kata pengantar penelitian tentang “kaji ulang peran koperasi

164
i KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi Dalam Menunjang Ketahanan Pangan” bertujuan untuk mengetahui sejauhmana koperasi berperan dalam distribusi pupuk dan pengadaan gabah dan beras setelah pemerintah merubah kebijakan-kebijakan pada pupuk dan beras. Laporan akhir ini memuat hasil-hasil analisis tentang perilaku para distributor, para pengecer dan petani pengguna pupuk dalam merespon perubahan kebijakan yang ada. Masalah kelangkaan pupuk dan lonjakan harga serta tingkat income petani turut diungkapkan dalam laporan ini. Juga pembelian gabah, produksi beras dan kapasitas produksi beras koperasi serta kinerja usaha koperasi mendapat penekanan utama. Simulasi beberapa skenario kebijakan dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas kebijakan pupuk dan beras yang telah berjalan berserta rekomendasi kebijakan terbaik yang dapat diaplikasi. Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada pihak-pihak yang turut mendukung terselanggaranya kajian dan pelaporan ini. Semoga bermanfaat bagi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Jakarta, Pebruari 2006 Tim Peneliti

Upload: doandat

Post on 12-Jan-2017

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

i

KATA PENGANTAR

Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi Dalam Menunjang

Ketahanan Pangan” bertujuan untuk mengetahui sejauhmana koperasi berperan

dalam distribusi pupuk dan pengadaan gabah dan beras setelah pemerintah

merubah kebijakan-kebijakan pada pupuk dan beras.

Laporan akhir ini memuat hasil-hasil analisis tentang perilaku para

distributor, para pengecer dan petani pengguna pupuk dalam merespon

perubahan kebijakan yang ada. Masalah kelangkaan pupuk dan lonjakan harga

serta tingkat income petani turut diungkapkan dalam laporan ini. Juga pembelian

gabah, produksi beras dan kapasitas produksi beras koperasi serta kinerja usaha

koperasi mendapat penekanan utama. Simulasi beberapa skenario kebijakan

dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas kebijakan pupuk dan beras yang telah

berjalan berserta rekomendasi kebijakan terbaik yang dapat diaplikasi.

Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada pihak-pihak yang turut

mendukung terselanggaranya kajian dan pelaporan ini.

Semoga bermanfaat bagi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta, Pebruari 2006

Tim Peneliti

Page 2: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................. ii DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi

I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2. Dimensi Permasalahan .......................................................... 2 1.3. Tujuan Kajian ......................................................................... 4 1.4. Ruang Lingkup ........................................................................ 5

II. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................ 6

III. METODE KAJIAN ........................................................................... 12 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 12 3.2. Metode Penarikan Contoh ..................................................... 12 3.3. Model dan Metode Analisis Data ......................................... 14 3.3.1. Spesifikasi dan Perumusan Model ............................. 14 3.3.2. Identifikasi dan Pendugaan Model ............................. 18 3.3.3. Validasi Model ............................................................ 19 3.3.4. Simulasi Kebijakan dan Faktor Eksternal .................. 19 3.4. Defenisi Variabel Operasional .............................................. 20

IV. GAMBARAN UMUM DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS .................................................................... 23

4.1. Arti Penting Pupuk dan Beras Bagi Petani, Pemerintah dan Ketahanan Pangan ................................................................... 23 4.2. Subsidi Pupuk .......................................................................... 24 4.3. Pengaturan Distribusi Pupuk ................................................... 25 4.4. Pengaturan Pengadaan Pangan/Beras .................................. 27 4.5. Fakta-fakta Distribusi Pupuk .................................................. 27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 33 5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengadaan Pupuk, Produksi Gabah dan Beras, dan Usaha Koperasi .................. 34 5.1.1. Faktor yang Mempengaruhi Pengadaan Pupuk Level Propinsi hingga Pengecer, Harga Pupuk dan Penggunaan Pupuk Tingkat Petani ....................... 34

5.1.1.1. Pengadaan Pupuk Level Propinsi hingga Pengecer ........................................... 34 5.1.1.2. Harga Pupuk Tingkat Petani ......................... 40 5.1.1.3. Penggunaan Pupuk oleh Petani ..................... 42

Page 3: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

ii

5.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani; Harga Gabah Koperasi dan Tengkulak; dan Pembelian Gabah, Produksi dan Kapasitas Produsi Beras Koperasi ......... 48

5.1.2.1. Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani ............................... 48

5.1.2.2. Harga Gabah Koperasi dan Tengkulak ........ 56 5.1.2.3. Pembelian Gabah, Produksi dan Kapasitas

Produksi Beras Koperasi ............................... 64 5.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Usaha Koperasi ................ 71

5.1.3.1. Modal Sendiri, Modal Luar dan Jumlah Aset Koperasi ................................................ 71

5.1.3.2. Volume Usaha Koperasi, SHU dan Bagian SHU Anggota Koperasi ................................. 76

5.1.3.3. Produktivitas Anggota, Produktivitas Aset, dan Produktivitas Usaha ............................... 81

5.2. Efektifitas Kebijakan Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Beras ...................................................................................... 86 5.2.1. Validasi Model .............................................................. 86 5.2.2. Skenario Simulasi ....................................................... 87 5.2.3. Evaluasi Efektifitas Kebijakan Pupuk .......................... 88 5.2.4. Evaluasi Efektifitas Kebijakan Beras .......................... 91 5.3. Analisis Dampak Perubahan Kebijakan Alternatif untuk Mendukung Koperasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan .................................................................................. 92 5.3.1. Evaluasi Skenario Alternatif Kelompok Pertama .......... 94 5.3.2. Evaluasi Skenario Alternatif Kelompok Kedua ............. 97

5.4. Model Alternatif Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Gabah/Beras Koperasi ............................................................ 99

VI. KESIMPULAN DAN MODEL ALTERNATIF ..................................... 103 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Koperasi dalam

Menunjang Ketahanan Pangan ............................................... 103 6.2. Evaluasi Efektifitas Kebijakan Distribusi Pupuk dan

Pengadaan Gabah/Beras ........................................................ 106 6.3. Kebijakan-kebijakan Alternatif Pendukung Distribusi Pupuk dan Pengadaan Gabah/Beras ................................................. 107 6.4. Model Alternatif Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Gabah/Beras ........................................................................... 107

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 108 LAMPIRAN ................................................................................................ 109

Page 4: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

KAJI ULANG PERAN KOPERASI DALAM MENUNJANG KETAHANAN PANGAN

ABSTRAK

Koperasi sejak lama telah menjadi badan usaha yang strategis dalam meningkatkan

ekonomi anggotanya maupun masyarakat pada umumnya. Di sektor pertanian, koperasi /

KUD di masa lalu telah cukup efektif mendorong peningkatan produksi di subsektor

pangan, yakni berperan menyalurkan prasarana dan sarana produksi (pupuk, bibit, obat-

obatan dan RMU) kepada petani, juga terlibat dalam pemasaran gabah atau beras.

Kini, seiring perubahan pemerintahan dan kondisi ekonomi yang diikuti

dengan perubahan kebijakan-kebijakan tentang pangan, koperasi / KUD praktis tidak

beperan lagi secara maksimal. Perubahan kebijakan seperti Kepmen Perindag Nomor :

356/MPP/KEP/5/2004, tidak lagi memberikan kewenangan penuh kepada koperasi/KUD

menyalurkan pupuk kepada petani, melainkan kepada swasta (lebih dominan) dan juga

kepada koperasi/KUD. Juga Inpres Nomor 9 tahun 2002 tidak lagi memberi kewenangan

kepada koperasi/KUD sebagai pelaksana tunggal pembelian gabah.

Perubahan kebijakan-kebijakan diatas menyebabkan terjadi kelangkaan pupuk

pada petani, harga pupuk lebih tinggi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), terjadi

monopoli penyaluran pupuk oleh swasta yang menyebabkan koperasi/KUD nyaris tidak

berperan lagi dalam penyaluran pupuk. Dalam pengadaan pangan, peran koperasi menurun

drastis akibat fasilitas-fasilitas penunjang seperti gudang, lantai jemur, RMU, dan lain-lain

tidak lagi beroperasi maksimal atau menganggur. Semua dampak ini melemahkan

kemampuan ketahanan pangan di dalam negeri.

Dampak-dampak tersebut mendorong dilakukan riset tentang ”Kaji Ulang Peran

Koperasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan” dengan tujuan : (1) menganalisis faktor-

faktor yang mempengaruhi peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan

berdasarkan perubahan kebijakan pemerintah terhadap distribusi pupuk dan beras, (2)

menganalisis efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras sesuai perubahan

kebijakan pemerintah dimaksud, (3) menganalisis dampak perubahan kebijakan tersebut

terhadap penyediaan gabah/beras di dalam negeri dan daya dukung koperasi dalam

menunjang ketahanan pangan, dan (4) merumuskan model alternatif yang dapat

diimplementasikan oleh koperasi guna mendukung ketahanan pangan nasional.

Riset berlangsung bulan Juli hingga Agustus 2005 dan mengambil sampel 7 (tujuh)

propinsi masing-masing Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa

Page 5: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

2

Tengah, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor

yang menurunkan kemampuan penyediaan pupuk koperasi adalah (1) kuota penyaluran

pupuk koperasi yang hanya sekitar 30 %, (2) monopoli penyaluran pupuk oleh swasta, (3)

kelangkaan pupuk yang disebabkan oleh ekspor pupuk ilegal ke luar negeri, pengalihan

penjulan pupuk ke perusahaan perkebunan besar atau dihilangkan untuk tujuan tertentu

sehingga menyulitkan koperasi menyediakan pupuk dalam jumlah yang memadai bagi

petani, (4) jumlah permintaan pupuk petani khususnya di Pulau Jawa yang terus

meningkat, (5) harga pupuk yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) menciptakan

kendala pembiayaan bagi koperasi untuk mensuplai pupuk kepada petani.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan koperasi dalam

pengadaan pangan/beras adalah : (1) jumlah produksi dan penjualan gabah petani yang

menurun akibat penggunaan pupuk di bawah kebutuhan normal, (2) harga jual gabah yang

berfluktuasi, (3) jumlah pembelian gabah koperasi yang menurun akibat permodalan yang

terbatas, (4) produksi dan kapasitas produksi beras koperasi yang menurun akibat peralatan

pendukung yang beroperasi di bawah kapasitas normal (menganggur), dan (5) kapasitas

prasarana dan sarana produksi beras koperasi seperti RMU, gudang dan lantai jemur,

peralatan penunjang lainnya yang telah mengalami penurunan fisik karena tidak beroperasi

secara normal atau tidak terpakai.

Melalui analisis simulasi ditemukan bahwa ”kebijakan distribusi pupuk dan

pengadaan beras” yang sedang dijalankan sekarang tidak efektif menciptakan kemampuan

produksi pangan (beras) dalam negeri. Temuan beberapa alternatif kebijakan yang cukup

layak untuk diterapkan adalah :

1. Kebijakan memerankan koperasi secara penuh baik pada penyaluran pupuk maupun

pada pengadaan pangan/beras. Alternatif kebijakan ini dapat meningkatkan produksi

gabah dan pendapatan petani (hingga 17.05 %) dan produksi beras koperasi (hingga

30.24 %), serta menghilangkan kelangkaan pupuk dan kelebihan harga pupuk di atas

Harga Eceran Tertinggi (HET). Kebijakan ini juga akan lebih menjamin pencapaian

ketahanan pangan (beras) di dalam negeri.

2. Kebijakan peningkatan penggunaan pupuk secara langsung pada petani (25 %),

peningkatan harga gabah 10 %, peningkatan kredit atau modal kepada koperasi untuk

pembelian gabah 10 %, peningkatan kapasitas prasarana dan sarana produksi beras

koperasi 25 % serta peningkatan kenaikan aset dan volume usaha koperasi 10 %.

Kebijakan ini akan menunjang pengadaan pangan/beras koperasi dan pengembangan

sistem bank padi yang telah dijalankan koperasi.

Page 6: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

3

Model alternatif penyaluran pupuk yang dapat diterapkan koperasi sesuai hasil

kajian ini adalah seperti pada Gambar 1. Sedangkan model alternatif pengadaan

pangan/beras adalah seperti pada Gambar 2 dan 3.

KO

PER

AS

I D

ISTR

IBU

TOR

GUDANG PUPUK KAB. A

KOPERASI SAPROTAN

KEC. C

KOPERASI SAPROTAN

KEC. A

KOPERASI SAPROTAN

KEC. B

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

GUDANG PUPUK KAB. B

KOPERASI SAPROTAN

KEC. C

KOPERASI SAPROTAN

KEC. A

KOPERASI SAPROTAN

KEC. B

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

GUDANG PUPUK KAB. C

KOPERASI SAPROTAN

KEC. C

KOPERASI SAPROTAN

KEC. A

KOPERASI SAPROTAN

KEC. B

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

Gambar 1. Model Alternatif Penyaluran Pupuk Koperasi

Page 7: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

4

Unit TPK Petani

HET

Produksi Gabah

Satuan Pem-belian Gabah

Koperasi

Unit Pengo-lahan Gabah

• RMU • Gudang &

lantai jemur • Peralatan

penunjang.

Harga Gabah

Produksi Beras Kualitas :

A, B, C, D, dst

Harga Beras

Pasar Umum

Gambar 2. Model Alternatif Pengadaan Pangan/Beras

raskin

Produksi Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Petani

Pasar Umum

PEMDA

Masyarakat Miskin

Gambar 3. Produksi Beras secara Spesifik pada Level Kabupaten

Page 8: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Koperasi merupakan lembaga dimana orang-orang yang memiliki

kepentingan relatif homogen berhimpun untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Konsepsi demikian mendudukkan koperasi sebagai badan usaha yang cukup

strategis bagi anggotanya dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomis yang pada

gilirannya berdampak kepada masyarakat secara luas. Di sektor pertanian

misalnya, peranserta koperasi di masa lalu cukup efektif untuk mendorong

peningkatan produksi khususnya di subsektor pangan. Selama era tahun 1980-an,

koperasi terutama KUD mampu memposisikan diri sebagai lembaga yang

diperhitungkan dalam program pengadaan pangan nasional. Ditinjau dari sisi

produksi pangan khususnya beras, peran signifikannya dapat diamati dalam hal

penyaluran prasarana dan sarana produksi mulai dari pupuk, bibit, obat-obatan,

RMU sampai dengan pemasaran gabah atau beras. Meskipun demikian dari sisi

konsumsi, ketersediaan bahan pangan bagi konsumen seringkali menjadi bahan

perbincangan sebab jaminan kualitas dan kuantitas tidak selalu terpenuhi.

Sementara itu, di dalam negeri telah terjadi berbagai perubahan seiring

dengan berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan kondisi

tersebut membawa konsekuensi serius dalam hal pengadaan bahan pangan.

Secara konseptual liberalisasi ekonomi dengan menyerahkan kendali roda

perekonomian kepada mekanisme pasar ternyata dalam prakteknya belum tentu

secara otomatis berpihak kepada komunitas ekonomi lemah atau kecil. Kondisi

yang relatif identik berlangsung di sektor pangan dan diperkirakan karena belum

tertatanya sistem produksi dan distribusi dalam mengantisipasi perubahan yang

sudah terjadi. Semula peran Bulog sangat dominan dalam pengadaan pangan dan

penyangga harga dasar, tetapi sekarang setelah tiadanya paket skim kredit

pengadaan pangan melalui koperasi dan dihapuskannya skim kredit pupuk

bersubsidi maka pengadaan pangan hampir sepenuhnya diserahkan kepada

mekanisme pasar. Sebagai dampaknya, peran koperasi dalam pembangunan

pertanian dan ketahanan pangan semakin tidak berarti lagi. Bahkan sulit dibantah

apabila terdapat pengamat yang menyatakan bahwa pemerintah tidak lagi

Page 9: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

2

memiliki konsep dan program pembangunan koperasi yang secara jelas

memposisikan koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

Sebelum masa krisis (tahun 1997) terdapat sebanyak 8.427 koperasi yang

menangani ketersediaan pangan, sedangkan pada masa krisis (tahun 2000)

terjadi penurunan menjadi 7.150 koperasi (Kementerian Koperasi dan UKM,

2003). Fakta ini mengungkap berkurangnya jumlah dan peran koperasi dalam

bidang pangan, meskipun begitu beberapa koperasi telah melakukan inovasi

model-model pelayanan dalam bidang pangan seperti bank padi, lumbung

pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Fakta lain menunjukkan bahwa

selama tiga tahun terakhir (tahun 2001–2003), terdapat kesenjangan antara

produksi padi dan jagung dengan kebutuhan konsumsi yang harus ditanggulangi

dengan impor. Akibatnya, ketahanan pangan di dalam negeri dewasa ini

menghadapi ancaman keterpurukan yang cukup serius. Ketahanan pangan

adalah kondisi terpenuhinya dan tersedianya pangan yang cukup baik jumlah

maupun mutunya dan terjangkau oleh rumahtangga. Konsep ketahanan pangan

lebih ditekankan pada konteks penawaran (supply side) yang tidak terpisahkan

dari proses distribusi dan pemasaran hingga ke pintu konsumen.

Bertitik tolak dari kondisi empirik tersebut, terdapat pemikiran untuk

meninjau kembali peran koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional,

khususnya di sektor perberasan. Oleh karena itu, Kementerian Negara Koperasi,

Usaha Kecil dan Menengah (Kementerian KUKM) menganggap penting

dilakukannya suatu kajian strategis mengenai peran koperasi dalam menunjang

ketahanan pangan nasional.

1.2. Dimensi Permasalahan

Perubahan kebijakan pemerintah dalam distribusi pupuk dan pengadaan

beras memberikan dampak serius bagi ketahanan pangan nasional. Kepmen

Perindag Nomor : 378/MPP/KEP/8/1998 memberikan kewenangan penuh kepada

koperasi/ KUD menyalurkan pupuk kepada petani. Dampak kebijakan ini adalah

petani mudah memperoleh pupuk, tepat waktu, dan harga terjangkau (memenuhi

Prinsip 6 Tepat). Kini kebijakan tersebut telah berubah menjadi Kepmen Perindag

Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004 yang membebaskan penyaluran pupuk dilakukan

baik oleh swasta maupun koperasi/KUD. Dampak perubahan kebijakan ini adalah

Page 10: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

3

terjadinya kelangkaan persediaan pupuk bagi petani, harga pupuk lebih tinggi

di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), kecenderungan monopoli penyaluran pupuk

oleh swasta, yang dengan sendirinya peran koperasi/KUD dalam penyaluran

pupuk menurun. Penurunan peran koperasi terlihat dari hanya 40 % atau 930 unit

dari 2.335 KUD (saat koperasi/KUD memiliki kewenangan penuh) terlibat dalam

tataniaga pupuk. Dalam kenyataannya jumlah inipun sulit teridentifikasi.

Dalam hal penanganan ketersediaan pangan, penurunan jumlah koperasi

dari 8.427 koperasi sebelum krisis (tahun 1997) menjadi 7.150 koperasi setelah

krisis (tahun 2000) juga merupakan indikasi penurunan peran koperasi dalam

menunjang ketahanan pangan (Kementrian Koperasi dan UKM, 2003). Padahal

koperasi selama ini telah memiliki sejumlah fasilitas penunjang (gudang, lantai

jemur, RMU, dan lain-lain) yang mendukung pengadaan produksi gabah/beras,

dan koperasi mewadahi sejumlah besar petani padi. Akumulasi kelangkaan dan

kenaikan harga pupuk dengan penurunan peran koperasi berdampak serius bagi

peningkatan produksi gabah/beras petani, dan mengindikasikan bahwa

kemampuan ketahanan pangan dari sisi penawaran (supply side) melemah.

Kekurangan produksi gabah/beras di dalam negeri selanjutnya akan dijadikan

alasan untuk membuka impor beras meskipun kita tahu bahwa hal ini mengancam

dan merugikan para petani.

Dalam hal pengadaan gabah/beras dan penyalurannya kepada konsumen,

kini tidak ada lagi skim kredit bagi koperasi untuk pembiayaan usaha pembelian

dan pemasaran pangan. Juga sesuai Inpres Nomor 9 tahun 2001 dan Inpres

Nomor 9 tahun 2002 tentang kebijakan perberasan, maka koperasi tidak berfungsi

lagi sebagai pelaksana tunggal pembelian gabah, tidak ada lagi kebijakan harga

dasar di tingkat petani, dan harga dasar pembelian gabah/beras petani hanya

ditetapkan oleh Bulog. Disini terdapat dua konsekuensi penting yaitu petani harus

memasuki mekanisme pasar, dan mereka harus menjamin kualitas gabah/beras

yang ditetapkan Perum Bulog. Petani diduga memiliki bargaining position yang

lemah dan karena itu akan sangat merugikan mereka dalam hal stabilitas

produksinya, tingkat pendapatannya, dan harga yang wajar diterima terutama

pada waktu panen raya.

Dalam kondisi mekanisme pasar yang belum menjamin posisi petani, dan

bahkan belum tentu juga menjamin ketersediaan pangan nasional, koperasi hadir

Page 11: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

4

mengangkat posisi petani dan dapat menjamin ketersediaan pangan nasional.

Koperasi yang selama ini sudah eksis sebenarnya memiliki peran mendasar

dalam penguatan ekonomi petani yakni melalui penjaminan ketersediaan pupuk

dan harga terjangkau bagi petani, penanganan dan pengolahan gabah petani

di saat surplus maupun defisit produksi, penjaminan nilai tukar dan income petani,

membuka berbagai akses teknologi, informasi, pasar, dan bisnis kepada petani.

Dalam tujuan ketahanan pangan, koperasi telah mengembangkan beberapa

model pengamanan persediaan pangan diantaranya model bank padi, lumbung

pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Model-model ini berperan menjamin

persediaan gabah/beras baik di daerah sentra produksi maupun daerah defisit

pangan dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor beras yang

sebenarnya secara substansial mengancam ketahanan nasional. Karena itu

bagaimana memerankan koperasi sebagai lembaga ekonomi petani dan

penguatan agribisnis di dalam perekonomian pasar sangatlah diperlukan.

Berdasarkan masalah di atas perlu dianalisis sejauh mana efektifitas

perubahan kebijakan pemerintah dimaksud (distribusi pupuk dan pengadaan

beras) yakni menyalurkan pupuk kepada petani guna meningkatkan produksi

gabah dan pengadaan gabah/beras untuk pencapaian ketahanan pangan bagi

masyarakat. Juga perlu dikaji pengembangan model bank padi, lumbung pangan,

dan sentra-sentra pengolahan padi guna memperkuat ketahanan pangan

nasional.

1.3. Tujuan Kajian

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peran koperasi dalam

menunjang ketahanan pangan berdasarkan perubahan kebijakan

pemerintah terhadap distribusi pupuk dan beras.

2. Menganalisis efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras

sesuai perubahan kebijakan pemerintah dimaksud.

3. Menganalisis dampak perubahan kebijakan tersebut terhadap penyediaan

gabah/beras di dalam negeri dan daya dukung koperasi dalam menunjang

ketahanan pangan.

4. Merumuskan model alternatif yang dapat diimplementasikan oleh koperasi

guna mendukung ketahanan pangan nasional.

Page 12: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

5

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian ini meliputi beberapa aspek antara lain :

1. Keragaan distribusi pupuk dari produsen hingga ke konsumen sesuai

perubahan kebijakan yang ada.

2. Pelayanan koperasi terhadap kegiatan produksi (gabah) petani dan

pengadaan gabah/beras oleh koperasi.

3. Pengembangan model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra

pengolahan padi untuk mendukung ketahanan pangan.

4. Kinerja kelembagaan koperasi dalam ketahanan pangan nasional.

5. Pola koperasi/KUD dalam distribusi pangan yang dirintis di beberapa

daerah.

6. Kebijakan daerah dan kebijakan nasional untuk ketahanan pangan.

Page 13: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

II. KERANGKA PEMIKIRAN

Ketahanan pangan dipandang sebagai hal yang sangat penting dalam

rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia berkualitas,

mandiri, dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diwujudkan

ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta

tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli

masyarakat (Dewan Ketahanan Pangan, 2002).

Ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996,

diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin

dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata

dan terjangkau. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati

dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai

makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan

pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Beras hingga kini masih merupakan salah satu komoditi pangan pokok bagi

masyarakat Indonesia dan merupakan komoditi strategis bagi pembangunan

nasional. Pengalaman pada periode-periode awal pembangunan di tanah air

menunjukkan bahwa kekurangan beras sangat mempengaruhi kestabilan

pembangunan nasional. Bahkan hingga kini, bukan saja pada tingkat nasional,

daerah, dan rumahtangga tetapi juga tingkat internasional dimana terlihat

besarnya dampak yang ditimbulkan akibat kekurangan persediaan pangan beras.

Dalam rangka menghindari dan sekaligus mengatasi akibat kekurangan

pangan pokok ini, tidaklah mengherankan jika pemerintah telah mengambil

langkah-langkah kebijakan dengan melibatkan sejumlah besar departemen dan

instansi pemerintah untuk mengatur dan mendorong ketahanan pangan di Dalam

Negeri. Departemen Koperasi adalah salah satu departemen yang sejak lama

telah ditugaskan untuk menangani dan menyeleggarakan persediaan pangan

khususnya beras bagi masyarakat. Dengan tanggung jawab ini dan disertai

dukungan pemeritah, Departemen Koperasi telah menumbuh-kembangkan

kegiatan usaha dan bisnis koperasi di tengah masyarakat. Usaha koperasi yang

Page 14: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

7

sudah berjalan, telah menjangkau berbagai kegiatan usaha golongan ekonomi

lemah dan telah berkembang luas ke berbagai pelosok Tanah Air.

Sejumlah fakta menunjukkan bahwa keberadaan organisasi koperasi di

sektor pertanian diakui atau tidak sangat membantu petani dalam proses produksi

pangan baik padi maupun palawija. Keberhasilan program Bimas dan Inmas di

masa lalu tidak terlepas dari peranserta koperasi/KUD sejak dari penyediaan

prasarana dan sarana produksi sampai dengan pengolahan hingga pemasaran

produk.

Meskipun demikian kini jaman telah berubah, dan telah terjadi perubahan

seiring berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Untuk lebih

mendorong dan mempercepat pencapaian ketahanan pangan, pemerintah kini

telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk penyaluran pupuk dan pengadaan

beras. Pengambilan kebijakan ini dianggap perlu untuk mempermudah

ketersediaan pupuk di lokasi petani dan penggunaannya dengan harga

terjangkau, serta pengadaan gabah/beras yang menjamin persediaan Dalam

Negeri. Diharapkan dengan kebijakan ini petani dapat meningkatkan produksi

gabah mereka yang berarti pada satu sisi menjamin persediaan gabah/beras di

dalam Negeri dan pada sisi lain meningkatkan pendapatan mereka. Sementara di

sisi pengadaan, dengan kewenangan luas yang diberikan kepada berbagai

lembaga untuk terlibat dalam pengadaan pangan akan menjamin stabilitas

persediaan Dalam Negeri.

Secara umum, tujuan kebijakan yang diambil adalah baik, tetapi beberapa

konsekuensi kini mulai muncul. Sebagai contoh, kebijakan penyaluran pupuk

(Kepmen Perindag Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004) memberikan kewenangan

pada pihak-pihak swasta dan koperasi/KUD sebagai penyalur/pengecer pupuk ke

konsumen. Berbeda dengan kebijakan sebelumnya (Kepmen Perindag Nomor :

378/MPP/KEP/8/1998), kebijakan baru ini tidak lagi memberikan kewenangan

penuh kepada koperasi/KUD untuk menyalurkan pupuk, yang berarti peran

koperasi/KUD dalam penyaluran pupuk kini menurun.

Perubahan kebijakan ini memiliki konsekuensi dalam jangka pendek

mengganggu sistem distribusi pupuk yang selanjutnya mengganggu ketersediaan

pupuk bagi para petani. Kekurangan ketersediaan pupuk akan mengganggu

produksi gabah petani. Kekurangan ketersediaan pupuk dan penurunan produksi

Page 15: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

8

gabah merupakan dua aspek yang saling mengikat. Karena itu kekurangan pupuk

sudah tentu mengancam produksi petani, dan selanjutnya kekurangan beras

mengancam ketahanan pangan yang akan berlanjut pada akibat kerawanan

sosial. Penurunan kuantitas produksi petani berarti juga penurunan pendapatan

mereka dan menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani menurun. Secara

nasional, penurunan produksi beras di satu sisi dan peningkatan permintaan beras

di sisi lain akan membuka kran impor. Dalam jangka pendek impor beras berguna

mengatasi kekurangan persediaan dalam negeri, tetapi dalam jangka panjang

menguras sumberdaya domestik (menguras devisa) dan melemahkan stabilitas

nasional.

Konsekuensi perubahan kebijakan yang mengganggu sistem distribusi

pupuk akan terlihat pada ketidaklancaran distribusi pupuk itu sendiri. Pemberian

kebebasan kepada berbagai pihak untuk menyalurkan pupuk di satu sisi

sementara di sisi lain pupuk sendiri merupakan “input/barang publik”, akan

merugikan individu masyarakat (petani) yang menggunakannya secara enam

tepat. Hal ini muncul disebabkan karena terjadi monopoli dan tindakan-tindakan

lainnya untuk mengambil keuntungan sendiri dan merugikan para pelaku lain. Hal

ini nyata dan telah dirasakan oleh petani yang kesulitan mendapat pupuk dengan

harga di atas HET. Di sisi lain koperasi/KUD yang terkena dampak kebijakan

tersebut telah menghadapi kondisi beroperasi di bawah kapasitas terpasang (idle

capacity). Indikasi idle capacity koperasi juga terlihat pada penurunan jumlah

koperasi yang berfungsi melayani kegiatan pengadaan pangan.

Keseluruhan konsekuensi ini menunjukkan bahwa perubahan suatu

kebijakan dapat menguntungkan sebagian pelaku tetapi juga merugikan pelaku

lain. Just et al (1982) mengatakan intervensi pemerintah ke pasar melalui suatu

kebijakan yang bertujuan membantu salah satu pelaku (produsen atau konsumen)

tidak selamanya membuat pasar menjadi seimbang (menguntungkan kedua

pihak). Ketidakseimbangan pasar ini muncul sebagai akibat perubahan perilaku

setiap pelaku dalam merespon perubahan yang terjadi di pasar. Perubahan

perilaku para pelaku pasar terlihat dari berubahnya keputusan-keputusan mereka

dan teridentifikasi dalam aspek-aspek seperti terjadi excess demand dan shortage

supply atau sebaliknya, harga pasar yang meningkat atau menurun, serta

Page 16: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

9

peningkatan atau penurunan fungsi kedua pelaku beserta lembaga yang

membawahinya.

Selalu terdapat konsekuensi dari intervensi pemerintah ke pasar melalui

kebijakan yang diambil, tetapi yang terpenting adalah tujuan yang hendak dicapai.

Jika tujuannya adalah peningkatan produksi untuk menjaga stabilitas ketersediaan

pangan dalam negeri, maka pemerintah harus menyediakan anggaran/biaya untuk

mengkompensasi konsekuensi yang timbul akibat perubahan kebijakan yang

diambil itu. Anggaran/biaya dimaksud disebut sebagai biaya pengadaan produksi

pangan. Kompensasi ini memiliki arti ada resiko yang harus dibayar sebagai

akibat kesalahan pengambilan kebijakan. Dengan demikian, jika kebijakan

distribusi pupuk yang diambil teridentifikasi sangat kuat mengancam produksi

petani (karena petani sebagai pelaku utama supply side) maka secara substansial

kebijakan tersebut tidak layak.

Mempelajari perilaku para pelaku pasar yakni koperasi/KUD dan non-

koperasi (swasta) dalam distribusi pupuk, akan diketahui keputusan-keputusan

yang mereka ambil. Dapat juga diketahui seberapa besar penawaran dan

permintaan pupuk pada masing-masing pihak, apakah terjadi excess demand dan

excess supply pupuk, dan seberapa besar harga pupuk di pasar berada di atas

HET. Apakah penyaluran pupuk oleh masing-masing pelaku sampai ke tangan

petani sesuai prinsip enam tepat? Juga dapat dibandingkan pelaku mana yang

menyalurkan pupuk sesuai tujuan kebijakan distribusi pupuk.

Ketimpangan peran koperasi akibat idle capacity yang dialami berpeluang

mengganggu pencapaian ketahanan pangan. Hal ini disebabkan karena : (1)

koperasi berperan dalam pembinaan produksi gabah petani (secara tidak

langsung melalui penyaluran pupuk), (2) koperasi melakukan pengadaan dan

pengolahan gabah/beras petani, dan (3) koperasi menyalurkan beras kepada

konsumen. Mengenai pembinaan produksi, koperasi membawahi sekian banyak

petani sehingga penyaluran pupuk yang tepat akan memberikan jaminan bagi

produksi petani. Dalam pengadaan dan pengolahan gabah/beras, sering terjadi

surplus produksi disaat panen raya yang menyebabkan harga gabah jatuh, dan

kualitas gabah rendah seiring musim penghujan di saat panen.

Untuk menjamin nilai tukar petani, mengatasi penurunan kualitas

gabah/beras, dan menjamin bahwa surplus gabah tersebut aman untuk tersedia

Page 17: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

10

dengan kualitas dan kuantitas yang dikehendaki bagi ketahanan pangan, koperasi

hadir dengan perannya. Koperasi telah mengembangkan model bank padi,

lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi yang berfungsi mengatasi

kesulitan-kesulitan petani memasuki mekanisme pasar dan menjamin pengadaan

gabah/beras bagi ketahanan pangan.

Jika model ini disandingkan dengan distribusi beras kepada konsumen,

kemungkinan akan dicapai jalur distribusi yang mantap dan menjamin beras

tersedia dengan kualitas, kuantitas, dan harga terjangkau bagi masyarakat. Ini

adalah model yang kontradiktif dengan model mekanisme pasar. Mekanisme

pasar dalam beberapa hal mungkin unggul tetapi ia sangat dekat dengan prinsip

“profit maximization” dan mengabaikan “fungsi-fungsi sosial”. Beras merupakan

komoditi strategis bagi ketahanan nasional dan juga sebagai komoditi publik

dimana jika dilepaskan ke dalam mekanisme pasar maka akibat yang merugikan

masyarakat luas akan segera muncul. Akibat tersebut antara lain harga tinggi,

suplai menjadi langka, dan akses masyarakat luas untuk menikmatinya akan

terbatas.

Mengkaji dan menganalisis model mana yang terbaik bagi tujuan

ketahanan pangan nasional sangatlah diperlukan. Mengutamakan sumberdaya

dalam negeri adalah prioritas utama, dan bukanlah mencari alternatif untuk

bergantung seluruhnya pada kekuatan impor. Betapapun kuatnya kita mengimpor

untuk ketahanan pangan akan sangat beresiko jika pasar pangan dunia

mengalami goncangan. Pasar pangan dunia layaknya juga seperti pasar pangan

dalam negeri yang sewaktu-waktu mengalami goncangan. Karena itu adalah

bijaksana jika ketahanan itu dibangun berdasarkan kekuatan dalam negeri.

Dengan membangun sebuah model yang menjelaskan fenomena di atas dan

menganalisisnya secara kuantitatif akan terlihat sebesar apa koperasi berperan

dalam pengadaan pangan khususnya gabah/beras.

Gambar 1 di bawah ini disajikan skema kerangka berpikir sebagaimana

penjelasan di atas.

Page 18: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

11

!"#$%"&'$(%!"#$%$!!$$$!&!$'(!

)*+,%$!)*%--.%,!).)./!)*+'%,-(-./(01%*#"!

2345678,9494:;,,

)*+,%$!)*%--.%,!).)./!)*+'%,/(01%*#"!2345678,9494:;,

/(-#'<1-,,

)*+'%,-(-./(01%*#"!/(-#'<1-,,

)*+'%,/(01%*#",

0%(!'#1-,0'0'/!"#$%$!!$!&!$$$(!

)*%-*0*1!-(-./(01%*#"! )*%-*0*1!/(01%*#",

)123./4$!-,5,6!)*+,%$!!)*+'%,-(-./(01%*#"!2345678,=7>78;,

,

)123./4$!-,5,6!)*+,%$!!)*+'%,/(01%*#"!2345678,=7>78;,

-,5,6!3,%!5*1,4!!

-(-./(01%*#"!2345678,=7>78,,?7 ,>!"7#;,

,

-,5,6!3,%!5*1,4!!/,(,0,1,%,*,#,"!

2345678,=7>78,?7 ,>!"7#;,478797!:!;78<9=79!/>?> !7=779!"!!• 579#! $7%<&! ?' !'9=! $79=79&!(>9)87!$>9=*?7+79!$7%<&!%??,!

• .9<)! 4< $79! )<9-7 &! 47$8*)79&!/*$>87(<!)>8#7<),!

• 3<97(! /*$>87(<&! )> %7&! $9()79(<!)>8#7<),!

/*+,6,%,%!),%-,%!!"4+2/!5*1,4!%,4$2%,#(!"!

0%(!'/#",!(<1#$"/,,,,$,,,,"<0(%,!

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Keterkaitan Distribusi Pupuk, Produksi Gabah dan Distribusi Beras untuk Ketahanan Pangan.

/1&")*/*-,0'0'/!

/1&")*/*-,&1%*#!

-,5,6!3,%!5*1,4!!&,',+,(,%!

2345678,=7>78,?7 ,>!"7#;,

,

Page 19: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

III. METODE KAJIAN

Berdasarkan bentuk permasalahan, ruang lingkup dan tujuan penelitian,

kajian ini akan menggunakan metode survei. Metode survei adalah suatu metode

yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat

penelitian dilakukan sehingga dapat diketahui kondisi variabel dalam suatu situasi

tertentu (Babie, 1973). Pengetahuan atas kondisi peubah yang telah ditentukan

tersebut akan bermanfaat untuk menjelaskan hubungan timbal-balik antar peubah,

membandingkannya dengan kondisi lain atau sebelumnya, dan untuk menilai

efektifitas suatu kebijakan atau program, di samping untuk menguji suatu hipotesis

(Ary, 1979).

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 7 propinsi yang merupakan daerah produsen

dan konsumen pangan, masing-masing adalah : Sumatera Utara, Sumatera Barat,

Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Penelitian

dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2005.

3.2. Metode Penarikan Contoh

Penarikan contoh (sample) kajian dilakukan dengan Purposive Sampling

Method. Berdasarkan propinsi yang telah ditetapkan, selanjutnya dipilih beberapa

kabupaten contoh yang dominan menyelenggarakan pengadaan pangan. Dari

kabupaten terpilih, dipilih beberapa KUD dan Non-Koperasi yang dominan

melakukan kegiatan distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras beserta para

petani yang terkait dengannya. Secara umum, pengambilan contoh direncanakan

sesuai data Tabel 1.

Responden penelitian ini adalah pengurus KUD, perusahaan swasta,

anggota KUD, dan petani non-anggota KUD. Data yang dikumpulkan terdiri dari

data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh dari para responden

melalui wawancara langsung dengan menggunakan Daftar Pertanyaan yang telah

disusun secara terstruktur. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari BPS

(pusat dan daerah), Dinas Koperasi tingkat propinsi dan kabupaten, lembaga/

Page 20: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

13

instansi penyalur pupuk, dan lembaga-lembaga di daerah yang telah

melaksanakan model-model pengadaan pangan.

Untuk memperoleh hasil analisis yang baik, penelitian ini akan

menggunakan gabungan data (pool data) yakni data cross-section dan data time-

series. Data cross-section mengukur sebuah variabel pada suatu waktu tertentu

untuk fakta-fakta atau identitas yang memang berbeda. Sedangkan data time-

series atau data deret waktu mengukur sebuah variabel tertentu selama beberapa

periode waktu berturut-turut (Intriligator et al, 1996). Penggunaan pool data ini

mutlak diperlukan mengingat aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini

mengandung perbedaan antar pelaku (sesuai lokasi) dan perbedaan antar waktu

terkait ketahanan pangan dan peran koperasi di waktu lalu, kini, dan waktu yang

akan datang.

Tabel 1. Sebaran Sampel dan Responden Penelitian

Sampel Sumut Sumbar Jabar Jatim Jateng Bali NTB

Kop/KUD 6 6 6 6 6 6 6

Anggota* 30 30 30 30 30 30 30

Non Anggota** 30 30 30 30 30 30 30

Swasta*** 6 6 6 6 6 6 6

Dinas Propvinsi

1 1 1 1 1 1 1

Dinas Kabupaten

2 2 2 2 2 2 2

Keterangan : * Anggota adalah para petani anggota koperasi/KUD. ** Non anggota adalah para petani bukan anggota koperasi tetapi masih berada di wilayah tersebut. *** Swasta adalah penyalur pupuk di Lini IV.

Page 21: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

14

3.3. Model dan Metode Analisis Data

3.3.1. Spesifikasi dan Perumusan Model

Spesifikasi atau perumusan model dalam penelitian ini didasarkan pada

peranan koperasi di dalam ketahanan pangan. Untuk menunjang menciptakan

ketahanan pangan khususnya dalam penyediaan beras yang adalah bahan

pangan pokok, koperasi memiliki sejumlah peran yakni mendorong dan

meningkatkan produksi gabah petani, mengolah dan menyediakan gabah/beras

yang menjamin persediaan Dalam Negeri, dan menyediakan sarana produksi

terutama pupuk guna penyelenggaraan produksi gabah petani.

Fenomena yang terjadi dan kini dihadapi adalah adanya perubahan

kebijakan penyaluran pupuk dan pengadaan beras. Perubahan ini akan merubah

fungsi dan peran para pelaku yang terlibat di dalamnya. Para pelaku disini adalah

pihak swasta dan koperas/KUD yang mendistribusikan pupuk kepada petani dan

pengadaan gabah/beras untuk menjamin persediaan dalam negeri. Masing-

masing pelaku memiliki fungsi dan peran melayani unit-unit individu tertentu

dimana semua fungsi dan peran mereka bertujuan menciptakan ketahanan

pangan nasional.

Dengan memformulasi struktur kegiatan masing-masing pelaku akan

memberikan penjelasan konprehensif sejauh mana masing-masing pelaku

berperan dengan baik menjalankan fungsi mereka. Setelah melakukan analisis

data akan diketahui sejauh mana koperasi berperan di dalam pengadaan pangan

khususnya gabah/beras yakni : (1) perannya di dalam distribusi pupuk ke tangan

petani yang kemudian meningkatkan produksi gabah, (2) peran di dalam

pengadaan stok beras nasional, (3) peran meningkatkan income dan

pengembangan bisnis petani serta peran sosial lainnya. Hasil analisis secara

menyeluruh digunakan sebagai dasar evaluasi apakah penetapan kebijakan

penyaluran pupuk dan pengadaan beras memberikan hasil maksimal sesuai

tujuan penetapannya. Struktur kegiatan masing-masing pelaku sesuai kebijakan

distribusi pupuk dan beras dimodel dalam sebuah model ekonometrika sistem

persamaan simultan. Pada Gambar 2 ditunjukkan kerangka analisis dari model

yang dibangun dan keluaran yang dihasilkan.

Page 22: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

15

Masalah

1. Reposisi peran koperasi dalam ketahanan pangan. 2. Efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan beras

akibat perubahan kebijakan pemerintah terhadap kedua komoditi tersebut.

!" Pengembangan model-model pengadaan dan pengolahan gabah/beras oleh koperasi untuk tujuan ketahanan pangan.#

Model Pendekatan

Model ekonometrika sistem persamaan simultan!!

Spesifikasi/Perumusan Model

1. Penawaran/permintaan pupuk oleh produsen, non-koperasi, koperasi, dan petani.

2. Produksi gabah petani. 3. Pengadaan gabah/beras oleh koperasi. 4. Model koperasi dan jaringan kelembagaan.

Identifikasi : Overidenfied: Metode Pendugaan : 2 SLS

Evaluasi dan Validasi Model

S I M U L A S I

H a s i l

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran koperasi dalam distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras.

2. Efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras sesuai perubahan kebijakan pemerintah dimaksud.

3. Besaran dampak kebijakan yang diambil terhadap pengadaan gabah/ beras di dalam negeri dan daya dukung koperasi dalam menunjang ketahanan pangan.

4. Model koperasi ketahanan pangan. #

Gambar 2. Kerangka Analisis Model.

Page 23: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

16

Model untuk mempelajari distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras

oleh koperasi dan non koperasi dibagi dalam beberapa kelompok persamaan

antara lain : (1) persamaan-persamaan penawaran pupuk Lini II sampai Lini IV, (2)

persamaan harga dan permintaan pupuk di tingkat petani, (3) persamaan produksi

gabah, jumlah penjualan dan pendapatan petani, (4) persamaan harga dan

pembelian gabah, dan penawaran beras oleh Non-Koperasi dan Koperasi, dan (5)

persamaan koperasi dan jaringan kelembagaan. Penjelasan tentang kelompok-

kelompok persamaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

1. Persamaan Penawaran Pupuk dari Lini II sampai Lini IV

Persamaan penawaran pupuk Lini II sampai Lini IV seperti terlihat pada

lampiran menjelaskan tentang perilaku penawaran pupuk pada masing-masing lini

tersebut. Persamaan-persamaan ini menjelaskan faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi perilaku penawaran pupuk para pelaku pada masing-masing lini,

dan faktor-faktor mana yang sesuai hasil analisis nanti potensial mendorong

peningkatan penawaran pupuk oleh setiap pelaku. Apakah penawaran pupuk

dilakukan sesuai tujuan kebijakan yang diberikan pemerintah ataukah lebih berat

kepada tujuan meraih keuntungan sesuai mekanisme pasar yang ada. Dengan

persamaan-persamaan ini kita juga akan mengetahui perilaku membuat

kecurangan dari para pelaku dalam penyaluran pupuk hingga ke petani, dan

karena itu pada kelompok persamaan kedua akan terlihat dampaknya terhadap

jumlah penggunaan pupuk oleh para petani.

2. Persamaan Harga dan Permintaan Pupuk di Tingkat Petani

Kelompok persamaan ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku harga pupuk di tingkat petani dan jumlah penggunaan pupuk oleh petani.

Petani disini dikelompokkan atas petani non-koperasi dan petani anggota

koperasi. Fluktuasi harga pupuk di tingkat petani dapat disebabkan akibat adanya

excess demand dan excess supply pupuk. Harga pupuk yang meningkat dapat

menyebabkan penggunaan pupuk oleh petani mungkin menurun yang selanjutnya

berdampak pada produksi gabah petani (kelompok persamaan bagian ketiga).

Jumlah pupuk yang digunakan petani secara teori dan empiris dipengaruhi

oleh luas sawah mereka, harga pupuk di tingkat petani, jumlah permintaan kredit,

Page 24: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

17

jumlah penawaran pupuk oleh pengecer, dan kemudahan-kemudahan atau

keterikatan yang disediakan oleh lembaga koperasi dan non-koperasi yang ada.

