kasus jiwa nop
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat,
kelemahan tapi benar-benar merupakan kondisi positif dan kesejahteraan fisik, mental
dan sosial yang memungkinkan untuk hidup produtif. Manusia adalah makhluk sosial
yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, individu dituntut untuk lebih meningkatkan kinerjanya agar segala
kebutuhannya dapat terpenuhi tingkat sosial di masyarakat lebih tinggi. Hal ini
merupakan dambaan setiap manusia ( Dep Kes RI. 2000 ).
Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik, seyogianya kedudukannya setara dengan
penyakit fisik lainnya. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai
gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan
tersebut dalam arti ketidak mampuan serta invalisasi baik secara individu maupun
kelompok akan menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak efisien.
Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu empat masalah kesehatan utama
di Negara-negara maju, modern dan indrustri keempat kesehatan utama tersbut adalah
penyakait degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa
tersebut tidak di anggap sebagai gangguan jiwa yang menyebabkan kematian secara
langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta
invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan,
karena tidak produktif dan tidak efisien (Yosep, 2007).
Skizofrenia merupakan psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan
disorganisasi personalitas terbesar, pasien tidak mempunyai realitas, sehingga pemikiran
dan perilakunya abnormal di Rumkital Dr. Ramelan PAV VI A terdapat 16 klien (100%)
dan ada 4 klien yang mengalami gangguan Skizofrenia Paranoid (25%) . Di Indonesia,
sekitar 1% – 2% dari total jumlah penduduk mengalami skizofrenia yaitu mencapai 3 per
1000 penduduk, prevalensi 1,44 per 1000 penduduk di perkotaan dan 4,6 per 1000
penduduk di pedesaan berarti jumlah penyandang skizofrenia 600.000 orang produktif.
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah gangguan
jiwa skizofrenia. Skizofrenia berasal dari dua kata “Skizo” yang artinya retak atau pecah
(spilit), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita
gangguan jiwa Skizofernia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan
kepribadian (splittingof of personality).
Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham
kebesaran atau waham kejar, jalannya penyakit agak konstan (Kaplan dan Sadock, 1998).
Pikiran melayang (Flight of ideas) lebih sering terdapat pada mania, pada skizofrenia
lebih sering inkoherensi (Maramis, 2005). Kriteria waktunya berdasarkan pada teori
Townsend (1998), yang mengatakan kondisi klien jiwa sulit diramalkan, karena setiap
saat dapat berubah.
Waham menurut Maramis (1998), Keliat (1998) dan Ramdi (2000) menyatakan
bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya,
keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat diubah-ubah. Mayer-
Gross dalam Maramis (1998) membagi waham dalam 2 kelompok, yaitu primer dan
sekunder. Waham primer timbul secara tidak logis, tanpa penyebab dari luar. Sedangkan
waham sekunder biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara untuk
menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain, waham dinamakan menurut isinya, salah
satunya adalah waham kebesaran
Waham agama adalah orang yang percaya bahwa dia menjadi kesayangan
supranatural dan atau alat supranatural, waham agama juga dapat diartikan sebagai
keyakinan seseorang bahwa ia dipilih oleh yang maha kuasa atau menjadi utusan yang
maha kuasa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan di bahas tentang konsep teori sebagai landasan dalam
penelitian yang meliputi: 1) konsep dasar schizophrenia, 2) konsep waham, 3) konsep
dasar asuhan keperawatan waham.
2.1 Konsep Dasar Skizofrenia
2.1.1 Pengertian
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah
(split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita
skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian
( Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating)
yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik,
fisik dan sosial budaya ( Hawari, 2003).
2.1.2 Etiologi
1. Teori somatogenik
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara
tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang
menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 %
(Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini
tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung
extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada
penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam
pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau
kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh
perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
2. Teori Psikogenik
a. Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak
dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi
Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu
reaksi yang salah,
suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang
tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
b. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat
(1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik
(2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta
terjadi suatu regresi ke fase narsisisme
(3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik
tidak mungkin.
c. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa
yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan
dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala
primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme)
gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik
yang lain).
d. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam
sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit
badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
2.1.3 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala menurut (bleuler)
1. Gejala Primer
a. Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah
gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi
b. Gangguan afek emosi
- Terjadi kedangkalan afek-emosi
- Paramimi dan paratimi (incongruity of affect / inadekuat)
- Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan
- Emosi berlebihan
- Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
c. Gangguan kemauan
- Terjadi kelemahan kemauan
- Perilaku Negativisme atas permintaan
- Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain
d. Gejala Psikomotor
- Stupor atau hiperkinesia, logorea dan neologisme
- Stereotipi
- Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama
- Echolalia dan Echopraxia
2. Gejala sekunder
a. Delusi
b. Halusinasi
c. Cara bicara/berfikir yang tidak teratur
d. Perilaku negatif, misalkan: kasar, kurang termotifasi, muram, perhatian menurun.
