katalis eterifikasi gliserol berbasis poli (asam … · sebagai katalis eterifikasi. beberapa...

33
KATALIS ETERIFIKASI GLISEROL BERBASIS POLI(ASAM STIRENA SULFONAT) DARI LIMBAH STYROFOAM ILHAM DITAMA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: dangkhanh

Post on 07-Mar-2019

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KATALIS ETERIFIKASI GLISEROL BERBASIS POLI–

(ASAM STIRENA SULFONAT) DARI LIMBAH STYROFOAM

ILHAM DITAMA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Katalis Eterifikasi

Gliserol Berbasis Poli–(asam stirena sulfonat) dari Limbah Styrofoam adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Ilham Ditama

NIM G44090034

ABSTRAK

ILHAM DITAMA. Katalis Eterifikasi Gliserol Berbasis Poli–(asam stirena

sulfonat) dari Limbah Styrofoam. Dibimbing oleh MOHAMMAD KHOTIB dan

MUHAMAD FARID.

Salah satu pemanfaatan limbah styrofoam adalah mengonversinya menjadi

poli–(asam stirena sulfonat) (PSSA) yang berfungsi sebagai katalis. Tujuan

penelitian ini adalah mendapatkan PSSA yang mampu mengkatalisis reaksi

eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol. Limbah styrofoam dikonversi menjadi

PSSA menggunakan pereaksi H2SO4 98% (sebagai sumber sulfonat) dan P2O5

(sebagai katalis sulfonasi) pada suhu 40 °C selama 6 jam. Katalis PSSA dicirikan

berdasarkan gugus fungsi, kadar sulfonat, daya serap air, dan stabilitas termal.

Sintesis PSSA menghasilkan rendemen 40-55%. Keberhasilan sulfonasi

polistirena ditunjukkan oleh keberadaan serapan inframerah gugus fungsi –SO3H

pada bilang gelombang 1157.29 cm-1

. Eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol

menggunakan katalis PSSA berlangsung pada kondisi reaksi suhu 110 °C selama

12 jam, menghasilkan konversi produk mono–benzil gliserol eter sebesar 8.10%,

1,3–dibenzilgliseroleter sebesar 2.60%, dan dibenzil eter sebesar 9.80%, sehingga

PSSA dapat digunakan sebagai katalis eterifikasi.

Kata kunci: benzil alkohol, eterifikasi, gliserol, polistirena, pssa

ABSTRACT

ILHAM DITAMA. Glycerol Etherification Catalyst Based Poly–(Sulfonate

Styrene Acid) of Styrofoam Waste. Supervised by MOHAMMAD KHOTIB and

MUHAMAD FARID.

Styrofoam waste can be converted to poly–(sulfonate styrene acid) (PSSA)

that can be used as catalyst. The objective of this research is to get PSSA that can

catalyze the etherification of glycerol and benzyl alcohol. The styrofoam waste

was converted to PSSA by reacting with H2SO4 98% (as sulfonation agent) and

P2O5 (as sulfonation catalyst) at 40 °C for 6 hours. Characterizations of PSSA

included functional groups, sulfonation levels, water swelling, and thermal

stability. The yield of PSSA was 40-55%. The success of sulfonated polystyrene

was shown by –SO3H group absorption at 1157.29 cm-1

. Etherification of glycerol

and benzyl alcohol using PSSA catalyst was conducted at 110 °C for 12 hours.

The conversion in producing mono–benzyl ether glycerol was 8.10%, 1,3–

dibenzyletherglycerol 2.60%, and dibenzyl ether 9.80%. Therefore, the PSSA can

be used as etherification catalyst.

Key words: benzyl alcohol, etherification, glycerol, polystyrene, PSSA

1

PENDAHULUAN

Styrofoam atau Polistirena merupakan jenis polimer yang banyak digunakan

dalam kehidupan sehari–hari, baik di rumah, kantor, tempat perbelanjaan, dan

kafetaria yang biasanya pemanfaatan polistirena ini dalam bentuk plastik atau

styrofoam untuk tempat makanan dan minuman (Deperindag 2007). Kandungan

polistirena dalam foam adalah 90-95% polistirena, 5-10% gas n-pentana, dan n-

butana. Polistirena foam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus

dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai

bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara. Namun dibalik

itu semua, styrofoam ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan. Komponen

styrofoam dapat menimbulkan kerusakan pada sumsum tulang belakang,

menimbulkan anemia, dan mengurangi produksi sel darah merah hingga

meningkatkan resiko kanker (Hendrana et al. 2007). Di Indonesia, komposisi

limbah berubah secara gradual sepanjang waktu. Berdasarkan data badan pusat

statistika (BPS) (2001), komposisi limbah padat khususnya styrofoam mencapai

11% dan akan mengalami peningkatan sebesar 15% pada tahun 2007. Untuk

mengurangi bertambahnya limbah styrofoam, dilakukannya proses pemanfaatan

atau konversi terhadap limbah styrofoam tersebut. Salah satunya akan

memanfaatkan limbah styrofoam menjadi katalis asam, yaitu poli–(asam stirena

sulfonat) (PSSA).

Poli–(asam stirena sulfonat) telah dimanfaatkan khususnya di bidang

perindustrian, beberapa di antaranya sebagai bahan penukar ion, membran

osmosis reversibel, ultrafiltrasi, dan pemelastis komposit konduktif (Martins et al.