Perilaku para petani dalam penggunaan pupuk disini akan menjelaskan realitas

penyaluran pupuk hingga ke tingkat petani.

3. Persamaan Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani

Jumlah gabah yang dihasilkan para petani, jumlah yang dijual, dan tingkat

pendapatan mereka dapat dijelaskan dalam bagian kelompok persamaan ini. Para

petani merupakan sasaran akhir dari penyaluran pupuk, dan jumlah pupuk yang

digunakan mereka akan mempengaruhi jumlah gabah yang dihasilkan.

Selanjutnya, dalam rangka menghasilkan income yang tinggi petani menjual

gabah mereka kepada lembaga pembeli yang menawarkan harga gabah lebih

tinggi. Selain itu, keputusan petani dalam menentukan tempat penjualan

gabahnya juga dipengaruhi oleh kemudahan dan peluang-peluang yang

disediakan lembaga-lembaga koperasi, non-koperasi, dan Bulog/Dolog di wilayah

setempat. Secara implicit, hal ini menunjukkan peran lembaga-lembaga tersebut

dalam menunjang dan meningkatkan income petani.

4. Persamaan Harga dan Pembelian Gabah, dan Produksi Beras oleh Koperasi

Kelompok persamaan ini menjelaskan harga gabah yang terbentuk di pasar

dimana faktor yang mempengaruhinya secara teoritis dipengaruhi excess yang

terjadi antara penawaran dan permintaan, dan berdasarkan patokan harga gabah

yang ditetapkan pemerintah. Pembelian gabah ditelusuri pada lembaga Koperasi,

dan dianalisis dari sisi produksi dan sisi persaingan pasar. Secara alami analisis

sisi produksi menjelaskan faktor-faktor yang seharusnya berpengaruh terhadap

keputusan pembelian gabah tersebut.

5. Persamaan Koperasi dan Jaringan Kelembagaan

Kelompok persamaan ini secara khusus menjelaskan kondisi internal

koperasi yang menangani distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras.

Persamaan disini menjelaskan kinerja koperasi dalam pengadaan gabah/beras,

produktivitas yang diwujudkan, dan hubungan dengan lembaga lain dalam

pengadaan gabah/beras. Secara umum kelompok persamaan ini tidak terlepas

dari model secara keseluruhan.

Page 25: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

18

3.3. 2. Identifikasi dan Pendugaan Model

Dalam formulasi model, identifikasi menjadi persoalan penting. Apabila

model tidak teridentifikasi maka parameter-parameternya tidak bisa diestimasi.

Suatu model dikatakan identified jika dinyatakan dalam bentuk statistik unik, yang

menghasilkan estimasi parameter yang unik. Menurut Koutsoyianis (1977)

terdapat dua dalil pengujian identifikasi yaitu order condition dan rank condition

yang diterapkan pada bentuk struktural model.

Dalil order condition menyatakan bahwa suatu persamaan dikatakan

identified bila jumlah seluruh variabel (predetermined dan endogen) yang tidak

terdapat dalam persamaan tersebut tetapi terdapat dalam persamaan lain harus

sama banyaknya dengan jumlah seluruh variabel endogen dalam model dikurangi

satu. Sedangkan rank condition menyatakan bahwa suatu sistem yang terdiri dari

G persamaan, suatu persamaan disebut identified jika dan hanya jika memiliki

satu determinan yang tidak sama dengan nol yang berdimensi (G - 1) dari

koefisien-koefisien variabel yang dimasukkan dalam persamaan tersebut tetapi

terkandung dalam persamaan lain dalam model. Order condition diekspresikan

sebagai berikut :

(K - M ) ≥ (G – 1)

dimana :

G = Jumlah peubah endogen dalam model

K = Total peubah dalam model (peubah endogen dan eksogen)

M = Jumlah peubah endogen dan eksogen yang dimasukan

dalam suatu persamaan.

Jika (K – M) = (G – 1) maka suatu persamaan dikatakan exactly identified,

(K – M) > (G – 1) dikatakan overidentified, dan (K – M) < (G – 1) dikatakan

underidentified. Order merupakan necessary condition tetapi not sufficient artinya

walaupun satu persamaan identified menurut oder condition, tetapi bisa saja

menjadi not-identified bila diuji dengan rank condition.

Setelah model diidentifikasi dengan menggunakan order condition,

diperoleh seluruh persamaan adalah “overidentified” sehingga metode pendugaan

yang dapat diterapkan adalah metode 2 SLS. Untuk menguji apakah peubah-

peubah penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap

Page 26: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

19

peubah endogen, maka pada masing-masing persamaan digunakan uji statistik F.

Untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas secara individual

berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masing-masing

persamaan digunakan uji statistik t.

3.3.3. Validasi Model

Untuk keperluan simulasi terlebih dahulu model divalidasi untuk

mengetahui apakah model sudah cukup baik atau belum. Untuk itu digunakan

kriteria statistik Root Mean Squares Error (RMSE), Root Mean Squares Percent

Error (RMSPE), U-Theil (Theil’s Inequality Coefficient) dan Koefisien Determinasi

(R2). Penggunaan kriteria statistik bertujuan untuk membandingkan nilai aktual

dengan nilai dugaan peubah endogen. Kriteria-kriteria statistik tersebut

dirumuskan sebagai berikut :

( )!=

−=!

"#$%

#&'#&

!"()*+ ; !

=

−=

""#

$%%&

'!"#

$

%#&

%#&'

#&!"()*,+

( )

( ) ( )!=

+!=

!=

−=

!

"#$%

#&!"!

"#$'

#&!"

!

"#$%

#&'#&

!"

-

dimana : s

tY = Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi

atY = Nilai aktual variabel observasi

n = Jumlah periode observasi.

Semakin kecil nilai RMSE, RMSPE dan U semakin baik modelnya. Nilai U

berkisar antara 0 dan 1, sedangkan nilai R2 yang baik adalah mendekati satu.

3.3.4. Simulasi Kebijakan dan Faktor Eksternal

Setelah melalui proses validasi dan model dinyatakan valid, maka

dilakukan simulasi terhadap variabel-variabel kebijakan seperti perubahan

kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras yang semula dominan ditangani

koperasi/KUD tetapi kini telah dilepas kepada mekanisme pasar. Juga simulasi

Page 27: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

20

terhadap variabel-variabel kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk dan

Harga Pembelian Gabah oleh pemerintah dimana keduanya merupakan variabel

signal pasar dan umum digunakan para pelaku pasar dalam operasionalisasi

keputusan-keputusan mereka.

Simulasi ketiga variabel kebijakan ini akan dilihat dampaknya terhadap

perubahan variabel-variabel keputusan di dalam model. Variabel-variabel utama

yang dilihat adalah keputusan menyalurkan pupuk baik oleh koperasi dan non-

koperasi, jumlah pupuk yang tersedia dan digunakan petani, produksi gabah dan

tingkat income petani, pembelian dan pengadaan gabah/beras oleh masing-

masing lembaga, dan variabel-variabel keputusan lainnya. Perubahan variabel-

variabel dimaksud akan selalu dibandingkan antara koperasi dan non-koperasi

untuk menguji efektifitas kebijakan dimaksud, dan semuanya akan menjelaskan

peranan masing-masing lembaga di dalam ketahanan pangan khususnya

pengadaan beras.

Selain terhadap variabel kebijakan di atas, simulasi juga dilakukan terhadap

faktor-faktor eksternal (variabel-variabel non-kebijakan) untuk mengetahui dampak

yang ditimbulkan bagi variabel-variabel keputusan yang dianalisis. Hasil-hasil

simulasi ini selain menjelaskan peranan lembaga koperasi dan non-koperasi, juga

sekaligus digunakan sebagai dasar membentuk model ketahanan pangan.

3.4. Definisi Variabel Operasional

1. Penawaran pupuk masing-masing Lini II sampai Lini IV adalah jumlah pupuk

yang ditawarkan oleh masing-masing pelakunya ke pasar. Khusus pada Lini

IV, penawaran ini terbagi atas dua yaitu penawaran oleh koperasi dan non-

koperasi. Penawaran pupuk diukur dalam satuan ton.

2. Permintaan pupuk masing-masing Lini II sampai Lini IV dan oleh petani

adalah jumlah pupuk yang diminta oleh masing-masing pelaku. Khusus pada

Lini IV, permintaan pupuk terbagi atas dua bagian yaitu permintaan oleh

koperasi dan non-koperasi. Mengikuti permintaan pupuk di Lini IV,

permintaan pupuk pada tingkat petani juga terbagi atas dua bagian yaitu

permintaan pupuk oleh petani sebagai anggota koperasi dan permintaan

pupuk oleh petani yang bukan anggota koperasi (petani non-koperasi).

Permintaan pupuk diukur dalam satuan ton dan kilogram.

Page 28: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

21

3. Produksi gabah terdiri atas gabah petani anggota koperasi dan gabah petani

non-koperasi adalah jumlah gabah yang dihasilkan masing-masing petani

selama satu periode panen, diukur dalam satuan ton atau kilogram.

4. Total produksi gabah petani adalah penjumlahan dari gabah petani anggota

koperasi dan gabah petani non-koperasi, diukur dalam satuan ton atau

kilogram.

5. Jumlah gabah yang dijual oleh petani anggota koperasi dan petani non-

koperasi adalah bagian dari produksi gabah yang dapat mereka jual. Tidak

semua gabah yang dihasilkan petani dijual untuk mendapatkan uang tetapi

sebagian dikonsumsi sendiri oleh keluarganya. Jumlah penjualan gabah

diukur dalam satuan ton atau kilogram.

6. Pendapatan petani anggota koperasi dan petani non-koperasi adalah

pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi yakni dari hasil penjualan

gabah mereka, diukur dalam satuan rupiah.

7. Jumlah gabah yang dibeli koperasi, non-koperasi, Bulog/Dolog, dan

Pemerintah Daerah setempat adalah jumlah gabah yang dibeli masing-

masing lembaga dalam satu musim panen atau satu tahun, diukur dalam

satuan ton.

8. Total pembelian gabah adalah penjumlahan dari pembelian gabah masing-

masing lembaga, diukur dalam satuan ton.

9. Kontribusi pembelian gabah adalah kontribusi masing-masing lembaga

dalam pembelian gabah per musim panen atau per tahun, diukur dalam

satuan persen.

10. Jumlah gabah masing-masing lembaga adalah total jumlah gabah yang

dimiliki masing-masing lembaga per musim panen atau per tahun, terdiri atas

gabah yang baru dibeli dan stok gabah yang telah ada, diukur dalam satuan

ton.

11. Total penawaran gabah (mewakili propinsi) adalah total jumah gabah yang

ditawarkan per musim panen atau per tahun dan merupakan penjumlahan

dari jumlah gabah masing-masing lembaga, diukur dalam satuan ton.

12. Penawaran beras masing-masing lembaga adalah jumlah beras yang

diproduksi dan ditawarkan masing-masing lembaga per musim panen atau

per tahun, diukur dalam satuan ton.

Page 29: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

22

13. Total penawaran beras (mewakili propinsi) adalah total jumlah beras yang

ditawarkan per musim panen atau per tahun dan merupakan penjumlahan

dari jumlah beras masing-masing lembaga, diukur dalam satuan ton.

14. Total modal koperasi adalah total jumlah modal yang dimiliki koperasi dalam

satu tahun, merupakan penjumlahan dari modal sendiri anggota koperasi dan

modal luar. Modal sendiri anggota koperasi adalah bagian modal koperasi

yang berasal dari modal anggota, sedangkan modal luar koperasi adalah

bagian modal yang diperoleh dari luar koperasi. Ketiganya diukur dalam

satuan rupiah.

15. Aset koperasi adalah total nilai aset koperasi per tahun, diukur dalam satuan

rupiah.

16. Kapasitas produksi beras koperasi adalah kemampuan menghasilkan beras

per musim panen atau per tahun berdasarkan kapasitas sarana dan

prasarana yang dimiliki koperasi, diukur dalam satuan ton atau kwintal.

17. Produksi beras koperasi adalah jumlah beras yang diproduksi per musim

panen atau per tahun, diukur dalam satuan ton atau kwintal.

18. Volume usaha koperasi (volume) adalah total nilai hasil usaha koperasi per

tahun, diukur dalam satuan rupiah.

19. SHU adalah nilai sisa hasil usaha koperasi per tahun, diukur dalam satuan

rupiah.

20. Bagian sisa hasil usaha anggota koperasi adalah bagian SHU yang diterima

masing-masing anggota dihitung secara rata-rata, diukur dalam satuan

rupiah.

21. Produktivitas koperasi adalah angka atau indeks yang mengukur

produktivitas anggota, asset, modal, dan SHU. Formulanya adalah volume

usaha dibagi satuan variabel yang bersangkutan.

Page 30: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

IV. GAMBARAN UMUM DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS

4.1. Arti Penting Pupuk dan Beras Bagi Petani, Pemerintah dan Ketahanan Pangan

Pupuk dan beras adalah dua komoditi pokok dalam sistem ketahanan

pangan nasional. Pupuk sebagai bahan kimia atau organisme berperan dalam

penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak

langsung. Melalui pupuk tanaman pangan menghasilkan produksi pangan. Pupuk

digunakan petani untuk meningkatkan produksi gabah mereka. Kekurangan

penggunaan pupuk mengakibatkan produksi gabah petani menurun. Dengan

demikian kebutuhan akan pupuk adalah hal yang utama bagi petani dalam

peningkatan produksi gabah mereka.

Gabah petani menghasilkan beras yang dikonsumsi sebagai pangan pokok.

Dalam sistem ketahanan pangan nasional, beras memiliki peran penting meskipun

bukan lagi merupakan bahan pangan satu-satunya sumber karbohidrat. Beras

merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sejak

turun temurun. Budidaya tanaman padi penghasil beras telah menyatu dengan

kehidupan masyarakat tani Indonesia. Karena itu komoditi beras memiliki peran

ganda terutama bagi petani sebagai sumber pangan dan lapangan usaha maupun

bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan sebagai bahan pangan pokok

dalam sistem ketahanan pangan nasional.

Pemerintah memandang ketahanan pangan sebagai hal yang sangat

penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia

Indonesia berkualitas, mandiri, dan sejahtera. Untuk mencapai ketahanan pangan

tersebut perlu diwujudkan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu,

bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan

terjangkau oleh daya beli masyarakat. Beras merupakan salah satu bahan pangan

pokok penting di dalam sistem ketahanan pangan sehingga dalam rangka

mewujudkan ketahanan pangan, pemerintah merasa penting untuk mengatur

produksi dan pengadaan beras agar tersedia bagi masyarakat.

Page 31: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

24

4.2. Subsidi Pupuk

Beras terkait dengan pupuk dan keduanya menyatu dengan petani.

Ketiganya merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan. Pupuk

sebagaimana fungsinya dapat memacu peningkatan produksi tanaman pangan.

Karena itu pupuk merupakan komoditi yang memiliki peran strategis dalam

mendukung sektor pertanian dan dalam upaya meningkatkan produksi gabah dan

beras petani. Untuk mewujudkan ketahanan pangan pemerintah merasa perlu

mendorong peningkatan produksi gabah dan beras di sektor pertanian.

Pupuk telah menjadi kebutuhan pokok bagi petani dalam produksi

gabahnya. Tetapi penggunaan pupuk memerlukan biaya dan biaya tersebut

merupakan beban bagi petani dalam proses produksi. Karena itu pada satu sisi

pemerintah bermaksud membantu beban biaya pupuk petani dan mendorong

peningkatan produksi gabah mereka. Sementara pada sisi lain pemerintah

menganggap pupuk memiliki peran sangat penting didalam peningkatan

produktivitas dan produksi komoditas pertanian untuk mewujudkan Program

Ketahanan Pangan Nasional. Dengan demikian pemerintah merasa perlu

mesubsidi pupuk.

Subsidi pupuk sekarang ini diberikan pemerintah melalui subsidi harga gas

kepada industri pupuk. Subsidi harga gas kepada industri pupuk tersebut

merupakan upaya pemerintah untuk menjamin ketersediaan pupuk bagi petani

dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah yaitu Harga Eceran Tertinggi

(HET). Sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor 106/Kpts/SR.130/2/2004

tentang kebutuhan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian dan Nomor

64/Kpts/SR.130/3/2005 tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi pupuk

bersubsidi untuk sektor pertanian, pupuk bersubsidi adalah pupuk yang

pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi

(HET) di tingkat pengecer resmi.

Jenis-jenis pupuk yang disubsidi sesuai Kepmen tersebut adalah pupuk

Urea, SP-36, ZA dan NPK dengan komposisi 15 : 15 : 15 dan diberi label “Pupuk

Bersubsidi Pemerintah.” Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan

pemerintah adalah : Pupuk Urea Rp. 1.050,- per kg; Pupuk ZA Rp. 950,- per kg;

Pupuk SP-36 Rp. 1.400,- per kg; dan Pupuk NPK 1.600,- per kg. Jenis pupuk

bersubsidi ini disediakan untuk pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura,

Page 32: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

25

Perkebunan dan atau Hijauan Makanan Ternak. Perkebunan yang dimaksudkan

disini adalah usaha milik sendiri atau bukan, dengan luasan tidak melebihi 25

hektar dan tidak membutuhkan izin usaha perkebunan. Pupuk bersubsidi bukan

diperuntukan bagi perusahaan perkebunan, perusahaan tanaman pangan,

perusahaan hortikultura dan perusahaan peternakan.

Kebutuhan pupuk yang akan disubsidi dihitung berdasarkan usulan

kebutuhan pupuk dari seluruh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan di

Propinsi dengan mempertimbangkan alokasi anggaran subsidi pupuk masing-

masing tahun. Karena itu jumlah pupuk yang disubsidi menurut propinsi dan dirinci

per kabupaten adalah tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri Pertanian

tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi sektor pertanian

pada masing-masing tahun.

4.3. Pengaturan Distribusi Pupuk

Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan produksi komoditi pertanian

untuk mewujudkan program ketahanan pangan nasional, pemerintah merasa perlu

untuk menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi saat dibutuhkan petani.

Penjaminan pemerintah ini memenuhi prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis,

jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu. Beberapa kebijakan pemerintah dalam

penyaluran pupuk antara lain Keputusan Menteri Perindustrian dan Pedagangan

Nomor : 378/MPP/KEP/8/1998 memberikan kewenangan penuh kepada

koperasi/KUD menyalurkan pupuk hingga ke petani. Bagan penyaluran pupuk

sesuai kebijakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Selanjutnya pada tahun 2004 pemerintah telah merubah kebijakan

sebelumnya dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor :

356/MPP/KEP/5/2004. Kebijakan baru ini memberikan peluang lebih besar kepada

pengusaha non-koperasi yang berprinsip profit oriented untuk menjadi pelaku tata

niaga pupuk. Bagan penyaluran pupuk sesuai kebijakan baru ini dapat dilihat pada

Gambar 4.

Page 33: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

26

PT. PUPUK KUJANG

PT. PUPUK KALTIM

PT.PUSRI PT. PETROKIMIA

PT. ISKANDAR MUDA

KUD PENYALUR

KUD PENGECER

PETANI

KOORDINATOR PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI

PT. PUSRI

TANGGUNG JAWAB DARI LINI I S/D LINI III

TANGGUNG JAWAB DARI LINI III S/D LINI IV

TANGGUNG JAWAB DARI LINI IV S/D PETANI

Gambar 3. Struktur Penyaluran Pupuk Berdasarkan SK Menteri Perindag Nomor : 378/MPP/KEP/8/1988

5 produsen dengan wilayah tanggung jawab masing-masing

PRODUSEN PUPUK

DISTRIBUTOR

PENGECER

PETANI

• UREA • ZA • SP-36 • NPK

TANGGUNG JAWAB S/D LINI III

TANGGUNG JAWAB LINI III S/D LINI IV

TANGGUNG JAWAB LINI IV S/D PETANI

Gambar 4. Struktur Penyaluran Pupuk Berdasarkan SK Menteri Perindag Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004

Page 34: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

27

4.4. Pengaturan Pengadaan Pangan/Beras

Pemerintah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan telah

menetapkan beberapa kebijakan perberasan. Kebijakan pemerintah sesuai Inpres

Nomor 2 Tahun 1997 tentang penetapan harga dasar gabah menugaskan

koperasi dalam pembelian gabah petani. KUD ditugaskan membeli gabah petani

sesuai Harga Dasar Gabah yang ditetapkan pemerintah. Juga KUD dapat menjual

beras kepada BULOG sesuai Harga Pembelian Beras yang ditetapkan

pemerintah. Sedangkan BULOG ditugaskan untuk membeli gabah dan beras dari

KUD dan Non-KUD (swasta) sesuai harga penetapan pemerintah. Selanjutnya

melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.017/2000, pemerintah

menyediakan kredit bagi ketahanan pangan. Koperasi sesuai tugasnya telah

menggunakan kredit tersebut untuk membeli gabah petani. Pada Gambar 5

berikut disajikan rantai tataniaga gabah dan beras yang terjadi di pasar sesuai

kebijakan di atas maupun sesuai kebijakan beras tahun-tahun sebelumnya

dimana koperasi/KUD ditugaskan secara utama dalam pengadaan pangan.

Selanjutnya di dalam Inpres Nomor 9 tahun 2001 dan Inpres Nomor 9

Tahun 2002 tentang penetapan kebijakan perberasan, tidak terdapat lagi harga

dasar gabah di tingkat petani dan KUD tidak lagi diberikan tugas dalam pembelian

gabah dan penjualan beras. Harga Dasar Pembelian Gabah dan Beras hanya

diberikan di tingkat gudang BULOG dan dilaksanakan oleh BULOG. Secara umum

sesuai kebijakan baru tersebut pengadaan pangan diserahkan kepada mekanisme

pasar.

4.5. Fakta-fakta Distribusi Pupuk

Beberapa fakta keberhasilan telah dicapai koperasi saat berlakunya

Keputusan Menteri Perindustrian dan Pedagangan Nomor: 378/MPP/KEP/8/1998

dimana koperasi/KUD diberikan kewenangan penuh untuk menyalurkan pupuk

hingga ke petani. Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2005 melaporkan bahwa

pada periode dimana kebijakan di atas berlaku, PT. PUSRI telah menunjuk 2.335

unit KUD sebagai penyalur dan pengecer pupuk kepada petani. Dalam

pelaksanaan kebijakan tersebut, penyaluran pupuk berjalan dengan lancar

sehingga kebutuhan pupuk petani terlayani dengan baik tanpa ada kelangkaan

pupuk ataupun harga pupuk yang tinggi.

Page 35: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

28

Setelah diberlakukannya Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004 dimana penyaluran pupuk

diserahkan kepada mekanisme pasar, muncul beberapa permasalahan.

Kelangkaan pupuk terjadi terutama di daerah sentra produksi beras pada bulan

Mei, Juni, Nopember dan Desember 2004. Harga pupuk di tingkat petani berada di

atas HET (di Jawa Tengah) yakni antara Rp. 1.450 – Rp. 1.600, per kilogram.

Munculnya keluhan petani dari beberapa daerah bahwa ada beberapa distributor

Tingkat Propinsi Kabupaten Kota Besar

Tingkat Desa Kecamatan

Tingkat Propinsi

IMPOR

Lumbung Desa P E T A N I

Pedagang Kecil

Penebas & Pengijon

Buruh Pe- manen/

Penderep

KUD Penggilingan Penyimpanan

Penggilingan Kecil

Penggilingan Besar

Gudang DOLOG

Pedagang Besar

Satuan Tugas

KUD MODEL

K O N S U M E N

Pengecer

Gambar 5. Rantai Tataniaga Gabah dan Beras oleh Sektor Pemerintah, Koperasi dan Swasta Menurut Mears dan Ellis, 1992.

Keterangan : Gabah Sektor Pemerintah Sektor Swasta Beras Sektor Koperasi

Page 36: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

29

yang berkedudukan di luar kabupaten yang menjadi wilayah tanggung jawabnya.

Jumlah koperasi/KUD yang terlibat dalam penyaluran pupuk setelah kebijakan

baru tersebut menurut data sementara PT. PUSRI, PT. PETRO KIMIA GRESIK

dan PT. PUPUK KALTIM hanya tersisia 40 % atau 934 unit koperasi (Kementerian

Koperasi dan UKM, 2005).

Media Industri dan Perdagangan pada Maret 2006 menyebutkan bahwa

hampir setiap tahun khususnya menjelang musim tanam padi, Indonesia dilanda

isu kelangkaan pupuk di berbagai daerah. Isu kelangkaan pupuk yang hampir

terjadi secara berulang setiap menjelang musim tanam padi disebabkan oleh (1)

turunnya produksi pupuk akibat gangguan pasokan gas bumi dan adanya

gangguan teknis pabrik, (2) terjadinya peningkatan kebutuhan pupuk nasional

terutama di Pulau Jawa, (3) beberapa produsen dan distributor pupuk tidak

melaksanakan Keputusan Menperindag Nomor 70/MPP/Kep/2/2003 secara

penuh, (4) adanya disparitas harga pupuk urea antara pupuk bersubsidi untuk

petani dengan pupuk untuk perkebunan dan industri, dan (5) sejumlah pedagang

pengumpul menjual pupuk urea bersubsidi kepada pihak perusahaan swasta

besar (perkebunan atau industri) atau bahkan menyelundupkannya ke luar negeri.

Pada Propinsi Sumatera Barat, pengurus KUD dan KTNA Kabupaten/Kota

se-Sumatera Barat pada musim tanam 2005/2006 menyebutkan bahwa monopoli

penyaluran pupuk oleh pihak swasta begitu berat dan tertutup. Penyaluran pupuk

bersubsidi bahkan pupuk non-bersubsidi-pun dilakukan oleh para distributor yang

sama dan tidak transparan. Karena itu kondisi tersebut sulit diawasi. Keterlibatan

Pusat KUD Sumatera Barat sebagai salah satu distributor pupuk, hanya ditunjuk

untuk melayani KUD-KUD di tiga Rayonering yang telah ditentukan oleh PT.

PUSRI, yaitu Kabupaten 50 Kota/Payakumbuh, Kabupaten Tanah Datar/Padang

Panjang dan Kabupaten Dharmasyara. Sementara kios-kios KUD yang berada di

luar rayonering Pusat KUD Sumatera Barat tidak mendapatkan pelayanan. Kios-

kios KUD yang selama ini dipersiapkan dan terbukti berhasil dalam menunjang

program peningkatan pangan/swasembada, sekarang tidak difungsikan lagi.

Dengan tidak difungsikannya kios-kios KUD ini, petani/kelompok tani sangat sulit

untuk mendapatkan pupuk. Kelangkaan pupuk tersebut mendorong kenaikan

harga cukup tinggi. Harga pupuk urea di tingkat petani sesuai fakta di lapangan

Page 37: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

30

mencapai harga Rp. 70.000,-/zak. Sementara Harga Eceran Tertinggi (HET) yang

ditetapkan pemerintah hanya Rp. 52.500,-/zak.

Kasus penyaluran pupuk yang menyebabkan kelangkaan dan kenaikan

harga di Pulau Jawa relatif berbeda dengan daerah lain. Di Propinsi Jawa Barat

misalnya, kelangkaan pupuk dan kenaikan harga pupuk di atas HET juga terjadi.

Kariyasa dan Yusdja (2005) menyebutkan bahwa di Jawa Barat kelangkaan pupuk

dan kenaikan harga pupuk terjadi disebabkan oleh sistem distribusi pupuk yang

tidak efektif. Pengaturan sistem distribusi pupuk memiliki tujuan agar petani dapat

memperoleh pupuk dengan enam azas tepat yaitu tepat tempat, jenis, waktu,

jumlah, mutu, dan harga. Keberhasilan dalam implementasi dari sistem ini salah

satunya dapat dilihat dari adanya kesesuaian antara rencana penyaluran dan

realisasi.

Selama tahun 2005, rencana kebutuhan pupuk urea bersubsidi untuk

tanaman pangan di Jawa Barat sebesar 662 ribu ton. Rencana kebutuhan per

bulannya berkisar 5.000 – 8.000 ton. Rencana kebutuhan pupuk tertinggi terjadi

di Kabupaten Indramayu (65 ribu ton) dan terendah di Kabupaten Purwakarta

(13,6 ribu ton). Sampai dengan bulan Juni 2005, realisasi penyaluran pupuk urea

bersubsidi di Propinsi Jawa Barat sudah mencapai 55,74 persen dari rencana

penyaluran pupuk dalam setahun dan sudah sekitar 103,29 persen dari rencana

penyaluran sampai bulan Juni. Berarti, realisasi penyaluran pupuk secara

keseluruhan di Jawa Barat sudah mencapai 3,29 persen di atas rencana.

Kelebihan realisasi penyaluran pupuk masing-masing terjadi pada bulan

Januari, April, Mei dan Juni, yaitu dengan volume penyaluran berkisar 105,29 –

113,66 persen. Sementara realisasi penyaluran pupuk masih di bawah rencana

hanya terjadi pada bulan Pebruari dan Maret, yaitu dengan penyaluran

berkisar 85,21 – 92,56 persen. Realisasi penyaluran pupuk menurut kabupaten

menunjukkan bahwa pada beberapa kabupaten tertentu sudah terjadi penyaluran

pupuk di atas rencana, sebaliknya pada beberapa kabupaten lainnya masih di

bawah rencana. Sampai dengan bulan Juni, dari 16 kabupaten yang ada,

sebanyak 10 kabupaten (Bogor, Cirebon, Kuningan, Majalengka, Indramayu,

Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, dan Ciamis) realisasi penyaluran

pupuknya sudah di atas rencana penyaluran. Sementara realisasi penyaluran

Page 38: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

31

pupuk di Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, dan

Tasikmalaya masih di bawah rencana.

Realisasi penyaluran pupuk baik di atas maupun dibawah rencana akan

menyebabkan terjadi langka pasok dan lonjak harga baik antar musim maupun

antar daerah. Sebagai contoh, realisasi penyaluran pupuk di atas rencana pada

bulan-bulan tertentu akan menyebabkan kekurangan pasok dan lonjak harga pada

bulan-bulan lainnya, mengingat pupuk urea bersubsidi jumlahnya sudah

ditentukan sebelumnya. Demikian juga, realisasi penyaluran pupuk pada

beberapa kabupaten sudah di atas rencana menyebabkan terjadi langka pasok

dan lonjak harga pada kabupaten lainnya. Selain masalah pasokan atau jumlah

dan harga, enam azas tepat lainnya yang dapat dipastikan tidak dipenuhi dengan

adanya ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi penyaluran adalah tempat,

jenis dan waktu. Hanya aspek mutu saja yang diduga bisa terpenuhi.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kinerja penyaluran pupuk di lini IV

(pengecer atau kios resmi) selain sangat ditentukan oleh pengecer itu sendiri, juga

sangat ditentukan oleh kinerja dan pola pendistribusian yang dilakukan oleh

distributor pada lini III. Perilaku distributor dalam menyalurkan pupuk ke para

pengecernya sangat beragam. Keragaman ini sangat ditentukan oleh kedekatan

pengecer kepada distributor dan juga kebijakan intern dari masing-masing

distributor itu sendiri.

Jumlah permintaan pupuk yang dilakukan oleh pengecer kepada distributor

sebenarnya tidak berdasarkan kebutuhan yang pasti di tingkat petani. Jumlah

permintaan pupuk menurut musim lebih banyak ditentukan berdasarkan

pengalaman jumlah permintaan pada musim-musim tahun sebelumnya.

Berdasarkan pengalaman ini para pengecer melakukan pemesanan pupuk

kepada masing-masing distributornya yang dituangkan dalam bentuk delivery

order (DO). Melalui DO ini biasanya distributor mengambil pupuk ke gudang

produsen (PT. Kujang dan PT. Pusri) dan terus mendistribusikan ke para

pengecer sesuai permintaan dan pasokan pupuk. Atau pengecer cukup membawa

DO dari distributornya, sudah diijinkan untuk mengambil pupuk langsung ke

gudang produsen.

Beberapa kasus yang terjadi tahun 2006 di Sumatera Utara antara lain

harga pupuk mencapai Rp.1.300 per kg di daerah yang jauh dari Medan. Hal ini

Page 39: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

32

masih dianggap wajar oleh Kasubdis Perdagangan Dalam Negeri dan Kasubdis

Bina Industri Kimia Agro Sumatera Utara karena ketika pengiriman pupuk ke

daerah yang lokasinya lebih jauh maka ongkos pengiriman pun akan semakin

besar. Alokasi pupuk urea bersubsidi tahun 2006 di Sumut untuk tanaman pangan

189 ribu ton, lebih rendah dari permintaan sebesar 240 ribu ton. Sementara tahun

2005 alokasi pupuk sebesar 170 ribu ton tetapi yang terealisir hanya 159 ribu ton.

Terjadinya kelangkaan pupuk di Sumatera Utara tahun 2006 diakui pejabat

instansi terkait setempat disebabkan karena adanya penyelundupan pupuk ke

Malaysia. Penyelundupan terjadi karena insentif selisih harga pupuk antara

Malaysia dan Sumatera Utara yang cukup lumayan. Kelangkaan pupuk juga

terjadi karena kurang adanya koordinasi antara dinas di kab/kota dengan

pemerintah daerah sehingga informasi tentang ketersediaan pupuk pun menjadi

terhambat. Sering terjadi kelangkaan pupuk namun di kios-kios ada tersedia

pupuk tetapi dengan sistem ijon sehingga harga pupuk jauh lebih mahal.

Media cetak Kompas pada bulan Desember 2005 melaporkan

di Bojonegoro, Jawa Timur, petani harus antri berjam-jam untuk mendapatkan

pupuk. Bahkan, mereka harus menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP). Antrian

petani terlihat di distributor CV Usaha Tani, Desa Sukorejo. Pembelian dibatasi

maksimal pupuk urea dan TSP masing-masing satu karung (isi 50 kg). Harga

pupuk urea Rp 55.000 per zak, sedangkan pupuk SP-36 Rp 72.500 per kg.

Kondisi serupa terjadi di Karawang, Jawa Barat, dan Padang, Sumatera Barat.

Direktor Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan Republik

Indonesia pada bulan Maret 2006 melaporkan bahwa pupuk bersubsidi telah

diselundupkan ke negara tetangga oleh oknum dalam PT. Pupuk Kaltim Tbk demi

semata-mata untuk keuntungan pribadinya. Sebanyak 96 kapal telah mengekspor

pupuk bersubsidi secara ilegal dalam tahun 2004 sampai Juni 2005. Jumlah

pupuk yang telah diselundupkan sebanyak 380.756 matriks ton dan diperkirakan

kerugian negara mencapai Rp.127 miliar.

Page 40: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum bab ini membahas tentang distribusi pupuk dan pengadaan

gabah dan beras berdasarkan analisis masing-masing propinsi sampel penelitian.

Untuk menjawab tujuan pertama yakni faktor-faktor yang mempengaruhi peran

koperasi dalam menunjang ketahanan pangan maka dilakukan analisis perilaku.

Analisis perilaku adalah analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

distribusi pupuk dari Lini II atau level propinsi hingga ke petani, kemudian

penggunaan pupuk petani mempengaruhi produksi gabah mereka, dan produksi

gabah tersebut mempengaruhi pendapatan petani. Selanjutnya produksi gabah

petani mempengaruhi jumlah pembelian gabah koperasi dan produksi beras yang

dapat dihasilkan koperasi. Produksi beras koperasi akan mempengaruhi volume

usaha yang dicapainya yang berarti kinerja koperasi akan juga dipengaruhi. Jadi,

faktor-faktor yang mempengaruhi persamaan-persamaan pada distribusi pupuk

dan kemudian pada penggunaan pupuk petani, pada akhirnya akan

mempengaruhi persamaan-persamaan pada koperasi. Dengan demikian

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peran koperasi dalam menunjang

ketahanan pangan akan dimulai dari analisis terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi distribusi pupuk.

Untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga dilakukan analisis simulasi.

Simulasi dibagi atas dua kelompok yaitu (1) kelompok simulasi untuk evaluasi

kebijakan dan (2) kelompok simulasi alternatif. Secara spesifik, untuk mengetahui

efektif tidaknya kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras yang ada

sekarang (tujuan kedua), simulasi (kelompok pertama) dilakukan melalui dua

skenario. Tujuan kedua skenario tersebut adalah untuk melihat dampak yang

ditimbulkan pada nilai-nilai peubah di dalam model. Jika hasil yang ditimbulkan

skenario tersebut adalah baik (positif) maka dikatakan skenario tersebut efektif

meningkatkan nilai peubah endogen model. Sebaliknya jika hasil yang ditimbulkan

adalah buruk (negatif) maka skenario tersebut tidak efektif atau berdampak

menurunkan nilai peubah endogen model.

Simulasi alternatif untuk menjawab tujuan ketiga dimaksudkan untuk

menemukan kebijakan alternatif dalam upaya mengatasi kelangkaan pupuk,

meningkatkan produksi gabah dan pendapatan petani, meningkatkan produksi

beras koperasi untuk menunjang ketahanan pangan serta meningkatkan kinerja

Page 41: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

34

koperasi dalam bidang pangan. Hasil skenario alternatif tersebut digunakan

sebagai landasan untuk membentuk model alternatif (tujuan keempat) yang dapat

diimplementasikan oleh koperasi dalam menunjang ketahanan pangan.

5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengadaan Pupuk, Produksi Gabah dan Beras, dan Usaha Koperasi

5.1.1. Faktor yang Mempengaruhi Pengadaan Pupuk Level Propinsi hingga Pengecer, Harga Pupuk dan Penggunaan Pupuk Tingkat Petani

5.1.1.1. Pengadaan Pupuk Level Propinsi hingga Pengecer

Pengadaan pupuk setiap tahun pada level propinsi ditetapkan dengan

Surat Keputusan Menteri Pertanian. Jumlah pupuk yang ditetapkan disesuaikan

dengan kebutuhan daerah masing-masing. Secara alami kebutuhan pupuk

ditentukan oleh permintaan atau kebutuhan semua kabupaten-kabupaten yang

ada, dan diasumsikan dari waktu-waktu kebutuhan tersebut terus meningkat.

Untuk mengetahui kondisi riil pengadaan pupuk masing-masing daerah sampel

penelitian, peubah harga pupuk turut digunakan sebagai alat evaluasi terkait

dengan realisasi pengadaan dan penyaluran pupuk.

Pada masing-masing propinsi sampel (Sumatera Utara, Sumatera Barat,

Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Tengah), kegiatan

penyaluran pupuk memiliki pasar terintegrasi antara pasar level atas (level

propinsi) dan pasar level bawah (level petani). Para pengecer yang menyalurkan

pupuk kepada petani, menyediakan jumlah pupuk sesuai kebutuhan petani.

Jumlah kebutuhan pupuk level petani mempengaruhi jumlah yang harus

disediakan level kabupaten dan propinsi.

Pada Lini III atau level kabupaten, jumlah pengadaan pupuk ditentukan

oleh jumlah pengadaan yang dilakukan oleh para pengecer swasta dan pengecer

koperasi, dan harga-harga pupuk level kabupaten dan level pengecer. Harga

pupuk terutama pada level pengecer sering muncul sebagai faktor pendorong kuat

bagi para pengecer untuk meningkatkan pengadaannya guna meraih keuntungan.

Harga pupuk dapat naik melebihi HET jika terjadi kelangkaan pupuk di pasar.

Peluang seperti ini akan dimanfaatkan oleh para pengecer pupuk.

Pada level pengecer (Lini IV), sesuai kebijakan pupuk saat ini dimana

penyaluran pupuk bersubsidi diserahkan kepada pasar, para pengecer swasta

mengambil peran sangat dominan dalam penyaluran pupuk kepada petani.

Page 42: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

35

Sementara itu data lapangan menunjukkan bahwa keterlibatan pengecer koperasi

di setiap propinsi dalam penyaluran pupuk kepada petani hanya sekitar 30 %.

Sesuai kondisi ini, pengadaan pupuk level pengecer diwakilkan oleh pengadaan

pengecer swasta. Secara teoritis jumlah pupuk yang harus disediakan oleh para

pengecer dan dijual kepada petani tergantung pada jumlah permintaan pupuk

petani. Dari sisi produsen, harga merupakan peubah indikator atau sebagai signal

seberapa banyak jumlah yang harus mereka tawarkan ke pasar.

Hasil estimasi pada Lampiran 2 menunjukkan pengadaan pupuk level

Propinsi Sumatera Utara secara signifikan dipengaruhi positif oleh pengadaan

level kabupaten (S3KAB) dan level pengecer swasta (S4ECNKO) tetapi tidak

dipengaruhi oleh pengadaan pengecer koperasi. Sebaliknya pengadaan level

propinsi tersebut dipengaruhi negatif oleh harga pupuk level propinsi (P2). Peubah

S3KAB bersifat elastis (1.05) sedangkan peubah lainnya hanya bersifat inelastis.

Pengadaan pupuk level Propinsi Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat

(Lampiran 3 dan 7) secara signifikan dipengaruhi positif oleh pengadaan level

kabupaten, level pengecer dan harga pupuk level propinsi (S3KAB, S4ECKOP,

S4ECNKO dan P2). Hasil estimasi pada Propinsi Jawa Tengah (Lampiran 8) juga

sama dengan kedua propinsi di atas tetapi tidak dipengaruhi oleh harga pupuk.

Semua peubah ini pada ketiga propinsi hanya bersifat inelastis yakni pada

Sumatera Barat nilai-nilai elastisitasnya sebesar 0.67, 0.05, 0.28 dan 0.02.

Sedangkan pada Propinsi Nusa Tenggara Barat elastisitas peubah tersebut

sebesar 0.12, 0.67, 0.12 dan 0.09. Pada Jawa Tengah, elastisitas ketiga peubah

adalah 0.73, 0.14 dan 0.10.

Hasil estimasi pada Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali (Lampiran

4, 5 dan 6), pengadaan level propinsi secara signifikan dipengaruhi positif oleh

pengadaan level kabupaten dan pengecer (S3KAB, S4ECKOP, dan S4ECNKO),

dan dipengaruhi negatif oleh harga pupuk (P2). Keempat peubah ini hanya

bersifat inelastis yakni pada Jawa Barat nilai-nilai elastisitasnya sebesar 0.66,

0.12, 0.31 dan – 0.05. Pada Propinsi Jawa Timur nilai elastisitas sebesar 0.62,

0.05, 0.39, dan – 0.4 dan pada Bali bernilai sebesar 0.44, 0.12, 0.52 dan – 0.13.

Pada Lini III atau level kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, hasil

estimasi (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pengadaan pupuk secara signifikan

Page 43: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

36

dipengaruhi positif oleh peubah harga pupuk lini tersebut (P3KAB) dan

dipengaruhi negatif oleh harga pupuk level pengecer (P4KOP). Sesuai nilai

elastisitas, peubah P3KAB bersifat sangat elastis (6.24) berarti ia memiliki respon

sangat kuat terhadap peningkatan pengadaan pupuk level kabupaten di Propinsi

Sumatera Utara.

Pada Propinsi Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat (Lampiran 3

dan 7), pengadaan pupuk level kabupaten secara signifikan dipengaruhi positif

oleh pengadaan para pengecer dan harga pupuk lini tersebut (S4ECKOP,

S4ECNKO dan P3KAB). Pada Propinsi Sumatera Barat peubah P3KAB bersifat

elastis (1.08) sedangkan peubah S4ECKOP dan S4ECNKO bersifat inleastis (0.10

dan 0.86). Pada Propinsi Nusa Tenggara Barat ketiga peubah di atas semuanya

bersifat inelastis (0.78, 0.17 dan 0.04).

Pada Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali (Lampiran 4,

5, 8 dan 6), pengadaan pupuk level kabupaten di keempat propinsi secara

signifikan dipengaruhi positif oleh pengadaan pengecer koperasi dan pengecer

swasta (S4ECKOP dan S4ECNKO). Khusus Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali,

pengadaan pupuk level kabupaten juga secara signifikan dipengaruhi negatif oleh

harga pupuk lini tersebut (P3KAB). Nilai elastisitas peubah S4ECKOP dan

S4ECNKO pada Propinsi Jawa Barat adalah 0.11 dan 0.88, pada Jawa Timur

sebesar 0.06 dan 0.99, pada Jawa Tengah sebesar 0.56 dan 0.44. Sedangkan

pada Propinsi Bali peubah S4ECNKO bersifat elastis (1.02) dan peubah

S4ECKOP bersifat inelastis (0.10). Peubah harga (P3KAB) pada Jawa Timur,

Jawa Tengah dan Bali hanya bersifat inelastis (– 0.05, 0.07 dan – 0.14).

Pada Lini IV atau level pengecer di Propinsi Sumatera Utara (Lampiran 2),

pengadaan pupuk pengecer swasta (S4ECNKO) secara signifikan dipengaruhi

negatif oleh permintaan pupuk petani (DPPETNKO). Sedangkan peubah harga

pupuk tingkat petani tidak signifikan mempengaruhi keputusan pengadaan pupuk

pengecer swasta. Nilai elastisitas peubah DPPETNKO sebesar – 0.15, berarti ia

bersifat inelastis dan tidak memiliki respon kuat terhadap peningkatan pengadaan

pupuk pengecer swasta.

Pengadaan pupuk pengecer swasta di Propinsi Sumatera Barat

(Lampiran 3) secara signifikan dipengaruhi negatif oleh permintaan pupuk para

petani (DPPETNKO), dan dipengaruhi positif oleh jumlah SISA pupuk. Sedangkan

Page 44: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

37

peubah harga pupuk tingkat petani tidak signifikan mempengaruhi keputusan

pengadaan pupuk pengecer swasta. Peubah DPPETNKO dan SISA hanya

bersifat inelastis. Pada Propinsi Jawa Barat (Lampiran 4), pengadaan pengecer

swasta secara signifikan dipengaruhi negatif oleh permintaan pupuk para petani

(DPPETNKO), dan dipengaruhi positif oleh peubah harga pupuk tingkat petani

(PPETNKO). Peubah DPPETNKO hanya bersifat inelastis sedangkan PPETNKO

bersifat elastis.

Sedangkan di Propinsi Jawa Tengah (Lampiran 8), pengadaan pengecer

swasta secara signifikan dipengaruhi positif oleh permintaan pupuk petani anggota

dan non-anggota koperasi, dan harga pupuk level pengecer swasta (DPPETKOP,

DPPETNKO dan P4NKO). Di Jawa Timur (Lampiran 5), pengadaan pupuk

tersebut juga dipengaruhi positif oleh permintaan para petani (DPPETKOP dan

DPPETNKO) tetapi tidak dipengaruhi oleh peubah harga pupuk tingkat petani.

Pada kedua propinsi peubah DPPETNKO bersifat elastis (1.56 dan 1.23) dan

peubah lainnya bersifat inelastis.

Pada Propinsi Bali, pengadaan pengecer swasta secara signifikan

dipengaruhi positif oleh permintaan pupuk petani anggota dan non-anggota

koperasi dan peubah SISA (DPPETKOP, DPPETNKO dan SISA), dan tidak

dipengaruhi oleh peubah harga pupuk tingkat petani. Ketiga peubah hanya

bersifat inelastis (0.20, 0.18 dan 0.16). Pada Propinsi Nusa Tenggara Barat,

pengadaan pengecer swasta secara signifikan dipengaruhi positif oleh peubah

SISA dan harga pupuk level petani non-anggota koperasi (SISA, PPETNKO) dan

dipengaruhi negatif oleh permintaan pupuk petani anggota dan non-anggota

koperasi dan harga pupuk tingkat petani anggota koperasi (DPPETKOP,

DPPETNKO dan PPETKOP). Peubah PPETKOP bersifat elastis (–2.88)

sedangkan semua peubah lainnya bersifat inelastis. Pada Propinsi Jawa Tengah,

pengadaan pengecer swasta secara signifikan dipengaruhi positif oleh permintaan

pupuk petani anggota dan non-anggota koperasi dan harga pupuk level pengecer

swasta (DPPETKOP, DPPETNKO dan P4NKO). Peubah DPPETKOP bersifat

elastis (1.56) dan kedua peubah lainnya hanya bersifat inelastis (0.40 dan 0.51).

Dari hasil-hasil estimasi yang ditunjukkan di atas, pada Propinsi Sumatera

Utara pengadaan pupuk dipengaruhi oleh permintaan-permintaan level kabupaten

dan pengecer swasta. Pengecer koperasi belum memiliki pengaruh terhadap

Page 45: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

38

pengadaan level propinsi. Selanjutnya pada level kabupaten, pengadaan pupuk

tidak lagi dipengaruhi oleh permintaan level pengecer tetapi lebih kuat dipengaruhi

positif oleh harga pupuk level kabupaten. Faktor harga pupuk ini memiliki respon

sangat kuat untuk mendorong peningkatan pengadaan pupuk lini tersebut. Tetapi

pada level pengecer, pengadaan pengecer swasta tidak dipengaruhi oleh faktor

harga pupuk tingkat petani melainkan dipengaruhi oleh jumlah permintaan pupuk

mereka. Sesuai hasil estimasi, kenaikan permintaan pupuk oleh petani

mengakibatkan penurunan pengadaan pengecer swasta. Ini menunjukkan bahwa

ketika petani membutuhkan pupuk, pupuk tidak ada di pasar. Indikasi yang

nampak adalah adanya kelangkaan pupuk dan faktor harga pupuk menjadi insentif

kelangkaan tersebut.

Pada Propinsi Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat, pengadaan

pupuk level propinsi maupun level kabupaten secara positif dipengaruhi oleh

permintaan level kabupaten dan para pengecer (swasta dan koperasi) serta faktor

harga masing-masing lini. Semakin tinggi permintaan pupuk masing-masing level

dan semakin tinggi harga pupuknya semakin tinggi pula pengadaan level propinsi

dan kabupaten. Akan tetapi pada tingkat pengecer di Sumatera Barat pengadaan

pupuk dipengaruhi negatif oleh permintaan para petani dan dipengaruhi positif

oleh peubah SISA. Peubah SISA merupakan selisih antara jumlah pengadaan

pupuk yang disediakan pada level propinsi dan jumlah pupuk yang ditawarkan

pengecer kepada petani. Semakin besar jumlah SISA ini berarti jumlah pupuk

SISA tersebut menguap dan tidak ditawarkan oleh pengecer ke petani. Ini

menunjukkan bahwa pupuk semakin langka di tingkat petani. Sama seperti

Propinsi Sumatera Utara, hubungan negatif dengan peubah permintaan pupuk

petani menunjukkan kebutuhan pupuk petani kurang terpenuhi. Juga bersama-

sama dengan hubungan positif peubah SISA, kedua peubah tersebut

menunjukkan adanya kelangkaan pupuk di Propinsi Sumatera Barat.

Sedangkan pada Nusa Tenggara Barat, indikasi kelangkaan pupuk pada

level pengecer semakin kuat ditunjukkan baik oleh peubah SISA dan permintaan

pupuk para petani, juga ditunjukkan oleh harga-harga pupuk tingkat petani

anggota dan non-anggota koperasi. Pengadaan pupuk pengecer swasta semakin

tinggi jika harga pupuk pada petani non-anggota koperasi meningkat. Sedangkan

ketika petani anggota koperasi membeli pupuk dengan harga tinggi, pupuk tidak

tersedia di pasar (pengadaan pengecer swasta menurun).

Page 46: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

39

Pada Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali, pengadaan pupuk pada

level propinsi dan kabupaten secara positif dipengaruhi oleh permintaan level

kabupaten dan level pengecer (swasta dan koperasi) dan dipengaruhi negatif oleh

peubah harga masing-masing lini. Hubungan negatif dari peubah harga pupuk

memiliki arti harga berperan sebagai faktor koreksi. Pada level pengecer Propinsi

Jawa Barat, hubungan negatif dengan permintaan pupuk petani dan hubungan

positif dengan harga pupuk petani menunjukkan tanda-tanda kelangkaan pupuk.

Sementara di Bali, kelangkaan pupuk semakin kuat ditunjukkan oleh hubungan

positif peubah SISA.

Sedangkan pada level pengecer Propinsi Jawa Timur kelangkaan pupuk

tidak terlihat dengan jelas karena peubah-peubah harga pupuk dan SISA tidak

memberikan hasil yang signifikan sehingga kedua peubah dikeluarkan dari

persamaan. Meskipun demikian, data lapangan menunjukkan bahwa persediaan

pupuk para pengecer sering terbatas sehingga mendorong kenaikan harga. Pada

persamaan pengecer, terdapat hubungan positif antara pengadaan pengecer

swasta dengan permintaan pupuk petani. Artinya semakin tinggi permintaan

pupuk oleh petani, semakin tinggi pula pengadaan para pengecer. Sebaliknya

pengadaan pengecer swasta tidak dipengaruhi oleh peubah harga pupuk tingkat

petani.

Pada Propinsi Jawa Tengah, pengadaan pupuk level propinsi dan

kabupaten secara positif dipengaruhi oleh permintaan level kabupaten dan para

pengecer swasta dan pengecer koperasi. Sebaliknya harga pupuk tidak

mempengaruhi pengadaan dimaksud. Artinya pengadaan pupuk level propinsi

berlangsung bukan karena tarikan faktor harga. Pada level kabupaten, harga

pupuk bersifat koreksi yakni harga pupuk melebihi HET maka pengadaan akan

dikurangi. Pada level pengecer, semakin tinggi permintaan pupuk para petani dan

semakin tinggi harga, maka pengadaan pengecer swasta semakin tinggi. Hal ini

mengindikasikan bahwa para pengecer tertarik dengan faktor harga sehingga

pengadaan mereka akan bertambah besar jika harga pupuk mengalami kenaikan.

Kemungkinan kenaikan harga pupuk disini disebabkan karena kekurangan

persediaan pupuk pada pengecer.

Page 47: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

40

5.1.1.2. Harga Pupuk Tingkat Petani

Penelitian ini menggolongkan para petani atas dua kelompok yaitu petani

anggota koperasi dan petani non-anggota koperasi. Umumnya harga pupuk yang

berlaku pada kedua kelompok petani ini relatif sama. Dengan demikian

persamaan harga pupuk dari petani anggota koperasi dapat digunakan untuk

mewakili kedua golongan petani tersebut. Harga pupuk di tingkat petani

seharusnya sebesar Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Akan tetapi harga tersebut hanya berlaku jika pemerintah berhasil mengendalikan

pasar yakni mengendalikan jumlah persediaan agar sesuai permintaan konsumen.

Jika tidak, pasar akan terdistorsi yakni terjadi excess demand dan atau sortage

supply maka harga pupuk akan berubah sesuai kondisi pasar yang ada.

Kondisi empiris menunjukkan para petani sering kesulitan mendapatkan

pupuk pada saat musim tanam. Kondisi ini sudah pasti mempengaruhi harga

pupuk yang seharusnya berlaku di tingkat petani yakni sebesar HET. Fakta di

lapangan, petani membeli pupuk dengan harga yang jauh di atas HET. Juga

pupuk sering langka di pasar. Jadi, harga pupuk di tingkat petani koperasi disini

digunakan untuk mengetahui kondisi riil di lapangan.

Harga pupuk di tingkat petani ditentukan oleh jumlah pupuk yang

disediakan baik oleh pengecer koperasi maupun pengecer swasta. Juga harga

pupuk ditentukan oleh kondisi kekurangan persediaan pupuk di tingkat petani

yang dalam hal ini dapat dijelaskan oleh peubah SISA. Peubah SISA adalah

selisih jumlah pupuk antara pengadaan level propinsi dan jumlah yang disediakan

para pengecer. Harga pupuk di tingkat petani juga ditentukan oleh perbedaan

harga yang terjadi antara HET dan harga tebusan pupuk di tingkat pengecer.

Hasil estimasi (Lampiran 2) menunjukkan harga pupuk tingkat petani

di Propinsi Sumatera Utara secara signifikan dipengaruhi positif oleh selisih harga

antara HET dan harga tebusan di tingkat pengecer, tetapi tidak dipengaruhi oleh

pengadaan pupuk para pengecer dan peubah kelangkaan pupuk (SISA). Semakin

tinggi selisih harga ini semakin tinggi pula harga pupuk level petani. Peubah

selisih harga (SELHETEC) hanya bersifat inelastis (0.27). Pada Propinsi Sumatera

Barat (Lampiran 3) harga pupuk tingkat petani secara signifikan dipengaruhi positif

oleh peubah selisih harga pupuk (SELHETEC) dan dipengaruhi negatif oleh

pengadaan pupuk level kabupaten dan level para pengecer (S3KAB, S4ECKOP

Page 48: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

41

dan S4ECNKO). Keempat peubah disini hanya bersifat inelastis (0.09, – 0.60,

– 0.08 dan – 0.53).

Pada Propinsi Jawa Barat (Lampiran 4) harga pupuk tingkat petani secara

signifikan dipengaruhi positif oleh pengadaan pengecer koperasi, dan dipengaruhi

negatif oleh pengadaan pengecer swasta. Sedangkan di Jawa Timur

(Lampiran 5), harga pupuk petani secara signifikan dipengaruhi positif oleh

peubah SELHETEC, dan dipengaruhi negatif oleh pengadaan pupuk pengecer

swasta. Pengadaan pengecer koperasi tidak mempengaruhi harga pupuk petani.

Semua peubah signifikan pada kedua propinsi hanya bersifat inelastis.

Pada Propinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (Lampiran 6 dan 7) harga

pupuk tingkat petani secara signifikan dipengaruhi positif oleh peubah SISA, dan

dipengaruhi negatif oleh pengadaan pengecer koperasi dan pengecer swasta.

Sebaliknya harga pupuk tingkat petani tidak dipengaruhi oleh peubah SELHETEC.

Semua peubah signifikan pada kedua propinsi hanya bersifat inelastis.

Pada Propinsi Jawa Tengah (Lampiran 8) harga pupuk tingkat petani

secara signifikan dipengaruhi positif oleh pengadaan pengecer swasta dan

peubah SELHETEC, tetapi dipengaruhi negatif oleh pengadaan pengecer

koperasi. Peubah SELHETEC bersifat elastis (1.35) dan semua peubah lainnya

bersifat inelastis.

Sesuai hasil-hasil estimasi yang ditunjukkan di atas, harga pupuk di tingkat

petani di Propinsi Sumatera Utara dipengaruhi positif oleh selisih antara HET dan

harga tebusan pupuk level pengecer. Ini menunjukkan bahwa harga pupuk

semakin bergerak naik dari level propinsi hingga level pengecer. Pergerakan

kenaikan harga inilah yang mendorong kenaikan harga pupuk pada level petani.

Pada pengadaan pupuk level kabupaten sudah diketahui bahwa faktor harga

pupuk level tersebut sangat kuat mempengaruhi pengadaannya. Tarikan harga

pupuk ini selanjutnya mengalir ke bawah dan mempengaruhi harga pada level

petani. Perlu diperhatikan bahwa bukan tingginya harga riil pupuk level petani

yang merupakan insentif bagi para pengecer pupuk untuk meningkatkan

pengadaannya melainkan faktor harga level kabupaten.

Pada Propinsi Sumatera Barat, harga pupuk di tingkat petani akan menurun

jika jumlah pengadaan pupuk para pengecer meningkat. Ini adalah suatu perilaku

yang normal. Akan tetapi keadaan lapangan menunjukkan bahwa benar-benar

Page 49: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

42

pupuk langka di pasar tingkat petani. Dengan demikian perilaku yang normal disini

sebenarnya dilatarbelakangi oleh realitas pasar pupuk yang benar-benar

terganggu. Harga pupuk tingkat petani juga begerak naik beriringan dengan

kenaikan selisih HET dan harga tebusan tingkat pengecer. Tarikan kenaikan

harga pupuk dari level propinsi hingga pengecer ini akan menarik keatas harga di

tingkat petani.

Pada Propinsi Jawa Barat dan Jawa Timur, ketika pengadaan pengecer

swasta meningkat, akan menurunkan harga pupuk di tingkat petani. Kondisi ini

adalah kondisi normal yang menunjukkan bahwa kelangkaan pupuk di kedua

propinsi ini relatif kecil. Di Jawa Timur harga pupuk di tingkat petani dapat naik jika

selisih harga HET dan harga tebusan di tingkat pengecer semakin besar.

Pada Propinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat, harga pupuk di tingkat petani

akan menurun jika jumlah pengadaan pupuk para pengecer meningkat. Namun ini

bukanlah menunjukkan suatu keadaan normal melainkan keadaan kelangkaan.

Hal ini disebabkan karena harga pupuk tingkat petani juga dipengaruhi oleh

kenaikan peubah kelangkaan pupuk yaitu peubah SISA. Karena itu di Bali dan

NTB kenaikan harga pupuk petani dipicu juga oleh kelangkaan pupuk.

Pada Propinsi Jawa Tengah, meskipun pengadaan pupuk pada level

propinsi dan kabupaten relatif berlangsung normal dan tidak menunjukkan gejala

kelangkaan, tetapi pada level petani terdapat kecenderungan kenaikan harga

pupuk. Kecenderungan ini bergerak searah besaran selisih antara HET dan harga

tebusan tingkat pengecer. Sesuai nilai elastisitasnya, besaran selisih ini memiliki

respon kuat. Karena itu disini terdapat kecenderungan pasar pupuk di tingkat

petani memasuki kondisi tidak normal yakni gejala kenaikan harga yang cukup

kuat.

5.1.1.3. Penggunaan Pupuk oleh Petani

Jumlah permintaan pupuk baik petani anggota maupun non-anggota

koperasi ditentukan oleh luas areal sawah masing-masing, ketersediaan pupuk

yang disuplai oleh para pengecer dan harga pupuk di tingkat petani. Disini, harga

pupuk diwakili oleh harga pada petani anggota koperasi karena harga pupuk di

tingkat petani anggota maupun non-anggota koperasi relatif sama.

Page 50: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

43

Petani Anggota Koperasi

Hasil estimasi pada Lampiran 2 menunjukkan permintaan pupuk petani

anggota koperasi (DPPETKOP) di Propinsi Sumatera Utara secara signifikan

dipengaruhi positif oleh luas areal sawah petani, pengadaan pupuk koperasi, dan

harga pupuk di tingkat petani (AREALKOP, S4ECKOP dan PPETKOP), dan

dipengaruhi negatif oleh pengadaan swasta (S4ECNKO). Peubah AREALKOP

dan PPETKOP bersifat elastis (1.01 dan 1.13) sedangkan peubah S4ECKOP dan

S4ECNKO bersifat inelastis (0.11 dan – 0.09).

Hasil estimasi pada Propinsi Sumatera Barat (Lampiran 3) menunjukkan

permintaan pupuk petani anggota koperasi (DPPETKOP) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh luas areal sawah petani dan pengadaan pupuk koperasi

(AREALKOP dan S4ECKOP), dan dipengaruhi negatif oleh pengadaan swasta

dan harga pupuk di tingkat petani (S4ECNKO dan PPETKOP). Peubah

AREALKOP bersifat elastis (1.80) sedangkan peubah S4ECKOP, S4ECNKO dan

PPETKOP bersifat inelastis (0.12, – 0.10 dan – 0.76).

Permintaan pupuk petani anggota koperasi (DPPETKOP) di Propinsi Jawa

Barat (Lampiran 4) secara signifikan dipengaruhi positif oleh luas areal sawah

petani dan pengadaan pupuk swasta (AREALKOP dan S4ECNKO), tetapi tidak

dipengaruhi oleh pengadaan koperasi dan harga pupuk di tingkat petani. Peubah

AREALKOP bersifat elastis (1.03) sedangkan peubah S4ECNKO bersifat inelastis

(0.007).

Berbeda dengan Jawa Barat, di Propinsi Jawa Timur (Lampiran 5)

permintaan pupuk petani anggota koperasi (DPPETKOP) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh luas areal sawah petani, pengadaan pupuk koperasi dan

swasta (AREALKOP, S4ECKOP dan S4ECNKO), dan dipengaruhi negatif oleh

harga pupuk di tingkat petani (PPETKOP). Peubah AREALKOP bersifat elastis

(1.69) sedangkan peubah S4ECKOP, S4ECNKO dan PPETKOP bersifat inelastis

(0.04, 0.02, dan –0.54).

Pada Propinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (Lampiran 6 dan 7),

permintaan pupuk petani anggota koperasi (DPPETKOP) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh luas areal sawah petani masing-masing. Sedangkan

peubah-peubah harga pupuk dan pengadaan para pengecer tidak mempengaruhi

permintaan pupuk petani. Peubah AREALKOP di Bali dan di Nusa Tenggara Barat

bersifat elastis (1.56 dan 1.41).

Page 51: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

44

Pada Propinsi Jawa Tengah (Lampiran 8), permintaan pupuk petani

anggota koperasi (DPPETKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh luas

areal sawah petani, pengadaan pupuk koperasi dan oleh harga pupuk petani.

Sedangkan peubah-peubah harga pupuk dan pengadaan para pengecer

tidak mempengaruhi permintaan pupuk petani. Peubah AREALKOP bersifat

elastis (1.12).

Secara keseluruhan hasil-hasil estimasi di atas menunjukkan pada

dasarnya jumlah penggunaan pupuk oleh petani anggota koperasi di semua

propinsi sampel sangat kuat dipengaruhi luas areal sawah mereka. Di Propinsi

Sumatera Utara, kenaikan harga pupuk juga sangat kuat mendorong peningkatan

penggunaan pupuk oleh petani. Keadaan ini menunjukkan pasar pupuk yang

dihadapi petani tidak beroperasi secara normal atau mengalami distorsi berat.

Para petani koperasi menghadapi kondisi kekurangan pupuk yang cukup parah

sehingga pada satu sisi memaksa harga pupuk meningkat tetapi pada sisi lain

petani akan tetap meminta pupuk meskipun dalam jumlah relatif sama dengan

kebutuhan pokoknya ataupun cenderung makin menurun, atau bahkan makin

tinggi akibat dorongan faktor lain. Indikasi kelangkaan pupuk juga ditunjukkan oleh

perilaku pengadaan pupuk swasta. Ketika pengadaan swasta meningkat,

penggunaan pupuk oleh petani menurun. Secara normal penggunaan pupuk oleh

petani akan meningkat sejalan dengan semakin besarnya jumlah pupuk yang

disediakan pengecer swasta di pasar. Karena itu kondisi tidak normal ini

menunjukkan petani menghadapi kelangkaan pupuk.

Pada Propinsi Sumatera Barat jumlah penggunaan pupuk petani anggota

koperasi akan meningkat sejalan meningkatnya areal sawah petani dan jumlah

pupuk yang disediakan pengecer koperasi. Tetapi jika pengadaan pupuk swasta

meningkat, penggunaan pupuk petani koperasi menurun. Kontradiksi ini

menunjukkan suatu fenomena kelangkaan pupuk. Hasil penelitian lapang

menunjukkan petani anggota koperasi selalu menghadapi kekurangan pupuk.

Untuk memenuhi kebutuhan petani, pihak koperasi membeli kembali pupuk dari

pengecer swasta dan kemudian menjualnya kepada petani anggota koperasi. Ini

menunjukkan pada satu sisi jumlah pengadaan koperasi bertambah untuk

memenuhi kebutuhan petani, dan pada saat yang sama pupuk yang disediakan

pengecer swasta tidak dilepaskan ke pasar.

Page 52: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

45

Di Propinsi Jawa Barat, penggunaan pupuk petani koperasi akan meningkat

sejalan dengan peningkatan areal sawah mereka dan peningkatan pengadaan

pupuk swasta. Ini adalah suatu perilaku normal yakni kenaikan pengadaan pupuk

swasta mendorong kenaikan penggunaan pupuk oleh petani. Kondisi ini

menunjukkan kemungkinan petani anggota koperasi tidak menghadapi kesulitan

ketika membutuhkan pupuk.

Petani anggota koperasi di Propinsi Jawa Timur juga relatif tidak

menghadapi kesulitan saat membutuhkan pupuk. Selain dipengaruhi oleh luas

areal sawah petani, jumlah penggunaan pupuk petani juga akan meningkat

sejalan dengan kenaikan pengadaan pupuk koperasi dan swasta. Ini menunjukkan

suatu perilaku yang normal pada pasar pupuk petani. Juga hasil estimasi

menunjukkan jika harga pupuk meningkat, jumlah yang diminta petani akan

menurun. Diduga petani di Jawa Timur pada umumnya tetap mendapatkan pupuk

saat-saat dibutuhkan.

Sedangkan pada Propinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat penggunaan

pupuk oleh petani semata-mata hanya dipengaruhi oleh luas areal petani masing-

masing. Sementara harga pupuk tingkat petani tidak mempengaruhi lagi jumlah

penggunaan pupuk petani. Ini dapat berarti berapapun harga pupuk yang tercipta

di pasar, kemungkinan petani tetap membeli pupuk untuk memenuhi

kebutuhannya.

Pada Propinsi Jawa Tengah, selain dipengaruhi oleh luas areal petani,

jumlah penggunaan pupuk petani juga akan meningkat sejalan dengan kenaikan

pengadaan pupuk pengecer koperasi. Meskipun kedua kondisi diatas memberikan

indikasi normal, namun kenaikan permintaan pupuk berlangsung searah kenaikan

harga pupuk. Dalam hal ini pada satu sisi kondisi normal hanya ditunjukkan oleh

pupuk yang selalu tersedia jika diperlukan petani tetapi pada sisi lain harga pupuk

cenderung meningkat. Data lapangan menunjukkan, petani mengeluhkan harga

pupuk yang cenderung melebihi HET.

Petani Non-Anggota Koperasi

Hasil estimasi pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa permintaan pupuk

petani non-anggota koperasi (DPPETNKO) di Propinsi Sumatera Utara secara

signifikan dipengaruhi positif oleh luas areal sawah petani, pengadaan pupuk

swasta, dan harga pupuk di tingkat petani (AREALNKO, S4ECNKO dan

Page 53: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

46

PPETKOP), dan dipengaruhi negatif oleh pengadaan koperasi (S4ECKOP).

Peubah AREALNKO bersifat elastis (1.06) sedangkan peubah S4ECNKO,

PPETKOP dan S4ECKOP bersifat inelastis (0.31, 0.44 dan – 0.30).

Pada Propinsi Sumatera Barat (Lampiran 3), permintaan pupuk petani non-

anggota koperasi (DPPETNKO) secara signifikan dipengaruhi positif oleh luas

areal sawah petani dan pengadaan pupuk koperasi (AREALNKO dan S4ECKOP),

dan dipengaruhi negatif oleh pengadaan swasta dan harga pupuk di tingkat petani

(S4ECNKO dan PPETKOP). Keempat peubah bersifat inelastis (0.51, 0.03, – 0.21

dan – 0.28).

Permintaan pupuk petani non-anggota koperasi (DPPETNKO) di Propinsi

Jawa Barat (Lampiran 4) secara signifikan dipengaruhi positif oleh luas areal

sawah petani dan harga pupuk di tingkat petani (AREALNKO dan PPETNKO), dan

tidak dipengaruhi oleh pengadaan pupuk swasta. Peubah AREALNKO bersifat

elastis (1.06) dan peubah PPETNKO bersifat inelastis (0.10).

Pada Propinsi Jawa Timur (Lampiran 5) permintaan pupuk petani non-

anggota koperasi (DPPETNKO) secara signifikan dipengaruhi positif oleh luas

areal sawah petani dan pengadaan pupuk koperasi dan swasta (AREALNKO,

S4ECKOP dan S4ECNKO), dan tidak dipengaruhi oleh harga pupuk di tingkat

petani. Peubah AREALNKO bersifat elastis (1.12) sedangkan peubah S4ECKOP

dan S4ECNKO bersifat inelastis (0.01 dan 0.07).

Pada Propinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (Lampiran 6 dan 7),

permintaan pupuk petani non-anggota koperasi (DPPETNKO) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh luas areal sawah petani dan harga pupuk petani

(AREALNKO dan PPETNKO), dan dipengaruhi negatif oleh pengadaan swasta

(S4ECNKO). Semua peubah penjelas dalam masing-masing persamaan hanya

bersifat inelastis.

Pada Propinsi Jawa Tengah (Lampiran 8), permintaan pupuk petani non-

anggota koperasi (DPPETNKO) secara signifikan dipengaruhi positif oleh luas

areal sawah petani dan pengadaan swasta (AREALNKO dan S4ECNKO), dan

dipengaruhi negatif oleh pengadaan koperasi (S4ECKOP) tetapi tidak dipengaruhi

oleh harga pupuk. Semua peubah penjelas dalam masing-masing persamaan

hanya bersifat inelastis.

Page 54: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

47

Berdasarkan hasil-hasil estimasi di atas, umumnya jumlah penggunaan

pupuk petani non-anggota koperasi di semua propinsi sampel sangat kuat

dipengaruhi luas areal sawah mereka. Ini berarti banyaknya jumlah penggunaan

pupuk masih dominan ditentukan oleh luas areal sawah yang dimiliki masing-

masing petani. Meskipun demikian, data lapangan menunjukkan bahwa sering

petani menyesuaikan penggunaan pupuk mereka dengan persediaan pupuk di

pasar dan harga pupuk yang berlaku.

Di Propinsi Sumatera Utara, jumlah penggunaan pupuk petani non-anggota

koperasi makin bertambah mengikuti gerak kenaikan pengadaan pupuk swasta.

Juga jumlah penggunaan pupuk akan bergerak naik seiring kenaikan harga pupuk

level petani. Meskipun dalam respon yang lemah, perilaku seperti ini menunjukkan

adanya keadaan yang tidak normal pada pasar pupuk. Dalam keadaan normal jika

harga pupuk meningkat, permintaan atau jumlah penggunaan petani cenderung

menurun. Karena itu hal ini menjadi suatu indikasi bahwa pasar pupuk petani

beroperasi secara tidak normal. Secara umum petani non-anggota koperasi juga

mengalami kelangkaan pupuk dan kecenderungan kenaikan harga pupuk seperti

yang dialami petani anggota koperasi. Kondisi ini mempengaruhi penggunaan

pupuk para petani.

Pada Propinsi Sumatera Barat, jumlah penggunaan pupuk petani non-

anggota koperasi meningkat sejalan dengan kenaikan luas areal sawah mereka.

Tetapi ketika kebutuhan pupuk meningkat, pengadaan pupuk para pengecer

swasta menurun. Ini menunjukkan perilaku tidak normal antara penggunaan

pupuk petani dan ketersediaan pupuk di pasar yang disediakan pengecer swasta.

Karena itu petani non-anggota koperasi mengalami kelangkaan pupuk sama

seperti yang dialami petani anggota koperasi.

Di Propinsi Jawa Barat, penggunaan pupuk petani non-anggota koperasi

akan meningkat sejalan dengan peningkatan areal sawah mereka tetapi jumlah

penggunaan pupuk ini tidak dipengaruhi secara nyata oleh banyak atau sedikitnya

pupuk yang disediakan para pengecer di pasar. Ini memberikan indikasi bahwa

jumlah kebutuhan pupuk oleh petani non-anggota koperasi tidak banyak

terganggu oleh jumlah persediaan pasar yang ditawarkan pengecer swasta.

Sama seperti petani anggota koperasi, petani non-anggota koperasi di

Propinsi Jawa Timur juga relatif tidak menghadapi kesulitan saat membutuhkan

pupuk. Selain dipengaruhi oleh luas areal petani, jumlah penggunaan pupuk

Page 55: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

48

petani akan meningkat sejalan dengan kenaikan pengadaan pupuk koperasi dan

swasta. Jumlah penggunaan pupuk petani juga tidak dipengaruhi oleh harga

pupuk di tingkat petani. Ini berarti petani tetap membeli pupuk meskipun terjadi

kenaikan atau penurunan harga pupuk.

Pada Propinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat penggunaan pupuk oleh

petani non-anggota koperasi akan bergerak naik seiring kenaikan luas areal

sawah mereka. Tetapi ketika kebutuhan pupuk petani meningkat, jumlah pupuk

yang disediakan swasta di pasar menurun. Disini, petani menghadapi kelangkaan

pupuk, dan kelangkaan ini akan mendorong kenaikan harga pupuk. Petani

terpaksa harus membeli dalam harga yang lebih tinggi.

Sedangkan di Jawa Tengah penggunaan pupuk oleh petani non-anggota

koperasi akan bergerak naik seiring kenaikan luas areal sawah mereka dan

jumlah pupuk yang disediakan swasta. Jumlah permintaan pupuk petani disini

tidak dipengaruhi harga pupuk. Hal ini menunjukkan petani kemungkinan tetap

mampu membeli pupuk meskipun harganya meningkat.

5.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani; Harga Gabah Koperasi dan Tengkulak; dan Pembelian Gabah, Produksi dan Kapasitas Produksi Beras Koperasi

5.1.2.1. Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani

Jumlah produksi gabah para petani ditentukan oleh luas areal sawah

mereka masing-masing, jumlah penggunaan pupuk, dan tingkat harga gabah di

pasar. Secara teoritis, sebuah produksi dipengaruhi oleh jumlah penggunaan input

yang dalam hal ini adalah luas areal sawah dan jumlah pupuk, dan tingkat harga

jual produk yang dihasilkan. Jika petani dalam proses produksinya berorientasi ke

pasar maka tingkat harga gabah akan merupakan indikator keberhasilan yang

akan dicapai petani. Harga gabah Bulog tidak dimasukan ke dalam persamaan

karena data lapangan menunjukkan petani tidak menjual gabahnya ke Devisi

Bulog atau Dolog setempat.

Jumlah pejualan gabah petani anggota dan non-anggota koperasi

ditentukan oleh jumlah produksi gabah mereka masing-masing dan harga gabah

koperasi dan tengkulak. Sedangkan pendapatan petani anggota dan non-anggota

koperasi ditentukan oleh jumlah penjualan gabah mereka, harga gabah yang

ditetapkan koperasi dan para tengkulak, dan besar biaya produksi masing-masing

Page 56: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

49

petani. Peubah harga koperasi dan harga para tengkulak dimasukkan bersama-

sama dalam masing-masing persamaan pendapatan petani untuk melihat

kontribusi masing-masing terhadap pendapatan para petani.

Petani Anggota Koperasi

Hasil estimasi pada Lampiran 2 menunjukkan jumlah produksi gabah petani

anggota koperasi (GPETKOP) di Propinsi Sumatera Utara secara signifikan

dipengaruhi positif oleh luas areal sawah petani, jumlah penggunaan pupuk

mereka dan harga gabah koperasi (AREALKOP, DPPETKOP dan PGKOP).

Ketiga peubah ini hanya bersifat inelastis (0.79, 0.17 dan 0.11). Selanjutnya

jumlah penjualan gabah petani anggota koperasi (JGPETKOP) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh jumlah produksi gabah dan harga gabah koperasi

(GPETKOP dan PGKOP). Peubah GPETKOP bersifat elastis (1.00) dan peubah

PGKOP bersifat inelastis (0.03).

Pada Propinsi Sumatera Barat, jumlah produksi gabah petani anggota

koperasi (GPETKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh luas areal sawah

petani, jumlah penggunaan pupuk mereka dan harga gabah koperasi

(AREALKOP, DPPETKOP dan PGKOP). Peubah PGKOP bersifat elastis (4.14)

sedangkan peubah AREALKOP dan DPPETKOP bersifat inelastis (0.54 dan

0.22). Jumlah penjualan gabah petani anggota koperasi (JGPETKOP) secara

signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah produksi gabah, harga gabah koperasi

dan harga gabah tengkulak (GPETKOP, PGKOP dan PGNKO). Ketiga peubah ini

bersifat inelastis (0.91, 0.20 dan 0.06).

Pada Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat,

jumlah produksi gabah petani anggota koperasi (GPETKOP) masing-masing

secara signifikan dipengaruhi positif oleh luas areal sawah petani dan jumlah

penggunaan pupuk petani masing-masing (AREALKOP dan DPPETKOP).

Sementara peubah harga gabah tidak mempengaruhi produksi gabah petani.

Elastisitas peubah AREALKOP dan DPPETKOP pada persamaan produksi gabah

petani di Jawa Barat sebesar 0.91 dan 0.11, di Jawa Timur 0.48 dan 0.45, Bali

1.01 dan 0.05, dan di NTB 0.75 dan 0.26. Peubah AREALKOP di Propinsi Bali

bersifat elastis sedangkan semua peubah lainnya bersifat inelastis.

Jumlah penjualan gabah petani anggota koperasi (JGPETKOP) di Jawa

Barat secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah produksi gabah, harga

Page 57: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

50

gabah koperasi dan harga gabah tengkulak (GPETKOP, PGKOP dan PGNKO).

Ketiga peubah ini bersifat inelastis (0.69, 0.57 dan 0.40). Pada Propinsi Jawa

Timur, Bali dan Nusa Tenggara, penjualan gabah petani anggota koperasi

(JGPETKOP) masing-masing secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah

produksi gabah dan harga gabah koperasi (GPETKOP dan PGKOP). Pada

Propinsi Jawa Timur, peubah GPETKOP bersifat elastis (1.03) dan pada Bali dan

Nusa Tenggara Barat, peubah PGKOP bersifat elastis (1.89 dan 1.76).

Sedangkan semua peubah lainnya pada masing-masing persamaan bersifat

inelastis.

Hasil estimasi Lampiran 8 menunjukkan jumlah produksi gabah petani

anggota koperasi (GPETKOP) di Propinsi Jawa Tengah secara signifikan

dipengaruhi positif oleh luas areal sawah petani dan jumlah penggunaan pupuk

mereka (AREALKOP dan DPPETKOP). Selanjutnya jumlah penjualan gabah

petani anggota koperasi (JGPETKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh

jumlah produksi gabah dan harga gabah koperasi (GPETKOP dan PGKOP).

Keempat peubah dalam kedua persamaan tersebut hanya bersifat inelastis).

Untuk pendapatan petani, hasil estimasi pada Lampiran 2 menunjukkan

di Propinsi Sumatera Utara besaran pendapatan petani anggota koperasi

(IPETKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah penjualan gabah,

harga gabah koperasi dan tengkulak (JGPETKOP, PGKOP dan PGNKO), dan

dipengaruhi negatif oleh biaya produksi petani (CPETKOP). Peubah JGPETKOP

bersifat elastis (1.20) sedangkan ketiga peubah lainnya bersifat inelastis (0.34,

0.13 dan – 0.36).

Hasil estimasi Lampiran 3 menunjukkan pendapatan petani di Propinsi

Sumatera Barat (IPETKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah

penjualan gabah dan harga gabah pihak koperasi (JGPETKOP dan PGKOP).

Sebaliknya pendapatan petani tidak dipengaruhi oleh harga gabah tengkulak dan

biaya produksi petani. Peubah JGPETKOP dan PGKOP hanya bersifat inelastis

(0.66 dan 0.11).

Pada Propinsi Jawa Barat, sesuai hasil estimasi pada Lampiran 4,

pendapatan petani (IPETKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah

penjualan gabah (JGPETKOP), dan dipengaruhi negatif oleh biaya produksi petani

(CPETKOP). Besaran pendapatan petani tidak dipengaruhi oleh harga gabah

Page 58: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

51

koperasi maupun tengkulak. Peubah JGPETKOP bersifat elastis (1.96) dan

peubah CPETKOP bersifat inelastis (– 0.37).

Hasil estimasi pada Lampiran 5 dan 8 menunjukan pendapatan petani

(IPETKOP) di Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah secara signifikan

dipengaruhi positif oleh jumlah penjualan gabah dan harga gabah koperasi

(JGPETKOP dan PGKOP), dan dipengaruhi negatif oleh biaya produksi petani

(CPETKOP). Pada Jawa Timur, ketiga peubah semuanya bersifat inelastis (0.89,

0.18 dan – 0.04) dan pada Jawa Tengah peubah PGKOP bersifat elastis (1.19).

Hasil estimasi pada Lampiran 6 dan 7 menunjukan pendapatan petani

(IPETKOP) di Propinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat secara signifikan

dipengaruhi positif oleh jumlah penjualan gabah petani masing-masing

(JGPETKOP), dan dipengaruhi negatif oleh biaya produksi petani (CPETKOP).

Kedua peubah (JGPETKOP dan CPETKOP) pada masing-masing propinsi

bersifat inelastis (0.47, – 0.10 dan 0.50, – 0.11).

Dalam hal produksi gabah, di Propinsi Sumatera Utara produksi gabah

petani anggota koperasi tergantung pada luas areal sawah petani, jumlah

penggunaan pupuk dan signal harga gabah koperasi. Selanjutnya jumlah produksi

gabah ini mempengaruhi jumlah penjualan mereka dan jumlah penjualan

mempengaruhi besaran pendapatan yang akan diterima petani. Meskipun ketiga

peubah jumlah produksi gabah, jumlah penjualan dan besaran pendapatan petani

turut dipengaruhi oleh harga-harga gabah koperasi dan para tengkulak, akan

tetapi peubah harga tidak memiliki respon yang kuat mempengaruhi ketiga

peubah dimaksud. Suatu keterkaitan yang berlaku pada petani anggota koperasi

di Propinsi Sumatera Utara adalah pendapatan petani sangat ditentukan oleh

jumlah penjualan gabah, dan jumlah penjualan gabah ditentukan oleh jumlah

produksi, dan jumlah produksi sangat kuat dipengaruhi oleh jumlah penggunaan

pupuk. Karena itu pembatasan penggunaan pupuk akan potensial membatasi

besaran pendapatan petani. Dalam hal ini gangguan penggunaan pupuk petani

bersumber dari kelangkaan pupuk dan kenaikan harga pupuk level petani.

Pada Propinsi Sumatera Barat, produksi gabah petani anggota koperasi

akan meningkat sejalan peningkatan luas areal sawah, peningkatan jumlah

penggunaan pupuk dan kenaikan harga gabah koperasi. Meskipun dalam besaran

estimasi, harga gabah memberikan kontribusi yang relatif kecil terhadap

Page 59: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

52

peningkatan produksi gabah, tetapi ia bersifat elastis. Karena itu harga gabah

merupakan faktor penarik sangat kuat mendorong peningkatan produksi gabah

petani. Jumlah produksi gabah kemudian mempengaruhi jumlah penjualannya.

Juga jumlah penjualan gabah petani akan meningkat searah kenaikan harga

gabah koperasi dan harga gabah para tengkulak. Selanjutnya jumlah penjualan

gabah akan menentukan besaran pendapatan petani yakni semakin tinggi jumlah

penjualan semakin tinggi pula pendapatan petani.

Sama seperti di Propinsi Sumatera Utara, petani koperasi di Propinsi

Sumatera Barat menghadapi berbagai hambatan mulai dari penggunaan pupuk

hingga pencapaian besaran pendapatan tertentu. Besaran pendapatan petani

dipengaruhi oleh jumlah penjualan gabah dan jumlah penjualan gabah

dipengaruhi produksi petani. Sementara produksi gabah tergantung jumlah

penggunaan pupuk dimana kebutuhan pupuk menghadapi kendala kelangkaan.

Karena itu tekanan terhadap jumlah penggunaan pupuk akan menyebabkan

produksi menurun, selanjutnya penjualan gabah menurun dan kemudian

pendapatan petani menurun. Jika gangguan berupa kenaikan harga pupuk terus

terjadi atau penurunan terhadap harga gabah maka tekanan terhadap besaran

pendapatan petani akan semakin besar.

Fenomena yang sama dalam hal produksi gabah hingga ke pendapatan

petani juga terjadi pada Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara

Barat dan Jawa Tengah. Produksi gabah petani anggota koperasi pada kelima

propinsi ini dipengaruhi kuat areal petani dan jumlah penggunaan pupuk. Produksi

gabah kemudian mempengaruhi jumlah penjualan petani dan seterusnya jumlah

penjualan mempengaruhi besaran pendapatan yang diterima petani. Pada

Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah jumlah kebutuhan pupuk

petani relatif tidak mengalami kendala kelangkaan. Dengan demikian besaran

pendapatan petani mungkin tidak terhalangi oleh faktor kelangkaan pupuk.

Sedangkan pada Propinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat dimana peluang

kelangkaan pupuk makin terbuka, maka tekanan terhadap pencapaian tingkat

pendapatan yang tinggi akan semakin besar terjadi.

Peluang lain bagi peningkatan pendapatan petani koperasi pada kelima

propinsi diatas muncul dari faktor harga gabah. Pada Propinsi Jawa Barat, petani

koperasi mengambil pilihan menjual gabah ke koperasi dan para tengkulak. Jika

harga gabah pada kedua pihak ini cenderung meningkat maka peluang

Page 60: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

53

peningkatan pendapatan petani pada kedua propinsi akan meningkat. Sementara

di Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara dan Jawa Tengah petani koperasi lebih

dominan menjual gabah ke koperasi. Karena itu kenaikan harga gabah koperasi

akan memberikan insentif bagi peningkatan pendapatan petani pada ketiga

propinsi ini.

Petani Non-Anggota Koperasi

Hasil estimasi pada Lampiran 2 sampai 8 menunjukkan jumlah produksi

gabah petani non-anggota koperasi (GPETNKO) di semua propinsi secara

signifikan dipengaruhi positif oleh luas areal sawah petani dan jumlah penggunaan

pupuk mereka (AREALNKO dan DPPETNKO). Pada Propinsi Sumatera Barat,

peubah AREALNKO bersifat elastis (1.00) dan DPPETNKO bersifat inelastis

(0.44). Sedangkan kedua peubah ini pada semua propinsi lainnya hanya bersifat

inelastis.

Selanjutnya jumlah penjualan gabah petani non-anggota koperasi

(JGPETNKO) pada Propinsi Sumatera Utara secara signifikan dipengaruhi positif

oleh jumlah produksi gabah dan harga gabah koperasi (GPETNKO dan PGKOP).

Peubah GPETNKO bersifat elastis (1.02) dan PGKOP bersifat inelastis (0.11).

Pada Propinsi Sumatera Barat dan Jawa Barat, jumlah penjualan gabah petani

non-anggota koperasi (GPETNKO) secara signifikan dipengaruhi positif oleh

jumlah produksi gabah, harga gabah tengkulak dan harga gabah koperasi

(GPETNKO, PGNKO dan PGKOP). Pada Sumatera Barat, ketiga peubah bersifat

inelastis (0.55, 0.97 dan 0.06), sedangkan pada Jawa Barat peubah PGNKO

bersifat elastis (3.44), dan peubah GPETNKO dan PGKOP bersifat inelastis (0.26

dan 0.20).

Pada Propinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah jumlah

penjualan gabah petani non-anggota koperasi (GPETNKO) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh jumlah produksi gabah dan harga gabah tengkulak

(GPETNKO dan PGNKO). Pada Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, peubah

PGNKO bersifat elastis (2.82 dan 1.05) dan peubah GPETNKO bersifat inelastis

(0.64 dan 0.24). Sebaliknya pada NTB, peubah GPETNKO bersifat elastis 1.01

dan peubah PGNKO bersifat inelastis (0.13). Sedangkan pada Propinsi Bali

jumlah penjualan gabah hanya dipengaruhi oleh jumlah produksi petani

Page 61: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

54

(GPETNKO) dan tidak dipengaruhi oleh harga gabah tengkulak. Peubah

GPETNKO bersifat elastis (1.02).

Dalam hal pendapatan petani, hasil estimasi pada Lampiran 2

menunjukkan bahwa di Propinsi Sumatera Utara besaran pendapatan petani non-

anggota koperasi (IPETNKO) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah

penjualan gabah, harga gabah tengkulak dan harga gabah koperasi (JGPETNKO,

PGNKO dan PGKOP), dan dipengaruhi negatif oleh biaya produksi petani

(CPETNKO). Peubah JGPETNKO bersifat elastis (1.06) sedangkan ketiga peubah

lainnya bersifat inelastis (0.09, 0.16 dan – 0.22).

Pada Propinsi Sumatera Barat (Lampiran 3) pendapatan petani non-

anggota koperasi (IPETNKO) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah

penjualan gabah dan harga gabah koperasi (JGPETNKO dan PGKOP), dan

dipengaruhi negatif oleh biaya produksi petani (CPETNKO). Sebaliknya

pendapatan petani tidak dipengaruhi oleh harga gabah tengkulak. Peubah

JGPETNKO bersifat elastis (1.75) sedangkan peubah PGKOP dan CPETNKO

bersifat inelastis (0.30 dan – 0.49).

Hasil estimasi pada pada Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan Nusa

Tenggara Barat menunjukkan bahwa pendapatan petani non-anggota koperasi

(IPETNKO) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah penjualan gabah

petani (JGPETNKO), dan dipengaruhi negatif oleh biaya produksi petani masing-

masing (CPETNKO). Pada Propinsi Jawa Timur income petani tidak dipengaruhi

oleh biaya produksi mereka. Pada Jawa Barat dan Bali, peubah JGPETNKO

elastis (1.60 dan 1.44) sedangkan semua peubah lainnya bersifat inelatis.

Pada Propinsi Jawa Tengah, pendapatan petani non-anggota koperasi

secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah penjualan gabah petani dan

harga gabah para tengkulak (JGPETNKO dan PGNKO), dan dipengaruhi negatif

oleh biaya produksi petani (CPETNKO). Peubah JGPETNKO bersifat elastis

(1.17) dan peubah lainnya bersifat inelastis.

Sesuai hasil-hasil estimasi yang ditunjukkan di atas diketahui bahwa jumlah

produksi gabah petani non-anggota koperasi di semua propinsi sampel akan

bergerak naik atau makin meningkat searah dengan makin luasnya areal sawah

mereka. Begitu juga poduksi gabah tersebut makin meningkat sejalan dengan

Page 62: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

55

makin banyaknya jumlah pupuk yang digunakan petani. Faktor harga gabah yang

berperan sebagai variabel signal bagi petani untuk meningkatkan produksi gabah

mereka belum menunjukkan perannya. Hal ini diduga berkaitan dengan perilaku

harga gabah pasar yang tidak menunjukkan peningkatan berarti tetapi cenderung

tetap bahkan menurun jauh ketika panen raya. Di Propinsi Sumatera Barat, faktor

luas areal memiliki respon yang kuat untuk meningkatkan jumlah produksi gabah

petani sedangkan jumlah penggunaan pupuk memberikan respon lemah. Ini

berarti faktor dominan yang mendorong kenaikan produksi gabah petani disana

adalah luas areal.

Selanjutnya kenaikan jumlah produksi akan meningkatkan jumlah penjualan

gabah dan kenaikan jumlah penjualan akan mempertinggi besaran pendapatan

yang diterima petani. Di Propinsi Sumatera Utara, jumlah penjualan gabah petani

non-anggota koperasi akan makin meningkat sejalan kenaikan produksi gabah

mereka dan kenaikan pada harga gabah koperasi. Berarti kenaikan harga gabah

pada koperasi akan mendorong penjualan gabah petani non-anggota lebih

banyak. Ini menunjukkan petani luar yang bukan termasuk anggota koperasi juga

memilih untuk menjual gabahnya pada koperasi. Sedangkan harga gabah para

tengkulak belum dijadikan patokan dalam penjualan gabah petani. Diduga,

fluktuasi harga gabah tengkulak menjadi penyebabnya.

Pada Propinsi Sumatera Barat dan Jawa Barat, jumlah penjualan gabah

petani non-anggota koperasi ditentukan juga oleh harga gabah tengkulak. Jumlah

penjualan gabah petani disini akan bergerak naik sejalan kenaikan produksi gabah

mereka, dan kenaikan harga-harga gabah baik dari pihak koperasi maupun para

tengkulak. Petani pada kedua propinsi memilih koperasi maupun para tengkulak

sebagai pasar gabah mereka. Sesuai besaran estimasi kedua peubah harga

gabah tersebut (Lampiran 3 dan 4), harga gabah tengkulak memberikan kontribusi

lebih besar. Ini berarti petani non-anggota koperasi di kedua propinsi lebih

dominan memilih menjual gabahnya kepada para tengkulak.

Pada Propinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah jumlah

penjualan gabah petani non-anggota akan meningkat sejalan kenaikan produksi

gabah petani dan kenaikan harga gabah para tengkulak. Disini, para petani

dominan memilih menjual gabahnya kepada para tengkulak. Meskipun perilaku

penjualan gabah pada ketiga propinsi ini dipengaruhi oleh peubah-peubah yang

sama, tetapi pada Jawa Timur peubah harga gabah tengkulak memiliki respon

Page 63: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

56

sangat kuat terhadap peningkatan pejualan gabah petani. Ini berarti kenaikan

harga gabah tengkulak memiliki insentif kuat mendorong peningkatan penjualan

gabah petani. Sedangkan di NTB dan Jawa Tengah, respon yang kuat ditimbulkan

oleh peubah produksi gabah petani.

Dalam hal pendapatan petani, umumnya pada semua propinsi besaran

pendapatan petani non-anggota koperasi akan mengalami peningkatan sejalan

dengan kenaikan jumlah penjualan gabah dan harga gabah di pasar. Sebaliknya

pendapatan petani menurun sejalan dengan kenaikan biaya produksi petani

masing-masing. Pada semua propinsi, peubah jumlah penjualan gabah memiliki

respon kuat terhadap peningkatan pendapatan petani. Sedangkan peubah harga

gabah dan biaya produksi hanya memiliki respon lemah. Data lapangan

menunjukkan baik harga gabah maupun biaya produksi petani relatif tidak

mengalami fluktuasi drastis. Secara umum harga gabah ditetapkan berdasarkan

harga pembelian pemerintah dan harga tersebut cenderung mengalami

perubahan lebih dari satu tahun. Dengan demikian kedua peubah tersebut tidak

cukup kuat menimbulkan perubahan berarti pada pendapatan petani. Oleh karena

itu upaya meningkatkan pendapatan petani padi/gabah dapat dilakukan melalui

peningkatan produksi dan penjualan gabah petani.

5.1.2.2. Harga Gabah Koperasi dan Tengkulak

Harga gabah yang ditetapkan pihak koperasi dan para tengkulak pada

dasarnya berpedoman pada harga pembelian pemerintah. Secara empiris, harga

yang ditetapkan pihak koperasi dan para tengkulak di pasar ditentukan oleh

jumlah produksi dan penjualan gabah para petani. Juga harga gabah yang

ditetapkan berpedoman pada tingkat harga pupuk level petani. Di dalam pasar

produk terdapat hubungan yang erat antara input dan output. Harga-harga input

dapat mempengaruhi penetapan harga output yakni semakin tinggi harga input

maka penetapan harga output juga makin tinggi. Karena itu untuk mengetahui

perilaku penetapan harga gabah baik pada koperasi maupun para tengkulak,

dimasukan variabel harga pupuk kedalam kedua persamaan harga gabah.

Data lapangan menunjukkan bahwa pasar gabah bersifat persaingan

monopolistis dimana terdapat sejumlah pembeli gabah yakni pihak koperasi dan

para tengkulak yang saling bersaing mendapatkan gabah petani. Para petani

Page 64: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

57

berpeluang memilih pembeli gabah yang menguntungkan dan memberi

kemudahan kepada mereka. Karena itu kedalam masing-masing persamaan

harga gabah dimasukkan juga harga gabah kompetitor masing-masing.

Hasil estimasi pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa harga gabah yang

ditetapkan pihak koperasi (PGKOP) di Propinsi Sumatera Utara secara signifikan

dipengaruhi positif oleh harga gabah kompetitor (tengkulak), jumlah penjualan

gabah petani anggota koperasi dan tingkat harga pupuk pada level petani

(PGNKO, JGPETKOP dan PPETKOP). Sebaliknya harga gabah tersebut

dipengaruhi negatif oleh jumlah produksi gabah petani koperasi (GPETKOP).

Keempat peubah masing-masing bersifat inelastis (0.21, 0.79, 0.15 dan – 0.85).

Sedangkan harga gabah yang ditetapkan tengkulak (PGNKO) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh harga gabah kompetitir (koperasi), jumlah produksi gabah

petani non-anggota koperasi dan tingkat harga pupuk pada level petani (PGKOP,

GPETNKO dan PPETNKO). Harga gabah tersebut dipengaruhi negatif oleh

jumlah penjualan gabah petani non-anggota koperasi (JGPETNKO). Peubah

PGKOP, GPETNKO dan JGPETNKO bersifat elastis (– 2.06, 7.43 dan –7.77)

sedangkan PPETNKO bersifat inelastis (0.86)

Pada Propinsi Sumatera Barat, hasil estimasi Lampiran 3 menunjukkan

harga gabah yang ditetapkan pihak koperasi (PGKOP) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh jumlah penjualan gabah petani anggota koperasi

(JGPETKOP). Sebaliknya harga gabah tersebut dipengaruhi negatif oleh jumlah

produksi gabah petani koperasi (GPETKOP). Hasil estimasi menunjukkan harga

gabah koperasi tidak dipengaruhi oleh harga gabah kompetitornya dan harga

pupuk. Peubah JGPETKOP bersifat elastis (1.34) dan peubah GPETKOP bersifat

inelastis (– 0.71). Sedangkan harga gabah yang ditetapkan tengkulak (PGNKO)

secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah penjualan gabah petani non-

anggota koperasi dan tingkat harga pupuk pada level petani (JGPETNKO dan

PPETNKO). Harga gabah tersebut juga dipengaruhi negatif oleh jumlah produksi

gabah petani non-anggota koperasi (GPETNKO). Ketiga peubah JGPETNKO,

PPETNKO dan GPETNKO bersifat inelastis (0.62, 0.37 dan – 0.29).

Pada Propinsi Jawa Barat (Lampiran 4), harga gabah yang ditetapkan

pihak koperasi (PGKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah

penjualan gabah petani anggota koperasi dan tingkat harga pupuk pada level

Page 65: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

58

petani (JGPETKOP dan PPETKOP), tetapi tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi

gabah petani koperasi. Peubah JGPETKOP dan PPETKOP bersifat inelastis (0.24

dan 0.22). Sedangkan harga gabah yang ditetapkan tengkulak (PGNKO) secara

signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah penjualan gabah petani non-anggota

koperasi dan tingkat harga pupuk pada level petani (JGPETNKO dan PPETNKO).

Sebaliknya harga gabah tersebut dipengaruhi negatif oleh jumlah produksi gabah

petani non-anggota koperasi (GPETNKO). Peubah JGPETNKO, PPETNKO dan

GPETNKO bersifat inelastis (0.23, 0.29 dan – 0.03).

Pada Propinsi Jawa Timur (Lampiran 5), harga gabah yang ditetapkan

pihak koperasi (PGKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah produksi

gabah petani anggota koperasi dan tingkat harga pupuk pada level petani

(GPETKOP dan PPETKOP), dan dipengaruhi negatif oleh jumlah penjualan gabah

petani koperasi (JGPETKOP). Peubah GPETKOP dan JGPETKOP bersifat elastis

(1.26 dan –1.07). Sedangkan harga gabah yang ditetapkan tengkulak (PGNKO)

secara signifikan dipengaruhi positif oleh tingkat harga pupuk pada level petani

(PPETNKO) dan dipengaruhi negatif oleh jumlah penjualan gabah petani

non-anggota koperasi. Akan tetapi harga gabah ini tidak dipengaruhi oleh

jumlah produksi gabah. Peubah PPETNKO dan JGPETNKO bersifat elastis (1.15

dan – 1.04).

Pada Propinsi Bali (Lampiran 6), harga gabah yang ditetapkan pihak

koperasi (PGKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah penjualan

gabah petani dan tingkat harga pupuk pada level petani (JGPETKOP dan

PPETKOP), dan dipengaruhi negatif oleh jumlah produksi gabah petani koperasi

(GPETKOP). Ketiga peubah bersifat inelastis (0.33, 0.04 dan –0.09). Sedangkan

harga gabah yang ditetapkan tengkulak (PGNKO) secara signifikan dipengaruhi

positif oleh jumlah produksi dan penjualan gabah petani non-anggota koperasi dan

tingkat harga pupuk pada level petani (GPETNKO, JGPETNKO dan PPETNKO).

Ketiga peubah bersifat inelastis (0.01, 0.27 dan 0.21).

Sesuai hasil estimasi pada (Lampiran 7), harga gabah yang ditetapkan

pihak koperasi (PGKOP) di Propinsi NTB secara signifikan dipengaruhi positif oleh

harga gabah kompetitor (tengkulak), jumlah penjualan gabah petani dan tingkat

harga pupuk pada level petani (PGNKO, JGPETKOP dan PPETKOP). Sebaliknya

harga gabah dipengaruhi negatif oleh jumlah produksi gabah petani koperasi

(GPETKOP). Keempat peubah bersifat inelastis (0.12, 0.32, 0.05 dan –0.07).

Page 66: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

59

Sedangkan harga gabah yang ditetapkan tengkulak (PGNKO) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh harga gabah kompetitor (koperasi), jumlah penjualan

gabah petani non-anggota koperasi dan tingkat harga pupuk pada level petani

(PGKOP, JGPETNKO dan PPETNKO). Harga gabah juga dipengaruhi negatif

oleh jumlah produksi petani (GPETNKO). Keempat peubah bersifat inelastis (0.18,

0.60, 0.23 dan – 0.34).

Pada Propinsi Jawa Tengah (Lampiran 8), harga gabah yang ditetapkan

pihak koperasi (PGKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah produksi

gabah petani koperasi, jumlah penjualan gabah mereka dan tingkat harga pupuk

;evel petani (GPETKOP, JGPETKOP dan PPETKOP). Ketiga peubah bersifat

inelastis (0.16, 0.24 dan 0.05). Sedangkan harga gabah yang ditetapkan tengkulak

(PGNKO) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah penjualan gabah petani

non-anggota koperasi dan tingkat harga pupuk pada level petani (JGPETNKO dan

PPETNKO). Sebaliknya harga juga dipengaruhi negatif oleh jumlah produksi

petani non-anggota koperasi (GPETNKO). Peubah PPETNKO bersifat elastis

(1.23) sedangkan peubah lainnya bersifat inelastis.

Hasil-hasil estimasi di atas menunjukkan bahwa di Propinsi Sumatera Utara

kompetisi penetapan besaran harga gabah antara tengkulak dan pihak koperasi

cukup kuat. Harga gabah yang ditetapkan koperasi makin bergerak naik searah

gerak kenaikan harga gabah tengkulak, gerakan kenaikan jumlah penjualan petani

dan gerakan kenaikan harga pupuk. Penjualan gabah petani dapat dilakukan

setiap saat sesuai kebutuhan petani dan kondisi harga pasar. Karena itu

hubungan positif antara kenaikan harga gabah dan jumlah penjualan petani dapat

saja terjadi. Sementara penetapan harga gabah yang bergerak naik searah

kenaikan harga pupuk merupakan hal yang normal karena pupuk adalah input

dalam produksi gabah. Sedangkan kenaikan jumlah produksi yang menjelaskan

surplus saat panen raya, menyebabkan harga gabah koperasi menurun.

Kompetisi harga gabah antara koperasi dan tengkulak dapat dilihat dari hubungan

positif antara keduanya. Gerak kenaikan harga gabah yang ditetapkan tengkulak

dapat mendorong kenaikan harga gabah yang ditetapkan koperasi. Pada

dasarnya hal ini dilakukan untuk mendapatkan lebih banyak petani dan jumlah

gabahnya.

Pada para tengkulak, penetapan harga gabah meningkat searah kenaikan

harga pupuk. Tetapi dalam hal jumlah produksi dan penjualan gabah, para

Page 67: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

60

tengkulak mengambil sikap yang berbeda. Pada koperasi, penurunan harga

gabah terjadi bersamaan jumlah produksi yang melimpah saat panen raya. Tetapi

bagi tengkulak, penetapan harga gabah yang lebih rendah dilakukan pada saat-

saat penjualan gabah petani melimpah. Inilah sikap para tengkulak sebagai pelaku

bisnis murni dibanding koperasi yang lebih dominan kepada pelayanan sosial.

Sebagai pesaing dalam pembelian gabah petani, gerak kenaikan harga

gabah koperasi akan mendorong para tengkulak menaikan harga gabahnya. Hal

seperti ini juga dilakukan oleh pihak koperasi. Tetapi perbedaan diantara mereka

adalah sesuai nilai elastisitas masing-masing yakni reaksi tengkulak sangat kuat

sedangkan reaksi koperasi lemah. Ini menunjukkan ketika koperasi menaikan

harga gabah, para tengkulak langsung memberikan respon sangat kuat menaikan

juga harga gabah mereka. Sebaliknya jika tengkulak yang menaikkan harga

gabahnya, tidak begitu mendapat respon yang kuat dari pihak koperasi untuk turut

menaikkan harga gabahnya.

Jika dibandingkan respon peubah-peubah jumlah produksi dan penjualan

gabah terhadap harga gabah koperasi dan tengkulak, maka dapat ditemukan

bahwa respon yang diberikan pada harga gabah tengkulak adalah sangat kuat. Ini

berarti kenaikan harga gabah tengkulak akibat kenaikan jumlah produksi gabah

petani, dan penurunan harga gabah tersebut akibat melimpahnya penjualan

gabah, keduanya menyebabkan harga gabah tengkulak berfluktuasi sangat kuat.

Karena itu hasil disini membuktikan bahwa harga gabah tengkulak potensial

berfluktuasi tetapi koperasi tidak.

Pada Propinsi Sumatera Barat perilaku harga gabah serupa dengan yang

terjadi di Sumatera Utara. Dalam hal ini harga gabah yang ditetapkan koperasi

makin bergerak naik searah gerak kenaikan jumlah penjualan petani, dan

sebaliknya ia akan bergerak menurun searah kenaikan produksi gabah petani. Ini

berarti pasa saat panen raya dimana produksi melimpah, harga gabah koperasi

juga cenderung menurun. Akan tetapi sesuai responnya, kenaikan produksi gabah

tidak cukup mendorong penurunan harga gabah yang ditetapkan koperasi. Ini

menunjukkan meskipun harga gabah koperasi cenderung menurun saat-saat

produksi melimpah, akan tetapi penurunan tersebut tidak drastis. Sementara

harga gabah kompetitor dan harga pupuk tidak berpengaruh terhadap pergerakan

harga gabah koperasi.

Page 68: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

61

Pada tengkulak, penetapan harga gabah akan makin meningkat searah

kenaikan jumlah penjualan gabah dan kenaikan harga pupuk. Sebaliknya harga

gabah tersebut bergerak makin menurun ketika produksi gabah petani melimpah.

Harga gabah tengkulak cenderung menurun saat panen raya, dan ini sama seperti

perilaku harga gabah koperasi. Juga sesuai responnya, penurunan harga gabah

tengkulak saat panen raya tidak begitu drastis. Karena itu penetapan harga gabah

baik oleh koperasi maupun oleh tengkulak, keduanya tidak menurun drastis pada

saat-saat produksi gabah melimpah di Sumatera Barat.

Pada Propinsi Jawa Barat, harga gabah yang ditetapkan koperasi makin

bergerak naik searah gerak kenaikan jumlah penjualan petani dan gerak kenaikan

harga pupuk. Tetapi gerak harga gabah koperasi ini tidak dipengaruhi oleh banyak

atau sedikitnya produksi gabah petani. Karena itu pergerakan harga gabah

koperasi kemungkinan konstan saat-saat panen raya yakni saat produksi

melimpah. Sementara pada tengkulak, penetapan harga gabah makin meningkat

searah kenaikan jumlah penjualan gabah dan kenaikan harga pupuk. Sebaliknya

harga gabah tersebut bergerak menurun ketika produksi gabah petani melimpah.

Sebagai perbandingan, pada saat panen raya, harga gabah tengkulak lebih

cenderung menurun dibanding harga gabah pada koperasi yang relatif konstan.

Secara umum, semua peubah yang signifikan mempengaruhi perilaku

pergerakkan harga gabah baik pada koperasi maupun pada tengkulak disini tidak

memiliki respon kuat. Karena itu secara umum perilaku fluktuasi harga gabah

pada Propinsi Jawa Barat relatif tidak terjadi secara dratis.

Sedangkan pada Propinsi Jawa Timur, perilaku harga gabah koperasi

serupa dengan perilaku harga gabah tengkulak di Propinsi Sumatera Utara.

Di Jawa Timur, harga gabah yang ditetapkan koperasi makin bergerak naik searah

gerak kenaikan jumlah produksi gabah petani dan gerak kenaikan harga pupuk.

Tetapi penetapan harga gabah tersebut makin bergerak menurun ketika penjualan

gabah petani koperasi melimpah. Sementara pada tengkulak, penetapan harga

gabah bergerak naik searah kenaikan harga pupuk, sebaliknya harga gabah

tersebut bergerak menurun ketika penjualan gabah petani melimpah. Hasil disini

menunjukkan perilaku penetapan harga gabah dari pihak koperasi dan tengkulak

relatif sama. Disini, baik koperasi maupun tengkulak keduanya memperhatikan

Page 69: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

62

perilaku penjualan gabah oleh petani. Berdasarkan nilai elastisitas, peubah

penjualan gabah petani pada harga gabah koperasi dan tengkulak memiliki respon

yang kuat. Karena itu baik harga gabah koperasi maupun tengkulak memiliki

kecenderungan kuat untuk berfluktuasi. Ini berarti di Propinsi Jawa Timur ketika

penjualan gabah melimpah harga-harga gabah berpotensi untuk menurun drastis.

Pada Propinsi Bali, harga gabah yang ditetapkan koperasi makin bergerak

naik searah gerak kenaikan jumlah penjualan gabah petani, dan sebaliknya

penetapan harga gabah tersebut makin bergerak menurun ketika produksi gabah

makin tinggi. Sedangkan penetapan harga gabah tersebut tidak dipengaruhi oleh

fluktuasi harga pupuk. Sementara pada tengkulak, penetapan harga gabah

meningkat searah kenaikan harga pupuk, dan sebaliknya tidak dipengaruhi oleh

kenaikan jumlah produksi dan jumlah penjualan gabah petani. Hasil disini

menunjukkan perilaku penetapan harga gabah dari pihak koperasi dapat

menjelaskan perilaku fluktuasi harga gabah saat panen raya. Ketika panen raya

terjadi dan produksi gabah melimpah harga gabah cenderung makin menurun.

Sedangkan hubungan antara harga-harga input dan output dapat dijelaskan oleh

persamaan harga gabah tengkulak. Yakni harga-harga pupuk yang makin

bergerak naik akan juga cenderung untuk menaikkan harga gabah tengkulak.

Nilai-nilai elastisitas peubah pada kedua persamaan harga gabah (koperasi dan

tengkulak) di atas hanyalah bersifat inelastis. Ini menunjukkan bahwa respon

mereka (peubah produksi gabah, jumlah penjualan dan harga pupuk) tidak kuat

dalam merubah gerak perubahan harga-harga gabah oleh koperasi dan tengkulak.

Dengan demikian hasil ini menunjukkan bahwa fluktuasi harga gabah baik oleh

koperasi maupun tengkulak di Propinsi Bali tidaklah begitu drastis.

Secara umum di Propinsi Nusa Tenggara Barat, perilaku penetapan harga

gabah oleh koperasi dan oleh tengkulak keduanya relatif sama. Penetapan harga

gabah keduanya makin bergerak naik searah gerak kenaikan jumlah penjualan

gabah petani, gerak kenaikan harga pupuk, dan gerak kenaikan harga gabah

kompetitornya masing-masing. Secara khusus penetapan harga gabah oleh

koperasi makin bergerak menurun ketika jumlah produksi gabah petani meningkat.

Sementara pada tengkulak, penetapan harga gabah mereka tidak dipengaruhi

oleh jumlah produksi gabah petani. Dengan demikian perilaku harga gabah

Page 70: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

63

koperasi dapat digunakan untuk menjelaskan keadaan penurunan harga saat

surplus produksi.

Sama seperti propinsi lain, penjualan gabah petani dapat dilakukan setiap

saat sesuai kebutuhan petani dan kondisi harga pasar. Karena itu hubungan

positif antara kenaikan harga gabah dan jumlah penjualan petani dapat saja

terjadi. Sementara penetapan harga gabah yang bergerak naik searah kenaikan

harga pupuk merupakan hal yang normal karena pupuk adalah input dalam

produksi gabah. Kompetisi harga gabah antara koperasi dan tengkulak dapat

dilihat dari hubungan positif antara keduanya. Gerak kenaikan harga gabah yang

ditetapkan tengkulak dapat mendorong kenaikan harga gabah pada koperasi.

Begitu juga sebaliknya, kenaikan harga gabah koperasi dapat mendorong

kenaikan harga gabah tengkulak. Meskipun mereka berkompetisi, tetapi nilai-nilai

elastisitas menunjukkan bahwa kompetisi mereka tidak berlangsung dalam reaksi

yang kuat. Artinya ketika salah satu pihak menaikan harganya tidak cukup kuat

direspon oleh pihak lain. Disamping itu, elastisitas semua peubah lainnya yang

juga bersifat inelastis maka dapat diketahui bahwa harga gabah baik oleh koperasi

maupun tengkulak di Propinsi NTB tidak berfluktuasi secara drastis.

Pada Propinsi Jawa Tengah perilaku harga gabah yang ditetapkan koperasi

makin bergerak naik searah gerak kenaikan jumlah produksi dan penjualan gabah

petani, dan kenaikan harga pupuk level petani. Hasil ini menunjukkan bahwa

perilaku harga gabah koperasi tidak berlangsung searah dan menjelaskan kondisi

panen raya gabah dimana saat ini harga-harga gabah cenderung menurun.

Sementara pada tengkulak, penetapan harga gabah akan makin meningkat

searah kenaikan jumlah penjualan gabah dan kenaikan harga pupuk. Sebaliknya

harga gabah tersebut bergerak makin menurun ketika produksi gabah petani

melimpah. Karena perilaku harga gabah tengkulak ini dapat menjelaskan kondisi

pada panen raya dimana saat itu harga gabah cenderung jatuh. Berdasarkan

elastisitas, kondisi produksi melimpah saat panen raya dan jumlah penjualan

gabah hanya memiliki respon yang lemah terhadap penetapan harga-harga gabah

baik oleh pihak koperasi maupun pihak tengkulak. Pada tengkulak, kenaikan

harga pupuk memiliki respon kuat mempengaruhi fluktuasi harga gabah yang

ditetapkan mereka.

Page 71: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

64

5.1.2.3. Pembelian Gabah, Produksi dan Kapasitas Produksi Beras Koperasi

Pembelian gabah oleh koperasi ditentukan oleh besar harga yang

ditetapkan dan kapasitas peralatan produksi koperasi diantaranya RMU, gedung

dan lantai jemur, dan peralatan penunjang lainnya. Sebelum perubahan kebijakan

oleh pemerintah dengan menyerahkan distribusi pupuk dan pengadaan

gabah/beras kepada swasta, koperasi telah aktif dalam pembelian dan pengadaan

gabah/beras. Dalam hal ini koperasi beroperasi penuh dengan menggunakan

semua kapasitas peralatan yang ada. Akan tetapi setelah perubahan kebijakan,

koperasi mengalami penurunan cukup besar dalam kegiatan pembelian dan

pengadaan gabah/beras. Jadi, persamaan pembelian gabah koperasi digunakan

untuk mengukur kegiatan koperasi dalam pengadaan gabah dan beras dimaksud.

Setelah pemerintah merubah kebijakan perberasan nasional dengan

melibatkan pihak swasta, terdapat indikasi bahwa koperasi mengalami penurunan

cukup besar dalam kemampuan pengadaan beras. Untuk mengevaluasi eksistensi

koperasi dalam produksi beras, dimodelkan persamaan-persamaan produksi

beras dan kapasitas produksi beras koperasi. Peubah-peubah yang dianggap

menentukan jumlah produksi beras koperasi adalah kapasitas produksinya, jumlah

pembelian gabah, dan total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras.

Sedangkan kapasitas produksi beras ditentukan oleh peubah-peubah total

kapasitas prasarana dan sarana produksi beras, kapasitas RMU, dan kapasitas

gudang dan lantai jemur koperasi serta kenaikan produksi beras.

Hasil estimasi pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa jumlah pembelian

gabah koperasi (BGKOP) di Propinsi Sumatera Utara secara signifikan

dipengaruhi positif oleh kapasitas RMU yang dimilikinya (CPRMUKOP), dan

dipengaruhi negatif kapasitas gudang/lantai jemur dan peralatan penunjang

koperasi, dan besaran harga gabah yang ditetapkan koperasi sendiri

(CPGLJKOP, CPLATKOP dan PGKOP). Peubah CPRMUKOP bersifat elastis

(1.82), dan ketiga peubah lainnya bersifat inelastis (– 0.61, – 0.30 dan –0.93).

Produksi beras koperasi (PROBRKOP) secara signifikan dipengaruhi positif

oleh kapasitas produksi beras dan jumlah pembelian gabah koperasi

(CPPRODBR dan BGKOP) dan dipengaruhi negatif oleh total kapasitas prasaran

dan sarana produksi beras koperasi (TCPSARBR). Ketiga peubah disini bersifat

inelastis (0.29, 0.72 dan – 0.46). Sedangkan kapasitas produksi beras koperasi

Page 72: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

65

(CPPRODBR) secara signifikan dipengaruhi positif oleh kapasitas peralatan

penunjang produksi beras dan oleh total kapasitas prasaran dan sarana produksi

beras yang ada, (CPLATKOP dan TCPSARBR), dan dipengaruhi negatif oleh total

kapasitas RMU kopearsi (CPRMUKOP). Ketiga peubah bersifat inelastis (0.45,

0.54 dan – 0.19).

Pada Propinsi Sumatera Barat, hasil estimasi (Lampiran 3) menunjukkan

bahwa jumlah pembelian gabah koperasi (BGKOP) secara signifikan dipengaruhi

positif oleh kapasitas RMU dan penetapan harga gabah koperasi (CPRMUKOP

dan PGKOP). Tetapi jumlah pembelian gabah ini tidak dipengaruhi oleh kapasitas

gugang/lantai jemur dan peralatan penunjang lainnya. Kedua peubah bersifat

inelastis (0.35 dan 0.48). Produksi beras koperasi (PROBRKOP) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh kapasitas produksi beras dan jumlah pembelian gabah

koperasi (CPPRODBR dan BGKOP) dan dipengaruhi negatif oleh total kapasitas

prasaran dan sarana produksi beras koperasi (TCPSARBR). Peubah CPPRODBR

bersifat elastis (1.13) dan peubah BGKOP dan TCPSARBR bersifat inelastis (0.08

dan – 0.09). Sedangkan kapasitas produksi beras koperasi (CPPRODBR) secara

signifikan dipengaruhi positif oleh produksi beras, kapasitas gudang/lantai jemur

dan peralatan penunjang (PROBRKOP, CPGLJKOP dan CPLATKOP), dan

dipengaruhi negatif oleh total kapasitas prasaran dan sarana produksi beras yang

ada (TCPSARBR). Kapasitas RMU tidak mempengaruhi kapasitas produksi beras

koperasi. Semua peubah disini bersifat inelastis.

Pada Propinsi Jawa Barat, hasil estimasi (Lampiran 4) menunjukkan jumlah

pembelian gabah koperasi (BGKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh

kapasitas RMU (CPRMUKOP) dan dipengaruhi negatif oleh penetapan harga

gabah koperasi (PGKOP). Jumlah pembelian gabah disini tidak dipengaruhi oleh

kapasitas gugang dan lantai jemur dan peralatan penunjang lainnya. Peubah

PGKOP bersifat elastis (– 1.27) dan peubah CPRMUKOP bersifat inelastis (0.69).

Produksi beras koperasi (PROBRKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh

kapasitas produksi beras dan jumlah pembelian gabah koperasi (CPPRODBR dan

BGKOP) dan tidak dipengaruhi oleh total kapasitas prasarana dan sarana

produksi beras koperasi. Kedua peubah bersifat inelastis (0.40 dan 0.31).

Sedangkan kapasitas produksi beras koperasi (CPPRODBR) secara signifikan

Page 73: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

66

dipengaruhi positif oleh produksi beras dan kapasitas RMU (PROBRKOP dan

CPRMUKOP), dan dipengaruhi negatif peralatan penunjang (CPRMUKOP dan

CPLATKOP). Tetapi produksi beras tidak dipengaruhi oleh kapasitas

gudang/lantai jemur. Peubah PROBRKOP bersifat elastis (1.32), sedangkan

kedua peubah lainnya bersifat inelastis (– 0.33 dan – 0.03).

Sesuai hasil estimasi pada Lampiran 5, jumlah pembelian gabah koperasi

(BGKOP) di Propinsi Jawa Timur secara signifikan dipengaruhi positif oleh

kapasitas RMU, gudang/lantai jemur, peralatan penunjang, dan harga gabah

koperasi (CPRMUKOP, CPGLJKOP, CPLATKOP dan PGKOP). Keempat peubah

tersebut bersifat inelastis (0.73, 0.42, 0.05 dan 0.68). Produksi beras koperasi

(PROBRKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh kapasitas produksi beras

dan jumlah pembelian gabah koperasi (CPPRODBR dan BGKOP). Peubah

BGKOP bersifat elastis (1.18) dan peubah CPPRODBR bersifat inelastis (0.34).

Sedangkan kapasitas produksi beras koperasi (CPPRODBR) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh produksi beras, kapasitas RMU, dan kapasitas

gudang/lantai jemur (PROBRKOP, CPRMUKOP dan CPGLJKOP), tetapi

dipengaruhi negatif oleh kapasitas peralatan penunjang (CPLATKOP). Keempat

peubah bersifat inelastis (0.24, 0.50, 0.15 dan – 0.04).

Pada Propinsi Bali, hasil estimasi pada Lampiran 6 menunjukkan jumlah

pembelian gabah koperasi (BGKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh

kapasitas RMU dan peralatan penunjang (CPRMUKOP dan CPLATKOP), dan

dipengaruhi negatif oleh harga gabah koperasi (PGKOP). Pembelian gabah tidak

dipengaruhi oleh kapasitas gudang dan lantai jemur. Peubah CPRMUKOP bersifat

elastis (1.02) dan kedua peubah lainnya bersifat inelastis (0.03 dan –0.36).

Produksi beras koperasi (PROBRKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh

kapasitas produksi beras dan jumlah pembelian gabah koperasi (CPPRODBR dan

BGKOP), dan dipengaruhi negatif oleh total kapasitas prasarana dan sarana

produksi beras yang ada (TCPSARBR). Ketiga peubah bersifat inelastis (0.22,

0.81 dan –0.02). Sedangkan kapasitas produksi beras koperasi (CPPRODBR)

secara signifikan dipengaruhi positif oleh produksi beras dan kapasitas peralatan

penunjang koperasi (PROBRKOP dan CPLATKOP). Tetapi ia dipengaruhi negatif

oleh kapasitas RMU (CPRMUKOP), dan tidak dipengaruhi oleh kapasitas

Page 74: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

67

gudang/lantai jemur. Peubah PROBRKOP bersifat elastis (1.52) dan peubah

lainnya bersifat inelastis (0.08 dan – 0.59).

Pada Propinsi Nusa Tenggara Barat, hasil estimasi pada Lampiran 7

menunjukkan jumlah pembelian gabah koperasi (BGKOP) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh kapasitas RMU dan peralatan penunjang (CPRMUKOP

dan CPLATKOP), dan dipengaruhi negatif oleh harga gabah koperasi (PGKOP).

Pembelian gabah tidak dipengaruhi oleh kapasitas gudang dan lantai jemur.

Peubah CPRMUKOP bersifat elastis (1.01) dan kedua peubah lainnya bersifat

inelastis (0.09 dan –0.31). Produksi beras koperasi (PROBRKOP) secara

signifikan dipengaruhi positif oleh kapasitas produksi beras, jumlah pembelian

gabah, dan harga jual beras koperasi (CPPRODBR, BGKOP dan PBRKOP), dan

dipengaruhi negatif oleh total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras

yang ada (TCPSARBR). Keempat peubah bersifat inelastis (0.15, 0.88, 0.02 dan

–0.02). Sedangkan kapasitas produksi beras koperasi (CPPRODBR) secara

signifikan dipengaruhi positif oleh produksi beras dan kapasitas peralatan

penunjang koperasi (PROBRKOP dan CPLATKOP). Tetapi ia dipengaruhi negatif

oleh kapasitas gudang/lantai jemur (CPGLJKOP), dan tidak dipengaruhi oleh

kapasitas RMU. Peubah PROBRKOP bersifat elastis (1.20) dan peubah lainnya

bersifat inelastis (0.11 dan – 0.06).

Pada Propinsi Jawa Tengah, hasil estimasi pada Lampiran 8 menunjukkan

jumlah pembelian gabah koperasi (BGKOP) secara signifikan dipengaruhi positif

oleh kapasitas RMU, kapasitas gudang dan lantai jemur, dan total kapasitas

prasarana dan sarana produksi beras koperasi (CPRMUKOP, CPGLJKOP dan

TCPSARBR). Sebaliknya pembelian gabah dipengaruhi negatif oleh harga gabah

koperasi (PGKOP). Keempat peubah disini hanya bersifat inelastis. Produksi

beras koperasi (PROBRKOP) secara signifikan dipengaruhi positif oleh kapasitas

produksi beras dan jumlah pembelian gabah (CPPRODBR dan BGKOP). Kedua

peubah hanya bersifat inelastis. Sedangkan kapasitas produksi beras koperasi

(CPPRODBR) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah produksi beras

dan total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras koperasi (PROBRKOP

dan TCPSARBR). Kedua peubah disini hanya bersifat inelastis.

Page 75: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

68

Hasil-hasil estimasi di atas secara keseluruhan memperlihatkan bahwa

pada semua propinsi sampel, jumlah pembelian gabah koperasi terus meningkat

searah kenaikan kapasitas RMU yang dimiliki. Ini berarti dalam hal pembelian

gabah, unit-unit RMU sebagai peralatan utama penghasil beras masih digunakan

sebagai indikator penentu seberapa banyak gabah yang akan dibeli. Pada sisi

lain, hal inipun diartikan sebagai masih berfungsinya RMU tersebut. Pada Propinsi

Sumatera Utara, Bali dan NTB, peubah kapasitas RMU ini memiliki respon yang

kuat. Karena itu pada ketiga propinsi tersebut, upaya menambahkan atau

memperbesar kapasitas RMU akan meningkatkan jumlah pembelian gabah

koperasi. Sedangkan propinsi lainnya respon tersebut hanya lemah.

Pada dasarnya selain kapasitas RMU, kapasitas gudang dan lantai jemur

dan peralatan penunjang lainnya turut mendorong peningkatan jumlah pembelian

gabah koperasi. Tetapi di Propinsi Sumatera Utara terjadi hal sebaliknya yakni

kenaikan kapasitas gudang/lantai jemur dan peralatan penunjang lainnya malahan

menyebabkan jumlah pembelian gabah menurun. Ini merupakan suatu kondisi

yang tidak normal. Karena itu kondisi ini menunjukan bahwa kedua kapasitas

tersebut tidak lagi dijadikan indikator seberapa banyak gabah yang akan dibeli.

Dengan kata lain gudang dan lantai jemur dan peralatan penunjang di Sumatera

Utara kemungkinan tidak beroperasi dengan normal atau tidak intensif lagi

digunakan sebagai prasarana dan sarana penunjang produksi beras. Serupa

dengan Sumatera Utara, beberapa propinsi seperti Sumatera Barat, Jawa Barat,

Bali dan NTB, jumlah pembelian gabah malahan tidak dipengaruhi sama sekali

oleh kapasitas gudang dan lantai jemur. Ini menunjukkan peran prasarana ini tidak

lagi ada dan prasarana tersebut telah menganggur atau tidak terpakai.

Sementara pada Propinsi Jawa Timur yang mana koperasi-koperasi

menjalankan unit usaha bank padi, terlihat bahwa kenaikan kapasitas semua

peralatan yang ada (RMU, gudang dan lantai jemur dan peralatan penunjang

lainnya) turut mendukung kenaikan jumlah pembelian gabah koperasi. Ini berarti

kehadiran unit-unit bank padi akan signifikan mendorong kenaikan pembelian

gabah koperasi, dan hal ini potensial bagi peningkatan produksi beras. Begitu juga

dengan Jawa Tengah dimana kapasitas RMU, gudang/lantai jemur dan total

prasarana dan sarana beras secara keseluruhan masih mendukung secara baik

pembelian gabah koperasi.

Page 76: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

69

Dari sisi harga gabah koperasi, pada Propinsi Sumatera Utara, Jawa Barat,

Bali, NTB dan Jawa Tengah penetapan harga gabah yang makin tinggi akan

mendorong pengurangan terhadap jumlah pembelian. Sedangkan pada Propinsi

Sumatera Barat dan Jawa Timur, penetapan harga gabah koperasi makin tinggi

tetap menyebabkan pembelian gabah tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

kelompok propinsi pertama menghadapi ketidakmampuan pembelian gabah

sebagai akibat kenaikan harga gabah. Dalam hal ini faktor penyebab pokok

adalah koperasi kekurangan modal pembelian gabah. Sementara pada kelompok

propinsi kedua, koperasi-koperasi relatif mampu membeli gabah jika harga gabah

tetap naik.

Hasil-hasil estimasi tentang produksi beras koperasi yang ditunjukkan di

atas memperlihatkan bahwa pada semua propinsi sampel, jumlah produksi beras

koperasi semakin meningkat searah kenaikan kapasitas produksi berasnya dan

kenaikan jumlah pembelian gabah mereka masing-masing. Ini berarti kenaikan

kedua faktor ini akan membawa dampak positif terhadap peningkatan produksi

beras koperasi. Akan tetapi terdapat juga kendala pada Propinsi Sumatera Utara,

Sumatera Barat, Bali dan NTB, dimana total kapasitas prasarana dan sarana

produksi beras yang dimiliki koperasi tidak lagi mendukung sepenuhnya produksi

beras koperasi. Beberapa faktor penyebab antara lain kapasitas prasarana dan

sarana tersebut masih kecil dan belum memadai, dan sebagian lagi tidak

berfungsi secara baik karena kurang dioperasikan. Hal ini sebagai akibat koperasi

meninggalkan usaha pengadaan pangan dan beralih kepada unit-unit usaha lain.

Sementara pada Propinsi Jawa Barat dan Jawa Timur, produksi beras tidak

mengalami gangguan terkait prasarana dan sarana produksi yang dimiliki

sekarang. Bahkan di Jawa Timur, dengan dibangunnya bank padi oleh beberapa

koperasi mengakibatkan semua prasarana dan sarana produksi tersedia

memberikan dukungan kuat terhadap kenaikan produksi beras. Hal ini ditunjukkan

juga oleh nilai elastisitas peubah pembelian gabah koperasi, dimana kenaikan

pembelian gabah sangat kuat mendorong peningkatan produksi beras koperasi.

Semuanya ini dapat terjadi karena prasarana dan sarana pendukung beroperasi

secara penuh.

Page 77: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

70

Pada beberapa propinsi, koperasi telah mengalami penurunan kapasitas

produksi berasnya. Pada Propinsi Sumatera Utara, kapasitas produksi selain

didukung oleh kapasitas peralatan penunjang seperti angkutan yang dimiliki

koperasi, juga masih didukung oleh prasarana dan sarana produksi beras yang

ada dilihat secara keseluruhan. Akan tetapi jika dilihat secara bagian, kapasitas

RMU dan gudang dan lantai jemur tidak lagi mendukung secara maksimal.

Penyebabnya antara lain karena prasarana tersebut cenderung menganggur.

Pada Propinsi Sumatera Barat terjadi hal sebaliknya. Secara bagian,

kapasitas gudang/lantai jemur dan peralatan penunjang lainnya masih mendukung

kapasitas produksi yang ada. Bahkan jika produksi beras terus meningkat maka

akan juga mendorong perluasan kapasitas produksi yang ada. Tetapi secara

keseluruhan semua prasarana dan sarana produksi yang dimiliki koperasi

sekarang tidak lagi mendukung terhadap peningkatan kapasitas produksi beras.

Sementara pada Propinsi Jawa Barat dan Jawa Timur, kapasitas produksi

beras masih didukung secara baik oleh kapasitas RMU, gudang dan lantai jemur

yang dimiliki koperasi, sebaliknya peralatan penunjang kurang lagi mendukung

kapasitas produksi beras yang ada. Pada Jawa Tengah, kapasitas produksi

didukung oleh total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras. Pada Propinsi

Bali dan NTB, kapasitas peralatan penunjang masih mendukung kapasitas

produksi beras koperasi. Juga jika produksi beras dengan kapasitas terpasang

sekarang terus mengalami kenaikan maka akan mendorong peningkatan terhadap

kapasitas produksi yang ada. Akan tetapi kapasitas peralatan utama seperti RMU,

gudang dan lantai jemur tidak lagi memberikan dukungan maksimal terhadap

kapasitas produksi yang ada.

Berdasarkan penjelasan diatas terlihat bahwa pada satu sisi jumlah

pembelian gabah dan kapasitas produksi beras koperasi sangat bergantung pada

kapasitas prasarana dan sarana produksi beras yang ada. Sementara pada sisi

lain pembelian gabah dan kapasitas produksi tersebut sangat menentukan

produksi beras, maka untuk tujuan meningkatkan produksi beras koperasi secara

keseluruhan diperlukan pemecahan terhadap kendala-kendala yang dihadapi

koperasi pada masing-masing propinsi.

Page 78: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

71

5.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usaha Koperasi

5.1.3.1. Modal Sendiri, Modal Luar dan Jumlah Aset Koperasi

Untuk mengetahui sejuah mana perkembangan operasional kelembagaan

koperasi setelah perubahan kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras oleh

pemerintah, perilaku usaha koperasi akan menjelaskan keadaan aktual koperasi.

Kondisi koperasi yang diamati adalah permodalannya, volume usaha, Sisa Hasil

Usaha (SHU), dan produktivitas koperasi. Bagian permodalan terdiri dari modal

sendiri, modal luar, dan jumlah aset koperasi.

Modal sendiri koperasi ditentukan oleh jumlah anggota dan simpanan para

anggotanya. Semakin besar kedua peubah tersebut maka semakin besar pula

modal sendiri koperasi. Koperasi-koperasi contoh yang dipilih dalam kajian ini

adalah koperasi pengadaan pangan. Untuk melihat keterkaitan antara

kemampuan pengadaan pangan dan pembentukan modal sendiri koperasi,

dimasukkan dalam analisis peubah kapasitas produksi beras koperasi. Kapasitas

produksi beras koperasi terkait erat dengan seluruh prasarana dan sarana

pendukungnya. Kepemilikan prasarana dan sarana tersebut merupakan bagian

dari pemupukan modal. Karena itu besaran kapasitas produksi berkorelasi dengan

besaran pembentukan modal sediri. Diasumsikan, jika koperasi aktif dan maju

dalam pengadaan dan pengelolaan gabah/beras maka pemilikan kapasitas

produksi beras akan berkontribusi dalam pembentukan modal sendiri koperasi.

Modal luar koperasi ditentukan oleh jumlah pemilikan aset, jumlah modal

sendiri, jumlah anggota dan jumlah unit usaha koperasi. Diasumsikan semakin

besar pemilikan aset, jumlah anggota dan jumlah unit usaha maka semakin besar

modal luar koperasi. Sedangkan jumlah pemilikan aset koperasi ditentukan oleh

total modal koperasi dan total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras.

Dengan asumsi bahwa koperasi contoh adalah koperasi pangan, maka besaran

kapasitas prasarana dan sarana produksi beras akan memberikan kontribusi

cukup besar pada total aset koperasi. Hal ini juga menunjukkan seberapa besar

dominasi unit usaha pengadaan pangan dalam keseluruhan operasional koperasi.

Hasil estimasi pada (Lampiran 2) menunjukkan modal sendiri koperasi

(MOSE) di Propinsi Sumatera Utara secara signifikan dipengaruhi positif oleh

jumlah anggota, jumlah simpanan anggota dan kapasitas produksi beras koperasi

(ANG, SIMA dan CPPRODBR). Modal luar koperasi (MOLU) secara signifikan

Page 79: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

72

dipengaruhi positif oleh jumlah aset, jumlah anggota dan jumlah unit usaha

koperasi (ASET, ANG dan JUS), dan dipengaruhi negatif oleh jumlah modal

sendiri koperasi (MOSE). Sedangkan aset koperasi secara signifikan dipengaruhi

positif oleh total modal dan total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras

koperasi (MOTO dan TCPSARBR). Semua peubah dalam ketiga persamaan

bersifat inelastis.

Pada Propinsi Sumatera Barat, hasil estimasi (Lampiran 3) menunjukkan

modal sendiri koperasi (MOSE) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah

anggota, jumlah simpanan anggota dan kapasitas produksi beras koperasi (ANG,

SIMA dan CPPRODBR). Modal luar koperasi (MOLU) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh jumlah aset dan jumlah kredit koperasi (ASET dan

KREDKOP), dan dipengaruhi negatif oleh jumlah modal sendiri koperasi (MOSE).

Sedangkan aset koperasi secara signifikan dipengaruhi positif oleh total modal

dan total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras koperasi (MOTO dan

TCPSARBR). Semua peubah dalam ketiga persamaan bersifat inelastis, kecuali

peubah ASET pada persamaan modal luar bersifat elastis (1.18).

Pada Propinsi Jawa Barat, hasil estimasi (Lampiran 4) menunjukkan modal

sendiri koperasi (MOSE) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah anggota

dan jumlah simpanan anggota (ANG dan SIMA), dan tidak dipengaruhi oleh

kapasitas produksi beras koperasi. Modal luar koperasi (MOLU) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh jumlah aset (ASET), dan dipengaruhi negatif oleh jumlah

modal sendiri koperasi (MOSE). Sedangkan aset koperasi secara signifikan

dipengaruhi positif oleh total modal dan total kapasitas prasarana dan sarana

produksi beras koperasi (MOTO dan TCPSARBR). Peubah ASET pada

persamaan modal luar dan peubah MOTO pada persamaan aset, keduanya

bersifat elastis (1.06 dan 1.16). Sedangkan semua peubah lainnya bersifat

elastis.

Hasil estimasi pada Propinsi Jawa Timur (Lampiran 5) menunjukkan modal

sendiri koperasi (MOSE) secara signifikan hanya dipengaruhi positif oleh jumlah

anggota (ANG), dan tidak dipengaruhi oleh jumlah simpanan anggota dan

kapasitas produksi beras koperasi. Modal luar koperasi (MOLU) secara signifikan

hanya dipengaruhi positif oleh jumlah aset (ASET), dan tidak dipengaruhi oleh

jumlah modal sendiri koperasi (MOSE). Sedangkan aset koperasi secara

signifikan dipengaruhi positif oleh total modal koperasi dan jumlah anggotanya

Page 80: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

73

(MOTO dan ANG) tetapi tidak dipengaruhi total kapasitas prasarana dan sarana

produksi beras koperasi. Semua peubah pada ketiga persamaan bersifat inelastis.

Pada Propinsi Bali, hasil estimasi (Lampiran 6) menunjukkan modal sendiri

koperasi (MOSE) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah anggota dan

jumlah simpanan anggota koperasi (ANG dan SIMA), dan tidak dipengaruhi oleh

kapasitas produksi beras koperasi. Modal luar koperasi (MOLU) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh jumlah aset dan jumlah unit usaha koperasi (ASET dan

JUS), dan dipengaruhi negatif oleh jumlah modal sendiri koperasi (MOSE).

Sedangkan aset koperasi secara signifikan dipengaruhi positif oleh total modal

koperasi dan jumlah unit usaha koperasi (MOTO dan JUS), dan dipengaruhi

negatif oleh total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras koperasi

(TCPSARBR). Semua peubah pada ketiga persamaan bersifat inelastis kecuali

peubah ASET pada persamaan modal luar bersifat elastis (1.08).

Pada Propinsi Nusa Tenggara Barat, hasil estimasi (Lampiran 7)

menunjukkan modal sendiri koperasi (MOSE) secara signifikan dipengaruhi positif

oleh jumlah anggota dan jumlah simpanan anggota koperasi (ANG dan SIMA),

dan tidak dipengaruhi oleh kapasitas produksi beras koperasi. Modal luar koperasi

(MOLU) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah unit usaha dan jumlah

kredit koperasi (JUS dan KREDKOP), dan dipengaruhi negatif oleh jumlah modal

sendiri koperasi (MOSE). Sedangkan aset koperasi secara signifikan dipengaruhi

positif oleh total modal koperasi dan jumlah unit usaha koperasi (MOTO dan JUS).

Semua peubah pada ketiga persamaan bersifat inelastis.

Sedangkan pada Propinsi Jawa Tengah, hasil estimasi (Lampiran 8)

menunjukkan modal sendiri koperasi (MOSE) secara signifikan dipengaruhi positif

oleh jumlah anggota (ANG), dan tidak dipengaruhi oleh kapasitas produksi beras

koperasi dan jumlah simpanan anggota. Modal luar koperasi (MOLU) secara

signifikan dipengaruhi positif oleh nilai aset koperasi (ASET) dan tidak dipengaruhi

oleh modal sendiri (MOSE). Sedangkan aset koperasi secara signifikan

dipengaruhi positif oleh total modal dan jumlah anggota koperasi (MOTO dan

ANG), tetapi tidak dipengaruhi oleh total kapasitas prasarana dan sarana produksi

beras koperasi. Semua peubah pada ketiga persamaan bersifat inelastis.

Modal sendiri merupakan bagian dari permodalan koperasi yang perlu

ditumbuhkan untuk mendorong kemandirian koperasi dan peningkatan

Page 81: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

74

kemampuan serta peningkatan produksinya. Pada Propinsi Sumatera Utara dan

Sumatera Barat, jumlah modal sendiri koperasi memiliki perilaku makin bertambah

searah kenaikan jumlah anggota, kenaikan jumlah simpanan anggota dan

kenaikan besaran kapasitas produksi beras koperasi. Hasil-hasil estimasi

menunjukkan kontribusi setiap individu anggota terhadap pembentukan modal

sendiri koperasi pada masing-masing propinsi relatif sangat kecil yaitu per individu

sebesar Rp. 45 396, dan Rp. 67 395, per tahun. Ini menunjukkan, para anggota

koperasi belum memiliki kemampuan finansial yang kuat untuk mendorong

peningkatan modal sendiri koperasi mereka. Hasil seperti ini juga dialami oleh

semua propinsi sampel lainnya. Dengan demikian secara umum para anggota

koperasi relatif masih memiliki kemampuan rendah dalam pembentukan modal

sendiri koperasi.

Hal serupa terjadi pada kapasitas produksi beras koperasi. Kontribusi

kapasitas produksi beras koperasi terhadap modal sendiri relatif kecil. Pada

Propinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat, penambahan kapasitas produksi

beras sebesar satu ton masing-masing hanya berkontribusi pada pembentukan

modal sendiri sebesar Rp. 13 771, dan Rp. 58 711, per tahun. Ini menunjukkan

bahwa secara umum unit usaha pangan yang dijalankan koperasi belum

memberikan kontribusi berarti bagi pembentukan modal sendiri usaha koperasi

secara keseluruhan. Sedangkan kontribusi simpanan anggota untuk masing-

masing propinsi relatif cukup besar. Berarti penggunaan simpanan anggota untuk

meningkatkan modal sendiri pada masing-masing propinsi relatif cukup besar.

Pada Propinsi Jawa Barat, Bali dan NTB, jumlah modal sendiri koperasi

memiliki perilaku makin bertambah searah kenaikan jumlah anggota dan kenaikan

jumlah simpanan anggota, tetapi tidak dipengaruhi oleh kapasitas produksi beras

koperasi. Hasil-hasil estimasi menunjukkan kontribusi simpanan anggota untuk

masing-masing ketiga propinsi ini relatif cukup besar. Ini berarti penggunaan

simpanan anggota untuk meningkatkan modal sendiri pada masing-masing

propinsi relatif cukup besar. Sedangkan pada Propinsi Jawa Timur dan Jawa

Tengah modal sendiri koperasi hanya dipengaruhi oleh jumlah anggota dan tidak

dipengaruhi oleh kapasitas produksi beras. Semakin bertambah jumlah anggota

semakin besar modal sendiri.

Pada semua propinsi sampel penelitian, semua peubah yang

mempengaruhi besaran modal sendiri koperasi hanya bersifat inelastis. Berarti

Page 82: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

75

tidak ada peubah yang memiliki respon kuat mendorong kenaikan modal sendiri

koperasi. Karena itu dapat diketahui bahwa modal sendiri koperasi tidak memiliki

insentif kuat untuk meningkat secara drastis. Dengan kata lain secara internal,

pertumbuhan modal sendiri koperasi berjalan lambat.

Pada semua propinsi sampel kecuali Jawa Timur dan Jawa Tengah,

penggunaan modal sendiri dan modal luar koperasi masih bersifat kompetitif.

Kenaikan jumlah salah satu jenis modal potensial membatasi peningkatan jumlah

modal lainnya. Kedua jenis modal tidak bersifat kompelementer dalam

penggunaannya. Hasil-hasil estimasi menunjukkan bahwa pada semua propinsi,

kenaikan modal sendiri menyebabkan modal luar makin menyusut. Meskipun

demikian, hubungan keduanya inelastis yang menunjukkan tidak ada

kecenderungan yang kuat untuk penyusutan modal luar terjadi dengan sempurna.

Pada Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, kenaikan modal luar tidak

dipengaruhi oleh berapapun jumlah modal sendiri. Ini berarti pada kedua propinsi

tersebut, penggunaan kedua jenis modal ini oleh koperasi bersifat komplementer.

Pada satu sisi modal luar dapat terus meningkat dan pada sisi lain modal sendiri

juga terus meningkat. Dengan demikian kedua modal akan digunakan secara

akumulasi dalam pendanaan usaha koperasi keseluruhan.

Modal luar makin bergerak naik searah kenaikan nilai aset. Pada Propinsi

Sumatera Utara dan NTB, kontribusi nilai aset pada modal luar sangat kecil yakni

kenaikan nilai aset sebesar 1 % hanya menaikan modal luar 0.17 % dan 0.09 %.

Sedangkan pada Propinsi Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah

dan Bali nilai aset memberikan kontribusi cukup besar masing-masing 0.61 %,

0.93 %, 0.70 %, 0.71 % dan 0.51 %. Hasil ini menunjukkan sebenarnya kenaikan

nilai aset dominan disumbangkan oleh modal luar. Pada Propinsi Sumatera Barat,

Jawa Barat dan Bali nilai aset ini memiliki respon kuat. Dengan demikian kenaikan

nilai aset akan meningkatkan secara drastis besaran modal luar koperasi.

Khusus pada Sumatera Utara, Bali dan NTB penambahan satu unit usaha

baru pada koperasi akan meningkatkan jumlah modal luarnya. Hasil-hasil estimasi

menunjukkan, penambahan satu unit usaha baru pada koperasi di ketiga propinsi

tersebut membutuhkan modal luar masing-masing sebesar Rp. 45 600 524,

Rp. 21 121 028, dan Rp. 30 918 577. Ini menunjukkan koperasi membutuhkan

modal luar cukup besar untuk mendirikan unit usaha baru. Juga khusus pada

Page 83: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

76

Sumatera Barat dan NTB, kenaikan kredit koperasi turut meningkatkan modal luar.

Disini, kredit digunakan koperasi untuk menambah modal luarnya.

Pada Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Jawa Barat nilai aset

koperasi memiliki perilaku makin bertambah searah kenaikan modal total dan

kenaikan total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras koperasi. Sesuai

hasil-hasil estimasi, kontribusi total kapasitas prasarana dan sarana produksi

beras terhadap nilai aset koperasi relatif masih rendah. Ini menunjukkan kapasitas

prasarana dan sarana dimaksud berserta unit usaha pengadaan pangan yang

dijalankan koperasi belum memberikan kontribusi berarti pada total nilai aset

koperasi. Hal ini kemungkinan disebabkan unit usaha pangan koperasi hanyalah

unit usaha relatif berskala kecil. Juga kemungkinan disebabkan prasarana dan

sarana tersebut tidak lagi beroperasi maksimal. Khusus pada Propinsi Bali, total

kapasitas prasarana dan sarana produksi beras malahan memberikan kontribusi

negatif terhadap nilai aset. Hal ini menunjukkan bahwa prasarana dan sarana

dimaksud tidak beroperasi maksimal lagi. Sedangkan pada Jawa Timur dan Jawa

Tengah, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras tidak memberikan

kontribusi apapun pada nilai aset koperasi karena sesuai hasil estimasi peubah ini

tidak signifikan. Pada Propinsi Bali dan NTB, jumlah unit usaha yang dijalankan

koperasi mempengaruhi besaran nilai aset koperasi. Penambahan satu unit usaha

baru pada masing-masing propinsi akan meningkatkan nilai aset koperasi sebesar

Rp. 34 604 059, dan Rp. 34 340 026. Ini berarti untuk mendiringan sebuah unit

usaha baru dibutuhkan modal di atas Rp. 30 juta.

5.1.3.2. Volume Usaha Koperasi, SHU dan Bagian SHU Anggota Koperasi

Volume usaha koperasi pada dasarnya ditentukan oleh nilai volume usaha

dari pelayanan anggota dan nilai volume dari pelayanan terhadap pasar umum.

Juga dianalisis keterkaitan pengadaan pupuk dengan volume usaha, dan apa

yang terjadi jika pihak koperasi dan swasta masing-masing diberi peran lebih

tinggi dalam distribusi pupuk.

Sisa hasil usaha koperasi (SHU) ditentukan oleh volume usaha, besaran

nilai aset dan produktivitas anggota. Semakin besar volume usaha koperasi akan

semakin besar juga SHU yang akan diterima. Semakin besar nilai total aset

koperasi menunjukkan peluang menerima SHU yang besar semakin terbuka.

Page 84: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

77

Diasumsikan jika produktivitas anggota koperasi semakin baik berpeluang

meningkatkan SHU yang diterima koperasi. Sebaliknya, semakin besar SHU yang

diterima koperasi maka makin besar bagian yang akan diterima anggota masing-

masing. Begitu juga semakin tinggi produkvitas seorang anggota semakin besar

bagian SHU yang ia terima.

Hasil estimasi pada (Lampiran 2) menunjukkan volume usaha koperasi

(VOLUME) di Propinsi Sumatera Utara secara signifikan dipengaruhi positif oleh

jumlah pengadaan pupuk koperasi, nilai volume usaha dari pelayanan kepada

anggota dan pelayanan kepada pasar umum (S4ECKOP, VOLA dan VOLPSR),

dan dipengaruhi negatif oleh pengadaan pupuk pengecer swasta (S4ECNKO).

Sisa Hasil Usaha koperasi (SHU) secara signifikan dipengaruhi positif oleh volume

usaha, jumlah aset dan indeks produktivitas anggota (VOLUME, ASET dan

PRAN). Sedangkan bagian SHU yang diterima anggota (SHUA) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh besaran SHU dan indeks produktivitas anggota (SHU dan

PRAN). Semua peubah dalam ketiga persamaan bersifat inelastis.

Pada Propinsi Sumatera Barat, hasil estimasi (Lampiran 3) menunjukkan

volume usaha koperasi (VOLUME) secara signifikan dipengaruhi positif oleh

jumlah pengadaan pupuk koperasi dan nilai volume usaha dari pelayanan kepada

anggota (S4ECKOP dan VOLA). Tetapi ia dipengaruhi negatif oleh pengadaan

pupuk pengecer swasta (S4ECNKO). Sisa Hasil Usaha koperasi (SHU) secara

signifikan dipengaruhi positif oleh volume usaha dan jumlah aset koperasi

(VOLUME dan ASET), tetapi tidak dipengaruhi oleh indeks produktivitas anggota.

Sedangkan bagian SHU yang diterima anggota (SHUA) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh besaran SHU dan indeks produktivitas anggota (SHU dan

PRAN). Semua peubah dalam ketiga persamaan bersifat inelastis, kecuali peubah

S4ECKOP pada persamaan volume usaha bersifat elastis (1.19).

Pada Propinsi Jawa Barat, hasil estimasi (Lampiran 4) menunjukkan

volume usaha koperasi (VOLUME) secara signifikan dipengaruhi positif oleh

jumlah pengadaan pupuk koperasi, jumlah pengadaan pupuk swasta dan nilai

volume usaha dari pelayanan kepada anggota (S4ECKOP, S4ECNKO dan

VOLA). Sisa Hasil Usaha koperasi (SHU) secara signifikan dipengaruhi positif oleh

volume usaha dan jumlah aset koperasi (VOLUME dan ASET). Sedangkan bagian

SHU yang diterima anggota (SHUA) secara signifikan dipengaruhi positif oleh

Page 85: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

78

besaran SHU dan indeks produktivitas anggota (SHU dan PRAN). Semua peubah

dalam ketiga persamaan bersifat inelastis.

Hasil estimasi pada Lampiran 5 menunjukkan volume usaha koperasi

(VOLUME) di Propinsi Jawa Timur secara signifikan hanya dipengaruhi positif oleh

nilai volume usaha dari pelayanan kepada anggota (VOLA), dan tidak dipengaruhi

baik oleh jumlah pengadaan pupuk koperasi maupun jumlah pengadaan pupuk

swasta. Sisa Hasil Usaha koperasi (SHU) secara signifikan dipengaruhi positif

oleh volume usaha dan jumlah aset koperasi (VOLUME dan ASET). Sedangkan

bagian SHU yang diterima anggota (SHUA) secara signifikan hanya dipengaruhi

positif oleh besaran SHU, dan tidak dipengaruhi oleh indeks produktivitas anggota

koperasi. Peubah VOLUME pada persamaan SHU dan peubah SHU pada

persamaan SHUA keduanya bersifat elastis (1.01 dan 1.19). Sedangkan semua

peubah lainnya bersifat inelastis.

Pada Propinsi Bali, hasil estimasi pada Lampiran 6 menunjukkan volume

usaha koperasi (VOLUME) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah

pengadaan pupuk dan produksi beras koperasi, dan nilai volume usaha dari

pelayanan kepada anggota (S4ECKOP, PROBRKOP dan VOLA). Tetapi ia tidak

dipengaruhi oleh jumlah pengadaan pupuk swasta. Sisa Hasil Usaha koperasi

(SHU) secara signifikan dipengaruhi positif oleh volume usaha dan indeks

produktivitas anggota koperasi (VOLUME dan PRAN). Sedangkan bagian SHU

yang diterima anggota (SHUA) secara signifikan dipengaruhi positif oleh besaran

SHU, jumlah anggota dan indeks produktivitas anggota koperasi (SHU, ANG,

PRAN). Semua peubah dalam ketiga persamaan bersifat inelastis.

Pada Propinsi NTB, hasil estimasi pada Lampiran 7 menunjukkan volume

usaha koperasi (VOLUME) secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah

pengadaan pupuk koperasi dan nilai volume usaha dari pelayanan kepada

anggota (S4ECKOP dan VOLA), dan dipengaruhi negatif jumlah pengadaan

pupuk swasta (S4ECNKO). Sisa Hasil Usaha koperasi (SHU) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh volume usaha dan indeks produktivitas anggota koperasi

(VOLUME dan PRAN). Sedangkan bagian SHU yang diterima anggota (SHUA)

secara signifikan dipengaruhi positif oleh besaran SHU dan jumlah anggota (SHU

dan ANG), tetapi tidak dipengaruhi oleh indeks produktivitas anggota koperasi.

Semua peubah dalam ketiga persamaan bersifat inelastis.

Page 86: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

79

Pada Propinsi Jawa Tengah hasil estimasi pada Lampiran 8 menunjukkan

volume usaha koperasi (VOLUME) secara signifikan dipengaruhi positif oleh nilai

volume usaha dari pelayanan kepada anggota dan pelayanan kepada pasar

umum (VOLA dan VOLPSR), dan tidak dipengaruhi oleh jumlah pengadaan pupuk

baik oleh pengecer koperasi maupun swasta dan oleh jumlah produksi beras

koperasi. Sisa Hasil Usaha koperasi (SHU) secara signifikan dipengaruhi positif

oleh volume usaha dan besaran nilai aset koperasi (VOLUME dan ASET).

Sedangkan bagian SHU yang diterima anggota (SHUA) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh besaran SHU dan nilai indeks produktivitas anggota

koperasi (SHU dan PRAN). Semua peubah dalam ketiga persamaan bersifat

inelastis.

Pada semua propinsi sampel, volume usaha koperasi memiliki perilaku

makin meningkat searah kenaikan nilai volume usaha dari pelayanan kepada para

anggota koperasi. Secara umum, semua koperasi lebih dominan kepada

pelayanan kepada para anggotanya dibanding pelayanan kepada pasar umum. Ini

merupakan wujud fungsi sosial yang tengah diemban koperasi. Khusus pada

beberapa propinsi seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat dan NTB volume

usaha koperasi makin menurun searah kenaikan jumlah pengadaan pupuk oleh

pengecer swasta. Ini berarti kehadiran pengecer swasta dalam penyaluran pupuk

turut mengurangi kesempatan koperasi-koperasi pada propinsi-propinsi tersebut

untuk menambah volume usahanya. Sebelum kebijakan baru distribusi pupuk dan

pengadaan beras yang berlaku saat ini, kebijakan sebelumnya memberikan

kewenangan penuh kepada koperasi dalam penyaluran pupuk dan pengadaan

beras. Dengan kebijakan tersebut, banyak koperasi telah terlibat dalam distribusi

pupuk dan pengadaan pangan sehingga unit-unit usaha penyaluran pupuk dan

pengadaan pangan turut memberikan kontribusi signifikan terhadap volume usaha

koperasi. Setelah kebijakan baru berlaku, koperasi tersaingi oleh pihak swasta

dan karena itu mempengaruhi besaran volume usaha mereka.

Secara khusus pada Propinsi Jawa Barat volume usaha koperasi malahan

makin meningkat searah kenaikan jumlah pengadaan pupuk oleh pengecer

swasta. Bahkan pada Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah volume usaha

koperasi tidak dipengaruhi sama sekali oleh jumlah pengadaan pupuk baik oleh

pengecer swasta maupun pengecer koperasi. Juga di Bali, volume usaha tidak

dipengaruhi oleh pengadaan pupuk pengecer swasta. Hal ini menunjukkan pada

Page 87: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

80

propinsi-propinsi tersebut usaha koperasi tetap berjalan normal tanpa terganggu

oleh perubahan kebijakan yang memberikan wewenang lebih besar kepada pihak

swasta. Sedangkan pada semua propinsi kecuali Jawa Timur dan Jawa Tengah,

kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer koperasi turut mendorong kenaikan

volume usaha koperasi. Pada Sumatera Barat, pengadaan pupuk pengecer

koperasi ini memiliki respon kuat untuk meningkatkan volume usaha.

Hasil-hasil estimasi menunjukkan bahwa gerak kenaikan volume usaha dan

kenaikan besaran nilai aset akan mendorong kenaikan besaran SHU yang

diterima koperasi. Hal ini terjadi pada hampir semua propinsi. Ini menunjukkan

bahwa kedua peubah ini berhubungan erat dengan besaran SHU. Selain itu

kenaikan indeks produktivitas anggota turut mendorong kenaikan nilai SHU.

Produktivitas anggota menunjukkan seberapa besar kemampuan mereka

menyumbangkan return pada besaran volume usaha. Kenaikan indeks

produktivitas ini merupakan suatu indikator bagi kenaikan SHU koperasi. Pada

Propinsi Suametara Utara, Bali dan NTB besaran SHU koperasi dipengaruhi juga

produktivitas anggota ini. Meskipun demikian, peubah produksivitas indeks

produktivitas anggota koperasi ini masih memberikan kontribusi yang kecil bagi

pembentukan SHU.

Sedangkan bagian SHU yang diterima para anggota makin meningkat

sejalan dengan kenaikan nilai SHU yang dicapai koperasi. Perilaku ini terjadi di

semua propinsi dan menunjukkan bahwa kenaikan besaran SHU akan

memberikan peluang lebih besar kepada para anggota untuk menerima bagiannya

masing-masing. Beberapa propinsi seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa

Barat, Bali dan Jawa Tengah indeks produktivitas anggota turut mempengaruhi

kenaikan bagian SHU yang akan mereka terima. Meskipun demikian kontribusi

peubah produktivitas anggota terhadap besaran bagian SHU yang diterima

anggota masih begitu kecil, juga ia tidak memiliki respon yang kuat terhadap

kenaikan bagian SHU. Sedangkan pada Propinsi Jawa Timur dan NTB, indeks

produktivitas anggota tidak mempengaruhi besaran bagian SHU yang akan

diterima anggota.

Page 88: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

81

5.1.3.3. Produktivitas Anggota, Produktivitas Aset, dan Produktivitas Usaha

Produktivitas anggota merupakan sebuah angka yang mengukur seberapa

banyak output yang dapat dihasilkan oleh seorang anggota koperasi. Semakin

tinggi angka tersebut semakin tinggi pula produktivitas anggota. Angka ini

merupakan rasio antara volume usaha dan jumlah anggota koperasi. Koperasi-

koperasi dengan anggota banyak cenderung menghasilkan volume usaha lebih

besar. Sedangkan produktivitas aset merupakan angka yang mengukur

produktivitas dari kekayaan aset koperasi. Aset-aset yang ditanamkan memiliki

nilai dan karena itu ia harus menerima return-nya. Produktivitas aset dihitung

dengan membagi antara volume usaha dan total nilai aset koperasi. Semakin

tinggi volume usaha koperasi semakin tinggi pula return yang diterima aset yang

ditanamkan dan berarti semakin tinggi produktivitas aset tesebut. Produktivitas

usaha merupakan angka yang mengukur besarnya bagian SHU (%) dari total

volume usaha yang dicapai koperasi. Jika pencapaian suatu volume usaha

sanggup memberikan bagian terbesar bagi SHU berarti diperoleh produktivitas

usaha yang lebih tinggi. Angka produktivitas usaha diperoleh dengan mencari

prosentase besaran SHU dari volume usaha.

Produktivitas anggota (PRAN) diasumsikan ditentukan oleh volume usaha,

jumlah tempat pelayanan koperasi, jumlah karyawan dan produktivitas modal total.

Semakin besar volume usaha, semakin banyak tempat pelayanan koperasi dan

semakin tinggi produktivitas modal total maka semakin besar pula produktivitas

anggota. Sedangkan semakin banyak jumlah karyawan koperasi semakin

berkurang produktivitas anggota. Produktivitas aset (PRAS) ditentukan oleh

volume usaha, produktivitas anggota dan produktivitas modal total. Semakin besar

volume usaha, semakin tinggi produktivitas anggota dan produktivitas modal total

maka semakin tinggi pula produktivitas aset koperasi. Produktivitas usaha (PRUS)

ditentukan oleh produktivitas anggota dan produktivitas kredit yang diambil

koperasi. Semakin besar kedua peubah tersebut semakin besar pula produktivitas

usaha. Kredit digunakan koperasi untuk mendanai berbagai kegiatan produktif

koperasi. Diharapkan penggunaan kredit akan mendatangkan output yang lebih

besar bagi koperasi. Jika kredit tersebut cukup produktif mendatangkan output, itu

berarti ia meningkatkan produktifitas usaha.

Page 89: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

82

Hasil estimasi pada Lampiran 2 menunjukkan indeks produktivitas anggota

koperasi (PRAN) di Propinsi Sumatera Utara secara signifikan dipengaruhi positif

oleh nilai volume usaha, jumlah tempat pelayanan koperasi dan indeks

produktivitas modal total (VOLUME, JTPK dan PRMOTO). Tetapi ia dipengaruhi

negatif oleh jumlah karyawan yang dipekerjakan pada koperasi (JKAR). Indeks

produktivitas aset koperasi (PRAS) secara signifikan dipengaruhi positif oleh nilai

volume usaha dan indeks produktivitas modal total (VOLUME dan PRMOTO),

tetapi ia dipengaruhi negatif oleh indeks produktivitas anggota (PRAN).

Sedangkan indeks produktivitas usaha (PRUS) secara signifikan dipengaruhi

positif oleh indeks produktivitas anggota dan indeks produktivitas kredit koperasi

(PRAN dan PRKRED). Peubah VOLUME baik pada persamaan PRAN maupun

pada persamaan PRAS, dan peubah JKAR pada persamaan PRAN, ketiganya

bersifat elastis (1.95, 1.10 dan – 2.23). Sedangkan semua peubah lainnya bersifat

inelastis.

Pada Propinsi Sumatera Barat, hasil estimasi (Lampiran 3) menunjukkan

indeks produktivitas anggota koperasi (PRAN) di Propinsi Sumatera Utara secara

signifikan dipengaruhi positif oleh nilai volume usaha koperasi (VOLUME), dan

dipengaruhi negatif oleh jumlah karyawan yang dipekerjakan pada koperasi

(JKAR). Indeks produktivitas aset koperasi (PRAS) secara signifikan dipengaruhi

positif oleh nilai volume usaha (VOLUME), dan dipengaruhi negatif oleh indeks

produktivitas anggota dan indeks produktivitas modal total (PRAN dan PRMOTO).

Sedangkan indeks produktivitas usaha (PRUS) secara signifikan dipengaruhi

positif oleh indeks produktivitas anggota, indeks produktivitas biaya operasional

koperasi dan indeks produktivitas kredit (PRAN, PRCOST dan PRKRED). Peubah

VOLUME pada persamaan PRAN bersifat elastis (1.28), sedangkan semua

peubah lainnya bersifat inelastis.

Hasil estimasi pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa di Propinsi Jawa

Barat indeks produktivitas anggota koperasi (PRAN) secara signifikan dipengaruhi

positif oleh nilai volume usaha koperasi (VOLUME), dan dipengaruhi negatif oleh

jumlah karyawan yang dipekerjakan pada koperasi (JKAR). Indeks produktivitas

aset koperasi (PRAS) secara signifikan dipengaruhi positif oleh indeks

produktivitas modal total (PRMOTO), dan tidak dipengaruhi oleh volume usaha

maupun SHU. Sedangkan indeks produktivitas usaha (PRUS) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh indeks produktivitas aset, indeks produktivitas anggota

Page 90: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

83

dan indeks produktivitas kredit (PRAS, PRAN dan PRKRED). Peubah VOLUME

pada persamaan PRAN bersifat elastis (1.22), sedangkan semua peubah lainnya

bersifat inelastis.

Hasil estimasi pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa di Propinsi Jawa

Timur indeks produktivitas anggota koperasi (PRAN) secara signifikan dipengaruhi

positif oleh nilai volume usaha koperasi dan jumlah tempat pelayanan koperasi

(VOLUME dan JTPK), dan dipengaruhi negatif oleh jumlah karyawan yang

dipekerjakan pada koperasi (JKAR). Indeks produktivitas aset koperasi (PRAS)

secara signifikan dipengaruhi positif oleh volume usaha dan indeks produktivitas

modal total (VOLUME dan PRMOTO). Sedangkan indeks produktivitas usaha

(PRUS) secara signifikan dipengaruhi positif oleh indeks produktivitas anggota

dan indeks produktivitas kredit (PRAN dan PRKRED). Peubah VOLUME pada

persamaan PRAN bersifat elastis (1.19), sedangkan semua peubah lainnya

bersifat inelastis.

Hasil estimasi pada Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa di Propinsi Bali

dan Nusa Tenggara Barat indeks produktivitas anggota koperasi (PRAN) secara

signifikan dipengaruhi positif oleh nilai SHU dan indeks produktivitas modal total

(SHU dan PRMOTO). Indeks produktivitas aset koperasi (PRAS) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh volume usaha dan indeks produktivitas anggota (VOLUME

dan PRAN). Sedangkan indeks produktivitas usaha (PRUS) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh volume usaha, indeks produktivitas anggota dan indeks

produktivitas biaya operasional (VOLUME, PRAN dan PRCOST). Pada Propinsi

Bali, semua peubah dalam ketiga persamaan bersifat inelastis. Sedangkan pada

NTB, peubah SHU pada persamaan PRAN bersifat elastis (1.14), dan semua

peubah lainnya bersifat inelastis.

Pada Propinsi Jawa Tengah, hasil estimasi pada Lampiran 8 menunjukkan

bahwa indeks produktivitas anggota koperasi (PRAN) secara signifikan

dipengaruhi positif oleh besaran volume usaha koperasi (VOLUME), dan tidak

dipengaruhi oleh jumlah tempat pelayanan koperasi. Indeks produktivitas aset

koperasi (PRAS) secara signifikan hanya dipengaruhi positif oleh indeks

produktivitas modal total koperasi (PRMOTO), dan tidak dipengaruhi oleh volume

usaha dan indeks produktivitas anggota. Sedangkan indeks produktivitas usaha

(PRUS) secara signifikan dipengaruhi positif oleh volume usaha, indeks

produktivitas anggota dan indeks produktivitas biaya operasional (VOLUME,

Page 91: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

84

PRAN dan PRCOST). Peubah VOLUME pada persamaan produktivitas anggota

bersifat elastis (1.05), sedangkan semua peubah lainnya bersifat inelastis.

Hasil-hasil estimasi menunjukkan, pada Propinsi Sumatera Utara,

Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah indeks produktivitas

anggota koperasi makin meningkat searah kenaikan nilai volume usaha.

Sedangkan pada Propinsi Bali dan NTB, indeks produktivitas anggota koperasi

makin meningkat searah kenaikan besaran nilai SHU. Ini berarti pada semua

propinsi terdapat kecenderungan kenaikan produktivitas anggota koperasi. Adalah

suatu kemajuan yang menggembirakan jika dari waktu ke waktu produktivitas

anggota-anggota koperasi makin meningkat, dan kenaikan produktivitas tersebut

terwujud melalui kenaikan dalam volume usaha dan SHU.

Tetapi berdasarkan hasil estimasi kontribusi volume usaha dan SHU

terhadap kenaikan produktivitas anggota relatif sangat kecil. Yakni dengan

kenaikan volume usaha dan SHU masing-masing sebesar 10 % hanya mampu

mendorong kenaikan produktivitas anggota koperasi pada masing-masing

Propinsi Sumatera Utara 0.10 %, Sumatera Barat 0.09 %, Jawa Barat 0.10 %,

Jawa Timur 0.001 %, Bali 0.36 %, NTB 0.84 % dan Jawa Tengah 0.002 %. Hasil

ini menunjukkan bahwa kenaikan produktivitas anggota koperasi pada seluruh

propinsi masing-masing sangat kecil. Meskipun kontribusinya kecil, peubah SHU

pada NTB dan peubah volume usaha memiliki respon yang kuat terhadap

kenaikan produktivitas anggota. Karena itu dari waktu ke waktu produktivitas

anggota berpotensi untuk meningkat jika volume usaha dan SHU terus

ditingkatkan.

Pada Propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur indeks produktivitas

anggota koperasi juga makin meningkat searah kenaikan jumlah tempat

pelayanan koperasi. Semakin banyak tempat pelayanan koperasi, semakin

mendorong kenaikan produktivitas para anggotanya. Sementara pada Propinsi

Bali dan NTB, indeks produktivitas anggota koperasi juga makin meningkat searah

kenaikan indeks produktivitas modal total. Sesuai hasil-hasil estimasi, kedua

peubah jumlah tempat pelayanan koperasi dan indeks produktivitas modal total

tidak memiliki respon kuat terhadap kenaikan produktivitas anggota.

Page 92: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

85

Untuk indeks produktivitas aset, hasil-hasil estimasi menunjukkan pada

Propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur indeks produktivitas aset koperasi makin

meningkat searah kenaikan nilai volume usaha dan kenaikan indeks produktivitas

modal total. Peubah volume usaha dan modal total adalah peubah-peubah utama

dalam sebuah koperasi. Karena itu kenaikan keduanya tentu mendorong kenaikan

produktivitas aset. Tetapi pada Propinsi Sumatera Barat, produktivitas aset hanya

dipengaruhi positif oleh volume usaha dan sebaliknya dipengaruhi negatif oleh

produktivitas modal total. Hal ini menunjukkan adanya kondisi tidak normal di

dalam operasional koperasi. Kondisi tidak normal juga terjadi pada Propinsi Jawa

Barat dan Jawa Tengah dimana produktivitas aset hanya dipengaruhi positif oleh

produktivitas modal total tetapi tidak dipengaruhi oleh volume usaha dan nilai

SHU. Khusus pada Propinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat, produktivitas

aset makin menurun ketika produktivitas anggota makin meningkat. Kondisi tidak

normal menunjukkan adanya kelemahan pada produktivitas anggota yang belum

memberikan kontribusi positif terhadap kenaikan produktivitas aset.

Untuk produktivitas usaha, hasil-hasil estimasi menunjukkan pada Propinsi

Sumatera Utara dan Jawa Timur indeks produktivitas usaha koperasi makin

meningkat searah kenaikan indeks produktivitas anggota dan kenaikan indeks

produktivitas kredit koperasi. Meskipun kenaikan keduanya akan meningkatkan

indeks produktivitas usaha koperasi, akan tetapi hasil-hasil estimasi menunjukkan

bahwa kontribusi keduanya sangatlah kecil.

Para Propinsi Sumatera Barat, Jawa Barat, Bali, NTB dan Jawa Tengah

ada penambahan peubah yang mempengaruhi indeks produktivitas usaha

koperasi. Di Sumatera Barat, Bali, NTB dan Jawa Tengah terdapat peubah

produktivitas biaya operasional dan di Jawa Barat ada peubah produktivitas aset.

Kenaikan pada semua peubah-peubah ini akan mendorong kenaikan produktivitas

usaha koperasi. Tetapi sesuai hasil estimasi, kontribusi dari peubah-peubah

tersebut relatif masih sangat kecil.

Page 93: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

86

5.2. Efektifitas Kebijakan Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Beras

Untuk mengetahui efektif tidaknya penyaluran pupuk dan pengadaan beras

sesuai kebijakan yang telah ada, dilakukan simulasi terhadap model yang telah

dibangun. Tujuan melakukan simulasi adalah untuk menganalisis dampak

perubahan peubah-peubah endogen dan eksogen tertentu terhadap keseluruhan

peubah endogen di dalam model. Perubahan terhadap peubah-peubah dimaksud

dilakukan dengan cara mengubah nilainya. Sedangkan peubah yang disimulasi

adalah peubah yang terkait dan menjelaskan tentang kebijakan distribusi pupuk

dan pengadaan gabah dan beras yang ada, serta peubah-peubah kebijakan

lainnya.

5.2.1. Validasi Model

Sebelum dilakukan simulasi terlebih dahulu model divalidasi untuk

mengetahui apakah model tersebut valid untuk dilakukan simulasi. Indikator yang

digunakan untuk menilai apakah model valid atau tidak adalah Mean Square Error

(MSE), Root Mean Square Error (RMSE), Root Mean Square Percent Error

(RMSPE), U-Theil (nilai koefisien pendugaan Theil), dan Koefisien Determinasi

(R2). Nilai-nilai MSE, RMSE, RMSPE dan U-Theil yang diharapkan adalah kecil

atau mendekati nol sedangkan nilai R2 mendekati satu.

Hasil validasi model semua propinsi dapat dilihat pada Tabel 2. Pada tabel

tersebut dapat dilihat bahwa indikator RMSE pada masing-masing model (sesuai

propinsi) menunjukkan lebih kecil dari 50 % peubah endogen bernilai mendekati

nol. Ini berarti indikator RMSE tidak dapat digunakan untuk menetapkan model

valid. Indikator RMSPE menunjukkan model pada Propinsi Sumatera Utara, Jawa

Barat dan Jawa Timur valid untuk disimulasi karena 50 % peubah endogennya

bernilai mendekati nol, sedangkan model propinsi lainnya tidak valid. Indikator

Koefisien Determinasi (R2) dan nilai koefisien pendugaan Theil (U-Theil)

menunjukkan semua model valid karena lebih dari 50 % peubah endogen

memenuhi kriteria masing-masing indikator. Secara umum dengan menggunakan

indikator R2 dan U-Theil, seluruh model dinilai valid untuk dilakukan simulasi.

Page 94: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

87

Tabel 2. Hasil Validasi Model

Persentase Peubah Sesuai Indikator Propinsi RMSE RMSPE R2 U-Theil

Evaluasi

1. Sumatera Utara 34.61 53.85 80.77 76.92 Valid

2. Sumatera Barat 34.61 34.61 76.92 76.92 Valid

3. Jawa Barat 30.77 57.69 57.69 61.54 Valid

4. Jawa Timur 30.77 50.00 70.08 84.61 Valid

5. Bali 30.77 42.31 96.15 96.15 Valid

6. Nusa Tenggara Barat 30.77 38.46 92.31 92.31 Valid

7. Jawa Tengah 30.77 46.15 76.92 80.77 Valid

5.2.2. Skenario Simulasi

Sebelum dilakukan simulasi terlebih dahulu ditetapkan skenario-skenario

yang akan disimulasikan. Skenario di bawah ini disusun dengan tujuan untuk

menganalisis sejauh mana kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras yang

telah berjalan efektif : (1) mengatasi kelangkaan pupuk pada petani, (2)

meningkatkan produksi gabah dan pendapatan petani, (3) meningkatkan produksi

dan kapasitas produksi beras koperasi, dan (4) meningkatkan kinerja usaha-usaha

koperasi.

Skenario yang ditetapkan antara lain :

1. Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer swasta dan kenaikan kelangkaan

pupuk yang ditunjukkan oleh peubah SISA sebesar 25 %,

2. Penurunan pembelian gabah oleh koperasi sebesar 25 %. Skenario pertama diambil berdasarkan fakta bahwa pemerintah telah

mengambil kebijakan distribusi pupuk yang baru yang memberikan kesempatan

lebih besar kepada penyalur swasta. Data lapangan menunjukkan sekitar 70 %

penyaluran pupuk dilakukan oleh pihak swasta dan hanya 30 % oleh pihak

koperasi. Pada satu sisi, pihak swasta mendominasi penyaluran pupuk tetapi pada

sisi lain terjadi kelangkaan pupuk pada petani. Karena itu pada skenario ini, jika

peran swasta ditingkatkan akan paralel dengan kenaikan kelangkaan pupuk.

Kenaikan 25 % pada peran swasta dan kelangkaan pupuk dimaksudkan

untuk menganalisis jika pemerintah masih terus mempercayakan pihak swasta

dalam penyaluran pupuk kepada petani. Besaran persentase 25 % disini diambil

berdasarkan fakta-fakta umum yang telah berlaku yakni sebelum perubahan

Page 95: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

88

kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan gabah dan beras dimana swasta ikut

berpartisipasi, koperasi diberikan tanggung jawab penuh (100 %). Tetapi ketika

terjadi perubahan kebijakan, partisipasi koperasi tersisa sekitar 30 – 40 %.

Karena itu luas skenario yang diambil berkisar antara 25 – 100 %.

Skenario kedua diambil berdasarkan beberapa kebijakan pemerintah dalam

pengadaan pangan/beras. Sesuai Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1997 tentang

penetapan harga dasar gabah dan beras, koperasi diberikan tanggung jawab

terlibat dalam pembelian gabah dan beras petani. Tetapi dalam kebijakan

perberasan selanjutnya antara lain Inpres Nomor 8 Tahun 2000, Inpres Nomor 9

Tahun 2001 dan 2002, dan Inpres Nomor 2 Tahun 2005, koperasi tidak lagi

diberikan tanggung jawab membeli gabah dan beras petani, dan pengadaan

pangan seluruhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Karena itu disini diambil

skenario pengurangan pembelian gabah oleh koperasi sebesar 25 %.

5.2.3. Evaluasi Efektifitas Kebijakan Pupuk

Evaluasi dampak skenario dapat dilihat terhadap kondisi kelangkaan pupuk

dan penyediaan pupuk bagi petani, penggunaan pupuk oleh petani yang

berdampak pada produksi gabah dan pendapatan mereka, pengadaan beras oleh

koperasi dan pencapaian volume usaha, SHU dan tingkat produktivitas koperasi.

Enam kelompok peubah di dalam model yang dapat dievaluasi masing-masing (1)

pengadaan pupuk level propinsi dan kabupaten, (2) harga pupuk riil tingkat petani,

(3) kelompok peubah petani anggota koperasi, (4) kelompok peubah petani non-

anggota koperasi, (5) pengadaan gabah dan produksi beras koperasi, dan (6)

kinerja usaha koperasi.

Hasil simulasi pada masing-masing propinsi sampel dapat dilihat pada

Tabel 3. Jika peran swasta dalam kebijakan pupuk ditingkatkan 25 % akan

berdampak meningkatkan pengadaan pupuk level propinsi dan kabupaten pada

semua propinsi sampel. Akan tetapi kenaikan peran swasta tersebut memberikan

dampak negatif terhadap pengadaan beras koperasi yakni menurunkan jumlah

pembelian gabah koperasi, juga menurunkan jumlah produksi beras dan kapasitas

produksi beras koperasi pada semua propinsi sampel. Dampak negatif juga

ditimbulkan pada kinerja koperasi semua propinsi sampel yakni menurunkan

volume usaha, SHU dan indikator-indikator produktivitas koperasi. Dampak yang

ditimbulkan pada petani adalah merugikan para petani anggota koperasi semua

Page 96: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

89

propinsi sampel kecuali Jawa Tengah. Kerugian yang dialami petani disini adalah

dalam hal penurunan penggunaan pupuk, penurunan jumlah produksi gabah,

penurunan jumlah penjualan gabah dan tingkat pendapatan petani. Dampak

kerugian yang sama juga terjadi bagi petani non-anggota koperasi khsusnya pada

Propinsi Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat.

Tabel 3. Hasil Simulasi Skenario Kebijakan Pupuk

P R O P I N S I

SUMUT SUMBAR JABAR JATIM BALI NTB JATENG PEUBAH

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

LINI II & III S2… 27.24 32.17 11.86 32.85 21.53 3.94 4.47 S3KAB 27.66 24.13 12.11 33.59 25.66 4.17 4.78

HARGA PUPUK PPETKOP -0.41 0.00 0.14 -0.69 3.02 3.25 1.47

PETANI KOPERASI DPPETKOP -2.73 -0.86 -0.06 -0.33 -0.24 -0.19 0.02

GPETKOP -0.36 -0.19 -0.01 -0.15 -0.01 -0.05 0.00 JGPETKOP -0.33 -0.21 0.03 -0.21 0.56 -0.22 0.01 IPETKOP -0.59 -0.15 0.06 -0.17 0.26 -0.28 0.07

PETANI NON-KOP DPPETNKO 7.56 -0.72 0.00 1.86 0.83 -1.41 2.03 GPETNKO 2.55 -0.34 0.00 1.00 0.30 -0.29 0.12 JGPETNKO 2.69 -0.24 0.04 0.12 0.32 -0.25 0.14 IPETNKO 2.64 -0.50 0.07 0.09 0.46 -0.36 0.18

BERAS KOPERASI PGKOP 0.86 -0.10 0.08 0.04 0.08 0.38 0.08 BGKOP -0.80 -0.07 -0.05 0.04 -0.11 -0.13 -0.02 PROBRKOP -0.63 -0.05 -0.03 -0.11 -0.14 -0.14 -0.05 CPPRODBR -0.19 -0.03 -0.08 -0.11 -0.21 -0.16 -0.02

KINERJA KOPERASI MOSE -0.05 -0.12 0.00 0.00 0.00 -0.01 0.00 MOLU 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 ASET 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 VOLUME -5.72 -11.57 -1.43 -0.50 -0.26 -8.20 -0.19 SHU -3.08 -3.82 -0.68 -0.68 -0.08 -10.71 -0.22 SHUA -5.13 -6.47 -0.55 -1.36 -0.04 -8.52 -0.25 PRAN -11.16 -37.82 -0.04 -0.47 -0.05 -12.20 -0.19 PRAS -2.02 -0.23 -0.09 -0.38 -0.28 -11.04 -0.03 PRUS

-7.17

-7.17

-0.05

-0.41

0.00

-6.57

-0.02

Page 97: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

90

Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa kebijakan distribusi

pupuk yang lebih memerankan pihak swasta secara parmanen merugikan para

pelaku utama produsen beras yakni petani dan pihak koperasi di dalam

pengadaan pangan/beras. Karena itu dapat dikatakan bahwa kebijakan distribusi

pupuk yang ada sekarang tidak efektif mencapai tujuannya yakni untuk

mendukung ketahanan pangan nasional.

Tabel 4. Daftar Peubah-peubah Simulasi dalam Model

PEUBAH Keterangan

LINI II & III S2… Pengadaan Pupuk Level Propinsi Masing-masing S3KAB Pengadaan Pupuk Level Kabupaten Masing-masing Propinsi

HARGA PUPUK PPETKOP Harga Pupuk Tingkat Petani Anggota Koperasi

PETANI KOP. DPPETKOP Penggunaan Pupuk Petani Anggota Koperasi

GPETKOP Jumlah Produksi Gabah Petani Anggota Koperasi JGPETKOP Jumlah Penjualan Gabah Petani Anggota Koperasi IPETKOP Pendapatan Petani Anggota Koperasi

PETANI NKOP DPPETNKO Penggunaan Pupuk Petani Non-Anggota Koperasi GPETNKO Jumlah Produksi Gabah Petani Non-Anggota Koperasi JGPETNKO Jumlah Penjualan Gabah Petani Non-Anggota Koperasi IPETNKO Pendapatan Petani Non-Anggota Koperasi

BERAS KOP PGKOP Harga Gabah yang Ditetapkan Koperasi BGKOP Jumlah Pembelian Gabah Koperasi PROBRKOP Jumlah Produksi Beras Koperasi CPPRODBR Kapasitas Produksi Beras Koperasi

LEMBAGA KOP MOSE Modal Sendiri Koperasi MOLU Modal Luar Koperasi ASET Nilai Aset Koperasi VOLUME Volume Usaha Koperasi SHU Sisa Hasil Usaha Koperasi SHUA Bagian Sisa Hasil Usaha yang Diterima Anggota Koperasi PRAN Indeks Produktivitas Anggota Koperasi PRAS Indeks Produktivitas Aset Koperasi PRUS

Indeks Produktivitas Usaha Koperasi

Page 98: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

91

5.2.4. Evaluasi Efektifitas Kebijakan Beras

Hasil simulasi skenario kebijakan beras pada masing-masing propinsi

sampel dapat dilihat pada Tabel 5. Ketika kebijakan perberasan berubah dimana

koperasi tidak lagi diberikan tanggung jawab penuh dalam pengadaan pangan dan

tidak ada lagi kredit untuk pengadaan pangan, koperasi mengalami penurunan

dalam pembelian gabah. Penurunan ini disebabkan oleh kendala permodalan

koperasi yang lemah maupun pengurangan kegiatan pengadaan pangan pada

sebagian koperasi. Hasil simulasi pada Tabel 5 menunjukkan penurunan

pembelian gabah koperasi berdampak menurunkan produksi beras koperasi pada

semua propinsi sampel antara 11.82 % hingga 30.72 %. Juga kapasitas produksi

beras koperasi pada semua propinsi sampel mengalami penurunan antara

5.87 % hingga 45.93 %.

Dampak tersebut menunjukkan koperasi telah mengalami penurunan

signifikan dalam produksi maupun kapasitas produksi berasnya. Secara nasional,

kemampuan dalam negeri untuk menciptakan ketahanan pangan sesungguhnya

terbangun oleh semua komponen pelaku produksi pangan nasional. Dalam hal ini

produksi dan kapasitas produksi pagan/beras koperasi yang sebelumnya telah

terbangun adalah bagian dari kapasitas produksi pangan nasional yang telah ada.

Karena itu penurunan sebagian kapasitas pangan nasional yang telah ada

merupakan suatu penurunan kemampuan ketahanan pangan secara terstruktur

di dalam negeri.

Pada sisi lain koperasi mewadahi sebagian besar petani dimana koperasi

menjadi pasar bagi gabah para petani. Karena itu penurunan pembelian gabah

koperasi menciptakan kesulitan pasar bagi para petani. Hasil penelitian lapang

menunjukkan sebagian petani menempuh cara tebas dalam menjual gabahnya

yaitu gabah dijual kepada tengkulak dalam keadaan masih sebagai tanaman padi

di sawah. Cara ini ditempuh untuk menghindari biaya panen yang cukup besar

maupun karena alasan-alasan lainnya. Jika harga gabah terus berfluktuasi dan

petani tidak menjamin kualitas gabahnya maka posisi tawar mereka tetap lemah

yang berarti petani akan tetap mengalami kerugian. Hasil survei lapangan

menunjukkan petani tidak menjual gabahnya kepada Perum Bulog setempat.

Karena itu petani akan tetap menghadapi para tengkulak dengan posisi tawar

yang lemah.

Page 99: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

92

Berdasarkan hasil simulasi dan pembahasan di atas dapat dikatakan

bahwa kebijakan perberasan yang ada sekarang tidak efektif meningkatkan

kapasitas produksi beras nasional. Sebaliknya kebijakan tersebut mengurangi

sebagian kapasitas produksi beras yang telah dimiliki koperasi sebelumnya.

Tabel 5. Hasil Simulasi Skenario Kebijakan Beras

P R O P I N S I

SUMUT SUMBAR JABAR JATIM BALI NTB JATENG PEUBAH

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

BERAS KOPERASI PGKOP 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 BGKOP - - - - - - - PROBRKOP -19.70 -12.87 -11.82 -25.25 -30.24 -27.03 -30.72 CPPRODBR -5.87 -6.23 -15.09 -6.14 -45.93 -32.34 -17.27

KINERJA KOPERASI MOSE -1.59 -1.02 -0.33 -0.53 -0.49 -2.43 -2.64 MOLU 0.27 0.03 0.04 0.01 0.29 0.87 -0.28 ASET -0.01 0.00 0.01 0.00 0.00 -0.02 0.00 VOLUME 0.00 0.01 -1.32 0.00 -7.17 0.00 -0.39 SHU 0.00 0.00 -0.63 0.00 -2.24 0.00 -0.46 SHUA 0.00 0.00 -0.51 0.00 -0.97 0.00 -0.53 PRAN 0.00 0.00 -2.59 0.00 -1.26 0.00 -0.41 PRAS 0.00 0.00 -0.09 0.00 -7.50 0.00 -0.03 PRUS

0.00

0.00

-0.04

0.00

-2.51

0.00

0.02

5.3. Analisis Dampak Perubahan Kebijakan Alternatif untuk Mendukung Koperasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan

Sebagai tindak lanjut mengatasi persoalan pupuk dan beras dilakukan

simulasi terhadap dua kelompok skenario alternatif. Kelompok pertama mencakup

tiga skenario yang bertujuan untuk menemukan kebijakan alternatif yang efektif

mengatasi kelangkaan pupuk pada petani, meningkatkan produksi gabah dan

pendapatan petani, meningkatkan pembelian gabah dan produksi beras koperasi

serta meningkatkan kinerja koperasi dalam menunjang ketahanan pangan.

Skenario-skenario tersebut adalah :

1. Pengurangan penyaluran pupuk oleh pengecer swasta dan pengurangan

kelangkaan pupuk sebesar 50 %, dan kenaikan pengadaan pupuk oleh

pengecer koperasi sebesar 50 %.

Page 100: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

93

2. Pengurangan penyaluran pupuk pengecer swasta dan pengurangan

kelangkaan pupuk sebesar 50 %, kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer

koperasi 50 %, kenaikan penggunaan pupuk petani anggota koperasi dan

petani non-anggota koperasi masing-masing 25 %, dan kenaikan pembelian

gabah koperasi 25 %.

3. Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer koperasi sebesar 100 %, kenaikan

penggunaan pupuk oleh petani anggota koperasi maupun petani non-anggota

koperasi masing-masing 25 %, dan kenaikan pembelian gabah oleh koperasi

25 %, dan pengurangan pengadaan pupuk oleh pengecer swasta dan

pengurangan kelangkaan pupuk masing-masing sebesar 100 %.

Skenario pertama dimaksudkan untuk melihat dampak pada model ketika

koperasi dan swasta diberikan peran yang sama dalam penyaluran pupuk.

Skenario kedua merupakan pengembangan dari skenario pertama yakni disertai

tindakan riil mengatasi kelangkaan pupuk pada petani yaitu dengan menaikkan

jumlah penggunaan pupuk petani baik petani anggota maupun petani non-anggota

koperasi sebesar 25 % dan meningkatkan pembelian gabah koperasi.

Peningkatan pembelian gabah disini dimaksudkan sebagai memerankan kembali

koperasi dalam pembelian gabah dan beras petani. Skenario ketiga adalah jika

koperasi diberikan peran sepenuhnya dalam penyaluran pupuk, diikuti tindakan

pencegahan kelangkaan pupuk dan mengatasi kelangkaan pada petani serta

peningkatan peran koperasi dalam pembelian gabah dan beras petani.

Untuk tujuan pemecahan masalah penyaluran pupuk dan pengadaan beras

secara menyeluruh dilakukan juga simulasi terhadap skenario alternatif kelompok

kedua. Skenario kelompok kedua ini disusun berdasarkan peubah-peubah

indikator kebijakan yang signifikan mempengaruhi model pada masing-masing

propinsi dan memiliki respon kuat. Pada keseluruhan model, peubah-peubah

tersebut adalah harga pupuk tingkat petani, harga gabah, penggunaan pupuk

petani, jumlah pembelian gabah koperasi, kapasitas RMU, gudang dan lantai

jemur koperasi dan peralatan penunjang, serta aset dan volume usaha koperasi.

Skenario kapasitas RMU, gudang dan lantai jemur dan peralatan penunjang

koperasi dimaksudkan untuk menunjang pengembangan sistem bank padi yang

sedang dijalankan koperasi.

Page 101: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

94

Skenario yang diambil disini adalah :

1. Kenaikan harga pupuk level petani 5 % dan kenaikan harga gabah 10 %.

2. Kenaikan penggunaan pupuk petani sebesar 25 %, kenaikan harga gabah dan

jumlah pembelian gabah koperasi masing-masing sebesar 10 %.

3. Penurunan penggunaan pupuk petani dan harga gabah sebesar 10 %.

4. Kenaikan kapasitas prasarana dan sarana produksi beras koperasi : RMU,

gudang dan lantai jemur, dan peralatan penunjang sebesar 25 %.

5. Kenaikan aset dan volume usaha koperasi sebesar 10 %.

5.3.1. Evaluasi Skenario Alternatif Kelompok Pertama

Hasil simulasi skenario kebijakan alternatif kelompok pertama dapat dilihat

pada Tabel 6, 7 dan 8. Tabel 6 menyajikan hasil simulasi peran swata dan

koperasi seimbang dalam distribusi pupuk. Pada tabel tersebut dapat dilihat

bahwa jika swasta dan koperasi diberikan peran sama dalam distribusi pupuk

berdampak menurunkan pengadaan pupuk level propinsi dan kabupaten. Juga

skenario tersebut berdampak menurunkan penggunaan pupuk, produksi gabah,

penjualan gabah dan pendapatan petani non-anggota koperasi sebagian besar

propinsi sampel dan menurunkan pembelian gabah, produksi beras dan kapasitas

produksi beras koperasi di Propinsi Jawa Barat. Sebaliknya, skenario tersebut

berdampak meningkatkan penggunaan pupuk, produksi gabah dan pendapatan

dari petani anggota koperasi sebagian besar propinsi sampel serta meningkatkan

peubah-peubah kinerja koperasi semua propinsi.

Berdasarkan hasil simulasi di atas, kebijakan memerankan pihak swasta

dan koperasi secara bersama-sama dalam distribusi pupuk masih merugikan

pihak petani. Karena itu skenario ini tidak layak untuk diterapkan.

Page 102: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

95

Tabel 6. Hasil Simulasi Skenario Peran Swasta dan Koperasi Seimbang

P R O P I N S I

SUMUT SUMBAR JABAR JATIM BALI NTB JATENG PEUBAH

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

LINI II & III S2SMUT -37.51 -33.30 -45.77 -40.08 -35.70 -33.81 -0.62 S3KAB -38.90 -33.29 -52.01 -42.39 -46.12 -30.83 -0.31 HARGA PUPUK PPETKOP 0.14 0.06 4.70 0.92 -7.81 -7.50 -10.12

PETANI KOPERASI DPPETKOP 10.14 2.31 -0.25 0.40 0.62 0.51 1.70

GPETKOP 1.31 0.52 -0.03 0.18 0.03 0.14 1.01 JGPETKOP 1.18 0.56 0.93 0.18 -1.45 0.79 0.86 IPETKOP 2.21 0.41 2.00 0.21 -0.68 0.91 3.29

PETANI NON-KOP DPPETNKO -30.51 -1.60 0.00 -1.89 -1.66 2.80 -14.78 GPETNKO -10.27 -0.75 0.00 -1.01 -0.60 0.57 -0.86 JGPETNKO -10.86 -0.56 1.27 0.30 -0.65 0.46 -1.00 IPETNKO -10.65 -1.15 2.01 0.24 -0.94 0.67 -1.29

BERAS KOPERASI PGKOP -3.44 0.39 1.25 0.31 -0.15 -1.14 -1.01 BGKOP 3.21 0.18 -1.49 0.00 0.28 0.36 0.55 PROBRKOP 2.53 0.14 -0.98 0.20 0.34 0.39 0.53 CPPRODBR 0.75 0.08 -1.26 0.22 0.52 0.47 0.30

KINERJA KOPERASI MOSE 0.20 -0.02 -0.03 0.00 0.01 0.04 0.05 MOLU -0.03 0.02 0.00 0.00 0.00 0.13 0.00 ASET 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.54 0.00 VOLUME 21.79 44.32 7.28 3.63 9.51 3.63 1.88 SHU 11.71 23.34 3.47 4.93 2.97 3.62 2.19 SHUA 19.54 26.37 2.82 9.88 1.29 1.91 2.54 PRAN 42.47 38.80 1.11 3.46 1.68 2.16 1.94 PRAS 7.71 1.71 0.26 2.77 9.94 2.70 0.10 PRUS 27.29 21.67 0.23 2.99 0.01 2.36 0.19

Hasil simulasi pengembangan dari skenario peran swata dan koperasi

seimbang pada Tabel 7 dan hasil simulasi peningkatan peran koperasi secara

penuh pada Tabel 8 menunjukkan bahwa kedua skenario berdampak

meningkatkan nilai semua peubah-peubah pada petani anggota dan non-anggota

koperasi, produksi dan kapasitas produksi beras koperasi serta peubah-peubah

kinerja koperasi. Akan tetapi skenario peran koperasi secara penuh memberikan

dampak dengan persentase yang lebih besar. Sebaliknya kedua skenario

menurunkan pengadaan pupuk pada level propinsi dan kabupaten.

Page 103: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

96

Berdasarkan hasil simulasi di atas, kedua skenario tersebut memberikan

dampak yang lebih baik pada semua model. Karena itu kedua skenario ini

diprioritaskan untuk diterapkan. Meskipun masih terdapat dampak penurunan

pada pengadaan pupuk level propinsi dan kabupaten, tetapi kerugian ini

kemungkinan hanya bersifat jangka pendek akibat pengalihan wewenang yang

semula dari pihak swasta kepada pihak koperasi. Pemulihan secara cepat dapat

dicapai pemerintah melalui pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan baru

yang diambil.

Tabel 7. Hasil Simulasi Skenario Pengembangan dari Peran Swasta dan Koperasi Secara Seimbang

P R O P I N S I

SUMUT SUMBAR JABAR JATIM BALI NTB JATENG PEUBAH

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

LINI II & III S2… -37.51 -30.77 -45.77 -40.08 -35.70 33.81 0.62 S3KAB -38.90 -30.64 -52.01 -42.39 -46.12 30.83 -0.31

HARGA PUPUK PPETKOP 0.14 0.36 4.70 0.92 -7.81 -9.05 -10.12

PETANI KOPERASI DPPETKOP - - - - - - -

GPETKOP 4.39 5.42 2.64 11.35 1.14 6.63 5.37 JGPETKOP 4.44 5.83 3.87 11.67 8.60 1.76 3.04 IPETKOP 4.72 4.26 8.38 10.70 12.41 0.87 8.02

PETANI NON-KOP DPPETNKO - - - - - - - GPETNKO 8.36 12.08 6.28 13.33 8.98 5.04 1.57 JGPETNKO 8.72 8.70 8.17 13.59 9.24 5.19 1.83 IPETNKO 8.67 17.05 12.92 10.88 13.38 7.57 2.36

BERAS KOPERASI PGKOP 1.72 3.95 2.08 2.00 2.61 -0.28 -0.84 BGKOP - - - 1.81 - - - PROBRKOP 19.74 10.37 24.55 2.76 30.24 26.74 15.36 CPPRODBR 5.88 6.54 31.21 30.60 45.93 32.00 8.64

KINERJA KOPERASI MOSE 1.60 2.95 0.68 0.64 0.49 3.52 1.32 MOLU -0.27 0.02 -0.05 -0.01 -0.29 1.14 0.14 ASET 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 2.66 0.00 VOLUME 21.79 44.32 10.14 3.63 16.60 10.39 2.07 SHU 11.71 23.34 4.84 4.93 5.18 4.41 2.41 SHUA 19.54 26.37 3.93 9.88 2.25 2.01 2.79 PRAN 42.47 38.80 1.60 3.46 2.93 7.04 2.13 PRAS 7.71 1.71 0.35 2.77 17.36 5.38 0.10 PRUS 27.29 21.67 0.33 2.99 0.49 9.93 0.22

Page 104: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

97

Tabel 8. Hasil Simulasi Skenario Peran Koperasi secara Penuh

P R O P I N S I

SUMUT SUMBAR JABAR JATIM BALI NTB JATENG PEUBAH

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

LINI II & III S2S… -75.03 -73.85 -64.46 -87.15 -71.41 -67.64 -6.42 S3KAB -77.80 -73.46 -76.35 -91.92 -92.23 -61.65 -4.92 HARGA PUPUK PPETKOP 0.41 0.48 9.04 1.91 -15.62 -18.10 -18.54

PETANI KOPERASI DPPETKOP - - - - - - -

GPETKOP 4.39 5.42 2.64 11.35 1.14 6.63 5.37 JGPETKOP 4.44 5.83 4.75 11.66 9.01 3.35 6.17 IPETKOP 4.72 4.26 10.27 10.75 12.41 6.20 15.25

PETANI NON-KOP DPPETNKO - - - - - - - GPETNKO 8.36 12.08 6.28 13.33 8.98 5.04 1.57 JGPETNKO 8.72 8.70 9.35 14.54 9.20 5.06 1.83 IPETNKO 8.67 17.05 14.78 11.64 13.38 7.38 2.36

BERAS KOPERASI PGKOP 1.72 3.95 3.25 2.30 2.61 -1.52 -1.85 BGKOP - - - 1.90 - - - PROBRKOP 21.95 25.90 24.55 2.98 30.24 26.74 15.36 CPPRODBR 13.52 15.24 31.21 30.60 45.93 32.00 8.64

KINERJA KOPERASI MOSE 3.67 2.95 -0.07 0.64 0.49 3.57 1.32 MOLU -0.62 0.02 0.00 -0.01 -0.29 1.18 0.14 ASET 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.71 0.00 VOLUME 43.58 66.21 17.75 7.36 26.04 13.58 3.74 SHU 23.43 34.35 8.47 10.00 8.12 6.73 4.34 SHUA 39.09 29.60 6.87 20.05 3.54 3.11 5.03 PRAN 84.95 44.60 4.12 7.02 4.59 9.21 3.84 PRAS 15.45 9.56 0.61 5.61 27.23 8.28 0.17 PRUS

54.58

30.71

0.57

6.05

0.49

14.89

0.36

5.3.2. Evaluasi Skenario Alternatif Kelompok Kedua

Hasil simulasi skenario kebijakan alternatif kelompok kedua pada masing-

masing propinsi sampel dapat dilihat pada Lampiran 9 – 15. Hasil simulasi

skenario kenaikan harga pupuk dan harga gabah pada Propinsi Sumatera Utara,

Jawa Barat dan Jawa Tengah memberikan dampak yang relatif sama. Kenaikan

harga pupuk 5 % diikuti kenaikan harga gabah 10 % berdampak meningkatkan

peubah-peubah petani dan kinerja koperasi tetapi menurunkan pembelian gabah,

Page 105: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

98

produksi beras dan kapasitas produksi beras koperasi. Sementara pada Propinsi

Sumatera Barat, Jawa Timur, Bali dan NTB, kenaikan harga pupuk dan kenaikan

harga gabah memberikan dampak negatif kepada para petani.

Hasil simulasi skenario alternatif ini menunjukkan pada dasarnya di

Propinsi Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Tengah harga pupuk dan harga

gabah dapat dinaikan. Sementara pada keempat propinsi lainnya kenaikan harga

gabah menguntungkan bagi petani, tetapi kenaikan harga pupuk sebesar 5 % saja

sudah merugikan petani.

Hasil simulasi skenario-skenario selanjutnya pada semua propinsi adalah

relatif sama. Skenario kenaikan penggunaan pupuk oleh petani sebesar 25 %

diikuti harga gabah dan pembelian gabah oleh koperasi sebesar 10 % ketiganya

berdampak positif secara umum pada semua peubah model. Karena itu skenario

ini potensial untuk diterapkan. Sebaliknya skenario yang berlawanan yakni

penurunan terhadap penggunaan pupuk dan harga gabah memberikan dampak

serius menurunkan produksi gabah dan pendapatan para petani serta kinerja

koperasi. Skenario ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa berbagai sebab

dan alasan bahkan kebijakan yang diambil pemerintah yang menyebabkan

penurunan penggunaan pupuk pada petani, pada dasarnya merugikan para

petani.

Skenario peningkatan kapasitas prasarana dan sarana produksi beras

koperasi dimaksudkan untuk mengoperasikan kembali prasarana dan sarana

koperasi yang telah menganggur akibat kebijakan pupuk dan beras yang telah

dijalankan. Skenario tersebut sekaligus meningkatkan kemampuan koperasi

dalam penanganan pengadaan pangan. Skenario ini juga dimaksudkan untuk

mendukung sistem bank padi yang sedang dijalankan koperasi.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa jika kapasitas RMU koperasi yang ada

sekarang ditingkatkan, juga gudang dan lantai jemur dan peralatan pendukung

lainnya diperluas maka menjamin peningkatan pembelian gabah, produksi dan

kapasitas produksi beras koperasi. Juga skenario ini memberikan dampak positif

pada kinerja koperasi. Jika kemudian dilanjutkan dengan kebijakan untuk

mendorong peningkatan nilai aset dan volume usaha koperasi maka akan

memberikan hasil yang cukup besar bagi peningkatan kinerja koperasi.

Page 106: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

99

Untuk pengembangan sistem bank padi ke depan maka gabungan

beberapa skenario alternatif di atas merupakan kesatuan kebijakan yang penting.

Gabungan skenario kebijakan peningkatan penggunaan pupuk petani secara

langsung, kebijakan menaikan harga gabah, pemberian kredit atau modal kepada

koperasi untuk pembelian gabah dan kenaikan kapasitas prasarana dan sarana

produksi beras koperasi serta kebijakan mendorong kenaikan aset dan volume

usaha koperasi adalah kesatuan kebijakan yang menunjang pengembangan

system bank padi. Lebih dari itu, kebijakan alternatif tersebut secara bersama-

sama akan menjamin produksi dan pendapatan para petani maupun produksi

beras yang dihasilkan koperasi.

5.4. Model Alternatif Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Gabah/Beras Koperasi

Berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan beberapa

kelompok analisis simulasi di atas, berikut ini dibangun model alternatif penyaluran

pupuk dan pengadaan gabah/beras bagi koperasi. Model yang dibangun

didasarkan pada upaya umum menunjang koperasi dalam pengadaan pangan.

Secara spesifik model alternatif ditujukan untuk mengatasi masalah kelangkaan

pupuk dan lonjakan harga pupuk, membantu petani menyediakan pupuk sesuai

dengan kebutuhannya, mendorong kenaikan produksi gabah dan pendapatan

petani sesuai harga yang layak, mengatasi masalah surplus produksi saat panen

raya dan menyediakan beras dengan harga yang layak bagi petani dan konsumen

serta menunjang program pemerintah menyediakan beras bagi masyarakat

miskin.

Pada model alternatif penyaluran pupuk, beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian sesuai hasil analisis faktor-faktor yang berpengaruh dan

analisis simulasi adalah kelangkaan pupuk yang memicu kenaikan harga pupuk di

atas Harga Eceran Tertinggi (HET) dan harga gabah yang sering berfluktuasi dan

tidak menjadi signal yang baik bagi para petani untuk meningkatkan produksi dan

penadapatannya. Juga faktor pengolahan gabah oleh koperasi yang menjadi unit

utama menjamin ketersediaan beras baik bagi petani maupun masyarakat luas

dan harga beras dengan berbagai kualitas yang layak bagi konsumen. Karena itu

model alternatif penyaluran pupuk bagi koperasi adalah sesuai Gambar 6 berikut.

Page 107: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

100

KO

PE

RA

SI

DIS

TRIB

UTO

R

GUDANG PUPUK KAB. A

KOPERASI SAPROTAN

KEC. C

KOPERASI SAPROTAN

KEC. A

KOPERASI SAPROTAN

KEC. B

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

GUDANG PUPUK KAB. B

KOPERASI SAPROTAN

KEC. C

KOPERASI SAPROTAN

KEC. A

KOPERASI SAPROTAN

KEC. B

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

GUDANG PUPUK KAB. C

KOPERASI SAPROTAN

KEC. C

KOPERASI SAPROTAN

KEC. A

KOPERASI SAPROTAN

KEC. B

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

TPK. A

TPK. B

TPK. C

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

KELOMPOK TANI/

PETANI

Gambar 6. Model Alternatif Penyaluran Pupuk Koperasi

Page 108: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

101

Pada model alternatif pengadaan gabah/beras, keterkaitan antara

penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras koperasi tetap diutamakan. Faktor

harga pupuk sesuai HET atau berada dalam kisaran HET sangat diutamakan

untuk menunjang para petani dalam proses produksi. Sementara harga gabah dan

pasar gabah merupakan dua faktor yang tidak boleh diabaikan mengingat pada

satu sisi kompetisi pasar gabah dapat merugikan petani dan pada sisi lain harga

gabah merupakan indikator seberapa besar kenaikan pendapatan petani dapat

dicapai. Pengabaian terhadap kedua faktor tersebut dapat menjadikan kebijakan

ketahanan pangan tidak bermakna.

Faktor lain yang penting diperhatikan adalah unit pengolahan gabah yang

merupakan unit utama produksi beras. Dalam hal ini, langkah yang tepat telah

dilakukan oleh beberapa koperasi yakni pengolahan gabah/beras dengan sistem

bank padi. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah produksi beras dalam berbagai

kualitas yang dapat memasuki berbagai golongan pasar termasuk para petani dan

masyarakat miskin. Sehubungan dengan hal ini, faktor harga beras juga mendapat

perhatian dan perlu dijamin baik oleh pihak koperasi maupun pemerintah sebagai

pengambil kebijakan. Untuk penyaluran beras kepada golongan masyarakat

miskin diperlukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat. Gambar 7 dan

8 menyajikan model alternatif pengadaan gabah/beras koperasi.

Unit TPK Petani

HET

Produksi Gabah

Satuan Pem-belian Gabah

Koperasi

Unit Pengo-lahan Gabah

• RMU • Gudang &

lantai jemur • Peralatan

penunjang.

Harga Gabah

Produksi Beras Kualitas :

A, B, C, D, dst

Harga Beras

Pasar Umum

Gambar 7. Model Alternatif Pengadaan Pangan/Beras

Page 109: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

102

raskin

Produksi Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Produksi Beras

Petani

Pasar Umum

PEMDA

Masyarakat Miskin

Gambar 8. Produksi Beras secara Spesifik pada Level Kabupaten

Page 110: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

VI. KESIMPULAN DAN MODEL ALTERNATIF

Berdasarkan hasil kaji ulang peran koperasi dalam menunjang ketahanan

pangan dengan fokus pada masalah distribusi pupuk dan pengadaan pagan/beras

pada tujuh daerah survei masing-masing Propinsi Sumatera Utara, Sumatera

Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah,

diambil kesimpulan sesuai tujuan penelitian sebagai berikut :

6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Koperasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan

Peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan dapat dilihat dari dua

sisi yaitu kemampuan menyediakan pupuk bagi petani dan kemampuan

pengadaan pangan/beras. Sesuai hasil-hasil estimasi, faktor-faktor yang

mempengaruhi kemampuan penyediaan pupuk koperasi adalah :

1. Jumlah penyaluran pupuk koperasi. Jumlah pupuk yang disalurkan koperasi

relatif kecil yakni hanya sekitar 30 %. Jumlah ini sesuai dengan kebijakan

pupuk yang sedang berlaku dimana koperasi hanya diberikan kesempatan

kecil sementara swasta lebih dominan. Dengan demikian kemampuan

koperasi dalam penyaluran pupuk sudah dibatasi oleh kebijakan pupuk yang

ada sekarang.

2. Jumlah penyaluran pupuk swasta. Swasta sangat dominan dalam penyaluran

pupuk sehingga jumlah yang disalurkan juga besar. Sesuai fakta lapangan,

dominasi swasta makin menekan kesempatan koperasi untuk menyalurkan

pupuk. Hal ini terkait dengan posisi tawar swasta yang lebih besar dan

monopoli swasta di pasar pupuk.

3. Kelangkaan pupuk. Kelangkaan pupuk disebabkan oleh berbagai faktor

diantaranya pupuk diekspor ke luar negeri, dijual ke perusahaan perkebunan

besar atau dihilangkan untuk tujuan tertentu. Kuota pupuk yang kecil bagi

koperasi disertai kelangkaan pupuk menyulitkan koperasi menyediakan pupuk

dalam jumlah yang memadai bagi petani.

4. Jumlah permintaan pupuk petani. Permintaan pupuk petani khususnya di

Pulau Jawa terus meningkat. Penyebabnya adalah terjadi pergeseran musim

tanam, adanya perluasan tanam gadu, dan perluasan areal tanaman pangan.

Sementara koperasi mewadahi sejumlah besar petani yang sejak lama terbina

Page 111: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

104

dengan baik. Kecilnya kuota penyaluran pupuk oleh koperasi disertai

terjadinya kelangkaan pupuk dan makin meningkatnya permintaan petani

semakin melemahkan kemampuan koperasi menyediakan pupuk bagi petani.

5. Harga pupuk. Harga riil pupuk tingkat petani yang melebihi Harga Eceran

Tertinggi (HET) dan tidak dapat dikontrol oleh koperasi, melemahkan fungsi

pelayanan ”sosial” koperasi. Selain itu monopoli pasar pupuk dan penyaluran

pupuk oleh swasta yang menyebabkan harga pupuk lebih tinggi kemungkinan

memberikan kendala pembiayaan bagi koperasi untuk menyediakan pupuk

bagi petani.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan koperasi dalam

pengadaan pangan/beras adalah :

1. Jumlah produksi dan penjualan gabah petani. Kemampuan koperasi dalam

pengadaan pangan/beras bermula dari kemampuannya mendorong kenaikan

produksi gabah petani yang kemudian meningkatkan jumlah penjualan

mereka. Produksi gabah petani dapat meningkat bila dukungan koperasi

dalam penyediaan pupuk juga berlangsung secara baik. Dukungan koperasi

pada penyediaan pupuk relatif kecil maka dukungan tidak langsung pada

produksi gabah dan penjualan petani juga relatif kecil. Selain itu dukungan

koperasi dalam hal kelembagaan kepada petani banyak mengalami

penurunan sehingga turut mempengaruhi produksi gabah petani. Koperasi

belum berperan maksimal sebagai tempat bagi penjualan gabah petani.

2. Harga gabah. Harga gabah berfluktuasi sesuai musim panen dan

berkompetisi antara pihak koperasi dan tengkulak. Harga gabah koperasi

relatif stabil sedangkan harga tengkulak fluktuatif. Saat-saat panen raya

dimana harga gabah menurun, harga gabah koperasi yang relatif stabil

menguntungkan bagi para petani. Sementara saat-saat paceklik dimana harga

gabah naik, tengkulak lebih menguntungkan bagi petani.

3. Pembelian gabah. Koperasi mengalami kendala pembelian gabah karena

permodalan yang terbatas.

4. Produksi dan kapasitas produksi beras. Produksi dan kapasitas produksi

beras koperasi relatif mengalami penurunan akibat kapasitas peralatan

pendukung yang sudah beroperasi di bawah kapasitas normal.

Page 112: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

105

5. Kapasitas prasarana dan sarana produksi beras. Kapasitas RMU, gudang dan

lantai jemur, peralatan penunjang lainnya bahkan prasarana dan sarana

secara keseluruhan telah mengalami penurunan karena tidak beroperasi

secara normal. Faktor penyebabnya adalah berkurangnya kegiatan

pengadaan pangan koperasi akibat berubahnya kebijakan pengadaan

pangan.

Secara umum, bagan faktor-faktor yang mempengaruhi di atas dapat dilihat pada

Gambar 9.

Harga gabah

PERAN KOPERASI DALAM KETAHANAN PANGAN

PRODUKSI BERAS

Pembe- lian gabah

Kapasitas produksi

Harga pupuk

Produksi dan jum- Lah pen- jualan gabah petani

Jumlah pupuk petani

• PENGECER SWASTA

• Kelangkaan pupuk

• PENGECER KOPERASI

• Kapasitas : • RMU • Gudang & lantai jemur • Peralatan penunjang • Total prasarana dan

sarana produksi beras.

Gambar 9. Bagan Keterkaitan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Koperasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan

Page 113: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

106

6.2. Evaluasi Efektifitas Kebijakan Distribusi Pupuk dan Pengadaan Gabah/Beras

Berdasarkan hasil-hasil estimasi, analisis simulasi dan kesimpulan faktor-

faktor yang mempengaruhi di atas, beberapa kesimpulan tentang efektif tidaknya

kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras yang telah dijalankan pemerintah

adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan distribusi pupuk saat ini telah memberikan dampak yang positif

yakni efektif pada penyaluran pupuk level propinsi hingga ke kabupaten.

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi menunjukkan distribusi pupuk dari

level propinsi hingga ke kabupaten pada semua propinsi sampel relatif

berlangsung normal. Namun pada level pengecer, muncul berbagai kegagalan

antara lain pupuk langka di pasar ketika petani membutuhkannya dan harga

riil pupuk di pasar secara umum berada di atas HET.

2. Hasil analisis faktor yang mempengaruhi menunjukkan terdapat

kecenderungan para distributor dan pengecer pupuk terutama pengecer

swasta menggunakan signal harga sebagai indikator dalam menyalurkan

pupuk ke petani. Pada hal pupuk adalah komoditi publik yang disubsidi

pemerintah guna meningkatkan produksi pangan petani dalam rangka

pengamanan pangan nasional. Secara tegas perilaku seperti ini bertentangan

dengan jiwa kebijakan distribusi pupuk pemerintah.

3. Hasil analisis faktor yang mempengaruhi juga menunjukkan unit-unit koperasi

yang telah menjalankan usaha pengadaan pangan pada waktu lalu

mengalami kemundurun signifikan. Unit-unit koperasi pada 4 dari 7 propinsi

sampel penelitian mengalami penurunan kapasitas produksi atau mereka

beroperasi di bawah kapasitas terpasang. Jika semula unit-unit koperasi yang

telah menjalankan usaha-usaha pengadaan pangan/beras adalah bahagian

dari total kapasitas terpasang produksi pangan nasional maka penurunan

kapasitas koperasi karena perubahan kebijakan sekarang telah berdampak

menurunkan kapasitas produksi pangan (gabah/beras) nasional.

4. Hasil-hasil simulasi dua skenario pada Tabel 3 dan 5 menunjukkan, dampak

yang ditimbulkan akibat kebijakan pemerintah melepaskan distribusi pupuk

dan pengadaan beras ke pasar adalah secara umum menekan penggunaan

pupuk petani. Akibatnya produksi gabah dan pendapatan petani menurun,

Page 114: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

107

yang selanjutnya menurunkan produksi beras dan juga kapasitas produksi

beras koperasi, dan menurunkan kinerja usaha-usaha koperasi.

5. Kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras yang sedang dijalankan

sekarang tidak efektif menciptakan kemampuan produksi pangan (beras)

dalam negeri.

6.3. Kebijakan-kebijakan Alternatif Pendukung Distribusi Pupuk dan Pengadaan Gabah/Beras

Hasil simulasi skenario alternatif kelompok pertama pada Tabel 6 – 8

memberikan kesimpulan bahwa terdapat dua alternatif kebijakan yang

diprioritaskan untuk diterapkan, masing-masing :

1. Kebijakan memerankan swasta dan koperasi secara seimbang dalam

penyaluran pupuk disertai kenaikan penggunaan pupuk para petani sebesar

25 %, dikombinasikan dengan kebijakan memerankan kembali koperasi

dalam pembelian gabah dan beras yakni peningkatan pembelian gabah

koperasi 25 %.

2. Kebijakan memerankan koperasi secara penuh baik pada penyaluran pupuk

maupun pada pengadaan pangan/beras.

Hasil simulasi alternatif kelompok kedua menghasilkan beberapa kebijakan

alternatif tambahan antara lain :

1. Harga gabah dapat dinaikan sebesar 10 % dan harga pupuk sebesar 5 %.

2. Untuk menunjang pengadaan pangan/beras koperasi dan pengembangan

sistem bank padi yang telah dijalankan koperasi, paket kebijakan yang yang

mendukung adalah peningkatan penggunaan pupuk secara langsung pada

petani (25 %), peningkatan harga gabah 10 %, peningkatan kredit atau modal

kepada koperasi untuk pembelian gabah 10 %, peningkatan kapasitas

prasarana dan sarana produksi beras koperasi 25 % serta peningkatan

kenaikan aset dan volume usaha koperasi 10 %.

6.4. Model Alternatif Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Gabah/Beras

Model alternatif penyaluran pupuk yang dapat diterapkan koperasi adalah

seperti pada Gambar 6. Sedangkan model alternatif pengadaan pangan/beras

adalah pada Gambar 7 dan 8.

Page 115: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

108

DAFTAR PUSTAKA Dewan Ketahanan Pangan. 2002. Kebijakan Umum Pemantapan Pangan

Nasional. Dewan Ketahanan Pangan, Jakarta. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 2006. Ekspor Ilegal Pupuk Bersubsidi.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.

Donald Ary, L. Ch. Yacobs and Razavich. 1979. Introduction in Research

Education 2nd Editon. Hott Rinehart and Winston, Sydney. Earl R. Babie. Survey Research Methods. 1973. Belmont, Wadsworth Publication

Co., California. Frank Ellis, 1992. Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge

University Press. Cambridge. Intriligator. M, Bodkin. R, Hsiao. C. 1996. Econometric Models, Techniques, and

Applications. Second Edition. Prentice-Hall International, Inc. USA. Just.R.E, Hueth.D.L, and Schmit. A. 1982. Applied Welfare Economics and Public

Policy. Prentice-Hall, Inc., USA. Kariyasa K. dan Yusdja Y. 2005. Evaluasi Kebijakan Sistem Distribusi Pupuk

Urea di Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.

Kementerian Koperasi dan UMK, 2005. Konsep Usulan Proposal Penyempurnaan

Tataniaga Pupuk Bersubsidi. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI, Jakarta.

Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of

Econometic Methods. Second Edition. The MacMillan Press Ltd, London. Media Industri dan Perdagangan, 2006. Pupuk, Komoditas Strategis yang Harus

Diamankan. Media Industri dan Perdagangan, Jakarta.

Page 116: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

109

Lampiran 1. Keterangan Peubah-peubah Model

S2... = Pengadaan pupuk di Lini II masing-masing propinsi (ton)

S3KAB = Pengadaan pupuk di Lini III pada kabupaten (ton)

S4ECKOP = Pengadaan pupuk pengecer koperasi (ton)

S4ECNKO = Pengadaan pupuk pengecer swasta (ton)

DPPETKOP = Penggunaan pupuk petani anggota koperasi (ton)

DPPETNKO = Penggunaan pupuk petani non-anggota koperasi (ton)

GPPETKOP = Produksi gabah petani anggota koperasi (ton)

GPPETNKO = Produksi gabah petani non-anggota koperasi (ton)

JGPETKOP = Jumlah penjualan gabah petani anggota koperasi (ton)

JGPETNKO = Jumlah penjualan gabah petani non-anggota koperasi (ton)

IPETKOP = Income petani anggota koperasi (Rp)

IPETNKO = Income petani non-anggota koperasi (Rp)

PPETKOP = Harga pupuk di tingkat petani anggota koperasi (Rp/kg)

PPETNKO = Harga pupuk di tingkat petani non-anggota koperasi (Rp/kg)

PGNKO = Harga gabah di tingkat tengkulak (Rp/kg)

PGKOP = Harga gabah di tingkat koperasi (Rp/kg)

BGKOP = Jumlah pembelian gabah koperasi (ton)

PROBRKOP = Jumlah produksi beras koperasi (ton)

CPPRODBR = Kapasitas produksi beras koperasi (ton)

MOSE = Modal sendiri koperasi (Rp)

MOLU = Modal luar koperasi (Rp)

ASET = Total nilai aset koperasi (Rp)

VOLUME = Total nilai volume usaha koperasi (Rp)

SHU = Jumlah sisa hasil usaha koperasi (Rp)

SHUA = Bagian sisa hasil usaha koperasi yang diterima anggota (Rp)

PRAN = Indeks produktivitas anggota koperasi (indeks)

PRAS = Indeks produktivitas aset koperasi (indeks)

PRUS = Indeks produktivitas usaha koperasi (indeks)

P2 = Harga pupuk pada Lini II (Rp/kg)

P3KAB = Harga pupuk pada Lini III (Rp/kg)

P4KOP = Harga pupuk di tingkat pengecer koperasi (Rp/kg)

P4NKO = Harga pupuk di tingkat pengecer swasta (Rp/kg)

Page 117: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

110

LS... = Peubah lag endogen masing-masing persamaan

SISA = Selisih pupuk pada Lini II dan Lini IV (ton)

SELHETEC = Selisih harga pupuk antara HET dan harga riil petani (Rp/kg)

AREAL... = Luas areal sawah para petani (ha)

CPET... = Biaya produksi petani (Rp)

CPRMUKOP = Kapasitas RMU koperasi (ton)

CPGLJKOP = Kapasitas gudang dan lantai jemur koperasi (ton)

CPLATKOP = Kapasitas peralatan pendukung koperasi (ton)

TCPSARBR = Total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras kop. (ton)

PBRKOP = Harga jual beras koperasi (Rp/kg)

ANG = Jumlah anggota koperasi (orang)

SIMA = Jumlah simpanan anggota koperasi (Rp)

MOTO = Jumlah modal total koperasi (Rp)

JUS = Jumlah usaha koperasi (unit)

JTPK = Jumlah tempat pelayanan koperasi (unit)

JKAR = Jumlah karyawan koperasi (orang)

KREDIT = Jumlah kredit koperasi (Rp)

VOLA = Jumlah volume usaha dari pelayanan kepada anggota (Rp)

VOLPSR = Jumlah volume usaha dari pelayanan kepada pasar umum (Rp)

PRMOTO = Indeks produktivitas modal total koperasi (indeks)

PRCOST = Indeks produktivitas biaya operasional koperasi (indeks)

PRKRED = Indeks produktivitas kredit koperasi (indeks).

Page 118: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

111

Lampiran 2. Hasil Estimasi Propinsi Sumatera Utara

S2SMUT = 1.9512 + 2.3764 S3KAB + 1.4234 S4ECKOP (0.0001 A) (0.3888)

+ 1.4538 S4ECNKO – 9.0957 P2 – 0.0427 LS2 (0.1807 B) (0.0075 A) (0.0001 A)

Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9995; Adj R2 = 0.9995. S3KAB = – 3.5407 + 4.1427 S4ECKOP + 6.7113 S4ECNKO (0.5010) (0.3582) + 148.5960 P3KAB – 173.5206 P4KOP – 0.1735 LS3KAB

(0.0001 A) (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9650; Adj R2 = 0.9635. S4ECNKO = 71.8633 – 248.4135 DPPETNKO + 0.1006 PPETNKO (0.2264 C) (0.5098) + 0.9770 LS4ECNKO

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9352; Adj R2 = 0.9335. PPETKOP = 1127.3593 – 0.0424 S4ECKOP – 0.0262 S4ECNKO (0.7584) (0.6922) + 2.2150 SLHETEC1 + 0.0003 SISA

(0.0001 A) (0.3436) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8207; Adj R2 = 0.8185. DPPETKOP = – 0.6735 + 0.5774 AREALKOP + 0.000138 S3ECKOP (0.0001 A) (0.2232 B) – 0.0000557 S4ECNKO + 0.000444 PPETKOP

(0.3058 C) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8818; Adj R2 = 0.8777. DPPETNKO = – 0.2868 + 0.6001 AREALNKO – 0.00037 S4ECKOP (0.0001 A) (0.0054 A) + 0.000182 S4ECNKO + 0.000168 PPETKOP

(0.0045 A) (0.0003 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9259; Adj R2 = 0.9233. GPETKOP = – 0.3574 + 3.8153 AREALKOP + 1.4110 DPPETKOP (0.0001 A) (0.0013 A) + 0.000528 PGKOP

(0.0006 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9005; Adj R2 = 0.8979. GPETNKO = – 0.2986 + 2.6632 AREALNKO + 2.6612 DPPETNKO (0.0001 A) (0.0008 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8966; Adj R2 = 0.8949.

Keterangan : Nilai ( ) menunjukkan nilai probabilitas t, sedangkan abjad A, B, dan C menunjukkan : A = Tingkat signifikansi α 1 sampai 10 %, B = Tingkat signifikansi α 11 sampai 20 %, dan C = Tingkat signifikansi α 21 sampai 30 %.

Page 119: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

112

JGPETKOP = – 0.1150 + 0.7315 GPETKOP + 0.000122 PGKOP (0.0001 A) (0.1577 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9367; Adj R2 = 0.9356. JGPETNKO = – 0.4334 + 0.7486 GPETNKO + 0.000354 PGKOP (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9808; Adj R2 = 0.9805. IPETKOP = – 1452557 + 1580692 JGPETKOP + 1552.5149 PGKOP (0.0001 A) (0.0001 A)

+ 1834.0582 PGNKO – 1.0282 CPETKOP (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8928; Adj R2 = 0.8891. IPETNKO = – 397886 + 1243375 JGPETNKO + 1083.6412 PGNKO (0.0001 A) (0.0001 A)

+ 597.5572 PGKOP – 0.5181 CPETNKO (0.0067 A) (0.0019 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9426; Adj R2 = 0.9406. PGKOP = 1173.5957 + 0.6670 PGNKO – 181.7582 GPETKOP (0.0001 A) (0.0863 A) + 229.6016 JGPETKOP + 0.1153 PPETNKO (0.1058 B) (0.0781 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5050; Adj R2 = 0.4878.

PGNKO = 854.3236 + 0.6609 PGKOP + 561.6500 GPETNKO

(0.0001 A) (0.0006 A) – 800.2122 JGPETNKO + 0.2064 PPETNKO

(0.0003 A) (0.0333 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5417; Adj R2 = 0.5258. BGKOP = 12784 – 11. 1639 PGKOP + 39678 CPRMUKOP (0.2024 C) (0.0001 A) – 118.8532 CPGLJKOP – 353.7574 CPLATKOP (0.0003 A) (0.0415 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6890; Adj R2 = 0.6782. PROBRKOP = 1.6476 + 0.0020 CPPRODBR + 0.000213 BGKOP (0.1622 B) (0.0001 A) – 0.0183 TCPSARBR (0.0743 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.4273; Adj R2 = 0.4125. CPPRODBR = 108.9591 + 3.1208 TCPSARBR – 181.4595 CPRMUKOP (0.0014 A) (0.0098 A)

+ 3.7616 CPLATKOP (0.0082 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.4575; Adj R2 = 0.4435. MOSE = – 1727013 + 67395 ANG + 0.9014 SIMA + 13771 CPPRODBR

(0.0001 A) (0.0002 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9433; Adj R2 = 0.9418.

Page 120: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

113

MOLU = – 26070211 + 0.1754 ASET – 0.7397 MOSE + 313863 ANG (0.0015 A) (0.2931 C) (0.0001 A) + 45600524 JUS (0.0071 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8143; Adj R2 = 0.8078. ASET = – 1244467 + 0.3076 MOTO + 1981588 TCPSARBR (0.0003 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8248; Adj R2 = 0.8218. VOLUME = – 3971595 + 107491 S4ECKOP – 57059 S4ECNKO

(0.0782 A) (0.0541 A) + 1.4748 VOLA + 0.2715 VOLPSR

(0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9939; Adj R2 = 0.9937. SHU = 210799 + 0.003772 VOLUME + 0.009243 ASET + 0.375902 PRAN

(0.0001 A) (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7581; Adj R2 = 0.7519. SHUA = 152670 + 0.1892 SHU + 0.2397 PRAN

(0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8388; Adj R2 = 0.8360.

PRAN = 146834 + 0.012863 VOLUME + 3085680 JTPK

(0.0001 A) (0.0001 A) – 1874680 JKAR + 276818 PRMOTO

(0.0001 A) (0.0083 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7148; Adj R2 = 0.7048. PRAS = – 0.030880 + 0.0000000014237 VOLUME

(0.0001 A) – 0.00000007508 PRAN + 0.10179 PRMOTO

(0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8644; Adj R2 = 0.8609. PRUS = 2.3795 + 0.000003775 PRAN + 0.00000000029513 PRKRED

(0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6861; Adj R2 = 0.6808.

Page 121: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

114

Lampiran 2 A. Nilai Elastisitas Peubah Propinsi Sumatera Utara

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 1 S2SMUT 13084.56749 S3KAB 5785.117492 2.376413 1.050690321 S4ECKOP 457.4591833 1.423441 0.049765967 S4ECNKO 953.10085 1.453851 0.105900835 P2 236.4279083 -9.095664 -0.16435154 LS2 12907.7425 -0.042732 -0.042154519 2 S3KAB 5785.117492 S4ECKOP 457.4591833 4.142691 0.32758402 S4ECNKO 953.10085 6.711272 1.105685244 P3KAB 243.0737417 148.595971 6.24356873 P4KOP 216.87585 -173.52056 -6.505039698 LS3KAB 5707.9425 -0.173501 -0.171186451 3 S4ECNKO 953.10085 DPPETNKO 0.560016667 -248.413553 -0.145961185 PPETNKO 1388.361233 0.100556 0.146477733 LS4ECNKO 901.5091917 0.976967 0.924083459 4 PPETKOP 1477.920858 S4ECKOP 457.4591833 -0.042425 -0.013131763 S4ECNKO 953.10085 -0.026252 -0.016929732 SLHETEC1 177.2918833 2.215044 0.265717423 SISA 7299.450825 0.000312 0.001540968 5 DPPETKOP 0.58025 AREALKOP 1.016666667 0.57741 1.011690651 S4ECKOP 457.4591833 0.000138 0.108796842 S4ECNKO 953.10085 -0.000055657 -0.091420481 PPETKOP 1477.920858 0.000444 1.130886447 6 DPPETNKO 0.560016667 AREALNKO 0.991766667 0.600051 1.062665837 S4ECKOP 457.4591833 -0.00037 -0.302240822 S4ECNKO 953.10085 0.000182 0.309748558 PPETKOP 1477.920858 0.000168 0.443363062 7 GPETKOP 4.8925 AREALKOP 1.016666667 3.815299 0.792823161 DPPETKOP 0.58025 1.411037 0.167348844 PGKOP 1045.7502 0.000528 0.112857661 8 GPETNKO 4.4301 AREALNKO 0.991766667 2.663169 0.596203752 DPPETNKO 0.560016667 2.661166 0.336402635 9 JGPETKOP 3.591508333 GPETKOP 4.8925 0.731466 0.996432995 PGKOP 1045.7502 0.000122 0.035523104

Page 122: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

115

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 10 JGPETNKO 3.253108333 GPETNKO 4.4301 0.748642 1.019504604 PGKOP 1045.7502 0.000354 0.113797492

11 IPETKOP 4739813.542 JGPETKOP 3.591508333 1580692 1.19774089 PGKOP 1045.7502 1552.514922 0.34253305 PGNKO 334.7924333 1834.058165 0.129547036 CPETKOP 1675054.653 -1.028188 -0.363362626

12 IPETNKO 3808263.542 JGPETNKO 3.253108333 1243375 1.062120184 PGNKO 334.7924333 1083.641213 0.095265171 PGKOP 1045.7502 597.557178 0.164089363 CPETNKO 1595080.972 -0.518077 -0.216995162

13 PGKOP 1045.7502 PGNKO 334.7924333 -0.667032 -0.213547429 GPETKOP 4.8925 -181.758235 -0.850348549 JGPETKOP 3.591508333 229.60161 0.788540223 PPETNKO 1388.361233 0.115321 0.153102725

14 PGNKO 334.7924333 PGKOP 1045.7502 -0.660908 -2.064397532 GPETNKO 4.4301 561.650044 7.431965637 JGPETNKO 3.253108333 -800.212165 -7.775494913 PPETNKO 1388.361233 0.206448 0.856125681

15 BGKOP 12446.23412 PGKOP 1045.7502 -11.163859 -0.938003228 CPRMUKOP 0.572033333 39678 1.823614949 CPGLJKOP 64.3007 -118.853171 -0.61402847 CPLATKOP 10.50903333 -353.757442 -0.298696675

16 PROBRKOP 3.681483333 CPPRODBR 534.084125 0.00199 0.288695429 BGKOP 12446.23412 0.000213 0.720103183 TCPSARBR 91.98083333 -0.018295 -0.457095468

17 CPPRODBR 534.084125 PROBRKOP 3.681483333 TCPSARBR 91.98083333 3.120768 0.537463721 CPRMUKOP 0.572033333 -181.459531 -0.194353091 CPGLJKOP 64.3007 3.761623 0.452878078

18 MOSE 27096777.43 ANG 239.1423917 67395 0.594794032 SIMA 5937588.618 0.90139 0.197517325 CPPRODBR 534.084125 13771 0.271429786

Page 123: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

117

Lampiran 3. Hasil Estimasi Propinsi Sumatera Barat

S2SBAR = 1.5114 + 0.9572 S3KAB + 0.3025 S4ECKOP

(0.0001 A) (0.0302 A) + 0.5079 S4ECNKO + 0.9354 P2 – 0.0260 LS2

(0.0465 A) (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9992; Adj R2 = 0.9992. S3KAB = – 2.6065 + 0.4437 S4ECKOP + 1.1109 S4ECNKO (0.0001 A) (0.0001 A) + 27.6455 P3KAB + 0.0088 LS3KAB

(0.0348 A) (0.0275 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9996; Adj R2 = 0.9995. S4ECNKO = – 407.0623 – 380.8328 DPPETNKO + 0.2304 PPETNKO (0.2533 C) (0.6676) + 1.6842 SISA + 0.1105 LS4ECNKO

(0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9817; Adj R2 = 0.9811. PPETKOP = 926.1996 – 0.0918 S4ECKOP – 0.1872 S4ECNKO (0.0209 A) (0.0112 A) – 0.1668 S3KAB + 0.3942 PPETNKO + 3.7851 SELHETEC (0.0121 A) (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6459; Adj R2 = 0.6303. DPPETKOP = – 0.1052 + 2.8385 AREALKOP + 0.000172 S3ECKOP (0.0001 A) (0.0642 A) – 0.000044994 S4ECNKO – 0.000926 PPETKOP

(0.1184 B) (0.0568 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7799; Adj R2 = 0.7723. DPPETNKO = 0.4766 + 0.1966 AREALNKO – 0.000011269 S4ECNKO (0.0001 A) (0.0054 A) + 0.000026656 S4ECKOP – 0.000099286 PPETNKO

(0.0620 A) (0.0558 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8908; Adj R2 = 0.8870. GPETKOP = 0.8757 + 1.9964 AREALKOP + 0.5095 DPPETKOP (0.0001 A) (0.0001 A) + 0.000337 PGKOP

(0.2937 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8846; Adj R2 = 0.8816. GPETNKO = – 2.3155 + 3.3616 AREALNKO + 3.7825 DPPETNKO (0.0001 A) (0.0005 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9776; Adj R2 = 0.9773.

Keterangan : Nilai ( ) menunjukkan nilai probabilitas t, sedangkan abjad A, B, dan C menunjukkan : A = Tingkat signifikansi α 1 sampai 10 %, B = Tingkat signifikansi α 11 sampai 20 %, dan C = Tingkat signifikansi α 21 sampai 30 %.

Page 124: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

118

JGPETKOP = – 0.5934 + 0.6467 GPETKOP + 0.000679 PGKOP (0.0001 A) (0.0004 A) + 0.000158 PGNKO (0.2494 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9331; Adj R2 = 0.9314. JGPETNKO = – 1.7266 + 0.3146 GPETNKO + 0.002113 PGNKO (0.0001 A) (0.0001 A) + 0.000177 PGKOP (0.2745 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9604; Adj R2 = 0.9593. IPETKOP = 1080951 + 795317 JGPETKOP + 444.8364 PGKOP (0.0001 A) (0.1477 B)

– 33.7370 PGNKO – 0.020587 CPETKOP (0.8699) (0.3100) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8351; Adj R2 = 0.8294. IPETNKO = – 3623532 + 3755839 JGPETNKO + 1862.4081 PGKOP (0.0001 A) (0.0150 A)

– 1.990283 CPETNKO (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9531; Adj R2 = 0.9519. PGKOP = 388.0159 – 148.8016 GPETKOP + 391.5483 JGPETKOP (0.0518 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5254; Adj R2 = 0.5172.

PGNKO = 408.0288 – 75.5377 GPETNKO + 281.8804 JGPETNKO

(0.0005 A) (0.0001 A) + 0.3145 PPETNKO

(0.0013 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5664; Adj R2 = 0.5552. BGKOP = 12.6682 + 0.0279 PGKOP + 0.4022 CPRMUKOP (0.0001 A) (0.0001 A) – 0.0671 CPGLJKOP – 0.1358 CPLATKOP (0.5559) (0.7520) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5856; Adj R2 = 0.5712. PROBRKOP = – 8.2756 + 0.5290 CPPRODBR + 0.0898 BGKOP (0.0001 A) (0.5695) – 0.0501 TCPSARBR (0.0012 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8450; Adj R2 = 0.8410. CPPRODBR = 0.5727 + 1.4205 PROBRKOP – 0.0678 CPRMUKOP (0.0001 A) (0.5798) + 2.4385 CPGLJKOP + 1.3674 CPLATKOP (0.0001 A) (0.2976 C) – 0.1252 TCPSARBR (0.0087 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9001; Adj R2 = 0.8958.

Page 125: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

119

MOSE = – 7137890 + 45396 ANG + 2.5364 SIMA + 58711 CPPRODBR (0.0001 A) (0.0003 A) (0.0001 A)

Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8774; Adj R2 = 0.8743. MOLU = – 2282292 + 0.6068 ASET – 0.5872 MOSE + 10608 ANG (0.0001 A) (0.0001 A) (0.4799) + 1.0656 KREDKOP (0.0071 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8725; Adj R2 = 0.8681. ASET = 6257780 + 0.9812 MOTO + 8296.5349 TCPSARBR (0.0001 A) (0.1070 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9616; Adj R2 = 0.9610. VOLUME = – 17677877 + 216653 S4ECKOP – 14955 S4ECNKO

(0.0001 A) (0.0001 A) + 0.6972 VOLA + 0.6920 VOLPSR

(0.0002 A) (0.6570) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9641; Adj R2 = 0.9628. SHU = 18926382 + 0.5386 VOLUME + 0.4579 ASET + 7.0790 PRAN

(0.0001 A) (0.0001 A) (0.3202) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9631; Adj R2 = 0.9621. SHUA = – 143277 + 0.0536 SHU + 1.5585 PRAN

(0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9947; Adj R2 = 0.9946. PRAN = – 239045 + 0.00942 VOLUME – 117228 JKAR

(0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9648; Adj R2 = 0.9642. PRAS = 0.004881 + 2.5304286E-9 VOLUME – 0.000000261 PRAN

(0.0001 A) (0.0001 A) – 0.3450 PRMOTO

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6457; Adj R2 = 0.6366. PRUS = 0.1844 + 0.000000423 PRAN + 0.09253 PRCOST

(0.0001 A) (0.0001 A) + 2.336877E-12 PRKRED (0.2496 C)

Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9707; Adj R2 = 0.9699.

Page 126: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

120

Lampiran 3 A. Nilai Elastisitas Peubah Propinsi Sumatera Barat

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 1 S2SBAR 8934.942467 S3KAB 6279.884133 0.957251 0.672799561 S4ECKOP 1492.492467 0.302532 0.050534934 S4ECNKO 4878.559058 0.507938 0.277338723 P2 238.40705 0.935389 0.024958564 LS2 8850.484142 -0.026047 -0.025800788

2 S3KAB 6279.884133 S4ECKOP 1492.492467 0.443711 0.10545343 S4ECNKO 4878.559058 1.110906 0.863012822 P3KAB 246.53205 27.645537 1.085292462 P4KOP 269.3653833 -24.761068 -1.06208561 LS3KAB 6223.950808 0.00882 0.008741443

3 S4ECNKO 4878.559058 DPPETNKO 0.606333333 -380.8328 -0.047331931 PPETNKO 1635.624967 0.230423 0.077253469 SISA 2734.5508 1.684191 0.944029946 LS4ECNKO 4832.417475 0.110533 0.109487575

4 PPETKOP 1730.798567 S4ECKOP 1492.492467 0.09178 0.079143212 S4ECNKO 4878.559058 0.187235 0.527754658 S3KAB 6279.884133 -0.166771 -0.605097888 PPETNKO 1635.624967 0.394198 0.372521738 SELHETEC 41.40573333 3.785082 0.090550165

5 DPPETKOP 2.095833333 AREALKOP 1.327333333 2.838456 1.79765118 S4ECKOP 1492.492467 0.000172 0.122485266 S4ECNKO 4878.559058 -0.000044994 -0.104734419 PPETKOP 1730.798567 -0.000926 -0.764717045

6 DPPETNKO 0.606333333 AREALNKO 1.56325 0.196578 0.506817854 S4ECKOP 1492.492467 -0.000011269 -0.027738699 S4ECNKO 4878.559058 0.000026656 0.214474223 PPETKOP 1730.798567 -0.000099286 -0.283415173

7 GPETKOP 4.94075 AREALKOP 1.327333333 1.996411 0.536336157 DPPETKOP 2.095833333 0.509481 0.216118456 PGKOP 1030.333675 0.000337 4.13569E-05

8 GPETNKO 5.233 AREALNKO 1.56325 3.361654 1.004224272 DPPETNKO 0.606333333 3.782489 0.438266609

Page 127: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

121

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 9 JGPETKOP 3.518108333 GPETKOP 4.94075 0.646673 0.908172609 PGKOP 1030.333675 0.000679 0.19885589 PGNKO 1375.208458 0.000158 0.061761298

10 JGPETNKO 3.00885 GPETNKO 5.233 0.314617 0.547182731 PGNKO 1375.208458 0.002113 0.965756177 PGKOP 1030.333675 0.000177 0.060610885

11 IPETKOP 4220483.917 JGPETKOP 3.518108333 795317 0.662959845 PGKOP 1030.333675 444.836453 0.108596546 PGNKO 1375.208458 -33.737021 -0.010992919 CPETKOP 3420407.45 -0.020587 -0.016684326

12 IPETNKO 6458814.167 JGPETNKO 3.00885 3755839 1.749664239 PGKOP 1030.333675 1862.408148 0.297098164 CPETNKO 1576314.444 -1.990283 -0.485741153

13 PGKOP 1030.333675 GPETKOP 4.94075 -148.801606 -0.713547031 JGPETKOP 3.518108333 391.548302 1.336954598

14 PGNKO 1375.208458 GPETNKO 5.233 -75.537661 -0.287439026 JGPETNKO 3.00885 281.880409 0.616732586 PPETNKO 1635.624967 0.314456 0.374002997

15 BGKOP 59.90880833 PGKOP 1030.333675 0.027861 0.479163704 CPRMUKOP 52.36889167 0.402164 0.351549021 CPGLJKOP 24.73403333 -0.067103 -0.027704237 CPLATKOP 6.384033333 -0.135829 -0.01447428

16 PROBRKOP 70.33415833 CPPRODBR 150.2923667 0.528976 1.130333494 BGKOP 59.90880833 0.089798 0.076487603 TCPSARBR 125.2790333 -0.050056 -0.089159627

17 CPPRODBR 150.2923667 PROBRKOP 70.33415833 1.4205 0.664768771 CPRMUKOP 52.36889167 -0.067831 -0.023635494 CPGLJKOP 24.73403333 2.438469 0.401305634 CPLATKOP 6.384033333 1.367445 0.058085548 TCPSARBR 125.2790333 -0.125167 -0.104335311

Page 128: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

122

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 18 MOSE 21256500 ANG 267.675725 45396 0.571656068 SIMA 2925075.001 2.536404 0.34903074 CPPRODBR 150.2923667 58711 0.415111384

19 MOLU 29431558.35 ASET 57030614.5 0.606763 1.175747011 MOSE 21256500 -0.587213 -0.42410575 ANG 267.675725 10608 0.096478211 KREDKOP 6336666.668 1.065609 0.229427506

20 ASET 57030614.5 MOTO 50688058.35 0.981167 0.872048295 TCPSARBR 125.2790333 8296.534879 0.018224981

21 VOLUME 271093143.8 S4ECKOP 1492.492467 216653 1.192774431 S4ECNKO 4878.559058 -14955 -0.269128351 VOLA 49415408.33 0.697177 0.127082838 VOLPSR 5756650.001 0.681975 0.014481707

22 SHU 205129533.7 VOLUME 271093143.8 0.538601 0.711799202 ASET 57030614.5 0.457927 0.127313984 PRAN 1988453.519 7.07896 0.068620947

23 SHUA 13942609.65 SHU 205129533.7 0.05356 0.787997233 PRAN 1988453.519 1.558539 0.222274197

24 PRAN 1988453.519 VOLUME 271093143.8 0.009421 1.284399401 JKAR 2.78405 -117228 -0.16413188

25 PRAS 0.458291667 VOLUME 271093143.8 2.53E-09 1.50E+00 PRAN 1988453.519 -2.61E-07 -1.13E+00 PRMOTO 0.828958333 0.345019 6.24E-01

26 PRUS 1.224008333 PRAN 1988453.519 0.000000423 6.87E-01 PRCOST 1.777033333 9.25E-02 1.34E-01

PRKRED 14180992887 2.34E-12 2.71E-02

Page 129: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

123

Lampiran 4. Hasil Estimasi Propinsi Jawa Barat

S2JBAR = – 2272.5011 + 0.9284 S3KAB + 0.1258 S4ECKOP

(0.0079 A) (0.0001 A) + 0.6735 S4ECNKO – 10.3084 P2 – 0.0118 LS2

(0.1545 B) (0.0871 A) (0.5766) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9820; Adj R2 = 0.9812. S3KAB = – 1377.5864 + 0.0781 S4ECKOP + 1.3469 S4ECNKO (0.0001 A) (0.0001 A) + 1.2268 P3KAB + 0.0510 LS3KAB

(0.7947) (0.0883 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9743; Adj R2 = 0.9734. S4ECNKO = – 53238 – 2345.7147 DPPETNKO + 48.0056 PPETNKO (0.2088 C) (0.2428 C) + 0.7671 LS4ECNKO

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6173; Adj R2 = 0.6074. PPETKOP = 1296.2125 + 0.009054 S3KAB + 0.00268 S4ECKOP (0.0617 A) (0.0001 A) – 0.0135 S4ECNKO

(0.0576 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5402; Adj R2 = 0.5283. DPPETKOP = – 0.0274 + 1.4083 AREALKOP + 0.000000182 S4ECKOP (0.0001 A) (0.3285) + 0.000000604 S4ECNKO – 0.00003746 PPETKOP

(0.0470 A) (0.5769) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9857; Adj R2 = 0.9852. DPPETNKO = – 0.4670 + 1.5001 AREALNKO – 4.808039E-9 S4ECNKO (0.0001 A) (0.9823) + 0.000212 PPETNKO

(0.1082 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9960; Adj R2 = 0.9959. GPETKOP = – 0.1076 + 4.5008 AREALKOP + 0.3855 DPPETKOP (0.0001 A) (0.0662 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9982; Adj R2 = 0.9980. GPETNKO = – 0.0827 + 3.7582 AREALNKO + 0.8674 DPPETNKO (0.0001 A) (0.0098 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9976; Adj R2 = 0.9971.

Keterangan : Nilai ( ) menunjukkan nilai probabilitas t, sedangkan abjad A, B, dan C menunjukkan : A = Tingkat signifikansi α 1 sampai 10 %, B = Tingkat signifikansi α 11 sampai 20 %, dan C = Tingkat signifikansi α 21 sampai 30 %.

Page 130: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

124

JGPETKOP = – 3.6522 + 0.5101 GPETKOP + 0.0025 PGKOP (0.0001 A) (0.0782 A) + 0.001648 PGNKO (0.0458 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7856; Adj R2 = 0.7801. JGPETNKO = – 24.3656 + 0.2181 GPETNKO + 0.0214 PGNKO (0.0001 A) (0.0001 A) + 0.001342 PGKOP (0.0238 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9456; Adj R2 = 0.9442. IPETKOP = – 4994564 + 3044805 JGPETKOP – 1.9182 CPETKOP (0.0001 A) (0.0610 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6442; Adj R2 = 0.6381. IPETNKO = – 10914837 + 5049926 JGPETNKO – 3.3606 CPETNKO (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9728; Adj R2 = 0.9723. PGKOP = 611.9884 + 7.7257 GPETKOP + 55.9169 JGPETKOP (0.6661) (0.0525 A) + 0.1975 PPETKOP (0.0004 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6248; Adj R2 = 0.6151.

PGNKO = 678.1929 – 3.6213 GPETNKO + 37.7826 JGPETNKO

(0.0753 A) (0.0001 A) + 0.2819 PPETNKO

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9297; Adj R2 = 0.9279. BGKOP = 19487 – 12.6627 PGKOP + 4145.4016 CPRMUKOP (0.0319 A) (0.0001 A) + 29.7645 CPGLJKOP – 87.2867 CPLATKOP (0.5106) (0.8008) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5971; Adj R2 = 0.5831. PROBRKOP = 62.4442 + 0.0752 CPPRODBR + 0.005419 BGKOP (0.0001 A) (0.0001 A) – 0.0152 TCPSARBR (0.9173) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5203; Adj R2 = 0.5079. CPPRODBR = 82.7651 + 7.0871 PROBRKOP + 182.6843 CPRMUKOP (0.0001 A) (0.0001 A)

– 1.9826 CPGLJKOP – 16.6013 CPLATKOP (0.3247) (0.2908 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5046; Adj R2 = 0.4874. MOSE = 3501576 + 48795 ANG + 0.9860 SIMA + 228.1387 CPPRODBR (0.0001 A) (0.0001 A) (0.9292) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8443; Adj R2 = 0.8413.

Page 131: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

125

MOLU = 18683686 + 0.9282 ASET – 0.6781 MOSE (0.0001 A) (0.0011 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9426; Adj R2 = 0.9416. ASET = – 35079804 + 1.0008 MOTO + 297262 TCPSARBR (0.0001 A) (0.0313 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9466; Adj R2 = 0.9457. VOLUME = 6277124 + 153.1093 S4ECKOP + 146.7587 S4ECNKO

(0.0026 A) (0.1347 B) + 8394.6308 PROBRKOP + 0.9846 VOLA

(0.8834) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9852; Adj R2 = 0.9847. SHU = 172898 + 0.020946 VOLUME + 0.002324 ASET

(0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9569; Adj R2 = 0.9561. SHUA = 136564 + 0.1892 SHU + 0.437975 PRAN

(0.0001 A) (0.2427 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9456; Adj R2 = 0.9447. PRAN = – 193834 + 0.011334 VOLUME – 22285 JKAR

(0.0001 A) (0.2763 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9774; Adj R2 = 0.9771. PRAS = 0.0987 + 1.1403792E-8 SHU + 0.145433 PRMOTO

(0.4720) (0.0096 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6702; Adj R2 = 0.6646. PRUS = 0.3848 + 3.3344 PRAS + 0.00000012 PRAN + 0.2677 PRKRED

(0.0001 A) (0.1228 B) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6819; Adj R2 = 0.6737.

Page 132: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

126

Lampiran 4 A. Nilai Elastisitas Peubah Propinsi Jawa Barat

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 1 S2JBAR 49521.16713 S3KAB 35681.8508 0.928441 0.668976423 S4ECKOP 48264.4591 0.12581 0.122617296 S4ECNKO 23201.6758 0.673463 0.315531137 P2 238.7716333 -10.308363 -0.049702881 LS2 48224.67131 -0.011842 -0.011531969

2 S3KAB 35681.8508 S4ECKOP 48264.4591 0.078126 0.105675828 S4ECNKO 23201.6758 1.346914 0.875813929 P3KAB 238.7716333 1.22682 0.008209491 LS3KAB 34193.78414 0.051037 0.048908566

3 S4ECNKO 23201.6758 DPPETNKO 2.913625 -2345.714699 -0.294570662 PPETNKO 1371.69445 48.005643 2.838117153 LS4ECNKO 22714.38414 0.767123 0.75101155

4 PPETKOP 1434.400025 S3KAB 35681.8508 0.009054 0.22522551 S4ECKOP 48264.4591 0.00268 0.090176205 S4ECNKO 23201.6758 -0.013544 -0.219076612

5 DPPETKOP 2.0462 AREALKOP 1.494433333 1.408269 1.028523182 S4ECKOP 48264.4591 0.000000182 0.0042929 S4ECNKO 23201.6758 0.000000604 0.006848701 PPETKOP 1434.400025 -0.000037461 -0.026260414

6 DPPETNKO 2.913625 AREALNKO 2.059833333 1.5001 1.06051945 S4ECNKO 23201.6758 -4.81E-09 -3.82872E-05 PPETNKO 1371.69445 0.000212 0.099806675

7 GPETKOP 7.407366667 AREALKOP 1.494433333 4.500789 0.908032424 DPPETKOP 2.0462 0.385529 0.10649796

8 GPETNKO 10.18583333 AREALNKO 2.059833333 3.758231 0.76000944 DPPETNKO 2.913625 0.86739 0.248114131

9 JGPETKOP 5.491475 GPETKOP 7.407366667 0.510114 0.688084975 PGKOP 1259.583383 0.002501 0.573656084 PGNKO 1344.166667 0.001648 0.403386461

Page 133: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

127

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 10 JGPETNKO 8.366666667 GPETNKO 10.18583333 0.218116 0.265541023 PGNKO 1344.166667 0.021441 3.444654681 PGKOP 1259.583383 0.001342 0.202035167

11 IPETKOP 8540431.042 JGPETKOP 5.491475 3044805 1.957801715 CPETKOP 1660690.139 -1.918163 -0.372987542

12 IPETNKO 26461479.17 JGPETNKO 8.366666667 5049926 1.596700142 CPETNKO 1450535.417 -3.360644 -0.184219979

13 PGKOP 1259.583383 GPETKOP 7.407366667 7.72566 0.045433115 JGPETKOP 5.491475 55.916944 0.243784178 PPETKOP 1434.400025 0.197505 0.224916572

14 PGNKO 1344.166667 GPETNKO 10.18583333 -3.6213 -0.027441506 JGPETNKO 8.366666667 37.782633 0.235175223 PPETNKO 1371.69445 0.281947 0.287721117

15 BGKOP 12505.71261 PGKOP 1259.583383 -12.662673 -1.275392535 CPRMUKOP 2.084025 4145.401632 0.690813943 CPGLJKOP 18.242425 29.764522 0.043418322 CPLATKOP 2.442475 -87.286696 -0.017047855

16 PROBRKOP 216.9751583 CPPRODBR 1163.066892 0.075202 0.403110462 BGKOP 12505.71261 0.005419 0.31233279 TCPSARBR 46.0925 -0.015177 -0.003224083

17 CPPRODBR 1163.066892 PROBRKOP 216.9751583 7.087151 1.322138667 CPRMUKOP 2.084025 -182.684306 -0.327340296 CPGLJKOP 18.242425 -1.982567 -0.031096087 CPLATKOP 2.442475 -16.60133 -0.034863286

18 MOSE 37537473.7 ANG 530.7421667 48795 0.689912279 SIMA 7984830.085 0.985965 0.209730763 CPPRODBR 1163.066892 228.138748 0.007068686

19 MOLU 116131105 ASET 132415466.7 0.928163 1.058313678 MOSE 37537473.7 -0.678141 -0.219197948

Page 134: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

128

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 20 ASET 132415466.7 MOTO 153668578.7 1.000814 1.161447894 TCPSARBR 46.0925 297262 0.10347393

21 VOLUME 121574995.8 S4ECKOP 48264.4591 153.109281 0.060783359 S4ECNKO 23201.6758 146.758693 0.028007795 PROBRKOP 216.9751583 8394.630773 0.014981916 VOLA 104291313.5 0.984566 0.844595393

22 SHU 3027151.484 VOLUME 121574995.8 0.020946 0.841223135 ASET 132415466.7 0.002324 0.101657795

23 SHUA 1595393.818 SHU 3027151.484 0.437975 0.831027836 PRAN 1129264.146 0.117788 0.083373625

24 PRAN 1129264.146 VOLUME 121574995.8 0.011334 1.22020256 JKAR 2.459158333 -22285 -0.048529251

25 PRAS 0.256433333 SHU 3027151.484 1.14E-08 1.35E-01 PRMOTO 0.847458333 1.45E-01 4.81E-01

26 PRUS 1.701225 PRAS 0.256433333 3.334382 5.03E-01 PRAN 1129264.146 1.20E-07 7.97E-02 PRKRED 1.217533333 2.68E-01 1.92E-01

Page 135: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

129

Lampiran 5. Hasil Estimasi Propinsi Jawa Timur S2JTIM = – 988.3745 + 0.6875 S3KAB + 1.9355 S4ECKOP

(0.0001 A) (0.0001 A) + 0.5439 S4ECNKO – 13.1032 P2 – 0.01026 LS2

(0.0001 A) (0.0001 A) (0.0723 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9984; Adj R2 = 0.9984.

S3KAB = – 1241.8236 + 2.1208 S4ECKOP + 1.2431 S4ECNKO (0.0008 A) (0.0001 A) – 10.9059 P3KAB + 0.0156 LS3KAB

(0.0033 A) (0.1163 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9952; Adj R2 = 0.9950.

S4ECNKO = – 46085 + 42953 DPPETNKO + 12411 DPPETKOP (0.0001 A) (0.0001 A) + 0.2289 LS4ECNKO

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8320; Adj R2 = 0.8271. PPETKOP = 1147.7165 – 0.00161 S4ECKOP – 0.000746 S4ECNKO (0.9325) (0.0357 A) + 42.0251 SELHETEC

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6012; Adj R2 = 0.5897. DPPETKOP = – 0.4131 + 2.5176 AREALKOP + 0.00004047 S4ECKOP (0.0001 A) (0.0944 A) + 0.000000823 S4ECNKO – 0.000724 PPETKOP

(0.1982 B) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9633; Adj R2 = 0.9618. DPPETNKO = – 0.2930 + 2.2264 AREALNKO + 0.0000114 S4ECKOP (0.0001 A) (0.2656 C) + 0.0000019 S4ECNKO

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9832; Adj R2 = 0.9827.

GPETKOP = 0.2066 + 1.0831 AREALKOP + 0.6835 DPPETKOP (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9678; Adj R2 = 0.9672. GPETNKO = 0.0733 + 0.8552 AREALNKO + 0.5822 DPPETNKO (0.0223 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9627; Adj R2 = 0.9620.

Keterangan : Nilai ( ) menunjukkan nilai probabilitas t, sedangkan abjad A, B, dan C menunjukkan : A = Tingkat signifikansi α 1 sampai 10 %, B = Tingkat signifikansi α 11 sampai 20 %, dan C = Tingkat signifikansi α 21 sampai 30 %.

Page 136: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

130

JGPETKOP = – 0.02048 + 0.9472 GPETKOP + 0.00006198 PGKOP (0.0001 A) (0.0849 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9994; Adj R2 = 0.9994. JGPETNKO = – 3.5684 + 0.6147 GPETNKO + 0.004201 PGNKO (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7708; Adj R2 = 0.7665.

IPETKOP = – 51317 + 652303 JGPETKOP + 341.7181 PGKOP (0.0001 A) (0.0001 A)

– 0.0281 CPETKOP (0.0003 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9933; Adj R2 = 0.9931. IPETNKO = 272472 + 600865 JGPETNKO – 0.033376 CPETNKO (0.0001 A) (0.4686) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7296; Adj R2 = 0.7244. PGKOP = 502.6757 + 444.8519 GPETKOP – 413.4800 JGPETKOP (0.2055 C) (0.2662 C) + 0.2367 PPETKOP (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5546; Adj R2 = 0.5418.

PGNKO = – 280.6278 + 22.1056 GPETNKO – 68.0042 JGPETNKO

(0.3848) (0.0065 A) + 0.9413 PPETNKO

(0.0005 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.4773; Adj R2 = 0.4622. BGKOP = – 434.2612 + 6.4897 PGKOP + 2.9412 CPRMUKOP (0.0045 A) (0.0001 A) + 1.8079 CPGLJKOP + 28.7345 CPLATKOP (0.0009 A) (0.2206 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9526; Adj R2 = 0.9507. PROBRKOP = 4883.6969 + 9.6187 CPPRODBR + 3.6541 BGKOP (0.0028 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9799; Adj R2 = 0.9795. CPPRODBR = 161.0221 + 0.0084 PROBRKOP + 0.2218 CPRMUKOP (0.0404 A) (0.0001 A)

+ 0.0682 CPGLJKOP – 2.4423 CPLATKOP (0.0060 A) (0.2845 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9229; Adj R2 = 0.9199. MOSE = 1934875 + 49164 ANG + 3122.4477 CPPRODBR

(0.0001 A) (0.6272) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8287; Adj R2 = 0.8254. MOLU = 2022657 + 0.7032 ASET – 0.0319 MOSE (0.0001 A) (0.9005) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9367; Adj R2 = 0.9355.

Page 137: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

131

ASET = – 23151692 + 1.0157 MOTO + 39322 ANG (0.0001 A) (0.0012 A) + 2189.1366 TCPSARBR (0.7799) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9549; Adj R2 = 0.9536.

VOLUME = 21225298 + 5260.3508 S4ECKOP – 51.7966 S4ECNKO

(0.3328) (0.6528) + 25.6516 VOLA

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9818; Adj R2 = 0.9813.

SHU = – 763990 + 0.0139 VOLUME + 0.002115 ASET

(0.0001 A) (0.0174 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9360; Adj R2 = 0.9348. SHUA = – 101972 + 0.1643 SHU – 0.5800 PRAN

(0.0001 A) (0.6799) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9706; Adj R2 = 0.9700. PRAN = 701.8694 + 0.00016 VOLUME + 16780 JTPK

(0.0001 A) (0.0009 A) – 8927.0879 JKAR

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8857; Adj R2 = 0.8824. PRAS = 0.0646 + 3.1871664E-9 VOLUME + 0.3388 PRMOTO

(0.0001 A) (0.0229 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9794; Adj R2 = 0.9790. PRUS = 0.0119 + 0.000011527 PRAN + 0.054786 PRKRED

(0.0001 A) (0.0449 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9469; Adj R2 = 0.9459.

Page 138: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

132

Lampiran 5 A. Nilai Elastisitas Peubah Propinsi Jawa Timur

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 1 S2JTIM 68883.75078 S3KAB 62515.54337 0.68751 0.623950652 S4ECKOP 1847.88963 1.935482 0.051921637 S4ECNKO 49705.7193 0.543903 0.392474125 P2 230.6518241 -13.103186 -0.043874988 LS2 67958.95449 -0.010261 -0.010123241

2 S3KAB 62515.54337 S4ECKOP 1847.88963 2.120835 0.062689514 S4ECNKO 49705.7193 1.243095 0.988377095 P3KAB 267.2478982 -10.905947 -0.046621868 LS3KAB 61623.74708 0.015642 0.015418864

3 S4ECNKO 49705.7193 DPPETNKO 1.420138889 42953 1.227207383 DPPETKOP 1.911907407 12411 0.477383351 LS4ECNKO 48320.94153 0.228924 0.222546286

4 PPETKOP 1422.561787 S4ECKOP 1847.88963 -0.00161 -0.002091369 S4ECNKO 49705.7193 -0.000746 -0.02606598 SELHETEC 7.493185185 42.025069 0.221362353

5 DPPETKOP 1.911907407 AREALKOP 1.286666667 2.517629 1.694302402 S4ECKOP 1847.88963 0.000040467 0.039112014 S4ECNKO 49705.7193 0.000000823 0.021396333 PPETKOP 1422.561787 -0.000724 -0.538694881

6 DPPETNKO 1.420138889 AREALNKO 0.717592593 2.226402 1.124995306 S4ECKOP 1847.88963 0.000011403 0.014837623 S4ECNKO 49705.7193 0.0000019 0.066501148

7 GPETKOP 2.907037037 AREALKOP 1.286666667 1.083112 0.47938987 DPPETKOP 1.911907407 0.683498 0.449524678

8 GPETNKO 1.513796296 AREALNKO 0.717592593 0.855184 0.405387241 DPPETNKO 1.420138889 0.582205 0.546184426

9 JGPETKOP 2.669388889 GPETKOP 2.907037037 0.947232 1.031561388 PGKOP 1028.842685 -0.000061981 -0.023888875

Page 139: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

133

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 10 JGPETNKO 1.448074074 GPETNKO 1.513796296 0.614697 0.642595609 PGNKO 972.6852315 0.004201 2.821851955

11 IPETKOP 1963918.908 JGPETKOP 2.669388889 652303 0.886620305 PGKOP 1028.842685 341.71815 0.179016668 CPETKOP 2756765.972 -0.028145 -0.039507323

12 IPETNKO 1082556.648 JGPETNKO 1.448074074 600865 0.803742723 CPETNKO 1798069.985 -0.033376 -0.055435791

13 PGKOP 1028.842685 GPETKOP 2.907037037 444.851928 1.256947296 JGPETKOP 2.669388889 -413.479982 -1.072796537 PPETKOP 1422.561787 0.236689 0.327265511

14 PGNKO 972.6852315 GPETNKO 1.513796296 22.105615 0.034403111 JGPETNKO 1.448074074 698.004197 1.039145809 PPETNKO 1191.234546 0.941355 1.152864832

15 BGKOP 9767.324176 PGKOP 1028.842685 6.489733 0.683597084 CPRMUKOP 2427.263991 2.941222 0.730918942 CPGLJKOP 2284.639 -1.807876 -0.422873649 CPLATKOP 17.95381482 28.734471 0.052818291

16 PROBRKOP 30317.0464 CPPRODBR 1066.444546 -9.618687 -0.33835078 BGKOP 9767.324176 3.654138 1.177263443

17 CPPRODBR 1066.444546 PROBRKOP 30317.0464 0.008414 0.239194461 CPRMUKOP 2427.263991 0.221843 0.504922199 CPGLJKOP 2284.639 0.068157 0.146012412 CPLATKOP 17.95381482 -2.442286 -0.041116391

18 MOSE 62432489.09 ANG 1162.787796 49164 0.915665866 CPPRODBR 1066.444546 3122.44774 0.05333629

19 MOLU 237158149.6 ASET 337227980.7 0.703167 0.999871132 MOSE 62432489.09 -0.031908 -0.008399863

20 ASET 337227980.7 MOTO 299590638.7 1.015726 0.902362848 ANG 1162.787796 39322 0.135585255 TCPSARBR 4729.856602 2189.136649 0.030704162

Page 140: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

134

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 21 VOLUME 387736925.9 S4ECKOP 1847.88963 5260.350789 0.025069956 S4ECNKO 49705.7193 -51.796595 -0.006640036 VOLA 14009472.22 25.651621 0.926828599

22 SHU 5325649.714 VOLUME 387736925.9 0.013866 1.009521937 ASET 337227980.7 0.002115 0.133924914

23 SHUA 737278.3478 SHU 5325649.714 0.164291 1.186738116 PRAN 61560.36069 -0.579993 -0.048427542

24 PRAN 61560.36069 VOLUME 387736925.9 0.00016 1.007757386 JTPK 1.963694444 16780 0.535259904 JKAR 3.843333333 -8927.08789 -0.557335501

25 PRAS 1.471509259 VOLUME 387736925.9 3.19E-09 8.40E-01 PRMOTO 0.505166667 3.39E-01 1.16E-01

26 PRUS 0.757657407 PRAN 61560.36069 1.15E-05 9.37E-01 PRKRED 0.658722222 5.48E-02 4.76E-02

Page 141: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

135

Lampiran 6. Hasil Estimasi Propinsi Bali S2BALI = – 11.1472 + 0.4646 S3KAB + 0.2916 S4ECKOP

(0.0074 A) (0.0001 A) + 0.7457 S4ECNKO – 3.4049 P2 + 0.0525 LS2

(0.0026 A) (0.0001 A) (0.0027 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9909; Adj R2 = 0.9904.

S3KAB = – 4.679831 + 0.2353 S4ECKOP + 1.3783 S4ECNKO (0.0001 A) (0.0001 A) – 3.3641 P3KAB + 0.0171 LS3KAB

(0.0001 A) (0.2599 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9907; Adj R2 = 0.9903. S4ECNKO = – 918.7907 + 1170.5277 DPPETNKO + 79.5196 DPPETKOP (0.2116 C) (0.0001 A) + 0.2709 SISA + 0.6227 LS4ECNKO (0.0082 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6984; Adj R2 = 0.6876.

PPETKOP = 1180.5448 – 0.0171 S4ECKOP – 0.0153 S4ECNKO (0.0023 A) (0.0001 A) + 0.0877 SISA

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7685; Adj R2 = 0.7623. DPPETKOP = – 5.3334 + 4.7348 AREALKOP – 0.000684 PPETKOP (0.0001 A) (0.6013) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9551; Adj R2 = 0.9543. DPPETNKO = 0.0147 + 0.4317 AREALNKO – 0.000005024 S4ECNKO (0.0001 A) (0.1429 B) + 0.000120 PPETNKO

(0.1868 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6833; Adj R2 = 6748.

GPETKOP = – 0.7954 + 4.8870 AREALKOP + 0.0733 DPPETKOP (0.0001 A) (0.2658 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9934; Adj R2 = 0.9933. GPETNKO = 0.1461 + 2.6026 AREALNKO + 2.6269 DPPETNKO (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9191; Adj R2 = 0.9177. JGPETKOP = – 13.6365 + 0.2315 GPETKOP + 0.0190 PGKOP (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8312; Adj R2 = 0.8282.

Keterangan : Nilai ( ) menunjukkan nilai probabilitas t, sedangkan abjad A, B, dan C menunjukkan : A = Tingkat signifikansi α 1 sampai 10 %, B = Tingkat signifikansi α 11 sampai 20 %, dan C = Tingkat signifikansi α 21 sampai 30 %.

Page 142: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

136

JGPETNKO = – 0.2981 + 0.8393 GPETNKO + 0.000162 PGNKO (0.0001 A) (0.5451) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9903; Adj R2 = 0.9902. IPETKOP = 9917923 + 687039 JGPETKOP – 0.2972 CPETKOP (0.0001 A) (0.1291 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5874; Adj R2 = 0.5801. IPETNKO = – 1756580 + 2918365 JGPETNKO – 1.1893 CPETNKO (0.0001 A) (0.0007 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9607; Adj R2 = 0.9600.

PGKOP = 766.8768 – 5.5346 GPETKOP + 33.2436 JGPETKOP (0.0116 A) (0.0001 A) + 0.030051 PPETKOP (0.4558) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5445; Adj R2 = 0.5323.

PGNKO = 666.0641 + 3.8122 GPETNKO + 85.8647 JGPETNKO

(0.9695) (0.4605) + 0.2414 PPETNKO

(0.1016 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6402; Adj R2 = 0.6306. BGKOP = 134103 – 144.4745 PGKOP + 188765 CPRMUKOP (0.0310 A) (0.0001 A) + 14.9835 CPGLJKOP (0.0351 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7711; Adj R2 = 0.7649. PROBRKOP = – 129.0716 + 0.4574 CPPRODBR + 0.0255 BGKOP (0.0343 A) (0.0001 A) – 0.2967 TCPSARBR (0.0030 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9508; Adj R2 = 0.9495. CPPRODBR = 188.0016 + 0.7250 PROBRKOP – 1639.2582 CPRMUKOP (0.0001 A) (0.0401 A)

– 0.3621 CPGLJKOP + 33.2206 CPLATKOP (0.4398) (0.2836 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7783; Adj R2 = 0.7703. MOSE = 9799299 + 19232 ANG + 2.4198 SIMA + 97.6107 CPPRODBR (0.0001 A) (0.0001 A) (0.8829) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7799; Adj R2 = 0.7740. MOLU = – 5181062 + 0.513493 ASET – 0.879545 MOSE (0.0001 A) (0.0193 A) + 27121028 JUS (0.0061 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6801; Adj R2 = 0.6715.

Page 143: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

137

ASET = 3446393 + 0.845756 MOTO + 34604059 JUS (0.0001 A) (0.0001 A) – 9124.9235 TCPSARBR (0.0745 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8503; Adj R2 = 0.8463. VOLUME = 21844568 + 28488 S4ECKOP – 872.7816 S4ECNKO

(0.0001 A) (0.8077) + 7474.90158 PROBRKOP + 1.217124 VOLA

(0.0079 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7677; Adj R2 = 0.7593. SHU = – 329847 + 0.004424 VOLUME + 13.817230 PRAN

(0.2756 C) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7836; Adj R2 = 0.7798. SHUA = 149890 + 0.075785 SHU + 1372.0617 ANG + 1.3848 PRAN

(0.0001 A) (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9474; Adj R2 = 0.9459.

PRAN = 39718 + 0.0356 SHU + 117660 PRMOTO

(0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8066; Adj R2 = 0.8032. PRAS = – 0.0333 + 2.0575334E-9 VOLUME + 0.000000196 PRAN

(0.0001 A) (0.0058 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8095; Adj R2 = 0.8044. PRUS = – 0.2685 + 3.6124785E-9 VOLUME + 0.000001194 PRAN

(0.0119 A) (0.0003 A) + 1.5120 PRCOST (0.0001 A)

Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8147; Adj R2 = 0.8097.

Page 144: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

138

Lampiran 6 A. Nilai Elastisitas Peubah Propinsi Bali

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 1 S2BALI 6351.669586 S3KAB 5991.485621 0.464579 0.43823413 S4ECKOP 2626.173207 0.291609 0.120569203 S4ECNKO 4457.704672 0.745711 0.523352067 P2 242.6516552 -3.40493 -0.130077909 LS2 6013.171922 0.052474 0.049677519

2 S3KAB 5991.485621 S4ECKOP 2626.173207 0.23535 0.103158032 S4ECNKO 4457.704672 1.378353 1.025503689 P3KAB 258.9878621 -3.364147 -0.145418565 LS3KAB 6139.58744 0.017115 0.017538061

3 S4ECNKO 4457.704672 DPPETNKO 0.6735 1170.527671 0.176851192 DPPETKOP 11.17116379 79.51961 0.199278923 SISA 2568.890483 0.270936 0.156135268 LS4ECNKO 4823.440026 0.622753 0.673847185

4 PPETKOP 1292.959776 S4ECKOP 2626.173207 -0.017093 -0.034718156 S4ECNKO 4457.704672 -0.015255 -0.052594277 SISA 2568.890483 0.087706 0.174256858

5 DPPETKOP 11.17116379 AREALKOP 3.67262931 4.734841 1.556625268 PPETKOP 1292.959776 -0.000684 -0.079166728

6 DPPETNKO 0.6735 AREALNKO 1.160344828 0.431708 0.743771559 S4ECNKO 4457.704672 0.000005024 0.033252425 PPETNKO 1125.51744 0.00012 0.200537628

7 GPETKOP 17.97189655 AREALKOP 3.67262931 4.887045 0.998687292 DPPETKOP 11.17116379 0.073317 0.045573165

8 GPETNKO 4.935215517 AREALNKO 1.160344828 2.602576 0.611905516 DPPETNKO 0.6735 2.626865 0.35848355

9 JGPETKOP 10.63168103 GPETKOP 17.97189655 0.231511 0.391348436 PGKOP 1059.698302 0.018975 1.891307236

10 JGPETNKO 4.055405172 GPETNKO 4.935215517 0.839258 1.021332993 PGNKO 1304.784603 0.000162 0.052121822

Page 145: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

139

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 11 IPETKOP 15633352 JGPETKOP 10.63168103 687039 0.467230541 CPETKOP 5346175.402 -0.297213 -0.101638652

12 IPETNKO 8210692.943 JGPETNKO 4.055405172 2918365 1.44143163 CPETNKO 1570552.63 -1.189313 -0.227493425

13 PGKOP 1059.698302 GPETKOP 17.97189655 -5.534653 -0.093864651 JGPETKOP 10.63168103 33.243594 0.333524445 PPETKOP 1292.959776 0.030051 0.036665846

14 PGNKO 1304.784603 GPETNKO 4.935215517 3.81218 0.014419184 JGPETNKO 4.055405172 85.864733 0.26687645 PPETNKO 1125.51744 0.241391 0.208225771

15 BGKOP 418913.8106 PGKOP 1059.698302 -144.474461 -0.365467399 CPRMUKOP 2.260655172 188765 1.018664372 CPGLJKOP 745.9662069 14.983458 0.026681272

16 PROBRKOP 13235.61235 CPPRODBR 6318.138302 0.457375 0.21833206 BGKOP 418913.8106 0.025546 0.808543793 TCPSARBR 763.5982414 -0.296729 -0.017119098

17 CPPRODBR 6318.138302 PROBRKOP 13235.61235 0.724968 1.518706137 CPRMUKOP 2.260655172 -1639.258218 -0.586533151 CPGLJKOP 745.9662069 -0.362088 -0.042750791 CPLATKOP 15.37137931 33.220646 0.080822408

18 MOSE 57561276.48 ANG 947.1472672 19232 0.316454696 SIMA 11955300.04 2.41982 0.502589169 CPPRODBR 6318.138302 97.610678 0.010714109

19 MOLU 86049270.35 ASET 180607571.5 0.513493 1.077763046 MOSE 57561276.48 -0.879545 -0.588357492 JUS 1.811043103 27121028 0.570804965

20 ASET 180607571.5 MOTO 143610546.8 0.845756 0.672504927 JUS 1.811043103 34604059 0.346992332 TCPSARBR 763.5982414 -9124.923474 -0.038579642

Page 146: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

140

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 21 VOLUME 417187036.4 S4ECKOP 2626.173207 28488 0.17933065 S4ECNKO 4457.704672 -872.781589 -0.009325799 PROBRKOP 13235.61235 7474.90158 0.237147588 VOLA 185258341.7 1.217124 0.540482695

22 SHU 11659037.2 VOLUME 417187036.4 0.004424 0.158300846 PRAN 734091.8869 13.81723 0.869978907

23 SHUA 3349624.854 SHU 11659037.2 0.075785 0.263784804 ANG 947.1472672 1372.061682 0.387967169 PRAN 734091.8869 1.384852 0.303499246

24 PRAN 734091.8869 SHU 11659037.2 0.035625 0.565805463 PRMOTO 2.371431035 117660 0.380092166

25 PRAS 0.845215517 VOLUME 417187036.4 2.06E-09 1.02E+00 PRAN 734091.8869 1.96E-07 1.70E-01 PRMOTO 2.371431035 -0.052295 -1.47E-01

26 PRUS 4.751206897 VOLUME 417187036.4 3.61E-09 3.17E-01 PRAN 734091.8869 1.19E-06 1.84E-01

PRKRED 1.743362069 1.51E+00 5.55E-01

Page 147: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

141

Lampiran 7. Hasil Estimasi Propinsi Nusa Tenggara Barat S2NTB = 5.3267 + 0.1167 S3KAB + 0.8074 S4ECKOP

(0.0038 A) (0.0001 A) + 0.6711 S4ECNKO + 2.2526 P2

(0.001 A) (0.0778 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9839; Adj R2 = 0.9833. S3KAB = – 3.6785 + 0.9704 S4ECKOP + 0.9211 S4ECNKO (0.0001 A) (0.0001 A) + 0.9014 P3KAB + 0.0138 LS3KAB

(0.0012 A) (0.0067 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9991; Adj R2 = 0.9990. S4ECNKO = 3092.1856 – 750.6434 DPPETNKO – 10.1189 DPPETKOP (0.0142 A) (0.0542 A) + 0.2292 SISA – 2.5024 PPETKOP + 0.6146 PPETNKO (0.0006 A) (0.0011 A) (0.1664 B) + 0.5795 LS4ECNKO

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5406; Adj R2 = 0.5153. PPETKOP = 1188.4990 – 0.0129 S4ECKOP – 0.0478 S4ECNKO (0.0001 A) (0.0001 A) + 0.0885 SISA

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7820; Adj R2 = 0.7762. DPPETKOP = – 3.9492 + 3.7607 AREALKOP – 0.0005 PPETKOP (0.0001 A) (0.5078) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9854; Adj R2 = 0.9852. DPPETNKO = 0.0037 + 0.4358 AREALNKO – 0.0000338 S4ECNKO (0.0001 A) (0.0271 A) + 0.000200 PPETNKO

(0.0226 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7213; Adj R2 = 7138. GPETKOP = – 0.2622 + 4.0097 AREALKOP + 0.5343 DPPETKOP (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9993; Adj R2 = 0.9993. GPETNKO = 0.3456 + 3.2403 AREALNKO + 1.4808 DPPETNKO (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9600; Adj R2 = 0.9593.

Keterangan : Nilai ( ) menunjukkan nilai probabilitas t, sedangkan abjad A, B, dan C menunjukkan : A = Tingkat signifikansi α 1 sampai 10 %, B = Tingkat signifikansi α 11 sampai 20 %, dan C = Tingkat signifikansi α 21 sampai 30 %.

Page 148: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

142

JGPETKOP = – 11.5910 + 0.1552 GPETKOP + 0.0177 PGKOP (0.0001 A) (0.0006 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7737; Adj R2 = 0.7697. JGPETNKO = – 0.5740 + 0.8414 GPETNKO + 0.000407 PGNKO (0.0001 A) (0.1606 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9896; Adj R2 = 0.9894. IPETKOP = 9486017 + 732946 JGPETKOP – 0.3077 CPETKOP (0.0001 A) (0.1271 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5785; Adj R2 = 0.5710. IPETNKO = – 1587119 + 2881328 JGPETNKO – 1.2996 CPETNKO (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9688; Adj R2 = 0.9682. PGKOP = 603.3013 + 0.1007 PGNKO – 3.3363 GPETKOP (0.0485 A) (0.0435 A) + 32.1384 JGPETKOP + 0.0452 PPETKOP (0.0001 A) (0.2749 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5118; Adj R2 = 0.4942.

PGNKO = 431.5768 + 0.2181 PGKOP – 89.1888 GPETNKO

(0.0714 A) (0.3793) + 189.7351 JGPETNKO + 0.2689 PPETNKO

(0.1016 A) (0.0003 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6670; Adj R2 = 0.6550. BGKOP = 101142 – 121.9797 PGKOP + 188760 CPRMUKOP (0.0960 A) (0.0001 A) – 17.0416 CPGLJKOP + 2148.5476 CPLATKOP (0.5452) (0.2422 C) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7733; Adj R2 = 0.7651. PROBRKOP = – 444.9052 + 0.3238 CPPRODBR + 0.0277 BGKOP (0.2644 C) (0.0001 A) + 1.6910 PBRKOP – 0.2789 TCPSARBR (0.0081 A) (0.0113 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9420; Adj R2 = 0.9399. CPPRODBR = – 81.4329 + 0.5713 PROBRKOP – 649.5052 CPRMUKOP (0.0001 A) (0.3421)

– 0.4953 CPGLJKOP + 43.9487 CPLATKOP (0.2615 C) (0.1314 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7938; Adj R2 = 0.7863.

MOSE = 8287326 + 8615.3166 ANG + 3.1176 SIMA (0.0880 A) (0.0001 A) + 683.2265 CPPRODBR

(0.3408) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7442; Adj R2 = 0.7374.

Page 149: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

143

MOLU = – 7055349 + 0.0976 ASET – 0.5419 MOSE (0.4373) (0.1395 B) + 30918577 JUS + 0.5963 KREDKOP (0.0029 A) (0.0004 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6930; Adj R2 = 0.6820. ASET = – 5925248 + 0.7833 MOTO + 34340026 JUS (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8460; Adj R2 = 0.8433. VOLUME = – 105726875 + 2354.5149 S4ECKOP – 61009 S4ECNKO

(0.2699 C) (0.0001 A) + 1.2479 VOLA

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7365; Adj R2 = 0.7295. SHU = – 352547 + 0.0115 VOLUME + 7.4982 PRAN

(0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9142; Adj R2 = 0.9127. SHUA = 126108 + 0.2644 SHU + 631.6704 ANG + 0.0448 PRAN

(0.0001 A) (0.0001 A) (0.8483) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9690; Adj R2 = 0.9681. PRAN = – 195599 + 0.0842 SHU + 50283 PRMOTO

(0.0001 A) (0.0027 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8679; Adj R2 = 0.8656. PRAS = – 0.0332 + 2.3373068E-9 VOLUME + 0.000000149 PRAN

(0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9006; Adj R2 = 0.8979. PRUS = – 0.2238 + 2.8321295E-9 VOLUME + 0.000001739 PRAN

(0.1001 B) (0.0001 A) + 0.2811 PRCOST (0.0002 A)

Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8168; Adj R2 = 0.8119.

Page 150: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

144

Lampiran 7 A. Nilai Elastisitas Peubah Propinsi NTB

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 1 S2NTB 6077.364328 S3KAB 6212.146914 0.11671 0.119298371 S4ECKOP 5012.202948 0.807455 0.665934789 S4ECNKO 1122.471966 0.671106 0.123951376 P2 242.6516552 2.252578 0.089938952

2 S3KAB 6212.146914 S4ECKOP 5012.202948 0.970362 0.782925991 S4ECNKO 1122.471966 0.921146 0.166441743 P3KAB 258.9878621 0.901407 0.037580159 LS3KAB 6139.58744 0.013805 0.013643754

3 S4ECNKO 1122.471966 DPPETNKO 0.6735 -750.643429 -0.450397306 DPPETKOP 11.17116379 -10.118877 -0.100705974 SISA 2516.174966 0.229168 0.513711524 PPETKOP 1292.959776 -2.502409 -2.882489968 PPETNKO 1125.51744 0.617599 0.61927466 LS4ECNKO 1057.172836 0.57952 0.545806774

4 PPETKOP 1292.959776 S4ECKOP 5012.202948 -0.012905 -0.050026675 S4ECNKO 1122.471966 -0.047785 -0.041484139 SISA 2516.174966 0.088539 0.172302046

5 DPPETKOP 11.17116379 AREALKOP 4.18987069 3.760684 1.410486853 PPETKOP 1292.959776 -0.000492 -0.056944489

6 DPPETNKO 0.6735 AREALNKO 1.10862069 0.435764 0.717293224 S4ECNKO 5012.202948 -0.000033812 -0.251629705 PPETNKO 1125.51744 0.0002 0.334229381

7 GPETKOP 22.50637931 AREALKOP 4.18987069 4.009675 0.746455906 DPPETKOP 11.17116379 0.534287 0.265196259

8 GPETNKO 4.935215517 AREALNKO 1.10862069 3.240316 0.727887434 DPPETNKO 0.6735 1.480791 0.202080889

9 JGPETKOP 10.63168103 GPETKOP 22.50637931 0.155187 0.328517896 PGKOP 1059.698302 0.017675 1.76173151

Page 151: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

145

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 10 JGPETNKO 4.108853448 GPETNKO 4.935215517 0.841369 1.010582976 PGNKO 1304.784603 0.000407 0.129244652

11 IPETKOP 15633352 JGPETKOP 10.63168103 732946 0.498450242 CPETKOP 5346175.402 -0.307717 -0.105230731

12 IPETNKO 8210692.943 JGPETNKO 4.108853448 2881328 1.441894682 CPETNKO 1570552.63 -1.299633 -0.248595586

13 PGKOP 1059.698302 PGNKO 1304.784603 0.100716 0.124009528 GPETKOP 22.50637931 -3.336338 -0.070858742 JGPETKOP 10.63168103 32.138443 0.322436749 PPETKOP 1292.959776 0.045158 0.055098208

14 PGNKO 1304.784603 PGKOP 1059.698302 0.218111 0.177141772 GPETNKO 4.935215517 -89.188823 -0.337347683 JGPETNKO 4.108853448 189.73507 0.597488348 PPETNKO 1125.51744 0.268897 0.231952663

15 BGKOP 418913.8106 PGKOP 1059.698302 -121.979727 -0.308563973 CPRMUKOP 2.260655172 188760 1.018637389 CPGLJKOP 745.9662069 -17.041569 -0.030346182 CPLATKOP 15.37137931 2148.547569 0.078837553

16 PROBRKOP 13235.61235 CPPRODBR 6318.138302 0.32385 0.154592703 BGKOP 418913.8106 0.027731 0.877700146 PBRKOP 136.2078362 1.690979 0.017401884 TCPSARBR 763.5982414 -0.278935 -0.016092514

17 CPPRODBR 6318.138302 PROBRKOP 13235.61235 0.571324 1.196843536 CPRMUKOP 2.260655172 -649.505206 -0.232395562 CPGLJKOP 745.9662069 -0.49533 -0.058482329 CPLATKOP 15.37137931 43.94868 0.106922609

18 MOSE 57561276.48 ANG 892.1041638 8615.316602 0.133523095 SIMA 11955300.04 3.117569 0.64750949 CPPRODBR 6318.138302 683.22625 0.074993437

Page 152: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

146

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 19 MOLU 86049270.35 ASET 180607571.5 0.097588 0.204826045 MOSE 57561276.48 -0.541883 -0.362483924 JUS 1.811043103 30918577 0.650730394 KREDKOP 84978374.81 0.596341 0.588919451

20 ASET 180607571.5 MOTO 143610546.8 0.755419 0.600673243 MOLU 86049270.35 0.046697 0.022248474 JUS 1.811043103 34213636 0.343077364

21 VOLUME 417187036.4 S4ECKOP 5012.202948 2354.514891 0.028287807 S4ECNKO 1122.471966 61009 0.164149137 VOLA 185258341.7 1.247868 0.554135043

22 SHU 9934899.268 VOLUME 417187036.4 0.011465 0.481439141 PRAN 734091.8869 7.498226 0.554045564

23 SHUA 3349624.854 SHU 9934899.268 0.264435 0.784307259 ANG 892.1041638 631.67041 0.168232512 PRAN 734091.8869 0.044773 0.009812292

24 PRAN 734091.8869 SHU 9934899.268 0.084194 1.139447151 PRMOTO 1.854189655 50283 0.127006196

25 PRAS 0.845215517 VOLUME 417187036.4 2.34E-09 1.15E+00 PRAN 734091.8869 1.49E-07 1.29E-01 PRMOTO 1.854189655 -0.111016 -2.44E-01

26 PRUS 3.843896552 VOLUME 417187036.4 2.83E-09 3.07E-01 PRAN 734091.8869 1.74E-06 3.32E-01

PRCOST 5.725206897 2.81E-01 4.19E-01

Page 153: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

147

Lampiran 8. Hasil Estimasi Propinsi Jawa Tengah S2JTENG = 1553.1550 + 0.8216 S3KAB + 0.2670 S4ECKOP

(0.0001 A) (0.0001 A) + 0.2035 S4ECNKO + 0.7709 P2

(0.0002 A) (0.6199) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9980; Adj R2 = 0.9979.

S3KAB = 2828.1789 + 0.9977 S4ECKOP + 0.8228 S4ECNKO (0.0008 A) (0.0001 A) – 9.1396 P3KAB + 0.0300 LS3KAB

(0.0005 A) (0.0353 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9916; Adj R2 = 0.9913.

S4ECNKO = – 51034 + 93284 DPPETNKO + 22769 DPPETKOP (0.0001 A) (0.0204 A) + 32.5037 P4NKO + 0.2289 LS4ECNKO

(0.0001 A) (0.1436 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7542; Adj R2 = 0.7446. PPETKOP = 69.6551 – 0.0120 S4ECKOP + 0.0037 S4ECNKO (0.0001 A) (0.0001 A) + 9.5325 SELHETEC

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8684; Adj R2 = 0.8646. DPPETKOP = – 0.1161 + 0.9120 AREALKOP + 0.000000898 S4ECKOP (0.0001 A) (0.0257 A) + 0.00002133 PPETKOP

(0.6915) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6238; Adj R2 = 0.6129. DPPETNKO = – 0.003324 + 0.7635 AREALNKO – 0.00000233 S4ECKOP (0.0001 A) (0.0001 A) + 0.000005714 S4ECNKO

(0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9564; Adj R2 = 0.9551.

GPETKOP = 0.28165 + 7.2206 AREALKOP + 0.1887 DPPETKOP (0.0001 A) (0.1551 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9835; Adj R2 = 0.9832. GPETNKO = 0.4217 + 6.1760 AREALNKO + 0.4991 DPPETNKO (0.0001 A) (0.0273 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9358; Adj R2 = 0.9346.

Keterangan : Nilai ( ) menunjukkan nilai probabilitas t, sedangkan abjad A, B, dan C menunjukkan : A = Tingkat signifikansi α 1 sampai 10 %, B = Tingkat signifikansi α 11 sampai 20 %, dan C = Tingkat signifikansi α 21 sampai 30 %.

Page 154: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

148

JGPETKOP = 0.5587 + 0.3618 GPETKOP + 0.000596 PGKOP (0.0001 A) (0.1785 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6680; Adj R2 = 0.6617. JGPETNKO = – 1.0824 + 0.8841 GPETNKO + 0.000723 PGNKO (0.0001 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9758; Adj R2 = 0.9754.

IPETKOP = 198357 + 802396 JGPETKOP + 5091.6454 PGKOP (0.0050 A) (0.0007 A)

– 0.8543 CPETKOP (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9480; Adj R2 = 0.9465. IPETNKO = – 2002858 + 1855356 JGPETNKO + 1086.3298 PGNKO (0.0001 A) (0.0105 A) – 0.0680 CPETNKO (0.0059 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9889; Adj R2 = 0.9886. PGKOP = 657.4587 + 35.2039 GPETKOP + 89.5969 JGPETKOP (0.0553 A) (0.0371 A) + 0.0989 PPETKOP (0.0028 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6095; Adj R2 = 0.5982.

PGNKO = – 637.7806 – 70.3989 GPETNKO + 183.3788 JGPETNKO

(0.2792 C) (0.0073 A) + 1.2600 PPETNKO

(0.0009 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.6126; Adj R2 = 0.6014. BGKOP = 1024.1309 – 2.2652 PGKOP + 2.0370 CPRMUKOP (0.2068 C) (0.0001 A) + 2.2554 CPGLJKOP + 0.5301 TCPSARBR (0.0001 A) (0.1481 B) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.8488; Adj R2 = 0.8429. PROBRKOP = – 855.2005 + 2.5142 CPPRODBR + 0.5977 BGKOP (0.0002 A) (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9740; Adj R2 = 0.9736. CPPRODBR = 123.9557 + 0.1055 PROBRKOP + 0.0472 TCPSARBR (0.0001 A) (0.0017 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9081; Adj R2 = 0.9064. MOSE = 5277559 + 43395 ANG + 4766.7784 CPPRODBR

(0.0001 A) (0.4265) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.7733; Adj R2 = 0.7690. MOLU = 248874 + 0.71235 ASET + 0.1357 MOSE (0.0001 A) (0.5731) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9464; Adj R2 = 0.9454.

Page 155: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

149

ASET = – 26359542 + 0.9853 MOTO + 35885 ANG (0.0001 A) (0.0005 A) + 2606.2335 TCPSARBR (0.7310) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9589; Adj R2 = 0.9578. VOLUME = 26457315 + 181.9906 S4ECKOP – 173.9747 S4ECNKO

(0.8178) (0.4799) + 454.1683 PROBRKOP + 25.8199 VOLA + 2.3543 VOLPSR

(0.7969) (0.0001 A) (0.0321 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9829; Adj R2 = 0.9821.

SHU = – 345816 + 0.0147 VOLUME + 0.0011 ASET

(0.0001 A) (0.0333 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9621; Adj R2 = 0.9613. SHUA = – 60922 + 0.1347 SHU + 3.7363 PRAN

(0.0001 A) (0.0003 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9730; Adj R2 = 0.9725. PRAN = 469.3288 + 0.000209 VOLUME – 2070.8726 JTPK

(0.0001 A) (0.3939) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9072; Adj R2 = 0.9054. PRAS = – 0.0940 + 2.004995E-12 VOLUME + 0.000000486 PRAN

(0.9966) (0.8235) + 3.0274 PRMOTO (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9077; Adj R2 = 0.9050. PRUS = 0.1827 + 1.1710087E-9 VOLUME – 0.000006921 PRAN

(0.0654 A) (0.0179 A) + 0.2153 PRCOST (0.0001 A) Prob. F = 0.0001; R2 = 0.5170; Adj R2 = 0.5030.

Page 156: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

150

Lampiran 8 A. Nilai Elastisitas Peubah Propinsi Jawa Tengah

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 1 S2JTENG 68670.88021 S3KAB 61205.83392 0.821617 0.732300991 S4ECKOP 34208.94502 0.286982 0.142962365 S4ECNKO 32842.81543 0.203551 0.097351132 P2 424.6979537 0.770947 0.004767954

2 S3KAB 61205.83392 S4ECKOP 34208.94502 0.997704 0.557633139 S4ECNKO 32842.81543 0.822771 0.441495759 P3KAB 497.3403241 -9.139594 -0.074265611 LS3KAB 58996.85246 0.030012 0.028928836

3 S4ECNKO 32842.81543 DPPETNKO 0.551083333 93284 1.565251243 DPPETKOP 0.580648148 22769 0.402547026 P4NKO 511.8284815 32.503724 0.506544018 LS4ECNKO 32842.81543 0.079527 0.079527

4 PPETKOP 618.9820926 S4ECKOP 34208.94502 -0.011966 -0.661318382 S4ECNKO 32842.81543 0.003716 0.197168712 SELHETEC 87.76657407 9.532549 1.351637112

5 DPPETKOP 0.580648148 AREALKOP 0.715833333 0.911978 1.12430265 S4ECKOP 34208.94502 0.000000898 0.052905762 PPETKOP 618.9820926 0.000021333 0.022741388

6 DPPETNKO 0.551083333 AREALNKO 0.584814815 0.763535 0.810270521 S4ECKOP 34208.94502 -0.000002333 -0.144822868 S4ECNKO 32842.81543 0.000005714 0.340536242

7 GPETKOP 5.559953704 AREALKOP 0.715833333 7.220564 0.929633711 DPPETKOP 0.580648148 0.188726 0.019709409

8 GPETNKO 4.308601852 AREALNKO 0.584814815 6.17603 0.838284428 DPPETNKO 0.551083333 0.499078 0.0638336

9 JGPETKOP 3.291666667 GPETKOP 5.559953704 0.361825 0.611158557 PGKOP 1209.305648 0.000596 0.218960861

10 JGPETNKO 3.610935185 GPETNKO 4.308601852 0.884114 1.054933147 PGNKO 1222.037083 0.000723 0.244682545

Page 157: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

151

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 11 IPETKOP 5184607.426 JGPETKOP 3.291666667 802396 0.509434939 PGKOP 1209.305648 5091.645379 1.187622323 CPETKOP 4462399.954 -0.854322 -0.73531632

12 IPETNKO 5707739.387 JGPETNKO 3.610935185 1855356 1.173769475 PGNKO 1222.037083 1086.329796 0.232585128 CPETNKO 4655863.676 -0.06798 -0.055452008

13 PGKOP 1209.305648 GPETKOP 5.559953704 35.203877 0.161854802 JGPETKOP 3.291666667 89.59693 0.243878153 PPETKOP 618.9820926 0.098859 0.050600897

14 PGNKO 1222.037083 GPETNKO 4.308601852 -70.398912 -0.248209229 JGPETNKO 3.610935185 183.378805 0.541856698 PPETNKO 1191.234546 1.260012 1.228252271

15 BGKOP 5710.361204 PGKOP 1209.305648 -2.265158 -0.479701417 CPRMUKOP 1303.032509 2.036967 0.464810215 CPGLJKOP 1003.814917 2.255373 0.396468276 TCPSARBR 4729.856602 0.530098 0.43907687

16 PROBRKOP 4670.046398 CPPRODBR 840.1297315 2.514244 0.452306242 BGKOP 5710.361204 0.597678 0.730818706

17 CPPRODBR 840.1297315 PROBRKOP 4670.046398 0.105519 0.586550633 TCPSARBR 4729.856602 0.047231 0.265906382

18 MOSE 63265822.43 ANG 1243.9915 43395 0.85327289 CPPRODBR 840.1297315 4766.778422 0.063299774

19 MOLU 251695186.6 ASET 340931684.4 0.71235 0.964907945 MOSE 63265822.43 0.135674 0.034102866

20 ASET 340931684.4 MOTO 314961009.1 0.985275 0.910221087 ANG 1243.9915 35885 0.130937185 TCPSARBR 4729.856602 2606.233465 0.036157128

21 VOLUME 365560651.7 S4ECKOP 34208.94502 181.990586 0.017030569 S4ECNKO 34208.94502 -173.974706 -0.016280448 PROBRKOP 4670.046398 454.16835 0.005802012 VOLA 12765953.7 25.819888 0.901671154 VOLPSR 2911626.26 2.354345 0.018751944

Page 158: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

152

No. Peubah Nilai Rataan Koefisien Elastisitas 22 SHU 5411965.297 VOLUME 365560651.7 0.014728 0.994828493 ASET 340931684.4 0.001096 0.069043518

23 SHUA 939912.607 SHU 5411965.297 0.134668 0.775410966 PRAN 72804.08171 3.736288 0.289406712

24 PRAN 72804.08171 VOLUME 365560651.7 0.000209 1.049421604 JTPK 1.963694444 -2070.872581 -0.055856222

25 PRAS 1.471509259 VOLUME 365560651.7 2.00E-12 4.98E-04 PRAN 72804.08171 4.86E-07 2.40E-02 PRMOTO 0.505166667 3.02743500E+00 1.04E+00

26 PRUS 0.757657407 VOLUME 365560651.7 1.17E-09 5.65E-01 PRAN 72804.08171 -6.92E-06 -6.65E-01

PRCOST 3.022203704 0.215336 8.59E-01

Page 159: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

153

Lampiran 9. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif pada SUMUT

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH !"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%

!"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%1%2"#$"%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-.7/08%2#$%$"3"2%1%3*9-%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-%:",%2"#$"%$"(3"2%(450%%

6#";"#"(,"<;"#","%&#=:');-%3*#";%)=&%%.%7/%0%

>;*+%.%?=(9' *%';"(2"%.%45%0%%

!"3',$",!%%

LINI II - IV S2SMUT -0.20 -0.20 -2.36 0.97 0.00 0.00 -2.36 S3KAB -0.21 -0.21 -2.39 0.99 0.00 0.00 -2.39 S4ECNKO -0.19 -0.19 -2.17 0.88 0.00 0.00 -2.17

HARGA PUPUK PPETKOP - - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

PETANI KOP. DPPETKOP 5.67 5.67 - - 0.00 0.00 -

GPETKOP 0.95 2.07 5.32 -2.79 0.00 0.00 5.32 JGPETKOP 0.95 2.42 5.66 -3.14 0.00 0.00 5.66 IPETKOP 1.09 7.63 5.85 -3.14 0.00 0.00 11.51

PETANI NON-KOP DPPETNKO 2.16 2.16 - - 0.00 0.00 - GPETNKO 0.73 0.73 8.36 -3.41 0.00 0.00 8.36 JGPETNKO 0.75 1.87 9.66 -4.61 0.00 0.00 9.66 IPETNKO 0.75 4.59 8.70 -3.57 0.00 0.00 12.86

BERAS KOP. PGKOP 0.10 - - - 0.00 0.00 - BGKOP -0.04 -9.35 - - 22.78 0.00 - PROBRKOP -0.03 -7.38 7.91 7.42 10.72 0.00 8.66 CPPRODBR -0.01 -2.20 2.36 2.21 19.87 0.00 16.88

LEMBAGA KOP. MOSE 0.00 -0.60 0.64 0.60 5.39 0.00 4.58 MOLU 0.00 0.10 -0.11 -0.10 5.85 3.01 2.23 ASET 0.00 0.00 0.00 0.00 20.07 - - VOLUME 0.04 0.04 0.50 -0.20 0.03 - - SHU 0.02 0.02 0.26 -0.11 11.14 10.32 10.32 SHUA 0.04 0.04 0.44 -0.18 6.44 11.82 11.82 PRAN 0.08 0.08 0.97 -0.39 0.07 19.49 19.49 PRAS 0.03 0.03 0.20 -0.07 0.03 3.54 3.54 PRUS 0.05 0.05 0.62 -0.25 0.04 12.52 12.52

Prioritas : * Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.

Page 160: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

154

Lampiran 10. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif pada SUMBAR

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH !"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%

!"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%1%2"#$"%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-.7/08%2#$%$"3"2%1%3*9-%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-%:",%2"#$"%$"(3"2%(450%%

6#";"#"(,"<;"#","%&#=:');-%3*#";%)=&%%.%7/%0%

>;*+%.%?=(9' *%';"(2"%.%45%0%%

!"3',$",!%%

LINI II - IV S2SBAR -0.05 5.82 0.48 7.38 -0.05 0.00 2.10 S3KAB 0.00 5.86 0.74 7.42 0.00 0.00 2.30 S4ECNKO 0.00 5.90 -0.10 7.74 0.00 0.00 0.00

HARGA PUPUK PPETKOP - - 0.24 0.24 -0.06 0.00 4.53

PETANI KOP.

DPPETKOP -3.66 -4.50 - - 0.00 0.00 - GPETKOP -0.83 -0.18 6.05 -2.89 0.00 0.00 8.21 JGPETKOP -0.87 3.29 8.97 -4.57 0.00 0.00 10.66 IPETKOP -0.64 3.43 7.18 -3.76 0.00 0.00 8.39

PETANI NON-KOP DPPETNKO 0.00 -0.42 - - 0.00 0.00 - GPETNKO 0.00 -0.85 8.08 -4.66 0.00 8.64 10.54 JGPETNKO -0.09 5.86 10.89 -9.55 0.00 7.80 15.37 IPETNKO -0.36 6.40 9.36 -10.45 0.00 13.61 19.41

BERAS KOP. PGKOP -0.49 - - - 0.00 0.00 - BGKOP -0.27 5.83 - 4.03 7.61 1.92 - PROBRKOP -0.21 10.04 14.27 2.49 40.60 11.70 34.32 CPPRODBR -0.12 2.46 8.80 2.28 33.43 11.29 33.44

LEMBAGA KOP. MOSE -0.21 2.07 2.44 1.84 33.71 14.72 17.56 MOLU 2.95 2.39 2.79 2.58 13.93 8.50 10.50 ASET 1.97 1.47 1.53 1.46 16.91 - - VOLUME -0.04 4.48 6.38 3.92 8.04 - - SHU 2.39 5.47 6.50 5.17 2.70 4.74 14.74 SHUA 2.32 6.08 7.54 5.65 2.63 4.54 8.54 PRAN -0.12 10.27 16.49 0.44 3.12 4.17 14.17 PRAS 0.00 5.97 5.97 5.92 1.00 1.55 6.55 PRUS -0.03 5.00 6.17 4.66 3.03 3.85 8.85

Prioritas : * Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.

Page 161: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

155

Lampiran 11. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif pada JABAR

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH !"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%

!"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%1%2"#$"%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-.7/08%2#$%$"3"2%1%3*9-%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-%:",%2"#$"%$"(3"2%(450%%

6#";"#"(,"<;"#","%&#=:');-%3*#";%)=&%%.%7/%0%

>;*+%.%?=(9' *%';"(2"%.%45%0%%

!"3',$",!%%

LINI II - IV S2JBAR 20.86 20.86 -12.77 4.98 0.00 0.00 -4.65 S3KAB 21.31 21.31 -13.04 5.09 0.00 0.00 -3.14 S4ECNKO 23.72 23.72 -14.51 5.66 0.00 0.00 -3.24

HARGA PUPUK PPETKOP - - 0.22 -0.07 0.00 0.00 3.69

PETANI KOP. DPPETKOP -0.03 -0.03 - - 0.00 0.00 -

GPETKOP 0.00 0.00 6.64 -1.06 0.00 0.00 11.03 JGPETKOP 0.10 10.03 12.81 -11.57 0.00 0.00 18.56 IPETKOP 0.03 13.86 27.70 -25.02 0.00 0.00 16.14

PETANI NON-KOP DPPETNKO 0.45 0.45 - - 0.00 0.00 - GPETNKO 0.11 0.11 6.28 -2.45 0.00 0.00 9.51 JGPETNKO 0.86 9.20 11.98 -33.83 0.00 0.00 12.23 IPETNKO 0.04 11.96 24.77 -53.47 0.00 0.00 12.06

BERAS KOP. PGKOP 2.17 - - - 0.00 0.00 - BGKOP -2.50 -10.95 - 12.20 16.79 0.00 - PROBRKOP -1.66 -7.27 13.64 8.10 13.44 0.00 6.81 CPPRODBR -2.12 -9.28 17.30 3.30 14.09 0.00 9.97

LEMBAGA KOP. MOSE -0.05 -0.20 0.38 0.22 1.09 1.02 5.77 MOLU 0.00 0.02 0.02 0.02 3.34 3.93 3.95 ASET 0.00 0.00 0.01 0.00 3.70 - - VOLUME 2.32 1.69 3.01 1.51 1.39 - - SHU 1.11 0.81 1.00 0.72 1.27 4.28 4.28 SHUA 0.90 0.66 0.00 0.58 0.92 4.27 4.27 PRAN -3.59 -2.87 0.11 -2.67 1.57 2.06 2.06 PRAS 0.09 0.09 0.00 0.00 0.09 1.22 1.22 PRUS 0.07 0.05 0.00 0.04 0.04 5.39 5.39

Prioritas : * Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.

Page 162: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

156

Lampiran 12. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif pada JATIM

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH !"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%

!"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%1%2"#$"%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-.7/08%2#$%$"3"2%1%3*9-%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-%:",%2"#$"%$"(3"2%(450%%

6#";"#"(,"<;"#","%&#=:');-%3*#";%)=&%%.%7/%0%

>;*+%.%?=(9' *%';"(2"%.%45%0%%

!"3',$",!%%

LINI II - IV S2JTIM -1.49 -1.49 5.49 -2.15 0.00 0.00 3.14 S3KAB -1.53 -1.53 5.62 -2.60 0.00 0.00 3.46 S4ECNKO -1.55 -1.55 2.35 -0.89 0.00 0.00 1.06

HARGA PUPUK PPETKOP - - -1.07 0.46 0.00 0.00 2.73

PETANI KOP. DPPETKOP -2.36 -2.36 - - 0.00 0.00 -

GPETKOP -1.05 -1.05 11.35 -4.32 0.00 0.00 17.41 JGPETKOP -1.12 1.37 11.43 -4.25 0.00 0.00 17.64 IPETKOP -0.76 0.89 12.23 -5.36 0.00 0.00 18.08

PETANI NON-KOP DPPETNKO -0.09 -0.09 - - 0.00 0.00 - GPETNKO -0.04 -0.04 13.33 -5.42 0.00 0.00 20.58 JGPETNKO -1.58 3.01 14.88 -8.24 0.00 0.00 24.15 IPETNKO -1.87 2.44 16.75 -5.62 0.00 0.00 22.93

BERAS KOP. PGKOP 1.29 - - - 0.00 0.00 - BGKOP -0.80 -7.30 - -5.54 10.24 0.00 - PROBRKOP -0.87 -7.96 13.84 -6.03 6.46 0.00 12.01 CPPRODBR -0.27 -2.01 3.39 -1.47 16.85 0.00 14.01

LEMBAGA KOP. MOSE 0.02 0.17 0.29 -0.13 1.44 5.23 5.64 MOLU 0.00 0.00 0.00 0.00 1.86 3.68 3.66 ASET 0.00 0.00 0.00 0.00 1.90 - - VOLUME 0.02 0.02 1.76 0.31 2.00 - - SHU 0.03 0.03 1.04 0.41 0.40 3.16 3.16 SHUA 0.06 0.06 0.08 0.83 0.84 2.15 2.15 PRAN 0.02 0.02 0.73 0.29 0.87 2.74 2.74 PRAS 0.02 0.02 0.58 0.24 1.02 1.76 1.76 PRUS 0.03 0.03 0.61 0.27 1.01 3.14 3.14

Prioritas : * Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.

Page 163: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

157

Lampiran 13. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif pada BALI

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH !"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%

!"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%1%2"#$"%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-.7/08%2#$%$"3"2%1%3*9-%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-%:",%2"#$"%$"(3"2%(450%%

6#";"#"(,"<;"#","%&#=:');-%3*#";%)=&%%.%7/%0%

>;*+%.%?=(9' *%';"(2"%.%45%0%%

!"3',$",!%%

LINI II - IV S2BALI 0.08 0.08 8.11 -3.23 0.00 0.00 8.11 S3KAB 0.10 0.10 9.65 -3.86 0.00 0.00 9.65 S4ECNKO 0.11 0.11 9.42 -3.75 0.00 0.00 9.42

HARGA PUPUK PPETKOP - - -0.46 0.23 0.00 0.00 -0.46

PETANI KOP. DPPETKOP -0.40 -0.40 - - 0.00 0.00 -

GPETKOP -0.02 -0.02 1.14 -0.46 0.00 0.00 1.14 JGPETKOP 0.93 18.90 19.35 -19.10 0.00 0.00 19.35 IPETKOP 0.43 8.83 9.04 -8.92 0.00 0.00 9.04

PETANI NON-KOP DPPETNKO 1.01 1.01 - - 0.00 0.00 - GPETNKO 0.36 0.36 8.98 -3.57 0.00 0.00 8.98 JGPETNKO 0.39 0.80 9.69 -4.10 0.00 0.00 9.69 IPETNKO 0.57 1.16 14.04 -5.95 0.00 0.00 14.04

BERAS KOP. PGKOP 0.47 - - - 0.00 0.00 - BGKOP -0.18 -3.65 - 3.66 26.13 0.00 - PROBRKOP -0.22 -4.42 12.10 4.42 26.49 0.00 6.97 CPPRODBR -0.33 -6.71 18.38 6.71 26.53 0.00 -3.12

LEMBAGA KOP. MOSE 0.00 -0.07 0.20 0.07 0.28 0.00 -0.03 MOLU 0.00 0.04 -0.12 -0.04 -1.60 13.11 13.13 ASET 0.00 0.00 0.00 0.00 -1.33 - - VOLUME -0.05 -1.05 2.78 1.08 6.28 - - SHU -0.02 -0.33 0.87 0.34 1.96 3.12 3.12 SHUA -0.01 -0.14 0.38 0.15 0.85 1.36 1.36 PRAN -0.01 -0.19 0.49 0.19 1.11 1.76 1.76 PRAS -0.06 -1.10 2.90 1.12 6.57 10.45 10.45 PRUS -0.02 -0.37 0.97 0.38 2.20 3.50 3.50

Prioritas : * Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.

Page 164: KATA PENGANTAR Penelitian tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi

158

Lampiran 14. Hasil Simulasi dan Prioritas Skenario Kebijakan Alternatif pada NTB

ALTERNATIF KEBIJAKAN

PEUBAH !"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%

!"#$"%&'(&')%&*+"(,-%.%/%0%1%2"#$"%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-.7/08%2#$%$"3"2%1%3*9-%$"(3"2%.450%

6'&')%&*(+",-%:",%2"#$"%$"(3"2%(450%%

6#";"#"(,"<;"#","%&#=:');-%3*#";%)=&%%.%7/%0%

>;*+%.%?=(9' *%';"(2"%.%45%0%%

!"3',$",!%%

LINI II - IV S2NTB -1.95 -1.95 -2.48 0.99 0.00 0.00 -2.48 S3KAB -2.06 -2.06 -2.61 1.05 0.00 0.00 -2.61 S4ECNKO -12.35 -12.35 -15.61 6.33 0.00 0.00 -15.61

HARGA PUPUK PPETKOP - - 0.62 -0.23 0.00 0.00 0.62

PETANI KOP. DPPETKOP -0.28 -0.28 - - 0.00 0.00 -

GPETKOP -0.08 -0.08 6.63 -2.65 0.00 0.00 6.63 JGPETKOP 1.88 18.52 20.73 -17.85 0.00 0.00 20.73 IPETKOP 0.94 9.19 10.30 -8.86 0.00 0.00 10.30

PETANI NON-KOP DPPETNKO 2.36 2.36 - - 0.00 0.00 - GPETNKO 0.48 0.48 5.04 -2.03 0.00 0.00 5.04 JGPETNKO 0.61 1.62 6.34 -3.14 0.00 0.00 6.34 IPETNKO 0.89 2.36 9.25 -4.57 0.00 0.00 9.25

BERAS KOP. PGKOP 1.04 - - - 0.00 0.00 - BGKOP -0.33 -3.22 - 2.95 26.64 0.00 - PROBRKOP -0.35 -3.46 10.61 3.17 27.33 0.00 9.24 CPPRODBR -0.43 -4.14 12.69 3.79 28.11 0.00 6.48

LEMBAGA KOP. MOSE -0.03 -0.31 0.95 0.29 2.11 0.00 0.49 MOLU 0.01 0.11 -0.34 -0.10 -0.75 1.18 1.01 ASET 0.00 0.00 0.03 0.00 0.02 - - VOLUME -2.03 -2.03 -2.56 1.03 0.00 - - SHU -2.65 -2.65 -3.35 1.35 0.00 13.07 13.07 SHUA -2.11 -2.11 -2.66 1.07 0.00 10.39 10.39 PRAN -3.02 -3.02 -3.81 1.54 0.00 14.89 14.89 PRAS -2.72 -2.72 -3.44 1.40 0.00 13.47 13.47 PRUS -1.63 -1.63 -2.06 0.83 0.00 8.02 8.02

Prioritas : * Skenario Gabungan :

Kenaikan penggunaan pupuk petani 25 %, harga gabah 10 %, pembelian gabah 10 %, kapasitas prasarana dan sarana produksi beras 25 %, aset dan volume usaha koperasi 10 %.