kawasan konservasi maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

101

Upload: others

Post on 13-Nov-2021

22 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id
Page 2: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Kawasan Konservasi Maritim

Situs Kapal Tenggelam HMAS Perth

dan USS Houston

Page 3: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Dilarang memproduksi atau memperbanyak seluruh atau sebagian dari buku dalam bentuk atau cara apapun tanpa

izin tertulis dari penerbit

©Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang No.28 Tahun 2014

All Rights Reserved

Page 4: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

② I

Kawasan Konservasi Maritim

Situs Kapal Tenggelam HMAS Perth

dan USS Houston

ULUNG JANTAMA WISHA

WISNU ARYA GEMILANG

NIA NAELUL HASANAH RIDWAN

Page 5: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Kawasan Konservasi Maritim

Situs Kapal Tenggelam HMAS Perth dan USS Houston

Penulis:

Ulung Jantama Wisha

Wisnu Arya Gemilang

Nia Naelul Hasanah Ridwan

Perancang Sampul :

Ulung Jantama Wisha

Penata Isi :

Ulung Jantama Wisha

Jumlah halaman :

x + 84 halaman

Edisi/Cetakan :

Cetakan pertama, 2020

Diterbitkan oleh :

AMAFRAD Press

Badan Riset dan Sumber Daya Manusia

Kelautan dan Perikanan

Gedung Mina Bahari III, Lantai 6, Jl. Medan Merdeka Timur,

Jakarta Pusat 10110

Telp. (021) 3513300 Fax: 3513287

Email : [email protected]

Nomor IKAPI: 501/DKI/2014

ISBN : 978-623-7651-43-7

e-ISBN : 978-623-7651-44-4 (PDF)

© 2020, Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-undang

Page 6: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id
Page 7: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I i

SAMBUTAN KEPALA LOKA RISET SUMBER DAYA

DAN KERENTANAN PESISIR

Rencana Penetapan situs kapal karam HMAS Perth dan USS

Houston sebagai Kawasan Konservasi Maritim (KKM) mendapatkan

tanggapan positif dari masyarakat mengenai perlindungan dan pemanfaatan

situs tersebut sebagai potensi wisata bahari, mengingat bahwa keberadaan

situs bersejarah tersebut merupakan aset negara yang harus dilestarikan

dan dijaga serta dimanfaatkan sesuai dengan peraturan pemerintah dan

kebijakan daerah.

Salah satu peran penelitian sumber daya dan kerentanan pesisir

adalah memberikan pengetahuan kepada seluruh masyarakat dan

stakeholder sehingga dapat memberikan pencerahan dan masukan ilmiah

terhadap perumusan sebuah kebijakan maupun pengkajian kebijakan yang

sudah diterapkan. Oleh karena itu Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan

Pesisir, mengeluarkan buku “Kawasan Konservasi Maritim Situs Kapal

Tenggelam HMAS Perth dan USS Houston” ini sebagai output dari

penelitian “Penilaian Potensi Kawasan Konservasi Maritim dan Penentuan

Lokasi Pengangkatan BMKT di Banten”.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan selamat kepada para

peneliti dan tim penyusun yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan

buku ini. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dukungan Pimpinan

Pusat Riset Kelautan, Bupati dan Wakil Bupati Serang, Dinas Ketahanan

Pangan dan Perikanan Kabupaten Serang, serta semua pihak yang

memberikan dukungan baik yang berupa data, saran, serta masukan yang

konstruktif hingga selesainya buku ini.

Pada akhirnya kami berharap semoga buku ini dapat memberikan

sumbangsih untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang

sumber daya pesisir non hayati (Arkeologi maritim).

Nia Naelul Hasanah Ridwan, SS, M.Soc.Sc.

Page 8: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

ii I

Page 9: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I iii

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil'aalamin, segala puja dan puji syukur penulis panjatkan

kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tanpa karunia-Nya,

mustahil naskah buku ini terselesaikan tepat waktu mengingat tugas dan kewajiban

lain yang bersamaan hadir. Penulis benar-benar merasa tertantang untuk

mewujudkan naskah buku ini sebagai sarana memperkenalkan tinggalan arkeologis

yang memiliki sejarah tinggi namun belum terkuak oleh masyarakat awam di Provinsi

Banten dan sekitarnya.

Buku ini ditulis berdasarkan kompilasi kegiatan riset tahun 2015 dan 2018

oleh penulis yang secara langsung melakukan observasi dilapangan. Observasi

terintegrasi dilakukan untuk menguak kondisi kapal karam HMAS Perth dan USS

Houston di Teluk Banten. Kedua kapal karam tersebut merupakan saksi peristiwa “the

battle of Sunda Strait” dimana menjadi akhir dari perjalanan dan pelayaran kapal-

kapal tersebut. Namun, keberadaaan dan pengetahuan sejarahnya masih sangat

rendah terutama bagi masyarakat Banten itu sendiri. Berdasarkan kondisi tersebut,

penulis berusaha menyusun buku ini dengan memuat kegiatan preservasi dan kondisi

terkini dari tinggalan arekologis tersebut.

Terselesaikannya penulisan buku ini juga tidak terlepas dari bantuan

beberapa pihak. Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Kementerian

Kaluatan dan Perikanan (KKP) karena telah memberikan dukungan terhadap

terlaksananya kegiatan riset tentang maritim arkeologi ini. Dengan dukungan tersebut,

penulis berkeyakinan bahwa hal itu dapat mendukung penulis untuk meningkatkan

kualitas diri dan karya di masa yang akan datang.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bupati dan Wakil

Bupati Kabupaten Serang, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan

Kabupaten Serang, dan masyarakat nelayan Pulau Panjang yang telah membantu

dan memfasilitasi selama kegiatan survei lapngan berlangsung hingga terlaksananya

kegiatan Forum Group Discussion (FGD). Selain itu, penulis juga menyampaikan rasa

terima kasih kepada Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP)

untuk semua bantuan, dukungan, motivasi, dan saran-saran yang diberikan.

Meskipun telah berusaha untuk menghindarkan kesalahan, penulis

menyadari juga bahwa buku ini masih mempunyai kelemahan sebagai

kekurangannya. Oleh karena itu, penulis berharap agar pembaca berkenan

menyampaikan kritikan. Dengan segala pengharapan dan keterbukaan, penulis

menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus-tulusnya. Kritik merupakan sarana

pembangun untuk menuju kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap agar buku ini

dapat membawa manfaat kepada pembaca. Secara khusus, penulis berharap

semoga buku ini dapat memberikan gambaran terhadap potensi kelautan Indonesia

yang perlu dijaga, dikembangkan, dan dilestarikan.

Jakarta, Mei 2020

Nia Naelul Hasanah Ridwan, SS, M.Soc.Sc.

Page 10: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

iv I

Page 11: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I v

KATA PENGANTAR

Maha Puji Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga buku ini bisa

diselesaikan sesuai dengan target yang telah ditentukan. Selain itu tak lupa bacaan

salawat patut diucapkan untuk Nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang

berpengaruh besar pada peradaban manusia hingga menjadi sekarang ini.

Pembahasan buku ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh

penulis pada 2015 dan 2018. Adapun judul dari penelitian tersebut adalah “Penlaian

Potensi Kawasan Konservasi Maritim dan Penentuan Lokasi Pengangkatan Bmkt di

Banten”. Di mana struktur buku ini berisi tujuh BAB, adapun masing-masing BAB

memiliki sub pembahasan teperinci dari tema pada BAB yang tersusun secara

sistematis didasarkan pada tema besar yang dibahas. Oleh karena itu, dalam

membaca buku ini dengan benar dan untuk mendapatkan kesimpulan yang utuh

maka disarankan untuk membacanya secara urut dari BAB I hingga BAB VII tanpa

ada loncatan.

Agar hasil penelitian tersebut di atas tadi menjadi lebih bermanfaat maka

perlu untuk ditulis ulang (dikonversikan) dalam bentuk buku. Dengan bentuk buku

diharapkan bisa tersebar luas ke berbagai kalangan peneliti maupun akademisi serta

masyarakat. Penyebaran dalam bentuk buku akan lebih terpercaya dan mudah untuk

dipertanggungjawabkan jika dibandingkan penyebaran referensi melalui internet.

Sebuah buku yang diterbitkan oleh penenerbit berkompeten dan punya kredibilitas

tinggi seperti AMAFRAD Press yang menerbitkan buku ini. Dengan demikian harapan

diterbitkan buku ini adalah bisa menjadi referensi bagi para dosen, mahasiswa,

maupun para peneliti, serta bagi siapapun yang gemar membaca dan menyukai

perkembangan ilmu pengetahuan yang sedang “seksi” untuk dibahas.

Dalam penyelesaian buku ini tidak semudah pembalikan telapak tangan.

Mengingat buku ini adalah karya ketiga dari penulis yang diterbitkan oleh penerbit

yang memilik kelas dan diakui oleh banyak kalangan akademisi. Banyak ditemukan

kendala dan kesulitan terutama yang bersifat teknis, misalnya penyusunan bahasa,

format buku, dan keterbatasan pengalaman penulis dalam bidang penulisan buku.

Selain itu dalam penyelesaiannya dibutuhkan kerja keras dan penuh kehatian-hatian

karena ditargetkan bersih dari plagiarisme. Namun semua kendala itu dapat dilewati

berkat bantuan tim dari penerbit yang sangat professional.

Sebagai penutup, apabila ada kesalahan itu hanya karena berasal dari

penulis sendiri dan apabila ada kebenaran dan nilai manfaat dalam buku ini adalah

semata-mata karena bantuan berbagai pihak serta tentunya. Pada akhirnya penulis

ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada editor, petugas layout beserta tim

penerbit AMAFRAD Press lainnya yang telah bekerja keras dan berperan banyak

untuk diterbitkannya buku ini secara layak. Sebuah keberuntungan bagi penulis telah

mendapat bantuan orang-orang hebat seperti mereka sehingga buku ini bisa terwujud

dan memadai untuk dibaca.

Padang, Mei 2020

Tim Penulis

Page 12: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

vi I

Page 13: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

Prof. Dr. Ir. Ngurah N. Wiadnyana, DEA., Prof. Dr. Ir. Ketut Sugama, M.Sc. A.Pu., Prof. Dr. Ir. Sony Koeshendrajana, Dr Singgih Wibowo, M.S., Dr. Ir. I Nyoman Suyasa, M.S, dan Dr-Ing. Widodo S. Pranowo, M.Si., yang telah mengkoreksi dan memberikan saran kepada penulis sehingga buku ini menjadi lebih sempurna dalam penyajian dan materi buku yang menjadi lebih baik.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada: Kepala Loka Riset Suber Daya dan Kerentanan Pesisir, Kepala Kelti Kerentanan Pesisir, Abilawa Setyadi dan Samsuardi, sebagai instruktur penyelaman dan rekan-rekan anggota tim Kelti SuPesisir, terutama Guntur Adhi Rahmawan, ST yang telah membantu dalam pengolahan data batimetri dan pemetaan pada buku ini, sehingga buku ini dapat diterbitkan.

Page 14: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

viii I

Page 15: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I ix

DAFTAR ISI

Sambutan Kepala LRSDKP ................................................................... i

Prakata .................................................................................................... iii

Kata Pengantar ....................................................................................... v

Ucapan Terima Kasih ............................................................................. vii

Daftar Isi .................................................................................................. ix

BAB I Pendahuluan ................................................................................ 1

1.1 Kawasan Konservasi Maritim ............................................................. 2

1.2 Tinggalan Arkeologis Situs kapal Karam ............................................ 3

1.3 Profil Kabupaten Serang dan Teluk Banten ....................................... 8

1.4 Sejarah Perang Dunia II di Teluk Banten ........................................... 9

BAB II Pertempuran Selat Sunda .......................................................... 11

2.1 Latar Historis HMAS Perth ................................................................. 12

2.2 Latar Historis USS Houston ............................................................... 16

BAB III Bangkai Kapal di Teluk Banten ................................................ 27

3.1 Tinggalan Arkeologis Situs Kapal Karam HMAS Perth ...................... 28

3.2 Tinggalan Arkeologis Situs Kapal Karam USS Houston .................... 35

3.3 Determinasi Side Scan Sonar ............................................................ 39

BAB IV Kondisi Lingkungan Situs Kapal Karam Teluk Banten .......... 45

4.1 Kondisi batimetri Teluk Banten ........................................................... 45

4.2 Kualitas Perairan Teluk Banten .......................................................... 47

4.3 Hidrodinamika Teluk Banten .............................................................. 48

4.4 Biota di Sekitar Situs Kapal Tenggelam ............................................. 55

BAB V Aspek Kerentanan Terhadap Tinggalan Arkeologis .............. 57

5.1 Sedimentasi dan Pencemaran Perairan ............................................. 57

5.2 Penambangan Pasir dan Gas Alam ................................................... 59

5.3 Cemaran Sampah .............................................................................. 61

BAB VI Upaya Preservasi ...................................................................... 65

6.1 Pemasangan Marking Buoy ............................................................... 65

6.2 Pemasangan Papan Informasi ........................................................... 67

6.3 Pembuatan Memorial Perang Dunia II ............................................... 68

6.4 Penguatan Peraturan Daerah dan Monitoring .................................... 70

Page 16: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

x I

BAB VII Penutup ..................................................................................... 73

Daftar Pustaka ........................................................................................ 75

GLOSARI ................................................................................................. 79

INDEKS ................................................................................................... 81

Biografi Penulis ...................................................................................... 83

Page 17: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 1

BAB 1

PENDAHULUAN

ilayah pesisir di Indonesia menyimpan potensi sumber daya

yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun

diversitas. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya di

wilayah pesisir dan menjadikan sektor ini sebagai prime mover

pembangunan ekonomi nasional, diperlukan upaya percepatan dan

terobosan dalam pembangunan kelautan dan perikanan yang didukung

dengan kebijakan politik dan ekonomi serta iklim sosial yang kondusif. Salah

satunya dengan menggalakkan perlindungan terhadap tinggalan budaya

maritim Indonesia.

Upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya

pesisir yang di dalamnya termasuk sumber daya budaya maritim di

Indonesia dapat dilakukan dengan menetapkan situs-situs maritim menjadi

Kawasan Konservasi Maritim (KKM). KKM terdiri atas daerah perlindungan

adat dan budaya maritim yang mempunyai nilai arkeologi historis khusus,

situs sejarah kemaritiman, dan tempat ritual keagamaan atau adat dan

sifatnya sejalan dengan upaya konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil.

Daerah perlindungan budaya maritim adalah tempat tenggelamnya kapal,

situs sejarah kemaritiman yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan dan budaya yang perlu dilindungi bagi tujuan pelestarian dan

pemanfaatan guna memajukan kebudayaan nasional, dan tempat ritual

keagamaan atau adat. Sementara itu, kebijakan ekonomi kelautan

digunakan untuk keberlanjutan industri maritim dan jasa maritim demi

kesejahteraan rakyat. Salah satu jasa maritim yang dimaksud adalah

pengelolaan benda berharga yang berasal dari muatan kapal tenggelam.

Selain itu, pemerintah dan pemerintah daerah harus memfasilitasi

pengembangan potensi wisata bahari untuk kesejahteraan rakyat dengan

mempertimbangkan aspek kepentingan masyarakat lokal, kearifan lokal

serta harus memperhatikan kawasan konservasi perairan. Maka

W

Page 18: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

2 I aritim Situs Kapal Tenggelam

perlindungan sebuah situs arkeologi dalam bentuk KKM pada situs kapal

tenggelam di Kabupaten Serang Banten dirasa perlu untuk dilakukan.

1.1 Kawasan Konservasi Maritim

Menurut PerMen KP 17/2008, Kawasan Konservasi Maritim (KKM)

adalah daerah perlindungan adat dan budaya maritim yang mempunyai nilai

arkeologi historis khusus, situs sejarah kemaritiman, dan tempat ritual

keagamaan atau adat, dan sifatnya sejalan dengan upaya konservasi pesisir

dan pulau-pulau kecil. Jenis KKM menurut Pasal 7 dan 8 adalah Daerah

Perlindungan Adat Maritim dan Daerah Perlindungan Budaya Maritim.

Daerah Perlindungan Budaya Maritim didefinisikan sebagai tempat

tenggelamnya kapal yang mempunyai nilai arkeologi - historis khusus; situs

sejarah kemaritiman yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, dan budaya yang perlu dilindungi bagi tujuan pelestarian dan

pemanfaatan guna memajukan kebudayaan nasional, dan tempat ritual

keagamaan atau adat.

Upaya perlindungan dengan menetapkan situs-situs bawah air

seperti halnya situs kapal karam menjadi KKM sesuai dengan ketentuan

mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang

menyebutkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan

pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber

daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta proses alamiah secara

berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam

menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumber daya

kelautan, pesisir, dan pulau-pulau kecil memerlukan pengelolaan yang

integratif untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat

dan dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara

menyeluruh dan terpadu.

Page 19: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 3

1.2 Tinggalan Arkeologis Situs Kapal Karam

Situs tenggelamnya kapal dianggap memiliki nilai sejarah, ilmu

pengetahuan, dan juga nilai ekonomi. Situs kapal karam dapat dimanfaatkan

sebagai obyek penelitian untuk menggali pengetahuan yang terkandung di

dalamnya yang terkait erat dengan pengembangan karakter daerah dan

bangsa untuk memperkokoh jati diri bangsa, dan juga untuk dijadikan

sebagai obyek pariwisata bahari yaitu jenis wisata minat khusus berupa

wisata selam (wreck diving) yang implikasinya adalah untuk melestarikan

kapal-kapal karam tersebut sekaligus mengembangkannya sehingga dapat

memberikan peluang pengelolaan dan kesejahteraan masyarakat yang

berkelanjutan.

