karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka...

22
FTIP001648/049 [2] [3] [1] HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan 34 BAB IV HASIL PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang Pengamatan penunjang menghasilkan data primer yang terdiri dari suhu, kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (ETo), sifat fisik dan kimia fly ash dan bokashi fly ash, pertumbuhan gulma serta hama dan penyakit yang menyerang tanaman selama penelitian. 4.1.1 Suhu dan kelembaban udara Suhu dan kelembaban udara adalah bagian dari iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman cabai disamping curah hujan. Pengukuran suhu dan kelembaban dimulai pada saat tanaman mengalami perlakuan Pengukuran ini dilaksanakan di lahan percobaan yang digunakan sebagai tempat penelitian. Pada penelitian ini suhu dan kelembaban udara di ukur 3 kali setiap hari yaitu pada pukul 8 pagi, pukul 12 siang dan juga pada pukul 5 sore. Data hasil pengamatan suhu dan kelembaban udara, kecepatan angin dan evaporasi dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan data lengkapnya pada Lampiran 8. Tabel 4.1 Rata-rata suhu dan kelembaban udara selama penelitian. HST Pagi (08.00) Siang (12.00) Sore (17.00) Suhu (°C) Kelembaban (%) Suhu (°C) Kelembaban (%) Suhu (°C) Kelembaban (%) Rata -rata 26,06 43,44 34,13 23,25 26,75 46,97 Dari tabel di atas terlihat bahwa suhu rata-rata selama penelitian adalah antara 26,06°C 34,13°C dengan kelembaban udara antara 23,25% - 46,97%, sedangkan menurut Tjahjadi (1991) suhu ideal untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah antara 24 o C 27 o C, dan suhu ideal untuk pertumbuhan buah adalah 16 o C 23 o C.

Upload: nguyencong

Post on 08-Sep-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/049

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

34

BAB IV

HASIL PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Penunjang

Pengamatan penunjang menghasilkan data primer yang terdiri dari suhu,

kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (ETo), sifat fisik dan kimia fly ash

dan bokashi fly ash, pertumbuhan gulma serta hama dan penyakit yang menyerang

tanaman selama penelitian.

4.1.1 Suhu dan kelembaban udara

Suhu dan kelembaban udara adalah bagian dari iklim yang mempengaruhi

pertumbuhan tanaman cabai disamping curah hujan. Pengukuran suhu dan

kelembaban dimulai pada saat tanaman mengalami perlakuan Pengukuran ini

dilaksanakan di lahan percobaan yang digunakan sebagai tempat penelitian. Pada

penelitian ini suhu dan kelembaban udara di ukur 3 kali setiap hari yaitu pada

pukul 8 pagi, pukul 12 siang dan juga pada pukul 5 sore. Data hasil pengamatan

suhu dan kelembaban udara, kecepatan angin dan evaporasi dapat dilihat pada

Tabel 4.1 dan data lengkapnya pada Lampiran 8.

Tabel 4.1 Rata-rata suhu dan kelembaban udara selama penelitian.

HSTPagi (08.00) Siang (12.00) Sore (17.00)

Suhu(°C)

Kelembaban(%)

Suhu(°C)

Kelembaban(%)

Suhu(°C)

Kelembaban(%)

Rata-rata

26,06 43,44 34,13 23,25 26,75 46,97

Dari tabel di atas terlihat bahwa suhu rata-rata selama penelitian adalah

antara 26,06°C – 34,13°C dengan kelembaban udara antara 23,25% - 46,97%,

sedangkan menurut Tjahjadi (1991) suhu ideal untuk pertumbuhan tanaman cabai

adalah antara 24oC – 27oC, dan suhu ideal untuk pertumbuhan buah adalah 16oC –

23oC.

Page 2: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/050

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

35

Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka kuncup bunga dan

buah muda dapat berguguran, sehingga produktivitas tanaman dapat menurun

secara drastis (Pitojo, 2003). Hal inilah yang teramati selama masa pembungaan

terjadi, karena suhu pada siang hari yang tingg di atas 27oC, banyak bunga dan

buah muda yang berguguran.

4.1.2 Sifat fisik tanah

Data hasil analisis fisik dan kimia tanah dapat dilihat pada Lampiran 9.

Berdasarkan data tersebut diketahui komposisi liat sebesar 32,1%, komposisi debu

54%, dan pasir 13,9%. Menurut Herdjowigeno (2003), komposisi ketiga tekstur

tersebut mengindikasikan bahwa jenis tanah yang digunakan sebagai media tanam

adalah liat berdebu.

Menurut Pitojo (2003), tanaman cabai menghendaki tanah dengan sifat

fisik gembur, remah, dengan drainase yang baik. Tanah-tanah yang dapat

dijadikan media penumbuhan cabai di antaranya adalah tanah lempung berpasir,

liat berpasir, lempung liat berpasir, dan liat berdebu. Dengan demikian, tanah

yang digunakan sebagai media tanam telah sesuai untuk penanaman cabai merah

besar.

4.1.3 Pemberian air

Cabai merah termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan,

tetapi juga tidak tahan terhadap genangan air. Air tanah dalam keadaan kapasitas

lapang sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah

(Welles, 1990).

