kata pengantarditjenpktn.kemendag.go.id/app/repository/upload/documents/transparans… · ringan,...

189

Upload: others

Post on 19-Mar-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas bimbingan

dan izin-Nya, Laporan Kinerja (Lapkin) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan

Tertib Niaga (PKTN) Tahun 2018 dapat diselesaikan pada waktunya. Laporan ini disusun

sebagai wujud penerapan tata kepemerintahan yang baik (good governance) dalam rangka

pemantauan atas kinerja dan program yang dilaksanakan selama satu tahun. Setiap unit

kerja di lingkungan Kementerian Perdagangan berkewajiban untuk menyiapkan, menyusun

dan menyampaikan laporan kinerja secara tertulis, periodik dan melembaga. Lapkin juga

dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja kementerian dan unit organisasi

dalam satu tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan, sasaran dan

target organisasi.

Lapkin disusun dengan format mengacu pada Keputusan Menteri Perdagangan RI

Nomor 794/M-DAG/KEP/8/2015 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Sistem

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di Lingkungan Kementerian

Perdagangan. Lapkin ini berisi uraian capaian target-target indikator kinerja Ditjen PKTN

dalam mewujudkan 5 sasaran yang telah ditetapkan yaitu: (1) meningkatnya keberdayaan

konsumen; (2) meningkatnya ketertelusuran barang; (3) meningkatnya kesesuaian barang

beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku; (4) meningkatnya tertib ukur; dan (5)

meningkatnya tertib niaga di bidang perdagangan.

Pada kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada para

Direktur di lingkungan Ditjen PKTN atas kerja samanya dalam pengumpulan bahan. Kami

juga mengucapkan terima kasih kepada segenap pegawai pada Ditjen PKTN serta pihak-

pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tahunan ini yang tidak bisa kami

sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan pada

laporan ini. Oleh karena itu, kami menunggu kritik dan saran yang bersifat membangun

untuk perbaikan kinerja dan kemajuan organisasi. Akhirnya, laporan data kinerja tahunan ini

diharapkan bisa memberi gambaran yang jelas atas pelaksanaan kegiatan, memantapkan

pelaksanaan akuntabilitas kinerja, serta sebagai salah satu alat evaluasi kinerja Ditjen

PKTN.

Jakarta, Maret 2019

Direktur Jenderal

Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

Veri Anggrijono

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Berdasarkan dokumen Perjanjian Kinerja Ditjen PKTN kepada Menteri Perdagangan

Tahun 2018 Nomor: 01/PKTN/PK/01/2018 dan Nomor: 01/PKTN/PK/05/2018 terdapat 5

(lima) sasaran yaitu, (1) meningkatnya keberdayaan konsumen; (2) meningkatnya

ketertelusuran barang; (3) meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap

ketentuan berlaku; (4) meningkatnya tertib ukur; dan (5) meningkatnya tertib niaga di bidang

perdagangan. Pencapaian sasaran tersebut diukur dengan 6 (enam) indikator kinerja

program (IKP) Ditjen PKTN, antara lain: IKP1: Indeks Keberdayaan Konsumen; IKP2:

Persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku; IKP3:

Persentase barang beredar yang diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan; IKP4:

Persentase barang beredar diawasi sesuai ketentuan perundang-undagan di daerah

perbatasan darat; IKP5: Persentase alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya

(UTTP) bertanda tera sah yang berlaku; IKP6: Persentase ketaatan pelaku usaha dalam

tertib niaga. Secara ringkas hasil pengukuran indikator kinerja program Ditjen PKTN pada

tahun 2018, sebagai berikut:

1. IKP1 Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK). Pada tahun 2018 telah dilakukan survei di

14 propinsi, berikut: Sumatera Utara, Bengkulu, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,

Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua Barat.

Rata-rata realisasi IKK dari 14 propinsi tersebut adalah 40,41 dengan capaian kinerja

96,21%. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi IKK tahun 2018 masih di bawah target

yang diperjanjikan sebesar 42. Namun jika dibandingkan dengan realisasi IKK tahun

2017, realisasi tahun 2018 jauh lebih besar dengan peningkatan sebesar 6,71 poin dari

realisasi IKK pada tahun 2017 yang sebesar 33,70 dengan capaian kinerja sebesar

84,25%. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan kinerja Ditjen PKTN dalam sasaran

program meningkatnya keberdayaan konsumen. Selanjutnya, jika dikelompokkan

berdasarkan wilayah perdesaan dan perkotaan, terjadi kenaikan kinerja IKK dari tahun

2017 ke 2018 sebesar 4,36 poin di perdesaan dan 8,5 poin di perkotaan. Artinya, terjadi

peningkatan IKK yang cukup signifikan baik di perdesaan maupun di perkotaan.

Dengan melihat nilai IKK tahun 2018 yang meningkat dibandingkan tahun 2017,

meskipun belum memenuhi target yang dicanangkan, dapat dikatakan bahwa berbagai

upaya pemberdayaan konsumen yang telah dilakukan Ditjen PKTN telah menunjukkan

hasil yang cukup berarti.

Dilihat dari variabel pengukuran IKK, tidak tercapainya target realisasi tersebut

dikarenakan oleh masih rendahnya realisasi dua dimensi dari total tujuh dimensi

pengukuran IKK, yaitu: (i) Pengetahuan UU dan Lembaga PK dengan indeks 11,44 dan

(ii) Perilaku Komplain dengan indeks 16,97. Bobot perilaku komplain merupakan bobot

terbesar dalam perhitungan IKK sebesar 25% sehingga berpengaruh terhadap total

nilai IKK. Perilaku komplain dinilai tertinggi bobotnya karena upaya komplain adalah

perlindungan konsumen tertinggi yang dapat dilakukan konsumen. Alasan yang

dikemukakan konsumen terkait kurangnya upaya komplain diantaranya adalah karena

malas, tidak punya waktu, nilai pembelian tidak seberapa, tidak mengetahui kemana

iii

harus komplain, tidak mau menyusahkan orang, ‘sungkan’ dan kasihan kepada penjual.

Dimensi lain yang juga masih sangat rendah adalah pengetahuan tentang undang-

undang dan lembaga perlindungan konsumen.

2. IKP2: Persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku.

Pada tahun 2018 dilakukan uji petik terhadap 85 merk barang impor ber SNI Wajib di

Gudang importir yang terdiri dari 18 jenis produk dari 64 importir (sepatu pengaman,

ban dalam kendaraan bermotor, ban mobil penumpang, ban sepeda motor, ban truk

ringan, baterai primer, kipas angin, korek api gas, kotak kontak, lampu swaballast,

mainan anak, pompa air, melamin – produk makanan dan minuman, saklar, setrika

listrik, tusuk kontak, kompor gas LPG, dan helm pengendara bermotor roda dua), dan

kesemuanya telah dilakukan pengujian. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil 68

merk sesuai SNI (80,00%) dan 17 merk tidak sesuai SNI (20,00%). Realisasi

persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan sebesar 80,00%,

dengan capaian kinerja sebesar 106,67%. Realisasi tersebut di atas target 2018

sebesar 75%. Namun realisasi tersebut lebih kecil dibandingkan tahun 2017 sebesar

82,35%. Dibandingkan dengan target jangka menengah tahun 2019 maka realisasi

2018 sama dengan target jangka menengah yaitu sebesar 80%.

3. IKP3: Persentase barang beredar yang diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan.

Pada tahun 2018 telah dilakukan pengawasan barang beredar di pasar terhadap 635

produk. Dari produk tersebut, 408 barang sesuai ketentuan perundang-undangan, 199

barang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan. Realisasi persentase barang

beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan perundang-undangan terhadap total

produk sebesar 64,25% dari target yang ditetapkan sebesar 63%, dengan capaian

kinerja sebesar 101,99%. Realisasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan target

sebesar 63%. Realisasi tersebut juga lebih tinggi rendah dibandingkan realisasi tahun

2017 sebesar 70,10%. Penurunan tersebut karena jumlah barang yang diawasi lebih

banyak dari tahun 2017. Namun realisasi tersebut juga lebih tinggi dibandingkan

dengan target jangka menengah tahun 2019 sebesar 64%. Hal ini mengindikasikan

adanya peningkatan efektifitas pengawasan barang beredar pada tahun 2018.

4. IKP4: Persentase barang beredar diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan di

daerah perbatasan darat. Pada tahun 2018 telah dilaksanakan kegiatan pengawasan

barang diawasi yang sesuai ketentuan di daerah perbatasan darat di provinsi

Kalimantan Barat (Aruk, Bengkayang, Entikong, dan Nangabadau), Papua (Skouw),

Nusa Tenggara Timur (Wini, Mota’ain dan Motamasin) terhadap 118 produk, yang

terdiri dari 35 produk parameter SNI, 55 produk parameter label, 28 produk parameter

MKG. Persentase kesesuaian tertinggi terjadi pada pengawasan parameter Label

sebesar 43,63%, selanjutnya pengawasan parameter MKG sebesar 39,28% dan

terkecil pada pengawasan parameter SNI sebesar 31,42%. Persentase kesesuaian

pengawasan parameter SNI paling kecil salah satunya disebabkan sulitnya

mendapatkan produk SNI-Wajib di wilayah perbatasaan darat Indonesia. Masih

terdapat 17 produk hasil pengawasan parameter SNI di daerah perbatasan darat yang

belum selesai dilakukan pengujian. Terhadap barang yang telah selesai dilakukan

pengamatan dan pengujian, realisasi persentase barang beredar di perbatasan darat

yang diawasi sesuai ketentuan tahun 2018 sebesar 38,98%. Realisasi ini jauh lebih

besar dibandingkan dengan target 2018 sebesar 25%. Dengan realisasi tersebut maka

capaian kinerja indikator kinerja program tersebut sebesar 155,93%.

iv

5. IKP5: Persentase alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda

tera sah yang berlaku. Pada Tahun 2018 realisasi IKP Direktorat Metrologi yaitu

Persentase Alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) Bertanda

Tera Sah yang Berlaku adalah sebesar 59,83 persen. Realisasi tersebut melebihi target

yang telah ditetapkan pada Perjanjian Kinerja 2018 yaitu sebesar 55 persen. Dengan

demikian capaian yang berhasil direalisasikan adalah sebesar 108,78 persen.

6. Berdasarkan data rekapitulasi pelayanan tera dan tera ulang secara nasional pada

tahun 2018, telah dilakukan tera dan tera ulang terhadap 4.734.455 unit yang terdiri dari

457.434 unit meter air, 3.130.761 unit meter listrik, dan 1.146.340 UTTP diluar meter

listrik dan meter air, sehingga akumulasi UTTP yang bertanda tera sah yang berlaku

sejak tahun 2010-2018 adalah sebesar 41.017.463 UTTP.

7. IKP6: Persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga. Pada tahun 2018 telah

dilakukan pengawasan kegiatan perdagangan terhadap 395 pelaku usaha dengan hasil

140 pelaku usaha telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan 255 pelaku usaha

belum taat terhadap ketentuan tertib niaga. Meskipun realisasi persentase ketaatan

pelaku usaha dalam tertib niaga tahun 2018 sebesar 35,44% dari target jangka

menengah yang ditetapkan sebesar 35%, akan tetapi realisasi tersebut mengalami

penurunan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2017 sebesar 50% dengan target

jangka menengah sebesar 30%. Namun demikian, jumlah keseluruhan pelaku usaha

bidang tertib niaga yang diawasi mengalami kenaikan sebesar 27,42%, dimana pada

tahun sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi sebesar 310 pelaku usaha

sedangkan pada tahun 2018 sebesar 395 pelaku usaha.

Secara ringkas realisasi dan capaian kinerja Ditjen PKTN disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Sasaran dan Indikator Kinerja Program Ditjen PKTN Tahun 2018

NO SASARAN PROGRAM

INDIKATOR KINERJA

PROGRAM (IKP)

TARGET REALISASI CAPAIAN (%) UNIT PELAKSA

NA 2015 2016 2017 2018 2019 2016 2017 2018 2017 2018

1 Meningkatnya Keberdayaan Konsumen

Indeks Keberdayaan Konsumen

34,17 37 40 42 45 30,86 33,70 40,41 84,25 96,21 Dit. PK

2 Meningkatnya Ketertelusuran Mutu Barang

Persentase Barang Impor Ber-SNI Wajib yang Sesuai dengan Ketentuan yang Berlaku

61,80 66% 70% 75% 80% 83,10 82,35 80,00 117,65 106,67 Dit.

Standalitu

3

Meningkatnya Kesesuaian Barang Beredar dan Jasa Terhadap Ketentuan Berlaku

Persentase Barang Beredar yang Diawasi yang Sesuai Ketentuan

49,60 61% 62% 63% 64% 38,05 70,10 64,25 113,07 101,99 Dit. PBBJ

Persentase Barang Beredar yang Diawasi yang Sesuai Ketentuan di

N/A[1] 15% 20% 25% 30% 38,09 46,25 38,98 231,25 155,93 Dit. PBBJ

v

Daerah Perbatasan Darat

4 Meningkatnya Tertib Ukur

Persentase Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) Bertanda Tera Sah yang Berlaku

49,70 55% 55% 55% 55% 51,9 56,58 59,83 102,88 103,64 Dit.

Metrologi

5

Meningkatnya Tertib Niaga di Bidang Perdagangan

Persentase Ketaatan Pelaku Usaha dalam Tertib Niaga

N/A 25% 30% 35% 40% 57,8 50 35.44 166,67 101.27 Dit. TN

Pagu awal anggaran Tahun 2018 dalam rangka mencapai sasaran Direktorat Jenderal

Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga sebesar Rp.225.000.000.000,. Sementara pagu

revisi sebesar Rp. 238.633.750.000,- Realisasi anggaran Tahun 2018 sebesar Rp.

234.068.981.191,- dengan realisasi anggaran sebesar 98,09%. Realisasi anggaran tahun

2018 lebih tinggi dibandingkan Tahun 2017 sebesar 95,37%.atau naik sebesar 2,85%.

Satuan kerja dengan realisasi anggaran tertinggi adalah Direktorat Metrologi dengan

realisasi kinerja anggaran sebesar 98,34%, sementara realisasi terendah pada satuan kerja

Direktorat Tertib Niaga dengan realisasi kinerja anggaran sebesar 97,03%.

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................i

RINGKASAN EKSEKUTIF ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ....................................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 11

Struktur Organisasi ....................................................................................................................................... 11

BAB II PERENCANAAN KINERJA .................................................................................... 15

A. Perencanaan Strategis ....................................................................................................................... 15

1. Terwujudnya konsumen cerdas dan pelaku usaha yang bertanggung jawab .............................. 15

2. Terwujudnya tertib usaha di bidang perdagangan ....................................................................... 16

B. Perjanjian Kinerja ............................................................................................................................... 20

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA .......................................................................................

.................................................................................................................... 22

A. Capaian Kinerja .................................................................................................................................. 22

Sasaran: Meningkatnya Keberdayaan konsumen .............................................................................. 22

IKP 1 Indeks Keberdayaan Konsumen ................................................................................................. 22

Sasaran: Meningkatnya Ketertelusuran Mutu Barang ....................................................................... 37

IKP 2: Persentase Barang Impor Ber-SNI Wajib yang Sesuai Ketentuan yang Berlaku ...................... 38

Sasaran: Meningkatnya Kesesuaian Barang Beredar dan Jasa Terhadap Ketentuan Berlaku ........... 55

IKP 3 Persentase Barang Beredar yang Diawasi yang Sesuai Ketentuan ........................................... 55

IKP 4 Persentase Barang Beredar Diawasi yang Sesuai Ketentuan di Daerah Perbatasan

Darat ................................................................................................................................................... 65

Sasaran: Meningkatnya Tertib Ukur ................................................................................................... 67

IKP 5 Persentase Alat – Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) Bertanda

Tera Sah yang Berlaku ........................................................................................................................ 67

Sasaran: Meningkatnya Tertib Niaga di Bidang Perdagangan ......................................................... 101

IKP 6 Persentase Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga ........................................................ 101

B. Realisasi Anggaran .................................................................................................................................. 112

Kegiatan Pendukung pada Sekretariat Ditjen PKTN ......................................................................... 115

A. Pelaksanaan Kegiatan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen Dan Tertib

Niaga Tahun 2018 ....................................................................................................................................... 115

B. Evaluasi Rencana Strategis Ditjen PKTN 2015 - 2019 ...................................................................... 116

vii

BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 119

_Toc2696165

B. Rekomendasi Perbaikan .................................................................................................................. 119

LAMPIRAN ................................................................................................................... 120

Lampiran I Perjanjian Kinerja ..................................................................................................................... 121

Lampiran 2 Formulir Pengukuran Pencapaian Kinerja ............................................................................... 186

Lampiran 3 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga .............. 188

viii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Unit Eselon II Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga ................................................. 12

Gambar 2 Struktur Organisasi Ditjen PKTN ............................................................................................................... 13

Gambar 3 Lima Pilar Kebijakan Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga ................................................................... 13

Gambar 4 Pengukuran Sasaran Strategis Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha yang Bertanggung Jawab . 16

Gambar 5 Target, Realisasi dan Capaian Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) ........................................................... 26

Gambar 6 Nilai IKK Berdasarkan Wilayah dan Tahun ................................................................................................. 27

Gambar 7 Profil Indeks Keberdayaan Konsumen Menurut Propinsi Tahun 2018 ............................................................ 28

Gambar 8 Rata-Rata Skor Dimensi Pengukuran IKK dari 14 Propinsi Tahun 2018......................................................... 28

Gambar 9 Kegiatan Pendukung Edukasi Konsumen ................................................................................................... 33

Gambar 10 Kegiatan Pembinaan Sumber Daya Manusia Perlindungan Konsumen ....................................................... 35

Gambar 11 Kegiatan Pembinaan SDM Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ............................................ 36

Gambar 12 Kegiatan Pembinaan Kebijakan Perlindungan Konsumen Bagi Pelaku Usaha .............................................. 36

Gambar 13 Mekanisme Penerbitan NRP/NPB............................................................................................................ 37

Gambar 14. Realisasi dan Capaian Kinerja Persentase .............................................................................................. 39

Gambar 15 Rapat Teknis 3 Pembahasan RSNI Ketentuan Gudang Berpendindingin (Clodstorage) ................................ 41 Gambar 16 Rapat Pleno Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi RPP tentang Penyediaan Tenaga

Teknis yang Kompeten dibidang Perdagangan Jasa ................................................................................................... 42

Gambar 17 Rapat Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008 ............................................. 43

Gambar 18 Produk Yang Diambil Pada Saat Uji Petik ................................................................................................. 44

Gambar 19 Tinjauan Manajemen ISO 9001:2015 ....................................................................................................... 45

Gambar 20 Ujian Kompetensi Kenaikan Jenjang Jabatan PMB ................................................................................... 46

Gambar 21 Bimbingan Teknis Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor ............................................................................... 47

Gambar 22 Pelatihan Pembuatan Karet Konvensional (dalam rangka LCSKI ................................................................ 47

Gambar 23 Bimbingan Teknis BPSMB ...................................................................................................................... 47

Gambar 24 Pemantauan Bokor Komoditi Biji Pala ...................................................................................................... 48

Gambar 25 Pemantauan Bokor Komoditi Kopi ........................................................................................................... 48

Gambar 26 Pemantauan Bokor Komoditi Lada ........................................................................................................... 49

Gambar 27 Pemantauan Bokor Komoditi Teh ............................................................................................................ 49 Gambar 28 Realisasi dan Capaian Kinerja Persentase Barang Beredar Yang Diawasi Yang Sesuai Ketentuan Periode 2015

- 2018 .................................................................................................................................................................... 58

Gambar 29 Kegiatan Pengawasan Tahun 2018 ......................................................................................................... 60

Gambar 30 Pembinaan PPNS-PK dan PBBJ ............................................................................................................. 61

Gambar 31 Target dan Capaian IKP Direktorat Metrologi 2015-2018............................................................................ 69

Gambar 32 Aplikasi sistem informasi pelaporan Direktorat Metrologi ............................................................................ 71

Gambar 33 Target dan Capaian IKK 1 Direktorat Metrologi 2015-2018 ......................................................................... 72

Gambar 34 Foto Rapat Penyusunan Revisi Permendag tentang Tanda Tera ................................................................ 73

Gambar 35 Foto Rapat Bilateral Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian .......................................... 74

Gambar 36 Kegiatan Pertemuan Teknis Kemetrologian Tahun 2018 di Batam .............................................................. 75

Gambar 37 Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Metrologi Legal ................................... 75

Gambar 38 Kegiatan Harmonisasi dan Sinkronisasi Penyelenggaraan Metrologi Legal ..................................... 76

Gambar 39 Kegiatan Rapat Pembahasan Rancangan Permendag tentang Standar Ukuran Metrologi Legal .................... 76

Gambar 40 Patisipasi Indonesia dalam Sidang Internasional Bidang Metrologi Legal ..................................................... 78

Gambar 41 Kegiatan rapat pembahasan grand desain SDM Metrologi Legal melalui sistem sertifikasi kompetensi ........... 79

Gambar 42 Kegiatan Pencanangan DTU dan PTU Tahun 2018 ................................................................................... 80

Gambar 43 Kegiatan Peresmian DTU dan PTU Tahun 2018 ....................................................................................... 81

Gambar 44 Target dan Capaian IKK 2 Direktorat Metrologi 2015-2018 ......................................................................... 82

Gambar 45 Kegiatan Evaluasi dalam rangka Pembentukan PTU 2018 ......................................................................... 85

Gambar 46 Target dan Capaian IKK 3 Direktorat Metrologi 2015-2018 ......................................................................... 86

Gambar 47 Sebaran PTU per Regional periode tahun 2010 - 2018 .............................................................................. 87

ix

Gambar 48 FGD terkait Kajian tentang Efektifitas Pasar Tertib Ukur ............................................................................ 88

Gambar 49 Target dan Capaian IKK 4 Direktorat Metrologi 2015-2018 ......................................................................... 89

Gambar 50 Kegiatan Penilaian dan Surveillance Tahun 2018 ...................................................................................... 91

Gambar 51 Kegiatan Fasilitasi pendirian UML Tahun 2018 ......................................................................................... 92

Gambar 52 Target dan Capaian IKK 5 Direktorat Metrologi 2015 - 2018 ....................................................................... 93

Gambar 53 Target dan Capaian IKK 6 Direktorat Metrologi 2015-2018 ......................................................................... 95

Gambar 54 Target dan Capaian IKK 7 Direktorat Metrologi 2015 - 2018 ....................................................................... 96

Gambar 55 Foto Kegiatan Pengawasan SPBU Tahun 2018 ........................................................................................ 96

Gambar 56 Foto Kegiatan Pengawasan BDKT Tahun 2018 ........................................................................................ 97

Gambar 57 Realisasi UTTP dan BDKT yang diawasi per BSML Tahun 2018 ................................................................ 97

Gambar 58 Laboratorium Meter Gas Diafragma Direktorat Metrologi ............................................................................ 98

Gambar 59 Kegiatan Bimbingan Teknis Bidang Metrologi Legal dalam kerangka KSST 2018 ......................................... 99

Gambar 60 Kegiatan Seminar Nasional Bidang Metrologi Legal dalam kerangka KSST 2018 ....................................... 100

Gambar 61 Kegiatan Fasilitasi Tera dan Tera Ulang Tahun 2018 ............................................................................... 100

Gambar 62 Pelaksanaan Rapat Pembahasan Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Tertib Niaga ........ 106

Gambar 63 Pelaksanaan Pelatihan PPNS-DAG Angkatan II Tahun 2018 ................................................................... 107

Gambar 64 Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan PPTN Angkatan III Tahun 2018 ................................................... 107

Gambar 65 Pelaksanaan Pengawasan Kegiatan Perdagangan ................................................................................. 109

Gambar 66 Pelaksanaan Persiapan Penyelenggaraan Layanan Pendaftaran Barang K3L ........................................... 110

Gambar 67 Pelaksanaan Tindak Lanjut Pengawasan Perdagangan ........................................................................... 112

Gambar 68 Pelaksanaan Pemusnahan Hasil Pengawasan ....................................................................................... 112

Gambar 69 Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, 17-18 September 2018, Jakarta . 116

x

DAFTAR TABEL Tabel 1 Sasaran dan Indikator Kinerja Program Ditjen PKTN Tahun 2018 ...................................................................... iv

Tabel 2 Lokasi dan Waktu Survei IKK Tahun 2018 ..................................................................................................... 24

Tabel 3 Realisasi dan Capaian Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK).......................................................................... 25

Tabel 4 Hasil Survei IKK Menurut Propinsi dan Variabel Pengukuran IKK Tahun 2018 .................................................. 29

Tabel 5 Rekapitulasi Pengaduan/Pertanyaan dan Informasi Tahun 2018 ...................................................................... 34

Tabel 6. Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Impor Ber-SNI Wajib ................................................... 38

Tabel 7. Hasil Pengujian Produk Tahun 2018 ............................................................................................................. 39

Tabel 8 Pengujian Mutu Barang Tahun 2018 ............................................................................................................. 51

Tabel 9 Penerbitan Sertifikat dalam Pelayanan Kalibrasi Tahun 2017 ........................................................................... 54

Tabel 10 Penerbitan Sertifikat dalam Pelayanan Sertifikasi Tahun 2018 ....................................................................... 55

Tabel 11 Penambahan Ruang Lingkup Layanan Tahun 2018 ..................................................................................... 55

Tabel 12 Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Beredar yang Diawasi Yang Sesuai Ketentuan ............. 57

Tabel 13 Jumlah Barang Beredar Yang Diawasi dan Hasil Uji ..................................................................................... 58

Tabel 14 Realisasi Persentase Barang Beredar Diawasi yang Sesuai Ketentuan di Daerah Perbatasan Darat ................. 66 Tabel 15 Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Beredar yang Diawasi Sesuai Ketentuan di Daerah

Perbatasan Darat .................................................................................................................................................... 66

Tabel 16 Jumlah UTTP yang di tera dan tera ulang .................................................................................................... 68

Tabel 17 Pelayanan Tera dan Tera Ulang Tahun 2018 ............................................................................................... 68

Tabel 18 Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Direktorat Metrologi Tahun 2018 .............................................................. 82

Tabel 19 Pasar Tertib Ukur (PTU) yang Terbentuk Selama Periode 2010-2018 ............................................................. 86

Tabel 20 Daftar Kegiatan Penilaian UML ................................................................................................................... 89

Tabel 21 Daftar Kegiatan Surveillance UML ............................................................................................................... 90

Tabel 22 Perbandingan Realisasi dan Capaian Kinerja ............................................................................................. 103

Tabel 23 Perbandingan Realisasi dan Capaian Kinerja ............................................................................................. 104

Tabel 24 Realisasi dan capaian Ketaatan Pelaku Usaha dalam Tertib Niaga .............................................................. 104

Tabel 25 Rekapitulasi Pengawasan Kegiatan Perdagangan ...................................................................................... 109

Tabel 26 Rekapitulasi Penanganan Kasus Kegiatan Perdagangan Tahun 2018 ......................................................... 111

Tabel 27 Realisasi Anggaran Ditjen PKTN Tahun 2018............................................................................................. 113

11

BAB I

PENDAHULUAN

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga sebagai

instansi pemerintah dan unsur penyelenggara negara wajib untuk mempertanggungjawabkan

pelaksanaan tugas dan fungsi, serta peranannya dalam pengelolaan sumber daya dan kebijakan

yang dipercayakan berdasarkan perencanaan strategis yang ditetapkan. Sebagaimana

diamanatkan dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 794/M-DAG/KEP/8/2015 tentang

Pedoman Penyusunan Dokumen Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan

Kementerian Perdagangan dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan

Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, maka Direktorat Jenderal

Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga yang merupakan salah satu unit kerja pemerintah yang

berada di lingkungan Kementerian Perdagangan pada tahun 2018 telah melakukan penyusunan

Laporan Kinerja.

Penyusunan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

tersebut dimaksudkan sebagai perwujudan pertanggungjawaban atas keberhasilan pencapaian

perjanjian kinerja yang diperjanjikan. Laporan kinerja tahun 2018 berisi penjelasan pelaksanaan

dan hambatan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja tahun 2018.

Selain itu laporan kinerja diharapkan dapat menjadi tolak ukur atau umpan balik untuk perbaikan

terus menerus kinerja Unit Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga.

Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian

Perdagangan, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 sebagaimana

diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 08/M-

DAG/Per/2/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan, Direktorat

Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga mempunyai tugas menyelenggarakan

perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen, standardisasi

perdagangan dan pengendalian mutu barang, tertib ukur, dan pengawasan barang beredar

dan/atau jasa di pasar, serta pengawasan kegiatan perdagangan.

Adapun susunan organisasi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga terdiri

atas:

1. Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga;

2. Direktorat Pemberdayaan Konsumen;

3. Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu;

4. Direktorat Metrologi;

5. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa; dan

6. Direktorat Tertib Niaga.

12

Gambar 1 Unit Eselon II Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga mempunyai tugas

melakukan koordinasi pelaksanaan tugas dan pemberian pelayanan teknis dan administrasi

kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal. Direktorat Pemberdayaan

Konsumen mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan

pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi

pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen. Direktorat Standardisasi dan

Pengendalian Mutu mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi,

serta evaluasi dan pelaporan di bidang standardisasi dan pengendalian mutu. Direktorat Metrologi

mempunyai tugas melaksanakan perumusan, pelaksanaan dan pengendalian kebijakan,

penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis

dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang metrologi legal. Direktorat Pengawasan Barang

Beredar dan Jasa mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi,

serta evaluasi dan pelaporan di bidang pengawasan barang beredar dan jasa. Direktorat Tertib

Niaga mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta evaluasi

dan pelaporan di bidang tertib niaga.

13

Gambar 2 Struktur Organisasi Ditjen PKTN

Kebijakan perlindungan konsumen dan tertib niaga sesuai dengan struktur organisasi di atas dapat

dijelaskan dengan Gambar 3.

Gambar 3 Lima Pilar Kebijakan Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

14

15

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. Perencanaan Strategis Ditjen PKTN sebagai unit eselon I yang memiliki tugas menyelenggarakan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen, standardisasi perdagangan dan

pengendalian mutu barang, tertib ukur, dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa di

pasar, serta pengawasan kegiatan perdagangan mendukung tujuan strategis Kementerian

Perdagangan yakni perdagangan dalam negeri yang adil dan efisien. Sementara pada level

sasaran strategis Ditjen PKTN mendukung 2 (dua) sasaran strategis Kementerian

Perdagangan, yaitu:

1. Terwujudnya konsumen cerdas dan pelaku usaha yang bertanggung jawab

Terwujudnya konsumen cerdas diukur dari tingkat keberdayaan konsumen yakni

konsumen yang tau, paham, serta berani dalam menegakkan haknya. Kondisi tersebut

diukur melalui Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK). Sedangkan terwujudnya pelaku

usaha yang bertanggung jawab di ukur dari tingkat ketaatan pelaku usaha untuk tiga

dimensi yakni: (i) tertib atas ukuran, (ii) taat atas aturan yang berlaku dalam hal ini

kewajiban pemenuhan ketentuan standar, label, dan manual kartu garansi (MKG), serta

(iii) konsistensi mutu barang impor yang diperdagangkan yang SNI-nya telah

diberlakukan secara wajib terhadap pemenuhan ketentuan SNI. Ukuran dari ketiga

dimensi tersebut dinamakan Indeks Ketaatan Pelaku Usaha (IKPU) yang merupakan

indeks komposit dari tiga indikator berikut:

a. Persentase alat – alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda

tera sah yang berlaku (mewakili dimensi dari tertib ukuran)

b. Persentase Barang Beredar yang Diawasi sesuai ketentuan Perundang-undangan

(mewakili dimensi taat aturan)

c. Persentase Konsistensi Mutu Hasil Penelusuran Barang Impor yang telah

diberlakukan SNI secara Wajib/ Persentase Barang Impor ber-SNI wajib yang sesuai

ketentuan yang berlaku (mewakili dimensi konsitensi mutu)

Selanjutnya untuk dapat menghasilkan satu ukuran tunggal dalam mencapai sasaran

terwujudnya konsumen cerdas dan pelaku usaha yang bertanggung jawab dirumuskan

suatu indikator kinerja strategis yakni Indeks Perlindungan Konsumen Niaga (IPKN) yang

merupakan indeks komposit yang menggambarkan kondisi Perlindungan Konsumen

sektor perdagangan di Indonesia yang terdiri dari Indeks Keberdayaan Konsumen dan

Indeks Ketaatan Pelaku Usaha.

Dengan demikian pengukuran sasaran strategis terwujudnya konsumen cerdas dan

pelaku usaha yang bertanggung jawab dapat digambarkan dengan pola sebagai berikut:

16

Gambar 4 Pengukuran Sasaran Strategis Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha yang Bertanggung Jawab

Adapun target dari Indeks Perlindungan Konsumen Niaga sepanjang tahun 2015 – 2019

adalah sebesar 44 pada tahun 2015 dan terus meningkat hingga mencapai 55 pada

tahun 2019.

2. Terwujudnya tertib usaha di bidang perdagangan

Sasaran Strategis kedua adalah terwujudnya tertib usaha di bidang perdagangan, namun

sasaran ini tidak hanya didukung oleh Ditjen PKTN namun juga Ditjen PDN. Penetapan

sasaran ini bertujuan untuk meningkatkan ketaatan pelaku usaha terhadap ketentuan

perundang-undangan yang berlaku di bidang perdagangan khususnya terkait

pengawasan kegiatan di bidang perdagangan.

Indikator kinerja strategis yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya tertib

usaha di bidang perdagangan adalah persentase pelaku usaha yang memiliki legalitas

usaha. Indikator kinerja strategis ini menggambarkan besarnya proporsi pelaku usaha di

Indonesia yang memenuhi kewajiban yang diatur untuk dapat menjalankan usaha di

sektor perdagangan. Dimana semakin besar proporsi pelaku usaha yang memenuhi

legalitas mencerminkan semakin tinggi tingkat kepatuhan pelaku usaha terhadap

ketentuan perundang-undangan di bidang perdagangan. Adapun target dari persentase

pelaku usaha di bidang perdagangan yang memiliki legalitas usaha sepanjang tahun

2015 – 2019 meningkat, dari 20 persen pada tahun 2015 menjadi 40 persen pada tahun

2019.

Masing-masing sasaran strategis memiliki indikator kinerja strategis (level kementerian)

yang kemudian diturunkan menjadi sasaran dan indikator program (level Eselon I) dan

pada akhirnya menjadi sasaran dan indikator kegiatan (level Eselon II). Mengingat Ditjen

PKTN mendukung 2 (dua) sasaran strategis Kementerian Perdagangan, pemetaan

ketelusuran sasaran strategis dan sasaran program, sebagai berikut:

17

Sasaran Strategis 1 Terwujudnya konsumen cerdas dan pelaku usaha yang

bertanggung jawab didukung oleh sasaran program :

1) Meningkatnya Keberdayaan Konsumen

Sasaran program meningkatnya pemberdayaan konsumen diukur melalui Indikator

Kinerja Program yakni Indeks Keberdayaan Konsumen. Secara operasional Indeks

Keberdayaan Konsumen didefinisikan sebagai suatu perspektif kesadaran,

pemahaman dan kemampuan konsumen yang diukur melalui tiga tahap keputusan

pembelian yaitu sebelum pembelian, saat pembelian dan pasca pembelian.

