kata pengantar indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfdokumen...

103
Rencana Strategik i KATA PENGANTAR Permasalahan kesehatan dan cita-cita pemerintah mengalami pergeseran menuju kondisi yang semakin unggul. Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah nasional tahun 2015-2019, program pengawasan Obat dan Makanan diprioritaskan untuk percepatan keunggulan produk Obat dan Makanan yang diproduksi dan beredar di Indonesia, utamanya provinsi Jawa Tengah. Permintaan Obat dan Makanan yang semakin meningkat itu, menjadi peluang dalam pengembangan mutu dan kuantitas produksi. Disisi lain hal tersebut menjadi tantangan penyelenggaraan pengawasan karena mendorong masuknya produk dari luar negeri masuk ke wilayah Indonesia. Dengan berlakunya era pasar bebas, pengawasan Obat dan Makanan bergeser menjadi semakin komplek. Menyadari hal tersebut, Pengawasan Obat dan Makanandi Jawa Tengah perlu terus ditingkatkan, dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Target kinerja pengawasan harus dioptimalkan untuk menjaga mutu, kemanan dan manfaat, agar produk Obat dan Makanan menjadi unggul dalam penguasaan pasar global. Terkait dengan target dimaksud, maka Balai Besar Pengawas Obat Makanan di Semarang dalam melaksanakan pengawasan dilakukan pengembanganpemberdayaan sumber daya secara optimal, melibatkan pemangku kepentingan secara tersinergi, percepatan tindak lanjut terhadap temuan ketidak sesuaian. Diharapkan langkah percepatan dapat memberikan capaian target kinerja secara produktif dan efisien. Untuk hal tersebut pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan di Jawa Tengah disusun dalam Rencana Strategis tahun 2015-2019 melalui kajian risiko secara komprehensif sehingga mampu menghasilkan keunggulan produk yang berdampak kesejahteraan sejalan dengan tujuan Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Dokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama dalam penyusunan rencana program dan kegiatan selama lima tahun ke depan. Semarang, Mei 2015 Kepala Balai Besar POM di Semarang Drs. Agus Prabowo. MS,Apt. Pembina Utama Madya NIP. 195601061981031001

Upload: others

Post on 07-Mar-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

i

KATA PENGANTAR

Permasalahan kesehatan dan cita-cita pemerintah mengalami pergeseran

menuju kondisi yang semakin unggul. Sejalan dengan prioritas

pembangunan jangka menengah nasional tahun 2015-2019, program

pengawasan Obat dan Makanan diprioritaskan untuk percepatan

keunggulan produk Obat dan Makanan yang diproduksi dan beredar di

Indonesia, utamanya provinsi Jawa Tengah.

Permintaan Obat dan Makanan yang semakin meningkat itu, menjadi peluang dalam

pengembangan mutu dan kuantitas produksi. Disisi lain hal tersebut menjadi tantangan

penyelenggaraan pengawasan karena mendorong masuknya produk dari luar negeri masuk ke

wilayah Indonesia. Dengan berlakunya era pasar bebas, pengawasan Obat dan Makanan

bergeser menjadi semakin komplek.

Menyadari hal tersebut, Pengawasan Obat dan Makanandi Jawa Tengah perlu terus

ditingkatkan, dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Target

kinerja pengawasan harus dioptimalkan untuk menjaga mutu, kemanan dan manfaat, agar

produk Obat dan Makanan menjadi unggul dalam penguasaan pasar global.

Terkait dengan target dimaksud, maka Balai Besar Pengawas Obat Makanan di Semarang

dalam melaksanakan pengawasan dilakukan pengembanganpemberdayaan sumber daya

secara optimal, melibatkan pemangku kepentingan secara tersinergi, percepatan tindak lanjut

terhadap temuan ketidak sesuaian. Diharapkan langkah percepatan dapat memberikan capaian

target kinerja secara produktif dan efisien.

Untuk hal tersebut pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan di Jawa Tengah disusun

dalam Rencana Strategis tahun 2015-2019 melalui kajian risiko secara komprehensif

sehingga mampu menghasilkan keunggulan produk yang berdampak kesejahteraan sejalan

dengan tujuan Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Dokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi

acuan utama dalam penyusunan rencana program dan kegiatan selama lima tahun ke depan.

Semarang, Mei 2015

Kepala Balai Besar POM di Semarang

Drs. Agus Prabowo. MS,Apt.

Pembina Utama Madya

NIP. 195601061981031001

Page 2: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

ii

DAFTAR ISI

Halaman

Pengantar ……………………………………………………………………... i

Daftar Isi ……………………………………………………………………… ii

Daftar Tabel ……………………………………………………………………… iv

Daftar Gambar

Keputusan Kepala

………………………………………………………………………

............................................................................................................

v

vi

Bab I PENDAHULUAN…………………………………………….......... 1

1.1 KONDISIUMUM…………………………………………...... 1

1.1.1 Peran Balai Besar POM berdasarkan Peraturan Perundang-

Undangan……………………………………………….....

2

1.1.2 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia.................. 6

1.1.3 Tugas dan Fungsi Balai Besar POM di Semarang…...........

1.1.4 Pencapaian Program dan Kegiatan Periode Renstra Balai

Besar POM di Semarang tahun 2010-2014..........................

9

10

1.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN ………………………...

1.2.1 Sistem Kesehatan Nasional………………………….........

16

16

1.2.2 Jaminan Kesehatan Nasional…………………..................

1.2.3 Agenda Sustainable Development Goals (SDGs)..............

1.2.4 Globalisasi Perdagangan Bebas dan Komitmen.................

1.2.5 Perubahan Iklim..................................................................

1.2.6 Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat.......................

1.2.7 Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk...............

1.2.8 Desentralisasi dan Otonomi Daerah...................................

1.2.9 Perkembangan Teknologi...................................................

1.2.10 Implementasi Program Fortifikasi Pangan.........................

1.2.11 Jejaring Kerja.....................................................................

1.2.12 Komitmen Dalam Pelaksanaan Reformasi.........................

1.2.13 Menipisnya Entry Barier....................................................

1.2.14 Perkembangan Teknologi Produksi dan Transportasi.......

1.2.15 Harmonisasi Standar di Tingkat.........................................

1.2.16 Dampak Krisis Ekonomi.....................................................

1.2.17 Ancaman Keamanan Pangan..............................................

1.2.18 Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika.....................

1.2.19 Produk Ilegal......................................................................

1.2.20 Perkembangan Industri Farmasi.........................................

1.2.21 Pengakuan Stake Holder....................................................

1.2.22 Kepedulian Masyarakat......................................................

1.2.23 Kerjasama dan Networking Lintas Sektor..........................

1.2.24 Komitmen Terselenggaranya Good Governance…………

1.2.25 Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi…………….

1.2.26 Penataan Tatalaksana..........................................................

1.2.27 Sumber Daya Manusia………............................................

1.2.28 Sistem Teknologi Informasi...............................................

1.2.29 Penegakan Hukum..............................................................

19

20

21

23

24

24

27

27

28

29

30

37

39

40

40

40

41

41

41

42

42

42

43

43

44

44

44

45

Page 3: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

iii

1.2.30 Independensi dan Profesionalitas.......................................

1.2.31 Eksistensi Pengawasan Obat..............................................

1.2.32 Kompetensi Laboratorium Balai Besar POM....................

45

45

45

Bab II VISI, MISI, BUDAYA ORGANISASI , TUJUAN DAN .................

2.1 V I S I………………………………………..……………….....

2.2 M I SI…………………………………...………….……...........

2.2.1 Meningkatkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan....

2.2.2 Mendorong Kemandirian Pelaku Usaha.............................

2.2.3 Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan BPOM..................

2.3 BUDAYA ORGANISASI.………...………………...................

2.3.1 Profesional.........................................................................

2.3.2 Integritas............................................................................

2.3.3 Kredibilitas.........................................................................

2.3.4 Kerja Sama Tim.................................................................

2.3.5 Inovatif...............................................................................

2.3.6 Responsif............................................................................

2.4 TUJUAN.……………………...…………………………..........

2.4.1 Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan..........

2.4.2 Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar.....

2.5 SASARAN STRATEGIS ........…………………………..........

2.5.1 Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan.......

2.5.2 Meningkatnya Kemandirian Pelaku Usaha........................

2.5.3 Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan...............

50

50

50

50

51

53

53

54

54

54

54

54

54

54

54

54

55

55

56

58

Bab III

Bab IV

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI.......

3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL................

3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BALAI BESAR..........

3.3 KERANGKA REGULASI...........................................................

3.4 KERANGKA KELEMBAGAAN................................................

TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN.................

4.1 TARGET KINERJA....................................................................

4.2 KERANGKA PENDANAAN.....................................................

62

62

69

79

82

87

87

88

Bab V PENUTUP.………………………………………………………...... 89

Lampiran

1. Target dan Kamus Indikator Renstra Balai Besar POM di Semarang.

2. Matriks Kinerja dan Pendanaan Balai Besar POM di Semarang.

3. Matriks Kerangka Regulasi Balai Besar POM di Semarang.

Page 4: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1.

Tabel 1.2.

Tabel 1.3.

Tabel 1.4.

Tabel 1.5.

Tabel 1.6.

Tabel 1.7.

Kebutuhan Sumber Daya Manusia Balai Besar POM di................

Pencapaian Indikator Kinerja pada Sasaran ke-1

Balai Besar POM di Semarang Tahun 2011-2014........................

Upaya-Upaya Pengawasan yang Dilakukan BPOM......................

Profil beban penyakit berdasar sebab th 1990-2010......................

Penguatan peran BPOM tahun 2015-2019.....................................

Jumlah Cakupan Pengawasan Sarana Produksi.............................

Visi, MinJumlah Cakupan Pengawasan Sarana Distribusi............................

8

12

17

25

37

38

39

Tabel 1.8. Pemenuhan sarana-prasarana di Balai Besar POM di Semarang.. 46

Tabel 1.9.

Tabel 2.1.

Tabel 2.2.

Tabel 3.1.

Rangkuman Analisis SWOT..........................................................

Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Balai

Besar POM di Semarang periode 2015-2019 ...............................

Visi, Misi, Tujuan Sasaran Strategis dan Indikator Kegiatan Balai

Besar POM di Semarang Periode 2015 – 2019……………………

Sembilan Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita)………….

47

60

61

63

Tabel 3.2. Program, Sasaran Program, Kegiatan Strategis, Sasaran kegiatan,

Indikator Balai Besar POM di Semarang………….......................

78

Tabel 4.1.

Tabel 4.2.

Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Target Kinerja Balai

Besar POM diSemarang….............................................................

Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan……………..

87

88

Page 5: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1.1. Peta Propinsi Jawa Tengah………………………………………. 5

Gambar 1.2.

Gambar 1.3.

Struktur Organisasi Balai Besar POM di Semarang….………......

Profil Pegawai BBPOM di Semarang berdasarkan tingkat

pendidikan tahun 2014....................................................................

7

9

Gambar 1.4.

Gambar 1.5.

Gambar 1.6.

Gambar 3.1.

Gambar 3.2.

Gambar 3.3.

Peta Bisnis Proses Utama BPOM Sesuai Peran dan Kewenangan..

Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPOM

Diagram Peran dan Permasalahan Badan POM………………….

Logframe Balai Besar POM di Semarang………………………...

Ilustrasi Penguatan Kerangka Kelembagaan BPOM untuk

peningkatan daya saing Obat dan Makanan.....................................

Kerangka Kelembagaan Pelaksanaan Mandat BPOM.....................

36

36

48

77

84

85

Page 6: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

vi

KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR POM DI SEMARANG

NOMOR : HK.04.95.05.15.2212

TENTANG

RENCANA STRATEGIS BALAI BESAR POM DI SEMARANG

TAHUN 2015 – 2019

KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SEMARANG

Menimbang:a. bahwa dengan telah ditetapkannya Rencana Pembangunan

JangkaMenengahNasional (RPJMN) 2015 - 2019, setiap instansi

pemerintahharus menyusun Rencana Strategis Kementrian/Lembaga;

b.bahwa dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas

pemeritah agar pembangunan dapat berjalan dengan efektif, efisien

diperlukan adanya dokumen rencana pembangunan,

c. bahwa Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanantelah

ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obatdan

Makanan;

Mengingat :1.Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

PerencanaanPembangunan Nasional;

2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RencanaPembangunan

Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara

Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4664);

4. Peraturan Presiden Republik lndonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 -

2019;

5. Peraturan Menteri Negara Perencanaan PembangunanNasional/Kepala

BAPENNAS Nomor 5 Tahun 2014 TentangPedoman Penyusunan dan

Penelaahan Rencana Strategis Kementrian/Lembaga (Renstra K/L) 2015

– 2019;

6. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor. 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi

dan Tata KerjaOrganisasi Badan POM sebagaimana telah diubah dengan

Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;

7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun

2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di

Lingkungan Badan POM (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 1714);

8. Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015

tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun

2015-2019;

Page 7: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

vii

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR POM DI SEMARANG

TENTANG RENCANA STRATEGIS BALAI BESAR POM DI

SEMARANG TAHUN 2015-2019.

PERTAMA : Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019 yang

selanjutnya disebut Renstra Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019

mengacu pada Renstra BadanPOM Tahun 2015-2019 yang disusun

berdasarkan RPJMN tahun 2015-2019 dan Pedoman Penyusunan dan

Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-K/L) 2015-

2019;

KEDUA : Pelaksanaan Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019

dituangkan dalam Rencana Kerja (Renja) Tahunan dan digunakan sebagai

dasar acuan bagi setiap Bidang dalam penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah di lingkungan Balai Besar POM di Semarang;

KETIGA : Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019 dievaluasi

secara berkala pada paruh waktu dan tahun terakhir periode Rencana

Strategis, bertujuan untuk menilai hasil pelaksanaan program Badan

PengawasObat dan Makanan.Hasil evaluasi digunakan sebagai

dasarpenyusunan perubahan Rencana Strategis Balai Besar POM di

Semarang Tahun 2015-2019.

KEEMPAT : Renstra Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019 sebagaimana

dimaksud butir PERTAMA tersebut di atas, tercantum dalam Lampiran yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

KELIMA : Pada Peraturan ini mulai berlaku, Rencana Strategis Balai Besar POM di

Semarang Tahun 2010-2014 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

KEENAM : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Semarang

Pada Tanggal : 19 Mei 2015

KEPALA BALAI BESAR

PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

DI SEMARANG

DRS. AGUS PRABOWO, MS., APT.

NIP. 195601061981031001

Page 8: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. KONDISI UMUM

Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun

dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka

waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan

Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun,

serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja

Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L).

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang

ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah

sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat

dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya

RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap

ketiga dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk

lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan

menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang

berlandaskan keunggulan sumber daya alam, kualitas sumber daya manusia serta

kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat.

Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian

program-program prioritas pemerintah, Balai Besar PengawasObat dan Makanan di

Semarang sebagai unit pelaksana teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai

kewenangan, tugas dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang

memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan untuk

periode 2015-2019. Penyusunan Renstra ini berpedoman pada RPJMN periode

2015-2019. Proses penyusunan Renstra tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan

amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian

kinerja tahun 2010-2014, serta memperhatikan harapan pemangku kepentingan

terkait. Diharapkan Renstra 2015 – 2019 ini dapat meningkatkankinerja Balai Besar

POM di Semarang seperti yang dirumuskan dalam tujuan dan sasaran.

Page 9: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

2

1.1.1. Peran Balai BesarPOM berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan salah satu Lembaga

Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertugas mengawasi peredaran obat,

obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika dan makanan di wilayah Indonesia.

Balai Besar POM di Semarang sebagai unit pelaksana teknis Badan POM diberi

tugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik

dan makanan di Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Tugas, fungsi dan kewenangan

BPOM diatur dalam Keputusan PresidenNomor 103 Tahun 2001 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan

Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan

Presiden Nomor 103 Tahun 2001. Sesuai amanat ini, Badan POM

menyelenggarakan fungsi: (1) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di

bidang pengawasan Obat dan Makanan; (2) pelaksanaan kebijakan tertentu di

bidang pengawasan Obat dan Makanan; (3) koordinasi kegiatan fungsional dalam

pelaksanaan tugas Badan POM; (4) pemantauan, pemberian bimbingan dan

pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat di bidang

pengawasan Obat dan Makanan; (5) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan

administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan

tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan

dan rumah tangga.

Undang-undang dan peraturan Pemerintah lainnya yang menjadi landasan

teknis pelaksanaan tugas fungsi Badan POM antara lain (i) UU Nomor 18 Tahun

2012 tentang Pangan; (ii) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto PP

Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif

berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan; (iii) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika; (iv) PP Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika; (v) PP Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor; (vi) PP

Nomor 21 Tahun2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika; (vii)

PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan; serta (viii) PP

Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi.

Dilihat dari fungsinya secara garis besarterdapat 3 (tiga) kegiatan Badan

POM, yakni: (1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan sebelum

Page 10: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

3

beredar (pre-market) melaluia) Perkuatan regulasi, standar, dan pedoman

pengawasanObat dan Makanan serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha

untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku; b) Peningkatan

registrasi/penilaianObat dan Makanan yang diselesaikan tepat waktu; c) Peningkatan

inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan dalam rangka pemenuhan

standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices

(GDP) terkini; dan d) Penguatan kapasitas laboratorium Badan POM. (2)

Pengawasan Obat dan Makananyang beredar di masyarakat (post-market) melalui a)

Pengambilan sampel dan pengujian; b) Peningkatan cakupan pengawasan sarana

produksi dan distribusi Obat dan Makanan, termasuk Pasar Aman dari Bahan

Berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat

dan Makanan di Pusat dan Balai. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi

Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku

kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan

di Pusat dan Balai melalui a) Public Warning; b) Pemberian Informasi dan

Penyuluhan/Komunikasi, Informasi, dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku

usaha di bidang Obat dan Makanan, serta; c) Peningkatan Pengawasan terhadap

Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan BPOM Sahabat Ibu,

dan advokasi kepada masyarakat.

Tugas dan fungsi tersebut melekat pada Badan POM sebagai lembaga

pemerintah yang merupakan garda depan dalam hal perlindungan terhadap

konsumen. Di sisi lain, tugas dan fungsi Badan POM ini juga sangat penting dan

strategis dalam kerangka mendorong tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan

(Nawa Cita) yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo, khususnya pada butir 5.

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, khususnya di sektor kesehatan;

pada butir 2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis

dan terpercaya; pada butir3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan

memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan; pada butir 6.

Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; serta pada

butir 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor

strategis ekonomi domestik. Oleh karena itu, BPOM sebagai lembaga pengawasan

Obat dan Makanan sangat penting untuk diperkuat, baik dari sisi kelembagaan

maupun kualitas sumber daya manusia, serta sarana pendukung lainnya seperti

laboratorium, sistem teknologi informasi.

Page 11: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

4

Terkait dengan tugas dan fungsi Balai Besar POM di Semarang, kegiatan

yang diprioritaskan dalam kurun waktu 2015 – 2019 meliputi (1) Pengawasan Obat

dan Makanan sebelum beredar (pre-market) melaluia) Peningkatan inspeksi sarana

produksi dan distribusi Obat dan Makanan dalam rangka pemenuhan standar Good

Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices (GDP) terkini;

dan b) Penguatan kapasitas laboratorium BPOM. (2) Pengawasan Obat dan

Makanan beredar di masyarakat dilakukan optimalisasi melaluia) Pengambilan

sampel dan pengujian dengan memperhatikan risiko kritis; b) Peningkatan cakupan

pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, termasuk Pasar

Aman dari Bahan Berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran

di bidang Obat dan Makanan. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi

Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku

kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan

di Pusat dan Balai melalui a) Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi,

Informasi, dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan

Makanan; b) Peningkatan peran dalam bimtek kepada kader keamanan pangan desa

dan pasar; c) Peningkatan peran dalam bimtek tenaga penyuluh dan pengawas

keamanan pangan Kabupaten/Kota; d) Pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak

Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan Badan POM Sahabat Ibu, dan advokasi

kepada masyarakat. Badan POM idealnya dapat menjalankan tugasnya secara lebih

proaktif, tidak reaktif, yang hanya bergerak ketika sudah ada kasus-kasus yang

dilaporkan. Namun, dengan luas wilayah darat Indonesia yang mencapai 1.922.570

km² merupakan salah satu faktor utama yang sangat sulit bagi Badan POM

melakukan fungsi pengawasan secara komprehensif. Negara Indonesia ini berbentuk

kepulauan yang tentu saja terdapat banyak pintu masuk bagi berbagai Obat dan

Makanan ke Indonesia. Namun hal ini tidak menjadi hambatan, bahkan justru

menjadi tantangan tersendiri bagi Badan POM untuk melakukan revitalisasi tehadap

kinerjanya dalam hal pengawasanObat dan Makanan, baik produksi dalam negeri

maupun impor yang beredar di masyarakat.

Page 12: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

5

Gambar 1.1. Peta Propinsi Jawa Tengah

Propinsi Jawa Tengah merupakan catchment area Balai Besar POM di

Semarang, dengan luas wilayah 3.254.412 ha dan jumlah penduduk 33.264.339

orang (tahun 2013), mencakup 35 Kabupaten/Kota (gambar 1). Posisi Jawa Tengah

berada diantara 2 (dua) propinsi besar yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur.Jarak

tempuh terpanjang dari kota Propinsi ke kota Kabupaten adalah Kabupaten Cilacap

berjarak 282 km, dengan waktu tempuh 6 jam menggunakan kendaraan roda 4, dan

jarak terpendek adalah Kabupaten Demak yaitu 26 km dengan waktu tempuh kira-

kira 1,5 jam. Letak geografis wilayah Propinsi Jawa Tengah dimana dikelilingi

lautan, pintu masuk peredaran obat dan makanan selain melalui daratan banyak yang

melewati perairan, tentu merupakan permasalahan tersendiri. Untuk itu diperlukan

kerjasama lintas sektor yang kuat dalam penanganan permasalahan peredaran obat

dan makanan.

Balai Besar POM di Semarang berkantor di Jalan Madukoro Blok AA-BB

No 8 di Kota Semarang, menempati bangunan dua lantai dengan luas bangunan

3500 m² dari luas tanah 6000 m². Bangunan gedung kantor yang posisinyaberada

cukup dekat dengan pantai (± berjarak 3 km dari pantai) menyebabkan sering terjadi

banjir yang menggenangi gedung lantai satukarena rob air laut dan genangan

semakin pada saat musim penghujan.Kondisi ini sangat mempengaruhi kinerja

pegawai dalam melaksanakan tugasnya, karena akses jalan ke gedung kantor rawan

tertutup genangan air.Air laut selain dapat mempercepat korosi kendaraan juga uap

air laut akan menyebabkan kerusakan alat laboratorium.Kondisi tanah yang

Page 13: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

6

mengalami penurunan permukaan tanah, menyebabkan dilakukannya beberapa kali

peninggian jalan dan halaman kantor dirasa kurang efektif dalam menanggulangi

banjir karena rob dan air hujan.

Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut di atas, Balai Besar POM di

Semarang memerlukan dukungan anggaran untuk pengadaan lahan dan

pembangunan gedung baru. Upaya yang telah dilakukan pada tahun 2013 yaitu

pengadaan tanah di lokasi yang jauh dari pantai dan bebas banjir (di Kecamatan

Banyumanik, Semarang) seluas 9845 m2 dengan nilai Rp. 23,5 M. Pada tahun 2014

telah dilakukan pembangunan talud dan pagar keliling di lokasi tersebut senilai Rp

1,2 M,pengadaanperencana DEDdan master plan untuk gedung Sub Bagian Tata

Usaha, Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan serta Bidang Sertifikasi dan Layanan

Informasi Konsumen senilai Rp. 650 juta.Secara bertahap pada tahun 2015 akan

dilakukan pembangunan gedung tersebut senilai Rp.12,5 M dan pengadaan

Perencana DED gedung Laboratorium senilai Rp. 1,1 M. Pada tahun 2016 akan

dilaksanakan pembangunan gedung Laboratorium senilai Rp. 33,5 Mdan Konsultan

Pengawas senilai Rp. 750 juta. Selanjutnya pada tahun 2017 direncanakan dapat

dilakukan pembangunan gudang dan pendukung lainnya senilai Rp 22 M.

Diharapkan anggaran pembangunan seperti yang telah direncanakan dapat tersedia

sesuai kebutuhan dandengan terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana, Balai

Besar POM di Semarangdapat lebih optimal dalam pelaksanaan kegiatan, dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait pengawasan Obat dan Makanan.

1.1.2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Stuktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar POM di Semarang disusun

berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001

tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan

Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 14 Tahun 2014.Struktur organisasi

Balai Besar POM di Semarang sebagai berikut:

Page 14: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

7

Gambar1.2. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Semarang

Dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas Balai Besar POM di Semarang

diperlukan SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi memadahi. Untuk pemenuhan

hal tersebut akan terus-menerus dilakukan peningkatan kompetensi SDM, sehingga tugas

fungsi dapat dilaksanakan secara optimal. Jumlah SDM Balai Besar POM di Semarang

pada awal tahun 2015 sebanyak 140 pegawai yang tersebar pada5 Bidang dengan 4

Seksi dan 1 Sub Bagian Tata Usaha sebagai pendukung kegiatan teknis.

Dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan pada tahun

2015, untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Balai Besar POM di Semarang belum

didukung dengan SDM yang memadahi baik dalam hal jumlah maupun proporsi

Terampil dan Ahli, dimana secara keseluruhan masih ada kekurangan SDM sejumlah 31

orang.

Dengan adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan moratorium pegawai

selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2015-2019 berarti tidak ada penambahan pegawai

selama kurun waktu tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan jumlah

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

Sub Bag Tata Usaha

Bidang Pemeriksaan

dan Penyidikan

Seksi Pemeriksaan

Bidang Sertifikasi dan Layanan

Informasi Konsumen

Seksi Sertifikasi

Jabatan Fungsional

Bidang Pengujian

Pangan, Bahan

Berbahaya

Seksi

Penyidikan

Seksi Layanan

Informasi

Konsumen

Bidang Pengujian

Mikrobiologi

Bidang Pengujian

Produk Terapetik, Narkotika,

Obat Tradisional

Kosmetik dan Produk Komplimen

Page 15: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

8

pegawai, karena sejumlah pegawai akan pensiun, pindah dan sebagainya dalam lima

tahun tersebut, sementara beban kerja makin meningkat. Jumlah pegawai yang akan

memasuki pensiun dari tahun 2015 sampai dengan 2019 sebanyak 20 orang dengan

perincian pada tahun 2015 sebanyak 1 (satu) orang, tahun 2016 sebanyak 5 (lima) orang,

tahun 2017 sebanyak 8 (delapan) orang, tahun 2018 sebanyak 5 (lima) orang dan pada

tahun 2019 sebanyak 1 (satu) orang. Adanya kekurangan pegawai yang signifikan

tersebut menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan

secara optimal.

Adapun profilpegawai Balai Besar POM di Semarangpada Bidang/Seksi dan Sub

Bag TU berdasarkan ABK tahun 2015dan pegawai pensiun sampai dengan tahun 2019

seperti pada tabel berikut.

Tabel 1.1. Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Semarang berdasarkan Analisa Beban

Kerja (ABK) Tahun 2015

Jumlah

SDM

Jumlah SDM pada Bidang / Seksi / Sub Bag TU (orang)

Jumlah

SDM Bidang

Pengujian Teranokoko

Bidang Pengujian

Pangan &

BB

Bidang Pengujian

Mikrobiolo

gi

Bidang PemDik Bidang SerLik

Sub Bag

TU Seksi

Pemeriksa

an

Seksi

Penyidi

kan

Seksi Sertifikasi

Seksi LIK

Berdasarka

n ABK Th

2015

40 14 11 25 14 8 8 47 167

Yang tersedia Th

2014

32 14 10 27 10 8 7 32 140

Kekurangan

SDM 12 0 1 -2 4 0 1 15 31

Pensiun

2 (th 2017)

2 (th 2018) 1 (th 2017)

1 (th 2015)

1 (th 2017)

1(th 2017)

1(th 2018) 0

1 (th 2016)

1 (th 2019)

1(th 2016)

1(th 2017) 3(th 2016)

2(th 2017) 2(th 2018)

20

Komposisi SDM Balai Besar POM di Semarang sampai dengan awal tahun

2015, Apoteker dan S2 lain 50 orang, S1 39 orang, D3 17 orang, Asisten Apoteker

dan SLA lain 27 orang, SLP kebawah 7 orang. Dengan komposisi tenaga tersebut

terlihat tenaga dengan pendidikan S1 dan S2 61,43%. Tenaga D3 pada bidang teknis

pengujian dan pengawasan jumlahnya belum memadai dibandingkan dengan beban

kerja yang harus dikerjakan oleh pengawas terampil pada Balai Besar POM di

Semarang. Hal tersebut diperlukan terobosan agar beban kerja yang ada dapat

diselesaikan oleh tenaga yang ada.Berikut disajikan jumlah SDM berdasarkan

tingkat pendidikan.

Page 16: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

9

Gambar 1.3. Profil Pegawai Balai Besar POM di Semarang berdasarTingkat

PendidikanTahun 2015

1.1.3. Tugasdan Fungsi Balai Besar POM di Semarang

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Semarang dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya, sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Kepala

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :

05018/SK/KBPOM, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di

lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), adalah sebagai berikut :

a. Tugas

Melaksanakan kebijakan di Bidang Pengawasan Produk Terapetik, Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif lain, Obat Tradisional, Kosmetika, Produk

Komplemen, Pangan, dan Bahan Berbahaya.

b. Fungsi

1). Penyusunan rencana dan program pengawasan Obat dan Makanan.

2). Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian

mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat

tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

3). Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu

produk secara mikrobiologi.

4). Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan

pada sarana produksi dan distribusi.

5). Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.

Page 17: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

10

6). Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang

ditetapkan oleh Kepala Badan.

7). Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen

8). Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan Obat dan Makanan.

9). Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

10). Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai dengan

bidang tugasnya.

1.1.4. Pencapaian Program dan Kegiatan Periode Rencana Strategis Balai

Besar POMdi SemarangTahun 2010 – 2014

Selama periode 2010 – 2014 capaian kegiatan adalah sebagai berikut :

a. Sertifikasi

Untuk menjamin agar Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di

wilayah Jawa Tengah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, manfaat dan unggul,

maka penerapan jaminan mutu pada sarana produksi dan distribusi harus dijaga dan

ditingkatkan terus. Sebanyak 23 industri Obat yang ada telah menerapkan cara

pembuatan obat yang baik (CPOB), industri Kosmetika yang aktif berproduksi36,

industri Obat Tradisional yang ada sebanyak 14industri telah melakukan cara

pembuatan Obat Tradisional yang baik (CPOTB), sedangkan yang masih skala

usaha kecil menengah sebanyak 92 masih perlu didorong untuk penerapan CPOTB

sehingga produk yang dihasilkan akan mampu bersaing dengan produk dari luar.

Sedangkan industri Pangan besar yang telah teregistrasi MD sebanyak 285 dan

industri rumah tangga pangan (IRTP) kurang lebih 11.364 industri serta 4 industri

minuman keras yang harus dijaga.

Pelayanan audit dalam rangka pencantuman tulisan Halal, selama tahun 2014

dilakukan audit pada 8 industri pangan dan 140 IRTP. Terhadap sertifikat Halal

yang diterbitkan MUI untuk 102 IRTP telah diterbitkan 102persetujuan

pencantuman tulisan Halal dan 8 rekomendasi persetujuan pencantuman tulisan

Halal pada produk dengan nomor MD.

Layanan sertifikasi yang telah dilaksanakan dalam rangka menjamin kualitas

produk adalah dengan sertifikasi terhadap industri Obat dan Makanan, rekomendasi

halal, layanan pengujian sampel pihak ketiga, penerbitan sertifikat impor (SKI) dan

ekspor (SKE) dll.Jenis layanan informasi yang dilakukan antara lain talkshow,

pameran, penyuluhan, bimtek, iklan layanan masyarakat, layanan informasi,tindak

Page 18: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

11

lanjut pengaduan, maupun layanan sebagai narasumber. Dalam upaya untuk

menjaga masuk dan beredarnya produk ke wilayah Jawa Tengah selama tahun 2014

telah diterbitkan 2228 surat keterangan impor. Sedang untuk memberikan jaminan

terhadap produk yang di ekspor telah diterbitkan 1175surat keterangan ekpor. Dari

rekapitulasi nilai yang dilakukan dari bulan Agustus hingga Desember 2014 nilai

ekspor sebesar US$ 240.270.547 sedang impor sebesar US$ 222.773.036.

Diharapkan kedepan jumlah dan nilai ekspor jauh lebih besar meninggalkan impor

yang terjadi di Jawa Tengah.

Selama tahun 2014 jumlah layanan kepada masyarakat sebanyak 4025, dan

akanterus ditingkatkan setiap tahun baik frekuensi maupun metode

penyampaiannya.Masyarakat selaku konsumen diharapkan lebih cerdas dalam

memilih dan menentukan produk yang aman untuk dikonsumsi dalam rangka

membentengi diri terhadap produk yang berisiko terhadap kesehatan.

b. Pengawasan Produk Beredar, Sampling, dan Pengujian Laboratorium

Pelaksanaan pembelian sampel produk beredar dan pengujian, menyesuaikan

dengan target yang telah ditetapkan. Selama tahun 2014 telah dilakukan pembelian

sampel dan dilakukan uji terhadap 4003 sampel. Rincian sampel yang diuji

adalahobat sebanyak752sampel, narkotika dan psikotropika 35sampel, obat

tradisional 560sampel, suplemen kesehatan240 sampel, kosmetika 1200sampel,

pangan 748sampel, garam 131 sampel dan makanan jajanan anak sekolah 295

sampel. Hasil uji terhadap sampel tersebut bervariasi untuk setiap kelompok

komoditi. Dari tahun ke tahun persentase sampel tidak memenuhi persyaratan

menunjukkan gambaran yang berfluktuasi.Kondisi tahun 2014 rerata sampel tidak

memenuhi persyaratan mutu 17% dari sampel yang diuji. Selama 4 tahun periode

renstra 2011-2014 rata-rata hasil uji memenuhi syarat untuk komoditi Obat 98,9%,

Obat Tradisional 60,75%, Kosmetika 97,05% dan Pangan 68,66%. (Tabel 1.2).

Page 19: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

12

Tabel 1.2. Pencapaian Indikator Kinerja pada Sasaran ke-1

Balai Besar POM di Semarang Tahun 2011-2014

Proporsi Obat yang Memenuhi Syarat (%)

Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 T

AH

UN

20

10

SE

BA

GA

I B

AS

EL

INE

Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian

98.94 98.96 100.02 99.04 99.12 100.08 99.14 98.73 99.59 99.24 98.86 99.62

Proporsi Obat Tradisional yang Memenuhi Syarat (%)

Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian

58.16 60.59 104.80 58.41 60.68 103.89 58.66 64.44 109.85 58.91 57.32 97.30

Proporsi Kosmetik yang Memenuhi Syarat (%)

Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian

97.52 97.37 99.85 97.77 99.09 101.35 98.02 98.33 100.32 98.27 93.42 95.06

Proporsi Suplemen Makanan yang Memenuhi Syarat (%)

Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian

98.90 97.93 99.02 99.40 95.40 95.98 99.90 96.12 96.22 100 98.75 98.75

Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat (%)

Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian

82.47 66.03 80.07 86.22 69.18 80.24 89.97 69.74 77.51 93.72 69.72 74.39

Parameter kritis pengawasan untuk obat tradisional adalah keberadaan

bahan kimia obat (BKO). Sampel obat tradisional yang diuji tahun 2014 ditemukan

16%mengandung BKO. Parameter kritis untuk kosmetika dan pangan adalah

keberadaan bahan berbahaya. Sampel yang diuji tahun 2014 ditemukan bahan

berbahaya pada kosmetika yang diuji sebesar 2,61% dan bahan berbahaya pada

pangan 3,2%. Kecenderungan fluktuasi hasil uji tidak memenuhi syarat (TMS) yang

bervariasi antar produk menjadi dasar penetapan target persentase produk yang

memenuhi syarat (MS) pada 5 tahun kedepan. Diharapkan hasil uji produk MS terus

meningkat setiap tahun seiring tumbuhnya kesadaran pelaku usaha sehingga

mencerminkan semakin baik kualitas produk obat dan makanan yang beredar di

Indonesia.

Page 20: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

13

c. Pemeriksaandan Penyidikan

Pemeriksaan dilaksanakan selama tahun 2014mencakup 1713 sarana

produksi dan distribusimeliputi industri obat, industri makanan, industri obat

tradisional, industri kosmetika, sarana distribusiobat dan makanan, dan sarana

pelayanan obat. Dari sarana yang diperiksa masih ditemukan kondisi yang tidak

sesuai dengan ketentuan cara yang baik untuk produksi ataupun mendistribusikan

produk Obat dan Makanan. Hasil pemeriksaan tahun 2014 sebagai awal kondisi

tahun 2015, hampir semua sarana yang diperiksa dilaporkan ada temuan. Hal ini

disebabkan selama ini simpulan hasil pemeriksaan belum dikelompokkan dalam

kajian kritikal, mayor dan minor. Diharapkan pelaksanaan pengawasan kedepan

dikaji lebih cermat sehingga hasil pemeriksaan sesuai dengan paparan kondisi yang

senyatanya.

Capaianpemeriksaan sarana produksi Obat dan Makanan di Jawa Tengah

pada tahun 2014 sebesar 250 dari 623 sarana target atau sebesar 40%.Sedangkan

cakupan pengawasan sarana distribusi obat dan makanan baru mencapai 1425 sarana

dari 5.300 sarana yang ada (12,7%). Sarana distribusi yang diperiksa meliputi 7

jenis sarana terdiri dari sarana distribusi obat (Apotek/PBF), obat tradisional,

kosmetik, serta pangan dan bahan berbahaya. Dari ketujuh jenis sarana tersebut,

Apotek dan PBF relatif sering terdapat temuan tidak memenuhi ketentuan Cara

Distribusi Obat yang Baik, sehingga masih perlu dikhawal dan didorong agar

menerapkan ketentuan distribusi yang benar untuk menjamin obat yang beredar

aman, manfaat dan berkualitas.Angka capaian pengawasan untuk sarana Produksi

maupun Distribusi tersebut akan ditingkatkan pada tahun-tahun berikutnya,

sehingga cakupan pengawasan dapat semakin luas dilakukan terutama untuk sarana

yang memiliki dampak risiko tinggi terhadap produk TMS.

Pengawasan premarket dan pos market produk Obat dan Makanandilakukan

terhadap pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada. Dari

pemeriksaan selain ditemukan sarana yang belum sepenuhnya menerapkan cara

yang baik ditemukan pula produk tidak memenuhi ketentuan yang dapat

membahayakan kesehatan. Pelanggaran ketentuan tentang kewenangan

pendistribusian produk obat dan makanan tanpa ijin edar (TIE) dan penggunaan

bahan kimia obat (BKO) menempati urutan pertama pelanggaran. Pada tahun 2014

dilakukan ivestigasi terhadap 225 sarana terdiri dari 89 sarana produksi/distribusi

Obat, 38 pangan, 23 kosmetika dan 75 sarana obat tradisional. Investigasi dilakukan

Page 21: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

14

melalui operasi penyidikan mandiri, operasi penertiban satuan tugas pemberantasan

obat dan makanan ilegal, operasi gabungan daerah (OGD) dan operasi gabungan

nasional (OGN). Hasil investigasitelah ditangani sebanyak 36 kasus tindak pidana,

21 kasus ditangani secara Pro Justitia dan 15 kasus Non Justitia. Data temuan dan

pemusnahan tahun 2014dari 36kasus tindak pidana, berhasil diamankan produk

yang tidak memenuhi ketentuan berupa obat tradisional, kosmetik dan pangan

dengan nilai ± Rp.5,65 Milyar. Diantara temuan tersebut + Rp. 4,5 Milyar telah

dimusnahkan.

Capaian jumlah perkara akan terus ditingkatkan setiap tahun, diharapkan

dampaknya memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran dibidang produksi

maupun distribusi obat dan makanan.

d. Pengawasan Iklan dan Label

Pemantauan / pengawasan iklan dan label dilakukan terhadap produk Obat,

Obat Tradisional, Suplemen Makanan, Makanan/Minuman, Kosmetika, Alat

Kesehatan, PKRT dan Rokok. Pemantauan / pengawasan dilakukan melalui media

cetak, media elektronik, media luar ruang dan leaflet/brosur.

Pemantauan iklan yang dilakukan pada tahun 2014sebanyak2965, 1391 iklan

(46,9%) tidak memenuhi ketentuan(TMK) dengan rincian :

1) Iklan Obat : 242 iklan ( TMK 97 )

2) Iklan Rokok : 1027 iklan ( TMK 463 )

3) Iklan Kosmetika : 295 iklan ( TMK 37

4) Iklan OT : 586 iklan ( TMK 424 )

5) Iklan Suplemen Kesehatan : 422 iklan ( TMK 333 )

6) Iklan Makanan/Minuman : 393 iklan ( TMK 37 )

Pemantauan label tahun 2014 sebanyak 2124, diketahui 604 label (28,4%)

tidak memenuhi ketentuan(TMK) dengan rincian :

1) Label Obat : 266 ( TMK 58 )

2) Label Rokok : 95 ( TMK 65 )

3) Label Kosmetika : 1115 ( TMK 318)

4) Label OT : 376 ( TMK 103 )

5) Label Suplemen Kesehatan : 122 ( TMK 8 )

6) Label Makanan/Minuman : 150 ( TMK 52 )

Page 22: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

15

e. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Dalam konteks pengawasan Obat dan Makanan, pelayan informasi dan

komunikasi timbal balik dengan konsumen mempunyai arti yang penting untuk

pemberdayaan konsumen. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat akan semakin

tinggi pula kepedulian dan kesadarannya sehingga mampu untuk melindungi dirinya

sendiri dari penggunaan produk yang tidak berkualitas yang dapat merugikan.

Tingginya tingkat pelanggaran di bidang Obat dan Makanan antara lain disebabkan

oleh ketidaktahuan dan ketidakpedulian baik konsumen maupun produsen.

Pemberdayaan masyarakat akan berujung pada kepatuhan produsen dalam

memenuhi aturan-aturan di bidang Obat dan Makanan. Masyarakat yang telah

diberdayakan akan mampu “menyeleksi” produk yang memenuhi syarat sehingga

produk-produk yang tidak berkualitas tidak akan laku di pasaran.

f. Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK)

Balai Besar POM di Semarang telah menerima pengaduan/pertanyaan

mengenai Obat dan Makanandari tahun ke tahun mengalami peningkatan akibat

masyarakat semakin sadar terhadap upaya perlindungan diri. Selama tahun 2014

diterima 541 pengaduan. Berdasarkan jenis komoditi, dari pertanyaan yang diterima

dapat dilihat bahwa kelompok pertanyaan berkaitan dengan produk pangan 316,

disusul berturut-turut tentang obat tradisional 84, Kosmetik 52 dan obat 43, sisanya

berkaitan dengan suplemen makanan, napza, bahan berbahaya, Alat Kesehatan

(Alkes), Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), dan informasi umum

lainnya.

g. Kegiatan Lintas Sektor

Kegiatan Lintas Sektor dilaksanakan Balai Besar POM di Semarang guna

meningkatkan keberhasilan pengawasan Obat dan Makanan. Menyadari bahwa

keamanan produk obat dan makanan yang beredar adalah tanggung jawab bersama

antara Pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha, maka kegiatan bersama lintas

sektor perlu terus ditingkatkan. Kegiatan lintas sektor yang dilakukan antara lain:

peningkatan kompetensi penyidik, perkuatan mekanisme operasi penyidikan,

pemusnahan barang bukti,pelayanan sebagai saksi ahli maupun saksi pemusnahan

barang bukti, layanan konsultasi, jejaring pangan fortifikasi (PKK, puskesmas,

Kelurahan,organisasi wanita, dll), pengawasan kualitas pangan jajan anak sekolah -

Page 23: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

16

PJAS (Dinas Pendidikan dan komunitas sekolah), komunikasi dengan Distributor

dan retail pangan, pelatihan district food inspector (Dinas kesehatan

Kota/Kabupaten, disperindag, UMKM, puskesmas, dll), pengawasan pangan dan

bahan berbahaya (perguruan tinggi, pemda), FGD kemitraan keamanan pangan

tingkat propinsi (PKK, Bapeda, BKD, perguruan tinggi, dll), Food Safety Masuk

Desa (FSMD). Sasaran yang akan dicapai antara lain meningkatkan koordinasi,

mempererat jaringan dalam rangka dukungan dan komitmen dengan instansi di

daerah maupun perguruan tinggi dan komunitas lain untuk turut serta dalam

pengawasan obat dan makanansehingga produk yang beredar memenuhi persyaratan

keamanan, gizi dan mutu.

1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN

Lingkungan strategis baik nasional maupun global menghadapi tantangan

dan permasalahan yang semakin kompleks. Arus informasi dan modal berdampak

pada meningkatnya pemanfaatan sumber daya alam yang memicu perubahan iklim,

percepatan penyebaran penyakit, dll merupakan tantangan yang harus dihadapi

Badan POM. Hal tersebut menuntut peningkatan peran dan kapasitas Badan POM

dalam pengawasan peredaran Obat dan Makanan. Secara umum lingkungan strategis

yang dihadapi Balai Besar POM di Semarang adalah sebagai berikut :

1.2.1. Sistem Kesehatan Nasional

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah

pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen

BangsaIndonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satusubsistem SKN

adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang meliputi berbagai

kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan, kasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan

farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar; (ii) ketersediaan, pemerataan dan

keterjangkauan obat terutama obat esensial; (iii) perlindungan masyarakat dari

penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya

kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri.

Subsistem ini terkait dengan subsistem lainnya sehingga pengelolaan kesehatan

dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna.

Page 24: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

17

BPOM merupakan penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat

kesehatan dan makanan, utamanya untuk menjamin aspek keamanan khasiat atau

kemanfaatan dan mutu obat dan makanan yang beredar serta upaya kemandirian di

bidang pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam

subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya sacara komprehensif oleh

BPOM, yaitu :

Tabel 1.3. Upaya-Upaya Pengawasan yang dilakukan BADAN POM

No Upaya terkaitjaminan keamanan,

khasiat/kemanfaatan dan mutu

obat dan makanan yang beredar

No Upaya terkait kemandirian

obat dan makanan

1 Pengawasan, melibatkan berbagai

pemangku kepentingan yaitu

pemerintah, Pemda, pelaku usaha

dan masyarakat secara terpadu dan

bertanggungjawab.

1 Pembinaan industri farmasi

dalam negeri agar mampu

melakukan produksi sesuai

dengan cara pembuatan obat

yang baik (CPOB) dan dapat

melakukan usahanya dengan

efektif dan efisien sehingga

mempunyai daya saing yang

tinggi

2 Pelaksanaan regulasi yang baik

didukung dengan sumber daya yang

memadahi secara kualitas maupun

kuantitas, sistem manajemen mutu,

akses terhadap ahli dan referensi

ilmiah, kerja sama internasional,

laboratorium pengujian mutu yang

kompeten, independen dan

transparan.

2 Pengembangan pemanfaatan

obat tradisional yang aman,

memiliki khasiat nyata yang

teruji secara ilmiah, bermutu

tinggi, dimanfaatkan secara luas

baik untuk pengobatan sendiri

oleh masyarakat maupun

digunakan dalam pelayanan

kesehatan formal.

3 Pengembangan dan penyempurnaan

kebijakan mengenai produk dan

fasilitas produksi dan distribusi obat

dan makanan sesuai dengan iptek

dan standar nasional

Page 25: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

18

4 Pembinaan, pengawasan dan

pengendalian impor, ekspor,

produksi dan distribusi obat dan

makanan. Upaya ini merupakan

suatu kesatuan utuh, dilakukan

melalui penilaian keamanan,

khasiat/manfaat, dan mutu produk,

inspeksi fasilitas produksi dan

distribusi, pengambilan dan

pengujian sampel, surveilans dan uji

setelah pemasaran, serta pemantauan

label/penandaan, iklan dan promosi.

5 Penegakan hukum yang konsisten

dengan efek jera yang tinggi untuk

setiap pelanggaran, termasuk

pemberantasan produk palsu dan

ilegal.

6 Perlindungan masyarakat dari

penyalahgunaan narkotika,

psikotropika, zat adiktif sebagai

upaya yang terpadu antara upaya

represif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif.

7 Perlindungan masyarakat terhadap

pencemaran sediaan farmasi dari

bahan-bahan dilarang atau

penggunaan bahan tambahan

makanan yang tidaksesuai dengan

persyaratan.

Beberapa upaya tersebut di atas, telah dilakukan oleh BPOM dan kedepan

harus lebih ditingkatkan melalui pembinaan, pengawasan dan pengendalian secara

profesional, bertanggungjawab, independen, transparan dan berbasis bukti ilmiah,

sesuai dengan amanat dalam SKN.

Page 26: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

19

1.2.2. Jaminan KesehatanNasional (JKN)

JKN merupakan salah satu bentuk perlindungan sosialuntuk menjamin agar

setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju

terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Program JKN diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN). Dalam JKN juga diberlakukan penjaminan mutu obatyang

merupakan bagian tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak

langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah

meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam

maupun luar negeri, karena industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk

program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan diregistrasi,

jenis obatpun akan sangat bervariasi. Hal ini disebabkan adanya peningkatan

demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Dampak tidak

langsung dari penerapan JKN adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik

jumlah maupun jenisnya.

Tingginya demand obat yang akan mendorong banyak industri farmasi

melakukan pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan

perluasan sarana yang dimiliki. Dengan peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut,

diasumsikan akan terjadi peningkatan permohonan sertifikasi CPOB. Dalam hal ini

tuntutan terhadap peran BPOM akan semakin besar, antara lain adalah peningkatan

pengawasan pre-market melalui sertifikasi CPOB dan post-market melalui

intensifikasi pengawasan obat pasca beredar termasuk Monitoring Efek Samping

Obat (MESO).

Seiring dengan penerapan JKN, akan banyak industri farmasi yang harus

melakukan resertifikasi CPOB yang berlaku 5 (lima) tahun. Sampai dengan tahun

2014, industri farmasi yang melakukan sertifikasi CPOB baru sekitar 207 sarana.

Dari sisi penyediaan (supply side) JKN, kapasitas dan kapabilitas

laboratorium pengujian BPOM harus terus diperkuat. Begitu pula dengan

pengembangan dan pemeliharaan kompetensi SDM pengawas Obat dan Makanan

(penguji, evaluator maupun inspektur), serta kuantitas SDM yang harus terus

ditingkatkan sesuai dengan beban kerja.

Page 27: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

20

1.2.3. Agenda Sustainable Development Goals (SDGs)

Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs)

padatahun2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai

pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan

pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan

program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17

goals. Dalam bidang kesehatan faktanya individu yang sehat akan memiliki

kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi

secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya.

Terkait goals2. End hunger, achieve food security and improved nutrition,

and promote sustainable agriculture, selain ketahanan pangan, kondisi yang harus

diciptakan antara lain adalah masyarakat miskin, kelompok rentan termasuk bayi

memiliki akses untuk mendapatkan makanan yang aman, bergizi dalam jumlah yang

cukup sesuai kebutuhannya. Kontribusi terhadap kondisi ini adalah tersedianya

pangan dengan nilai gizi yang cukup, misalnya pangan diet khususmengandung

angka kecukupan gizi (AKG) yang cukup untuk pasien diabetes, garam dan terigu

difortifikasi dengan mikronutrisi, AKG tertentu dalam susu formula bayi dan lansia.

Hal ini hanya dapat terjadi jika produsen pangan yang telah diinspeksidan dibina

BPOM menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan menjamin mutu

produknya termasuk nilai nutrisi sesuai dengan kebijakan teknis yang dibuat

BPOM/Standar Nasional Indonesia/ Standar Internasional. Tantangan bagi BPOM

kedepan adalah penyusunan kebijakan teknis terkini tentang standar gizi pangan

olahan, pengawalan mutu, manfaat dan keamanan pangan olahan, serta KIE kepada

masyarakat.

Terkait Goals 3. Ensure healty lives and promote well-being for all at all

ages, salah satu kondisi yang harus tercipta adalah pencapaian JKN, termasukdi

dalamnya akses masyarakat terhadap obat dan vaksin yang aman, efektif dan

bermutu. Asumsinya, jaminan kesehatan memastikan masyarakat mendapatkan dan

menggunakan hanya obat dan vaksin yang aman, efektif dan bermutu untuk upaya

kesehatan preventif, promotif maupun kuratif, sehingga kualitas hidup masyarakat

meningkat. Kontribusi untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan obat yang

aman, berkhasiat dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan. Hal ini bisa tercapai

hanya jika PBF serta rantai distribusi obat menerapkan Good Distribution Practices

untuk mengawal mutu obat JKN. Tantangan bagi BPOM ke depan adalah

Page 28: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

21

intensifikasi pengawasan pre-market dan post-market, serta pembinaan pelaku usaha

agar secara mandiri menjamin mutu produknya.

1.2.4. Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional

Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang

mencakup banyak bidang dan saling terkait. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan

berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat. Era

globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan,

khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga

mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif.

Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut

telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional,

khususnya dibidang ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas /

free trade area (FTA). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam,

Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area, ASEAN-

China FTA, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP),

ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free Trade

Agreement (AIFTA) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement

(AANZFTA). Dalam hal ini, negara-negara tersebut dimungkinkan membentuk

kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing

ekonomi kawasan regional, berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis

produksi dunia, serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang

peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sebuah

produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik

yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA

dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri

farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri

mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri.

Masuknya produk perdagangan bebas tersebut merupakan persoalan krusial

yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini Indonesia telah

menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanan dari luar negeri yang belum tentu

terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu masyarakat

membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi Obat dan

Makanan tersebut.

Page 29: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

22

Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu ekonomi

saja, namun juga merambah pada isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang

akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya

hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan

kesadaran masyarakat akan kesehatan.

Perdagangan bebas membuka peluang perdagangan Obat dan Makanan yang

tinggi dengan memanfaatkan kebutuhan konsumen terhadap produk dengan harga

terjangkau sehingga terdapatnya risiko beredarnya obat ilegal (tanpa ijin edar, palsu

dan substandar) dan makanan yang mengandung bahan berbahaya. Hal ini

merugikan masyarakat. Berdasarkan data BPOM, jumlah pelanggaran dibidang Obat

dan Makanan yang ditemukan pada operasi gabungan Nasional 2014 sebanyak 166

kasus, temuan produk tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 5.640 item dengan

nilai ekonomi sebesar Rp. 10,978 M. Dari Operasi Gabungan Daerah ditemukan

produk TMS sebanyak4.632 item dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 9,297 M. Hal

ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi BPOM.

Dalam pasar bebas dan era JKN, pasar farmasi nasional masih menjanjikan.

Menurut data BPOM tahun 2014, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia mencapai

217 perusahaan, sebanyak 34 diantaranya merupakan perusahaan multinasional.

Tahun 2014, Indonesia Pharmaceutical Manufacturing Global (IPMG) menyatakan

pasar farmasi di Indonesiabernilai sekitar USD 6,24M atau USD26 per kapita per

tahun. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 12-13% setiap

tahun dan sekitar 75% total pasar obat di Indonesia didominasi perusahaan nasional.

Namun ketergantungan impor bahan baku obat masih tinggi, bahkan 96% diimpor

dari China, India dan Eropa. Pemerintah perlu menyiapkan strategi kemandirian

produksi bahan baku dalam negeri, sehingga mengurangi ketergantungan impor

bahan baku pada pasar farmasi nasional.

Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki industri obat tradisional

dengan pangsa pasar yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 87 Industri Obat

Tradisional (IOT) dan 1148 industri kecil obat tradisional termasuk di dalamnya

Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional

(UKOT), namun baru 61 IOT yang mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat

Tradisional yang Baik (CPOTB) terdiri dari 34 industri berdasarkan CPOTB 2005

dan 27 industri berdasarkan CPOTB 2011.

Page 30: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

23

Menghadapi komunitas ASEAN, daya saing UMKM obat tradisional

maupun makanan perlu dibenahi. Rendahnya kemampuan dan pengetahuan teknis

untuk memenuhi persyaratan pendaftaran/standar mutu, rendahnya kesadaran dalam

mendaftarkan produk, keterbatasan kemampuan akses terhadap aplikasi elektronik,

keterbatasan pembiayaan penyesuaian standar dan sertifikasi internasional maupun

rendahnya penguasaan teknologi pelaku UMKM obat tradisional dan makanan perlu

mendapat perhatian BPOM. Perlu adanya intervensi pembinaan dan kebijakan yang

berpihak kepada UMKM. Misalnya penurunan tarif Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP) untuk pendaftaran produk Obat Tradisional risiko rendah produksi

UMKM.

Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi

Indonesia, maka pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri Obat

dan Makanan di Indonesia. Dengan adanya FTA, maka pemerintah harus

mengembangkan kesiapan industri Obat dan Makanan untuk dapat mendukung

pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat yang bermutu, aman dan

berkhasiat sehingga mampu bersaing dengan produk obat dari luar negeri.

1.2.5. Perubahan Iklim

Ancaman perubahan iklim dunia akan semakindirasakan oleh sektor

pertanian khususnya produk bahan pangan di Indonesia. Perubahan iklim dapat

mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat,

bermanfaat dengan harga yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro,industri

makanan minuman di masa yang akan datang perannya akan semakin penting

sebagai pemasok pangan dunia.

Selain dari sisi pangan,perubahan iklim juga dapat mengakibatkan

munculnya bibit penyakit baru hasil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit

baru tersebut diantaranyavirus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup

banyak dan mudah tersebar dari satu negara ke negara lain.

Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Research

Centre for Climate Change University of Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013, dalam

pelaksanaan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat

perubahan iklim, terdapat tiga penyakit yang perlumendapat perhatian khusus terkait

perubahan iklim dan perkembangan vektor yaitu malaria, demam berdarah dengue

(DBD) dan diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit

Page 31: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

24

yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti penyakit infeksi

saluran pernafasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal.

Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan

iklim, diperlukan peranan dari BPOM dalam mengawasi peredaran varian obat baru

darijenis penyakit tersebut. Selain dari obat kimia, varian obat baru ini juga diikuti

pula dengan varian obat herbal tradisional Indonesia dan China yang paling banyak

beredar di pasar. Kondisi ini menuntutkerja keras dari BPOM melakukan

pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut.

1.2.6. Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat

Kemajuan ekonomi Indonesia dapatdilihat dari indikator makro ekonomi,

yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3.500 tahun 2013 dan pada tahun 2014

telah ditetapkan World Bank menjadi 10 (sepuluh) besar negara yang mendominasi

kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini menunjukkan besarnya daya beli yang ada

pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, semakin tinggi pendapatan maka

semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap Obat dan Makanan yang

memiliki standar dan kualitas. Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan

masyarakat Indonesia, sebagian besar penduduk masih banyak yang mengkonsumsi

obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Konsumsi obat modern pada

tahun 2013 mencapai 90,94%, sedangkan obat tradisional sebanyak 21,41%. Untuk

mengatasi beberapa penyakit degeneratif, yakni penyakit yang dimiliki para kaum

lanjut usia, justru banyak digunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang relatif

lebih lama. Terkait hal ini, tantangan BPOM adalah melakukan pengawasan post-

market termasuk farmakovigilans.

1.2.7. Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk

Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurutsensus penduduk

tahun 2010, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49%

per tahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu,diperkirakan jumlah penduduk

Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 450 juta jiwa dan populasi terbesar

berada pada kelompok umur remaja 15-19 tahun. Sementara usia produktif antara

30-54 tahun justru menunjukkan tren meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan

usia 55-64 tahun dan usia diatas 65 tahun menunjukkan tren yang meningkat tetapi

Page 32: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

25

dalam jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat

kesehatan masyarakat juga semakin meningkat.

Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni

9,079 juta tahun 2010 dan akan naik menjadi 29,047 juta pada tahun 2020, akan

mengalami perubahan pola penyakit yaitu meningkatnya beban kronik untuk kaum

lansia. Hal ini membutuhkan obat untuk penggunaan jangka panjang yang lebih

berkualitas. Berikut profil penyakit di Indonesia yang kemungkinan besar

mendorong perkembangan variasi obat.

Tabel 1.4. Profil beban penyakit berdasar sebab tahun 1990-2010

Secara umum transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada transisi

kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan layanan

kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini akan

mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan kesehatan

masyarakat Indonesia dan sekaligus akan menambah beban kerja BPOM.

Konsumsi obat baik farmasi maupun herbal serta bahan makanan akan cukup

besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi juga

akan mengarah pada kesehatan jangka panjang dan juga penampilan, sehingga

vitamin dan suplemenkesehatan menjadi komponen obat yang cukup besar

konsumsinya. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi BPOM untuk melakukaan

penilaian dan pengawasan terhadap berbagai jenis obat dan suplemen yang semakin

bervariasi dan meningkat jumlahnya.

Dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk

Indonesia, maka permintaan terhadap obat dan makanan juga akan semakin

Page 33: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

26

meningkat. Potensi pasar yang besar membuat para produsen obat dan makanan baik

lokal maupun internasional semakin meningkatkan volume produksi maupun

variasinya. Bertambahnya jumlah volume produksi dan variasi obat dan makanan ini

tentunya menuntut semakin besarnya peran BPOM dalam proses penilaian dan

pengawasannya. Kurangnya pemenuhan GMP oleh produsen dalam memproduksi

obat dan makanan menjadi tantangan BPOM dalam melakukan pengawasan dan

pembinaan.

Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi

berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi. Kondisi inimenjadi

tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk dapat memanfaatkan fase bonus

demografi Indonesia untuk menciptakan aktifitas ekonomi yang sangat besar dan

mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN.

Berdasarkan peta demografi, penduduk Indonesia dalam usia produktif telah

mencapai 80%. Penduduk ini telah mempunyai daya beli lebih tinggi ditambah

dengan kenaikan jumlah penduduk kelas menengah (middle class) yang terjadi pada

tahun 2040. Laporan Mc Kinsey (2012) menunjukkan bahwa kelompok middle class

atau consuming class Indonesia naik dari waktu ke waktu, yakni tahun 2010 hanya

45 juta orang, maka proyeksi tahun 2020 naik menjadi 85 juta orang dan pada tahun

2030 sudah mencapai 135 juta orang. Kelompok ini akan banyak mempengaruhi

pola konsumsi obat dan makanan serta gaya hidup masyarakat Indonesia.

Syarat agar bonus demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan

mempersiapkan dari mulai perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat

lapangan. Persiapan ini antara lain melalui a). Peningkatan pelayanan kesehatan

masyarakat termasuk jaminan mutu obat; b). Peningkatan kualitas dan kuantitas

pendidikan; c). Pengendalian jumlah penduduk; d). Kebijakan ekonomi yang

mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, serta keterbukaan perdagangan dan

tabungan nasional.

BPOM dalam hal ini harus membuat kebijakan yang mendukung kualitas

SDM Indonesia. Kebijakan yang dibuat harus berorientasi pada keamanan, manfaat

dan mutu obat dan makanan juga persyaratan dan ketentuan yang harus dipenuhi

oleh pelaku usaha sehingga bisa menjamin obat dan makanan yang sampai di

masyarakat aman, bermanfaat dan bermutu. Pengawasan keamanan, manfaat dan

mutu ini harus dibangun untuk menghindari dan mengurangi risiko Obat dan

Page 34: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

27

Makanan yang tidak memenuhi syarat dikonsumsi oleh penduduk non usia kerja

yang kedepan akan menjadi penduduk usia kerja.

Di samping menyiapkan pemanfaatan bonus demografi, juga harus mulai

dipikirkan permasalahan-permasalahan yang timbul pasca berakhirnya masa bonus

demografi, dimana jumlah lansia meningkat.

1.2.8. Desentralisai dan Otonomi Daerah

Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yang

semula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan

kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkruen

antara pusat dan daerah. Hal ini berdampak pada pengawasan obat dan makanan

yang tetap bersifat sentralistik dan tidak mengenal batas wilayah (borderless),

dengan on line command (satu komando), sehingga apabila ada suatu produk obat

dan makanan yang tidak memenuhi syarat maka dapat segera ditindaklanjuti.

Desentralisasi dapat menimbulkan permasalahan dibidang pengawasan obat

dan makanan diantaranya kurangnya dukungan dan kerjasama dari pemangku

kepentingan di daerah sehingga tindaklanjut hasil pengawasan obat dan makanan

belum optimal.

Untuk menunjang tugasdan fungsi BPOM dalam pengawasan diperlukan

komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pemangku

kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, termasuk swasta

dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing untuk menghasilkan

tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik. Dengan berlakunya

UUNo. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, merupakan tantangan bagi

BPOM untuk menyiapkan norma, standar, pedoman dan kriteria bagi Pemerintah

Daerah dalam melaksanakan kegiatan terkait Obat dan Makanan.

1.2.9. Perkembangan Teknologi

Kemajuan teknologi produksi di bidang Obat dan Makanan

meliputiperkembangan vaksin baru dan produk biologilain termasuk produk darah,

jaringan, terapi gen, stem cell, hormon, pangan hasil rekayasa genetika, pangan

iradiasi, perkembangan teknologi nano untuk produk dan kemasannya serta produk

hasil inovasi lainnya. Ini adalah sebagian hasil kemajuan teknologi produksi yang

diprediksi akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu

Page 35: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

28

pengetahuan. Kondisi ini menuntut BPOM meningkatkan kapasitas kapabilitas

sebagai lembaga pengawas, utamanya pengetahuan dan teknologi laboratorium

pengujian POM selaku “diagnosis pasti” adanya risiko yang beredar di masyarakat.

Kemajuan teknologi telah memungkinkan industri di bidang obat dan

makanan untuk berproduksi dalam skala besar dengan cakupan yang luas. Selain itu,

dengan kemajuan teknologi transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa

pengiriman barang, berbagai produk itu dimungkinkan dalam waktu relatif singkat

mencapai wilayah negeri ini hingga ke pelosok-pelosoknya. Bagi pengawasan Obat

danMakanan, ini merupakan potesial problem, karena bila terdapat produk yang sub

standar, peredarannya dapatmenjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif

singkat. Untuk ituantisipasi pengawasanObat danMakanan juga harus sama

cepatnya.

Perkembangan teknologi informasi jugadapat menjadi potensi bagi BPOM

untuk dapat melakukan pelayanan secara online, yang dapat memudahkan akses dan

jangkauan masyarakat. Juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi,

komunikasi, dan edukasi kepada masyarakat. Namun disisi lain, teknologi informasi

juga dapat menjadi tantangan bagi BPOM terkait tren pemasaran dan transaksi

produk obat dan Makanan secara online, yang juga perlu mendapatkan pengawasan

dengan berbasis pada teknologi.

1.2.10. Implementasi Program Fortifikasi Pangan

Salah satu upaya di dalam mendukung Arah Kebijakan Nasional Perbaikan

Kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi Masyarakat dilakukan melalui peningkatan

peran industri dan pemerintah Daerah dalam ketersediaan pangan beragam, aman

dan bergizi diantaranya dengan dukungan fortifikasi mikronutrien penting.

Fortifikasipangan merupakan salah satucara dalam menangani

permasalahan tingginya angka kekurangan gizi mikro. Sebagai langkah awal,

pemerintah menetapkan fortifikasi pada garam dan tepung terigu, mengingat masih

tingginya masalah gangguan kesehatan karena kekurangan yodium (GAKI).

Penerapan fortifikasi harus diiringi dengan pengawasan oleh BPOM. Hasil

pengawasan garam beryodium dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2010-2013)

menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS mengalami kenaikan, yaitu berkisar

29%-43%. Hasil pengawasan tepung terigu dalam kurun waktu tiga tahun terakhir

Page 36: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

29

(2010-2013) menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS juga mengalami

kenaikan, yaitu berkisar 4%-23%.

Untuk mengawal program ini, BPOM mendapatkan mandat strategis baik

dalam Rencana Aksi Pangan dan Gizi (RAD-PG), utamanya pada Pokja III Bidang

Mutu dan Keamanan Pangan. Upaya tersebut dilakukan melalui verifikasi terhadap

pemenuhan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), baik penerapan

CPPOB pada produsen pangan dan penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik di

sarana peredaran. Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap produk pangan

baik di sarana produksi maupun di sarana peredaran dan penegakan hukum terhadap

pelaku pelanggaran di bidang pangan, pengujian laboratorium terhadap parameter

keamanan dan mutu pangan dan gizi pangan, pengawasn terhadap kesesuaian label

serta pengawasan terhadap keamanan kemasan pangan yang beredar melalui

sampling dan pengujian.

1.2.11. Jejaring Kerja

BPOM menyadari dalam pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat

menjadi single player. Untuk itu BPOM mengembangkan kerjasama dengan

lembaga-lembaga, baik di pusat, daerah maupun internasional. Jaringan yang luas

ini sangat strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas BPOM maupun

pemangku kepentingan. Beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki BPOM yaitu

Jejaring Kemanan Pangan Nasional/Daerah, Indonesia Rapid Alert System for Food

and Feed (INRASFF), World Health Organization (WHO), Codex Alimentarius

Commision, Forum Kerjasama Asia Pasifik dalam harmonisasi regulasi bidang obat

(RHSC), ASEAN Referrences Laboratories (AFL), Pharmaceutical Inspection

Convention and Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme (PIC/S),

International Crime Police Organizatuion Interpol. Peluang kerjasama ini terbuka

karena citra BPOM yang baik di internasional.

Jejaring kerjasama ini perlu penguatan karena belum semuanya berjalan

efektif. Sebagai contoh adanya INRASFF akan mendukung pengawasan secara

cepat tanggap terhadap adanya outbreak dan risiko pada pangan. Namun ada

beberapa hal yang masih menjadi tantangan yaitu: (i) Upstream Notification masih

belum optimal, (ii) Asesmen risiko keamanan pangan impor masih belum optimal,

(iii) Tindak lanjut notifikasi di Competent Contact Point (CCP) belum cepat, dan

(iv) Sistem traceability di rantai suplai pangan masih lemah. Untuk itu ke depan

Page 37: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

30

akan dilakukan pembentukan Local Competent Contact Point (LCCP) di lima

propinsi : Medan, Lampung, Surabaya, Denpasar dan Manado, serta Pengembangan

Pusat Kewaspadaan dan Respon Keamanan Pangan Nasional, yang juga akan

dikembangkan untuk Obat, Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan.

Contoh lain Indonesia Risk Assesment Centre (INA-RAC). Sejak

pencanangan oleh menteri Kesehatan pada 20November 2014, masih menghadapi

beberapa kendala, seperti ketersediaan data nasional kajian risiko keamanan pangan

yang minim dan belum terintegrasi. Tantangan kedepan adalah meningkatnya

jumlah kajian risiko keamanan pangan nasional di sepanjang rantai pangan;

Pembentukan poll of expert database untuk Komite Ilmiah dan Panel Pakar; serta

Melaksanakan National Capacity Building untuk Risk Assesment.

1.2.12. Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM

melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang

Grand Design 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan BPOM

merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari

pelaksanaan RB.

a. Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau

UPT BB/Balai POM di tingkat Provinsi. Selain itu, untuk mendukung

pengawasan obat dan Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan

daerah-daerah yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos

POM. Peran BB/Balai POM dan Pos POM perlu dilakukan penataan dan

penguatan baik dari segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM,

sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan

tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih

optimal. Tantangan BPOM ke depan adalah melakukan kajian, penataan dan

evaluasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas

organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai

dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM.

b. Penataan Tatalaksana

Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM berkomitmen

untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap

Page 38: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

31

kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta

memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen

BPOM tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan

ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau

perolehan Quality Management System ISO 9001:2008, Akreditasi

Laboratorium IEC 17025:2005; PIC/S Quality System Requirement for

Pharmaceutical Inspectorate (PI 0023), OHSAS 18001:2007; ISO

27001:2013Information Security Management System, WHO Quality System

Requirement for National GMP Inspectorates (TRS 902 Annex 8, 2002): dan

Persyaratan Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan untuk sistem riset

dan pengembangan (KNAPPP02:2007).

Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan

juga dilakukan melalui penerapan e-goverment atau penggunaan teknologi

informasi di lingkungan BPOM, diantaranya pendaftaran produk (pangan, obat,

obat tradisional) dan berbagai penyelenggaraan manajemen pemerintahan

lainnya yang dilakukan secara elektronik serta keterbukaan informasi publik

bagi masyarakat. Berbagai sistem mutu dan pengembangan e-government yang

dapat meningkatkan kinerja BPOM tersebut seyogyanya dapat diintegrasikan

sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan secara

efektif dan efisien.

c. Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan Hukum

Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menjadi

landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi BPOM. Namun, Peraturan Perundang-

undangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas

pengawasan Obat dan Makanan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap

pelanggaran di bidang Obat dan Makanan belum memberikan efek jera

sehingga sering terjadi kasus berulang.

Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung

pencapaian tujuan pengawasan Obat dan Makanan dibahas pada

KerangkaRegulasi. Adanya kerangka regulasi sebagai bagian tak terpisahkan

dari kaidah pelaksanaan RPJMN/RKP membuka peluang untuk menciptakan

harmonisasi peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego sektoral.

BPOM perlu mengambil kesempatan ini dengan mengusulkan peraturan

Page 39: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

32

perundangundangan yang akan masuk dalam prolegnas setiap tahunnya

bersamaan dengan penyusunan rencana kerja. Selain itu sesuai kerangka

regulasi, untuk memastikan bahwa setiap norma kebijakan yang akan

diratifikasi memberikan manfaat bagi masyarakat, BPOM perlu membuat cost-

benefit analysis. Sedangkan terhadap regulasi teknis yang dikeluarkan BPOM,

perlu dilakukan regulatory impact assessment.Kaitannya dengan pengawasan

Obat dan Makanan di daerah, selain ketersediaan NSPK, perlu didorong

terbitnya aspek legal berupa Peraturan/SK Gubernur dan ditindaklanjuti dengan

Peraturan/SK Bupati/Walikota.

Pada level operasional, BPOM telah memiliki Pedoman Pengawasan

yang jelas untuk acuan dalam pengawasan Obat dan Makanan, juga

menerbitkan standar mutu lainnya, seperti standar produksi dan distribusi Obat

dan Makanan. Ketersediaan peraturan perundangan sampai dengan pedoman

teknis yang dilegalkan dalam bentuk Peraturan Kepala BPOM tersebut sangat

mendukung penegakan hukum.

Tantangan ke depan, BPOM harus membuat terobosan dalam penegakan

hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan, maupun

persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait,

menggeser pengawasan ke area preventif, serta memperkuat kerjasama di Free

Trade Zone Area. Upaya ini pun perlu diikuti dengan peningkatan kajian

BPOM mengenai kerugian negara secara ekonomi maupun kesehatan akibat

pelanggaran Obat dan Makanan.

d. Penguatan Akuntabilitas Kerja

Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan

akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut,

BPOM telah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi

KemenPAN-RB tahun 2014 memperoleh nilai B.

Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIP menjadi

kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerja BPOM. Namun,

BPOM masih perlu melakukan penyempurnaan dalam penatausahaan

manajemen pemerintahan (keuangan dan BMN) dalam mewujudkan

pemerintahan yang akuntabel. Ke depan, untuk menjawab ekspektasi

Page 40: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

33

masyarakat terhadap akuntabilitas BPOM selaku institusi pengawasan, BPOM

telah menargetkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap opini laporan

keuangan BPOM dari BPK.

e. Penguatan Pengawasan

Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan

pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).

Melalui upaya pengawasan yang dilakukan BPOM, diharapkan dapat

meningkatkan kepatuhan dan efektivitas pengelolaan keuangan negara di

lingkungan BPOM serta menghindari tingkat penyalahgunaan wewenang.

Pengawasan yang dilakukan BPOM antara lain melalui kebijakan

penanganan gratifikasi, penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah

(SPIP), pengelolaan pengaduan masyarakat, implementasi whistle-blowing

system, penanganan benturan kepentingan, pembangunan zona integritas

menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan

Melayani (WBBM), dan pendayagunaan Aparat Pengawasan Internal

Pemerintah (APIP) dalam perencanaan dan penganggaran. Untuk mendapatkan

hasil yang lebih optimal, upaya pengawasan yang dilakukan BPOM tersebut

masih perlu dievaluasi agar dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Salah satu hal

yang dapat dilakukan adalah penguatan peran APIP dan unit pengawas

fungsional (Inspektorat) sebagai internal-consultant yang melaksanakan fungsi

pembinaan, penataan, pengawasan, dan pentaatan dengan dukungan SDM yang

memadai secara kualitas dan kuantitas serta berfokus pada pemeriksaan kinerja

berbasis risiko untuk mencegah potensi kesalahan yang mengganggu efektivitas

pencapaian sasaran organisasi dan dapat menimbulkan kerugian negara.

f. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur

Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan

profesionalisme SDM aparatur BPOM yang didukung oleh sistem rekrutmen

dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji

dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan, sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara(ASN).

Perencanaan kebutuhan pegawai BPOM dilakukan sesuai dengan kebutuhan

organisasi dan proses penerimaan pegawai dilakukan secara transparan,

Page 41: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

34

objektif, akuntabel, dan bebas KKN serta promosi jabatan dilakukan secara

terbuka.Pengembangan pegawai yang dilakukan BPOM berbasis kompetensi

yang selanjutnya capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan

dasar untuk pemberian tunjangan kinerja. Hal ini diimbangi dengan penegakan

aturan disiplin dan kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas

manajemen SDM tersebut didukung oleh sistem informasi kepegawaian.

Saat ini, SDM BPOM telah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi

kuantitas SDM BPOM belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas

dan fungsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem manajemen pemerintah

menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke

level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal

diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang

lebih efektif dan efisien terutama dalam hal pelaksanaan evaluasi terhadap peta

dan kelas jabatan yang telah disusun. Pemanfaatan sistem informasi

kepegawaian yang telah dibangun juga perlu dioptimalisasi sebagai pendukung

pengambilan kebijakan manajemen SDM BPOM.

g. Manajemen Perubahan

Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan

konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan

budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai

dengan tujuan dan sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam

melakukan perubahan, BPOM telah membentuk agent of change sebagai

rolemodel serta forum bagi pembelajaran atau inovasi dalam proses

perubahanyang dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh

pegawai BPOM secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur pendukung

paling utama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangka

pelaksanaan RB.

Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan

timbulnya resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasi secara

reguler untuk mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan

dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan manfaat dari forum

pembelajaran atau inovasi.

Page 42: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

35

Berdasarkan kondisi obyektif capaian yang dipaparkan di atas, kapasitas

BPOM sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan masih perlu terus

dilakukan penataan dan penguatan, baik secara kelembagaan maupun dukungan

regulasi yang dibutuhkan, terutama peraturan perundang-undangan yang

menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya agar pencapaian kinerja di

masa datang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya proses

pengawasan Obat dan Makanan yang lebih ketat dalam menjaga keamanan,

khasiat/manfaat dan mutu Obat dan Makanan.

Kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat

cepat, menuntut BPOM dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi

dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan.

Dengan etos tersebut, BPOM diharapkan mampu menjadi katalisator yang pada

akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi

pembangunan kesehatan nasional. Untuk itu, ada tiga isustrategis dari

permasalahan pokok yang dihadapi BPOM sesuai dengan peran dan

kewenangannya agar lebih optimal, yaitu:

1. Penguatan sistem dalam pengawasan Obat dan Makanan,

2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong

kemandirian pelaku usaha Obat dan Makanan, serta peningkatan

kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan dan partisipasi

masyarakat,

3. Penguatan kapasitas kelembagaan BPOM.

Dalammelaksanakan peran dan kewenangan yang optimal sesuai dengan

peran dan kewenangan BPOM sebagai lembaga yang mengawasi Obat

danMakanan, maka diusulkan penguatan peran dan kewenangan BPOM sesuai

dengan bisnis proses BPOM untuk periode 2015-2019 sebagaimana pada

gambar dan tabel di bawah ini.

Page 43: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

36

Gambar 1.4. Peta Bisnis Proses Utama BPOM sesuai Peran dan Kewenangan

Gambar 1.5. Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPOM

Page 44: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

37

Tabel 1.5. Penguatan Peran BPOM Tahun 2015-2019

Penguatan • Penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan Obat dan

Sistem Makanan (NSPK)

Pengawasan Obat • Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan Obat

dan Makanan dan Makanan

• Penilaian Obat dan Makanan sesuai standar

• Pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan sesuai

standar

• Pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan sesuai

standar

• Sampling dan pengujian laboratorium Obat dan Makanan

• Penyidikan dan penegakan hukum

Kerjasama, • Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku usaha

Komunikasi, melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik

Informasi dan termasuk peringatan publik

Edukasi Publik • Pengelolaan data dan informasi Obat dan Makanan

• Menentukan peta zona rawan peredaran Obat dan

Makanan yang tidak sesuai dengan standar

• Penyebaran informasi bahaya obat dan makanan yang

tidak memenuhi standar

1.2.13. Menipisnya Entry Barrier

Globalisasi perdagangan, menyebabkan entry barrier menjadi semakin tipis,

dan karena itu arus barang (termasuk didalamnya Obat dan Makanan) ke luar masuk

dari dan ke berbagai negara menjadi semakin bebas, tanpa hambatan tarif maupun

non tarif. Dengan demikian Obat dan Makanan yang diproduksi oleh berbagai

negara memungkinkan untuk memasuki wilayah Jawa Tengah.

Posisi strategis Propinsi Jawa Tengah yang berada diantara dua propinsi

besar di Pulau Jawa yakni Jawa Barat dan Jawa Timur, memungkinkan mudahnya

lalu lintas berbagai pruduk Obat dan Makanan antar dua Propinsi tersebut.

Konsekuensinya selain akan terus meningkat jenis produk beredar di Jawa Tengah,

juga jumlah serta jenis pelanggaran dibidang Obat dan Makanan akan semakin

beragam. Untuk menjaga agar Obat dan Makanan yang beredar di Jawa Tengah

mempunyai jaminan mutu manfaat dan keamanan sesuai standar, Balai Besar POM

di Semarang harus meningkatkan kompetensinya sehingga mampu melakukan

pengawasan produk, mulai produk tersebut dalam proses produksi dimanapun

tempatnya, di tempat-tempat pemasukan produk ke dalam wilayah Jawa Tengah.

Page 45: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

38

Luas wilayah Propinsi Jawa Tengah seluruhnya 3,25 ribu hektar atau 25%

dari wilayah Pulau Jawa dengan jumlah penduduk yang relatif tinggi yaitu 33,26

juta jiwa merupakan potensi sekaligus tantangan yang dihadapi dalam pengawasan

Obat dan Makanan. Catchment areadi Propinsi Jawa Tengah yang mencakup 35

Kabupaten/Kota, dimana sarana produksi dan distribusi terutama Pangan, Obat

Tradisional dan Kosmetika hampir merata pada setiap Kabupaten/Kota.Sedangkan

untuk sarana produksi Obat sebagian besar berada di kota besar seperti Semarang

dan Surakarta. Sarana produksi Obat Tradisional yang ada di Jawa Tengah sebanyak

122 buah meliputi Industri Obat Tradisional (IOT), Industri Kecil Obat Tradisional

(IKOT) dan Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT). Industri Rumah Tangga

Pangan (IRTP) di Jawa Tengah mencapai puluhan ribu yaitu kurang lebih sekitar

12.521 buah dan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sejalan dengan

peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pembagian peran antara pusat

dan daerah maka pengawasan IRTP yang dilakukan oleh Badan POM melalui

samplingberdasarkan analisis risiko. Secara terperinci jumlah cakupan sarana

produksi dan distribusi seperti pada tabel berikut:

Tabel 1.6. Jumlah Cakupan Sarana Produksi Obat dan Makanan

Balai Besar POM di Semarang

No

Jenis Sarana

Produksi

Jumlah

Sarana

Produksi

Yang Ada

Jumlah

Sarana

Produksi

TARGET

Jumlah Sarana Produksi

Diperiksa

Th 2014 Th 2015

1 Sarana Produksi

Obat 23 23 13 15

2 Sarana Produksi

Obat Tradisional 122 122 41 56

3 Sarana Produksi

Kosmetika 105 105 36 35

4 Sarana

ProduksiPangan

(MD)

355 355 45 87

5 Sarana Produksi

Rumah Tangga

Pangan (IRTP)

12.521 33 90 37

6 Industri Rokok 173 -

Jumlah 13.299

638 225

(35,26%)

230

(36,05%)

Page 46: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

39

Tabel 1.7. Jumlah Cakupan Sarana Distribusi Obat dan Makanan

Balai Besar POM di Semarang

No

Jenis Sarana Distribusi

Jumlah

Sarana

Distribusi

Yang Ada

Jumlah Sarana Distribusi

Diperiksa

Th 2014 Th 2015

1 PBF 334 75 90

2 Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota

35 15 20

3 Rumah Sakit 208 40 40

4 Puskesmas 867 15 30

5 Apotek 3063 220 220

6 Toko Obat 21 5 15

7 Klinik 735 35 45

8 Obat Tradisional 431 190 220

9 Kosmetika 92 200 230

10 Pangan 499 615 520

11 Bahan Berbahaya 14 10 20

Jumlah 6.299 1.420

(22,54%)

1.450

(23,02%)

Terbukanya pasar global, perlu dimanfaatkan secara baik. Upaya untuk

merebut pasar dilakukan melalui keunggulan mutu produk dikombinasi dengan

harga terjangkau. Diharapkan pelaku usaha di Jawa Tengah cerdas mengelolanya

sehingga mampu mendapatkan keunggulan. Langkah menuju hal tesebut dilakukan

dengan pengawasan konsisten untuk menjaga jaminan mutu dan kepercayaan

pelanggan.

1.2.14 Perkembangan Teknologi Produksi dan Transportasi

Kemajuan teknologi, mendorong industri Obat dan Makananakan

menerapkan dalam proses produksinya. Perkembangan demikian menuntut

kemampuan pengawas untuk meningkatkan diri sehingga mampu mendeteksi

kelemahan-kelemahan teknologi dalam proses produksi dan selanjutnya mampu

memberikan jalan keluar dalam perbaikan sehingga perkembangan teknologi tetap

Page 47: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

40

memberikan peningkatan produktifitas, manfaat, mutu dan keamanan produk yang

dihasilkan.

Semakin majunya teknologi transportasi, mempercepat Obat dan Makanan

beredar secara luas di masyarakat, tentu perkembangan demikian harus tetap dapat

dilakukan pengawasan secara efektif agar produk yang siap dikonsumsi selalu dalam

kondisi memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah Republik Indonesia.

Kemajuan teknologi promosi di berbagai media, semakin efektif dalam

mempromosikan nilai lebih dan menutup risiko suatu produk serta menggeser

perilaku dan permintaan masyarakat. Kehebatan perkembangan promosi menuntut

Balai Besar POM untuk dapat mengendalikan semua model promosi sehingga

setiap promosi dapat memaparkan hal-hal yang menguntungkan bagi konsumen

tanpa ada risiko tersembunyi.

1.2.15 Harmonisasi Standar di Tingkat Global & Regional

Dengan disepakatinya harmonisasi baik tingkat regional maupun global,

proses pembuatanproduk harus memberlakukan standar yang sama. Keunggulan

persaingan perdagangan hanya dapat dilakukan atas dasar ilmiah. Menghadapi hal

tersebut agar produk yang diproduksi di Jawa Tengah dan produk yang masuk dan

atau beredar memberikan perlindungan, manfaat dan daya saing yang lebih tinggi

perlu dijaga dengan sistem pengawasan yang lebih baik.

1.2.16 Dampak Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi menyebabkan kemampuan daya beli masyarakat menjadi

lemah. Dengan kemampuan yang lemah, pemenuhan kebutuhan menjadi kurang

sehingga kondisi kesehatan cenderung menjadi lebih rendah dan kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan akan pengobatan secara mandiri juga kurang. Agar

masyarakat lebih terjaga dari resiko kesehatan, maka pengawasan harus

dioptimalkan.

1.2.17 Ancaman Keamanan Pangan

Jawa Tengah memiliki iklim yang sangat bagus untuk pertumbuhan mikroba.

Dengan penduduk yang banyak, pertumbuhan penjaja makanan berkembang dengan

pesat. Kondisi demikian tentu membuat potensi pangan yang tercemar mikroba

termasuk toksin yang dihasilkan serta penggunaan bahan dengan tujuan untuk

Page 48: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

41

pengawet cukup besar. Tentu hal tersebut harus dilakukan antisipasi secara cerdas

agar masyarakat tetap terlindungi kesehatannya.

1.2.18 Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika

Penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, cenderung terus meningkat

seiring dengan upaya sistematis pihak luar untuk memperlemah tingkat ketahanan

nasional. Jenis narkotika dan psikotropika yang disalahgunakan, diperkirakan tetap

jenis narkotika dan psikotropika yang tidak digunakan dalam pengobatan, dan

diproduksi oleh clandestine laboratory, dan diedarkan secara ilegal. Dalam

pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika ini, Balai Besar POM di

Semarang harus semakin proaktif dalam perannya sebagai penjuru, khususnya untuk

pengawasan prekursor, bersama mitra kerja dari sektor terkait.

1.2.19 Produk Ilegal

Peredaran produk ilegal dan palsu di jalur gelap, diperkirakan akan tetap

marak. Hal ini terjadi karena belum menyatunya komitmen, pengawasan yang

kurang efektif, meningkatnya permintaan masyarakat yang kurang didukung oleh

daya beli yang memadai dan ketidak percayaan hasil pengobatan formal yang

diterima. Upaya pemberantasan perlu diarahkan untuk lebih konsisten memutus

mata rantai pasokan dan mendorong peningkatan layanan kesehatan formal.

1.2.20 Perkembangan IndustriFarmasi

Di bidang industri farmasi, diprediksikan akan terjadi kemajuan spektakuler

dalam hal penemuan obat-obat baru seiring dengan perkembangan teknologi.

Kemajuan teknologi bio engineering semakin membuka peluang riset obat untuk

meningkatkan penyembuhan penyakit. Tumbuhnya sistem perdagangan global,

akan mendorong pasar ASEAN mengalami perluasan, perluasan perdagangan akan

meliputi harmonisasi di bidang farmasi. Tantangan Balai Besar POM di Semarang

kedepan akan terus bertambah sejalan dengan berkembangnya antara lain Obat Asli

Indonesia.

Jawa Tengah memiliki ragam tanaman berkhasiat banyak, dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional. Adanya kecenderungan

penggunaan Natural Product dalam perawatan dan pengobatan, merupakan peluang

yang harus dimanfaatkan untuk upaya pengembangan obat asli Indonesia.

Page 49: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

42

Pengembangan obat asli Indonesia, diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk

tidak mengkonsumsi obat palsu, akibat OAI menjadi demand substitution bagi

permintaan obat konvensional. Di wilayah kerja Balai Besar POM di

Semarangbanyak produsen obat tradisional. Produsen tersebut dapat dikembangkan,

sehingga produk yang dihasilkan semakin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat

baik dari sisi mutu, ketersediaan serta pasar yang semakin luas.

1.2.21 Pengakuan Stake Holders

Program pengawasan Obat dan Makanan telah berjalan dengan cukup baik

dan lancar serta telah lama dikenal dengan baik oleh para stakeholders. Pelaksanaan

program ini dimungkinkan karena telah ditunjang infra struktur dan struktur

organisasi Balai Besar POM di Semarang yang spesifik dirancang sesuai dengan

kriteria organisasi yang berfungsi sebagai organisasi pengawasan Obat dan

Makanan.

1.2.22 Kepedulian Masyarakat.

Dewasa ini masyarakat semakin peduli dan kritis terhadap hak dan

kewajibannya sebagai konsumen. Selain itu telah berkembang lembaga-lembaga

swadaya masyarakat yang peduli terhadap masalah-masalah Obat dan Makanan.

Demikian pula para pelaku usaha yang tergabung dalam berbagai asosiasi telah

mengarah pada peningkatan profesionalisme, di samping menunjukkan kesadaran

yang semakin meningkat terhadap pentingnya aspek mutu dalam memacu

keunggulan daya saing.

1.2.23 Kerjasama dan Networking Lintas Sektor

Kerjasama lintas sektor dalam penegakan hukum, seperti dengan POLRI,

Bea dan Cukai telah berjalan dengan baik dalam pengawasan Obat dan Makanan.

Demikian pula telah terjalin kerjasama teknis yang sangat erat antara lain dengan

Dinas Perindag, Dinas Pertanian, Badan Bimmas, Ketahanan Pangan, Bappeda

pemerintah provinsi kabupaten dan Kota.

Dari hasil sosialisasi Balai Besar POM di Semarang dengan Pemerintah

Daerah utamanya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, semua saling bersinergi untuk

memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sejauh ini kerjasama teknis di

lapangan telah berjalan lancar. Pemerintah Kabupaten/Kota sangat antusias terhadap

Page 50: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

43

program keamanan pangan yang diinisiasi oleh Balai Besar POM di Semarang dan

mengharapkan terus dilakukan pelatihan-pelatihan teknis untuk meningkatkan mutu

produksi industri rumah tangga di bidang pangan. Secara operasional, Balai Besar

POM di Semarang telah menjadi mitra kerja Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan

program pengawasan Obat dan Makanan. Fasilitas laboratorium Balai Besar POM

di Semarang dapat dimanfaatkan untuk pengujian produk Obat dan Makanan yang

beredar di daerah, maupun untuk memberi jaminan mutu, keamanan, dan

kemanfaatan produk-produk andalan daerah untuk diekspor.

1.2.24 Komitmen Terselenggaranya Good Governance Pemerintah

Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM

melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang

Grand Design 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan BPOM

merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan

dari pelaksanaan RB. Komitmen politik yang kuat dari pemerintah untuk

mewujudkan good governance, merupakan momentum dan environment yang

kondusif bagi terlaksananya praktek regulasi yang baik (good regulatory practices)

di bidang Obat dan Makanan. Komitmen ini sangat mendasar bagi kelanjutan dan

keberhasilan upaya perlindungan masyarakat di bidang Obat dan Makanan di Jawa

Tengah.

1.2.25 Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau

UPT BB/Balai POM di tingkat Provinsi. Selain itu, untuk mendukung pengawasan

obat dan Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah

yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos POM. Peran

BB/Balai POM dan Pos POM perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari

segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana,

maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi

pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih optimal. Tantangan

BPOM ke depan adalah melakukan kajian, penataan dan evaluasi organisasi dalam

rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi secara proporsional

menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas

dan fungsi BPOM.

Page 51: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

44

1.2.26 Penataan Tatalaksana

Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM berkomitmen

untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap

kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan

pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen BPOM tersebut

dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara

berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan Quality

Management System ISO 9001:2008, Akreditasi Laboratorium IEC 17025:2005;

1.2.27 Sumber Daya Manusia

Pegawai Balai Besar POM di Semarang, saat ini sejumlah 140 orang. Jika

dibanding sarana dan produk yang harus diawasi untuk menjaga konsistensi mutu

produk yang diproduksi dan beredar di provinsi Jawa Tengah masih belum

seimbang. Komposisi tenaga lulusan D3 dan SLA jumlahnya tidak memadai dengan

beban kerja yang ada.

Semangat pemanfaatan pengalaman praktek kerja sebagai bahan kajian

untuk perkuatan kompetensi individual dan organisasi terbatas. Hal ini membuat

kurang yakin kepada diri sendiri dalam menampilkan keunggulan kompetensi dalam

membangun inovasi penyelesaian tugas pengawasan. Banyak pekerjaan yang

dilaksanakan dalam tugas, namun belum masuk dalam penghitungan SKP.

Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik

ditingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen

kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem

manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien.

1.2.28 Sistem Teknologi Informasi

Sistem teknologi informasi masih mengalami banyak masalah. Hal ini

disebabkan antara lain masih terbatasnya kemampuan pengelolaan perangkat lunak

maupun ketersediaan perangkat keras. Sistem on line mestinya dapat digunakan

untuk mengatasi keterbatasan SDM untuk mengerjakan tugas-tugas yang dikelola

menggunakan program dan sistem, namun dengan keterbatasan sarana permasalahan

beban kerja belum dapat diselesaikan secara optimal.

Page 52: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

45

1.2.29 Penegakan Hukum

Perlindungan kepada masyarakat atas Obat dan Makanan yang beredar

memerlukan kedisiplinan dan ketaatan pada peraturan. Sebagai konsekuensi dalam

upaya membawa masyarakat taat aturan perlu adanya penegakan hukum.

Pelaksanaan penegakan hukum di bidang Obat dan Makanan masih kurang

memadai, hal ini dikarenakan belum menyatunya komitmen untuk bersama mentaati

peraturan dan sanksi yang belum memberikan penyadaran kepada para pelakunya.

1.2.30 Independensi dan Profesionalisme Balai Besar POM di Semarang

Balai Besar POM di Semarang dalam melaksanakan pengawasan Obat dan

Makanan mempunyai kemampuan profesional yang terpelihara. Temuan hasil

pengawasan di lapangan maupun hasil uji laboratorium ditetapkan secara

profesional dan independen. Tindak lanjut atas temuan dilapangan dilaksanakan

oleh Badan POM sesuai kewenangan Tugas Fungsi yang dimiliki, sedang tindak

lanjut yang kewenangannya ada pada sektor lain temuan disampaikan dengan

rekomendasi tindak lanjut kepada instansi yang bersangkutan.

1.2.31 Eksistensi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

Para inspektur, auditor dan penguji di Balai Besar POM di Semarang telah

diberikan pendidikan dan pelatihan sesuai bidang tugas masing-masing secara

berkesinambungan dan terprogram sesuai tantangan kedepan. Dengan pembekalan

tersebut kemampuan secara individual maupun team work dapat dipertanggung

jawabkan.

1.2.32 Kompetensi Laboratorium Balai Besar POM di Semarang

Balai Besar POM di Semarang telah memiliki laboratorium pengujian Obat

dan Makanan yang terdiri laboratorium Pengujian Produk Terapetik, Napza dan

Obat Tradisional, Laboratorium Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya, dan

Laboratorium Pengujian Mikrobiologi. Laboratorium telah ditata dan dilengkapi

peralatan, metoda analisa, SDM yang mampu mendeteksi permasalahan Obat dan

Makanan yang beredar di Jawa Tengah. Seluruh kegiatan laboratorium telah

tersertifikasi ISO 17025.

Jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan, sarana-prasarana

pendukung yang dimiliki Balai Besar POM di Semarang belum terpenuhi, kondisi

Page 53: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

46

tersebut menyebabkan masih ada pelaksanaan tugas yang belum terlaksana secara

optimal. Sarana pendukung terdiri dari Peralatan Utama dan Bangunan termasuk

fasilitasnya. Adanya penambahan bangunan gedung dan peralatan membawa

konsekuensi meningkatnya anggaran untuk perawatan dan suku cadang untuk

peralatan utama yang harus disediakan.

Tabel 1.8. Pemenuhan Sarana Prasarana Pendukung

Di Balai Besar POM Semarang Tahun 2014

No Sarana Prasarana Standar Kondisi yang ada Prosentase

1 Alat Laboratorium

Utama Kimia dan

Mikrobiologi

71 61 85,15 %

2 Sarana Pendukung

(bangunan dan prasarana

lainnya)

187 162 86,63 %

Jumlah 258 223 86,43 %

Page 54: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

47

Tabel 1.9. Rangkuman Analisis SWOT Balai Besar POM di Semarang

No KEKUATAN No KELEMAHAN

1 Independensi dan profesionalisme Balai

Besar POM di Semarang

1 Jumlah SDM belum memadahi

2 Eksistensi system pengawasan Obat dan

Makanan

2 Dukungan sistem Teknologi Informasi

masih kurang

3 Kompetensi Laboratorium Balai Besar

POM di Semarang

3 Penegakan hukum masih lemah

4 Kompetensi SDM Balai Besar POM di

Semarang

4 Unit Pelaksana Teknis terbatas hanya

sampai tingkat provinsi

5 Integritas pelayanan public yang diakui

secara nasional

5 Kelembagaan Pusat dengan Balai

belum sinergi

6 Terbatasnya sarana prasarana baik

pendukung maupun utama

No PELUANG No TANTANGAN

1 Perkembangan Industri Farmasi 1 Menipisnya entry barrier

2 Pengembangan Obat Asli Indonesia 2 Perkembangan teknologi produksi dan

transporttasi

3 Pengakuan Stake Holders 3 Harmonisasi standar di tingkat global

dan regional

4 Kepedulian masyarakat 4 Dampak krisis ekonomi

5 Kerjasama dan networking dengan Lintas

Sektor

5 Ancaman keamanan pangan

6 Komitmen terselenggaranya Good

Government

6 Penyalahgunaan narkoba dan

psikotropika

7 Tingginya laju pertumbuhan penduduk

menyebabkan meningkatnya

permintaan/penggunaan produk Obat dan

Makanan

7 Produk ilegal

8 Adanya Program Nasional (JKN dan SKN) 8 Implementasi Program Fortifikasi

Pangan

9 Ketergantungan impor bahan baku obat

10 Produk Obat dan Makanan sangat

bervariasi

11 Munculnya (kembali) berbagai

penyakit baru

12 Perubahan pola hidup masyarakat

(sosial dan ekonomi)

Selama periode 2010-2014, pelaksanaan peran dan fungsi Balai Besar POM

di Semarang telah diupayakan secara optimal untuk mencapai target kinerja. Tiga

hal yang secara terus menerus menjadi perhatian dalam memberikan perlindungan

masyarakat yang semakin optimal: (1) belum optimalnya pengawasanpenerapan

cara yang baik pada sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, (2) belum

optimalnya pengawasan Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat (post-

market) dan (3) belum efektifnya pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi

Informasi dan Edukasi dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat

dan Makanan. Dari permasalahan tersebut terdapat beberapa penyebab potensial dan

strategis bagi Balai Besar POM di Semarang untuk dilakukan pembenahan di masa

Page 55: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

48

mendatang. Diharapkan pencapaian kinerja berikutnya akan lebih optimal. Di bawah

ini (Gambar 1.6) adalah diagram yang menunjukkan analisa permasalahan pokok

dan isu-isu strategis sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan sebagai berikut:

Gambar 1.6. Diagram Permasalahan dan Peran Badan POM

PERAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

Penguatan kebijakan teknis

pengawasan (RegulatorySystem)

Pembinaan dan bimbingan kepada

pemangku kepentingan

BELUM OPTIMALNYA PERAN BPOM DALAM

MELAKSANAKAN PENGAWASAN OBAT DAN

MAKANAN

Belum optimalnya

sistem pengawasan Obat

dan Makanan

Belum optimalnya pembinaan

dan bimbingan kepada

pemangku kepentingan

melalui Kerjasama,

Komunikasi, Informasi dan

Edukasi Publik

Masih terbatasnya

kapasitas kelembagaan

Page 56: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

49

Berdasarkan kondisi yang terpapar di Jawa Tengah, BBPOM di Semarang

perlu terus dilakukan penguatan, baik secara kelembagaan maupun manajemen

sumber daya manusianya, agar pencapaian kinerja di masa datang semakin baik dan

dapat memastikan berjalannya proses pengawasan Obat dan Makanan yang

produktif dalam menjaga keamanan, mutu serta khasiat/manfaat Obat dan Makanan,

sehingga memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan dan

perekonomian masyarakat. Untuk itu perlu diperkuat peningkatan kinerja melalui:

1. Penguatan sistem dalam pengawasan Obat dan Makanan,

2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Kerjasama, Komunikasi,

Informasi dan Edukasi Publik untuk mendorong kemandirian pelaku

usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta

memperkuat kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan,

3. Penguatan kapasitas kelembagaan Badan POM, serta meningkatkan

efisiensi dan produktivitas pengelolaan sumber daya.

Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut, akan terus melakukan

perbaikan dan pengembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi,

khususnya peraturan perundang-undangan yang menyangkut peran dan tugas pokok

dan fungsinya. Dengan kemampuan terobosan dalam melakukan evaluasi, dan

perbaikan melalui inovasi dan kajian risiko, diharapkan mampu mendorong

percepatan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional.

Page 57: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

50

BAB II

VISI, MISI, BUDAYA ORGANISASI, TUJUAN DAN

SASARAN STRATEGIS

2.1 VI S I

Dalam menghadapi dinamika lingkungan dengan segala bentuk

perubahannya, serta tugas dan fungsiBalai Besar Pengawas Obat Makanan di

Semarangsebagai unit pelaksana teknis Badan POM, telah bersepakat menetapkan

visi sebagai berikut:

”Obat dan MakananAmanMeningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya

Saing Bangsa”

Penjelasan Visi:

Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makananharus melibatkan

masyarakat dan pemangku kepentingandilaksanakan secara akuntabel serta

diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan

dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut:

Aman : Keadaan bebas dari bahaya. Semua Obat dan Makanan harus

dijamin keamanannya, agar tidak membahayakan bagi masyarakat

penggunanya.

Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah

memenuhi standar, baik standar nasional maupun internasional,

sehingga ada kesiapan suatu produk bangsa untuk interaksi daya

saing di masa depan. Agar menjadi kompetitif, dalam arti memiliki

peluang untuk menang bagi sejumlah pemain industri yang

menghadapi biaya tinggi.

2.2 M I S I

Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan,Balai Besar POM di

Semarangmemutuskan misi:

2.2.1. Meningkatkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko

untuk melindungi masyarakat

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan satu-kesatuan fungsi (full

spectrum) mencakup standardisasi, penilaian produk sebelum beredar, pemeriksaan

sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian produk serta penegakan

Page 58: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

51

hukum. Menyadari kompleksnya tugas yang diemban dalam melindungi masyarakat

dari produk yang tidak aman dengan tujuan akhir adalah masyarakat sehat, serta

berdaya saing, maka perlu disusun suatu sasaran strategis khusus yang mampu

mengawalnya. Agar kinerja pengawasan Obat dan Makanan optimal, perlu

ditetapkan prioritas dalam penyelenggaraan tugas. Untuk itu pengawasan Obat dan

Makanan didesain berdasarkan analisis risiko, sehingga memberikan hasil kerja

produktif dan efisien dalam menggunakan anggaran dan sumber daya.

2.2.2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan

keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan

pemangku kepentingan.

Dalam 5 (lima) tahun ke depan, paradigma pengawasan Obat dan Makanan

harus diubah yang sebelumnya adalah “watchdog” control menjadi pro-active

control dengan mendorong penerapan Risk Management Program oleh industri.

Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), pelaku

usaha mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengawasan Obat dan

Makanan. Pelaku usaha harus bertanggungjawab memenuhi standar dan persyaratan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi Obat

dan Makanan sehingga menjamin Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan

aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu. Sebagai lembaga pengawas, BPOM

harus mampu membina dan mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan

produk yang aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu. Dengan pembinaan secara

berkelanjutan, ke depan diharapkan pelaku usaha mempunyai kemandirian dalam

memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan. Era perdagangan bebas telah

dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Sementara itu, kontribusi

industri Obat dan Makanan terhadap Pendapatan Nasional Bruto (PDB) cukup

siginifikan. Industri makanan, minuman dan tembakau memiliki kontribusi PDB

non migas di tahun 2012 sebesar 36,33 persen, sementara Industri Kimia dan

Farmasi sebesar 12,59 persen (sumber: Laporan Kemenperin 2004-2012).

Perkembangan industri makanan, minuman dan farmasi (obat) dari tahun 2004

sampai dengan 2012 juga mempunyai tren yang meningkat. Hal ini tentunya

merupakan suatu potensi yang luar biasa untuk industri tersebut berkembang lebih

pesat. Industri dalam negeri harus mampu bersaing baik di pasar dalam maupun luar

negeri. Sebagai contoh, masih besarnya impor bahan baku obat dan besarnya pangsa

pasar dalam negeri dan luar negeri menjadi tantangan industri obat untuk dapat

Page 59: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

52

berkembang. Demikian halnya dengan industri makanan, obat tradisional, kosmetik,

suplemen kesehatan juga harus mampu bersaing. Kemajuan industri Obat dan

Makanan secara tidak langsung dipengaruhi dari sistem serta dukungan regulatory

yang mampu diberikan oleh BPOM. Sehingga BPOM berkomitmen untuk

mendukung peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan keamanan,

khasiat/manfaat dan mutu Obat dan Makanan. Masyarakat sebagai konsumen juga

mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan.

Sebagai salah satu pilar pengawasan Obat dan Makanan, masyarakat diharapkan

dapat memilih dan menggunakan Obat dan Makanan yang memenuhi standar, dan

diberi kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makanan.

Untuk itu, BPOM melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat dalam mendukung pengawasan melalui kegiatan

Pemberdayaan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat, serta

kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya sehingga mampu melindungi diri

sendiri dan terhindar dari produk Obat dan Makanan yang mengandung bahan

berbahaya dan ilegal. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM tidak dapat

berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pemangku

kepentingan lainnya. Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang

kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta

kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan

nasional di bidang kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan bersifat unik karena

tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan

diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan

tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena kebijakan yang diambil

harus bersinergi dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah sehingga pengawasan

dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Pengawasan Obat dan Makanan dilakukan

terus-menerus, melalui proses pemeriksaan untuk mendorong penerapan sistem

mutu secara konsisten. Tindak lanjut hasil pemeriksaan dilakukan secepatnya.

Dengan penerapan sistem mutu secara konsisten dapat mendorong

dihasilkan/diedarkannya produk unggul dalam hal keamanan, bermanfaat/berkhasiat

dan bermutu.

Dengan keunggulan produk diharapkan dapat dicapai perluasan dan

pemenangan pasar. Selanjutnyacapaian tersebut dapat digunakan sebagai sarana

penyerapan tenaga kerja yang sekaligus menekan terjadinya pengangguran.

Page 60: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

53

2.2.3. Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan BPOM

Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang

memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan

sumber daya yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal

ini terutama terkait dengan sumberdaya manusia dan sarana-prasarana penunjang

kinerja. Ketersediaansumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya,

menuntutBPOM harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimalmungkin

agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dankegiatan yang telah

ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber dayayang efektif dan efisien menjadi

sangat penting untuk diperhatikan olehseluruh elemen organisasi.Di samping itu,

BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintahuntuk melaksanakan tugas

tertentu tidak hanya bersifat teknis semata(techno structure), namun juga

melaksanakan fungsi pengaturan(regulating), pelaksana (executing), dan

pemberdayaan (empowering).Untuk itu, diperlukan penguatan

kelembagaan/organisasi. Kelembagaantersebut meliputi struktur yang kaya dengan

fungsi, proses bisnis yangtertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan

nilaiorganisasi.Misi BPOM merupakan langkah utama yang disesuaikan dengan

tugaspokok dan fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-market yangberstandar

internasional diterapkan dalam rangka memperkuat BPOMmenghadapi tantangan

globalisasi. Dengan penjaminan mutu produkObat dan Makanan yang konsisten,

yaitu memenuhi standar aman,berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan

BPOM mampumelindungi masyarakat dengan optimal.Dari segi organisasi, perlu

meningkatkan kualitas kinerja dengan tetapmempertahankan sistem manajemen

mutu dan prinsip organisasipembelajar (learning organization). Untuk mendukung

itu, maka BPOMperlu untuk memperkuat koordinasi internal dan

meningkatkankapasitas sumber daya manusia serta saling bertukar

informasi(knowledge sharing).

2.3 BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus

dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan

tugasnya. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi

menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya.

Page 61: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

54

2.3.1 Profesional

Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan

komitmen yang tinggi.

2.3.2 Integritas

Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi

nilai-nilai luhur dan keyakinan

2.3.3 Kredibilitas

Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan

internasional.

2.3.4 Kerjasama Tim

Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.

2.3.5 Inovatif

Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.

2.3.6 Responsif/Cepat Tanggap

Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.

2.4 TUJUAN

Dalam rangka pencapaian visi dan misi pengawasan Obat dan

Makanan, maka tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu 2015-2019

adalah sebagai berikut:

2.4.1 Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, bermanfaat, dan

bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat;

2.4.2 Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global

dengan menjamin mutu dan mendukung terciptanya iklim inovasi yang

kondusif.

Ukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk tujuan tersebut di

atas,adalah :

a. Tingkat kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan dalam memenuhi

ketentuan;

b. Tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap pemberian bimbingan dan

pembinaan pengawasan Obat dan Makanan

Page 62: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

55

2.5 SASARAN STRATEGIS

Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi, dengan

mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang

dimiliki BBPOM di Semarang. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (2015-2019)

kedepan diharapkan dapat mencapai sasaran strategis sebagai berikut:

2.5.1 Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

Komoditas dan produk yang menjadi obyek pengawasan BPOM tergolong

produk berisiko tinggi yang sama sekali tidak ada ruang untuk toleransi terhadap

produk yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan khasiat/manfaat. Dalam

konteks ini, pengawasan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pada produk

akhir yang beredar di masyarakat tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan

sistemik. Pada seluruh mata rantai pengawasan tersebut, harus ada sistem yang dapat

mendeteksi secara dini jika terjadi degradasi mutu, produk sub standar dan hal-hal

lain untuk dilakukan pengamanan sebelum merugikan konsumen/masyarakat.

Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM

merupakan suatu proses yang komprehensif, mencakup pengawasan pre-market dan

post-market. Sistem itu terdiri dari: pertama, standardisasi yang merupakan fungsi

penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan terkait dengan pengawasan Obat dan

Makanan. Standardisasi dilakukan terpusat, dimaksudkan untuk menghindari

perbedaan standar yang mungkin terjadi akibat setiap provinsi membuat standar

tersendiri. Kedua, penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi

produk sebelum memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan

diedarkan kepada konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan agar

produk yang memiliki izin edar berlaku secara nasional. Ketiga, pengawasan setelah

beredar (post-market control) untuk melihat konsistensi mutu produk, keamanan dan

informasi produk yang dilakukan dengan melakukan sampling produk Obat dan

Makanan yang beredar, serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan

Makanan, pemantauan farmakovigilan dan pengawasan label/penandaan dan iklan.

Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan

terstandar. Pengawasan ini melibatkan Balai Besar/Balai POM di 33 provinsi dan

wilayah yang sulit terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan Obat dan

Makanan (Pos POM). Keempat, pengujian laboratorium. Produk yang disampling

berdasarkan risiko kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui apakah

Page 63: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

56

Obat dan Makanan tersebut telah memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat dan

mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar ilmiah yang digunakan sebagai

dasar penetapan produk tidak memenuhi syarat yang digunakan untuk ditarik dari

peredaran. Kelima, penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan.

Penegakan hukum didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun

investigasi awal. Proses penegakan hukum sampai dengan projusticia dapat berakhir

dengan pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan, ditarik dari

peredaran, dicabut izin edar, disita untuk dimusnahkan. Jika pelanggaran masuk

pada ranah pidana, maka terhadap pelanggaran Obat dan Makanan dapat diproses

secara hukum pidana. Prinsip ini sudah sejalan dengan kaidah-kaidah dan fungsi-

fungsi pengawasan full spectrum di bidang Obat dan Makanan yang berlaku secara

internasional. Diharapkan melalui pelaksanaan pengawasan pre-market dan post-

market yang profesional dan independen akan dihasilkan produk Obat dan Makanan

yang aman, dan berkhasiat/manfaat dan bermutu.

Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka indikatornya sebagai

berikut:

a. Persentase Obat yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019

sebesar 93,50 %;

b. Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun

2019 sebesar 80,00 %;

c. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019

sebesar 95,50 %;

d. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat dengan target sampai

tahun 2019 sebesar 98,00 %;

e. Persentase Makanan yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019

sebesar 88,00 % ;

2.5.2 Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku

kepentingan dan partisipasi masyarakat

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait

dengan banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu

dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasiyang baik. Pengawasan

oleh pelaku usaha sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dimulai dari pemeriksaan

bahan baku, proses produksi, distribusi hingga produk tersebut dikonsumsi oleh

Page 64: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

57

masyarakat. Pelaku usaha mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk

Obat dan Makanan yang memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat dan bermutu)

melalui proses produksi yang sesuai dengan ketentuan. Asumsinya, pelaku usaha

memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk memelihara sistem manajemen

risiko secara mandiri. Dalam hal ini dari sisi pemerintah, BPOM bertugas dalam

menyusun kebijakan dan regulasi terkait Obat dan Makanan yang harus dipenuhi

oleh pelaku usaha dan mendorong penerapan Risk Management Program oleh

industri. Kemandirian pelaku usaha diasumsikan akan berkontribusi pada

peningkatan daya saing Obat dan Makanan. Tanpa meninggalkan tugas utama

pengawasan, BPOM berupaya memberikan dukungan kepada pelaku usaha untuk

memperoleh kemudahan dalam usahanya yaitu dengan memberikan insentif,

clearinghouse, dan pendampingan regulatory. Masing-masing kedeputian di BPOM

mempunyai upaya yang berbeda dalam memberikan dukungan regulatory, sesuai

dengan bidang lingkupnya. Kerjasama yang telah dilakukan oleh BPOM belum

dilakukan dengan program yang terukur dan sistematis. Untuk mendorong

kemitraan dan kerjasama yang lebih sistematis, dapat dilakukan melalui tahapan

identifikasi tingkat kepentingan setiap lembaga/institusi, baik pemerintah maupun

sektor swasta dan kelompok masyarakat terhadap tugas pokok dan fungsi BPOM,

identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing institusi tersebut dalam

mendukung tugas yang menjadi mandat BPOM, dan menentukan indikator bersama

atas keberhasilan program kerjasama. Kerjasama dan kemitraan dapat dilakukan

dengan saling mendukung serta berbagi sumber daya (dana, program atau SDM)

yang tersedia di masing-masing lembaga dengan terlebih dahulu menentukan tujuan

dan kerangka kerjasamanya, atau dengan “mendelegasikan” program-program yang

ada di BPOM kepada lembaga/kelompok masyarakat yang memiliki program yang

sejalan dengan BPOM dengan mendukung pembiayaan program lembaga tersebut.

Untuk memastikan bahwa kerjasama ini bisa berjalan dengan baik dan

berkelanjutan, maka harus disusun kesepakatan (MoU) yang mengikat kedua belah

pihak dengan mengacu pada tujuan kerjasama yang telah disepakati termasuk

mekanisme dan sistem monitoring dan evaluasi. Komunikasi yang efektif dengan

mitra kerja di daerah merupakan hal yang wajib dilakukan, baik oleh Pusat maupun

BB/Balai POM sebagai tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk itu, 5 (lima) tahun ke

depan, BB/Balai POM perlu melakukan pertemuan koordinasi dengan dinas terkait,

setidaknya dua kali dalam satu tahun. Hal ini diutamakan untuk pertemuan

Page 65: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

58

koordinasi dalam pengawalan obat dalam JKN. Selain itu, terkait dengan subsistem

pengawasan Obat dan Makanan oleh masyarakat sebagai konsumen, kesadaran

masyarakat terkait Obat dan Makanan yang memenuhi syarat harus diciptakan. Obat

dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di pasaran (masyarakat) masih

berpotensi untuk tidak memenuhi syarat, sehingga masyarakat harus lebih cerdas

dalam memilih dan menggunakan produk Obat dan Makanan yang aman,

bermanfaat dan bermutu.

Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka indikatornya sebagai

berikut:

a. Tingkat kepuasan masyarakat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 85,50 %

dan

b. Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan

pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran

pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan dengan target sampai tahun 2019

sebesar 35 Kabupaten/Kota.

2.5.3 Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan

Sejalan dengan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik

(good governance) seperti termuat dalam RPJMN 2015-2019, BPOM berupaya

untuk terus melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) di 8 (delapan) area perubahan.

Hal ini dalam rangka menciptakan birokrasi yang bermental melayani yang

berkinerja tinggi sehingga kualitas pelayanan publik BPOM akan meningkat.

Kualitas tatakelola pemerintahan adalah prasyarat tercapainya tujuan dan

sasaran strategis BPOM (1 dan 2). Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik

secara konsisten ditandai dengan berkembangnya aspek keterbukaan, akuntabilitas,

efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi masyarakat.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi

Publik (KIP) menjadi landasan untuk memantapkan penerapan prinsip-prinsip good

governance dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, untuk

menginstitusionalisasi keterbukaan informasi publik, telah ditetapkan Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di BPOM.

Pada tahun 2015-2019, Badan POM berupaya untuk meningkatkan hasil

penilaian eksternal meliputi penilaian RB, Opini BPK dan SAKIP. Selain upaya

internal, peningkatan hasil penilaian suprasistem akan terjadi dengan adanya

Page 66: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

59

dukungan eksternal antara lain dengan adanya (i) dukungan kebijakan pemenuhan

target kuantitas dan kualitas SDM diBadan POM agar beban kerja lebih realistis, (ii)

penguatan organisasi, (iii) dukungan anggaran.

Sumber daya meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine)

merupakan modal penggerak organisasi. Ketersediaan sumber daya yang terbatas

baik jumlah dan kualitasnya, menuntut kemampuan BPOM untuk mengelola sumber

daya tersebut seoptimal mungkin dan secara akuntabel agar dapat mendukung

terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya,

pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk

diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi.

Untuk melaksanakan tugas BPOM, diperlukan penguatan kelembagaan/

organisasi. Penataan dan penguatan organisasi bertujuan untuk meningkatkan

efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan

tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM.

Penataan tata laksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem

dan prosedur kerja.Selain itu, untuk mendukung Sasaran Strategis 1 dan 2, perlu

dilakukan penguatan kapasitas SDM dalam pengawasan Obat dan Makanan. Dalam

hal ini pengelolaan SDM harus sejalan dengan mandat transformasi UU ASN yang

dimulai dari (i) penyusunan dan penetapan kebutuhan, (ii) pengadaan, (iii) pola

karir, pangkat, dan jabatan, (iv) pengembangan karir, penilaian kinerja, disiplin, (v)

promosi-mutasi, (vi) penghargaan, penggajian, dan tunjangan, (vii) perlindungan

jaminan pensiun dan jaminan hari tua, sampai dengan (viii) pemberhentian.

Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka indikatornya adalah

Nilai SAKIP dengan target sampai tahun 2019 memperoleh nilai A.

Dari pembahasan ketiga sasaran strategis tersebut, maka ditetapkan 6

(enam) Indikator Kinerja Utama (IKU) Balai Besar POM di Semarang sebagai

berikut:

1. Persentase Obat yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019

sebesar 93,50 %;

2. Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun

2019 sebesar 80,00 %;

3. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019

sebesar 95,50 %;

Page 67: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

60

4. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat dengan target sampai

tahun 2019 sebesar 98,00 %;

5. Persentase Makanan yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019

sebesar 88,00 % ;

6. Tingkat kepuasan masyarakat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 85,50 %

Adapun ringkasan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator

Kinerja BPOM periode 2015-2019 sesuai penjelasan di atas, sebagai berikut :

Tabel 2.1.Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja

Balai Besar POM di Semarangperiode 2015-2019

*) Indikator Kinerja Utama BBPOM di Semarang

VISI MISI TUJUAN SASARAN

STRATEGIS

INDIKATOR KINERJA

Obat dan

Makanan Aman

Meningkatkan

Kesehatan

Masyarakat dan

Daya Saing

Bangsa

Meningkatkan sistem

pengawasan Obat

dan Makanan

berbasis risiko untuk

melindungi

masyarakat

Meningkatnya

jaminan produk

Obat dan

Makanan aman

Menguatnya Sistem

Pengawasan Obat dan

Makanan

1. Persentase obat yang

memenuhi syarat;*)

2. Persentase obat Tradisional

yang memenuhi syarat;*)

3. Persentase Kosmetik yang

memenuhi syarat;*)

4. Persentase Suplemen

Kesehatan yang memenuhi

syarat;*)

5. Persentase makanan yang

memenuhi syarat.*)

Mendorong

kemandirian pelaku

usaha dalam

memberikan jaminan

keamanan Obat dan

Makanan serta

memperkuat

kemitraan dengan

pemangku

kepentingan.

Meningkatnya

daya saing Obat

dan Makanan di

pasar lokal dan

global dengan

menjamin mutu

dan mendukung

inovasi

Meningkatnya

kemandirian pelaku

usaha, kemitraan

dengan pemangku

kepentingan dan

partisipasi masyarakat

1. Tingkat kepuasan

masyarakat.*)

2. Jumlah Kabupaten/Kota

yang memberikan komitmen

untuk pelaksanaan

pengawasan Obat dan

Makanan dengan

memberikan alokasi

anggaran pelaksanaan

regulasi Obat dan Makanan.

Meningkatkan

kapasitas

kelembagaan BPOM

Meningkatnya

Kualitas Kapasitas

Kelembagaan BPOM

1. Nilai SAKIP

Page 68: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

61

Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BBPOM di Semarang

periode 2015-2019 sesuai penjelasan di atas, adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2.Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kegiatan

Balai Besar POM di Semarang Periode 2015-2019

VISI MISI TUJUAN SASARAN

STRATEGIS

INDIKATOR KEGIATAN

bat dan

Makanan

Aman

Meningkatkan

Kesehatan

Masyarakat

dan Daya

Saing Bangsa

Meningkatkan sistem

pengawasan Obat dan

Makanan berbasis risiko

untuk melindungi

masyarakat

Meningkatnya

jaminan produk

Obat dan

Makanan aman

Menguatnya

Sistem

Pengawasan Obat

dan Makanan

1. Jumlah sampel yang diuji

menggunakan parameter kritis

2. Pemenuhan target sampling

produk Obat di sektor publik

(IFK)

3. Persentase cakupan pengawasan

sarana produksi Obat dan

Makanan

4. Persentase cakupan pengawasan

sarana distribusi Obat dan

Makanan

5. Jumlah Perkara di bidang Obat

dan Makanan

Mendorong kemandirian

pelaku usaha dalam

memberikan jaminan

keamanan Obat dan

Makanan serta memperkuat

kemitraan dengan

pemangku kepentingan.

Meningkatnya

daya saing Obat

dan Makanan di

pasar lokal dan

global dengan

menjamin mutu

dan mendukung

inovasi

Meningkatnya

kemandirian

pelaku usaha,

kemitraan dengan

pemangku

kepentingan dan

partisipasi

masyarakat.

6. Jumlah layanan informasi

BB/BPOM

7. Jumlah komunitas yang

diberdayakan

Meningkatkan kapasitas

kelembagaan BPOM

Meningkatnya

Kualitas

Kapasitas

Kelembagaan

BPOM

8. Persentase pemenuhan sarana dan

prasarana sesuai standar

9. Jumlah dokumen perencanaan,

penganggaran, dan evaluasi yang

dilaporkan tepat waktu

Page 69: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

62

BAB III

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI

DAN KERANGKA KELEMBAGAAN

3.1 ARAH KEBIJAKANDAN STRATEGIBADAN POM

Sebagaimana visi dan misi pembangunan nasional periode 2015-2019, untuk

mewujudkan visi dilaksanakan 7 (tujuh) misi pembangunan yang salah satunya

adalah mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan

sejahtera. Visi-misi ini selanjutnya dijabarkan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas

pembangunan yang disebut NAWA CITA, sebagai berikut:

1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan

memberikan rasa aman pada seluruh Warga Negara (Perkuat peran dalam

kerjasama global dan regional),

2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan

terpercaya (membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah),

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan

desa dalam kerangka Negara Kesatuan (pengurangan ketimpangan antar

kelompok ekonomi masyarakat),

4. Memperkuat kehadiran Negara dalam melakukan reformasi sistem dan

penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya

(pemberantasan narkotika dan psikotropika),

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (pembangunan kesehatan

khususnya pelaksanaan program Indonesia sehat),

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional

(peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi),

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan setor-sektor strategis

ekonomi domestik (peningkatan kedaulatan pangan),

8. Melakukan revolusi karakter bangsa, dan

9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab BPOM pada periode 2015-

2019, maka BPOM utamanya akan mendukung agenda nawacita ke 5 meningkatkan

kualitas hidup manusia Indonesia dengan menunjang program Indonesia Sehat

melalui pengawasan obat dan makanan. Selain itu juga mendukung 4 (empat)

agenda prioritas pembangunan sebagaimana Tabel 3.1 berikut ini.

Page 70: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

63

Tabel 3.1.Sembilan Agenda Prioritas Pembangunan (NAWACITA)

Peningkatan kualitas hidup manusia tidak hanya tercermin pada penyediaan

lapangan pekerjaan dan jaminan pendapatan semata, melainkan juga pemenuhan

hak-hak dasar warga negara untuk memperoleh layanan publik. Dalam perspektif

tersebut, pembangunan manusia dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat

Indonesia yang sehat, berpendidikan, berakhlak mulia, bermoral, beretika,

berbudaya, dan beradab, serta berdaya saing untuk menciptakan kemakmuran dan

kesejahteran bagi seluruh bangsa Indonesia. Kualitas SDM tercermin dari tingkat

pendidikan, kesehatan dan pendapatan penduduk yang menjadi komponen initi

Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Indonesia terus mengalami peningkatan

dari 71,8 tahun 2009 menjadi 73,8 pada tahun 2013.

Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan di atas, perlu disertai gerakan

Revolusi Mental, dengan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku

setiap orang, yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan, sehingaIndonesia

menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Revolusi Mental mengandung nilai-nilai esensial yang harus diinternalisasi baik

pada setiap individu maupun bangsa, yaitu: etos kemajuan, etika kerja, motivasi

berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan, berpandangan optimistis, produktif-

Page 71: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

64

inovatif-adaptif, kerja sama dan gotong royong, dan berorientasi pada kebajikan

publik dan kemaslahatan umum.

Dalam Sasaran Pokok RPJMN 2015-2019, BPOM termasuk dalam 2 (dua)

bidang yaitu 1) Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama - Subbidang

Kesehatan dan Gizi Masyarakat, dan 2) Bidang Ekonomi- Sub bidang UMKM dan

Koperasi.

Fokus pada pembangunan subbidang kesehatan dan SDM, tantangan ke

depan adalah meningkatkan upaya promotif dan preventif; meningkatkan pelayanan

kesehatan ibu anak, perbaikan gizi (spesifik dan sensitif), mengendalikan penyakit

menular maupun tidak menular, meningkatkan pengawasan obat dan makanan, serta

meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan.

Sebagai salah satu aspek pendukung pembangunan manusia di bidang

kesehatan dan gizi masyarakat, pengawasan Obat dan Makanan dihadapkan pada

beberapa tantangan. Beberapa permasalahan dan Isu Strategis terkait pengawasan

Obat dan Makanan tercakup dalam Permasalahan dan Isu Strategis ke-5: Pemenuhan

Ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, danPengawasan Obat dan Makanan. Saat ini

persentase obat yang telah memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan baru

mencapai 92 persen. Pada tahun 2014 industri farmasi yang memenuhi CPOB

terkini baru mencapai 83,66%.

Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya status kesehatan ibu

dan anak, meningkatnya status gizi masyarakat, meningkatnya pengendalian

penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya penyehatan lingkungan,

meningkatnya pemerataan akses dan mutu pelayanan kesehatan, meningkatnya

perlindungan finansial, meningkatnya ketersediaan,persebaran, dan mutu sumber

daya manusia kesehatan, serta memastikan ketersediaan obat dan mutu Obat dan

Makanan. Sasaran pokok tersebut antara lain tercermin dari indikator yang terkait

BPOM sebagai berikut:

No Indikator Status Awal Target 2019

1 Persentase Obat yang memenuhi syarat 92,0 94,0

2

Persentase Makanan yang memenuhisyarat

87,6 90,1

(Sumber: RPJMN 2015-2019)

Page 72: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

65

Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan

dan Gizi Masyarakat tahun 2015-2019, ditetapkan satu arah kebijakan

pembangunan di bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat yang terkait

denganBPOM adalah “Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan”,

melalui strategi:

1. Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko;

2. Peningkatan sumber daya manusia pengawas Obat dan Makanan;

3. Penguatan kemitraan pengawasan Obat dan Makanan dengan pemangku

kepentingan;

4. Peningkatan kemandirian pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko oleh

masyarakat dan pelaku usaha;

5. Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong

peningkatan daya saing produk Obat dan Makanan; dan

6. Penguatan kapasitas dan kapabilitas pengujian Obat dan Makanan.

Pengawasan Obat dan Makanan terkait dengan 1 (satu) dari 5 (lima) strategi

Pembangunan Ekonomi, subbidang UMKM dan Koperasi, yaitu dalam hal

peningkatan nilai tambah produk melalui peningkatan penerapan standardisasi

produk dan sertifikasi halal, keamanan pangan dan obat.

Pada Matriks Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan

KehidupanBeragama, terdapat 3 (tiga) program lintas di bawah koordinasi

MenkoPembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang melibatkan BPOM

yaitu:

Program Lintas Percepatan Perbaikan Gizi Masyarakat, terdiri atas 12 Program

di 11 K/L termasuk Program Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan

melalui 3 (tiga) kegiatan dan diukur dengan ukuran 1 (satu) indikator kinerja

program (IKP) dan 5 (lima) indikator kinerja kegiatan (IKK), sebagai berikut:

Page 73: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

66

Kode Program/Kegiatan Indikator

1.2 Program Pengawasan

Obat dan Makanan

Persentase Makanan yang Memenuhi Syarat

1.2.1 Pengawasan Produk

dan Bahan Berbahaya

Persentase sarana distribusi yang menyalurkan

bahan berbahaya sesuai ketentuan

1.2.2 Penilaian Pangan

Olahan

Persentase Keputusan penilaian pangan olahan

yang diselesaikan

1.2.3 Surveilans dan

Penyuluhan

Keamanan Pangan

Jumlah hasil kajian profil risiko keamanan

pangan

Jumlah Kabupaten / Kota yang sudah

menerapkan peraturan Kepala BPOM tentang

IRTP

Jumlah desa pangan aman yang menerima

intervensi pengawasan keamanan pangan

Program Lintas Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pengendalian Penyakit

terdiri atas program Dukungan Manajemen Kemenkes, P2PL, Kepemudaan dan

Olahraga, serta Program Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan

melalui 9 (sembilan) kegiatan dengan ukuran 1 (satu) IKP dan 19 IKK, sebagai

berikut:

Kode Program/Kegiatan Indikator

3.4 Program Pengawasan

Obat dan Makanan

Persentase obat yang memenuhi syarat

3.4.1 Inspeksi dan

Sertifikasi Obat

Tradisional,

Kosmetik, dan

Suplemen Kesehatan

Persentase hasil inspeksi sarana produksi dan

distribusi OT, Kosmetika dan Suplemen

Kesehatan yang memerlukan pendalaman mutu

dan atau diverifikasi.

Persentase OT, kosmetik, dan suplemen

kesehatan dan produk kuasi TMS yang dianalisis

dan ditindaklanjuti

Persentase berkas permohonan sertifikasi OT,

Kosmetik dan Suplemen Kesehatan, dan Produk

Kuasi yang mendapatkan keputusan tepat waktu

Page 74: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

67

Jumlah pelaku usaha industry obat tradisional

(IOT) yang memiliki sertifikat CPOTB

Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam

pemenuhan ketentuan

3.4.2 Inspeksi dan

Sertifikasi Pangan

Jumlah inspeksi sarana produksi dan distribusi

pangan yang dilakukan dalam rangka

pendalaman mutu dan sertifikasi

Persentase penyelesaian tindak lanjut

pengawasan mutu dan keamanan produk pangan

Persentase industri pangan olahan yang mandiri

dalam rangka menjamin keamanan pangan

3.4.3 Pengembangan Obat

Asli Indonesia

Jumlah pedoman/publikasi informasi keamanan,

kemanfaatan/khasiat dan mutu hasil

pengembangan OAI

3.4.4 Pengawasan

Narkotika,

Psikotropika,

Prekursor, dan Zat

Adiktif

Persentase label dan iklan produk tembakau

yang memenuhi ketentuan

Persentase penyelesaian pemberian sanksi TL

tepat waktu terhadap sarana pengelola NPP yang

tidak memenuhi ketentuan

Persentase permohonan rekomendasi Analisa

Hasil Pengawasan (AHP) untuk impor/ekspor

narkotika, psikotropika, dan precursor yang

diselesaikan tepat waktu (persen)

3.4.5 Penilaian Obat

Tradisional,

Suplemen Kesehatan,

dan Kosmetik

Persentase keputusan penilaian Obat

Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan

yang disusun

3.4.6 Penyusunan Standar

Obat Tradisional,

Kosmetik, dan

Suplemen Kesehatan

Jumlah Standar Obat Tradisional, Kosmetik, dan

Suplemen Kesehatan yang disusun

3.4.7 Penyusunan Standar

Pangan

Jumlah standar Obat Tradisional, Kosmetik, dan

Suplemen Kesehatan yang disusun

Page 75: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

68

3.4.8 Investigasi Awal dan

Penyidikan terhadap

Pelanggaran Bidang

Obat dan Makanan

Jumlah intervensi ke BB/BPOM dalam

pelaksanaan Investigasi Awal dan Penyidikan

tindak pidana di bidang obat dan makanan

Jumlah Perkara tindak Pidana di Bidang Obat

dan Makanan yang ditangani Pusat Penyidikan

Obat dan Makanan

3.4.9 Riset Keamanan,

Khasiat, dan Mutu

Obat dan Makanan

Meningkatnya hasil riset di bidang pengawasan

Obat dan Makanan

Program Lintas Peningkatan Perlindungan Sosial Penduduk melalui Kartu

Indonesia Sehat terdiri atas Program Penguatan Pelaksanaan JKN, Program

Pembinaan Upaya Kesehatan, Program PSDMK, dan Pengawasan Obat dan

Makanan yang dilaksanakan melalui 6 (enam) kegiatan dengan ukuran 1 (satu)

IKP dan 11 IKK, sebagai berikut :

Kode Program/Kegiatan Indikator

4.4 Program Pengawasan

Obat dan Makanan

Persentase obat yang memenuhi syarat

4.4.1 Pengawasan Obat dan

Makanan di 33

BB/Balai POM

Jumlah sampel yang diuji menggunakan

parameter kritis

Persentase cakupan pengawasan sarana produksi

obat dan makanan

Pemenuhan target sampling produk obat di

sektor publik

4.4.2 Pengawasan

Distribusi Obat

Persentase peningkatan PBF yang memenuhi

CPOB

Jumlah kajian farmakovigilance obat beredar

yang dikomunikasikan

4.4.3 Pengawasan Produksi

Obat

Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal

yang ditindaklanjuti tepat waktu

Jumlah industry farmasi yang meningkat tingkat

kemandiriannya

Page 76: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

69

4.4.4 Penilaian Obat Persentase keputusan penilaian obat yang

diselesaikan

4.4.5 Penyusunan Standar

Obat

Jumlah Standar Obat yang disusun

4.4.6 Pemeriksaan secara

Laboratorium,

Pengujian dan

Penilaian Keamanan,

Manfaat dan Mutu

Obat dan Makanan

serta Pembinaan

Laboratorium POM

Persentase pemenuhan Laboratorium Balai

Besar/ Balai POM yang sesuai persyaratan Good

Laboratorium Practices (GLP)

Persentase sampel uji yang ditindaklanjuti tepat

waktu

Untuk mendukung agenda ke-3 membangun dari pinggiran, BPOM

mengantisipasi terhadap pertumbuhan daerah baru yang berdampak pada perlunya

peningkatan pengawasan obat dan makanan. Untuk itu selama 2015-2019, BPOM

akan memperkuat BB/Balai POM termasuk Pos POM yang merupakan

kepanjangan tangan dari BB/Balai POM. Saat ini terdapat 33 BB/BPOM dan 10

pos POM diseluruh Indonesia.

Pengarusutamaan Gender melalui K/L. Terdapat 1 indikator penerapan

PUG oleh BPOM, yaitu pada Isu Strategis III. a. Meningkatkan kapasitas

kelembagaan PUG, dengan kegiatan Pengembangan Tenaga dan Manajemen

Pengawasan Obat dan Makanan. Sasaran: Terselenggaranya pengembangan tenaga

dan manajemen pengawasan Obat dan Makanan serta penyelenggaraan operasional

perkantoran. Indikator: Persentase Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditingkatkan

kualitasnya melalui pendidikan S1, S2, S3.

3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BALAI BESAR POM DI

SEMARANG

Badan POM akan menyelenggarakan program dengan mengacu kepada

upaya mewujudkan cita-cita pembangunan melalui gerakan Revolusi Mental, serta

“Meningkatnya Perlindungan Finansial, Pemerataan dan Mutu Pelayanan, serta

Ketersediaan, Penyebaran dan Mutu Obat dan Sumber Daya Kesehatan,” yang

terkait kewenangan BPOM.

Page 77: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

70

Revolusi Mental menjadi upaya mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan

perilaku setiap orang, yang berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan, sehinga

Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa

lain di dunia. Revolusi Mental mengandung nilai-nilai esensial yang harus

dinternalisasi baik pada setiap individu maupun bangsa, yaitu: etos kemajuan, etika

kerja, motivasi berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan, berpandangan

optimistis, produktif-inovatif-adaptif, kerja sama dan gotong royong, dan

berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum.

Salah satu aspek untuk mendukung pembangunan manusia tersebut

dilakukan melalui pengawasan Obat dan Makanan. Saat ini persentase obat yang

telah memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan terus meningkat dan pada

tahun 2013 telah mencapai 92%. Ketersediaan obat dan vaksin telah cukup baik,

yaitu mencapai 96,93% pada tahun 2013. Namun ketersediaan di tingkat fasilitas

pelayanan kesehatan dasar masih belum memadai. Misalnya Puskesmas yang

mempunyai lebih dari 80 persen jenis obat umum yang cukup baru mencapai 13,2%.

Selain itu, variasi ketersediaan obat dan vaksin masih tinggi.

Dalam upaya mencapai kemandirian pemenuhan obat dalam negeri, hampir

90% kebutuhan obat dapat diproduksi dalam negeri, meski hampir 96% bahan baku

industri farmasi masih tergantung bahan baku impor. Tingkat ketergantungan ini

dapat diminimalisasi dengan peningkatan kemandirian di bidang obat dengan

menumbuhkan industri Bahan Baku Obat bahan sintesa dan Obat Tradisional.dalam

negeri yang didukung secara serius oleh riset. Untuk menunjang upaya pencapaian

kemandirian bahan baku obat tersebut, harus dilakukan penguatan jejaring antara

Pemerintah-Pelaku usaha di bidang Obat-Perguruan Tinggi.

Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan dan

Gizi Masyarakat tahun 2015-2019, maka salah satu arah kebijakan dan strategi

pengawasan Obat dan Makanan dalam “Meningkatkan Pengawasan Obat dan

Makanan”, dilaksanakan melalui:

1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk

melindungi masyarakat.

Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko dimulai dari

perencanaan yang diarahkan berdasar pada aspek teknis, ekonomi, sosial dan

spasial. Aspek-aspek tersebut dilakukan dengan pendekatan analisis risiko

yaitu dengan memprioritaskan pengawasan kepada hal-hal yang berdampak

Page 78: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

71

risiko lebih besar agar pengawasan yang dilakukan lebih optimal.

Keberadaan BB/Balai POM hampir di seluruh wilayah Indonesia

memungkinkan BPOM meningkatkan pemerataan pembangunan terutama di

bidang pengawasan Obat dan Makanan. Perencanaan berbasis spasial menjadi

hal yang perlu diperhatikan karena secara logis risiko terhadap Obat dan

Makanan yang beredar di masyarakat berbeda pada setiap lokus atau wilayah di

daerah. Kebijakan ini harus dijabarkan oleh BB/Balai POM di daerah dalam

perencanaan Pengawasan Obat danMakanan di catchment area-nya.

Selain itu, penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan juga didorong

untuk meningkatkan perlindungan kepada kelompok rentan meliputi balita,

anak usia sekolah, dan penduduk miskin. Pada pengawasan Obat, hal ini

dilakukan antara lain melalui pengawasan keamanan, khasiat, dan mutu vaksin

serta Obat Program JKN. Pada pengawasan makanan, kelompok rentan ini

bahkan telah diidentifikasi mencakup bayi, orang sakit, ibu hamil, orang dengan

immunocompromised, dan manula.

Pengawasan ini dilakukan antara lain melalui pengawasan pangan berisiko

tinggi (seperti susu formula dan produk kaleng), pengawasan Pangan Jajanan

Anak Sekolah, dan pengawasan pangan fortifikasi.

2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian

pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk

Obat dan Makanan.

Sejalan dengan Revolusi Mental, diharapkan BPOM dapat meningkatkan

kemandirian ekonomi utamanya daya saing Obat dan Makanan. Pendekatan

dalam kebijakan ini meliputi antara lain penerapan RiskManagement Program

secara mandiri dan terus menerus oleh produsenObat dan Makanan.

Ketersediaan tenaga pengawas merupakan tanggung jawab produsen. Namun

BPOM perlu memfasilitasi pemenuhan kualitas sumber daya pengawas tersebut

melalui pembinaan dan bimbingan, pelatihan, maupun media informasi, serta

verifikasi kemandirian tersebut.

3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui

kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam

pengawasan Obat dan Makanan.

Menyadari keterbatasan BPOM, baik dari sisi kelembagaan maupun sumber

daya yang tersedia (SDM maupun pembiayaan), maka kerjasama kemitraan dan

Page 79: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

72

partisipasi masyarakat adalah elemen kunci yang harus dipastikan oleh BPOM

dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan. Di sisi

lain, tanggung jawab pengawasan Obat dan Makanan (walau mandat

konstitusionalnya ada di BPOM) ini mestinya tidak hanya melekat dan menjadi

monopoli BPOM, tapi pemerintah daerah dan masyarakat juga dituntut untuk

ikut andil dan terlibat aktif dalam pelaksanaan pengawasan tersebut. Dalam hal

ini BPOM mestinya jeli dan proaktif dalam mendorong kerjasama dan

kemitraan dengan melibatkan berbagai kelompok kepentingan dalam dan luar

negeri, baik dari unsur pemerintah, pelaku usaha (khususnya Obat dan

Makanan), asosiasi pihak universitas/akademisi, media dan organisasi

masyarakat sipil terkait lainnya, dalam upaya memastikan bahwa Obat dan

Makanan yang beredar di masyarakat itu aman untuk dikonsumsi. Bentuk draft

dan model kerjasama/kemitraan itu juga harus dirancang dengan fleksibel, tapi

tetap mengikat dan dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam kerjasama,

serta berkelanjutan dengan terpantau. Kebijakan ini juga dapat difokuskan pada

memaksimalkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik sebagai upaya

strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal ini, yang harus

dipastikan bahwa materi KIE itu harus distandarkan, memiliki muatan

informatif dan jelas menguraikan pesan yang dikampanyekan, serta mampu

menjangkau khalayak yang ingin disapa oleh BPOM tersebut (misalnya

memanfaatkan berbagai media sosial).

4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan OM melalui penataan struktur

yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja

yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif

dan efisien.

Kebijakan ini mengarahkan pada pengelolaan sumber daya internal secara

efektif dan efisien, dengan fokus pada 8 (delapan) area reformasi birokrasi

untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis,

dan terpercaya. Pengelolaan persediaan, penataan aset, penguatan kapasitas

laboratorium, penguatan sistem informasi teknologi untuk mendukung

pelayanan publik, pengembangan SIPT sebagai aplikasi knowledge base dalam

mendukung risk based control, penguatan sistemperencanaan dan

penganggaran, serta implementasi keuangan berbasis akrual perlu menjadi

penekanan/agenda prioritas.

Page 80: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

73

Dalam upaya meraih WTP, selain memelihara komitmen dan integritas

pimpinan, para pengelola keuangan, dan pelaksana kegiatan, perlu juga

dilakukan strategi dan upaya penguatan Sistem Pengendalian Intern.

Pemerintah (SPIP), penguatan perencanaan dan penganggaran, peningkatan

kualitas laporan keuangan (LK), peningkatan kualitas proses pengadaan Barang

dan Jasa, pembenahan penatausahaan BMN (aset tetap dan persediaan),

penguatan monitoring dan evaluasi, peningkatan kualitas pengawasan dan reviu

LK, serta percepatan penyelesaian tindak lanjutLaporan Hasil Pemeriksaan

(LHP).

Terkait perencanaan dan penganggaran, sesuai tuntutan suprasistem, BPOM

perlu mengubah data elektronisasi menjadi data bentuk peta (spasial) dapat

diakses secara online dan real time yaitu berupa data-data kondisi (misalnya

peta penyebaran sarana produksi & sarana distribusiObat dan Makanan), peta

capaian hasil kinerja pengawasan (misalnya peta hasil pengujian laboratorium,

penyelesaian kasus, dan sebagainya). Selain itu data-data perlu diolah dan

dilakukan analisis kesenjangan kinerja pengawasan antar wilayah sehingga

dapat menjadi input dalam pelaksanaan program pengawasan Obat dan

Makanan berbasis risiko.

Selain memberi arah penguatan ke dalam institusi BPOM, kebijakan iniperlu

disertai dengan strategi dan upaya peningkatan kerjasama dan komunikasi ke

pihak eksternal yang strategis.

Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal:

Eksternal:

1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat dan

Makanan;

2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan

Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan;

Internal:

1) Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan berbasis

risiko;

2) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja

individu/pegawai;

3) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan

untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai;

Page 81: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

74

4) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BPOM di tingkat pusat dan

daerah secara lebih proporsional dan akuntabel;

5) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama

dalam mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan.

Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan

dengan lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarak

sipil). Mengingat begitu kompleksnya tantangan dari lingkungan strategis baik

internal maupun eskternal seperti yang diuraikan pada Bab I tersebut di atas, maka

dengan sendirinya menuntut penyesuaian-penyesuaian dalam mekanisme internal

organisasi dan kelembagaan BPOM sendiri. Untuk konteks kerjasama misalnya,

secara kelembagaan selama ini di BPOM belum ada satu Deputi/Biro/Bagian khusus

yang menangani terkait dengan kerjasama ini. Bahwa ada Biro Kerjasama Luar

Negeri, tetapi fokus tugas dan fungsi Biro ini tidak terkait dengan model kerjasama

yang akan dikembangkan oleh BPOM ke depan. Oleh sebab itu, perlu segera

melakukan pembenahan di level organisasi dan kelembagaan dengan membentuk

satuDeputi/Biro/Bagian khusus yang bertanggungjawab atas program kerjasama dan

kemitraan ini.

Sedangkan strategi internal lebih difokuskan pada pembenahan internal

organisasi dan kelembagaan serta sumber daya pegawai BPOM sendiri. Poin

penting yang harus diperhatikan di sini adalah soal SDM pegawai, karena kunci

keberhasilan sebuah lembaga sangat ditentukan dari kualitas SDM-nya.

Agar pembangunan pengawasan Obat dan Makanan menjadi tajam dan

terarah, arah kebijakan dan strategi tersebut harus dijabarkan pada perencanaan

tahunan dengan penekanan sesuai isu nasional terkini (penjabaran tahunan

Nawacita) dan atau mengacu alternatif penekanan sebagai berikut :

– Tahun 2016: Mendorong penguatan kelembagaan dan Pengembangan program

strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan serta memaksimalkan fungsi

pelayanan publik. (Dalam hal ini Penguatan Laboratorium, Sistem IT dan

Dukungan Sarana Prasarana menjadi pra syarat yang harus dipenuhi)

– Tahun 2017: Penguatan regulasi di bidang pengawasan Obat dan Makanan

termasuk Pelaksanaan Regulatory Impact Analysis, Penguatan sistem data pre

dan post terintegrasi antara pusat dan daerah (sistem pemeriksaanpenyidikan dan

pengujian), dan Penguatan Kapasitas dan Kapabilitas Laboratorium Pengawasan

Page 82: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

75

Obat dan Makanan untuk memaksimalkan Fungsi Penegakan Hukum.

– Tahun 2018: Penguatan dalam penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan

Makanan didukung dengan analisis dampak efektifitas pengawasan secara

ekonomi dan sosial untuk mendukung pencapaian pembangunan nasional.

(Dalam hal ini economic burden akibat pengawasan Obat dan Makanan yang

tidak efektif akan menjadi beban pemerintah secara nasional).

– Tahun 2019: Percepatan pengawasan Obat dan Makanan serta evaluasi program

(Renstra 2015-2019) dalam rangka peningkatan kinerja pengawasan Obat dan

Makanan periode berikutnya.

Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan

Obat dan Makanan tersebut, BPOM menetapkan program-programnya sesuai

RPJMN periode 2015-2019, yaitu program utama (teknis) dan program pendukung

(generik), sebagai berikut:

a. Program Teknis Pengawasan Obat dan Makanan

Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Badan

Pengawasan Obat dan Makanan dalam menghasilkan standardisasi dalam

pemenuhan mutu, keamanan dan manfaat Obat dan Makanan melalui

serangkaian kegiatan penetapan standar pengawasan, penilaian Obat dan

Makanan sesuai standar, pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan

terhadap sarana distribusi, sampling dan pengujian Obat dan Makanan beredar,

penegakan hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku

kepentingan.

b. Program Generik

1) Program generik 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas

Teknis lainnya.

2) Program generik 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana BPOM.

Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan

prioritas BPOM, sebagai berikut:

a. Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan

1) Penyusunan standar Obat dan Makanan berupa Norma, Standar, Prosedur

dan Kriteria (NSPK) pengawasan Obat dan Makanan (pre dan post-market);

2) Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian Obat;

3) Peningkatan cakupan pengawasan mutu Obat dan Makanan beredar melalui

penetapan prioritas sampling berdasarkan risiko termasuk iklan dan

Page 83: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

76

penandaan.

4) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan,

sarana pelayanan kesehatan, serta sarana produksi dan sarana distribusi

Pangan dan Bahan Berbahaya;

5) Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif;

6) Penguatan kemampuan pengujian meliputi sistem dan sumber daya

laboratorium Obat dan Makanan;

7) Penyidikan terhadap pelanggaran Obat dan Makanan;

8) Peningkatan penelitian terkait pengawasan Obat dan Makanan antara lain

regulatory science, life science;

9) Peningkatan Pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan pemangku

kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat.

b. Kegiatan untuk melaksanakan ketiga program generik (pendukung):

1) Koordinasi dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan

Anggaran, Keuangan;

2) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat

dan Makanan;

3) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta Peningkatan

Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM;

4) Peningkatan Kompetensi Aparatur BPOM;

5) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan Konsumen dan

Hubungan Masyarakat.

Untuk mewujudkan pencapaian sasaran strategis, maka masing-masing

sasaran strategis BPOM periode 2015-2019 dijabarkan kepada sasaran program dan

kegiatan berdasarkan logic model perencanaan. Adapun logicmodel penjabaran

terhadap sasaran program dan kegiatan sesuai dengan unitorganisasi di lingkungan

BPOM adalah sebagai berikut:

Page 84: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

77

Gambar 3.1. Log Frame Balai Besar POM di Semarang

Berdasarkan hasil Analisa paparan dan pencapaian hasil pengawasan Obat

dan Makanan di Jawa Tengah dan arah kebijakan pengawasan Obat dan Makanan

Nasional, arah kebijakan dan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis

Balai Besar POM di Semarang periode 2015-2019, adalah:

1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk

melindungi masyarakat

2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong

kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya

saing produk Obat dan Makanan

3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui

kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam

pengawasan Obat dan Makanan

Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat

Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat

Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat

Page 85: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

78

4) Penguatan kompetensi SDM pengawasan Obat dan Makanan melalui

penataan dan perningkatan jabatan fungsional, proses bisnis yang tertata dan

efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan

sumber daya yang efektif dan efisien.

Tabel 3.2. Program, Sasaran Program, Kegiatan Strategis, Sasaran Kegiatan dan

Indikator Balai Besar POM di Semarang

PROGRAM SASARAN

PROGRAM

KEGIATAN

STRATEGIS

SASARAN

KEGIATAN

INDIKATOR PIC

PROGRAM

PENGAWASAN

OBAT DAN

MAKANAN

Menguatnya

sistem

pengawasan Obat

dan Makanan

Pengawasan Obat

dan Makanan

1. Meningkatnya

kualitas sampling dan

pengujian terhadap

produk Obat dan

Makanan yang

beredar

2. Meningkatnya

kualitas sarana

produksi yang

memenuhi standar

3. Meningkatnya

kualitas sarana

distribusi yang

memenuhi standar

4. Meningkatnya hasil

tindak lanjut

penyidikan terhadap

pelanggaran Obat dan

Makanan

1. Jumlah sampel yang diuji

menggunakan parameter

kritis

2. Persentase cakupan

pengawasan sarana

produksi Obat dan

Makanan

3. Pemenuhan target sampling

produk Obat di sektor

publik (IFK)

4. Persentase cakupan

pengawasan sarana

distribusi Obat dan

Makanan

5. Jumlah Perkara di bidang

Obat dan Makanan

Bid Pengujian

Bid PemDik

Bid PemDik

Bid PemDik

Bid PemDik

Meningkatnya

kemandirian

pelaku usaha,

kemitraan dengan

pemangku

kepentingan dan

partisipasi

masyarakat

Meningkatnya kerjasama,

komunikasi, informasi

dan edukasi

6. Jumlah layanan publik

BBPOM di Semarang

7. Jumlah komunitas yang

diberdayakan

Bid Serlik

Bid Serlik

Meningkatnya

kualitas kapasitas

kelembagaan

Balai Besar POM

di Semarang

1. Pengadaan Sarana

dan Prasarana yang

terkait Pengawasan

Obat dan Makanan

2. Penyusunan

perencanaan,

penganggaran

keuangan dan

evaluasi yang

dilaporkan tepat

waktu

8. Persentase pemenuhan

sarana prasarana sesuai

standar

9. Jumlah dokumen

perencanaan, penganggaran

dan evaluasi yang

dilaporkan tepat waktu

Sub Bag. TU

Sub Bag. TU

Page 86: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

79

3.3 KERANGKA REGULASI

Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan Obat dan Makanan, dibutuhkan

adanya regulasi yang kuat guna mendukung sistem pengawasan.Sebagai Lembaga

Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang mempunyai tugas teknis, tidak hanya

regulasi yang bersifat teknis saja yang harus dipenuhi, melainkan perlu adanya

regulasi yang bersifat adminitratif dan strategis. Pengawasan Obat dan Makanan

merupakan tugas pemerintahan yang tidak dapat dilakukan sendiri, dan dalam

praktiknya dibutuhkan kerjasama dengan banyak sektor terkait, baik pemerintah

maupun swasta. Untuk itu, regulasi perlu dirancang sedemikian agar sesuai dengan

tugas pengawasan Obat dan Makanan.

Selama ini, dalam pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan masih

dijumpai kendala yang berkaitan dengan koordinasi dengan pemangku kepentingan.

Balai Besar/Balai POM melaksanakan pengawasan seringkali harus berkoordinasi

dengan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. Dalam melaksanakan tugas dan

fungsi instansi pemerintah harus memperhatikan peraturan perundang-undangan

sepertiUndang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu aspek penting yang dilihat dari

berbagai segi. Dari segi kesehatan, Obat dan Makanan secara tidak langsung

mempunyai pengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat, bahkan tidak hanya

derajat kesehatan, namun menyangkut kehidupan seorang manusia. Obat dan

Makanan tidak dapat dipandang sebelah mata dan dianggap inferior dibanding

faktor-faktor lain yang menentukan derajat kesehatan. Selain di bidang kesehatan,

dari sisi ekonomi, Obat dan Makanan merupakan potensi yang sangat besar bagi

pelaku usaha (produsen dan distributor), sektor industri Obat dan Makanan dapat

menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup besar berkontribusi pada pengurangan

jumlah pengangguran.

Untuk dapat menyelenggarakan tugas pengawasan Obat dan Makanan secara

optimal, maka BPOM perlu ditunjang oleh regulasi atau peraturan perundang-

undangan yang kuat dalam lingkup pengawasan Obat dan Makanan.

Untuk itu, diperlukan beberapa regulasi yang penting dan dibutuhkan oleh

BPOM dalam rangka memperkuat sistem pengawasan antara lain:

1. UU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan Farmasi.

Mengingat RUU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan

Farmasi merupakan inistiatif DPR, maka dalam hal ini BPOM akan

Page 87: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

80

melakukan koordinasi dengan Panitia Kerja DPR UU ini dibutuhkan BPOM

untuk menjadi payung hukum yang tegas dalam pengawasan Obat dan

Makanan termasuk penegakan hukum.

2. Peraturan Perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan.

Peraturan ini dapat berupa Peraturan baru atau revisi Peraturan Kepala

BPOM atau Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan yang perlu disusun

untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan

Kepala BPOM yang bersifat teknis maupun non-teknis dapat diidentifikasi

oleh unit kerja baik di pusat maupun balai sebagai pelaksana dari kegiatan.

Beberapa contoh peraturan ini adalah Rancangan Peraturan Kepala BPOM

tentang obat kuasi; Rancangan Peraturan Kepala BPOM tentang Mekanisme

Monitoring Efek Samping Suplemen Kesehatan;Pemutakhiran Peraturan

Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen

Kesehatan.

3. Rancangan Peraturan Pemerintah(RPP) tentang Keamanan Mutu dan Gizi

Pangan serta RPP Label dan Iklan Pangan terkait Undang-Undang No 18

Tahun 2012 tentang Pangan, terutama yang berkaitan dengan pengawasan

makanan perlu dibuat peraturan pemerintah agar dapat dilaksanakan dengan

baik. Permasalahan pangan seharusnya tidak hanya berfokus pada ketahanan

pangan saja, namun juga pada keamanan pangan serta pemenuhan gizi dan

penyesuaian terhadap amanat UU pangan itu sendiri, yaitu pangan tidak

boleh bertentangan dengan agama dan keyakinan masyarakat Indonesia.

4. Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) terkait pelaksanaan UU No.

23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan urusan

pemerintah konkuren. Diharapkan NSPK ini juga mencakup pola tindak

lanjut hasil pengawasan Obat dan Makanan antara BPOM dengan daerah

terkait, termasuk penetapan sanksi terhadap fasilitas pelayanan kefarmasian

serta penetapan kewenangan instansi pemberi sanksi sebagai acuan daerah

dalam menyelenggarakan pengawasan di daerah. Diharapkan teentuknya

NSPK ini akan dapat menciptakan sinergi antara Pemerintah Pusat dan

Daerah berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 pasal 16 dalam hal: (1)

Pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dan (2) Sebagai pedoman

Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pengawasan Obat dan Makanan.

Untuk mendukung upaya ini perlu penguatan koordinasi dengan melibatkan

Page 88: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

81

kementerian terkait (contoh. Kemendagri) dalam penyusunan regulasi dan

pelaksanaan kegiatan di daerah, monitoring efektivitas implementasi NSPK.

Hal ini bertujuan agar pengawasan Obat dan Makanan dapat berjalan lebih

lancar, hasil pengawasan dapat ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan

terkait.

5. Standar kompetensi laboratorium dan standar GLP. Diharapkan dengan

adanya standar kompetensi tersebut BPOM dapat meningkatkan pengawalan

mutu Obat dan Makanan terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN

Kesehatan, dll.).

6. Dasar hukum legalisasi peran BPOM sebagai provider Uji Profisiensi dan

provider Baku Pembanding untuk meningkatkan pengawalan mutu Obat dan

Makanan oleh BPOM terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN

Kesehatan).

7. Regulasi yang mendukung optimalisasi Pusat Kewaspadaan Obat dan

Makanan dan Early Warning System (EWS) yang informatif, antara lain:

Peraturan baru terkait KLB dan Farmakovigilans dan Mekanisme

pelaksanaan Sistem Outbreak response dan EWS. Upaya ini dapat

membantu mempeaiki Sistem Outbreak response dan EWS yang belum

optimal dan informatif sehingga didapatkan response yang cepat dan efektif

pada saat terjadi outbreak bencana yang berkaitan dengan bahan obat dan

makanan (contoh: Obat terkontaminasi etilen glikol).

8. Juknis/pedoman untuk pengintegrasian penyebaran informasi Obat dan

Makanan. Adanya Juknis/pedoman tersebut diharapkan dapat memperbaiki

Sistem penyebaran informasi Obat dan Makanan yang belum terintegrasi,

termasuk dengan pemanfaatan hasil MESO, Monitoring Efek Samping Obat

Tradisional (MESOT), dan Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS).

9. Perlu adanya Peraturan dengan instansi terkait yang mengatur

regulatoryinsentive melalui bimbingan teknis, fast track registrasi (crash

program),misalnya semua laboratorium dalam lima tahun ke depan telah pra-

kualifikasi oleh lembaga internasional.

10. Peraturan Kepala BPOM tentang koordinasi dengan pemerintah daerah serta

Peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk

meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di daerah. Dalam

hal ini BPOM perlu meningkatkan advokasi tentang peranan pemerintah

Page 89: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

82

daerah dalam pengawasan Obat dan Makanan.

Balai Besar POM di Semarang sebagai unit pelaksana teknis Badan POM,

akan berupaya melakukan percepatan perlindungan kepada masyarakat.

Perlindungan dari permasalahan Obat dan Makanan dilakukan melalui pengefektifan

pelaksanaan pengawasan dan tindak lanjut hasil pengawasan.

Percepatan dimaksud perlu dikemas dalam sitem mutu penyelenggaraan

pengawasan Obat dan Makanan yang semakin praktis dan cepat. Penyempurnaan

SOP dan instruksi kerja merupakan hal yang perlu dilakukan secara

berkesinambungan, sehingga semua kegiatan berjalan lancar. Pelaksanaan

pengawasan dan tindak lanjut yang lebih cepat dapat mencegah terjadinya

ketidaksesuaian. Dengan demikian praktek produksi, distribusi dan pelayanan/ritel

Obat dan Makanan selalu terjaga dan terpercaya. Untuk hal tersebut, perlu pedoman

yang terkait dengan pedoman tata hubungan kerja, pola tindak lanjut serta instruksi

kerja yang memadai.

3.4. KERANGKA KELEMBAGAAN

Untuk memperkuat peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan

dalam melaksanakan mandat Renstra 2015-2019, maka dilakukan beberapa inisiatif

penataan kelembagaan, baik penataan dalam lingkup intraorganisasi BPOM

(organisasi induk) maupun penataan yang bersifat interorganisasi dalam bentuk

koordinasi lintas instansi/lembaga maupun hubungan dengan para pemangku

kepentingan.Beberapa aspek kelembagaan yang harus diintegrasikan dan

dikoordinasikan agar lebih efisien dan efektif adalah:

1. Penyempurnaan Struktur Organisasi dan Tata Kerja BPOM sesuai dengan

perubahan lingkungan strategis periode 2015-2019.

Penataan dalam kerangka kelembagaan bagi organisasi induk dilakukan dengan

memperhatikan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Tentang Kedudukan,

Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga

Pemerintah Non Departemen, antara lain dengan:

a. Penguatan Kantor Pusat BPOM dalam fungsi dan peran sebagai policycenter

(pengkaji, perumus, dan penetapan kebijakan) pengawasan Obat dan

Makanan;

b. Penguatan Pusat-Pusat sebagai center of excellence untuk memberikan

Page 90: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

83

dukungan kepada Kedeputian dalam hal: (1) pelaksanaan kajian strategis dan

konseptual; (2) pertimbangan proses pengambilan keputusan tertentu; (3)

pelaksanaan kegiatanteknis dan operasional tertentu dalam pengawasan Obat

dan Makanan.

National Regulatory Authority (NRA) yang kuat dan mendapat

pengakuandari internasional akan meningkatkan kepercayaan negara lain

terhadap produk Obat dan Makanan yang beredar dan diawasi oleh NRA

tersebut.Dengan demikian, perkuatan lembaga BPOM sebagai ujung tombak

perlindungan masyarakat terhadap produk Obat dan Makanan yang tidak

memenuhi syarat keamanan, mutu dan khasiatnya, secara tidak langsung

akan mendorong daya saing produk Obat dan Makanan dalam pasar nasional

dan internasional. Oleh sebab itu penjajakan dan peningkatan Kerjasama

BPOM dalam forum internasional baik tingkat bilateral, regional dan

multilateral diarahkan pada aspek:

a. Perkuatan Sistem Pengawasan produk Obat dan Makanan sesuai standar

internasional.

b. Perkuatan kapasitas laboratorium dalam rangka pengujian keamanan,

mutu dan khasiat/manfaat produk Obat dan Makanan sesuai dengan

perkembangan terkini.

c. Peningkatan kemampuan SDM dalam mengawasi produk Obat dan

Makanan berdasarkan standar internasional.

d. Harmonisasi standar produk Obat dan Makanan tanpa mengabaikan

kemampuan UMKM.

Page 91: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

84

NRA yang kuat

a. Lab yang mampu menguji

setiap jenis produk Obat

dan Makanan b. Kualitas SDM yang mampu

mengawasi produk Obat dan

Makanan sesuai

standar internasional

c. Sistem pengawasan Obat dan

Makanan sesuai

standar internasional

Gambar 3.2. Ilustrasi penguatan kerangka kelembagaan BPOM

untuk peningkatan daya saing Obat dan Makanan

Penataan kelembagaan bagi Unit Pelaksana Teknis (UPT) dilakukan dengan

berpegang pada Peraturan Menteri PAN No. PER/18/M.PAN/ll/2008, Tentang

Pedoman Organisasi Unit PelaksanaTeknis Kementerian dan Lembaga

Pemerintah Non Kementerian, dengan langkah penataan sebagai berikut :

a. Penguatan UPT sebagai responsibility center dalam pelaksanaan fungsi

BPOM di daerah untuk pelaksanaan mandat pada tingkat taktikal dan

operasional, sekaligus sebagai “ujung tombak” dalam penyelenggaraan

layanan teknis dan administratif yang telah didelegasikan dari BPOM;

b. Upaya peningkatan kinerja kelembagaan UPT melalui penataan ulang

kriteria dan klasifikasi UPT berdasarkan unsur pokok dan unsur penunjang;

Secara garis besar kerangka kelembagaan Badan Pengawas Obat dan Makanan

dituangkan pada di bawah ini. Dalam kerangka kelembagaan tersebut tampak

bahwa dalam pelaksanaan mandatnya BPOM menyelenggarakan fungsi produce,

provide, manage, dan apply.

Produk Obat dan Makanan terjamin aman, bermutu

dan berkhasiat sesuai

standar internasional

Koordinasi yang kuat

dengan Lintas Sektor

dalam rangka

peningkatan

standar produk UMKM

Daya Saing Produk Obat

dan Makanan meningkat

Page 92: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

85

Gambar 3.3. Kerangka kelembagaan pelaksanaan mandat BPOM

Fungsi produce, meliputi mandat untuk perumusan dan penetapan

kebijakan (regulating), penyelenggaraan layanan publik (executing), dan

pelaksanaan fasilitasi, pengembangan kapasitas, maupun kegiatan-kegiatan

penguatan bagi pihak lain (empowering). Fungsi provide, merupakan

menyediakan keluaran untuk dimanfaatkan langsung olehmitra atau pengguna

akhir. Untuk fungsi manage, merupakan fungsi pengelolaan sumberdaya

organsiasi agar dapat dicapai hasil yang optimal dalam mendukung kegiatan

operasional BPOM. Sedangkan apply adalah bentuk outreach dalam penciptaan

nilai tambah dan manfaat bagi masyarakat.

2. Penguatan lembaga-lembaga pemerintah di daerah di bidang pengawasan Obat

dan Makanan.

3. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas

sama dalam rangka mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan kesehatan.

4. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas

sama dalam rangka penyidikan hukum yang tergabung dalam aparat gabungan

penegak hukum. Hal ini sangat diperlukan karena peredaran Obat dan Makanan

ilegal merupakan aspek pidana yang masuk dalam sistem peradilan pidana.

5. Pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu yang telah diimplementasikan BPOM

untuk memastikan bisnis proses dan tata laksana baik dalam hal tata kelola

pembuatan keputusan, implementasi keputusan, tata kelola evaluasi, serta

manajemen kinerja dilaksanakan secara efektif, efisien, dan transparan.

Page 93: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

86

6. Penyempurnaan tata laksana dengan membuat prosedur-mekanisme penanganan

konflik antar unit organisasi.

7. Pemantapan pengelolaan SDM ASN, mulai dari perencanaan kebutuhan

berdasarkan analisa jabatan dan analisa beban kerja, peningkatan kompetensi

(hard maupun soft competency) dan profesionalisme ASN, penilaian kinerja

individu ASN, hingga penyusunan kebutuhan anggaran untuk biaya rutin ASN.

Untuk mampu menghadapi dinamika lingkungan strategis maka peningkatan

kompetensi akan dikembangkan agar ASN memiliki wawasan kebangsaan yang

kuat, memiliki endurance/tahan terhadap tekanan dalam pekerjaan, memiliki

kemampuan komunikasi internal dan eksternal baik di dalam negeri maupun luar

negeri. Penempatan ASN dalam jabatan fungsional seperti PFM maupun

fungsional lainnya diharapkan dapat mendorong profesionalisme ASN. BPOM

sebagai pembina jabatan fungsional PFM, ke depan akan bekerjasama dengan

Kemendagri untuk mendidik PFM yang berada di Pemda.

Page 94: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

87

BAB IV

TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

4.1 TARGET KINERJA

Sebagaimana sasaran strategis BBPOM di Semarang sesuai dengan tujuan

yang telah ditetapkan, maka target sesuai dengan indikator masing-masing sasaran

strategis adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Target Kinerja

Balai Besar POMdi Semarang

Sasaran

Strategis

Indikator

Target Kinerja

(target sampai tahun 2019 tidak kumulatif)

2015 2016 2017 2018 2019

Menguatnya Sistem

Pengawasan Obat dan

Makanan

Persentase Obat yang memenuhi syarat

meningkat

92,0 92,0 92,5 93.0 93,5

Persentase Obat Tradisional yang

memenuhi syarat meningkat

62,0 65,0 70,0 75,0 80,0

Persentase Kosmetik yang memenuhi

syarat meningkat

93,5 94,0 94,5 95,0 95,5

Persentase Suplemen Kesehatan yang

memenuhi syarat meningkat

96,0 96,5 97,0 97,5 98,0

Persentase Makanan yang memenuhi

syarat meningkat

80,0 82,0 84,0 86,0 88,0

Meningkatnya

kemandirian pelaku

usaha, kemitraan

dengan pemangku

kepentingan dan

partisipasi

masyarakat.

Tingkat kepuasan masyarakat 83,5 84,0 84,5 85,0 85,5

Jumlah Kabupaten/Kota yang

memberikan komitmen untuk

pelaksanaan pengawasan Obat dan

Makanan dengan memberikan alokasi

anggaran pelaksanaan regulasi Obat

dan Makanan

35 35 35 35 35

Meningkatnya

kualitas kapasitas

kelembagaan

Nilai SAKIP A A A A A

Meningkatnya kinerja

pengawasanObat dan

Makanan

Jumlah sampel yang diuji

menggunakan parameter kritis

3800 3800 3800 3800 3800

Pemenuhan target sampling produk

Obat di sektor publik (IFK)

100 100 100 100 100

Persentase cakupan pengawasan sarana

produksi Obat dan Makanan

36,92 38,52 40,13 41,73 43,34

Persentase cakupan pengawasan sarana

distribusi Obat dan Makanan

27,35 27,83 28,30 28,77 29,25

Jumlah Perkara di bidang obat dan

makanan

16 17 18 19 20

Jumlah layanan publik Balai Besar

POM di Semarang

4050 4075 4100 4125 4150

Jumlah Komunitas yang diberdayakan 21 26 31 36 41

Persentase pemenuhan sarana

prasarana sesuai standar

90,00 91,00 92,00 93,00 94,00

Jumlah dokumen perencanaan,

penganggaran, dan evaluasi yang

dilaporkan tepat waktu

10 9 10 9 10

Page 95: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

88

4.2 KERANGKA PENDANAAN

Sesuai target kinerja masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan

maka kerangka pendanaan untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran

strategis Balai Besar POM di Semarang periode 2015-2019 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2. Sasaran Strategis Indikator Kinerja dan Pendanaan

Balai Besar POM di Semarang

Sasaran Strategis Indikator

Alokasi Anggaran ( Miyar Rupiah)

(target sampai tahun 2019 tidak kumulatif)

2015 2016 2017 2018 2019

Menguatnya

Sistem

Pengawasan Obat

dan Makanan

8.059 8.865 9.752 10.727 11.800

Persentase Obat yang memenuhi syarat

meningkat

Persentase Obat Tradisional yang

memenuhi syarat meningkat

Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat

meningkat

Persentase Suplemen Makanan yang

memenuhi syarat meningkat

Persentase Makanan yang memenuhi syarat

meningkat

Meningkatnya

kemandirian

pelaku usaha,

kemitraan dengan

pemangku

kepentingan dan

partisipasi

masyarakat.

2.825 3.108 3.418 3.760 4.136

Tingkat kepuasan masyarakat

Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan

komitmen untuk pelaksanaan pengawasan

Obat dan Makanan dengan memberikan

alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat

dan Makanan

Meningkatnya

kualitas kapasitas

kelembagaan

17.237 41.059 29.744 2.727 3.000

Nilai SAKIP

Meningkatnya

kinerja

pengawasan Obat

dan Makanan

28.122 53.032 42.915 17.214 18.936

Jumlah sampel yang diuji menggunakan

parameter kritis

Pemenuhan target sampling produk Obat di

sektor publik (IFK)

Persentase cakupan pengawasan sarana

produksi Obat dan Makanan

Persentase cakupan pengawasan sarana

distribusi Obat dan Makanan

Jumlah Perkara di bidang obat dan makanan

Jumlah layanan publik BB/BPOM

Jumlah Komunitas yang diberdayakan

Persentase pemenuhan sarana prasarana

sesuai standar

Jumlah dokumen perencanaan,

penganggaran, dan evaluasi yang

dilaporkan tepat waktu

Page 96: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

Rencana Strategik

89

BABV

PENUTUP

Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang mengacu pada Rencana

Strategis Badan POM RI tahun 2015- 2019. Renstra ini sebagai panduan

pelaksanaan tugas dan fungsi untuk 5 (lima) tahun ke depan. Keberhasilan

pelaksanaan Renstra Tahun 2015-2019 sangat ditentukan oleh kesiapan

kelembagaan, ketatalaksanaan SDM dan sumber pendanaan, serta komitmen semua

pimpinan dan staf BBPOM di Semarang. Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan

Renstra Tahun2015-2019, setiap tahun akan dilakukan evaluasi. Apabila diperlukan,

dapat dilakukan perubahan/revisi muatan,termasuk indikator-indikator kinerjanya

yang dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan tanpa mengubah

tujuan yaitu meningkatkan kinerja lembaga dan pegawai dengan mengacu kepada

RPJMN 2015-2019.

Renstra Tahun 2015-2019 dijadikan acuan kerja bagi unit-unit kerja di

lingkungan Balai Besar POM di Semarangsesuai dengan tugas pokok dan fungsinya

masing-masing. Diharapkan semua unit kerja dapat melaksanakannya dengan

akuntabel serta berorientasi pada peningkatan kinerja unit kerja dan kinerja pegawai.

Diharapkan hasil pelaksanaan Renstra Balai Besar POM diSemarang Tahun

2015-2019 memberi dukungan capaian target kinerja Badan POM, dan dapat

memberikan kontribusi terhadap visi, misi dan program kerja Presiden dan Wakil

Presiden periode 2014-2019, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,

Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”.

Rencana Strategis ini merupakan langkah awal untuk melakukan

pengukuran kinerja dan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (LAKIP) Balai Besar POM di Semarang.Agar hasil kerja yang dicapai

optimal, Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang 2015-2019 ini akan

dikomunikasikan ke seluruh unit organisasi di lingkungan Balai Besar POM di

Semarang dan sektor terkait.Dengan dirumuskannya Rencana Strategis Balai Besar

POM di Semarang 2015-2019, semua kegiatan Balai Besar POM di Semarang

dalam periode 2015-2019 diharapkan akan mengacu pada rencana strategis yang

telah disepakati bersama.

Page 97: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

SP 2 Meningkatnya kemandirian pelaku usaha,

kemitraan dengan pemangku kepentingan

dan partisipasi masyarakat

2.825 3.108 3.418 3.760 4.136

2.1 Tingkat Kepuasan Masyarakat BBPOM di Semarang 83 83.50 84.00 84.50 85.00 85.50

2.2

Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan

komitmen untuk pelaksanaan pengawasan

Obat dan Makanan dengan memberikan

alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat

dan Makanan

BBPOM di Semarang 35 35 35 35 35 35

SP 3Meningkatnya kualitas kapasitas

kelembagaan BPOM17.237 41.059 29.744 2.727 3.000

3.1 Nilai SAKIP BPOM dari Badan POM BBPOM di Semarang A A A A A A

28.122 53.032 42.915 17.214 18.936

1Jumlah sampel yang diuji menggunakan

parameter kritisBBPOM di Semarang 3800 3800 3800 3800 3800 3800 4.656 5.122 5.634 6.198 6.817

2Pemenuhan target sampling produk Obat di

sektor publik (IFK) BBPOM di Semarang 100 100 100 100 100 100

3Persentase cakupan pengawasan sarana

Produksi Obat dan Makanan BBPOM di Semarang 35.31 36.92 38.52 40.13 41.73 43.34 0.257 0.283 0.312 0.343 0.377

4Persentase cakupan pengawasan sarana

Distribusi Obat dan Makanan BBPOM di Semarang 26.89 27.35 27.83 28.3 28.77 29.25 1.958 2.154 2.369 2.606 2.867

5 Jumlah Perkara di bidang obat dan makanan BBPOM di Semarang 16 16 17 18 19 20 1.187 1.306 1.437 1.580 1.738

6 Jumlah layanan publik BB/BPOM BBPOM di Semarang 4025 4050 4075 4100 4125 4150 2.054 2.259 2.485 2.734 3.007

7 Jumlah Komunitas yang diberdayakan BBPOM di Semarang 15 21 26 31 36 41 0.771 0.848 0.933 1.027 1.129

8Persentase pemenuhan sarana prasarana

sesuai standarBBPOM di Semarang 89.50 90.00 91.00 92.00 93.00 94.00 15.629 39.290 27.799 0.587 0.646

9Jumlah dokumen perencanaan,

penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan

tepat waktu

BBPOM di Semarang 10 10 9 10 9 10 1.608 1.769 1.946 2.140 2.354

Catatan: Matriks ini akan menjadi lampiran 1 Renstra BB/BPOM

2 Target per indikator Sasaran Strategis/Sasaran Program/Kegiatan diisi setiap tahun

3 Alokasi Anggaran pada baris Satker BB/BPOM merupakan penjumlahan alokasi anggaran SS1 + SS2 +SS3

4 Alokasi anggaran pada baris Sasaran Strategis (SS) merupakan penjumlahan dari Sasaran Program yang mendukungnya

a. Alokasi anggaran Sasaran Strategis 1 sama dengan alokasi anggaran pada Sasaran Program 1

b. Alokasi anggaran Sasaran Strategis 2 sama dengan alokasi anggaran pada Sasaran Program 2

c. Alokasi anggaran Sasaran Strategis 3 sama dengan alokasi anggaran pada Sasaran Program 2

5 Alokasi anggaran pada baris Program merupakan akumulasi anggaran kegiatan yang mendukung

a. Alokasi anggaran Sasaran Program 1 merupakan akumulasi anggaran pada indikator kegiatan 1, 2, 3, 4, dan 5

b. Alokasi anggaran Sasaran Program 2 merupakan akumulasi anggaran pada indikator kegiatan 6 dan 7

c. Alokasi anggaran Sasaran Program 3 merupakan akumulasi anggaran pada indikator 8 dan 9

6 Alokasi anggaran diisi untuk setiap tahun pada masing-masing indikator kegiatan

7 Alokasi anggaran pada masing-masing indikator sasaran strategis/sasaran program tidak perlu diisi

8 Kolom baseline diisi dengan realisasi tahun 2014. Untuk indikator baru yang belum ada data sebelumnya dapat diisi dengan NA (Not Available)

9 Penetapan target agar memperhatikan Definisi Operasional pada Lampiran 3, baseline, dan Target Nasional (tidak harus sama)

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Semarang

Meningkatnya kinerja pengawasan obat dan

makanan di Balai Besar POM Semarang

Page 98: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

2015 2016 2017 2018 2019

1 Menguatnya sistem

pengawasan Obat

dan Makanan.

1.1. Persentase obat yang

memenuhi syarat

a. Obat yang mendapatkan NIE dari Badan POM.

b. Yang dimaksud dengan obat adalah obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan

narkotika (tidak termasuk OT)

c. Obat Memenuhi Syarat (MS) ditetapkan melalui uji laboratorium.

d. Kategori obat yang disampling sesuai dengan pedoman prioritas sampling.

e. Jumlah produk obat TMS dihitung berdasarkan satuan bets

Sampel yg tidak diuji dengan parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang

tidak mampu diuji, harus diuji rujuk. (Untuk pengumpulan base line diambil dari data SBD tahun 2012

terkoreksi dengan survei produk beredar).

Jumlah Produk

Obat yang MS pada

tahun berjalan

Total Obat yang

diuji pada tahun

berjalan

92.00 92.00 92.00 92.50 93.00 93.50 BBPOM di SEMARANG

1.2. Persentase produk

Obat Tradisional

yang memenuhi

syarat

a. Obat Tradisional yang mendapatkan NIE dari Badan POM

b. Obat Tradisional yang memenuhi syarat ditetapkan melalui pengujian laboratorium. c. Kategori

Obat Tradisional yang diuji sesuai dengan pedoman sampling Obat dan Makanan. Sampel yg tidak diuji

dengan parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang tidak mampu diuji,

harus diuji rujuk.

Jumlah Obat

Tradisional yang

memenuhi syarat

pada tahun

berjalan

Total Obat

Tradisional yang

diuji pada tahun

berjalan

60.00 62.00 65.00 70.00 75.00 80.00 BBPOM di SEMARANG

1.3. Persentase produk

Kosmetik yang

memenuhi syarat

a. Kosmetik yang mendapatkan NIE dari Badan POM.

b. Kosmetik yang memenuhi syarat ditetapkan melalui pengujian laboratorium. c. Kategori kosmetik

yang diuji sesuai dengan pedoman sampling Obat dan Makanan. Sampel yg tidak diuji dengan

parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang tidak mampu diuji, harus diuji

rujuk.

Jumlah Kosmetik

yang memenuhi

syarat pada tahun

berjalan

Total Kosmetik

yang diuji pada

tahun berjalan93.00 93.50 94.00 94.50 95.00 95.50 BBPOM di SEMARANG

1.4. Persentase produk

Suplemen Kesehatan

yang memenuhi

syarat

a.Suplemen Kesehatan (SK) yang mendapatkan NIE dari Badan POM .

b. Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat ditetapkan melalui pengujian laboratorium.

c. Kategori suplemen kesehatan yang diuji sesuai dengan pedoman sampling Obat dan Makanan.

Sampel yg tidak diuji dengan parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang

tidak mampu diuji, harus diuji rujuk.

Jumlah Suplemen

Kesehatan yang

memenuhi syarat

pada tahun

berjalan

Total Suplemen

Kesehatan yang

diuji pada tahun

berjalan 95.00 96.00 96.50 97.00 97.50 98.00 BBPOM di SEMARANG

1.5. Persentase makanan

yang memenuhi

syarat

a. Makanan adalah pangan olahan yang mendapatkan NIE dari Badan POM.

b. Makanan MS ditetapkan melalui uji laboratorium.

d.Kategori produk makanan yang diuji disesuaikan dengan kategori pangan.

Jumlah Makanan

yang memenuhi

syarat pada tahun

berjalan

Total sampel

Makanan yang

diuji pada tahun

berjalan

78.00 80.00 82.00 84.00 86.00 88.00

BBPOM di SEMARANG

2 2.1. Tingkat Kepuasan

Masyarakat

a. Tingkat Kepuasan Masyarakat adalah tolok ukur untuk menilai kualitas pelayanan yang diperoleh

dari hasil survei Kepuasan Masyarakat.

b. Tata cara pelaksanaan survei mengacu pada pedoman yang disiapkan Inspektorat BPOM mengacu

pada pedoman terkini (Saat ini PermenPAN No. 16 tahun 2004)

c. Target dinyatakan dalam angka

83 83.50 84.00 84.50 85.00 85.50 BBPOM di SEMARANG

2.2. Jumlah Provinsi dan

Kabupaten/Kota

yang memberikan

komitmen untuk

pelaksanaan

pengawasan Obat

dan Makanan dengan

memberikan alokasi

anggaran

pelaksanaan regulasi

Obat dan Makanan

Provinsi adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia yang dipimpin oleh Gubernur

Kabupaten/ Kota adalah pembagian wilayah administratifdi Indonesia setelah provinsi yang dipimpin

oleh Bupati/ Kota.

Komitmen untuk pelaksanaan adalah perjanjian (keterikatan) Kota/ Kabupaten untuk melakukan

pelaksanaan pengawasan obat, kosmetik, obat tradisional, pangan dan bahan berbahaya yang sering

disalahgunakan dalam pangan, baik yang dilakukan secara mandiri dan atau terpadu melalui

pengawasan/ pemeriksaan, advokasi/ penyuluhan, pembentukan tim terpadu, pertemuan dan

kegiatan lainnya yang dapat memperkuat pengawasan.

Alokasi anggaran adalah alokasi anggaran daeran baik yang berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan lain-lain sumber pendapatan yang sah dan tidak mengikat, yang

dikelola oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.

Dihitung dari hasil rekapitulasi matriks pemantauan pengalokasian anggaran Pemda untuk

Pengawasan Obat dan makanan.

35 35 35 35 35 35 BBPOM di SEMARANG

3 Meningkatnya

kualitas kapasitas

kelembagaan BPOM

3.1. Nilai SAKIP BPOM Nilai SAKIP diukur berdasarkan hasil penilaian SAKIP yang dilakukan oleh APIP Badan POM

A A A A A A BBPOM di SEMARANG

Menguatnya sistem

pengawasan Obat

dan Makanan

Meningkatnya

kemandirian pelaku

usaha, kemitraan

dengan pemangku

kepentingan dan

partisipasi

masyarakat

Meningkatnya

kualitas kapasitas

kelembagaan BPOM

Meningkatnya

kemandirian pelaku

usaha, kemitraan

dengan pemangku

kepentingan dan

partisipasi

masyarakat

PENANGGUNG JAWABPRAKIRAAN MAJUBaseline

/2014

TARGET

Meningkatnya kinerja pengawasan Obat dan Makanan di Balai Besar POM di Semarang

Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan di Balai Besar POM di Semarang

LAMPIRAN 1.TARGET DAN KAMUS INDIKATOR RENSTRA BALAI BESAR POM SEMARANG 2015-2019

NOSASARAN

STRATEGIS

PROGRAM/

KEGIATANIKU/IKK DEFINISI OPERASIONAL PEMBILANG PENYEBUT

Page 99: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

1 Jumlah sampel yang

diuji menggunakan

parameter kritis

Parameter kritis adalah parameter uji yang bersifat sebagai penentu terhadap jaminan keamanan,

manfaat, dan mutu produk yang diuji

Parameter kritis ditetapkan dalam pedoman sampling juga menjelaskan "penentu" terhadap jaminan

keamanan, manfaat, dan mutu produk yang diuji

Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis

3800 3800 3800 3800 3800 3800 BBPOM di SEMARANG

2 Pemenuhan target

sampling produk

Obat di sektor publik

(Instalasi Farmasi

Kabupaten)

Diukur berdasarkan jumlah sampel yang diambil pada IFK (termasuk gudang obat KB) dibandingkan

dengan target sampel yang harus disampling di IFK (termasuk gudang obat KB) di masing-masing

balai.

Target sampel yang harus disampling di sarana sektor publik untuk masing-masing balai ditetapkan

dalam Pedoman Sampling.

Jumlah sampel

yang diambil pada

IFK

Target sampel

yang harus

disampling di IFK

di masing-masing

balai

100 100 100 100 100 100 BBPOM di SEMARANG

3 Persentase cakupan

pengawasan sarana

produksi Obat dan

Makanan

a. Sarana produksi Obat dan Makanan adalah jumlah sarana industri Farmasi, Industri Rokok, Industri

Obat Tradisional (IOT), Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT),

Industri Kosmetika, Industri Pangan olahan MD, dan Industri Pangan Rumah Tangga.

b. Sarana produksi yang diperiksa setiap tahun ditetapkan berdasarkan kriteria Pedoman Pengawasan

Sarana Produksi Obat dan Makanan.

c. Cakupan pengawasan sarana produksi pertahun dihitung dari jumlah sarana produksi yang

diperiksa dibandingkan dengan target jumlah sarana produksi yang diperiksa

d. Untuk penetapan target sarana produksi pangan MD dan IRTP yang diperiksa mengikuti ketentuan :

- untuk balai yang memiliki sarana produksi MD <51, target sarana produksi pangan MD diperiksa

sebesar 100%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP

- untuk balai yang memiliki sarana produksi MD 51-100, target sarana produksi pangan MD diperiksa

sebesar 90%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP

- untuk balai yang memiliki sarana produksi MD 101-150, target sarana produksi pangan MD diperiksa

sebesar 80%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP

- untuk balai yang memiliki sarana produksi MD >150, target sarana produksi pangan MD diperiksa

sebesar 70%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP

Jumlah sarana

produksi yang

diperiksa

Jumlah target

sarana produksi

yang terdapat di

wilayah Propinsi

Jateng

35.31 36.92 38.52 40.13 41.73 43.34 BBPOM di SEMARANG

4 Persentase cakupan

pengawasan sarana

distribusi Obat dan

Makanan

a. Sarana distribusi Obat dan Makanan terdiri atas :

sarana distribusi Obat (PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah) dan sarana Pelayanan Kesehatan

(Apotek, Toko Obat Berizin, Klinik, Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas), klinik kecantikan,

spa, salon, pengobat tradisional, toko jamu, depot jamu, stokis MLM, Toko Modern (Minimarket,

Supermarket, Departemen Store, Hypermarket), Toko Grosir, Toko Tradisional (Toko P & D dan kios),

Importir (termasuk importir terdaftar bahan berbahaya), distributor dan pengecer yang memiliki SIUP-

B2, baik perusahaan induk maupun perusahaan cabang.

b. Sarana yang diperiksa setiap tahun ditetapkan berdasarkan kriteria Pedoman Pengawasan Sarana

Distribusi Obat dan Makanan serta Pedoman Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

c. Jumlah Sarana distribusi yang diperiksa adalah sarana distribusi yang diperiksa dalam rangka

pemeriksaan rutin

Jumlah sarana

distribusi yang

diperiksa

Jumlah sarana

distribusi Obat

dan Makanan

(target) yang

terdapat di

wilayah Prop

Jateng. 26.89 27.35 27.83 28.3 28.77 29.25 BBPOM di SEMARANG

5 Jumlah Perkara di

bidang Obat dan

Makanan

a. Perkara adalah kasus yang ditindaklanjuti secara pro justitia berdasarkan hasil gelar kasus.

b. Jumlah perkara yang dihitung adalah perkara yang telah diterbitkan SPDP-nya kepada Kejaksaan

melalui Korwas PPNS. Diukur berdasarkan jumlah perkara yang ditangani dan telah diterbitkan SPDP 16 16 17 18 19 20 BBPOM di SEMARANG

6 Jumlah layanan

publik BB/BPOM

a. Layanan publik terdiri dari Layanan informasi dan Layanan Sertifikasi.

b. Layanan Informasi diukur berdasarkan jenis dan frekuensi layanan informasi dan tindaklanjut

pengaduan yang dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM baik penyuluhan langsung atau melalui media

cetak/elektronik.

c. Jenis layanan Informasi antara lain:

Talkshow, Pameran, Penyuluhan, Bimtek, Iklan layanan masyarakat, layanan informasi, tindaklanjut

pengaduan, BB/BPOM sebagai Narasumber,

d. Untuk Talkshow, Pameran, Penyuluhan, Bimtek, Iklan layanan masyarakat, layanan informasi

targetnya frekuensi

Untuk pengaduan targetnya jumlah pengaduan

e. Layanan Sertifikasi dihitung dari rekomendasi/surat hasil audit yang dikeluarkan atas permintaan

pelaku usaha industri pangan MD, audit sertifikasi dalam rangka rekomendasi halal, Pemenuhan

pendirian PBF, IKOT, UMOT, Kosmetik, Laporan Hasil Pengujian Pihak Ketiga, SKI/SKE yang

diterbitkan. Jumlah layanan publik Balai Besar POM dihitung dari layanan informasi, pengaduan dan

layanan sertifikasi dari rekapitulasi hasil pelaksanaan kegiatan (RHPK) balai.

4025 4050 4075 4100 4125 4150 BBPOM di SEMARANG

Page 100: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

7 Jumlah Komunitas

yang diberdayakan

a. Komunitas adalah gabungan dari kelompok orang di desa/kelurahan/pasar yang diberdayakan

Program Pengawasan Obat dan Makanan.

b. Satu desa/kelurahan/pasar dihitung sebagai satu komunitas

c. Jenis pemberdayaan diatur dalam Pedoman/Juknis terkait.

Ctt :

- Target komunitas pasar dan komunitas desa kumulatif

- Baseline 2013 (62); 2014 (77); 2015 (77): 2016 (108); 2017 (139) ; 2018 (170); 2019 (201)

- Dihitung dari jumlah kumulatif komunitas yang diberdayakan. Target komunitas kumulatif dari tahun

sebelumya.

15 21 26 31 36 41 BBPOM di SEMARANG

8 Persentase

pemenuhan sarana

prasarana sesuai

standar

a. Standar yang dimaksud adalah standar sarana prasarana kerja dan standar alat laboratorium (sesuai

GLP)

b. Pemenuhan sarana dan prasarana kerja dihitung dari sarana dan prasarana kerja yang dimiliki

sesuai laporan BMN dalam keadaan baik dan rusak ringan dibandingkan dengan standar yang

ditetapkan.

c. Standar Sarana dan Prasarana kerja meliputi standar Luas bangunan, Meubelair, dan Alat Pengolah

Data (APD)

d. Untuk meubelair dihitung dari inventarisasi pemenuhan kursi dan meja

e. Pemenuhan standar alat laboratorium dihitung dari jumlah dan jenis alat laboratorium utama sesuai

Keputusan Kepala BPOM No.04.1.71.07.14.4437 Tahun 2014 tentang Standar Minimal Peralatan

Laboratorium Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM yang telah ditetapkan untuk masing-

masing balai. Untuk pemenuhan sarana prasarana kerja dari laporan BMN SATKER, hasil rekonsiliasi

dengan KPKNL Untuk pemenuhan alat lab.dari laporan Balai. Pemenuhan sarana prasarana sesuai

standar = {[(X1/Y1)x100) + [(X2/Y2)x100) } : 2

a. Sarana dan

prasarana kerja

yang dimiliki (X1)

b. Alat Lab utama

yang dimiliki (X2)

a. Standar sarana

dan prasarana

kerja yang

ditetapkan (Y1)

b. Standar Alat

Lab yang

ditetapkan (Y2) 89.50 90.00 91.00 92.00 93.00 94.00 BBPOM di SEMARANG

9 Jumlah dokumen

perencanaan,

penganggaran, dan

evaluasi yang

dilaporkan tepat

waktu

Dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dihasilkan dan harus dilaporkan Balai,

meliputi dokumen berikut :

- Renstra/review renstra,*)

- Perjanjian Kinerja tahun berjalan (n),

- RKAKL/DIPA tahun n+1

- Laporan Kinerja tahun n-1,

- Laporan triwulanan I

- Laporan triwulanan II

- Laporan triwulanan III

- LAPTAH tahun n-1,

- Laporan keuangan tahun n-1,

- Laporan Keuangan Semester 1 tahun n,

Ket: *) hanya menjadi target pada tahun 2015, 2017, dan 2019 Diukur berdasarkan jumlah dokumen

yang dihasilkan dan dilaporkan Balai

10 10 9 10 9 10 BBPOM di SEMARANG

Page 101: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN

MAKANAN SEMARANG

Lampiran 3.

MATRIKS KERANGKA REGULASI BALAI BESAR POM DI SEMARANG 2015 – 2019

N0 Arah Kerangka Regulasi dan/atau

Kebutuhan regulasi

Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi

Regulasi, Eksisting, Kajian dan Penelitian

Unit Penanggungjawab Unit

Terkait/Institusi

1 RUU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan Farmasi

Regulasi pengawasan Obat dan Makanan belum lengkap. Payung hukum yang ada belum efektif untuk pengawasan Obat dan Makanan

1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat

Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan

3. Biro Hukum dan Humas 4. PPOM 5. BBPOM di Semarang

1. DPR

2. Kemenkumham

3. KemenKes

4. Kemendag

5. Kemenperin

6. Kemendagri

2 Peraturan Perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan

Meningkatkan efektifitas pengawasan Obat dan

Makanan

1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat

Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan

3. Biro Hukum dan Humas 4. BBPOM di Semarang

3 RPP Keamanan Mutu dan Gizi Pangan dan RPP Label dan Iklan Pangan terkait Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

1. Direktorat Standardisasi Pangan 2. Biro Hukum dan Humas 3. BBPOM di Semarang

4 Norma, standar, prosedur, dan kriteria

(NSPK) terkait pelaksanaan UU No. 23

tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

dalam penyelenggaraan urusan pemerintah

konkuren

Terciptanya sinergi antara Pemerintah Pusat dan

Daerah berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 pasal 16

dalam hal: 1. Pelaksanaan pengawasan Obat dan

Makanan 2. Sebagai pedoman Pemerintah Daerah

dalam penyelenggaraan pengawasan Obat dan

Makanan

1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat

Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan

3. Biro Hukum dan Humas 4. Direktorat Standardisasi Pangan 1. BBPOM di Semarang

1. DPR

2. Kemenkumham

3. KemenKes

5 Standar kompetensi laboratorium dan standar GLP

Untuk pengawalan mutu Obat dan Makanan oleh

BBPOM di Semarang terhadap isu terkini (AEC, Post

MDGs, SJSN Kesehatan, dll)

1. BBPOM di Semarang 2. PPOMN 3. Biro Hukum dan Humas

Page 102: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

6 Dasar hukum provider Uji Profisiensi dan provider Baku Pembanding

Untuk pengawalan mutu Obat dan Makanan oleh

BPOM terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN

Kesehatan, dll)

1. PPOMN 2. Biro Hukum dan Humas

7 Memorandum of Understanding (MoU) Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan di wilayah Free Trade Zone (FTZ), daerah perbatasan, terpencil, dan gugus pulau

Belum optimalnya quality surveilance /monitoring

mutu untuk daerah perbatasan, daerah terpencil, dan

gugus pulau

1. Biro Hukum dan Humas 2. Direktorat Insert dan Pengawasan Kedeputian 1,2 dan 3

8 Regulasi yang mendukung optimalisasi Pusat Kewaspadaan Obat dan Makanan dan EWS yang informatif, antara lain: - Peraturan baru terkait KLB dan Farmakovigilans- Mekanisme pelaksanaan Sistem Outbreak response dan EWS

Sistem Outbreak response dan EWS belum optimal dan informatif. Diperlukan response yang cepat dan efektif pada saat terjadi outbreak bencana yang berkaitan dengan bahan obat dan makanan (co. Obat terkontaminasi etilen glikol)

1. Direktorat Surveilans Penyuluhan Keamanan Pangan

2. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan

3. Direktorat Pengawasan Distribusi Obat

4. Biro Hukum dan Humas 5. BBPOM di Semarang

9 Juknis/pedoman untuk pengintegrasian penyebaran informasi Obat dan Makanan

Sistem penyebaran informasi OM belum terintegrasi 1. PIOM 2. Biro Hukum dan Humas 3. Biro Umum 4. BBPOM di Semarang

10 Peraturan Kepala BPOM tentang koordinasi dengan pemerintah daerah serta Peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di daerah

Pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat berhasil tanpa adanya kerjasama dan komitmen dari daerah dalam mendukung BPOM

BBPOM di Semarang

11 Peraturan dengan instansi/pihak terkait yang mengatur regulatory insentive

1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan 3. Biro Hukum dan Humas 4. PPOM 5. BBPOM di Semarang

Page 103: KATA PENGANTAR Indonesia, utamanya provinsi …pom.go.id/ppid/2015/rbalai/semarang.pdfDokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama

BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN

MAKANAN SEMARANG