketinggian
dari permukaan tanah), substrat, aktifitas, jenis kelamin, panjang tubuh (mm) dan
berat (gram).
Habitat
Pengukuran kondisi habitat dilakukan pada jalur pengamatan, meliputi :
1. Persen penutupan tajuk : diukur pada setiap 200 m jalur pengamatan dengan
menggunakan densiometer.
2. Suhu udara : Pengukuran dengan menggunakan termometer dilakukan pada
setiap awal dan akhir pengamatan siang dan malam hari.
Komposisi pakan dan Reproduksi Cyrtodactylus cf fumosus
Pengambilan data pakan dilakukan melalui pembedahan terhadap sampel
yang telah diawetkan kemudian memindahkan kandungan pakan yang terdapat
pada lambung ke dalam tabung film yang berisi larutan alkohol 70%. Kandungan
pakan tersebut selanjutnya diidentifikasi dengn menggunakan kaca pembesar (lup)
atau mikroskop. Sedangkan untuk reproduksi dilakukan pengukuran dengan
menggunakan kaliper terhadap masing-masing organ reproduksi (testis pada
jantan dan telur pada betina)
Seksual dimorfisme Cyrtodactylus cf fumosus
Pengukuran seksual dimorfisme dilakukan pada 30 sampel C. cf fumosus
dengan menggunakan kaliper. Bagian yang diukur meliputi panjang tubuh (svl)
yaitu mulai dari ujung moncong sampai lubang kloaka, panjang kepala (svl),
mulai dari ujung moncong sampai batas tulang tengkorak. Lebar kepala (lk), yaitu
lebar kepala pada posisi di belakang mata. Tungkai belakang (tb), mulai dari
pangkal tungkai sampai pada sela-sela jari pertama. Jarak antar tungkai (jt), yaitu
jarak antara pangkal tungkai depan sampai pangkal tungkai belakang.
Analisis Data
Habitat
Data habitat dianalisis secara deskriptif berdasarkan kondisi di lapangan,
dan disajikan dalam bentuk tabel.
Kelimpahan jenis reptil
Untuk mengetahui kelimpahan jenis digunakan Indeks Shannon-Wiener.
Nilai ini kemudian akan digunakan untuk membandingkan keanekaragaman jenis
berdasarkan habitat.
Nnln
NnH' ii ×−= ∑
Keterangan :
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ni : Jumlah individu jenis ke-i N : Jumlah individu seluruh jenis
Kemerataan jenis
Untuk mengetahui derajat kemerataan jenis pada lokasi penelitian
digunakan indeks sebagai berikut.
Sln'HE =
Keterangan :
E : Indeks kemerataan jenis H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener S : Jumlah jenis yang ditemukan
Kesamaan jenis
Indeks kesamaan jenis digunakan untuk mengetahui kesamaan antar lokasi
pengamatan berdasarkan jenis reptil yang ditemukan dengan menggunakan Indeks
Similaritas Komunitas Jaccard.
cSS
cSj ++=
21
Keterangan :
Sj : Indeks Similaritas Jaccard
C : Jumlah jenis yang ada bersamaan di kedua lokasi
S1 : Jumlah jenis yang ada di lokasi A saja, tidak ada di lokasi B
S2 : Jumlah jenis yang ada di lokasi B saja, tidak ada di lokasi A
Komposisi pakan
Analisi komposisi pakan dilakukan dengan menghitung jumlah jenis pakan
yang dimangsa serta frekuensi masing-masing jenis mangsa.
100%qiPi N
=
Keterangan :
Pi : Jenis pakan ke-i (%)
N : Jumlah seluruh pakan
qi : Jumlah jenis pakan ke- i
Anatomi organ reproduksi
Karakteristik anatomi ogran reproduksi dilakukan dengan mengukur
panjang testis pada dan jantan dan jumlah serta panjang telur pada betina.pada C.
cf fumosus dijelaskan secara deskriptif.
Hubungan antara Gonad dengan panjang tubuh
Analisis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara panjang gonad,
(testis pada jantan dan sel telur pada betina) dengan panjang tubuh (svl). Untuk
mengetahui hubungan tersebut dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan
uji korelasi pada selang kepercayaan 95% dan 99% dengan hipotesis :
H0 : tidak ada korelasi antara panjang tubuh dengan panjang testis (pada jantan)
atau panjang telur (pada betina) (P = 0).
H1 : ada korelasi antara panjang tubuh dengan panjang testis (pada jantan) atau
panjang telur (panjang telur) (P ≠ 0)
Persamaan yang digunakan Larsen dan Marx (1990) :
2 22 2
i i i i
i i i i
n x y x y
r
n x x n y y
⎛ ⎞⎛ ⎞⎜ ⎟⎜ ⎟−⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠⎝ ⎠=
⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎛ ⎞⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎜ ⎟− −⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎣ ⎦ ⎣ ⎦
∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑
22
1
n rtr
−=
−
Keterangan :
r : koefisien korelasi contoh n : jumlah unit contoh x : panjang tubuh (svl) y : panjang testis (jantan) atau panjang telur (betina)
Pada taraf kepercayaan sebesar α, tolak H0 jika :
a). t ≤ -tα/2, n-2 atau b). t ≥ tα/2, n-2
Seksual dimorfisme
Analisis seksual dimorfisme dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis
kelamin terhadap ukuran panjang tubuh (svl), panjang kepala (pk), lebar kepala
(lk), panjang tungkai belakang (pt) serta jarak antar tungkai (jt). Analisis ini
dilakukan dengan membandingkan rata-rata setiap variabel pengukuran antara
jantan dan betina menggunakan uji t-student untuk dua sampel yang saling bebas
pada selang kepercayaan 95% dan 99% dengan hipotesis :
H0 : Tidak ada perbedaan antara rata-rata ukuran tubuh (svl, pk, lk, pt atau jt)
jantan dan betina
H1 : Ada perbedaan antara rata-rata ukuran tubuh (svl, pk, lk, pt atau jt) jantan dan
betina
Pada taraf kepercayaan sebesar α, tolak H0 jika :
a). t ≤ -tα/2, n+m-2 atau b). t ≥ tα/2, n+m-2
Persamaan yang digunakan berdasarkan Larsen dan Marx (1990) :
1 1x yt
S pn m
−=
+
2 2
1 12 2
1 12
n m
i in mi i
i ii i
x y
x yn m
Spn m
= =
= =
⎛ ⎞ ⎛ ⎞⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠− + −
=+ −
∑ ∑∑ ∑
Keterangan :
x : rata-rata ukuran tubuh jantan y : rata-rata ukuran tubuh betina
n : jumlah unit contoh jantan m : jumlah unit contoh betina Sp : simpangan baku
HASIL DAN PEMBAHASAN
Reptil
Kondisi Habitat di Lokasi Penelitian
Secara umum lokasi penelitian merupakan wilayah hutan tropis mulai dari
dataran rendah (50 mdpl) sampai pegunungan pada ketinggian 1200 mdpl. Namun
karena adanya kerusakan hutan akibat aktivitas manusia membuat sebagian hutan
di kawasan ini berubah menjadi areal perladangan dan sawah. Dengan
mempertimbangkan kondisi tersebut maka dalam penelitian ini lokasi pengamatan
dibedakan berdasarkan ketinggian dan tipe penutupan lahan, dimana pada setiap
ketinggian dibuat dua jalur pengamatan yaitu pada hutan yang tidak terganggu
(primer) dan pada hutan yang terganggu atau areal bukan hutan (sekunder).
Tabel 2. Kondisi habitat di lokasi penelitian
No Jalur pengamatan Ketinggian (m dpl)
Penutupan Tajuk (%)
Tipe habitat suhu rata-rata
topografi siang malam
1 Way Canguk Primer 50 96,43 hutan dataran rendah 25,78 24,94 datar
2 Way Canguk Sekunder 50 89,43 hutan terbakar 26,05 24,82 datar
3 Kubu Perahu Primer 700 95,28 hutan dataran rendah 21,65 21,53 sedang
4 Kubu Perahu Sekunder 700 34,60 sawah dan perladangan 26,64 21,95 sedang
5 Way Sepuntih Primer 900 95,96 hutan dataran rendah 22,85 21,32 berbukit
6 Way Sepuntih Sekunder 600 79,80 sawah dan perladangan 24,34 22 sedang
7 Linau Primer 500 64,58 hutan dataran rendah 24,12 20,57 berbukit 8 Linau Sekunder 400 52,53 perladangan 26,74 21,76 sedang 9 Ranau Primer 1400 90,31 hutan pegunungan 20,8 19,22 berbukit 10 Ranau Sekunder 1200 64,36 perladangan 20,4 18,51 berbukit
Tipe habitat pada jalur pengamatan primer umumnya merupakan areal hutan
primer yang memiliki penutupan tajuk yang rapat dengan penutupan tajuk
berkisar antara 65% sampai 96%. Kondisi topografi bervariasi dipengaruhi oleh
ketinggian pada masing-masing lokasi. Di lokasi yang berada di dataran rendah
seperti Way Canguk topografi relatif datar sedangkan di lokasi yang lebih tinggi
seperti Kubu perahu dan Linau kondisi topografi relatif lebih bergelombang.
Ranau yang berada ketinggian diatas 100 mdpl memiliki topografi yang berbukit.
Tipe penutupan lahan pada jalur pengamatan sekunder lebih beragam seperti
hutan bekas terbakar, sawah dan perladangan. Areal hutan terbakar berada di
lokasi way Canguk, areal tersebut sebenarnya hutan primer namun pernah
mengalami kebakaran sehingga kondisi tajuknya menjadi lebih terbuka. Areal
persawahan berada di lokasi Way Sepunti dan Kubu Perahu, sedangkan jalur
pengamatan sekunder di lokasi Ranau dan Linau didominasi oleh perladangan
kopi. Dengan kondisi lahan tersebut penutupan jatuk di jalur pengamatan
sekunder umumnya lebih rendah yaitu antara 34-89%.
Kondisi penutupan tajuk yang berbeda berpengaruh terhadap kondisi iklim
mikro pada masing-masing lokasi. Suhu rata-rata pada jalur pengamatan sekunder
umumnya lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata pada jalur pengamatan primer.
Pada siang hari suhu rata-rata di jalur pengamatan primer antara 20,08-25,78°C
sedangkan pada malam hari berkisar antara 19,22-24,94°C. Di jalur pengamatan
sekunder suhu pada siang hari berkisar antara 20,4°C sampai 26,64°C dan pada
malam hari antara 18,51-24,82°C. Selain oleh penutupan tajuk suhu lingkungan
juga dipengaruhi oleh ketinggian dan kondisi cuaca selama pengamatan, seperti
yang terjadi pada lokasi pengamatan Ranau. Di lokasi ini suhu di jalur
pengamatan sekunder lebih rendah dari suhu di jalur pengamatan primer, hal ini
disebabkan karena selama pengamatan di jalur sekunder hampir selalu terjadi
hujan sehingga suhunya menjadi lebih rendah.
Gambar 3. Kondisi vegetasi pada jalur pengamatan primer (a) jalur pengamatan darat (b) jalur pengamatan sungai
(a) (b)
Gambar 4. Kondisi vegetasi pada jalur pengamatan sekunder (a) jalur pengamatan darat (b) jalur pengamatan sungai
Penemuan dan Penyebaran Reptil
Selama pengamatan di lokasi penelitian ditemukan sebanyak 51 jenis reptil
yang termasuk dalam 14 suku dan 3 sub ordo, yaitu ophidia (bangsa ular)
sebanyak 24 jenis, sauria (kadal) 24 jenis dan testudinata (kura-kura) sebanyak 3
jenis. Dari jumlah tersebut satu jenis diantaranya merupakan catatan baru (new
record) untuk wilayah Sumatera, yaitu Draco taeniopterus yang sebelumnya
hanya diketahui tersebar di wilayah Thailand dan Kamboja (Cox et al., 1998)
serta Kalimantan (Rooij, 1915). Selain itu tiga jenis yang ditemukan merupakan
endemik Sumatera, yaitu Gonocephalus klosi, Draco sumatranus dan
Cyrtodactylus cf fumosus.
Komposisi jenis yang ditemukan pada penelitian ini relatif tinggi
dibandingkan dengan penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya oleh
Sudrajat (2001) di Sumatera Selatan sebanyak 30 jenis dan HIMAKOVA (2004)
di daerah Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sebanyak 13 jenis.
Daftar jenis-jenis reptil yang ditemukan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel
3.
(a) (b)
Tabel 3 . Daftar jenis reptil yang ditemukan di lokasi penelitian
Spesies Kubu Perahu Linau Way Sepunti Ranau Way canguk
p s p s p s p s p s
Draco melanopogon 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Draco volans 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Draco fimbriatus 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Draco taeniopterus 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
Draco sumatranus 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Broncochella cristatella 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0
Gonocephalus chameleontinus 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0
Gonocephalus klosi 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
Calotes sp 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
Pseudocalotes tympanistriga 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
Varanus rudicollis 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Varanus salvator 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Mabuya multifasciata 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
Mabuya rudis 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0
Mabuya rugifera 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Lipinia vitigera 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Dasia olivacea 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Taxydromus sexlineatus 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Gecko smithi 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Gecko monarcus 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Cyrtodactylus quadrilineatus 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0
Cyrtodactylus cf fumosus 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1
Ptycozoon kuhli 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
Typhlops lineatus 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Xenopeltis unicolor 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1
Python reticulatus 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Trimeresurus puniceus 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0
Trimeresurus sumatranus 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Trimeresurus hageni 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Bungarus candidus 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Rhabdophis crysargus 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0
Xenochrophis trianguligera 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0
Liopeltis baliodera 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Calamaria schlegeli 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
Homalopsis buccata 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Psammodynastes pulverulentus 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Elaphe flaviolineata 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Gonyosoma oxycephalum 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ptyas korros 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0
Lycodon subcinctus 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
Ahaetulla prasina 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
Dendrelaphis caudolineatus 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Boiga drapiezii 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Boiga jaspidea 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0
Boiga nigriceps 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Pareas vertebralis 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
Pareas laevis 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Pareas malaccanus 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Manouria emys 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Dogania subplana 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0
Heosemys spinosa 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0
jumlah 8 9 14 7 5 11 5 9 19 6 Keterangan : p = primer s = sekunder
Jenis-jenis reptil yang ditemukan sebagian besar memiliki penyebaran yang
spesifik. Sebanyak 30 jenis reptil hanya dijumpai pada satu lokasi saja. Hal ini
disebabkan karena jenis-jenis reptil memiliki kepadatan yang rendah sehingga
sulit untuk dijumpai. Penyebaran reptil paling luas adalah jenis Mabuya
multifasciata yang tercatat di sembilan lokasi pengamatan serta M. rudis yang
tercatat di tujuh lokasi pengamatan. Selain memiliki kepadatan yang cukup tinggi,
kedua jenis tersebut memiliki rentang habitat dan juga kemampuan adaptasi yang
cukup tinggi sehingga dapat ditemukan pada berbagai ketinggian dan kondisi
habitat yang berbeda.
