karakteristik batuan reservoir
DESCRIPTION
Karakteristik Batuan Reservoir dalam teknik perminyakan. Dalam karakteristik baatuan reservoir terdiri dari sifat fisik batuan reservoir, sifat fisik fluida,TRANSCRIPT
BAB II
KARAKTERISTIK RESERVOIR
Reservoir merupakan suatu tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon,
gas dan air. Proses akumulasi minyak bumi di bawah permukaan haruslah
memenuhi beberapa syarat, yang merupakan unsur-unsur suatu reservoir minyak
bumi. Unsur-unsur yang menyusun reservoir adalah sebagai berikut :
1. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak bumi, gas
bumi atau keduanya. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang
porous dan permeable.
2. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan batuan yang bersifat
impermeable, yang terdapat pada bagian atas suatu reservoir, sehingga
berfungsi sebagai penyekat fluida reservoir.
3. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur pembentuk
reservoir yang mempunyai bentuk sedemikian rupa sehingga lapisan beserta
penutupnya merupakan bentuk konkav ke bawah dan dan menyebabkan
minyak dan gas bumi berada dibagian teratas reservoir.
Karakteristik suatu reservoir sangat dipengaruhi oleh karakteristik batuan
penyusunnya, fluida reservoir yang menempatinya dan kondisi reservoir itu
sendiri, yang satu sama lain akan saling berkaitan. Ketiga faktor itulah yang akan
kita bahas dalam mempelajari karakteristik reservoir.
2.1. Karakteristik Batuan Reservoir
Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, sedangkan suatu mineral
dibentuk dari beberapa ikatan kimia. Komposisi kimia dan jenis mineral yang
menyusunnya akan menentukan jenis batuan yang terbentuk.
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa
batupasir dan karbonat (sedimen klastik) serta batuan shale (sedimen non-klastik)
atau kadang-kadang volkanik. Masing-masing batuan tersebut mempunyai
komposisi kimia yang berbeda, demikian juga dengan sifat fisiknya. Komponen
penyusun batuan serta macam batuannya dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1.Diagram Komponen Penyusun Batuan 2)
2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir
Unsur-unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu diketahui,
karena jenis dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat dari
mineral yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya.
2.1.1.1. Komposisi Kimia Batupasir
Batupasir (sandstone) merupakan batuan yang paling sering dijumpai di
lapangan sebagai batuan reservoir. Batu pasir merupakan hasil dari proses
sedimentasi mekanik, yaitu berasal dari proses pelapukan dan disintegrasi, yang
kemudian tertransportasi serta mengalami proses kompaksi dan pengendapan.
Pori-pori pada batupasir terbentuk secara primer bersamaan dengan proses
pengendapan. Setelah pengendapan, dapat terjadi perubahan pada pori-pori
batupasir, yang merupakan akibat dari sementasi, pelarutan serta proses sekunder
lainnya, sehingga porositas batupasir bersifat intergranular.
Berdasarkan mineral penyusunnya serta kandungan mineralnya, maka
batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu orthoquartzites, pasir lempungan
(graywacke), dan arkose.
1. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari
proses sedimentasi yang menghasilkan unsur silika yang tinggi, tanpa
mengalami metaformosa dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral kwarsa
(quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Proses metamorfosa adalah proses
perubahan mineral batuan, karena adanya kondisi yang berbeda dengan
kondisi awal. Material pengikatnya (semen) terutama terdiri atas karbonat dan
silika. Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang relatif bersih
yaitu bebas dari kandungan shale dan clay. Komposisi kimia dari
orthoquarzite dapat dilihat pada Tabel II-1.
Tabel II-1Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites 13)
MIN. A B C D E F G H ISiO2 95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58 93,16TiO2 . . . . . . . . . . . . . . . . 0,03 . . . . . . . . . . . . 0,03Al2O3 2,85 . . . . 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28Fe2O3 0,05
0,300,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,43FeO . . . . 0,11 . . . . . . . . 0,54 . . . . . . . .MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 . . . . 0,10 0,07CaO T 0,13 . . . . 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12Na2O 0,30 . . . .
0,800,40 . . . . . . . .
0,17 0,100,39
K2O 0,15 . . . . 0,03H2O +
1,44a) . . . . 0,17 . . . . 0,17 1,43a) . . . . 0,03a) 0,65H2O - CO2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16,10 . . . . 2,01Total 100 99,88 99,91 100,2 100,3 99,51 99,52 99,6b) 101,1
A. Lorrain (Huronian)B. St. Peter (Ordovician)C. Mesnard (Preeambrian)D. Tuscarora (Silurian)E. Oriskany ( Devonian)
F. Berea (Mississippian)G. “Crystalline Sandstone”, FontainebleauH. Sioux (Preeambrian)I. Average of A – H, inclusive.a). Loss of ignitionb). Includes SO3, 0,13 %.