Situs kapal karam dengan muatannya memiliki nilai strategis yang

berguna bagi pembangunan nasional di segala bidang khususnya

pendidikan, perekonomian, sosial, dan budaya serta lain sebagainya. Akan

tetapi, seperti potensi sumber daya kelautan lainnya, situs kapal karam ini

baru dapat bermanfaat bila kita dapat mengembangkan potensi ini menjadi

aset yang memberikan peningkatan kesadaran dan ilmu pengetahuan

masyarakat akan sejarah, teknologi, sosial dan budaya melalui pendekatan

antara lain pendidikan, pariwisata dan pelestarian, berdampak ekonomi

dengan memberikan devisa kepada negara, dan dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena unsur-unsur yang terkandung di dalamnya, maka situs

kapal karam dapat dikategorikan sebagai Benda Cagar Budaya (BCB)

Bawah Air yang perlu dilindungi, dilestarikan, dan dikaji secara arkeologi.

Dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Perlindungan BCB disebutkan bahwa

BCB adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar

Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar

Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu

dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses

penetapan. BCB adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik

bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau

bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan

Page 20: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

4 I aritim Situs Kapal Tenggelam

kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia, yang sekurang-

kurangnya berumur 50 tahun. Sementara itu, Situs Cagar Budaya adalah

lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung BCB,

Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil

kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Undang-undang ini

secara eksplisit mencantumkan pengaturan tentang tinggalan budaya

bawah air, yang tidak ditemukan dalam undang-undang cagar budaya

sebelumnya. Dalam pasal 26 Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa:

1. Pemerintah berkewajiban melakukan pencarian benda, bangunan,

struktur, dan/atau lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya;

2. Pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar budaya dapat

dilakukan oleh setiap orang dengan penggalian, penyelaman,

dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air;

3. Pencarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) hanya

dapat dilakukan melalui penelitian dengan tetap memperhatikan

hak kepemilikan dan/atau penguasaan lokasi;

4. Setiap orang dilarang melakukan pencarian cagar budaya atau

yang diduga cagar budaya dengan penggalian, penyelaman,

dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), kecuali dengan izin pemerintah atau

pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Sementara itu, konvensi-konvensi internasional seperti United

Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982), UNESCO

Convention on the Protection of Underwater Cultural Heritage 2001, dan

ICOMOS Charter on Protection and Management Underwater Cultural

Heritage 1996 sangat memperhatikan upaya-upaya perlindungan situs kapal

karam tersebut. UNCLOS 1982 Pasal 149 menyebut sumberdaya arkeologi

laut dan situs kapal karam sebagai “Archaeological and Historical Objects”

yang mempunyai nilai sejarah yang ditemukan di kawasan dan harus

dipelihara atau digunakan untuk kemanfaatan umat manusia sebagai suatu

keseluruhan, dengan memperhatikan secara khusus hak-hak yang

didahulukan dari negara asal, atau negara asal-kebudayaan, atau negara

Page 21: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 5

asal jarahan dan asal kepurbakalaan. Dalam Pasal 303, dinyatakan bahwa

negara-negara berkewajiban untuk melindungi benda-benda yang

mempunyai nilai arkeologis dan historis yang ditemukan di laut dan harus

bekerjasama guna mencapai maksud tersebut.

UNESCO Convention on the Protection of Underwater Cultural

Heritage 2001 menyebutkan situs kapal karam sebagai bagian dari

“Underwater Cultural Heritage” atau Warisan Budaya Bawah Air. Pada Pasal

1 ayat 1, disebutkan bahwa:

“Underwater Cultural Heritage is all traces of human existence

having a cultural, historical or archaeological charácter which have been

partially or totally underwater, periodically or continuosly, for at least 100

years such as:

a. Sites, structures, buildings, artifacts and human remains, together

with their archaeological and natural context.

b. Vessels, aircraft, other vehicles ar any parta threof, their cargo or

other content, together with their archaeological and natural

context; and

c. Objects of prehistoric character”

Terjemahan:

“Warisan Budaya Bawah Air merupakan semua jejak keberadaan

manusia yang memiliki karakter budaya, sejarah, atau arkeologis yang

sebagian atau keseluruhannya telah berada di bawah air, secara berkala

atau terus menerus, selama paling tidak 100 tahun seperti:

a. Situs, struktur, bangunan, artefak dan sisa-sisa manusia yang

berada dalam konteks arkeologis dan alam mereka

b. Kapal, pesawat udara, kendaraan lain atau bagian dari muatan

kendaraan tersebut atau isi lainnya yang berada dalam konteks

arkeologis dan alam mereka

c. Benda-benda dengan karakter prasejarah”

Konvensi 2001 UNESCO merupakan salah satu instrumen dari

beberapa konvensi utama UNESCO yang bertujuan menjaga dan

melindungi warisan budaya bawah air yang merupakan warisan bersama

umat manusia dan merupakan satu bagian penting dalam sejarah umat

Page 22: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

6 I aritim Situs Kapal Tenggelam

manusia. Pada saat ini, UNESCO memperhitungkan terdapat lebih dari 3

(tiga) juta kapal karam yang diperkirakan tersebar di berbagai lokasi di dasar

samudera. Di Indonesia UNESCO memperkirakan jumlah lokasi kapal

karam yang bernilai ekonomis mencapai antara 2.000 - 3.000 lokasi kapal

karam yang mengandung nilai budaya, sejarah, dan ilmu pengetahuan yang

tak tergantikan. Menurut Irina Bokova, Direktur Jenderal UNESCO, akan

sangat disesali jika kita membiarkan warisan bernilai sejarah dan arkeologi

tinggi hilang dan terpencar-pencar, sehingga menghilangkan akses bagi

para ilmuwan dan masyarakat umum ke koleksi yang luar biasa tersebut.

Eksploitasi terhadap situs arkeologi bawah air dan tindakan yang

mengakibatkan terpencarnya artefak-artefak merupakan tindakan yang tidak

dapat dipulihkan. Muatan yang berasal dari situs kapal karam di perairan

Cirebon misalnya, memberikan banyak informasi terkait ramainya

pertukaran kebudayaan dan perdagangan di kawasan Nusantara pada

masa itu. UNESCO melalui Konvensi 2001 mendorong negara-negara untuk

melindungi warisan yang tenggelam dan menjadikannya dapat diakses

untuk penelitian dan dinikmati oleh masyarakat umum. Oleh karena itu,

UNESCO mendukung pemerintah Indonesia untuk berupaya memastikan

penelitian dilakukan secara menyeluruh.

Konvensi 2001 UNESCO memberikan perlindungan yang sama

terhadap lokasi-lokasi dan artefak bawah air sebagaimana warisan budaya

yang berada di daratan. Dengan adanya prinsip-prinsip dasar, panduan

praktis dan standar-standar, Konvensi 2001 beserta Annex-nya merupakan

referensi utama internasional untuk perlindungan dan pemeliharaan

peninggalan bersejarah bawah air dan untuk mencegah semakin maraknya

kasus perdagangan ilegal yang dilakukan oleh para penjarah. Dalam

pandangan UNESCO, warisan budaya bawah air tidak hanya membuktikan

betapa berharganya warisan budaya tersebut tetapi juga dapat memberikan

informasi mengenai rute perdagangan, hubungan sosial-budaya antara

Indonesia dengan negara-negara lain, perkembangan hubungan ekonomi,

konteks keagamaan, dan lain-lain. Konvensi 2001 juga berupaya untuk

meningkatkan kepedulian masyarakat umum terhadap warisan budaya

bawah air dan pentingnya pelestarian terhadap warisan bangsa tersebut.

Page 23: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 7

Prinsip-prinsip utama konvensi 2001 terkait warisan budaya bawah

air sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang sudah berlaku untuk warisan

budaya yang berada di daratan adalah:

1. Kewajiban untuk melestarikan warisan budaya bawah air

2. Pelestarian In Situ sebagai pilihan utama

3. Tidak dapat dieksploitasi secara komersial

4. Pelatihan dan berbagi informasi

Konvensi ini juga menyebutkan bahwa warisan budaya bawah air

yang ditemukan harus disimpan, dilestarikan, dan dikelola dengan cara yang

menjamin pemeliharaan jangka panjangnya (Pasal 2 ayat 6). Selain itu,

Konvensi UNESCO melarang eksploitasi komersial terhadap situs-situs

arkeologi bawah air dengan berbagai alasan, di antaranya adalah:

1. Warisan budaya bawah air bukan “harta karun” melainkan

“warisan budaya untuk kemanusiaan”.

2. Perusahaan-perusahaan komersial seringkali tidak

melakukan penelitian ilmiah dan dokumentasi yang dapat

diakses oleh para arkeolog, sejarawan, ahli konservasi,

dan lain-lain.

3. Hal itu menimbulkan kemungkinan terjadinya kerugian,

kerusakan, dan terpencarnya benda-benda terkait.

4. Konvensi 2001 menghimbau negara-negara untuk

mengambil tindakan melawan perdagangan gelap benda

budaya yang diambil dari laut.

Meskipun UNESCO menyarankan untuk melakukan upaya

perlindungan situs kapal karam dengan preservasi in-situ, akan tetapi

pemanfaatan yang lain tetap dimungkinkan seperti halnya untuk pariwisata

selam. Sejumlah contoh proyek preservasi in situ yang sesuai dengan

amanat Konvensi UNESCO 2001 dan juga dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan pariwisata di antaranya adalah: Alexandria (Mesir), Baiheliang

(Cina), Nanhai No. 1 (Cina), Caesarea (Israel), Florida Keys National Marine

Sanctuary (AS), Kronprins Gustav Adolf (Finlandia), Ustica (Italia),

Wellington Wreck (Selandia Baru), SS Yongala (Australia), dan lain-lain.

Situs kapal karam dan muatannya harus dilindungi dan dikelola

secara bertanggung jawab dan berkelanjutan karena memiliki sifat terbatas

Page 24: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

8 I aritim Situs Kapal Tenggelam

(finite), baik jumlah maupun jenisnya; sangat rapuh (fragile); tidak dapat

diperbaharui (non renewable resources); sangat rentan terhadap kerusakan

(susceptible from damage); dan keberadaannya sering terancam punah

bukan hanya oleh faktor aktivitas manusia (perburuan harta karun,

penangkapan ikan, pertambangan, pembangunan infrastruktur, polusi,

pergerakan/lalu lintas kapal), melainkan juga oleh faktor perubahan

lingkungan alam (natural factors) termasuk perubahan iklim.

1.3 Profil Kabupaten Serang dan Teluk Banten

Kabupaten Serang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi

Banten dengan ibukotanya adalah Ciruas. Kabupaten Serang terletak di

ujung barat laut Pulau Jawa yang berbatasan dengan Laut Jawa dan Kota

Serang di bagian utara; Kabupaten Tangerang di bagian timur; Kabupaten

Lebak dan Pandeglang di Selatan, serta Kota Cilegon dan Selat Sunda di

arah barat. Luas wilayah kabupaten ini adalah 1.467,35 km² dan secara

geografis terletak di posisi koordinat antara 105⁰7' - 105⁰22' Bujur Timur dan

5⁰50' - 6⁰21' Lintang Selatan. Kabupaten Serang terdiri atas 29 kecamatan,

yaitu Anyar, Bandung, Baros, Binuang, Bojonegara, Carenang, Cikande,

Cikeusal, Cinangka, Ciomas, Ciruas, Gunungsari, Jawilan, Kibin, Kopo,

Kragilan, Kramatwatu, Mancak, Pabuaran, Padarincang, Pamarayan, Petir,

Pontang, Pulo Ampel, Tanara, Tirtayasa, Tunjung Teja, Lebak Wangi dan

Waringin Kurung.

Secara topografi, Kabupaten Serang merupakan wilayah dataran

rendah dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai 1.778 m di atas

permukaan laut. Fisiografi Kabupaten Serang dari arah utara ke selatan

terdiri dari wilayah rawa pasang surut, rawa musiman, dataran, perbukitan

dan pegunungan. Bagian utara merupakan wilayah yang datar dan tersebar

luas sampai ke pantai, kecuali sekitar Gunung Sawi, Gunung Terbang dan

Gunung Batusipat. Di bagian selatan sampai ke barat, Kabupaten Serang

berbukit dan bergunung antara lain sekitar Gunung Kencana, Gurung

Karang dan Gunung Gede. Daerah yang bergelombang tersebar di antara

kedua bentuk wilayah tersebut. Hampir seluruh daratan Kabupaten Serang

merupakan daerah subur karena tanahnya sebagian besar tertutup oleh

Page 25: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 9

tanah endapan Alluvial dan batu vulkanis kuarter. Di wilayah Serang banyak

terdapat pula sungai-sungai yang besar dan penting yaitu Sungai Ciujung,

Cidurian, Cibanten, Cipaseuran, Cipasang dan Anyar yang mendukung

kesuburan daerah-daerah pertanian di Kabupaten Serang. Iklim di wilayah

ini termasuk tropis dengan musim hujan antara November – April dan musim

kemarau antara Mei – Oktober. Curah hujan rata-rata 3,92 mm/hari.

Temperatur udara rata-rata berkisar antara 25,8⁰ Celsius – 27,6⁰ Celsius.

Temperatur udara minimum 20,90⁰ Celsius dan maksimum 33,8⁰ Celsius.

Tekanan udara dan kelembaban nisbi rata-rata 81,00 mb/bulan. Kecepatan

arah angin rata-rata 2,80 knot, dengan arah terbanyak adalah dari barat.

Sejarah Kabupaten Serang tidak terlepas dari sejarah Banten pada

umumnya, karena Kabupaten Serang merupakan bagian dari wilayah

Kesultanan Banten dengan pusat pemerintahannya terletak di Serang

(sekarang menjadi bagian wilayah Kota Serang). Bekas pusat pemerintahan

masa kerajaan Islam kuno, Kesultanan Banten, yaitu Banten Lama terletak

di Teluk Banten yang berdiri sejak abad ke-16. Pada masa kolonial Belanda,

kawasan ini dahulu dikenal sebagai tempat dimana kapal-kapal Belanda

mendarat untuk pertama kalinya di Indonesia.

1.4 Sejarah Perang Dunia II di Teluk Banten

Pada akhir Februari 1942, Angkatan Laut Kekaisaran Jepang

bersiap untuk melakukan invasi ke Pulau Jawa, Hindia Belanda. Pada 27

Februari, angkatan laut gabungan American-British-Dutch-Australian

Command (ABDACOM), di bawah pimpinan Admiral Karel Doorman,

berlayar dari Surabaya untuk menghadang kekuatan invasi Jepang.

Dikarenakan posisinya yang berada dekat dengan Laut Jawa, dalam sejarah

perang dunia, wilayah Banten kemudian merupakan bagian dari Perang

Dunia II atau Perang Pasifik dimana ”Pertempuran Laut Jawa" dan

"Pertempuran Selat Sunda" yang terkenal dalam sejarah terjadi.

Pertempuran Laut Jawa adalah pertempuran laut yang utama dalam

kampanye Pasifik selama Perang Dunia II. Dalam pertempuran ini,

Angkatan Laut Sekutu mengalami kekalahan telak di tangan Angkatan Laut

Kekaisaran Jepang pada 27 Februari 1942 dan dalam aksi-aksi sekunder

Page 26: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

10 I aritim Situs Kapal Tenggelam

berikutnya selama beberapa hari berturut-turut, termasuk Pertempuran Selat

Sunda. Dalam pertempuran ini Admiral Karel Doorman terbunuh. Dalam

"Pertempuran Laut Jawa" itu, dari armada tempur Sekutu hanya kapal

penjelajah HMAS Perth dan USS Houston yang tersisa. kedua kapal

tersebut kekurangan bahan bakar dan amunisi dan kemudian mundur ke

Tanjung Priok pada 28 Februari 1942 atas perintah terakhir Admiral

Doorman.

HMAS Perth dan USS Houston berada di Tanjung Priok pada 28

Februari 1942 saat menerima perintah untuk berlayar melewati Selat Sunda

ke Cilacap. Perlengkapan kedua kapal tersebut pada saat itu sudah sangat

minim karena di Jawa mereka tak bisa mempersenjatai diri kembali maupun

mengisi bahan bakar secara penuh. Dua kapal tersebut kemudian bertolak

pada pukul 21.00 pada 28 Februari ke Selat Sunda. Namun kemudian

mereka menghadapi armada penyerbu Jepang untuk Jawa Barat yang

berada di Teluk Banten. HMAS Perth dan USS Houston kemudian

berhadapan dengan setidaknya 3 kapal penjelajah dan beberapa kapal

pemburu armada kekaisaran Jepang. Dalam sebuah aksi malam yang

ganas yang berakhir setelah tengah malam pada 1 Maret, kedua cruiser

tersebut, HMAS Perth dan USS Houston, kemudian tenggelam bersama

dengan dua buah kapal Jepang. Korban USS Houston yang tewas

sebanyak 696 orang dan yang selamat 368 orang. Sementara itu, korban

HMAS Perth yang tewas adalah 375 orang dan korban selamat sebanyak

307 orang.