Indeks Keberdayaan Konsumen diukur melalui survei langsung kepada konsumen yang

dilaksanakan satu tahun sekali oleh Kementerian Perdagangan. Indikator tersebut

berupa angka indeks dimana semakin tinggi nilai indeks keberdayaan konsumen maka

semakin tinggi tingkat keberdayaan konsumen di Indonesia. Hal ini menggambarkan

terwujudnya sebagian upaya perlindungan konsumen.

SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha Bertanggung

Jawab

SASARAN PROGRAM Meningkatnya Keberdayaan Konsumen

Indikator Sasaran Tahun

Indeks Keberdayaan Konsumen 2015 2016 2017 2018 2019

37 37 40 42 45

2) Meningkatnya Ketertelusuran Mutu Barang

Sasaran program meningkatnya ketertelusuran mutu barang diukur melalui Indikator

Kinerja Program yakni Persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan

yang berlaku. Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara Jumlah Barang

impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan dibagi dengan jumlah contoh uji petik

kemudian dikalikan angka 100%. Semakin tinggi persentase Barang Impor Ber-SNI

Wajib yang sesuai ketentuan berlaku menggambarkan semakin tinggi konsistensi mutu

barang impor sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat. Hal ini mengambarkan

t

e

r

w

u

j

u

d

n

y

a

sebagian upaya perlindungan konsumen.

SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha

Bertanggung jawab

SASARAN PROGRAM Meningkatnya Ketertelusuran Mutu Barang

Indikator Sasaran Tahun

Persentase barang impor

ber-SNI wajib yang sesuai

ketentuan yang berlaku (%)

2015 2016 2017 2018 2019

50 66 70 75 80

18

3) Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa yang diawasi terhadap ketentuan

Perundang-undangan

Sasaran program meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa yang diawasi

terhadap ketentuan perundang-undangan diukur melalui 2 (dua) Indikator Kinerja

Program yakni: (i) Persentase barang beredar yang diawasi sesuai ketentuan

perundang-undangan; dan (ii) Persentase barang beredar yang diawasi sesuai

ketentuan perundang-undangan di daerah perbatasan darat.

Wujud perlindungan konsumen melalui pengawasan barang dapat diukur dengan

indikator persentase barang beredar diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan.

Semakin tinggi prosentase kesesuaian barang beredar yang diawasi sesuai ketentuan

perundang-undangan menunjukkan bahwa kinerja pengawasan telah memberikan

dampak yang positif bagi perlindungan konsumen dengan tersedianya barang dan atau

jasa yang memenuhi ketentuan SNI Wajib, MKG, Label, Distibusi dan juga jasa untuk

dikonsumsi.

SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha Bertanggung

jawab

SASARAN PROGRAM Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan Jasa yang

diawasi terhadap ketentuan perundang-undangan

Indikator Sasaran Tahun

Persentase Barang Beredar yang

Diawasi sesuai ketentuan

perundang-undangan (%)

2015 2016 2017 2018 2019

60 61 62 63 64

Upaya perlindungan konsumen di daerah perbatasan darat diukur dengan indikator

persentase barang beredar diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan di daerah

perbatasan darat. Semakin tinggi prosentase kesesuaian barang beredar yang diawasi,

menunjukkan kinerja pengawasan yang semakin baik dalam memberikan kepastian

kepada konsumen di wilayah perbatasan darat dalam mengkonsumsi barang yang

aman bagi dirinya maupun lingkungan.

SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha Bertanggung

Jawab

19

SASARAN PROGRAM Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan Jasa yang

diawasi terhadap ketentuan perundang-undangan

Indikator Sasaran Tahun

Persentase Barang beredar yang

diawasi sesuai ketentuan

Perundang-undangan di daerah

perbatasan darat (%)

2015 2016 2017 2018 2019

N/A 15 20 25 30

4) Meningkatnya Tertib Ukur

Salah satu pilar untuk mewujudkan perlindungan konsumen adalah terciptanya jaminan

kebenaran hasil pengukuran dari UTTP yang digunakan dalam berbagai kegiatan

transaksi perdagangan. Pemberian jaminan kebenaran hasil pengukuran tersebut

dilakukan melalui pemberian cap tanda tera sah yang berlaku terhadap UTTP untuk

jangka waktu tertentu melalui proses tera dan tera ulang. Dengan demikian,

perlindungan konsumen akan terwujud apabila seluruh UTTP yang digunakan dalam

transaksi perdagangan di Indonesia dapat dijamin kebenaran hasil pengukurannya.

Indikator yang dapat mengambarkan kondisi tersebut adalah Persentase Alat Ukur,

Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku.

Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara jumlah UTTP bertanda tera sah

yang berlaku dibandingkan dengan jumlah potensi UTTP yang wajib di tera dan tera

ulang di Indonesia. Dimana semakin tinggi persentase alat UTTP bertanda tera sah

yang berlaku maka semakin baik kondisi tertib ukur yang artinya upaya perlindungan

konsumen semakin baik pula.

SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha

Bertanggung jawab

SASARAN PROGRAM Meningkatnya Tertib Ukur

Indikator Sasaran Tahun

Persentase alat – alat ukur,

takar, timbang dan

perlengkapannya (UTTP)

bertanda tera sah yang

berlaku (%)

2015 2016 2017 2018 2019

50 55 55 55 55

Sasaran Strategis 2 Terwujudnya tertib usaha di bidang perdagangan, didukung oleh

sasaran program :

1) Meningkatnya tertib niaga di bidang perdagangan

Sasaran program meningkatnya tertib niaga di bidang perdagangan diukur melalui

indikator kinerja program yaitu persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga.

Kegiatan perdagangan dapat dinilai telah berjalan sesuai dengan ketentuan apabila

seluruh pelaku usaha mematuhi dan menaati peraturan/ketentuan yang berlaku.

Indikator yang menggambarkan keadaan tersebut adalah persentase ketaatan pelaku

usaha dalam tertib niaga. Semakin besar nilai persentase ketaatan pelaku usaha dalam

tertib niaga menunjukan bahwa semakin besar ketaatan pelaku usaha terhadap

peraturan/ketentuan yang berlaku sedangkan semakin kecil nilai persentase

menunjukan bahwa ketaatan pelaku usaha rendah.

20

SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Tertib Usaha di Bidang Perdagangan

SASARAN PROGRAM Meningkatnya Tertib Niaga di bidang perdagangan

Indikator Sasaran Tahun

Persentase Ketaatan Pelaku Usaha dalam Tertib Niaga (%)

2015 2016 2017 2018 2019

N/A 25 30 35 40

B. Perjanjian Kinerja

Perjanjian Kinerja adalah lembaran/dokumen yang berisi penugasan antara atasan dan

bawahan, atau kesepakatan antara pemberi tanggung jawab dengan penerima tanggung

jawab, untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja yang

harus dicapai dalam satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang

dikelola sesuai dengan tujuan dan sasaran pada Rencana Strategis (Renstra) serta anggaran

yang tercantum pada Rencana Kerja Anggaran (RKA).

Kinerja yang disepakati tidak dibatasi pada kinerja yang dihasilkan atas kegiatan tahun

bersangkutan, tetapi termasuk kinerja (outcome) yang seharusnya terwujud akibat kegiatan

tahun-tahun sebelumnya. Melalui perjanjian ini maka terwujudlah komitmen dan kesepakatan

antara atasan sebagai pemberi amanah dan bawahan sebagai penerima amanah atas kinerja

terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang serta sumber daya yang tersedia

Penyusunan Perjanjian Kinerja merupakan salah satu tahapan dalam Sistem Akuntabilitas

Kinerja Intansi Pemerintah yang termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014

tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Perjanjian Kinerja tersebut kemudian

digunakan sebagai ukuran keberhasilan pada saat proses pengukuran kinerja yang disajikan

dalam Laporan Kinerja (Lakin).

Peraturan Menteri PAN dan RB No 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,

Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah

mengamanatkan Perjanjian Kinerja wajib disusun oleh Menteri, Pejabat Eselon I, Pejabat

Eselon II, dan Kepala Satuan Kerja paling lambat 1 bulan sejak disahkannya dokumen

anggaran atau pada 31 Januari pada tahun berjalan. Namun sesuai dengan Surat Ederan

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Nomor 004/SJ-DAG/SE/1/2016, penerapan

Perjanjian Kinerja di lingkungan Kementerian Perdagangan diperluas hingga pejabat Eselon

IV. Untuk itu, penyusunan Perjanjian Kinerja di lingkungan Ditjen Perlindungan Konsumen dan

Tertib Niaga dilakukan oleh seluruh pejabat Eselon I, Eselon II, Eselon III, dan Eselon IV.

Dokumen Perjanjian Kinerja untuk tingkat Eselon I terdapat 2, yaitu Lampiran I berisikan

informasi terkait Sasaran, Indikator Kinerja dan prediksi pencapaian indikator yang

diperjanjikan serta Lampiran II yang berisikan Kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran

tersebut, anggaran dan prediksi capaian realisasi dari anggaran. Seluruh informasi tersebut

diperoleh dari dokumen Renja Tahun 2018 kecuali informasi mengenai anggaran yang

disesuaiakan dengan DIPA tahun 2018 yang diterbitkan. Perjanjian kinerja Dirjen PKTN Tahun

2018 disajikan pada Lampiran 1.

21

.

22

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian Kinerja

Pada bagian ini dilakukan pembahasan capaian kinerja Direktorat Jenderal Perlindungan

Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) Tahun 2018 dalam rangka mewujudkan sasaran

meningkatnya efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan perlindungan konsumen

dan tertib niaga. Pembahasan capaian kerja mencakup 5 (lima) sasaran program yang

tertuang pada Perjanjian Kinerja Dirjen PKTN kepada Menteri Perdagangan Tahun 2018

Nomor 01/PKTN/PK/01/2017, antara lain: (i) Meningkatnya keberdayaan konsumen; (ii)

Meningkatnya ketertelusuran mutu barang; (iii) Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan

jasa yang diawasi terhadap ketentuan perundang-undangan; (iv) Meningkatnya tertib ukur; dan

(v) Meningkatnya tertib niaga di bidang perdagangan.

Sasaran: Meningkatnya Keberdayaan konsumen

Sasaran meningkatnya pemberdayaan konsumen diukur melalui Indikator Kinerja Program

(IKP) indeks keberdayaan konsumen.

IKP 1 Indeks Keberdayaan Konsumen

Dua upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen adalah perlindungan konsumen

secara preventif dan represif. Upaya preventif perlindungan konsumen dilakukan sebelum

konsumen mengalami kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi/ menggunakan

barang dan/atau jasa, sedangkan upaya represif perlindungan konsumen dilakukan setelah

konsumen mengalami kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi/menggunakan

barang dan/atau jasa.

Upaya represif dilakukan melalui jaminan kepastian hukum terhadap implementasi Undang-

Undang Perlindungan Konsumen serta ketersediaan lembaga-lembaga perlindungan

konsumen yang mudah diakses untuk mengadukan kerugian yang dialami. Sementara itu

upaya perlindungan konsumen secara preventif dilakukan melalui berbagai bentuk edukasi

konsumen. Edukasi dilakukan baik melalui pendekatan formal di sekolah, dari SD sampai

universitas, pembinaan motivator perlindungan konsumen, melalui kerjasama dengan berbagai

organisasi keagamaan, maupun melalui kegiatan penyuluhan di pusat perbelanjaan, pasar,

sekolah, dan tempat-tempat strategis lainnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran

konsumen sehingga mampu menggunakan hak dan kewajibannya sebagai konsumen untuk

menentukan pilihan terbaik bagi diri dan lingkungannya.

Untuk mewujudkan perlindungan konsumen yang bersifat preventif, maka pemerintah perlu

menumbuhkan keberdayaan konsumen. Indikator yang mengambarkan terwujudnya kondisi

keberdayaan konsumen tersebut diukur melalui Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK). Indeks

Keberdayaan Konsumen merupakan indeks yang mengukur kesadaran, pemahaman dan

kemampuan menerapkan hak dan kewajiban konsumen dalam berinteraksi dengan pasar. Nilai

Indeks Keberdayaan Konsumen ini dinilai dapat dijadikan dasar untuk menentukan kebijakan

23

perlindungan konsumen guna meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui berbagai upaya

edukasi kepada konsumen sebagai langkah preventif terhadap ekses negatif.

Secara operasional Indeks Keberdayaan Konsumen didefinisikan sebagai suatu perspektif

kesadaran, pemahaman dan kemampuan konsumen yang diukur melalui tiga tahap keputusan

pembelian yaitu sebelum pembelian, saat pembelian dan pasca pembelian. Tahapan sebelum

pembelian diukur dengan dua dimensi, yaitu pencarian informasi serta pengetahuan tentang

undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen. Sedangkan tahapan saat pembelian

diukur dengan tiga dimensi, yaitu pemilihan produk, preferensi produk serta perilaku

pembelian. Sementara tahapan pasca pembelian juga diukur dengan dua dimensi, yaitu

kecenderungan untuk bicara dan perilaku komplain. Dengan demikian terdapat 7 dimensi yang

digunakan untuk mengukur Indeks Keberdayaan Konsumen.

Desain penelitian dalam survei IKK tahun 2018 mengkombinasikan desain explanatory

research dan desain descriptive research. Penelitian dilakukan di 14 provinsi, jumlah

responden dari setiap provinsi adalah sebanyak 150 orang sehingga total responden yang

akan disurvei pada tahun 2018 adalah sebanyak 2.100 orang. Pertimbangan utama pemilihan

responden adalah telah memiliki penghasilan atau telah menikah serta dapat mengambil

keputusan secara mandiri. Pendekatan yang digunakan dalam pengumpulan data di lapangan

adalah pendekatan rumah tangga. Penentuan sampel rumah tangga dilakukan secara acak

dan sistematik agar setiap rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih.

Adapun responden juga tidak hanya konsumen di perkotaan, tetapi juga konsumen di

pedesaan sehingga hasil dari survei bisa benar-benar mencerminkan keragaman penduduk

Indonesia.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan menggunakan

kuesioner terstruktur. Skor komposit setiap dimensi diperoleh dengan menghitung rata-rata

skor indeks setiap item pertanyaan yang telah valid. Selanjutnya untuk menghitung indeks

keberdayaan konsumen dilakukan pembobotan terhadap setiap indikator dalam dimensi

penyusunan. Pembobotan tersebut adalah 20% pencarian informasi, 10% pengetahuan

tentang undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen, 5% pemilihan barang atau

jasa, 5% preferensi barang atau jasa, 15% perilaku pembelian, 5% kecenderungan untuk

bicara dan 40% perilaku komplain. Hasil perhitungan indeks keberdayaan konsumen tersebut

kemudian dikelompokan ke dalam 5 kategori, yaitu sadar (skor IKK 0,0-20,0), paham (skor IKK

20,1-40,0), mampu (skor IKK 40,1-60,0), kritis (skor IKK 60,1-80,0) dan berdaya (skor IKK

80,1-100,0)

Survei IKK telah dilaksanakan di 14 (empat belas) provinsi di Indonesia, yaitu Provinsi

Sumatera Utara, Bengkulu, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat,

Sulawesi Selatan, Maluku Utara dan Papua Barat. Secara rinci lokasi dan waktu pelaksanaan

survei IKK tahun 2018 disajikan pada Tabel 2. Jika dilihat berdasarkan karakteristik sosial

ekonomi dan demografinya, mayoritas responden dalam penelitian adalah perempuan dengan

rata-rata usia berkisar pada 25-54 tahun (usia produktif). Adapun dalam hal pendidikan

terakhir, responden paling banyak berpendidikan rendah dan yang kedua terbanyak adalah

berpendidikan menengah. Sedangkan dalam hal pekerjaan, responden kebanyakan tidak

bekerja (seperti ibu rumah tangga), berprofesi sebagai pedagang/wirausaha atau karyawan

swasta dengan penghasilan berkisar antara Rp. 2.500.000,- hingga Rp. 5.000.000,- lalu diikuti

oleh konsumen dengan pendapatan Rp 5.000.000,- hingga Rp 10.000.000,- perbulan.

24

Tabel 2 Lokasi dan Waktu Survei IKK Tahun 2018

NO. PROVINSI LOKASI PENELITIAN

WAKTU

PENELITIAN PERKOTAAN PEDESAAN

1. Sumatera Utara Kel. Sipinggol-Pinggol dan Kel.

Sukamaju,

Kec. Siantar Marihat,

Kota Pematang Siantar

Desa Lumban Silintong dan Desa

Parsuratan,

Kec. Balige,

Kab. Toba Samosir

Sumatera Utara

2. Bengkulu Kel. Sawah Lebar dan Kel. Sawah Lebar

Baru,

Kec. Ratu Agung,

Kota Bengkulu

Kel. Kancing dan Kel. Dusun Baru II,

Kec. Karang Tinggi,

Kab. Bengkulu Tengah

Bengkulu

3. DKI Jakarta Kel. Cempaka Baru dan Kel. Sumur

Batu,

Kec. Kemayoran,

Kota Jakarta Pusat

Kel. Kampung Melayu dan Kel. Rawa

Bunga,

Kec. Jatinegara,

Kota Jakarta Timur

DKI Jakarta

4. Kepulauan Riau Kel. Tanjung Pinang Timur dan Kel. Sei

Jang

Kec. Bukit Bestari

Kota Tanjung Pinang

Kel. Teluk Bakao dan Kel. Malang

Rapat

Kec. Gunung Kijang

Kabupaten Bintan

Kepulauan Riau

5. Jawa Barat Kel. Kopo dan Kel. Suka Asih,

Kec. Bojongloa Kaler,

Kota Bandung

Desa Sukadamai dan Desa Purwasari,

Kec. Dramaga,

Kabupaten Bogor

Jawa Barat

6. Jawa Tengah Kel. Medono dan Kel. Podosugih

Kec. Pekalongan Barat

Kota Pekalongan

Kel. Banjarejo dan Kel. Gutomo

Kec. Karanganyar

Kab. Pekalongan

Jawa Tengah

7. Kalimantan

Selatan

Kel. Mawar dan Kel. Teluk Dalam,

Kec. Banjarmasin Tengah,

Kota Banjarmasin

Desa Makmur dan Desa Tambak

Sirang Darat,

Kec. Gambut,

Kab. Banjar

Kalimantan

Selatan

8. Kalimantan

Barat

Kel. Sungai Bangkong dan Kel. Saigon,

Kec. Pontianak Utara,

Kota Pontianak

Desa Sungai Nipah dan Desa Wajo

Hulu,

Kec. Siantan,

Kab. Mempawah

Kalimantan Barat

9. Kalimantan

Tengah

Kel. Menteng dan Kel. Palangka,

Kec. Jekan Raya,

Kota Palangka Raya

Desa Tewang Kadamba dan Desa

Tumbang Liting,

Kec. Katingan Hilir,

Kab. Katingan

Kalimantan

Tengah

10. Kalimantan

Utara

Kel. Karanganyar dan Kel. Karang Balik,

Kec. Tarakan Barat,

Kota Tarakan

Desa Kampung 4 dan Desa Kampung

6,

Kec. Tarakan Timur,

Kota Tarakan

Kalimantan Utara

11. Sulawesi Barat Kel. Binanga dan Kel. Mamunyu

Kec. Mamuju

Kota Mamuju

Desa Tapango Barat dan Desa Batu

Kec. Tapango

Kab. Pulewali Mandar

Sulawesi Barat

25

NO. PROVINSI LOKASI PENELITIAN

WAKTU

PENELITIAN PERKOTAAN PEDESAAN

12. Sulawesi

Selatan

Kel. Karuwisi Utara dan Kel. Karuwisi

Kec. Panakkukang

Kota Makassar

Desa Sokkolia dan Desa Nirannuang

Kec. Bontomarannu

Kab. Gowa

Sulawesi Selatan

13. Maluku Utara Kel. Dufa-Dufa dan Kel. Kasturian

Kec. Ternate Utara

Kota Ternate

Desa Mado dan Desa Faudu

Kec. Pulau Hiri

Kota Ternate

Maluku Utara

14. Papua Kel. Remu Utara dan Kel. Klademak

Kec. Sorong

Kota Sorong Abepura

Kota Jayapura

Kel. Saoka dan Kampung Klawasi

Kec. Sorong Barat

Kota Sorong

Papua

Realisasi dan capaian indeks keberdayaan konsumen hasil perhitungan survei IKK disajikan

pada Tabel 3. Berdasarkan data tersebut, realisasi IKK Nasional 2018 dari survei di 14 propinsi

sebesar 40,41 dengan capaian kinerja sebesar 96,21%. Realisasi IKK Tahun 2018 sebesar

40,41 mencerminkan bahwa konsumen nasional masuk dalam kategori mampu. Artinya

mampu menggunakan hak dan kewajiban konsumen untuk menentukan pilihan terbaik

termasuk menggunakan produk dalam negeri bagi diri dan lingkungannya.

Tabel 3 Realisasi dan Capaian Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK)

NO

INDIKATOR

KINERJA

PROGRAM

(IKP)

TARGET REALISASI CAPAIAN (%)

UNIT

PELAKSANA 2018 2019 2015 2016 2017

2018 2018

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1

Indeks

Keberdayaa

n Konsumen

42 45 34,17 30,86 33,7 40,41 96,21 Dit. PK

Realisasi dan capaian kinerja IKK selama periode 2015 – 2018 disajikan pada Gambar 5.

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa realisasi IKK mengalami fluktuasi selama periode

tersebut. Realisasi IKK dimulai pada tahun 2015 sebesar 34,17 selanjutnya turun tajam pada

tahun 2016 dengan IKK sebesar 30,86 kemudian meningkat menjadi 33,70 pada tahun 2017

dan meningkat kembali pada tahun 2018 menjadi sebesar 40,41.

26

Gambar 5 Target, Realisasi dan Capaian Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK)

Penurunan realisasi IKK pada tahun 2016 antara lain disebabkan adanya perubahan

karakteristik responden dan metodologi penelitian. Pada tahun 2015, sebanyak empat dari

sembilan wilayah yang disurvei merupakan wilayah perkotaan besar (Jakarta, Surabaya,

Medan dan Makasar) dengan responden adalah orang-orang yang ditemui di pusat keramaian,

seperti mall, pasar dan rumah sakit sehingga merupakan orang-orang yang lebih terbiasa

melakukan transaksi jual beli dan lebih terpapar informasi-informasi mengenai transaksi jual

beli. Metode pemilihan responden dilakukan secara tidak acak (convinience). Sementara tahun

2016, seluruh responden yang dipilih secara acak dengan pendekatan rumah tangga sehingga

tidak sedikit responden yang terpilih merupakan responden yang tidak pernah bertransaksi di

pusat perbelanjaan sehingga kurang terpapar informasi mengenai transaksi jual beli.

Sementara pada tahun 2017 terdapat peningkatan realisasi IKK sebesar 2,84 poin

dibandingkan dengan realisasi tahun 2016. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan

kinerja dalam upaya meningkatkan keberdayaan konsumen di Indonesia. Namun demikian

realisasi tersebut masih lebih kecil dibandingkan dengan target IKK tahun 2017 sebesar 40.

Berdasarkan data tersebut maka capaian kinerja IKK tahun 2017 sebesar 84,25%. Dilihat dari

variabel pengukuran IKK, tidak tercapainya target realisasi tersebut dikarenakan oleh 2

dimensi dari total 7 dimensi pengukuran IKK masih rendah capaiannya, yaitu: (i) Pengetahuan

UU dan Lembaga PK dengan indeks 17,2 dan (ii) Perilaku Komplain dengan indeks 15,71.

Bobot perilaku komplain dalam perhitungan IKK sebesar 40% sehingga sangat berpengaruh

terhadap total nilai IKK. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, alasan konsumen tidak mau

mengajukan komplain diantaranya adalah karena malas, tidak punya waktu, nilai pembelian

tidak seberapa, tidak mengetahui harus komplain kemana, tidak mau menyusahkan orang,

sungkan dan kasihan kepada penjual. Dimensi lain yang juga masih sangat rendah adalah

pengetahuan tentang undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen.

92,351%

83,400%

84,250%

96,210%

75,000%

80,000%

85,000%

90,000%

95,000%

100,000%

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

2015 2016 2017 2018

Realisasi dan Capaian Indeks Keberdayaan Konsumen Pada Periode 2015 - 2018

Target Realisasi Capaian

27

Gambar 6 Nilai IKK Berdasarkan Wilayah dan Tahun

Jika dilihat tren nilai IKK selama empat tahun terakhir berdasarkan kelompok wilayah

perdesaan dan perkotaan, penurunan terjadi pada tahun 2016 untuk kedua wilayah dan secara

total. Selanjutnya perbedaan yang cukup signifikan dan dibuktikan juga secara statistik nilai

IKK antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Pada tahun 2015 gap antara kedua wilayah

adalah 3,67 poin, tahun 2016 sebesar 6,9 poin, tahun 2017 sebesar 3.1 poin dan tahun 2018

sebesar 7,24 poin. Penurunan yang cukup tajam terjadi pada nilai IKK di wilayah perdesaan

pada tahun 2015, di wilayah perkotaan nilai IKK meskipun menurun namun tidak terlalu

signifikan, sedangkan di tahun 2018 nilai keduanya naik dari tahun sebelumnya yaitu 4,36 poin

di wilayah perdesaan dan 8,5 poin di wilayah perkotaan.

Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah

yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka untuk mencapai target realisasi IKK

Tahun 2019, diperlukan terobosan-terobosan strategi pemberdayaan konsumen fokusnya

dalam peningkatan pemahaman pengetahuan UU dan lembaga PK serta mendorong perilaku

komplain.

Menurut propinsi yang disurvei, disajikan realisasi indeks keberdayaan konsumen tahun 2018

pada Gambar 7. Berdasarkan data ini terlihat bahwa rata-rata realisasi IKK pada 14 propinsi

sebesar 40,41. Dari 14 propinsi tersebut, 7 provinsi yang memiliki nilai IKK di atas rata-rata,

yaitu: Sumatera Barat, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan

Utara, dan Maluku Utara. Sementara itu Provinsi Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Kalimantan

Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua Barat memiliki IKK di

bawah rata-rata. Oleh karena itu ketujuh provinsi tersebut perlu menjadi prioritas pelaksanaan

kegiatan edukasi konsumen. Provinsi dengan IKK tertinggi adalah DKI Jakarta dengan nilai

IKK sebesar 47,24. Hal ini sangat logis mengingat media informasi di DKI Jakarta relatif lebih

maju dibandingkan di provinsi lainnya. Demikian juga rata-rata tingkat pendidikan warga DKI

Jakarta relatif lebih tinggi dibandingkan dengan propinsi lainnya sehingga tingkat pemahaman

dan kepedulian konsumen DKI Jakarta lebih baik dibandingkan konsumen di provinsi lainnya.

Sementara provinsi dengan IKK terendah adalah Provinsi Papua Barat sebesar 34,92. Hal ini

mengindikasikan bahwa perlu adanya perhatian secara khusus terhadap Provinsi Papua Barat

dalam peningkatan pemberdayaan konsumen. Rendahnya nilai IKK Papua Barat tergambar

dari nilai yang secara umum paling rendah hampir pada semua dimensi IKK. Untuk itu kerja

32,33

36,000 34,17

27,410

34,31

30,86 32,15 35,25

33,700 36,51

43,75 40,41

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Perdesaan Perkotaan Total

Nila

i IK

K

2015 2016 2017 2018

28

keras dari pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen diperlukan untuk meningkatkan

keberdayaan konsumen di provinsi ini.

Gambar 7 Profil Indeks Keberdayaan Konsumen Menurut Propinsi Tahun 2018

Secara detail skor masing-masing dimensi pengukuran IKK Tahun 2018 disajikan pada

Gambar 8. Skor dimensi pengukuran IKK dari yang tertinggi sampai terendah, sebagai berikut:

preferensi produk dalam negeri sebesar 75,23, perilaku pembelian sebesar 53,66,

kecenderungan berbicara sebesar 51,16, pemilihan produk sebesar 48,52, pencarian informasi

sebesar 43,50, perilaku komplain sebesar 16,97 dan pengetahuan Undang-Undang dan

Lembaga Perlindungan Konsumen sebesar 11,44.

Gambar 8 Rata-Rata Skor Dimensi Pengukuran IKK dari 14 Propinsi Tahun 2018

Skor dimensi pengukuran IKK disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data tersebut terlihat

bahwa dimensi pengukuran dengan skor tertinggi adalah dimensi preferensi produk dalam

negeri dengan skor sebesar 75,23. Hal tersebut mengindikasikan bahwa konsumen nasional

memiliki preferensi terhadap produk dalam negeri dibandingkan dengan produk impor. Provinsi

dengan skor preferensi produk dalam negeri tertinggi adalah Provinsi Jawa Tengah sebesar

43,71 42,15 35,87

47,24

40,88 40,26 35,78 39,100 40,43

45,800

38,04 40,15 41,38

34,92

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

Indeks Keberdayaan Konsumen 2018 Menurut Provinsi

43,500

11,44

48,52

75,23

53,66 51,16

16,97

,000

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

PencarianInformasi

PengetahuanUU & Lembaga

PK

PemilihanProduk

PreferensiProduk

PerilakuPembelian

KecenderunganBicara

PerilakuKomplain

Skor Dimensi IKK 2018

29

84,86, sementara provinsi dengan skor dimensi preferensi produk terendah adalah Sulawesi

Selatan sebesar 61,90.

Tabel 4 Hasil Survei IKK Menurut Propinsi dan Variabel Pengukuran IKK Tahun 2018

Provinsi IKK A B C D E F G

Sumatera Utara 43,71 47,78 5,07 54,00 75,90 64,94 58,30 13,22

Bengkulu 42,15 48,03 7,73 44,10 77,90 64,38 53,33 14,13

Kepulauan Riau 35,87 37,33 4,53 40,67 84,29 53,21 44,30 12,22

DKI Jakarta 47,24 48,61 38,13 60,67 69,43 66,00 56,67 19,36

Jawa Barat 40,88 46,64 9,07 45,43 69,81 54,44 51,11 18,69

Jawa Tengah 40,26 36,44 16,80 53,24 84,86 51,38 52,37 17,56

Kalimantan

Selatan 35,78 34,19 7,60 45,90 75,52 48,86 44,07 16,20

Kalimantan Barat 39,10 32,61 16,27 52,95 77,05 53,59 49,41 18,80

Kalimantan

Tengah 40,43 49,97 2,13 47,14 67,52 54,33 49,33 16,91

Kalimantan Utara 45,80 54,72 21,07 59,14 80,19 57,44 49,33 21,58

Sulawesi Selatan 40,15 42,89 18,00 45,33 61,90 52,27 56,67 15,51

Sulawesi Barat 38,04 53,56 3,07 38,76 62,67 46,00 45,70 16,51

Maluku Utara 41,38 50,53 0,67 49,71 84,38 50,06 51,56 16,93

Papua Barat 34,92 25,67 10,00 42,29 81,81 34,30 54,15 19,98

Rata-rata 40,41 43,50 11,44 48,52 75,23 53,66 51,16 16,97

30

Keterangan: A= Pencarian Informasi; B = Pengetahuan UU dan Lembaga PK; C = Pemilihan Produk; D = Preferensi Produk; E =

Perilaku Pembelian; F = Kecenderungan Bicara; G = Perilaku Komplain

Sementara itu, skor dimensi pengukuran IKK yang relatif rendah adalah dimensi pengetahuan

Undang-Undang dan Lembaga Perlindungan Konsumen dan Perilaku Komplain, masing-masing

dengan skor 11,44 dan 16,97. Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan konsumen akan

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen serta perilaku

komplain konsumen masih rendah. Mengingat hal tersebut maka dalam pelaksanaan kegiatan

edukasi konsumen, pelaku usaha dan motivator perlu penekanan materi terkait regulasi dan

lembaga perlindungan konsumen serta menekankan sikap kritis dalam bertransaksi.

Provinsi dengan perilaku komplain terendah adalah provinsi Kepulauan Riau, hanya sebesar

12,22%. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh budaya masyarakat Kepulauan Riau yang

cenderung tidak mau komplain ketika tidak puas dengan barang/jasa yang dibelinya. Provinsi

dengan dimensi pengetahuan Undang-Undang dan Lembaga Perlindungan Konsumen terendah

adalah Provinsi Maluku Utara, sebesar 0,67. Hal ini salah satunya disebabkan masih rendahnya

tingkat pendidikan masyarakat Maluku Utara serta rendahnya jangkauan media publikasi terkait

regulasi dan lembaga perlindungan konsumen.

Kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya sasaran program meningkatnya keberdayaan

konsumen pada tahun 2018, sebagai berikut:

1. Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Perlindungan Konsumen

Berdasarkan perjanjian kinerja pada tahun 2018, dalam rangka mendukung indikator program

telah ditetapkan 3 rancangan kebijakan dan NSPK bidang perlindungan konsumen. Pada

tahun 2018 telah dihasilkan 3 (tiga) kebijakan dan NSPK, berikut:

1.1 Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Gerakan perlindungan konsumen di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1973, yang

dimotori oleh YLKI. Selanjutnya, lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menjadi titik balik perubahan rezim perlindungan konsumen di

Indonesia, dimana Pemerintah secara khusus ditugaskan menjadi ujung tombak

penyelenggaraan perlindungan konsumen. Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999, perlindungan konsumen di Indonesia diharapkan dapat lebih memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan.

Implementasi pelaksanaan perlindungan konsumen perlu dioptimalkan untuk

menghadapi tantangan perlindungan konsumen di tengah perekonomian dunia yang

semakin kompleks dan terintegrasi. Oleh karena itu Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen perlu untuk direvisi agar dapat mengikuti

perubahan pola dan model transaksi perdagangan yang berkembang saat ini.

Perubahan Rancangan UUPK meliputi:

BAB I : Ketentuan Umum

BAB II : Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

BAB III : Hak dan Kewajiban Konsumen, Pelaku Usaha Barang dan Penyedia

Jasa

Bagian Kesatu : Hak dan Kewajiban Konsumen

Bagian Kedua : Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Barang dan Penyedia

Jasa

31

BAB IV : Larangan Bagi Pelaku Usaha Barang dan Penyedia Jasa

Bagian Kesatu : Larangan Bagi Pelaku Usaha Barang

Bagian Kedua : Larangan Bagi Penyedia Jasa

BAB V : Perjanjian Baku

BAB VI : Tugas Pemerintah di Bidang Perlindungan Konsumen

BAB VII : Kelembagaan

BAB VIII : Penyelesaian Sengketa Konsumen

BAB IX : Pembinaan dan Pengawasan

BAB X : Penyidikan

BAB XI : Ketentuan Pidana

BAB XII : Ketentuan Peralihan

BAB XIII : Ketentuan Penutup

Pada akhir tahun 2018, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah

diserahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk selanjutnya dilakukan

harmonisasi.

1.2 Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

pelaksanaan perlindungan konsumen di seluruh daerah kabupaten/kota menjadi

kewenangan daerah provinsi, oleh karena itu perlu melakukan perubahan Peraturan

Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat.

Pokok-pokok Perubahan mendasar dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang disesuaikan dengan

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang:

Semula: 1. urusan perlindungan konsumen ada di tingkat kab/kota

2. pendaftaran LPKSM yang semula di kab/kota

Menjadi: 1. Urusan perlindungan konsumen ada di tingkat Provinsi.

2. pendaftaran LPKSM pada Tingkat Provinsi.