Pada Tabel II-1 diatas dapat dilihat bahwa unsur silika merupakan unsur
penyusun orthoquarzites dengan prosentase yang sangat tinggi jika
dibandingkan dengan unsur-unsur yang lain. Komposisi unsur silika (SiO2)
berkisar antara 61,7 % sampai dengan 99,58 %, sedangkan sisanya adalah
unsur penyusun yang lain, seperti TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O,
K2O, H2O+, H2O- dan CO2.
2. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar, yaitu kwarsa, clay, mika flake {KAl2(OH)2
AlSi3O10}, magnesite (MgCO3), fragmen phillite, fragmen batuan beku,
feldspar dan mineral lainnya. Indikator yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi batuan jenis ini adalah adanya mineral illite. Sortasi
(pemilahan) butir pada graywacke tidak bagus karena adanya matriks-matriks
batuan. Hal ini juga menyebabkan berkurangnya porositas batuannya. Material
pengikatnya adalah clay dan karbonat. Secara lengkap mineral-mineral
penyusun graywacke terlihat pada Tabel II-2.
Tabel II-2Komposisi Mineral Graywacke 13)
M I N E R A L A B C D E FQ u a r t z 45,6 46,0 24,6 9,0 tr 34,7C h e r t 1,1 7,0 . . . . . . . . . . . . . . . .Feldspar 16,7 20,0 32,1 44,0 29,9 29,7Hornblende . . . . . . . . . . . . 3,0 10,5 . . . .Rock Fragments 6,7 . . . .a 23,0 9,0 13,4 . . . .Carbonate 4,6 2,0 . . . . . . . . . . . . 5,3Chloride-Sericite 25,0 22,5 20,0b 25,0 46,2d 23,3T o t a l 99,7 97,5 99,7 90,0 100,0 96,0
A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic).B. Krynine’s average “high-rank graywacke” (Krynine, 1948).C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian – Lower Carboniferous)D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b).E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a).F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose.a). Not separately listed.b). Include 2,8 per cent “limonitic subtance”c). Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.d). “Matrix”
Komposisi kimia graywacke tersusun dari unsur silika dengan kadar lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata batupasir, dan kebanyakan silika yang
ada bercampur dengan silikat.
Keterangan secara terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat
pada Tabel II-3.
Tabel II-3Komposisi Kimia Graywacke 13)
MINERAL A B C D E FSiO2 68,20 63,67 62,40 61,52 69,69 60,51TiO2 0,31 . . . . 0,50 0,62 0,40 0,87Al2O3 16,63 19,43 15,20 13,42 13,43 15,36Fe2O3 0,04 3,07 0,57 1,72 0,74 0,76FeO 3,24 3,51 4,61 4,45 3,10 7,63MnO 0,30 . . . . . . . . . . . . 0,01 0,16MgO 1,30 0,84 3,52 3,39 2,00 3,39CaO 2,45 3,18 4,59 3,56 1,95 2,14Na2O 2,43 2,73 2,68 3,73 4,21 2,50P2O3 0,23 . . . . . . . . . . . . 0,10 0,27SO3 0,13 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .CO2 0,50 . . . . 1,30 3,04 0,23 1,01H2O + 1,75
2,361,56 2,33 2,08 3,38
H2O – 0,55 0,07 0,06 0,26 0,15S . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 0,42
T o t a l 99,84 100,06 99,57 100,01 100,01 100,24
A. Average of 23 graywackesB. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.a). Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0
3. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang tersusun dari kuarsa sebagai
mineral yang dominan, dan feldspar (MgAlSi3O8). Selain dua mineral utama
tersebut, arkose juga mengandung mineral-mineral yang bersifat kurang stabil,
seperti clay {Al4Si4O10(OH)8}, microline (KAlSi3O8), biotite
{K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH)2} dan plagioklas {(Ca,Na)(AlSi)AlSi2O8}. Arkose
mempunyai sortasi butiran yang kurang baik, dengan bentuk butir yang
menyudut. Kandungan mineral lainnya, secara berurutan sesuai prosentasenya
dapat dilihat pada Tabel II-4.
Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel II-5, dimana terlihat
bahwa arkose mengandung lebih sedikit silika jika dibandingkan dengan
orthoquartzites, tetapi kaya akan alumina, lime, potash, dan soda.
Tabel II – 4 Komposisi Mineral dari Arkose (%) 13)
M I N E R A L A B C D a) E a) F a) GQ u a r t z 57 51 60 57 35 28 48Microcline 24 30 34
35 b) 59 b) 64 43Plaglioclase 6 11 . . . .M i c a s 3 1 . . . . . . . . . . . . . . . . 2C l a y 9 7 . . . . . . . . . . . . . . . . 8Carbonate c) c) c) 2 . . . . c)
Other 1 . . . . 6 d) 8 e) 4 e) 8 e) c)
A. Pale Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).B. Red Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).C. Sparagmite (Preeambrian) (Barth, 1938).D. Torridonian (Preeambrian) (Mackie, 1905).E. Lower Old Red (Devonian) (Mackie, 1905).F. Portland (Triassic) (Merrill, 1891).G. Average of A – G, anclusive.a). Normative or calculated composition; b). Modal Feldspar; c). Present in amount under 1 %.d). Chlorite; e). Iron oxide (hematite) and kaolin.
