katarak diabetik

38
KATARAK DIABETIK Diabetes adalah sekumpulan penyakit endokrin yang ditandai dengan hiperglikemia yang merupakan manifestasi dari defek pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. Diabetes memiliki banyak sekali komplikasi yang ditimbulkannya, baik itu terjadi secara akut seperti hiperglikemik hiperosmolar non-ketotik, ketoasidosis yang dapat membawa kematian, atau komplikasi yang berjalan secara kronik seperti diabetik neuropati, makroangiopati, mikroangiopati, dan sebagainya. Dalam bidang oftalmologi, komplikasi yang terpenting adalah retinopati diabetik dan peningkatan progresifitas katarak yang telah terjadi. Adapun bentuk katarak diabetik murni namun kejadiannya jarang. Pada makalah ini yang dibahas adalah pengaruh diabetes terhadap katarak yang telah ada. Beberapa studi telah menunjukkan korelasi yang kuat antara progresifitas

Upload: arumtrividiati

Post on 12-Jan-2016

71 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bbbb

TRANSCRIPT

Page 1: Katarak Diabetik

KATARAK DIABETIK

Diabetes adalah sekumpulan penyakit endokrin yang ditandai dengan

hiperglikemia yang merupakan manifestasi dari defek pada sekresi insulin, aksi

insulin atau keduanya. Diabetes memiliki banyak sekali komplikasi yang

ditimbulkannya, baik itu terjadi secara akut seperti hiperglikemik hiperosmolar non-

ketotik, ketoasidosis yang dapat membawa kematian, atau komplikasi yang berjalan

secara kronik seperti diabetik neuropati, makroangiopati, mikroangiopati, dan

sebagainya. Dalam bidang oftalmologi, komplikasi yang terpenting adalah retinopati

diabetik dan peningkatan progresifitas katarak yang telah terjadi. Adapun bentuk

katarak diabetik murni namun kejadiannya jarang. Pada makalah ini yang dibahas

adalah pengaruh diabetes terhadap katarak yang telah ada. Beberapa studi telah

menunjukkan korelasi yang kuat antara progresifitas katarak dengan diabetes yang

mendasari seperti yang telah dilakukan Kim, dkk (2006) yang menyimpulkan durasi

diabetes adalah faktor yang sangat signifikan untuk katarak pada penderita diabetes.

Efek yang terakumulasi dari hiperglikemia terkait dengan kejernihan lensa pada

diabetes. Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya jernih dan

bening menjadi keruh. Pada dasarnya katarak dapat terjadi karena proses kongenital

atau karena proses degeneratif. Proses degeneratif pada lensa disebut juga katarak

senilis yang dibagi menjadi empat stadium; Insipien, Immatur, Matur dan

Hipermatur. Begitu banyak yang faktor yang mempengaruhi timbulnya katarak ini,

Page 2: Katarak Diabetik

diabetes adalah salah satu faktor penyakit sistemik yang mempercepat proses

timbulnya katarak ini. Dari 200 pasien dengan katarak senilis yang dilakukan tes

toleransi glukosa oleh Dukmore dan Tun (1980) ditemukan dan disimpulkan bahwa

intoleransi glukosa sering dijumpai pada katarak senilis yang tidak menunjukkan

glikosuria dan gula darah puasa yang normal pada pemeriksaan rutin. Terdapat

beberapa teori yang hendak menjelaskan patofisiologi progresifitas katarak pada

penderita diabetes, serta penelitian-penelitian yang telah berhasil membuktikan

korelasi antara awitan usia menderita katarak dengan lamanya menderita diabetes.

LENSA DAN KATARAK

Lensa Kristalina Normal.

Lensa Kristalina adalah sebuah struktur yang transparan dan bikonveks yang

memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan

akomodasi. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi setelah perkembangan

janin dan hal ini bergantung pada aqueus humor untuk memenuhi kebutuhan

metaboliknya serta membuang sisa metabolismenya. Lensa terletak posterior dari iris

dan anterior dari korpus vitreous. Posisinya dipertahankan oleh zonula Zinnii yang

terdiri dari serat-serat yang kuat yang menyokong dan melekatkannya pada korpus

siliar. Lensa terdiri dari kapsula, epitelium lensa, korteks dan nukleus. Kutub anterior

dan posterior dihubungkan dengan sebuah garis imajiner yang disebut aksis yang

melewati mereka. Garis pada permukaan yang dari satu kutub ke kutub lainnya

Page 3: Katarak Diabetik

disebut meridian. Ekuator lensa adalah garis lingkar terbesar. Lensa dapat

merefraksikan cahaya karena indeks refraksinya, secara normal sekitar 1,4 pada

bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang berbeda dari aqueous humor dan

vitreous yang mengelilinginya. Pada keadaan tidak berakomodasi, lensa memberikan

kontribusi 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D seluruh kekuatan refraksi bola mata

manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksinya diberikan oleh udara dan kornea.

Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir, ukurannya

sekitar 6,4 mm pada bidang ekuator, dan 3,5 mm anteroposterior serta memiliki berat

90 mg. Pada lensa dewasa berukuran 9 mm ekuator dan 5 mm anteroposterior serta

memiliki berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring usia.

Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut bertambah, sehingga semakin tua

usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang semakin bertambah. Namun, indeks

refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini mungkin dikarenakan adanya

partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka, lensa yang menua dapat menjadi

lebih hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan faktor-faktor yang

berperan.

Kapsula lensa

Kapsula lensa memiliki sifat yang elastis, membran basalisnya yang transparan

terbentuk dari kolagen tipe IV yang ditaruh di bawah oleh sel-sel epitelial. Kapsula

terdiri dari substansi lensa yang dapat mengkerut selama perubahan akomodatif.

Page 4: Katarak Diabetik

Lapis terluar dari kapsula lensa adalah lamela zonularis yang berperan dalam

melekatnya serat-serat zonula. Kapsul lensa tertebal pada bagian anterior dan

posterior preekuatorial dan tertipis pada daerah kutub posterior sentral di mana m.

Kapsul lensa anterior lebih tebal memiliki ketipisan sekitar 2-4 dari kapsul posterior

dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan. Serat zonular Lensa disokong

oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis dari epitelium non-

pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-serat zonula ini memasuki

kapsula lensa pada regio ekuatorial secara kontinu. Seiring usia, serat-serat zonula

ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior yang tampak

sebagai bentuk segitiga pada potongan melintang dari cincin zonula.

Epitel lensa

Terletak tepat di belakang kapsula anterior lensa, lapisan ini merupakan lapisan

tunggal dari sel-sel epitelial. Sel-sel ini secara metabolik aktif dan melakukan semua

aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel ini

juga menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel-sel

epitelial aktif melakukan mitosis dengan aktifitas terbesar pada sintesis DNA

pramitosis yang terjadi pada cincin di sekitar anterior lensa yang disebut zona

germinativum. Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi menuju ekuator di mana

sel-sel ini melakukan diferensiasi menjadi serat-serat. Dengan sel-sel epitelial

bermigrasi menuju bow region dari lensa, maka proses differensiasi menjadi serat

lensa dimulai. Mungkin, bagian dari perubahan morfologis yang paling dramatis

Page 5: Katarak Diabetik

terjadi ketika sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa. Perubahan ini

terkait dengan peningkatan massa protein selular pada membran untuk setiap individu

sel-sel serat. Pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organel-organelnya, termasuk

inti sel, mitokondria, dan ribosom. Hilangnya organel-organel ini sangat

menguntungkan, karena cahaya dapat melalui lensa tanpa tersebar atau terserap oleh

organel-organel ini. Bagaimana pun, karena serat-serat sel lensa yang baru ini

kehilangan fungsi metaboliknya yang sebelumnya dilakukan oleh organel-organel ini,

kini serat lensa terganting dari energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis.

Korteks dan Nukleus

Tidak ada sel yang hilang dari lensa sebagaimana serat-serat baru diletakkan, sel-sel

ini akan memadat dan merapat kepada serat yang baru saja dibentuk dengan lapisan

tertua menjadi bagian yang paling tengah. Bagian tertua dari ini adalah nukleus fetal

dan embrional yang dihasilkan selama kehidupan embrional dan terdapat pada bagian

tengah lensa. Bagian terluar dari serat adalah yang pertama kali terbentuk dan

membentuk korteks dari lensa.

Peningkatan Protein-protein yang Tidak Larut Air Seiring Usia. Tergantung dari

kelarutan dalam air, sebuah hipotesis memperkirakan bahwa seiring dengan

berjalannya waktu, protein lensa menjadi tidak larut air dan beragregasi untuk

membentuk partikel-partikel yang sangat besar yang dapat memecahkan cahaya yang

akhirnya mengakibatkan kekeruhan lensa. Beberapa peneliti berusaha untuk

Page 6: Katarak Diabetik

mengkaitkan prosentase yang lebih tinggi terhadap protein tidak larut air ini dengan

peningkatan kekeruhan lensa, tetapi hipotesis ini masihlah kontroversial. Haruslah

diperhatikan bahwa fraksi protein tak larut air meningkat dengan waktu sekalipun

lensa masih tetap jernih. Konversi protein larut air menjadi tak larut air tampak

sebagai proses yang normal pada maturasi serat lensa, tetapi dapat menjadi lebih

cepat hingga berlebih pada lensa katarak tertentu.