Namun bagi LPKSM yang telah terbentuk sebelum RPP Perubahan LPKSM berlaku,

tetap diakui sepanjang telah terdaftar pada Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pada akhir tahun 2018, Rancangan RPP Perubahan LPKSM telah dilakukan harmonisasi

di Kementerian Hukum dan HAM, serta telah diproses untuk pengesahan di Sekretariat

Negara.

1.3 Rancangan Instruksi Presiden tentang Aksi Nasional Perlindungan Konsumen Tahun 2018-2019

Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2017 tentang Stranas-PK mengamanatkan penyusunan Instruksi Presiden tentang Aksi Nasional Perlindungan Konsumen yang memuat sasaran, arah kebijakan, strategi dan sektor prioritas penyelenggaraan perlindungan konsumen pada tahun 2017-2019.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (4) dalam Perpres tersebut ditetapkan bahwa penyusunan Aksi Nasional dikoordinasikan oleh Kementerian Perdagangan, dengan melibatkan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional dan ditetapkan dengan Instruksi Presiden.

a. Sebanyak 13 (tiga belas) Kementerian/Lembaga yang memiliki Aksi Nasional Perlindungan Konsumen yakni:

32

- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;

- Kementerian Perdagangan; - Kementerian Dalam Negeri; - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; - Kementerian Kesehatan; - Kementerian Perindustrian; - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; - Kementerian Perhubungan; - Kementerian Komunikasi dan Informatika; - Kementerian Badan Usaha Milik Negara; - Badan Pengawas Obat dan Makanan; dan - Badan Standardisasi Nasional.

b. Sebanyak 2 (dua) Kementerian yang terlibat dalam penyusunan Inpres: - Sekretariat Kabinet; dan - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

c. Sebanyak 1 (satu) Badan: - Badan Perlindungan Konsumen Nasional);

d. Sebanyak 6 (enam) BUMN: - Pertamina; - Pertamina Gas; - PLN; - PGN; - Perumnas; dan - BPJS).

e. Sebanyak 2 (dua) Asosiasi Perumahan: - Persatuan Perumahan Real Estate Indonesia; dan - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia.

f. Sebanyak 2 (dua) Lembaga Bidang Keuangan: - Otoritas Jasa Keuangan; dan - Bank Indonesia.

g. Sebanyak 1 (satu) Perusahaan: - PT. Blue Gas Indonesia.

Penyusunan Rancangan Instruksi Presiden tentang Aksi Nasional Perlindungan Konsumen ini merupakan program atau kegiatan yang dilakukan kementerian/lembaga sebagaimana disebutkan di atas untuk periode 3 (tiga) tahun yakni 2017-2019.

Pada akhir tahun 2018, Rancangan Instruksi Presiden telah diproses oleh Sekretariat

Kabinet untuk ditandatangani oleh Presiden.

2. Konsumen yang memahami Hak dan Kewajibannya

Pada tahun 2018 telah ditetapkan bahwa jumlah konsumen yang memahami hak dan

kewajibannya adalah 5000 orang. Dalam pencapaian target tersebut telah dilakukan berbagai

kegiatan pendukung edukasi konsumen, diantaranya:

a. Penyuluhan Perlindungan Konsumen

b. Forum Dialog Perlindungan Konsumen dengan Perguruan Tinggi

c. Hari Konsumen Nasional (Harkonas)

d. Fasilitasi LPKSM

e. Publikasi Perlindungan Konsumen Melalui Berbagai Media

Hari Konsumen Nasional

33

Fasilitasi LPKSM

Dilaksanakan 1 angkatan

di Banjarmasin dengan

YLK Kalsel dan YLPK

Kota Banjarmasin

Realisasi: 100 orang

Peserta: tokoh

masyarakat, guru, Karang

Taruna, dan ibu- ibu PKK

Memfasilitasi LPKSM

untuk bersama-sama

melaksanakan

perlindungan konsumen

sekaligus mengedukasi

masyarakat agar dapat

meningkatkan

pemahaman akan hak

dan kewajibannya

Publikasi Perlindungan

Konsumen

Dikirimkan secara acak

kepada pengguna jasa

telekomunikasi yaitu

Telkomsel, XL, dan

Indosat seluruh Indonesia

berupa SMS Blast

Realisasi: 1.500 orang

Konten SMS Blast yang

dikirimkan merupakan

informasi mengenai

perlindungan konsumen

meliputii hak maupun

kewajiban konsumen

hingga media dan sarana

pengaduan konsumen

Gambar 9 Kegiatan Pendukung Edukasi Konsumen

34

3. Layanan Pengaduan Konsumen

Selain melaksanakan Edukasi Perlindungan Konsumen, Direktorat Pemberdayaan Konsumen juga melaksanakan penanganan pengaduan konsumen yang disampaikan baik secara langsung, surat, email, maupun whatsapp. Jenis dan kriteria penanganan pengaduan yang merupakan kewenangan Direktorat Pemberdayaan Konsumen adalah pengaduan yang termasuk dalam 6 (enam) parameter yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK) yaitu standar, label, klausula baku, pelayanan purna jual, cara menjual dan pengiklanan dan pengaduan tersebut dilakukan oleh konsumen akhir. Pada tahun 2018, Direktorat Pemberdayaan Konsumen telah menerima 2.011 Pengaduan/Pertanyaan dan Infromasi (273 pengaduan, 75 pertanyaan, dan 1.663 informasi) telah diselesaikan 2.006 sedangkan 5 masih dalam proses. Secara rinci jumlah aduan dan penanganan aduan yang telah diselesaikan disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan data tersebut, realisasi layanan pengaduan pada tahun 2018 adalah 99,75% dengan capaian 117,35%

Tabel 5 Rekapitulasi Pengaduan/Pertanyaan dan Informasi Tahun 2018

NO. SUMBER PENGADUAN PERTANYAAN INFORMASI DALAM

PROSES SELESAI TOLAK TOTAL

1. Datang Langsung 7 - - - 7 - 7

2. Surat - - - - - - -

3. Email 59 10 4 2 71 - 73

4. WA 86 38 39 3 160 - 163

5. SISWAS-PK 121 27 1.620 - 1.768 - 1.839

JUMLAH 273 75 1.663 5 2.006 - 2.011

% realisasi penyelesaiaan

aduan 99,75

TARGET 2017 (%) 85,00

CAPAIAN 2017 (%) 117,35

* 1 Januari – 31 Desember 2018 (per 12 Januari 2019)

** diolah dari sumber data Direktorat Pemberdayaan Konsumen

4. Pembinaan SDM Kelembagaan Perlindungan Konsumen

Dalam rangka penguatan kelembagaan penanganan sengketa konsumen, yaitu BPSK dan

LPKSM, Kementerian Perdagangan melaksanakan Pembinaan Sumber Daya Manusia

Perlindungan Konsumen melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Bimbingan Teknis Mediator

b. Bimbingan Teknis bagi Sumber Daya Manusia (SDM) Anggota LPKSM

35

Gambar 10 Kegiatan Pembinaan Sumber Daya Manusia Perlindungan Konsumen

5. Pembinaan SDM Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Dalam rangka membangun kualitas penyelenggara perlindungan konsumen, Kementerian

Perdagangan menyelenggarakan pelatihan bagi SDM BPSK agar dapat berperan aktif dalam

menangani masalah-masalah konsumen secara profesional sebagaimana diamanatkan oleh

Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jumlah SDM BPSK yang dibina di tahun 2017

ditargetkan berjumlah 200 orang. Adapun jumlah SDM BPSK yang dibina merupakan hasil dari

berbagai pelatihan sebagai berikut:

a. Bimbingan Teknis Kepaniteraan bagi Sekretariat BPSK

b. Bimbingan Teknis bagi Anggota SDM BPSK

Bimbingan Teknis Mediator

Dilaksanakan 1 angkatan di

Jakarta dengan Pusat

Mediasi Nasional

Realisasi: 20 orang

Peserta: perwakilan dari

BPSK Kabupaten/Kota

Mendidik peserta pelatihan

agar memiliki kemampuan

teknik mediasi yang baik

dan sesuai peraturan

perundang-undangan

dalam menyelesaikan

sengketa konsumen

Bimbingan Teknis bagi

SDM anggota LPKSM

Dilaksanakan 2 angkatan di

Jakarta dan Padang

Realisasi: 80 orang

Peserta: perwakilan dari

LPKSM setempat

Upaya peningkatan peran

LPSKM dengan mendidik

pengelola LPKSM agar

memiliki kompetensi yang

meliputi pengetahuan,

keterampilan dan sikap

dalam melaksanakan tugas

pokoknya

36

Gambar 11 Kegiatan Pembinaan SDM Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

6. Pembinaan Kebijakan Perlindungan Konsumen Bagi Pelaku Usaha

Pemahaman Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak

hanya disampaikan kepada konsumen, tetapi juga disampaikan kepada pelaku usaha. Melalui

pembinaan kebijakan perlindungan konsumen bagi pelaku usaha, pemerintah merangkul

pelaku usaha sebagai mitra dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen melalui

pemahaman terhadap hak dan kewajiban pelaku usaha dalam penyelenggaraan perlindungan

konsumen. Pada tahun 2018, telah dilaksanakan pembinaan kebijakan perlindungan

konsumen bagi pelaku usaha kepada 4 angkatan dengan total peserta sebanyak 280 orang.

Gambar 12 Kegiatan Pembinaan Kebijakan Perlindungan Konsumen Bagi Pelaku Usaha

Bimbingan Teknis

Kepaniteraan bagi

Sekretariat BPSK

Dilaksanakan 1 kali di

Bandung

Realisasi: 35 orang

Peserta: perwakilan dari

BPSK Kabupaten/Kota

Memberikan pengetahuan

dan wawasan yang

bermanfaat untuk

pelaksanaan tugas

kepaniteraan di BPSK

melalui berbagai materi

yang disajikan oleh para

Narasumber yang

kemudian dapat diterapkan

di daerah masing-masing

Bimbingan Teknis bagi

Anggota SDM BPSK

Dilaksanakan 5 angkatan di

Bandung bekerjasama

dengan Universitas Katholik

Parahyangan

Realisasi: 165 orang

Peserta: perwakilan dari

BPSK Kabupaten/Kota

Mengoptimalkan peran

BPSK dengan memberikan

ilmu pengetahuan dan

pemahaman melalui materi

dan simulasi dari

Narasumber yang

kompeten kepada anggota

BPSK guna meningkatkan

kualitas SDM

penyelenggara

perlindungan konsumen

37

7. Media Informasi Perlindungan Konsumen

Dalam rangka mensosialisasikan perlindungan konsumen kepada masyarakat. Direktorat

Pemberdayaan Konsumen menggunakan 4 (empat) jenis media informasi untuk

menyebarluaskan informasi (publikasi) perlindungan konsumen. Informasi yang dipublikasikan

berupa isu-isu aktual dan kiat-kiat menjadi konsumen yang cerdas dalam memanfaatkan

barang dan/atau jasa. Keempat jenis media informasi yang digunakan adalah media cetak,

media internet, media elektronik dan media lainnya. Pada tahun 2018 telah dilaksanakan

publikasi perlindungan konsumen dalam rangka menyambut Hari Konsumen Nasional

(Harkonas) dengan menggunakan media informasi melalui:

1. Publikasi Media Cetak melalui Surat Kabar Republika

2. Publikasi Media Internet melalui Suara Ondonews.com

3. Publikasi Media Elektronik melalu Pesona TV Bangka

4. Publikasi Media lainnya melali SMS Blast dari penyedia jasa telekomikasi Telkomsel, XL,

dan Indosat

Sasaran: Meningkatnya Ketertelusuran Mutu Barang

Dalam rangka mendukung terwujudnya perlindungan konsumen dan menjalankan Peraturan

Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2018 tentang perubahan atas Peraturan Menteri

Perdagangan nomor 24/M-DAG/PER/4/2016 tentang Standardisasi Bidang Perdagangan,

terhadap barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib, sebelum produk diedarkan, pelaku

usaha wajib memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT-SNI) sebagai bukti bahwa

produknya telah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI). Selanjutnya, SPPT-SNI

menjadi salah syarat untuk memperoleh Nomor Pendaftaran Barang (NPB) untuk produk asal

impor atau Nomor Registrasi Produk (NRP) untuk produksi dalam negeri. NPB dan NRP

digunakan sebagai alat ketertelusuran barang yang sudah diberlakukan SNI secara wajib dalam

melakukan market surveilen dan merupakan instrumen penting untuk melindungi konsumen atas

konsumsi barang impor yang tidak sesuai SNI.

Gambar 13 Mekanisme Penerbitan NRP/NPB

Berdasarkan data, rata-rata per tahun diterbitkan ± 5000 NPB dengan variasi produk impor

mencapai ± 100 merk. Hal ini menjadikan perlunya pengendalian konsistensi mutu produk

38

terhadap barang – barang impor sebelum diedarkan di pasar. Pengendalian tersebut dilakukan

melalui uji petik terhadap barang-barang impor sebelum diedarkan di pasar, dengan cara

melakukan pembelian barang yang sudah diberlakukan SNI secara wajib di gudang importir

sebelum barang diperdagangkan kemudian dilakukan pengujian di laboratorium yang sudah

terakreditasi oleh KAN.

IKP 2: Persentase Barang Impor Ber-SNI Wajib yang Sesuai Ketentuan yang

Berlaku

Salah satu indikator keberhasilan meningkatkan perlindungan konsumen terlihat pada hasil uji

petik yang terbukti sesuai dengan parameter SNI atau konsisten mutunya. Tingkat kesesuaian

barang impor dengan parameter SNI digambarkan dengan indikator Persentase Konsistensi Mutu

Barang Impor Ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan, yang dihitung dengan membandingkan

Jumlah Barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan dibagi dengan total contoh yang

diambil dalam satu tahun kemudian dikalikan angka 100%. Semakin tinggi nilai persentase

konsistensi mutu barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan mengindikasikan bahwa

konsistensi mutu barang impor semakin tinggi sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.

Secara ringkas perhitungan persentase konsistensi mutu diformulakan sebagai berikut

% 𝑲𝒐𝒏𝒔𝒊𝒔𝒕𝒆𝒏𝒔𝒊 = 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒊𝒎𝒑𝒐𝒓 𝒃𝒆𝒓𝑺𝑵𝑰 𝒘𝒂𝒋𝒊𝒃 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒊 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖𝒂𝒏

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒎𝒃𝒊𝒍 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏𝒙𝟏𝟎𝟎%

Keterangan:

Persentase konsistensi mutu adalah gambaran persentase barang yang sudah mempunyai

NPB dan SPPT SNI serta memenuhi ketentuan terkait perlindungan konsumen.

Jumlah barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan didasarkan hasil uji laboratorium.

Total contoh uji petik dalam satu tahun adalah jumlah produk dihitung berdasarkan jenis-

merek-tipe.

Lokasi dan kuantitas sampel tidak diperhitungkan.

Tabel 6. Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Impor Ber-SNI Wajib yang Sesuai Ketentuan Tahun 2018

NO INDIKATOR KINERJA

PROGRAM (IKP)

TARGET 2018 REALISASI CAPAIA

N 2018

(%)

UNIT PELAKSANA

2018 2019 2015 2016 2017 2018

1 Persentase Barang Impor

Ber-SNI Wajib yang

Sesuai dengan Ketentuan

yang Berlaku

75 80 61,80 83,10 82,35 80,00 106,67 Dit. Standalitu

Pada tahun 2018 dilakukan uji petik terhadap 85 merk barang impor ber SNI Wajib di Gudang

importir yang terdiri dari 18 jenis produk dari 64 importir, yaitu: sepatu pengaman, ban dalam

kendaraan bermotor, ban mobil penumpang, ban sepeda motor, ban truk ringan, baterai primer,

kipas angin, korek api gas, kotak kontak, lampu swaballast, mainan anak, pompa air, melamin –

produk makanan dan minuman, saklar, setrika listrik, tusuk kontak, kompor gas LPG, dan helm

pengendara bermotor roda dua.

39

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil 68 merk sesuai SNI (80,00%) dan 17 merk tidak

sesuai SNI (20,00%). Importir yang barangnya memenuhi ketentuan diberikan apresiasi berupa

ucapan terimakasih, namun apabila barang tidak sesuai ketentuan maka importir terkait akan

dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/PER/4/2016

tentang Standardisasi Bidang Perdagangan. Realisasi persentase barang impor ber-SNI wajib

yang sesuai ketentuan sebesar 80,00%, dengan capaian kinerja sebesar 106,67%. Realisasi ini

lebih besar dibandingkan dengan target 2018 sebesar 75%. Namun demikian sedikit lebih kecil jika

dibandingkan dengan realisasi tahun 2017 sebesar 82,35%. Dibandingkan dengan target jangka

menengah tahun 2019 dan target 2018, maka nilainya adalah sama yaitu sebesar 80%.

Keberhasilan capaian target realisasi tersebut, antara lain disebabkan: (i) adanya ketersediaan

data importasi dari Indonesia Nasional Single Window (INSW) sehingga memudahkan penetapan

merk produk yang akan diambil contohnya, (ii) adanya dukungan kapasitas laboratorium BPMB

yang mampu melakukan pengujian terhadap sebagian besar sampel uji petik, dan (iii) tercapainya

realisasi output kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Standardisasi dan

Pengendalian Mutu dalam rangka mendukung capaian kinerja persentase barang impor ber-SNI

wajib yang sesuai ketentuan.

Data realisasi dan capaian kinerja persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai dengan

ketentuan periode 2015 – 2018 disajikan pada Gambar 9. Hasil pengujian secara rinci disajikan

pada Tabel 7. Berdasarkan data tersebut dari 85 merk, 68 merk diantaranya memenuhi

persyaratan parameter SNI dan 17 merk tidak sesuai SNI.

Gambar 14. Realisasi dan Capaian Kinerja Persentase

Barang Impor Ber-SNI Wajib yang Sesuai dengan Ketentuan Periode 2015 – 2018 Tabel 7. Hasil Pengujian Produk Tahun 2018

No Komoditi

Jumlah Yang

Telah Diambil Sesuai SNI

Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI

(Parameter

Mutu)

Tidak Sesuai SNI

(Parameter

Penandaan) tapi Tidak/ salah

mencantumkan

NPB

Merk Importir Merk Importir Merk Importir Merk Importir Merk Importir

40

1 Sepatu

Pengaman

3 3 1 1 2 2

2 Ban Dalam

Kendaraan

Bermotor

11 9 7 7 1 1 2 2 1 1

3 Ban Mobil

Penumpang

6 5 6 5

4 Ban Sepeda

Motor

1 1 1 1

5 Ban Truk Ringan 3 3 2 2 1 1

6 Baterai Primer 6 5 5 5 1 1

7 Pompa Air 8 7 5 4 1 1 2 2

8 Kipas Angin 3 3 2 2 1 1

9 Mainan Anak 10 7 8 6 1 1 1 1

10 Lampu

Swaballast

11 7 11 7

11 Melamin –

Produk

makanan dan

minuman

5 2 5 2

12 Setrika Listrik 1 1 1 1

13 Tusuk kontak 2 2 2 2

14 Kotak kontak 4 4 3 3 1 1

15 Saklar 2 2 2 2

16 Kompor gas

LPG

1 1 1 1

17 Helm

Pengendara

Bormotor Roda

Dua

1 1 1 1

18 Korek Api Gas 7 2 3 1 4 1

TOTAL 85 65 66 53 2 2 7 7 10 7

Meskipun capaian kinerjanya relatif tinggi, namun masih ada beberapa kendala/permasalahan

yang dialami dalam pelaksanaan kegiatan, antara lain:

- Adanya kesulitan dalam memastikan kesesuaian antara jumlah sampel yang telah

direncanakan dengan ketersediaan barang yang ada di gudang, akibat data importasi

barang yang dapat berubah sewaktu-waktu.

- Waktu pelaksanaan uji petik yang sudah direncanakan sulit untuk dapat disesuaikan

dengan waktu importasi barang.

- Tidak semua komoditi SNI wajib dapat dilakukan uji petik, karena terkendala biaya

pengujian, biaya pembelian sampel, dan karakteristik barang yang menyulitkan dalam

pengambilan sampel (seperti : baja, ubin keramik, kaca pengaman)

- Lamanya waktu proses pengujian di laboratorium yang disebabkan banyaknya antrian

permintaan pengujian yang masuk.

- Adanya kesulitan dalam melakukan komunikasi dengan beberapa pelaku usaha terkait

karena data kontak yang sudah tidak valid.

- Adanya beberapa pelaku usaha yang kurang kooperatif dalam hal penyediaan barang

contoh/ sampel dengan berbagai alasan yang dibuat-buat.

41

Oleh karena permasalahan tersebut diatas, terutama dalam hal ketidaksesuaian antara

perencanaan dengan fakta yang ada di lapangan, maka terjadi penurunan besaran capaian kinerja

dari tahun 2017 ke tahun 2018, dimana ada perbedaan total jumlah merk produk yang sesuai

mutunya berdasarkan hasil pengujian antara tahun 2017 dengan tahun 2018.

Kegiatan-kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran meningkatnya ketertelusuran mutu

barang yang dilaksanakan pada Tahun 2018 adalah sebagai berikut:

1. Rancangan Kebijakan dan Standar dibidang Perdagangan

Pada tahun 2018 dilakukan penyusunan kebijakan dan NSPK, berikut: (i) Rancangan

Kebijakan dan NSPK Rapat Teknis 3 Pembahasan RSNI Gudang Coldstorage; (ii) Rancangan

Kebijakan dan NSPK RPP Perdagangan Jasa; (iii) Revisi Permendag 10 Tahun 2008; (iv)

Revisi Permendag LCSKI.

1.1 Rancangan Kebijakan dan NSPK Rapat Teknis 3 Pembahasan RSNI Gudang Coldstorage

Rapat bertujuan untuk merumuskan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) untuk

ketentuan Gudang Coldstorage. Diselenggarakan pada tanggal 2 Juli 2018 di Ruang Rapat

Bappebti. Rapat dipimpin oleh Direktur Standardisasi dan Pengendalian Mutu selaku

Ketua Komtek dan Kepala Biro Pembinaan Pengawasan Sistem Resi Gudang dan Pasar

Lelang Komoditas selaku Ketua, serta dihadiri oleh anggota tim komite teknis, tim perumus,

dan stakeholder yang menyampaikan masukan terkait substansi dari istilah dan definisi

pada draft RSNI. Saat ini SNI Gudang Komoditas Garam sudah terbit Surat Keputusan

penetapan pemberlakuan dari Badan Standardisasi Nasional (BSN).

1.2 Rancangan Kebijakan dan NSPK Rapat Pleno Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyediaan Tenaga Teknis yang Kompeten dibidang Perdagangan

Jasa

Rapat bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan dari Kementerian/Lembaga terhadap

draft RPP Penyediaan Tenaga Teknis yang Kompeten dibidang perdagangan jasa. Rapat

dilaksanakan di Ruang Rapat Kemenkumham pada tanggal 24 Agustus 2018. Dalam

penyusunan draft RPP tidak dilaksanakan public hearing terhadap pelaku usaha karena

pemberlakuan kewajiban Penyedia Jasa memiliki dan mempekerjakan Tenaga Teknis yang

Kompeten ditetapkan oleh masing – masing K/L sesuai kewenangan. Bila intansi teknis

terkait menetapkan pemberlakuan wajib di sektor jasa tertentu, maka public hearing akan

dilaksanakan terhadap pelaku usaha oleh instansi teknis tersebut. Tindak lanjut rapat

melaksanakan rapat Tim Kecil yang beranggotakan perwakilan anggota PAK RPP

Perdagangan Jasa sebelum rapat Harmonisasi ke-2. Saat ini rancangan Peraturan

Pemerintah tentang Penyediaan Tenaga Teknis yang Kompeten dibidang Perdagangan

Gambar 15 Rapat Teknis 3 Pembahasan RSNI Ketentuan Gudang Berpendindingin (Clodstorage)

42

Jasa sudah berada di Kementerian Sekretariat Negara untuk ditandatangani Bapak

Presiden RI.

1.3 Revisi Permendag 10 Tahun 2008

Rapat dilaksanakan di Ruang Rapat Ditstandalitu pada tanggal 11 Juli 2018 dimana

Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu menyusun Revisi Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Karet Alam Spesifikasi

Teknis Indonesia (SIR) yang Diperdagangkan Ke Luar Negeri. Permendag No.10 tahun

2008 mengatur tentang ketentuan SIR yang diperdagangkan keluar negeri sesuai SNI 06-

1903-2000, tata cara pendaftaran dan penerbitan Tanda Pengenal Produsen (TPP) SIR,

serta pelaporan dan evaluasi kinerja produsen SIR dan Lembaga Penilaian Kesesuaian.

Salah satu persyaratan untuk memperoleh TPP SIR adalah keanggotaan GAPKINDO.

Berdasarkan diskusi dengan Dektanhut dan Dit. Perundingan APEC dan Organisasi

Internasional bahwa GAPKINDO merupakan mitra kerja Kementerian Perdagangan sesuai

Nota Dinas dari Dirjen Daglu kepada Dirjen SPK No. 264/DAGLU/ND/08/2013 dengan

merujuk pada Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor: 35/M-

DAG/KEP/2/2007, dimana Gapkindo ditugaskan sebagai National Tripartite Rubber

Corporation (NTRC) untuk melaksanakan skema alokasi ekspor yang disepakati (Agreed

Export Tonnage Scheme) dan memonitor skema pengurangan produksi (Supply

Management Scheme).

Dalam rapat dengan Dektanhut dan Dit. Perundingan APEC dan Organisasi Internasional

tersebut, disampaikan bahwa Dektanhut merupakan focal point dalam diplomasi NTRC dan

saat ini baru Gapkindo yang kredibel dalam melaksanakan skema alokasi ekspor,

mengontrol pergerakan supply karet alam, dan memberikan punishment bagi anggota yang

tidak dapat memenuhi. Dektanhut belum memiliki database ekspor SIR sehingga

Kemendag belum mampu melaksanakan monitoring.

Revisi Permendag No. 10 tahun 2008 akan mencakup :

a. Penyesuaian perubahan nomenklatur organisasi di lingkungan Kementerian

Perdagangan.

b. Perubahan SNI SIR dari SNI 06-1903-2000 menjadi SNI 1903:2017, yang meliputi

klasifikasi SIR, persyaratan mutu, persyaratan penandaan dan kemasan.

c. Pengaturan ketelusuran eksportir SIR, dimana saat ini ekspor SIR dapat dilakukan

oleh eksportir produsen SIR dan eksportir SIR.

d. Penyesuaian proses pengajuan permohonan dan penerbitan TPP SIR dengan

regulasi terkait Online Single Submission (OSS).

Gambar 16 Rapat Pleno Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi RPP tentang Penyediaan Tenaga Teknis yang Kompeten dibidang Perdagangan Jasa

43

Gambar 17 Rapat Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008

1.4 Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

Dalam rangka membangun SDM sektor perdagangan yang berkualitas melalui penyusunan

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Kementerian Perdagangan telah

membentuk Komite Standar Kompetensi Sektor Perdagangan (KSK) melalui Keputusan

Menteri Perdagangan Nomor 567/M-DAG/KEP/4/2016 tentang Perubahan atas Keputusan

Menteri Perdagangan Nomor 1048/M-DAG/KEP/9/2015 tentang Komite Standar

Kompetensi Sektor Perdagangan dimana Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan

Tertib Niaga ditunjuk sebagai Ketua KSK.

Sebagai pelaksanaan salah satu tugas KSK, yakni Pengembangan SKKNI dan KKNI, KSK

menyusun Pedoman Penyusunan SKKNI dan KKNI Sektor Perdagangan untuk menjadi

pedoman unit teknis di lingkungan Kementerian Perdagangan dalam kegiatan Penyusunan

SKKNI dan KKNI Sektor Perdagangan.

Saat ini Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia sudah

selesai disusun dan akan dicetak pada tahun 2018.

2. Uji Petik Ketertelusuran Mutu Barang

Uji petik atau pengawasan pra pasar dilakukan terhadap barang impor yang telah

diberlakukan SNI secara wajib sebelum barang tersebut beredar di pasar melalui pengambilan

sampel di gudang importir serta pengujian laboratorium sebagaimana amanat Peraturan

Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2018 tentang perubahan atas Peraturan Menteri

Perdagangan nomor 24/M-DAG/PER/4/2016 Nomor No.24/M-DAG/PER/4/2016 tentang

Standardisasi Bidang Perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan ketertelusuran serta

konsistensi mutu barang terhadap barang-barang SNI wajib yang telah memiliki Nomor

Pendaftaran Barang (NPB). Kegiatan uji petik ketertelusuran mutu barang dilakukan melalui

pengambilan contoh barang di gudang importir / pelaku usaha atau di gudang penyimpanan

lainnya oleh petugas pengambil contoh dan/atau petugas pengawas guna untuk melihat

ketertelusuran mutu barang terhadap standar yang ada (SNI) serta kesesuaian pencantuman

label dengan penerbitan NPB (Nomor Pendaftaran Barang) serta peraturan terkait label

lainnya.Tujuan uji petik adalah:

1. Memastikan bahwa barang impor SNI wajib yang diambil sampelnya telah memenuhi

persyaratan parameter SNI.

2. Memastikan ketertelusuran mutu barang impor melalui pencantuman NPB yang sudah

diterbitkan oleh Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu pada barang/kemasan

serta ketentuan lain yang diatur dalam Peraturan Label Berbahasa Indonesia.

44

Pada tahun 2018 uji Petik di Gudang Importir dilaksanakan sebanyak 8 (delapan) kali di 5

(lima) daerah yaitu di daerah Jakarta sebanyak 4 kali, di daerah Banten, Jawa Barat, daerah

Medan dan Surabaya masing-masing 1 kali dengan melakukan pembelian produk sebanyak

85 merek dari 18 jenis produk dan 65 importir. Jenis produk yang diambil, antara lain: sepatu

pengaman, ban dalam kendaraan bermotor, ban mobil penumpang, ban sepeda motor, ban

truk ringan, baterai primer, pompa air, kipas angin, mainan anak, lampu swaballast, Melamin –

Produk makanan dan minuman, setrika listrik, tusuk kontak, kotak kontak, saklar, kompor gas

2 tungku, Helm Pengendara Bormotor Roda Dua, dan korek api gas.

3. Presentase Penyelesaian Pelayanan Publik sesuai dengan Service Level Arragement (SLA)

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan publik dalam bidang mutu barang, Direktorat

Standardisasi dan Pengendalian Mutu melakukan pemeliharaan sistem mutu pelayanan

publik. Target kegiatan tersebut adalah mempertahankan sertifikasi pihak ketiga terkait ISO

9001 sebagai bukti bahwa sistem mutu yang diterapkan di Direktorat Standardisasi dan

Pengendalian Mutu dalam pemberian pelayanan di bidang mutu barang telah sesuai dengan

standar yang dipersyaratkan. Pada tahun 2013, Direktorat Standardisasi dan Pengendalian

Mutu telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2008 dan telah diupgrade sesuai dengan ISO

9001:2015 pada Maret 2018.

Service Level Arragement (SLA) adalah perjanjian antara penyedia layanan dan pelanggan

internal atau eksternal yang mendokumentasikan layanan apa yang akan disediakan oleh

penyedia dan mendefinisikan standar layanan yang wajib dipenuhi oleh penyedia.

Bagi penyedia layanan, SLA berfungsi untuk membantu mengelola harapan pelanggan.

Pelanggan juga dapat mengambil manfaat dari SLA karena menggambarkan karakteristik

kinerja layanan, yang dapat dibandingkan dengan SLA penyedia lain.

Secara umum suatu SLA mencakup pernyataan sasaran, daftar layanan yang akan dicakup

oleh perjanjian dan juga akan menentukan tanggung jawab penyedia layanan dan pelanggan

di bawah SLA.

Gambar 18 Produk Yang Diambil Pada Saat Uji Petik

45

Gambar 19 Tinjauan Manajemen ISO 9001:2015

Service Level Arrangement (SLA) untuk pelayanan publik yang diselenggarakan oleh

Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu menunjukan bahwa janji layanan untuk

menerbitkan dokumen Nomr Registrasi Produk (NRP), Nomor Pendaftaran Barang (NPB)

pendaftaran Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) dan Tanda Pengenal Produsen (TPP)

Standard Indonesia Rubber (SIR), penerbitan Penetapan Angka Kredit (PAK), dan penerbitan

Surat Keterangan Lulus Uji Kompetensi mencapai 100% dari target yang ditentukan yang

berarti janji layanan tersebut dipenuhi dengan baik. Untuk mencapai target sasaran tersebut,

setiap bulan Dit. Standalitu melakukan pemantauan terhadap pencapaian sasaran sehingga

dapat dilakukan tindakan pencegahan apabila capaian sasaran menunjukkan tanda-tanda

penurunan.

Keberhasilan kinerja Persentase Penyelesaian Pelayanan Publik sesuai dengan Service Level

Arragement (SLA) didukung oleh adanya :

- Pengembangan aplikasi untuk pelayanan penerbitan NRP dan NPB;

- Aplikasi online untuk pelayanan pendaftaran LPK;

- Sosialisasi terhadap pelaku usaha;

- Pembinaan petugas pelayanan.

Meskipun demikian, masih ada beberapa kendala/permasalahan yang dialami dalam

pelaksanaan kegiatan, antara lain:

- Kerusakan sarana pelayanan (komputer, server dan printer);

- Koneksi internet yang lambat;

- Terbatasnya jumlah tim penilai dan tim penguji.

Hasil dari Kepuasan pelanggan menunjukan pelayanan NRP/NPB/LPK : 88,10 dikategorikan :

baik, pelayanan kalibrasi : 88,03 dikategorikan baik, pelayanan pengujian : 86,09

dikategorikan baik, pelayanan sertifikasi : 87,74 dikategorikan : baik. Untuk pelayanan

NRP/NPB/LPK merupakan rata-rata dari IKP pelayanan NRP, pelayanan NPB, dan

pendaftaran LPK, serta untuk pelayanan sertifikasi merupakan rata-rata dari IKP layanan

Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro), Lembaga Sertifikasi Person (LSP), dan Lembaga

Pelatihan (LP).

Sedangkan penilaian terhadap kesesuaian waktu pelayanan dengan Service Level

Arrangement (SLA) untuk pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Direktorat

Standardisasi dan Pengendalian Mutu menunjukan bahwa Pelayanan NRP/NPB : 100%,

Pelayanan Kalibrasi: 79,54%, Pelayanan Pengujian : 85%, Pelayanan Sertifikasi : 100%. Dan

apabila di rata-rata maka persentase penyelesaian pelayanan publik yang sesuai dengan SLA

adalah sebesar 88,48% dan angka tersebut masih diatas janji layanan yang telah ditetapkan

dalam sistem manajemen mutu.

4. Jumlah SDM Bidang Standardisasi dan Pengendalian Mutu yang Berkompeten

Pada tahun 2018, telah dilaksanakan kegiatan pembinaan sumber daya manusia dibidang

pengendalian mutu, diantaranya:

a. Ujian Kompetensi Kenaikan Jenjang Jabatan PMB

46

Kegiatan ini diikuti oleh 38 orang Penguji Mutu Barang (PMB). Tujuan diadakannya Ujian

Kompetensi Jenjang Jabatan Fungsional Penguji Mutu Barang yaitu selain bentuk

pembinaan terhadap Pejabat Fungsional PMB juga salah satu persyaratan untuk Kenaikan

Jenjang Jabatan dan untuk mengetahui kemampuan Penguji Mutu Barang yang akan

menduduki jabatan tersebut.