2.1.4 Macam-macam Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara
lain :
a. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi
dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan
halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau
antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan
kemauan dan adanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham
dan halusinasi banyak.
c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh
stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir,
gangguan afek emosi dan kemauan.
e. Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia
luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang
khusus baginya.
f. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-
gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
g. Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala
depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk
menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
2.1.5 Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju ke kemunduran
mental.
Terapist jangan melihat kepada penderita skizofrenia sebagai penderita yang tidak
dapat disembuhkan lagi atau sebagai suatu mahluk yang aneh dan inferior. Bila sudah
dapat diadakan kontan, maka dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis.
Biarpun penderita mungkin tidak sempurna sembuh, tetapi dengan pengobatan
dan bimbingan yang baik penderita dapat ditolong untuk berfungsi terus, bekerja
sederhana di rumah ataupun di luar rumah.
Keluarga atau orang lain di lingkungan penderita diberi penerangan (manipulasi
lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.
1. Farmakoterapi
Neroleptika dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan
skizofrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif tinggi lebih berfaedah pada
penderita dengan psikomotorik yang meningkat. Pada penderita paranoid trifuloperazin
rupanya lebih berhasil. Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam
waktu 2 – 3 minggu. Bila tetap masih ada waham dan halusinasi, maka penderita tidak
begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif, mau ikut serta dengan kegiatan
lingkungannya dan mau turut terapi kerja.
Sesudah gejala-gejala menghilang, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi,
jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari
satu kali, maka sesudah gejala-gejala mereda, obat diberi terus selama satu atau dua
tahun.
Kepada pasien dengan skizofrenia menahun, neroleptika diberi dalam jangka waktu yang
tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang naik turun sesuai dengan keadaan pasien
(seperti juga pemberian obat kepada pasien dengan penyakit badaniah yang menahun,
umpamanya diabetes mellitus, hipertensi, payah jantung, dan sebagainya). Senantiasa kita
harus awas terhadap gejala sampingan.
Hasilnya lebih baik bila neroleptika mulai diberi dalam dua tahun pertama dari
penyakit. Tidak ada dosis standard untuk obat ini, tetapi dosis ditetapkan secara
individual.
2. Terapi Elektro-Konvulsi (TEK)
Seperti juga dengan terapi konvulsi yang lain, cara bekerjanya elektrokonvulsi belum
diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek
serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi ini
tidak dapat mencegah serangan yang akan datang.
Bila dibandingkan dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi
serangan ulangan. Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan dapat dilakukan secara
ambulant, bahaya lebih kurang, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga yang khusus
pada terapi koma insulin.
TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor. Terhadap skizofrenia
simplex efeknya mengecewakan; bila gejala hanya ringan lantas diberi TEK, kadang-
kadang gejala menjadi lebih berat.
3. Terapi koma insulin
Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit,
hasilnya memuaskan. Persentasi kesembuhan lebih besar bila di mulai dalam waktu 6
bulan sesudah penderita jatuh sakit. Terapi koma insulin memberi hasil yang baik pada
katatonia dan skizofrenia paranoid.
4. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa tidak membawa hasil yang diharapkan bahkan
ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada penderita dengan skizofrenia karena
justru dapat menambah isolasi dan otisme. Yang dapat membantu penderita ialah
psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan
maksud untuk mengembalikan penderita ke masyarakat.
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi,
karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan
untuk mengadakan permainan atau latihan bersama. Pemikiran masalah falsafat atau
kesenian bebas dalam bentuk melukis bebas atau bermain musik bebas, tidak dianjurkan
sebab dapat menambah otisme. Bila dilakukan juga, maka harus ada pemimpin dan ada
tujuan yang lebih dahulu ditentukan.
Perlu juga diperhatikan lingkungan penderita. Bila mungkin di atur sedemikian rupa
sehingga ia tidak mengalami stres terlalu banyak. Bila mungkin sebaiknya ia
dikembalikan ke pekerjaan sebelum sakit, dan tergantung pada kesembuhan apakah
tanggung jawabnya dalam pekerjaan itu akan penuh atau tidak.
5. Lobotomi prefrontal.
Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak berhasil dan bila penderita sangat
mengganggu lingkungannya.
Jadi prognosa skizofrenia tidak begitu buruk seperti dikira orang sampai dengan
pertengahan abad ini. Lebih-lebih dengan neroleptika, lebih banyak penderita dapat
dirawat di luar rumah sakit jiwa. Dan memang seharusnya demikian. Sedapat-dapatnya
penderita harus tinggal dilingkungannya sendiri, harus tetap melakukan hubungan dengan
keluarganya untuk memudahkan proses rehabilitasi. Dalam hal ini dokter umum dapat
memegang peranan yang penting, mengingat juga kekurangan ahli kedokteran jiwa di
negara kita. Dokter umum lebih mengenal penderita dengan lingkungannya, keluarganya,
rumahnya dan pekerjaannya, sehingga ia lebih dapat menolong penderita hidup terus
secara wajar dengan segala suka dan dukanya.
