kasus hambalang

Upload: ben-ones

Post on 09-Jan-2016

71 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

hambalang

TRANSCRIPT

KATA PENGANTARPuji syukur Saya panjatkan ke hadirat Tuhan YME, berkat rahmat dan karunia-Nya Saya menyelesaikan makalah ini yang berjudul Peran Audit forensik dalam Mengungkap Fraud dan Penerapannya dalam Kasus Hambalang. Makalah ini terdiri dari 4 bab yaitu pendahuluan, kajian teori, pembahasan kasus dan penutup dalam kajian teori. Kami memaparkan antara lain pengertian audit forensik, Tugas auditorforensik, Peran bpk dalam auditforensik, Pelaksanaan audit forensik, Peranpentingauditforensik, Tujuanauditforensik. Perbedaan audit forensik dan audit konvensional, Alasan diperlukannyaauditforensik, serta Audit forensik dalam membantu mewujudkan good Governance. Dan di bagian pembahasan saya akan memaparkan penerapan audit forensik dalam kasus Hambalang.Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi kewajiban tugas mata pelajaran Capita Selekta. Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.

\

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI2BAB I3PENDAHULUAN4A.Latar Belakang4B.Kronologi Kasus Hambalang Dari Tahun ke Tahun5C. Indikasi Penyimpangan7B. RUMUSAN MASALAH9BAB II11KAJIAN TEORI11A.PENGERTIAN AUDIT FORENSIK11B.TUGAS AUDITORFORENSIK12C.PERAN BPK DALAM AUDITFORENSIK13D.PELAKSANAAN AUDIT FORENSIK14E.PERANPENTINGAUDITFORENSIK16F.TUJUANAUDITFORENSIK17G.PERBEDAAN AUDIT FORENSIK DAN AUDIT KONVENSIONAL18H.ALASAN DIPERLUKANNYAAUDITFORENSIK19I.AUDIT FORENSIK DALAM MEMBANTU MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE20BAB III22PEMBAHASAN221.Kasus Hambalang222.Hasil Audit Forensik Kasus Hambalang253.Permasalahan28BAB III32PENUTUP32A.KESIMPULAN32DAFTAR PUSTAKA33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak kecurangan di pemerintahan di Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Bila kita sering membaca surat kabar atau melihat televisi, maka kita akan disuguhi banyak berita tentang kasus-kasus fraud yang telah melibatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, baik dijajaran lembaga legislatif, eksekutif bahkan yudikatif. Berbagai usaha telah dilakukan Pemerintah Indonesia baik dengan memberdayakan secara maksimal lembaga-lembaga penegak hukum, seperti Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian. Bahkan dalam dasawarsa terakhir Pemerintah juga telah membentuk dan memberdayakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun sayangnya hasil yang di dapat masih belum sesuai dengan harapan, di mana Indonesia masih menduduki 10 negara terkorup di dunia. Mengapa hal ini terjadi? Terjadinya kecurangan tersebut yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan dapat memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius dan membawa dampak kerugian. Apabila dilihat dariperanakuntan publik, fenomena kecurangan ini menjadi masalah yang serius karena menyangkut citra akuntan publik terutama auditornya.Kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah sulit terdeteksi karena pelaku biasanya merupakan orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan suatu proyek. Oleh karena itu, auditor laporan keuangan harus mempunyai keahlian untuk mendeteksi kecurangan ini. Untuk tindak lebih lanjut, auditor laporan keuangan ini hanya dapat mendeteksi saja sedangkan untuk pengungkapannya diserahkan padaauditorforensikyang lebih berwenang. Auditorforensikinilah yang nantinya akan menggunakan suatu aplikasi auditlain selainauditbiasa yang digunakan para auditor laporan keuangan untuk mengungkapkan kecurangan yaituAuditforensik.Peran audit forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari waktu ke waktu semakin terus meningkat. Audit forensik banyak diterapkan ketika Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum yang diperlukan untuk menagani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada instansi tersebut. Audit forensik juga digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian untuk menggali informasi selama proses pelaksanaan audit kecurangan (fraud audit) atau audit investigasi. Namun apakah audit forensik yang telah diterapkan sudah cukup memadai? Artikel ini, melalui tinjauan secara teoritisnya, akan mencoba untuk menjelaskan bagaimana peran audit forensik dalam mengungkap fraud di instsansi-instansi pemerintah.

B. Kronologi Kasus Hambalang Dari Tahun ke Tahun

Tahun 2003-2004Pada tahun itu, masih di Direktorat Jenderal (Ditjen) Olahraga Depdikbud. Proyek ini digelontorkan pada tahun itu sesuai dengan kebutuhan akan pusat pendidikan dan pelatihan olahraga yang bertaraf internasional. Selain itu untuk menambah fasilitas olahraga selain Ragunan. Pada tahun itu direkomendasikan 3 wilayah yaitu Hambalang Bogor, Desa Karang Pawitan, dan Cariuk Bogor. Akhirnya yang dipilih Hambalang.Tahun 2004Dilakukan pembayaran para penggarap lahan di lokasi tersebut dan sudah dibangun masjid, asrama, lapangan sepakbola dan pagar.Tahun 2004-2009Proyek di Ditjen Olahraga Kemendikbud dipindahkan di Kemenpora. Lalu dilaksanakan pengurusan sertifikat tanah Hambalang tapi tidak selesai.Tahun 2005Datang studi geologi oleh konsultan pekerjaan di lokasi Hambalang.