Tabel II – 5 Komposisi Kimia dari Arkose (%) 13)
M I N E R A L A B C D E FSi O2 69,94 82,14 75,57 73,32 80,89 76,37Ti O2 . . . . . . . . 0,42 . . . . 0,40 0,41Al2 O3 13,15 9,75 11,38 11,31 7,57 10,63Fe2 O3 2,48
1,23 0,82 3,54 2,90 2,12Fe O . . . . 1,63 0,72 1,30 1,22Mn O 0,70 . . . . 0,05 T . . . . 0,25Mg O T 0,19 0,72 0,24 0,04 0,23Ca O 3,09 0,15 1,69 1,53 0,04 1,30Na2 O 3,30 0,50 2,45 2,34 0,63 1,84K2 O 5,43 5,27 3,35 6,16 4,75 4,99H2 O +
1,01 0,64 a 1,060,30 a 1,11 0,83
H2 O – 0,05P2 O3 . . . . 0,12 0,30 . . . . . . . . 0,21C O2 . . . . 0,19 0,51 0,92 . . . . 0,54
T o t a l 99,1 100,18 100 100,2 99,63 100,9
A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).F. Average of A – E, inclusive.a)
. Loss of ignition.
2.1.1.2. Komposisi Kimia Karbonat
Batuan karbonat yang dimaksud dalam bahasan ini adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah yang
biasa dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 %
calcium carbonate atau magnesium. Istilah limestone juga dipakai untuk batuan
yang mempunyai fraksi karbonat melebihi unsur non-karbonatnya. Pada limestone
fraksi disusun terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada dolomite mineral
penyusun utamanya adalah mineral dolomite.
Tabel II – 6 Komposisi Kimia Limestone 13)
M I N E R A L A B C D E FSi O2 5,19 0,70 7,41 2,55 1,15 0,09Ti O2 0,06 . . . . 0,14 0,02 . . . . . . . .Al2 O3 0,81 0,68 1,55 0,23 0,45
0,11Fe2 O3 0,540,08 0,70 0,02 . . . .
Fe O . . . . 1,20 0,28 0,26Mn O 0,05 . . . . 0,15 0,04 . . . . . . . .Mg O 7,90 0,59 2,70 7,07 0,56 0,35Ca O 42,61 54,54 45,44 45,65 53,80 55,37Na2 O 0,05 0,16 0,15 0,01
0,07. . . .
K2 O 0,33 None 0,25 0,03 0,04H2 O + 0,56 . . . . 0,38 0,05 0,69
0,32H2 O – 0,21 . . . . 0,30 0,18 0,23P2 O3 0,04 . . . . 0,16 0,04 . . . . . . . .C O2 41,58 42,90 39,27 43,60 42,69 43,11S 0,09 0,25 0,25 0,30 . . . . . . . .Li2 O T . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .Organic . . . . T 0,29 0,40 . . . . 0,17
T o t a l 100,09 99,96 100,16 100,04 99,9 100,1
A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564)B. “Indiana Limestone” (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150) C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77)D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132) E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564)F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)
1. Limestone
Komposisi kimia limestone dapat menggambarkan adanya sifat dari
komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone sebagian
besar terbentuk dari calcite, bahkan jumlahnya bisa mencapai lebih dari 95%.
Unsur lainnya yang dianggap penting adalah MgO, bila jumlahnya lebih dari
1% atau 2%, maka menunjukkan adanya mineral dolomite. Komposisi kimia
limestone secara lengkap dapat dilihat pada Tabel II-6 diatas.
2. Dolomite
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur carbonate lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk batuan-
batuan yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan
dolomite akan mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari
unsur yang dikandungnya. Batuan yang unsur calcite-nya melebihi dolomite
disebut dolomite limestone, dan yang unsur dolomite-nya melebihi calcite
disebut dengan limy, calcitic, calciferous atau calcitic dolomite. Komposisi
kimia dolomite pada dasarnya hampir mirip dengan limestone, kecuali unsur
MgO merupakan unsur yang penting dan jumlahnya cukup besar. Tabel II-7
menunjukkan komposisi kimia unsur penyusun dari dolomite.
Tabel II-7Komposisi Kimia Dolomite 13)
M I N E R A L A B C D E FSi O2 . . . . 2,55 7,96 3,24 24,92 0,73Ti O2 . . . . 0,02 0,12 . . . . 0,18 . . . .Al2 O3 . . . . 0,23 1,97 0,17 1,82 0,20Fe2 O3 . . . . 0,02 0,14 0,17 0,66 . . . .Fe O . . . . 0,18 0,56 0,06 0,40 1,03Mn O . . . . 0,04 0,07 . . . . 0,11 . . . .Mg O 21,90 7,07 19,46 20,84 14,70 20,48Ca O 30,40 45,65 26,72 29,56 22,32 30,97Na2 O . . . . 0,01 0,42 . . . . 0,03 . . . .K2 O . . . . 0,03 0,12 . . . . 0,04 . . . .H2 O + . . . . 0,05 0,33
0,300,42 . . . .