2003). Pemanfaatan PSSA yang dilakukan pada penelitian ini akan digunakan

sebagai katalis eterifikasi. Beberapa contoh katalis eterifikasi yang telah

digunakan, yaitu hiflon, asam sulfonat, asam p-toluena sulfonat, amberlite, dan

lain–lain. Dikarenakan karakteristik dari PSSA yang bersifat asam, diduga

memiliki kesamaan sifat dengan katalis amberlite yang dapat digunakan dalam

proses eterifikasi. Dalam proses pembuatan katalis PSSA, styrofoam akan

mengalami proses sulfonasi oleh agen pensulfonasinya.

Salah satu proses eterifikasi yang bermanfaat di bidang energi adalah

pembuatan gliserol eter yang berfungsi sebagai zat aditif bahan bakar. Gliserol

merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam perkembangan

industri obat–obatan, makanan, kosmetik, pelumas, tembakau, dan lain–lain.

Industri ini memerlukan gliserin yang murni untuk proses industrinya. Gliserol

(1,2,3-propanatriol) atau disebut juga gliserin merupakan senyawa alkohol

trihidrat yang berwujud cairan jernih, higroskopis, kental, dan terasa manis

(Soares et al. 2006). Penelitian mengenai gliserol eter telah dilakukan oleh

beberapa peneliti dengan pemanfaatan yang berbeda–beda dari hasil gliserol eter

yang diperoleh. Beberapa di antaranya digunakan sebagai biofuel, komponen

biodiesel, oxygenate fuel, dan lain sebagainya. Penelitian ini bertujuan

mendapatkan poli–(asam stirena sulfonat) dari limbah styrofoam yang mampu

mengkatalisis reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol. Hasil yang

diharapkan dari reaksi eterifikasi ini, terbentuknya produk gliserol eter yang

berfungsi sebagai zat aditif bahan bakar.

2

METODE

Metode penelitian dibagi menjadi dua bagian, diawali dengan melakukan

preparasi PSSA serta pencirian PSSA dan setelah itu pengaplikasian katalis

tersebut ke dalam reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol. Bagan alir

penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Bahan

Bahan–bahan yang digunakan adalah styrofoam, asam sulfat 98%, fosfor

pentaoksida, etil asetat, akuades, HCl, NaOH, asam oksalat, indikator fenolftalein,

gliserol, dan benzil alkohol (semua berbahan Pro Analysis dari perusahaan

Merck).

Alat

Alat–alat yang digunakan adalah spektrofotometer inframerah transformasi

fourier (FTIR) Shimadzu Prestige 21, Shimadzu DTG-60H, TA-60WS, FC-60A,

gas chromatograph Shimadzu 17A, dan GC Agilent 6890EN yang ditandem

dengan MS Agilent 5973 (GCMS).

Preparasi PSSA (modifikasi dari Bozkurt 2005)

Sintesis PSSA dilakukan dengan mereaksikan 70 mL asam sulfat 98%

dengan 15 g P2O5 ke dalam labu leher tiga 500 mL secara perlahan sambil diaduk

menggunakan pengaduk magnetik. Campuran tersebut kemudian didinginkan

hingga mencapai suhu 40 °C. Sebanyak 1.5 g styrofoam dilarutkan dalam 10 mL

etil asetat. Larutan tersebut diambil dan diteteskan secara perlahan ke dalam

larutan asam yang sebelumnya telah dibuat. Reaksi dilakukan pada suhu konstan

berkisar antara suhu 40 °C dan suhu 45 °C selama 6 jam, kemudian reaksi

dihentikan dan didiamkan hingga suhu kembali 40 °C. Setelah itu, padatan PSSA

yang diperoleh dipisahkan dari larutan asam tersebut. PSSA kemudian dicuci

hingga mencapai pH normal air.

Pencirian PSSA

Identifikasi Gugus Fungsi

Identifikasi gugus fungsi PSSA dengan menggunakan FTIR Shimadzu

Prestige 21 pada bilangan gelombang antara 4000 dan 450 cm-1

dengan resolusi 8

cm-1

.

3

Uji Kadar Sulfonat (modifikasi dari Martins et al. 2007)

Kadar sulfonat PSSA ditentukan dengan cara titrasi untuk mengetahui

tingkat keberhasilan proses sulfonasi. Sebanyak 0.1 g PSSA direndam dengan 10

mL NaOH 1 N selama 3 hari. Selanjutnya dititrasi dengan HCl 0.1 N dan

digunakan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Titrasi dilakukan hingga terjadi

perubahan warna dari merah muda hingga tak berwarna. Standarisasi HCl

dilakukan menggunakan NaOH. Kadar sulfonat dapat ditentukan melalui

persamaan berikut:

% KS = Vterpakai × NHCl ×BESO3H

Bobot PSSA× 100%

Uji Daya Serap Air (Jung et al. 2004)

Daya serap air dilakukan dengan merendam 0.1 g PSSA ke dalam 200 mL

akuades selama 24 jam. Setelah itu, PSSA disaring dengan penyaring khusus dan

ditimbang kembali bobot PSSA setelah perendaman. Pengukuran dilakukan

secara triplo. Daya serap air dapat ditentukan melalui persamaan berikut:

% DSA = Bobotakhir

Bobotawal× 100%

Analisis Stabilitas Termal (Bozkurt 2005)

Sebanyak 6-10 mg PSSA dipanaskan dari suhu ruang sampai suhu 700 °C

pada laju nitrogen sekitar 10 °C/menit selama 50 menit menggunakan alat ukur

Shimadzu DTG-60H, TA-60WS, dan FC-60A (DTA/TGA).

