keadaan pengajaran mandarin di sekolah jakarta …thesis.binus.ac.id/doc/lain-lain/2011-2-00195-md...

6
1 KEADAAN PENGAJARAN MANDARIN DI SEKOLAH JAKARTA BARAT Enjelia, Warty, Fu Ruomei Jl. Kemanggisan Ilir III/ 45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-53276739 [email protected] ; [email protected] ; [email protected] ABSTRACT Nowadays Chinese Character divided into two kinds traditional Chinese character and simplified Chinese character. The simplified Chinese character scope is wider than the traditional. Beside Taiwan and Hongkong, other country use simplified character as Chinese learning subject. Almost all schools in Indonesia use simplified character as the subject but there is still a few schools which learning traditional character.Due to more understand the condition of Chinese learning in west Jakarta, author do some research by interviewing 24 Chinese subject teacher in different school. Author choose 20 schools which teaching simplified character and 4 schools which teaching traditional character. The aspect of this research are curriculum, educators back ground, teaching materials, the school cooperation in education aspect. From this research, author make conclusion that more school in west Jakarta using simplified Chinese character than traditional Chinese character as subject. all schools which teaching traditional Chinese character has good relationship with Taiwan. Keywords : Chinese teaching, West Jakarta, Simplified chinese character, Traditional chinese character ABSTRAKSI Karakter China saat ini terbagi menjadi 2 jenis, yaitu huruf tradisional, disebut juga fantizi ( ) dan huruf yang telah disederhanakan, yang juga disebut jiantizi ( ). Ruang lingkup pemakaian jiantizi lebih luas. Berbagai negara di dunia ini selain Taiwan dan Hongkong menggunakan jiantizi dalam penulisan bahasa mandarin. Pengajaran bahasa mandarin di Indonesia pun mayoritas menggunakan jiantizi, namun masih ada beberapa sekolah yang mengajarkan fantizi.Untuk lebih memahami keadaan pengajaran bahasa mandarin Jakarta Barat saat ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan wawancara di 24 sekolah. Di antaranya 20 sekolah yang menggunakan jiantizi dalam pengajaran mandarin, dan 4 sekolah yang lain menggunakan fantizi. Melalui penelitian dalam aspek penyusunan kurikulum, pengajar, bahan pengajaran dan kerja sama pendidikan penulis menyimpulkan bahwa sekolah swasta di Jakarta Barat lebih banyak menggunakan jiantizi dalam pengajaran mandarin dibandingkan penggunaan fantizi, seluruh sekolah yang mengajarkan fantizi membangun hubungan kerja sama dengan Taiwan. Kata Kunci : Pengajaran mandarin,Jakarta Barat, Huruf yang telah disederhanakan, Huruf tradisional PENDAHULUAN Di dalam sejarah, karakter huruf mandarin dimulai dari 5 huruf resmi, yaitu Jiaguwen , Jinwen, Zhuanshu, Lishu, Kaishu dan 2 huruf tambahan yaitu Caoshu dan Xingshu. Pada 28 Januari 1956 negara China mengumumkan penyederhanaan karakter huruf mandarin, huruf yang disederhanakan disebut jiantizi, huruf yang tidak disederhanakan disebut fantizi. Fantizi memiliki guratan yang lebih banyak sehingga sulit untuk diingat namun lebih mewakili kebudayaan dan keunikan dari negara China. Pada tanggal 17 Maret 1901, Tionghoa Hwee Kuan (THHK) mendirikan sekolah yang memberikan kesempatan bagi anak-anak tionghoa di Indonesia untuk bersekolah. Mereka menyediakan subsidi bagi para siswa, sehingga kemajuan dan perkembangan sekolah ini sangat pesat. Kurikulum yang digunakan saat itu

Upload: ngomien

Post on 07-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1

KEADAAN PENGAJARAN MANDARIN DI SEKOLAH JAKARTA BARAT

Enjelia, Warty, Fu Ruomei Jl. Kemanggisan Ilir III/ 45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-53276739

[email protected] ; [email protected] ; [email protected]