Hasil dari kegiatan ini adalah :

1. Kategori Keahlian

a. Jumlah PMB Ahli Pertama menjadi PMB Ahli Muda seanyak 13 orang,

berdasarkan hasil penilaian semuanya lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang

jabatan;

b. Jumlah PMB Ahli Muda menjadi PMB Ahli Madya sebanyak 5 orang, berdasarkan

hasil penilaian sebanyak 2 orang lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan,

sedangkan 3 orang tidak lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan;

2. Kategori Keterampilan

a. Jumlah PMB Pemula menjadi PMB Terampil sebanyak 4 orang, berdasarkan hasil

penilaian sebanyak 3 orang lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan,

sedangkan 1 orang tidak lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan.

b. Jumlah PMB Terampil menjadi PMB Mahir sebanyak 6 orang, berdasarkan hasil

penilaian semuanya lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan.

c. Jumlah PMB Mahir menjadi PMB Penyelia, sebanyak 2 orang, berdasarkan hasil

penilaian sebanyak 1 orang lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan,

sedangkan 1 orang tidak lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan.

b. Bimbingan Teknis Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor merupakan Bimbingan Teknis Mutu

Bahan Olah Karet Spesifikasi Teknis (SIR)

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenaitata acara pengawasan

sesuai Permendag 54/M-DAG/PER/7/2016 yang merupakan salah satu persyaratan untuk

dapat ditunjuk sebagai petugas verifikator. Acara ini dilaksanakan di Medan, Lampung, dan

Palangkaraya. Dengan jumlah peserta didua daerah tersebut adalah sebanyak 90 orang.

Gambar 20 Ujian Kompetensi Kenaikan Jenjang Jabatan PMB

47

Gambar 21 Bimbingan Teknis Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor

c. Pelatihan Pembuatan Karet Konvensional (dalam rangka LCSKI)

Guna mendapatkan SDM bidang standardisasi dan pengendalian mutu yang berkompeten,

maka diperlukan pelatihan maupun bimbingan teknis. Pada tahun 2018, telah dilakukan

Pelatihan Pembuatan Karet Konvensional (dalam rangka LCSKI) sebanyak 3 (tiga) kali

yaitu di Palembang, Semarang dan Medan. Kegiatan tersebut diikuti oleh 78 peserta yang

berasal dari Indrustri karet (RSS), Gapkindo dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

Gambar 22 Pelatihan Pembuatan Karet Konvensional (dalam rangka LCSKI

d. Bimbingan Teknis Pengembangan Kompetensi Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK)

Kegiatan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi kelembagaan dan Sumber Daya

Manusia (SDM) pada UPTD-BPSMB di daerah guna peningkatan kinerja. Narasumber

bimbingan teknis ini berasal dari internal Balai di lingkungan Direktorat Standardisasi dan

Pengendalian Mutu. Kegiatan ini dilaksanakan di BPSMB-LT Surabaya, BPSDM

Palangkaraya, BPSMB Pekanbaru. Sementara itu jumlah keseluruhan peserta adalah

sebanyak 57 orang, dimana peserta merupakan Penguji Mutu Barang dan tenaga teknis

dari BPSMB.

Gambar 23 Bimbingan Teknis BPSMB

Berdasarkan perjanjian kinerja Direktur Standardisasi dan Pengendalian Mutu, bahwa pada

tahun 2018 terdapat 190 SDM Bidang Standardisasi dan Pengendalian Mutu yang

48

berkompeten. Hingga akhir tahun 2018, telah dilaksanakan pembinaan terhadap 263 orang

SDM bidang standardiasi dan pengendalian mutu, dengan capaian 138,42%.

5. Jumlah Informasi Standar Mitra Tujuan Ekspor

Pengelolaan Informasi Standar Mitra dan Jaminan Mutu Nasional melalui perubahan struktur

informasi INATRIMS dan penambahan satu mitra tujuan ekspor (Philipina). Kegiatan ini juga

melibatkan tenaga ahli yang melakukan perubahan tampilan website dan melakukan validasi

konten website. Tahun 2018, telah dilakukan penambahan jumlah informasi standar mitra

tujuan ekspor, dengan demikian maka realisasi yang dicapai secara akumulasi menjadi 8

Mitra negara ekspor dengan capaian 100%.

6. Jumlah Bokor yang dipantau

Pada tahun 2017 telah dilakukan pemantauan mutu Bokor terhadap 3 komoditi yaitu pala,

lada, dan kopi. Pada tahun 2018 telah dilakukan Pemantauan Mutu Bokor terhadap 4 komoditi

yang sama ditambah dengan satu komoditi teh dengan data-data hasil sebagai berikut:

a. Komoditi Biji Pala, dilakukan untuk mendapatkan data kandungan afloxin pada komoditas

biji pala ditingkat eksportir. Pemantauan dilakukan di Sulawesi Utara (26-30 Maret 2018);

Maluku Utara (29 Januari – 2 Februari 2018); Maluku (5-9 Februari 2018).

Gambar 24 Pemantauan Bokor Komoditi Biji Pala

b. Kopi, untuk mendapatkan dara primer mutu Kopi berupa paramater fisika kimia,

mikrobiologi, cemaran, pestisida dan ochratoxin yang dapat mengurangi kualitas biji kopi

sesuai persyaratan mutu di negara-negara tujuan ekspor, yang berasal dari sentra

produksi. Pemantuan dilakukan di propinsi Bali (27-31 Agustus), Jawa Timur (12 – 16

Agustus), Aceh (6-10 Agustus) dan Jawa Tengah (22-26 Oktober).

Gambar 25 Pemantauan Bokor Komoditi Kopi

c. Lada, untuk meningkatkan nilai ekspor lada maka standar mutu tersebut harus

diharmonisasikan dengan spesifikasi yang diminta oleh negara konsumen. Pemantauan

dilakukan di propinsi Lampung dan Bangka Belitung (9 – 13 Juli).

49

Gambar 26 Pemantauan Bokor Komoditi Lada

d. Teh, dilakukan untuk mendapatkan data kandungan antraquinon dan Folpet pada teh di

eksportir/produsen. Pemantauan dilakukan di Jambi, sumatera utara (1-5 Mei 2018) dan

Jawa barat PTPN VIII Malabar dan Cibuni (23 – 27 Juli).

Gambar 27 Pemantauan Bokor Komoditi Teh

Berdasarkan hasil pengujian secara umum : PALA : 26,9% sesuai SNI, 100 % sesuai

aflatoxin 100% sesuai ocratoxin. Teh : 91.2% tidak mengandung antraquinon dan 71 %

tidan mengendung Folpet. Kopi : 87,93 % tidak mengandung ochratoxin dan 29,31%

sesuai SNI. Lada Putih : 0 % sesuai standard IPC. Lada Hitam : 0 % sesuai standard IPC.

7. MoU dengan LPK Negara Tujuan Ekspor

Pada tahun 2018, Ditjen PKTN melakukan kunjungan ke United States Consumer Product

Safety Commission (US-CPSC) dalam rangka pembahasan workplan dari Memorandum of

Understanding (MoU) yang telah ditandatangani pada Desember 2018. Selain itu dilakukan

juga field study dalam rangka mempelajari tata cara pelaksanaan market surveillance di

Amerika Serikat kepada usaha retail.

Dit. Standalitu juga melakukan penjajakan awal kerjasama keberterimaan sertifikat mutu

dengan Lembaga penilaian kesesuaian, sebagai berikut:

a. Eurofins

Penjajakan dengan laboratorium Eurofin dilakukan dalam rangka mengajukan Pengakuan

kompetensi laboratorium Dit. Standalitu setara dengan laboratorium Eurofins melalui uji

banding dan pelatihan sehingga dapat dilakukan keberterimaan sertifikat. Selain itu,

mengingat Uni Eropa telah menetapkan MRL anthraquinone dalam teh sebesar 0.02

mg/kg melalui regulasi COMMISSION REGULATION (EU) No 1146/2014 yang

memberatkan Indonesia sebagai negara eksportir teh ke Uni Eropa, kerjasama ini

dilakukan dalam rangka melakukan riset terkait kandungan anthraquinone dalam teh

50

Indonesia untuk memperoleh kisaran nilai MRL yang lebbih realistis. Hasil riset ini

kemudian akan digunakan sebagai bahan konsultasi teknis ke DG-SANTE di Brussels.

Namun, Pihak Eurofin mensyaratkan sejumlah dana yang cukup besar (sekitar

Rp.800.000.000) yang akan dibebankan ke pihak Dit. Standalitu. Dana tersebut

direncanakan untuk biaya penelitian dan pengambilan sampel. Biaya tersebut tidak

tersedia dalam anggaran Dit. Standalitu. Oleh karena alasan tersebut Dit.Standalitu belum

dapat melanjutkan penjajakan untuk kerjasama dengan EUROFIN.

b. RIKILT Wageningen University dalam rangka keberterimaan sertifikat.

Penjajakan dengan RIKILT Wageningen University dilaksanakan dalam rangka

pengembangan kemampuan pengujian BPMB pada parameter 3-MCPD dan GE,

mengingat RIKILT Wageningen University and Research sebagai institusi penelitian yang

telah melakukan metode AOCS untuk 2 dan 3-MCPD serta GE pada minyak dengan

transesterifikasi asam dan GC/MS.

Hal ini sangat diperlukan mengingat The European Food Legislation melalui Commission

Regulation No 1881/2006 telah menetapkan batas maksimum untuk 3-MCPD pada

hidrolisat protein nabati dan kecap (soy sauce). Hasil kajian The European Food Safety

Authority (EFSA) menyatakan bahwa hasil pemrosesan minyak sawit juga menghasilkan

3-MCPD yang memiliki resiko terhadap ginjal dan fertilitas pria serta glycidyl fatty acid

ester (GE) yang berpotensi genotoksik dan karsinogenik terhadap manusia.

Namun, untuk kerjasama ini Pihak RIKILT mensyaratkan dana yang cukup besar untuk

biaya expert dan teknisi yang akan dibebankan ke pihak Dit. Standalitu. Biaya tersebut

tidak tersedia dalam anggaran Dit. Standalitu. Atas alasan tersebut Dit.Standalitu belum

dapat melanjutkan penjajakan untuk kerjasama dengan EUROFIN.

c. Taipei Economic and Trade Office (TETO)

Penjajakan dengan Taipei Economic and Trade Office (TETO) dilaksanakan dalam

rangka pengakuan antara balai pengujian BPMB dengan Bureau of Standard, Metrology

and Inspection (BSMI) Taiwan. Pada tanggal 5 November 2018 telah dilakukan

pertemuan antara Director Economic Division TETO dengan Direktur Standardisasi dan

Pengendalian Mutu Ditjen PKTN di Sari Pacific Hotel, Jakarta. Pertemuan tersebut

ditindaklanjuti dengan surat proposal kerjasama keberterimaan sertifikat hasil uji

Laboratorium BPMB dengan lingkup produk plywood. Saat ini sudah disusun draft MoU

antara kedua belah pihak dan diharapkan pada tahun 2019 dapat ditandatangani.

Beberapa kendala yang dihadapi dalam menjalin kerjasama dengan institusi di luar negeri

adalah:

- Dalam melakukan penjajakan dengan beberapa instansi, kadang dibutuhkan waktu lebih

dari 1 tahun untuk melakukan pembahasan MoU.

- Sulitnya memperoleh institusi yang mempunyai skema kerjasama yang sesuai dengan

kepentingan Dit. Standardisasi dan Pengendalian Mutu yaitu di bidang standar dan

pengujian mutu.

- Untuk meningkatkan keberterimaan sertifikasi mutu, dalam beberapa kasus diperlukan

kerjasama dengan pihak swasta yang mempersyaratkan biaya tertentu untuk melakukan

kerjasama.

51

8. Layanan Pengujian Mutu Barang

Pelayanan publik dalam pengujian mutu barang adalah penerbitan NRP, NPB, pelayanan

pengujian, pelayanan kalibrasi dan pelayanan sertifikasi. Pada tahun 2018 telah dilakukan

pengujian terhadap 4247 contoh, sebagaimana tercantum yaitu :

Tabel 8 Pengujian Mutu Barang Tahun 2018

NO KOMODITI JUMLAH CONTOH

NO KOMODITI JUMLAH CONTOH

1 Air 16 62 Mesin Serut 1

2 Alat Peraga 145 63 Oven 1

3 Baterai Primer 163 64 Pemanggang Roti 1

4 Batu Bara 1 65 Pencukur Rambut 1

5 Buah & Sayur 196 66 Pengering Rambut 1

6 Beras 89 67 Pompa Air 24

7 Produk Makanan 27 68 Setrika Listrik 6

8 BTM 37 69 Vacum Cleaner 1

9 Rempah-rempah 51 70 Madu 5

10 Bubuk Daun Mitragyna Speciosa

2 71 Margarine 13

11 Bumbu Makanan 5 72 Ban dalam 247

12 Buntut (Bakso Ikan) 1 73 Ban Sepeda Motor 16

13 Carrageenan 1 74 Ban Mobil Penumpang 30

14 Coconut Milk Powder 1 75 Ban Truk Ringan 80

15 Produk Coklat 23 76 Ban Truk & bus 96

16 Corn Germ 1 77 Helm 6

17 CPO 1 78 Mentol Halal & non halal

2

18 Desicated Coconut 1 79 Produk Minuman 6

19 Produk Deterjen 18 80 Minyak 117

20 Edible Oil (Uji Profisiensi) 1 81 Minyak Cassia 1

52

NO KOMODITI JUMLAH CONTOH

NO KOMODITI JUMLAH CONTOH

21 Es Cream 1 82 Minyak Cengkeh 2

22 Gabah 2 83 Minyak Goreng & Minyak Sawit

91

23 Gambir 17 84 Minyak Kedelai 1

24 Garam 10 85 Minyak Nilam 1

25 Teh 163 86 Minyak pala 2

26 Produk Gula 107 87 Minyak Permen 1

27 Gutta Percha 2 88 Minyak Sereh 1

28 Herbal Sambiloto 1 89 Minyak VCO 1

29 HSD 2 90 Nata dalam Kemasan 1

30 Hygiene Swab 2 (Uji Profisiensi)

2 91 Pakan Ternak 70

31 Jam Tangan Kayu 1 92 Paking Box dan Master Box

11

32 Produk Kacang-kacangan 7 93 Biji Pala 67

33 Kakao Bubuk 12 94 Paper Sack 9

34 Biji Kakao 31 95 Part Otomotif 1

35 Karet 404 96 Pengambilan Contoh 13

36 Kayu Lapis 2 97 Permen 3

37 Kecap 2 98 Pertanian Organik (Tanah)

2

38 Kelapa 3 99 Pinang 4

39 Kerajinan Kayu 3 100 Pipa Paralon 4

40 Kerupuk 6 101 Plastik 89

41 Kompor Gas 3 102 Produk Melamin 28

42 Kompor Minyak tanah 17 103 Pupuk 94

43 Kopi Bubuk 6 104 Rendang Daging Sapi 1

44 Kopi Rumput Laut 3 105 Residu Pestisida (Uji Banding)

2

45 Biji Kopi 86 106 Roti 6

46 Korek Apai Gas 65 107 Saus Tomat 1

53

NO KOMODITI JUMLAH CONTOH

NO KOMODITI JUMLAH CONTOH

47 Lada 77 108 Semen 9

48 Lettuce Puree (Uji Profisiensi)

1 109 Semir Ban & shampo Mobil Motor

7

49 Alat Cukur Listrik 1 110 Singkong 2

50 Blender 1 111 Sirup 1

51 Bor Listrik 1 112 Produk Susu 9

52 Box Kelistrikan 2 113 Tahu Sutra 1

53 Catok Rambut 1 114 Tali 22

54 Sakelar 53 115 Produk Tekstil & garment

276

55 Tusuk Kontak & kotak Kontak

210 116 Tempe 1

56 Hand Mixer 1 117 Produk Tepung 52

57 Juicer 1 118 Vanilla 3

58 Kabel PVC 30 119 VCO 2

59 Kipas Angin 97 120 Vegetable Creacker 1

60 Lampu 485

61 Lemari Pendingin 1 TOT

AL

4247

NO Komoditi Jumlah

Contoh

No Komoditi Jumlah

Contoh

1 Air 16 62 Mesin Serut 1

2 Alat Peraga 145 63 Oven 1

3 Baterai Primer 163 64 Pemanggang Roti 1

4 Batu Bara 1 65 Pencukur Rambut 1

5 Buah & Sayur 196 66 Pengering Rambut 1

6 Beras 89 67 Pompa Air 24

7 Produk Makanan 27 68 Setrika Listrik 6

54

NO KOMODITI JUMLAH CONTOH

NO KOMODITI JUMLAH CONTOH

8 BTM 37 69 Vacum Cleaner 1

9 Rempah-rempah 51 70 Madu

9. Jumlah Parameter Kemampuan Pengujian Baru

Dalam rangka pengembangan ruang lingkup dan kemampuan pengujian, telah dilaksanakan

sejumlah kegiatan guna menambah kemampuan pengujian komoditi. Pada tahun 2018

terdapat 4 paramater kemampuan pengujian baru, yaitu :

1) Validasi (16) poli cyclic Arsenan Hydrocarbon (PAHS) dalam kakao,

2) Acrylamide dalam kopi dan kakao,

3) Pengujian parameter P & K dalam pupuk organik,

4) Pengujian Sn dalam tepung terigu sesuai SNI 3751:2018

10. Jumlah Sertifikat yang diterbitkan

Pada tahun 2018, telah diterbitkan 10.140 sertifikat melalui peningkatan pelayanan kalibrasi,

dengan capaian 147%. Dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 9 Penerbitan Sertifikat dalam Pelayanan Kalibrasi Tahun 2017

NO BESARAN SERTIFIKAT

1 Massa 2.671

2 Dimensi 1.054

3 Optik 181

4 Volumetrik 863

5 Gaya 468

6 Tekanan 905

7 Suhu dan Kelistrikan 4.670

TOTAL 10.140

11. Jumlah Kemampuan Kalibrasi Baru

Dalam rangka meningkatkan melayanan terhadap pelanggan kalibrasi, maka pada tahun 2018

dilakukan penambahan terhadap 2 ruang kemampuan kalibrasi baru, yaitu :

a. Pin Gauge

b. Plug Gauge

55

12. Sertifikat yang diterbitkan

Telah diterbitkan 321 sertifikat dalam rangka peningkatan pelayanan sertifikasi. Dengan

demikian capaian yang diperoleh adalah 191%. Sertifikat tersebut berupa hasil layanan

terhadap Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro), Lembaga Pelatihan (LP) dan Lembaga

Sertifikasi Person (LSP), dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 10 Penerbitan Sertifikat dalam Pelayanan Sertifikasi Tahun 2018

NO LAYANAN SERTIFIKAT

1 LSPro 73

2 LP 102

3 LSP 146

TOTAL 321

13. Jumlah perubahan ruang lingkup pelayanan yang terakreditasi atau tersertifikasi

Untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, maka pada tahun 2018 telah dilaksanakan

penambahan 4 ruang lingkup sertifikasi, yaitu :

Tabel 11 Penambahan Ruang Lingkup Layanan Tahun 2018

NO LAYANAN PENAMBAHAN RUANG LINGKUP LAYANAN

1 LSPro 1. Luminer Portable

2 LP

3 LSP 2. Tenaga Penguji Lab Level 2 (Laboran)

3. Tenaga penguji lab level 3 ( asisten analis lab)

4. Tenaga penguji lab level 4 (analis lab)

Sasaran: Meningkatnya Kesesuaian Barang Beredar dan Jasa Terhadap

Ketentuan Berlaku

Sasaran meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku diukur

melalui 2 (dua) IKP, yaitu Persentase barang beredar yang diawasi sesuai ketentuan dan

Persentase barang beredar yang diawasi dan sesuai ketentuan di daerah perbatasan darat.

IKP 3 Persentase Barang Beredar yang Diawasi yang Sesuai Ketentuan

Upaya perlindungan konsumen tidak hanya dilakukan melalui kegiatan yang bersifat preventif

seperti sosialisasi ketentuan perundang-undangan, namun juga perlu didukung dengan kegiatan

pengawasan barang beredar dan jasa. Dasar hukum pengawasan, antara lain: (i) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; (ii) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor

56

69/M-DAG/ PER/6/2018 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa; (iii)

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 tentang Pencantuman Harga

Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan; (iv) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 67/ M-

DAG/PER/11/2013 tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia pada Barang.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjamin masyarakat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang beredar sesuai dengan Standar Nasional Indonesia

(SNI) yang telah diberlakukan wajib, sebagaimana pada Pasal 8 ayat 1 huruf a, yaitu melarang

pelaku usaha memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak standar. Secara tidak

langsung pengaturan ini mendorong peningkatan hidup masyarakat Indonesia melalui penggunaan

barang-barang yang sesuai standar.Dalam rangka perlindungan konsumen maka dilakukan

pengawasan di pasar terhadap barang-barang yang beredar yang tidak sesuai ataupun telah

sesuai ketentuan SNI, label dalam Bahasa Indonesia, dan Petunjuk Penggunaan/Manual dan

Kartu Garansi secara berkala.Produk ber-SNI Wajib menjadi komoditi prioritas untuk diawasi

peredarannya adalah barang beredar yang telah dinotifikasi ke WTO. Hal ini dikarenakan produk-

produk tersebut sangat erat kaitannya dengan aspek keamanan, keselamatan, dan kesehatan

lingkungan (K3L).

Pengawasan dilakukan oleh unit kerja yang membidangi perdagangan pada daerah provinsi dan

kabupaten/kota serta dibantu oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa. Sesuai

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 69/M-DAG/PER/6/2018 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pengawasan Barang dan/atau Jasa, pengawasan dilaksanakan baik secara berkala maupun

khusus sampai dengan wilayah kabupaten/kota. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa

barang dan atau jasa yang diperdagangkan memenuhi ketentuan yang berlaku antara lain:

1. SNI Wajib,

2. Penyertaan buku petunjuk penggunaan dan kartu garansi (MKG) dalam Bahasa Indonesia,

3. Penggunaan label dalam bahasa Indonesia, dan

4. Perdagangan bidang jasa.

Pengawasan berkala di bidang jasa bertujuan untuk memastikan bahwa pelaku usaha jasa

distribusi dan jasa bisnis di pasar melaksanakan kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan serta dalam rangka perlindungan terhadap konsumen. Wujud

perlindungan konsumen melalui pengawasan barang dapat diukur dengan indikator Persentase

Barang Beredar Diawasi yang sesuai Ketentuan. Indikator Kinerja pengawasan yang ditetapkan

pada periode tahun 2015 - 2019, adalah jumlah produk yang telah diberlakukan SNI secara Wajib

yang diawasi (notifikasi WTO). Selain itu juga dilakukan pengawasan barang beredar dan jasa

terhadap kelengkapan Petunjuk Penggunaan dan Kartu Jaminan/Garansi (MKG) dalam Bahasa

Indonesia, Label berbahasa Indonesia, cara menjual, pengiklanan, klausula baku, dan jalur

distribusi.

Sasaran kegiatan pengawasan barang beredar dan jasa adalah meningkatnya kesesuaian barang

beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku sehingga memberikan dampak positif terwujudnya

perlindungan konsumen. Semakin tinggi persentase kesesuaian barang beredar yang diawasi

mengindikasikan bahwa kinerja pengawasan telah memberikan dampak yang positif bagi

perlindungan konsumen dengan tersedianya barang dan atau jasa yang memenuhi ketentuan

untuk dikonsumsi.

Persentase barang beredar yang diawasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan diukur

dengan membandingkan jumlah produk yang diawasi yang telah memenuhi ketentuan yang

berlaku terhadap jumlah total produk yang diawasi dalam satu tahun dengan formulasi sebagai

berikut:

57

% 𝑩𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒘𝒂𝒔𝒊 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒊 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖𝒂𝒏 =𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒘𝒂𝒔𝒊 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒊 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖𝒂𝒏

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒘𝒂𝒔𝒊 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏𝒙𝟏𝟎𝟎%

Keterangan:

Jumlah barang diawasi sesuai ketentuan adalah jumlah barang beredar yang diawasi yang

sesuai ketentuan SNI, Label, dan Manual Kartu Garansi (MKG)

Pengawasan barang dan jasa dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pengawasan berkala dan pengawasan

khusus. Pengawasan berkala adalah pengawasan barang dan/atau jasa yang dilakukan dalam

waktu tertentu berdasarkan prioritas barang dan/atau jasa yang akan diawasi sesuai program.

Adapun pengawasan khusus adalah pengawasan yang dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan

adanya temuan indikasi pelanggaran, laporan pengaduan konsumen atau masyarakat, Lembaga

Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) atau tindak lanjut dari hasil pengawasan

berkala atau adanya informasi, baik yang berasal dari media cetak, media elektronik maupun

media lainnya.

Tabel 12 Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Beredar yang Diawasi Yang Sesuai Ketentuan

NO INDIKATOR KINERJA

PROGRAM (IKP)

TARGET REALISASI CAPAIAN

2018 (%)

UNIT

PELAKSANA 2018 2019 2016 2017 2018

1 Persentase Barang

Beredar yang Diawasi

yang sesuai ketentuan

(PBBJ)

63 64 63,42 70,10 64,25 101,99 Dit. PBBJ

Pada tahun anggaran 2018, target jumlah barang beredar yang diawasi sebanyak 550 produk

dengan 3 paramater pengawasan, berikut: SNI, Label berbahasa Indonesia dan Manual Kartu

Garansi. Pada tahun 2018 telah dilakukan pengawasan barang beredar di pasar terhadap 635

barang dengan parameter SNI, Label berbahasa Indonesia, dan Manual Kartu Garansi (MKG).

Hasil pengamatan dan pengujian diperoleh hasil, sebagai berikut: 408 barang sesuai ketentuan

perundang-undangan (64,25%), 199 barang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan

(31,33%), dan 28 barang masih dalam proses uji laboratorium (4,4%). Berdasarkan data tersebut,

realisasi persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan perundang-undangan

sebesar 64,25% dengan capaian kinerja sebesar 101,99%. Jika dibandingkan dengan realisasi

tahun 2017 sebesar 70,10%, maka realisasi dan capaian pada tahun 2018 mengalami penurunan

karena jumlah barang yang diawasi dan temuan barang yang tidak sesuai ketentuan perundang-

undangan lebih besar dari tahun 2017. Namun realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan

target jangka menengah tahun 2019 sebesar 64%. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan

efektifitas pengawasan barang beredar pada tahun 2018. Realisasi dan capaian kinerja selama

periode 2015 – 2018 disajikan pada Gambar 28.

58

Gambar 28 Realisasi dan Capaian Kinerja Persentase Barang Beredar Yang Diawasi Yang Sesuai Ketentuan Periode 2015 - 2018

Hasil pengawasan barang beredar di pasar tahun 2018 berdasarkan parameter yang diawasi

disajikan pada Tabel 13. Berdasarkan data tersebut, bahwa dari 635 produk yang diawasi, 118

produk diantaranya pengawasan terhadap parameter SNI, 263 produk pengawasan parameter

label Berbahasa Indonesia dan 226 produk pengawasan terhadap parameter manual kartu garansi

(MKG). Persentase kesesuaian parameter terhadap ketentuan perundang-undangan dari yang

terbesar adalah parameter label Berbahasa Indonesia sebesar 74,14%, parameter MKG sebesar

66,81% dan parameter SNI sebesar 52,54%.

Tabel 13 Jumlah Barang Beredar Yang Diawasi dan Hasil Uji

PARAMETER

BARANG BEREDAR DIAWASI

JUMLAH SESUAI TIDAK

SESUAI

PROSES

UJI

% SESUAI KETENTUAN

(THD YG SELESAI UJI)

SNI 146 62 56 28 42,46

LABEL 263 195 68 - 74,14

MKG 226 151 75 - 66,81

TOTAL 635 408 199 28 64,25

REALISASI PERSENTASE BARANG BEREDAR YANG DIAWASI YANG SESUAI

KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN 64,25

Dalam rangka peningkatan efektivitas pengawasan barang beredar dan jasa maka dilaksanakan

kegiatan-kegiatan,sebagai berikut:

,000

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

,000

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

2015 2016 2017 2018

REALISASI DAN CAPAIAN PERSENTASE BARANG BEREDAR YANG DIAWASI YANG SESUAI KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERIODE 2015 - 2018

Target Realisasi Capaian

59

1. Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Pengawasan Barang Beredar yang disusun

Berdasarkan perjanjian kinerja, tahun 2018, terdapat 8 kebijakan dan NSPK Bidang

Pengawasan Barang Beredar yang disusun, diantaranya:

a. Petunjuk Teknis Pengawasan Telepon Seluler yang Beredar di Pasar

b. Petunjuk Teknis Pengawasan Produk Plastik – Tangki Air – Silinder Vertikal – Polietilena

(PE) yang Beredar di Pasar

c. Petunjuk Teknis Baja Batangan Untuk Keperluan Umum (BjKU) yang Beredar di Pasar

d. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan Produk Kaca Untuk Bangunan – Blok Kaca

yang Beredar di Pasar

e. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan terhadap Pelaku Usaha Jasa Pengiriman

Barang

f. Petunjuk Teknis Pengawasan terhadap Pelaku Usaha Biro Dan/Atau Agen Perjalanan

Wisata Umrah dan Haji Khusus

g. Pedoman Tata Cara Pengamanan Barang Hasil Pengawasan

h. Pedoman Tata Cara Larangan Memperdagangkan dan Penarikan Barang serta

Pemusnahan Barang yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan

Rapat Pembahasan Konsep Awal Pedoman Tata Cara Pengamanan Barang Hasil

Pengawasan. Tujuan untuk menyatukan persamaan pandangan terkait Tata Cara

Pengamanan Barang Hasil Pengawasan dan memberikan pemahaman terkait konsep awal

pedoman kepada Petugas Pengawas Barang dan Jasa tentang Pedoman Tata Cara

Pengamanan Barang Hasil Pengawasan. Rapat dilaksanakan pada tanggal 14 Desember

2018 di Jakarta, dilanjutkan dengan Rapat Pertemuan Teknis pada tanggal 22 Desember

2018.

2. Jumlah Produk yang diawasi sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan

Pada tahun 2018, telah dilakukan pengawasan terhadap 635 produk di wilayah Indonesia.

Pengawasan barang beredar dan jasa terhadap 6 parameter, diantaranya, Standar, Label,

MKG, Pelayanan Purna Jual, Cara Menjual, Pencantuman Harga, dan Iklan; kesesuaian

produk dari aspek SNI, MKG, label berbahasa Indonesia; Pengawasan dilakukan dalam

beberapa bentuk diantaranya:

i. Pengawasan Berkala

Telah dilakukan pengawasan terhadap produk logam, mesin, dan elektronika; pertanian,

kimia, dan aneka; cara menjual, dan pencantuman harga; dibeberapa lokasi (Bogor,

Karawang, Bandung, D.K.I. Jakarta, Semarang, Surabaya, Aceh, Medan, Jambi,

Palembang, Samarinda, Gorontalo, Palu, Ternate, dan lain-lain).

ii. Pengawasan Khusus

Pelaksanaan pengawasan khusus, merupakan tindak lanjut dari hasil pengawasan yang

telah dilakukan. Tahun 2019 telah dilakukan pemusnahan dengan cara dibakar dan

dihancurkan terhadap produk kaca, mainan anak, helm, dan lain-lain yang ditemukan

pada kegiatan pengawasan tahun 2018.

iii. Pengawasan Jasa

60

Pengawasan Jasa perparkiran dan biro perjalanan dilaksanakan terkait dengan

pencantuman klausula baku, Aspek Sarana dan Prasarana (pembebasan biaya parkir,

pencantuman tarif & parkir khusus) dan Pencantuman Harga, Pengawasan dilaksanakan

dibeberapa kota diantaranya : DKI Jakarta, Depok, Bandung, Jogyakarta dan Bali dengan

melakukan klarifikasi (pemanggilan pelaku usaha).

Pengawasan Jasa pada retail modern dilaksanakan terkait dengan Cara Menjual Melalui

Promosi Hadiah Langsung, Pencantuman Harga, Pengiklanan (Katalog). Pengawasan

dilaksanakan dibeberapa kota antara lain : DKI Jakarta, Pangkal Pinang, dan Tangerang

Selatan. Selanjutnya dilakukan klarifikasi langsung ditempat dan diberikan surat teguran

bagi retail yang kegiatan usahanya tidak sesuai dengan ketentuan.

Pengawasan jasa secara on line dilaksanakan untuk mengetahui kesesuaian usaha yang

memperdagangkan barang dan/atau jasa secara on line dari aspek pencantuman harga

dan cara menjual (tidak menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti).

Pengawasan dilakukan terhadap 30 usaha on line diantaranya Alfacart, Beribenka,

Blanja, dinomarket, Orami, Shopee, Blibli, JD.id, Bukalapak, Tokopedia, Jakmall,

Cahayamurni, Toko 1001, Yolori. Selanjutnya, telah dilakukan Klarifikasi sebagai tindak

lanjut dari adanya pengaduan Konsumen yang merasa dirugikan dengan kompensasi,

telah dilakukan klarifikasi pada tanggal 23 Februari 2018 terhadap Maskapai

Penerbangan Air Asia.

Gambar 29 Kegiatan Pengawasan Tahun 2018

3. Jumlah Pembinaan PPNS-PK dan PBBJ

Pembinaan PPNS-PK dan PBBJ dilakukan melalui (i) Pendidikan Penyidik Pegawai Negeri

Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK) Pola 400JP; (ii) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Petugas Pengawas Barang Beredar dan Jasa (PPBJ); dan (iii) Bimbingan Teknis (Bimtek

PPBJ).

61

Gambar 30 Pembinaan PPNS-PK dan PBBJ

Pendidikan Penyidik Pegawai

Negeri Sipil – Perlindungan

Konsumen (PPNS-PK)

Tujuan:

Membentuk aparat pemerintah yang mengawal Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sekaligus penegakan hukum.

Pelaksanaan:

pada tanggal 9 Juli – 6 September 2018 di Lemdiklat Reserse POLRI, Megamendung – Jawa Barat.

Peserta:

Total peserta yang mengikuti Diklat ini sebanyak 25 orang yang berasal dari Pusat dan Provinsi yang membidang perdagangan dan/atau

perlindungan konsumen.

Bimbingan Teknis Penyidik Pegawai Negeri Sipil – Perlindungan Konsumen (PPNS – PK)

Tujuan:

Memberikan penguatan pemahaman dan persamaan persepsi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam kegiatan pengawasan.

Pelaksanaan:

pada tanggal 5 – 7 Maret 2018 di Jakarta.

Peserta:

Total peserta yang mengikuti Bimtek ini sebanyak 35 Peserta baik dari Disperindag Provinsi maupun dari Kementerian Perdagangan.

Pelatihan Petugas Pengawas Barang Beredar dan Jasa (PPBJ)

Tujuan:

Memberikan pengetahuan serta pemahaman terhadap PPBJ dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pengawasan, serta pengenalan produk oleh Asosiasi.

Pelaksanaan:

pada tanggal 22 April – 5 Mei 2018 di Jakarta.

Peserta:

Total peserta yang mengikuti pelatihan ini sebanyak 30 Peserta baik dari Disperindag Provinsi maupun dari Kementerian Perdagangan.

