karakteristik hukum islam

13
Karakteristik Hukum Islam Juli 7, 2010 tags: Hukum Islam, Karakteristik Hukum, Penerapan hukum Islam Untuk membedakan antara hukum Islam dengan hukum umum, maka hukum Islam memiliki beberapa karakteristik tertentu.Diantaranya: 1. Penerapan hukum Islam bersifat universal Nash-nash al-Qur’an tampil dalam bentuk prinsip-prinsip dasar yang universal dan ketetapan hukum yang bersifat umum. Ia tidak berbicara mengenai bagian-bagian kecil, rincian-rincian secara detail (Yusuf al-Qardhawi, 1993: 24) Oleh karena itu, ayat-ayat al-Qur’an sebagai petunjuk yang universal dapat dimengerti dan diterima oleh semua umat di dunia ini tanpa harus diikat oleh tempat dan waktu. 2. Hukum yang ditetapkan oleh al-Qur’an tidak memberatkan Di dalam al-Qur’an tidak satupun perintah Allah yang memberatkan hamba-Nya. Jika Tuhan melarang manusia mengerjakan sesuatu, maka dibalik larangan itu akan ada hikmahnya. Walaupun demikian manusia masih diberi kelonggaran dalam hal-hal tertentu (darurat). Contohnya memakan bangkai adalah hal yang terlarang, namun dalam keadaan terpaksa, yaitu ketika tidak ada makanan lain, dan jiwa akan terancam, maka tindakan seperti itu diperbolehkan sebatas hanya memenuhi kebutuhan saat itu. Hal ini berarti bahwa hukum Islam bersifat elastis dan dapat berubah sesuai dengan persoalan waktu dan tempat. 3. Menetapkan hukum bersifat realistis Hukum Islam ditetapkan berdasarkan realistis dalam hal ini harus berpandangan riil dalam segala hal. Menghayalkan perbuatan yang belum terjadi lalu menetapkan suatu hukum tidak diperbolehkan. Dengan dugaan ataupun sangkaan-sangkaan tidak dapat dijadikan dasar dalam penetapan hukum. Said Ramadhan menjelaskan bahwa hukum Islam mengandung method of realism (Said Ramadhan, 1961: 57) 4. Menetapkan hukum berdasarkan musyawarah sebagai bahan pertimbangan Hal ini yang terlihat dalam proses diturunkannya ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan kebijaksanaan Tuhan dalam menuangkan isi yang berupa hukum Islam ke dalam wadahnya yang berupa masyarakat (Anwar Marjono, 1987: 126) 5. Sanksi didapatkan di dunia dan di akhirat. Undang-undang produk manusia memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap hukum- hukumnya. Hanya saja sanksi itu selamanya hanya diberikan di dunia, berbeda halnya dengan hukum Islam yang memberi sanksi di dunia dan di akhirat. Sanksi di akhirat selamanya lebih

Upload: nur-alfiyatur-rochmah

Post on 11-Jul-2015

1.570 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Karakteristik hukum islam

Karakteristik Hukum Islam

Juli 7, 2010

tags: Hukum Islam, Karakteristik Hukum, Penerapan hukum Islam

Untuk membedakan antara hukum Islam dengan hukum umum, maka hukum Islam memiliki

beberapa karakteristik tertentu.Diantaranya:

1. Penerapan hukum Islam bersifat universal

Nash-nash al-Qur’an tampil dalam bentuk prinsip-prinsip dasar yang universal dan ketetapan

hukum yang bersifat umum. Ia tidak berbicara mengenai bagian-bagian kecil, rincian-rincian

secara detail (Yusuf al-Qardhawi, 1993: 24) Oleh karena itu, ayat-ayat al-Qur’an sebagai

petunjuk yang universal dapat dimengerti dan diterima oleh semua umat di dunia ini tanpa harus

diikat oleh tempat dan waktu.

2. Hukum yang ditetapkan oleh al-Qur’an tidak memberatkan

Di dalam al-Qur’an tidak satupun perintah Allah yang memberatkan hamba-Nya. Jika Tuhan

melarang manusia mengerjakan sesuatu, maka dibalik larangan itu akan ada hikmahnya.

Walaupun demikian manusia masih diberi kelonggaran dalam hal-hal tertentu (darurat).

Contohnya memakan bangkai adalah hal yang terlarang, namun dalam keadaan terpaksa, yaitu

ketika tidak ada makanan lain, dan jiwa akan terancam, maka tindakan seperti itu diperbolehkan

sebatas hanya memenuhi kebutuhan saat itu. Hal ini berarti bahwa hukum Islam bersifat elastis

dan dapat berubah sesuai dengan persoalan waktu dan tempat.

3. Menetapkan hukum bersifat realistis

Hukum Islam ditetapkan berdasarkan realistis dalam hal ini harus berpandangan riil dalam segala

hal. Menghayalkan perbuatan yang belum terjadi lalu menetapkan suatu hukum tidak

diperbolehkan. Dengan dugaan ataupun sangkaan-sangkaan tidak dapat dijadikan dasar dalam

penetapan hukum. Said Ramadhan menjelaskan bahwa hukum Islam mengandung method of

realism (Said Ramadhan, 1961: 57)

4. Menetapkan hukum berdasarkan musyawarah sebagai bahan pertimbangan

Hal ini yang terlihat dalam proses diturunkannya ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan

kebijaksanaan Tuhan dalam menuangkan isi yang berupa hukum Islam ke dalam wadahnya yang

berupa masyarakat (Anwar Marjono, 1987: 126)

5. Sanksi didapatkan di dunia dan di akhirat.

Undang-undang produk manusia memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap hukum-

hukumnya. Hanya saja sanksi itu selamanya hanya diberikan di dunia, berbeda halnya dengan

hukum Islam yang memberi sanksi di dunia dan di akhirat. Sanksi di akhirat selamanya lebih

Page 2: Karakteristik hukum islam

berat daripada yang di dunia. Karena itu, orang yang beriman merasa mendapatkan dorongan

kejiwaan yang kuat untuk melaksanakan hukum-hukum-Nya dan mengikuti perintah serta

menjauhi-larangan-larangan-Nya (Muh. Yusuf Musa, 1998: 167)

Hukum yang disandarkan pada agama bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan individu dan

masyarakat. Tidak diragukan lagi ini adalah tujuan yang bermanfaat hanya saja ia bermaksud

membangun masyarakat ideal yang bersih dari semua apa yang bertentangan dengan agama dan

moral.

Begitu juga ia tidak hanya bermaksud untuk membangun masyarakat yang sehat saja, tetapi ia

juga bertujuan untuk membahagiakan individu, masyarakat, dan seluruh umat manusia di dunia

dan di akhirat.

T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy mengemukakan tiga ciri-ciri khas hukum Islam yaitu: taqamul,

wasathiyah, dan harakah.

EFINISI DAN KARAKTERISTIK HUKUM DALAM PARADIGMA HUKUM ISLAM

DEFINISI DAN KARAKTERISTIK HUKUM DALAM PARADIGMA HUKUM ISLAM

I. PENDAHULUAN

Berbicara Hukum dalam paradigm Hukum Islam teringat Syeh Ahmad Bin Abdul Latif

dalam tasnif kitab ushul fiqihnya “al hukmu huwa khithobullahi alladzi yataallaku bi afalil

mukallifin” artinya: Hukum adalah kithob Allah yang berhubungan dengan perbuatan seorang

mukallaf. Mukalaf adalah seorang Muslim, akil,baliq. ketika seseorang sudah masuk mukallaf

maka dia akan di kenai Hukum Allah yang berkenaan denganya.

Dan esensi dari hukum islam adalah untuk mengatur semua aspek kehidupan

manusia,dalam mencapai kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat kelak.Agar segala

ketentuan (hukum)yang terkadung dalam syari’at islam tersebut bisa diamalkan oleh manusia,

Maka manusia harus bisa memahami segala ketentuan yang di kehendaki oleh Allah SWT yang

terdapat dalam syari’at Islam.

II. RUMUSAN MASALAH

A. Definisi Hukum Dalam Paradigm Hukum Islam.

B. Karakteristik Hukum Dalam Paradiga Hukum Islam.

Page 3: Karakteristik hukum islam

III. TUJUAN PEMBAHASAN

Dalam makalah bertujuan agar seorang muslim bisa menjadi muslim yang fundamental dan

berkualitas islamnya, dan bisa menjalankan hukum islam dikehidupan sehari-harinya.