Page 27: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 11

BAB II

PERTEMPURAN SELAT SUNDA

ada akhir Februari 1942, Angkatan Laut Kekaisaran Jepang

bersiap untuk melakukan invasi ke Pulau Jawa, Hindia

Belanda. Pada 27 Februari, angkatan laut gabungan American-British-

Dutch-Australian Command (ABDACOM), di bawah pimpinan Admiral Karel

Doorman, berlayar dari Surabaya untuk menghadang kekuatan invasi

Jepang. Dikarenakan posisinya yang berada dekat dengan Laut Jawa,

dalam sejarah perang dunia, wilayah Banten kemudian merupakan bagian

dari Perang Dunia II atau Perang Pasifik dimana ”Pertempuran Laut Jawa"

dan "Pertempuran Selat Sunda" yang terkenal dalam sejarah terjadi.

"Pertempuran Laut Jawa adalah pertempuran laut yang utama dalam

kampanye Pasifik selama Perang Dunia II. Dalam pertempuran ini,

Angkatan Laut Sekutu mengalami kekalahan telak di tangan Angkatan Laut

Kekaisaran Jepang pada 27 Februari 1942 dan dalam aksi-aksi sekunder

berikutnya selama beberapa hari berturut-turut, termasuk Pertempuran Selat

Sunda. Dalam pertempuran ini Admiral Karel Doorman terbunuh. Dalam

"Pertempuran Laut Jawa" itu, dari armada tempur Sekutu hanya kapal

penjelajah HMAS Perth dan USS Houston yang tersisa. kedua kapal

tersebut kekurangan bahan bakar dan amunisi dan kemudian mundur ke

Tanjung Priok pada 28 Februari 1942 atas perintah terakhir Admiral

Doorman.

HMAS Perth dan USS Houston berada di Tanjung Priok pada 28

Februari 1942 saat menerima perintah untuk berlayar melewati Selat Sunda

ke Cilacap. Perlengkapan kedua kapal tersebut pada saat itu sudah sangat

minim karena di Jawa mereka tak bisa mempersenjatai diri kembali maupun

mengisi bahan bakar secara penuh. Dua kapal tersebut kemudian bertolak

pada pukul 21.00 pada 28 Februari ke Selat Sunda. Namun kemudian

mereka menghadapi armada penyerbu Jepang untuk Jawa Barat yang

berada di Teluk Banten. HMAS Perth dan USS Houston kemudian

P

Page 28: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

12 I aritim Situs Kapal Tenggelam

berhadapan dengan setidaknya 3 kapal penjelajah dan beberapa kapal

pemburu armada kekaisaran Jepang. Dalam sebuah aksi malam yang

ganas yang berakhir setelah tengah malam pada 1 Maret kedua cruiser

tersebut, HMAS Perth dan USS Houston, kemudian tenggelam bersama

dengan dua buah kapal Jepang. Korban USS Houston yang tewas

sebanyak 696 orang dan yang selamat 368 orang. Sementara itu, korban

HMAS Perth yang tewas adalah 375 orang dan korban selamat sebanyak

307 orang.

2.1 Latar Historis HMAS Perth

HMAS Perth adalah modified Leander-class light cruiser yang

dioperasikan oleh the Royal Australian Navy (RAN) pada masa awal-awal

Perang Dunia II. HMAS Perth dibuat untuk Britain Royal Navy dimana dia

pertama kali bertugas dengan nama HMS Amphion pada 1936. Setelah

beberapa tahun bertugas di stasiun North America dan West Indies, kapal

cruiser ini ditransfer ke RAN pada 1939 dan kembali bertugas dengan nama

baru yaitu HMAS Perth. Pada awal mula Perang Dunia II, Perth bertugas di

Western Atlantic dan di Perairan Australia sebelum ia dikirim ke

Mediterranean Sea pada akhir tahun 1940. Di Laut Mediterania tersebut

Perth terlibat dalam pertempuran the Battle of Greece, the Battle of Crete,

dan the Syria-Lebanon Campaign sebelum kemudian kembali ke Perairan

Australia pada akhir tahun 1941.

Pada awalnya, Perth dijadwalkan untuk tetap berada di perairan

sebelah timur Australia di dalam Anzac Area. Namun kemudian The War

Cabinet setuju untuk memenuhi permintaan Amerika untuk mengirimkan

Perth ke lokasi the American-British-Dutch-Australian (ABDA) Area

sesegera mungkin dan melakukan konvoi ke lokasi ABDA. Pada 31 Januari

1942, Perth kemudian berlayar dari Sydney dan tiba di Fremantle pada 10

Februari. Pada 15 Februari, Perth menyertai HMAS Adelaide dan empat

kapal penyimpan bahan bakar yang tidak bermuatan beserta 2 kapal kargo

(yang dikenal sebagai Convoy MS4) dalam misi untuk mengambil minyak

sebanyak-banyaknya dari the Netherlands East Indies (Indonesia) sebelum

Page 29: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 13

Jepang menyerang. Setelah Singapore jatuh dan membahayakan

kedudukan Palembang sebagai pelabuhan tujuan, semua kapal tersebut

kecuali Perth dan kargo Jacob diperintahkan kembali ke Fremantle.

Meskipun telah bergabung dengan kapal Belanda Swartenhondt dan Karsik,

operasi ini kemudian dibatalkan pada 21 Februari, saat mana kapal-kapal

tersebut berada sekitar 600 mil laut dari Selat Sunda. Perth kemudian

menyertai 3 buah kapal kembali ke area di sekitar 700 mil laut dari

Fremantle sebelum kembali ke utara untuk bergabung dengan pasukan

ABDA.

Perth kemudian tiba di Tanjong Priok pada 24 Februari di tengah

gempuran pasukan udara Kekaisaran Jepang. Perth kemudian bergerak di

hari berikutnya bersama dengan HMS Exeter, Jupiter, Electra dan

Encounter menuju Surabaya di mana mereka bertemu dengan armada

kapal ABDA di bawah pimpinan Admiral Karel Doorman. Setelah menerima

laporan tentang konvoi armada jepang yang terdiri dari 8 kapal cruiser, 12

kapal destroyer, dan 30 kapal transport yang berlayar menuju Surabaya,

armada ABDA kemudian berlayar untuk menghadang armada Jepang

tersebut. ABDA kemudian dapat menemukan lokasi armada Jepang

tersebut pada siang hari 27 Februari. Pasukan sekutu tersebut kemudian

mulai menyerang dimana Perth dapat menembak kapal cruiser Jepang

dengan tembakan salvo yang kedua. Kemudian kapal cruiser Australia

tersebut berhasil menembak sebuah kapal destroyer Jepang. Kekuatan

armada sekutu kemudian mulai terpecah setelah kapal cruiser Inggris, HMS

Exeter tertembak. Sementara itu, kapal cruiser Belanda, De Ruyter dan Java

juga telah kena tembakan torpedo dan tenggelam.

HMAS Perth dan cruiser Amerika, USS Houston adalah 2 kapal

besar Sekutu yang dapat bertahan dalam pertempuran the Battle of the Java

Sea ini dan kembali ke Tanjung Priok dan tiba pada 28 Februari di Tanjung

Priok. Dua buah kapal tersebut mencoba untuk mengisi kembali bahan

bakar, namun keterbatasan bahan bakar di pelabuhan Tanjung Priok

membuat mereka hanya dapat mengisi separuh tangki bahan bakar kapal

mereka. Selain itu, persediaan amunisi dua kapal tersebut sudah sangat

minim karena telah digunakan pada pertempuran sebelumnya. Setelah itu,

Perth, Houston, dan kapal destroyer Belanda, Evertsen diperintahkan untuk

Page 30: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

14 I aritim Situs Kapal Tenggelam

berlayar ke Cilacap melalui Selat Sunda. Perth dan Houston kemudian

berlayar pada pukul 19.00, sementara keberangkatan kapal Evertsen

tertunda. Perth kemudian memimpin pelayaran itu. Pasukan Sekutu pada

saat itu mengira bahwa Selat Sunda bebas dari armada kapal musuh,

padahal ternyata armada Jepang dengan kekuatan penuh telah berkumpul

di Teluk Banten.

Pada pukul 23.06, dua kapal cruiser tersebut meninggalkan titik St.

Nicholas dan kemudian Perth mulai mendeteksi adanya kapal yang tidak

dikenali. Ketika Perth menyadari bahwa itu adalah kapal destroyer Jepang,

Perth kemudian menyerang. Namun kemudian, tiba-tiba kapal Jepang

dalam jumlah banyak muncul dan mengepung Perth dan Houston. Empat

torpedo Jepang menghantam Perth dalam hitungan menit. Hantaman

torpedo yang pertama mengenai bagian starboard damn merusak bagian

depan ruang mesin. Hamtaman yang kedua menyebabkan lambung kapal

pecah di dekat bagian bridge. Hantaman ketiga mengenai bagian starborad

aft, dan hantaman torpedo yang keempat mengenai bagian port side.

Captain Hector Waller memerintahkan pasukannya untuk meninggalkan

kapal pada saat hantaman torpedo yang kedua. Setelah beberapa kali baku

tembak dan Perth terkena beberapa kali tembakan dalam jarak dekat oleh

destroyer Jepang, Perth kemudian mencoba berbalik ke arah pelabuhan

namun kemudian tenggelam pada pukul 00.25 pada 1 Maret 1942.

Sementara itu, Houston ditorpedo dan tenggelam 20 menit setelah Perth

tenggelam. Dari 681 orang di atas kapal Perth, 353 terbunuh dalam

pertempuran tersebut, 328 orang korban selamat kemudian ditawan sebagai

tawanan perang, 4 orang kemudian meninggal ketika melarikan diri, dan 106

orang meninggal dalam tahanan, sementara itu 218 orang sisanya kembali

ke Australia setelah Perang Dunia II berakhir.

Page 31: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 15

Gambar 1. Kapal HMAS Perth. Sumber: Royal Australia Navy.

Gambar 2. Para Tentara dan Awak Kapal HMAS Perth berfoto di Fremantle

pada 6 Agustus 1941. Sumber: Royal Australia Navy.

Gambar 3. Para Awak Kapal HMAS Perth berfoto di Atas Main Guns pada

1941. Sumber: Royal Australia Navy.

Page 32: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

16 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Tabel 1. Spesifikasi Kapal HMAS Perth

Nama Perth

Bertugas sejak 29 Juni 1939

No. Identifikasi D 29

Motto Floreat (Let it Flourish)

Piagam Penghargaan Perang

Atlantik 1939

Malta Convoys 1941

Matapan 1941

Yunani 1941

Crete 1941

Mediterania 1941

Pasifik 1941-1942

Selat Sunda 1942

Tenggelam 1 Maret 1942 di Selat Sunda (Battle of Sunda Strait)

Kelas dan Jenis Modified Leader-Class Light Cruiser

Berat 6.830 ton (standar)

Panjang 562 ft 3,875 in (171,39603 m)

Lebar 56 ft 8 in (17,27 m)

Tinggi 19 ft 7 in (5,97 m)

Propulsi 4 x Parsons pergerak turbin

4 x Admiralty 3 drum boilers

4 Shaft

Kecepatan 31,7 knots (58,7 km/jam atau 36,5 mph)

Kemampuan Jelajah 6.060 mil laut (11.220 km; 6.970 mil) dengan kecepatan 22,7 knot (42 km/jam; 26,1mph)

1780 mil laut (3.300 km; 2050 mil) dengan kecepatan 31,7 knot (58,7 km/jam; 36,5 mph)

Jumlah personel 646 Personel (35 Perwira, 611 Prajurit)

Pada saat tenggelam mengangkut 681 personel termasuk 4 orang warga sipil

Persenjataan 8 x BL 6 Inci Senjata Mk XXIII angkatan laut (4x2)

8 x 4 Inci Senjata Mk XVI (4x2)

12 x Senapan mesin 0,5 Inch (3x4)

10 x Senapan mesin 0,303 Inch (10x1)

8 x tabung torpedo 21 Inci (2x4)

Pesawat Tempur 1 sea airplane

2.2 Latar Historis USS Houston

USS Houston (CL/CA-30), adalah penjelajah kelas Northampton

dari Angkatan Laut Amerika Serikat. Dia adalah kapal Angkatan Laut kedua

untuk menanggung nama "Houston". Dia diluncurkan oleh Newport News

Page 33: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 17

Shipbuilding & Dry Dock Company, Newport News, Virginia pada 7

September 1929, disponsori oleh Elizabeth Holcombe (putri dari Oscar

Holcombe, walikota Houston, Texas), dan ditugaskan pada 17 Juni 1930,

dibawah komando Kapten Jesse Bishop. Kapal itu awalnya diklasifikasikan

sebagai kapal penjelajah ringan (nomor lambung CL-30) karena armor

tipisnya. Houston mendesain ulang sebuah kapal penjelajah berat (CA-30)

pada 1 Juli 1931, karena ketentuan Perjanjian Laut London 1930

menganggap kapal dengan senjata utama 8-inci menjadi kapal penjelajah

berat.

Setelah melakukan pelayaran di Atlantik, Houston kembali ke

Amerika Serikat pada Oktober 1930. Dia kemudian mengunjungi Kota

Senama, dan bergabung dengan armada di Hampton Roads. Bertolak dari

New York, kapal pesiar itu berangkat pada 10 Januari 1931 ke Pasifik, dan

setelah berhenti di Terusan Panama dan Kepulauan Hawaii, tiba Manila

pada 22 Februari. Houston menjadi unggulan dari Armada Asia pada saat

kedatangannya dan untuk tahun berikutnya berpartisipasi dalam operasi

pelatihan di Timur Jauh. Dengan pecahnya perang antara Cina dan Jepang

pada 1931, Houston telah berlayar pada 31 Januari ke Shanghai untuk

melindungi kepentingan Amerika. Dia mendaratkan angkatan laut untuk

membantu menstabilkan situasi dan tetap di daerah itu, dengan

pengecualian akan berpesiar kembali ke Filipina pada Maret 1931 dan ke

Jepang pada Mei 1933, hingga dibebastugaskan oleh Augusta pada 17

November 1933. Cruiser ini berlayar ke San Francisco untuk bergabung

dengan Scouting Force. Pada era sebelum Perang Dunia II, USS Houston

berpartisipasi dalam Fleet Problems dan manuver di Pasifik. Selama periode

ini, Houston membuat beberapa kapal pesiar khusus. Presiden Franklin

Roosevelt datang pada 1 Juli 1934 di Annapolis, Maryland menempuh

pelayaran hampir 12.000 mil laut (14.000 mil; 22.000 km) melalui Karibia

dan ke Portland, Oregon, melalui Hawaii. Houston juga membawa Asisten

Sekretaris Angkatan Laut Henry L. Roosevelt dalam tur ke Kepulauan

Hawaii, kembali ke San Diego pada 15 Mei 1935.

Page 34: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

18 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Gambar 4. Dokumentasi USS Houton di California pada Oktober 1935.

Setelah pelayaran singkat di perairan Alaska, kapal pesiar ini

kembali ke Seattle dan memulai kembali pelayaran Presiden pada 3 Oktober

ke Pulau Cedros, Teluk Magdalena, Kepulauan Cocos, dan Charleston,

Carolina Selatan. Houston juga merayakan pembukaan Jembatan Golden

Gate di San Francisco pada 28 Mei 1937, dan membawa Presiden

Roosevelt untuk Fleet Review di kota yang sama pada 14 Juli 1938. Selama

24 hari, presiden Roosevelt berlayar Bersama Houston dan berakhir pada 9

Agustus 1938 di Pensacola, Florida. Houston menjadi unggulan Armada AS

pada 19 September, ketika Laksamana Muda Claude C. Bloch membawa

kapalnya, dan mempertahankan status itu sampai 28 Desember, ketika ia

kembali ke Angkatan Kepanduan. Pada 4 Januari 1939 Houston berlayar

dari San Francisco menuju ke Norfolk dan Key West dan disana memulai

pembahasan masalah perang dilakukan oleh Presiden dan Kepala Operasi

Angkatan Laut, Laksamana William D. Leahy.

Houston ditugaskan sebagai unggulan dari Detasemen Hawaii,

kapal penjelajah tiba Pearl Harbor setelah goncangan pasca-overhaul pada

7 Desember 1939, dan terus dalam berjalan dalam kapasitas besar sampai

kembali ke Pulau Mare pada 17 Februari 1940. Setelah berlayar ke Hawaii,

Page 35: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 19

Houston berangkat ke Kepulauan Filipina di 3 November dan tiba di Manila

pada 19 November, Houston menjadi unggulan Admiral Thomas C. Hart

yakni Komandan Armada Asia. Sesaat sebelum perang di Pasifik pecah,

lima kaliber antiaircraft kaliber-ringan berkapasitas 1,1 rakitan dikirimkan ke

Cavite Naval Yard di Filipina dimana empat di antaranya dipasang di

Houston untuk meningkatkan perlindungan pertahanan udara kapal.

Ketika krisis perang semakin dalam, Admiral Hart mengerahkan

armada dalam kesiapan. Pada malam serangan Pearl Harbor, Houston telah

berlayar dari Pulau Panay dengan unit armada menuju Darwin, Australia,

dimana dia tiba pada 28 Desember 1941 melalui Balikpapan dan Surabaya.

Setelah tugas patroli selesai, ia bergabung dengan angkatan laut Amerika-

Inggris-Belanda-Australia (ABDA) di Surabaya. Serangan udara sering

terjadi di daerah itu, dan penembak Houston menembak jatuh empat

pesawat Jepang di Pertempuran Laut Bali (juga dikenal sebagai

Pertempuran Selat Makassar) pada 4 Februari 1942, ketika Laksamana

Karel Doorman dari Angkatan Laut Kerajaan Belanda mengambilnya secara

paksa untuk melibatkan orang Jepang yang dilaporkan berada di Balikpapan.