ABSTRACT Nowadays Chinese Character divided into two kinds traditional Chinese character and simplified Chinese character. The simplified Chinese character scope is wider than the traditional. Beside Taiwan and Hongkong, other country use simplified character as Chinese learning subject. Almost all schools in Indonesia use simplified character as the subject but there is still a few schools which learning traditional character.Due to more understand the condition of Chinese learning in west Jakarta, author do some research by interviewing 24 Chinese subject teacher in different school. Author choose 20 schools which teaching simplified character and 4 schools which teaching traditional character. The aspect of this research are curriculum, educators back ground, teaching materials, the school cooperation in education aspect. From this research, author make conclusion that more school in west Jakarta using simplified Chinese character than traditional Chinese character as subject. all schools which teaching traditional Chinese character has good relationship with Taiwan. Keywords : Chinese teaching, West Jakarta, Simplified chinese character, Traditional chinese character

ABSTRAKSI

Karakter China saat ini terbagi menjadi 2 jenis, yaitu huruf tradisional, disebut juga fantizi () dan huruf yang telah disederhanakan, yang juga disebut jiantizi (). Ruang lingkup pemakaian jiantizi lebih luas. Berbagai negara di dunia ini selain Taiwan dan Hongkong menggunakan jiantizi dalam penulisan bahasa mandarin. Pengajaran bahasa mandarin di Indonesia pun mayoritas menggunakan jiantizi, namun masih ada beberapa sekolah yang mengajarkan fantizi.Untuk lebih memahami keadaan pengajaran bahasa mandarin Jakarta Barat saat ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan wawancara di 24 sekolah. Di antaranya 20 sekolah yang menggunakan jiantizi dalam pengajaran mandarin, dan 4 sekolah yang lain menggunakan fantizi. Melalui penelitian dalam aspek penyusunan kurikulum, pengajar, bahan pengajaran dan kerja sama pendidikan penulis menyimpulkan bahwa sekolah swasta di Jakarta Barat lebih banyak menggunakan jiantizi dalam pengajaran mandarin dibandingkan penggunaan fantizi, seluruh sekolah yang mengajarkan fantizi membangun hubungan kerja sama dengan Taiwan. Kata Kunci : Pengajaran mandarin,Jakarta Barat, Huruf yang telah disederhanakan, Huruf tradisional

PENDAHULUAN

Di dalam sejarah, karakter huruf mandarin dimulai dari 5 huruf resmi, yaitu Jiaguwen , Jinwen, Zhuanshu, Lishu, Kaishu dan 2 huruf tambahan yaitu Caoshu dan Xingshu. Pada 28 Januari 1956 negara China mengumumkan penyederhanaan karakter huruf mandarin, huruf yang disederhanakan disebut jiantizi, huruf yang tidak disederhanakan disebut fantizi. Fantizi memiliki guratan yang lebih banyak sehingga sulit untuk diingat namun lebih mewakili kebudayaan dan keunikan dari negara China.

Pada tanggal 17 Maret 1901, Tionghoa Hwee Kuan (THHK) mendirikan sekolah yang memberikan kesempatan bagi anak-anak tionghoa di Indonesia untuk bersekolah. Mereka menyediakan subsidi bagi para siswa, sehingga kemajuan dan perkembangan sekolah ini sangat pesat. Kurikulum yang digunakan saat itu

2

berdasarkan kurikulum China, bahan pengajaran dan pengajar berasal dari China, Taiwan, dan Hongkong. Tulisan yang saat itu diajarkan adalah huruf China tradisional (fantizi). Namun pada tahun 1965, terjadi G30S PKI di Indonesia yang menyebabkam segala hal yang berhubungan dengan China ditutup. Di seluruh Indonesia hampir tidak ditemukan tulisan mandarin. Hingga pada masa Reformasi, barulah pemerintah Indonesia kembali mengizinkan pembelajaran bahasa Mandarin.