Eterifikasi gliserol dan benzil alkohol (modifikasi dari Suriyaprapadilok dan

Kitiyanan 2011)

Eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol menggunakan katalis PSSA pada

radas sintesis berupa labu leher tiga 250 mL yang dilengkapi kondensor, penangas

minyak, dan sistem pengontrol suhu (Gambar 1). Sintesis gliserol eter diawali

dengan membuat campuran gliserol dan benzil alkohol dengan perbandingan mol

1:3 serta katalis sebesar ± 1%. Eterifikasi dilakukan pada suhu 110 °C dengan

pengadukan selama 24 jam. Keberhasilan eterifikasi gliserol dengan benzil

alkohol menggunakan katalis PSSA diamati pada waktu 0, 6, 8, 10, 12, 16, 20, 24

jam menggunakan kromatografi gas dengan detektor FID. Identifikasi senyawa

hasil eterifikasi gliserol ditentukan menggunakan GCMS pada suhu maksimum

300 °C, run time selama 40 menit, gas Helium, kolom kapiler HP-5MS dengan

tekanan 8.44 psi, laju awal sebanyak 1.00 mL/min, dan kecepatan rata–rata

sebesar 36 cm/detik.

Gambar 1 Radas sintesis eterifikasi

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis PSSA

Sintesis PSSA yang dibuat dari limbah styrofoam mengacu pada metode

Bozkurt (2005) dengan modifikasi pelarut serta waktu reaksi. Penelitian–

penelitian sebelumnya telah melakukan sintesis PSSA dengan pelarut,

pensulfonasi, suhu, dan waktu reaksi yang berbeda–beda (Tabel 1). Metode ini

dipilih karena adanya penggunaan katalis P2O5 yang dapat mempercepat proses

sulfonasi dibandingkan metode lain yang tidak menggunakan katalis serta

penggunaan asam sulfat 98% sebagai sumber sulfonat. Menurut Frantisek (2001),

penggunaan katalis homogen P2O5 di dalam proses sulfonasi polistirena akan

meningkatkan rendemen hingga 95% dan penggunaan suhu antara 70 °C dan 80

°C tanpa adanya bantuan katalis hanya akan menghasilkan rendemen sulfonasi

sebesar 30%. Modifikasi pelarut sikloheksana dengan pelarut etil asetat,

disebabkan oleh penggunaan pelarut etil asetat lebih bersifat ramah lingkungan

dan aman dibandingkan dengan pelarut sikloheksana dilihat dari nilai LC50

terhadap tikus, etil asetat lebih besar dari sikloheksana berturut-turut sebesar

36.7000-56.7000 g/m3 dan 32.8800 g/m

3 (SCOEL 2008). Modifikasi waktu reaksi

menjadi 6 jam dilakukan agar gugus sulfonat tersulfonasi dengan baik. Reaksi

pembentukkan PSSA dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 1 Metode sintesis poli–(asam stirena sulfonat)

Bahan Pelarut Katalis Pensulfonasi Suhu

( °C)

Waktu

(jam) Acuan

Polistirena CH2Cl2 - Asetil Sulfat 40 0.5 Martins et al.

2003

Polistirena Klorofom - H2SO4 85 2 Azimi 2011

Polistirena Sikloheksana P2O5 H2SO4 (98%) 40 0.5 Bozkurt 2005

Polistirena Dikloroetana - Asetil Sulfat 40 1/12–1/4

Kucera and Jancar

1996

Polistirena Etil asetat P2O5 H2SO4 (98%) 45 6 Metode yang

diguna kan

Gambar 2 Reaksi pembentukan poli–(asam stirena sulfonat) pada posisi

para-

5

Pembentukan gugus sulfonat (–SO3H) pada struktur polistirena diduga akan

masuk pada posisi orto- atau para- gugus benzena. Hal ini karena adanya gugus

alkil (–CH3) yang bersifat sebagai pendorong elektron sehingga lebih banyak

stabilitas resonans yang terjadi pada posisi tersebut.

Sintesis PSSA menghasilkan rendemen sebesar 40-55% (Tabel 2) dan hasil

tersebut cukup baik namun masih kurang maksimal. Hal ini mungkin disebabkan

kurangnya jumlah etil asetat yang digunakan dalam melarutkan styrofoam. Hasil

penelitian Buyukyagci (2004), persentase rendemen yang dihasilkan pada reaksi

sulfonasi polistirena sebesar 80%. Bentuk padatan dari PSSA yang dibuat dapat

dilihat pada Gambar 3.

Tabel 2 Rendemen sintesis poli–(asam stirena sulfonat)

PSSA

Bobot Reaktan (g) Bobot

PSSApercobaan

(g)

Bobot

PSSAteoritis

(g)

Rendemen

(%) P2O5 Styrofoam

1 76.3469 7.5838 6.3901 13.3445 48.00

2 30.0406 4.5028 3.2382 7.9232 41.00

3 30.0472 3.1741 2.8936 5.5852 52.00

Gambar 3 Poli–(asam stirena sulfonat)

Pencirian PSSA dari Limbah Styrofoam

Keberhasilan sintesis PSSA diidentifikasi melalui analisis gugus fungsi,

kadar sulfonat, daya serap air, dan stabilitas termal. PSSA yang diperoleh dari

limbah styrofoam memiliki serapan inframerah gugus fungsi –SO3H pada

bilangan gelombang 1250-1000 cm-1

. PSSA dianalisis menggunakan FTIR pada

bilangan gelombang 4000-450 cm-1

. Spektrum hasil FTIR (Gambar 4)

menunjukkan bahwa waktu dan suhu reaksi sangat berpengaruh terhadap

pembentukan gugus –SO3H.