Houston mengambil satu pukulan, melumpuhkan turret nomor tiga, dan

kapal induk USS Marblehead rusak parah sehingga harus dikirim keluar dari

medan pertempuran.

Houston tiba di Cilacap pada 5 Februari dan tinggal selama 5 hari

hingga 10 Februari, ketika dia akan berangkat ke Darwin untuk mengawal

sebuah konvoi yang membawa pasukan untuk memperkuat pasukan yang

telah mempertahankan wilayah Timor. Mengawasi USAT Meigs, SS Mauna

Loa, SS Portmar, dan Tulagi, Houston dengan kapal perusak seperti USS

Peary dan kapal-kapal kecil HMAS Warrego dan HMAS Swan berangkat

dari Darwin sebelum pukul dua pagi pada 15 Februari agar lebih aman dari

intaian Jepang. Pada pukul sebelas pagi, konvoi itu dibayangi oleh kapal

terbang Jepang yang menjatuhkan beberapa bom tanpa menyebabkan

kerusakan sebelum berangkat. Keesokan paginya, ada pesawat lain yang

membayangi, dan sebelum tengah hari konvoi diserang oleh pengebom dan

kapal terbang dalam dua gelombang. Selama serangan pertama, Mauna

Loa mengalami kerusakan ringan dan dua korban, satu tewas dan satu

terluka. Kebakaran Houston tidak menunjukkan efek apa pun. Selama

Page 36: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

20 I aritim Situs Kapal Tenggelam

serangan kedua, Houston memisahkan dirinya dengan rentetan serangan

yang membuatnya "seperti selembar api" menembak jatuh 7 dari 44

pesawat Jepang pada serangan gelombang kedua. Konvoi terus menuju

Timor selama beberapa jam, dengan Houston meluncurkan pesawat

pramuka yang mencari posisi musuh. ABDA mencurigai kehadiran kapal

induk Jepang, invasi Timor yang akan segera terjadi, dan armada

pendukung yang menunggu dan memerintahkan konvoi kembali ke Darwin

sebelum tengah hari pada 18 Februari.

Menerima kabar bahwa pasukan invasi besar Jepang mendekati

Jawa yang dilindungi oleh unit permukaan yang tangguh, Laksamana

Doorman memutuskan untuk bertemu dan berusaha menghancurkan konvoi

utama. Berlayar pada 26 Februari 1942 dengan kapal penjelajah USS

Houston, HMAS Perth, HNLMS De Ruyter, HMS Exeter, HNLMS Java dan

sepuluh kapal perusak, ia bertemu dengan pasukan pendukung Jepang di

bawah Laksamana Takeo Takagi yang terdiri dari empat kapal penjelajah

dan 13 kapal perusak pada sore hari 27 Februari 1942. Saat kapal perusak

Jepang memasang tabir asap, kapal penjelajah dari kedua armada

melepaskan tembakan. Setelah satu serangan torpedo yang tidak efektif,

kapal penjelajah ringan Jepang dan perusak meluncurkan yang kedua dan

menenggelamkan kapal perusak HNLMS Kortenaer. HMS Exeter dan

perusak HMS Electra terkena tembakan, Electra tenggelam tak lama setelah

itu. Pukul 17:30, Admiral Doorman berbelok ke selatan menuju pantai Jawa,

tidak ingin dialihkan dari tujuan utamanya yaitu menghancurkan konvoi.

Armada Sekutu menghindari serangan torpedo lain dan mengikuti

garis pantai, selama waktu itu perusak HMS Jupiter tenggelam, akibat

serangan atau ledakan internal. Kapal perusak HMS Encounter dipisahkan

untuk mengambil orang-orang yang selamat dari Kortenaer, dan kapal

perusak Amerika diperintahkan kembali ke Surabaya karena mereka telah

menembakkan semua torpedo mereka. Tanpa perlindungan penghancur,

dengan empat kapal yang tersisa Doorman berbelok ke utara lagi dalam

upaya terakhir untuk menghentikan invasi Jawa. Pada pukul 23:00, kapal

penjelajah kembali bertemu dengan kelompok permukaan Jepang. Berlayar

pada secara paralel, unit lawan melepaskan tembakan, dan Jepang

melancarkan serangan torpedo 30 menit kemudian. De Ruyter dan Java

Page 37: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 21

terperangkap dalam penyebaran 12 torpedo, yang mengakibatkan

kehancuran mereka. Sebelum De Ruyter tenggelam, Doorman

memerintahkan Houston dan Perth untuk bergerak ke Tanjong Priok.

Houston dan Perth mencapai Tanjong Priok pada 28 Februari, di

mana mereka berusaha untuk memasok, tetapi dipenuhi dengan

kekurangan bahan bakar dan tidak ada amunisi. Dua kapal penjelajah

diperintahkan untuk berlayar ke Cilacap menggunakan kapal perusak

Belanda Evertsen. Sekutu percaya bahwa Selat Sunda bebas dari kapal

musuh, dengan laporan intelijen terakhir menunjukkan bahwa kapal perang

Jepang tidak lebih dekat dari 50 mil (43 nmi; 80 km), tetapi pasukan Jepang

yang besar telah berkumpul di Teluk Bantam. Pada pukul 23:06, kedua

kapal penjelajah itu berada di St. Nicholas Point ketika pengintai di Perth

melihat sebuah kapal yang tidak dikenal dan ketika disadari bahwa dia

adalah salah satu kapal perusak Jepang. Namun, ketika ini terjadi, beberapa

kapal perang Jepang muncul dan mengepung dua kapal Sekutu tersebut.

Kedua kapal penjelajah menghindari sembilan torpedo yang

diluncurkan oleh pesawat perusak Fubuki. Menurut laporan pasca-perang

ABDA, kapal penjelajah itu kemudian dilaporkan menenggelamkan satu

transportasi dan memaksa tiga orang lain ke pantai, tetapi diblokir agar tidak

melewati Selat Sunda oleh skuadron perusak, dan harus bersaing dengan

kapal penjelajah berat Mogami dan Mikuma di dekat lokasi tersebut. Pada

tengah malam, Perth berusaha untuk memaksa jalan melalui kapal perusak,

tetapi terkena oleh empat torpedo dalam waktu beberapa menit, kemudian

tunduk pada tembakan jarak dekat sampai tenggelam pada 00:25 pada 1

Maret.

Di atas kapal Houston, pelindung tidak banyak tersedia di turret

depan, jadi kru-kru kapal induk dari nomor tiga menara yang dinonaktifkan

ke turret depan. Houston dipukul oleh torpedo tak lama setelah tengah

malam, dan mulai kehilangan kesetimbangan. Senapan Houston telah

mencetak hit pada tiga kapal perusak yang berbeda dan menenggelamkan

kapal penyapu ranjau, tetapi dia dipukul oleh tiga torpedo lagi secara

berurutan. Kapten Albert Rooks terbunuh oleh peluru yang meledak pada

pukul 00:30, dan ketika kapal berhenti, kapal perusak Jepang bergerak

masuk, menembakan mesin di dek. Beberapa menit kemudian, Houston

Page 38: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

22 I aritim Situs Kapal Tenggelam

berguling dan tenggelam. Dari 1.061 awak di atas kapal, hanya 368 selamat,

termasuk 24 dari Detasemen Marinir dan 74 orang yang hanya ditangkap

oleh Jepang dan diinternir di kamp-kamp penjara. Dari 368 personel

Angkatan Laut dan Korps Marinir yang ditawan, 77 (21%) meninggal di

penjara.

Nasib Houston tidak sepenuhnya diketahui oleh dunia selama

hampir sembilan bulan, dan cerita lengkap dari pertarungan terakhirnya

tidak diberitahukan sampai mereka yang selamat dibebaskan dari kamp-

kamp penjara pada akhir perang. Sebelum itu, pada 30 Mei 1942, 1.000

rekrutan baru untuk Angkatan Laut, yang dikenal sebagai Relawan Houston

dilantik pada upacara dedikasi di pusat kota Houston, untuk menggantikan

mereka yang diyakini hilang bersama USS Houston. Pada 12 Oktober 1942

kapal penjelajah ringan Vicksburg (CL-81) yang sedang dibangun, diganti

namanya menjadi Houston untuk menghormati kapal USS Houston, dimana

Presiden Roosevelt menyatakan: “Musuh-musuh kita telah memberi kita

kesempatan untuk membuktikan bahwa akan ada USS Houston yang lain,

dan jika itu menjadi perlu, dan masih ada USS Houston lain lagi selama

Amerika berada dalam bahaya”.

Kapten Rooks menerima anugerah Medal of Honor untuk

tindakannya. Chaplain George S. Rentz, yang telah menyerahkan jaket

pelautnya kepada seorang pelaut muda setelah menemukan dirinya di

dalam air, secara anumerta dianugerahi Salib Angkatan Laut . Dia adalah

satu-satunya kapten angkatan laut yang dihormati selama Perang Dunia II.

Awak Houston dihormati bersama Perth di Shrine of Remembrance di

Melbourne, Australia, dan juga di Gereja Anglikan St John, Fremantle.

Page 39: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 23

Gambar 5. Kru kapal USS Houston.

Gambar 6. Seluruh Awak Kapal USS Houston.

Gambar 7. Peperangan USS Houston dengan Pesawat Jepang.

Gambar 8. USS Houston dan HMAS Perth saat Memasuki Perairan Teluk

Banten.

Page 40: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

24 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Gambar 9. Lonceng USS Houston.

Gambar 10. Buku tentang Ksah Kapal USS Houston.

Tabel 2. Spesifikasi Kapal USS Houston

Nama Houston

Ditugaskan 17 Juni 1930

Nama Panggilan “Galloping Ghost of the Java Coast”

Kelas dan Jenis Penjelajah kelas Northampton

Berat 9050 ton

Panjang 600 ft 3 in (182,96 m) oa 569 ft (173 m) pp

Daya yang terpasang 107.000 (80.000 kW)

Tenaga penggerak 4 x turbin uap reduksi parsons Roda gigi Curtis jelajah

4 x sekrup

Kecepatan 32,7 kn (37,6 mph; 60,6 km/jam)

Kelengkapan 109 brtugas 676 terdaftar

Persenjataan 9 × 8 dalam (203 mm) / 55 senjata kaliber (3x3)

Page 41: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 25

4 × 5 in (127 mm) / 25 senjata anti-pesawat kaliber

2 × 3-pounder 47 mm (1,9 in) salut senjata

Tabung torpedo 6 × 21 inci (533 mm) Senapan Bofors 6 × quad 40 mm (1,6 inci)

20 × 20 mm (0,79 in) Meriam Oerlikon

Baja Belt : 3–3 3 ⁄ 4 inci (76–95 mm) Dek : 1–2 in (25–51 mm)

Barbettes : 1 1 ⁄ 2 inci (38 mm) Turret : 3 ⁄ 4 - 2 1 ⁄ 2 inci (19–64 mm) Menara Conning : 1 1 ⁄ 4 inci (32 mm)

Pesawat terbang 4 × pesawat pengintai pengamatan pengintai Seagull Seagate

Page 42: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

26 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Page 43: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 27

BAB III

BANGKAI KAPAL DI TELUK BANTEN

apal HMAS Perth dan USS Houston berada tepat di utara

Teluk Banten, lebih tepatnya di sekitar Pulau Panjang yang

berbatasan langung dengan Selat Sunda. Karena kondisi Pantai Utara Jawa

yang cukup keruh, identifikasi bangkai kapal cukup sulit untuk dilakukan.

Selain itu, posisi bangkai kapal yang dekat dengan Selat Sunda yang

merupakan salah satu gerbang Arus Lintas Indonesia (ARLINDO),

menyebabkan kondisi arus bawah yang cukup kuat dengan turbulensi

sedimen yang cukup tinggi.

Gambar 11. Peta Lokasi Kapal HMAS Perth dan USS Houston.

K

Page 44: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

28 I aritim Situs Kapal Tenggelam

3.1 Tinggalan Arkeologis Situs Kapal Karam HMAS Perth

Royal Australian Navy (RAN) dan TNI AL telah melakukan

pencarian dan menemukan bangkai kapal HMAS Perth di kawasan Selat

Sunda pada 1967. Kapal ini terletak di kedalaman laut sekitar 19 - 34 meter

pada koordinat 5° 51′ 42″ S, 106° 7′ 52″ E (-5.861667, 106.131111). Pada

2010, Kevin Dunley melakukan penyelaman di situs kapal karam HMAS

Perth dan mendapatkan sejumlah gambar dokumentasi bagian-bagian

bangkai kapal tersebut.

Gambar 12. Stern Gun HMAS Perth.

Sumber: Kevin Dunley, 2010.

Pada 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemendikbud) melalui Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Direktorat

Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman melakukan survei di situs

kapal karam USS Houston dan HMAS Perth. Tim berhasil menemukan

serpihan benda-benda dari kapal HMAS Perth di area situs yang tercecer di

sekitar superstruktur kapal karam HMAS Perth. Benda-benda tersebut di

antaranya adalah amunisi kapal, seperti selongsong peluru, torpedo dan lain

sebagainya. Berikut ini adalah hasil dokumentasi pada 2014 yang dilakukan

oleh tim Kemendikbud di bagian haluan kapal HMAS Perth pada kedalaman

35 m.

Saat ini bangkai kapal HMAS Perth berada pada kedalaman 19 –

38 meter. Posisi haluan kapal (bow) menghadap ke arah timur. Bagian

Page 45: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 29

badan kapal masih terlihat utuh hanya bagian haluan yang paling terlihat

mengalami kerusakan paling parah. Bow bagian depan patah dan pecah.

Pecahan bow terletak sekitar 10 meter ke arah depan. Dari pengamatan ini

juga terlihat bahwa kapal HMAS Perth ini telah dijarah oleh para oknum

untuk mendapatkan besi maupun muatan dari kapal karam ini. Terlihat besi-

besi dari badan kapal ini terekspos dengan kondisi sangat berantakan di

bagian yang diduga sebagai ruang mesin dari kapal karam ini. Dari kegiatan

survei lapangan diperoleh data, antara lain: beberapa bagian kapal, seperti

baling-baling kuningan dan satu dari dua meriam haluan (stern gun) telah

hilang diangkat oleh penambang besi tua. Ditemukan pula adanya bekas

pemboman di bagian haluan, yang diperkirakan dilakukan oleh penjarah

besi tua untuk memudahkan pengangkatannya.

Dari hasil pemindaian side scan sonar terekam di monitor gambar

dari stern gun atau meriam buritan kapal HMAS Perth, yang dari

pengamatan pada 2014 diduga telah hilang diangkat para pemburu besi tua.

Pada saat di lokasi kapal karam HMAS Perth tim menyadari bahwa lokasi

marking buoy yang digunakan untuk menuju lokasi kapal karam di

kedalaman 19/20 meter pada 2014 yang dilakukan oleh tim Kemendikbud

telah berubah posisinya. Pada 2014 marking buoy tersebut jika diikuti akan

membawa penyelam turun ke bagian badan kapal/lambung kanan kapal

HMAS Perth, namun pada saat ini, posisi marking buoy berada di bagian

haluan kapal. Hal ini menandakan adanya pengerjaan yang ilegal di bagian

haluan, karena biasanya marking buoy ini juga digunakan oleh para

pemburu besi tua.

Tiang propeler masih terdapat 2 buah dan masih menempel di

bagian bawah kapal. Kerusakan di bagian buritan yang disebabkan oleh

torpedo armada Jepang juga tidak banyak berubah dari tahun 2014. Tim

penyelaman belum berhasil melihat keberadaan stern gun yang tersisa yang

terekam di monitor side scan sonar, dikarenakan kondisi arus yang tidak

memungkinkan untuk melihat ke lokasi meriam buritan tersebut yang berada

di kedalaman sekitar 35 meter. Amunisi kapal, selongsong peluru, dan

torpedo di penyelaman kali ini tidak terlihat. Kemungkinan telah diambil

orang atau mungkin juga tersapu arus sehingga berpindah tempat.

Page 46: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

30 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Gambar 13. Kondisi di sekitar bangkai kapal HMAS Perth.

Sumber Foto: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman dan

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Page 47: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 31

Gambar 14. Kondisi Tinggalan Arkeologis Situs Kapal HMAS Perth.

Tim penyelam dapat sekilas merekam dan mendokumentasikan

bagian dalam kapal, dan masih terlihat tangga di bagian belakang kapal.

Pendokumentasian kapal juga dilakukan di ruang mesin, tim masih

Page 48: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

32 I aritim Situs Kapal Tenggelam

menemukan kabel-kabel dan benda-benda yang diduga sebagai bagian dari

mesin kapal. Di bagian dalam kapal, terlihat benda seperti tutup torpedo

tube, yang di mana pada 2010 Kevin Dunley berhasil mendokumentasikan

torpedo tube di bagian dalam kapal HMAS Perth. Kemungkinan lokasi ini

adalah lokasi yang sama yang didokumentasikan oleh Kevin Dunley pada

2010.

Gambar 15. Dokumentasi Kevin Dunley pada 2010 di Ruang Torpedo.

Berdasarkan informasi dari tim Kemendikbud, hasil pengamatan

yang dilakukan LPSDKP pada 2015 ini secara keselurahan kondisi kapal

HMAS Perth tidak banyak berubah secara garis besar dari hasil

pengamatan mereka pada 2014. Jika melihat bagian-bagian yang hilang dari

kapal HMAS Perth ini hanyalah bagian-bagian kecil seperti kabel dan

benda-benda yang mengandung tembaga. Besi-besi kapal sepertinya sudah

tidak dipotong dan diangkut ke permukaan, melihat para pemburu besi tua

ilegal yang kita jumpai di lokasi tidak membawa peralatan yang cukup

memadai untuk melakukan pengangkatan besi tua.