Berdasarkan data dari Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2011 jumlah sekolah di Jakarta Barat adalah 204 sekolah, diantaranya 12 sekolah tidak mengajarkan pelajaran mandarin, 2 diantaranya mengajarkan mandarin dengan huruf tradisional. Dari 190 sekolah yang mengajarkan huruf mandarin yang telah disederhanakan penulis memilih secara acak 20 sekolah untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Penulis juga memilih dari seluruh Jakarta 4 sekolah yang mengajar huruf mandarin tradisional untuk dijadikan objek penelitian.

Adapun penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian penulis, berjudul Analisa Materi Buku Pelajaran Mandarin yang Digunakan Di Sekolah Dasar Kelas 1 (Studi Kasus Sekolah Dasar Swasta Jakarta Barat) yang disuguhkan oleh Elizabeth, Mulyani. Dalam penelitian ini dijelaskan tentang buku-buku kelas 1 di beberapa sekolah dasar swasta di wilayah Jakarta Barat yang diteliti berdasarkan teori pedoman penyusunan buku Mandarin menurut Liu Xun, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dimana penulis langsung mewawancari informan dan melakukan observasi. Hasil penelitian yang didapat adalah buku yang digunakan oleh sekolah Jakarta Barat adalah buku Mandarin asal luar negeri dan para pengajar masih mengalami kesulitan untuk menyesuaikan bahan pelajaran dengan siswa-siswi.

Penulis juga menemukan adanya keterkaitan dengan penelitian berjudul Sejarah Pendidikan Bahasa Mandarin di Indonesia dan Perkembangannya Sejak Era Reformasi di Sekolah-Sekolah Daerah Jelambar yang disuguhkan oleh Hanny. Dalam penelitian ini dijelaskan tentang sejarah pendidikan Mandarin di Indonesia dan perkembangannya hingga zaman reformasi melalui penelitian kuantitatif di sekolah Jelambar. Hasil penelitian yang didapat adalah perkembangan Mandarin pada tahun 2007 sudah berkembang, Seluruh sekolah di Jelambar sudah menjadikan bahasa Mandarin sebagai pelajaran intrakurikuler.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah meneliti tentang keadaan pengajaran Mandarin di sekolah swasta Jakarta Barat yang mengajar huruf Mandarin sederhana dan sekolah swasta di seluruh Jakarta yang mengajar huruf Mandarin tradisional dilihat dari segi waktu pelajaran, latar belakang pengajar, buku yang digunakan dan kerjasama sekolah dengan Negara maupun lembaga kursus dalam bidang pelajaran Mandarin

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Menurut teori Sarwono, dalam memilih sampel penelitian kualitatif menggunakan teknik non-probabilitas, yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang tidak didasarkan pada rumusan statistik tetapi lebih pada pertimbangan subyektif peneliti dengan didasarkan pada jangkauan dan kedalaman masalah yang ditelitinya. Banyak sedikitnya orang yang akan digunakan untuk menjadi informan dalam penelitian kita tergantung pada cakupan masalah penelitian yang akan dilakukan. Sampel yang dipilih oleh penulis dilakukan secara acak namun dipilih berdasarkan setiap kecamatan di Jakarta Barat. Instrumen yang penulis siapkan dalam melakukan kegiatan penelitian adalah catatan pertanyaan, buku, alat tulis, dan recorder untuk melakukan wawancara terhadap informan. Cara pengambilan data yaitu penulis mencoba mengulas dan menganalisa hasil wawancara.

HASIL DAN BAHASAN

Masa Reformasi tahun 1998, mantan Presiden Bapak Habibie mengeluarkan dekrit no 26 tahun 1998 mengenai pengizinnan kembali pengajaran mandarin dilaksanakan, walaupun hanya di tempat kursus. Pada masa jabatan mantan Presiden Bapak Abdurrahman Wahid mengeluarkan Dekrit Presiden 1967 no. 14 mengenai agama, kepercayaan dan kebudayaan orang Tionghoa dapat dilakukan secara bebas tanpa perlu meminta izin. 2 tahun kemudiaan pada masa jabatan mantan presiden Ibu Megawati Soekarno Putri, hari Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional. Dan di tahun 2000, pertama kalinya stasiun televisi Metro TV menyiarkan berita dalam bahasa Mandarin diikuti saluran radio Cakrawala yang menyiarkan lagu-lagu Mandarin.