H2 O – . . . . 0,18 0,30 0,36 . . . .P2 O3 . . . . 0,04 0,91 . . . . 0,01 0,05C O2 47,7 43,60 41,13 43,54 33,82 47,51S . . . . 0,30 0,19 . . . . 0,16 . . . .Sr O . . . . 0,01 none . . . . none . . . .Organic . . . . 0,04 . . . . . . . . 0,08 . . . .
T o t a l 100 100,06 100,40 99,90 100,04 100,9
A. Theoretical composition of pure dolomite.B. Dolomitic Limestone C. Niagaran Dolomite
D. “Knox” Dolomite E. Cherty-DolomiteF. Randville Dolomite
2.1.1.3. Komposisi Kimia Shale
Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58 %
silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide (FeO) dan
Fe2O3. 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide (CaO), 3 % potasium
oxide (K2), 1 % sodium oxide (Na2), dan 5 % air (H2O). Sisanya adalah metal
oxide dan anion seperti terlihat pada Tabel II-8.
Tabel II – 8 Komposisi Kimia Shale 13)
M I N E R A L A B C D E FSi O2 58,10 55,43 60,15 60,64 56,30 69,96Ti O2 0,54 0,46 0,76 0,73 0,77 0,59Al2 O3 15,40 13,84 16,45 17,32 17,24 10,52Fe2 O3 4,02 4,00 4,04 2,25 3,83
3,47Fe O 2,45 1,74 2,90 3,66 5,09Mn O . . . . T T . . . . 0,10 0,06Mg O 2,44 2,67 2,32 2,60 2,54 1,41Ca O 3,11 5,96 1,41 1,54 1,00 2,17Na2 O 1,30 1,80 1,01 1,19 1,23 1,51K2 O 3,24 2,67 3,60 3,69 3,79 2,30H2 O +
5,003,45 3,82 3,51 3,31 1,96
H2 O – 2,11 0,89 0,62 0,38 3,78P2 O3 0,17 0,20 0,15 . . . . 0,14 0,18C O2 2,63 4,62 1,46 1,47 0,84 1,40S O3 0,64 0,78 0,58 . . . . 0,28 0,03Organic 0,80 a 0,69 a 0,88 a . . . . 1,18 a 0,66Misc. . . . . 0,06 b 0,04 b 0,38 c 1,98 c 0,32
T o t a l 99,95 100,84 100,46 99,60 100,00 100,62
A. Average Shale (Clarke, 1924, p.24)B. Composite sample of 27 Mesozoic and Cenozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).C. Composite sample of 52 Paleozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).D. Unweighted avrg. of 36 analyses of Slate (29 Paleozoic, 1 Mesozoic, 6 Precambrian)(Eckel, 1904).E. Unweighted avrg. of 33 analyses of Precambrian Slate (Nanz, 1953)F. Composite analyses of 235 samples of Mississippi delta, (Clarke, 1924, p. 509). a. Carbon; b. Ba O; c. Fe S2 .
Dalam keadaan normal, shale mengandung sejumlah besar quartz, silt,
bahkan jumlah ini dapat mencapai 60%. Pada keadaan tertentu, beberapa shale
bisa mengandung silika dengan kandungan tinggi yang bukan berasal dari silt.
Kandungan silika yang berlebihan didapatkan pada bentuk kristalin quartz yang
sangat halus, calcedony atau opal. Shale yang kaya besi lebih banyak pyrite atau
siderit, atau silikat besi, yang kesemuanya itu secara tidak langsung menunjukkan
bahwa pada kondisi lingkungan pengendapan paling tidak terjadi penurunan atau
bahkan kekurangan unsur silika.
2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
2.1.2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :
................................................................................... (2-1)
dimana :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.
Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori total terhadap
volume batuan total yang dinyatakan dalam persen, atau secara matematik
dapat ditulis sesuai persamaan sebagai berikut :
...................................................... (2-2)
2. Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling
berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume) yang dinyatakan
dalam persen.
........................... (2-3)
Gambar 2.2. menunjukkan perbandingan antara porositas efektif, non
efektif dan porositas total dari suatu batuan. Untuk selanjutnya, porositas efektif
digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai fraksi volume yang
produktif.
Gambar 2.2.Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif
dan Porositas Absolut Batuan 5)
Berdasarkan waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang
bersamaan dengan proses pengendapan berlangsung.
2. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk setelah proses
pengendapan.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer
adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder
dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan,
sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan
secara kuantitatip karena bentuknya tidak teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batu gamping (CaCO3) ditransformasikan
menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau berdasarkan reaksi kimia berikut :
2CaCO3 + MgCl3 CaMg(CO3)2 + CaCl2
Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran
butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir
(Gambar 2.3. menunjukkan bahwa susunan butir berbentuk kubus mempunyai
porositas lebih baik dibandingkan bentuk rhombohedral), kompaksi, sementasi
dan lingkungan pengendapan.
Gambar 2.3. Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas Batuan 2)
Pengukuran porositas dilakukan dengan cara menentukan volume pori.
Metodee yang dapat digunakan untuk menghitung volume pori adalah
porosimeter Boyle dan desaturasi.
1. Porosimeter Boyle
Pada Metode porosimeter Boyle (Boyle’s law porosimeter), volume pori (Vp)
ditentukan dengan mengukur volume butiran (Vs) dengan persamaan sebagai
berikut :
...................................................................... (2-4)
dimana:
Vs = volume butiran, cm3
V1, V2 = volume sel 1 dan sel 2, cm3
P1, P2 = tekanan manometer pada kondisi I dan II, atm
Setelah volume bulk batuan (Vb) diketahui, maka volume pori (Vp) dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Vp = Vb Vs ................................................................................... (2-5)
Untuk mendapatkan harga volume bulk (Vb) dapat dilakukan dengan :
1. Mengukur dimensi sampel core untuk bentuk sampel batuan yang teratur.
2. Menggunakan piknometer Hg terkalibrasi untuk sampel batuan yang tak
beraturan.
Besarnya porositas () ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
= ........................................................................................ (2-6)
2. Metode Desaturasi
Dalam metode desaturasi, volume pori (Vp) diukur secara gravimetri, yaitu
dengan jalan menjenuhi core dengan fluida yang telah diketahui berat jenisnya.
Kemudian core ditimbang, baik dalam keadaan kering maupun dalam kondisi
jenuh fluida. Volume pori (Vp) dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
.................................................................................. (2-7)
dimana:
ws = berat sampel dalam keadaan jenuh fluida, gr
wd = berat sampel dalam keadaan kering, gr
f = berat jenis fluida penjenuh pori, gr/cc
Porositas core dihitung dengan Persamaan (2-6).
2.1.2.2. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Definisi kwantitatif
permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy (1856)2) dalam
hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut :
.................................................................................. (2-8)
dimana :
v = kecepatan aliran, cm/sec
= viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori.
Tanda negatip pada Persamaan 2-8 menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam Persamaan
2-8 adalah:
1. Alirannya mantap (steady state),
2. Fluida yang mengalir satu fasa,
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan ,
4. Kondisi aliran isothermal, dan
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal.
6. Fluidanya incompressible.
Berdasarkan jumlah fasa yang mengalir dalam batuan reservoir,
permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
Permeabilitas absolut, adalah yaitu dimana fluida yang mengalir melalui
media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas saja.
Permeabilitas efektif, yaitu permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan
minyak atau ketiga-tiganya.
Permeabilitas relatif, merupakan perbandingan antara permeabilitas efektif
dengan permeabilitas absolut.
Dasar penentuan besaran permeabilitas adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy., seperti yang terlihat pada Gambar 2.4, berikut ini.
Gambar 2.4.Skema Percobaan Penentuan Permeabilitas 2)
Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah konstan
dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari
cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur
laju Q sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh
harga permeabilitas absolut batuan, sesuai persamaan berikut :
.............................................................................. (2-9)
Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :
................... (2-10)
Dari Persamaan 2-9 dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran
yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compressible dan
incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa, akan
tetapi dua atau bahkan tiga fasa. Oleh karena itu dikembangkan pula konsep
mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga permeabilitas
efektif dinyatakan sebagai ko, kg, kw, dimana masing-masing untuk minyak, gas,
dan air. Sedangkan permeabilitas relatif untuk masing-masing fluida reservoir
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
, , ............................................... (2-11)
(keterangan : o = minyak, g = gas dan w = air)
Sedangkan besarnya harga permeabilitas efektif untuk minyak dan air
dinyatakan dengan persamaan :
............................................................................ (2-12)
........................................................................... (2-13)
Harga-harga ko dan kw pada Persamaan 2-12 dan Persamaan 2-13 jika
diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.5., yang menunjukkan bahwa ko pada Sw = 0 dan pada So = 1 akan
sama dengan k absolut, demikian juga untuk harga k absolutnya (titik A dan B)
Ada tiga hal penting untuk kurva permeabilitas efektif sistem minyak-air
(Gambar 2.5) , yaitu :
ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga kw akan
turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat dikatakan
untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak karena ko-nya yang
kecil, demikian pula untuk air.
ko akan turun menjadi nol, dimana masih ada saturasi minyak dalam batuan
(titik C) atau disebut Residual Oil Saturation (Sor), demikian juga untuk air
yaitu (Swr).
Harga ko dan kw selalu lebih kecil dari harga k, kecuali pada titik A dan B,
sehingga diperoleh persamaan :
................................................................................ (2-14)
Gambar 2.5.Kurva Permeabilitas Efektif untuk
Sistem Minyak dan Air 2)
Jika harga kro dan krw diplot terhadap saturasi fluida So dan Sw, maka akan
didapat kurva seperti Gambar 2.6.
Harga kro dan krw berkisar antara 0 sampai 1, sehingga diperoleh persamaan :
................................................................................... (2-15)
Untuk sistem gas dan air, harga Krg dan Krw selalu lebih kecil dari satu atau :
.................................................................................... (2-16)
Gambar 2.6. Kurva krelatif sistem Air-Minyak 2)
Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap permeabilitas adalah :
1. Porositas
Apabila porositas semakin besar, maka permeabilitas juga akan semakin besar,
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7Grafik Hubungan antara Porositas dan Permeabilitas 11).
2. Saturasi
Seperti terlihat pada Gambar 2.5. dan Gambar 2.6. menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara saturasi dengan permeabilitas. Apabila saturasi
minyak bertambah, maka permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif
minyak akan bertambah pula, demikian juga halnya dengan air.
3. Berdasarkan pada Persamaan 2-8, maka permeabilitas dipengaruhi oleh
kecepatan aliran fluida (v), viskositas fluida dan tekanan.
4. Geometri Aliran
Permeabilitas akan bervariasi pada setiap bentuk aliran dan kondisi
lapisan. Untuk menentukan permeabilitas pada setiap kondisi yang berbeda,
digunakan rumus yang berbeda pula.
a. Aliran Laminer, distribusi permeabilitas berbentuk paralel,
seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8.Aliran Linier, Kombinasi Lapisan Paralel 5)
Dari Gambar 2.8. di atas, maka permeabilitas reservoir adalah :
.................................................................. (2-17)
b. Aliran Linier, distribusi permeabilitas berbentuk seri, seperti
yang terlihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9.Aliran Linier, Kombinasi Lapisan Seri 5)
Dari Gambar 2.9. di atas, maka permeabilitas reservoir dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
......................................................................... (2-18)
Percobaan pengukuran permeabilitas batuan dapat dilakukan dengan
analisa core. Hasil dari analisa ini akan memberikan pengukuran permeabilitas
absolut secara langsung dengan memberikan uji aliran pada sampel core. Fluida
yang digunakan untuk pengujian biasanya gas atau udara yang dialirkan melalui
core, dan tekanan masuk dan keluar dari sampel core diukur. Permeabilitas
ditentukan dengan persamaan aliran fluida satu fasa sebagai berikut:
................................................................... (2-19)
dimana :
K = permeabilitas absolut, Darcy
Q2 = laju alir fluida yang keluar dari core, cc/dt
A = luas penampang core, cm2
L = panjang core, cm
= viskositas fluida, cp
(P12 P2
2) = beda tekanan masuk dan tekanan keluar dari core, atm
Gambar 2.10.Grafik Hasil Percobaan Perhitungan Permeabilitas
Dengan k = 2)
Jika udara atau gas digunakan dalam pengujian, maka terjadi efek slip gas
(efek Klinkenberg), akibat dari aliran turbulen, pada dinding pori-pori core. Efek
slip gas menyebabkan harga permeabilitas terukur (kg) lebih besar daripada
permeabilitas cairan (kL) yang sebenarnya.
Besarnya permeabilitas cairan (kL) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
.................................................................................. (2-20)
dimana :
kg = permeabilitas udara/gas, Darcy
kL = permeabilitas cairan, Darcy
b = konstanta Klinkenberg
Pm = tekanan rata-rata pengukuran, atm
2.1.2.3. Derajat Kebasahan (Wettabilitas)
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk
dibasahi oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur
(immisible). Pada bidang antar muka cairan dengan benda padat terjadi gaya tarik-
menarik antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi), yang merupakan faktor
dari tegangan permukaan antara fluida dan batuan.
Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak (atau gas)
yang ada diantara matrik batuan.
Gambar 2.11.Kesetimbangan Gaya-gaya pada
Batas Air-Minyak-Padatan 2)
Gambar 2.11. memperlihatkan sistem air minyak yang kontak dengan
benda padat, dengan sudut kontak sebesar o. Sudut kontak diukur antara fluida
yang lebih ringan terhadap fluida yang lebih berat, yang berharga 0o - 180o, yaitu
antara air dengan padatan, sehingga tegangan adhesi (AT) dapat dinyatakan
dengan persamaan :
AT = so - sw = wo. cos wo, .............................................................. (2.21)
dimana :
so = tegangan permukaan benda padat-minyak, dyne/cm
sw = tegangan permukaan benda padat-air, dyne/cm
wo = tegangan permukaan air-minyak, dyne/cm
wo = sudut kontak air-minyak.
Suatu cairan dapat dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positip ( < 75o), yang berarti batuan bersifat water wet. Apabila sudut kontak
antara cairan dengan benda padat antara 75 - 105, maka batuan tersebut bersifat
intermediet. Apabila air tidak membasahi zat padat maka tegangan adhesinya
negatip ( > 105o), berarti batuan bersifat oil wet. Gambar 2.12 dan Gambar
2.13 menunjukkan besarnya sudut kontak dari air yang berada bersama-sama
dengan hidrokarbon pada media yang berbeda, yaitu pada permukaan silika dan
kalsit.
Gambar 2.12.Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan Hidrokarbon
pada Permukaan Silika 2)
Gambar 2.13.Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan Hidrokarbon
pada Permukaan Kalsit 2)
Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir.