Kelembaban tanah yang ideal untuk pertumbuhan dan hasil cabai merah

berkisar antara 60-80 kapasitas lapang. Jumlah kebutuhan air per tanaman selama

fase pertumbuhan vegetatif adalah 200 ml/hari dan meningkat menjadi 400 ml/

hari pada fase pembungaan dan pembuahan (Sumarna dan Kusandriani, 1992).

Page 3: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/051

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

36

Data pemberian air sebagaimana terlihat pada Lampiran 10 menunjukkan

bahwa pemberian air pada minggu pertama hingga minggu ke enam berkisar

antara 271,43 ml/hari – 667,14 ml/hari, kemudian pada minggu selanjutnya

pemberian air meningkat hingga 1.270 ml/hari pada minggu ke delapan belas.

Gambar 4.1 Rata-rata jumlah pemberian air semua perlakuan per minggu.

Evapotranspirasi potensial (ETo) rata-rata sebesar 6,44 mm/hari

(Lampiran 8). Nilai Kc tanaman cabai pada berbagai fase pertumbuhan adalah

sebagaimana tabel berikut.

Tabel 4.2 Nilai koefisien tanaman (Kc) cabai pada berbagai fase pertumbuhan.

Fase pertumbuhan tanaman cabaiRata-rata

Awal Vegetatif Pembungaan Pembuahan Pemasakan

0,30-0,40 0,60-0,75 0,95-1,10 0,85-1 0,80-0,90 0,70-0,80

Sumber : Doorenbos dan Kassam (1979)

Menurut Jensen (1980), nilai koefisien tanaman (Kc) diperoleh dari hasil

perbandingan antara evapotranspirasi tanaman (ETc) dengan evapotranspirasi

potensial (ETo). Dengan demikian, ETc merupakan hasil kali antara ETo dengan

0.00200.00400.00600.00800.00

1000.001200.001400.00

Min

ggu

1

Min

ggu

2

Min

ggu

3

Min

ggu

4

Min

ggu

5

Min

ggu

6

Min

ggu

7

Min

ggu

8

Min

ggu

9

Min

ggu

10

Min

ggu

11

Min

ggu

12

Min

ggu

13

Min

ggu

14

Min

ggu

15

Min

ggu

16

Min

ggu

17

Min

ggu

18

Rata-rata pemberian air (ml/hari)

Page 4: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/052

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

37

Kc. Dari data di atas dapat diketahui bahwa nilai evapotranspirasi tanaman aktual

(ETc) untuk mengetahui jumlah pemberian air ideal adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3 Penghitungan jumlah air yang dibutuhkan tanaman berdasarkan dataevapotranspirasi potensial (ETo) dan koefisien tanaman (Kc).

VariabelFase pertumbuhan tanaman cabai

Awal Vegetatif Pembungaan Pembuahan Pemasakan

Kc 0,30-0,40 0,60-0,75 0,95-1,10 0,85-1 0,80-0,90

ETo

rata-rata

(mm/hari)

6,44 6,44 6,44 6,44 6,44

ETc (mm)

Diameter polybag (d) = 400 mm, luas polybag (A) = 125.600 mm2

Jumlah

pemberian

air =

A x ETc

(ml)

242,66 -

323,55

485,32 -

606,65

768,42 -

889,75

687,53 -

808,86

647,09 -

727,98

Jumlah pemberian air ideal berdasarkan evapotranspirasi aktual (ETc)

berkisar antara 242,66 ml – 889,75 ml, sedangkan pemberian air selama penelitian

berkisar antara 271,43 ml/hari – 1.270 ml/hari. Dari tabel di atas dapat diketahui

bahwa jumlah pemberian air yang diberikan telah mencukupi jika didasarkan pada

besar evapotranspirasi aktual (ETc).

4.1.4 Karakteristik kimia fly ash dan bokashi fly ash

1. Kandungan unsur hara makro

Fly ash dan bokashi fly ash pada penelitian ini ditujukan sebagai pupuk

dasar. Pupuk dasar adalah pupuk yang diberikan saat pengolahan tanah seperti

penggemburan dan pembuatan bedengan (Prihmantoro, 2000). Bahan dasar dalam

pembuatan bokashi fly ash adalah jerami, fly ash, dedak kasar, sekam, gula pasir

dan EM-4. Pada umumnya komponen yang diukur pada pupuk dasar adalah

Page 5: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/053

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

38

kandungan unsur hara makro, nisbah C/N, dan kandungan C organik. Berikut

adalah hasil analisis unsur hara makro pada fly ash dan bokashi fly ash yang

dibandingkan dengan pupuk dasar lain yang biasa digunakan, yaitu kompos dan

pupuk kandang.

Tabel 4.4 Kandungan unsur hara makro pada berbagai jenis pupuk dasar.

No. Parameter Satuan

Jenis pupuk dasar

SNI kompos(19-7030-2004)

Flyash*

Bokashifly ash*

Kompos**Pupukkotoran

domba***1. C-Organik % 16,36 26,95 8,20 31 9,8 - 322. C/N - 16,68 29,29 23 44,29 10 - 203. N % 0,98 0,92 0,09 0,70 Min. 0,44. P2O5 % 0,09 1,39 0,36 0,40 Min. 0,15. K2O % 2,10 1,93 0,81 0,45 Min. 0,2

Keterangan: *) Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Unpad (2012).**) Prihmantoro (2000).