6

Gambar 4 Spektrum FTIR (a) Polistirena dan (b) Poli–(asam stirena sulfonat)

Spektrum tersebut menunjukan bahwa polistirena yang dibuat telah

tersulfonasi dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari terbentuknya vibrasi ulur gugus

–SO3H PSSA pada bilangan gelombang 1157.29 cm-1

yang dibandingkan dengan

spektrum polistirena. Hasil ini sesuai dengan penelitian menurut Azimi (2012)

dan Jung et al. (2004) yang menjelaskan polistirena yang tersulfonasi ditandai

dengan adanya vibrasi O=S=O simetrik pada bilangan gelombang 1183 cm-1

.

Serapan inframerah pada bilangan gelombang 906.54 cm-1

mengindikasikan

gugus sulfonat berikatan pada cincin aromatik di posisi para- sedangkan posisi

orto- pada bilangan gelombang 759.95 cm-1

. Sesuai dugaan sebelumnya bahwa

proses sulfonasi dapat dipengaruhi oleh gugus alkil. Gugus alkil yang ditunjukkan

oleh rantai karbon utama pada polistirena merupakan gugus pengarah orto- dan

para- melalui aktivasi cincin benzena. Namun peluang penempelan gugus

sulfonat pada cincin benzena lebih besar terjadi pada posisi para- (Li et al. 2003).

Kadar sulfonat dalam PSSA berkaitan dengan terbentuknya gugus sulfonat,

dengan tujuan untuk mengetahui besarnya persentase gugus –SO3H yang ada pada

struktur polimer polistirena. Kadar sulfonat yang terkandung di dalam PSSA

sebesar 51–54% (Lampiran 3). Hasil yang diperoleh dari uji kadar sulfonat lebih

dari 50% dan dapat dikatakan bahwa lebih dari setengah struktur polistirena

terdapat gugus –SO3H pada benzena yang tersulfonasi dengan baik. Menurut

Nasef et al. (2000), derajat sulfonasi yang dihasilkan oleh polistirena sulfonat

sebesar 5–52% dan pada penelitian yang dilakukan oleh Apriliana (2012)

menghasilkan derajat sulfonasi polistirena sulfonat sebesar 35–48%.

Uji daya serap air dilakukan untuk mengukur banyaknya air yang terserap

oleh PSSA yang merupakan by product dari proses eterfikasi. Diperoleh

persentase daya serap air sebesar 1340–1820% (Lampiran 4). Semakin besar

persentase yang dihasilkan, semakin baik katalis PSSA dalam menyerap air.

Menurut Jung et al. (2004), semakin besar persentase derajat sulfonasi, semakin

besar persentase daya serap air yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan hasil dari

nilai kadar sulfonat dan daya serap air pada PSSA.

Stabilitas termal dari PSSA ditentukan menggunakan alat ukur DTA/TGA

yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5. Kurva TGA yang dihasilkan

menunjukkan PSSA mengalami dua tahap proses degradasi. Degradasi pertama

7

terjadi pada suhu 119.45 °C dan selanjutnya terdegradasi 100% pada suhu 438.25

°C. Hal ini berarti pada suhu antara 400 °C dan 420 °C merupakan suhu

maksimum PSSA dapat bertahan pada reaksi sulfonasi agar tidak terdegradasi

semua. Menurut Kim et al. (2007), menjelaskan bahwa penguraian termal PSSA

terjadi dalam dua kondisi pada suhu 200–500 °C. Kondisi pertama terjadi pada

suhu dari 100 sampai 280 °C, PSSA terdegradasi sebanyak 3–5% yang merupakan

kandungan air sehingga dikatakan PSSA bersifat higroskopis. Kondisi yang kedua

terjadi degradasi sempurna pada suhu antara 300 dan 400 °C. Kurva DTA pada

kedua kondisi secara berurut menghasilkan nilai tegangan sebesar -55.26 uV dan -

61.35 uV. Tanda negatif pada hasil tersebut menandakan bahwa proses sulfonasi

polistirena berlangsung secara eksotermik. Menurut Bozkurt (2005), reaksi

sulfonasi polistirena dengan agen pensulfonasi asam sulfat bersifat eksotermik.

Gambar 5 Termogram stabilitas termal poli–(asam stirena sulfonat)

Eterifikasi Gliserol

Reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol menggunakan katalis asam

dapat dilihat pada Gambar 6. Jumlah larutan gliserol dan benzil alkohol yang

digunakan dengan perbandingan mol 1:3 pada suhu 110 °C. Hal ini dimaksudkan

agar selama proses eterifikasi berlangsung, ketiga gugus OH pada gliserol akan

bereaksi semua dengan gugus OH pada benzil alkohol untuk membentuk produk

gliserol eter. Menurut Suriyaprapadilok dan Kitiyanan (2011), dengan

perbandingan mol benzil alkohol lebih besar dari mol gliserol akan meningkatkan

konversi gliserol eter.