Gambaran kondisi kapal karam HMAS Perth pertama kali didapat

dari keterangan para nelayan setempat (nelayan Pulau Panjang) yang

merupakan pulau terdekat dari lokasi tenggelamnya kapal HMAS Perth dan

USS Houston. Pada 1967, orang Amerika pernah mengunjungi lokasi kapal

karam ini. Pada 1989, posisi tenggelamnya kapal HMAS Perth mulai

Page 49: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 33

diketahui. Pada 1991, mulai dilakukan kegiatan penyelaman. Pada saat itu

kondisi kapal masih banyak yang utuh dan baru sedikit yang roboh. Pada

1994 kondisi kapal retak dan patah pada bagian tengahnya. Pada 1999,

mulai banyak pencari besi tua yang menjarah besi kapal karam HMAS Perth

dan USS Houston yang berasal dari Pulau Seribu hingga Tanjung Pasir.

Para nelayan menyatakan bahwa nelayan Pulau Panjang tidak ada yang

mengambil besi tua dari lokasi bangkai-bangkai kapal tersebut. Saat ini

dapat diperkirakan sekitar 30 % besi kapal sudah diambil. Pak Makmun,

yang merupakan nelayan bubu dari Pulau Panjang dan sering melakukan

penyelaman di lokai HMAS Perth dan USS Houston, pernah menemukan

asbak dari bahan kuningan di lokasi bangkai kapal karam pada saat

melakukan penyelaman. Akan tetapi pada saat itu, Pak Makmun tertangkap

oleh Polisi Air dan Udara Bojonegara dan kemudian temuan berupa artefak

asbak kuningan tersebut disita oleh Polairud Bojonegara tersebut.

Gambar 16. Denah Kerusakan Kapal HMAS Perth.

Bangkai kapal HMAS Perth terus menjadi incaran pejarah hingga

saat ini. Ketika sedang melakukan survei arkeologi bawah air pada 2015, di

lokasi HMAS Perth, Tim survei KKPbertemu dengan dua kapal nelayan yang

sedang melakukan aktivitas tepat di atas titik kapal tenggelam. Tim survei

sempat merekam aksi orang-orang yang diduga sebagai penjarah bangkai

kapal. Pada saat itu, terdapat empat orang yang sedang melakukan aktivitas

penyelaman dengan menggunakan selang kompresor. Para penyelam

kompresor tersebut dengan terburu-buru naik ke permukaan air setelah

Page 50: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

34 I aritim Situs Kapal Tenggelam

diberi tanda oleh teman-temannya karena melihat kedatangan tim survei.

Tidak ada komunikasi dengan dua kapal tersebut karena mereka dengan

segera meninggalkan lokasi begitu Tim Survei mendekat ke arah mereka.

Gambar 17. Penambang Besi Tua di Lokasi HMAS Perth.

Kondisi terumbu karang di situs kapal karam ini tidak begitu bagus

meskipun di beberapa bagian kapal terumbu karang sudah mulai tumbuh

dan terdapat sejumlah ikan seperti lionfish, angle fish dan butterfly fish.

Selain itu terdapat teritip yang menempel pada bagian-bagian badan kapal.

Pada 1997, Pak Makmun menjelaskan bahwa jenis ikan pada saat dia

memasang bubu di lokasi kapal karam hasil tangkapan ikan cukup bagus

dan lumayan banyak yang terdiri dari ikan kerapu, ekor kuning, dan lain-lain.

Pada saat itu banyak nelayan yang juga memasang perangkap bubu untuk

menangkap ikan di lokasi HMAS Perth dan berasal Ujung Jawa, Pulau

Panjang, dan Pulau Seribu.

Lokasi kapal tenggelam terletak tidak begitu jauh dari area industri

di Bojonegara dan Cilegon (+ 7 NM), dan berada di alur pelayaran di mana

kapal-kapal besar banyak berlalu lalang dan keluar masuk wilayah

Pelabuhan Bojonegara. Pulau Panjang dan sekitarnya merupakan area

penangkapan yang masuk dalam PEMPRINAS MP3EI 2011 – 2025 untuk

menunjang produksi keragenan (peta terlampir), tampak beberapa bagan

nelayan antara Pulau Panjang dan titik kapal. Dari hasil survei lapangan

juga diketahui bahwa terdapat sampah domestik dalam jumlah yang cukup

banyak terbawa arus angin Timur dan memenuhi lokasi tersebut pada saat-

Page 51: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 35

saat tertentu dan kemudian menghilang kembali terbawa arus. Arus laut di

lokasi situs ini lebih sering dari arah Timur ke arah Barat.

Pada akhir tahun 2013, Australia menyatakan bahwa bangkai kapal

karam HMAS Perth mulai dijarah oleh para pencari besi tua di Indonesia.

laporan pada September menyebutkan bahwa kapal tongkang yang

dilengkapi dengan crane telah mengangkat bagian superstruktur bangkai

kapal Perth, turrets bagian depan, dan decking bagian depan. Disebutkan

juga dinamit telah digunakan untuk menghancurkan bangkai kapal agar

memudahkan para penjarah dalam mengangkat besi-besi bagian kapal

Perth tersebut. Dinamit tersebut telah menghancurkan keutuhan kapal dan

berpotensi mengekspos amunisi yang masih aktif dan tangki minyak kapal.

Penjarahan bangkai kapal Perth ini dipublikasikan pada Desember 2013

oleh the Australian Broadcasting Corporation. Pada saat ini, peringatan The

HMAS Perth Memorial Regatta digelar setiap tahun oleh the Nedlands Yacht

Club di Perth untuk menghormati Kapten Waller, awak kapal, dan kapal

HMAS Perth itu sendiri. Temuan bawah air berupa lonceng asli kapal HMAS

Perth saat ini dipamerkan di Perth Town Hall. Selain itu, terdapat tugu

peringatan tenggelamnya HMAS Perth di St John's Anglican Church, King's

Square, Fremantle. Upacara peringatan tenggelamnya HMAS Perth juga

dilaksanakan setiap tahun di gereja ini yaitu pada setiap akhir Februari.

Temuan Bridge Voice Pipe dan lonceng kapal yang diangakat para

penyelam sekarang disimpan di the Australian War Memorial di Canberra.

3.2 Tinggalan Arkeologis Situs Kapal Karam USS Houston

Saat ini bangkai kapal USS Houston berada pada kedalaman 16 –

30 meter. Posisi belum dapat dipastikan. Bagian badan kapal masih terlihat

utuh hingga saat ini belum ditemukan bekas penjarahan atau kerusakan

akibat kegiatan pencurian besi tua ilegal. Kapal tersebut pecah menjadi 3

bagian utama. Dari pengamatan ini juga terlihat bahwa kapal USS Houton

belum dijarah oleh para oknum untuk mendapatkan besi maupun muatan

dari kapal karam ini. Terlihat besi-besi dari badan kapal ini terekspos

dengan kondisi tidak beraturan di bagian yang diduga sebagai ruang mesin

dari kapal karam ini. Dari kegiatan survei lapangan diperoleh data, antara

Page 52: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

36 I aritim Situs Kapal Tenggelam

lain: beberapa bagian kapal, peluru/rudal yang kemungkinan masih aktif dan

satu meriam haluan (stern gun). Ditemukan pula adanya bekas tembakan

peluru rudal berbentuk bulat tidak beraturan. Kondisi kapal yang tertutupi

oleh jaring hampir di seluruh bagian, dan perairan yang keruh menyebabkan

sulitnya melakukan dokumentasi. Titik lokasinya juga cukup sulit dicari

karena belum ada penanda seperti buoy. Berikut ini adalah sebagian

gambar hasil dokumentasi bawah air yang menunjukkan kondisi bangkai

kapal karam USS Houston saat ini.

Bagian propeler belum teridentifikasi. Kerusakan di bagian buritan

yang disebabkan oleh torpedo armada Jepang. Tim penyelam belum

berhasil melihat keberadaan stern gun yang tersisa yang terekam di monitor

side scan sonar, dikarenakan kondisi arus yang tidak memungkinkan untuk

melihat ke lokasi meriam buritan tersebut yang berada di kedalaman sekitar

30 meter. Amunisi kapal, selongsong peluru, dan torpedo ditemukan sangat

banyak sekali di badan kapal.

Gambaran kondisi kapal karam USS Houston pertama kali didapat

dari keterangan para nelayan setempat (nelayan Pulau Panjang) yang

merupakan pulau terdekat dari lokasi tenggelamnya kapal HMAS Perth dan

USS Houston. Pada 1967, orang Amerika pernah mengunjungi lokasi kapal

karam ini. Pada 1989, posisi tenggelamnya kapal HMAS Perth mulai

diketahui. Pada 1991, mulai dilakukan kegiatan penyelaman. Pada saat itu

kondisi kapal masih banyak yang utuh dan baru sedikit yang roboh. Pada

1994 kondisi kapal retak dan patah pada bagian tengahnya. Pada 1999,

mulai banyak pencari besi tua yang menjarah besi kapal karam HMAS Perth

dan USS Houston yang berasal dari Pulau Seribu hingga Tanjung Pasir.

Para nelayan menyatakan bahwa nelayan Pulau Panjang tidak ada yang

mengambil besi tua dari lokasi bangkai-bangkai kapal tersebut. Saat ini

dapat diperkirakan sekitar 30 % besi kapal sudah diambil. Seorang nelayan

Pulau Panjang yang sering mencari ikan di area tenggelamnya HMAS Perth,

Pak Makmun, pernah menemukan asbak dari bahan kuningan di lokasi

bangkai kapal karam pada saat melakukan penyelaman. Akan tetapi pada

saat itu, Pak Makmun tertangkap oleh Polisi Air dan Udara Bojonegara dan

kemudian temuan berupa artefak asbak kuningan tersebut disita.

Page 53: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 37

Bangkai kapal USS Houston menjadi lokasi pemancingan oleh

nelayan lokal. Selin itu USS Houston juga berada diwilayah traffic kapal-

kapal yangkeluar masuk pelabuhan. Tim berhasil merekam dua kapal

nelayan yang sedang melakukan aktivitas tepat di atas titik kapal tenggelam.

Terdapat beberapa kapal nelayan dan kapal cruise yang melewati lokasi

situs.

Dalam pelatihan evolusi yang dilakukan sebagai bagian dari seri

Latihan Kesiapan dan Pelatihan Kerja Sama Pelayaran (CARAT) 2014,

penyelam Angkatan Laut AS, dibantu oleh personel dari Angkatan Laut

Indonesia, mensurvei apa yang mereka yakini sebagai kecelakaan Houston

pada Juni 2014. Tujuan dari misinya adalah untuk menentukan kondisi kapal

dan memberikan pelatihan dunia nyata untuk menyelamatkan dan

menyelamatkan penyelam dalam manuver di sekitar kapal yang tenggelam.

Laporan resmi dirilis pada Agustus 2014 dan menegaskan bahwa

kecelakaan itu memang terjadi di Houston. Laporan itu juga menyatakan

bahwa kapal karam itu telah mengalami penyelamatan ilegal selama

bertahun-tahun, termasuk pemindahan paku keling dan pelat baja dari

lambung kapal. Investigasi juga mencatat rembesan minyak aktif dari tangki

bahan bakar kapal. Survei lain tentang Houston terjadi pada Oktober 2015,

dengan Angkatan Laut Amerika Serikat dan penyelam Angkatan Laut

Indonesia memulai kapal USNS Safeguard untuk survei sembilan hari di

Houston dan Perth (yang juga tunduk pada penyelamatan yang tidak sah).

Penyelam mendokumentasikan kondisi dari dua bangkai kapal, dengan data

ini disajikan ke konferensi di Jakarta untuk menjaga dan mencegah

penyelamatan kapal karam pada masa lalu di Laut Jawa.

Page 54: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

38 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Gambar 18. Dokumentasi Kapal Karam USS Houston.

Page 55: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 39

Gambar 19. Kegiatan Memancing di Lokasi Situs Kapal Karam USS

Houston.

Gambar 20. Aktivitas Keluar Masuk Kapal dengan Intensitas Tinggi di

Sekitar Situs.

3.3 Determinasi Side Scan Sonar

Berdasarkan identifikasi bagian kapal menggunakan side scan

sonar terlihat beberapa fitur dasar perairan (seabed) yang merupakan objek

dan bagian dari Kapal karam yang dapat diinterpretasikan seperti Stern Gun,

Pecahan kapal akibat tembakan dan objek-objek yang tidak dapat dikenali

yang mungkin saja merupakan bagian dari Kapal Karam HMAS Perth. Hasil

side scan sonar ini merupakan image 2 dimensi dimana hasil dari side scan

sonar belum mampu memperlihatkan lebih jelas dan detail image kapal

karam tersebut. Adapun kendala dari hasil survei maupun pengolahan data

adalah sistem posisi dan navigasinya yang menggunakan GPS Global yang

Page 56: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

40 I aritim Situs Kapal Tenggelam

mempunyai akurasi 3-6 meter sehingga ada beberapa objek yang sama

namun berbeda posisi dan saling ter-overlay satu sama lain. Dari hasil

digitasi bagian kapal karam dibuat peta yang di-overlay dengan data side

scan sonar (Gambar 21 dan Gambar 22).

Gambar 21. Peta Kemungkinan Posisi Kapal HMAS Perth.

Gambar 22. Peta kemungkinan objek HMAS Perth.

Pengamatan situs kapal tenggelam USS Houston selain dilakukan

penyelaman secara langsung, juga dilakukan pemetaan menggunakan side

Page 57: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 41

scan sonar. Alat side scan sonar sangat membantu dalam menentukan

ketepatan titik lokasi kapal tenggelam tersebut. Titik koordinat yang ada

sebelumnya setelah dilakukan penyelaman ternyatan, tidak sesuai dengan

keberadaan situs kapal tenggelam tersebut. Jumlah lintasan pemetaan side

scan sonar yaitu sebanyak 23 lintasan dengan jangkauan area tracking 1,1

km dan spasi antara lintasan yaitu 50 m (Gambar 23).

Berdasarkan hasil interpretasi side scan sonar, ditemukan anomali

yang diduga sebagai bagian dari kapal USS Houston, dan tercatat pada alat

berada pada kedalaman 15-26 m. Anomali tersebut berada pada lintasan 11

hingga 15, lokasi anomali diperoleh cukup jauh dari lintasan ke-1, hal

tersebut dikarenakan, titik koordinat kapal tenggelam yang diperoleh awal

sebelum penyusunan rencana lintasan kurang tepat sehingga area cakupan

side scan sonar terlalu luas dari lokasi USS Houston.

Gambar 23. Peta Lintasan Side Scan Sonar di Lokasi USS Houston.

Hasil side scan sonar pada llintasan 11 – 15 memperlihatkan

bentukan anomali yang diinterpretasikan sebagai bagain depan dari kapal

USS Houston. Berdasarkan peta tersebut terlihat bahwa bagian depan kapal

USS Houston telah hancur dan memperlihatkan adanya rongga pada bagian

depan. Lokasi keberadaan anomali tersebut berada pada posisi X:

106.1451853 E, Y: -5.90140017 S dan Z: 15-30m. Selain itu, hasil peta SSS

tersebut juga memperlihatkan gradasi seabed yang halus, sehingga

Page 58: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

42 I aritim Situs Kapal Tenggelam

diinterpretasikan sedimen dasar perairan sekitar USS Houston yaitu berjenis

pasir lanauan hingga lanau pasiran.

Gambar 24. Peta Anomali Kenampakan USS Houston Hasil SSS di

Line 11-15.

Peta mozaik yang memperlihatkan bentukan area sekitar USS

Houston ditampilkan pada Gambar 25. Teridentifikasi bentukan anomali

yang cukup panjang hingga mencapai 215 m dengan lebar 10-40 m. Namun,

diduga terdapat 2 bagian anomali yang berbeda dan diindikasikan sebagai

bentukan kapal tenggelam. Bentukan anomali pertama yaitu berupa kapal

tenggelam dengan dimensi panjang 70 m dan lebar 20 m, berada pada

posisi x: 106.1443 E, y: -5.9017 S, z: 15-30m yang mungkin merupakan

bangkai kapal USS Houston, yang telah divalidasi dengan penyelaman

secara langsung pada koordinat tersebut.

Page 59: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 43

Gambar 25. Peta Mozaik Side Scan Sonar di Lokasi Situs Kapal Tenggelam

USS Houston.

Anomali ke dua berada tepat di bagian depan dari USS Houston,

dengan dimensi panjang 60 m dan lebar 20 m. Keberadaan anomali ke dua

ini belum dapat teridentifikasi secara langsung dengan penyelaman.

Side scan sonar merupakan suatu alat yang hanya sebatas

mendeteksi image rona/relief dasar laut secara 2D dan tidak dapat

mendeteksi dan membedakan sedimen/material dasar laut secara detai atau

terperinci. Namun setiap material dasar akan memberikan karakteristik yang

berbeda. Seperti halnya rona halus dapat diinterpretasikan sebagai material

sedimen dasar laut berupa lanau pasiran hingga pasir lanauan. Kondisi rona

tersebut terlihat pada area hasil SSS di USS Houston.