Pada waktu reservoir mulai diproduksikan, dimana harga saturasi minyak
cukup tinggi dan air hanya merupakan cincin-cincin yang melekat pada batuan
formasi, butiran-butiran air tidak dapat bergerak atau bersifat immobile, dan
saturasi air yang demikian disebut residual water saturation. Pada saat yang
demikian minyak merupakan fasa yang kontinyu dan bersifat mobile.
Setelah produksi mulai berjalan, minyak akan terus berkurang digantikan
oleh air. Saturasi minyak akan semakin berkurang dan saturasi air akan terus
bertambah, sampai pada saat tertentu saturasi air akan menjadi fasa kontinyu, dan
minyak merupakan cincin-cincin. Pada saat ini, air bersifat mobile dan akan
bergerak bersama-sama minyak. Gambaran tentang water wet dan oil wet
ditunjukkan pada Gambar 2.14, yaitu pembasahan fluida dalam pori-pori batuan.
Fluida yang membasahi akan cenderung menempati pori-pori batuan yang lebih
kecil, sedangkan fluida tidak membasahi cenderung menempati pori-pori batuan
yang lebih besar.
Gambar 2.14.Pembasahan Fluida dalam Pori-pori Batuan 2)
Menurut Srobod (1952)2), harga wetabilitas dan sudut kontak nyata
ditentukan berdasarkan karakteristik pembasahan, yang merupakan fungsi dari
threshold pressure (Pt), sesuai dengan persamaan berikut :
Wettabilitiy Number = ....................................... (2-22)
Contact Angle = ........................................... (2-23)
dimana :
Cos wo = sudut kontak air dengan minyak dalam inti batuan
Cos oa = sudut kontak minyak dengan udara dalam inti batuan (=1)
PTwo = tekanan threshold inti batuan terhadap minyak ( pada waktu
batuan berisi air )
PToa = tekanan threshold inti batuan terhadap udara ( pada waktu batuan
berisi minyak)
wo = tegangan antar muka antara air dengan minyak
oa = tegangan antar muka antara minyak dengan udara
Tekanan threshold, yang merupakan fungsi dari permeabilitas ditentukan
berdasarkan Gambar 2.15.
Gambar 2.15.Tekanan Threshold sebagai Fungsi dari Permeabilitas dan Wetabilitas 7)
2.1.2.4. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan kedua
fluida tersebut. Besarnya tekanan kapiler dipengaruhi oleh tegangan permukaan,
sudut kontak antara minyak–air–zat padat dan jari-jari kelengkungan pori.
Pengaruh tekanan kapiler dalam sistem reservoir antara lain adalah :
1. Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir (Gambar 2.16.
menunjukkan kurva distribusi fluida yang merupakan hubungan antara
saturasi fluida dengan tekanan kapiler pada beberapa permeabilitas batuan)
Gambar 2.16.Kurva Distribusi Fluida 9).
2. Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau
mengalir melalui pori-pori secara vertikal.
Gambar 2.17.Tekanan dalam Pipa Kapiler 2)
Berdasarkan pada Gambar 2.17., sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana
terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan
dinding pipa yang arah resultannya ke atas.
Gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut adalah :
1. Besar gaya tarik keatas adalah 2 rAT, dimana r adalah jari-jari pipa
kapiler.
2. Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah r2hg(w-o).
Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya ke atas akan sama
dengan gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara
matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
.................................................. (2-23)
atau :
....................................................................... (2-24)
dimana :
h = ketinggian cairan di dalam pipa kapiler, cm
r = jari-jari pipa kapiler, cm.
w = massa jenis air, gr/cc
o = massa jenis minyak, gr/cc
g = percepatan gravitasi, cm/dt2
Dengan memperlihatkan permukaan fasa minyak dan air dalam pipa
kapiler maka akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan tekanan
kapiler (Pc). Besarnya Pc sama dengan selisih antara tekanan fasa air dengan
tekanan fasa minyak, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Pc = Po – Pw = (o - w) g h .......................................................... (2-25)
Tekanan kapiler dinyatakan berdasarkan sudut kontak dalam hubungan
sebagai berikut :
.................................................................................. (2-26)
dimana :
Pc = tekanan kapiler
= tegangan permukaan minyak-air
= sudut kontak permukaan minyak-air
r = jari-jari pipa kapiler
Menurut Plateau2), tekanan kapiler merupakan fungsi tegangan antar muka
dan jari-jari lengkungan bidang antar muka, dan dapat dinyatakan dengan
persamaan :
........................................................................... (2-27)
dimana :
R1 dan R2 = jari-jari kelengkungan konvek dan konkaf, inch
= tegangan permukaan, lb/inch
Penentuan harga R1 dan R2, dilakukan dengan perhitungan jari-jari
kelengkungan rata-rata (Rm), yang didapatkan dari perbandingan Persamaan 2-26
dengan Persamaan 2.27. Dari perbandingan tersebut didapatkan persamaan
perhitungan jari-jari kelengkungan rata-rata sebagai berikut :
........................................ (2-28)
Gambar 2.18. menunjukkan distribusi dan pengukuran R1 dan R2. Kedua
jari-jari kelengkungan tersebut diukur pada bidang yang saling tegak lurus.