***) Sutanto (2002).

Pada Tabel 4.4 di atas dapat terlihat bahwa kandungan C-Organik fly ash

dan bokashi fly ash lebih tinggi dari pada kompos dan lebih rendah dari pupuk

kotoran domba. Nisbah C/N pada kedua jenis pupuk yang diuji (fly ash dan

bokashi fly ash) berbeda, karena pada bokashi fly ash dilakukan penambahan

bahan organik, namun keduanya telah memenuhi persyaratan SNI Kompos 19-

7030-2004 (Lihat Lampiran 11). Kandungan nitrogen (N) pada kedua jenis pupuk

yang diuji telah memenuhi standar SNI 19-7030-2004, serta lebih tinggi jika

dibandingkan dengan pupuk kompos dan pupuk kotoran domba. Kandungan

fosfor (P) pada bokashi fly ash adalah yang tertinggi dibandingkan dengan ketiga

jenis pupuk dasar lainnya, dan telah memenuhi syarat minimum P sebagaimana

yang disyaratkan oleh SNI 19-7030-2004. Tetapi, untuk fly ash kandungan unsur

P-nya tidak memenuhi standar tersebut. Sementara itu, kandungan kalium (K)

pada fly ash dan bokashi fly ash telah memenuhi syarat kandungan minimum K

sebagaimana SNI 19-7030-2004 dan lebih tinggi nilainya jika dibandingkan

dengan kedua jenis pupuk dasar lainnya. Dengan demikian, dilihat dari segi

Page 6: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/054

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

39

kandungan unsur hara makro, fly ash dan bokashi fly ash cenderung lebih baik

dibandingkan dengan pupuk dasar lain yang biasa digunakan, yaitu kompos dan

pupuk kotoran domba, dan telah memenuhi persyaratan nilai NPK standar pada

pupuk kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004, kecuali unsur P pada fly ash yang

nilainya lebih kecil dari standar SNI.

2. Kandungan logam

Analisis kandungan logam di dalam fly ash dan bokashi fly ash dilakukan

untuk mengetahui kandungan logam berbahaya yang terdapat di dalamnya.

Setelah dilakukan analisis sebagaimana terlihat pada Tabel 4.5 diketahui bahwa

logam dengan konsentrasi tertinggi adalah besi (Fe) untuk fly ash dan seng (Zn)

untuk bokashi fly ash.

Tabel 4.5 Hasil analisis kandungan berbagai jenis logam di dalamfly ash dan bokashi fly ash.

Logam Berat Fly Ash*BokashiFly Ash*

Batas antaradefisiensi dan

kecukupanunsur hara

pada berbagaitanaman**

SNIKompos(19-7030-

2004)

Seng (Zn) ppm 277 84,5 10 - 21 0 - 500Tembaga (Cu) ppm 29,8 36,4 5 - 10 0 - 100Kadmium (Cd) ppm tt 6,47 0 0 - 3Krom (Cr) ppm 75,5 tt 0 0 - 210Timbal (Pb) ppm tt 67,1 0 0 - 150Besi (Fe) ppm 62.081 80,7 10 - 70 0 – 20.000Arsen (As) ppm tt tt 0 0 - 13Mangan (Mn) ppm 1.174 4,39 10 - 21 0 – 1.000Nikel (Ni) ppm 37,0 44,8 0 0 - 62Kobal (Co) ppm 10,98 23,4 0 0 - 34Keterangan : *Puslitbang Tekmira (2012).

** Sanchez (1976) dalam Hardjowigeno (2003).

Di antara semua logam yang diuji, timbal (Pb) merupakan salah satu

logam trace elements yang paling berbahaya, karena Pb tidak dibutuhkan sama

sekali baik oleh tanaman maupun hewan dan cenderung menjadi toksin bagi

keduanya (Adriano, 1986 dalam Notodarmojo, 2005). Tingkat toksisitas suatu zat

Page 7: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/055

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

40

tergantung pada valensi, jenis senyawa dan konsentrasinya. Toksisitas Pb

khususnya juga dipengaruhi oleh kedalaman tanah, semakin dalam tanah, maka

konsentrasi Pb makin rendah. Hal ini disebabkan oleh ikatan antara Pb dengan

senyawa organik yang umumnya terjadi pada lapisan atas tanah (Notodarmojo,

2005). Pada Tabel 4.5 dapat diilihat bahwa kandungan Pb pada fly ash tidak

terdeteksi. Hal ini tidak menunjukkan bahwa di dalam fly ash tidak terdapat Pb,

melainkan karena pengambilan sampel yang tidak homogen menyebabkan Pb

tidak terdeteksi, karena menurut Hadijah dan Damayanti (2006) di dalam fly ash

setidaknya terdapat 19 ppm Pb. Sebaliknya, pada bokashi fly ash kandungan Pb

sangat tinggi yakni 67,1 ppm.

Tabel 4.6 Hasil analisis kandungan logam berat pb di dalam larutanfly ash dan bokashi fly ash.

Sampel Abs Pb (mg/L) Berat (gr) % (m/m)Fly Ash 0,001 0,100 0,1582 0,0016Bokashi Fly Ash 0,001 0,100 0,1499 0,0017Sumber : Laboratorium Kimia Instrumen Universitas Pendidikan

Indonesia.

Untuk memastikan keberadaan Pb di dalam fly ash dan bokashi fly ash,

maka dilakukan pengujian lanjutan terhadap air lindi fly ash dan bokashi fly ash.