Page 60: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

44 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Page 61: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 45

BAB IV

KONDISI LINGKUNGAN SITUS KAPAL

KARAM TELUK BANTEN

ondisi situs kapal tenggelam HMAS Perth dan USS Houston

yang berada di dasar perairan Teluk Banten tidak lepas dari

pengaruh kondisi lingkungan perairan disekitarnya termasuk aspek fisik,

biologi maupun kimia. Penilaian terhadap kondisi lingkungan ini juga

menjadi syarat penetapan kawasan kapal karam ini sebagai KKM. Sehingga

data dan informasi terkait dengan parameter fisik, kimia dan biologi menjadi

sangat penting untuk menudkung keberadaan kapal karam dan mungkin

saja dapat mengancam bila terjadi degradasi lingkungan secara signifikan.

4.1 Kondisi Batimetri Teluk Banten

Kedalaman perairan di sekitar Teluk banten berkisar antara 0-70 m.

Pada pesisir utara Banten kedalaman berkisar antara 0-10 m, sedangkan

didalam teluk kedalaman berkisar antara 10-35 m, dan kedalaman bagian

utara lebih dari 40 m hingga 70 m. Lokasi kapal karam HMAS Perth dan

USS Houton terletak pada kedalaman 15-30 meter disebelah utara pulau

panjang (Gambar 26).

Profil batimetri dan morfologi sangat berpengrauh terhadap kondisi

dan eksistensi kapal karam Karam di Teluk Banten. Lokasi yang tergolong

perairan dangkal menyebabkan resuspensi sedimen yang cukup tinggi,

ditambah juga oleh adanya penambangan pasir di Teluk Banten, yang dapat

meningkatkan kekeruhan perairan.

Secara umum, lokasi tersebut dipengaruhi oleh inputan sedimen

dari dataran tinggi disekitarnya, yang mengakibatkan asupan sedimen

melayang dengan mudah terakumulasi di sekitar situs. Jenis sedimen

lumpur dan lanau yang mudah teraduk menjadi faktor utama penghambat

pengembangan area tersebut menjadi Kawasan Konservasi Maritim.

K

Page 62: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

46 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Gambar 26. Lokasi dan Kedalaman Kapal Karam USS Houston.

Gambar 27. Penampang 2D profil batimetri dilokasi situs.

Page 63: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 47

Gambar 28. Penampang 3D Profil Batimetri di Sekitar Situs.

4.2 Kualitas Perairan Teluk Banten

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air dapat dikatakan bahwa

perairan di Kabupaten Serang/Teluk Banten berada di atas baku mutu yang

disyaratkan Kep.Men LH Nomor 51 Tahun 2004.

Dari empat stasiun pengamatan terlihat bahwa kondisi perairan di

sekitar situs kapal karam dalam kondisi yang baik dan tidak meperlihatkan

adanya pencemaran ataupun penurunan kualitas air. Berdasarkan hasil

tersebut sangatlah jelas bahwa lokasi tersebut pantas untuk dijadikan

sebagai kawan konservasi maritim karena kondisi kualitas air yang

menudukung kehidupan biota dan wisata bahari, namun sangat perlu sekali

untuk melakukan pengukuran pada musim yang berbeda, karena parameter

fisik dan kimia di perairan bersifat fluktuatif sehingga dapat dengan mudah

terjadi degradasi kondisi lingkungan akibat oleh faktor eksternal maupun

internal.

Tabel 3. Kualitas air in situ Teluk Banten

Stasiun Longitude Latitude pH Suhu

(c)

Salinitas

(ppm)

TDS

(ppm)

Turbidity

(NTU)

Densitas Kondukti-vitas

US-01 032669 9347490 8,38 31,1 21,5 33,9 0,1 11,3 3,34

US-02 0626631 9347549 8,4 31,3 28,5 46,5 0,1 16,6 4,16

US-03 0626645 9347509 8,43 31,6 28,9 47 0,1 16,8 4,25

US-04 0626560 9347330 8,42 31,7 29,1 47,2 1,8 16,8 4,25

Baku Mutu 7-8,5 Alami Alami - 5 - -

Page 64: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

48 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Berdasarkan hasil analisis laboratorium (Gambar 29), nilai TSS

berkisar antara 40-61 mg/L, yang mana nilai tersebut telah melebihi baku

mutu yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2004

yang mana toleransi nilai TSS maksimal adalah 20 mg/L untuk wisata bahari.

Sedangkan nilai DO berkisar antara 6,1-7,2 mg/L, nilai tersebut juga telah

melampaui baku mutu dan kurang mendukung untuk wisata bahari. Oksigen

terlarut merupakan faktor penting diperarian yang mendukung kehidupan

biota auatik dilokasi penelitian. Nilai kekeruhan dan pH masih normal dan

berada dibawah nilai baku mutu. Analisis kualitas iar tersebut dapat

dijadikan acuan sebagai data pendukung penetapan situs kapal karam di

Teluk Banten sebagai Kawasan Konservasi Maritim (KKM).

Gambar 29. Hasil Analisis Laboratorium untuk empat Parameter Kualitas Air.

4.3 Hidrodinamika Teluk Banten

Dari pengolahan data arus yang telah dilakukan didapatkan

beberapa hasil pengolahan yang berupa scatter plot, stick diagram, profil

vertikal kecepatan arus, serta hasil simulasi permodelan hidrodinamika,

namun pada prinsipnya ke empat jenis analisis tersebut sama, yaitu

menggambarkan profil arus dominan dalam suatu perairan. Kecepatan arus

Teluk banten pada berkisar antara 0-0,41 m/s. Hasil penelitian lain oleh

Page 65: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 49

Hoekstra et al. (2002) menyatakan bahwa kecepatan arus di Teluk Banten

berkisar antara 0,15 m/s dengan kecepatan maksimal mencapai 0,65 m/s.

Kecepatan arus tertinggi berada di bagian Timur Teluk Banten, sehingga

menyebabkan erosi di daerah tersebut.

Gambar 30. Profil Arus Laut pada Tiap Kedalaman di Teluk Banten.

Scatter plot dan stick diagram arus laut (Gambar 30) menunjukkan

bahwa arus di Teluk Banten bergerak ke segala arah, namun memiliki arah

dominasi yaitu bergerak ke arah barat laut dan tenggara. Hal ini dipengaruhi

oleh pengaruh angin Barat di mana angin bergerak menuju pulu jawa.

Scatter Plot juga menggambarkan bahwa arus di Teluk Banten bergerak

secara tidak teratur, dapat dilihat bahwa gerakan arus pada kedalaman 6,5

meter terlihat lebih stabil karena adanya pengaruh gesekan dasar dan tidak

ada pengaruh angin, pada kedalaman kolom perairan yaitu antara

kedalaman 2,5-4,5 meter sudah mulai terlihat bahwa pengaruh angin mulai

membuat arah arus menjadi menyebar, terlihat bawah arus lebih menyebar

Page 66: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

50 I aritim Situs Kapal Tenggelam

ke arah Barat Laut dan Tenggara karena di pengaruhi oleh angin dan juga

pasang surut.

Hasil Stick Diagram menunjukkan hal yang sama dengan hasil

scatter plot. Pada dasar perairan terlihat bahwa kecepatan arus masih

lemah dan dominasi arah arus mengarah ke Tenggara, pada kolom perairan

terlihat tidak banyak perbedaan kecepatan dan arah arus pada kedua

kedalaman ini, arah dominan mengarah ke Tenggara dan Barat Laut dengan

kecepatan arus yang tidak terlalu besar, sedangkan pada permukaan terlihat

bahwa kecepatan arus meningkat dengan arah dominasi yang masih sama,

tampak bahwa arah arus menyebar ke segala arah di permukaan, pola arus

permukaan ini dipengaruhi oleh faktor angin dan faktor eksternal lainnya.

Kondisi yang demikian menyebabkan erosi di beberapa wilayah terutama di

bagian Timur Teluk Banten yang berhadapan langsung dengan dinamika

arus sepanjang pantai.

Secara vertikal, perpindahan masa air dipengaruhi oleh banyak

faktor, pada kolom air dekat dasar pergerakan arus tidak terlalu signifikan

hal ini disebabkan oleh adanya gesekan dasar dan juga pengaruh densitas,

di dasar gerakan arus akan terhambat oleh adanya partikel dasar perairan,

sehingga kecepatan dan energinya menjadi lemah, selain itu densitas di

dasar perairan yang lebih tinggi membuat gerakan arus menjadi terhambat,

sehingga dapat dilihat pada Gambar 31 bahwa arus dekat dasar memiliki

kecepatan yang lemah dan lebih teratur. Semakin ke atas gerakan arus

mulai di pengaruhi oleh faktor lain, yaitu angin dan pasang surut, sehingga

gerakan arus menjadi semakin cepat di permukaan dan sudah tidak ada lagi

hambatan seperti gesekan dasar dan densitas air laut. Kondisi tersebut

menyebabkan tingginya kecepatan arus permukaan dan arahnya yang lebih

tidak teratur, dinamika arus permukaan ini berpengaruh kepada distribusi

zat-zat terlarut di perairan Teluk Banten. Drift Current dipermukaan

diperngaruhi oleh kondisi angin muson dan menyebabkan pengangkutan

partikel tersuspensi yang tinggi di wilayah perairan Teluk Banten.

Validasi yang dilakukan terhadap hasil model hidrodinamika

menunjukkan bahwa grafik kecepatan arus hasil model dan data lapangan

memiliki pola fluktuasi yang sama (Gambar 32) dan fase pasang dan surut

antara data hasil permodelan dan data lapangan juga serupa namun pada

Page 67: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 51

awal dan akhir bulan simulasi terdapat anomali fase pasang surut untuk data

hasil penelitian di lapangan, di mana cenderung lebih acak dan tidak stabil,

hal ini karena adanya pengaruh gelombang dan angin yang membuat kurva

pasang surut menjadi lebih fluktuatif (Gambar 33). Pasang surut terjadi

bersamaan dengan gelombang dan menyebabkan muka air laut yang terjadi

akan relatif tidak konstan. Perhitungan nilai Error didapatkan nilai RMSE (%)

sebesar 12,25%. Kecepatan arus di Teluk Banten hasil permodelan berkisar

antara 0,01-0,38 m/s.

Gambar 31. Profil Vertikal Kecepatan Arus Terhadap Kedalaman.

Pada kondisi pasang purnama arah arus lemah masuk ke dalam

teluk, sedangkan arus kuat lebih dominan bergerak ke arah barat dan timur,

hal tersebut menandakan bahwa pada saat pasang akan terjadi downwelling,

karena air permukaan bergerak menuju pantai sehingga massa air yang

awalnya di atas bergerak menuju dasar perairan, peristiwa ini akan

membawa kandungan oksigen yang tinggi di perairan. Bergeraknya arus

permukaan menuju pantai ini juga dipengaruhi oleh pasang surut, pada saat

menuju pasang maka elevasi muka air laut akan meningkat sehingga air laut

akan bergerak ke elevasi yang lebih rendah dan air laut akan mendominasi

di wilayah muara. Pada saat pasang purnama terjadi kondisi pasang tinggi

tertinggi sehingga kecepatan arus lebih besar berkisar antara 0,02-0,1 m/s.

Page 68: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

52 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Gambar 32. Verifikasi hasil permodelan arus laut

Gambar 33. Verifikasi Hasil Permodelan dengan Data Pasang Surut.

Gambar 34. Simulasi Permodelan Arus Laut pada saat Pasang Purnama.

Page 69: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 53

Pada kondisi surut purnama, arah arus bergerak berlawanan arah

bila dibandingkan pada pasang, arus permukaan akan bergerak menjauhi

pantai, hal ini dapat menyebabkan peristiwa upwelling, gerakan arus

permukaan yang menjauhi pantai ini menyebabkan terjadinya kekosongan

massa air di wilayah pantai sehingga massa air dari dasar akan bergerak

naik dan membawa banyak nutrien, yang akan menyebabkan wilayah teluk

menjadi subur, pergerakan arus yang menjauhi pantai ini juga disebabkan

oleh peristiwa pasang surut, di mana elevasi air laut akan menurun pada

saat surut, sehingga air yang berasal dari sungai akan dominan di wilayah

muara, yang juga menyumbangkan banyak nutrient yang berasal dari darat.

Pada saat surut purnama terdapat kondisi surut rendah terendah sehingga

kondisi kecepatan arus meningkat dan berkisar antara 0,03-0,08 m/s.

Pada kondisi pasang perbani kecepatan arus menjadi lebih kecil

dan berkisar antara 0-0,072 m/s. Hal ini disebabkan terjadi pasang terendah

sehingga energi pembangkitan arus juga melemah dan arah arus

berbanding terbalik dengan arah arus pada saat pasang purnama, arus

bergerak keluar dari teluk dan dominan bergerak ke arah barat laut.

Pada saat surut perbani kecepatan arus berkisar antara 0-0,056

m/s, kecepatan arus lebih kecil bila dibandingkan pada saat surut purnama,

pada saat perbani terjadi kondisi sururt tertinggi dan karena tidak ada

pembangkitan energi oleh gaya tarik astronomi, sehingga arus yang

bergerak memiliki kecepatan yang rendah. Kondisi perbani ini menyebabkan

sirkulasi massa air yang sedikit melambat. Dan arah arusnya dominan

masuk ke arah teluk, berlawanan dengan kondisi surut purnama.

Dari semua simulasi pada saat purnama dan perbani, kecepatan

arus yang paling besar terdapat di sekitar Pulau Pandjang dan pulau-pulau

kecil di sekitarnya (Tabel 8), hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi

perairan Teluk Banten terutama dalam distribusi sedimen dan sebaran

kualitas perairan di sekitar situs kapal karam Teluk Banten.

Page 70: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

54 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Gambar 35. Simulasi Permodelan Arus Laut pada saat Surut Purnama.

Gambar 36. Simulasi Permodelan arus laut pada saat Pasang Perbani.

Gambar 38. Simulasi Permodelan Arus Laut pada saat Surut Perbani.

Page 71: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 55

Tabel 4. Kecepatan Maksimum Arus Laut Hasil Pemodelan

Lokasi Kecepatan (m/s)

Barat Pulau Pandjang 0,42

Timur Teluk Banten 0,38

Barat Pulau Tarakan 0,40

Barat Teluk Banten 0,35

Kondisi hidrodinamika Teluk Banten sangat mempengaruhi kondisi

kapal karam HMAS Perth dan USS Houston, terutama berperan dalam

proses transport sedimen dan bahan pencemar serta cemaran sampah yang

saat ini menjadi masalah utama di lokasi tersebut. Teluk Banten berbatasan

langsung dengan Selat Sunda yang merupakan salah satu pintu keluar dari

arus lintas Indonesia (ARLINDO) menyebabkan profil arus yang kuat hampir

disemua kolom perairan. Kondisi ini menjadi peringatan bagi penetapan

lokasi sebagai salah satu area wisata bahari, karena membutuhkan

kemampuan penyelam advance untuk dapat melakukan penyelaman di

kedua situs kapal karam ini. Selain itu, kekeruhan perairan akibat adanya

transpor sedimen dari pesisir menuju lokasi situs juga sangat mengganggu

dalam proses penyelaman. Penetapan situs kapal karam tersebut sebagai

KKM cukuplah terdukung dengan kondisi hidrodinamika yang ada, dimana

gangguan-gangguan yang dikhawatirkan akan sedikit menurun.

Beberapa muara sungai yang menjadi sumber utama cemaran

sampah menjadi masalah utama di teluk Banten, perairan semi tertutup

yang susah mentranferkan kembali asupan sampah dari muara menuju luar

teluk, akibatnya sampah hanya berputar-putar didalam teluk saja, hal ini

sangat dipengaruhi oleh adanya arus sepanjang pantai yang berperan

dalam menakisme transpor di pesisir. Akumulasi sampah di sekitar Teluk

Banten menjadi ancaman tersendiri bagi tinggalan arkeologis yang ada.

4.4 Biota di sekitar situs kapal Tenggelam

Di lokasi situ kapal tersebut ditumbuhi oleh banyak sekali populasi

soft coral (Gambar 39) dan beberapa ikan karang dengan ukuran kecil

hingga sedang. Pada saat melakukan penyelaman ditemukan beberapa

Page 72: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

56 I aritim Situs Kapal Tenggelam

populasi ikan yang sedang melakukan aktivitas schooling namun tidak dapat

didokumentasikan karena perairan yang sangat keruh. Identifikasi karang

juga belum bisa dilakukan karena keterbatasan data biota yang didapatkan

pada survei awal. Di sekitar kapal banyak sekali jaring-jaring nelayan yang

tersangkut yang sangat merusak pemandangan, banyak juga jangkar kapal

yang sengaja diputus pada saat tersangkut di bangkai kapal.

Gambar 46. Dokumentasi Soft Coral di Sekitar Kapal.

Gambar 39. Polip Nokturnal yang Teridentifikasi Tumbuh Subur di Bangkai

Kapal USS Houston.

Page 73: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 57

BAB V

ASPEK KERENTANAN TERHADAP

TINGGALAN ARKEOLOGIS

elestarian dan perlindungan terhadap situs kapal tenggelam

HMAS Perth dan USS Houston di Teluk Banten banyak

dihadapkan oleh beberapa faktor ancaman baik alam maupun faktor

antropogenik. Lokasi situs kapal tenggelam berada dalam kawasan Teluk

Banten. Teluk Banten terletak di pantai utara Pulau Jawa, sekitar 60 km

sebelah barat kota Jakarta. Wilayah yang cukup strategis dengan dinamika

pesisir dan tekanan dari aktivitas manusia. Bebrapa faktor tersebut memiliki

peran sebagai ancaman terhadap kelestarian tinggalan arkeologis di Teluk

Banten.

5.1 Sedimentasi dan Pencemaran Perairan

Karakteristik perairan Teluk Banten yaitu dengan pantai berlumpur

berpasir dengan susunan material sedimen terdiri dari lumpur, lempung,

lanau dan pasir. Kondisi karakteristik sedimen kawasan pesisir

mengindikasikan kondisi sedimen dasar perairan Teluk Banten yang juga

akan tertutupi jenis sedimen lanau pasiran.

Kondisi perairan laut sekitar Teluk Banten (area situs kapal

tenggelam HMAS Perth dan USS Houston) sangat dipengaruhi oleh

keberadaan muara sungai (Gambar 40). Muara sungai sangat dipengaruhi

oleh kondisi debit sungai dan pasang-surut air laut. Pada saat kondisi

pasang energi arus sungai yang bertemu dengan air laut akan melemah di

bagian muara sehingga tercampur endapan sungai dengan endapan laut

dengan fraksi sedimen kasar. Namun pada saat kondisi surut dan arus

sungai melemah di bagian muara sehingga hanya fraksi halus berukuran

lempung hingga lanau yang akan terendapkan, sehingga pada bagian

kawasan sekitar Teluk Banten cenderung terendapkan sedimen halus lanau

– lanau pasir.

K

Page 74: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

58 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Permasalahan banyaknya muara sungai yang ada dan tipe

sedimen berupa lanau pasiran (lumpur yang bercampur dengan material

pasir) memberikan dampak terhadap tingginya tingkat sedimentasi di

perairan Teluk Banten. Selain itu kondisi material sedimen berukuran sangat

halus berupa lanau, menyebabkan tingginya tinggal TSS atau sedimen

melayang yang menyebabkan tingginya tingkat kekeruhan di area Teluk

Banten, khususnya di sekitar lokasi situs kapal karam.

Permasalahan lain yang ada di kawasan Teluk Banten yaitu

berdasarkan Perda Tata Ruang Kabupaten Serang, pesisir di kawasan

Teluk Banten merupakan kawasan rawan bencana geologi dan bencana

abrasi. Namun sejak 2003 hingga saat ini, terbit izin eksploitasi tambang

secara massif di pesisir Lontar, Banten. Akibatnya terjadi degradasi

lingkungan dan perubahan bentang alam.

Gambar 40. Peta Beberapa Faktor Pemicu Kerentanan Situs Kapal

Tenggelam USS Houston.

Teluk Banten, yang letak geografis berada tepat di bibir pantai,

membuat masyarakat Lontar akrab dengan berbagai fenomena alam,

Page 75: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 59

khususnya yang terjadi di laut, salah satunya kejadian abrasi yang

disebabkan oleh air laut. Hal tersebut merupakan salah satu akibat dari

penambangan pasir di kawasan ini. Penambangan pasir di kawasan Teluk

Banten akan merubah struktur geomorfologi pantai dan batimetri yang

secara lebih lanjur akan merubah pola arus susur pantai. Teraduknya

lumpur/lanau akibat penambangan pasir tersebut dapat juga berpotensi

berdampak terhadap kualitas air. Kondisi tersebut menyebabkan kekeruhan

air yang kontinyu dan atau tersuspensinya kandungan biogeokimia yang lain.

Selain faktor alam berupa banyaknya muara sungai, jenis sedimen,

dan faktor penambangan pasir, permasalahan yang dihadapkan di kawasan

Teluk Banten yaitu banyaknya kawasan industri. Kecamatan Bojonegara

yang masuk dalam kawasan Teluk Banten dan berada tepat di bagian barat

laut dari lokasi situs kapal tenggelam USS Houston (Gambar 40). Sepanjang

16,62 km pesisir Bojonegara telah berdiri kawasan industri 1.372 ha. Jenis

industri yang dikembangkan adalah industri logam dasar, kimia dasar,

galangan kapal, pabrik rafinasi gula, rekayasa dan rancang bangun.

Aktivitas industri yang berada pada pesisir Kecamatan Bojonegara sampai

Pulo Ampel yang membuang air limbah dari proses IPAL ke perairan Teluk

Banten diantaranya : PT Angel Products, PT. Samudera Marine Indonesia,

PT. Anugerah Buana Marine, PT. Duta Sugar Internasional dan PT.Batu

Alam Makmur.

5.2 Penambangan Pasir dan Gas Alam

Aktifitas penambangan pasir laut diperairan Desa Lontar telah

dimulai secara legal sejak tahun 2003 dan berhenti sementara pada 2013.

Aktifitas penambangan pasir laut sudah dilakukan lebih dari 10 tahun,

sehingga mempengaruhi morfologi di sekitar perairan tersebut dan juga

cukup mempengaruhi Delta Ciujung dan merupakan bukti terjadinya akresi

dengan munculnya delta baru.

Penambangan pasir laut juga dapat mempengaruhi daratan pesisir

Desa Lontar melalui adanya perubahan parameter oseanografi, khususnya

arah arus, sehingga dapat juga menyebabkan abrasi di Desa Lontar.

Penambangan pasir laut dimulai sejak tahun 2003 setelah dikeluarkannya

Page 76: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

60 I aritim Situs Kapal Tenggelam

ijin Bupati Kabupaten Serang yaitu Perda No. 540/Kep.68/Huk/2003 dan

diganti dengan Perda Kabupaten Serang No.2/2003 tentang Rencana

Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil Kabupaten Serang Periode 2013-

2033 (Gambar 41).

Gambar 41. Area Penambangan Pasir di Teluk Banten.

Keberadaan gas biogenik juga menjadi ancaman di Teluk Banten di

mana cukup berisiko untuk Kawasan konservasi maupun wisata. Gas alam

tersebut dapat mudah terbakar bila dalam jumlah besar, juga dapat

meracuni biota-biota di sekitarnya. Terkait dengan situs kapal HMAS Perth

dan USS Houston yang masih terdapat peluru yang bertaburan di atas kapal

cukup berbahaya dengan adanya gas biogenik yang dapat memicu ledakan

besar bila terjadi kesalahan teknis.

Page 77: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 61

Gambar 42. Keberadaan Gas Biogenik.

5.3 Cemaran Sampah

Di sekitar lokasi situs kapal tenggelam HMAS Perth dan USS

Houston, seringkali ditemukan cemaran sampah dalam jumlah banyak yang

tiba-tiba muncul terbawa arus, kemudian berkumpul dalam waktu cukup

lama di sekitar situs dan kemudian menghilang kembali terbawa arus.

Gambar 43. Akumulasi Sampah di Sekitar Situs Kapal Tenggelam.

Di utara Teluk Banten terdapat beberapa pulau, seperti Pulau

Panjang dan Pulau Tunda. Pesisir utara Banten ini berbatasan langsung

dengan Selat Sunda di sebelah Barat dan Laut Jawa di sebelah Timur.

Pesisir utara Banten dewasa ini merupakan salah satu pesisir dengan beban

Page 78: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

62 I aritim Situs Kapal Tenggelam

limpasan limbah yang cukup besar, potensi limbah berasal dari beberapa

muara sungai, limbah industri, dan limbah aktifitas kapal dan bongkar muat

yang berasal dari Selat Sunda dan juga industri di sekitar pesisir utara

Banten sendiri.

Dari hasil simulasi terlihat bahwa sumber cemaran yang

mempengaruhi titik koordinat lokasi pengerjaan (lokasi tercemar) yaitu

berasal dari sumber Selat Sunda. Partikel yang bergerak dari Selat Sunda

atau barat perairan menuju timur perairan. Sedangkan pada sumber DAS 1,

DAS 2, dan Pelabuhan Bojonegara, pergerakan partikel cenderung statis

dan mulai bergerak pada akhir simulasi menuju timur perairan dan tidak

melewati lokasi pengerjaan.

Gambar 44. Titik Lokasi Sumber Cemaran.

Berdasarkan hasil simulasi, lokasi sumber cemaran yang paling

berpotensi adalah pada wilayah barat dari koordinat referensi pekerjaan

(lokasi tercemar), yaitu Selat Sunda merupakan salah satu potensi sumber

cemaran dilihat dari adanya aktivitas alur pelayaran yang cukup padat yang

melewati area perairan tersebut. Hal ini didukung oleh adanya pergerakan

partikel yang banyak melewati daerah koordinat referensi lokasi pekerjaan

yang telah ditentukan sebelumnya.

Simulasi trajektori merupakan salah satu cara untuk mengetahui

kondisi dari pergerakan benda atau partikel pada lingkungan perairan.

Teknik ini menggunakan metode diskritasi Lagrange. Membagi semua

massa dalam sistem menjadi beberapa partikel dengan koordinat 3D yang

spesifik, bukan diskritasi alternatif euler, dimana massa direpresentasikan

sebagai rata-rata konsentrasi di komputasi mesh.

Page 79: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 63

Gambar 45. Simulasi Trajektori Partikel Teluk Utara Serang Banten.

Cemaran sampah menyebar dari barat yaitu selat sunda menuju

timur yang merupakan laut jawa. Dapat dianalisis bahwa pergerakan

sampah laut terapung yang berasal dari selat sunda sangat mempengaruhi

pergerakan dengan adanya arus permukaan yang menuju timur perairan.

Partikel sampah juga dipengaruhi oleh arus pasang surut, maka dari itu

kecepatan arus bukan merupakan patokan partikel akan memakan waktu

laju trajektori yang sesuai. Hal tersebut didasari oleh adanya pembelokkan

arus dan juga gelombang yang menjadi faktor lain dari pergerakan partikel

sampah yang terapung.

Lokasi sumber cemaran yang paling berpotensi adalah pada

wilayah barat dari koordinat referensi pekerjaan (lokasi tercemar), Selat

Sunda dapat dijadikan salah satu potensi sumber cemaran yang

mengancam tinggalan arkeologis Teluk Banten dilihat dari adanya aktifitas

alur pelayaran yang cukup padat yang melewati Selat Sunda. Hal ini

didukung oleh adanya pergerakan partikel yang banyak melewati daerah

koordinat referensi lokasi pekerjaan yang telah ditentukan sebelumnya.

Page 80: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

64 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Page 81: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 65

BAB VI

UPAYA PRESERVASI

elain penetapan kedua situs bersejarah tersebut sebagai

Kawasan Konservasi Maritim (KKM), Kawasan Cagar Budaya,

dan penerapan peraturan daerah tentang perlindungan situs arkeologi di

Teluk Banten, beberapa upaya perlindungan dengan cara mempermudah

masyarakat lokal maupun wisatawan terkait dengan informasi kapal karam

yang ada di Teluk Banten. Dengan hal tersebut diharapkan dapat

meningkatkan ksadaran masyarakat untuk menjaga situs bersejarah

peninggalan Perang Dunia ke-2 tersebut.

6.1 Pemasangan Marking Buoy

Marking atau mouring buoy perlu dipasang di area situs kapal

karam HMAS Perth untuk menjaga agar kapal-kapal yang berlayar di

sepanjang jalur pelayaran di Teluk banten tidak melewati situs kapal karam

ini. Marking buoy juga untuk menandai bahwa area situs kapal karam ini

dilindungi negara sehingga nelayan dan masyarakat lainnya tidak akan

mengganggu situs kapal tenggelam tersebut dan dapat menghormati situs

ini sebagai "kuburan" perang dari masa Perang Dunia II.

Gambar 46. Skema Pemasangan Marking/Mouring Buoy di Lokasi Situs

Kapal Tenggelam.

S

Page 82: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

66 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Gambar 47. Contoh Marking/Mouring Buoy.

Gambar 48. Tugu Sederhana sebagai Marking Area Situs USS Arizona,

Pearl Harbour, Hawaii

Gambar 49. Tugu Historic Shipwreck Clarence.

Page 83: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 67

Gambar 50. Marking Buoy SS. Yongala Australia.

6.2 Pemasangan Papan Informasi

Papan-papan informasi yang memuat cerita sejarah

tenggelamnya kapal-kapal seperti HMAS Perth dan USS Houston di Serang

serta aturan-aturan untuk menjaga kelestarian situs kapal tenggelam

tersebut dapat dibuat dan dipasang di lokasi-lokasi yang banyak dikunjungi

oleh masyarakat atau di ruang publik yang terdekat dari lokasi situs kapal

tenggelam. Papan-papan informasi ini perlu dibuat semenarik mungkin dari

berbagai bahan yang tahan lama dan dapat dipasang di lokasi pelabuhan

dimana para pengunjung atau turis akan menaiki kapal menuju lokasi, di

pulau terdekat atau di desa terdekat. Papan-papan informasi ini berguna

bukan hanya memberikan informasi kepada para pengunjung, melainkan

juga sebagai pengingat kepada masyarakat yang tinggal di wilayah sekitar

tentang peristiwa sejarah yang terjadi di daerah mereka. Hal ini akan

membantu memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya

menjaga kelestarian peninggalan bersejarah situs kapal tenggelam di

wilayah mereka.

Page 84: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

68 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Gambar 51. Contoh Papan Informasi Historic Shipwreck di Winsconsin.

Gambar 52. Contoh Papan Informasi di Pearl Harbour, Hawaii.

Gambar 53. Contoh Papan Informasi di Pearl Harbour, Hawaii.

Gambar 54. Papan Informasi Heritage Trails Lake Ontario, Canada.

6.3 Pembuatan Memorial Perang Dunia II

Pembuatan memorial Perang Dunia II atau bangunan yang dapat

digunakan oleh pengunjung untuk melakukan aktivitas seperti upacara tabur

bunga bagi korban meninggal di HMAS Perth dapat dibuat seperti halnya

USS Arizona Memorial di Pearl Harbour, Hawaii, Amerika, meskipun

demikian skalanya tidak perlu sebesar USS Arizona memorial. Pembuatan

Page 85: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 69

memorial dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pemerintah Australia.

Memorial juga dapat dibuat satu paket dengan pembuatan museum mini

sebagai tempat untuk memamerkan koleksi dan cerita sejarah terkait

peristiwa The Battle of Sunda Strait.

Gambar 55. USS Arizona Memorial, Pearl Harbour, Hawaii.

Gambar 56. Nama-nama Korban Meninggal di USS Arizona Memorial, Pearl

Harbour.

Page 86: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

70 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Gambar 57. Museum Pearl Harbour, Hawaii.

6.4 Penguatan Peraturan Daerah dan Monitoring

Penguatan peraturan daerah dalam bentuk percepatan zonasi

pesisir dan laut Provinsi Banten, terutama kawasan Teluk Banten untuk

menghindari tumpang tindih dan konflik pemanfaatan ruang di area tersebut.

Rencana atau draft Zonasi Kawasan Konservasi Maritim dan draft

penetapan situs cagar budaya bawah air perlu segera disiapkan oleh

pemerintah daerah dibantu oleh pemerintah pusat yang terkait sebagai

bentuk perlindungan hukum terhadap kelestarian situs dan ekosistemnya.

Selain itu, revisi atau peninjauan ulang zona pemanfaatan ruang laut di

Teluk Banten perlu segera dilakukan untuk mengantisipasi zona

penambangan pasir laut di area situs kapal tenggelam Teluk Banten. Pada

sisi lain, dirasa perlu untuk meningkatkan sinergi dan integrasi antara pihak-

pihak terkait seperti pemerintah daerah, pemerintah pusat, masyarakat,

akademisi, pemangku kepentingan lainnya.

Selain itu, langkah pengawasan terpadu dan monitoring berkala

terkait keamanan Situs dan wilayah sekitarnya untuk menanggulangi

permasalahan penjarahan besi tua yang mengancam kelestarian situs kapal

tenggelam terutama HMAS Perth dan USS Houston yang melibatkan

instansi terkait seperti Kemendikbud, KKP, TNI-AL, Polairud, serta kelompok

masyarakat. Monitoring berkala juga perlu dilakukan untuk memantau

tingkat kerusakan yang dialami bangkai kapal tenggelam beserta ekosistem

lingkungannya demi kelestarian situs dan keselamatan para penyelam.

Pemantauan berkala ini dapat dilakukan juga dengan bantuan para

penyelam lokal dan pemandu wisata selam dari semua diving operator di

Page 87: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 71

wilayah Kabupaten Serang dan Pesisir Selatan serta diving operator yang

menjadikan situs kapal tenggelam di Serang dan Pesisisr Selatan ini

sebagai salah satu destinasi selam bagi para tamu mereka.

Sosialisasi berkala kepada masyarakat dan pihak terkait untuk

peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat dan generasi muda

mengenai pentingnya melestarikan situs-situs bersejarah. Masyarakat lokal

dan masyarakat umum dapat terlibat secara aktif untuk berpartisipasi dalam

melestarikan situs kapal tenggelam dan ikut memantau situs kapal

tenggelam tersebut dari upaya pencurian atau penjarahan.

Penetapan regulasi wisata bahari dan aktivitas penyelaman di

lokasi situs kapal karam HMAS Perth dan USS Houston harus disiapkan

sesegera mungkin oleh pemerintah daerah dimana akan disarankan hanya

penyelam yang sudah berada pada level advance yang dapat menyelam di

lokasi tersebut dikarenakan faktor kedalaman, arus, dan visibility.

Page 88: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

72 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Page 89: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 73

BAB VII

PENUTUP

Saat ini situs kapal tenggelam HMAS Perth dan USS Houston telah

ditetapkan sebagai situs cagar budaya bawah air karena memiliki nilai

sejarah tinggi dan merupakan peninggalan arkeologis dunia yang harus

dilindungi. Kelestariannya terancam oleh gangguan aktivitas manusia seperti

aksi penjarahan oleh para penambang besi tua, sampah dan pencemaran,

penambangan pasir laut, dan lalu lintas kapal. Berdasarkan interprestasi

side scan sonar dapat disimpulkan bahwa terdapat objek dan bagian dari

kapal karam yang dapat diinterpretasi seperti Stern Gun dan bagian-bagian

kapal yang jatuh karena tembakan torpedo. Selain itu terdapat objek-objek

yang belum dapat diinterpretasikan yang berada dalam bagian kapal karam.