Tahun 2006Dianggarkan pembuatan maket dan masterplan. Dari rencana awalnya pusat peningkatan olahraga nasional, menjadi pusat untuk atlet nasional dan atlet elite.Tahun 2007Diusulkan perubahan nama dari Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Nasional menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional.

Tahun 2009Diajukan anggaran pembangunan dan mendapat alokasi sebesar Rp 125 miliar, tapi tidak dapat dicairkan (dibintangi) karena surat tanah Hambalang belum selesai.

Tahun 2010Pada tanggal 6 Januari 2010 diterbitkan surat Keputusan Kepala BPN RI Nomor 1/ HP/ BPN RI/2010, tentang Pemberian Hak Pakai atas nama Kemenpora atas tanah di Kabupaten Bogor- Jawa Barat dan berdasarkan Surat Keputusan tersebut, kemudian pada tanggal 20 Januari diterbitkan sertifikat hak pakai nomor 60 atas nama Kemenpora dengan luas tanah 312.448 m2. Lalu pada 30 Desember 2010 keluar izin pendirian bangunan.Lalu pada 2010 juga ada perubahan lagi yakni penambahan fasilitas sarana dan prasarana antara lain bangunan sport sains, asrama atlet senior, lapangan menembak, ekstrem sport, panggung terbuka dan volley pasir dengan dibutuhkan anggaran Rp 1,75 triliun.Lalu sejak 2009-2010 sudah dikeluarkan anggaran total Rp 675 miliar. Lalu 6 Desember 2010 keluar surat kontrak tahun jamak dari Kemenkeu untuk pembangunan proyek sebesar Rp 1,75 triliun dan pengajuan pembelian alat- alat membengkak menjadi Rp 2,5 Triliun.Tahun 201231 Desember 2012 pekerjaan direncanakan selesai. Lalu penerimaan siswa baru direncanakan pada 2013-2014.