Pada katarak dengan pencoklatan nukleus lensa (katarak brunesen),

peningkatan kadar protein tak larut air berkorelasi dengan derajat kekeruhan. Pada

katarak brunesen yang jelas, sebanyak 90% protein inti adalah tak larut air.

Perubahan-perubahan terkait dengan oksidasi juga terjadi termasuk protein-protein

dan formasi ikatan disulfida protein-glutation, penurunan glutation terreduksi dan

peningkatan glutation disulfida. Methionin terkait membran dan sistein juga ikut

teroksidasi. Pada lensa yang muda, kebanyakan protein tak larut dapat larut dalam

urea. Dengan usia dan secara nyata pembentukan katarak brunesen, protein inti

menjadi tidak larut dalam urea. Sebagai tambahan pada peningkatan ikatan disulfida,

protein-protein inti ini berikatan silang dengan ikatan-ikatan non disulfida. Fraksi

protein tak larut ini mengandung protein kuning-coklat yang ditemukan dalam

konsentrasi yang tinggi pada katarak nuklear.

Penurunan Konsentrasi Protein Lensa Seiring Usia. Sekali pun usia membawa

penurunan secara alami dari jumlah protein absolut dalam lensa, reduksi ini tampak

semakin jelas pada katarak. Sebagaimana disebutkan pada permulaan, prosentase

protein larut juga menurun, dari sekitar 81% pada lensa tranparan dewasa hingga

Page 7: Katarak Diabetik

51,4% pada lensa katarak. Hilangnya protein dari lensa mungkin dikarenakan

lolosnya kristalin intak melalui kapsula lensa. Peneliti telah menemukan bahwa, pada

katarak kortikal, kadar kristalin alpha dan gamma dalam aqueous humor meningkat,

pada katarak nuklear, kadar kritalin alpha meningkat sedangkan kristalin gamma

menurun.

Keseimbangan Air dan Kation Lensa.

Aspek fisiologi terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur

keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga kejernihan

lensa. Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan

makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa.

Telah ditentukan bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit bukanlah

gambaran dari katarak nuklear. Pada katarak kortikal, kadar air meningkat secara

bermakna.

Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein dan perubahan

ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa menjadi

lebih terhidrasi daripada nukleus lensa. Sekitar 5% volume lensa adalah air yang

ditemukan diantara serat-serat lensa di ruang ekstraselular. Konsentrasi natrium

dalam lensa dipertahankan pada 20mM dan konsentrasi kalium sekitar 120 mM.

Page 8: Katarak Diabetik

Kadar natrium dan kalium disekeliling aqueous humor dan vitrous humor cukup

berbeda; natrium lebih tinggi sekitar 150 mM di mana kalium sekitar 5 mM.

Epitelium Lensa

Tempat Transport Aktif

Lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion kalium (K+) dan asam amino

yang lebih tinggi dari aqueous dan vitreus di sekelilingnya. Sebaliknya, lensa

mengandung kadar ion natrium (Na+) ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari

lingkungan sekitarnya. Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah

hasil dari kemampuan permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktifitas dari pompa

(Na+, K+-ATPase) yang terdapat pada membran sel dari epitelium lensa dan setiap

serat lensa. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar

dari dan menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini tergantung dari pemecahan

ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase. Keseimbangan ini mudah sekali

terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase ouabain. Inhibisi dari Na+, K+-ATPase

akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan meningkatnya kadar air

dalam lensa. Walaupun Na+, K+-ATPase terhambat pada perkembangan katarak

kortikal masih belum jelas, beberapa studi telah menunjukkan penurunan aktifitas

Na+, K+-ATPase, sedangkan yang lainnya tidak tidak menunjukkan perubahan apa

pun. Dan studi-studi lain telah memperkirakan bahwa permeabilitas membran

meningkat seiring dengan perkembangan katarak.

Page 9: Katarak Diabetik

Teori Kebocoran Pompa

Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas membran seringkali

dihubungkan dengan sistem kebocoran pompa pada lensa. Menurut teori ini, kalium

dan molekul-molekul lainnya seperti asam-asam amino secara aktif ditransport ke

anterior lensa melalui epitelium. Kemudian berdifusi keluar dengan gradien

konsentrasi melalui belakang lensa di mana tidak ada sistem transport aktif.

Kebalikannya, natrium mengalir melalui belakang lensa dengan sebuah gradien

konsentrasi yang kemudian secara aktif diganti dengan kalium melalui epitelium.

Sebagai pendukung teori ini, gradien anteroposterior ditemukan untuk kedua ion:

kalium terkonsentrasi pada anterior lensa, dan natrium pada bagian posterior lensa.

Kondisi seperti pendinginan yang menginaktifasi pompa enzim tergantung energi

juga mengganggu gradien ini. Kebanyakan aktifitas dari Na+, K+-ATPase ditemukan

dalam epitelium lensa. Mekanisme transport aktif akan hilang jika kapsul dan epitel

yang menempel dilepaskan dari lensa, tetapi tidak terjadi jika hanya kapsul saja yang

dilepaskan melalui degradasi enzimatik dengan kolagenase. Temuan-temuan ini

mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa epitel adalah tempat primer untuk

transport aktif pada lensa. Natrium dipompakan keluar menuju aqueous humor dari

dalam lensa, dan kalium masuk dari aqueous humor ke dalam lensa. Pada permukaan

posterior lensa (lensa-vitreus), perpindahan solut terjadi secara difusi pasif.

Rancangan asimetris ini bermanifestasi dalam gradien natrium dan kalium sepanjang

Page 10: Katarak Diabetik

lensa dengan konsentrasi kalium lebih tinggi pada depan lensa dan lebih rendah di

belakang lensa. Dan kebalikannya konsentrasi natrium lebih tinggi di belakang lensa

daripada di depan. Banyak dari difusi-difusi ini terjadi pada lensa melalui sel ke sel

dengan taut antar sel resistensi rendah.

Keseimbangan kalsium juga penting untuk lensa. Kadar normal intrasel dari

kalsium dalam lensa adalah sekitar 30 mM di mana kadar kalsium di M Besarnya

gradien transmembran kalsium dipertahankanluar mendekati 2 secara primer oleh

pompa kalsium (Ca2+-ATPase). Membran sel lensa juga secara relatif tidak

permeabel terhadap kalsium. Hilangnya homeostasis kalsium akan sangat

mengganggu metabolisme lensa. Peningkatan kadar kalsium dapat berakibat pada

beberapa perubahan meliputi tertekannya metabolisme glukosa, pembentukan agregat

protein dengan berat molekul tinggi dan aktivasi protease yang destruktif.

Transport membran dan permeabilitas juga termasuk perhitungan yang

penting pada nutrisi lensa. Transport aktif asam-asam amino mengambil tempat pada

epitel lensa dengan mekanisme tergantung pada gradien natrium yang dibawa oleh

pompa natrium. Glukosa memasuki lensa melalui sebuah proses difusi terfasilitasi

yang tidak secara langsung terhubung oleh sistem transport aktif. Hasil buangan

metabolisme meninggalkan lensa melalui difusi sederhana. Berbagai macam

substansi seperti asam askorbat, myo-inositol dan kolin memiliki mekanisme

transport yang khusus pada lensa.

Page 11: Katarak Diabetik

KATARAK SENILIS

Katarak senilis adalah penyakit gangguan penglihatan yang dicirikan oleh penebalan

yang berjalan secara lambat dan progresif. Ini adalah penyebab utama dari kebutaan

di dunia saat ini. Namun tidak begitu adanya, mengingat morbiditas visual ini dibawa

oleh katarak terkait usia yang reversibel. Dengan deteksi dini, pengamatan seksama

dan waktu intervensi bedah dapat dilakukan untuk katarak senilis dan tatalaksananya.

Perkins (1984) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa katarak lebih sering

dijumpai pada wanita daripada pria.

Patofisiologi Katarak Senilis

Patofisiologi dibalik katarak senilis adalah kompleks dan perlu untuk dipahami. Pada

semua kemungkinan, patogenesisnya adalah multifaktorial yang melibatkan interaksi

kompleks antara proses fisiologis yang bermacam-macam. Sebagaimana lensa

berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus meningkat sedangkan daya

akomodasi terus menurun. Dengan lapisan-lapisan kortikal yang baru ditambahkan

dalam pola konsentrik, nukleus sentral tertekan dan mengeras pada sebuah proses

yang disebut sklerosis nuklear.

Bermacam mekanisme memberikan kontribusi pada hilangnya kejernihan lensa.

Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring dengan pertambahan usia,

secara khusus melalui penurunan densitas epitelial dan differensiasi abberan dari sel-

sel serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa katarak mengalami kematian apoptotik

yang rendah di mana menyebabkan penurunan secara nyata pada densitas sel,

Page 12: Katarak Diabetik

akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan

pembentukan serat lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya

kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa, penurunan ratio

air dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel

pada nucleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan

transport air, nutrien dan antioksidan. Sen, dkk (2008) melakukan penelitian dengan

mengukur kadar homosistein plasma, folat dan vitamin B12 pada penderita katarak

senilis. Ia mendapatkan hasil turunnya kadar folat jika dibandingkan dengan kontrol

(p<0,001). Penelitian ini didasarkan pada pemikiran peningkatan kadar homosistein

yang terlihat pada berbagai macam penyakit mata seperti exfoliation syndrome,

glaukoma, dan katarak. Di mana telah diusulkan bahwa homosistein adalah oksidan

yang penting dalam patogenesis perlukaan sel-sel endotelial dan penyakit

atherosklerotik vaskular. Vitamin B12 dan folat terlibat dalam metabolisme metilasi

homosistein menjadi metionin. Sen dkk menyimpulkan peningkatan plasma

homosistein terkait dengan menurunnya kadar plasma dari folat dan vitamin B12 di

mana sangat mungkin mejadi akar permasalahan penyebab dari patogenesis katarak.

Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa pada pertambahan usia terjadi yang

mengarahkan pada perkembangan katarak senilis. Berbagai macam studi

menunjukkan peningkatan produk oksidasi (contohnya glutation teroksidasi) dan

penurunan vitamin antioksidan serta enzim superoksida dismutase yang menggaris-

bawahi peranan yang penting dari proses oksidatif pada kataraktogenesis.

Page 13: Katarak Diabetik

Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa dengan

berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul tinggi larut air,

fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil perubahan protein

menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks refraksi lensa, menyebarkan jaras-

jaras cahaya dan menurunkan kejernihan. Area lain yang sedang diteliti meliputi

peran dari nutrisi pada perkembangan katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa

dan mineral serta vitamin.

Katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk utama; katarak

nuklear, katarak kortikal, dan katarak subkapsular posterior. Katarak nuklear

merupakan hasil dari sklerosis nuklear yang berlebih dan penguningan dengan

konsekuensi pembentukan opasitas lentikular sentral. Pada beberapa keadaan,

nukleus dapat menjadi sangat padat dan coklat, yang disebut sebagai katarak

brunesen. Perubahan katarak komposisi ionik pada korteks lensa dan perubahan

hidrasi pada serat lensa menghasilkan katarak kortikal. Pembentukan kekeruhan

seperti plak dan granular terjadi pada korteks sub-kapsular posterior yang seringkali

mengarah pada katarak sub kapsular

Page 14: Katarak Diabetik

DIABETES DAN KATARAK

Metabolisme Karbohidrat pada Lensa

Tujuan utama dari metabolisme lensa adalah untuk mempertahankan

kejernihannya. Pada lensa, energi yang diperoleh bergantung pada metabolisme

glukosa. Glukosa memasuki lensa dari aqueous baik melalui difusi sederhana dan

melalui difusi terfasilitasi. Kebanyakan glukosa ditranportasi ke dalam lensa dalam

bentuk terfosforilasi (Glukosa 6 fosfat =G6P) oleh enzim heksokinase. Reaksi ini

adalah 70-1000 kali lebih lambat dari enzim-enzim lainnya yang terlibat dalam proses

glikolisis lensa dan kecepatan terbatas pada lensa. Ketika terbentuk, G6P memasuki

satu dari dua jalur metabolisme: glikolisis anaerobik atau heksosa monofosfat shunt

(HMP shunt).

Jalur yang lebih aktif dari antara kedua metabolisme ini adalah glikolisis

anaerobik yang menyediakan ikatan fosfat energi tinggi terbanyak yang dibutuhkan

untuk metabolisme lensa. Fosforilasi terkait substrat dari ADP menjadi ATP terjadi

pada dua langkah sepanjang jalan menuju laktat. Langkah dengan kecepatan yang

terbatas pada jalur glikolitik sendiri ada pada tahap enzim fosfofruktokinase yang

diatur melalui umpan balik oleh produk metabolik dari jalur glikolitik. Jalur ini lebih

sedikit efisiensinya dibandingkan dengan glikolisis aerobik yang menghasilkan 36

molekul ATP dari setiap molekul glukosa yang dimetabolisme dalam siklus asam

sitrat (metabolisme oksidatif). Karena tekanan oksigen yang rendah dalam lensa,

hanya sekitar 3% dari glukosa lensa yang melewati siklus asam sitrat Krebs untuk

Page 15: Katarak Diabetik

memproduksi ATP; bagaimana pun, walau hanya dengan metabolisme aerobik yang

rendah ini menghasilkan 25% dari ATP lensa.

