ke provinsi kalimantan barat...masih pada tahap penyiapan kebijakan, studi kelayakan, dan pilot...
TRANSCRIPT
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI VII DPR RI
KE PROVINSI KALIMANTAN BARAT
RESES MASA PERSIDANGAN I
TAHUN SIDANG 2016-2017
KOMISI VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA
2016
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di bidang energi kita masih menghadapi tantangan utama, berupa
peningkatan kebutuhan dan konsumsi yang tidak diimbangi secara
proporsional oleh ketersediaan dan peningkatan pasokan. Di sektor
ketenagalistrikan kita juga dihadapkan pada persoalan keterbatasan pasokan
energi listrik yang belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat.
Termasuk di Provinsi Kalimantan Barat, yang juga masih terdapat masalah
pemenuhan kebutuhan listrik, padahal provinsi ini juga memiliki sumber energi
yang cukup banyak dan beragam, selain itu juga memiliki potensi energi yang
dapat dikembangkan.
Kalimantan Barat adalah daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang relatif baik dan pada masa mendatang akan memerlukan energi listrik
yang cukup besar untuk menggerakan roda perekonomian. Provinsi Kalimantan
Barat memiliki tantangan terkait sektor energi, antara lain:
- Rasio elektrikasi di Provinsi Kalimantan Barat masih cukup rendah yaitu
berkisar 75%;
- Keamanan pasokan energi listrik masih rentan, karena sebagian besar
bahan bakar pembangkit listrik yang ada terutama jenis BBM dan gas
masih didatangkan dari luar Kalbar;
- Terbatasnya jalur distribusi dan fasilitas penyimpanan BBM dan LPG
menyebabkan kelangkaan dan mahalnya harga BBM dan LPG di daerah
terisolir, daerah perbatasan dan daerah kepulauan;
- Pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Kalbar sebagai pembangkit
listrik masih terbatas ( 3,5 MW, atau berkisar 1%), sementara potensi
energi baru dan terbarukan cukup banyak, seperti : energi air, energi
surya, bioenergi (biomassa dan biogas), batubara, gambut, dan uranium;
- Pengembangan energi arus laut mulai dikembangkan pada periode
2015-2019 namun belum sampai pada tahap kapasitas komersial dan
masih pada tahap penyiapan kebijakan, studi kelayakan, dan pilot
project.
- Provinsi Kalimantan Barat berpotensi untuk dikembangkan
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dengan
melibatkan berbagai pihak dan masyarakat. Pada tahun 2015 BATAN
melakukan pra-survey tapak lokasi PLTN di Kalbar.
Sementara itu, di bidang pertambangan mineral dan batubara kita
menghadapi tantangan dan masalah terkait dengan implementasi undang-
undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, khususnya tentang
pelaksanaan kewajiban pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam
negeri, masalah izin usaha pertambangan, dan masalah iklim usaha yang kurang
kondusif serta masalah lainnya.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, Komisi VII DPR RI memandang
perlu untuk menjadikan Provinsi Kalimantan Barat sebagai obyek kunjungan
pada reses Masa Persidangan I Tahun Sidang 2016 – 2017. Kunjungan ini
dalam rangka melakukan fungsi pengawasan dan kegiatan untuk menyerap
aspirasi masyarakat dan pemerintah daerah. Melalui kunjungan kerja ini
diharapkan dapat mendukung pemerintah daerah dalam mengatasi masalah-
masalah yang dihadapi serta membawa informasi dan data terkait bidang –
bidang kerja Komisi VII DPR RI untuk ditindak lanjuti dalam menjalankan
fungsinya.
1.2. Dasar Hukum
Dasar Hukum pelaksanaan kunjungan Komisi VII DPR RI adalah:
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2014 tentang Tata Tertib.
- Keputusan Rapat Intern Komisi VII DPR RI tentang Agenda Kerja
Masa Persidangan I Tahun Sidang 2016-2017.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi
Kalimantan Barat adalah dalam rangka menyerap aspirasi dan melihat secara
langsung perkembangan di daerah khususnya pengelolaan energi dan sumber
daya mineral, lingkungan hidup serta riset dan teknologi. Adapun tujuan
kunjungan kerja ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan informasi dan melihat secara langsung perkembangan
sektor energi dan sumber daya mineral, lingkungan hidup serta riset dan
teknologi;
2. Mengetahui berbagai persoalan dan masalah yang dihadapi di Provinsi
Kalimantan Barat khususnya di sektor energi dan sumber daya mineral,
lingkungan hidup serta riset dan teknologi;
3. Mengetahui tingkat efektivitas peran yang dilakukan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi
oleh masyarakat di daerah.
4. Secara khusus, fokus perhatian kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan
Barat pada kesempatan ini pada sektor penyediaan energi dan masalah
kelistrikan.
1.4. Waktu, Lokasi Kunjungan dan Agenda Kegiatan
Kegiatan kunjungan kerja Komisi VII DPR RI direncanakan akan
dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober sd. 3 Nopember 2016 dan mempunyai
lokasi tujuan kunjungan ke Provinsi Kalimantan Barat.
Sedangkan agenda kegiatan Kunjungan Kerja adalah melakukan
pertemuan dengan pihak yang terkait di daerah dan meninjau langsung ke
lokasi, dengan agenda sebagai berikut:
1. Pertemuan dengan Gubernur dan DPRD Provinsi Kalimantan Barat,
Dinas Pertambangan dan Energi, Badan Lingkungan Hidup, Kementerian
ESDM, Kementerian Ristek Dikti RI, PT. Pertamina (Persero), PT. PLN
(Persero), dan instansi terkait lainnya.
2. Kunjungan dan Pertemuan dengan kepala LAPAN beserta jajarannya di
Balai Pengamatan Dirgantara, Pontianak;
3. Kunjungan dan Pertemuan dengan Direksi PT PLN (Persero) terkait
dengan permasalahan kelistrikan dan upaya peningkatan rasio
elektrifikasi dan RUPTL di Provinsi Kalimantan Barat;
4. Kunjungan dan Pertemuan dengan Direksi PT Pertamina (Persero)
terkait dengan permasalahan penyediaan dan distribusi BBM dan LPG;
5. Pertemuan dengan PT. Well Harves Winning (WHW) beserta 10 besar
perusahaan tambang (PT. Aneka Tambang Tbk, PT Harita Prima Abadi
Mineral, PT. Kendawangan Putra Lestrai, PT. Mahkota Karya Utama, PT.
Bintangar Maju Abadi, PT. Dinamika Sejahtera Mandiri, PT. Danpac
Resources, PT. Persada Pratama Cemerlang, PT. Nusapati Nusantara, dan
PT. Putra Alam Lestari);
1.5. Sasaran dan Hasil Kegiatan
Sasaran dari kegiatan kunjungan kerja Komisi VII DPR RI ke Provinsi
Kalimantan Barat adalah melihat langsung untuk memperoleh informasi terkait
dengan bidang Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Lingkungan Hidup
(LH), serta Riset dan Teknologi (RISTEK) serta ketenagalistrikan.
Hasil kegiatan kunjungan Komisi VII DPR RI diharapkan bisa menjadi
rekomendasi untuk ditindaklanjuti dalam rapat-rapat Komisi VII DPR RI dengan
mitra terkait, khususnya dalam melaksanakan fungsi legislasi, pengawasan dan
anggaran.
1.6. Metodologi Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan kunjungan lapangan Komisi VII DPR RI dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan (menghimpun data dan informasi awal sebagai informasi
sekunder, koordinasi dengan pihak terkait, dan persiapan administrasi
kegiatan)
2. Pelaksanaan kegiatan, dilakukan pertemuan dengan berbagai instansi
dan melihat langsung objek kunjungan.
3. Pelaporan, berisi seluruh rangkaian kegiatan dan hasil kegiatan beserta
rekomendasinya.
4. Pembahasan dan tindaklanjut hasil-hasil kunjungan lapangan pada
rapat-rapat Komisi VII DPR RI.
1.7. Anggota Tim Kunjungan Kerja
Kunjungan kerja ini diikuti oleh Anggota Komisi VII DPR RI, yang merupakan
representasi dari tiap-tiap fraksi, sebagaimana daftar dalam lampiran.
BAB II SEKILAS LOKASI KUNJUNGAN KERJA
Kalimantan Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di
Pulau Kalimantan dengan ibu kota ProvinsiKota Pontianak. Luas wilayah
Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km² (7,53% luas Indonesia).
Merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan
Timur dan Kalimantan Tengah. Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu
daerah yang dapat dijuluki provinsi "Seribu Sungai". Julukan ini selaras dengan
kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang di
antaranya dapat dan sering dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini
masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman,
walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau sebagian besar
kecamatan.
Ciri-ciri spesifik lainnya adalah bahwa wilayah Kalimantan Barat
termasuk salah satu propinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan
negara asing, yaitu dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Bahkan
dengan posisi ini, maka daerah Kalimantan Barat merupakan provinsi di
Indonesia yang mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari
negara asing. Hal ini dapat terjadi karena antara Kalbar dan Sarawak telah
terbuka jalan darat antar negara Pontianak - Entikong - Kuching (Sarawak,
Malaysia) sepanjang sekitar 400 km dan dapat ditempuh sekitar enam sampai
delapan jam perjalanan.
Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki
Provinsi Seribu Sungai. Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang
mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang diantaranya dapat dan sering
dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan
jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat
telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan. Sungai besar utama adalah
S. Kapuas, yang juga merupakan sungai terpanjang di Indonesia (1.086 km),
yang mana sepanjang 942 km dapat dilayari. Sungai-sungai besar lainnya
adalah: S. Melawi, (dapat dilayari 471 km), S. Pawan (197 km), S. Kendawangan
( 128 km), S. Jelai (135 km), S. Sekadau (117 km), S. Sambas (233 km), S. Landak
(178 km).
Meski Kalimantan Barat termasuk satu diantara daerah yang kaya hasil
alam, khususnya pertambangan, namun sektor ini kini tak lagi jadi unggulan
dalam target penerimaan pendapatan negara di Provinsi ini. Adanya regulasi
pembatasan ekspor mentah hasil tambang, diduga jadi pemicunya. Sejak aturan
pembatasan komoditas tambah mentah diberlakukan, pihaknya mengalami
penurunan pendapatan hingga sekitar Rp 40 miliar. Jika pada 2014 penerimaan
negara dari sektor tambang mencapai Rp 79 miliar, menurun menjadi sekitar
Rp 34 miliar saja pada 2015
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Gubernur memiliki kewenangan melakukan evaluasi dan
mencabut izin pertambangan yang tidak Clear and Clean (CNC). Dari catatan dan
data terdapat 5.000 izin bermasalah, dan baru sekitar 1.100 di cabut. Jika
dahulu KPK yang mencabut, sekarang giliran gubernur yang mencabut
perizinan yang telah dikeluarkan oleh kabupaten/kota, saat ini kewenangannya
berada di Pemprov sesuai UU Pemda dan Permen ESDM Nomor 43 tahun 2015
tentang Tata Cara Evaluasi Penertiban Izin Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Barat sampai akhir Tahun
2015 mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh sebesar 4,35%.
Perlambatan ekonomi Kalimantan Barat terjadi seiring dengan perlambatan
investasi dan kontraksi ekspor Kalimantan Barat, terutama dari sektor
pertanian dan industri pengolahan. Hal ini disebabkan antara lain karena
kurangnya pasokan listrik. Tingkat inflasi Kalimantan Barat pada akhir Tahun
2015 sebesar 5,79%. Kondisi perekonomian Kalimantan Barat pada Tahun
2016 diprediksi tumbuh terbatas sebesar 4,64% - 5,21%, dengan sumber
pertumbuhan berasal dari kinerja perekonomian utama, antara lain sektor
industri dan sektor kontruksi.
Perlu upaya untuk mempercepat peningkatan perekonomian di
Kalimantan Barat, misalnya dengan adanya pengembangan beberapa Kawasan
Industri dan Kawasan Industri Khusus di Kalbar sehingga proses pembangunan
dapat terwujud lebih cepat untuk kesejahteraan masyarakat secara merata.
Diperlukan pasokan energi listrik yang memadai dan kontinyu terutama untuk
mendukung sektor riil (misalnya : industri, pengolahan tambang, pertanian, dll).
Rasio Elektrifikasi Provinsi Kalimantan Barat hingga September Tahun
2016 mencapai 76,82% (Rasio Elektrifikasi Nasional tahun 2016 sebesar
89,53%). Rasio Desa Berlistrik Kalimantan Barat hingga Semester I Tahun 2016
mencapai 61,48% (belum termasuk realisasi pengembangan/perluasan
jaringan distribusi Tahun 2016 yang sudah dalam tahap pembangunan).
Pertumbuhan permintaan energi listrik selama 5 tahun terakhir sebesar
10,03%. 95% pasokan energi listrik PLN masih menggunakan pembangkit
listrik berbasis bahan bakar minyak dan sisanya merupakan pembangkit
berbasis energi baru terbarukan serta pembelian listrik dari Sarawak Malaysia.
Di Beberapa wilayah Kabupaten mengalami defisit daya/energi listrik dari sisi
pembangkit listrik sehingga berakibat pemadaman bergilir. Masih ada daerah
yang mendapat layanan suplai listriknya dibawah 12 jam (akses pasokan BBM
ke lokasi PLTD lisdes yang cukup jauh).
BAB III
PELAKSANAAN KUNJUNGAN KERJA
3.1. Kunjungan dan Pertemuan dengan Gubernur Kalimantan Barat
beserta jajarannya
Dalam pertemuan ini dihadiri oleh Gubernur Kalimantan Barat
Drs. Cornelis,MH, Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya beserta
jajarannya. Pertemuan dilaksanakan di ruang rapat kantor Gubernur
Kalimantan Barat, dalam pertemuan ini diperoleh infomasi antara lain sebagai
berikut:
- Masih terjadi ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan
energi listrik, sehingga antara lain menyebabkan pertumbuhan sektor riil
melambat;
- Keamanan pasokan energi listrik masih rentan, karena sebagian besar
bahan bakar pembangkit listrik yang ada terutama jenis BBM dan gas
masih didatangkan dari luar Kalbar;
- Pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Kalbar sebagai pembangkit
listrik masih terbatas ( 3,5 MW per Akhir Tahun 2015), sementara
potensi energi baru dan terbarukan cukup banyak, seperti : energi air,
energi surya, bioenergi (biomassa dan biogas), energi angin, batubara,
gambut, dan uranium;
- Potensi energi di Kalimantan Barat berupa energi air, energi sinar
matahari, biomassa/biogas, batubara dan uranium.
- Potensi energi air sebesar 988 MW yang tersebar di beberapa Kabupaten
terutama di Kabupaten Kapuas Hulu, Melawi dan Sintang dapat
dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air, Minihidro maupun
Mikrohidro.
- Potensi energi listrik berbasis Biogas bersumber dari limbah cair
pengolahan kelapa sawit (POME/Palm Oil Mill Effluent) dimana potensi
ini cukup besar mengingat banyaknya perkebunan dan pabrik
pengolahan kelapa sawit yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat.
- Potensi sampah kota yang dimiliki sebesar 300 ton/hari juga dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik biomassa.
- Potensi batubara sebesar 160,6 Juta ton tersebar di Kabupaten Melawi,
Sintang dan Kapuas Hulu yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang.
- Potensi uranium yang terdapat di kabupaten Melawi sebagai energi
primer PLTN sebagai dukungan untuk bauran energi nasional dalam
Rencana Umum Energi Nasional.
- PT. Pertamina (Persero) 168 titik penyalur dan PT. AKR 21 titik
penyalur, 189 titik penyalur.
- Kegiatan LAPAN di Pontianak perlu disosialisasikan sehingga
manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.
- Provinsi Kalimantan Barat menjadi percontohan dalam pengelolaan data
investasi pertambangan di Indonesia bagi provinsi lainnya.
- Pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Kalbar sebagai pembangkit
listrik masih terbatas ( 3,5 MW, atau berkisar 1%), sementara potensi
energi baru dan terbarukan cukup banyak, seperti : energi air, energi
surya, bioenergi (biomassa dan biogas), batubara, gambut, dan uranium.
- Terbatasnya jalur distribusi dan fasilitas penyimpanan BBM dan LPG
menyebabkan kelangkaan dan mahalnya harga BBM dan LPG di daerah
terisolir, daerah perbatasan dan daerah kepulauan.
- Pemeritah Provinsi Kalimantan Barat berkomitmen untuk melakukan
percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan termasuk
mensukseskan program kelistrikan 35 GW;
- Pemanfaatan energi baru dan terbarukan dapat mendukung penyediaan
energi listrik, sehingga mempercepat pertumbuhan sektor rill,
meningkatkan rasio elektrifikasi dan rasio desa berlistrik di Kalimantan
Barat. Selain itu pemanfaatan EBT adalah sebagai salah satu upaya
mengurangi GRK yang menyebabkan perubahan iklim. Indonesia
memiliki komitmen nasional untuk penurunan emisi gas rumah kaca
(GRK) sebesar 29% pada Tahun 2030.
- Menyusun rencana pengembangan ketenagalistrikan yang terintegrasi
dengan melibatkan berbagai pihak berdasarkan peraturan dan
perundangan yang berlaku sebagai landasan implementasinya,
diantaranya adalah Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang intinya
adalah upaya-upaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk
memberikan jaminan kemudahan perizinan, keuangan serta lahan dalam
pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (PIK);
- Membuka peluang investasi pembangunan infrastruktur
ketenagalistrikan melalui promosi serta menciptakan iklim investasi
yang kondusif;
- Mengembangkan dan meningkatkan pemanfaatan energi alternatif (baru
dan terbarukan) termasuk pemanfaatan sumberdaya uranium untuk
PLTN dengan melibatkan berbagai pihak dan masyarakat.
- Total rencana pembangunan pembangkit listrik di Provinsi Kalimantan
Barat secara menyeluruh dan bertahap dari Tahun 2016 dan 2025
sebesar 1.629 MW.
- Total rencana pengembangan Gardu Induk secara menyeluruh dari
Tahun 2016 – 2025 sebesar 1.830 MVA.
- Total rencana perluasan jaringan transmisi 150 kV secara menyeluruh
dari Tahun 2016 – 2025 sepanjang 3.346 kms.
- Total rencana perluasan jaringan distribusi tegangan menengah
sepanjang 2.093 kms dan jaringan distribusi tegangan rendah sebesar
2.120 kms.
- Rencana Perluasan Jaringan Tegangan Menengah (JTM) di Tahun 2016
sepanjang 194,8 kms (Kilometer sirkuit) dan perluasan jaringan
tegangan rendah (JTR) sepanjang 133,2 kms (Kilometer Sirkuit) tersebar
di 13 kabupaten/kota
- Pembelian listrik dengan Malaysia sudah terjadi lama, melalui jalur
Bengkayang, Mambong. PT. PLN (Persero) yang berada di Kalimantan
Barat telah memperoleh listrik dari Malaysia sebesar 50 MW sejak 20
Januari 2016, tanggfal 9 Mei 2016 meningkat menjadi 75 MW, dan pada
tanggal 16 Mei 2016 meningkat kembali menjadi 95 MW. Dan akan
ditingkatkan lagi menjadi 120 MW. Hal in dikarenakan terdapat
beberapa proyek-proyek infrastruktur ketenagalistrikan yang belum bisa
diselesaikan (PLTU Kalbar 2 x 200 MW, PLTD Peaker, PLTU Bengkayang
2x27,5 MW, PLTU Parit Baru 2 x 50 MW). Sedangkan PLTU Maurang
- Impor listrik dari Malaysia dengan harga Rp1.200 kwh sesudah
dikurskan dengan nilai jual ke masyarakat Kalbar hanya sekitar Rp900
per kwh. Listrik Malaysia bersumber dari Pembangkit listrik tenaga air
(PLTA). Sedangkan apabila dari PT. PLN (Persero) dengan menggunakan
PLTD biaya pokok produksi sebesar Rp 2.800.
- Terdapat masalah LPG 3 kg, terutama daerah terpencil, dan pulau-pulau
mengalami kendala-kendala, baik dalam pendistribusian dan
ketersediaan.
- Tambang uranium dan emas masih belum dilakukan eksplorasi.
Perizinan tambang banyak 248 izin telah dicabut.
- Pembangunan smelter tidak perlu banyak, hanya 6 lokasi. Saat ini yang
sudah berjalan yaitu PT, Antam Tbk, di Bengkayan dan PT. WHW.
- Berkaitan dengan kehutanan, meminta kampong dayak yang telah
mendiami perkampungan tersebut agar tidak diusik keberadaannya.
Lokasi-lokasi tersebut perlu dilakukan survey secara baik di lapangan.
- Permasalahan pertambangan yang memiliki luasan kecil seluas 1 ha
hingga 5 ha, agar perijinan cukup di Bupati, bukan harus memperoleh
izin dari Gubernur. Padahal merupakan pertambangan untuk rakyat,
yang berupa pasir, batu timbun, dll.
- Aspirasi Bupati Kapuas Hulu yaitu Bp Nasir, Lokasi Kabupaten Kapuas
Hulu dari Pontianak perjalanan 18 jam. Dengan 234 ribu. Berbatasan
langsung dengan Malaysia. Untuk daerah yang remote area perlu speed
boat selama 2 hari 2 malam, dibangun PLTMH sesuai dengan debit air.
Apabila tidak ada aliran sungai, maka akan dibangun PLTS. Di daerah
perbatasan, ketersediaan listrik lokasi yang sudah teralir listrik terdapat
di ibukota kecamatan.
- Ada 14 desa yang terdapat di hulu, baru 5 desa yang teraliri listrik. Di
daerah Kapuas hulu harga LPG 3 kg sebesar 25 ribu rupiah.
- Terkait UU Minerba meminta agar ada porsi kewenangan yang diberikan
kepada ke Bupati.
- Aspirasi Wakil Bupati Kubu Raya yaitu Bp. Harimaus, Kabupaten Kubu
Raya merupakan wilayah yang baru. Terkait persoalan pertambangan,
dengan terbitnya UU No.24 Tahuj 2014 tentang Pemerintah Daerah, ada
kendala terkait pertambangan galian C. Berhubung kewenangan
diberikan kepada Provinsi, maka terdapat kehilangan pemasukan daerah
sebesar 5 Milliar. Dan Pemerintah Provinsi belum siap dalam menerima
hal ini, yang berakibat penambang tidak membayar pajak. Terdapat 9
kecamatan sudah teraliri listrik, namun 20 desa belum teraliri listrik.
- Meminta dukungan dari Komisi VII DPR RI agar perkampungan-
perkampungan suku dayak yang telah lama menempati kawasan hutan
tersebut.
- Aspirasi Wakil Bupati Bengkayang. Jalan mengalami kerusakan akibat
aktifitas pertambangan yang mengangkut galian C di daerah pelosok.
Kelistrikan tidak mengalami permasalahan. Terdapat perijinan tambang
batu, dengan luas 2 Ha-3 Ha. Untuk memperoleh perijinan dari Gubernur.
- Aspirasi Bupati Landak. Terdapat permasalahan terhadap tunggakan
listrik sebesar 9,2 Miliiar pada 9 kecamatan. Meminta agar pembayaran
dengan system pulsa bukan system meteran.
- Retribusi tambang untuk galian C, menjadi hak bagi pemerintah daerah II
Kabupaten/kota. Perizinan untuk sementara waktu akan diberikan oleh
Provinsi.
- BPH Migas, sudah koordinasi dengan mitra AKR. Ada beberapa kondisi
yang ada 8 on/off, 1 tidak mendapat izin, 2 tidak diusulkan
kembali/pembinaan, 7 beroperasi penuh, dan ada 4 yang baru diusulkan
SPBN sekakap, anjungan, dan batangkrang.
- SPBN Sanghai, SPBN Sekadau, SPBN segedong. Karena ada harga BBM
lebih murah dari BBM subsidi yang mengalir di provinsi Kalimantan
Barat. AKR beralasan tidak laku BBM yang dijual.
- Agen LPG 3 kg, perlu segera diterbitkan dalam waktu secepat-cepatnya
agar kelangkaan LPG 3 Kg, dapat segera diatasi.
- KLHK, saat ini sedang diproses proper yang memiliki payung hukum
dengan Perpres. Saat ini sedang disiapkan draftnya.
- Kemampuan pasok 330 MW, beban pucak 310 MW. Sanggau dan
ketapang dalam kondisi siaga, kecukupan daya mash bisa diatasi. PLTU
baru di ketapan, PLTU sanggau 2x7 MW sudah beroperasi, akan
beroparsi MPP sebesar 4 x 25 MW.
- Tunggakan di Kabupaten Landak saat ini tersisa sebesar 5,2 milliar.
Gambar 1. Pertemuan dengan Gubernur dan Wakil Gubernur beserta
jajarannya
3.2. Kunjungan dan Pertemuan dengan Kepala LAPAN beserta
jajarannya
Dalam pertemuan ini dihadiri oleh Kepala LAPAN Prof. Thomas
Djamaludin. Pertemuan dilaksanakan di balai pengamatan dirgantara,
Pontianak-Kalimantan Barat, dalam pertemuan ini diperoleh infomasi antara
lain sebagai berikut:
- Kompetensi utama LAPAN:
1. SAINS ANTARIKSA DAN SAINS ATMOFER;
2. TEKNOLOGI PENERBANGAN DAN ANTARIKSA
3. PENGINDERAAN JAUH
4. KAJIAN KEBIJAKAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA
- 7 Program Utama LAPAN:
1. Pengembangan Teknologi Satelit,
2. Pengembangan Teknologi Aeronautika (Pesawat Transport dan
Sistem Pemantau Maritim Berbasis Pesawat Tanpa Awak),
3. Pengembangan Roket Sonda untuk Menjadi Roket Peluncur Satelit,
4. Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh,
5. Pengembangan Sistem Pemantauan Bumi Nasional,
6. Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan Dinamika Atmosfer
Equator,
7. Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan Cuaca Antariksa dan
Observatorium Nasional).
Gambar 2. Evaluasi Misi N219
Tabel 1. Aspek dan manfaat Pengembangan Teknologi Aeronautika
No Aspek Manfaat
1 Penyelematan Kemampuan Bangsa dalam Rancangbangun Pesawat
1. Program ini telah menyerap 300 engineer baru yang siap menerima transfer teknologi/pengalaman dalam rancangbangun pesawat terbang dari para senior yang sedang dan akan pensiun
2. Dalam dunia penerbangan/engineering, transfer teknologi hanya bisa dlakukan dengan program riel pengembangan produk aircraft
2. Ekonomi 1. Program ini telah menghidupkan kembali PT. DI sebagai Aircraft Company, sekaligus menghidupkan rantai pekerjaan mulai dari suplier, DGAC, UKM dan terbentuknya INACOM sebagai wadah 38 UKM teknologi penerbangan untuk mensupplay komponen dalam rangka meningkatkan kandungan lokal, sekaligus menciptakan lapangan kerja
2. Penghematan devisa negara dalam pengadaan pesawat terbang yg sejenis
3. Peluang export pesawat terbang sejenis 3. Transportasi
Memberi peluang penggunaan pesawat terbang buatan sendiri untuk membangun transportasi daerah tertinggal
4. Memperkuat jaringan SDM Teknologi Penerbangan
Industri adalah pilar utama kedirgantaraan, jika industri hidup, maka jaringan pendidikan penerbangan dan juga litbang terkait penerbangan akan bergairah kembali karena merupakan suatu rantai pengembangan teknologi penerbangan nasional.
- Pengembangan sistem pendukung keputusan cuaca antariksa dan
observarium nasional.
Gambar 3. Rencana observarium yang akan dibangun di Gunung Timau-Nusa Tenggara Timur
Tabel 2. Aspek dan manfaat Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan
Cuaca Antariksa dan Observatorium Nasional
No. Aspek Manfaat
1 Mitigasi bencana keantariksaan
Mendukung BNPB dan Basarnas, Meningkatkan sistem peringatan dini terkait cuaca
antariksa dan benda jatuh antariksa 2 Daya saing nasional Kemandirian nasional dalam penyelenggaraan
keantariksaan Peningkatan peran Indonesia dalam mitigasi
bencana keantariksaan secara internasional 3 Pendidikan Penyediaan teknologi keantariksaan untuk dunia
pendidikan, mendukung Kemendikbud. Meningkatkan kesadaran masyarakat (space
awareness) NTT dan Nasional terhadap keantariksaan
Gambar 4. Pertemuan dengan Kepala LAPAN beserta jajarannya.
3.3. Pertemuan dengan Dirjen Migas, Dirjen EBTKE, Dirjen
Ketenagalistrikan, Anggota Komite BPH Migas, Direksi PT.
Pertamina (Persero), Direksi PT. PLN (Persero), beserta jajarannya
Dalam pertemuan ini dihadiri oleh Dirjen Migas, Dirjen EBTKE, Dirjen
Ketenagalistrikan, Anggota Komite BPH Migas, Direksi PT. Pertamina (Persero),
Direksi PT. PLN (Persero). Pertemuan dilaksanakan di ruang rapat Hotel
Mercure-Kalimantan Barat, dalam pertemuan ini diperoleh infomasi antara lain
sebagai berikut:
- Sistem jaringan listrik di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia
terinterkoneksi di 4 (Empat) titik yaitu di Kabupaten Sambas, Sanggau,
Bengkayang dan Kapuas Hulu.
- Kontrak pembelian listrik PLN dari Sarawak Malaysia mencapai 230 MW
(Mega Watt) dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik dan mengurangi
konsumsi pemakaian Bahan Bakar Minyak di sistem kelistrikan
Kalimantan Barat.
- Pembelian energi listrik dari Sesco Malaysia dimulai sejak 20 Januari
2016 sebesar 50 MW flat, ditingkatkan menjadi 90 MW pada tanggal 16
Mei 2016. Rencananya akan ditingkatkan menjadi 120 MW dan saat ini
sedang dalam proses amandemen 3 terkait kontrak jual beli energi
listrik.
- Kesiapan pembelian energi listrik menjadi 230 MW bergantung dari 2
sistem transmisi yaitu SUTET 500 kV dari Bakun – Mambong
diperkirakan selesai di semester 1 Tahun 2017 yang merupakan sisi
sistem transmisi dari SESCO Malaysia dan sistem 150 kV dari GI
Bengkayang-GI Ngabang-GI Tayan yang diperkirakan selesai di semester
2 Tahun 2017.
- Harga pembelian energi listrik menggunakan mata uang ringgit Malaysia
setara dengan Rp.1000,- + pajak bea barang impor 14% dan dijual ke
konsumen dengan harga rata-rata sebesar Rp.900,-
- Pendistribusian energi listrik dari kabupaten di perbatasan ke
wilayah/desa tertinggal di empat kabupaten tersebut yang masih
terkendala dengan keterbatasan panjang jaringan listrik PLN yang sudah
ada (Eksisting) dan masih tergantung pembangkit listrik desa.
- Untuk pemenuhan energi listrik di 2 (dua) sistem isolated yaitu Sajingan
(kabupaten Sambas) dan Badau (Kabupaten Kapuas Hulu) dilakukan
pembelian energi listrik skala kecil dari Sesco Malaysia sebesar 200 kVA
dan 400 kVA.
- Untuk pemenuhan energi listrik di Entikong (Kabupaten Sanggau)
dilakukan pembelian energi listrik sebesar 1500 kVA.
- Tantangan rasio elektrfikasi di provinsi Kalimantan Barat: Lokasi desa-
desa yang belum terlistriki jauh dari jaringan terdekat sehingga investasi
untuk melistrikinya semakin besar, Akses pendukung infrastruktur pada
musim tertentu sulit dicapai secara normal untuk men-supply bahan
bakar dan material, dan Kerapatan penduduk per km² sangat rendah.
- Langkah strategis dalam menumbuhkan investasi kelistrikan:
a. Menawarkan kepada pemilik pembangkit swasta untuk menjual
kelebihan produksi listrik ke PLN dengan skema Excess Power.
b. Meningkatkan peranserta pihak swasta dan pemerintah daerah
untuk berpartisipasi dalam pembangunan pembangkit dengan
skema IPP baik untuk pembangkit EBT dan non EBT.
- Rencana Aksi Pemenuhan Pasokan dan Antisipasi Terhadap Gangguan:
1. Pemeliharaan mesin Pembangkit sesuai Jam Kerja dan Kondisi.
2016 : - MI mesin PLTG Siantan
- FYI PLTU Sanggau
- TO, SO, MO PLTD
2. Penambahan pembangkit di lokasi remote yang kekurangan daya
(2016: penambahan mesin di 5 lokasi)
3. Penambahan feeder untuk evakuasi daya dari Pembangkit dan
Gardu Induk
4. Pembersihan ROW Jaringan Distribusi & Transmisi
5. Inspeksi untuk mengetahui kondisi aset jaringan yang terpasang
6. Kerjasama dengan Pemda/Tokoh/Pemuka untuk mencegah
penyebab gangguan pada Jaringan dari sisi Non Teknis.
- Kuota Jenis BBM Tertentu (minyak solar) tahun 2016 di Kalbar sebesar
295.849 KL, realisasi pendistribusiannya s.d September 2016 sebesar
170.179 KL atau 57,52%;
- Kuota Jenis BBM Khusus Penugasan (bensin RON 88) tahun 2016 di
Kalbar sebesar 600.551 KL, realisasi pendistribusiannya s.d September
2016 sebesar 410.940 KL atau 68,43%;
- Kuota LPG 3 Kg Tahun 2016 di Kalbar 120.073 MT, realisasi
pendistribusiannya s.d September 2016 sebesar 79.332 MT (66,07%).
Gambar 5. Data Kekuatan Armada Laut MOR VI Kalimantan
- Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat memerlukan penambahan
SPBU untuk menjaga stok ketersediaan BBM. Sistem pendistribusian
BBM dan system keagenan di PT. Pertamina (Persero) perlu untuk
diperbaiki.
- Tantangan & Masalah Pendistribusian BBM & LPG di Kalimantan Barat:
1. Insfrastruktur Jalan menuju Jobber Sanggau. Kendala distribusi BBM
& LPG menuju Jobber Sanggau yang memiliki insfrastruktur jalan
yang kurang memadai dan tidak dapat dilewati saat musim hujan
(unsafe condition).
2. Perairan alur Sungai Masuk ke Pontianak. Seringnya kandas beberapa
kapal logisitik/batu bara dikarenakan pendangkalan sungai tersebut,
padatnya alur lalu lintas masuk dan keluar sungai mengakibatkan
terganggunya kapal kapal suplai BBM/BBK pada saat akan masuk ke
TBBM
- Provinsi Kalimantan Barat siap apabila dibangun Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN).
- Untuk menjadi Negara maju, harus bisa menguasai teknologi antariksa
dan nuklir. Kedua potensi itu berada di Provinsi Kalimantan Barat.
Gambar 6. Pertemuan dengan Direksi PT. PLN (Persero) dan Direksi PT.
Pertamina (Persero).
3.4. Pertemuan dengan PT. WHW dan 10 (sepuluh) perusahaan
pertambangan di Kalimantan Barat
Dalam pertemuan ini dihadiri oleh pimpinan perusahaan pertambangan
antara lain: PT. Aneka Tambang Tbk, PT Harita Prima Abadi Mineral, PT.
Kendawangan Putra Lestari, PT. Mahkota Karya Utama, PT. Bintangar Maju
Abadi, PT. Dinamika Sejahtera Mandiri, PT. Danpac Resources, PT. Persada
Pratama Cemerlang, PT. Nusapati Nusantara, dan PT. Putra Alam Lestari.
Pertemuan dilaksanakan di ruang pertemuan hotel Mercure- Pontianak,
Kalimantan Barat, dalam pertemuan ini diperoleh infomasi antara lain sebagai
berikut:
- PT. WHW merupakan perusahaan asing yang berkolaborasi dengan
perusahaan lokas yaitu Harita Group.
- Harita Group memiliki perusahaan bijih besi sebanyak 3 perusahaan dan
23 perusahaan bijih bauksit.
- PT. WHW memerlukan TKA agar dapat berinves secara nyaman di
Indonesia.
- PT. WHW memerlukan rasa keamanan, karena saat ini terdapat 200an
orang tenaga kerja asing.
- PT. WHW memerlukan kepastian terhadap permasalahan tanah, karena
sering terjadi perselisihan kepemilikan tanah.
- PT. Well Harvest Winning Alumina Refinery (PT WHW).
a. Lokasi proyek berada di dusun sungai tengar, desa mekar utama,
kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang-Kalimantan Barat.
b. Bidang usaha industry pembuatan logam dasar bukan besi (KBLI:
24202)
c. Rencana Investasi: Total sebesar Rp 12.553.831.695.007, tahap 1
sebesar Rp 7.080.934.602.599, tahap 2 sebesar
Rp. 5.472.897.092.408.
d. Realisasi investasi TW IV 2015 adalah sebesar
Rp 7.875.502.984.461,-
e. Pembangkit listrik untuk kebutuhan sendiri sebesar 80 MW (target
produksi 1 juta Ton/tahun)
- Dukungan yang dibutuhkan oleh PT. WHW antara lain:
a. Dibutuhkan iklim investasi yang kondusif.
Stabilitas Kamtibmas di WIUP Khusus/penetapan Obyek Vital
Nasional;
Dukungan Pemerintah dalam regulasi dan fasilitasi sengketa
tanah/lahan;
Pemberantasan potensi pungutan liar dalam aspek perijinan;
Dukungan penegakan hukum dari seluruh stakeholders.
b. Komitmen implementasi “tax holiday”
Nilai investasi PT. WHW – AR + kali lipat dari syarat minimal
sebesar 1 Trillun Rupiah;
Satu-satunya di Indonesia industry hilir (alumina refinery);
Bersifat pionir dan memiliki teknologi baru yang ramah
lingkungan.
- Proses amdal untuk PT. WHW, bahwa proses amdal dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi Kalbar melalui dinas BPKLD.
- Dengan jumlah total Potensi Sumberdaya BAUKSIT secara keseluruhan
sampai saat ini adalah 4.376.304.014 Ton dengan rincian :
a. 1.129.154.090 Ton (Cadangan)
b. 3.247.149.924 Ton (Sumberdaya)
- Penyebaran BIJIH BAUKSIT di Kalimantan Barat membentuk “Lateritic
Belt” yang meliputi 9 Wilayah Kabupaten/Kota yaitu :
f. Kota Singkawang
g. Kabupaten Bengkayang
h. Kabupaten Pontianak
i. Kabupaten Landak
j. Kabupaten Sanggau
k. Kabupaten Sekadau
l. Kabupaten Kubu Raya
m. Kabupaten Kayong Utara
n. Kabupaten Ketapang
- Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Kalimantan
Barat memberikan izin amdal, serta berharap rekomendasi-rekomendasi
amdal akan dilakukan penanganan lebih lanjut seiring berjalannya
pendirian perusahaan PT.WHW.
- Tim kunjungan kerja Komisi VII DPR RI memberikan rekomendasi
Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Kalimantan
Barat agar mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam pemberian izin amdal dan meminta agar dokumen amdal untuk
dipublikasikan secara luas agar dapat diakses oleh masyarakat.
- PT. Tayan Alumina Abadi (Mitra Makmur Sejahtera) belum berproduksi sedang
mengurus izin di kementerian perindustrian. Partner dari china.
- PT. Dinamika Sejahtera Mandiri belum berproduksi sedang mengalami
permasalahan keuangan.
- 9 (Sembilan) perusahaan yang diundang sudah mengekspor bahan mentah (ore
bauksit).
- Produksi pada tahun 2011: 12,26 juta Ton dengan harga perkiraan rata-rata
2011: 31,28 USD, Untuk tahun 2013 tercapai 58 juta ton produksi pada tahun
2013 dengan harga perkiraan rata-rata sebesar 11,58,.
- Di wilayah Kalimantan Barat sampai dengan bulan Oktober tahun 2016
belum ada industri pengolahan bijih bauksit menjadi ALUMINA yang
telah siap beroperasi penuh serta menampung seluruh produksi
Bauksit pemegang IUP Operasi Produksi.
- Adanya larangan mengekspor Bijih Bauksit (Raw Material) dan
kewajiban untuk melakukan pengolahan bijih Bauksit menjadi ALUMINA
apabila akan menjual/ekspor keluar negeri bagi pemegang IUP Operasi
Produksi terhitung mulai 12 Pebruari 2014.
- Diprediksi akan terdapat stock Produksi Bijih Bauksit yang tidak
dapat dijual/dipasarkan (Ekspor). Sehingga kegiatan produksi
perusahaan akan terhenti karena belum ada penampung atau pembeli
dari dalam Negeri.
- Adanya persoalan bagi Perusahaan pemegang IUP yang akan mendirikan
Industri Pengolahan & Pemurnian bijih bauksit menjadi ALUMINA
antara lain :
a. Diperlukannya Pasokan sumber energi / Listrik yang cukup besar
b. Banyaknya perusahaan pemegang IUP Komoditas Bauksit
mempunyai cadangan yang tidak cukup atau layak apabila akan
membangun Industri Alumina sendiri.
b. Adanya areal Wilayah IUP yang dalam pemanfaatannya / Kegiatan
Operasi Produksi wilayahnya tumpang tindih dengan sektor usaha
lain atau terjadi pemanfaatan lahan ganda (Misal dengan sektor
Perkebunan), sehingga diperlukan waktu yang cukup lama dalam
menyelesaikannya.
a. Terdapat areal IUP prospek berada dalam Kawasan Hutan dan
proses pinjam pakai Kawasan dari Kementerian Kehutanan
memerlukan waktu yang lama
- Bagi perusahaan pemegang IUP Eksplorasi maupun Operasi Produksi
dengan komoditas bijih Bauksit yang ada di Kalimantan Barat dalam
menyikapi UU Nomor 4 Tahun 2009 , PP Nomor 1 Tahun 2014 serta
Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 , disarankan sebagai berikut:
a. Agar segera mempercepat proses pembangunan Industri Pengolahan
dan Pemurnian bijih Bauksit menjadi ALUMINA
b. Mengadakan kerjasama dengan pemilik Industri ALUMINA di dalam
negeri.
c. Menjalin Kerjasama dengan pemegang IUP lain dalam rangka
membangun Industri Alumina.
d. Merencanakan Pembangunan Industri ALUMINA dengan pihak lain
(INVESTOR).
Gambar 7. Pertemuan dengan sepuluh perusahaan pertambangan
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dalam kunjungan kerja di Provinsi Kalimantan Barat diperoleh
kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan energi listrik dari energi fosil (BBM) harus
dikurangi secara bertahap mengingat cadangannya semakin terbatas
serta menghasilkan gas rumah kaca (GRK);
2. Kondisi geografis di Kalimantan Barat, menyebabkan banyak daerah
khususnya daerah perdesaan belum dapat dilayani oleh PT. PLN,
sehingga kebutuhan energi listrik pada daerah-daerah tersebut dapat
dipenuhi dari pemanfaatan sumber EBT yang tersedia di tempat;
3. Percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan (PIK) adalah
sesuatu yang tidak dapat ditunda, karena faktor ketersediaan energi
listrik menjadi kunci untuk mempercepat pertumbuhan perekonomian
khususnya pada sektor riil di Kalbar, dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat yang adil dan merataProvinsi Kalimantan
adalah daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang relative baik
dan pada masa mendatang akan memerlukan energi listrik yang cukup
besar untuk menggerakkan roda perekonomian;
4. Tim kunjungan kerja Komisi VII DPR RI menerima masukan untuk RUU
Minerba bahwa untuk bahan galian C perizinan tidak perlu ke Gubernur,
namun cukup hanya sampai pada Bupati/Walikota karena luasan
wilayah hanya berkisar kurang dari 5 Ha.
5. LAPAN memiliki rencana membangun observasi di NTT, Pengembangan
Remote Sensing, pengembangan Teknologi Satelit, Roket Sonda untuk
Menjadi Roket Peluncur Satelit, dan Sistem Pemantauan Bumi Nasional.
Oleh karena itu Tim kunjungan kerja Komisi VII DPR RI meminta agar
LAPAN mengajukan usulan tersebut secara detil beserta anggaran yang
diajukan dalam pembahasan APBN.
6. Tim kunjungan kerja Komisi VII DPR RI menyetujui usulan dari
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk membangun Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Provinsi Kalimantan Barat.
7. Tim kunjungan kerja Komisi VII DPR RI memberikan rekomendasi
Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Kalimantan
Barat agar mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam pemberian izin amdal dan meminta agar dokumen amdal untuk
dipublikasikan melalui website Pemda Provinsi Kalimantan Barat dan
Website HARITA Group dapat diakses oleh masyarakat.
8. Tim kunjungan kerja Komisi VII DPR RI akan melakukan kunjungan
spesifik ke Tanjung Pinang-Pulau Bintan untuk meninjau progress
pembangunan smelter.
9. Tim kunjungan kerja Komisi VII DPR RI meminta agar HARITA Group
agar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan tunggakan-tunggakan
lainnya yang menjadi hak Negara untuk segera diselesaikan.
10. Tim kunjungan kerja Komisi VII DPR RI meminta agar perusahaan-
perusahaan pertambangan memberikan data-data terkait dengan jumlah
bahan tambang mentah (ore) yang diekspor sebelum Januari 2014.
BAB V PENUTUP
Demikian Laporan Kegiatan Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke
Provinsi Kalimantan Barat sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk
ditindaklanjuti oleh Komisi VII DPR RI dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
khususnya fungsi pengawasan.
Pontianak, 2 November 2016
Tim Kunjungan Komisi VII DPR RI
Ketua Tim,
IR. H, MULYADI
.
Lampiran: