kata pengantar
DESCRIPTION
dataTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan Review Jurnal pada Blok 16.
Kami mohon maaf jika dalam Review Jurnal ini terdapat banyak kekurangan dalam
menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan isi. Karena ini
semua disebabkan oleh keterbatasan kami.
Kami berharap Review Jurnal ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kepada
para pembaca.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................... 2
BAB 1
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
BAB 2
ETIOLOGI ........................................................................................................................4
EPIDEMIOLOGI ..............................................................................................................4
PATOFISIOLOGI ............................................................................................................5
MANIFESTASI KLINIS ..................................................................................................6
DIAGNOSIS .....................................................................................................................6
KOMPLIKASI ..................................................................................................................6
PROGNOSIS ....................................................................................................................8
BAB 3
PENUTUP ........................................................................................................................9
DAPTAR PUSTAKA .....................................................................................................10
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Asfiksia adalah progresif hipoksemia dan hiperkapnea yang disertai dengan
perkembangan progresif dari asidosis metabolik. Kejadian Asphyixia neonatorum adalah
suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal
ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uteris dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Faktor
tersebut diantaranya dalah adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi,
gangguan atau penyakit paru, dan gangguan kontraksi uterus, pada ibu yang kehamilannya
beresiko, faktor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta, faktor janin itu sendiri,
seperti terjadi kelainan pada tali pusat antara janin dan jalan lahir, serta faktor persalinan
seperti partus lama atau partus dengan tindakan tertentu. ( Chhavi, N., 2014 ).
Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang
dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin. Penolong
persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan
asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan
dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi, sebab
asfiksia memiliki dampak negatif baik yang baersifat jangka panjang ataupun jangka pendek.
( Helmy, M., 2014).
3
BAB 2
ISI
ETIOLOGI
Asfiksia merupakan suatu keadaan yang terjadi akibat adanya hiperkapnia dan
hipoksia. Selama proses persalinan, keadaan asfiksia dapat mengganggu pertukaran gas
oksigen antara ibu dengan bayi. ( Helmy, M., 2014). Hampir sebagian besar asfiksia bayi
yang baru lahir merupakan kelanjutan dari asfiksia saat masih janin. Bayi yang lahir pada
keadaan asfiksia biasanya akan terjadi gangguan pada neurologinya, sehingga bayi akan
mudah terkena Syndrome Ensefalopati Neonatal. (Scher, 2006). Penyebab dari Syndrome
Ensefalopati Neonatal bisa dengan gangguan pada sumber dari plasentanya, kontraksi
dinding uterus, hipertensi, dsb. Ada tiga tanda penting yang menybabkan intrapartum yaitu
terjadi tanda gawat janin seperti infeksi pada cairan ketuban, terjadi depresi saat persalinan,
dam gangguan neurilogis ( Syndrome Ensefalopati Neonatal ) yang terjadi di postpartum.
(Volpe, 2008).
EPIDEMIOLOGI
Insiden terjadinya asfiksia neonatorum terjadi antara 2 dan 30 dari 1000 kelahiran
bayi yang hidup.( Helmy, M., 2014). Angka tersebut sangat besar dan terjadi di Negara
Berkembang dikarenakan kualitas dari prenatal dan kurangnya bidan mengetahui kondisi
tanda bahaya dari keadaan asfiksia. Sudah diperkirakan morbiditas mencapai 42 juta dengan
ketidakmampuan dalam mencapai usia hidup yang lebih lama. Setiap tahun akan terus
bertambah seiring dengan masalah kesehatan yang semakin memburuk dalam
pencegahannya, terjadinya cacat dan kematian dini sangat berpengaruh. Di seluruh dunia
terjadi kematian karena asfiksia yang sebgian besar sebanyak 25% kematian neonatal dan
8% kematian anak – anak ( usia < 5 tahun ).
4
PATOFISIOLOGI
Janin mengalami kekurangan O2 dan kadar CO2 mengalami peningkatan yang
menyebabkan denyut jantung melemah dan pernapasan yang megap – megap. Kekurangan
O2 ini merangsang usus sehingga mekonium keluar hal tersebut merupakan tanda bahwa
janin mengalami hipoksia. Hipoksia terjadi karena adanya krisis energi yang terjadi dari
oksigenasi yang buruk. (Marschitz, M. H.,2014).
Penurunan saturasi O2 menyebabkan pergesaran yang menuju kepada terjadinya
metabolisme anaerobik, di mana terjadi penurunan dalam metabolisme energi dan terjadi
peningkatan laktat hal tersebut yang dapat menyebabkan kematian dari sel atau nekrosis.
Penggunaan metabolisme anaerobik tidak efisien karena dapat menyebabkan gangguan dalam
pembangunan jaringan tubuh dan juga menybabkan gangguan sirkulasi di otak. (Marschitz,
M. H.,2014).
Re – oksigenasi dapat meningkatkan saturasi oksigenasi sehingga menyebabkan stress
oksidatif yang mengakibatkan kerusakan pada DNA, karena kerusakan tersebut mengaktifkan
PARP-1 yang mencetuskan IL 1β, TNF α, IL-6 yang menyebabkan nekrosis.
Hal yang disebutkan diatas bila mengalami keterlambatan dalam penanganan makan akan
menyebabkan kematian, sehingga segera setelah bayi lahir bila didapatkan tanda asfiksia
segera lakukan resusitasi dan pemberian O2. (Marschitz, M. H.,2014).
5
MANIFESTASI KLINIS
Hilangnya sumber glikogen dalam jantung sehingga menyebabkan gangguan pada
fungsi jantung.
Terjadinya asidosis metabolis yang menyebabkan menurunnya sel jaringan termasuk
sel pada otot jantung sehingga menyebabkan denyutan jantung yang melemah.
Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat yang menybabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Kekurangan oksigenasi akan menyebabkan gangguan pernapasan sehinggan
menyebabkan bayi akan megap – megap.
Bayi akan melemah dan ditemukan adanya sianosis.
Terjadi penurunan saturasi oksigen yang masuk.
Terjadi peningkatan CO2 di dalam sirkulasi sehinggan mempengaruhi kerja organ –
organ dalam.
Terjadi perforasi pada Gastrointestinal.
DIAGNOSIS
In utero :
Lakukan pemeriksaan denyut jantung janin.
Lakukan pemeriksaan air ketuban, bila air ketuban sudah pecah gunakan alat spekulo
bila belum pecah bisa menggunakan tangan. Tujuannya untuk memeriksan keadaan
mekonium.
Lakukan analisis air ketuban.
Kardiografi.
Pemeriksaan USG.
Setelah bayi lahir :
Terlihat adanya sianosis atau tidak.
Pernapasan yang cepat atau tidak.
Periksa apakah bayi menangis atau tidak.
Periksa denyut jantung apakah melemah atau tidak.
TATALAKSANA
Resusitasi
Resusitasi neonatal harus segera dilakukan setelah diketahui bayi tidak dapat bernapas
dengan normal. (Kattwinkel et al., 2010). Secara singkat, bayi dengan cepat dinilai dari segi
6
usia kehamilan, apakah bernapas atau tidak, dilihat juga dari otot pernapasannya. Langkah
awal yang diberikan dengan memberikan kehangatan, pengeringan, membersihkan jalan
napas, dan merangsang bayi apakah menangis atau tidak.
Penilaian lebih lanjut dilihat pada denyut jantung bila melemah lakukan intervensi. Intervensi
termasuk dalam ventilasi tekanan positif, dilakukan kompresi dada, endotrakeal intubasi, dan
pemberian adrenalin intravena. Protokol merekomendasikan bahwa resusitasi harus dimulai
dengan pernapasan yang bebas di ruang udara, bila terjadi hipoksemia atau bradikardia
berkepanjangan dapat dilakukan pemberian saturasi oksigen 100%.(Markus et al., 2007;
Sabir et al., 2012).
Hipotermia
Bila terjadi hipotermia, pertahankan kehangatan bayi. Usahakan berada pada suhu
ruangan 32,5 – 34,5 derajat celcius. Biasanya hal ini terjadi setelah 6 jam setelah lahir. (
Helmy, M., 2014).
Pengobatan serangan kejang
Pemberian Fenobarbital dengan :
- Diberikan dalam IV memuat dosis 20mg / kg, dan dosis tambahan 5-10mg juga dapat
diberikan.
- Dosis Pemeliharaan 5mg / kg / 24 jam.
- Tetap dilakukan pemantauan selama 24 jam setelah dosis muatan diberikan.
- Tingkat phenobarbitone Theurapeutic yang 20-40ug / ml.
Pemberian fenitoin dengan :
- Dosis yang diberikan adalah 20mg / kg.
Pemberian Lorazepam dengan:
- Dosisyang diberikan sebesar 0,1 mg / kg.
- Obat dapat diberikan untuk kejang refrakter.
KOMPLIKASI
Dapat menyebabkan Syndrome Ensfalopati Neonatal.( Aslam, H.M.,2015 ).
Epilepsi.
Distress respiratory.
Asidosis metabolic. (Persson, M.,2015).
PROGNOSIS
7
Prognosis dapat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan seberapa cepat
penanganan yang dilakukan.( Helmy, M., 2014).
Bayi yang memiliki PH < 6,7 didapatkan hasil 90% dapat menyebabkan kematian
atau gangguan perkembangan saraf.( Helmy, M., 2014).
Bayi dengan skor APGAR 0 – 3 memiliki peningkatan resiko kematian yang besar.
8
BAB 3
PENUTUP
Asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi memiliki dampak buruk yang berbahaya
bagi kehidupan bayi. Dampak tersebut dapat terjadi dalam jangka pendek ataupun jangka
panjang. Dampak jangka pendek dari asfiksia pada bayi dapat menyebabkan gangguan
pernapasan yang mengakibatkan perdarahan dan gangguan pada otak.
Dampak jangka panjang dari asfiksia pada bayi yakni, gangguan fungsi multi organ,
dampak sistem susunan saraf pusat, dampak sistem kardiovaskular, dampak terhadap ginjal,
dampak terhadap saluran cerna, dampak terhadap hati, dampak terhadap system darah dan
dampak terhadap paru.
9
DAFTAR PUSTAKA
Marschitz, M. H., T. N.Pena, E. R. Mancilla, P. E. Marhant, D. Esmar., et al. ( 2014 ).
‘Perinatal Asphyxia: CNS Development and Deficits with Delayed Onset’.
Neurscience. [ Online ]. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov. ( Akses :
26 Februari 2015 ).
Helmy, M. ( 2014 ). ‘Mechanisms of Birth Asphyxia and a Novel Resuscitation Strategy’.
[ Online ]. Available from : https://helda.helsinki.fi. ( Akses : 26 Februari 2015 ).
Chhavi, N., K. Zutshi, N.K. Singh, A. Awasthi and A. Goel. ( 2014 ). ‘Serum Liver Enzyme
Pattern in Birth Asphyxia Associated Liver Injury’. PGHN. [ Online ]. Available
from : http://pediatrics.aappublications.org. ( Akses : 26 Februari 2015 ).
Persson, M., S.Johansson. E.Villamor, and S.Cnattingius. ( 2014 ). Maternal Overweight and
Obesity and Risks of Severe Birth-Asphyxia-Related Complications in Term
Infants: A Population-Based Cohort Study in Sweden, PLOS Medicine, Vol. 1,
No 6, pp 1-2.
Aslam, H.M., S.Saleem, R.Afzal, U.Iqbal, S.M.Saleem, M.W.A.Shaikh and N.Shahid. ( 2014
). “Risk factors of birth asphyxia”. JOURNAL OF PEDIATRICS. [ Online ].
Available from : http://www.biomedcentral.com/content/pdf. ( Akses : 26
Februari 2015 ).
10