8

0

10

20

30

40

50

60

Benzil

alkohol

Benzil

benzoat

Mono

benzil

gliserol

Eter

Dibenzil

gliserol eter

Dibenzil

eter

% A

rea

Senyawa

Gambar 6 Reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol (Camila et al. 2009)

Hasil eterifikasi kemudian dianalisis menggunakan alat GCMS pada rekasi

0 dan 12 jam (Lampiran 5). Data kromatogram yang diperoleh menunjukkan

adanya beberapa senyawa–senyawa dominan yang dihasilkan dalam reaksi

eterifikasi yang dapat ditunjukkan pada Lampiran 6. Gambar 7 menunjukkan

perubahan presentase area dari keenam senyawa tersebut. Benzil alkohol yang

digunakan sebagai pereaksi dalam proses eterifikasi ini hanya mengalami

penurunan persentase sebesar 20.37% (Lampiran 6). Hal ini berarti selama waktu

12 jam reaksi, hanya sedikit benzil alkohol yang bereaksi dengan gliserol.

Terbentuknya produk benzaldehida (Gambar 8) dan benzil benzoat (Gambar 8)

pada reaksi 0 jam mengindikasikan telah terjadi proses oksidasi pada senyawa

benzil alkohol yang kemudian senyawa dari hasil oksidasi tersebut bereaksi

kembali dengan benzil alkohol membentuk senyawa ester. Hal ini diduga larutan

benzil alkohol yang digunakan telah rusak oleh senyawa–senyawa pengotor

sehingga perlu untuk dilakukannya pemurnian terhadap larutan tersebut.

Gambar 7 Perubahan presentase area komponen selama 0 jam ( ) dan 12 jam ( )

Persentase penurunan benzil alkohol selama 12 jam digunakan untuk

bereaksi dengan gliserol membentuk produk dibenzil eter (DBE), mono–benzil

gliserol eter (MBGE), dan 1,3–dibenzilgliseroleter (DBGE) (Gambar 7).

9

Persentase konversi pembentukan ketiga produk tersebut untuk DBE sebesar

9.80%, MBGE sebesar 8.10%, dan DBGE sebesar 2.60% (Lampiran 7). Dominasi

terbentuknya produk DBE dibandingkan dengan produk MGBE dan DBGE,

mungkin disebabkan karena pada saat pencampuran larutan benzil alkohol dengan

gliserol tidak dilakukan secara perlahan dan tidak pada kondisi inert (tidak dialiri

gas N2). Menurut Camila et al. (2009), penambahan benzil alkohol sebaiknya

dilakukan bertahap pada gliserol sehingga memaksimalkan hasil reaksi eterifikasi.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 8 (a) Benzaldehida (b) Benzil benzoat (c) Dibenzil eter (d) Mono–benzil

gliserol eter (e) 1,3–dibenzilgliseroleter

Nilai konversi yang dihasilkan untuk produk MBGE dan DBGE sangat

kecil. Hal ini diduga reaksi eterifikasi dengan katalis PSSA ini belum bersifat

selektif, sehingga benzil alkohol yang digunakan tidak secara maksimal bereaksi

dengan gliserol membentuk produk yang diharapkan. Menurut Suriyaprapadilok

dan Kitiyanan (2011), penggunaan aseton sebagai gugus pelindung berfungsi

untuk memproteksi gugus gliserol sebelum bereaksi dengan benzil alkohol agar

memaksimalkan terbentuknya produk mono–benzil gliserol eter. Kromatogram

benzil benzoat muncul terlebih dahulu dibandingkan kromatogram DBGE

(Lampiran 5). Hal ini disebabkan karena titik didih yang dimiliki benzil benzoat

(323 °C) lebih kecil dari titik didih DBGE (396.80 °C), sehingga akan lebih

mudah menguap ketika dianalisis pada alat GCMS. Namun demikian, katalis

PSSA ini dapat dikatakan telah mampu mengkatalisis reaksi eterifikasi gliserol

dengan benzil alkohol.

Identifikasi pembentukan produk selanjutnya dianalisis pada reaksi 0, 8, 10,

12, 16, 20, dan 24 jam dengan menggunakan kromatografi gas untuk melihat

persen perubahan area produk yang dihasilkan dari masing-masing senyawa

tersebut (Lampiran 8). Gambar 9 menunjukkan bahwa senyawa MBGE, DBGE,

dan DBE terus mengalami peningkatan area selama 24 jam. Hal ini menunjukkan

bahwa waktu reaksi yang digunakan belum mencapai waktu optimal. Menurut

Klepacova et al. (2007), dengan menaikkan suhu dan lamanya waktu reaksi

eterifikasi yang dilakukan dapat meningkatkan jumlah produk gliserol eter yang

dihasilkan.

H

O

OO

O

O O

OH

O

OH

OH

10

0

5

10

15

20

25

30

35

0 5 10 15 20 25 30

% A

rea

Waktu (jam)

Gambar 9 Persentase area produk eterifikasi gliserol. Mono-benzil

gliserol eter, 1,3-dibenzilgliseroleter, Dibenzil eter.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sintesis PSSA menghasilkan rendemen sebesar 40-55% pada kondisi suhu

reaksi 40-45 °C selama waktu reaksi 6 jam. PSSA dapat mengkatalisis reaksi

eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol menghasilkan produk mono–benzil

gliserol eter, 1,3–dibenzilgliseroleter, dan dibenzil eter selama waktu reaksi 12

jam pada kondisi suhu 110 °C dengan nilai konversi secara berurut sebesar 8.10%,

2.60%, dan 9.80% .