IV. PEMBAHASAN

A. Definisi Hukum Dalam Paradigm Hukum Islam.

Hukum islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama islam.

Sebagai system hukum ia mempunyai beberapa istilah kunci yang perlu dijelaskan lebih dahulu,

sebab kadangkala membingungkan, kalau tidak diketahui persis maknanya. Yang dimaksud

adalah istilah-istilah.[1] (1) hukum (2) hukm dan ahkam (3) sari’ah atau syariat. (4) fiqih atau

fiqh dan beberapa kata lain yang berkaitan dengan istilah-istilah tersebut.

Jika kita berbicara hukum secara sederhana segera terlintas dalam piiran kita peraturan-

peraturan seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik

peraturan atau norma itu berkenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun

peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Disamping

itu, ada konsepsi hukum lain diantaranya adalah konsepsi hukum islam. Dasar dan kerangka

hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain

dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainya, karena manusia yang hidup

dalam masyarakat itu mempunyai berbagai hubungan. Hubungan-hubungan itu, seperti telah

terulang disinggung dimuka, adalah hubungan manusia dengan tuhan, hubungan manusia dengan

dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia yang lain, dan hubungan manusia dengan

benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya seperangkat ukuran tingkah laku yang di dalam

bahasa arab ,disebut hukmun jama’nya ahkam.

B. Karakteristik Hukum islam

Dari uraian di atas dapat di tandai ciri-ciri (utama)hukum Islam,[2] yakni: (1) merupakan

bagian dan bersumber dari agama Islam. (2) mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat di

pisahkan dari iman atau aqkidah dan kesusilaan atau akhlak Islam. (3)mempunyai dua istilah

kunci yakni: (a) syari’at dan (b) fiqih.Syariat terdiri dari wahyu Allah dan Sunnah Nabi

Muhamad, fiqih adalah pemahaman dan hasil pemahaman manusia tentang syari’ah. (4) terdiri

Page 4: Karakteristik hukum islam

dari dua bidang utama yakni: (a) ibadah dan (b) muammalah dalam arti yang luas.Ibadah

bersifat tertutup karna telah sempurna dan muammalah dalam arti kusus dan lua bersifat terbuka

untuk dikembangkan oleh manusia yang memahami syari’at dari masa ke masa. (5) stukturnya

berlapis,terdiri dari: (a) nas atau teks Alqur’an. (b) Sunah Nabi Muhamad (untuk syari’at). (c)

hasil ijtihad manusia yang mempunyai syarat tentang wahyu dan sunnah, (d) pelaksanaan dalam

praktik baik. (e) berupa keputusan hakim,maupun berupa amalan- amalan umat islam dalam

masyarakat (untik fiqih). (6) mendahulukan kewajiban dari hak,amal dari pahala. (7) dapat

dibagi menjadi: (a) hukum taklifi atau hukum taklif yakni al-ahkam al-khamsah yang terdiri

dari lima kaidah,lima jenis hukum, lima kategori hukum, yakni ja’iz, sunnat, makruh, wajib, dan

haram, dan (b) hukum wadh’I yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau

terwujudnya hubungan hukum.

Dalam bukunya Filsafat Hukum Islam,T.M.Hasbi Ash Shiddeqy ( 1975:156-212), menyebut

cirri-ciri khas kash hukum islam. (8) berwatak universal,berlaku abadi untuk umat Islam di mana

pun mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau Negara pada sutu masa

saja. (9) menghormati martabat manusia sebagai kersatuan jiwa dan rag, rohani dan jasmani

saerta memelihara kemulian manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan. (10) plaksanaanya

dalam praktik digerakkan oleh iman (akidah) dan akhlak umat Islam.

C. Tujuan Hukum Islam melarang perbuatan yang pada dasarnya merusak kehidupan manusia.

Sekalipun perbuatan itu disenangi oleh manusia atau sekalipun umpanya perbuatanya itu

dilakukan hanya oleh seseorang tanpa merugikan orang lain, Sperti seseorang minum minuman

yang memabukkan (khamr.Dalam pandangan Islam perbuatan orang itu tetep dularang, Karna

dapat merusak akalnya yang seharusnya ia pelihara, Walaupun ia membeli minuman tersebut

dengan uangnya sendiri dan di minum di rumahmya sendiri tanpa mengganggu orang lain.[3]

Demikian juga hubungan seksual-di luar nikah (zina), perbuatan tersebut mutlak di larang

siapapun yang melakukanya, Walaupun mereka melakukunya dengan sama suka, tanpa paksaan

dan tidak merugikan orang lain.

Islam mengajarkan agar dalam hidup bermasyarakat ditegakkan keadilan dan ikhsan. Keadilan

yang harus ditegakkan mencakup keadilan terhadap diri pribadi, Keadilan Hukum keadilan

sosial,-dan keadilan dunia.[4]

Page 5: Karakteristik hukum islam

V. KESIMPULAN

Tujuan diturunkanya hukum islam adalah untuk kepentingan,kebahagiaan,kesejahteraan, dan

keselamatan umat manusia di dunia dan di akhirat kelak.

VI. PENUTUP

Sebagai penutup penulis tahu diri makalah ini hanya menjelaskan sebagian kecil dari

Hukum dalam paradigma Islam,dan kiranya perlu kita tela’ah lagi secara kaaffah, Sehingga kita

tahu essensi dari Hukun islam itu sendiri, dan semoga dengan makalah ini kita bisa menjadi

muslim yang fundamental.Amiiin.

DAFTAR PUSTAKA

Daud Ali Mohammad,Hukum Islam ,Jakarta:Rajawali pers,2009.

Usman Suparman, Hukum Islam,Jakarta:Gaya media pratama,2001.

[1] Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, hal :58

[2] Ibid, hal:60

[3] Suparman Usman, Huku, Islam, hal :65

[4] Ibid, hal: 66

KARAKTERISTIK HUKUM ISLAM

I. PENDAHULUAN

Hukum pada intinya merupakan suatu aturan yang mengikat pada tiap diri seseorang

sebagai kontrol, dan dengan kontrol itu diharapkan seseorang tidak akan melakukan

perbuatan yang melanggar batas dan nantinya akan merugikan orang lain. Hukum itu sendiri

muncul karena pada dasarnya setiap diri manusia memiliki dua sifat yang cenderung

bertentangan. Yang satu selalu ingin melakukan kebaikan karena memang manusia pada

Page 6: Karakteristik hukum islam

dasarnya memiliki nurani yang bersih namun pada sisi yang lain manusia juga tak terlepas

dari “nafsu ” memiliki keinginan untuk berbuat sesuatu (makan, minum, berbuat

kemaksiatan, dll) . Untuk itu, perlu adanya sebuah pembatas sebagai kontrol agar terciptanya

sebuah ketenteraman dan kemaslahatan dalam sebuah masyarakat.

Dalam hal ini yang menjadi persoalan dasar adalah hukum yang pernah diterapkan

dalam sebuah masyarakat itu beragam. Kita ambil contoh saja hukum Islam dan hukum

positif yang mana keduanya sama-sama mengikat. Dan tentu prinsip dari masing-masing

hukum itu berbeda pula. Hukum positif tidak diperbolehkan menembus pada aspek privat,

yakni hal-hal yang tidak berimplikasi pada publik. Sedangkan hukum Islam sebaliknya,

yakni mengatur hal-hal yang demikian. Misalkan, setiap orang Islam harus melaksanakan

sholat fardhu. Tentu apabila ada orang yang tidak melaksanakannya tidak akan dihukum

melalui pengadilan sebagai lembaga eksekusi hukum positif.

II. LATAR BELAKANG MASALAH

Menanggapi dari pendahuluan tadi, pemakalah akan mengulas bagaimana sebenarnya

karakteristik dari hukum Islam yang membedakan dengan hukum lainnya itu, mengapa

hukum Islam mengatur sampai pada aspek moral pada setiap insan. Padahal hukum positif

tidak mengikat sampai hal yang sekecil itu.

III. PEMBAHASAN

A. Hukum Islam Bersifat Sempurna dan Universal

Allah adalah Tuhan yang Mahasempurna, maka hukum yang Dia buat harus

sempurna pula. Karena apabila tidak, tentu berdampak pada persepsi manusia. Mereka akan

meragukan kepercayaannya mengenai adanya Tuhan di alam ini. Dalam asma’ul husna

disebutkan bahwa Ia memiliki sifat باطن ,ظاهر ,أخر ,اول, yang pertama, dan terakhir, yang dhohir

dan batin. Jadi Ia juga memiliki hukum yang berlaku sepanjang zaman. Bukan hanya

Page 7: Karakteristik hukum islam

mengatur pada aspek legal kemasyarakatan tetapi juga mengatur kepentingan-kepentingan

ukhrawi.[1] Hal ini bisa dipahami melalui kata ظاهر, kita bisa memaknai bahwasanya hukum

yang bersifat dhohir adalah hukum yang mengikat/mengatur tentang keduniaan. Dan bisa

dikatakan cakupan hukum yang dhohir sama dengan hukum positif yang biasa diberlakukan

bagi warga negara. Yang kedua kata باطن, kita bisa memaknai bahwasanya hukum yang

bersifat batin adalah hukum yang mengatur pada aspek ukhrawi. Dan inilah yang tidak

dimiliki oleh hukum positif lainnya.

Dalam bukunya Dr. Muhammad Muslehuddin (1991 : 48), Jackson telah

mengungkapkan :

Hukum Islam menemukan sumber utamanya pada kehendak Allah

sebagaimana diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Ia menciptakan sebuah

masyarakat mukmin, walaupun mereka mungkin terdiri atas berbagai suku dan

berada di wilayah-wilayah yang amat jauh terpisah. Agama, tidak seperti

nasionalisme atau geografi, merupakan suatu kekuatan kohesif utama. Negara itu

sendiri berada di bawah (subordinate) Al-Qur’an, yang memberikan ruang gerak

sempit bagi pengundangan tambahan, tidak untuk dikritik maupun perbedaan

pendapat. Dunia ini dipandang hanya sebagai ruang depan bagi orang lain dan

sesuatu yang lebih baik bagi orang yang beriman. Al-Qur’an juga menentukan

aturan-aturan bagi tingkah laku menghadapi orang-orang lain maupun masyarakat

untuk menjamin sebuah transisi yang aman. Tidak mungkin memisahkan teori-teori

politik atau keadilan dari ajaran-ajaran Nabi, yang menegakkan aturan-aturan

tingkah laku, mengenai kehidupan beragama, keluarga, sosial, dan politik. Ini

menimbulkan hukum tentang kewajiban-kewajiban daripada hak-hak, kewajiban

moral yang mengikat individu, dari mana tidak (ada otoritas bumi yang) bisa

membebastugaskannya, dan orang-orang yang tidak mentaatinya akan merugikan

kehidupan masa mendatangnya.

Dari ungkapan Jackson di atas, telah jelas bahwa Islam menentukan aturan-aturan

tingkah laku mengenai hal-hal yang bersifat legal kemasyarakatan/publik, yang diungkapkan

pada kalimat : “ajaran-ajaran Nabi, yang menegakkan aturan-aturan tingkah laku, mengenai

kehidupan beragama, keluarga, sosial, dan politik”. Dan yang kedua, mengenai aspek

moral/individu, yang diungkapkan pada kalimat terakhir. Inilah ciri utama yang dimiliki

hukum Islam yang tidak ada bandingannya.

Page 8: Karakteristik hukum islam

Yang kedua hukum Islam itu bersifat universal. Mencakup seluruh manusia ini tanpa

ada batasnya. Tidak dibatasi pada negara tertentu, benua, daratan, atau lautan. Seperti halnya

pada ajaran-ajaran nabi sebelumnya.[2] Misalkan, Nabi Musa hanya mencakup pada kawasan

Mesir dan sekitarnya, Nabi Isa mencakup pada kawasan Israel, dan lain sebagainya. Ini

didasarkan pada Al-Qur’an yang memberikan bukti bahwa hukum Islam tersebut ditujukan

kepada seluruh manusia di muka bumi. Allah berfirman :

Artinya : “Dan Kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada

umat manusia seluruhnya, untuk membawa berita gembira dan berita peringatan. Akan tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (As-Saba’ : 28)

Artinya : “Dan Kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad) kecuali untuk

menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Al-Anbiyya’ : 107)

B. Dinamis dan Elastis

Hukum Islam bersifat dinamis yang berarti mampu menghadapi perkembangan sesuai

dengan tuntutan waktu dan tempat.[3] Atau bisa dikatakan sangat cocok untuk diterapkan

pada setiap zaman. Mungkin ada beberapa orang yang berasumsi bahwa kedinamisan suatu

hukum itu tidak mungkin terjadi. Pada dasarnya sesuatu di alam ini akan berubah, begitu juga

sebuah hukum yang sudah pasti bisa berubah sewaktu-waktu. Untuk itu, sifat dinamis ini

harus dikaitkan dengan sifat elastis (luwes). Lalu bagaimana sifat elastis pada hukum Islam

ini dapat kita lihat? Dalam Islam, kita kenal dengan sebutan ijtihad yang mana menurut Iqbal

di sebut dengan “prinsip gerak dalam Islam”.[4] Ijtihad ini memungkinkan bagi orang Islam

untuk menyesuaikan hukum yang ada pada masa Rasul (saat hukum Islam diciptakan)

dengan keadaan sekarang yang terjadi di lingkungannya. Inilah yang disebut dengan

keelastisan hukum Islam.

Page 9: Karakteristik hukum islam

Sifat dinamis dan elastis ini dapat kita lihat pada kehidupan sehari-hari. Sebagai

contohnya adalah jual beli yang sesuai dengan syariat Islam. Pada masa Rasulullah, jual beli

dilakukan dengan saling tatap muka, artinya antara si penjual dan si pembeli saling bertemu

untuk melakukan akad. Tetapi pada zaman sekarang ini, jual beli bahkan tanpa hadirnya

salah satu orang tersebut bisa dilakukan seperti di Swalayan, Plaza, Mall, dan sebagainya.

Nah, dari persoalan ini bagaimana kedudukan hukum Islam menanggapi sistem seperti ini

agar jual beli itu sesuai dengan syari’at Islam. Untuk itu, perlu adanya hukum asal/nash yang

menerangkan jual beli. Diantaranya Q.S. Al-Baqarah : 275 dan 282, An-Nisa’ : 29, Al-

Jum’ah : 9.

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Prinsip dihalalkannya jual beli dari ayat-ayat tersebut adalah adanya kerelaan antara

kedua belah pihak, bukan termasuk riba, tidak dilakukan pada waktu Jum’at, dan sebagainya.

Fathurrahman Djamil mengatakan bahwa “Ijab dan Qabul dalam jual beli adalah untuk

menunjukkan prinsip an taradhin. Ketika prinsip tersebut terpenuhi, meski tanpa lafal ijab

dan qabul seperti ketika masuk plaza, maka hukumnya sah.”

C. Sistematis

Hukum Islam memiliki sifat yang sistematis, artinya bahwa hukum Islam itu

mencerminkan sejumlah ajaran yang sangat bertalian. Beberapa diantaranya saling

berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Contohnya saja wajibnya hukum shalat tidak

terpisahkan dengan wajibnya hukum zakat. Itu menunjukkan bahwa Islam tidak hanya

mengajarkan aspek kebatinan saja yang mengutamakan hal-hal ukhrawi tetapi juga

diperintahkan untuk mencapai aspek keduniaan.[5] Al-Qur’an menyebutkan :

اعمل لدنياك كانك تعيش ابدا واعمل الخرتك كأنك تموت غدا

Page 10: Karakteristik hukum islam

Artinya : “Bekerjalah kamu untuk kepentingan duniawimu seakan-akan kamu akan

hidup selamanya dan bekerjalah kamu untuk kepentingan ukhrawimu seakan-akan kamu

akan mati besok.”

Fathurrahman Djamil mengungkapkan bahwa “hukum Islam senantiasa berhubungan

satu dengan yang lainnya. Hukum Islam tidak bisa dilaksanakan apabila diterapkan hanya

sebagian dan ditinggalkan sebagian yang lain.” Seperti halnya ayat di atas, kita dapat

menganalisa bahwa apabila kita hanya selalu beribadah untuk mencapai akhirat dengan

mengabaikan hal-hal keduniaan, pasti pencapaian tersebut tidak akan terwujud. Karena untuk

menuju kehidupan akhirat itu tentu kita harus menjalani kehidupan dunia ini.

D. Memperhatikan Aspek Kemanusiaan dan Moral

Manusia merupakan mahluk sosial di mana ia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya

bantuan orang lain. Untuk itu sifat tolong menolong merupakan hal yang wajib bagi setiap

insan. Dalam hukum Islam dikenal dengan istilah ta’awun, zakat, infaq, waqaf, dan sedekah

yang kesemuanya itu merupakan wujud kemanusiaan yang sangat dijunjung tinggi oleh nilai-

nilai hukum Islam.[6] Ayat-ayat hukum yang menunjukkan bahwa kewajiban manusia untuk

saling tolong-menolong di jelaskan pada ayat berikut :

وتعاونوا على البر والتقوى وال تعاونوا على االثم والعدوان

Artinya : “Bertolonglah-tolonglah kamu atas kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu

tolong-menolong atas (perbuatan) dosa dan permusuhan.

Sedangkan mengenai hukum diwajibkannya zakat, dijelaskan dalam surat At-Taubah

ayat 60, berbunyi :

Artinya : “Sesungguhnya shodaqoh (zakat) itu diberikan kepada orang-orang fakir,

orang-orang miskin, pengurus zakat, para muallaf, hamba sahaya, orang-orang yang

Page 11: Karakteristik hukum islam

berhutang, untuk memperjuangkan agama Allah (sabilillah), dan Ibnu sabil. Sebagai suatu

ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Yang kedua adalah aspek moral, untuk membentuk suatu interaksi sosial

kemanusiaan tentu manusia harus memiliki aspek moral (akhlaq) yang baik. Karena untuk

mewujudkan pergaulan yang sehat, akhlaqlah yang menjadi pondasi utama. Bila akhlaq itu

sudah terkontaminasi dengan keburukan dan kemaksiatan, maka tidak akan mewujudkan

suatu pergaulan sosial yang baik dan nantinya juga dapat berimbas pada pelanggaran aturan-

aturan hukum positif. Dalam Al-Qur’an disebutkan :

Artinya :”Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat

serta banyak mengingat kepada Allah.” (Q.S. Al-Ahzab : 21)

IV. KESIMPULAN

Dilihat dari berbagai karakteristik hukum Islam yang telah dipaparkan di atas, dapat

disimpulkan bahwa aspek moral (privat) pada hukum Islam yang mengikat pada setiap diri

insan itu bertujuan untuk kepentingan akhirat mereka. Berbeda dengan hukum positif yang

hanya mengedepankan aspek legal. Ini disebabkan, hukum positif hanya bertujuan untuk

menciptakan masyarakat yang aman dan tenteram dalam berkehidupan. Namun, hukum

Islam mengatur kedua hal tersebut.

V. PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan, semoga dapat bermanfaat bagi kita

semua. Kami yakin dalam pemaparan materi makalah ini masih ada banyak kekurangan.

Page 12: Karakteristik hukum islam

Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi

kesempurnaan makalah kami yang selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Muslehuddin, Muhammad, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis Studi Perbandingan

Sistem Hukum Islam, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1991

Djamil, Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1997

Usman, Suparman, Hukum Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama), .hal 64

Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Proyek Pembinaan dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN

Jakarta Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama

RI, 1987

[1] Dr. Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis Studi

Perbandingan Sistem Hukum Islam, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1991), hal 47

[2] DR. H. Fathurrahman Djamil, M.A., Filsafat Hukum Islam, (Ciputat : Logos Wacana

Ilmu, 1997), hal 49

[3] Prof.. Dr. H. Suparman Usman, S.H., Hukum Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama),

.hal 64

[4] DR. H. Fathurrahman Djamil, M.A., Op. Cit., hal 48

[5] Ibid., hal 51

[6] Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Proyek Pembinaan dan Sarana Perguruan Tinggi

Agama/IAIN Jakarta Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen

Agama RI, 1987, hal 98