2.2 konsep dasar keperawatan pada pasien waham
2.2.1 Pengertian
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita sosial (Stuart dan Sunden,
1990 : 90).
Waham adalah suatu kepercayaan yang salah/ bertentangan dengan kenyataan dan tidak
tetap pada pemikiran seseorang dan latarbelakang sosial budaya (Rowlins, 1991: 107)
Waham adalah bentuk lain dari proses kemunduran pikiran seseorang yaitu dengan
mencampuri kemampuan pikiran diuji dan dievaluasi secara nyata (Judith Heber, 1987:
722).
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikir yang tidak sesuai dengan kenyataan
atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan biarpun dibuktikan
kemustahilannya itu (W. F.Maramis 1991 : 117).
Waham merupakan keyakinan seseorang berdasarkan penelitian realistis yang salah,
keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
(Keliat, BA, 1998).
2.2.2 Etiologi
Waham merupakan salah satu gangguan orientasi realitas. Gangguan orientasi realitas
adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons pada realitas. Klien tidak dapat
membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara akurat, sehingga tampak perilaku
yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi
kognitif dan isi fikir; fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.
Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan
menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan
kemampuan berespons terganggu yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka,
gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Oleh karena gangguan
orientasi realitas terkait dengan fungsi otak maka gangguan atau respons yang timbul
disebut pula respons neurobiologik.
2.2.3 Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham (Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa RSJP Bogor di kutip oleh RSJP Banjarmasin, 2001) yaitu:
a. Waham dengan perawatan minimal
1)Berbicara dan berperilaku sesuai dengan realita.
2) Bersosialisasi dengan orang lain.
3) Mau makan dan minum.
4) Ekspresi wajah tenang.
b. Waham dengan perawatan parsial
1) Iritable.
2) Cenderung menghindari orang lain.
3) Mendominasi pembicaraan.
4) Bicara kasar.
c. Waham dengan perawatan total
1) Melukai diri dan orang lain.
2) Menolak makan / minum obat karena takut diracuni.
3) Gerakan tidak terkontrol.
4) Ekspresi tegang.
5) Iritable.
6) Mandominasi pembicaraan.
7) Bicara kasar.
8) Menghindar dari orang lain.
9) Mengungkapkan keyakinannya yang salah berulang kali.
10) Perilaku bazar.
2.2.4 Macam-macam Waham
a. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, orang
kaya.
b. Waham Berdosa
Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar.
Penderita percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.
c. Waham Dikejar
Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain atau kelompok orang
yang bermaksud berbuat jahat padanya.
d. Waham Curiga
Individu merasa selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya. Individu curiga terhadap
sekitarnya. Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencari-cari hubungan antara
dirinya dengan orang lain di sekitarnya, yang bermaksud menyindirnya atau menuduh
hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya. Dalam bentuk yang lebih ringan, kita kenal
“Ideas of reference” yaitu ide atau perasaan bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-
perbuatan tertentu dari orang lain (senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan
sebagainya) mempunyai hubungan dengan dirinya.
e. Waham Cemburu
Selalu cemburu pada orang lain.
f. Waham Somatik atau Hipokondria
Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya seperti ususnya yang
membusuk, otak yang mencair.
g. Waham Keagamaan
Waham yang keyakinan dan pembicaraan selalu tentang agama.
h. Waham Nihilistik
Keyakinan bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sendiri sudah meninggal.
i. Waham Pengaruh
Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain.
2.2.5 Penatalaksanaan
Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena,
kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental. Tetapi jangan memandang klien
dengan waham pada gangguan skizofrenia ini sebagai pasien yang tidak dapat
disembuhkan lagi atau orang yang aneh dan inferior bila sudah dapat kontak maka
dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis. Biar pun klien tidak sembuh
sempurna, dengan pengobatan dan bimbingan yang baik dapat ditolong untuk bekerja
sederhana di rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang lain di lingkungan klien
diberi penjelasan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.
Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi lainnya
seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi seni, terapi tingkah laku,
terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya bertujuan untuk
memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia. Penatalaksanaan
yang terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi dan
pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar
dalam kehidupan masyarakat.
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Waham
2.3.1. Pengkajian
Menurut tim Depkes RI (1994), pengkajian adalah langkah awal dan dasar proses
keperawatan secara menyeluruh. Pada tahap ini pasien yang dibutuhkan dikumpulkan
untuk menentukan masalah keperawatan.