Secara keseluruhan jenis reptil yang ditemukan pada habitat tidak terganggu
sebanyak 32 jenis relatif seimbang dengan jumlah reptil yang ditemukan pada
habitat terganggu sebanyak 31 jenis, namun jenis-jenis yang ditemukan pada
kedua tipe habitat tersebut umumnya berbeda. Reptil yang ditemukan pada habitat
terganggu terutama reptil yang aktif pada siang hari karena pada daerah yang
terbuka mereka lebih mudah untuk mendapatkan mangsa. Selain itu reptil
membutuhkan cahaya matahari sebagai sumber energi untuk memulai aktivitasnya
pada pagi hari. Sedangkan reptil yang ditemukan pada habitat yang tidak
terganggu umumnya merupakan reptil arboreal seperti Varanus rudicollis,
Ptycozoon kuhli serta Gecko smithi yang memerlukan kondisi vegetasi yang
cukup baik serta reptil yang memerlukan kelembaban yang cukup tinggi seperti
Manouria emys, Cyrtodactylus quadrilinetus serta Boiga spp.
Selain kondisi habitat, perbedaan ketinggian berpengaruh juga terhadap
keanekaragaman jenis reptil. Primack et. al (1998) mengatakan bahwa komposisi
komunitas dan keanekaragaman jenis lebih tinggi pada dataran rendah daripada
dataran tinggi dan kelimpahan jenis semakin berkurang dengan bertambahnya
ketinggian. Namun berdasarkan nilai keanekaragaman yang diperoleh dalam
penelitian ini diketahui bahwa ketinggian tempat tidak berpengaruh
keanekaragaman jenis reptil. Gambar 5. memperlihatkan bahwa setiap lokasi
memiliki nilai keanekaragaman jenis yang relatif sama. Hal ini disebabkan reptil
yang ditemukan umumnya memiliki penyebaran yang spesifik sehingga jenis-
jenis yang ditemukan di dataran tinggi belum tentu ditemukan di dataran rendah
dan sebaliknya. Kemungkinan lain adalah tingkat ketinggian di lokasi penelitian
tidak jauh berbeda sehingga tidak terlihat adanya pengaruh ketinggian terhadap
nilai keanekaragaman jenis reptil.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
way canguk(50)
linau (450-550)
kubu perahu(550-700)
way sepunti(550-950)
ranau (1200-1400)
ketinggian lokasi (m dpl)
nila
i ind
ek H'E
Gambar 5. Indek kelimpahan dan indek kemerataan pada masing-masing
ketinggian.
Namun nilai keanekaragaman yang diperoleh dalam penelitian ini
kemungkinan memiliki bias yang disebabkan oleh faktor musim dan jumlah hari
pengamatan. Penelitian ini dilakukan pada saat musim hujan (September –
Januari) sehingga jenis-jenis tertentu kemungkinan tidak ditemukan pada saat
pengamatan karena pada musim hujan mereka lebih banyak beristirahat atau
bersembunyi. Selain itu gambar 6. memperlihatkan bahwa jenis reptil yang
ditemukan sampai hari pengamatan terakhir grafiknya masih terus meningkat
sehingga jika pada masing-masing lokasi jumlah hari pengamatan ditambah
kemungkinan besar komposisi jenis yang ditemukan akan berubah dan nilai
keanekaragaman yang diperoleh akan berbeda.
0
10
20
30
40
50
60
6 12 18 24 30 36 42 48 54 60
Jumlah hari pengamatan
Jum
lah
jeni
s ya
ng d
item
ukan
Gambar 6. Grafik penambahan jumlah jenis reptil yang ditemukan berdasarkan jumlah hari pengamatan
Pola Aktivitas dan Sebaran Ekologis
Semua makhluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungan mereka.
Mattison (1992) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi
hubungan makhluk hidup dengan lingkungannya, yaitu faktor fisik (panas, cahaya
matahari dan kelembaban) dan faktor biologi (pemangsaan, suplai makanan dan
kompetisi).
Setiap jenis akan memberikan respon yang berbeda terhadap setiap faktor
yang mempengaruhinya dan hal tersebut akan menimbulkan adanya perbedaan
pola aktivitas pada makhluk hidup termasuk reptil. Berdasarkan pengamatan
dilapangan terlihat bahwa masing-masing jenis reptil memiliki pola aktivitas
tersendiri, sebagian reptil aktif pada siang hari atau bersifat diurnal dan sebagian
lainnya aktif pada malam hari (nokturnal).
Sebaran ekologis berkaitan pola dengan penggunaan ruang oleh suatu jenis
di dalam suatu ekosistem. Suatu ekosistem melingkupi suatu volume dimana
didalamnya terdapat variasi distribusi individu. Individu-individu dalam masing-
masing populasi cenderung untuk menguasai posisi yang khusus dalam ruang
(McNaughton dan Wolf, 1990). Penggunaan ruang erat hubungannya dengan
pemanfaatan sumber-sumber daya oleh jenis tersebut.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa beberapa jenis reptil memiliki pola
penggunaan ruang yang dipengaruhi oleh pola aktivitas. Jenis-jenis arboreal yang
aktif pada malam hari seperti Trimeresurus, Boiga, Psammodynastes dan Pareas
sering ditemukan pada cabang atau ranting pohon terutama pada malam hari
ketika mereka aktif mencari mangsa (Gambar 7), namun pada siang hari mereka
lebih suka bersembunyi di permukaan tanah atau pada lapisan serasah untuk
menghindari pemangsa. Varanus rudicollis yang aktif pada siang hari memiliki
pola yang berbeda yaitu, pada siang hari mereka lebih sering berada di sekitar
perairan (sungai) untuk mencari mangsa dan pada malam hari mereka beristirahat
di atas pohon.
Gambar 7. Psammodynastes sedang mencari mangsa
Reptil arboreal lainnya yang aktif pada siang hari seperti Ahaetulla,
Dendrelaphis, Dasia olivacea dan jenis-jenis dari suku Agamidae (bunglon) lebih
cenderung memiliki penggunaan ruang yang tetap. Mereka aktif mencari mangsa
di atas ranting pohon atau semak-semak pada siang hari dan pada malam hari
mereka bersembunyi pada batang-batang pohon atau diantara dedaunan. Tetapi
jenis-jenis ini memiliki pola penggunaan ruang yang berubah pada musim
berbiak, dimana mereka turun ke permukaan tanah untuk menyimpan telur dan
sebagian menjaganya (Gambar 8).
Gambar 8. Gonocephalus chameleontinus meletakan telurnya pada permukaan tanah
Reptil yang hidup pada permukaan tanah (terestrial) juga memiliki pola
penggunaan ruang yang cenderung tetap. Beberapa jenis bersarang atau
berlindung di lubang-lubang tanah, celah-celah batu atau diantara banir kayu
seperti Mabuya, Xenopeltis unicolor dan Lycodon subcinctus (Gambar 9). Jenis
Typhlops lineatus dan Calamaria shclegeli bahkan diketahui lebih banyak
melakukan aktivitasnya di dalam tanah atau di bawah permukaan serasah, mereka
menggali tanah untuk mencari mangsa seperti larva serangga dan cacing tanah
(Cox, 1998). Sebagian reptil terestrial aktif pada siang hari dan sebagian lainnya
aktif pada malam hari.
Gambar 9. Sarang ular pada lubang tanah
Beberapa reptil lainnya hidup pada lingkungan akuatik. Dogania subplana
hidup di sungai-sungai dan biasanya bersembunyi di dasar-dasar sungai yang
berpasir. Mereka keluar pada malam hari untuk mencari mangsa seperti ikan dan
kerang, sedangkan pada siang hari mengubur diri di dalam pasir di dasar sungai.
Jenis-jenis lainnya seperti Varanus, Xenochrophis, dan Homalopsis hanya
melakukan sebagian aktivitasnya di dalam air terutama ketika mencari mangsa.
Berdasarkan sebaran ekologisnya, jenis-jenis yang ditemukan selama
pengamatan dapat dikelompokan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Akuatik, jenis ini tidak pernah meninggalkan badan air yaitu Dogania
subplana.
2. Semi akuatik, sebagian aktivitasnya dilakukan pada badan perairan yaitu
Heosemys spinosa, Varanus salvator, Varanus rudicollis, Homalopsis buccata
dan Xenochrophis trianguligera.
3. Fussorial, lebih sering berada di lubang-lubang tanah, yaitu Typhlops lineatus
dan Calamaria schlegeli.
4. Terrestrial, hampir seluruh aktivitasnya dilakukan pada permukaan tanah,
yaitu Manouria emys, Lycodon subcinctus, Ptyas korros, Elaphe flaviolineata,
Xenopeltis unicolor, Rhabdophis crysargos, Liopeltis baliodeira, Bungarus
candidus, Mabuya multifasciata, Mabuya rudis dan Mabuya rugifera.
5. Semi arboreal, sebagian aktivitasnya dilakukan di atas pohon atau vegetasi
lainnya, yaitu Boiga drapiezii, Boiga jaspidea, Boiga nigriceps, Trimeresurus
hageni, Trimeresurus puniceus, Trimeresurus sumatranus, Python reticulatus,
Pareas malaccanus, Pareas vertebralis, Pareas laevis, Gonyosoma
oxycephalum dan Taxydromus sexlineatus.
6. Arboreal, hampir seluruh aktivitasnya dilakukan di atas pohon atau vegetasi,
yaitu Cyrtodactylus quadrilineatus, Cyrtodactylus cf fumosus, Gekko smithi,
Gekko monarchus, Ptycozoon kuhli, Gonocephalus cameleontinus,
Gonocephalus klosi, Broncochella cristatela, Pseudocalotes tympanistriga,
Draco volans, Draco fimbriatus, Draco taeniopterus, Draco sumatranus,
Draco melanopogon, Ahaetulla prasina, Dendrelaphis caudolineatus, Dasia
olivacea dan Lipinia vittigera.
Indek Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis dapat dilihat dengan menggunakan berbagai
parameter diantaranya dengan menghitung nilai indek keanekaragaman. Indek
yang dihitung meliputi indek kelimpahan individu jenis (H’) dan indek
kemerataan jenis (E). Penghitungan hanya dilakukan terhadap jenis-jenis yang
ditemukan di dalam jalur pengamatan di tiap–tiap lokasi penelitian.
Nilai indek kelimpahan jenis tertinggi terdapat pada lokasi Linau primer dan
nilai terendah pada lokasi Way Canguk sekunder. Nilai kelimpahan berkisar
antara 1,12 sampai 2,15. Tingginya nilai kelimpahan pada lokasi Linau primer
disebabkan jenis yang ditemukan di lokasi tersebut paling banyak yaitu 13 jenis
dengan jumlah individu tiap jenisnya yang cukup merata, sedangkan di Way
Canguk sekunder jenis yang ditemukan sebanyak 6 jenis dengan jumlah individu
tiap jenis yang tidak merata dibandingkan lokasi pengamatan lainnya. Indek
keanekaragaman jenis reptil di tiap–tiap lokasi pengamatan disajikan pada Tabel
4.
Tabel 4. Hasil perhitungan indek keanekaragaman jenis reptil di tiap – tiap lokasi pengamatan
No. Lokasi Pengamatan Indek – indek Keanekaragaman Jenis
H’ E
1 Way Canguk primer 1,79 0,75
2 Way Canguk sekunder 1,12 0,63
3 Way Sepuntih primer 1,60 0,89
4 Way Sepuntih sekunder 1,51 0,66
5 Kubu Perahu primer 1,91 0,92
6 Kubu Perahu sekunder 1,13 0,63
7 Linau primer 2,15 0,84
8 Linau sekunder 1,29 0,93
9 Ranau primer 1,16 0,72
10 Ranau sekunder 1,30 0,72
Nilai kelimpahan di TNBBS ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai kelimpahan jenis reptil di wilayah Sumatera Selatan (Musi Banyuasin, Lahat
dan Musi Rawas) yang nilainya berkisar antara 0,99 sampai 1,79 (Sudrajat, 2001).
Helvoort (1981) dalam Darmawan (2006) menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara keanekaragaman dengan keseimbangan jenis dalam satu
komunitas. Apabila nilai keanekaragaman tinggi maka keseimbangan antar jenis
juga tinggi, tetapi tidak berlaku sebaliknya. Berdasarkan kondisi habitat,
umumnya nilai kelimpahan pada habitat yang tidak terganggu lebih tinggi
dibandingkan dengan habitat yang terganggu, kecuali di lokasi Ranau. Hal ini
menunjukan bahwa pada habitat yang tidak terganggu umumnya memiliki
keseimbangan jenis reptil yang lebih tinggi dibandingkan pada habitat yang
terganggu.
Indek kemerataan individu jenis menunjukkan jenis berada pada tingkat
kelimpahan tertentu. Indek kemerataan jenis sama dengan satu (E = 1) berarti
jenis-jenis yang ditemukan berada pada tingkat kelimpahan yang sama. Indek
kemerataan jenis di semua lokasi pengamatan memiliki nilai lebih besar dari 0,5
(E > 0,5) berarti jenis-jenis yang ditemukan cukup merata. Di tiga lokasi yaitu
Way Canguk, Kubu perahu dan Way Sepuntih nilai indek kemerataan lebih tinggi
pada daerah yang belum terganggu dibandingkan dengan daerah yang terganggu,
hal ini disebabkan pada daerah yang terganggu terdapat jenis-jenis tertentu yang
mendominasi dengan jumlah individu yang lebih melimpah dibandingkan dengan
jenis yang lain. Indek kemerataan tertinggi terdapat di Linau sekunder (E = 0,93)
dan terendah di Way Canguk sekunder (E = 0,63). Jenis yang ditemukan di Linau
sekunder hanya berjumlah 4 jenis akan tetapi jumlah individu tiap jenisnya tidak
terlalu jauh berbeda, sedangkan di Way Canguk sekunder jenis yang ditemukan
berjumlah 5 jenis dengan jumlah individu jenis tertentu jauh lebih besar
dibandingkan jenis lain yang ditemukan di lokasi tersebut.
Indek Kesamaan Jenis Reptil
Tabel 5. Matriks perhitungan nilai indek kesamaan jenis
KP_P KP_S L_P L_S WS_P WS_S R_P R_S WC_P WC_S KP_P 1 0,21 0,22 0,15 0,3 0,19 0,08 0,13 0,17 0,17 KP_S 1 0,21 0,23 0,17 0,11 0 0,06 0,17 0,15 L_P 1 0,17 0,19 0,19 0 0,09 0,27 0,11 L_S 1 0,2 0,12 0 0,07 0,13 0,18
WS_P 1 0,14 0,11 0,08 0,09 0,1 WS_S 1 0 0,18 0,15 0,13 R_P 1 0,08 0 0 R_S 1 0,08 0,07
WC_P 1 0,25 WC_S 1
Nilai indek kesamaan jenis yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar
antara 0 sampai 0,3. Komposisi jenis reptil reptil yang ditemukan pada masing-
masing lokasi umumnya berbeda sehingga nilai indek kesamaan jenis yang
diperoleh relatif kecil. Besarnya perbedaan komposisi jenis disebabkan oleh
perbedaan ketinggian tempat dan juga kondisi habitat pada masing-masing lokasi
pengamatan.