Saran

Perlu dilakukannya modifikasi teknik penambahan reaktan (benzil alkohol)

serta optimasi reaksi eterifikasi gliserol dengan ragam rasio reaktan, suhu reaksi,

dan penambahan jumlah katalis PSSA yang digunakan dalam reaksi untuk

mendapatkan kondisi terbaik saat eterifikasi.

11

DAFTAR PUSTAKA

Apriliana DS. 2012. Membran polistirena tersulfonasi untuk aplikasi pada

microbial fuel cell [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Azimi M. 2011. Preparation of N, N-dichloropolystyrene sulfonamide nanofiber

as a regenerable self-decontaminating material for protection against

chemical warfare agents. Int J Nano Dim. 2(4):253-259.

Bozkurt A. 2005. Anhydrous proton conductive polystyrene sulfonic acid

membranes. Turk J Chem. 29:117-123.

[BPS] Badan Pusat Statistika (ID). 2001. Komposisi Limbah Padat Styrofoam.

Jakarta: BPS.

Buyukyagci A. 2004. Synthesis and characterization of monoactylferrocene added

sulfonated polystyrene ionomers [Tesis]. German (GL): The Middle

East Technical University.

Camila RB, Valter LC, Elizabeth RL, and Claudio JA. 2009. Etherification of

glycerol with benzyl alcohol catalyzed by solid acids. J Braz Chem

Soc. 20(2):201-204.

[DEPERINDAG] Departemen Perindustrian dan Perdagangan (ID). 2007.

Kemasan Flexibel:1-15.

Frantisek KM. 2001. Homogeneous and heterogeneous sulfonation of polystyrene

[Thesis]. Yunani (GR): Brno University of Technology.

Hendrana S, Pujiastuti S, Sudirman, Rahayu I. 2007. Pengaruh suhu dan tekanan

proses pembuatan terhadap konduktivitas ionik membran PEMFC

berbasis polistirena tersulfonasi. J Sains Materi Indonesia. 8(3):187-

191.

Jung B, Bokyung K, Yang JM. 2004. Transport of methanol and protons through

partially sulfonated polymer blend membranes for direct methanol

fuel cell. Polymer Physics Laboratory. 1:130-650.

Kim HS, Park CY, Jung HG, Cho GC. 2007. Characterization of poly (styrene-

vinylbenzylphosphonic acid) copolymer by titration and thermal

analysis. Macromolecular reasearch. 15(6):587-594.

Klepacova K, Dusan M, Martin B. 2007. Etherification of glycerol and ethylene

glycol by isobutylene. Applied Catalysis A-General. 328(1):1-13.

Kucera F, Jancar J. 1996. Preliminary study of sulfonation of polystyrene by

homogeneous and heterogeneous reaction. Chem papers. 50(4):224-

227.

Li L, Xu L, Wang Y. 2003. Novel proton conducting composite membranes for

direct methanol fuel cell. Mat Lett. 57:1406-1410.

Nasef MM, Saidi H, Yarmo MA. 2000. Surface investigations of radiation grafted

FEP-g-polystyrene sulfonic acid membranes using XPS. J of New

Materials for Electrochemical Systems. 3:311-319.

Martins CR, Hallwass F, Almeida YMB, Paoli MA. 2007. Solid-state 13

C NMR

analysis of sulfonated polystyrene. Ann Magn Reson. 6:46-55.

Martins CR, Ruggeri G, Paoli MA. 2003. Synthesis in pilot plant scale and

physical properties of sulfonated polystyrene. J Braz Chem Soc.

14:797-802.

12

[SCOEL] Scientific Committee on Occupational Exposure Limits. 2008.

Recommendation from The Scientific Committee on Occupational

Exposure Limits for Ethyl acetate. USA (US): European Commission.

Soares D, Kirbaslar I, Baykal BZ. 2006. New applications for soybean biodiesel

glycerol. App and Tech. 9:151-172.

Suriyaprapadilok N, Kitiyanan B. 2011. Synthesis of solketal from glycerol and

it’s reaction with benzyl alcohol. Energy procedia. 9:63-69.

13

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Polistirena

(Styrofoam)

Poli–(asam stirena

sulfonat) (PSSA)

Gliserol

eter

-Preparasi Styrofoam

sulfonat

-Pencirian PSSA

Eterifikasi

Gliserol

14

Lampiran 2 Rendemen sintesis PSSA

PSSA

Bobot Reaktan (g) Rendemen

% P2O5 Styrofoam Bobot

PSSA percobaan

Bobot

PSSA teoritis

1 76.3469 7.5838 6.3901 13.3445 48.00

2 30.0406 4.5028 3.2382 7.9232 41.00

3 30.0472 3.1741 2.8936 5.5852 52.00

Contoh perhitungan : (PSSA 1) Bobot

PSSA teoritis = BobotStyrofoam×

Bobot MolekulStirena sulfonat

Bobot Molekulstirena

= 7.5838 g ×183

104

= 13.3445 g

% rendemen = Bobot PSSApercobaan

Bobot PSSAteoritis× 100%

= 6.3901 g

13.3445 g× 100%

= 48.00%

Lampiran 3 Kadar sulfonat

Ulangan

Bobot

PSSA

(g)

Vawal

(mL)