Pelindian dilakukan dengan cara menempatkan fly ash dan bokashi fly ash di

dalam wadah kosong berlubang dengan curahan air di atasnya. Air yang keluar

dari lubang kemudian diambil kemudian diuji di Laboratorium Kimia Instrumen

Universitas Pendidikan Indonesia. Hasil analisis pengujian tersebut dapat dilihat

pada Tabel 4.6. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa fly ash dan bokashi

fly ash memiliki kandungan Pb terlarut yang sama.

Berdasarkan analisis logam yang dilakukan terhadap fly ash dan bokashi

fly ash, secara umum dapat diketahui bahwa kandungan logam pada keduanya

berada pada kondisi yang aman sebagaimana standar SNI 19-7030-2004, kecuali

kandungan kadmium (Cd) pada bokashi fly ash sebesar 6,47 ppm yang melebihi

standar SNI yang mensyaratkan kandungan Cd di bawah 3 ppm dan kandungan

besi (Fe) pada fly ash yang melebihi 20.000 ppm. Sementara itu, kandungan

Page 8: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/056

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

41

timbal (Pb) pada kedua jenis pupuk telah memenuhi standar SNI 19-7030-2004,

karena masih berada di bawah 150 ppm.

4.1.5 Pertumbuhan gulma

Pertumbuhan gulma dalam polybag terlihat setelah 1 minggu setelah

penanaman. Secara umum, gulma yang terdapat pada polybag percobaan antara

lain padi (Oryza sativa L.), rumput liar (Eleusine indica), putri malu (Mimosa

pudica L.), babadotan (Ageratum conyzoides L.), rumput teki (Cyperus rotundus

L.), kaki gajah (Elephantopus spicatus) dan temu wiyang ( Emilia sonchifolia L.).

Pemberantasan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan cara

mencabut langsung gulma dari dalam polybag. Waktu pemberantasan gulma tidak

menentu, jika terlihat gulma sudah mulai banyak, pencabutan gulma langsung

dilakukan.

Gulma paling banyak muncul pada polybag yang diberi perlakuan pupuk

dasar bokashi fly ash, karena kandungan bahan organiknya cukup tinggi.

Sementara itu bahan baku bokashi yang berupa sekam mengakibatkan tumbuhnya

padi (Oriza sativa L.) di polybag, karena di antara sekam-sekam tersebut ada yang

masih bernas. Tumbuhnya padi pada media tanam mengindikasikan proses

pengomposan bokashi yang tidak sempurna, karena menurut Yuliarti dan Isroi

(2009) proses pengomposan yang baik terjadi ketika senyawa-senyawa kompleks

diuraikan menjadi senyawa sederhana. Benih padi dan gulma lainnya akan terurai

menjadi senyawa sederhana sehingga tidak akan terjadi perkecambahan jika

proses pengomposan bokashi berhasil (sesuai prosedur).

4.1.6 Hama dan penyakit yang menyerang tanaman

Hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai pada umumnya sangat

banyak jika penanaman dilakukan pada musim hujan. Namun pada penelitian ini,

meskipun penanaman dilakukan pada musim hujan, hama dan penyakit yang

menyerang tidak terlalu banyak karena penelitian dilakukan di dalam rumah kaca.

Tetapi, dampak yang ditimbulkan cukup besar karena intensitas serangan

cenderung banyak dan berulang.

Page 9: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/057

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

42

Hama dan penyakit yang menyerang selama penelitian adalah:

1. Hama

a. Kutu daun (Aphis gossypii)

Kutu daun menyerang dengan cara mengisap cairan dalam jaringan

tanaman pada bagian-bagian yang lunak, sehingga tanaman akan menjadi

keriting, layu atau membentuk puru. Pada musim kemarau, tanaman yang

terserang kutu daun ini sering mati karena kehabisan cairan (Tjahjadi,

1991).

Gambar 4.2 Kutu daun (Aphis gossypii).

Selama penelitian berlangsung, serangan kutu daun cukup sering

terjadi. Hal ini menyulitkan penanganannya, karena efektivitas insektisida

seperti curacron sangat rendah, dikarenakan penanganan yang terlambat

sehingga nimfa kutu daun telah berubah menjadi imago bersayap sehingga

mobilitasnya cepat dan sulit dikendalikan. Untuk itu, agar serangan tidak

mengakibatkan kematian massal pada tanaman, maka masa pemanenan

dipercepat.

Page 10: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/058

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

43

2. Penyakit

a. Penyakit bercak daun (leaf spot) Xanthomonas compestris pv

vesicatoria (Doidge) Dowson

Penyakit bercak daun disebabkan oleh bakteri Xanthomonas

campestris. Serangan bakteri ini menimbulkan bercak daun dan hawar

daun (Pitojo, 2003). Gejala penyakit ini seperti terlihat pada Gambar,

terjadi kudis yang dikelilingi oleh bercak kebasahan.

Gambar 4.3 Bercak daun (leaf spot).

Serangan penyakit ini selama penelitian cukup banyak namun tidak

mempengaruhi produktivitas tanaman yang terserang karena penanganan

terhadap penyakit ini segera dilakukan, yaitu dengan menyemprotkan

fungisida antracol dan membakar daun yang terserang agar tidak menyebar

pada tanaman lain yang tidak terserang.

b. Penyakit busuk buah (Phytophthora capsici Leonian)

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici

Leonian yang menyerang akar, batang, daun dan buah (Pitojo, 2003).