Lokasi yang memiliki tingkat kesamaan terbesar adalah Kubu Perahu primer
dengan Way Sepunti primer sebesar 0,3 serta Linau primer dengan Way Canguk
primer sebesar 0,27. Kesamaan jenis yang relatif tinggi dilokasi tersebut
disebabkan oleh faktor kondisi habitat yang relatif seragam dan juga ketinggian
yang tidak jauh berbeda. Lokasi yang memiliki indek kesamaan jenis paling kecil
adalah Ranau primer. Ranau primer memiliki nilai kesamaan terbesar yaitu
dengan Way Sepunti primer sebesar 0,11. Faktor ketinggian tempat menyebabkan
komposisi jenis reptil yang ditemukan di lokasi ini berbeda dengan lokasi yang
lainnya. Ranau berada di ketinggian antara 1.200 sampai 1.400 mdpl sedangkan
lokasi lainnya berada dibawah 100 mdpl.
Berdasarkan hasil perhitungan indek kesamaan jenis (Tabel 5) diketahui
bahwa di lokasi dengan kondisi habitat yang sama walaupun pada ketinggian yang
berbeda memiliki kesamaan jenis reptil yang lebih tinggi dibandingkan dengan
lokasi yang berada pada ketinggian yang sama dengan kondisi habitat yang
berbeda. Hal tersebut menunjukan bahwa faktor kondisi habitat lebih berpengaruh
terhadap penyebaran reptil dibandingkan dengan ketinggian tempat. Namun untuk
lokasi Way Canguk sekunder memiliki nilai kesamaan jenis yang cukup tinggi
dengan Way Canguk primer yaitu sebesar 0,25. Hal ini disebabkan karena kondisi
habitat di Way Canguk sekunder tidak jauh berbeda dengan Way Canguk primer.
Biologi Cyrtodactylus cf fumosus
Karakteristik Anatomi Organ Reproduksi
Secara umum bagian-bagian organ reproduksi pada Cyrtodactylus cf
fumosus hampir sama dengan organ reproduksi reptil lainnya. Individu jantan
memiliki organ reproduksi primer berupa sepasang gonad jantan (testis), saluran
epydidimys, vas deferens serta sepasang organ kopulatoris yang disebut
hamipenis. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa panjang panjang
testis C. cf fumosus adalah 3,66±0,65 mm (n=14) dengan panjang tertis kanan
sebesar 3,61±0,62 mm dan testis kiri sebesar 3,71±0,70 mm. Walaupun terdapat
kecenderungan testis kiri lebih besar dari testis kanan namun tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara panjang testis kiri dan testis kanan. Perbedaan
ukuran organ reproduksi terutama pada testis biasanya berhubungan dengan
produksi spermatozoa, dimana semakin besar ukuran testis produksi sperma yang
dihasilkan diharapkan semakin tinggi (Pane, 2005).
Gambar 10. Morfologi organ reproduksi Cyrtodactylus cf fumosus (a) jantan (b) betina
Organ reproduksi pada individu betina terdiri dari sepasang ovarium dan
ovidut. Sel telur yang dihasilkan oleh masing-masing ovarium berjumlah antara 3
(a) (b)
sampai 5 butir dan jumlah sel telur terbanyak dalam satu individu adalah 8 butir.
Dua individu tercatat tidak memiliki telur didalam ovariumnya. Ukuran telur
bervariasi antara 0,44 sampai 11,84 mm, adanya variasi tersebut menunjukan
tingkat perkembangan embrio yang berbeda pada masing-masing telur.
Walaupun setiap individu dapat menghasilkan sampai delapan butir sel telur
atau lebih, namun dalam satu kali masa perkembangbiakan setiap induk hanya
mampu menghasilkan dua telur yang dibuahi dan akan menetas menjadi individu
baru. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan ruang yang terbatas pada tubuh
induknya.
Variasi ukuran telur pada tubuh betina menunjukan tingkat perkembangan
embrio yang berbeda, hal tersebut mengindikasikan juga bahwa proses
pembuahan sel telur pada setiap individu terjadi pada waktu yang berbeda. Bila
proses perkawinan pada setiap pasangan tidak terjadi pada waktu yang bersamaan
dapat diduga bahwa C. cf fumosus merupakan jenis yang tidak memiliki musim
kawin tertentu tetapi perkembangbiakannya dapat terjadi sepanjang tahun. Musim
kawin pada reptil dipengaruhi oleh kondisi lingkunganya terutama suhu. Karena
sifatnya yang berdarah dingin reptil membutuhkan suhu lingkungan yang cukup
hangat untuk mendukung perkembangan embrio di dalam telurnya. Goin, Goin
dan Jug (1978) menyatakan bahwa reptil yang hidup di wilayah tropis memiliki
potensi untuk berkembangbiak sepanjang tahun karena memiliki iklim yang relatif
stabil atau homogen.
Hubungan Antara Ukuran Panjang Tubuh Dengan Ukuran Gonad
Kematangan reproduksi terjadi ketika organ reproduksi (gonad) suatu
individu telah mampu berfungsi sempurna dan biasanya ditandai dengan
munculnya karakteristik seksual sekunder. Pada vertebrata kematangan organ
reproduksi akan dicapai pada saat individu telah mencapai umur tertentu atau
ukuran tubuh tertentu. Untuk menduga pengaruh ukuran tubuh terhadap
kematangan reproduksi dilakukan analisis korelasi terhadap ukuran tubuh dan
ukuran organ reproduksi (gonad).
Pendugaan pada jantan dilakukan dengan membandingkan antara panjang
tubuh (svl) dengan panjang testis terhadap 14 individu jantan yang memiliki
panjang tubuh antara 40,95 - 50,9 mm. Suatu individu jantan dapat dikatakan
matang secara reproduksi jika testisnya telah mampu memproduksi sel sperma
dan hormon seksual.
Hasil analisis menunjukkan terdapat korelasi yang positif antara panjang
tubuh dengan panjang testis. Ukuran tubuh pada jantan berpengaruh nyata
terhadap ukuran testis dengan nilai korelasi sebesar 0,62 pada testis kanan dan
0,61 pada testis kiri. Hubungan tersebut tersebut menunjukkan bahwa semakin
besar ukuran tubuh maka semakin semakin besar ukuran testis.
Ukuran testis biasanya akan berpengaruh terhadap produksi sperma yang
dihasilkan, sehingga adanya hubungan seperti itu menunjukkan bahwa individu
yang lebih besar akan menghasilkan produksi sperma yang lebih banyak.
Sebaliknya pada individu yang lebih kecil akan menghasilkan jumlah sperma
yang lebih sedikit dan pada ukuran tubuh tertentu testis belum dapat memproduksi
sel sperma. Dengan kata lain bahwa kematangan reproduksi akan terjadi pada saat
suatu jantan telah mencapai ukuran tertentu.
panjang tubuh/svl (mm)
565452504846444240
panj
ang
test
is (m
m)
5,5
5,0
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
kiri
Rsq = 0.3703
kanan
Rsq = 0.3871
Gambar 11. Grafik hubungan antara panjang subuh (svl) dengan panjang testis
Pada betina pendugaan dilakukan dengan membandingkan antara ukuran
tubuh dengan ukuran telur terpanjang. Analisis dilakukan terhadap 16 individu
betina yang memiliki panjang tubuh 37,5-59,7 mm. Hasil analisis korelasi
diketahui bahwa ukuran panjang tubuh (svl) pada betina berpengaruh nyata
terhadap panjang telur dengan nilai korelasi sebesar 0,65.
panjang tubuh (mm)
60504030
telu
r ter
panj
ang
(mm
)
12
10
8
6
4
2
0 Rsq = 0.4256
Gambar 12. Grafik hubungan antara panjang subuh (svl) dengan panjang telur
Gambar 12. memperlihatkan bahwa semakin besar ukuran tubuh betina
maka semakin besar ukuran telurnya. Pada telur yang sudah dibuahi ukuran telur
mununjukan tingkat perkembangan embrio, sedangkan pada telur yang belum
dibuahi ukuran telur menunjukkan tingkat kematangan sel telur. Artinya semakin
besar ukuran betina maka tingkat perkembangan embrio semakin tinggi atau pada
sel telur yang belum dibuahi semakin besar ukuran betina tingkat kematangan sel
telur semakin tinggi.
Hasil analisis terhadap jantan dan betina menunjukkan hal yang sama bahwa
pada C. cf fumosus ukuran tubuh mempengaruhi tingkat kematangan reproduksi.
Hal ini sesuai dengan penyataan Blum (1986) menyatakan bahwa pada jenis-jenis
reptil besarnya ukuran tubuh lebih penting bagi suatu individu untuk mencapai
masa pubertas dibandingkan dengan umur.
Seksual dimorfisme
Perbedaan ukuran dan bentuk tubuh antara jantan dan betina (seksual
dimorfisme) pada reptil sering kali terjadi. Pada beberapa jenis kadal umumnya
betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari jantan. Ramirez et al, (2002)
menyebutkan bahwa pada jenis kadal Mabuya mabouya terdapat perbedaan
ukuran tubuh jantan dan betina dimana individu jantan lebih kecil dibandingkan
dengan betina. Untuk menguji adanya seksual dimorfisme pada C. cf fumosus
dilakukan dengan membandingkan ukuran panjang tubuh (svl), panjang kepala,
lebar kepala, panjang tungkai belakang dan jarak antar tungkai pada 30 individu
(14 jantan dan 16 betina).
Dari hasil perhitungan diketahui individu betina memiliki panjang tubuh
yang lebih besar (51,68 ± 5,66 mm) dibandingkan dengan jantan (50,26 ± 4,45
mm). Namun hasil uji t menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata antara
panjang tubuh jantan dan betina. Nilai uji t untuk seksual dimorfisme pada ukuran
tubuh C. cf fumosus disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai uji t untuk seksual dimorfisme pada ukuran tubuh Cyrtodactylus cf fumosus.
Variabel Jenis kelamin Rata-rata ± SD t-hitung
SVL (mm) jantan 50,26 ± 4,45 0,75ts
betina 51,68 ± 5,66
Panjang kepala (mm) jantan 1,41 ± 0,16 0,85ts
betina 1,45 ± 0,14
Lebar kepala (mm) jantan 0,82 ± 0,09 0,8ts
betina 0,85 ± 0,09
Tungkai belakang (mm) jantan 1,66 ± 0,13 0,26ts
betina 1,67 ± 0,18
Jarak tungkai (mm) jantan 2,23 ± 0,17 2,64*
betina 2,43 ± 0,23 Keterangan : ts = tidak nyata ; * = nyata ; ** = sangat nyata
Hasil pengukuran terhadap panjang dan lebar kepala juga memperlihatkan
hasil yang sama bahwa betina memiliki rata-rata ukuran kepala yang lebih besar
dari jantan. Namun berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa panjang dan lebar
kepala antara jantan dan betina tidak berbeda nyata.
Selain panjang dan lebar kepala, parameter lain yang digunakan untuk
membandingkan ukuran tubuh jantan dan betina adalah panjang tungkai belakang
dan jarak antar tungkai. Hasil pengukuran terhadap panjang tungkai diperoleh
rata-rata panjang tungkai betina sebesar 1,67 ± 0,18 mm, lebih besar dari nilai
rata-rata panjang tungkai pada jantan yaitu sebesar 1,66 ± 0,13 mm. Namun hasil
uji t terhadap rata-rata panjang tungkai juga menunjukkan tidak ada perbedaan
yang nyata. Hasil uji t terhadap ukuran jarak antar tungkai diketahui terdapat
perbedaan yang nyata antara rata-rata jarak antar tungkai betina sebesar 2,43 ±
0,23 mm dengan jarak antar tungkai pada jantan sebesar 1,66 ± 0,13 mm.
Hasil perhitungan secara keseluruhan menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan pada ukuran tubuh, ukuran kepala maupun tungkai antara jantan dan
betina. Namun terdapat perbedaan pada jarak antar tungkai dimana jarak antar
tungkai pada betina lebih panjang dibandingkan dengan jantan. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Schwarzkopf (2005) pada
kadal air (Eulamprus quoyii) bahwa jantan dan betina memiliki ukuran tubuh yang
sama namun terdapat perbedaan pada ukuran beberapa bagian tubuh diantaranya
adalah jarak antar tungkai.
Seksual dimorfisme pada satwa disebabkan oleh berbagai faktor seperti
adanya seleksi seksual pada jantan untuk kesuksesan dalam mendapatkan betina
atau akibat seleksi alam pada betina untuk menghasilkan fekunditas yang tinggi.
Perbedaan ukuran kepala antara jantan dan betina biasanya terjadi akibat adanya
seleksi seksual. Pada beberapa jenis kadal, individu jantan biasanya memiliki
ukuran kepala yang lebih besar karena kebiasaan mereka berkelahi atau untuk
mendapatkan perhatian betina atau sebab lain yaitu kebiasaan mereka menggigit
kepala sang betina ketika terjadi perkawinan (Anderson, 1994 dalam
Schwarzkopf, 2005). Selain ukuran kepala, pada jenis-jenis kadal tertentu jantan
memiliki tungkai yang lebih panjang dari betina. Menurut Butler dan Lossos
(2002) dalam Schwarzkopf (2005) jantan yang memiliki tungkai yang lebih
panjang lebih mudah dalam memburu betina pada musim kawin atau ketika
menghindari pemangsa.
Pada C. cf fumosus, seksual dimorfisme hanya terletak pada ukuran jarak
antara tungkai depan dan tungkai belakang. Dengan ukuran tubuh yang sama
namun betina memiliki jarak antar tungkai yang lebih panjang dari jantan. Dengan
jarak yang tungkai yang lebih panjang maka betina akan memiliki proporsi ruang
yang lebih besar pada bagian perut. Hal tersebut dimungkinkan karena pada
musim berbiak betina dewasa akan membutuhkan ruang yang lebih besar pada
bagian perut untuk mendukung perkembangan embrio yang terkandung didalam
telur selama berada didalam tubuh induknya.
Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah atau panjang
ruas pada tulang belakang. Hasil pengamatan terhadap dua sampel (1 jantan dan 1
betina) menunjukkan bahwa jantan dan betina memiliki jumlah tulang belakang
yang sama, yaitu sebanyak 26 ruas sehingga perbedaan jarak tungkai mungkin
disebabkan oleh adanya perbedaan ukuran ruas tulang belakang atau perbedaan
ukuran tulang rawan yang menghubungkan ruas tulang belakang.