62

Pada tahun 2018, telah dilakukan pembinaan PPNS-PK dan PPBJ dengan jumlah peserta 90

orang, dengan capaian sebesar 100%. Capaian ini menurun di banding tahun 2017 sebesar

105.55% karena jumlah yang mengikuti Diklat dan Bimtek sesuai dengan target tahun 2018.

Namun demikian capaian tersebut telah memenuhi target yang ditetapkan dalam Renstra

Kementerian Perdagangan yaitu sebanyak 90 orang.

4. Persentase Kasus yang ditangani

Pada tahun 2018, telah dilakukan penanganan terhadap 10 kasus, diantaranya:

A. LAPORAN MASYARAKAT/PELIMPAHAN

1. Kasus Baja Lembaran Lapis Seng (Bj.LS) di Makassar dan Banjarmasin

Menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat terkait peredaran produk Bj.LS yang

diduga tidak memenuhi persyaratan SNI, Tim PPNS Ditjen PKTN telah melakukan

penelusuran dan pengawasan kemudian menemukan dan mengamankan sejumlah

28.847 lembar BjLS di wilayah Makassar - Sulawesi Selatan pada bulan Maret 2018

dan mengamankan sejumlah 7.350 lembar Bj.LS di Banjarmasin – Kalimantan Selatan

pada bulan juli 2018. Pada bulan November 2018 Menteri memerintahkan perintah

penarikan barang, larangan memperdagangkan dan pemusnahan barang melalui Surat

Dinas Menteri Perdagangan Nomor: 1474/M-DAG/SD/11/2018 tanggal 29 November

2018 Perihal Perintah Penarikan Barang dan Larangan Memperdagangkan.

2. Kasus Baja Tulangan Beton (Bj.TB) di Makassar

Menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat terkait peredaran produk Baja

Tulangan Beton (Bj.TB) yang diduga tidak memenuhi persyaratan SNI di wilayah

Makassar - Sulawesi Selatan, Tim PPNS Ditjen PKTN telah melakukan penelusuran

dan pengawasan pada tanggal 6-8 Maret 2018 dan menemukan serta mengamankan

+/- 351.050 batang Bj.TB berbagai merek dan ukuran. Melalui proses pemeriksaan

diketahui beberapa merek berasal dari PT. SMS Steel di Balaraja. Pada tanggal 9 Mei

2018 Tim PPNS Ditjen PKTN bersama dengan perwakilan Direktorat Industri Logam

Kementerian Perindustrian melakukan pengawasan ke lokasi pabrik PT. SMS Steel

dan melakukan pengamanan sementara terhadap Bj.TB sejumlah +/- 2.058.900

batang. Pada bulan Agustus 2018 Menteri memerintahkan penarikan barang, larangan

memperdagangkan dan pemusnahan melalui Surat Menteri Perdagangan Nomor

1015/M-DAG/SD/8/2018 tanggal 14 Agustus 2018 Perihal Perintah Penarikan Barang

dan Larangan Memperdagangkan.

3. Kasus Bj.TB Banjarmasin

Menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat terkait peredaran produk Baja

Tulangan Beton (Bj.TB) yang diduga tidak memenuhi persyaratan SNI di wilayah

Banjarmasin – Kalimantan Selatan Tim PPNS Ditjen PKTN mengamankan Produk

BjTB berbagai merek sejumlah +/- 50.917 batang pada tanggal 20 Juli 2018. Setelah

dilakukan pemeriksaan diketahui bahwa produk Bj.TB dimaksud berasal dari daerah

Jawa Timur. Pada bulan Desember 2018 telah dilakukan penelusuran terkait lokasi

produsen dimaksud. Masih dilakukan penelusuran.

B. PENYIDIKAN

1. Kasus Bj.LS Gresik

63

Diawali Kegiatan pembelian barang Baja Lembaran Lapis Seng (Bj.LS) pada hari

kamis tanggal 11 Oktober 2012, diduga barang tersebut tidak memenuhi atau tidak

sesuai dengan standar yang telah diberlakukan secara wajib yang kemudian

dilaporkan kepada penyidik melalui Laporan Kejadian Nomor:

LK/11/Ditwas/PPNS/10/2012 tanggal 11 Oktober 2012. Setelah melakukan

pemeriksaan di tempat kejadian perkara, penyegelan dan pembungkusan barang bukti

serta penyisihan barang bukti dan melakukan pemeriksaan terhadap 7 (tujuh) orang

saksi, tim penyidik melakukan pelimpahan kasus berdasarkan Nota Dinas Kasubdit

Analisa Kasus PK Perlindungan Konsumen dan Bimbingan Operasional PPNS-PK dan

PPBJ tanggal 3 April 2018 hal Pelimpahan Kasus Baja Lembaran Lapis seng (BjLS)

Gresik dan Serah Terima Dokumen. Hal ini segera ditindaklanjuti oleh Tim Penegakan

Hukum Perlindungan Konsumen dengan melakukan pemeriksaan ulang barang bukti,

pemotretan barang bukti, pemanggilan dan pemeriksaan saksi serta meminta

keterangan ahli. Pada bulan Desember 2018 kasus dinyatakan dihentikan.

2. Kasus Beras Ketan Jakarta

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Ditjen Bea dan Cukai, adanya peredaran

beras ketan yang diduga tidak sesuai ketentuan, maka pada hari Jum’at tanggal 20

Maret 2015 diadakan rapat koordinasi dan pada hari Sabtu tanggal 21 Maret 2015

dilakukan pengawasan beras ketan di kawasan gudang Pasar Induk Cipinang Jakarta

Timur oleh Tim dari Direktorat Impor Ditjen Daglu, Direktorat Pengawasan Barang

Beredar dan Jasa Ditjen SPK serta Direktorat Penindakan dan Penyidikan Ditjen Bea

dan Cukai. Selanjutnya Petugas Pengawas Barang Beredar dan Jasa (PPBJ)

berdasarkan Surat Tugas Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Nomor

431/SPK.4/ST/3/2015 tanggal 21 Maret 2015 melakukan pengamanan beras ketan

merek Elephant Brand/Cap Gajah tidak teregister dan tidak berlabel dalam Bahasa

Indonesia sebanyak 600 (enam ratus) karung @ 25 kg (15 ton). Setelah melakukan

penyidikan tim telah memeriksa saksi sejumlah 9 (sembilan) orang, ahli sejumlah 6

(enam) orang dan tersangka sejumlah 1 (satu) orang. Pada tanggal 22 September

2017 tim penyidik melakukan pelimpahan kasus. Berdasarkan kesaksian ahli bahwa

dengan adanya Permendag Nomor 01 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan

Impor Beras teleh terjadi dekriminalisasi (suatu perbuatan yang mulanya memenuhi

unsur-unsur tindak pidana beserta sanksinya menjadi bukan tindak pidana) selanjutnya

terkait dengan penerapan asas lex posteriori derogate legi priori artinya aturan hukum

yang baru dapat mengesampingkan aturan hukum yang lama. Adanya Surat Dinas

Kepala Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Klas I Jakarta Utara Nomor:

W10.PAS16.PK.02.05.01-189 Tanggal 22 April 2016 dan keterangan Ahli bahwa Beras

Ketan merek ELEPHANT BRAND (gajah warna hitam dalam lingkaran merah

menghadap ke kiri) kemasan @ 25 kg memiliki kondisi rusak dan membahayakan

serta berpotensi mengganggu kesehatan dan lingkungan sehingga harus

dimusnahkan. Atas keterangan dimaksud penyidik membuat surat nomor: Per-

Musnah/01/Ditwas/PPNS/07/2018 tanggal 28 Juni 2018 perihal Permintaan izin/izin

khusus Pemusnahan Barang Bukti dan telah diterbitkan Penetapan Izin Pemusnahan

Barang Bukti Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 812/PEN.PID/2018/PN.JKT.TIM.

Pada bulan Desember 2018 Kasus dinyatakan dihentikan.

3. Kasus Printer Medan

Pada tanggal 12 Desember 2013 berdasarkan kegiatan pengawasan terpadu Tim

PPNS-PK Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa menemukan produk

64

mesin printer berwarna multi fungsi merek CANON tipe PIXMA IP 2770 dan tipe

PIXMA MP237 masing-masing sebanyak 14 (empatbelas) dan 20 (duapuluh) unit yang

diperdagangkan oleh Toko JAYAKOMM beralamat di Jalan Putri Merak Jingga, Kota

Medan. Setelah memanggil 5 (lima) saksi tim penyidik melalui Nota Dinas Kasubdit

Analisa Kasus Perlindungan Konsumen Dan Bimbingan Operasional PPNS-PK Dan

PPBJ Hal Pelimpahan Kasus Mesin Printer Berwarna Multifungsi Dan Serah Terima

Dokumen tanggal 25 Oktober 2017 melimpahkan kasus ke Subdit Penegakan Hukum

Perlindungan Konsumen. Tim melakukan pemeriksaan Ahli yang menerangkan bahwa

Kasus ini tidak memiliki alat bukti yang cukup sehingga harus dihentikan. Pada bulan

Desember 2018 kasus dinyatakan dihentikan.

C. POST BORDER

1. Kasus Kipas Angin Jakarta

Menindaklanjuti Nota Dinas Direktur Ditstandalitu No. 549/PKTN.3.3/ND/05/2018

Tanggal 17 Mei 2018 hal Penyampaian Hasil Pemeriksaan Kesesuaian Pengawasan

Post Border untuk Barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib tim melakukan

pemeriksaan tanggal 26 Juli 2018 untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan atas

hasil pemeriksaan dokumen tim melakukan pengamanan pada tanggal 7 Agustus

2018. Setelah dilakukan pemeriksaan dan identifikasi barang bersama instansi teknis

terkait tim melakukan pemusnahan barang pada tanggal 24 Januari 2019.

2. Kasus Luminer Tangerang

Menindaklanjuti Nota Dinas Direktur Ditstandalitu No. 549/PKTN.3.3/ND/05/2018

Tanggal 17 Mei 2018 hal Penyampaian Hasil Pemeriksaan Kesesuaian Pengawasan

Post Border untuk Barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib tim melakukan

pemeriksaan tanggal 27 Juli 2018 untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan atas

hasil pemeriksaan dokumen tim melakukan pengamanan pada tanggal 8 Agustus

2018. Setelah dilakukan pemeriksaan dan identifikasi barang bersama instansi teknis

terkait tim melakukan pemusnahan barang pada tanggal 24 Januari 2019.

3. Kasus Kaca Cermin Tangerang

Menindaklanjuti Nota Dinas Direktur Ditstandalitu No. 549/PKTN.3.3/ND/05/2018

Tanggal 17 Mei 2018 hal Penyampaian Hasil Pemeriksaan Kesesuaian Pengawasan

Post Border untuk Barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib tim melakukan

pemeriksaan tanggal 29 Juni 2018 untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan atas

hasil pemeriksaan dokumen tim melakukan pengamanan pada tanggal 2 Juli 2018.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan identifikasi barang bersama instansi teknis terkait

tim melakukan pemusnahan barang pada tanggal 24 Januari 2019.

4. Kasus Kaca Cermin Jakarta

Menindaklanjuti Nota Dinas Direktur Ditstandalitu No. 549/PKTN.3.3/ND/05/2018

Tanggal 17 Mei 2018 hal Penyampaian Hasil Pemeriksaan Kesesuaian Pengawasan

Post Border untuk Barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib tim melakukan

pemeriksaan tanggal 30 Mei 2018 untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan atas

hasil pemeriksaan dokumen tim melakukan pengamanan pada tanggal 31 Mei 2018.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan identifikasi barang bersama instansi teknis terkait

tim melakukan pemusnahan barang pada tanggal 24 Januari 2019.

Pada tahun 2018, target yang ditetapkan untuk kasus yang ditangani sebanyak 3 kasus

dengan realisasi sebanyak 10 kasus atau capaian realisasi sebesar 333%. Capaian realisasi

65

ini meningkat dibanding tahun 2017 sebesar 100% karena jumlah kasus yang masuk untuk

ditangani pada tahun 2018 lebih banyak dari tahun sebelumnya.

IKP 4 Persentase Barang Beredar Diawasi yang Sesuai Ketentuan di Daerah

Perbatasan Darat

Konsumen memiliki hak untuk mengkonsumsi barang dan atau jasa yang memehuhi aspek

keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup (K3L), tidak terkecuali bagi konsumen

yang berada di wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. Kondisi wilayah

perbatasan terutama wilayah perbatasan darat yang sebagian besar berada di pulau Kalimantan,

yang jauh dari pusat perdagangan maupun jalur distribusi utama barang domestik. Di sisi lain,

perdagangan barang di daerah perbatasan dengan negara tetangga dapat dilakukan dengan cara

yang efisien dan tidak memakan waktu yang banyak. Hal ini membuka peluang bagi masuknya

barang-barang dari negara tetangga yang belum tentu memenuhi ketentuan perundang-undangan

yang berlaku sehingga daerah perbatasan berpotensi menjadi daerah yang rawan terhadap

peredaran produk-produk yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Mengingat

hal tersebut dan dalam rangka menjamin perlindungan konsumen di seluruh wilayah NKRI maka

dilakukan pengawasan barang beredar di daerah perbatasan darat. Pengawasan di daerah

perbatasan darat sudah dilakukan di sebagian wilayah di Indonesia. Pengawasan dilakukan

terhadap 3 (tiga) parameter pengawasan, yaitu SNI, MKG dan Label dalam bahasa Indonesia.

Pada tahun 2017, target jumlah produk yang diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan di

daerah perbatasan darat sebanyak 60 produk.

Upaya perlindungan konsumen di daerah perbatasan darat diukur dengan indikator persentase

barang beredar diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan di daerah perbatasan darat.

Semakin tinggi persentase kesesuaian barang beredar yang diawasi, menunjukkan kinerja

pengawasan yang semakin baik dalam memberikan kepastian kepada konsumen di wilayah

perbatasan darat dalam mengkonsumsi barang yang aman bagi dirinya maupun lingkungan.

Perhitungan presentase barang beredar diawasi sesuai ketentuan di daerah perbatasan darat

adalah sebagi berikut berikut:

% barang yang diawasi

sesuai ketentuan =

Σ barang diawasi di daerah perbatasan yang sesuai ketentuan x 100%

Total barang diawasi dalam satu tahun di daerah perbatasan

Keterangan:

- Jumlah barang beredar yang diawasi di daerah perbatasan darat yang sesuai ketentuan adalah

jumlah barang beredar yang diawasi di daerah perbatasan darat yang sesuai ketentuan SNI,

Label, dan Manual Kartu Garansi

Pada tahun 2018 telah dilaksanakan kegiatan pengawasan barang diawasi yang sesuai ketentuan

di daerah perbatasan darat di provinsi Kalimantan Barat (Aruk, Bengkayang, Entikong, dan

Nangabadau), Papua (Skouw), Nusa Tenggara Timur (Wini, Mota’ain dan Motamasin) terhadap

118 produk, yang terdiri dari 35 produk parameter SNI, 55 produk parameter label, 28 produk

parameter MKG.

Terkait pengawasan terhadap parameter label Berbahasa Indonesia dan MKG, sampel-sampel

produk tersebut diperiksa secara kasat mata. Sampel yang tidak sesuai ketentuan dilakukan

pemberian surat teguran untuk tidak melakukan penjualan terhadap barang yang tidak atau belum

66

sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan. Sementara pengawasan terhadap parameter SNI,

sampel produk dilakukan pengujian di laboratorium pengujian produk. Hasil pengamatan dan

pengujian produk yang di awasi disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Realisasi Persentase Barang Beredar Diawasi yang Sesuai Ketentuan di Daerah Perbatasan Darat

PARAMETER JUMLAH SESUAI TIDAK

SESUAI

PROSES

UJI

% SESUAI KETENTUAN

(TERHADAP YANG DIAWASI)

SNI 35 11 7 17 31,42

LABEL 55 24 31 43,63

MKG 28 11 17 39,28

TOTAL 118 46 55 38,98

PERSENTASE BARANG BEREDAR DI PERBATASAN DARAT YANG

DIAWASI SESUAI KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN 45,88

*Sumber: Diolah dari data Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa

Berdasarkan hasil pengamatan dan uji laboratorium terlihat bahwa persentase kesesuaian tertinggi

terjadi pada pengawasan parameter Label sebesar 43,63%, selanjutnya pengawasan parameter

MKG sebesar 39,28% dan terkecil pada pengawasan parameter SNI sebesar 31,42%. Persentase

kesesuaian pengawasan parameter SNI paling kecil salah satunya disebabkan sulitnya

mendapatkan produk SNI-Wajib di wilayah perbatasaan darat Indonesia. Masih terdapat 17 produk

hasil pengawasan parameter SNI di daerah perbatasan darat yang belum selesai dilakukan

pengujian. Terhadap barang yang telah selesai dilakukan pengamatan dan pengujian, realisasi

persentase barang beredar di perbatasan darat yang diawasi sesuai ketentuan tahun 2018

sebesar 38,98%. Realisasi ini jauh lebih besar dibandingkan dengan target 2018 sebesar 25%.

Dengan realisasi tersebut maka capaian kinerja indikator kinerja program tersebut sebesar

155,93%. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan realisasi tahun 2017 sebesar

46,25% (barang beredar yang diawasi tidak ada yang sesuai ketentuan). Penurunan tersebut

terjadi karena produk yang diawasi dan produk yang tidak sesuai ketentuan lebih banyak

disbanding tahun 2017. Namun realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan target jangka

menengah tahun 2019 sebesar 30%. Hal ini mengindikasikan bahwa ada peningkatan efektifitas

dan kinerja pengawasan barang beredar di daerah perbatasan darat oleh Ditjen PKTN. Realisasi

dan capaian kinerja hasil pengawasan barang beredar di daerah perbatasan darat disajikan pada

Tabel 15.

Tabel 15 Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Beredar yang Diawasi Sesuai Ketentuan di Daerah Perbatasan Darat

NO INDIKATOR KINERJA

PROGRAM (IKP)

TARGET (%) REALISASI (%) CAPAIAN

2017 (%)

UNIT

PELAKSANA 2018 2019 2016 2017 2018

1 Persentase Barang Beredar

yang Diawasi Sesuai

Ketentuan di Daerah

Perbatasan Darat

25 30 0 46,25 38,98 155,93 Dit. PBBJ

Sumber: Diolah dari data Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa

67

Sasaran: Meningkatnya Tertib Ukur

Sasaran meningkatnya tertib ukur diukur melalui IKP Persentase alat – alat ukur, takar, timbang

dan perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku. Hasil pengukuran yang benar yang

sesuai dengan persyaratan teknis kemetrologian, memiliki peran yang sangat penting dalam

rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen, khususnya kebenaran hasil pengukuran

pada perdagangan barang dan jasa. Salah satu bentuk kongkrit dalam menjamin kebenaran hasil

pengukuran adalah kegiatan tera dan tera ulang UTTP. Hal ini mengingat UTTP banyak digunakan

masyarakat dalam transaksi perdagangan.Untuk itu UTTP yang tidak bertanda sah yang berlaku

bukan hanya tidak memiliki jaminan kebenaran dalam hal pengukuran namun juga melanggar

Undang-Undang.

Atas dasar itulah persentase UTTP bertanda tera sah yang berlaku dijadikan indikator sehingga

dapat menjamin kebenaran hasil pengukuran dan ada kepastian hukum atas kebenaran hasil

pengukuran dari setiap transaksi perdagangan yang menggunakan UTTP serta terciptanya tertib

ukur.

IKP 5 Persentase Alat – Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya

(UTTP) Bertanda Tera Sah yang Berlaku

Salah satu pilar untuk mewujudkan perlindungan konsumen adalah terciptanya jaminan kebenaran

hasil pengukuran dari UTTP yang digunakan dalam berbagai kegiatan transaksi perdagangan.

Perdagangan yang adil tercermin pada kondisi dimana konsumen memperoleh haknya secara

penuh sesuai dengan harga yang dibayarkan dan sebaliknya penjual tidak mengalami kerugian

atas nilai harga barang yang dijualnya. Pemberian jaminan kebenaran hasil pengukuran tersebut

dilakukan melalui pemberian cap tanda tera sah yang berlaku terhadap UTTP untuk jangka waktu

tertentu melalui proses tera dan tera ulang.

Dengan demikian, perlindungan konsumen akan terwujud apabila seluruh UTTP yang digunakan

dalam transaksi perdagangan di Indonesia dapat dijamin kebenaran hasil pengukurannya.

Indikator yang dapat mengambarkan kondisi tersebut adalah Persentase UTTP bertanda tera sah

yang berlaku. Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara jumlah UTTP bertanda tera

sah yang berlaku dibandingkan dengan jumlah potensi UTTP yang wajib di tera dan tera ulang di

Indonesia. Dimana semakin tinggi persentase maka semakin baik kondisi tertib ukur yang artinya

upaya perlindungan konsumen semakin baik pula. Adapun data jumlah potensi UTTP yang wajib

di tera dan tera ulang di Indonesia berdasarkan Laporan Hasil Survei Sucofindo Tahun 2011

adalah 68.552.441 unit.

% 𝑼𝑻𝑻𝑷 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒂 𝒔𝒂𝒉 = 𝑼𝑻𝑻𝑷 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒂 𝒔𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒍𝒂𝒌𝒖

𝒑𝒐𝒕𝒆𝒏𝒔𝒊 𝑼𝑻𝑻𝑷 𝒅𝒊 𝑰𝒏𝒅𝒐𝒏𝒆𝒔𝒊𝒂 𝒙 𝟏𝟎𝟎

Keterangan:

∑UTTP bertanda tera sah yang berlaku adalah ∑UTTP tahun ini ditambah dengan∑UTTP

tahun sebelumnya

∑UTTP tahun ini adalah jumlah UTTP yang ditera dan tera ulang pada tahun bersangkutan

(masa berlaku 1 tahun).

∑UTTP tahun sebelumnya adalah jumlah UTTP yang ditera-tera ulang pada tahun-tahun

sebelumnya yang memiliki tanda tera sah masih berlaku (5 tahun untuk meter air dan 10

tahun untuk meter listrik).

68

∑potensi UTTP nasional adalah jumlah potensi UTTP yang wajib ditera dan tera ulang di

Indonesia (berdasarkan survei Sucofindo Tahun 2011: 68.552.441 unit).

Pada Tahun 2018 realisasi IKP Direktorat Metrologi yaitu Persentase Alat-alat Ukur, Takar,

Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) Bertanda Tera Sah yang Berlaku adalah sebesar 59,83

persen. Realisasi tersebut melebihi target yang telah ditetapkan pada Perjanjian Kinerja 2018 yaitu

sebesar 55 persen. Dengan demikian capaian yang berhasil direalisasikan adalah sebesar 108,78

persen.

Berdasarkan data rekapitulasi pelayanan tera dan tera ulang secara nasional pada tahun 2018,

telah dilakukan tera dan tera ulang terhadap 4.734.455 unit yang terdiri dari 457.434 unit meter air,

3.130.761 unit meter listrik, dan 1.146.340 UTTP diluar meter listrik dan meter air, sehingga

akumulasi UTTP yang bertanda tera sah yang berlaku sejak tahun 2010-2018 adalah sebesar

41.017.463 UTTP.

Tabel 16 Jumlah UTTP yang di tera dan tera ulang

NO. RINCIAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Jumlah

1 Meter air

(masa

berlaku 5

tahun)

- - 1.123.933 1 .242.591 823.139 1.229.255 852.962 264.433 457.434 4.869.734

2 Meter listrik

(masa

berlaku 10

tahun)

2.363.108 4.717.429 4.495.730 4.602.221 3.809.887 4.329.941 2.367.372 5.184.940 3.130.761 35.001.389

3 UTTP selain

Meter Air dan

Meter Listrik

2.953.885 5.896.786 5.619.663 5.844.812 4.633.026 3.943.417 2.399.592 1.381.293 1.146.340 1.146.340

4 UTTP

Penanganan

Khusus

- - - - 4.129 13.236 43.753 32.688 44.739 44.739

T O T A L 2.363.108 4.717.429 5.619.663 5.844.812 4.633.026 5.559.196 3.220.334 6.830.666 4.734.455 41.017.463

*Sumber: Direktorat Metrologi

Adapun sebaran jumlah UTTP yang ditera dan ditera ulang pada tahun 2018 berdasarkan jenis

UTTPnya adalah sebagai berikut.

Tabel 17 Pelayanan Tera dan Tera Ulang Tahun 2018

NO Jenis UTTP Jumlah

1 Meter Air 457.434

2 Meter Listrik 3.130.761

3 UTTP

Lainnya

Alat Ukur Panjang 4.987

Non Automatic Level Gauge 288

Automatic Level Gauge 17

Takaran 12.022

Alat Ukur Gelas 21

Bejana Ukur 1.909

Tangki Ukur 33.247

Timbangan Otomatis 120

Timbangan Non Otomatis 324.041

69

NO Jenis UTTP Jumlah

Anak Timbangan 620.887

Alat Ukur Gaya dan

Tekanan 945

Meter Kadar Air 1.755

Meter Taksi 4.709

Meter Parkir 72

Pompa Ukur BBM 49.707

Poma Ukur LPG 156

Pompa Ukur Bahan Bakar

Gas 760

Meter Arus BBM 3.669

Alat Ukur Cairan Dinamis 11

Meter Gas 36.607

Alat Ukur Lingkungan 388

Perlengkapan 5.203

TOTAL 4.734.455

Bila dibandingkan dengan capaian IKP ini pada tahun sebelumnya, terdapat kenaikan

realisasi pada tahun 2018 dari sebelumnya realisasi sebesar 55,60 persen naik sebesar 4,2

persen pada tahun 2018 yaitu sebesar 59,8 persen. Kenaikan capaian tersebut dikarenakan

semakin bertambahnya jumlah Unit Metrologi Legal yang beroperasional di Indonesia

dibandingkan tahun sebelumnya sehingga semakin luas jangkauan pelayanan kemetrologian yang

dilakukan.

Gambar 31 Target dan Capaian IKP Direktorat Metrologi 2015-2018

Meskipun demikian, jumlah Unit Metrologi Legal yang telah berdiri saat ini belum signifikan bila

dibandingkan dengan jumlah Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia. Jumlah Unit Metrologi Legal

yang telah berdiri hingga Tahun 2018 adalah 194 Kabupaten/kota atau baru sekitar 38 persen

Kabupaten/Kota di Indonesia yang telah memiliki Unit Metrologi Legal. Masih rendahnya jumlah

Unit Metrologi Legal di Indonesia tidak terlepas dari implementasi Undang-undang Nomor 23

50

55

55 55

49,7 51,9

55,6 59,8

0

10

20

30

40

50

60

70

Target

Realisasi

70

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimana kewenangan penyelenggaraan metrologi legal

yang sebelumnya berada di Pemerintah Provinsi beralih menjadi kewenangan Pemerintah

Kabupaten/Kota. Peralihan ini tentunya menuntut Kabupaten/Kota untuk segera mendirikan UML

agar pelayanan kemetrologian dapat berjalan. Pemerintah dalam hal ini terus mendorong

Kabupaten/Kota untuk segera mendirikan UML. Beberapa hal yang telah dilakukan pleh

Pemeritnah antara lain melakukan kegiatan fasilitasi kepada Kabupaten/Kota dalam rangka

pendirian UML serta mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendorong

Kabupaten/Kota segera membentuk UML. Diharapkan dengan terbentuknya UML di seluruh

Kabupaten/Kota maka UTTP yang beredar telah bertanda tera sah yang berlaku sehingga dapat

terciptanya tertib ukur.

Dalam pencapaian IKP ini tentunya tidak terlepas dari beberapa permasalahan yang dihadapi.

Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa belum semua Kabupaten/Kota memiliki UML

sehingga data UTTP yang bertanda tera sah yang berlaku hanya meliputi Kabupaten/Kota yang

sudah memiliki UML saja atau beberapa Kabupaten/Kota yang menjalin MoU unrtuk melakukan

pelayanan kemetrologian. Disamping itu, masih terdapat UML yang belum atau tidak melaporkan

kinerja pelayanan kemetrologian yang dilakukannya kepada Direktorat Metrologi, padahal

berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 78 Tahun 2016 tentang Unit Metrologi Legal,

seluruh UML berkewajiban untuk menyampaikan laporan bulanan pelayanan kemetrologian

kepada Direktorat Metrologi.

Untuk mengatasi permasalahan diatas, Direktorat Metrologi telah melakukan beberapa hal sebagai

langkah antisipasi antara lain yaitu:

Berperan aktif berkomunikasi dengan UML setiap bulan untuk dapat segera disampaikan

laporan bulanannya kepada Direktorat Metrologi;

Menyertakan dokumen Laporan Bulanan sebagai syarat untuk mengambil CTT tahun

berikutnya;

Mendesain pembuatan aplikasi pelaporan online untuk memudahkan kabupaten/kota dalam

menyampaikan laporan bulanan. Pada akhir tahun 2018 telah dibangun aplikasi sistem

informasi pelaporan dengan alamat website metrologi.online dan saat ini akan dilakukan

pemetaan data terlebih dahulu oleh Direktorat Metrologi sebelum dilakukan sosialisasi kepada

Kabupaten/Kota.

71

Gambar 32 Aplikasi sistem informasi pelaporan Direktorat Metrologi

Dalam rangka peningkatan Persentase Alat – Alat Ukur, Takar, Timbang dan

Perlengkapannya (UTTP) Bertanda Tera Sah yang Berlaku maka dilaksanakan kegiatan-

kegiatan,sebagai berikut:

1. Jumlah Rumusan Kebijakan dan NSPK Bidang Metrologi yang Disusun

Realisasi capaian IKK jumlah rumusan kebijakan dan NSPK bidang metrologi yang disusun

pada tahun 2018 dari 8 (delapan) rancangan yang ditergetkan, berhasil direalisasikan

sebanyak 8 (delapan) rancangan atau regulasi atau capaian 100 persen. Keberhasilan

pencapaian IKK ini menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam hal ini Direktorat Metrologi

dalam menyediakan regulasi terkait kebijakan di bidang metrologi yang dapat memberikan

kemudahan untuk diterapkan. Seperti diketahui, peralihan kewenangan metrologi dari

Pemerintah Provinsi ke Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-undang Nomor

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berdampak pada perlu adanya penyesuaian

terhadap regulasi bidang metrologi yang ada saat ini. Disamping itu, perlu kiranya

mengakomodir rekomendasi internasional pada organisasi-organisasi internasional dimana

Indonesia sebagai salah satu anggotanya seperti ASEAN Consultative Committee for

Standards and Quality Working Group on Legal Metrology (ACCSQ WG3), ASIA Pasific

Legal Metrology Forum (APLMF) dan Organisation Internationale de Metrologie Legale

(OIML). Hal tersebut sebagai langkah untuk melindungi konsumen dan perusahaan

indonesia dari produk luar serta sebagai upaya memperkuat daya saing produk indonesia

yang sesuai standar internasional agar dapat bersaing di perdagangan internasional.

Realisasi IKK dari tahun ke tahun selalu mencapai target yang telah ditetapkan dimana

dari tahun 2015 - 2018 capaian IK ini selalu 100 persen bahkan di tahun 2016 realisasi

berhasil mencapai 200 persen. Hal tersebut menunjukkan komitmen dari Direktorat

Metrologi untuk selalu menyediakan kebijakan atau NSPK yang mudah untuk diterapkan

72

serta yang mengikuti dengan perkembangan. Sampai dengan tahun 2018 jumlah

rancangan kebijakan atau NSPK bidang metrologi legal yang berhasil direalisasikan sejak

tahun 2015 adalah 32 (tiga puluh dua) rancangan/regulasi. Target IK jumlah rumusan

kebijakan dan NSPK bidang metrologi yang disusun pada periode 2015 - 2019 adalah 36

(tiga puluh enam) rancangan. Dengan demikian, hingga saat ini untuk IK jumlah rumusan

kebijakan dan NSPK bidang metrologi yang disusun telah berhasil merealisasikan capaian

sebesar 88,89 persen.

Gambar 33 Target dan Capaian IKK 1 Direktorat Metrologi 2015-2018

Keberhasilan pencapaian realisasi IKK ini tentu tidak terlepas dari beberapa permasalahan

yang dihadapi. Beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain adalah:

- Perbedaan pandangan antar stakekholder terkait terhadap substansi kebijakan

yang diatur.

- Lamanya proses legislasi di Biro Hukum Kementerian Perdagangan dan

Kementerian Hukum dan Ham sehingga menghambat terbitnya regulasi.

Untuk mengatasi permasalahan di atas Direktorat Metrologi terus meningkatkan koordinasi

dengan pihak-pihak terkait agar proses perumusan kebijakan dan NSPK bidang metrologi

dapat berjalan sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Realisasi jumlah rumusan kebijakan dan NSPK bidang metrologi yang disusun pada tahun

ini meliputi 6 (enam) kebijakan/NSPK yang telah ditetapkan sebagai regulasi dan 2 (dua)

kebijakan/NSPK yang masih dalam bentuk rancangan. Adapun regulasi dan rancangan

kebijakan dan NSPK Bidang Metrologi yang telah dicapai tahun 2018 diantaranya:

1. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 74/M-Dag/Per/ 12/2012 Tentang Alat-Alat

Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya Asal Impor. Permendag ini disusun untuk

menyesuaikan dengan perkembangan dan dalam rangka mengakomodir kebijakan

post border dimana UTTP termasuk salah satu barang yang diawasi pada pengawasan

post border.

2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 67 Tahun 2018 tentang Alat-Alat Ukur, Takar,

Timbang, Dan Perlengkapannya Yang Wajib Ditera Dan Ditera Ulang. Permendag ini

disusun sebagai upaya penyederhanaan jenis UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang

dimana Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG/PER/3/2010 tentang Alat-

alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) yang wajib Ditera dan Ditera

6 6

8 8 8

12

6

8 8

0

2

4

6

8

10

12

14

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Target

Realisasi

73

Ulang dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

638/MP/Kep/10/2004 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya

yang Memerlukan Penanganan Khusus, sudah tidak relevan sehingga perlu dicabut.

3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68 Tahun 2018 tentang Tera Dan Tera Ulang

Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya. Permendag ini dsusun karena

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/10/2014 tentang Tera dan

Tera Ulang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya perlu disesuaikan

dengan perkembangan kegiatan Metrologi Legal.

4. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 115 Tahun 2018 tentang Unit Metrologi Legal.

Permendag ini disusun dalam rangka penyederhanaan persyaratan pendirian Unit

Metrologi Legal untuk mendorong percepatan pendirian Unit Metrologi Legal di

Kabupaten/Kota.

5. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 126 Tahun 2018 tentang Tanda Sah Tahun

2019. Merupakan regulasi yang mengatur mengenai tanda tera sah yang berlaku untuk

tahun 2019. Peraturan ini nantinya akan menjadi dasar hukum bagi Unit Metrologi

Legal dalam melakukan kegiatan pelayanan kemetrologian khususnya dalam kegiatan

peneraan.

6. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2018 tentang Tanda Tera.

Penyusunan Permendag ini sebagai pengganti dari Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 69/MDAG/PER/10/2012 tentang Tanda Tera sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 95/M-DAG/PER/ 11/2015 tentang Perubahan

atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 69/M-DAG/PER/10/2012 tentang Tanda

Tera dimana perlu disesuaikan dengan perkembangan kegiatan Metrologi Legal saat

ini.