Setelah melewati zaman reformasi, sekolah-sekolah swasta dan perguruan tinggi mulai mengajarkan bahasa Mandarin. Pada masa Reformasi sekolah Kalam Kudus dan Cahaya Sakti yang memulai pembelajaran

3

Mandarin, sementara Universitas Indonesia dan Darma Persada adalah universitas yang pertama kali mendapat izin mengajar bahasa Mandarin sejak zaman orde baru. Saat ini, selain kedua universitas ini, juga terdapat Universitas Kristen Petra, Universitas Maranatha, Universitas Bina Nusantara, Universitas Al Azhar, Universitas Bunda Mulia,Xin Ya College, Universitas Gajah Mada, Universitas Muhammadiyah, Universitas Sumatera dan Universitas Widya Dharma yang sudah memiliki jurusan Sastra China.

Keadaan pengajaran Mandarin saat ini dapat dilihat bahwa huruf Mandarin yang disederhanakan lebih dominan pemakaiannya dibandingkan huruf Mandarin tradisional hal ini dapat dilihat dari peserta yang mengikuti ujian HSK 3 tahun terakhir sejak tahun 2010 hingga tahun 2012 terus meningkat dimana huruf yang digunakan dalam HSK adalah huruf yang telah disederhanakan. Melalui berita dari Antara News, hingga 14 April 2012 jumlah siswa Indonesia yang bersekolah di China (menggunakan huruf yang telah disederhanakan) mencapai 10.957 orang, sedangkan menurut data imigrasi, hingga 7 Mei 2012, jumlah siswa Indonesia yang bersekolah di Taiwan (menggunakan huruf tradisional) mencapai 2.700 orang. 1. Keadaan Pengajaran Bahasa Mandarin (Dengan Huruf Mandarin Tradisional)

Tabel 3 Sekolah yang Mengajar Fantizi

Dian Kasih Guang Ming Xue Yuan Idear Taiwan pre-school Jakarta Taipei School (JTS)

Dari seluruh sekolah swasta di Jakarta, hanya terdapat 4 sekolah yang mengajarkan huruf tradisional, yaitu sekolah Dian Kasih dan sekolah Jakarta Taipei School (JTS) memiliki kelas dari tingkatan TK- SMA, sekolah Guang Ming dari TK-SD kelas 3, sekolah Idear Pre-school Taiwan hanya memiliki tingkatan TK saja. Keempat sekolah yang mengajarkan huruf Mandarin tradisonal ini sudah menetapkan bahasa Mandarin menjadi pelajaran intrakurikuler. Jumlah mata pelajaran bahasa Mandarin di setiap minggunya rata-rata mencapai 5-7 jam pelajaran, di mana pelajaran bahasa Mandarin diajarkan setiap hari minimal 1 jam pelajaran dalam waktu 40-45 menit. TK Guang Ming dalam seminggu memiliki 8 jam pelajaran dengan waktu masing-masing 45 menit. SD Guang Ming dalam seminggu memiliki 5 jam pelajaran dengan waktu masing-masing 40 menit, Jakarta Taipei School dalam seminggu memiliki 7 mata pelajaran dengan waktu 40 menit di setiap pelajarannya. Sekolah Dian Kasih dalam seminggu memiliki 5 jam pelajaran dengan waktu masing-masing 40 menit.

Jumlah guru di sekolah-sekolah ini bergantung pada jumlah murid. Karena sekolah Idear yang hanya mengajar pre-school dan sekolah Guang Ming yang baru memiliki tingkatan Playgroup - 3 SD, sehingga jumlah muridnya pun tidak terlalu banyak, jumlah guru yang mengajar bahasa Mandarin berkisar antara 3-5. Jumlah guru di sekolah Dian Kasih berjumlah 9 guru yang terbagi dalam Dian Kasih Nasional dan Dian Kasih International. Jakarta Taipei School (JTS) dikarenakan menggunakan bahasa Mandarin sebagai bahasa pengantar pada seluruh mata pelajaran kecuali bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, maka jumlah guru yang mengajar bahasa Mandarin berjumlah di atas 10 orang.