C. Indikasi Penyimpangan

BPK telah melaksanakan pemeriksaan atas pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) yang berlokasi di Desa Hambalang Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2010 dan 2011 pada Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) dan instansi terkait lainnya di Jakarta dan Bogor.Berdasarkan pemeriksaan tersebut, BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundangan dan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak, dalam proses pelelangan, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan dalam proses pencairan uang muka, yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON. Indikasi penyimpangan dan atau penyalahgunaan wewenang tersebut mengakibatkan timbulnya indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya sebesar Rp243,66 Milyar dengan penjelasan singkat sebagai berikut:1. Permohonan untuk memperoleh persetujuan kontrak tahun jamak tidak memenuhi persyaratan yaitu sebagai berikut: a. Surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang, yaitu Ses Kemenpora tanpa memperoleh pendelegasian wewenang dari Menpora. b. Pendapat teknis kelayakan kontrak tahun jamak yang dimaksudkan dalam PMK 56/PMK.02/2010 tanggal 2 Maret 2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, ditandatangani oleh Pejabat yang tidak berwenang yaitu Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum, bukan oleh Menteri Pekerjaan Umum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. c. Tidak seluruh unit bangunan yang hendak dibangun secara teknis harus dilaksanakan lebih dari satu tahun anggaran. d. Kemenpora memanipulasi data dalam pengajuan revisi RKA-KL TA 2010 sebagai salah satu syarat persetujuan revisi RKA-KL TA 2010 oleh Kementerian Keuangan. Data keluaran (output) yang dinyatakan naik dari 108.553 m2 menjadi 100.398 m2, pada kenyataan nya turun dari 108.553 m2 menjadi 100.398 m2. e. Revisi RKA-KL Kemenpora TA 2010 sebagai salah satu syarat persetujuan kontrak tahun jamak belum ditandatangani oleh Dirjen Anggaran, pada saat persetujuan kontrak tahun jamak diberikan oleh Menteri Keuangan. f. Pemberian dispensasi keterlambatan pengajuan usulan revisi RKA-KL Kemenpora 2010 oleh Menteri Keuangan tidak memiliki dasar hukum yang jelas. 2. Dalam proses pelelangan, terdapat indikasi penyimpangan dan atau penyalahgunaan wewenang sebagai berikut: a. Penetapan pemenang lelang pekerjaan konstruksi pembangunan P3SON Hambalang dengan nilai Rp1,2 Triliun yang seharusnya ditetapkan oleh Menpora, ditetapkan oleh pihak yang tidak berwenang yaitu Ses Kemenpora, tanpa memperoleh pendelegasian wewenang dari Menpora. b. Proses evaluasi prakualifikasi dan teknis terhadap penawaran calon kontraktor peserta lelang pekerjaan konstruksi proyek pembangunan P3SON tidak dilakukan oleh Panitia Pengadaan, melainkan oleh rekanan yang akan dimenangkan. c. Proses pelelangan pekerjaan konstruksi pembangunan P3SON Hambalang yang pada akhirnya memenangkan KSO AW dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Menggunakan standar penilaian yang berbeda dalam mengevaluasi dokumen prakualifikasi antara dokumen penawaran dari KSO AW dengan dokumen penawaran dari rekanan yang lain. Standar penilaian untuk mengevaluasi penawaran dari KSO AW menggunakan nilai pekerjaan sebesar Rp1,2 T, sedangkan standar penilaian untuk mengevaluasi penawaran dari rekanan lain menggunakan nilai pekerjaan sebesar Rp262 M. 2) Mengumumkan lelang dengan memberikan informasi yang tidak benar dan tidak lengkap yaitu mengubah informasi mengenai nilai pekerjaan yang hendak dilelang dengan cara memberikan surat pemberitahuan yang tidak dipublikasikan secara transparan. 3) Menggunakan nilai paket pekerjaan yang tidak seharusnya digunakan untuk mengevaluasi Kemampuan Dasar (KD) peserta lelang sehingga dapat memenangkan KSO AW. 3. Pencairan anggaran tahun 2010 dilakukan melalui penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) oleh RI (Kabag Keuangan Kemenpora) meskipun Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan bukti pertanggungjawaban belum ditandatangani dan diuji oleh pejabat yang berwenang yaitu Har selaku Penguji SPP dan Su selaku Bendahara. Selain itu, terdapat indikasi penyimpangan lain yang ditemukan, namun tidak langsung mengakibatkan terjadinya indikasi kerugian negara, yaitu sebagai berikut: 1. Izin penetapan lokasi, izin site plan, dan IMB atas proyek pembangunan P3SON Hambalang diberikan oleh Pemkab Bogor meskipun Kemenpora belum/tidak melakukan studi Amdal terhadap proyek pembangunan P3SON Hambalang dimaksud. 2. Penandatanganan Surat Keputusan Hak Pakai bagi Kemenpora atas tanah seluas 312.448 m2 di Desa Hambalang Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor oleh Kepala BPN, didukung dengan dokumen yang tidak sesuai kenyataan berupa: (i) surat pelepasan hak dari Probosutedjo selaku bekas pemegang hak yang diduga palsu; dan (ii) Surat Pernyataan Sesmenpora yang menyatakan bahwa pada pengadaan lahan P3SON Hambalang dimaksud tidak terjadi kerugian negara berdasarkan LHP BPK RI adalah tidak sesuai kenyataan. LHP BPK yang menjadi rujukan Ses Kemenpora tidak mencakup pemeriksaan atas proses pembebasan lahan P3SON Hambalang. 3. Penetapan RKA-KL Kemenpora tahun 2011 oleh Kementerian Keuangan, untuk pekerjaan konstruksi P3SON Hambalang sudah dilakukan oleh Dirjen Anggaran meskipun persyaratan berupa Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ada adalah untuk skema pembiayaan tahun jamak, sementara itu persetujuan kontrak tahun jamak belum disetujui. 4. Kontraktor utama P3SON Hambalang yaitu KSO AW mensubkontrakkan pekerjaan utama yang seharusnya dikerjakan sendiri sesuai dengan ketentuan dalam Keppres 80 tahun 2003 pasal 32 (3), kepada perusahaan lain.

B. RUMUSAN MASALAH

Apa pengertian audit forensik ? Apa saja tugas dari auditorforensik ? Apa peran BPK dalam auditforensik ? Bagaimana cara pelaksanaan audit forensik ? Apa peranpenting dariauditforensik ? Apa tujuanauditforensik ? Apa perbedaan audit forensik dan audit konvensional ? Mengapa auditforensik dibutuhkan ? Apa peran audit forensik dalam membantu mewujudkan good governance ? Bagaimana penerapan audit forensik dalam kasus hambalang ?

BAB II

KAJIAN TEORI

A. PENGERTIAN AUDIT FORENSIK

AuditForensikterdiri dari dua kata, yaituauditdan forensik.Auditadalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementaraforensikadalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.Dengan demikian,auditforensikbisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.Menurut Charterji (2009) Audit forensik (forensic auditing) dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu keadaan yang memiliki konsekuensi hukum. Audit forensik umumnya digunakan untuk melakukan pekerjaan investigasi secara luas. Pekerjaan tersebut meliputi suatu investigasi atas urusan keuangan suatu entitas dan sering dihubungkan dengan investigasi terhadap tindak kecurangan (fraud), oleh karena itu audit forensik sering juga diartikan sebagai audit investigasi. Di Indonesia lembaga yang berhak untuk melakukanauditforensikadalah auditor BPK, BPKP, dan KPK yang memiliki sertifikatCertified Fraud Examiners(CFE).

B. TUGAS AUDITORFORENSIK

Auditorforensikbertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping tugas auditorforensikuntuk memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), ada jugaperanauditorforensikdalam bidang hukum di luar pengadilan (non litigation), misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.Auditforensikdibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah dan mengendalikan penipuan. Jenis layanan kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa Auditforensikyang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Timauditharus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur Auditforensikdi dalam praktekaudit dan kebutuhan akan adanya spesialisforensikuntuk membantu memecahkan masalah.