Vakhir

(mL)

Vterpakai

(mL)

Kadar

Sulfonat

(%)

1 0.1486 0.00 10.20 10.20 51.95

2 0.1377 10.21 20.31 10.10 55.51

3 0.1421 20.31 30.51 10.20 54.32

Contoh perhitungan : (ulangan 2)

Vterpakai = Vakhir-Vawal

= 20.31 mL - 10.21 mL

= 10.10 mL

Kadar sulfonasi = Vterpakai × NHCl ×BESO3H

Bobot PSSA× 100%

= 10.10 mL× 0.0946 N × 80

148.6 mg× 100%

= 55.51%

15

Lampiran 4 Hasil uji daya serap air

Ulangan Bobot Awal

(g)

Bobot basah

(g)

Bobot Akhir

(g)

DSA

(%)

1 0.1044 1.5038 1.3994 1340.42

2 0.1007 1.9306 1.8299 1817.18

3 0.1023 1.7246 1.6223 1585.83

Contoh perhitungan : (ulangan 1)

DSA = Bobotakhir

Bobotawal× 100%

= 1.3994 g

0.1044 g× 100%

= 1340.42%

Lampiran 5 Perbandingan kromatogram GCMS (a) gliserol, (b) reaksi 0 jam, dan

(c) reaksi 12 jam

(a)

(b)

2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

900000

1000000

1100000

Time-->

Abundance

TIC: GLISEROL.D\ data.ms

1 0 . 0 0 1 5 . 0 0 2 0 . 0 0 2 5 . 0 0 3 0 . 0 0 3 5 . 0 0 4 0 . 0 0

2 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0

8 0 0 0 0 0 0

1 e + 0 7

1 . 2 e + 0 7

1 . 4 e + 0 7

1 . 6 e + 0 7

1 . 8 e + 0 7

2 e + 0 7

2 . 2 e + 0 7

2 . 4 e + 0 7

2 . 6 e + 0 7

2 . 8 e + 0 7

3 e + 0 7

3 . 2 e + 0 7

3 . 4 e + 0 7

3 . 6 e + 0 7

3 . 8 e + 0 7

4 e + 0 7

4 . 2 e + 0 7

4 . 4 e + 0 7

4 . 6 e + 0 7

4 . 8 e + 0 7

T im e -->

A b u n d a n c e

T I C : S T A N D A R . D \ d a t a . m s

16

(c)

Lampiran 6 Tabel senyawa-senyawa dominan yang terbentuk pada eterifikasi

gliserol

Contoh perhitungan : (Benzil alkohol)

% Perubahan =[konsentrasi]

t - [konsentrasi]0

[konsentrasi]0

× 100%

= Area12jam

Area0jam × %Area0jam - %Area 0jam

%Area0jam× 100%

= 7064381613

8881209729 × 54.88% - 54.88%

54.88%× 100%

= -20.37 %

% t12 jam = % 0 jam + % Perubahan

= 54.82 % + (-20.37%)

= 34.45%

N

o

.

Nama

Senyawa

Area %

Total

Area

12

jam

Qua

lity

(%) 0 jam % 0jam 12 jam %

Perubahan

1 Benzal

Dehida 594680812 3.67 601106259 +1.06 4.73 96

2 Mono Benzil

gliserol eter 0 0 2659870913 +10.21 10.21 96

3 Benzil

benzoat 4381910737 27.05 5025019985 +14.68 41.73 94

4 Dibenzil eter 0 0 3215796124 +12.35 12.35 97

5 Dibenzil

gliserol eter 0 0 848363559 +3.26 3.26 86

6 Benzil

Alkohol 8881209729 54.82 7064381613 -20.37 34.45 97

17

Lampiran 7 Konversi pembentukan produk DBE, MBGE, dan DBGE

No. Nama produk Konversi

(%)

1 DBE 9.80

2 MBGE 8.10

3 DBGE 2.60

Contoh perhitungan:

Konversi DBE = % Area DBE

% perubahan benzil alkohol× 100%

= 12.35%

20.37%× 100%

= 9.80%

Lampiran 8 Hasil kromatogram GC

0 jam

6 jam

18

8 jam

10 jam

12 jam

12 jam

19

16 jam

20 jam

24 jam

20

Lampiran 9 Standardisasi NaOH 0.05 N

Ulangan Vawal (mL) Vakhir (mL) Vterpakai

(mL)

Konsentrasi

(N)

1 23.40 29.80 6.40 0.0400

2 29.80 35.70 5.90 0.0420

3 35.70 41.90 6.20 0.0400

Rerata 0.0410

Contoh perhitungan : (ulangan 1)

Vterpakai =Vakhir-Vawal

= 29.80 mL - 23.40 mL

= 6.40 mL

Konsentrasi (N) :VNaOH × NNaOH=Vas.oksalat × Nas.oksalat

NNaOH = Vas.oksalat × Nas.oksalat

VNaOH

= 5 mL × 0.05 mL

6.40 mL = 0.0400 N

Lampiran 10 Standardisasi HCl 0.10 N

Ulangan Vawal (mL) Vakhir (mL) Vterpakai

(mL)

Konsentrasi

(N)

1 28.70 33.00 4.30 0.0953

2 33.00 37.40 4.40 0.0932

3 37.40 41.70 4.30 0.0953

Rerata 0.0946

Contoh perhitungan : (ulangan 1)