Penyakit ini menyerang buah muda yang belum matang. Tanda-tanda

serangan pada buah muda terlihat pada ujung buah yang berwarna kuning

Page 11: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/059

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

44

dan tangkai buah yang mudah terlepas dari batang. Serangan penyakit ini

menyebabkan buah muda berjatuhan dan buah tua yang belum matang

sempurna membusuk ketika masih menempel di tanaman.

Gambar 4.4 Penyakit busuk buah (Phytophthora capsici Leonian).

Selama penelitian berlangsung, serangan penyakit ini pada umumnya

terjadi pada awal-awal masa pembuahan. Karena pada masa-masa

pembuahan selanjutnya intensitas serangan mulai menurun. Penanganan

terhadap penyakit ini yaitu dengan menyemprotkan fungisida antracol

secara berkala selama 1 minggu sekali selama masa pembuahan.

4.2 Pengamatan Utama

Pengamatan utama dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman cabai, hasil

buah cabai dan kandungan logam berat Pb pada buah.

4.2.1 Pertumbuhan tanaman cabai

1. Tinggi tanaman

Pengamatan tinggi tanaman cabai dilakukan dengan cara mengukur tinggi

tanaman cabai dari pangkal batang hingga ujung daun terpanjang. Pengamatan ini

bertujuan untuk mengetahui perbedaan tinggi tanaman dari setiap perlakuan. Data

Page 12: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/060

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

45

pengamatan tinggi tanaman cabai dapat dilihat pada Lampiran 4.1. Analisis hasil

pengamatan ini dilakukan hanya pada saat panen.

Sebagaimana terlihat pada grafik bahwa tinggi tanaman untuk semua

perlakuan pada saat panen telah melebihi 100 cm. Angka ini telah melebihi

potensi habitus tanaman maksimal sebagaimana yang ditetapkan oleh Keputusan

Menteri Pertanian Nomor 162/Kpts/SR.120/3/2006 dimana tinggi tanaman untuk

varietas cabai hot beauty adalah 87 – 95 cm. Hal ini terjadi karena tanaman

mendapat asupan nitrogen (N) yang berlebihan. Menurut Wijaya (2008), tanaman

yang diberi pupuk nitrogen seperti urea atau ZA secara berlebihan dapat

menyebabkan batang menjulang tinggi namun miskin jaringan penguat, sehingga

tanaman mudah rebah. Kelebihan nitrogen terjadi karena tanaman diberi pupuk

tambahan berupa urea di luar jadwal pemberian pupuk lanjutan.

Gambar 4.5 Pertumbuhan tinggi tanaman cabai.

Pada Gambar 4.5 juga terlihat bahwa rata-rata tinggi tanaman untuk semua

perlakuan pada minggu ke satu sampai minggu ke enam hampir sama, artinya

tidak terlihat perbedaan rata-rata tinggi yang signifikan. Namun, pada minggu ke

tujuh terlihat perbedaan tinggi tanaman yang berbeda, terutama untuk perlakuan

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

160.00

0 2 4 6 8 10 12

Tin

ggi T

anam

an (

cm)

Minggu Ke-

Pertumbuhan Tinggi Tanaman

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

Page 13: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/061

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

46

fly ash 20 ton/ha (P4). Hal ini disebabkan karena pada minggu-minggu ke satu

sampai minggu ke enam, pupuk dasar yang diberikan belum terdekomposisi

secara sempurna, sedangkan pada minggu ke tujuh dekomposisi telah sempurna

dan unsur hara makro maupun mikro yang dikandung pupuk mulai terserap secara

perlahan oleh tanaman. Dekomposisi yang sempurna terlihat ketika tanah digali

pada minggu ke enam, bentuk asli bokashi sudah tidak terlihat lagi dan banyak

terdapat cacing tanah (Helodrilus caliginosus). Menurut Hardjowigeno (2003)

cacing tanah menyukai bahan organik yang telah mati dan terdekomposisi secara

sempurna. Hal ini menjadi indikasi bahwa pada minggu ke enam, bokashi yang

ada di dalam media tanam telah terurai.

Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa pemberian berbagai dosis fly ash dan

bokashi fly ash tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman cabai. Tinggi

tanaman rata-rata tertinggi dicapai oleh tanaman yang diberi perlakuan fly ash 20

ton/ha (P4). Namun, jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol (P1), perlakuan

Bokashi fly ash 20 ton/ha (P7) terlihat memberikan pengaruh yang nyata.

Tabel 4.7 Pengaruh perlakuan berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ashterhadap tinggi tanaman cabai.

PerlakuanRata-rata tinggi

(cm)Hasil uji

P1 113,40 a

P2 123,00 ab

P3 119,80 ab

P4 133,60 b

P5 124,60 ab

P6 120,20 ab

P7 121,40 abKeterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak

berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

2. Berat Biomassa

Pengamatan biomassa tanaman cabai dinyatakan dengan pengukuran

bobot tanaman cabai yang dilakukan pada saat panen dan ditimbang dengan akar

untuk setiap jenis perlakuan. Menurut Surietna (1992) pengukuran berat biomassa

Page 14: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/062

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

47

merupakan pengukuran laju pertumbuhan pada fase vegetatif untuk mengetahui

perkembangan batang, daun dan akar.