Komposisi Pakan Cyrtodactylus cf fumosus
Analisis komposisi pakan dilakukan pada 30 contoh C. cf fumosus yang
diambil dari lokasi Way Canguk primer. Dari sampel tersebut diketahui hanya 22
individu yang di dalam lambungnya mengandung pakan sedangkan 8 individu
lambungnya kosong. Dari 22 contoh tersebut dapat teridentifiksi sebanyak 20
individu mangsa. Umumnya mangsa yang ditemukan merupakan invertebrata
yaitu sebanyak lima kelas (heksapoda, crustacea, diplopoda, arachnida dan
annelida) serta satu vertebrata yaitu kelas reptilia. Satu jenis cacing tidak dapat
teridentifikasi sampai pada tingkat ordo karena ukurannya yang kecil.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa komposisi pakan terbesar yaitu
isoptera sebesar 42,9 %, kemudian laba-laba (araneae) sebesar 23,8 %, glomerida
(9,5%) serta blataria, diptera, isopoda dan reptilia masing-masing sebanyak 4,8%.
Tabel 7. Komposisi pakan Cyrtodactylus cf fumosus Jenis Mangsa Jumlah Individu Frekuensi (%)
Arthropoda Heksapoda isoptera 9 42,9
diptera 1 4,8 blataria 1 4,8
Crustacea isopoda 1 4,8 Diplopoda glomerida 2 9,5 Arachnida araneae 5 23,8 Annelida
cacing 1 4,8 Chordata Reptilia sauria 1 4,8
Jumlah 21 100
Secara umum C. cf fumosus memangsa binatang-binatang kecil yang cukup
beragram terutama jenis-jenis arthropoda. Laron (isoptera), laba-laba (araneae)
dan glomerida merupakan jenis binatang yang paling banyak dimangsa.
Gambar 13. Jenis-jenis pakan C cf fumosus (1) Isoptera, (2) Glomerida, (3) Araneae, (4) Annelida, (5) Isopoda dan (6) Blataria, (a) Gambar pakan yang ditemukan dalam isi perut dan (b) Gambar morfologi
3a
2a
5a
6a
1a
4a
6b
5b
4b
3b
2b
1b
Sesuai dengan pola aktivitasnya C. cf fumosus umumnya memangsa
serangga-serangga yang banyak ditemukan pada malam hari terutama yang berada
di pohon atau vegetasi. Mereka aktif mencari makan pada ranting-ranting dan
cabang pohon pada malam hari sehingga labih mudah untuk mendapatkan mangsa
yang tinggal atau terbang disekitar pohon seperti laron dan laba-laba. Namun
selain diatas pohon diduga bahwa satwa ini juga turun ke permukaan tanah untuk
mencari mangsa. Hal ini dibuktikan dengan beberapa mangsa mereka yang
merupakan binatang yang hidup pada lapisan tanah seperti cacing (annelida) dan
kaki seribu bola (glomerida).
Berdasarkan besarnya frekuensi dari masing-masing mangsa terlihat adanya
dominasi pemangsaan terhadap salah satu jenis mangsa, yaitu laron (isoptera)
sebesar 42,9%. Hal ini menunjukan bahwa C. cf fumosus memiliki perilaku yang
selektif dalam memilih mangsanya. Selektivitas suatu jenis dalam memilih
mangsanya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu ketersediaan mangsa dan
persaingan untuk mendapatkan mangsa yang sama.
Laron yang merupakan mangsa utama lebih banyak ditemukan pada musim
hujan sedangkan pada musim kemarau mereka lebih banyak berada didalam
sarang. Menurut Nugroho dkk. (1992) Laron biasanya keluar sarang pada saat
udara cukup panas tetapi lembab yaitu pada saat akhir musim kemarau atau awal
musim hujan. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa ketersediaan jenis mangsa
C. cf fumosus dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau ketika laron lebih
sulit ditemukan mereka akan lebih banyak memangsa jenis yang lain seperti laba-
laba atau yang lainnya.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pemilihan janis pakan adalah
persaingan atau kompetisi. Berdasarkan pola aktivitasnya jenis-jenis pemangsa
serangga lainnya yaitu kadal (suku scincidae) dan bunglon (agamidae) mencari
mangsa pada siang hari dan umumnya mereka memangsa serangga-serangga yang
aktif pada siang hari seperti belalang. Kemungkinan persaingan lain akan muncul
dari geckonidae lainnya yaitu tokek (Gekko smithi) yang juga aktif pada malam
hari namun dari ukuran tubuhnya kemungkinan jenis ini akan memangsa
binatang-binatang yang lebih besar sehingga faktor persaingan tidak terlalu
berpangaruh terhadap pemilihan mangsa oleh C. cf fumosus.
Disamping beberapa binatang kecil yang mereka mangsa, pada isi lambung
mereka juga ditemukan bagian ekor dari jenis mereka sendiri. Sejauh ini diketahui
bahwa cicak (suku geckonidae) memiliki kebiasaan untuk memutuskan ekor
mereka sendiri (caudal autotomy) dengan tujuan untuk menghindari pemangsa,
namun belum pernah diketahui bahwa mereka memutuskan ekor untuk
dikonsumsi sendiri. Adanya sistem teritori pada cicak memungkinkan terjadinya
perkelahian antara sesama jantan dewasa untuk mempertahankan wilayahnya.
Sehingga bagian ekor yang dimangsa oleh mereka sendiri lebih dimungkinkan
sebagai ekor yang putus akibat dari perkelahian tersebut. Cogger dan Zweifel
(2003) menyatakan bahwa cicak (Gecko) memiliki sistem teritorial dalam perilaku
sosial mereka, sistem teritori ini berhubungan dengan ruang untuk mendapatkan
mangsa dan betina.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Reptil yang ditemukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)
sebanyak 51 jenis yang berdasarkan sebaran ekologisnya reptil dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu akuatik, semi akuatik, fossorial, terrestrial,
arboreal dan semi arboreal. Jenis-jenis yang umum dijumpai antara lain
Mabuya multifasciata, Mabuya rudis dan Cyrtodactylus cf fumosus. Satu
jenis yaitu Draco taeniopterus dari suku agamidae merupakan catatan baru
untuk wilayah Sumatera.
2. Secara umum jumlah jenis reptil yang dijumpai di habitat tidak terganggu
(primer) seimbang dengan jumlah jenis yang terdapat di habitat terganggu
(sekunder), namun komposisi jenis yang dijumpai berbeda. Di habitat tidak
terganggu diantaranya Manouris emys, Cyrtodactylus quadrilineatus dan
Boiga spp, sedangkan di habitat yang terganggu yaitu Ptyas korros dan
Gonyosoma oxycephalum.
3. Hasil pengukuran morfologi Cyrtodactylus cf fumosus menunjukkan adanya
korelasi positif antara antara panjang tubuh dengan panjang testis (pada
jantan) dan ukuran telur (pada betina). Secara visual tidak terlihat adanya
perbedaan ukuran tubuh antara jantan dan betina. Seksual dimorfisme pada
Cyrtodactylus cf fumosus terletak pada jarak antara tungkai depan dan
belakang. Jarak antar tungkai pada betina lebih panjang dari jantan.
4. Cyrtodactylus cf fumosus memangsa jenis binatang dari delapan ordo yang
berbeda. Jenis binatang yang paling banyak dimangsa adalah isoptera
sebanyak 42,9% dan araneae 23,8%.
Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini :
1. Dengan ditemukannya catatan baru di Sumatera maka perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai keanekaragaman dan juga penyebaran reptil
di wilayah Sumatera dan TNBBS khususnya.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai bio-ekologi untuk jenis-jenis reptil
yang lain.
3. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang satwa reptil terutama
ular agar masyarakat tidak memiliki persepsi yang salah tentang ular.
Selama ini masyarakat menganggap ular sebagai makhluk yang berbahaya
sehingga harus dibunuh.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS). 1999. Rencana
Pengelolaan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Buku II. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Kotaagung, Lampung. Tidak diterbitkan.
Bappenas. 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia. Ministry Of
Development Planning/ National Development Planning Agency. Jakarta. Bennett, D. 1999. Expedition Field Techniques Reptiles and Amphibians.
Expedition Advisory Centre, Royal Geographical Society. London. Blum, V. 1986. Vertebrate reproduction A Text Book (Transleted from the
German Edition). Springer - Verlag, Berlin Heidelberg New York Tokyo. Borror, D. J., C. A. Triplehorn dan N. F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran
Seranggga : Edisi Keenam. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Cogger, H. G. dan R. G Zweifel. 2003. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians.
Frog City Press. San fransisco. Cox, M. J., P. V Dijk, J. Nabhitabhata dan K. Thirakhupt. 1998. A Photographic
Guide to Snakes and Other Reptiles of Peninsular Malaysia, Singapore and Thailand. New Holland Publishers Ltd. London, Sidney. Singapore. Hal 103
Darmawan, M. P. 2006. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe
Habitat Di Hutan Lindung Gunung Lumut Kalimantan Timur. Skripsi. Departemen Konservasi Sumkberdaya Hutan dan ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.
Goin, C.J., O.B. Goin dan Z.R. Zug. 1978. Introduction to Herpetology. W.H.
Freeman and Company. San Francisco. Halliday, T. dan K. Adler. 2000. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians.
Facts on File Inc. New York. Heyer, W.R., M.A. Donnelly, R.W. McDiarmid, L.C. Hayek dan M.S. Foster.
1994. Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for Amphibians. Smithsonian Institution Press. Washington.
Himakova. 2004. Eksplorasi Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan Sebagai Bioindikator Kesehatan Hutan. Laporan Kegiatan. Himpunan Mahasiswa Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.
Iskandar, D. T. 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini.
PALMedia Citra. Bandung.
Krebs, C. J. 1978. Ecological Methodology. Harper and Row Publisher. New
York. Kurniati, Hellen. 2003. Amphibians and Reptiles of Gunung Halimun National
Park West Java, Indonesia. Research Center for Biology – LIPI. Bogor. Hal Larsen, R. J. dan M. L. Marx. 1990. Statistics. Printice-Hall, Inc. New Jersey. Hal McNaughton, S. J. dan L. L. Wolf. Ekologi Umum. Edisi Kedua. Terjemahan. S.
Pringgoseputro dan Srigandono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Mattison, C. 1992. Snakes of The World. Facts on File Inc. New York. Hal 11 -
110 Norris D. O. dan R. E. Jones, 1978. Hormones and reproduction in Fishes,
Amphibians and Reptiles. Plenum Press. New York and London. Nugroho, E., I. Whendarto dan I. M. Madyana. 1992. Serangga Makanan Walet.
Eka Offset. Semarang. O’Shea, M. dan T. Halliday. 2001. Reptiles and Amphibians. Dorling Kindersley.
London. Pane, R. 2005. Karakteristik Anatomi Organ Reproduksi Serta Konsentrasi dan
Morfometri Spermatozoa Asal Cauda Epididymis Pada Kuda Jantan Lokal. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor. Hal 16 - 18
Parker, J dan W. A. Haswell. 1962. Text Book of Zoology Volume II :
Vertebrates. English Language Book Society and Macmillan. London. Primack, Richard B., Jatna Supriatna, M. Indrawan dan P. Kramadibrata. 1998.
Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Purwowidodo, 2002. Panduan Praktikum Ilmu Tanah Mengenal Tanah. Edisi 1.
Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Ramirez. M. P, V. H. Serrano dan J. C. Galeano. 2002. Annual Reproductive
Activity of Mabuya mabouya (Squamata, Scincidae). Journal of Herpetology 36 (4) : 667-677.
Riyanto dan Mumpuni. 2003. Metode Survei dan Pemantauan Populasi Satwa.
Seri Ketiga Kura-kura. Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor.
Rooij, N. D. 1915. The Reptiles of The Indo – Australian Archipelago, Lacertilia.
Chelonia, Emydosauria. Volume I. E J Brill Ltd. Leiden.
__________. 1917. The Reptiles of The Indo – Australian Archipelago, Ophidia.
Volume II. E J Brill Ltd. Leiden. Schwarzkopf, Lin. 2005. Herpetologica. 61 (2) : 116-123. Sudrajat, 2001. Keanekaragaman dan Ekologi Jenis-jenis Herpetofauna (Amfibi
dan Reptil) Di Sumatera Selatan. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.
Soehartono, T. dan A. Mardiastuti. 2002. Pelaksanaan Konvensi CITES di
Indonesia. Japan Internasional Cooperation Agency (JICA). Jakarta. Tweedy, M. W. F. 1983. The Snakes of Malaya. Singapore National Printers Ltd.
Singapore.
Lampiran 1. Hasil perjumpaan reptil di lokasi pengamatan Kubu Perahu primer
Tgl. Waktu Jenis
Posisi (m) Substrat Aktivitas
x y z 01-Sep-05 9:31 Draco melanopogon -1 90 4 batang pohon berjemur 01-Sep-05 9:40 Draco melanopogon 1 100 5 batang pohon berjemur 01-Sep-05 12:49 Mabuya rudis -3 0 1 serasah berjemur 01-Sep-05 12:05 Broncochella cristatela -4 0 1 ranting lompat 01-Sep-05 22:00 Varanus salvator 0 100 0 air diam 02-Sep-05 9:40 Mabuya rudis 0 70 0 serasah berjemur 02-Sep-05 9:40 Mabuya rudis 0 70 0 serasah berjemur 02-Sep-05 11:48 Draco sumatranus 3 760 4,5 batang pohon berjemur 02-Sep-05 12:05 Draco sumatranus 3 760 0,5 batang pohon berjemur 03-Sep-05 14:00 Mabuya multifasciata 0 900 0 batu berjemur 04-Sep-05 13:30 Draco melanopogon 0,5 0 3 batang pohon berjemur 04-Sep-05 20:05 Trimeresurus sumatrana -2 150 0 akar diam 06-Sep-05 12:46 Draco melanopogon 0,7 600 4 batang pohon berjemur
Kubu Perahu sekunder
Tgl. Waktu Jenis
Posisi (m) Substrat Aktivitas
x y z
14-Sep-05 10:20 Mabuya multifasciata -0,1 320 0 tanah berjemur 14-Sep-05 10:20 Mabuya multifasciata -0,1 320 0 tanah berjemur 14-Sep-05 10:20 Mabuya multifasciata -0,2 330 0 tanah berjemur 14-Sep-05 11:50 Mabuya multifasciata 0,2 170 0,5 batu berjemur 15-Sep-05 8:40 Mabuya multifasciata -1 1 0,2 batu berjemur 15-Sep-05 9:17 Mabuya multifasciata -0,5 85 0 pasir berjemur 15-Sep-05 9:30 Xenochrophis trianguligera 0 125 0 air berenang 15-Sep-05 10:06 Mabuya multifasciata 0 202 0 rumput berjemur 15-Sep-05 Mabuya multifasciata 0 207 0 rumput makan 15-Sep-05 10:12 Mabuya multifasciata 0 210 0 pasir berjemur 15-Sep-05 Gonocephalus cameleonthinus diluar tansect 15-Sep-05 19:53 Xenochrophis trianguligera 0 140 0 rumput bergerak 15-Sep-05 19:54 Xenochrophis trianguligera 0 140 0 air bergerak 16-Sep-05 11:33 Mabuya multifasciata 0,3 620 0,4 rumput berjemur 16-Sep-05 Boiga drapiezii diluar transect 16-Sep-05 Gonocephalus cameleonthinus diluar transect 16-Sep-05 10:45 Takydromus sexlineatus 1 450 0,4 rumput diam 16-Sep-05 11:00 Mabuya rudis 0,5 496 0,25 semak makan 17-Sep-05 10:05 Mabuya multifasciata 2 100 0 tanah berjemur 17-Sep-05 10:08 Mabuya multifasciata 2 110 0 tanah berjemur 17-Sep-05 10:30 Gonyosoma oxycephalum 0 -2 1 semak berjemur 17-Sep-05 20:41 Cyrtodactylus cf fumosus 3 280 1,2 batang diam 18-Sep-05 10:19 Mabuya rudis -0,3 510 0,3 batang makan 19-Sep-05 9:45 Mabuya multifasciata 1 425 0 tanah berjemur 19-Sep-05 9:45 Mabuya multifasciata 1 426 0 tanah berjemur 19-Sep-05 9:46 Mabuya multifasciata 3 430 0 tanah berjemur 19-Sep-05 10:45 Mabuya multifasciata 0 680 0 serasah diam
19-Sep-05 15:00 Elaphe flavolineata diluar transect
Lampiran 1. (lanjutan) Linau primer
Tgl. Waktu Jenis
Posisi (m) Substrat Aktivitas
x y z 3-Oct-05 7:19 Rhabdophis chrysargus diluar transect tanah makan 3-Oct-05 11:45 Mabuya rudis -1 700 0 kayu berjemur 3-Oct-05 11:50 Mabuya rudis -0,1 720 0 tanah berjemur 3-Oct-05 11:51 Mabuya rudis -0,3 722 0 tanah berjemur 3-Oct-05 20:17 Trimeresurus sumatrana 0 150 0 serasah diam 3-Oct-05 20:41 Cyrtodactylus cf fumosus 0 190 0,2 ranting bergerak 3-Oct-05 21:27 Dendrelaphis caudolineatus -3 470 3 dahan diam 4-Oct-05 8:24 Draco melanopogon 4 50 10 batang berjemur 4-Oct-05 10:01 Mabuya multifasciata -5 225 0 serasah berjemur 4-Oct-05 11:50 Draco fimbriatus 0 1050 0 tanah bertelur 4-Oct-05 11:59 Mabuya multifasciata -8 650 0,4 batang berjemur 4-Oct-05 20:02 Cyrtodactylus cf fumosus 1 75 0 serasah bergerak 4-Oct-05 20:35 Cyrtodactylus cf fumosus -3 110 3 batang diam 4-Oct-05 21:29 Broncochella cristatela 5 500 2 cabang tidur 5-Oct-05 8:31 Pareas laevis -5 25 0 serasah diam 5-Oct-05 8:52 Draco melanopogon 3 55 2,3 batang diam 5-Oct-05 8:52 Draco melanopogon 3 55 2,3 batang diam 5-Oct-05 9:56 Mabuya multifasciata 0 355 0 tanah berjemur 5-Oct-05 9:56 Mabuya multifasciata 2 355 0 tanah berjemur 5-Oct-05 11:00 Mabuya multifasciata -5 650 0,5 kayu berjemur 5-Oct-05 20:15 Pareas laevis 0 25 0 serasah bergerak 5-Oct-05 21:14 Trimeresurus puniceus -3 210 2 ranting diam 5-Oct-05 22:25 Mabuya multifasciata 1 550 0 serasah diam 6-Oct-05 8:50 Mabuya multifasciata -2 95 0 tanah berjemur 6-Oct-05 9:00 Mabuya multifasciata -1 100 0 tanah berjemur 6-Oct-05 10:44 Mabuya multifasciata 0 107 0 pasir berjemur 6-Oct-05 21:08 Xenochrophis trianguligera -1 180 0 tanah diam 7-Oct-05 21:14 Boiga jaspidea -1 400 1 daun bergerak 8-Oct-05 8:40 Mabuya multifasciata -3 100 0 serasah berjemur 8-Oct-05 9:08 Mabuya multifasciata 3 180 0,5 kayu berjemur 8-Oct-05 19:26 Gonocephalus chameleontinus diluar transect batang tidur
Lampiran 1. (lanjutan) Linau sekunder
Tgl. Waktu Jenis Posisi (m) Substrat Aktivitas
x y z 27Sep-05 10:31 Mabuya multifasciata 0,3 260 0,3 kayu berjemur 27Sep-05 14:00 Mabuya multifasciata 0 140 1 kayu berjemur 27Sep-05 20:18 Typhlops lineatus Diluar transect tanah bergerak 28Sep-05 10:18 Mabuya multifasciata 0,2 310 0,5 kayu berjemur 28Sep-05 10:35 Mabuya multifasciata -0,1 360 0,7 kayu berjemur 28Sep-05 19:35 Trimeresurus hageni Diluar transect batang diam 30Sep-05 9:30 Draco volans -2 240 3 batang diam 30Sep-05 9:30 Draco volans -2 240 3,5 batang diam 1-Oct-05 9:05 Mabuya rudis -2 525 0 serasah makan 1-Oct-05 10:45 M multifasciata 5 650 0,3 kayu berjemur 2-Oct-05 7:30 Draco volans -1 240 5 batang diam 2-Oct-05 7:30 Draco volans -1 240 5,5 batang diam 2-Oct-05 7:30 Draco volans -1 240 5 batang diam 2-Oct-05 20:12 Mabuya rudis -0,1 260 0 batu diam 2-Oct-05 20:17 Cyrtodactylus cf fumosus 0 265 1 kayu diam 2-Oct-05 20:55 Cyrtodactylus cf fumosus -1 500 0 serasah lompat
Dasia olivacea Diluar transect pohon diam
Way sepunti primer
Tgl. Waktu Jenis Posisi (m)
Substrat Aktivitas x y z
13-Nov-05 11:22 Mabuya rudis 0,0 320 0,0 batu makan 13-Nov-05 22:05 Cyrtodactylus quadrilineatus 0,0 250 2,5 batang pohon diam 13-Nov-05 21:30 Cyrtodactylus quadrilineatus 0,0 180 1,0 batang pohon diam 14-Nov-05 21:59 Cyrtodactylus quadrilineatus -1,0 520 1,7 batang pohon diam 14-Nov-05 Ptychozoon lionotum diluar transect diam 15-Nov-05 9:35 Mabuya multifasciata -5,0 170 0,0 batang pohon berjemur 15-Nov-05 11:15 Liopeltis baliodeira diluar transect tanah diam 15-Nov-05 21:20 Cyrtodactylus quadrilineatus 1,0 235 1,5 batang pohon diam 16-Nov-05 9:18 Mabuya multifasciata -5,0 70 0,5 ranting berjemur 16-Nov-05 9:18 Mabuya multifasciata -5,0 72 0,2 batang pohon berjemur 16-Nov-05 9:18 Mabuya multifasciata -4,5 74 0,2 batang pohon berjemur 16-Nov-05 9:20 Mabuya rudis -6,0 70 0,0 serasah berjemur 16-Nov-05 9:52 Mabuya rudis -3,0 80 0,2 batang pohon berjemur 16-Nov-05 10:06 Draco melanopogon 2,0 130 4,0 batang pohon diam 16-Nov-05 20:06 Mabuya rudis 0,0 70 0,0 serasah lompat 16-Nov-05 20:50 Cyrtodactylus cf. fumosus -0,2 240 1,3 batang pohon diam 17-Nov-05 21:50 Cyrtodactylus quadrilineatus 1,0 320 2,0 batang pohon diam 17-Nov-05 19:56 Cyrtodactylus cf. fumosus 1,0 25 1,5 batang pohon diam 18-Nov-05 21:18 Boiga jaspidea -3,0 280 1,0 ranting diam 18-Nov-05 21:05 Cyrtodactylus quadrilineatus 1,2 253 1,7 batang pohon diam
Lampiran 1. (lanjutan) Way Sepunti sekunder
Tgl. Waktu Jenis Posisi (m)
Substrat Aktivitas x y z
20-Nov-05 11:20 Mabuya rudis -1,0 125 0,0 pasir berjemur 21-Nov-05 22:50 Xenopeltis unicolor diluar transect tanah diam 21-Nov-05 Gecko monarchus diluar transect 22-Nov-05 21:15 Dogania subplana 0,0 50 0,0 air sembunyi 23-Nov-05 8:50 Mabuya multifasciata 0,0 260 0,0 rumput berjemur 23-Nov-05 8:55 Mabuya multifasciata 0,0 265 0,0 batu berjemur 23-Nov-05 10:22 Mabuya multifasciata -3,0 500 0,0 serasah berjemur 23-Nov-05 12:40 Mabuya rudis 0,0 600 0,0 serasah berjemur 24-Nov-05 20:23 Xenochrophis trianguligera 0,0 500 0,0 rumput diam 24-Nov-05 20:30 Gecko monachus -2,0 170 1,5 bangunan diam 25-Nov-05 9:09 Liopeltis baliodeira diluar transect 25-Nov-05 20:00 Homalopsis bucatta -5,0 200 0,0 lumpur diam 25-Nov-05 Bungarus candidus diluar transect tanah diam 26-Nov-05 10:21 Broncocella cristatela 0,0 600 0,0 batang pohon lompat 26-Nov-05 10:30 Mabuya multifasciata 0,1 600 0,0 serasah berjemur 26-Nov-05 11:08 Ptyas korros -1,0 630 0,0 rumput diam 26-Nov-05 10:12 Mabuya rudis 2,0 400 0,0 serasah berjemur 26-Nov-05 10:20 Mabuya rudis -1,5 450 0,0 tanah berjemur 26-Nov-05 10:24 Mabuya rudis 0,5 460 0,3 kayu berjemur 26-Nov-05 10:45 Mabuya rudis 0,4 610 0,0 tanah berjemur 26-Nov-05 10:45 Mabuya rudis -5,0 610 0,0 tanah berjemur 26-Nov-05 11:13 Mabuya rudis 2,0 625 0,0 tanah berjemur 26-Nov-05 11:25 Mabuya rudis 1,5 650 0,0 tanah berjemur 26-Nov-05 12:03 Mabuya rudis 5,0 690 0,0 tanah berjemur 26-Nov-05 19:25 Mabuya multifasciata 2,0 100 0,0 tanah diam 27-Nov-05 8:40 Xenochrophis trianguligera -4,0 150 0,0 lumpur makan 27-Nov-05 8:40 Mabuya multifasciata -2,0 140 0,0 rumput berjemur 27-Nov-05 8:40 Mabuya multifasciata 0,0 145 0,0 tanah berjemur 27-Nov-05 8:40 Mabuya multifasciata -2,5 140 0,0 rumput berjemur 27-Nov-05 8:45 Mabuya multifasciata 0,0 150 0,0 tanah berjemur 27-Nov-05 9:05 Mabuya rudis 0,0 220 0,0 rumput lari 27-Nov-05 9:10 Mabuya multifasciata 0,5 250 0,0 semak diam 27-Nov-05 10:10 Mabuya multifasciata 0,0 500 0,0 tanah berjemur 27-Nov-05 10:25 Mabuya multifasciata 0,0 530 0,0 tanah berjemur 27-Nov-05 10:25 Mabuya multifasciata 0,5 530 0,0 tanah berjemur 27-Nov-05 Ptyas korros 1,5 630 0,0 rumput diam 27-Nov-05 Ptyas korros 1,0 630 0,0 rumput diam
Lampiran 1. (lanjutan) Ranau primer
Tgl. Waktu Jenis
Posisi (m) Substrat Aktivitas
x y z 5 Dec 05 21:20 Cyrtodactylus quadrilineatus 0 280 1 batang pohon merayap 5 Dec 05 21:03 Cyrtodactylus quadrilineatus 0,5 130 0 batang pohon diam 6 Dec 05 - Cyrtodactylus quadrilineatus 0 160 0,5 kayu diam 6 Dec 05 - Pseudocalotes tympanistriga di luar transect ranting - 6 Dec 05 20:20 Cyrtodactylus quadrilineatus 0 50 1 daun diam 6 Dec 05 Cyrtodactylus quadrilineatus 1 175 2 batang merayap 6 Dec 05 Cyrtodactylus quadrilineatus 2 50 0,5 batang diam 6 Dec 05 22:30 Cyrtodactylus quadrilineatus 0 340 2,5 kayu diam 7 Dec 05 21:45 Cyrtodactylus quadrilineatus 0 265 2 batang diam 7 Dec 05 21:25 Cyrtodactylus quadrilineatus 0 215 1,8 batang diam 7 Dec 05 21:57 Cyrtodactylus quadrilineatus 0 280 6 batang merayap 7 Dec 05 Cyrtodactylus quadrilineatus 0 100 0,5 kayu merayap 8 Dec 05 10:40 Calotes sp 0 400 1 batang tepus diam 9 Dec 05 22:25 Pareas vertebralis 0 570 1,5 ranting diam 9 Dec 05 21:30 Gonocephalus klosi -2 450 1,8 ranting tidur 20 Dec 05 20:30 Pareas vertebralis 0 100 1 ranting diam 20 Dec 05 22:20 Pseudocalotes tympanistriga 5 340 8 ranting tidur 20 Dec 05 22:13 Pseudocalotes tympanistriga -5 280 7 ranting tidur 20 Dec 05 22:00 Pseudocalotes tympanistriga 3 250 8 ranting tidur
Ranau sekunder
Tgl. Waktu Jenis
Posisi (m) Substrat Aktivitas
x y z 13 Dec 05 12:00 Mabuya multifasciata 3 200 0 rumput lari 16 Dec 05 - Ahaetulla prasina 0 800 1,8 batang pohon diam 16 Dec 05 Ptyas koros 4 800 0 rumput diam 16 Dec 05 Mabuya multifasciata -2 380 0 kayu diam 18 Dec 05 21:04 Pseudocalotes tympanistriga 0,5 550 1,6 daun tidur 18 Dec 05 21:08 Pseudocalotes tympanistriga 0 580 2,5 ranting tidur 19 Dec 05 8:25 Draco taeniopterus -2 5 6 batang pohon diam 19 Dec 05 Mabuya multifasciata 0 260 1,2 lubang diam 19 Dec 05 Heosemys spinosa -2 10 0 tanah berjalan 19 Dec 05 Mabuya multifasciata -5 170 0 kayu diam 19 Dec 05 Mabuya multifasciata -5 170 0 kayu diam 20 Dec 05 10:45 Mabuya multifasciata 0 230 0,2 batu makan 20 Dec 05 - Alaetulla prasina di luar transect rumput diam 20 Dec 05 10:25 Mabuya multifasciata 5 400 0 lubang diam 20 Dec 05 9:30 Mabuya multifasciata -2 200 0 kayu diam 20 Dec 05 9:30 Mabuya multifasciata -2 200 0 kayu diam 12 Dec 05 12:00 Calamaria schlegeli di luar transect tanah - 12:00 Calamaria schlegeli di luar transect tanah - 7 Dec 05 Lycodon subcintus di luar transect tanah diam 6 Dec 05 - Brocochella cristatela di luar transect batang pohon - 8 Dec 05 12:00 Mabuya multifasciata di luar transect rumput diam
Lampiran 1. (lanjutan) Way Canguk primer
Tgl. Waktu Jenis Posisi (m)
Substrat Aktivitas x y z
24-Dec-05 21:12 Cyrtodactylus cf fumosus -3,0 300 1,0 daun lompat 24-Dec-05 22:05 Cyrtodactylus cf fumosus 0,2 290 1,5 ranting diam 25-Dec-05 Dogania subplana diluar transect air berenang 26-Dec-05 Rhabdophis chrysargus diluar transect serasah berjalan 28-Dec-05 21:40 Psammodynastes pulverulentus 1,0 380 1,0 daun diam 28-Dec-05 19:40 Cyrtodactylus cf fumosus 1,3 46 1,6 batang pohon diam 28-Dec-05 21:45 Cyrtodactylus cf fumosus -0,2 385 1,0 batang pohon diam 28-Dec-05 19:52 Cyrtodactylus cf fumosus 1,0 80 1,2 ranting diam 28-Dec-05 21:56 Cyrtodactylus cf fumosus 1,4 420 0,6 ranting diam 28-Dec-05 22:19 Cyrtodactylus cf fumosus 0,4 555 0,3 daun diam 28-Dec-05 20:15 Cyrtodactylus cf fumosus -0,5 150 1,8 batang pohon diam 28-Dec-05 21:38 Cyrtodactylus cf fumosus -0,4 375 0,4 daun diam 28-Dec-05 19:38 Cyrtodactylus cf fumosus 2,0 45 1,2 akar diam 28-Dec-05 19:35 Gonocephalus chameleontinus 5,0 50 0,7 batang pohon tidur 28-Dec-05 20:20 Gonocephalus chameleontinus -0,1 140 2,0 ranting diam 28-Dec-05 21:32 Gonocephalus chameleontinus 5,0 355 1,5 batang pohon diam 28-Dec-05 19:59 Cyrtodactylus cf fumosus 5,0 110 1,0 batang pohon diam 28-Dec-05 19:30 Cyrtodactylus cf fumosus 0,0 10 1,4 batang pohon diam 29-Dec-05 15:00 Heosemya spinosa diluar transect diam 29-Dec-05 10:26 Mabuya multifasciata -5,0 150 1,0 kayu berjemur 29-Dec-05 10:40 Mabuya multifasciata -3,0 200 0,0 serasah berjemur 29-Dec-05 10:58 Mabuya multifasciata 5,0 230 0,0 serasah berjemur 29-Dec-05 11:28 Mabuya rudis 0,0 350 1,0 kayu berjemur 29-Dec-05 11:40 Mabuya multifasciata 4,5 349 0,0 tanah berjemur 29-Dec-05 9:30 Cyrtodactylus cf fumosus 5,0 35 0,0 tanah diam 29-Dec-05 10:15 Cyrtodactylus cf fumosus 5,0 250 0,0 serasah diam 29-Dec-05 9:53 Draco sumatranus 5,0 85 5,0 batang pohon diam 29-Dec-05 10:00 Draco sumatranus 6,0 130 6,0 batang pohon diam 29-Dec-05 10:00 Draco sumatranus 6,0 130 6,0 batang pohon diam 29-Dec-05 10:20 Draco sumatranus -1,0 210 4,0 batang pohon diam 29-Dec-05 10:30 Mabuya multifasciata -1,5 225 0,0 tanah diam 29-Dec-05 10:30 Draco sumatranus 2,0 230 6,0 batang pohon diam 29-Dec-05 10:45 Mabuya multifasciata -5,0 250 0,0 tanah berjemur 29-Dec-05 11:05 Draco sumatranus 0,0 390 1,0 batang pohon diam 29-Dec-05 11:43 Draco sumatranus -5,0 650 1,5 batang pohon diam 29-Dec-05 11:53 Draco sumatranus -2,0 710 5,0 batang pohon diam 29-Dec-05 9:10 Mabuya rugifera diluar transect tanah lari 29-Dec-05 11:45 Psammodynastes pulverulentus 5,0 690 0,0 tanah diam 29-Dec-05 15:00 Heosemya spinosa diluar transect diam 29-Dec-05 20:20 Gonocephalus chameleontinus -2,0 220 2,0 tepus tidur 29-Dec-05 20:58 Gonocephalus chameleontinus 0,2 320 1,0 daun diam 29-Dec-05 22:30 Psammodynastes pulverulentus -4,0 720 1,5 ranting diam 29-Dec-05 22:17 Draco sumatranus 3,0 700 4,0 batang pohon tidur 29-Dec-05 20:26 Draco sumatranus -2,0 198 2,0 daun tidur 29-Dec-05 21:00 Draco melanopogon -2,0 322 2,0 daun tidur 29-Dec-05 19:40 Cyrtodactylus cf fumosus -0,5 53 1,2 batang pohon diam 29-Dec-05 19:39 Cyrtodactylus cf fumosus 0,8 52 1,4 ranting diam
Lampiran 1. (lanjutan) Way Canguk primer (lanjutan)
Tgl. Waktu Jenis Posisi (m)
Substrat Aktivitas x y z
29-Dec-05 20:49 Cyrtodactylus cf fumosus -0,4 260 0,2 daun diam 29-Dec-05 21:58 Cyrtodactylus cf fumosus -1,0 390 0,4 daun diam 29-Dec-05 21:26 Cyrtodactylus cf fumosus -1,0 440 0,7 daun diam 29-Dec-05 22:42 Cyrtodactylus cf fumosus 1,0 780 0,3 kayu diam 29-Dec-05 21:55 Gonocephalus chameleontinus -0,2 585 2,2 daun diam 29-Dec-05 19:46 Cyrtodactylus cf fumosus 0,2 170 4,0 daun diam 30-Dec-05 9:21 Draco sumatranus -1,5 175 5,0 batang pohon diam 30-Dec-05 10:19 Mabuya rugifera -2,0 380 0,4 akar berjemur 30-Dec-05 10:35 Draco sumatranus -2,0 440 4,0 batang pohon diam 30-Dec-05 11:12 Draco sumatranus 1,0 655 6,0 batang pohon diam 30-Dec-05 11:18 Draco sumatranus 1,0 700 3,0 batang pohon diam 30-Dec-05 11:35 Mabuya rudis -1,5 560 0,0 serasah berjemur 30-Dec-05 10:55 Draco sumatranus 0,0 480 6,0 batang pohon diam 30-Dec-05 9:44 Mabuya rugifera -1,0 225 0,5 banir berjemur 30-Dec-05 10:52 Draco sumatranus 0,0 480 5,0 batang pohon diam 30-Dec-05 8:27 Xenochropis trianguligera 0,0 187 0,0 air berenang 30-Dec-05 10:10 Mabuya multifasciata -3,0 150 0,0 batu berjemur 30-Dec-05 10:12 Mabuya multifasciata -1,0 150 0,0 akar berjemur 30-Dec-05 11:05 Mabuya multifasciata -3,0 325 0,7 kayu berjemur 30-Dec-05 11:07 Mabuya rudis 4,0 325 0,0 tanah berjemur 30-Dec-05 11:13 Mabuya multifasciata -5,0 390 0,0 tanah berjemur 30-Dec-05 11:25 Xenochropis trianguligera 0,0 350 0,0 air berenang
1-Jan-06 9:15 Draco sumatranus -3,0 160 5,0 batang pohon diam 1-Jan-06 9:30 Mabuya multifasciata -5,0 230 0,0 serasah berjemur 1-Jan-06 11:11 Mabuya rugifera 2,0 700 0,3 serasah berjemur 1-Jan-06 Gekko smithi diluar transect 1-Jan-06 19:52 Boiga nigriceps -3,0 85 0,3 ranting diam 1-Jan-06 20:03 Gonocephalus chameleontinus 5,0 90 2,0 ranting tidur 1-Jan-06 20:35 Trimeresurus puniceus -1,0 190 1,0 batang pohon diam 1-Jan-06 21:43 Psammodynastes pulverulentus 1,0 490 1,0 tepus diam 1-Jan-06 21:00 Gonocephalus chameleontinus 5,0 260 1,5 ranting diam 1-Jan-06 Pareas malaccanus diluar transect diam 1-Jan-06 21:16 Cyrtodactylus cf fumosus 2,0 250 0,5 daun diam 1-Jan-06 21:03 Cyrtodactylus cf fumosus 2,0 360 0,5 ranting diam 1-Jan-06 19:38 Cyrtodactylus cf fumosus 0,2 10 0,1 daun diam 1-Jan-06 19:55 Cyrtodactylus cf fumosus 2,0 85 2,2 daun diam 1-Jan-06 20:05 Cyrtodactylus cf fumosus -3,0 150 1,8 ranting diam 1-Jan-06 21:35 Cyrtodactylus cf fumosus -1,0 465 1,5 batang pohon diam 1-Jan-06 21:35 Cyrtodactylus cf fumosus 1,0 465 1,0 ranting diam 1-Jan-06 20:43 Cyrtodactylus cf fumosus 1,0 195 1,0 daun diam 1-Jan-06 20:08 Cyrtodactylus cf fumosus 5,0 95 3,0 ranting diam 1-Jan-06 20:07 Cyrtodactylus cf fumosus 2,0 90 2,5 daun diam 1-Jan-06 19:55 Cyrtodactylus cf fumosus 0,3 80 1,0 daun diam 1-Jan-06 21:34 Cyrtodactylus cf fumosus 2,0 430 1,0 daun diam 1-Jan-06 20:08 Cyrtodactylus cf fumosus 0,3 100 0,2 daun diam 1-Jan-06 20:10 Cyrtodactylus cf fumosus -2,0 160 1,2 ranting diam 1-Jan-06 22:30 Cyrtodactylus cf fumosus 2,5 780 1,0 ranting diam 1-Jan-06 22:30 Cyrtodactylus cf fumosus 3,0 780 1,2 daun diam 3-Jan-06 10:02 Mabuya multifasciata 0,0 20 1,5 daun tidur
Lampiran 1. (lanjutan) Way Canguk sekunder
Tgl. Waktu Jenis Posisi (m)
Substrat Aktivitas x y z
25-Dec-05 13:30 Mabuya multifasciata -5,0 760 0,0 lubang tanah lari 25-Dec-05 12:30 Draco sumatranus 4,0 875 3,5 batang pohon diam 25-Dec-05 22:09 Mabuya multifasciata 0,0 240 1,5 tepus diam 25-Dec-05 20:01 Cyrtodactylus cf. fumosus -0,5 25 1,3 batang pohon diam 25-Dec-05 21:53 Cyrtodactylus cf. fumosus 0,5 790 0,1 daun diam 26-Dec-05 10:00 Draco sumatranus -3,0 790 2,5 batang pohon diam 26-Dec-05 10:36 Draco sumatranus 0,0 1000 4,0 batang pohon diam 26-Dec-05 11:15 Draco sumatranus 0,5 1080 3,0 batang pohon diam 26-Dec-05 11:27 Draco sumatranus 0,9 1190 4,0 batang pohon diam 26-Dec-05 11:40 Draco sumatranus 1,0 1230 5,0 batang pohon diam 26-Dec-05 11:40 Draco sumatranus 1,0 1230 6,0 batang pohon diam 26-Dec-05 9:36 Mabuya multifasciata 1,5 620 0,0 serasah lari 26-Dec-05 11:40 Draco sumatranus 2,0 150 5,0 batang pohon diam 26-Dec-05 11:15 Draco sumatranus -3,0 200 5,0 batang pohon diam 26-Dec-05 10:40 Draco sumatranus 2,0 150 4,0 batang pohon diam 26-Dec-05 11:05 Draco sumatranus -1,0 235 6,0 batang pohon diam 26-Dec-05 21:20 Cyrtodactylus cf. fumosus -0,3 1220 1,5 ranting diam 26-Dec-05 21:15 Cyrtodactylus cf. fumosus -0,2 890 0,6 ranting diam 26-Dec-05 21:50 Cyrtodactylus cf. fumosus -0,1 1385 1,5 daun diam 26-Dec-05 21:20 Xenopeltis unicolor -0,1 310 0,0 tanah diam 26-Dec-05 21:10 Boiga nigriceps 0,0 300 0,2 batang pohon diam 27-Dec-05 9:57 Mabuya multifasciata 5,0 145 0,0 tanah berjemur 27-Dec-05 11:23 Draco sumatranus 1,0 390 7,0 batang pohon diam 27-Dec-05 11:23 Draco sumatranus 1,0 390 6,0 batang pohon diam 27-Dec-05 10:15 Varanus rudicollis 1,0 960 0,0 tanah berjemur 27-Dec-05 9:13 Draco sumatranus -3,0 630 4,0 batang pohon diam 27-Dec-05 9:13 Draco sumatranus -3,0 630 5,0 batang pohon diam 27-Dec-05 9:30 Draco sumatranus 1,5 775 7,0 batang pohon diam 27-Dec-05 9:30 Draco sumatranus 1,5 775 7,0 batang pohon diam 27-Dec-05 9:30 Draco sumatranus 4,5 780 8,0 batang pohon diam 27-Dec-05 9:33 Draco sumatranus -1,0 783 8,0 batang pohon diam 27-Dec-05 9:34 Draco sumatranus -3,0 790 3,0 batang pohon diam 27-Dec-05 9:34 Draco sumatranus -3,0 790 3,0 batang pohon diam 27-Dec-05 9:45 Draco sumatranus -3,5 850 7,0 batang pohon diam 27-Dec-05 9:45 Draco sumatranus -3,5 850 7,0 batang pohon diam 27-Dec-05 10:05 Draco sumatranus 0,5 900 10,0 batang pohon diam 27-Dec-05 21:03 Cyrtodactylus cf fumosus 0,4 1225 1,3 ranting diam 27-Dec-05 21:15 Cyrtodactylus cf fumosus 0,0 1255 2,3 batang pohon diam 27-Dec-05 21:27 Cyrtodactylus cf fumosus 0,4 1365 1,0 batang pohon bergerak
Ket : x) posisi kearah kanan (+) atau kiri (-) dari transek y) posisi dari titik 0 transek z) posisi vertikal dari permukaan tanah
Lampiran 2. Indek kelimpahan dan indek kemerataan jenis reptil per jalur
pengamatan Kubu Perahu primer
No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Draco melanopogon 4 0.29 0.36 0.17 2 Draco sumatranus 2 0.14 0.28 0.13 3 Bronchocella cristatela 1 0.07 0.19 0.09 4 Varanus salvator 1 0.07 0.19 0.09 5 Trimeresurus sumatrana 1 0.07 0.19 0.09 6 Mabuya rudis 3 0.21 0.33 0.16 7 Mabuya multifasciata 1 0.07 0.19 0.09 8 Cyrtodactylus quadrilineatus 1 0.07 0.19 0.09
Jumlah 14 1.91 0.92
Kubu Perahu sekunder No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Mabuya multifasciata 16 0.67 0.27 0.15 2 Mabuya rudis 2 0.08 0.21 0.12 3 Xenochropis trianguligera 3 0.13 0.26 0.15 4 Taxydromus sexlineatus 1 0.04 0.13 0.07 5 Gonyosoma oxycephalum 1 0.04 0.13 0.07 6 Cyrtodactylus cf fumosus 1 0.04 0.13 0.07
Jumlah 24 1.13 0.63
Linau primer No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Rhabdophis chrysargos 1 0.03 0.11 0.04 2 Mabuya multifasciata 11 0.37 0.37 0.14 3 Mabuya rudis 3 0.10 0.23 0.09 4 Trimeresurus sumatrana 1 0.03 0.11 0.04 5 Trimeresurus puniceus 1 0.03 0.11 0.04 6 Cyrtodactylus fumosus 3 0.10 0.23 0.09 7 Dendrelaphis caudolineatus 1 0.03 0.11 0.04 8 Draco melanopogon 3 0.10 0.23 0.09 9 Draco fimbriatus 1 0.03 0.11 0.04
10 Broncochella cristatela 1 0.03 0.11 0.04 11 Pareas laevis 2 0.07 0.18 0.07 12 Xenochrophis trianguligera 1 0.03 0.11 0.04 13 Boiga jaspidea 1 0.03 0.11 0.04
Jumlah 30 2.15 0.84
Linau sekunder No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Mabuya multifasciata 5 0.36 0.37 0.27 2 Mabuya rudis 2 0.14 0.28 0.20 3 Draco volans 5 0.36 0.37 0.27 4 Cyrtodactylus cf fumosus 2 0.14 0.28 0.20
Jumlah 14 1.29 0.93
Lampiran 2. (lanjutan)
Way Sepunti primer No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Mabuya rudis 4 0.22 0.33 0.19 2 Mabuya multifasciata 4 0.22 0.33 0.19 3 Cyrtodactylus quadrilineatus 6 0.33 0.37 0.20 4 Cyrtodactylus cf fumosus 2 0.11 0.24 0.14 5 Draco melanopogon 1 0.06 0.16 0.09 6 Boiga jaspidea 1 0.06 0.16 0.09
Jumlah 18 1.60 0.89
Way Sepunti sekunder No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Mabuya rudis 11 0.31 0.36 0.16 2 Mabuya multifasciata 13 0.37 0.37 0.16 3 Trimeresurus puniceus 1 0.03 0.10 0.04 4 Dogania subplana 1 0.03 0.10 0.04 5 Cyrtodactylus quadrilineatus 1 0.03 0.10 0.04 6 Xenochropis trianguligera 2 0.06 0.16 0.07 7 Gecko monarcus 1 0.03 0.10 0.04 8 Homalopsis bucatta 1 0.03 0.10 0.04 9 Broncocella cristatela 1 0.03 0.10 0.04
10 Ptyas korros 3 0.09 0.21 0.09 Jumlah 35 1.72 0.74
Ranau primer No. Spesies Jumlah Pi H' E
1 Cyrtodactylus quadrilineatus 11 0.61 0.30 0.19 2 Calotes sp 1 0.06 0.16 0.10 3 Pareas vertebralis 2 0.11 0.24 0.15 4 Gonocephalus klosi 1 0.06 0.16 0.10 5 Pseudocalotes tympanistriga 3 0.17 0.30 0.19
Jumlah 18 1.16 0.72
Ranau sekunder No. Spesies Jumlah Pi H' E
1 Mabuya multifasciata 9 0.60 0.31 0.17 2 Ahaetulla prasina 1 0.07 0.18 0.10 3 Ptyas koros 1 0.07 0.18 0.10 4 Calotes sp 2 0.13 0.27 0.15 5 Draco taeniopterus 1 0.07 0.18 0.10 6 Heosemys spinosa 1 0.07 0.18 0.10
Jumlah 15 1.30 0.72 Lampiran 2. (lanjutan)
Way Canguk perimer
No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Cyrtodactylus cf fumosus 37 0.41 0.37 0.15 2 Mabuya multifasciata 12 0.13 0.27 0.11 3 Mabuya rudis 3 0.03 0.11 0.05 4 Mabuya rugifera 4 0.04 0.14 0.06 5 Psammodynastes pulverulentus 4 0.04 0.14 0.06 6 Gonocephalus chameleontinus 8 0.09 0.22 0.09 7 Draco sumatranus 17 0.19 0.31 0.13 8 Draco melanopogon 1 0.01 0.05 0.02 9 Xenochropis trianguligera 2 0.02 0.08 0.04
10 Boiga nigriceps 1 0.01 0.05 0.02 11 Trimeresurus puniceus 1 0.01 0.05 0.02
Jumlah 90 1.79 0.75 Way Canguk sekunder
No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Mabuya multifasciata 4 0.10 0.23 0.13 2 Draco sumatranus 25 0.63 0.29 0.16 3 Cyrtodactylus cf fumosus 8 0.20 0.32 0.18 4 Xenopeltis unicolor 1 0.03 0.09 0.05 5 Boiga nigriceps 1 0.03 0.09 0.05 6 Varanus rudicollis 1 0.03 0.09 0.05
Jumlah 40 1.12 0.63
Lampiran 3. Indek kelimpahan dan Indek keanekaagaman berdasarkan ketinggian
Way Canguk (50 mdpl)
No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Cyrtodactylus cf fumosus 45 0.35 0.37 0.14 2 Mabuya multifasciata 16 0.12 0.26 0.10 3 Mabuya rudis 3 0.02 0.09 0.03 4 Mabuya rugifera 4 0.03 0.11 0.04 5 Psammodynastes pulverulentus 4 0.03 0.11 0.04 6 Gonocephalus chameleontinus 8 0.06 0.17 0.07 7 Draco sumatranus 42 0.32 0.37 0.14 8 Draco melanopogon 1 0.01 0.04 0.01 9 Xenochropis trianguligera 2 0.02 0.06 0.03
10 Boiga nigriceps 2 0.02 0.06 0.03 11 Trimeresurus puniceus 1 0.01 0.04 0.01 12 Varanus rudicollis 1 0.01 0.04 0.01 13 Xenopeltis unicolor 1 0.01 0.04 0.01
130 1.74 0.68 Linau (450-550 mdpl)
No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Rhabdophis chrysargus 1 0.02 0.09 0.03 2 Mabuya multifasciata 16 0.36 0.37 0.14 3 Mabuya rudis 5 0.11 0.25 0.10 4 Trimeresurus sumatrana 1 0.02 0.09 0.03 5 Trimeresurus puniceus 1 0.02 0.09 0.03 6 Cyrtodactylus fumosus 5 0.11 0.25 0.10 7 Dendrelaphis caudolineatus 1 0.02 0.09 0.03 8 Draco melanopogon 3 0.07 0.18 0.07 9 Draco fimbriatus 1 0.02 0.09 0.03
10 Broncochella cristatela 1 0.02 0.09 0.03 11 Pareas laevis 2 0.05 0.14 0.05 12 Xenochrophis trianguligera 1 0.02 0.09 0.03 13 Boiga jaspidea 1 0.02 0.09 0.03 14 Draco volans 5 0.11 0.25 0.10
44 2.12 0.83 Kubu Perahu (550-700 mdpl)
No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Draco melanopogon 4 0.11 0.24 0.09 2 Draco sumatranus 2 0.05 0.15 0.06 3 Bronchocella cristatela 1 0.03 0.10 0.04 4 Varanus salvator 1 0.03 0.10 0.04 5 Trimeresurus sumatrana 1 0.03 0.10 0.04 6 Mabuya rudis 5 0.13 0.27 0.10 7 Mabuya multifasciata 17 0.45 0.36 0.14 8 Cyrtodactylus quadrilineatus 1 0.03 0.10 0.04 9 Xenochropis trianguligera 3 0.08 0.20 0.08
10 Taxydromus sexlineatus 1 0.03 0.10 0.04 11 Gonyosoma oxycephalum 1 0.03 0.10 0.04 12 Cyrtodactylus cf fumosus 1 0.03 0.10 0.04
38 1.89 0.74 Lampiran 3 (lanjutan)
Way Sepunti (550-950 mdpl)
No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Mabuya rudis 15 0.28 0.36 0.14 2 Mabuya multifasciata 17 0.32 0.36 0.14 3 Cyrtodactylus quadrilineatus 7 0.13 0.27 0.10 4 Cyrtodactylus cf fumosus 2 0.04 0.12 0.05 5 Draco melanopogon 1 0.02 0.07 0.03 6 Boiga jaspidea 1 0.02 0.07 0.03 7 Dogania subplana 1 0.02 0.07 0.03 8 Cyrtodactylus quadrilineatus 1 0.02 0.07 0.03 9 Xenochropis trianguligera 2 0.04 0.12 0.05
10 Gecko monarcus 1 0.02 0.07 0.03 11 Homalopsis bucatta 1 0.02 0.07 0.03 12 Broncocella cristatela 1 0.02 0.07 0.03 13 Ptyas korros 3 0.06 0.16 0.06 53 1.92 0.75
Ranau (1200-1400 mdpl)
No. Spesies Jumlah Pi H' E 1 Cyrtodactylus quadrilineatus 11 0.33 0.37 0.14 2 Calotes sp 1 0.03 0.11 0.04 3 Pareas vertebralis 2 0.06 0.17 0.07 4 Gonocephalus klosi 1 0.03 0.11 0.04 5 Pseudocalotes tympanistriga 3 0.09 0.22 0.08 6 Mabuya multifasciata 9 0.27 0.35 0.14 7 Ahaetulla prasina 1 0.03 0.11 0.04 8 Ptyas koros 1 0.03 0.11 0.04 9 Calotes sp 2 0.06 0.17 0.07
10 Draco taeniopterus 1 0.03 0.11 0.04 11 Heosemys spinosa 1 0.03 0.11 0.04
33 1.91 0.75
Lampiran 4. Hasil pengukuran suhu di lokasi pengamatan
No. Hari ke- Siang Malam Awal Akhir Awal Akhir
A Kubu Perahu Primer 1 19,3 23,9 22,9 20,0 2 19,5 23,5 23,0 20,7 3 20,0 23,7 22,7 20,5 4 19,7 23,5 23,0 20,0 5 19,3 24,0 22,7 19,9 6 19,5 23,9 22,5 20,5
Rentang 19,3 - 20,0 23,5 - 24,0 22,5 - 23,0 19,9 – 20,7 rata-rata 19,55 23,75 22,80 20,27
B Kubu Perahu Sekunder 1 21,5 31,5 22,9 21,0 2 22,0 30,8 22,5 21,5 3 22,0 32,0 22,9 21,3 4 21,8 31,8 23,0 21,9 5 21,5 31,0 22,3 21,2 6 22,0 31,8 22,0 21,0
Rentang 21,5 - 22,0 30,8 - 32,0 22,0 - 23,0 21,0 - 21,9 rata-rata 21,8 31,5 22,6 21,32
C Linau Primer 1 22,5 25,8 22,0 19,0 2 21,3 25,5 22,5 19,2 3 22,9 26,0 22,3 18,5 4 22,7 26,0 22,9 18,7 5 22,9 25,0 22,5 18,9 6 22,6 26,3 21,9 18,4
Rentang 21,3 - 22,9 25,0 - 26,3 21,9 - 22,9 18,4 - 19,2 rata-rata 22,48 25,77 22,35 18,78
D Linau Sekunder 1 23,5 28,0 22,9 20,5 2 25,0 28,5 23,0 20,5 3 25,3 30,5 23,5 21,2 4 25,5 30,8 23,2 20,9 5 25,3 27,0 22,5 20,3 6 23,7 27,8 22,5 20,2
Rentang 23,5 - 25,5 27 - 30,8 22,5 - 23,5 20,0 - 21,2 rata-rata 24,72 28,77 22,93 20,60
E Way Sepunti Primer 1 22,5 23,9 21,0 21,2 2 22,0 21,9 22,0 21,9 3 23,1 23,0 22,0 21,8 4 21,7 23,6 21,0 21,0 5 22,5 24,0 22,0 21,5 6 23,5 22,5 20,5 20,0
Rentang 21,7 - 23,5 21,9 - 24,0 20,5 - 22,0 20,0 - 21,9 rata-rata 22,55 23,15 21,42 21,23
Lampiran 4. (Lanjutan)
No. Hari ke- Siang Malam Awal Akhir Awal Akhir
F Way Sepunti Sekunder 1 23,0 24,9 22,3 22,2 2 23,0 24,0 21,1 20,7 3 23,1 25,2 22,5 21,5 4 22,5 25,0 22,5 21,7 5 23,0 26,0 22,5 22,0 6 25,6 26,5 23,3 21,7
Rentang 22,5 – 25,6 24,0 – 26,5 21,1 – 23,3 20,7 – 22,2 rata-rata 23,37 25,27 22,37 21,63
G Ranau Primer 1 21,5 22,5 20 18,8 2 21,1 21,4 20 20 3 20,5 21,5 20 18 4 20,2 19,5 21 18,5 5 21,5 21,9 18,5 18,5 6 18,5 19,5 18,9 18,5
Rentang 18,5 – 21,5 19,5 – 22,5 18,5 – 21,0 18,0 – 20,0 rata-rata 20,55 21,05 19,73 18,72
H Ranau Sekunder 1 19,8 20,5 17,9 17 2 19 20,5 19,5 18,5 3 18,5 19 18,7 18,5 4 20,5 22 18,5 18 5 22 21,5 19 19 6 19,5 22 19 18,5
Rentang 18,5 – 20,5 19,0 – 22,0 17,9 – 19,5 17,0 – 19,0 rata-rata 19,88 20,92 18,77 18,25
I Way Canguk Primer 1 26,0 27,6 25,0 25,0 2 26,0 27,6 27,8 24,0 3 25,5 25,8 27,8 24,0 4 25,5 25,8 24,5 24,2 5 25,1 25,2 24,5 24,2 6 25,3 24,0 24,4 23,9
Rentang 25,1 – 26,0 24,0 – 27,6 24,4 – 27,8 23,9 – 25,0 rata-rata 25,57 26,00 25,67 24,22
J Way Canguk Primer 1 25,0 25,3 25,0 23,9 2 25,3 27,5 25,0 23,9 3 25,3 27,5 24,5 24,5 4 26,0 27,7 24,5 24,5 5 26,0 27,7 26,0 25,0 6 25,3 24,0 26,0 25,0
Rentang 25,0 – 26,0 24,0 – 27,7 24,5 – 26,0 23,9 – 25,0 rata-rata 25,48 26,62 25,17 24,47