Gambar 34 Foto Rapat Penyusunan Revisi Permendag tentang Tanda Tera

7. Draft Revisi Permendag Nomor 69 Tahun 2014 tentang Pengelolaan SDM

Kemetrologian. Revisi terhadap Permendag ini perlu dilakukan untuk mengatur

penataan jabatan fungsional sebagai bagian pengelolaan SDM Kemetrologian.

Beberapa poin penting dalam revisi Permendag ini antara lain terkait penyesuaian

substansi Metrologi akibat perubahan peraturan perundang-undangan di bidang

pemerintahan daerah, pengaturan tentang penetapan Hak dan Kewenangan SDM

Kemetrologian, standar kompetensi, penegasan implementasi pola karir SDM metrologi

legal, tata kelola penempatan dan pemindahan sdm kemetrologian dan sistem

informasi SDM metrologi legal.

74

8. Draft RUU Metrologi. Progress terakhir dari penyusunan RUU Metrologi adalah

keberatan dari Kementerian Perindustrian jika substansi metrologi industri dimasukkan

kedalam RUU ini. Terkait hal tersebut, telah dilakukan rapat bilateral antara

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian sebanyak 3 (tiga) kali pada

tanggal 30 Juli 2018, 20 Agustus 2018 dan 13 November 2018 untuk membahas

substansi metrologi industri dalam RUU Metrologi. Hasilnya adalah Kementerian

Perindustrian masih berkeberatan jika substansi metrologi industri dimasukkan ke

dalam RUU Metrologi sehingga dicapai kesepakatan substansi metrologi industri tidak

diatur dalam RUU Metrologi. Menindaklanjuti hal tersebut dilakukan rapat lanjutan

mengenai RUU ini pada tanggal 28 November 2018 dan 18 Desember 2018 dengan

hasil sebagai berikut:

- Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang Metrologi dengan

mempertimbangkan menghilangkan pengkategorian secara tegas, terkait substansi

metrologi ilmah tetap diatur hal ini dimaksudkan agar Rancangan Undang-Undang

Metrologi ini menjadi payung hukum (umbrella act) terkait pengaturan metrologi.

Untuk itu akan dilakukan reposisi pasal-pasal terkait metrologi ilmiah;

- Penyusunan ulang Naskah Akademik;

- Akan dilakukan kembali rapat Panitia Antar Kementerian.

Gambar 35 Foto Rapat Bilateral Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian

Dalam upaya mendukung capaian realisasi IKK ini terdapat beberapa kegiatan pendukung

yang dilakukan pada tahun 2018. Adapun kegiatan pendukung tersebut antara lain adalah

sebagai berikut.

Pertemuan Teknis Kemetrologian

Dalam rangka meningkatkan harmonisasi antar Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota

dengan Pemerintah dan sebagai sarana komunikasi dan pertukaran informasi, pada

tanggal 26 Juli 2018 telah diselenggarakan Pertemuan Teknis Kemetrologian (Pertekmet)

di Swissbell Hotel Batam. Pertekmet dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal PKTN

didampingi oleh Walikota Batam, Direktur Metrologi dan Kepala PPSDK. Pertekmet tahun

2018 bertemakan "Inovasi Pelayanan Kemetrologian untuk Mewujudkan Pelayanan Prima"

dan dihadiri oleh 211 peserta yang berasal dari Kementerian Perdagangan dan Unit

Metrologi Legal Kabupaten/Kota.

75

Gambar 36 Kegiatan Pertemuan Teknis Kemetrologian Tahun 2018 di Batam

Pengendalian Hasil Diklat SDM Kemetrologian

Kegiatan Pengendalian hasil diklat SDM Kemetrologian dimaksudkan untuk memastikan

bahwa pelayanan kemetrologian dilakukan oleh SDM yang kompeten dan profesional serta

memastikan penempatan SDM Kemetrologian sesuai pada tempatnya. Tujuan kegiatan ini

yaitu melakukan pengendalian (evaluasi) hasil diklat SDM Kemetrologian terhadap lulusan

diklat yang telah kembali ke daerah asal. Pada Tahun 2018 ini telah dilakukan kegiatan ke

20 (dua puluh) UML yaitu UML Kota Palembang, UML Kota Yogyakarta, dan Bidang

Metrologi Kab. Tangerang, Balai Metrologi Jakarta, UML Kota Bogor, UML Kab. Karawang,

UML Kota Surakarta, dan UML Kab. Cirebon, UML Kota Bekasi, UML Kota Pangkalpinang,

UML Kota Samarinda, UML Kabupaten Malang, dan UML Kota Bandarlampung, UML Kota

Tasikmalaya, UML Kota Padang, UML Kota Pekanbaru, UML Kota Batam, UML Kab.

Banyumas, UML Kab. Deli Serdang, dan UML Kota Tangerang Selatan.

Gambar 37 Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Metrologi Legal

Harmonisasi dan Sinkronisasi Penyelenggaraan Metrologi Legal di Empat Regional

Dalam rangka meningkatkan harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan metrologi pada setiap

kabupaten/Kota, Direktorat Metrologi melalui Balai Standardisasi Metrologi Legal

menyelenggarakan pertemuan harmonisasi dan sinkronisasi metrologi pada setiap

regionalnya.

76

Gambar 38 Kegiatan Harmonisasi dan Sinkronisasi Penyelenggaraan Metrologi Legal

Rapat Pembahasan Rancangan Permendag tentang Standar Ukuran Metrologi Legal

Pada tanggal 30 Oktober 2018 bertempat di Hotel Aston Pasteur Bandung, Direktorat

Metrologi mengadakan rapat pembahasan rancangan Peraturan Menteri Perdagangan

tentang Standar Ukuran Metrologi Legal. Rapat pembahasan yang dibuka secara resmi

oleh Direktur Metrologi dihadiri oleh Bagian Hukum Setditjen PTKN, Direktorat Metrologi

dan perwakilan dari beberapa UML.

Latar belakang diterbitkannya peraturan ini adalah dalam rangka melaksanakan amanat

pasal 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, Peraturan

Pemerintah Nomor 2 Tahun 1989 tentang Standar Nasional Satuan Ukurandan Peraturan

Presiden Nomor 4 Tahun 2018 tentang Badan Standardisasi Nasional dimana perlu

mengatur kembali ketentuan pengelolaan standar ukuran dan laboratorium metrologi legal.

Disamping itu, Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 67 Tahun 2018 perlu

mengatur alat ukut alat ukur yang digunakan sebagai standar sehingga tidak lagi

deperlakukan sebagai UTTP yang wajib Tera/tera ulang.

Gambar 39 Kegiatan Rapat Pembahasan Rancangan Permendag tentang Standar Ukuran Metrologi Legal

77

Rapat Pembahasan Rancangan Syarat Teknis UTTP

Dalam rangka mengatur pengujian terhadap alat ukur khususnya meter kWh, meter gas

diafragma dan meter parkir, Direktorat Metrologi telah menyusun Syarat Teknis tentang

pengujian terhadap ketiga UTTP tersebut.

Pada tanggal 16 November 2018 bertempat di Hotel Aston Pasteur Bandung

diselenggarakan pertemuan rapat pembahasan terhadap draft Syarat Teknis meter kWh,

meter gas diafragma dan meter parkir. Rapat pembahasan dibuka oleh Direktur Metrologi

dan dihadiri stakeholder terkait meliputi Direktorat Metrologi dan perwakilan dari beberapa

Unit Metrologi Legal.

Partisipasi dalam Forum Internasional (Sidang ACCSQ WG3, APLMF dan OIML)

Direktorat Metrologi pada tahun 2018 turut berperan aktif dalam forum metrologi

internasional dengan berpartisipasi pada penyelenggaraan Sidang ACCSQ WG3 ke-29 di

Phnom Penh Kamboja pada tanggal 20-22 Juni 2018, menjadi Tuan rumah

penyelenggaraan Sidang ACCSQ WG3 ke-30 di Yogyakarta pada tanggal 23-26 Oktober

2018, Sidang APLMF ke-25 tanggal 7-10 November 2018 di Selandia Baru dan menghadiri

Sidang OIML ke-53 Tanggal 9-12 Oktober 2018 di Hamburg, Jerman.

Partisipasi Indonesia dalam Sidang - sidang internasional bidang metrolgoi diatas

diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kebijakan metrologi di Indonesia dimana

kebijakan metrologi di Indonesia dapat mengakomodir rekomendasi yang diputuskan dalam

forum-forum tersebut sehingga dapat berdaya saing di pasar global.

Posisi Indonesia pada ketiga organisasi internasional tersebut adalah sebagai anggota

tetap, namun pada organisasi ACCSQ WG3 ke depan posisi Indonesia adalah sebagai Co-

chair ACCSQ WG3. Sedangkan pada APLMF, Indonesia juga menjadi salah satu anggota

executive committee pada organisasi tersebut. Disamping itu, Indonesia juga menjadi chair

dari Goods Packed by Measure Working Group yang ada dibawah APLMF.

78

Gambar 40 Patisipasi Indonesia dalam Sidang Internasional Bidang Metrologi Legal

Rapat Pembahasan Desain Pengembangan Metrologi Legal dan SDM Metrologi Legal

melalui sistem sertifikasi kompetensi

Pada tanggal 21 Desember 2018 bertempat di ruang rapat Balai Pengujian UTTP telah

dilaksanakan rapat pembahasan mengenai desain pengembangan metrologi legal dan

SDM metrologi legal melalui sistem sertifikasi kompetensi. Rapat dipimpin oleh Direktur

Metrologi dan dihadiri oleh perwakilan dari Direktorat Metrologi dan Pusat Pengembangan

Sumber Daya Kemetrologian.

Direktorat Metrologi telah menyusun grand desain pengembangan sistem metrologi legal

dan SDM Metrologi berbasis sistem sertifikasi yang tidak hanya ditempatkan sebagai

tenaga berhak/penera di unit-unit metrologi legal baik dibawah pemerintah maupun

pemerintah daerah, tetapi juga sebagai tenaga-tenaga ahli dan terampil seperti tenaga

inspeksi, penjamin mutu produk, tenaga teknis dan lain-lain di sektor industri. Grand desain

pengembangan sistem tersebut adalah sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan kegiatan metrologi legal tidak hanya dilakukan oleh Kementerian

Perdagangan tetapi juga melibatkan Kementerian/Lembaga pemerintah terkait dan

pelaku usaha. Pengalihan kewenangan pelenggaraan pelayanan tersebut disesuaikan

dengan ruang lingkup yang menjadi kewenangan masing-masing. Untuk itu, perlu

dilakukan perubahan pada beberapa area meliputi: (1) Sistem, proses dan prosedur

kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good

governance; (3) Regulasi yang lebih adaptif, tidak tumpang tindih dan kondusif; (4)

SDM yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan

sejahtera; dan (5) kolaborasi dan sinergisitas dalam penyelenggaraan kegiatan

metrologi legal.

b. Dalam rangka mendukung pengembangan sistem metrologi legal tersebut, salah satu

strategi yang ditempuh adalah melakukan pengembangan sumber daya manusia yang

memiliki kompetensi dan daya saing. Pembangunan sumber daya manusia menjadi

79

kebutuhan baik dalam hal kuantitas/jumlah maupun kualitas/kompetensi. Perguruan

tinggi didorong untuk dapat mencetak sumber daya manusia yang siap pakai.

Perguruan tinggi terutama yang sudah memiliki program D3 metrologi seperti Sumatera

Utara, UGM, ITB dan Akademi Metrologi menciptakan SDM metrologi legal yang siap

pakai. Lulusan-lulusan perguruan tinggi tersebut tidak hanya dibekali ijazah Pendidikan

formal tetapi juga sertifikasi profesi yang diakui secara nasional. Sertifikasi profesi

tersebut dimaksudkan sebagai bukti kompetensi yang dimiliki oleh SDM yang

didasarkan pada jenis dan tingkat kesulitan UTTP. Instansi pemerintah dan sektor

industri dapat memanfaatkan/merekrut SDM metrologi yang telah memiliki sertifikat

tersebut sesuai dengan kebutuhan. Bagi instansi pemerintah, hal ini cukup membantu

sehingga tidak lagi dihadapkan pada proses pembentukan tenaga penera/pegawai

berhak yang membutuhkan waktu cukup lama, dimana saat ini membutuhkan waktu

2,5 bulan bagi calon tenaga penera sebelum dapat melaksanakan tugas dan

kewenangan memberikan pelayanan kemetrologian, serta dihadapkan pada

keterbatasan Pusat Pengembangan Sumber Daya Kemetrologian (PPSDK) dalam

menyelenggarakan diklat pembentukan jabatan fungsional penera.

c. PPSDK yang saat ini menjadi sumber penyedia SDM Metrologi akan dikembangkan

tidak hanya fokus pada penyelenggaraan diklat pembentukan jabatan fungsional

penera (bagi yang tidak melalui jalur pendidikan formal kemetrologian), tetapi juga pada

penyelenggaraan diklat penjenjangan dan diklat teknis dalam rangka upgrading dan

penyegaran (refreshement). Dengan demikian PPSDK akan berkembang sebagai

pusat pelatihan dasar tenaga penera, pelatihan berjenjang bagi pejabat fungsional dan

pelatihan teknis yang dibutuhkan baik aparatur sipil negara (ASN) maupun

industri/sektor lain (customized training course).

d. Untuk mendukung penerapan sertifikasi SDM Metrologi, dibentuk Lembaga Sertifikasi

Profesi (LSP) baik untuk memastikan pemenuhan kompetensi bagi SDM Aparatur di

bidang Metrologi Legal di seluruh Indonesia (LSP P1, First Party), maupun bagi SDM

metrologi pada sektor industri dan sektor terkait lain secara luas seperti keselamatan,

kesehatan, keamanan, dan pengendalian lingkungan (LSP P3, Third Party). Beberapa

perguruan tinggi dan PPSDK dapat dipersiapkan sebagai LSP P1 sebagai tahap awal.

Gambar 41 Kegiatan rapat pembahasan grand desain SDM Metrologi Legal melalui sistem sertifikasi kompetensi

2. Jumlah Daerah Tertib Ukur (DTU)

Pada tahun 2018 terdapat 9 (sembilan) daerah yang mencalonkan sebagai Daerah Tertib

Ukur yaitu:

a. Kab Cirebon;

b. Kota Tanjung Pinang;

80

c. Kota Pekan Baru;

d. Kota Tasikmalaya;

e. Kab Buleleng;

f. Kab Sidoarjo;

g. Kota Ambon;

h. Kota Kupang;

i. Kota Mataram.

Komitmen dari 9 (sembilan) daerah tersebut untuk menjadi DTU telah disampaikan pada

acara pencanangan Daerah Tertib Ukur (DTU) dan Pasar Tertib Ukur Tahun 2018 yang

diselenggarakan pada tanggal 23 Maret 2018 di Bandung bersama dengan Menteri

Perdagangan. Bersamaan dengan itu, dicanangkan juga 198 pasar sebagai calon Pasar

Tertib Ukur (PTU) tahun 2018. Untuk dapat ditetapkan sebagai DTU, terdapat beberapa

syarat yang harus dipenuhi oleh calon DTU yaitu antara lain:

1. UTTP yang digunakan untuk menentukan kuanta dalam transaksi perdagangan telah

bertanda tera sah yang berlaku

2. Pemilik/pengguna UTTP telah memperoleh pemahaman mengenai penggunaan UTTP

secara benar

3. Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki data tahunan tentang jumlah, jenis dan

pemilik/pengguna UTTP

4. Pemerintah Kabupaten/Kota telah menetapkan pembinaan, pengawasan dan

pelayanan kemetrologian menjadi program tahunan daerah.

Gambar 42 Kegiatan Pencanangan DTU dan PTU Tahun 2018

Berdasarkan evaluasi terhadap calon DTU tahun 2018 yang dilakukan oleh Direktorat

Metrologi terhadap 9 (sembilan) Kabupaten/kota Calon DTU. Pelaksanaan evaluasi

dilakukan mulai bulan Oktober s/d November 2018. Evaluasi dilakukan dengan pihak-pihak

terkait seperti Dinas kabupaten/kota yang membidangi perdagangan, Balai Standardisasi

Metrologi Legal di masing masing regional. 9 (sembilan) calon DTU tersebut dinilai telah

memenuhi kriteria sebagai DTU sehingga dapat ditetapkan sebagai DTU tahun 2018. Hasil

evaluasi dan penilaian terhadap calon DTU tahun 2018 adalah sebagai berikut:

a. Kabupaten Buleleng, dengan hasil sangat memuaskan;

b. Kota Pekanbaru, dengan hasil sangat memuaskan;

c. Kota Ambon dengan, hasil sangat memuaskan;

d. Kabupaten Mataram, dengan hasil sangat memuaskan;

e. Kota Cirebon, dengan hasil sangat memuaskan;

f. Kota Tanjung Pinang, dengan hasil sangat memuaskan

g. Kota Tasikmalaya, dengan hasil sangat memuaskan.

81

h. Kabupaten Sidoarjo, dengan hasil sangat memuaskan.

i. Kota Kupang, dengan hasil memuaskan

Penetapan dan peresmian DTU Tahun 2018 dilakukan oleh Menteri Perdagangan di Kota

Bandung pada tanggal 6 Desember 2018 bersamaan dengan peresmian Pasar Tertib Ukur

2017 dan peresmian 39 Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota yang baru yang akan

beroperasi dan menyelenggarakan pelayanan tera dan tera ulang sesuai dengan wilayah

kerjanya. Pada kesempatan tersebut, Mendag juga menyerahkan bantuan timbangan

sebanyak 200 unit kepada 9 (sembilan) Kabupaten/kota yang telah ditetapkan mejadi DTU

Tahun 2018 tersebut.

Gambar 43 Kegiatan Peresmian DTU dan PTU Tahun 2018

Capaian IKK jumlah Daerah Tertib Ukur Tahun 2017 telah berhasil memenuhi target yang

ditetapkan dalam perjanjian Kinerja yaitu 8 (delapan) daerah ditetapkan menjadi DTU atau

capaian 100 persen. Capaian IKK ini dari tahun ke tahun selalu mencapai target yang

ditetapkan. Keberhasilan pencapaian IKK ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah

untuk mendukung program tertib ukur melalui pembentukan Daerah Tertib Ukur. Seperti

diketahui, pembentukan DTU merupakan inisiatif dari Pemerintah Kabupaten/Kota yang

mengusulkan diri. Sampai dengan tahun 2018 jumlah Daerah Tertib Ukur yang berhasil

direalisasikan sejak tahun 2015 adalah 25 (dua puluh lima) daerah . Target IK jumlah

Daerah Tertib Ukur pada periode 2015-2019 adalah 32 (tiga puluh dua) daerah. Dengan

demikian, hingga saat ini untuk jumlah Daerah Tertib Ukur telah berhasil merealisasikan

capaian sebesar 78,13 persen.

82

Gambar 44 Target dan Capaian IKK 2 Direktorat Metrologi 2015-2018

Kegiatan Pembentukan Daerah Tertib Ukur sudah dimulai pada tahun 2011. Pada tahun

2011, telah ditetapkan 1 (satu) Daerah Tertib Ukur yaitu Kota Singkawang, selanjutnya

tahun 2012, ditetapkan 3 (tiga) Daerah Tertib Ukur yaitu Kota Batam, Kota Balikpapan dan

Kota Surakarta. Pada tahun 2013 ditetapkan 7 (tujuh) Daerah Tertib Ukur, yaitu Kota

Tarakan, Kota Bontang, Kabupaten Mojokerto, Kota Gorontalo, Kota Padang, Kabupaten

Karimun serta Kota Tebing Tinggi. Pada tahun 2014 ditetapkan 5 (lima) Daerah Tertib Ukur

Tahun 2014, yaitu Kota Banda Aceh, Kota Solok, Kota Semarang, Kabupaten Gianyar dan

Kota Tangerang Selatan. Sedangkan pada tahun 2015 kembali ditetapkan 5 (lima) Daerah

Tertib Ukur Tahun 2015 yaitu Kota Salatiga, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Barru, Kota

Palangkaraya, dan Kabupaten Fak-Fak. Pada tahun 2016 telah ditetapkan 5 (lima) Daerah

Tertib Ukur yaitu Kabupaten Badung, Kabupaten Bantul, Kabupaten Serang, Kota

Yogyakarta, dan Kota Banjarmasin. Pada tahun 2017 telah ditetapkan 6 (enam)

kabupaten/kota menjadi Daerah Tertib Ukur yaitu Kabupaten Deli Serdang, Kota Padang

Panjang, Kota Tangerang, Kota Denpasar, Kota Pare-Pare dan Kabupaten Kolaka.

Terakhir, pada tahun 2018 telah ditetapkan 8 (delapan) Kabupaten/Kota sebagai DTU yaitu

Kabupaten Buleleng Bali; Kota Pekanbaru Riau; Kota Ambon Maluku; Kota Mataram Nusa

Tenggara Barat; Kabupaten Cirebon Jawa Barat; Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau;

Kota Tasikmalaya Jawa Barat; Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur; dan Kota Kupang Nusa

Tenggara Timur. Dengan demikian, dalam kurun waktu tahun 2011 sampai dengan tahun

2018, Kementerian Perdagangan telah menetapkan 41 (empat puluh satu) Daerah Tertib

Ukur.

Tabel 18 Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Direktorat Metrologi Tahun 2018

NO TAHUN JUMLAH

DTU

KAB/KOTA BSML REGIONAL

I II III IV

1 2011 1 Kota Singkawang √

2 2012 3 1. Kota Batam, √

2. Kota Surakarta √

4 4

6

8

10

5 5

6

9

0

2

4

6

8

10

12

2014,5 2015 2015,5 2016 2016,5 2017 2017,5 2018 2018,5 2019 2019,5

Target

Realisasi

83

3. Kota Balikpapan √

3 2013 7 1. Kab Karimun, √

2. Kota Padang, √

3. Kota Tebing Tinggi, √

4. Kab Mojokerto, √

5. Kota Tarakan, √

6. Kota Bontang, √

7. Kota Gorontalo √

4 2014 5 1. Kota Banda Aceh, √

2. Kota Solok, √

3. Kota Tangerang Selatan,

4. Kota Semarang, √

5. Kab Gianyar √

5 2015 5 1. Kota Salatiga, √

2. Kota Palangka Raya, √

3. Kab Barru, √

4. Kab Fak-Fak, √

5. kab Kaimana √

6 2016 5 1. Kab. Badung, √

2. Kab. Serang, √

3. Kab. Bantul, √

4. Kota Yogyakarta, √

5. Kota Banjarmasin √

7 2017 6 1. Kab. Deli Serdang, √

2. Kota Padang Panjang, √

3. Kota Tangerang, √

4. Kota Denpasar, √

5. Kota Pare-Pare √

6. Kab. Kolaka √

8 2018 9 1. Kab Cirebon; √

2. Kota Tanjung Pinang; √

84

3. Kota Pekan Baru; √

4. Kota Tasikmalaya; √

5. Kab Buleleng; √

6. Kab Sidoarjo; √

7. Kota Ambon; √

8. Kota Kupang; √

9. Kota Mataram. √

Jumlah DTU 41 10 18 6 7

Jumlah

Kab/Kota

509 154 160 56 144

% 8,06 1,95 11,25 10,71 4,86

Sumber: Subdirektorat PHBOK dan Analisa Kemetrologian

Bila kita cermati dari tabel diatas, Jumlah Kabupaten/Kota yang telah membentuk DTU

belum terlalu signifikan. Dari 509 Kabupaten/Kota di Indonesia baru sekitar 8 persen

Kabupaten/Kota yang telah berpredikat sebagai DTU. Rendahnya jumlah DTU yang

terbentuk bila dibandingkan dengan jumlah kabupaten/kota tidak berarti rendahnya

antusiasme pemerintah kabupaten/kota terhadap tertib ukur khususnya pembentukan DTU.

Dari hasil evaluasi yang dilakukan, ternyata banyak Kabupaten/Kota yang mau

mencalonkan daerahnya untuk dapat ditetapkan menjadi DTU, namun hal tersebut

terkendala oleh aturan dalam juknis DTU yang mensyaratkan bagi kabupaten/kota yang

hendak membentuk UML harus memiliki Unit Metrologi Legal di wilayahnya. Saat ini,

jumlah UML yang telah berdiri hingga tahun 2018 adalah 194 UML dimana sebagian besar

dari jumlah tersebut baru berdiri di tahun 2018. Sehingga hal tersebut diduga menjadi

penyebab masih rendahnya jumlah Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan sebagai DTU.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan Direktorat Metrologi dalam meningkatkan jumlah

DTU di Indonesia adalah mendorong percepatan pembentukan UML di Kabupaten/Kota

melalui fasilitasi pendirian UML dan pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang

metrologi legal.

3. Jumlah Pasar Tertib Ukur (PTU)

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan dalam rangka pembentukan PTU oleh tim dari

Direktorat Metrologi kepada seluruh calon PTU 2018 yang berjumlah 198 calon PTU, dari

Target PTU yang terbentuk pada tahun 2018 sebanyak 150 PTU berhasil direalisasikan

capaian PTU sebanyak 288 PTU atau 192 persen. Predikat PTU akan diberikan kepada

pasar tradisional yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Semua UTTP yang digunakan bertanda tera sah yang berlaku.

b. Pasar dikelola dengan suatu manajemen.

c. Pengelola pasar memiliki data yang valid tentang jumlah, jenis dan pemilik UTTP.

d. Semua pedangang pengguna UTTP telah mendapatkan penjelasan langsung tentang

penggunaan UTTP dengan benardan sanksi yang akan diterima apabila memperdaya

penggunaan UTTP.

e. Manajemen pengelola pasar memahami pemakaian UTTP yang benar dan melakukan

pembinaan kepaa pemakai UTTP secara rutin.

85

f. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai program kerja

pembinaan penggunaan UTTP di pasar.

Gambar 45 Kegiatan Evaluasi dalam rangka Pembentukan PTU 2018

Realisasi IKK jumlah pasar tertib ukur dari tahun ke tahun selalu memenuhi target bahkan

melampaui target. Keberhasilan realisasi pencapaian IKK ini menunjukkan makin

meningkatnya peran aktif Pemerintah Daerah dalam program tertib ukur melalui

pembentukan PTU. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan perlu

untuk terus mendorong Pemerintah Daerah untuk mendukung program tertib ukur salah

satunya melalui pembentukan PTU. Target yang ditetapkan untuk IK ini berdasarkan

Renstra 2015 - 2019 adalah sebesar 640 pasar dan hingga saat ini telah berhasil

merealisasikan pembentukan PTU sebanyak 964 pasar atau capaian 150,63 persen.

86

Gambar 46 Target dan Capaian IKK 3 Direktorat Metrologi 2015-2018

Pembentukan PTU dimulai pada tahun 2010 dimana pada tahun tersebut telah dibentuk 56

PTU dari 28 Ibukota Provinsi. Pada tahun 2011 kegiatan ini tidak dilaksanakan karena

kegiatan pembinaaan dilakukan dengan fokus kegiatan Daerah Tertib Ukur dimana Kota

Singkawang menajdi pilot project Daerah Tertib Ukur tahun tersebut. Kegiatan PTU dimulai

lagi pada tahun 2012 dengan capaian 35 PTU dimana berhasil dengan capaian yang sama

pada tahun berikutnya. Mulai tahun 2014 sampai dengan saat ini pembentukan PTU

dilakukan melalui pembentukan PTU reguler dan pembentukan PTU dari DTU tahun

tersebut. Sampai dengan tahun 2018, PTU yang telah terbentuk di Indonesia adalah 1231

PTU.

Tabel 19 Pasar Tertib Ukur (PTU) yang Terbentuk Selama Periode 2010-2018

NO TAHUN JUMLAH PTU

REGULER

JUMLAH PTU

DARI DTU

1. 2010 56 -

2. 2012 35 -

3. 2013 35 -

4. 2014 74 67

5. 2015 102 51

6. 2016 128 128

7. 2017 141 126

8. 2018 197 91

TOTAL 768 463

TOTAL 1231

Bila dilihat dari jumlah PTU yang telah terbentuk, jumlah PTU terbesar terdapat pada BSML

Regional II meliputi pulau Jawa, Bali, NTT dan NTB yaitu 696 PTU kemudian berturut-turut

adalah BSML Regional IV meliputi wilayah Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua barat

dan Papu sebanyak 271 PTU, BSML Regional I meliputi Sumatera sebanyak 165 PTU dan

80 100

150 150 160 153

256 267

288

0

50

100

150

200

250

300

350

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Target

Realisasi

87

BSML Regional III yang meliputi pulau Kalimantan sebanyak 99 PTU. Tingginya jumlah

PTU di regional II dapat dimaklumi mengingat banyaknya jumlah pasar di wilayah ini.

Namun bila dicermati perkembangan PTU yang terbentuk dari tahun 2010 sampai dengan

sekarang pada setiap regional mengalami peningkatan PTU yang terbentuk. Sekali lagi hal

tersebut dapat menunjukkan terjadi peningkatan kesadaran Pemerintah Daerah terhadap

tertib ukur sehingga berkomitmen menjalankan kegiatan tertib ukur yang salah satunya

adalah pembentukan Pasar Tertib Ukur.

Gambar 47 Sebaran PTU per Regional periode tahun 2010 - 2018

Pasar Tertib Ukur (PTU) merupakan salah satu langkah dari Direktorat Metrologi dalam

meningkatkan tertib ukur di masyarakat serta juga meningkatkan kepedulian masyarakat

terhadap metrologi legal. Namun hingga saat ini belum pernah dilakukan kajian mengenai

seberapa besar dampak Pasar Tertib Ukur terhadap peningkatan tertib ukur itu sendiri.

Berkenaan dengan hal tersebut, pada tahun 2018, Direktorat Metrologi bekerjasama

dengan Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan akan melakukan kajian untuk

melihat Efektifitas dari Pasar Tertib Ukur dan pada tanggal 4 Oktober 2018 bertempat di

hotel El Royale Bandung telah dilakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan para

stakeholder terkait sebagai langkah awal kajian.

16 9 6

19 11

22 32

50

16 19 22

109

80

186

133 131

8 3 2 6

22 17 21 20 16 4 5 7

40 31

81 87

2010 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

BSML I BSML II BSML III BSML IV

88

Gambar 48 FGD terkait Kajian tentang Efektifitas Pasar Tertib Ukur

4. Jumlah Unit Kemetrologian yang Dinilai

Program penilaian dilaksanakan sebagai tindak lanjut pembinaan terhadap Unit Metrologi

Legal yang telah berdiri dan akan beroperasi dengan tujuan agar memiliki kompetensi yang

sesuai dengan dipersyaratkan. Kegiatan penilaian ini meliputi kegiatan penilaian yang

terdiri dari penilaian dan penilaian ulang serta Surveillance.

Penilaian adalah serangkaian proses/kegiatan yang dilakukan oleh menteri dalam hal ini

Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga terhadap UML Kabupaten/Kota yang akan

beroperasional untuk memastikan kesesuaian terhadap persyaratan yang telah ditetapkan.

Penilaian ulang merupakan serangkaian proses penilaian yang dilakukan terhadap UML

dikarenakan adanya penambahan ruang lingkup pelayanan UML tersebut. Sedangkan

Surveillance adalah kegiatan kunjungan ke UML Kabupaten/Kota untuk memastikan bahwa

UPT atau UML Kabupaten/Kota tersebut memelihara kompetensinya dari waktu ke waktu

berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh Menteri

Pada Tahun 2018, Kegiatan penilaian/penilaian ulang/surveillance terhadap unit metrologi

legal telah dilaksanakan pada 141 (seratus empat puluh satu) Unit Metrologi Legal.

Realisasi capaian ini lebih besar dari target yang ditetapkan yaitu sebesar 83 Unit Metrologi

Legal atau capaian 169,88 persen. Keberhasilan pencapaian realisasi IKK ini salah satu

faktornya dikarenakan tingginya permintaan penilaian dari Pemerintah Kabupaten/Kota.

Sebagaimana diketahui diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2018 tentang

Pemerintahan Daerah telah mengalihkan kewenangan metrologi dari Pemerintah Provinsi

ke Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal tersebut mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota

untuk mendirikan Unit Metrologi Legal agar dapat menjalanankan pelayanan metrologi.

Berdasarkab Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 78 Tahun 2016 tentang Unit

Metrologi Legal (sekarang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 115 Tahun 2018) Unit

Metrologi Legal yang baru berdiri tersebut harus dilakukan kegiatan penilaian terlebih

dahulu agar sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Faktor inilah yang turut

meningkatkan capaian realisasi IKK ini .

Realisasi IK5 pada tahun 2018 bila dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya

mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak terlepas dimana pada periode 2015-2016

merupakan masa transisi peralihan kewenangan dari Pemerintah Provinsi ke Pemerintah

Kabupaten/Kota dimana pada periode tersebut kegiatan fasilitasi pendirian UML yang lebih

sering dilakukan. Disamping itu, pada tahun sebelumnya target unit kemetrologian yang

dinilai tidak mencapai target dikarenakan adanya penghematan anggaran, sehingga tidak

89

semua Unit Metrologi Legal yang direncanakan untuk dinilai atau dibina dapat

dilaksanakan. Dari total target IK jumlah unit kemetrologian yang dinilai untuk periode

2015-2019 sebesar 361 unit, hingga saat ini telah berhasil direalisasikan 328 unit yang

telah dinilai atau capaian 90,86 persen.

Gambar 49 Target dan Capaian IKK 4 Direktorat Metrologi 2015-2018

Tabel 20 Daftar Kegiatan Penilaian UML

No Kab/Kota No Kab/Kota No Kab/Kota

1 Kab. Luwu 26 Kab. Pesisir Selatan 51 Kab. Wonogiri

2 Kab. Cilacap 27 Kab. Indramayu 52 Kab. Tabalong

3 Kab. Kendal 28 Kab. Bengkalis 53 Kab. Magetan

4 Kab. Kotawaringin

Timur

29 Kab. Mamuju 54 Kab. Manokwari

5 Kab. Bandung Barat 30 Kab. Lampung Timur 55 Kab. Tegal

6 Kab. Jepara 31 Kab. Lebak 56 Kab. Lombok Barat

7 Kab. Kediri 32 Kab. Merauke 57 Kab. Sumbawa

8 Kab. Magelang 33 Kota Cimahi 58 Kota Mojokerto

9 Kab. Pandeglang 34 Kab. Biak Numfor 59 Kab. Subang

10 Kab. Halmahera Utara 35 Kab. Sukoharjo 60 Kab. Lombok Tengah

11 Kab. Sambas 36 Kab. Purbalingga 61 Kab. Blitar

12 Kab. Kuningan 37 Kab. Bulungan 62 Kab. Bolaang

Mangondow

13 Kab. Buru Selatan 38 Kab. Garut 63 Kab. Muna

14 Kab. Gunung Mas 39 Kab. Rokan Hulu 64 Kab. Berau

15 Kab. Serdang Bedagai 40 Kota Dumai 65 Kab. Belitung Timur

16 Kab. Grobogan 41 Kab. Kebumen 66 Kab. Dharmasraya

17 Kab. Majalengka 42 Kota Padang Panjang 67 Kab. Tana Toraja

18 Kab. Gorontalo 43 Kab. Flores Timur 68 Kab. Sumedang

19 Kab. Nganjuk 44 Kab. Madiun 69 Kab. Paser

20 Kab. Rembang 45 Kab. Bone Bolango 70 Kab. Bangkalan

21 Kab. Sragen 46 Kab. Kudus

22 Kab. Badung 47 Kab. Barru

; 55 57

73 83

93

51 46

90

141

0

20

40

60

80

100

120

140

160

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Target

Realisasi

90

23 Kab. Maluku Tengah 48 Kota Sukabumi

24 Kab. Ketapang 49 Kab. Situbondo

25 Kota Jayapura 50 Kab. Ponorogo

Tabel 21 Daftar Kegiatan Surveillance UML

NO KAB/KOTA NO KAB/KOTA NO KAB/KOTA

1 Kota Pekanbaru 26 Kabupaten

Poliwali mandar

51 Kota Bogor

2 Kabupaten Karawang 27 Kota Cilegon 52 Kabupaten Sukabumi

3 Kota Kediri 28 Kota Tebing

Tinggi

53 Kota Bandar Lampung

4 Kota Samarinda (Kaltim) 29 Kabupaten

Serang

54 Kota Pare Pare

5 Kota Malang 30 Kabupaten

Cirebon

55 Kota Palu (Sulteng)

6 Kota Palembang

(Sumsel)

31 Kota Batam 56 Kota Madiun

7 Kota Singkawang 32 Kabupaten

Karimun

57 Kabupaten Banyumas

8 Kota Kendari (Sultra) 33 Kota Tanjung

Pinang (Kepri)

58 Kabupaten Bantul

9 Kabupaten Bandung 34 Kota Bekasi 59 Kota Jogyakarta

10 Kota Tangerang Selatan 35 Kabupaten

Bintan

60 Kota Surakarta

11 Kota Gorontalo 36 Kota Surabaya 61 Kabupaten Mojokerto

12 Kota Ambon 37 Kota Denpasar 62 Jakarta

13 Kota Ternate (Maluku

Utara)

38 Sibolga 63 Kabupaten Malang

14 Kota Medan 39 Asahan 64 Kabupaten

Bojonegoro (Jatim)

15 Kota Banjarbaru 40 Kab Takalar 65 Kabupaten Jember

(Jatim)

16 Kota Manado (Sulut) 41 Kota Jambi

(jambi)

66 Kab Kolaka

17 Kota Depok 42 Buleleng 67 Kota Tegal

18 Kota Magelang 43 Kota Kupang

(NTT)

68 Kota Semarang

19 Kota Balikpapan 44 Kabupaten Aceh

Barat

69 Kabupaten Pati

20 Kota Serang 45 Kota Bandung 70 Kota Pangkal Pinang

(Babel)

21 Kota Tasikmalaya 46 Kota Lubuk

Linggau

71 Kabupaten

Pamekasan (Jatim)

22 Kabupaten Lampung

Tengah

47 Kabupaten Deli

Serdang

23 Kota Cirebon 48 Kota Tangerang

24 Kota Bengkulu 49 Kabupaten

91

Tangerang

25 Kota Padang 50 Pematangsiantar

Gambar 50 Kegiatan Penilaian dan Surveillance Tahun 2018

Fasilitasi Pendirian Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota

Kegiatan Fasilitasi Pendirian Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota yaitu kegiatan yang

berupa paparan, bimbingan, wawancara, peninjauan dan verifikasi awal kesiapan pendirian

Unit Metrologi legal. Proses peninjauan dan verifikasi berupa: gedung kantor; legalitas,

tugas dan fungsinya; jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Kemetrologian; kondisi

geografis, potensi pelayanan tera dan tera ulang di wilayah kerja; peralatan dan standar

ukuran minimal; perda retribusi; dan kesiapan dokumen sistem mutu untuk pelayanan tera

dan tera ulang, pada pemerintahan daerah yang akan mendirikan Unit Metrologi Legal di

Kabupaten/Kota, agar pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dapat mengetahui,

memahami dan mempercepat dalam rangka pendirian/pembentukan Unit Metrologi Legal,

sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor: 78/M-DAG/PER/11/2016 tentang Unit Metrologi Legal. Kegiatan Fasilitasi Pendirian

Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota pada tahun 2018 telah dilaksanakan ke 64 (enam

puluh empat) Kabupaten/Kota. Adapun daftar 64 (enam puluh empat) Kabupaten/Kota

tersebut adalah sebagai berikut:

1 Kab. Bengkulu Utara 33 Kab. Rejang Lebong

2 Kab. Sekadau 34 Kab. Sanggau

3 Kab. Luwu Utara 35 Kab. Luwu Timur

4 Kab. Bulukumba 36 Kab. Sinjai

5 Kab. Bantaeng 37 Kab. Jeneponto

6 Kab. Bulungan 38 Kab. Tana Tidung

7 Kab. Enrekang 39 Kab. Pinrang

8 Kab. Maros, , 40 Kab Barru

9 Kab. Buton 41 Kab Muna

10 Kab. Tanah Laut 42 Kab. Tanah Bumbu

11 Kota Pontianak 43 Kota Kotamobagu

12 Kab. Bolaang Mangondow 44 Kab. Pohuwato

92

13 Kab. Gorontalo Utara 45 Kab. Gorontalo

14 Kab. Trenggalek 46 Kab. Ponorogo

15 Kab. Biak Numfor 47 Kab. Supiori

16 Kab. Sorong 48 Kab. Sorong Selatan

17 Kab. Konawe Selatan 49 Kab. Bombana

18 Kab. Mamasa 50 Kab. Majene

19 Kab. Ende 51 Kab. Nagekeo

20 Kab. Sikka 52 Kab. Flores Timur

21 Kab. Halmahera Barat 53 Kab. Halmahera Timur

22 Kab. Bone Bolango 54 Kab. Seram Timur

23 Kab. Seram Barat 55 Kota Yogyakarta

24 Kota Tidore Kepulauan 56 Kab. Halmahera Selatan

25 Kota Makassar 57 Kota Banjarmasin

26 Kabupaten Natuna 58 Kab. Sumba Tengah

27 Kab. Sumba Timur 59 Kab. Kaimana

28 Kab. Fakfak 60 Kab. Keerom

29 Kab. Jayapura 61 Kab. Pangkajene

30 Kab. Jombang 62 Kota Banda Aceh

31 Kota Gorontalo 63 Kota Medan

32 Kota Bandar Lampung 64 Kabupaten Paser

Gambar 51 Kegiatan Fasilitasi pendirian UML Tahun 2018

5. Jumlah Alat Standar yang diverifikasi secara nasional dan internasional

Semakin besarnya jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan

internasional, maka dapat mengindikasikan bahwa lingkup rantai ketertelusuran standar

ukuran yang digunakan dalam penyelenggaraan metrologi legal semakin besar dan

beragam, sehingga kepastian hasil pengukuran dan jaminan keseragaman hasil

pengukuran dapat diberikan kepada masyarakat.Ketelusuran merupakan sifat dari hasil

pengukuran atau nilai dari standar acuan yang dapat dihubungkan ke suatu standar yang

sesuai, biasanya berupa standar nasional atau internasional melalui rantai perbandingan

yang tidak terputus, yang masing masing rantai mempunyai nilai ketidakpastiannya (The

International Vocabulary of Basic and General Terms in Metrology). Sistem ketertelusuran

standar ukuran metrologi legal bertujuan untuk memberikan jaminan mampu tertelusurnya

hasil pengukuran yang dilakukan dalam kegiatan metrologi legal dengan standar yang

berada diatasnya baik didalam negeri ataupun secara intenasional.

Pada Tahun 2018, target alat standar yang diverifikasi secara nasional atau internasional

adalah 105 alat standar dan realisasi untuk IKK ini pada tahun 2018 adalah 146 alat

standar atau capaian 139,05 persen. Dengan demikian, jumlah realisasi yang berhasil

93

direalisasikan selama periode 2015-2019 adalah 524 alat standar atau capaian 122,14

persen dari target yang ditetapkan sebanyak 429 alat standar.

Gambar 52 Target dan Capaian IKK 5 Direktorat Metrologi 2015 - 2018

Rincian jumlah alat standar yang tertelusur secara nasional dan internasional pada tahun

2017 ini meliputi 50 standar Direktorat Metrologi dan 96 standar BSML. Adapun rinciannya

adalah sebagai berikut.

1. Direktorat Metrologi Tertelusur Nasional (50 alat standar) meliputi:

1 Standar Volume 10 unit Hydrometer LIPI

2 Standar Gaya

dan Tekanan

1 unit Barometer ( Efe Empex) LIPI

3 Standar Ukuran

Suhu

1 unit Climatic chamber PT.Kaliman

1 unit Thermometer digital (20-400 degC) PT.Kaliman

1 unit Thermometer digital (50-400 degC) PT.Kaliman

1 unit Thermometer digital (-20-420 degC) PT.Kaliman

1 unit Dry Block Fluke 9173 PT.Kaliman

2 unit Oven (Memmert,Heraeus) LIPI

1 unit Variable Blackbody (Fluke) LIPI

1 unit Thermocouple Calibrator LIPI

4 Standar Ukuran

Listrik

1 unit Precision Multi Product Calibrator LIPI

1 unit Decade Resistance Box LIPI

5 Standar Ukuran

Massa

20 unit Mass Comparator PT.Almega

3 unit Anak Timbangan (Mettler toledo)2-5kg LIPI

1 unit Anak Timbangan (Mettler toledo)10 kg LIPI

6 Standar Ukuran

Panjang

1 unit Optical Flat (158-119) LIPI

1 unit Optical Paralel LIPI

1 unit Gauge Block LIPI

1 unit Cera Caliper Checker LIPI

50

60

104 105

110 118

142

108

146

0

20

40

60

80

100

120

140

160

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Target

Realisasi

94

2. BSML

Untuk Balai Standardisasi Metrologi Legal kegiatan verifikasi alat standar dilakukan ke

Direktorat Metrologi dan LIPI. Adapun alat standar yang telah diverifikasi oleh BSML

adalah sebanyak 96 unit dengan komposisi alat standar per BSML adalah sebagai

berikut:

a. BSML Regional I 14 standar

b. BSML Regional II 16 standar

c. BSML Regional III 33 standar

d. BSML Regional IV 33 standar

Keberhasilan pencapaian target ini menunjukkan komitmen dari Direktorat Metrologi

untuk menjaga ketertelusuran dari alat standar yang dimilikinya. Dalam pencapaian

keberhasilan ini tidak ditemukan kendala dalam pelaksanaannya. Hal tersebut tidak

terlepas dari perencanaan verifikasi alat standar yang telah dibuat.

6. Jumlah Penilaian Mutu Pelayanan Kemetrologian

Sasaran penilaian mutu pelayanan kemetrologian diukur melalui jumlah unit kemetrologian

yang dinilai. Direktorat Metrologi menyelenggarakan Peniliaian Mutu Pelayanan

Kemetrologian melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dan Standar

Kompetensi Laboratorium ISO 17025. Tujuan dari kegiatan ini adalah menciptakan sistem

manajemen mutu yang memenuhi syarat serta diterapkan secara konsisten guna

meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan. Kegiatan penilaian mutu pelayanan

dilakukan oleh badan sertifikasi dan KAN.

Pada tahun 2018, Pencapaian penilaian mutu pelayanan kemetrologian yang telah

direalisasikan adalah 10 penilaian dari target yang ditetapkan 11 penilaian atau capaian

90,9 persen. Adapun rincian kegiatan penilaian mutu pelayanan kemetrologian yang telah

dilaksanakan tahun 2018 adalah sebagai berikut:

1. Direktorat Metrologi: 4 penilaian mutu meliputi 3 ISO 9001:2008 dan 1 ISO 17025;

2. BSML Regional II : 2 penilaian mutu ISO 9001:2008 dan ISO 17025;

3. BSML Regional III : 2 penilaian mutu meliputi ISO 9001:2008 dan ISO 17025;

4. BSML Regional IV : 2 penilaian mutu meliputi ISO 9001:2008 dan ISO 17025.

Bila dibandingkan dengan capaian pada tahun-tahun sebelumnya, Capaian pada IKK ini

sama dengan yang terjadi pada tahun 2017 dimana ketidaktercapaian target yang

ditetapkan. Bila pada tahun 2017, ketidaktercapaian peningkatan pelayanan mutu terjadi

pada Direktorat Metrologi disebabkan oleh tdak tersedianya waktu penilaian oleh tim dari

KAN akibat kesibukan penilaian yang dilakukan meskipun permohonan penilaian telah

diajukan sesuai jadwal oleh Direktorat Metrologi, ketidaktercapaian pada tahun 2018

dikarenakan adanya perubahan dokumen pada ISO 17025. Masa akreditasi ISO 17025

BSML Regional I berakhir pada bulan September 2018. Namun ISO 17025 yang

sebelumnya adalah 17025:2008 berubah menjadi 17025:2017 dan perubahan tersebut

harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan pemahaman SNI ISO/IEC 17025 : 2017,

pelatihan audit internal ISO/IEC 17025 : 2017 dan Dokumen mutu sesuai ISO/IEC

17025:2017. Disamping itu, pada saat dilakukan konsultasi pada bulan November 2018,

KAN sudah mencabut status akreditasi BSML Regional I, dan saat akan mendaftar

kembali, KAN menolak dg alasan akan adanya perubahan PP tarif thn 2019 sehingga

disarankan untuk mendaftar kembali di tahun 2019.

95

Permasalahan yang dihadapi ini tentunya akan menjadi bahan evaluasi bagi Direktorat

Metrologi dalam penyusunan jadwal penilaian mutu serta akan meningkatkan koordinasi

dengan KAN agar dikemudian hari permasalahan yang sama tidak terjadi. Target yang

ditetapkan oleh Direktorat Metrologi untuk IK ini pada periode 2015 - 2019 adalah

sebanyak 47 penilaian mutu dan hingga saat ini telah berhasil direalisasikan 35 penilaian

mutu atau capaian 74,47 persen.

Gambar 53 Target dan Capaian IKK 6 Direktorat Metrologi 2015-2018

7. Jumlah UTTP dan BDKT yang diawasi

Target pengawasan kemetrologian pada tahun 2018 adalah 8000 UTTP dan BDKT yang

diawasi. Cara pengukuran IKK ini adalah menghitung jumlah UTTP dan BDKT yang

diawasi. Dari 8000 UTTP dan BDKT yang diawasi, berhasil direalisasikan sebanyak 10.396

unit meliputi 1493 UTTP dan 8903 BDKT. Keberhasilan pencapaian realisasi IKK ini

menunjukkan komitmen dari Direktorat Metrologi dalam memberikan perlindungan

terhadap konsumen dalam jaminan kebenaran hasil pengukuran UTTP maupun BDKT. Bila

dibandingkan dengan tahun sebelumnya, capaian pada tahun ini jauh berkurang, hal

tersebut dikarenakan pada perhitungan tahun 2017 jumlah UTTP yang ditera dan ditera

ulang dimasukkan sebagai perhitungan untuk IKK ini, namun pada tahun 2018, Jumlah

UTTP yang ditera dan ditera ulang menjadi IKK sendiri. Dari target yang ditetapkan untuk

IKK ini pada periode 2015-2019 sebesar 30510 unit, hingga saat ini telah berhasil

direalisasikan 58967 unit yang telah diawasi atau capaian 193,27 persen.

6

7

11 11

12

8

7

10 10

0

2

4

6

8

10

12

14

2014,5 2015 2015,5 2016 2016,5 2017 2017,5 2018 2018,5 2019 2019,5

target

realisasi

96

Gambar 54 Target dan Capaian IKK 7 Direktorat Metrologi 2015 - 2018

Pada tahun 2018, pengawasan UTTP yang dilakukan oleh Direktorat Metrologi dilakukan

pada SPBU di 17 wilayah meliputi Kabupaten Lampung Selatan,Kota Cimahi, Kota

Bontang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Sambas, Kabupaten Belitung Timur,

Condet, DKI Jakarta, Kabupaten Mamuju Tengah, Kabupaten Cianjur dan Kota Bandung,

Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Sumenep,

Kabupaten Musi Banyuasin, Jalur Cipali - Kab Cirebon, Kota Semarang, Kab. Jombang

dan Kab. Bandung dengan total jumlah SPBU yang menjadi lokasi pengawasan adalah 58

SPBU dengan objek pengawasan 151 Pompa Ukur BBM. untuk jumlah Nozzle yang diuji

adalah 209 nozzle.

Gambar 55 Foto Kegiatan Pengawasan SPBU Tahun 2018

Sementara itu, pengawasan BDKT oleh Direktorat Metrologi dilakukan di 15 daerah

terhadap 10 komoditas produk sebagai berikut: beras, mie instan, kopi, susu, gula, minyak

goreng, teh, saus/kecap, minuman buah dan LPG. Kegiatan pengawasan BDKT dilakukan

3000 3500

7510 8000 8500 3056 ;5458

40057

10396

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

2014,5 2015 2015,5 2016 2016,5 2017 2017,5 2018 2018,5 2019 2019,5

Target

Realisasi

97

terhadap total 88 produk dengan jumlah sampel sebanyak 6703 sampel. Hasil pengawasan

BDKT yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

BDKT yang memenuhi pelabelan tapi tidak memenuhi kebenaran kuantitas ada

sebanyak 18 produk.

BDKT yang tidak memenuhi pelabelan dan kebenaran kuantitas ada 25 produk

BDKT yang tidak memenuhi pelabelan namun memenuhi kebenaran kuantitas ada 32

produk

BDKT yang memenuhi pelabelan dan kebenaran kuantitas ada 13 produk.

Gambar 56 Foto Kegiatan Pengawasan BDKT Tahun 2018

Disamping Direktorat Metrologi, Kegiatan pengawasan kemetrologian juga dilakukan oleh

BSML pada kewenangan regionalnya masing-masing. Kegiatan pengawasan yang

dilakukan oleh BSML meliputi pengawasan UTTP, pengawasan BDKT dan fasilitasi tera

dan tera ulang. Seperti yang telah disampaikan kegiatan fasilitasi tera dan tera ulang perlu

dilakukan oleh BSML mengingat belum seluruh Kabupaten/Kota memiliki UML sehingga

hal tersebut dapat menghambat pelayanan kemetrologian. Adapun capaian pengawasan

kemetrologian yang dilakukan oleh BSML adalah sebagai berikut :

Gambar 57 Realisasi UTTP dan BDKT yang diawasi per BSML Tahun 2018

Dalam pencapaian IKK ini meskipun secara umum, UTTP dan BDKT yang diawasi

memenuhi BKD yang ditetapkan. Namun masih dijumpai UTTP atau BDKT yang tidak

298 250

581

155

0 0

1449

751

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

BSML I BSML II BSML III BSML IV

UTTP BDKT

98

sesuai dengan aturan yang berlaku. menindaklanjuti hal tersebut, telah dilakukan

penindakan dan pembinaan terhadap pemilik UTTP dan pedagang.

8. Jumlah Instalasi Laboratorium Kemetrologian

Salah satu bentuk arah kebijakan dan strategi dalam mencapai Kedaulatan Energi tersebut

adalah meningkatkan aksesbilitas enegi dengan menambah dan memperluas cakupan

pembangunan jaringan gas kota, dimana dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 akan

dibangun pada 210 lokasi dan 1,14 juta sambungan rumah gas kota untuk rumah tangga.

Jaringan gas kota untuk rumah tangga berarti mengalirkan gas melalui jaringan pipa hingga

ke rumah tangga. Pembangunan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga merupakan

salah satu program prioritas nasional yang bertujuan untuk diversifikasi energi,

pengurangan subsidi, penyediaan energi bersih dan murah serta program komplementer

konversi minyak tanah ke Gas Alam (Natural Gas) untuk percepatan pengurangan

penggunaan minyak bumi.

Terkait dengan pelaksanaan pembangunan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga

tersebut, informasi dari Kementerian ESDM menyatakan bahwa meter gas yang sudah

terpasang dari tahun 2009 s.d 2015 sebanyak 79.000 unit sedangkan untuk pengadaan

meter gas diafragma tahun 2016 diperkirakan kurang lebih mencapai 86.000 unit. Sesuai

dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2010 tentang UTTP yang wajib

ditera dan ditera ulang, meter gas diagfragma merupakan salah satu UTTP yang wajib tera

dan tera ulang. Berdasarkan hasil rapat antara Direktorat Teknik Migas, Kementerian

ESDM dengan Direktorat Metrologi, Kementerian Perdagangan, tera dan tera ulang meter

gas tersebut akan mulai dilaksanakan pada tahun 2017. Untuk itu perlu dipersiapkan

sarana pengujian meter gas diagfragma agar transaksi gas melalui jaringan gas untuk

rumah tangga terjamin kebenaran ukurannya.

Berkenaan dengan hal tersebut, Dalam rangka meningkatkan pelayanan di bidang

kemetrologian dan mendukung proyek prioritas nasional terkait jaringan gas (Jargas)

tersebut, Direktorat Metrologi pada tahun 2018 telah membangun instalasi laboratorium

kemetrologian yaitu 2 laboratorium meter gas diafragma.

Gambar 58 Laboratorium Meter Gas Diafragma Direktorat Metrologi

99

9. Jumlah Kerjasama Bidang Kemetrologian dalam Rangka Kerjasama Selatan-selatan

Target IKK ini pada Tahun 2018 adalah 1 (satu) negara dan realisasi yang berhasil dicapai

adalah 100 persen yaitu kerjasama bidang kemetrologian dengan Timor Leste. IKK ini

merupakan Indikator Kinerja merupakan indikator kinerja yang tidak direncanakan dalam

Rencana Strategis 2015-2019. Pada tahun 2018, penyelenggaraan KSST dilaksanakan

melalui kegiatan Bimbingan Teknis dan Seminar. Kegiatan Bimbingan Teknis diikuti oleh

peserta dari Kementerian Pariwisata, Perdagangan dan Industri (MTCI) Timor Leste

dengan narasumber/pengajar dari Direktorat Metrologi dan Pusat Pengembangan Sumber

Daya Kemetrologian (PPSDK), Kementerian perdagangan. Adapun kegiatan Bimbingan

Teknis yang dilaksanakan yaitu:

a. Bimbingan Teknis Pompa Ukur BBM yang dilaksanakan tanggal 30 Juli 2018 s.d. 2

Agustus 2018 di Dili, Timor Leste dan diikuti oleh 15 (lima belas) peserta;

b. Bimbingan Teknis Timbangan Bukan Otomatis (Non Automatic Weighing lnstrument)

yang dilaksanakan tanggal 7 s.d. 10 Agustus 2018 di Dili, Timor Leste dan diikutioleh

15 (lima belas) peserta.

Gambar 59 Kegiatan Bimbingan Teknis Bidang Metrologi Legal dalam kerangka KSST 2018

Rangkaian Kegiatan KSST Bidang Metrologi Legal Tahun 2018 ditutup dengan

penyelenggaraan Kegiatan Seminar Nasional yang bertujuan untuk memberikan

pemahaman mengenai pentingnya metrologi dalam mendukung daya saing nasional di

pasar global. Kegiatan seminar nasional dilaksanakan pada tanggal 20 September 2018

dengan tema "Engaging For Global Challenges; A Pathway to Improve Metrological

Infrastructure for a Better National Competitiveness" bertempat di Gedung Pusat Budaya

Indonesia di Dili, Timor Leste.

Seminar tersebut secara resmi dibuka oleh Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan

Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan dan dihadiri oleh 130 (seratus tiga puluh) orang

dari berbagai para pemangku kepentingan di Timor Leste antara lain dari Kementerian

Pariwisata, Perdagangan dan lndustri serta kementerian lainnya, parlemen, penrvakilan

industri manufaktur, asosiasi importir/produsen UTTP dan BDKT, CLN (Bulog), akademisi

dari berbagai Perguruan Tinggi, serta masyarakat umum lainnya. Penyaji dalam kegiatan

seminar tersebut adalah Bapak Duta Besar Indonesia untuk Timor Leste, Ahli Metrologi

dan Standarisasi Timor Leste, Kepala Pusat Penelitian Metrologi (LlPl) dan Direktur

Metrologi

100

Gambar 60 Kegiatan Seminar Nasional Bidang Metrologi Legal dalam kerangka KSST 2018

10. Jumlah UTTP yang Ditera-tera Ulang

Peralihan kewenangan bidang metrologi dari Pemerintah Provinsi ke Pemerintah

Kabupaten/Kota berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 berdampak pada belum

optimalnya pelayanan kemetrologian di Kaupaten/Kota. Hal tersebut dikarenakan masih

belum signifikannya Kabuapten/Kota yang memiliki Unit Metrologi Legal.

Dalam rangka menjaga pelayanan kemetrologian di daerah tetap berjalan, Direktorat

Metrologi melalui Unit Teknis yaitu BSML melakukan kegiatan fasilitasi tera dan tera ulang

untuk membantu Kabupaten/Kota yang belum memiliki UML untuk menyelenggarakan

pelayanan kemetrologian. Total UTTP yang ditera dan tera ulang pada tahun 2018 dalam

kegiatan fasilitasi adalah 26.106 UTTP yang terdiri dari 2.996 UTTP di Regional I, 2.990

UTTP di Regional II, 16.327 UTTP di Regional III dan 3.793 UTTP di Regional IV.

Gambar 61 Kegiatan Fasilitasi Tera dan Tera Ulang Tahun 2018

101

Sasaran: Meningkatnya Tertib Niaga di Bidang Perdagangan

Sasaran meningkatnya tertib niaga di bidang perdagangan diukur melalui IKP Persentase

Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga. Tertib niaga merupakan urusan pemerintahan di

bidang perdagangan atau dalam hal ini merupakan seluruh aktivitas yang terkait dengan

penyelenggaraan kegiatan perdagangan.

IKP 6 Persentase Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga

Dalam rangka melindungi konsumen dari berbagai permasalahan terkait kegiatan perdagangan

serta untuk memberikan kepastian hukum atas kegiatan perdagangan yang dilaksanakan maka

disusunlah peraturan/kebijakan, Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK). Peraturan/

kebijakan serta NSPK yang telah disusun harus ditaati dan dimplementasikan dengan benar oleh

seluruh pelaksana kegiatan perdagangan, dimana dalam hal ini adalah pelaku usaha.

Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang

Perdagangan, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga melakukan

pengawasan kegiatan perdagangan. Kegiatan perdagangan yang diawasi meliputi perizinan di

bidang perdagangan, perdagangan barang yang diawasi, dilarang, dan/atau diatur, distribusi

barang dan/atau jasa, pendaftaran barang produk dalam negeri dan asal impor yang terkait

dengan Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup (K3L), pemberlakuan SNI,

persyaratan teknis, atau kualifikasi secara wajib, pendaftaran gudang, serta penyimpanan barang

kebutuhan pokok dan/atau barang penting.

Pengawasan dilaksanakan untuk mengetahui apakah kegiatan perdagangan yang dilakukan telah

memenuhi peraturan/ketentuan yang berlaku dan sesuai dengan norma-norma hukum dan yang

terpenting adalah bahwa pengawasan ini diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan

hukum bagi masyarakat.

Salah satu upaya untuk melindungi konsumen Indonesia dari berbagai permasalahan yang terkait

kegiatan perdagangan serta untuk meningkatkan kepatuhan hukum terkait tertib niaga bidang

perdagangan, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga menetapkan indikator

kinerja Persentase Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga. Semakin tinggi persentase maka

semakin meningkat kesadaran pelaku usaha dalam pelaksanaan kegiatan perdagangan sesuai

ketentuan/peraturan sehingga semakin berkurang berbagai permasalahan terkait kegiatan

perdagangan. Persentase diukur melalui perbandingan jumlah pelaku usaha yang diawasi yang

sesuai ketentuan dengan jumlah seluruh pelaku usaha yang diawasi atau dapat digambarkan

dengan rumus:

% Ketaatan Pelaku Usaha

dalam Tertib Niaga =

∑ pelaku usaha yang diawasi

yang sesuai ketentuan x 100%

∑ total pelaku usaha yang

diawasi

Keterangan:

∑ pelaku usaha yang diawasi yang sesuai ketentuan adalah jumlah pelaku usaha yang

diawasi terkait pendaftaran, perizinan, maupun pelanggaran yang telah ditangani yang

telah sesuai dengan ketentuan.

∑ total pelaku usaha yang diawasi pada tahun berjalan.

102

Pada tahun 2018 telah dilakukan pengawasan kegiatan perdagangan terhadap 395 pelaku usaha

dengan hasil 140 pelaku usaha telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan 255 pelaku usaha

belum taat terhadap ketentuan tertib niaga. Dengan demikian, persentase ketaatan pelaku usaha

dalam tertib niaga sebesar 35,44% seperti dapat dilihat pada perhitungan di bawah ini:

Persentase Ketaatan Pelaku Usaha

Dalam Tertib Niaga =

140

395 x 100% = 35,44%

Berikut rincian pelaku usaha yang diawasi per aspek pengawasan:

1. Pengawasan Perizinan Perdagangan Dalam Negeri dan Perdagangan Lainnya

Dari 61 pelaku usaha bidang perizinan perdagangan dalam negeri dan perdagangan lainnya

yang diawasi tahun 2018, terdapat 7 (tujuh) pelaku usaha yang telah taat terhadap ketentuan

tertib niaga dan 54 pelaku usaha belum taat terhadap ketentuan tertib niaga. Berdasarkan

rincian tersebut, terdapat penurunan sebesar 9,21% dimana realisasi persentase ketaatan

pelaku usaha dalam tertib niaga di bidang perizinan perdagangan dalam negeri dan

perdagangan lainnya tahun 2018 sebesar 11,48% sedangkan pada tahun 2017 sebesar

20,69%. Namun demikian, jumlah keseluruhan pelaku usaha bidang perizinan perdagangan

dalam negeri dan perdagangan lainnya yang diawasi mengalami kenaikan sebesar 110,34%,

dimana pada tahun sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi sebesar 29 pelaku usaha

sedangkan pada tahun 2018 sebesar 61 pelaku usaha.

2. Pengawasan Perizinan Perdagangan Luar Negeri

Dari 140 pelaku usaha bidang perizinan perdagangan luar negeri yang diawasi, terdapat 49

pelaku usaha yang telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan 91 pelaku usaha belum taat

terhadap ketentuan tertib niaga. Berdasarkan rincian tersebut, terdapat penurunan sebesar

24,44% dimana realisasi persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga di bidang

perizinan perdagangan dalam negeri dan perdagangan lainnya tahun 2018 sebesar 35%

sedangkan pada tahun 2017 sebesar 59,44%. Sementara itu, jumlah keseluruhan pelaku usaha

bidang perizinan perdagangan luar negeri yang diawasi pun mengalami penurunan sebesar

2,1%, dimana pada tahun sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi sebesar 143 pelaku

usaha sedangkan pada tahun 2018 sebesar 140 pelaku usaha.

Sebagai informasi, telah dilaksanakan pengawasan post border terhadap 72 pelaku usaha dari

keseluruhan jumlah pelaku usaha bidang perizinan perdagangan luar negeri yang diawasi.

Jumlah tersebut terdiri dari 15 pelaku usaha yang telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan

57 pelaku usaha belum taat terhadap ketentuan tertib niaga. Adapun produk/komoditi yang

diawasi terkait post border yaitu baja dan printer.

3. Pengawasan Distribusi Barang Pokok dan Penting

Dari 133 pelaku usaha bidang distribusi barang pokok dan penting yang diawasi, terdapat 57

pelaku usaha yang telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan 76 pelaku usaha belum taat

terhadap ketentuan tertib niaga. Berdasarkan rincian tersebut, terdapat penurunan sebesar

18,94% dimana realisasi persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga di bidang

distribusi barang pokok dan penting tahun 2018 sebesar 42,86% sedangkan pada tahun 2017

sebesar 61,8%. Sementara itu, jumlah keseluruhan pelaku usaha bidang distribusi barang

pokok dan penting yang diawasi mengalami peningkatan sebesar 49,4%, dimana pada tahun

103

sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi sebesar 89 pelaku usaha sedangkan pada

tahun 2018 sebesar 133 pelaku usaha.

4. Pengawasan Distribusi Barang yang Diatur

Dari 57 pelaku usaha bidang distribusi barang yang diatur yang diawasi, terdapat 24 pelaku

usaha yang telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan 33 pelaku usaha belum taat terhadap

ketentuan tertib niaga. Berdasarkan rincian tersebut, terdapat peningkatan sebesar 23,36%

dimana realisasi persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga di bidang distribusi

barang yang diatur tahun 2018 sebesar 42,11% sedangkan pada tahun 2017 sebesar 18,75%.

Sementara itu, jumlah keseluruhan pelaku usaha bidang distribusi barang yang diatur yang

diawasi pun mengalami persentase kenaikan yang sama dengan realisasi dimaksud, dimana

pada tahun sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi sebesar 48 pelaku usaha

sedangkan pada tahun 2018 sebesar 57 pelaku usaha.

Meskipun realisasi persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga tahun 2018 sebesar

35,44% dari target jangka menengah yang ditetapkan sebesar 35%, akan tetapi realisasi tersebut

mengalami penurunan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2017 sebesar 50% dengan target

jangka menengah sebesar 30% seperti dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 22 Perbandingan Realisasi dan Capaian Kinerja

Persentase Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga 2016 – 2018

2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018Target

2019

Realisasi

2018Capaian

1 Persentase

Ketaatan

Pelaku

Usaha

Dalam

Tertib Niaga

(%)

N/A 25 30 35 N/A 57,8 50 35,44 N/A 231,2 166,7 101,27 40 35,44 89

Perbandingan dengan Target

Jangka MenengahNo

Indikator

Kinerja

Realisasi CapaianTarget

Sumber Data: Direktorat Tertib Niaga

Namun demikian, jumlah keseluruhan pelaku usaha bidang tertib niaga yang diawasi mengalami

kenaikan sebesar 27,42%, dimana pada tahun sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi

sebesar 310 pelaku usaha sedangkan pada tahun 2018 sebesar 395 pelaku usaha seperti rincian

pada tabel berikut.

104

Tabel 23 Perbandingan Realisasi dan Capaian Kinerja

Persentase Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga Menurut Jumlah Pelaku Usaha yang Diawasi

2016 – 2018

2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018 Target 2019Realisasi

2018Capaian

Persentase

Ketaatan

Pelaku Usaha

Dalam Tertib

Niaga (%)

N/A N/A N/A 150 N/A 102 310 395 N/A N/A N/A 263,34 150 395 263,3

Perbandingan dengan Target

Jangka MenengahIndikator

Kinerja

Target Realisasi Capaian

Sumber Data: Direktorat Tertib Niaga

Sebagai informasi, struktur Direktorat Tertib Niaga baru terbentuk di pertengahan tahun 2016,

sehingga belum dapat ditetapkan target untuk tahun 2015. Sementara itu, jika indikator persentase

ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga dilihat dari jumlah pelaku usaha yang diawasi, belum

terdapat penetapan satuan target pelaku usaha pada tahun 2016 dan 2017. Hal ini dikarenakan

satuan target untuk pengawasan kegiatan perdagangan yang mendukung pencapaian indikator

persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga berbeda yang semula satuan targetnya

frekuensi kegiatan menjadi jumlah pelaku usaha sehingga tidak dapat dibandingkan antara target

dengan capaiannya.

Keberhasilan pencapaian target kinerja pada indikator ini dikarenakan:

1. Meningkatnya pemahaman dan kesadaran pelaku usaha terhadap peraturan di bidang tertib niaga sehingga pelaksanaan kegiatan perdagangan dapat terlaksana dengan cukup baik;

2. Meningkatnya konsentrasi Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap penyelesaian permasalahan kegiatan perdagangan dalam rangka perlindungan konsumen dan tertib niaga.