Bahwa lensa tidak tergantung pada oksigen telah didemonstrasikan dengan

kemampuannya untuk menjaga metabolisme normal dalam lingkungan nitrogen.

Dengan diberikan sejumlah glukosa, lensa in vitro yang anoksik tetap jernih dan utuh,

memiliki kadar normal dari ATP serta mempertahankan aktivitas pompa asam amino

dan ion. Bagaimana pun, ketika glukosa menurun atau kekurangan, lensa tidak dapat

mempertahankan fungsi-fungsi ini dan menjadi keruh pada beberapa jam sekalipun

terdapat oksigen.

Jalur yang kurang aktif untuk utilisasi G6P dalam lensa adalah heksosa

monofosfat shunt (HMP shunt), yang dikenal juga dengan istilah jalur pentosa

monofosfat. Sekitar 5% dari glukosa lensa dimetabolisme melalui jalur ini sekalipun

jalur ini distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa. Aktifitas HMP shunt lebih tinggi

pada lensa dibandingkan dengan jaringan lain dalam tubuh namun perannya masih

belum bisa ditetapkan. Sebagaimana pada jaringan lain, dapat menghasilkan NADPH

(sebuah bentuk terreduksi dari nicotinamide-adenine dinucleotide phosphate

(NADP)) untuk biosintesis asam lemak dan biosintesis ribosa untuk nukleotida. Juga

dihasilkan pula NADPH untuk aktifitas glutation reduktase dan aldose reduktase

dalam lensa. Produk karbohidrat dari HMP shunt memasuki jalur glikolisis dan

dimetabolisme menjadi laktat. Aldose reduktase adalah enzim kunci pada jalur lain

Page 16: Katarak Diabetik

metabolisme karbohidrat pada lensa, yaitu jalur sorbitol. Enzim ini telah ditemukan

memainkan peranan yang penting dalam pembentukan katarak “gula”.

Sebagaimana ditekankan sebelumnya, reaksi heksokinase memiliki

keterbatasan dalam memfosforilasi glukosa dalam lensa dan dihambat oleh

mekanisme umpan balik dari produk glikolisis. Maka, ketika kadar glukosa

meningkat dalam lensa sebagaimana terjadi pada keadaan hiperglikemia, jalur

sorbitol teraktifasi lebih daripada glikolisis dan terjadi akumulasi dari sorbitol.

Sorbitol dimetabolisme menjadi fruktosa oleh enzim polyol dehidrogenase.

Sayangnya enzim ini memilii affinitas yang rendah yang berarti sorbitol akan

terakumulasi sebelum mengalami metabolisme labih lanjut. Karakteristik ini,

dikombinasikan dengan kurangnya permeabilitas lensa terhadap sorbitol berakhir

dengan retensi sorbitol dalam lensa. Tingginya rasio NADPH/NADH mendorong

reaksi ke arah tersebut, akumulasi dari NADP yang terjadi sebagai konsekuensi

teraktivasinya jalur sorbitol dapat menyebabkan stimulasi HMP shunt yang terjadi

pada peningkatan glukosa lensa. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, stress oksidatif

yang terjadi pada diabetes terkait dengan penurunan kadar glutation dan penurunan

kadar NADPH, dengan demikian peningkatan sorbitol dehidrogenase terkait dengan

terganggunya kadar NAD+ yang bermanifestasi sebagai modifikasi protein oleh

glikosilasi non-enzimatik pada protein lensa. Penelitian yang dilakukan oleh Murya,

dkk (2006) menunjukkan bahwa kadar Katalase pada pasien dengan katarak diabetik

16,42 unit/ml sedangkan pada katarak senilis 57,27 unit/ml. Kadar Superoksida

dismutase pada katarak diabetik 9,19 unit/ml dan kadarnya pada katarak senilis

Page 17: Katarak Diabetik

adalah 25,30 unit/ml. Penelitian ini menyimpulkan penurunan kadar superoksida

dismutase dan katalase yang lebih rendah secara nyata dan bermakna pada pasien

dengan katarak diabetik dibandingkan dengan katarak senilis. Maurya menyimpulkan

peran dari enzim-enzim antioksidan yang penting dalam melindungi jaringan dari

perusakan oksidatif serta stress oksdatif termasuk faktor penting yang berperan dalam

patogenesis katarak diabetik. Penggunaan antioksidan akan menghambat atau

mencegah pembetukan katarak.(13) Sejalan dengan sorbitol, fruktosa juga terbentuk

pada lensa dengan kadar tinggi glukosa. Bersamaan, kedua gula tersebut

meningkatkan tekanan osmotik di dalam lensa dan menarik air. Pada mulanya pompa

tergantung energi pada lensa mampu mengkompensasi, tetapi akhirnya kemampuan

tersebut terlewati. Hasilnya adalah pembengkakan serat, rusaknya arsitektur

sitoskeletal normal dan kekeruhan lensa.

Diabetes Mellitus dan Katarak

Diabetes Mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan

amplitudo akomodatifnya. Dengan peningkatan kadar gula darah, juga diikuti dengan

kadar glukosa pada aqueous humor. Karena kadar glukosa darah yang meningkat

pada aqueous humor dan glukosa masuk ke dalam lensa melalui difusi, kadar glukosa

dalam lensa akan meningkat. Beberapa molekul glukosa akan diubah menjadi sorbitol

oleh enzim aldose reduktase yang tidak dimetabolisme namun menetap di dalam

lensa.

Page 18: Katarak Diabetik

Bersama dengan itu, tekanan osmotik akan menyebabkan influks dari air ke dalam

lensa yang menyebabkan pembengkakan dari serat-serat lensa. Keadaan hidrasi

lentikular dapat mempengaruhi kemampuan/kekuatan refraksi lensa. Pasien dengan

diabetes dapat menunjukkan perubahan kekuatan refraksi berdasarkan perubahan

pada kadar glukosa darah yang dialami. Perubahan miopik akut dapat

mengindikasikan diabetes yang tidak terdiagnosa atau diabetes yang tidak terkontrol.

Seorang dengan diabetes memiliki amplitudo akomodasi yang menurun dibandingkan

dengan kontrol pada usia yang sama, dan presbiopia dapat terjadi pada usia yang

lebih muda pada pasien dengan diabetes jika dibandingkan dengan yang tidak

mengalaminya. Bukti-bukti eksperimental memperkirakan bahwa glikosilasi dari

protein lensa terlibat dalam proses pembentukan katarak. Glikosilasi dari protein

lensa, di mana glukosa atau gula-gula terreduksi lainnya bereaksi dengan grup e-

amino dari residu lisin atau amino terminal dari protein yang mengakibatkan

pembentukan basa schiff. Basa schiff ini akan mengalami perombakan secara

Amadori melalui reaksi Maillard yang akan menghasilkan ketoamin yang lebih stabil

dari produk Amadori (produk glikosilasi awal). Pada tahap akhir, produk Amadori

mengalami dehidrasi dan perombakan kembali untuk membentuk lintas silang antara

protein terkait, menghasilkan agregat protein atau Advanced Glycocylated End

Products (AGEs).(11) Jansirani (2004) melakukan eksperimen dengan

mengumpulkan nukleus-nukleus lensa dari setiap operasi ECCE (Extra Capsular

Cataract Extraction) dengan membandingkan kadar glukosa, protein dan protein

terglikosilasi antara dua populasi; katarak senilis dengan diabetes, dan katarak senilis

Page 19: Katarak Diabetik

non-diabetik dari berbagai stadium. Dan hasil yang ditemukan adalah kadar protein

terglikosilasi tertinggi ditemukan pada katarak senilis hipermatur (p<0,01) ketika

dibandingkan dengan katarak tipe lainnya termasuk dengan yang diabetik. Jansirani

dkk menyimpulkan bahwa kadar glukosa yang tinggi bukanlah satu-satunya faktor

penentu dalam glikosilasi protein lensa.