Patricia A Potter et al (1993) dalam bukunya menyebutkan bahwa pengkajian terdiri dari
3 kegiatan yaitu: pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa data dan
perumusan diagnosa keperawatan. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber data
yaitu sumber data primer (klien) dan sumber data sekunder seperti keluarga, teman
terdekat klien, tim kesehatan, catatan dalam berkas dokumen medis klien dan hasil
pemeriksaan. Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: dengan
observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat. Isi
pengkajiannya meliputi:
a. Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang:
Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik
pembicaraan.
b. Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan
yang dicapai.
c. Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan
terjadinya gangguan:
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari
klien.
2) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan perkembangan
individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
3) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan).
d. Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi
badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.
e. Aspek psikososial
1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi,
pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak
disukai.
b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status
dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki / perempuan.
c) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan penyakitnya.
e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan orang lain
terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai
wujud harga diri rendah.
3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok yang
diikuti dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
f. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara,
persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan
berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
i. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang dimiliki
klien disimpulkan dalam masalah.
j. Aspek medik
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi psikomotor, terapi
tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi lingkungan.
Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi dan perkembangan klien supaya dapat
melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan.
2.3.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian
(Gabie, dikutip oleh Carpernito, 1983).
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya (Gordon dikutip oleh
Carpernito, 1983)
Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari hasil pengkajian
adalah:
a. Gangguan proses pikir; waham.
b. Kerusakan komunikasi verbal.
c. Resiko menciderai orang lain.
d. Gangguan interaksi sosial: menarik diri.
e. Gangguan konsep diri; harga diri rendah
Pohon masalah
Kerusakan komunikasi verbal
Perubahan isi pikir: waham agama
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
1. Kerusakan Komunikasi verbal b.d waham agama
2. perubahan isi pikir: waham kebesaran b.d HDR
2.3.3. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Kerusakan Komunikasi verbal b.d waham agama
TUM : Klien dapat mengontrol wahamnya sehingga komunikasi verbal dapat berjalan
dengan baik
TUK 1 : Klien dapat Membina Hubungan Saling Percaya
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya:
2. Salam terapetik, perkenalan diri,
3. Jelaskan tujuan interaksi,
4. Ciptakan lingkungan yang tenang,
5. Buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic, tempat dan waktu)
6. Jangan membantah dan mendukung klien
7. Kata-kata perawat menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai
ekspresi menerima
8. Kata-kata perawat tidak mendukung disertai ”sukar bagi saya untuk mempercayainya”
disertai ekspresi ragu tapi empati
9. Tidak membicarakan isi waham klien
10. Yakinkan klien dalam keadaan aman dan terlindung
11. Anda berada di tempat yang aman, kami akan menerima anda
12. Gunakan keterbukaan dan kejujuran
13. Jangan tinggalkan klien sendirian
TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Intervensi :
1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistik
2. Diskusikan dengan klien tentang kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini
yang realistik, hati-hati terlibat dengan waham
3. Tanyakan apa yang bisa dilakukan (kaitkan dengan aktifitas sehari-hari) kemudian
anjurkan untuk melakukannya saat ini
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak
ada.
TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi
Intervensi :
1. Obsrvasi kebutuhan sehari-hari klien
2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik secara di rumah dan di RS (rasa
takut, ansietas, marah)
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham
4. Tingkat aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan
tenaga (aktivitas dapat dipilih dan dibuat jadwal bersama dengan klien)
5. situai agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya
TUK 4 : Klien dapat b.d realitas (realitas: diri, orang lain, tempat, waktu)
Intervensi :
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas
2. Sertakan klien dalam TAK :TAK Orientasi Realita
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
2. Perubahan isi pikir: waham agama b.d HDR
TUM : Klien dapat meningkatkan harga dirinya sehingga mampu mengendalikan wahamnya
TUK 1 : Klien dapat Membina Hubungan Saling Percaya
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan :
2. Salam terapetik, perkenalan diri,
3. Jelaskan tujuan interaksi,
4. Ciptakan lingkungan yang tenang,
5. Buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic, tempat dan waktu)
TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan harga diri rendah (HDR)
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang HDR
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang penyebab HDR
3. Diskusikan dengan klien tentang HDR serta penyebab dan akibat yang mungkin muncul
4. Beri penguatan positif pada kemampuan klien dalam mengungkapkan pendapatnya
tentang HDR
5. Bantu klien mengidentifikasi aspek positif tentang perasaannya
TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimilikinya
Intervensi :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2. Hindarkan pemikiran penilaian negative, utamakan memeberikan pujian realistis
TUK 4 : Klien dapat menerapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya
Intervensi :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai dengan
kemampuannya
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan kondisi klien
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan klien
TUK 5 : Keluarga dapat membantu klien untuk berperilaku adaptif terhadap lingkungan
Intervensi :
1. Diskusikan dengan keluarga tentang bentuk dukungan yang perlu diberikan pada klien
dengan HDR
2. Diskusikan dengan keluarga tentang cara merawat dan menghadapi klien dengan HDR
2.3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan pada klien
sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan tetapi tidak menutup
kemungkinan akan menyimpang dari rencana yang ditetapkan tergantung pada situasi dan
kondisi klien saat ini.
2.3.5 Evaluasi
Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan
atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin dicapai. Pada bagian
ini ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga tercapai sebagai
atau timbul masalah baru.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan disajikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang di mulai
dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pada tanggal 04 juli 2011 sampai 09 juli 2011 dengan data sebagai berikut:
3.1 PENGKAJIAN
Ruang Rawat : PAV 6A Tgl MRS 24 april 2011
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. A Tgl pengkajian : 5 Juni 2011
Umur : 45Th RM No. : 38441.xx
II. ALASAN MASUK
Pasien datang dengan kondisi dan terlihat bingung pembicaraanya ngelantur, ngomel –
ngomel sendiri marah – marah, tidak bisa tidur.
KELUHAN UTAMA: Pasien menganggap dirinya yang masuk surga
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, Klien pernah di rawat di RSAL
2x, pertama kali tahun 1996 kedua pada April 2011
2. Pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena Klien tidak rutin minum obat
dan kontrol.
3. Klien tidak pernah mengalami trauma di masa lalu, baik trauma aniaya fisik, seksual,
penolakan, kekerasan dalam rumah tangga dan tindakan kriminal.
Masalah Keperawatan : Penatalaksanaan inefektif
4. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang gangguan jiwa.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
5. Klien tidak pernah mengalami masa lalu yang tidak menyenangkan
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72x/menit
Suhu : 36,2ºC
RR : 21x/menit
2. Ukuran BB : 63kg, TB : 167cm
3. Klien mengatakan tidak ada masalah pada fisiknya
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram :
45
Keterangan :
: laki- laki
: perempuan
: meninggal
: klien
: ada hubungan
: serumah
Klien anak ke-2 dari 5 bersaudara
Klien tinggal bersama adik kandung, istri, serta ke-2 anaknya
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
2. Konsep Diri
a. Citra tubuh :
Klien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya karena anugrah dari Tuhan.
b. Identitas diri :
Klien mengatakan kalau dirinya adalah seorang laki - laki, dan Klien anak ke-2 dari 5
bersaudara.
c. Peran :
Sebagai kepala rumah tangga
d. Ideal diri :
Ketika ditanya harapan klien sebagai kepala rumah tangga dan klien juga mengatakan “
hanya klien masuk surga “
e. Harga diri :
Pada saat makan klien menyendiri di kamarnya karena klien tidak suka keramaian
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah
3. Hubungan Sosial :
a. Orang yang berarti :
Klien mengatakan orang yang sangat berarti adalah adik kandungnya.
b. Peran serta dalan kegiatan kelompok/masyarakat :
Klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan selama di RS.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien suka berdo'a sendiri dan ngomongnya ngelantur.
Masalah Keperawatan : kerusakan komunikasi verbal
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan :
Klien mengatakan beragama islam
b. Kegiatan ibadah :
Klien sholat 5x pada interval waktu 07.00 s/d 14.00, sering membaca sholawat, surat
pendek al Qur’an
Masalah Keperawatan : Distres Spriritual
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan :
Klien mengatakan mandi 2x sehari, menggosok gigi 3x sehari, saat pengkajian Klien
tampak rapi dan rambut terlihat bersih.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
2. Pembicaraan :
Saat pengkajian klien lambat dan ngelantur.
Klien sering sholawatan, membaca surat – surat pendek Al Qur’an
Jelaskan: pasien berbicara berpindah-pindah dari satu kalimat kekalimat lain
Masalah Keperawatan : Kerusakan komunikasi verbal
3. Aktivitas motorik :
Klien dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari sendiri secara berlebihan seperti sholat 5x
dalam interval waktu 07.00 s/d 14.00.
Masalah Keperawatan : Perubahan proses pikir:Waham agama
4. Afek dan Emosi
a. Afek
Saat pengkajian ekspresi wajah Klien tidak ada perubahan menyenangkan atau
menyedihkan (datar).
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
b. Alam perasaan (emosi)
Klien mengatakan keinginan untuk segera pulang
Masalah Keperawatn : Ansietas
5. Interaksi selama wawancara
- Kontak mata kurang
- Pada saat pengkajian pandangan mata klien kosong dengan melihat ke taman
Masalah Keperawatan : kerusakan komunikasi verbal
6. Persepsi – Sensorik
Klien mengatakan tidak mendengar suara-suara atau bisikan.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
7. Proses Pikir
a. Proses pikir
Setiap diberi pertanyaan, klien mapu menjawab pertanyaan dengan benar sesuai apa yang
ditanyakan. Misalnya sudah berapa lama klien disini? Klien menjawab sudah 2 bulan
Masalah Keperawatan : Tidak di temukan masalah keperawatan
b. Isi pikir
Saat pengkajian Klien tidak tampak obsesi ataupun fobia , Klien mengatakan hanya klien
yang masuk surga (waham agama).
Masalah Keperawatan : Perubahan proses pikir:Waham agama
8. Tingkat Kesadaran
Jika Klien ditanya “jam berapa? Klien menjawab jam 10.00 “, dan jika ditanya “Klien
berada dimana? Klien menjawab di RS Jiwa “.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
9. Memori
Klien mengatakan ingat dirinya di bawa ke RS dengan adiknya pada bulan April (Klien
mengalami gangguan jangka panjang).
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Saat pengkajian dan ditanya , “pak “A” punya rokok 12 terus pak “B “ minta rokok 2 biji,
sisanya berapa pak? 10
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
11. Kemampuan Penilaian
Klien mampu mengambil keputusan sendiri tanpa bantuan orang lain.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
12. Daya Tilik Diri
Klien mengingkari penyakit yang di deritanya, Klien mengatakan saya tidak merasa sakit
apa-apa, tetapi saya kok dibawa kesini
Masalah Keperawatan : Perubahan proses pikir:Waham agama
VII. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Klien dapat memenuhi kebutuhan makannya, Klien makan 3x sehari, pakaian yang
dikenakan sesuai.
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
2. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
a. Perawatan diri
Klien mengatakan perawatan diri dilakukan sendiri tanpa bantuan oranglain, mandi 2x
sehari, menggosok gigi 3x sehari, BAB & BAK, ganti pakaian dilakukan sendiri.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
b. Nutrisi
Klien mengatakan puas dengan makanan yang disediakan oleh RS, ketika makan Klien
memisahkan diri dengan temannya, frekuensi makan 3x sehari, kudapan 1x sehari, nafsu
makan Klien meningkat (BB SMRS : 63kg, BB MRS : 63kg).
Masalah Keperawatan : harga diri rendah
c. Tidur
Klien mengatakan tidak ada masalah dalam tidur, setelah bangun tidur Klien merasa
segar, Klien terbiasa tidur siang sekitar 2 jam, tidur malam Klien sekitar 8 jam, Klien
mengatakan tidak ada gangguan saat tidur.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
3. Klien dapat mengantisipasi kebutuhan sendiri, Klien dapat membuat keputusan
berdasarkan atas keinginan sendiri, Klien tidak bisa mengatur dalam penggunaan obat.
Masalah Keperawatan : Ketidakpatuhan
4. Klien memiliki sistem pendukung : Selama di RS klien belum pernah di jenguk keluarga,
sistem pendukung di RS (dokter perawat)
Masalah Keperawatan : kurang dukungan keluarga
5. Klien mengatakan kalau hobinya membaca al Qur’an
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
VIII. MEKANISME KOPING
Klien mau berbicara dengan teman-temannya, Klien tidak minum alkohol, Klien tidak
mencederai diri sendiri ataupun oranglain.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Klien mengatakan mau berinteraksi dengan oranglain, Klien lulusan dari SMA, Klien
mengatakan senang dan nyaman dengan pekerjaannya, Klien tinggal bersama adiknya,
Klien mengatakan berkecukupan dengan perekonomiaannya, Klien mengatakan jarang
kontrol.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang di derita, Klien tidak tahu obat-obat
yang diminum.
Masalah Keperawatan : Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa dan obat yang
diminumnya
XI. ASPEK MEDIS
Diagnosa medik : skizofrenia paranoid
Terapi medik :
- Sizoril 25mg (2x1)
- Neripros 2mg (2x1)
- Hexymer 2mg (2x1)
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
XII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1. Penalaksanaan inefektif
2. Harga diri rendah
3. Kerusakakn komunikasi verbal
4. Ansietas
5. Perubahan proses pikir : waham agama
6. Ketidakpatuhan
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa dan obat yang diminumnya
http://fendypmr.blogspot.com/2011/08/karya-tulis-ilmiah-asuhan-keperawatan.html
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
a. Menurut Kelliat 1995, amuk merupakan kemarahan yang paling maladaftip yang
ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol
individu dimana individu tersebut dapat merusak dirinya sendiri, orang lain dan
lingkungan.
b. Menurut Townsend 2000, amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan untuk
mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai perang atau
menyerang.
c. Menurut Varcolaris 1994, amuk adalah tindakan kekerasan yang bertujuan untuk
menyelesaikan tujuan dimana individu tidak dapat menemukan cara lain, biasanya dipicu
oleh perasaan marah, frustasi dan harga diri rendah.
Jadi berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat kita simpulkan bahwa amuk
merupakan suatu tindakan kekerasan yang dapat membayakan diri sendiri maupun orang
lain yang ditandai dengan ekspresi kemarahan, melakukan tindakan yang berbahaya,
mengeluarkan kata-kata ancaman dan melukai dari tahap yang paling ringan sampai
berat/serius.
2. Faktor-faktor yang menimbulkan amuk
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis
Suatu kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
menimbulkan sikap agresif/ amuk. Pada masa anak-anak, faktor penyebab seperti
perasaan ditolak, dihina, dianiaya dan saksi penganiayaan dapat menimbulkan prilaku
amuk pada masa remaja ataupun dewasa.
2) Perilaku
a) Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan .
b) Sering mengobservasi kekerasan di rumah/ di luar rumah menstimulasi individu
mengadopsi prilaku kekerasan.
3) Sosial budaya
a) Kontrol yang tidak pasti terhadap prilaku kekerasan.
b) Budaya tertutup dan membalas secara diam-diam (pasif-agresif).
c) Menciptakan situasi seolah-olah prilaku kekerasan diterima (Permisive).
4) Bioneurologis
Kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakmampuan interpesonal
bisa menjadi penyebab prilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
1) Pasien, seperti: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan dan kurang percaya
diri.
2) Lingkungan, seperti: lingkungan yang berisik, padat, kritik yamg mengarah pada
penghinaan pada kehilangan dan kehilangan orang yang dicintai.
3. Patofisiologi
Proses terjadinya amuk dimula dari kemarahan yang timbul sebagai akibat adanya
ancaman integritas diri atau keutuhan (Rawlin, Cit Keliat, 1992).
Patoflowdiagram
Ancaman terhadap kebutuhan
Stres
Cemas
Merasa kuat Mengungkapkan secara verbal Merasa tidak adekuat
Menantang Menjaga keutuhan orang lain Menarik diri
Masalah tidak selesai Lega Mengingkari marah
Marah berkepanjangan Ketegangan menurun Marah tidak terungkap
Rasa marah teratasi
Muncul rasa bermusuhan
Marah pada diri sendiri Rasa bermusuhan menahun Marah pada orang lain
Depresi psikosomatik Agresif/ amuk
4. Tanda dan gejala
a. Didapatkan melalui observasi dan wawancara
1) Observasi, seperti muka merah, pandangn tajam, nada suara tinggi, berdebat, memakskan
kehendak, merampas makanan dari oang lain dan memukul jika tidak senang.
2) Wawancara, didapatkan data-data penyebab marah dan tanda-tanda marah yang
dirasakan klien.
b. Tanda dan gejala verbal dan non verbal
1) Verbal
a) Berargumentasi dan berteriak
b) Banyak menuntut, mengeluh dan mengekspresikan tujuan ke orang lain dengan
mengancam.
c) Gangguan berfikir
d) Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang.
2) Non verbal
a) Aktivitas motorik meningkat.
b) Postur mengaku sambil mengencangkan kepalan tangan dan rahang.
c) Ekspresi wajah marah.
d) Mengurangi kontak mata, exstement.
e) Diam yang ekstrim.
5. Penatalaksanaan
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
a. Medis
1) Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
2) Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
3) Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan
hiperaktivitas.
4) ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada
keadaan amuk.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Psikoterapeutik
2) Lingkungan terapieutik
3) Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
4) Pendidikan kesehatan
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
Riwayat kelahiran dan tumbuh kembang (biologis).
Trauma karena aniaya fisik, seksual atau tindakan kriminal.
Tindakan antisosisal.
Penyakit yang pernah diderita.
Gangguan jiwa dimasa lalu
Pengadaan sebelumnya.
1) Aspek psikologis
Keluarga, pengasuh, lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psiklogis klien.
Sikap atau keadaan yang dapat memepengaruhu jiwa amuk adalah: penolakan dan
kekerasan dalam kehidupan klien. Pola asuh pada usia anak-anak yang tidak adekuat
misalnya tidak ada kasih sayang , diwarnai kekerasan dalam keluarga merupakan resiko
gangguan jiwa amuk.
2) Aspek sosial budaya
Kemiskinan, konflik sosial budaya, kehidupan terisolasi, disertai strees yang menumpuk,
kekerasan dan penolakan.
3) Aspek spiritual
Klien merasa berkuasa dan dirinya benar, tidak bermoral.
b. Faktor fisik
1) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, diagnosa medis, pendidikan dan pekerjaan.
2) Keturunan
Adalah keluarga berpenyakit sama seperti klien atau gangguan jiwa lainya, jika ada
sebutkan.
3) Proses psikologis
a) Riwayat kesehatan masa lalu
- Apakah klien pernah sakit/ kecelakaan
- Apakah sakit tersebut mendadak/ menahun dan meninggalkan cacat.
b) Bagaimana makan minum klien
c) Istirahat tidur
d) Pola BAB/BAK
e) Latihan
f) Pemeriksaan fisik
- Fungsi sistem, seperti pernapasan, kardiovaskular, gastrointestinal, genitourineri,
integumen dan paru udara.
- Penampilan fisik, berpakaian rapi/tidak rapi, bersih, postur tubuh (kaku, lemah, rileks,
lemas).
c. Faktor emosional
Klien merasa tidak aman, merasa terganggu, dendam, jengkel.
d. Faktor mental
Cenderung mendominasi, cerewet, kasar, keremehan dan suka berdebat.
e. Latihan
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
2. Masalah Keperawatan
a. Daftar masalah
1) Resiko tinggi kekerasan; terhadap diri sendiri dan orang lain dan lingkungan.
2) Koping keluarga tidak efektif.
b. Diagnosa keperawatan
1) Resiko tinggi kekeasan: mencedarai diri sendiri/ orang lain dan lingkungan.
2) Koping keluarga tidak efektif: gangguan persepsi
3. Perencanaan
Diagnosa 1:
- Tujuan umum: klien tidak menciderai orang lain dan diri sendiri
- Tujuan khusus:
o Klien dapat membina hubungan saling percaya
o Klien dapat mengenal amarahnya
o Klien dapat mengendalikan emosinya
o Klien dapat dukungan dari keluarganya untuk mengontrol amarahnya.
o Klien dapat memanfaatkan obat sebaik mungkin.
- Kriteria hasil
o Klien mampu mendemonstrasikan kemampuan mengendalikan diri seperti relaksasi tubuh.
o Klien mampu memahami situasi yang nyata.
o Klien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan.
- Intervensi
Dirikansebuah kepercayaan dalam diri klien, seperti: jangan berusaha berdebat/
menentang amuknya, yakinkan klien bahwa dia dalam keadaan aman dan jangan
tinggalkan klien sendirian.
Rasional: menghindari kecurigaan dan menimbulkan keterbukaan.
Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional: memperkirakan kemungkinan terjadi kekerasan.
Kaji persepsi sensori klien yang dapat menimbulkan keinginan melakukan kekerasan.
Rasional: memahami isi pikir klien sehingga dapat mengetahui perubahan isi pikir klien.
Jangan menerima/ mengkritik isi pikir klien yang salah.
Rasional: hal tersebut dapat menimbulkan konflik yang dapat menghambat proses
interaksi.
Pertahankan sikap yang tenang terhadap klien.
Rasional: ansietas perawat memancing klien lebih agitasi.
Ajarkan klien latihan relaksasi.
Rasional: membantu mengatasi meningkatnya stimulus.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pembrian obat-obatan tranquilizer dan pantau
keevektifitasannya dan efek sampingnya.
Rasional: sebagai pengontrol prilaku psikosis dan penenang hiperaktivitas.
4. Implementasi
Ada 5 prinsip utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien khususnya,
pada kien amuk/ kekerasan yaitu:
a. Psikoterapiutik
1) Membina hubungan saling percaya
2) Membantu meningkatkan harga diri
3) Membantu koping klien
b. Lingkungan terapiutik
1) Lingkungan yang bersahabat
2) Pujian atas keberhasilan klien
c. Kegiatan hidup sehari-hari
1) Membantu memenuhi aktivitas sehari-hari
2) Membimbing klien dalam perawatan diri.
d. Somatik
Memberi obat sesuai ketentuan, membujuk klien untuk minum obat.
Pendidikan kesehatan
1) Membantu klien mengenal penyakitnya.
2) Mengikutsertakan keluarga dalam mengatasi masalah klien.
5. Evaluasi
a. Pada klien
1) Klien tidak menciderai diri dan orang lain.
2) Klien mampu mempertahankan hubungan akrab dengan orang lain.
3) Klien mampu merawat diri secara optimal.
4) Klien dapat mengontrol terjadinya amuk dengasn koping aktivitas kelompok.
b. Pada keluarga
1) keluarga dapat memberi support sistem yang positif untuk menyembuhkan klien.
2) Keluarga mampu merawat klien
3) Keluarga mampu mengetahui kegiatan apa yang perlu klien lakukan dirumah ( buat
jadwal ).
4) Keluarga mengetahui cara pemberian obatdengan benar dan waktu follow up.
6. Perencanaan pulang
Perawatan dirumah sakit akan lebih bermakna jika dilanjutkan dirumah. Untuk itu
semua rumah sakit perlu membuat perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan
sesegera mungkin setelah klien dirawat dan diintegrasikan didalam proses keperawatan.
Jadi bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien pulang.
Tujuan perencanaan pulang:
a. Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.
b. Klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungannya.
c. Klien tidak terisolasi sosial
d. Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap ( Kelliat, 1992).