Guru-guru yang mengajar di sekolah Dian Kasih, Guang Ming, dan Idear Pre-school Taiwan adalah guru berkebangsaan Indonesia beretnis tionghoa yang memiliki gelar S1 baik di bidang Mandarin maupun non-Mandarin, sedangkan untuk sekolah Dian Kasih, terdapat 1 orang guru yang berkebangsaan Taiwan. Jakarta Taipei School karena merupakan sekolah dari Taiwan maka semua guru selain pelajaran bahasa Inggris dan Indonesia adalah guru berkebangsaan Taiwan.

Buku yang digunakan sekolah Guang Ming, Idear Pre-school Taiwan dan JTS merupakan buku terbitan Taiwan. Hanya sekolah Dian Kasih yang menggunakan buku terbitan Indonesia. Ini dikarenakan pelajaran bahasa Mandarin di sekolah Dian Kasih dipercayakan kepada lembaga Caterpillar, di mana lembaga Caterpillar menetapkan pembelajaran huruf tradisional dan huruf yang sudah disederhanakan. Sehingga lembaga Caterpillar menerbitkan buku sendiri yang memiliki urutan pembelajaran yang dimulai dengan huruf tradisional dan diteruskan dengan huruf yang telah disederhanakan. Buku-buku pelajaran yang disiapkan untuk sekolah Dian Kasih disusun oleh Ibu Evie yang merupakan pengurus dan juga guru Mandarin berkebangsaan Taiwan.

4

Selain sekolah Dian Kasih, semua sekolah di atas menjalin kerja sama dengan pemerintah maupun sekolah atau yayasan di Taiwan. Sekolah Guang Ming bekerja sama dengan yayasan agama Budha di Taiwan dalam aspek pembangunan sekolah dan pelatihan guru. Sekolah Idear Pre-school Taiwan menjalin kerja sama dengan sekolah Idear di Taiwan dalam bidang kurikulum, sehingga sekolah Idear di Jakarta dan Idear di Taiwan memiliki basis kurikulum yang sama. Sedangkan sekolah JTS memiliki hubungan yang sangat erat dengan sekolah Taipei School yang merupakan sekolah Negeri di Taiwan. Setiap tahunnya Taipei School Taiwan memberikan subsidi kepada sekolah JTS, menyediakan tenaga guru, memberikan pelatihan guru, dan juga dalam aspek penyamaan kurikulum pengajaran dan pengiriman bahan pengajaran. Karena sekolah Dian Kasih telah mempercayakan sepenuhnya pengajaran bahasa Mandarin di sekolah kepada lembaga Caterpillar, maka Dian Kasih tidak lagi menjalin kerja sama dengan Negara lain dalam meningkatkan keadaan belajar-mengajar bahasa Mandarin di sekolahnya. 2. Keadaan Pengajaran Bahasa Mandarin (Dengan Huruf Mandarin yang Telah disederhanakan)

Tabel 2 Sekolah yang Mengajar Jiantizi

Abdi Siswa Bukit Sinai Ketapang 2 Regina Pacis Al Masih Candra Naya Kristoforus 2 Ricci Amitayus Dhammasavana Notre Dame Taman Harapan Indah BBS Ipeka Puri Pancaran Berkat Trinitas BPK Penabur 8 Kalam Kudus 3 Pelita 2 Tzu Chi

Dari 20 sekolah yang menjadi pilihan penulis Sekolah Abdi Siswa dan Kristoforus 2 hanya memiliki

tingkatan SMP dan SMA, sekolah Amitayus dan Taman Harapan Indah hanya memiliki tingkatan TK-SMP, sekolah Amitayus hanya memiliki tingkatan TK-SD, selebihnya memiliki tingkatan penuh dari TK-SMA.

Rata-rata sekolah sudah menjadikan pelajaran bahasa Mandarin sebagai pelajaran intrakurikuler, hanya sekolah BPK Penabur 8 yang masih menjadikan pelajaran Mandarin sebagai ekstrakurikuler. Hal ini dikarenakan sekolah ini adalah sekolah bilingual yang lebih memfokuskan pada pelajaran Inggris dan Indonesia. Rata-rata jam belajar bahasa mandarin di sekolah swasta Jakarta Barat adalah 2 shift per minggu. Meskipun hanya memiliki jam pelajaran 1-2 shift namun hal ini dapat menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai mengakui pentingnya bahasa Mandarin. Untuk beberapa sekolah yang cukup memfokuskan pada pembelajaran Mandarin seperti sekolah Tzu Chi, BBS, Kalam Kudus 3 dan sekolah Pelita 2, menetapkan jam belajar lebih dari 2 shift per minggu.

4 sekolah di antaranya memiliki 1-2 guru bahasa mandarin, dikarenakan jumlah murid yang tidak terlalu banyak sehingga guru diserahi tanggung jawab untuk mengatur dan mengajar keseluruhan siswa. 16 sekolah memiliki guru diatas 3 orang , di mana masing-masing guru bertanggung jawab atas beberapa jenjang atau beberapa kelas saja, terdapat pembagian tanggung jawab sehingga lebih terarah.

12 dari 20 sekolah ini memiliki guru yang tidak ber-gelar S1. Di mana mereka adalah guru yang usianya di atas 40 tahun, yang pernah mengecap pendidikan bahasa mandarin baik formal maupun non formal sebelum diberlakukannya larangan belajar bahasa Mandarin di Indonesia pada tahun 1965. Mayoritas dari guru-guru senior ini tidak kembali mengejar gelar sarjana. Melalui wawancara, penulis menemukan hanya 2 guru yang melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi di China. Guru-guru senior ini rata-rata terbiasa berbahasa daerah (hokkian), sehingga pelafalan bahasa Mandarin yang diucapkan kurang tepat karena telah terpengaruh bahasa daerah. Dengan bermunculannya Universitas yang memiliki jurusan sastra China, jumlah guru-guru muda pun mulai bertambah. Terdapat 15 sekolah memiliki guru muda berusia 20-40 tahun. Semua guru ini sudah bergelar sarjana baik jurusan Mandarin ataupun non-Mandarin. 4 diantaranya pernah bersekolah di China ataupun Taiwan sehingga pelafalannya sangat baik.

Buku pelajaran yang paling banyak digunakan adalah buku terbitan China dan Singapura yang keseluruhannya menggunakan jiantizi disertai pinyin. Demi menarik minat belajar para siswa, terutama TK dan SD, mayoritas sekolah menggunakan buku terbitan Singapura, Malaysia dan Indonesia yang lebih berwarna dengan gambar-gambar yang menarik. Untuk meningkatkan kemampuan bahasa Mandarin di jenjang SMP dan SMA, buku yang digunakan akan diubah atau ditambah dengan buku terbitan China,

5

dikarenakan buku terbitan China memiliki tingkat kesulitan yang lebih dalam, baik dalam kosa kata maupun kalimat.

Untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Mandarin siswa, beberapa sekolah melakukan kerja sama dengan negara-negara yang maju dalam bahasa Mandarin seperti China dan Singapura. Terdapat 3 dari 20 sekolah yang penulis teliti, melakukan kerja sama dengan negara lain. Sekolah Kalam Kudus 3 melakukan kerja sama dengan China dalam mempekerjakan guru sukarelawan dan juga menjalin kerja sama dengan Singapura dalam pembuatan buku bacaan.

Sekolah Pelita 2 menjalin kerjasama dengan salah satu Universitas di China, yaitu Liuzhou City Vocational College (LCVC). Setiap tahun, Perguruan tinggi ini mengirimkan mahasiswa tahun akhir untuk magang di Pelita 2, dan juga disediakan beasiswa dan kemudahan bagi pelajar Pelita 2 yang ingin melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi ini.

Sekolah Regina Pacis melakukan kerjasama dengan Han Ban () yang berasal dari China. Kerja sama ini menyangkut hal pelatihan guru-guru yang mengajar di Regina Pacis.

Selain bekerja sama dengan negara lain terdapat beberapa sekolah yang melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga Mandarin yang menyediakan guru, kurikulum dan buku pelajaran yang didistribusikan ke sekolah-sekolah.

Alasan kerja sama ini adalah dikarenakan sulitnya sekolah mencari guru yang berkualitas serta pihak sekolah yang kurang mengerti kurikulum pelajaran Mandarin. Pihak lembaga mengutarakan bahwa tujuan kerja sama ini agar murid-murid dapat mempelajari bahasa Mandarin yang berkualitas di sekolah tanpa harus mengikuti kursus Mandarin di luar sekolah.

SIMPULAN DAN SARAN Pendidikan bahasa Mandarin di Indonesia secara formal didirikan pada tahun 1901 oleh Tiong Hoa

Hwee Kuan (THHK). Tujuan pendirian sekolah ini adalah untuk mendorong orang Tionghoa yang tinggal di Indonesia mengenal identitasnya sekaligus menyebarkan agama. Bahan pelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar berasal dari China dan menggunakan bahasa pengantar bahasa Mandarin dalam penyampaian pelajaran. Pada saat itu yang dipelajari oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah tulisan tradisional. Pada tahun 1965-1998, Indonesia tidak memperbolehkan penggunaan bahasa Mandarin pada kehidupan sehari-hari, sehingga tulisan Mandarin tidak diperkenankan muncul di media-media cetak dan media elektronik terlebih lagi mempelajari bahasa Mandarin secara formal. Saat itu hanya Universitas Indonesia dan Universitas Darma Persada mendapatkan izin untuk membuka pendidikan Sastra China, dan hanya Koran Harian Indonesia yang diperbolehkan mencantumkan berita dalam tulisan Mandarin. Pada tahun 1998 pengajaran bahasa Mandarin kembali diperbolehkan diajarkan secara formal. Di dalam bab 1 penulis menyinggung tentang siswa yang bersekolah di China lebih banyak dibandingkan siswa yang bersekolah di Taiwan. Dalam pengajaran bahasa Mandarin di sekolah swasta Jakarta Barat dapat terlihat pengajaran dengan huruf yang telah disederhanakan lebih dominan dibandingkan huruf tradisional. Rata-rata sekolah di Jakarta Barat mengajarkan huruf Mandarin yang telah disederhanakan dan hanya tersisa 2 sekolah yang masih terus mempertahankan pengajaran huruf Mandarin tradisional. Berdasarkan hasil penelitian, terlihat guru yang mengajarakan huruf yang telah disederhanakan lebih banyak jika dibandingkan guru yang mengajar huruf tradisional. Hal ini dikarenakan persyaratan dalam memilih guru yang mengajar huruf yang disederhanakan tidak begitu ketat, bahkan guru yang tidak memiliki gelar sarjana pun boleh mengajar, hal yang lebih dipentingkan adalah kemampuan Mandarin dan keahlian dalam mengatur kelas dan murid. Sedangkan untuk persyaratan guru yang mengajar huruf Mandarin tradisional lebih ketat, diperlukan gelar sarjana dan diharuskan mengikuti pelatihan guru.

Dilihat dari segi bahan pengajaran, sekolah swasta di Jakarta Barat yang mengajar huruf yang telah disederhanakan menggunakan buku dari negara China, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Sementara itu negara yang menerbitkan buku yang mengajarkan huruf Mandarin tradisional sangat jarang, hanya Taiwan dan Hongkong. Dari segi kerja sama, sekolah yang mengajar huruf Mandarin tradisional melakukan kerja sama dengan pemerintah maupun lembaga di Taiwan baik dalam hal perekonomian, politik dan budaya. Hal inilah yang menyebabkan beberapa sekolah ini masih terus mengajar huruf Mandarin tradisional.

6

REFERENSI ..:,2005 ..:,2007 ..2009 .[M].:,2006 .().:,2002 3 Wibisono,lily. (2006). Etnik Tionghoa di Indonesia. Jakarta:PT.Idrasari Mediatama Suryadinata,L.(2010).Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia. Jakarta: Gramedia Sarwono,Jonathan.(2006).Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu