kardiomiopati pada diabetes melitus dengan hipertensi

42
Refrat KARDIOMIOPATI PADA DIABETES MELLITUS DENGAN HIPERTENSI Oleh: Putra Prasetio Nugraha, S.Ked NIM: 04053100043 Dosen Pembimbing Dr. Ferry Usnizar, Sp.PD DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA/RSMH

Upload: putra-prasetio-nugraha

Post on 27-Jun-2015

327 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

Refrat

KARDIOMIOPATI PADA DIABETES MELLITUS

DENGAN HIPERTENSI

Oleh:

Putra Prasetio Nugraha, S.Ked

NIM: 04053100043

Dosen Pembimbing

Dr. Ferry Usnizar, Sp.PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA/RSMH

PALEMBANG

2009

Page 2: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

LEMBAR PENGESAHAN

Refrat Ilmu Penyakit Dalam dengan judul :

Kardiomipati pada Diabetes Mellitus dengan Hipertensi

Oleh:

Putra Prasetio Nugraha, S.Ked

NIM : 04053100043

Pembimbing:

dr. Ferry Usnizar, Sp.PD

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / Rumah Sakit

Muhammad Hoesin Palembang.

Palembang, November 2009

Pembimbing,

dr. Ferry Usnizar, Sp.PD

ii

Page 3: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

BAB II. KARDIOMIOPATI PADA DIABETES MELLITUS DENGAN HIPERTENSI

II. 1 Hipertensi pada Diebetes Mellitus ............................................................... 3

II.2 Kardiomiopati ............................................................................................... 4

II. 3 Kardiomiopati pada Diabetes Mellitus dengan Hipertensi ........................... 16

BAB III. PENUTUP .......................................................................................................... 19

Daftar Pustaka

iii

Page 4: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin metabolik dengan komplikasi yang luas

pada berbagai organ dan sistem tubuh, termasuk sistem kardiovaskular. Hipertensi sendiri

merupakan penyakit kardiovaskular dengan kausal yang majemuk dan juga komplikasi yang

luas1. Data statistik dari American Heart Association, dua dari tiga penderita diabetes mellitus

(DM) meninggal karena penyakit kardiovaskular2. Berdasarkan International Diabetic

Federation jumlah penderita DM di dunia mencapai 150 juta orang pada tahun 2000 dan

diperkirakan akan mencapai angka 300 juta di tahun 2025 3. Indonesia sendiri diproyeksikan

memiliki penderita diabetes hingga 1,4% - 1,6 % penduduk Indonesia 4. Implikasi yang

ditimbuklan dari diabetes sendiri sangatlah banyak, dimulai dari peningkatan biaya kesehatan

hingga penurunan kualitas hidup, dengan ancaman utama pada komplikasi makrovaskular dari

diabetes mellitus.

Hipertensi sendiri memiliki korelasi yang cukup erat dengan diabetes. Terdapat

peningkatan prevalensi hipertensi pada penderita diabetes 3,4 , disisi lain juga terdapat

kemungkinan diabetes mellitus tipe-2 yang tinggi pada pasien-pasien dengan hipertensi5. Ketika

keduany terekspresikan bersama, keduanya akan saling memberikan perburukan pada masing-

masing penyakit, baik diabetes maupun kardiovaskular1. Congestive Heart Failure (CHF)

merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak pada pasien dengan DM tipe 2. Pada

pasien DM tipe 2, prevalensi CHF meningkat5,6 begitu pula dengan prognosisnya yang lebih

buruk dibandingkan pasien non-diabetik7. Peningkatan resiko CHF yang meningkat walau tanpa

ada penyakit arteri koroner (Coronary artery disease/ CAD), hipertensi, atau penyakit katup,

membuat penggolongan penyakit baru yang disebut dengan kardomiopatik diabetikum8-11.

Penelitian selanjutnya membuktikan bahwa terdapat korelasi antara penderita diabetes dengan

disfungsi diastolik ventrikel kiri (LVDD) subklinis, termasuk disfungsi diastolik12-14, sehingga

meningkatkan diagnosis kardiomiopati idiopatik pada populasi diabetik15. Disfungsi diastolik

pada pasien dengan DM dipercaya hadir pada fase-fase awal kardiomiopati diabetikum16-18,

sehingga deteksi awal yang baik akan membantu memperlambat kejadian CHF pada pasien

1

Page 5: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

biabetes9. Penelitian terakhir menunjukkan disfungsi diastolik ventrikel kiri (LVDD) dapat

terjadi pada 60% asimptomatik pasien dengan DM tipe 2 yang terkontrol dengan baik, walau

tanpa hipertensi ataupun CAD19.

Penurunan tekanan darah telah terbukti memberikan efek yang baik pada pasien diabetes

baik mikro maupun makrovaskular. Data dari UK Prospective Diabetic Study (UKPDS)

mengungkapkan bahwa setiap penurunan tekanan sistolik sebesar 10 mmHg, menurunkan resiko

miokard infark hingga 12% dan terus meningkat pada tekanan sistolik dibawah 120 mmHg 20.

Penurunan tekanan diastolik yang progresif juga turun memerkecil resiko penyakit

kardiovaskular secara progresif. Uji pengobatan hipertensi yang optimal menunjukkan kejadian

penyakit kadriovaskular berhubungan erat dengan pengaturan tekanan diastolik jantung 21.

Penemuan ini tercermin pada pengaturan tekanan darah pada pasien diabetes dengan target

tekakan darah dibawah 130/80 mmHg, sesuai dengan rekomendasi dari European Society of

Hypertension22 dan American Diabetes Association23.

Pada penderita diabetes, disfungsi diastolik merupakan temuan klinis yang paling sering

tampak. Hal ini merupakan masifestasi dari pengisian cepat ventrikel kiri yang abnormal

sehingga mengakibatkan pemanjangan fase relaksasi atrium24 yang disebabkan pengaruh diabetes

pada pacu tekanan diastol sebelum tekanan sistol25. Oleh karena itu, disfungsi diastolik ventrikel

kiri (Left Ventricular Diastolic Dysfunction/LVDD) dapat dijadikan penanda dari kardiomiopati

diabetikum. Hipertensi sendiri berhubungan dengan ketidaksesuaian fase pengisian diastol26.

2

Page 6: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

BAB II

KARDIOMIOPATI PADA DIABETES MELLITUS DENGAN HIPERTENSI

II. 1 Hipertensi pada Diabetes Mellitus27

Insulin resistan dan hiperinsulinemia telah diprediksikan memiliki pengaruh terhadap

pningkatan tekanan arterial pada beberapa pasien dengan hipertensi. Kelainan ini dirangkai

sebagai bagian dari sindrom X atau sindrom metabolik, dengan tambahan kriteria antara lain

obesitas sentral, dislipidemia (terutama peningktan trigliseride), dan tekanan darah yang tinggi.

Resistensi insulin umum didapatkan pada pasien dengan DM tipe 2 dan pasien-pasien dengan

obesitas, dimana keduanya juga umum didapatkan pada pasien dengan hipertensi, dibandingkan

dengan pasien-pasien normotensi.

Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan darah melalui satu sampai empat

mekanisme. Asumsi yang mendasari adalah resistensi jaringan target terhadap kerja insulin.

Pertama-tama hiperinsulinemia menyebabkan retensi natrium di renal (pada saat akut) dan

meningkatkan aktivitas simpatis. Masing-masing atau kedua efek ini mampu meningkatkan

tekanan darah. Mekanisme lain adalah hipertrofi otot polos pembuluh darah sebagai efek

sekunder dari efek mitogenik insulin. Ketiga, insulin juga memodifikasi transport ion pada

membran sel yang meningkatkan level potensial kalsium sistolik pada pembuluh darah yang

sensitif insulin atau jaringan renal. Pada akhirnya, resistensi insulin dapat menjadi penanda bagi

kelainan patologis lainnya seperti pada nonmodularis. Hal ini menjadi penting untuk diingat

bahwa peranan pengaturan tekanan darah untuk insulin masih belum jelas.

Pada pasien dengan DM, berdasarkan UK Prospective Diabetes Study (UKPDS)20, pasien

dengan tekanan darah 144/82 mmHg memiliki resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan

pasien dengan tekanan darah 154/87 mmHg. Dalam pencapaian target tekanan darah yang

diinginkan diperlukan jenis kombinasi obat yang tepat, dengan memperhatikan efek-efek obat

pengatur tekanan darah yang memiliki korelasi langsung pada metabolisme glukosa seperti β

blocker. Terapi menggunakan β blocker dihubungkan dengan peningkatan berat badan dan

peningkatan kerja β reseptor pankreas yang melepaskan insulin, dimana kedua faktor ini

meningkatkan faktor resiko untuk terjadinya diabetes hingga 28 persen. Hal ini membuat ACE

3

Page 7: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

inhibitor, Angiotensin II Reseptor Antagonis (A2RA), dan Calcium-channel Blocker (CCB)

menjadi lini pertama terapi pada pasien dengan DM tipe 1 dan 2.

Gambar 1. Terapi inisiasi pada pasien dengan hipertensi. SBP: sistolic blood pressure, DBP: dasolic blood pressure27

II. 2 Kardiomiopati 28,29

Kardiomiopati adalah kelainan primer miokard yang menyebabkan gangguan

fungsi miokard, dengan penyebab yang tidak diketahui dan bukan disebabkan oleh

penyakit bawaan, hipertensi, kelainan katup, sklerosis koroner atau kelainan perikard.

Pembagian kardiomiopati bermacam-macam, berdasarkan kepada etiologi, patologi,

genetika, klinik, biokimia, fungsi hemodinamik dan sebagainya, tetapi tidak ada satu pun

yang memuaskan karena banyak tumpang tindih. WHO menggolongkan kardiomiopati

menjadi dua kelompok, yaitu kardiomiopati primer yang tidak diketahui penyebabnya

dan kardiomiopati sekunder yang disebabkan oleh infeksi, kelainan metabolik, penyakit

sistemik, herediter familial, reaksi sensitivitas dan toksin. Pembagian kardiomiopati yang

banyak dianut saat ini adalah menurut Goodwin yang berdasarkan kelainan struktur dan

fungsi (patofisiologi), yaitu kardiomiopati, hipertropik, kardiomiopati dilatatif dan

4

Page 8: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

kardiomiopati restriktif. Dibeberapa negara dilaporkan kardiomiopati merupakan

penyebab kematian sampai 30% atau lebih dari semua kematian karena penyakit jantung.

Gambar 2. Perbedaan kelainan yang ditemukan antara ketiga klasifikasi kardiomiopati.29

Tabel 1. Klasifikasi Etiologi dari Kardiomiopati29. D: dilatasi, R: restriktif, H: hipertrofi.

Kardiomiopati PrimerIdiopatik (D,R,H)Familial (D,R,H)Penyakit Eosinofilik Endomiokardial (R)Fibrosis Endomiokardial (R)Kardiomiopati SekunderInfeksi (D)

Miokarditis viralMiokarditis bakterialMiokarditis fungalMiokarditis protozoalMiokarditis metazoalSpirochetalRickettsial

Metabolik(D)Familial Storage Disease (D,R)

Gangguan Penyimpanan GlikogenMuopolisakaridosisHemokromatosisPenyakit Fabry

Penyakit Defisiensi (D)ElektrolitNutrisional

Gangguan Jaringan Ikat (D)

Sistemik Lupus EritematosusPoliartertis NodosaRheumatoid ArthritisSklerosis Sistemik ProgresifDermatomiositis

Gangguan Infiltrasi dan Granuloma (R,D)AmyloidosisSarcoidosisKeganasan

Neuromuskular (D)Distrofi ototDistrofi miotonikFriedreich’s ataxia (H,D)

Reaksi Sensitivitas dan Keracunan (D)AlkoholRadiasiObat-obatan

Peripartum Heart Disease (D)

5

Page 9: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

Kardiomiopati Dilatasi (Dilated Cardiomyopathy/ DCM)

Merupakan jenis kardiomiopati yang paling banyak ditemukan. Dengan deskripsi

kelainan yang ditemukan antara lain dilatasi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri,

disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau kedua ventrikel, aritmia, emboli dan sering

kali sertai gejala gagal jantung kongestif. Salah satu dari tiga kasus gagal jantung

kongestif terjadi pada kardiomiopati dilatasi, dan yang lainnya merupakan konsekuensi

dari penyakit jantung koroner. Dahulu kelainan ini disebut dengan kardiomiopati

kongestif, tetapi saat ini terminologi yang digunakan adalah kardiomiopati dilatasi karena

pada saat awal abnormalitas yang ditemukan adalah pembesaran ventrikel dan disfungsi

kontraktilitas sistolik, dengan tanda dan gejala gagal jantung kongestif yang akan timbul

kemudian. Apbila hanya ditemukan disfungsi kontraktilitas dengan dilatasi minimal dari

ventrikel kiri, maka varian dari kardiomiopati dilatasi ini digolongkan kedalam kelompok

kardiomiopati yang tidak dapat diklasifikasikan (WHO/ISFC). Pada atlit sehat kelainan

ini sering ditemukan. Klasifikasi ini dapat mengenai segala usia, tapi kebanyakan

mengenai usia pertengahan dan lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan

perempuan. Insidens kejadian dilaporkan 5-8 kasus per 100.000 populasi pertahun dan

kejadian terus meningkat jumlahnya. Kejadian kasus ini lebih sering pada pria kulit hitam

dibanding dan pria kulit putih dan perempuan. Dan angka kelangsungan hidup pada kulit

hitam dan pria lebih buruk dibandingkan kulit putih dan perempuan.

Etiologi

Etiologi kardiomiopati dilatasi tidak diketahui pasti, tetapi kemungkinan

besar kelainan ini merupakan hasil akhir dari kerusakan miokard akibat produksi

berbagai macam toksin, zat metabolit atau infeksi. Kerusakan akiat infeksi virus

akut pada miokard yang akhirnya mengakibatkan terjadi kardiomiopati dilatasi ini

terjadi melalui mekanisme imunologis. Pada kardiomiopati dilatasi yang

disebabkan oleh pengguna alkohol, kehamilan, penyakit tyroid, penggunaan

kokain dan keadaan takikardi kronik yang tidak terkontrol, dan bersifat reversibel.

Obesitas akan meningkatkan resiko terjadinya gagal jantung, sebagaimana juga

gejala sleep apnea. Kira-kira 20-40% pasien memiliki kelainan yang bersifat

familial akibat dari mutasi genetik. Dapat terjadi pada sitoskeletal gen (seperti gen

6

Page 10: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

distrofin dan desmin), kontraktilitas dan membran sel (seperti gen lamina A/C)

dan protein-protein lainnya. Penyakit ini bersifat genetik heterogen tetapi

kebanyakan transmisinya secara autosomal dominan, walaupun dapat pula secara

autosomal resesif dan x-linked inheritance. Sampai saat ini belum diketahui

bagaimana mengetahui seseorang akan memiliki predisposisi kardiomiopati

dilatasi apabila tidak diketahui riwayat kejadian penyakit ini dalam keluarganya.

Hal yang cukup menjanjikan adalah teknik molekular genetik untuk identifikasi

pertanda kerentanan pada pembawa sifat asimtomatik sebelum timbul gejala

klinik yang jelas dari kardiomiopati dilatasi tersebut. Sebagai contoh salah satu

petanda yang menjanjikan adalah pemeriksaan enzim konversi angiotensin

genotip DD yang berhubungan dengan kejadian klinis pasien kardiomiopati

dilatasi. Pada keadaan jantung yang lemah, walaupun tidak terdapat riwayat

keluarga ditemukan variasi dari perubahan gen dan ekspresi protein pada beberapa

protein kontraktilitas. Displasia ventrikel kanan (right ventricular dysplasia)

merupakan kardiomiopati familial yang menarik karena ditandai dengan dinding

ventrikel kanan yang digantikan secara progresif menjadi jaringan adiposa.

Seringkali dihubungkan dengan kejadian aritmia ventrikel, gejala klinis sangat

bervariasi, tetapi kejadian kematian mendadak akibat kelainan ini selalu

merupakan ancaman yang dapat tejadi sewaktu-waktu. Sehingga penggunaan

modalitas terapi seperti ablasi kateter dari fokus-fokus aritmia atau bahkan

implantasi alat defibrilator kardioversi kemungkinan dibutuhkan.

Gejala Klinis

Gejala yang paling menonjol adalah gagal jantung kongestif kanan dan

kiri, berupa sesak saat bekerja, lemah, ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal,

edema ferifer, palpitasi, yang secara bertahap pada sebagian besar pasien.

Beberapa pasien mengalami dilatasi ventrikel kiri dalam beberapa bulan sampai

beberapa tahun sebelum timbul gejala. Pada beberapa kasus ditemukan gejala

nyeri dada yang tidak khas, sedangkan nyeri dada yang tipikal kardiak tidak lazim

ditemukan. Bila terdapat nyeri dada yang tipikal, maka pikirkan kemungkinan

terdapat penyakit jantung iskemia secara bersamaan. Akibat dari aritmia dan

7

Page 11: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

emboli siskemik kejadian sinkop cukup sering ditemukan. Pada penyakit yang

telah lanjut dapat pula ditemukan keluhan nyeri dada akibat sekunder dari emboli

paru dan nyeri abdomen akibat hepatomegali kongestif. Keluhan sering kali secara

gradual, bahkan sebagian besar awalnya simtomatik walaupun telah terjadi

dilatasi ventrikel kiri selama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun.

Dilatasi ini kadangkala diketahui bila telah timbul gejala atau secara kebetulan

bila dilakukan pemeriksaan radiologi dada yang rutin.

Pemeriksaan Fisik

Pembesaran jantung dengan derajat yang bervariasi dapat ditemukan, pada

penyakit yang lanjut dapat ditemukan tekanan nadi yang sempit akibat gangguan

pada isi sekuncup. Pulpus alternans dapat terjadi bila terdapat gagal ventrikel kiri

yang berat. Tekanan darah dapat normal atau rendah. Jenis pernapasan cheyne-

stokes yang menunjukkan prognosis yang buruk. Peningkatan vena jugularis bila

terdapat gagal jantung kanan. Bunyi jantung ketiga dan keempat dapat pula

terdengar, serta dapat ditemukan regurgitasi mitral maupun trikuspid. Hati

akanmembesar dan sering kali teraba pulsasi, edema perifer serta asites akan

timbul pada gagal jantung kanan yang lanjut. Pada pemeriksaan fisis dapat

ditemukan tanda-tanda sebgai berikut:

- Prekordium bergeser ke arah kiri Impuls pada ventrikel kanan

- Impuls apikal bergeser ke lateral yang menunjukkan dilatasi ventrikel kiri

- Gelombang presistolik pada palpasi, serta pada auskultasi terdengar

presistolik gollop (S4)

- Split pada bunyi jantung kedua

- Ventrikel gallop (S3) terdengar bila terjadi dekompensasi jantung

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan radiologi dada akan terlihat pembesaran jantung akibat

dilatasi ventrikel kiri, walaupun seringkali terjadi pembesaran pada seluruh ruang

jantung. Pada lapangan baru terlihat gambaran hipertensipulmonal serta edema

alveolar dan interstitial. Pada elektrokardiografi akan menunjukkan gambaran

8

Page 12: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

sinus takikardi atau fibrilasi atrial, aritmia ventrikel, abnormalitas atrium kiri,

abnormalitas segmen ST yang tidak spesifik dan kadang-kadang tampak

gambaran ganguan konduksi intraventrikular dam low voltage. Pada pemeriksaan

ekokardiografi dan ventrikulografi radio nuklir menunjukkan dilatasi ventrikel

dan sedikit penebalan dinding jantung atau bahkan normal atau menipis, gangguan

fungsi sistolik dengan penurunan fraksi ejeksi. Dapat pula ditemukan peningkatan

kadar brain natriuretik peptide dalam sirkulasi akan membantu diagnostik pasien

dengan gejala sesak nafas yang tidak jelas etiologinya. Pemeriksaan kateterisasi

jantung dan angiografi koroner sering kali dibutuhkan untuk dapat menyingkirkan

penyakit jantung iskemia. Pada angiografi akan terlihat dilatasi, hipokinetik difus

dari ventrikel kiri dan regurgitasi mitral dalam derajat yang bervariasi. Modalitas

pemeriksaan lain seperti biopsi endomiokardial trasvena tidak diperlukan untuk

kardiomiopati dilatasi yang familial atau idiopatik. Tetapi pemeriksaan

dibutuhkan untuk diagnostik kardiomiopati sekunder seperti amiloidosis dan

miokarditis akut.

Pengobatan

Karena penyebab dari kardiomegali dilatasi idiopatik tersebut tidak

diketahui maka pengobatan spesifik tidak dapat dilakukan. Pengobatan

berdasarkan gambaran klinis yang timbul, dimana sebagian besar timbul gejala

gagal jantung kongestif. Maka dapat diberikan diuretik untuk mengurangi gejala.

ACE inhibitor, dan penghambat beta. Digoksin merupakan pilihan pengobatan

yang kedua, dimana dosis optimal yang akan dicapai adalah bila kadar dalam

serum mencapai 0,5-0,8 ng/Ml. Pengobatan farmakologis bertujuan untuk

modifikasi secara langsung akibat dari aktivasi yang lama sistem adrenergik dan

angiotensin. Sedangkan pengobatan non-farmakologis seperti pengaturan diet,

latihan fisik dan pengobatan farmakologis seperti yang telah disebutkan diatas

bertujuan untuk mengontrol gejala yang mungkin timbul. Latihan fisik yang

teratur sesuai dengan toleransi masing-masing individu akan meningkatkan

kapasitas latihan dengan memperbaiki disfungsi endotel dan meningkatkan aliran

darah di otot otot skeletal. Sedangkan modalitas pengobatan yang terbukti dapat

9

Page 13: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

memperpanjang usia harapan hidup dengan menurunkan hampir 50 % mortalitas

akibat gagal jantung pada waktu-waktu terakhir ini adalah : tranplantasi jantung

dan pengobatan farmakologis spesifik seperti vasodilator hidralazin ditambah

nitrat, ACE inhibitor (enalapril), penghambat beta (karvedilol dan metaprolol),

serta penghambat aldosteron (spironolakton). Angiotensin II Receptor Bloker

dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi terhadap golongan ACE inhibitor.

Golongan calcium antagonis tidak dianjurkan untuk dikombinasi pemberiannya

dengan pengobatan standar seperti diatas, dan bukan merupakan pengobatan

pertama. Kemungkinan terdapatnya hubungan antara kardiomiopati dilatasi

dengan abnormalitas sirkulasi mikrovaskuler, gangguan pada kanal kalsium

merupakan alasan pertimbangan pemberian golongan obat ini sebagai salah satu

pilihan pengobatan. Secara umum penggunaan obat- obat golongan ini dapat

ditoleransi dengan baik, walaupun efek samping penting yang harus

dipertimbangkan dalam pemilihan pengobatan.

Prognosis

Secara umum prognosis penyakit ini jelek. Beberapa variasi klinis yang

dapat menjadi prediktor pasien-pasien kardiomiopati dilatasi yang punya resiko

kematian tinggi antara lain: terdapatnya protodiastolik (S3) gallop, aritmia

ventrikel, usia lanjut dan kegagalan stimulasi inotropik terhadap ventrikel yang

telah mengalami miopati tersebut. Walaupun akurasi dan gambaran pada masing-

masing individu akan berbeda dalam menentukan prognosis tersebut, tetapi

dikatakan bahwa semakin besar ventrikel yang disertai disfungsi yang semakin

berat berhubungan erat dengan prognosis yang semakin buruk. Khususnya bila

terdapat dilatasi ventrikel kanan disertai gangguan fungsinya. Uji latih

kardiopulmonal juga berguna sebagai prognostik. Keterbatasan yang bermakna

dari kapasitas latihan yang digambarkan dengan penurunan ambilan oksigen

siskemik maksimal merupakan prediktor mortalitas dan dipergunakan sebagai

indikator dan pertimbangan untuk transplantasi jantung.

10

Page 14: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

Kardiomiopati Hipertropik

Kardiomiopati hipertrofik merupakan hipertropi ventrikel tanpa penyakit jantung

atau sistemik lain yang menyebabkan hipertropi ventrikel ini. Perubahan mikroskopik

dapat ditemukan didaerah septum, interventrikularis. Hipertrofi asimetris pada septum ini,

bisa ditemukan didaerah distal katup aorta, didaerah apeks. Hipertrofi yang simetris tidak

sering ditemukan. Kardiomiopati hipertrofik didaerah apikal biasanya disertai dengan

kelainan EKG, gelombang T negatif yang dalam.Kardiomiopati hipertrofik ada 2 macam/

bentuk, yaitu:

- Hipertrofi yang simetris dan konsentris

- Hipertrofi septal simetris

Dengan left ventricular outflow tract obstruction atau disebut juga

idiopathic hypertropic subaortic stenosis (IHSS), atau hypertrophis

obstructive cardiomyopathy (HOCM).

Tanda left ventricular outflow tract obstruction

Etiologi

Etiologi kelainan ini tidak diketahui. Diduga disebabkan katekolamin,

kelainan pembuluh darah koroner kecil, kelainan yang meyebabkan iskemia

miokard, kelainan konduksi atrioventrikular dan kelainan kalogen. Penyakit ini

ditemukan pada laki-laki dan perempuan dalam frekuensi yang sama, serta dapat

menyerang semua umur. Gangguan irama yang sering terjadi dan menyebabkan

berdebar-debar, pusing sampai sinkop. Tekanan darah sistolik dapat juga

menurun, banyak kasus kardiomiopati tidak bergejala/asimtomatis. Pada orang tua

dan kardiomiopati hipertrofik sering mengeluh sesak nafas akibat gagal jantung

dan angina pektoris yang bisa mengganggu disertai fibrilasi atrium. Pada kasus-

kasus yang sudah lanjut dapat pula terjadi pengerasan/kekakuan katup mitral,

sehingga dapat memberikan gejala-gejala stenosis atau regurgitasi mitral.

Gejala Klinis

Keluhan utama pada kardiomiopati hipertrofik adalah angina, sesak bila

beraktivitas, palpitasi, kelelahan, gangguan kesadaran, pusing, pingsan atau

11

Page 15: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

hampir pingsan, namun sebagian besar pasien asimtomatik dan manifestasi klinis

pertama dapat berupa kematian mendadak.

Pemeriksaan Fisis

Pada pasien kardiomiopati hipertrofik biasanya fisisnya baik, berumur

muda. Denyut jantung teratur. Bising sistolik dihubungkan dengan aliran

turbulensi pada jalur keluar ventrikel kiri. Bising sistolik dapat berubah-ubah,

dapat kurang atau mengurang bila pasien berubah posisi dari berdiri lalu

menjongkok atau dengan melakukan olahraga isometrik. Pada pemeriksaan fisik

akan ditemukan pembesaran jantung ringan. Pada apeks teraba getaran jantung

sistolik dan kuat angkat. Bunyi jantung ke-4 biasanya terdengar. Terdengar bising

sistolik yang mengeras pada tindakan valsava.

Pemeriksaan Penunjang

Pada foto rontgen dada terlihat pembesaran jantung ringan sampai sedang,

terutama pembesaran atrium kiri. Pada pemeriksaan EKG ditemukan hipertrofi

ventrikel kiri, kelainan segmen ST dan gelombang T, gelombang Q yang

abnormal dan aritmia atrial dan ventrikular. Pada pemeriksaan ekokardiografi Ten

Care menemukan tiga jenis hipertrofi ventrikel kiri yaitu:

- Hipertrofi septal saja (41%)

- Hipertrofi septal disertai hipertrofi dinding lateral (53%)

- Hipertrofi apikal distal (6%)(septum dan dinding lateral, kedua-duanya)

Pada pemeriksaan radionuklir akan ditemukan ventrikel kiri mengecil atau

normal.Fungsi sistolik menguat dan hipertrofi septal asimetrik. Dengan

pemeriksaan pencitraan nuclear magnetic resorance (M.R.I) berbagai jenis

hipertrofi apikal ventrikel kiri dapat dibedakan. Pada sadapan jantung akan

ditemukan compliance ventrikular outflow tract obstruction.

PengobatanPengobatan yang utama adalah menggunakan obat penghambat beta

adrenergik, yang efeknya untuk mengurangi peninggian obstruksi jalan

pengosongan ventrikel kiri, juga untuk mencegah gangguan irama yang sering

12

Page 16: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

menyebabkan gangguan mendadak. Tapi akhir-akhir ini dilaporkan adanya khasiat

yang baik golongan antagonis kalsium seperti verapamil. Obat-obat yang lain

tidak dianjurkan untuk diberikan, karena dapat memperburuk keadaan penyakit.

Operasi miomektomi juga dilakukan pada keadaan tertentu.

Prognosis

Prognosis penyakit sekarang ini ternyata sekarang ini cukup jinak. Angka

mortalitas hanya 1% pertahun,dibandingkan penelitian sebelumnya yang 2-4 kali

lebih tinggi. Beberapa pasien yang keadaannya stabil atau malah membaik dalam

waktu 10 tahun. Sebagian besar pasien akan bertambah berat penyakitnya, pasien

mengalami gagal jantung kongestif sekalipun tidak dilakukan miomektomi.

Kematian mendadak sering pada orang muda. III

Kardiomiopati Restriktif

Kardiomiopati restrikrif merupakan keadaan yang sangat jarang dan sebabnya pun

tidak diketahui. Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah adanya gangguan pada fungsi

diastol, dinding ventrikel sangat kaku dan menghalangi pengisian ventrikel. Pada

pemeriksaan patologi-anatomis ditemukan adanya fibrosis, hipertrofi atau infiltrasi pada

otot-otot jantung yang menyebabkan gangguan fungsi diastolik tersebut.

Etiologi

Etiologi penyakit ini tidak diketahui. Kardiomiopati restriktif sering

ditemukan pada amiloidasis, hemokromatosis, deposisi glikogen, fibrosis

endomiokardial, eosinofilia, fibroelastosis, dan lain-lain.

Gejala Klinis

Pasien merasa lemah, sesak nafas. Ditemukan tanda-tanda gagal jantung

sebelah kanan. Juga ditemukan tanda dan gejala penyakit siskemik seperti

amiloidosis, hemokromatosis.

13

Page 17: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran jantung sedang.

Terdengar bunyi jantung ke-3 atau ke-4 dan adanya regurgitasi mitral atau

trikuspid.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan elektrokardiografi ditemukan low voltage. Terlihat juga

gangguan konduksi intra-ventrikular dan gangguan konduksi arterio-ventrikular.

Pada pemeriksaan ekokardiografi tampak dinding ventrikel kiri menebal serta

penambahan massa didalam ventrikel. Ruang ventrikel normal atau mengecil dan

fungsi sistolik yang masih normal. Pada pemeriksaan radionuklir terlihat adanya

infiltrasi pada otot jantung. Ventrikel normal atau mengecil, dan fungsi sistolik

yang normal. Pada sadapan jantung ditemukan complience ventrikel kiri

mengurang dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan.

Tabel 2. Diagnosa banding antara Kardiomiopati Restriktif dengan Perikarditis Kongestif

Kardiomiopati restriktif Perikarditis kongestifTekanan permulaan Diastolik didalam Ventrikel kanan

Diatas 0 Dibawah 0

Tekanan akhir diastolik Berbeda SamaHipertensi pulmonal Ada Tidak adaEkokardiografi Dinding ventrikel kiri

menebal serta massanya bertambah

Dinding ventrikel sama normal serta pergerakan septum yang paradoksal

Diagnosis Banding

Perikarditis kongestif adalah penyakit jantung yang secara klinis dan

hemodinamik sukar dibedakan dengan kardiomiopati restriktif. Kedua penyakit ini

perlu dibedakan karena implikasi pengobatan dan prognosisnya beda. Pengobatan

Pengobatan pada umumnya sukar dibedakan karena penyakit ini tidak efisien

untuk diobati dan lagi pula tergantung pada penyakit yang menyertainya. Obat-

obat anti aritmia diberikan bila ada gangguan irama. Umumnya aritmia dapat

menyebabkan kematian mendadak. Pemasangan alat pacu jantung untuk gangguan

konduksi yang berat yang dapat diberikan. Dengan ekokardiografi transesofagus

14

Page 18: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

dapat diberikan antara kardiomiopati restriktif dan perikarditis konstriktif secara

jelas dengan mengevalusi perubahan aliran vena pulmonalis pada pernapasan.

Tabel 3. Klasifikasi Klinis Kardiomiopati29

Dilatasi Pembersaran ventrikel kanan dan atau kiri, ketidaksesuaian fungsi sistolik, congestive heart failure, aritmia, emboli

Restriktif Parut endomiokardial atau infiltrasi miokard sebagai hasil dari hambatan pengisian ventrikel kanan dan atau kiri

Hipertrofi Disproporsional pembesaran ventrikel kiri, umumnya lebih melibatkan septum dibandingkan dinding jantung, dengan atau tanpa gradasi tekanan sistolik intraventrikular, biasanya tanpa disertai dilatasi ruang ventrikel.

Tabel 4. Evauasi laboratorium Kardiomiopati29

Dilatasi Restriktif HipertrofiRontgen thorax Siluet permbesaran

jantung yang moderat hingga jelas

Hipertensi vena pulmonale

Siluet permbesaran jantung yang ringan

Siluet permbesaran jantung yang ringan hingga moderat

EKG Abnormalitas segmen ST dan gelombang T

Voltase yang rendah, defek konduksi

Abnormalitas segmen ST dan gelombang T

Hipertrofi ventrikel kiri Gelombang Q abnormal

Echocardiogram Pembesaran dan disfungsi ventrikel kiri

Peningkatan penebalan dinding ventrikel kiri

Penurunan fungsi sistolik yang normal hingga ringan

Hipertrofi septum asimetris (ASH)

Gerakan anterior sistolik (SAM) dari katup mitral

Radionuklir Pembesaran dan disfungsi ventrikel kiri (RVG)

Penurunan fungsi sistolik yang normal hingga ringan

Vigorous systolic function (RVG)

Defek perfusiKateterisasi jantung Pembesaran dan

disfungsi ventrikel kiri Peningkatan tekanan

pengisian sisi kiri dan sering sisi kanan

Diminished cardiac output

Penurunan fungsi sistolik yang normal hingga ringan

Peningkatan tekanan pengisian sisi kiri dan kanan

Vigorous systolic function

Obtruksi dinamis aliran keluar ventrikel kiri

Peningkatan tekanan pengisian sisi kiri dan kanan

15

Page 19: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

II. 3 Kardiomiopati pada Diabetes Mellitus dengan Hipertensi

Kardiomiopati diabetikum adalah suatu keadaan miopati terkait diabetes yang

memiliki ciri utama kelanian fungsi diastolik jantung30-33. Kardiomiopati diabetikum

secara kimiawi dipengaruhi oleh insulinopeni31,32 seperti pada kasus resistensi insulin

genetik pada model mencit33. Pada percobaan mencit, kelainan potensial yang mendasari

termasuk perubahan fungsi K+ channel34-36, perubahan fungsi pompa natrium37, perubahan

d retikulum sarkoplasma (endoplasma) Ca2+-ATPase38,39, Na+- Ca2+ exchanger40, dan

kelainan metabolisme protein C kinase41.

Gambar 3. Komplikasi Diabetes Mellitus42

16

Page 20: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

Gambar 4. Jalur konduksi insulin42

Kardiomiopati diabetikum dapat diasosiasikan dengan keseimbangan antara

cardiac RAS dan aksi autokrin/parakrin Insulin-like Growth Factor (IGF-1). Peptida-

peptida, Angiotensin II (Ang II), dan IGF-1 diaktifkan oleh kardiomosit dan

menghasilkan efek pielotropik pada glandula autokrin/parakrin43,44. IGF-1 juga

meningkatkan kontraktilitas miokard dengan meningkatkan influks Ca2+ dan sensitivitas

miofilamen terhadap Ca2+. IGF-1 disintesis oleh kardiomiosit dengan kontrol dari insulin,

Angiotensin II, mekanisme stres, dan peningkatan tekanan perifer total44. IGF-1 dan Ang

II memiliki aksi yang berlawanan pada jalur rangsang jantung. Namun, bekerja secara

sinergis sebagai pemacu pertumbuhan. Salah satu jalur utama dari persinyalan IGF-1

meliputi aktivasi dari komplek PI3-kinase/IRS-145,46. PI3-kinase diketahui memiliki

banyak pengaruh terhadap insulin/ IGF-1, termasuk perjalanan reseptor, transportasi

glukosa, reorganisasi sitoskeletal, aktivasi Na+, K+- ATPase, K+ channel, dan sensitivitas

miofilamen terhadap Ca2+.43,47,48

Angiotensin II bekerja via reseptor terkait protei G dan menginduksi fosforilasi

tirosin dan IRS-147,48. Pada jaringan kardiak, dibandingkan dengan insulin/IGF-1, Ang II

secara cepat menghamat metabolisme basal sebaik insulin/IGF-1 yang terstimulasi

17

Page 21: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

aktivitas PI3-kinase 44,47. Oleh karena itu, telah disimpulkan bahwa ekspresi berlebihan

dari RAS, seperti pada jantung diabetes, akan menjadi salah satu peresisten dari kerja

insulin/IGF-1 pada aktivasi K+ channel dan Na+ pump, yang dipengaruhi PI3-kinase,

termasuk aktivitas miofilamen terhadap Ca2+.44 Kelainan ini dihubungkan dengan

penurunan aktivitas K+ channel dan Na+ pump pada kedua tipe diabetes 31,44,49. Resistensi

aksi IGF-1 dan insulin yang termediasi PI3-kinase dapat menjelaskan kelainan fungsi

sistolik dan diastolik serta hipertrofi ventrikel kiri50 yang menjadi karakter dari kardiopati

diabetikum. Selain itu, aksi dari IGF-1 dan Ang II dapat menjelaskan mengapa pada

pasien dengan diabetes tampk memiliki masa pembesaran ventrikel kiri yang lebih

dibandingkan dengan pasien non diabetik dengan tekanan darah yang relaif sama.50

18

Page 22: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

BAB III

PENUTUP

Hipertensi memiliki korelasi yang cukup erat dengan diabetes, dimana terdapat

peningkatan prevalensi hipertensi pada penderita diabetes 3,4 , disisi saling juga terdapat

kemungkinan diabetes mellitus tipe-2 yang tinggi pada pasien-pasien dengan hipertensi5. Pada

pasien DM tipe 2, prevalensi CHF meningkat5,6 begitu pula dengan prognosisnya yang lebih

buruk dibandingkan pasien non-biabetik7. Peningkatan resiko CHF yang meningkat walau tanpa

ada penyakit arteri koroner (Coronary artery disease/ CAD), hipertensi, atau penyakit katup,

membuat penggolongan penyakit baru yang disebut dengan kardomiopatik diabetikum8-11.

Penelitian selanjutnya membuktikan bahwa terdapat korelasi antara penderita diabetes dengan

disfungsi diastolik ventrikel kiri (LVDD) subklinis, termasuk disfungsi diastolik12-14, sehingga

meningkatkan diagnosis kardiomiopati idiopatik pada populasi diabetik15. Difsungsi diastolik

pada pasien dengan DM dipercaya hadir pada fase-fase awal kardiomiopati diabetikum16-18,

sehingga deteksi awal yang baik akan membantu memperlambat kejadian CHF pada pasien

biabetes9. Penelitian terakhir menunjukkan disfungsi diastolik ventrikel kiri (LVDD) dapat

terjadi pada 60% asimptomatik pasien dengan DM tipe 2 yang terkontrol dengan baik, walau

tanpa hipertensi ataupun CAD19. Penurunan tekanan darah telah terbukti memberikan efek yang

baik pada pasien diabetes baik mikro maupun makrovaskular.

Kardiomiopati diabetikum adalah suatu keadaan miopati terkait diabetes yang memiliki

ciri utama kelaian fungsi diastolik jantung30-33. Kardiomiopati diabetikum secara kimiawi

dipengaruhi oleh insulinopeni31,32, dimana terjadi perubahan fungsi K+ channel34-36, perubahan

fungsi pompa natrium37, perubahan d retikulum sarkoplasma (endoplasma) Ca2+-ATPase38,39,

Na+- Ca2+ exchanger40, dan kelainan metabolisme protein C kinase41. Perubahan ini turut serta

memberikan efek hipertensi pada pasien dengan diabetes mellitus melalui mekanisme aktivasi

PI3-kinase/IRS-1 oleh IGF-1 45,46. Hipertrofi miokard dan gangguan fungsi sitolik dan diastolik

pada keadaan kardiopati diabetikum diasosiasikan dengan resistensi jaringan miokard terhadap

kerja dari IGF-1, dimana IGF-1 sendiri merupakan hasil sintesis kardiomiosit, sebagai respon

dari kontrol insulin, Angiotensin II, mekanisme stres, dan peningkatan tekanan perifer total.44

19

Page 23: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

Daftar Pustaka

1. American Heart Association Circulation 1999;100:1134-46.

2. International Diabetic Federation Prevalence Estimates. Agustus 2003.

3. Suyono S. Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus di Indonesia. Jilid 3. Jakarta: Dept

Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. p. 1852

4. Sowers JR, Epstein M, Frohlich ED. Diabetes hypertension, and cardiovascular disease.

An update. Hypertension. 2001;37:1053-9.

5. Gress TW, Nieto FJ, Shahar E. Hypertension and antihypertensive therapy as risk factors

for type-2 diabetes mellitus. Atherosclerosis Risk in Communities Study. N Engl J Med

2000;342:905-12.

6. Stolk RP, Van Splunder IP, Schouten JS. High blood pressure and the incidence of non-

insulin dependant diabetes mellitus. Findings in a 11.5 year follow up study in The

Netherlands. Eur J Epidemiol 1993;9:134-9.

7. Stamler J, Vaccaro O, Neaton JD. Diabetes, other risk factors, and 12 years

cardiovascular mortality for men screened in the Multiple Risk Factor Intervention Trial.

Diabetes Care 1993;16:434-44.

8. Ruber S, Dlugash J, Yuceoglu YZ, et al. New type of cardiomyopathy associated with

diabetic glumerulosclersis. Am J Cardiol, 1972,30:595-602.

9. Bel DS. Diabetic cardiomyopathy. Diabetic Care, 2003, 26:2949-2951.

10. Shehadeh A, Regan TJ. Cardiac consequence of diabetes mellitus. Clin Cardiol,

1995,18:301-305.

11. Bell DS, Diabetic cardiomyopathy. A unique entity or a complication of coronary artery

disease? Diabetes Care, 1995, 18:708-714.

12. Ahmed SS, Jaferi GA, Narang RM, et al. Preclinical abnormality of left ventricular

function in diabetes mellitus. Am Heart J, 1975, 89: 153-158.

13. Senevirante BI. Diabetic cardiomyopathy: the preclinical phase. Br Med J, 1997, 1 :

1444-6

14. Vinereanu D, Nicolaides E, Tweddel AC, et al. Subclinical left ventricular dysfunction in

asymptomatic patiens with type II diabetes mellitus, related to serum lipids and glycated

haemoglobin. Clin Sci (Lond), 2003, 105 : 591-599.

20

Page 24: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

15. Bertoni Ag, Tsai A, Kasper EK, et al. Diabetes and idiopathic cardiomyopathy: a nation-

wide case-control study. Diabetes care, 2003, 26: 2791-2795.

16. Raev DC. Which left ventricular function is impaired earlier in the evolution of

cardiomyopathy? An echocardiographic study of young type I diabetic patients. Dibetic

Care, 1994, 17: 633-639.

17. Garderisi M, Anderson KW, Wison PW, et al. Echocardiographic evidence for the

existence of distinct diabetic cardiomyopathy (the Framingham Heart Study). Am J

Cardiol, 1991, 68 : 85-89.

18. Cosson S, Kevorkian JP. Left ventricular diastolic dysfunction : an early sign of

cardiomyopathy? Diabetes Metab, 2003, 29: 455-466.

19. Khan AK, Jalal S, Baba RM, et al. Prevalence of diastolic dysfunction in normotensive

asymptomatic patients with well-controlled type 2 diabetes mellitus. Chinese Clin Med J,

September 2006, 1 (4):193-200.

20. Alder Al, Stratton IM, Neil HA. Association of systolic Blood pressure with macro

vascular complications of type-2 diabetes (UKPDS 36): prospective observational study.

BMJ 2000;321:412-9.

21. Hansson L, Zanchetti A, Carruthers SG. Effects of intensive blood pressure lowering and

low-dose aspirin in patients with hypertension. Principal results of the Hypertension

Optimal Treatment (HOT) randomized trial. HOT study group. Lancet. 1998;1755-62.

22. Guidelines Committee. European Society of Hypertension. European Society of

cardiology guidelines for the management of arterial hypertension. J Hypertension

2003;21:1011-53.

23. American Diabetes Association. Treatment of hypertension in adults with diabetes.

Diabetes Care. 2002;25(Suppl 1):S71-S73.

24. Uusitupa MI, Mustonen JN, Airaksinen KE. Diabetes heart muscle disease. Ann Med.

1990;22:377-86.

25. Raev DC. An Echocardiographic study of young Type-I diabetic patient. Diabetes Care.

1994;17:633-9.

26. Missault LH, Duprez DA, Brandt AA, De Buyzere ML, Adang LT, Clement DL.

Exercise performance and diastolic filling in essential hypertension. Blood press.

1993;2:284-88.

21

Page 25: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

27. Fisher NDL, Williams GH. Harrison's Principles of Internal Medicine: Hypertensive

vascular disease. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2000. p. 1463-1479.

28. Sanif E. Kardiomiopati Jenis dan Pelaksanaan. [cited 2009 October 28]. Availabel from

http://www.jantunghipertensi.com

29. Wynne J, Braunwald E. Harrison's Principles of Internal Medicine: Cardiomyopathy and

myocarditis. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2000. p. 1408-14.

30. Frohlich ED. Uric acid: a risk factor for coronary artery disease. JAMA. 1993;270:354 –

359.

31. Brown R, Walsh M, Sowers JR. Influence of sex, diabetes and ethanol on intrinsic

contractile performance of isolated rat myocardium. Basic Res Cardiol. 1996;91:353–

360.

32. Ren J, Dominguez LJ, Sowers JR, Davidoff A. Troglitazone attenuates high glucose-

induced abnormalities in relaxation and intracellular calcium in rat ventricular myocytes.

Diabetes. 1996;45:1822–1825.

33. Ren J, Sowers JR, Walsh MF, Brown RA. Reduced contractile response to insulin and

IGF-1 in ventricular myocytes from genetically obese Zucker rats. Am J Physiol.

2000;279:H1708–H1714.

34. Wong D, Kiyosue T, Shigematsu S, Arita M. Abnormalities of K1 and Ca21 currents in

ventricular myocytes from rats with chronic diabetes. Am J Physiol. 1998;269:H1288–

H1296.

35. Shimoni Y, Ewart H, Severson D. Insulin stimulation of rat ventricular K1 currents

depends on the integrity of the cytoskeleton. J Physiol (Lond). 1999;514:735–745.

36. Casis O, Gallego M, Iriarte M, Sanchez-Chapula SA. Effects of diabetic cardiomyopathy

on regional electrophysiologic characteristics of rat ventricle. Diabetologia.

2000;43:101–109.

37. Golfman L, Dixon IM, Takeda N, Lukas A, Dakshinamurti K, Dhalla NS. Cardiac

sarcolemmal Na1-Ca21 exchange and Na1-K1 ATPase activities and gene expression in

alloxan-induced diabetes in rats. Mol Cell Biochem. 1998;188:91–101.

38. Ziegelhoffer A, Ravingerova T, Styk J, Sebokova J, Waczulikova I, Breier A, Dzurba A,

Volkovova K, Carsky J, Turecky L. Mechanisms that may be involved in calcium

tolerance of the diabetic heart. Mol Cell Biochem. 1997;176:191–198.

22

Page 26: Kardiomiopati pada Diabetes Melitus dengan Hipertensi

39. Matsubara H, Kanasaki M, Murasawa S, Tsukaguchi Y, Nio Y, Inada M. Differential

gene expression and regulation of angiotensin II receptor subtypes in rat fibroblasts and

cardiomyocytic in culture. J Clin Invest. 1994;93:592– 601.

40. Schaffer SW, Ballard-Craft C, Boerth S, Allon SM. Mechanisms underlying depressed

Na1/Ca21 exchanger activity in the diabetic heart. Cardiovasc Res. 1997;34:129 –136.

41. Giles TD, Ouyang J, Kerut EK, Given MB, Allen GE, McIwain EF, Greenberg SS.

Changes in protein kinase C in early cardiomyopathy and in the gracilis muscle in the

BB/W or diabetic rat. Am J Physiol. 1998; 4:H295–H307.

42. Power AC. Harrison's Principles of Internal Medicine: Diabetes Mellitus. 16th ed. New

York: McGraw-Hill; 2000. p. 2152-2179.

43. Li D, Sweeney G, Wang Q, Klip A. Participation of PI3K and atypical PKC in Na1,K1-

ATP pump stimulation by IGF-1 in VSMC. Am J Physiol. 1999;276:H2109–H2116.

44. Ren J, Sampson WK, Sowers JR. Insulin-like growth factor 1 as a cardiac hormone:

physiological and pathophysiological implications in heart disease. Mol Cell Cardiol.

1999;31:2049 –2061.

45. Cittadini A, Ishiguro Y, Stromer H, Spindler M, Moses AC, Clark R, Douglas PS,

Ingwall JS, Morgan JP. Insulin-like growth factor but not growth hormone augments

mammalian myocardial contractility by sensitizing the myofilament to Ca21 through a

wortmannin-sensitive pathway: studies in rat and ferret isolated muscles. Circ Res.

1998;83:50–59.

46. LeRoith D. Insulin-like growth factors. N Engl J Med. 1998;336: 633–640.

47. Folli F, Kahn CR, Hansen H, Bouchie JL, Feener EP. Angiotensin II inhibits insulin

signaling in aortic smooth muscle cell at multiple levels. J Clin Invest. 1997;100:2158 –

2169.

48. Velloso LA, Folli F, Sun XJ, White MF, Saad MJ, Kahn CR. Cross-talk between insulin

and angiotensin signaling systems. Proc Natl Acad Sci U S A. 1996;93:12490 –12495.

49. Guo W, Kada K, Kamiya K, Toyama J. IGF-1 regulates K1-channel expression of

cultured neonatal rat ventricular myocytes. Am J Physiol. 1997;272:H2599–H2560.

50. Grossman E, Shemesh J, Shamiss A, Thaler M, Carroll J, Rosenthal T. Left ventricular

mass in diabetes-hypertension. Arch Intern Med. 1992; 152:1001–1004.

23