Vterpakai =Vakhir-Vawal

= 33.00 mL - 28.70 mL = 4.30 mL

Konsentrasi (N) : VHCl × NHCl = VNaOH × NNaOH

NHCl = VNaOH × NNaOH

VHCl

= 10 mL × 0.0410 mL

4.30 mL = 0.0953 N

KATALIS ETERIFIKASI GLISEROL BERBASIS POLI–

(ASAM STIRENA SULFONAT) DARI LIMBAH STYROFOAM

ILHAM DITAMA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Judul Skripsi : Katalis Eterifikasi Gliserol Berbasis Poli–(asam stirena sulfonat)

dari Limbah Styrofoam

Nama : Ilham Ditama

NIM : G44090034

Disetujui oleh

Mohammad Khotib, SSi MSi Drs Muhamad Farid, MSi

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia–

Nya yang berlimpah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul

Katalis Eterifikasi Gliserol Berbasis Poli–(Asam stirena Sulfonat) dari Limbah

Styrofoam yang dilakukan di Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian Bogor dari

20 Maret hingga 5 Juli 2013.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mohammad Khotib SSi

MSi selaku pembimbing pertama dan Bapak Drs Muhamad Farid MSi selaku

pembimbing kedua atas motivasi dan masukkan yang senantiasa diberikan kepada

penulis selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih

penulis sampaikan kepada Keluarga Besar Laboratorium Kimia Fisik dan

Laboratorium Terpadu dan seluruh dosen serta staf di lingkungan Departemen

Kimia IPB atas bantuannya selama penelitian berlangsung.

Ucapan terima kasih yang terdalam disampaikan kepada keluargaku

tercinta, Bapak Hudi Hartomo, Ibu Meriyanti, Arinesya Ditama, Nurul Aulia

Ditami atas segala doa, nasihat, dorongan, semangat, dan kasih sayangnya kepada

penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan Kimia 46,

khususnya Fahmiy Ayatillah, Pebry Hidayat, Agy Wirabudi, Denar Zuliandanu

atas bantuan, kebersamaan, dan persahabatan yang indah.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

Ilham Ditama

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan 2

Alat 2

Preparasi PSSA 2 Pencirian PSSA 2

Identifikasi Gugus Fungsi 2

Uji Kadar Sulfonat 3

Uji Daya Serap Air 3

Analisis Stabilitas Termal 3

Eterifikasi gliserol dan benzil alkohol 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Sintesis PSSA 4

Pencirian PSSA dari limbah styrofoam 5

Eterifikasi Gliserol 7

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 13

17

20

20

10

4

5

DAFTAR TABEL

1 Metode sintesis poli–(asam stirena sulfonat)

2 Rendemen sintesis poli–(asam stirena sulfonat)

DAFTAR GAMBAR

1 Radas sintesis eterifikasi 3

2 Reaksi pembentukan poli–(asam stirena sulfonat) pada posisi para- 4

3 Poli–(asam stirena sulfonat) 5

4 Spektrum FTIR (a) polistirena dan (b) poli–(asam stirena sulfonat) 6

5 Termogram stabilitas termal Poli–(asam stirena sulfonat) 7

6 Reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol 8

7 Perubahan presentase area komponen selama 0 jam ( ) dan 12 jam ( ) 8

8 (a) benzaldehida (b) benzil benzoat (c) dibenzil eter (d) mono–

benzil gliserol eter (e) 1,3–dibenzilgliseroleter 9

9 Persentase area produk eterifikasi gliserol

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 13

2 Rendemen sintesis PSSA 14

3 Kadar sulfonat 14

4 Hasil uji daya serap air 15

5 Perbandingan kromatogram GCMS (a) gliserol, (b) reaksi 0 jam,

dan (c) reaksi12 jam 15

6 Tabel senyawa-senyawa dominan yang terbentuk pada eterifikasi

gliserol 16

7 Konversi pembentukan produk DBE, MBGE, dan DBGE 17

8 Hasil Kromatogram GC

9 Standardisasi NaOH 0.05 N

10 Standardisasi HCL 0.10 N

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 22 Mei 1991 sebagai anak kedua

dari 3 bersaudara dari pasangan Hudi Hartomo dan Meriyanti. Penulis lulus dari

SMA Negeri 8 Tangerang pada tahun 2009 dan pada tahun sama penulis

melanjutkan studi di Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor melalui jalur

PMDK.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam organisasi

kemahasiswaan maupun kepanitian. Diantaranya sebagai ketua divisi humas

UKM PSM IPB Agria Swara 2011/2012, ketua Annual Concert of Agria Swara

tahun 2011, dan menjadi salah satu anggota tim PSM IPB Agria Swara yang

terpilih mengikuti The 4th

International Harald Andersen Chamber Choir

Competition mewakili Indonesia di Finlandia tahun 2012. Selain itu penulis

berkesempatan menjadi asisten praktikum kimia dasar 2011/2012, kimia

lingkungan 2010/2011, dan Praktikum Kimia Fisik 2012/2013.

Pada bulan Juli-Agustus 2012 penulis melaksanakan kegiatan praktek

lapang di Laboratorium Analitik dan Kimia Terapan Kelompok Program Riset

Teknologi Gas (KPRT Gas) PPPTMGB LEMIGAS, Jalan Ciledug Raya Kav. 109

Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230 dengan judul Modifikasi Metode

Penentuan Kadar FAME dalam Biosolar Menggunakan FT-IR.