Sementara itu, penurunan capaian yang terjadi dikarenakan terdapat beberapa kendala diantaranya:

1. Keterbatasan SDM PPTN dan PPNS Perdagangan; 2. Keterbatasan bahan/data dan informasi yang diperoleh terkait penyelesaian tindak lanjut hasil

pengawasan; 3. Minimnya sosialisasi terhadap stakeholders terkait tertib niaga dibidang perdagangan.

Sehubungan dengan kendala dimaksud, saran dan masukan yang diberikan adalah:

1. Penambahan personel/SDM PPTN dan PPNS Perdagangan yang dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan PPTN dan PPNS Perdagangan dengan melibatkan seluruh pegawai Kementerian Perdagangan serta Dinas Propinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi perdagangan;

2. Meningkatkan/memperbanyak pelaksanaan sosialisasi/seminar terkait tertib niaga di bidang perdagangan.

Persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga selama periode 2016 – 2018 disajikan pada tabel dibawah ini :

Tabel 24 Realisasi dan capaian Ketaatan Pelaku Usaha dalam Tertib Niaga

Pada Periode 2016 - 2018

105

25 30 35 57,8 50 35,443

231,200%

166,667% 101,266%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

0

10

20

30

40

50

60

70

2016 2017 2018

Realisasi dan Capaian Persentase Ketaatan Pelaku Usaha dalam Tertib Niaga Pada Periode 2016 - 2018

Target

Realisasi

Capaian

Kegiatan yang mendukung terwujudnya sasaran terwujudnya tertib niaga di bidang perdagangan yang dilaksanakan Tahun 2018 adalah sebagai berikut:

1. Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Tertib Niaga

1.1 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan

Pemeriksaan Tata Niaga Impor di Luar Kawasan Pabean (Post Border)

Regulasi ini mengatur mengenai pelaksanaan pemeriksaan tata niaga impor yang

diselenggarakan di luar kawasan pabean (post border). Adapun, terhadap impor

barang yang diberlakukan tata niaga impor dilakukan oleh Ditjen Perlindungan

Konsumen dan Tertib Niaga melalui pelaksanaan pemeriksaan secara berkala

dan/atau sewaktu-waktu serta pengawasan. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada

tanggal 1 Februari 2018.

1.2 Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1271 tentang Penunjukan Petugas

Pengawas Tertib Niaga

Regulasi ini mengatur mengenai penunjukan pegawai di lingkungan Kementerian

Perdagangan dan pegawai unit kerja yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang

perdagangan di daerah sebagai petugas pengawas di bidang perdagangan, yaitu

Petugas Pengawas Tertib Niaga. Peraturan yang ditetapkan pada Tahun 2018 ini

menjadi dasar hukum bagi PPTN yang tercantum di dalam Kepmendag dimaksud

untuk melakukan pengawasan kegiatan perdagangan. Jumlah PPTN yang ditunjuk

dalam Kepmendag ini berjumlah 35 orang terdiri dari para PNS di lingkungan

Kementerian Perdagangan dan Dinas yang membidangi perdagangan di Daerah.

1.3 Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Nomor 292

Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Pemeriksaan dan Pengawasan

Barang Asal Impor di Luar Kawasan Pabean (Post Border)

Regulasi ini mengatur mengenai pedoman bagi Petugas Pengawas Ditjen PKTN untuk

melaksanakan pemeriksaan dan pengawasan terhadap barang asal impor di luar

kawasan pabean (post border):

a. yang telah diberlakukan tata niaga impor sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang perdagangan;

b. yang telah diberlakukan SNI dan/atau persyaratan teknis secara wajib; dan

c. berupa alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya.

106

1.4 Rancangan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan Pendaftaran Barang Produk

Dalam Negeri dan Asal Impor Yang Terkait K3L yang Mengandung Bahan Kimia

Berbahaya

Rancangan regulasi ini mengatur mengenai Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan

Pendaftaran Barang Produk Dalam Negeri dan Asal Impor Yang Terkait K3L yang

Mengandung Bahan Kimia Berbahaya yang meliputi objek, parameter, mekanisme,

dan petugas pelaksana pengawasan bahan kimia berbahaya. Rancangan ini

direncanakan akan selesai pada Tahun 2019.

1.5 Rancangan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan Pendaftaran Gudang

Rancangan regulasi ini mengatur mengenai pedoman bagi PPTN dan/atau PPNS-DAG

dalam melakukan pengawasan pendaftaran gudang. Adapun ruang lingkup rancangan

regulasi ini diantaranya meliputi mekanisme, tindak lanjut, laporan, serta koordinasi

pengawasan. Rancangan ini direncanakan akan selesai pada Tahun 2019.

1.6 Rancangan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan Minuman Beralkohol

Rancangan regulasi ini mengatur mengenai pedoman bagi PPTN dan/atau PPNS-DAG

dalam melakukan pengawasan minuman beralkohol. Adapun ruang lingkup rancangan

regulasi ini diantaranya meliputi mekanisme, tindak lanjut, laporan, serta koordinasi

pengawasan. Rancangan ini direncanakan akan selesai pada Tahun 2019.

1.7 Rancangan Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan Pendaftaran Barang Produk

Dalam Negeri dan Asal Impor yang Terkait K3L untuk Barang Listrik dan Elektronik

Rancangan regulasi ini mengatur mengenai Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan

Pendaftaran Barang Produk Dalam Negeri dan Asal Impor yang Terkait K3L untuk

Barang Listrik dan Elektronik yang meliputi objek, parameter, petugas pelaksana,

ketentuan lokasi, jadwal, jenis, mekanisme, tata cara, prosedur, serta tindak lanjut

pengawasan barang listrik dan elektronik. Rancangan ini direncanakan akan selesai

pada Tahun 2019.

Gambar 62 Pelaksanaan Rapat Pembahasan Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Tertib Niaga

107

2. Pembinaan PPNS Perdagangan dan PPTN

Dalam rangka mendukung tercapainya hasil kegiatan pengawasan di bidang perdagangan

secara optimal, perlu didukung oleh Petugas/Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki

kompeten dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Pembinaan dilakukan melalui:

2.1 Pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perdagangan (PPNS-DAG)

Tahun 2018, telah dilakukan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) PPNS-DAG yang diikuti

oleh 25 orang peserta baik dari Kementerian Perdagangan maupun Dinas yang

membidangi perdagangan di daerah.

Gambar 63 Pelaksanaan Pelatihan PPNS-DAG Angkatan II Tahun 2018

2.2 Pelatihan Petugas Pengawas Tertib Niaga (PPTN)

Dalam rangka pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan sebagai implementasi

pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, perlu

dilaksanakan pelatihan/pembinaan terhadap Petugas Pengawas Tertib Niaga. Pada

Tahun 2018 telah dilaksanakan pelatihan terhadap PPTN dengan peserta berjumlah

35 orang yang berasal dari Kementerian Perdagangan maupun Dinas yang

membidangi Perdagangan di daerah.

Gambar 64 Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan PPTN Angkatan III Tahun 2018

108

3. Pengawasan Kegiatan Perdagangan

Dalam rangka melihat ketaatan pelaku usaha terhadap pelaksanaan kegiatan

perdagangan, dan untuk meningkatkan kepatuhan hukum terkait tertib niaga bidang

perdagangan, maka sesuai amanat Pasal 100 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014

tentang Perdagangan, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

melaksanakan pengawasan kegiatan perdagangan. Kegiatan ini dilaksanakan melalui

penyelenggaraan pengawasan terkait perizinan perdagangan dalam negeri,

perdagangan luar negeri, serta perdagangan lainnya dan pengawasan terkait distribusi

barang pokok dan penting, dan barang yang diatur.

Pada Tahun 2018, telah dilaksanakan pengawasan kegiatan perdagangan terhadap

395 Pelaku Usaha di 11 Provinsi yaitu Sumatera Utara, Bali, , DKI Jakarta, Jawa

Timur, Jawa Barat, Banten, Riau, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Kep. Riau, Maluku.

Kegiatan perdagangan yang diawasi meliputi pengawasan terhadap perizinan

perdagangan luar negeri, perizinan perdagangan dalam negeri, distribusi barang

pokok dan penting, serta barang yang diatur dengan produk yang diawasi meliputi

produk hortikultura, Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), properti, beras, Gula Kristal

Rafinasi (GKR), Barang Berbahaya (B2), minuman berakohol, Besi dan Baja, bawang,

dan produk kehutanan (detail rekap hasil pengawasan terlampir).

109

Tabel 25 Rekapitulasi Pengawasan Kegiatan Perdagangan Menurut Jenis Pengawasan Tahun 2018

S

u

m

b

e

r

D

a

t

a

:

S

u

b

b

a

g

i

a

n

T

a

t

a

U

s

a

h

a

Gambar 65 Pelaksanaan Pengawasan Kegiatan Perdagangan

NO JENIS PENGAWASAN PELAKU USAHA YANG

DIAWASI

REKOMENDASI

SESUAI TIDAK

SESUAI

1. Pengawasan Distribusi

Barang Pokok dan Penting

57 76 Sanksi Administratif (1), Pengamanan

(6), Pembinaan (65), Tidak Terdaftar (4)

2. Pengawasan Distribusi

Barang yang Diatur

24 33 Sanksi Administratif (8), Pengamanan

(2), Pembinaan (23)

3. Pengawasan Perizinan

Perdagangan Luar Negeri

49 91 Sanksi Administratif (5), Pencabutan

API/PI (1), Pengamanan (9),

Pemusnahan (1), Pembinaan (75)

4. Pengawasan Perizinan

Perdagangan Dalam Negeri

dan Perdagangan Lainnya

7 54 Sanksi Administratif (18), Pengamanan

(7), Pembinaan (22), Tidak Terdaftar (7)

TOTAL 140 255 Sanksi Administratif (32), Pencabutan

API/PI (1), Pengamanan (24),

Pemusnahan (1), Pembinaan (186),

Tidak Terdaftar (11)

Sumber Data: Dit. Tertib Niaga (Data Diolah Kembali)

110

4. Layanan Pendaftaran K3L

Dalam rangka melindungi konsumen, pelaku usaha, negara dan moral bangsa terhadap

efek negatif penyediaan serta penggunaan/pemanfaatan dan pemakaian barang dan/atau

Jasa yang tidak memenuhi persyaratan aspek Keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan

Lingkungan (K3L) serta mewujudkan iklim usaha yang sehat dan untuk memberikan

kemudahan kepada pelaku usaha baik dalam negeri maupun importer dalam melakukan

pendaftaran barang terkait K3L yang meliputi RDP untuk nomor tanda pendaftaran barang

produk dalam negeri dan RPL untuk nomor tanda pendaftaran barang asal impor maka

dilaksanakan pengawasan terhadap barang-barang terkait K3L diluar produk yang telah

diberlakukan SNI secara Wajib melalui pendaftaran barang terkait K3L. Pendaftaran barang

terkait K3L juga dilaksanakan dalam rangka mempermudah pelaksanaan pengawasan

terhadap barang K3L.

Pada Tahun 2018, aplikasi Pendaftaran Barang K3L telah selesai dibuat, namun belum

dilaksanakan pendaftarannya karena belum adanya sosialisasi kepada pemangku

kepentingan terkait. Selain itu, penyelenggaraan pendaftaran baru dapat dilaksanakan mulai

Agustus 2019 sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden terkait Pendaftaran

Barang K3L.

Gambar 66 Pelaksanaan Persiapan Penyelenggaraan Layanan Pendaftaran Barang K3L

5. Tindak Lanjut Pengawasan Kegiatan Perdagangan

Dalam suatu negara hukum, permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan

pengawasan kegiatan perdagangan harus ditindaklanjuti melalui penanganan kasus

kegiatan perdagangan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang

Perdagangan, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga melakukan

penegakan hukum sebagai salah satu tindak lanjut hasil pengawasan kegiatan

perdagangan. Pelaku usaha yang tidak mematuhi dan melanggar peraturan, ketentuan, dan

perundang-undangan yang berlaku akan ditindak dan diberikan sanksi hukum guna

menimbulkan efek jera. Sebelum memberikan sanksi sebagai tindak lanjut hasil

pengawasan, perlu terlebih dahulu untuk melaksanakan analisa khususnya apabila

ditemukan ketidaksesuaian dalam kegiatan perdagangan.

Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen dari berbagai permasalahan

terkait kegiatan perdagangan serta untuk meningkatkan kepatuhan hukum pelaku usaha

terkait tertib niaga bidang perdagangan, Direktorat Tertib Niaga, Ditjen Perlindungan

Konsumen dan Tertib Niaga menyelenggarakan tindak lanjut pengawasan perdagangan.

111

Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut hasil pengawasan perdagangan bagi

pelaku usaha yang terindikasi melakukan pelanggaran.

Mengacu pada perjanjian kinerja Direktur Tertib Niaga kepada Dirjen PKTN Tahun 2018,

kegiatan ini tercapai apabila kasus pengawasan perdagangan yang ditangani telah sampai

pada tahapan pemberian Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada pelaku

usaha.

Pada Tahun 2018, telah dilaksanakan penanganan terhadap 1 (satu) kasus perdagangan

hingga tahap pemberian SPDP yaitu kasus impor minuman beralkohol tanpa izin. Selain itu,

juga telah dilaksanakan tindak lanjut pengawasan perdagangan sebagai berikut:

Tabel 26 Rekapitulasi Penanganan Kasus Kegiatan Perdagangan Tahun 2018

No. Objek Kasus Keterangan

1. Impor hortikultura Pemberian sanksi pidana

2. Impor hortikultura Rekomendasi pencabutan PI

3. Impor produk tertentu Rekomendasi pemblokiran akses kepabeanan

oleh Ditjen Bea dan Cukai

4. Perizinan usaha property (SIUP4) Rekomendasi penghentian sementara kegiatan

usaha dan teguran tertulis

5. Perizinan usaha perdagangan langsung

(SIUPL)

Rekomendasi penghentian sementara kegiatan

usaha dan teguran tertulis

6. Perizinan usaha jasa survey (SIUJS) Rekomendasi penghentian sementara kegiatan usaha dan teguran tertulis

7. Pemeriksaan post border Rekomendasi pemusnahan

8. Impor besi dan baja Rekomendasi pengenaan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku

9. Distribusi GKR di Cirebon Telah dilakukan penarikan oleh produsen

10. Distribusi GKR di Karawang Rekomendasi pemberian sanksi administratif

11. Distribusi GKR di Jawa Tengah Telah dilimpahkan kepada Bareskrim POLRI dan saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan

12. Distribusi GKR di Yogyakarta Rekomendasi pemberian sanksi administratif

13. Distribusi GKR di Bogor dan Ciawi Telah dilakukan penarikan GKR oleh produsen

14. Distribusi daging/jeroan kedaluwarsa di Jonggol

Telah dilakukan pemusnahan oleh pelaku usaha

15. Distribusi GKR di Bandung Rekomendasi pemberian sanksi administratif Sumber Data: Subbagian Tata Usaha (Data Diolah Kembali)

112

Gambar 67 Pelaksanaan Tindak Lanjut Pengawasan Perdagangan

B. Realisasi Anggaran

Realisasi anggaran Ditjen PKTN Tahun 2018 dalam rangka mewujudkan sasaran meningkatnya

efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan Perlindungan Konsumen dan Tertib

Niaga akan diuraikan dibawah ini.

1. Realisasi anggaran unit organisasi

Pagu revisi Ditjen PKTN tahun 2018 sebesar Rp. 238.633.750.000,- atau 95,37%. Realisasi

ini lebih rendah dibandingkan dengan target realisasi anggaran dalam perjanjian kinerja

tahun 2017, yaitu: 100%. Namun realisasi tersebut sedikit lebih kecil dibandingkan dengan

realisasi tahun 2016 sebesar 96,18%. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpakainya

anggaran gaji untuk 2 (dua) orang direktur, karena tugas dan fungsinya dilakukan oleh

Pejabat Pelaksana Harian.

Pagu dan realisasi anggaran Tahun 2018 di masing-masing satker di lingkungan Ditjen PKTN pada Tabel 27.

Satuan kerja dengan realisasi anggaran tertinggi adalah BSML Regional II dengan realisasi

kinerja anggaran sebesar 99,77%, sementara realisasi terendah pada satuan kerja BPMB

dengan realisasi kinerja anggaran sebesar 93,84%. Secara detail pagu dan realisasi per

satker disajikan pada Tabel 27.

Gambar 68 Pelaksanaan Pemusnahan Hasil Pengawasan

113

Tabel 27 Realisasi Anggaran Ditjen PKTN Tahun 2018

NO SATKER/ESELON II PAGU REVISI JUMLAH

REALISASI %

SISA

ANGGARAN

1 Setditjen PKTN 35,751,658,000 35,475,058,982 99.23 276,599,018

2 Dit. TN 7,450,000,000 7,228,668,865 97.03 221,331,135

3 Dit. PK 14,537,562,000 14,246,051.576 97.99 291,510,424

4 DIT. PBBJ 9,926,079,000 9,715,530,772 97.88 210,548,228

5 Dit. Met 72,514,999,000 70,501,116,413 97.22 2,013,882,587

6 BSML Regional I 6,896,518,000 6,746,401,583 97.82 150,116,417

7 BSML Regional II 8,502,420,000 8,482,528,842 99.77 19,891,158

8 BSML Regional III 6,167,597,000 6,007,248,337 96.98 160,348,663

9 BSML Regional IV 7,610,608,000 7,474,422,373 98.21 136,185,627

10 Dit. Standalitu 50,755,512,000 49,279,747,149 97.09 1,475,764,851

11 BPMB 9,153,206,000 8,964,842,522 93.84 188,363,478

12 BK 4,409,597,000 4,381,788,518 99.37 27,808,482

13 BS 4,957,994,000 4,749,185,234 95.79 208,808,766

T O T A L 238,633,750,000 233,252,591,166 95.37 5,132,158,834

Sumber: SPAN, 2018

2. Realisasi anggaran menurut pencapaian sasaran

Sasaran strategis yang ditetapkan yaitu meningkatnya efektivitas kebijakan yang

menunjang peningkatan perlindungan konsumen dan tertib niaga. Pagu anggaran Tahun

2018 dalam rangka mencapai sasaran Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan

Tertib Niaga sebesar Rp.225.000.000.000,. Sementara pagu revisi sebesar Rp.

238.633.750.000,- Realisasi anggaran Tahun 2018 sebesar Rp. 234.068.981.191,- dengan

realisasi anggaran sebesar 98,09%. Adapun rincian akuntabilitas keuangan per indikator

kinerja sebagai berikut:

1. Pagu anggaran meningkatnya Keberdayaan Konsumen sebesar Rp. 14.537.562.000

tahun 2018, realisasi anggaran sebesar Rp14.246.051.576,- (97,99%). Realisasi ini

lebih rendah dibandingkan realisasi tahun 2017 sebesar 99,06%. Kegiatan yang

dianggarkan untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah:

Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Perlindungan Konsumen;

Survei Indeks Keberdayaan Konsumen;

Edukasi Konsumen;

Publikasi Perlindungan Konsumen Melalui Berbagai Media;

Edukasi Pelaku Usaha Terkait Perlindungan Konsumen;

Layanan Pengaduan Konsumen;

Pembinaan Sumber Daya Manusia Perlindungan Konsumen;

Pembinaan SDM BPSK.

2. Pagu anggaran Persentase Konsistensi Mutu Barang Impor Ber-SNI Wajib yang sesuai

ketentuan sebesar Rp. 20.755.512.000 tahun 2018, realisasi anggaran sebesar Rp.

49.279.747.149 (97,09%). Realisasi tersebut menurun dibandingkan dengan realisasi

tahun 2017 sebesar 91,87%. Kegiatan yang dianggarkan untuk mendukung

pencapaian sasaran tersebut adalah:

114

Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK di Bidang Standardisasi dan

Pengendalian Mutu

Post Audit Barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib

Layanan Standardisasi dan Pengendalian Mutu Barang;

Peningkatan Kualitas SDM Bidang Standardisasi dan Pengendalian Mutu;

Informasi Standar Mitra Tujuan Ekspor;

Pemantauan Mutu Bokor;

Keberterimaan Sertifikasi Mutu.

3. Pagu anggaran meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap

ketentuan berlaku sebesar Rp.9.926.079.000. Realisasi anggaran tahun 2018 sebesar

Rp.9.748.512.100 (98,21%) dari pagu revisi. Realisasi tersebut meningkat

dibandingkan realisasi tahun 2017 sebesar 97,29%. Kegiatan yang dianggarkan untuk

mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah:

Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK di Bidang pengawasan barang

beredar dan jasa;

Jumlah Produk yang diawasi sesuai dengan Peraturan Perundangan;

Jumlah Produk yang Diawasi Sesuai Dengan Peraturan Perundang-Undangan Di

Perbatasan Darat;

Pembinaan PPNS-PK dan PBBJ;

Persentase Kasus yang Ditangani;

Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen.

4. Pagu anggaran meningkatnya tertib ukur sebesar Rp.101.692.142.000,-. Realisasi

anggaran pada tahun 2018 sebesar Rp.99.999.317.721,- (98,34%). Realisasi ini lebih

tinggi dibandingkan realisasi tahun 2017 sebesar 96,45%. Kegiatan yang dianggarkan

untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah:

Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Metrologi;

Daerah tertib ukur;

Pasar Tertib Ukur

Penilaian Unit Kemetrologian;

Penilaian Mutu Pelayanan Kemetrologian;

Verifikasi Alat Standar Secara Nasional dan Internasional;

Pengawasan UTTP dan BDKT;

UTTP yang ditera dan ditera ulang;

Pengawasan Kemetrologian;

Kerjasama bidang Kemetrologian dalam rangka kerjasama selatan-selatan

5. Pagu anggaran meningkatnya Tertib Niaga di bidang Perdagangan sebesar Rp.

7.450.000.000. Realisasi anggaran pada tahun 2018 sebesar Rp. 7.228.668.865,-

(97,03%). Realisasi ini lebih tingggi dibandingkan realisasi tahun 2017 sebesar Rp.

95,27%. Kegiatan yang dianggarkan untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut

adalah:

Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Tertib Niaga;

Pembinaan PPNS Perdagangan dan PPTN;

Layanan Pendaftaran Barang K3L;

Pengawasan Kegiatan Perdagangan;

Tindak Lanjut Pengawasan Perdagangan.

115

Secara umum, Realisasi anggaran tahun 2018 lebih tinggi dibandingkan Tahun 2017

sebesar 95,37% atau naik sebesar 2,85% salah satunya dikarenakan adanya optimalisasi

penyerapan anggaran yang salah satunya digunakan untuk pembayaran kenaikan

tunjangan kinerja Tahun 2018 sesuai dengan amanat Perpres Nomor 122 Tahun 2018

tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Perdagangan, yang belum

dialokasikan oleh Ditjen PKTN

Kegiatan Pendukung pada Sekretariat Ditjen PKTN

A. Pelaksanaan Kegiatan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan

Konsumen Dan Tertib Niaga Tahun 2018

Perlindungan konsumen di Indonesia pada dasarnya bukan merupakan hal yang baru.

Implementasi Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah

berusia 19 tahun, namun perlindungan hak konsumen masih belum efektif dan signifikan,

masih banyak kegiatan usaha dan perilaku pelaku usaha yang belum melindungi dan berpihak

kepada hak hak konsumen. Hal ini juga terjadi karena konsumen belum mengetahui

keberadaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen yang lebih

terintegrasi, harmonis, dan sinergis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,

Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga menyelenggarakan kegiatan

Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga. Tema kegiatan

adalah “Implementasi Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (Stranas PK) dan Rencana

Aksi Nasional Perlindungan Konsumen (RAN PK) dalam Mewujudkan Konsumen Cerdas”.

Acara sinkronisasi kebijakan bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga ini merupakan

agenda tahunan dengan seluruh Kepala Dinas yang menangani bidang perdagangan di

tingkat provinsi. Kegiatan dilakukan dengan tujuan menyelaraskan Rencana Kerja Ditjen

PKTN tahun 2019 dengan Pemerintah Daerah, serta meningkatkan pemahaman latar

belakang dan tujuan deregulasi kebijakan paket ekonomi ke- XV, terkait pergeseran

pengawasan produk tata niaga impor dari border ke post border.

Kegiatan Sinkronisasi dimaksud, diadakan pada Hari Senin – Selasa, tanggal 17 - 18

September 2018, bertempat di El Royale Hotel Jakarta, Jl. Bukit Gading Raya No.Kav 1,

Kelapa Gading, Jakarta Utara dan dihadiri oleh ± 200 peserta, yakni para Kepala Dinas yang

membidangi Perdagangan dan Kepala Bidang yang menangani Perlindungan Konsumen dan

Tertib Niaga tingkat provinsi di seluruh Indonesia, Pejabat

Eselon I di lingkungan Kementerian Perdagangan, serta Pejabat Eselon II, III, dan IV di

lingkungan Ditjen PKTN.

116

Gambar 69 Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, 17-18 September 2018, Jakarta

B. Evaluasi Rencana Strategis Ditjen PKTN 2015 - 2019

Ditjen PKTN telah memiliki Rencana Strategis (Renstra) Periode 2015 – 2019 yang berisikan

kondisi, tantangan, visi dan misi, serta sasaran dan indikator kinerja Ditjen PKTN. Dalam

pelaksanaannya terdapat penyesuaian mengenai pola perencanaan dan penganggaran pasca

ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses

Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional. Peraturan tersebut diikuti dengan

penetapan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 9 tahun 2017

tentang Tata Cara Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga

(Renja K/L) serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94 tahun 2017 tentang Petunjuk

Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L)

dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Terdapat masukkan perubahan terhadap definisi sasaran kegiatan yang semula didefinisikan

sebagai keluaran (output) yakni barang atau jasa yang dihasilkan menjadi hasil yang akan

dicapai dari suatu kegiatan dalam rangka pencapaian Sasaran Program yang mencerminkan

berfungsinya keluaran.

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap penyusunan dokumen perencanaan selama ini terdapat

sasaran dan indikator yang perlu dilakukan penyesuaian sehingga sesuai dengan prinsip

perencanaan yang berbasis money follow program dan memenuhi kaidah logic model, serta

saling terkait antar jenjang jabatan Eselon I – Eselon IV sehingga dapat digunakan dalam

penyusunan dokumen perjanjian kinerja. Selain itu, masih belum sempurnanya perumusan

indikator kinerja di bidang penegakan hukum dari unit kerja di lingkungan Ditjen PKTN.

Permasalahan tersebut meliputi belum tepatnya pendefinisikan kasus dan penyelesaian kasus

serta penetapan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dan kinerja

penegakan hukum.

Untuk itu, perlu untuk dilakukannya evaluasi kembali atas sasaran dan indikator kinerja Ditjen

PKTN yang tercantum dalam Renstra Periode 2014 – 2019 serta Renja tahun 2019 sehingga

diperoleh rekomendasi penyempurnaan atas sasaran dan indikator kinerja yang akan

digunakan dalam penyusunan Renstra Periode 2020 – 2024.

Maksud dari dilakukannya kajian dan evaluasi terhadap Renstra Ditjen PKTN adalah

mengkaji, mengembangkan dan menetapkan sasaran dan indikator kinerja Ditjen PKTN serta

menyusun rekomendasi penyempurnaan sasaran dan indikator kinerja Ditjen PKTN.

Sedangkan tujuan dari kajian dan evaluasi Renstra Ditjen PKTN adalah tersedianya

117

rekomendasi penyempurnaan sasaran dan indikator kinerja Ditjen PKTN periode 2020 – 2024

yang memiliki kriteria, yaitu:

a. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkini.

b. Menggambarkan keberhasilan atas pelaksanaan seluruh tupoksi Ditjen PKTN.

c. Terdefinisi dengan jelas, dapat diukur, serta target pencapaian yang realistis.

d. Memenuhi prinsip money follow program dan sesuai dengan kaidah logic model.

Rekomendasi terhadap evaluasi Renstra PKTN adalah:

1. Perlu perlu membuat sasaran dan indikator kinerja gabungan dan khusus, terkait pelaku

usaha yang ada di dalam tupoksi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Konsumen dan

Direktorat Tertib Niaga dengan penetapan 2 sasaran strategis yaitu:

a. terwujudnya konsumen cerdas dan pelaku usaha yang bertanggung jawab, yang

didukung oleh sasaran program pemberdayaan konsumen, ketelusuran mutu barang,

barang yang diawasi sesuai ketentuan, barang dan jasa yang eredar sesuai kualitas

dan kuantitasnya.

b. terwujudnya tertib usaha dibidang perdagangan, yang didukung oleh sasaran

program yaitu tertib niaga dalam perdagangan.

2. Penyusunan secara detail penjabaran Peta Kinerja masing masing direktorat (terlampir

dalam pembahasan) yang telah mengalami perubahan untuk dijadikan acuan dalam

penyusunan Rencana Strategis Direktorat Jenderal PKTN.

3. Melakukan perubahan sasaran strategis program dalam hal pemberdayaan konsumen

dengan menitikberatkan pada kegiatan preventif yaitu perlindungan sebelum konsumen

mengalami kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Kegiatan preventif

dilakukan melalui penguatan pemahaman dan kegiatan teknis tentang hak kewajiban

konsumen secara individu dan atau berbadan hukum disuatu daerah/wilayah yang

memiliki indeks keberdayaan konsumen rendah, untuk mengetahui perbedaan sebelum

dan sesudah dilakukan kegiatan pada saat dilakukan evaluasi secara menyeluruh di

tempat yang sama.

4. Penyusunan indikator kinerja untuk sasaran kegiatan regulasi dengan menentukan Tingkat

Penyelesaian Regulasi (kebijakan dan Pedoman) Standar dari tahap perumusan hingga

menjadi Legal policy. Penyusunan ini dapat mengacu pada indikator kinerja Badan

Standardisasi Nasional.

5. Penyusunan indikator kinerja pada sasaran kegiatan dan SOP tentang kepatuhan hukum

terhadap penanganan pelanggaran dalam tertib niaga agar tergambar jelas kategori

pelanggaran (pidana atau perdata), kewenangan yang dimiliki, dan tindakan lanjutan.

Penyusunan SOP dilakukan dengan lintas sektor khususnya aparat penegak hukum dan

lembaga lembaga lain yang memiliki keterkaitan dalam kepatuhan hukum dalam bidang

tertib niaga. Sebagai salah satu referensi dapat mengacu pada indikator kinerja Bea dan

Cukai yang memfokuskan pada Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs

clearance) dan Persentase tindaklanjut temuan pelanggaran.

6. Memasukan kegiatan kewajiban daftar bagi perusahaan di Direktorat Barang Beredar dan

Jasa sebagai sebuah perangkat perlindungan konsumen sesuai Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan memudahkan

dalam mengambil tindakan jika ada suatu perusahaan mengalami permasalahan dengan

konsumen.

7. penyesuaian sasaran program dan indikator kinerja nya, serta tugas pokok dan fungsi

Direktorat Metrologi sebagai respon dari Undang-undang Pemerintah Daerah yang

membagi peran pusat dan daerah khususnya untuk kegiatan Unit Metrologi. Direktorat

118

Metrologi perlu memfokuskan pada kegiatan pembinaan, sinkronisasi, fasilitasi dan

pengawasan terhadap Unit Metrologi di daerah, sedangkan kegiatan teknis menjadi

domain pada SKPD masing-masing Provinsi.

8. Dalam bidang Standarisasi dan Pengendalian Mutu perlu menyusun:

a. Indkator kinerja program untuk peningkatan sarana prasarana laboratorium,

penetapan produk.

b. SOP dalam menentukan negara dan produk dalam pemilihan informasi standar

tujuan mitra ekspor.

c. Paramater dan batas dalam mengukur output dan outcome dari kegiatan ruang

lingkup layanan.

119

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib

Niaga pada tahun 2018 telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Secara umum,

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi telah terlihat korelasinya dengan tujuan, misi, perjanjian

kinerja Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga serta tujuan Kementerian

Perdagangan. Pencapaian kinerja dimaksud merupakan hasil kerja kolektif unit-unit di bawah

Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga dan dukungan dari berbagai

pihak terkait. Keberhasilan dan permasalahan yang dicapai dalam pelaksanaan tugas pokok

dan fungsi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga tahun 2017 akan

dijadikan pelajaran yang berharga untuk meningkatkan kinerja organisasi pada masa

mendatang. Belajar dari pengalaman pencapaian kinerja tersebut, penerapan manajemen

kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga yang

berbasis pada perencanaan, koordinasi dan kerjasama serta pengendalian pelaksanaan

kegiatan harus ditekankan dan dilaksanakan secara kuat dan konsisten sesuai yang

ditetapkan.

Sebagaimana uraian di atas, kegiatan pendukung untuk mencapai target kinerja Direktorat

Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga tahun 2018 telah menghasilkan realisasi

dan capaian kinerja indikator kinerja program. Dari 6 (enam) Indikator Kinerja Program Ditjen

PKTN, 5 (lima) diantaranya memiliki realisasi di atas target tahun 2018, yaitu: : Persentase

barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku, Persentase barang beredar

yang diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan, Persentase barang beredar diawasi

sesuai ketentuan perundang-undangan di daerah perbatasan darat, Persentase alat-alat ukur,

takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku, dan Persentase

ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga dengan capaian kinerja berkisar antara 96,21%

sampai dengan 155,93%. Sementara 1 (satu) Indikator Kinerja Program Indeks Keberdayaan

Konsumen (IKK) memiliki realisasi 40,41 kurang dari target 2018 sebesar 42.

B. Rekomendasi Perbaikan

Berdasarkan pembahasan hanya IKP Indeks Keberdayaan Konsumen yang belum mencapai

target tahun 2018. Hal ini disebabkan oleh 2 parameter pengukuran IKK, yaitu pengetahuan

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Perilaku Komplin. Dari sisi propinsi, nilai IKK

terendah terjadi pada Propinsi Papua Barat. Mempertimbangkan hal dimaksud, maka perlu

perbaikan pelaksanaan edukasi konsumen, sebagai berikut:

1. Materi edukasi konsumen perlu menekankan pengetahuan terhadap Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dan Perilaku Komplain.

2. Pelaksanaan edukasi konsumen di daerah dengan IKK yang masih rendah.

3. Perhitungan IKK nasional didapat dari komposit IKK propinsi dengan bobot yang sama.

Perlu didalami kemungkinan perhitungan IKK dengan bobot yang mempertimbangkan

jumlah populasi dari suatu propinsi.

4. Media publikasi baik online maupun offline terkait regulasi, lembaga perlindungan

konsumen dan layanan pengaduan konsumen perlu ditingkatkan dan dibuat inovatif dan

menarik sehingga dapat menggugah masyarakat atau konsumen untuk mempelajarinya.

120

LAMPIRAN

121

Lampiran I Perjanjian Kinerja

122

123

124

125

126

127

128

129

130

131

132

133

134

135

136

137

138

139

140

141

142

143

144

145

146

147

148

149

150

151

152

153

154

155

156

157

158

159

160

161

162

163

164

165

166

167

168

169

170

171

172

173

174

175

176

177

178

179

180

181

182

183

184

185

186

Lampiran 2 Formulir Pengukuran Pencapaian Kinerja

187

188

Lampiran 3

Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib

Niaga