Lampiran 5a. Hasil pengukuran panjang tubuh dan panjang telur pada C. cf
fumosus betina
No Berat (g) SVL (mm)
Ekor (mm)
Total (mm)
∑ telur telur terpanjang
1 2.10 45.80 50.80 96.60 6 1.84 2 2.70 51.30 49.30 100.60 6 4.38 3 3.80 53.95 45.80 99.75 6 11.38 4 2.00 44.30 50.70 95.00 4 1.48 5 3.70 56.15 54.20 110.35 4 11.70 6 3.00 52.30 21.75 74.05 8 4.30 7 2.90 51.50 39.35 90.85 6 10.02 8 3.80 51.00 55.80 106.80 6 4.38 9 2.75 56.25 43.55 99.80 4 4.38
10 4.30 56.35 41.05 97.40 0 11 3.50 57.90 37.50 95.40 2 10.50 12 1.10 36.15 41.70 77.85 2 2.34 13 3.60 51.80 53.80 105.60 2 11.84 14 4.80 57.90 37.35 95.25 4 9.96 15 3.50 53.60 59.70 113.30 5 10.52 16 2.90 50.70 53.80 104.50 2 10.26
Lampiran 5b. Hasil pengukuran panjang tubuh dan panjang testis pada C. cf fumosus jantan
No SVL (mm)
Ekor (mm) Total (mm) Panjang testis (mm)
kanan kiri 1 51.10 46.45 97.55 3.34 5.20 2 40.95 46.50 87.45 3.66 2.90 3 50.90 52.10 103.00 3.58 3.26 4 53.05 45.00 98.05 3.76 3.54 5 46.10 53.40 99.50 3.44 3.42 6 49.35 54.60 103.95 3.02 3.08 7 51.50 43.90 95.40 3.96 3.44 8 54.35 53.10 107.45 4.70 4.16 9 44.35 47.35 91.70 2.80 3.74
10 55.90 44.90 100.80 4.88 4.82 11 53.70 16.00 69.70 3.74 3.68 12 53.50 55.00 108.50 3.64 4.06 13 45.15 26.65 71.80 2.64 2.66 14 53.80 43.10 96.90 3.40 4.00
Lampiran 6. Hasil analisis koposisi pakan C cf fumosus
No Sex Berat (mm)
SVL (mm)
Ekor (mm) Jenis Pakan
1 f 2.10 45.80 50.80 Isoptera 2 m 2.80 51.10 46.45 Kosong 3 f 2.70 51.30 49.30 Araneae 4 m 1.40 40.95 46.50 tidak teridentifikasi 5 m 2.70 50.90 52.10 Isoptera 6 m 2.80 53.05 45.00 Kosong 7 f 3.80 53.95 45.80 Araneae, Annelida 8 f 2.00 44.30 50.70 Araneae 9 f 3.70 56.15 54.20 Isoptera10 f 3.00 52.30 21.75 Reptilia 11 m 2.30 46.10 53.40 tidak teridentifikasi 12 f 2.90 51.50 39.35 Araneae 13 f 3.80 51.00 55.80 Kosong 14 f 2.75 56.25 43.55 Isopoda 15 m 2.49 49.35 54.60 Blattaria 16 m 2.88 51.50 43.90 Isoptera 17 f 4.30 56.35 41.05 Kosong 18 m 3.30 54.35 53.10 Kosong 19 f 3.50 57.90 37.50 Isoptera 20 m 1.82 44.35 47.35 Kosong 21 m 3.09 55.90 44.90 Isoptera22 m 2.10 53.70 16.00 Kosong 23 m 2.70 53.50 55.00 Kosong24 m 1.50 45.15 26.65 Diptera 25 f 1.10 36.15 41.70 Araneae 26 m 3.20 53.80 43.10 Isoptera 27 f 3.60 51.80 53.80 Isoptera 28 f 4.80 57.90 37.35 Isoptera 29 f 3.50 53.60 59.70 Glomerida 30 f 2.90 50.70 53.80 Glomerida
Lampiran 7. Hasil pengukuran penutupan tajuk di beberapa lokasi pengamatan
Lokasi Panjang Jalur (m)
Penutupan Tajuk (%) Utara Selatan Barat Timur
Kubu Perahu primer
0 89 96 91 95 200 92 93 92 88 400 91 89 95 93 600 91 92 92 94 800 86 89 90 92
sungai 200 92 95 92 93 sungai 400 92 90 90 87
jumlah 633 644 642 642 rata-rata 90,43 92 91,71 91,71
Kubu Perahu sekunder
0 12 7 10 10 200 8 8 9 5 400 96 96 96 66 600 6 19 23 38 800 30 26 28 10
sungai 200 0 0 0 0 sungai 400 85 80 72 90
jumlah 237 236 238 219 rata-rata 33,86 33,71 34,00 31,29
Linau primer
0 78 78 78 78 200 59 59 59 59 400 81 81 81 81 600 75 75 75 75 800 90 90 90 90
sungai 200 30 30 30 30 sungai 400 21 21 21 21
jumlah 434 434 434 434 rata-rata 62 62 62 62
Linau sekunder
0 64 64 64 64 200 26 26 26 26 400 0 0 0 0 600 78 78 78 78 800 85 85 85 85
sungai 200 20 20 20 20 sungai 400 80 80 80 80
jumlah 353 353 353 353 rata-rata 50,43 50,43 50,43 50,43
Way Sepunti primer
0 90 88 94 90 200 85 95 94 91 400 89 93 95 94 600 94 95 96 96 800 91 93 96 95
sungai 200 89 92 87 89 sungai 400
jumlah 538 556 562 555 rata-rata 89,67 92,67 93,67 92,50
Lampiran 7. (lanjutan).
Lokasi Panjang Jalur (m)
Penutupan Tajuk (%) Utara Selatan Barat Timur
Way Sepunti sekunder
0 68 93 41 48 200 59 67 38 60 400 89 78 85 91 600 93 89 94 80 800 85 94 86 93
sungai 200 51 85 74 81
sungai 400 82 81 76 84
jumlah 527 587 494 537 rata-rata 75,29 83,86 70,57 76,71
Ranau primer
0 94 94 95 91 200 87 93 94 94 400 85 92 91 92 600 54 89 82 59 800 90 77 90 91
sungai 200 sungai 400
jumlah 410 445 452 427 rata-rata 82 89 90,4 85,4
ranau sekunder
0 66 88 67 26 200 78 42 52 80 400 0 37 60 4 600 40 45 63 89 800 83 77 62 72
sungai 200 75 52 60 92 sungai 400 70 90 85 75
jumlah 412 431 449 438 rata-rata 58,86 61,57 64,14 62,57
Way Canguk primer
0 92 93 88 90 200 94 95 94 92 400 93 96 96 95 600 88 93 90 94 800 93 91 90 94
sungai 200 89 95 91 93 sungai 400 96 90 93 94
jumlah 645 653 642 652 rata-rata 92,14 93,29 91,71 93,14
Way Canguk sekunder
0 90 86 89 92 200 76 91 95 85 400 86 91 88 92 600 91 89 90 93 800 91 75 92 75
sungai 200 87 89 62 71 sungai 400 91 86 83 78
jumlah 612 607 599 586 rata-rata 87,43 86,71 85,57 83,71
Lampiran 8. Hasil pengukuran bagian-bagian tubuh Cyrtodactylus cf fumosus
No Sex Berat (g) SVL (mm) L kepala (mm) P kepala (mm) T kiri (mm) T kanan (mm) T Rata2 (mm) JT kiri (mm) JT kanan (mm) JT Rata2 (mm) 1 f 2,10 45,80 0,72 1,30 1,57 1,50 1,53 2,27 2,20 2,24 2 m 2,80 51,10 0,89 1,45 1,63 1,77 1,70 2,30 2,28 2,29 3 f 2,70 51,30 0,86 1,45 1,72 1,69 1,70 2,53 2,63 2,58 4 m 1,40 40,95 0,66 1,21 1,84 1,87 1,86 1,84 1,90 1,87 5 m 2,70 50,90 0,86 1,45 1,72 1,70 1,71 2,33 1,90 2,12 6 m 2,80 53,05 0,87 1,54 1,82 1,71 1,77 2,22 2,33 2,28 7 f 3,80 53,95 0,89 1,49 1,75 1,72 1,73 2,50 2,27 2,39 8 f 2,00 44,30 0,74 1,24 1,50 1,40 1,45 2,20 2,47 2,34 9 f 3,70 56,15 0,85 1,51 1,67 1,66 1,67 2,65 2,26 2,46 10 f 3,00 52,30 0,86 1,42 1,87 1,85 1,86 2,50 2,60 2,55 11 m 2,30 46,10 0,77 1,29 1,53 1,50 1,52 2,10 2,50 2,30 12 f 2,90 51,50 0,91 1,53 1,65 1,66 1,65 2,69 2,20 2,44 13 f 3,80 51,00 0,86 1,54 1,85 1,90 1,88 2,60 2,66 2,63 14 f 2,75 56,25 0,89 1,51 1,66 1,60 1,63 2,35 2,56 2,46 15 m 2,49 49,35 0,88 1,38 1,63 1,65 1,64 2,42 2,35 2,39 16 m 2,88 51,50 0,84 1,49 1,65 1,50 1,58 2,20 2,30 2,25 17 f 4,30 56,35 1,00 1,61 1,69 1,69 1,69 2,40 2,27 2,34 18 m 3,30 54,35 0,89 1,55 1,65 1,68 1,67 2,34 2,40 2,37 19 f 3,50 57,90 0,91 1,59 1,80 1,80 1,80 2,46 2,31 2,39 20 m 1,82 44,35 0,70 1,24 1,34 1,38 1,36 1,96 1,92 1,94 21 m 3,09 55,90 0,91 1,50 1,67 1,67 1,67 2,38 2,40 2,39 22 m 2,10 53,70 0,89 1,46 1,74 1,70 1,72 2,30 2,38 2,34 23 m 2,70 53,50 0,85 1,44 1,75 1,83 1,79 2,26 2,20 2,23 24 m 1,50 45,15 0,67 1,27 1,50 1,46 1,48 2,10 2,02 2,06 25 f 1,10 36,15 0,64 1,11 1,15 1,16 1,15 1,70 1,70 1,70 26 m 3,20 53,80 0,86 1,52 1,70 1,75 1,73 2,43 2,40 2,42 27 f 3,60 51,80 0,89 1,50 1,80 1,74 1,77 2,60 2,54 2,57 28 f 4,80 57,90 0,95 1,59 1,80 1,78 1,79 2,61 2,65 2,63 29 f 3,50 53,60 0,85 1,45 1,70 1,76 1,73 2,60 2,65 2,63
30 f 2,90 50,70 0,79 1,40 1,71 1,66 1,69 2,53 2,53 2,53 Keterangan : SVL : Snout vent length; L kepala : lebar kepala; P kepala : panjang kepala; T : panjang tungkai; JT : jarak tungkai
69
70
Lampiran 9a. Analisis korelasi antara panjang tubuh /svl dengan panjang testis
Correlations
SVL KANAN KIRI SVL Pearson
Correlation 1 ,622(*) ,609(*)
Sig. (2-tailed) . ,017 ,021 N 14 14 14
KANAN Pearson Correlation ,622(*) 1 ,476
Sig. (2-tailed) ,017 . ,085 N 14 14 14
KIRI Pearson Correlation ,609(*) ,476 1
Sig. (2-tailed) ,021 ,085 . N 14 14 14
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Lampiran 9b. Analisis korelasi antara panjang tubuh/svl dengan panjang telur
Correlations
SVL telur
terpanjang SVL Pearson Correlation 1 ,652(**)
Sig. (2-tailed) . ,008 N 16 15
telur terpanjang Pearson Correlation ,652(**) 1 Sig. (2-tailed) ,008 . N 15 15
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 10a. Analisis statistik deskriptif antara panjang tubuh/svl dan panjang testis
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N SVL 50,264 4,4694 14 KANAN 3,6114 ,62377 14 KIRI 3,711 ,7020 14
Lampiran 10b. Analisis statistik deskriptif antara panjang tubuh/svl dan panjang
telur Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N SVL 51,684 5,6634 16 telur terpanjang 7,2853 3,99396 15
71
Lampiran 11. Nilai uji t untuk panjang tubuh, panjang kepala, lebar kepala, panjang tungkai dan jarak tungkai antara jantan dan betina Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper panjang tubuh/SVL
Equal variances assumed ,041 ,841 -,754 28 ,457 -1,420 1,8824 -5,2760 2,4358
Equal variances not assumed -,767 27,738 ,450 -1,420 1,8524 -5,2162 2,3760
L kepala Equal variances assumed ,106 ,748 -,803 28 ,429 -,02608 ,032474 -,092600 ,040439
Equal variances not assumed -,805 27,691 ,428 -,02608 ,032400 -,092483 ,040322
P kepala Equal variances assumed ,017 ,897 -,848 28 ,404 -,03937 ,046449 -,134522 ,055772
Equal variances not assumed -,857 27,983 ,399 -,03937 ,045934 -,133470 ,054720
panjang tungkai rata2
Equal variances assumed ,172 ,682 -,262 28 ,795 -,01515 ,057744 -,133430 ,103135
Equal variances not assumed -,267 27,463 ,791 -,01515 ,056663 -,131319 ,101024
jarak tungkai rata2
Equal variances assumed ,081 ,778 -2,638 28 ,013 -,19659 ,074531 -,349259 -,043920
Equal variances not assumed -2,688 27,453 ,012 -,19659 ,073130 -,346523
-,046656
71
72
Lampiran 12. Analisis statistik deskriptif untuk panjang tubuh, panjang kepala, lebar kepala, panjang tungkai dan jarak tungkai.
Group Statistics
SEX N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
SVL m 14 50,264 4,4694 1,1945 f 16 51,684 5,6634 1,4158
L kepala m 14 ,82386 ,087169 ,023297 f 16 ,84994 ,090070 ,022517
P kepala m 14 1,41300 ,115553 ,030883 f 16 1,45238 ,136012 ,034003
RATA2 m 14 1,65557 ,133175 ,035592 f 16 1,67072 ,176359 ,044090
Rata2 m 14 2,23104 ,171726 ,045896 f 16 2,42763 ,227737 ,056934
73
Lampiran 13. Jenis-jenis Reptil yang ditemukan di lokasi penelitian
r
Xenopeltis unicolor Typhlops lineatus
Trimeresurus sumatranus Trimeresurus puniceus
Bungarus candidusRhabdophis crysargos
Trimeresurus hageni Python reticulatus
74
Lampiran 13. (lanjutan)
Gonyosoma oxycephalum
Psammodynastes pulverulentus
Liopeltis baliodeira
Homalopsis buccata
Xenochrophis trianguligera
Lucodon subcinctus Ahaetulla prasina
Ptyas korros
75
Lampiran 13. (lanjutan)
Gonocephalus klosi
Boiga nigriceps Pareas vertebralis
Boiga jaspideaBoiga drapiezii
Gekko smithi
Pseudocalotes tympanistriga Pareas laevis
76
Lampiran 13. (lanjutan)
Bronchocela cristatella
Mabuya rudis
Cyrtodactylus cf fumosus
Mabuya multifasciata
Ptycozoon kuhli
Cyrtodactylus quadrilineatus
Gonocephalus cameleonthinus
Gekko monarchus
77
Lampiran 13. (lanjutan)
Varanus rudicollis Manouria emys
Draco sumatranus Draco sumatranus
Draco fimbriatus
Dogania subplana Heosemys spinosa
Draco melanopogon Draco taeniopterus