Katarak adalah penyebab tersering dari gangguan penglihatan pada pasien dengan

diabetes. Sekali pun terdapat dua tipe dari katarak yang telah ditemukan, pola-pola

yang lain dapat pula dijumpai. Katarak diabetik sejati, atau snowflake cataract, terdiri

dari perubahan bilateral tersebar pada subkapsular lensa secara tiba-tiba, dan progresi

akut yang secara tipikal terdapat pada usia muda dengan diabetes mellitus yang tidak

terkontrol. Kekeruhan multipel abu-abu putih subkapsular dengan penampilan seperti

serpihan-serpihan salju terlihat pada korteks anterior superfisial dan korteks posterior

lensa. Vakuol-vakuol dapat tampak pada kapsula lensa dan celah-celah terbentuk

pada korteks. Intumesensi dan maturitas dari katarak kortikal akan mengikuti

setelahnya. Para peneliti percaya bahwa perubahan metabolik yang mendasari terkait

dengan katarak diabetik sejati pada manusia sangat dekat sekali dengan katarak

sorbitol yang dipelajari pada binatang percobaan. Sekalipun katarak diabetik sejati

jarang sekali ditemukan pada praktek klinis saat ini, segala macam bentuk maturitas

progresif dari katarak bilateral kortikal pada anak atau dewasa muda harus

mengingatkan para dokter akan kemungkinan diabetes mellitus. Resiko tinggi pada

katarak terkait usia pada pasien dengan diabetes dapat merupakan akibat dari

akumulasi sorbitol dalam lensa, perubahan hidrasi lensa, dan peningkatan glikosilasi

Page 20: Katarak Diabetik

protein pada lensa diabetik. Klein, dkk menyimpulkan dalam penelitiannya, bahwa

diabetes mellitus terkait dengan insidens selama dari 5 tahun dari katarak kortikal dan

subkapsular posterior dan dengan progresi dari beberapa kekeruhan minor kortikal

dan subkapsular posterior lensa. Perubahan-perubahan ini terkait dengan kadar

glukosa darah. Sedangkan Perkins (1984) mendapatkan selisih prosentase sedikit

lebih banyak pada subkapsular posterior dengan diabetes sebanyak 11,3% dan 11%

pada non-diabetik

Page 21: Katarak Diabetik

KESIMPULAN

Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya kernih dan bening

menjadi keruh. Pada dasarnya katarak dapat terjadi karena proses kongenital atau

karena proses degeneratif. Proses degeneratif pada lensa disebut juga katarak senilis

yang dibagi menjadi empat stadium; Insipien, Immatur, Matur dan Hipermatur.

Begitu banyak yang faktor yang mempengaruhi timbulnya katarak ini, diabetes

adalah salah satu faktor penyakit sistemik yang mempercepat proses timbulnya

katarak ini.

Dasar patogenesis yang melandasi penurunan visus pada katarak dengan diabetes

adalah teori akumulasi sorbitol yang terbentuk dari aktifasi kalur polyol pada keadaan

hiperglikemia yang mana lebih lanjut akumulasi sorbitol dalam lensa akan menarik

air kedalam lensa sehingga terjadi hidrasi lensa yang merupakan dasar patofisiologi

ternetuknya katarak. Dan yang kedua adalah teori glikosilasi protein, dimana adanya

AGE akan mengganggu struktur sitoskeletal yang dengan sendirinya akan berakibat

pada turunnya kejernihan lensa. Operasi katarak dengan diabetes bukanlah suatu

kontraindikasi jika terdapat retinopati diabetik non-proliferatif. Didasarkan dari

penelitian-penelitian yang ada, didapatkan bahwa teknik fakoemulsifikasi

memberikan hasil yang lebih baik dengan komplikasi post operasi yang lebih kecil.

Pada adanya retinopati diabetik lanjut, pasien perlu dijelaskan akan kemungkinan

hasil postoperasi yang tidak optimal.

Page 22: Katarak Diabetik
Page 23: Katarak Diabetik

DAFTAR PUSTAKA

PERKENI.Konsensus dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.

Jakarta.2006

Wild Sarah, Roglic Gojka.Global Prevalence of Diabetes. Diabetes Care.2004;

volume 27: 1047-1053.

Suyono,dkk. Diabetes Melitus di Indonesia, dalam: Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam.

Edisi keempat jilid III. Balai Penerbit FK UI,Jakarta.2006.

Ilyas Sidarta. Mata Tenang Penglihatan Menurun, dalam : Penuntun IlmuPenyakit

Mata. Edisi ke tiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta.2008; h. 142-143.

Votey Scott, Peters Anne. Diabetes Mellitus Type 2. Emedicine Specialties. 2010.

Wong Jencia, Molyneaux L. Timing is Everthing: Age of Onset Influence

Long Term Retinopathy Risk in Type 2 Diabetes, Independent of

Tradisional Risk Faktors. Diabetes Care. 2008; Volume 31:1985-1990.

Cheng Y, Gregg E. Assosiation of A1c and Fasting plasma Glukose Level With

Diabetic retinopathy Prevalence. Diabetes care. 2009;volume 32:2027-

2032.