Pengamatan terhadap berat biomassa dilakukan pada kondisi kering

dengan cara mengoven semua bagian tanaman hingga kering seluruhnya.

Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan bobot tanaman dari setiap

perlakuan.

Tabel 4.8 Pengaruh perlakuan berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ashterhadap berat biomassa tanaman cabai.

PerlakuanRata-rata beratbiomassa (g)

Hasiluji

P1 63,99 a

P2 70,88 a

P3 68,37 a

P4 68,87 a

P5 65,30 a

P6 70,65 a

P7 70,98 aKeterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak

berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan terhadap berat biomassa

tanaman cabai diketahui bahwa ternyata pemberian berbagai dosis fly ash dan

bokashi fly ash tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat

biomassa tanaman.

Rata-rata berat biomassa tertinggi dicapai oleh tanaman yang diberi

perlakuan bokashi fly ash 20 ton/ha (P7) yaitu 70,98 g. Berat biomassa yang sama

menunjukkan bahwa proses pembuatan bokashi tidak sempurna, sehingga saat

fase pertumbuhan vegetatif terjadi, unsur hara dalam bokashi tidak terserap secara

sempurna karena proses dekomposisi masih terjadi di dalam media tanam.

Menurut Purwendro dan Nurhidayat (2006), bokashi padat tidak berbau, berwarna

kehitaman dan tidak menyerupai bentuk aslinya, sedangkan bokashi yang kami

buat masih menyerupai bentuk aslinya saat dicampurkan pada media tanam

sebagai pupuk dasar. Dekomposisi yang belum sempurna pada masa vegetatif

Page 15: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/063

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

48

menyebabkan tidak adanya perbedaan berat biomassa yang signifikan antara

tanaman cabai yang diberi bokashi fly ash dengan tanaman yang tidak diberi

bokashi fly ash.

4.2.2 Hasil buah tanaman cabai

1. Berat buah total

Berat buah total merupakan parameter yang menunjukan tingkat

produktivitas setiap tanaman cabai dengan cara mengukur banyaknya buah yang

dihasilkan selama proses penanaman. Berdasarkan analisis statistik terhadap data

berat buah yang dihasilkan oleh semua tanaman pada berbagai perlakuan

diketahui bahwa pemberian berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ash

memberikan pengaruh yang nyata terhadap produktivitas buah tertinggi pada

perlakuan bokashi fly ash 20 ton/ha (P7), sedangkan pada perlakuan bokashi fly

ash 10 ton/ha (P5) dan 15 ton/ha (P6) tidak berbeda nyata jika dibandingkan

dengan perlakuan fly ash 10 ton/ha (P2), 15 ton/ha (P3) dan 20 ton/ha (P4) tetapi

berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol (P1).

Tabel 4.9 Pengaruh perlakuan berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ashterhadap berat hasil buah cabai per tanaman.

PerlakuanRata-rata beratbuah total (g)

Hasil uji

P1 343,85 a

P2 367,91 ab

P3 395,12 ab

P4 378,44 ab

P5 440,56 bc

P6 439,25 bc

P7 502,49 cKeterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak

berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Dari Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa berat buah total rata-rata tertinggi

dicapai oleh tanaman cabai yang diberi perlakuan bokashi fly ash 20 ton/ha (P7)

yakni sebesar 502,49 g per tanaman. Sedangkan pada perlakuan dengan dosis

Page 16: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/064

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

49

bokashi fly ash 10 ton/ha (P5) dan 15 ton/ha (P6) secara umum lebih baik dari

segi berat buah total yang dihasilkan jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol

(P1), fly ash 10 ton/ha (P2), fly ash 15 ton/ha (P3) dan fly ash 20 ton/ha (P4).

Perbedaan pengaruh setiap perlakuan terhadap hasil berat buah total dapat

dilihat pada Gambar 4.6 di bawah ini. Berat buah total yang dihasilkan masih jauh

lebih kecil jika dibandingkan dengan potensi hasil tanaman yang bisa mencapai

1,05 – 1,2 kg per tanaman sebagaimana deskripsi tanaman hot beauty yang

dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian No. 162/Kpts/SR.120/3/2006.

Gambar 4.6 Pengaruh berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ash terhadaphasil berat buah total.

Secara umum, meskipun produktivitas tanaman cabai yang diberi bokashi

fly ash 20 ton/ha lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya, nilainya lebih rendah

dibandingkan dengan potensi panen tanaman sebagaimana telah disebutkan di

atas. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hal yang sebaliknya. Penelitian

yang dilakukan oleh Khan dan Khan (1996) menunjukkan bahwa pemberian 40%

fly ash terhadap tanaman yang satu famili dengan cabai merah besar yaitu tomat

dapat meningkatkan panen 80% dibandingkan tanpa fly ash. Secara teoritis dan

faktual, pemberian bokashi fly ash akan meningkatkan hasil panen yang signifikan

dibandingkan dengan pemberian fly ash secara langsung (tanpa pengolahan

terlebih dahulu) maupun dibandingkan dengan kontrol. Dengan demikian,

0.00

100.00

200.00

300.00

400.00

500.00

600.00

P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7

Berat Buah Total

Berat Buah Total

Page 17: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/065

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

50

rendahnya hasil panen cabai merah besar pada penelitian ini lebih disebabkan oleh

faktor lain. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan

bahwa rendahnya hasil panen untuk semua perlakuan terjadi karena beberapa

faktor berikut:

1. Cara pemberian pupuk lanjutan yang kurang tepat yaitu dengan cara

penugalan. Ketika pembongkaran terhadap tanah dilakukan, terlihat

adanya tumpukan pupuk anorganik yang telah memadat, sehingga

penyerapan unsur hara kurang maksimal. Menurut prihmantoro (2000)

cara pemberian pupuk yang tepat untuk tanaman seperti cabai adalah

dengan cara melingkari tanaman, bukan dengan cara penugalan

2. Suhu rata-rata rumah kaca yang tinggi pada siang hari yaitu 34oC

dibandingkan suhu ideal untuk tanaman cabai merah besar yaitu di

bawah 30oC. Suhu yang tinggi menyebabkan banyak bunga yang

berguguran sehingga buah berkurang (Tjahjadi, 1991; Prajnanta,

2008).

3. Proses pembuatan bokashi yang tidak sempurna, sehingga penyerapan

unsur hara pada masa vegetatif tidak optimal. Hal ini terlihat ketika

bokashi fly ash diaplikasikan di media tanam, bokashi fly ash yang

dibuat masih menyerupai bentuk bahan aslinya dan masih

menghasilkan kecambah padi (Oryza sativa). Menurut Purwendro dan

Nurhidayat (2006), bokashi yang telah terdekomposisi secara tidak

menyerupai bentuk bahan aslinya, sedangkan menurut Yuliarti dan

Isroi (2009), bokashi yang telah sempurna menguraikan senyawa

kompleks menjadi senyawa sederhana yang ditandai dengan hancurnya

bahan organik sehingga tidak mungkin terjadi perkecambahan.

2. Jumlah buah

Pengamatan terhadap jumlah buah dilakukan dengan menghitung setiap

buah yang dihasilkan dan dikategorikan sebagai hasil untuk penghitungan berat

buah total. Jumlah buah menunjukan tingkat produktivitas tanaman yang juga

digunakan untuk menghitung berat rata-rata buah.

Page 18: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/066

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

51

Tabel 4.10 Pengaruh perlakuan berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ashterhadap jumlah buah tanaman cabai.

PerlakuanRata-rata jumlah

buah (buah)Hasil uji

P1 41 aP2 47 abP3 44 abP4 44 abP5 52 bcP6 50 abcP7 58 c

Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidakberbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Jika dilihat pada Tabel 4.10, maka dapat diketahui bahwa pemberian

bokashi fly ash 20 ton/ha (P7) memberikan pengaruh nyata terhadap pencapaian

jumlah buah tertinggi yaitu 58 buah per tanaman jika dibandingkan dengan

kontrol (P1) maupun perlakuan fly ash 10 ton/ha (P2), fly ash 15 ton/ha (P3) dan

fly ash 20 ton/ha (P4). Hal ini terjadi karena di dalam bokashi fly ash terdapat

kandungan unsur kalium yang menambah suplai kalium pupuk lanjutan. Menurut

Prihmantoro (2000), kalium berperan dalam memperkuat bunga dan buah agar

tidak mudah rontok. Sebagaimana diketahui, suhu udara rumah kaca yang tinggi

dapat menyebabkan kerontokan bunga dan buah muda (Tjahjadi, 1991; Prajnanta,

2008). Kandungan kalium tambahan di dalam bokashi fly ash membantu

mencegah kerontokan bunga dan buah muda, sehingga jumlah buah pada

perlakuan bokashi fly ash 20 ton/ha lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan

lainnya.

3. Berat per buah

Berat per buah merupakan salah satu parameter kualitas buah yang

dihitung dengan cara membagi antara berat buah total dengan jumlah buah yang

dihasilkan. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan berat buah rata-rata yang

Page 19: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/067

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

52

telah ditetapkan oleh kementerian Pertanian untuk tanaman cabai merah besar

varietas hot beauty (Kementrerian Pertanian, 2006).

Berdasarkan analisis statistik terhadap berat buah rata-rata yang dihasilkan

oleh tanaman pada setiap perlakuan diketahui bahwa pemberian berbagai dosis fly

ash dan bokashi fly ash tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat

rata-rata buah yang dihasilkan. Namun, jika dibandingkan dengan deskripsi yang

dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian No. 162/Kpts/SR.120/3/2006 untuk

tanaman cabai merah besar varietas hot beauty, berat rata-rata per buah untuk

semua perlakuan jauh lebih kecil dari berat rata-rata per buah yang seharusnya

berkisar antara 17 – 18 gram (Kementerian Pertanian, 2006).

Tabel 4.11 Pengaruh perlakuan berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ashterhadap berat buah rata-rata.

PerlakuanRata-rata berat

per buah (g)Hasil uji

P1 8,31 aP2 7,70 aP3 8,89 aP4 8,61 aP5 8,47 aP6 8,79 aP7 8,76 a

Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidakberbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Hal itu disebabkan karena serangan hama kutu daun (Aphis gossypii) yang

menyerang tanaman secara periodik menyebabkan pasokan nutrisi untuk

pembentukan buah menjadi terhambat (Pracaya, 2008). Nutrisi tanaman yang

terhisap melalui daun mengakibatkan ukuran buah tidak normal, lebih kecil dari

yang seharusnya dan gugur sebelum waktunya (Prajnanta, 1998). Idealnya,

serangan hama ini dapat dikendalikan dengan penyemprotan insektisida Curacron,

tetapi karena penanganan yang terlambat, kutu terlanjur berkembang menjadi

imago bersayap dengan mobilitas tinggi. Ketika nimfa berubah menjadi imago,

pemberian insektisida menjadi kurang efektif.

Page 20: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/068

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

53

4. Kadar air buah

Kadar air buah merupakan salah satu parameter untuk mengetahui

kualitas buah cabai yang dihasilkan. Kadar air buah diukur dengan cara

membandingkan selisih berat basah cabai dan berat kering cabai dengan berat

basah cabai. Menurut Tjahjadi (1991), cabai pada umumnya mengandung 70 –

90% air, sedangkan khusus untuk cabai merah besar setidaknya mengandung 90%

air.

Tabel 4.12 pengaruh perlakuan berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ashterhadap kadar air buah.

PerlakuanRata-rata

kadar air buah(%)

Hasil uji

P1 81,81 a

P2 81,91 a

P3 82,23 a

P4 81,91 a

P5 82,76 a

P6 82,83 a

P7 80,79 aKeterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak

berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Jika dilihat pada Tabel 4.12 di atas, dapat diketahui bahwa pemberian

berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ash tidak memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap kadar air buah. Nilai kadar air buah cabai untuk semua

perlakuan berada di bawah kadar air buah normal. Hal ini disebabkan oleh tingkat

penguapan yang tinggi pada siang hari, sedangkan curah hujan yang tinggi selama

penelitian tidak memberikan pengaruh terhadap kadar air di dalam polybag,

karena penelitian dilakukan di dalam rumah kaca yang tidak memungkinkan

terjadi infiltrasi air hujan ke dalam media tanam. Hal ini berakibat penyerapan air

oleh akar tidak sebanding dengan tingkat penguapan yang tinggi, sehingga kadar

air buah lebih rendah dari kadar air buah cabai besar pada kondisi normal.

Menurut Sukmana (2010) kadar air buah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

Page 21: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/069

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

54

perbedaan varietas, keadaan cuaca tempat tumbuh, pemeliharaan tanaman, dan

kondisi penyimpanan. Tingkat penguapan yang tinggi akibat suhu tempat yang

tinggi dapat menyebabkan menurunnya kadar air buah.

4.2.3 Kandungan logam berat buah cabai

Pengamatan terhadap kandungan logam berat Pb di dalam buah cabai

dilakukan dengan cara mengeringkan buah cabai yang telah dipanen agar tidak

terjadi pembusukan, kemudian mengujinya di Laboratorium Kimia Instrumen

Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasil analisis kandungan logam berat Pb pada cabai merah besar

tercantum pada Lampiran 7 dan secara umum ditunjukkan oleh Tabel 4.13 di

bawah ini.

Tabel 4.13 Rata-Rata konsentrasi pb di dalam buah cabai merah besar akibatpemberian berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ash.

PerlakuanRata-rata konsentrasi Pb

di dalam buah (ppm)

P1 Terdeteksi 0,1 pada ulangan ke-1 dari 5 ulangan

P2 Tidak terdeteksi pada ulangan 1 – 5

P3 Tidak terdeteksi pada ulangan 1 - 5

P4 Terdeteksi 0,1 pada ulangan ke-4 dari 5 ulangan

P5 Tidak terdeteksi pada ulangan 1 – 5

P6 Tidak terdeteksi pada ulangan 1 – 5

P7 Tidak terdeteksi pada ulangan 1 – 5

Sumber : Laboratorium Kimia Instrumen Universitas Pendidikan Indonesia.

Kandungan Pb pada buah relatif kecil jika dibandingkan dengan Standar

Nasional Indonesia (SNI) 7387 (2009) yang mensyaratkan batas maksimal

kandungan logam berat Pb di dalam bahan pangan buah dan sayur sebesar 0,5

mg/kg atau 0,5 ppm. Menurut Widaningrum, Miskiyah dan Suismono (2007),

batas kandungan Pb yang diperbolehkan di dalam makanan berdasarkan standar

Ditjen BPOM adalah sebesar 2 ppm. Dengan demikian, kandungan logam berat

Pb pada buah berada pada batas aman.

Page 22: Karena suhu lebih tinggi dari pada suhu ideal, maka …media.unpad.ac.id/thesis/240110/2007/240110070037_4_4889.pdf · kelembaban udara, evapotranspirasi potensial (E To), sifat fisik

FTIP001648/070

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

55

Kandungan logam berat yang kecil atau tidak terdeteksi di dalam buah

cabai yang diberi perlakuan bokashi fly ash dan bokashi fly ash disebabkan oleh

adanya proses pengkhelatan (chelation) antara bahan organik dengan logam berat

Pb selama proses dekomposisi, dimana logam berat lebih terikat kuat kepada

bahan organik dari pada oleh akar (Hardjowigeno, 2003). Selain itu, kandungan

Pb di dalam fly ash maupun bokashi fly ash masih berada pada ambang batas

aman yaitu di bawah 150 ppm berdasarkan SNI 19-7030-2004, sehingga aman

ketika diaplikasikan pada tanaman cabai merah besar.