Penetapan situs kapal tenggelam di Teluk Banten sebagai

kawasan KKM menjadi salah satu upaya dalam melindungi situs kapal

bersejarah dari aktivitas-aktivitas manusia yang dapat mengancam

kelestariannya. Situs HMAS Perth dan USS Houston yang berbatasan

dengan Selat Sunda dan berada di mulut Teluk Banten, menyebabkan

besarnya pengaruh dinamika oseanografi yang menimbulkan turbulensi

sedimen. Selain itu adanya kawasan industri di wilayah pesisir dan

penambangan pasir di Teluk Banten juga menyebabkan tingginya tingkat

sedimentasi dan penceraman perairan yang jika berlangsung terus-menerus

dapat mebahayakan situs kapal tenggelam tersebut dan juga biota yang

hidup didalamnya. Masalah cemaran sampah di Teluk Banten juga menjadi

tantangan bagi pemerintah pusat maupun daerah dalam meminimalisisr

dampaknya terhadap kondisi eksisting kapal karam. Kedua kapal sisa

Perang Dunia ke-2 tersebut memiliki daya tarik tersendiri bagi para

penyelam advance baik dari dalam maupun luar negeri yang tertantang

untuk menyelami dan merasakan atmosfer “the Battle of Sunda Strait” yang

terjadi pada 1942.

Page 90: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

74 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Selain penetapan situs-situs tersebut sebagai KKM, penguatan

peraturan daerah juga perlu dilakukan dengan pembatasan jumlah wisata,

pengawasan secara rutin, dan sosialisasi berkala kepada masyarakat lokal.

Pembuatan fasilitas wisata bahari seperti, peletakan marking buoy agar

penyelam dapat dengan mudah menemukan titik lokasi situs kapal

tenggelam, pembuatan papan informasi terkait dengan sejarah kapal karam,

serta pembuatan memorial Perang Dunia II agar kegiatan wisata dapat

berkembang dengan baik yang nantinya akan berdampak positif kepada

masyarakat dan pemerintah daerah dalam sektor pembangunan daerah dan

ekonomi.

Page 91: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 75

DAFTAR PUSTAKA

.Anomin. 2018. Executive Summary Inventarisasi dan Identifikasi Potensi Kapal karam Menunjang Pengembangan Wisata Bahari, 2008, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta.

Anonim. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51

Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.

Ardiwidjaya, Roby, 2007. “Pemanfaatan Benda Arkeologi Bawah Air (Shipwreck): Satu Peluang Peningkatan Daya Tarik Wisata Selam”, dipresentasikan pada Diskusi Ilmiah Sumberdaya Arkeologi Laut, Mei 2007,Jakarta.

Ardiwidjaya, Roby, 2007. “Pemanfaatan Benda Arkeologi Bawah Air (Shipwreck): Satu Peluang Peningkatan Daya Tarik Wisata Selam”, dipresentasikan pada Diskusi Ilmiah Sumberdaya Arkeologi Laut, Mei 2007, Jakarta.

Aryono, M., Purwanto, A., Ismanto, & Rina. 2014. Kajian Potensi Arus Laut Di Perairan Selat Antara Pulau Kandang Balak Dan Pulau Kandang Lunak, J. Oce. 3(2) p : 230-235.

Attamimi, A. 2015. Pemodelan Hidrodinamika Pesisir Pantai Kuta Bali untuk Analisis Kerentanan Cemaran Sampah. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNPAD.

Clark, J. R. 1977. Environmental Protection. New York: John Wiley & sons.

Deng, Z, J., M, & Zhang, Z. 2008. Mapping Bathymetry from Multi-Source Remote Sensing Images: A Case Study in The Beilun Estuary, Guangxi, China. The International Archives of the Photogrametry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, 1321-1326.

Djalal, Hasjim, 2007. “Peninggalan Bawah Air dan Kaitannya dengan Hukum Kelautan”, makalah dipresentasikan pada National Consultative Meeting on Management of Underwater Cultural Heritage, 12-14 Juni 2007, Bogor.

Firdaus. 1997. Pemodelan dan simulasi komputer pola arus dan trayektori. Bogor: Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan IPB.

Gross, M. G. 1972. Oceanography a View the Earth. London: Prentice Hall International Inc.

Hoekstra, P., H. Lindeboom, R. Bak, G.V.D. Bergh, D.A. Tiwi, W. Douven, J. Heun, T. Hobma, T. Hoitink, W. Kiswara, E. Meesters, Y. Noor, N. Sukmantalya, S. Nuraini, & T.V. Weering. 2002. Teluk Banten Research Programme : an integrated coastal zone management Study. Staple (Ed.) Scientific programme Indonesia - Netherlands

Page 92: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

76 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Proceedings of a workshop held on February 12th 2002. Bandung. Indonesia. p : 59-70.

Husrin, S. & J. Prihantono. 2014. Penambangan pasir laut. Institut Pertanian

Bogor. IPB press. Bogor. 134hlm. Korwa J.I.S., E.T. Opa, & R. Djamaludin. 2013. Karakteristik Sedimen Litoral

di Pantai Sindualang Satu. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 1(1):48-58.

Kusumawati, L. 2008. Penambangan pasir laut di Kabupaten Serang: Studi kasus di perairan Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa. Doctoral

dissertation, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Mumby, E, C., & Green, A. E. 1998. Benefits of water column correction and

contextual editing for mapping coral reefs. Remote Sensing, 203-210.

Nugroho Septriono Hari & Abdul Basit. 2014. Sebaran Sedimen Berdasarkan Analisis Ukuran Butir Di Teluk Weda, Maluku Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 6 (1) : 229-240p.

Oktavia, R., John, I. P., Manurung, P. 2011. Variasi Muka Laut Dan Arus Geostrofik Permukaan Perairan Selat Sunda Berdasarkan Data Pasut dan Angin Tahun 2008. J. ilmu dan Kelautan Tropis. 3(2) p :

127-152. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 17 tahun

2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Priwono, J. I. 1989. Kondisi pasang surut di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengem& dan W.S. Pranowo. 2015. Dinamika Oseanografi, Deskripsi Karakteristik Massa Air dan Sirkulasi Laut. ISBN: 978-602-0810-20-1.

Rahmawan, G. A., Husrin, S., & Prihantono, J. (2017). Bathymetry Changes Analysis In Serang District Waters Caused By Seabed Sand Exploitation. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(1), 45-55.

Rifardi O. K. & Tomiyasu T. 1998. Sedimentary Environments Based on Texture Surface Sediments and Sedimentation Rates in the South Yatsushiro (Sea), Soutwest Kyushu, Japan. Jour. Sedimentol. Soc. Japan (48):67-84.

Setyawan, W. B. 2003. Karakteristik garis pantai Propinsi banten 1: Pertumbuhan Delta Ciujung-Cidurian Baru. Makalah dipresentasikan dalam Temu Ilmiah ISOI-Bidang Geologi Kelautan, Bandung, 25.

Torrey, S. 1979. Slugg Disposal by Landspreading Techniques. New Jersey: Noyes Data Corporation.

Page 93: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 77

Triatmodjo, Bambang. 2011. Perencanaan Bangunan Pantai. Cetakan pertama. Beta Offset. Yogyakarta.

Wibisono, S, M. 2011. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo, Jakarta. Widiati, 2012, Pengelolaan Tinggalan Budaya Bawah Air di Indonesia,

http://arkeologibawahair.wordpress.com/2012/01/01/pengelolaan-tinggalan-budaya-bawah-air-di-indonesia/

Wisha, U. J., Husrin, S., & Prihantono, J. (2015). Hidrodinamika Perairan Teluk Banten Pada Musim Peralihan (Agustus‒September). ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 20(2), 101-112.

Page 94: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

78 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Page 95: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 79

GLOSARI

Admiral : Laksamana

Angin Muson : Angin yang terjadi tiap setengah tahunan

Annex : Bagian dari sebuah struktur

Anomali : Keanehan yang terdeteksi

Armada : Pasukan kapal perang

BCB : Benda Cagar Budaya

Biogenik : Senyawa yang dihasilkan melalui proses

biologi

Biogeokimia : Suatu siklus hasil interaksi dari komponen

biologi, geologi, dan proses kimia

Budaya Maritim : Jati diri bangsa dalam bidang maritim

DAS : Daerah Aliran Sungai

Delta : Bentukan daratan baru akibat dari peristiwa

sedimentasi, biasanya terbentuk diantara dua

sungai besar

Devisa : Kumpulan valuta asing dalam proses

perdagangan antar negara

DO : Dissolved Oxygen (oksigen terlarut)

Downwelling : Gerakan massa air dari permukaan menuju

dasar perairan karena terjadi kekosongan

massa air di dasar

Drift Current : Pengaruh besar oleh arus laut

Eksploitasi : Pemanfaatan secara berlebihan

Geomorfologi : Bentuk permukaan bumi

Kemdikbud : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

KKP : Kementerian Kelautan dan perikanan

Kolonial : berhubungan dengan sifat penjajahan

Konvensi : Aturan yang didasarkan pada kebiasaan

Marking Buoy : Pelampung penanda

Mozaik : Susunan bagian kecil

Poairud : Polisi Perairan dan Udara

Polip : Proses regenerasi karang

Page 96: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

80 I aritim Situs Kapal Tenggelam

Prime over : Sebuah keungglan (produk)

RAN : Royal Australian Navy

RMSE : Root Mean Square Error

Scatter Plot : Sejenis grafik untuk membandingkan dua data

dengan periode yang sama

Schooling : suatu fenomena dimana ikan berkumpul dan

bergerak seirama

Seabed : Dasar perairan

Sekutu : Beberapa kelompok yang bekerjasana untuk

tujuan tertentu

Soft coral : Sejenis karang yang cenderung lunak

Stick Diagram : Diagram yang menggambarkan dominasi arah

dan kecepatan arus laut

Superstruktur : Bangunan yang dibangun diatas bangunan lain

TNI-AL : Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut

Trajektori : Perekaman jejak partikel

TSS : Total Suspended Solid

Turbulensi : Perubahan kecepatan aliran yang

menimbulkan dampak tertentu

Upwelling : Perpindahan massa air menuju permukaan

karena adanya kekosongan massa air di

permukaan

Visibility : Jarak tembus pandang

Wreck Diving : Penyelaman pada kapal tenggelam

Page 97: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 81

INDEKS

A

Anomali, 40, 41, 42, 49

Arkeologi, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 27,

29, 30, 34, 54, 56, 62, 63, 70

Arus Laut, 34, 47, 50, 51, 52, 53,

72, 75, 76

B

Banten, 2, 8, 9, 10, 11, 14, 24, 26,

43, 48, 49, 52, 53, 54, 56, 57, 58,

59, 60, 62, 63, 63, 69, 70

Batimetri, 43, 44, 45, 58

BCB, 3, 4

Budaya Maritim, 1, 2

G

Geomorfologi, 58

H

Houston, 10, 11, 12, 13, 14, 17,

18, 19, 30, 21, 22, 23, 24, 25, 26,

27, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41,

42, 43, 44, 53, 55, 56, 57, 58, 59,

60, 65, 69, 70

K

KKM, 1, 2, 43, 46, 53, 63, 70, 71

Konvensi, 4, 6, 7

P

Peluru, 22, 27, 28, 35, 59

Perth, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16,

20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29,

30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 38, 39,

43, 53, 56, 60, 63, 65, 67, 69, 70

S

Sampah, 5, 34, 53, 54, 60, 62, 70,

72

Serang, 2, 8, 9, 19, 20, 21, 45, 57,

59, 62, 65, 69, 73

Soft Coral, 54

Sonar, 28, 35, 38, 39, 40, 42, 70

T

Torpedo, 13, 14, 20, 21, 22, 25,

27, 28, 31, 35, 70

V

Visibility, 69

W

Wreck Diving, 3

Page 98: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

82 I

Page 99: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

Ulung Jantama Wisha, Wisnu Arya Gemilang dan Nia Naelul H. R. I 83

BIOGRAFI PENULIS

Ulung Jantama Wisha, S.Kel.

Ulung Jantama Wisha lahir di Malang, Jawa Timur, pada

tanggal 26 April 1992. Menyelesaikan Sarjana Oseanografi,

Universitas Diponegoro Semarang pada t 2014. Kemudian

pada 2015 menjadi peneliti bidang oseanografi di Loka

Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP),

Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan

Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan

(BRSDMKP). Selama menjadi peneliti,terlibat aktif dalam

penelitian di bidang oseanografi terapan termasuk ocean modeling dan maritim

arkeologi. Hingga kini penulis telah melakukan publikasi hasil penelitian dalam bentuk

jurnal dan prosiding nasional dan internasional sebanyak 70 publikasi, beberapa

artikel ilmiah terindeks Scopus Q2 juga telah dicapai. Selama lima tahun mengabdi

pada kantor LRSDKP, telah menjadi mitra bestari untuk beberapa jurnal nasional

terakreditasi seperti IJMS, Omni-Akuatika, IJMST, JKT, dan JIPK. Selain itu juga aktif

dalam melakukan bimbingan magang dan tugas akhir mahasiswa dari Institut

Teknologi Bandung (ITB), Universitas Diponegoro, Universitas Padjajaran, Universitas

Brawijaya, Universitas Riau, Universitas Andalas, dan Universitas Negeri Padang.

Ulung akan melanjutkan studi magister jurusan Physical Oceanography pada tahun

2020 di University of the Ryukyus, Jepang. Penulis dapat dihubungi melalui email:

[email protected]

Wisnu Arya Gemilang, ST

Wisnu Arya Gemilang lahir di Bekasi, 25 Desember 1989.

Saat ini bekerja sebagai Calon Peneliti di Loka – KKP fokus

penelitian pada pemetaan kerentanan pesisir (abrasi, akresi,

likuifaksi, intrusi air laut, gempa dan tsunami) serta riset

sumber daya pesisir (submarine groundwater discharge,

sumber daya air tanah pesisir dan pulau kecil, arkeologi

bawah laut) serta penilaian efektivitas pelindung pantai

berdasarkan konsep geologi kelautan. Latar Belakang

kegiatan riset berbasis ilmu geologi berdasarkan gelar S1 yang diperoleh dari jurusan

Teknik Geologi di Universitas Jenderal Soedirman, dan saat ini penulis sedang

melanjutkan program pascasarjana di bidang Teknik Lingkungan (ITS). Kegiatan riset

bersama peneliti asing dan pelatihan juga pernah diikuti diantaranya Ëkspedisi Mega-

Page 100: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id

84 I

Terra (Mentawai Gap – Tsunami Risk Assessment) 2015 dan ASEAN Workshop on

Alternative Solution and Extended Frontier, Thailand 2016. Beberapa Karya Ilmiah

baik nasional terakreditasi maupun internasional terkait karakteritik sedimentasi

kawasan pesisir terabrasi, efektivitas bangunan pelindung pantai, maupun

karakteristik hidrokimia air tanah kawasan pesisir telah diterbitkan. Selain, sebagai

peneliti aktif di KKP, membimbing skripsi terkait dinamika kawasan pesisir serrta

pemetaan kerentanan pesisir dari berbagai universitas teutama Institut Teknologi

Bandung (ITB), UNRI, UNP, UNAND, dan UNDIP serta memberrikan beberapa kuliah

umum di beberapa kampus jurusan kelautan maupun geologi merupakan kegiatan

produktif lainnya yang dijalani hingga saat ini. Email: [email protected]

Nia Naelul Hasanah Ridwan, S.S., M.Soc.Sc.

Nia Naelul Hasanah Ridwan lahir di Tasikmalaya, 1 April

1979. Nia adalah Peneliti Muda bidang Arkeologi Maritim

dan bergabung dengan KKP sejak tahun 2005. Nia juga

menjabat sebagai Kepala Loka Riset Sumber Daya dan

Kerentanan Pesisir, Badan Riset dan SDM Kelautan dan

Perikanan (2017-Sekarang). Nia berlatar belakang

pendidikan S1 Arkeologi, Universitas Gadjah Mada (2004),

dan S2 Environment and Heritage di James Cook

University, Australia, serta mendapatkan pendidikan informal tentang Underwater

Cultural Heritage dan konservasi artefak di Thailand (2010-2011), Bazil (2011),

Singapore (2011), The Philipines (2011), Italy (2013), dan Hawaii (2014). Nia pernah

menjadi Ketua Kelompok Penelitian Sumber Daya Pesisir dan menjadi koordinator

dalam 10 kegiatan riset Arkeologi Maritim, telah menulis 69 publikasi, dan pernah

menjadi invited speaker dalam 3 UNESCO Conference/Meeting on Underwater

Cultural Heritage di Australia (2016), Perancis (2019), Jakarta (2019) serta UNESCO

Expert Meeting on the Serial Nomination of UNESCO World Heritage of the Maritime

Silk Routes di Inggris (2018). Pada 2015, Nia mendapat penghargaan Satya Lencana

Wira Karya dari Presiden RI terkait perlindungan, penyelamatan, dan Konservasi

Situs Kapal Tenggelam dan BMKT di Perairan Mentawai. Dapat dihubungi melalui

email: [email protected]

Page 101: Kawasan Konservasi Maritim - ejournal-balitbang.kkp.go.id