C. PERAN BPK DALAM AUDITFORENSIK

Perkembangan positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut membuat Badan Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru dikerdilkan menjadi pulih, dengan terbitnya Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menegaskan tentang kewenangan BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara yang kemudian di dukung dengan Undang-Undang No 15 Tahun 2006 yang memberikan kemandirian dalam pemeriksaan Keuangan Negara baik yang tidak dipisahkan maupun yang dipisahkan seperti BUMN dan BUMD skaligus penentu jumlah kerugian Negara.Oleh karena itu BPK harus meredifinisikan dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, dengan cara meningkatkan metodologi auditnya dan meningkatkan kinerja pegawainya dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk didalamnya keahlian tehnis dalam mendeteksi fraud yaitu mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih, akurat serta mampu melaporkan fakta secara lengkap.Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan menerapkan AuditForensik atau sebagian orang menyebutnyaAuditInvestigatif. Sebenarnya BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara memiliki prestasi yang layak diapresiasi dalam melakukanaudit forensik, dengan melakukanauditinvestigasi terhadap Penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun aliran Dana Bank Indonesia ke sejumlah pejabat, dengan bantuan software khususaudit, BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap beberapa mantan petinggi bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI, sedangkan kasus aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasilauditinvestigasi BPK menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5 Milyar ke Pejabat Bank Indonesia, Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi Menteri Negara, kasus ini mencuat tajam sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa pejabat yang terkait harus mendekam diterali besi ditemani koleganya para anggota DPR yang menerima aliran dana tersebut, hal yang patut ditunggu adalah kelanjutan hasil pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat didalamnya.

D. PELAKSANAAN AUDIT FORENSIK

Proses pelaksanaan audit forensik, dalam banyak hal, sama dengan proses pelaksanaan audit, tetapi dengan tambahan beberapa pertimbangan. Berikut adalah langkah-langkah audit forensik secara umum dan singkat.Langkah I: Menerima tugasAuditor forensik pertama kali harus mempertimbangkan apakah dirinya memiliki keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menerima pekerjaan tersebut. Investigasi forensik bersifat khusus, dan pekerjaan tersebut memerlukan pengetahuan tentang investigasi fraud dan pengetahuan tentang hukum secara luas dan mendalam. Para auditor juga harus memperoleh pelatihan di dalam melakukan teknik-teknik interviu dan interogasi, dan bagaimana menyimpan bukti-bukti yang diperoleh secara aman. Auditor sebaiknya tidak memberikan jasa audit umum dan investigasi forensik atas klien yang sama.

Langkah II: PerencanaanTim auditor harus berhati-hati dalam merencanakan pekerjaan audit forensik. Perencanaan pekerjaan audit ini paling tidak harus mencakup hal-hal berikut: Mengidentifikasi jenis fraud yang terjadi, seberapa lama fraud telah berlangsung, dan bagaimana fraud telah dilakukan, siapa pelakunya dan juga termasuk mengkuantifikasi kerugian finansial yang diderita oleh klien dan mengumpulkan bukti yang akan digunakan di pengadilan. Memberi saran untuk pencegahan terulangnya fraud. Mempertimbangkan cara terbaik mendapatkan bukti. Menggunakan teknik audit berbantuan computer, bila diperlukan.Langkah III: Mengumpulkan BuktiDalam rangka mengumpulkan bukti yang lengkap, auditor (investigator) harus memahami jenis fraud dan bagaimana kecurangan tersebut telah dilakukan. Bukti-bukti yang dikumpulkan harus memadai untuk membuktikan identitas pelakunya, mekanisme pelaksanaan fraud, dan jumlah kerugian finansial yang diderita. Hal penting yang harus dipikirkan adalah bahwa tim auditor memiliki keahlian di dalam mengumpulkan bukti yang akan digunakan dalam kasus persidangan, dan menjaga rantai pengamanan bukti-bukti hingga dikemukakan dalam persidangan. Jika ada bukti yang belum dapat disimpulkan atau ada kejanggalan dalam rantai prosesnya, maka bukti tersebut mungkin akan dimentahkan dalam persidangan, atau bahkan bisa menjadi bukti yang melemahkan. Auditor juga harus diperingatkan bahwa kemungkinan bukti-bukti akan diselewengkan (falsified), dirusak atau dihancurkan oleh tersangka.Bukti dapat dikumpulkan dengan menggunakan berbagai teknik, seperti: Menguji pengendalian guna mendapatkan bukti adanya kelemahan (kemungkinan adanya kecurangan); Menggunakan prosedur analistis (analytical procedures) untuk membandingkan tren dari waktu ke waktu atau untuk memberikan gambaran tentang perbandingan antara satu segmen bisnis dengan segmen bisnis lainnya dengan menggunakan teknik-teknik audit berbantuan komputer.

Langkah IV: Penyusunan LaporanPada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasilauditforensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah: Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan. Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan. Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atasaudityang telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.

E. PERANPENTINGAUDITFORENSIK

Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Auditforensiklebih mengarah kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau korupsi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan,auditforensikdiperlukan untuk pembuktian pada kasus-kasus penipuan.Objekauditforensikadalah informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung unsur penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan keuangan perusahaan, seseorang, atau bahkan negara. Temuanauditdari hasil pemeriksaan ini bisa dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa untuk memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan hasilauditjuga akan memberikan bukti baru untuk tindakan yang menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen. Meskipun penugasanauditdiberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa, independensi auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja, prosedur, dan pernyataan auditor adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi hukum pada pihak yang bersengketa.

F. TUJUANAUDITFORENSIK

Tujuan dariauditforensikadalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan auditforensik telah tumbuh pesat. Beberapa contoh di manaaudit forensikbisa dilaksanakan termasuk:1) Kecurangan dalam bisnis atau karyawan.2) Investigasi kriminal.3) Perselisihan pemegang saham dan persekutuan.4) Kerugian ekonomi dari suatu bisnis.5) Perselisihan pernikahan.

G. PERBEDAAN AUDIT FORENSIK DAN AUDIT KONVENSIONAL

Perbedaaan utama Auditforensikdengan Audit maupun audit konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis Audit tersebut tidak jauh berbeda. Auditforensiklebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan dan keteledoran seperti padaauditumum. Prosedur utama dalam Audit forensic menekankan pada analytical review dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga menggunakan teknikauditumum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya. Auditforensikbiasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan. Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntanforensikharus mempunyai pengetahuan dasar Audit danaudityang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).

H. ALASAN DIPERLUKANNYAAUDITFORENSIK

Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi denganauditbiasa (generalauditatau opinionaudit) sama halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologiaudityang handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai AkuntansiforensikataupunAuditForensik.Auditforensikdahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukanaudit)forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan missappropriation of asset.Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan: Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Orang sudah mahfum profesi dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang dikenal dengan sebutan dokter ahliforensik, namun ahli lainnya yang dalam ini termasuk juga akuntan belum banyak dikenal sebutannya sebagai akuntanforensik

I. AUDIT FORENSIK DALAM MEMBANTU MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

Seperti diketahui bahwa prinsip pemerintahan yang baik ataugood governancememiliki prinsip transparansi, akuntabilitas, keadilan, kemandirian, integritas dan partisipasi. Namun kenyataannya itu sulit diwujudkan karena aparat pemerintah, termasuk pemerintah Indonesia, kini marak melakukan tindakan kriminal seperti korupsi dan penggelapan dana lainnya sehingga kasus tersebut semakin meningkat tajam dan kian memprihatinkan. Kasus tersebut muncul karena mudahnya pelaku menerapkan semacam penipuan ataufraudsehingga kejahatannya sulit dididentifikasi dan hanya pengadilanforensikyang bisa melacaknya. Setidaknya ada tiga langkah yang dapat dilakukan untuk memerangi korupsi di samping upaya hukum antara lain preventif atau pencegahan, edukatif atau pemberdayaan, dan terakhir investigatif atau pengungkapan kasus yang dapat dilakukan dengan caraauditforensik.Auditforensik mampu menekan kasus kriminal yang berkaitan dengan keuangan di Indonesia seperti korupsi, pencucian uang, transaksi ilegal dan sebagainya. Terlebih kasus tersebut sering terjadi di lingkungan pemerintahan sehingga menghambat pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.Dr. Christoph Behrens, narasumber dariCenter of Good Governance mengungkapkan kelebihan investigasiauditforensikdibandingkan investigasi lainnya adalah independen, jauh dari kecurangan dan teliti karena setiap laporan keuangan yang masuk dihitung dan diperiksa hingga detail oleh auditor yang kompeten. Sehingga apabila ditemukan indikasifraudatau penyimpangan termasuk korpusi dapat dideteksi bahkan dicegah. Menurutnya, Auditforensikadalah alat pengontrol dan investigasi setiap kegiatan keuangan pemerintah pusat dan daerah sehingga dapat diketahui hasil bahkan pelanggarannya. Dengan itu, dapat mencegah tindakan pidana yang mungkin terjadi serta mewujudkan pemerintah yang baik serta profesional. Prof Dr Margareth Gfrerer juga menyebutkan bahwa auditforensikdapat dilakukan dengan sistem pengendalian internal terutama melalui penerapan manajemen resiko. Sistem pengendalian tersebut dapat berjalan apabila didukung kebijakan dari bawah hingga atas dengan skema prosesauditing, evaluasi,monitoring, dan pelaporan. Dengan penerapan sistem seperti itu akan meminimalisasi timbulnya resiko seperti, pelanggaran dan kasus korupsi yang terjadi sehingga mewujudkan upayagood governanceyang berlandaskan transparansi dan akuntabilitas.

BAB III

PEMBAHASAN

CONTOH PENERAPAN AUDIT FORENSIK DALAM KASUS HAMBALANG1. Kasus Hambalang

Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center).Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup, Bogor. Tim melihat, lahan di Hambalang itu sudah memenuhi semua kriteria penilaian tersebut di atas. Sehingga lokasi tersebut dipilih untuk dibangun.Menindaklanjuti pemilihan Hambalang, Dirjen Olahraga Depdiknas langsung mengajukan permohonan penetapan lokasi Diklat Olahraga Pelajar Nasional kepada Bupati Bogor. Bupati Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Bogor nomor 591/244/Kpes/Huk/2004 tanggal 19Juli 2004. Sambil menunggu izin penetapan lokasi dari Bupati Bogor tesebut, pada 14 Mei 2004, Dirjen Olahraga telah menunjuk pihak ketiga yaitu PT LKJ untuk melaksanakan pematangan lahan dan pembuatan sertifikat tanah dengan kontrak No.364/KTR/P3oP/2004 dengan jangka waktu pelaksanaan sampai dengan 9 November 2004 senilai Rp4.359.521.320.Namun, ternyata lokasi Hambalang itu masuk zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM. Sesuai dengan sifat batuannya, PVMBG menyarankan untuk tidak mendirikan bangunan di lokasi tersebut karena memiliki risiko bawaan yang tinggi bagi terjadinya bencana alam berupa gerakan tanah.Selain itu, status tanah di lokasi dimaksud masih belum jelas, meskipun telah dikuasai sejak pelepasan/pengoperan hak garapan dari para penggarap kepada Ditjen Olahraga setelah realisasi pembayaran uang kerohiman kepada para penggarap sesuai Berita Acara Serah Terima Pelepasan/Pengoperan Hak Garapan tertanggal 19 September 2004.Sejak itulah area tanah tersebut diakui sebagai aset Ditjen Olahraga dan kemudian pada tanggal 18 Oktober 2005 diserahterimakan kepada organisasi baru yaitu Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) setelah Ditjen Olahraga berubah menjadi Kemenpora. Menpora saat itu, Adhyaksa Dault mengakui bahwa untuk membangun pusat olahraga pihaknya mengajukan anggaran sebesar Rp125 miliar. Karena proyek tersebut awalnya bukan untuk pembangunan pusat olahraga. Melainkan hanyapembangunan sekolah olahraga. "Rekomendasi awalnya, di sana hanya untuk bangun sekolah olahraga dua lantai dan saya tidak tahu bagaimana ceritanya berubah menjadi sport center," kata Adhyaksa saat berbincang dengan VIVAnews.Nilai proyek ini kemudian melejit hingga Rp2,5 triliun saat Kemenpora dipimpin oleh Menteri Andi Mallarangeng. Hal tersebut terungkap dalam audit Hambalang, bahwa pada tanggal 8 Februari 2010 dalam Raker antara Kemenpora dengan Komisi X, Menpora menyampaikan rencana Lanjutan Pembangunan tahap I P3SON di Bukit Hambalang Rp625.000.000.000. Permintaan itu diajukan karena dalam DIPA Kemenpora TA 2010 baru tersedia Rp125 miliar. Menpora Andi Mallarangeng juga menyampaikan bahwa usulan tersebut merupakan bagian rencana pembangunan P3SON Bukit Hambalang Sentul yang secara keseluruhan memerlukan dana sebesar Rp2,5 triliun.Andi Mallarangeng punmenghormatihasil audit BPK atas proyek Hambalang tersebut. Bahkan dirinya mendukung perlu adanya pihak yang bertanggung jawab jika memang ditemukan adanya penyimpangan. "Sebagai menteri tentu saya menjalankan tugas sebaik-baiknya termasuk dalam hal pengawasan," kata Andi.Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo menyebut total kerugian negara akibat Proyek Hambalang sebesar Rp463,67 miliar. Hal itu disampaikan dalam paparan laporan hasil audit Hambalang Jilid II di ruang pimpinan DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (23/8). "BPK menyimpulkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp463,67 miliar akibat adanya indikasi penyimpaangan dan penyalahgunaan wewenang wewenang yang mengandung unsur-unsur pidana yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON Hambalang," paparnya.Pelanggaraan tersebut terletak pada beberapa tahapan. Pertama, proses pengurusan hak atas tanah. Kedua, proses pengurusan izin pembangunan. "Ketiga, proses pelelangan. Keempat, proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak," tambahnya. Kelima, pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan keenam, pembayaran dan aliran dana yang diikuti rekayasa akuntansi.Terkait proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak, BPK juga menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 56/PMK.02/2010 yang diganti dengan PMK Nomor: 194/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diduga mengalami penurunan makna substantif dalam proses persetujuan Kontrak Tahun Jamak. Hal ini dapat melegalisasi penyimpangan semacam kasus hambalang untuk tahun-tahun berikutnya.

2. Hasil Audit Forensik Kasus Hambalang

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo memaparkan sejumlah hasil audit terhadap kasus Hambalang ke DPR. Menurutnya laporan audit investigasi kasus Hambalang dilakukan dua tahap. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kasus Hambalang tahap I dilakukan pada 30 Oktober 2012.Hasilnya telah disampaikan ke DPR. Dalam LHP tahap I, BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses persetujuan tahun jamak, proses pelelangan, proses pelaksanaan konstruksi, dan dalam proses pencarian uang muka yang dilakukan pihak terkait dalam pembangunan Hambalang yang mengakibatkan timbulnya indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 263,66 miliar. Artinya, LHP tahap I dan II merupakan satu satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya secara komprehensif menyajikan berbagai dugaan penyimbangan dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam pembangunan Hambalang.Dalam LHP tahap II, terang Hadi, BPK menyimpulkan terdapat indikasi penyimpangan dan/atau penyalahgunaan wewenang yang mengandung penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek hambalang. Penyimpangan wewenang itu terjadi pada proses pengurusan hak atas tanah, proses izin pembangunan, proses pelelangan, proses persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pembayaran, dan aliran dana yang di ikuti dengan rekayasa akuntasi dalam proyek Pusat Pendidiakn Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON), Hambalang.. Dalam LHP tahap II ini BPK kembali menemukan adanya penyimpangan dalam proses pengajuan dan kerugian negara mencapai Rp471 miliar.Berikut kesimpulan LHP tahap II BPK soal Hambalang;1) Bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas proyek pembangunan P3 SON Hambalang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, sehingga selayaknya permohonan tersebut tidak dapat disetujui Menteri Keuangan.2) Bahwa pihak-pihak terkait secara bersama-sama diduga telah melakukan rekayasa pelelangan untuk memenangkan rekanan tertentu dalam proses pemilihan rekanan pelaksana proyek pembangunan P3 SON Hambalang.3) Bahwa pihak Kemenpora selaku pemilik proyek tidak pernah melakukan studi amdal maupun menyusun DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup) terhadap proyek pembangunan P3 SON Hambalang sebagaimana yang diamanatkan UU Lingkungan Hidup. Persyaratan adanya studi amdal terlebih dahulu sebelum mengajukan izin lokasi, site plan, dan IMB kepada Pemkab Bogor tidak pernah dipenuhi oleh Kemenpora.

Terkait dengan persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, BPK juga menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No 56/2010 yang diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 patut diduga bertentangan dengan Pasal 14 UU No 1/2004. Peraturan tersebut diduga untuk melegalisasi dugaan penyimpangan yang telah terjadi. Pencabutan Permenkeu No 56/2010,mengindikasikan adanya pembenaran atas ketidakbenaran atau penyimpangan atas Pasal 14 UU No 1/2004. Berbagai indikasi penyimpangan yang dimuat dalam LHP tahap I dan II mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 463,67 miliar. Yaitu senilai total dana yang telah dikeluarkan oleh negara untuk pembayaran proyek pada 2010 dan 2011 sebesar Rp 471, 71 miliar. Dikurangi dengan nilai uang yang masih berada pada KSO AW sebesar Rp 8,03 miliar.Kesimpulan tersebut, didasarkan pada fakta-fakta sebagai berikut. Kemenpora tidak pernah memenuhi persyaratan untuk melakukan studi amdal sebelum mengajukan izin lokasi. Kemudian, setplant dan izin mendirikan bangunan kepada pemkab Bogor atau menyusun dokumen evalusi lingkungan hidup mengenai proyek Hambalang.Permohonan persetujuan tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas proyek Pembangunan Hambalang, kata Hadi, tidak memenuhi persyaratan sebagai mana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Sehingga sudah seharusnya permohonan tersebut ditolak.

3.Permasalahan

Pada pengelolaan keuangan negara yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, dari hasil laporan BPK menunjukkan dari semua tahapan tersebut terdapat indikasi penyimpangan baik yang secara langsung maupun tidak langsung berindikasi pada kerugian negara, yaitu :Adanya pengajuan permohonan, maupun penandatanganan persetujuan yang tidak dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2003 pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Juga pada pasal 3 ayat 4 disebutkan bahwa APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Yang seharusnya fungsi otorisasi itu dijalankan oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran sebagaimana disebutkan pada pasal 9 yang berbunyi Menteri /pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai berikut: a. menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya; ...Pelanggaran terkait Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Penetapan pemenang lelang yang tidak sesuai dengan ketentuan mengenai pelelangan Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Dimana pemenang lelang sudah ditentukan pada pagu anggaran yang belum di revisi dan pengumuman mengenai informasi revisi pagu hanya diberitahukan kepada calon pemenang lelang dan bukan diumumkan untuk diadakan pelelangan ulang. Penyimpangan dalam penetapan pemenang lelang konstruksi yaitu Ses Kemenpora (WM) telah melampaui wewenangnya dengan menetapkan pemenang lelang untuk pekerjaan bernilai di atas Rp 50 Miliar tanpa memperoleh pelimpahan wewenang dari Menpora sebagai pejabat yang berwenang menetapkan. Hal tersebut melanggar ketentuan dalam Keppres 80/2003 pasal 26 bahwa pejabat yang berwenang menetapkan penyedia barang/jasa adalah Menteri untuk pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari APBN yang bernilai di atas Rp 50 Miliar. Penyimpangan dalam hal pelaksanaan pekerjaan konstruksi berupa rekanan KSO AW mensubkontrakkan sebagian pekerjaan utamanya kepada perusahaan lain yaitu di antaranya kepada PT DC dan PT GDM. Hal tersebut melanggar ketentuan dalam Keppres 80/2003 pasal 32 (3) bahwa Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab seluruh pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain. Juga pasal 32 (4) bahwa Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab sebagian pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain dengan cara dan alasan apapun, kecuali disubkontrakkan kepada penyedia barang/jasa spesialis.Penyimpangan dalam proses pembayaran dan pencairan uang muka. RI selaku Kabag Keuangan Kemenpora tetap menyusun dan menandatangani SPM, meskipun Pejabat Penguji Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Bendahara belum menandatangani dokumen SPP dari PPK yang berarti belum menguji kelengkapan dan kebenaran tagihan sesuai tugasnya. SPM itu bersama dengan surat Pertanggungjawaban Belanja dari WM selaku Ses Kemenpora diajukan ke KPPN untuk penerbitan SP2D. Hal tersebut tidak sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2004 Pasal 4 ayat 1 huruf f yang menyebutkan bahwa Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang: menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran.Kerugian negara disebabkan antara lain perubahan Peraturan Menteri Keuangan No. 56/PMK.02/2010 menjadi PMK no. 194/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. PMK baru tersebut mengubah makna substansi dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak. Akibatnya, anggaran dana proyek Hambalang yang awalnya ratusan miliar menjadi triliunan rupiah. Pada PMK No. 56/PMK.02/2010 ada pesyaratan wajib mendapatkan rekomendasi dari instansi teknis terkait dengan kelayakan atass kontrak tahun jamak. Namun persyaratan itu tidak ada lagi dalam PMK no. 194/PMK.02/2011. Selain itu untuk mendapatkan kontrak tahun jamak semestinya setelah mendapat persetujuan dari DPR. PMK no. 194/PMK.02/2011 bertentangan dengan Pasal 14 UU No. 1 Tahun 2004 dan berpotensi melegalisasi penyimpangan untuk kasus Hambalang dalam tahun-tahun berikutnya.Selain itu penyimpangan tersebut, yang berakibat indikasi kerugian keuangan negara, juga merupakan pelanggaran terhadap UU No. 17 Tahun 2003 Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 35 Ayat (1).Pasal yang diberikan terkait hukuman yang diterima pelaku:a. Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara. Ancaman pidana dari pelanggaran pasal tersebut adalah maksimal 20 tahun penjara dengan denda paling banyak Rp1 miliar.b. pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.c. Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan dia diganjar hukuman 4,5 tahun penjara, denda Rp 250 juta atau diganti dengan 6 bulan kurungan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Audit forensik dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu keadaan yang memiliki konsekuensi hukum. Tujuan dariauditforensikadalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan. Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan menerapkan AuditForensik. Auditforensik mampu menekan kasus kriminal yang berkaitan dengan keuangan di Indonesia seperti korupsi, pencucian uang, transaksi ilegal dan sebagainya. Terlebih kasus tersebut sering terjadi di lingkungan pemerintahan sehingga menghambat pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.Dalam kasus Hambalang Audit Forensik dibutuhkan untuk mengungkap kecurangan yang terjadi dalam kasus tersebut. Hal tersebut juga penting untuk pengembangan kasus dugaan korupsi Hambalang yang tengahramai dibicarakan saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akuntono, Indra. (2013, 13 September).BAKN.Ajukan Tiga Rekomendasi Terkait Kasus Hambalang. http://nasional.kompas.com/read/BAKN-Ajukan-Tiga-Rekomendasi-Terkait-Kasus-Hambalang. Diakses pada 27 November 2013, 01:05.Dahono. (2013) 03 Januari. Audit forensik membedah fraud dan litigasi. http://itjen.deptan.go.id/479-auditforensikmembedahfrauddanligitasi. Diakses pada 27 November 2013, 02:10.Dewi, Apristia Krisna. (2011, 23 Juni). AuditForensikBantu Wujudkan Good Governance. http://www.uinjkt.ac.id. Diakses pada 27 November 2013, 01:10.Fajar, Ajat M. (2013, 23 Agustus ). Inilah Hasil Audit Tahap II BPK Soal Hambalang. http://nasional.inilah.com. Diakses pada 27 November 2013, 01:10.Farahdina, Gita. (2013, 23 Agustus). BPK: Kasus Hambalang Rugikan Negara Rp463,67 Miliar. http://Metrotvnews.com. Diakses pada 27 November 2013, 00:30.Hopwood, William, George Young, Jay Leiner. Forensic Accounting. http://Amazon.com: (9780073526850):Books.Keris, Panji. (2012, 24 April). Gambaran Umum Audit Forensik. http://panjikeris.wordpress.com/2012/04/24/audit-forensik/. Diakses pada 27 November 2013, 02:47.Novita, Dyah Ratna Meta. (2013, 23 Agustus). Berikut Hasil Audit BPK Soal Hambalang. http://Republika.co.id. Diakses pada 27 November 2013, 01:05.Purjono. 2013. Peran Audit Forensik Dalam Memberantas Korupsi Di Lingkungan Instansi Pemerintah. Suatu Tinjauan Teoritis. [pdf]. Diakses pada 27 November 2013, 01:05.Tirta, Dwi. (2013, 21 Maret). Audit Forensik Untuk Mendeteksi Risiko Fraud atau Kecurangan. http://mediainformasi.org/audit-forensik-untuk-mendeteksi-risiko-fraud-atau-kecurangan. Diakses pada 27 November 2013, 01:00. Tuanakotta, Theodorus M. 2007. AkuntansiForensikdanAuditInvestigatif. Seri Departemen Akuntansi FEUI. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia

1