Gambar 2.18.Distribusi dan Pengukuran Radius KontakAntara Fluida Pembasah dengan Padatan 2)
2.1.2.5. Saturasi Fluida
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-
pori total pada suatu batuan berpori. Dalam batuan reservoir minyak umumnya
terdapat lebih dari satu macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas
yang tersebar ke seluruh bagian reservoir. Secara matematis, besarnya saturasi
untuk masing-masing fluida dituliskan dalam persamaan berikut :
Saturasi minyak (So) adalah :
................. (2-29)
Saturasi air (Sw) adalah :
........................... (2-30)
Saturasi gas (Sg) adalah :
.......................... (2-31)
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :
Sg + So + Sw = 1 ................................................................................ (2-32)
Sedangkan jika pori-pori batuan hanya terisi minyak dan air, maka :
So + Sw = 1 ...................................................................................... (2-33)
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam mempelajari saturasi
fluida antara lain adalah :
Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam reservoir,
saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan yang kurang
porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatif akan mempunyai
Sw yang tinggi dan Sg yang relatip rendah, demikian juga untuk bagian atas
dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan densitas dari masing-masing fluida.
Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatip produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh air
dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan minyak,
saturasi fluida berubah secara kontinyu.
Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori
yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume batuan adalah V, ruang pori-porinya
adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah :
So V + Sg V = (1 – Sw ) V .............................................. (2-34)
Pengukuran saturasi fluida dapat dilakukan dengan menggunakan metode
Retort dan metode Distilasi.
1. Metode Retort
Dalam metode retort, core yang dianalisa ditempatkan dalam peralatan retort
dan dipanaskan pada temperatur 400oF selama satu jam. Fluida yang menguap
dikondensasikan, minyak dan air yang diperoleh dipisahkan dengan centrifuge.
Temperatur pengujian dinaikkan sampai 1200 oF supaya minyak berat dapat
teruapkan seluruhnya, kemudian hasil kondensasi dicatat volumenya.
Besarnya saturasi fluida ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
....................................................................................... (2-35)
........................................................................................ (2-36)
dimana:
Sw = saturasi air, fraksi
So = saturasi minyak, fraksi
Vw = volume air hasil kondensasi, cm3
Vo = volume minyak hasil kondensasi, cm3
2. Metode Distilasi
Dalam metode ini, core yang dianalisa ditimbang kemudian ditempatkan pada
timble yang diketahui beratnya dan dimasukkan dalam labu yang berisi cairan
toluena bertitik didih 112 oC. Pemanasan dilakukan untuk menguapkan air dan
toluena, selanjutnya uap yang terjadi dikondensasikan dan cairan yang
diperoleh dicatat volumenya. Pemanasan terus dilakukan sampai cairan yang
terkumpul dalam water trap konstan. Kemudian core diambil, dikeringkan dan
ditimbang. Saturasi fluida dapat dihitung sebagai berikut:
wt = wo ww ............................................................................ (2-37)
ww = Vw w ............................................................................ (2-38)
.................................................................... (2-39)
..................................................................... (2-40)
dimana:
wt = berat total yang hilang, gr
ww = berat air, gr
wo = berat minyak, gr
Vw = volume air, cm3
Vo = volume minyak, cm3
w = berat jenis air, (= 1 gr/cc)
o = berat jenis minyak, gr/cc
Besarnya saturasi fluida dihitung dengan Persamaan (2-35) dan Persamaan
(2-36).
2.1.2.6. Kompressibilitas
Pada formasi batuan kedalaman tertentu terdapat dua gaya yang bekerja
padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya yang
timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan tersebut.
Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila tekanan
reservoir berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan gaya ini
terganggu, akibatnya terjadi penyesuaian dalam bentuk volume pori-pori,
perubahan batuan dan
Menurut Geerstma (1957) 2), mengemukakan tiga konsep mengenai
kompressibilitas batuan, yaitu :
Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material
padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, antara lain :
1. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan
2. Tekanan-luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan
pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total
(bulk) batuan reservoir.
Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa apabila
mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai
kompressibilitas Cr atau :
................................................................................ (2-41)
Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan
sebagai kompressibilitas Cp atau :
.............................................................................. (2-42)
dimana :
Vr = volume padatan batuan (grains)
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
P* = tekanan luar (tekanan overburden).
Hall (1953)2) memeriksa kompresibilitas pori, Cp, pada tekanan
overburden yang konstan, yang kemudian disebut kompresibilitas batuan efektif
dan dihubungkan dengan porositas, seperti terlihat pada Gambar 2.19. Dimana
kompresibilitas turun dengan naiknya porositas.
Terjadinya kompresibilitas batuan total maupun efektif karena dua faktor
yang terpisah. Kompressibilitas total terbentuk dari pengembangan butir - butir
batuan sebagai akibat menurunnya tekanan fluida yang mengelilinginya.
Sedangkan kompressibilitas effektif terjadi karena kompaksi batuan dimana fluida
reservoir menjadi kurang efektif menahan beban di atasnya (overburden). Kedua
faktor ini cenderung akan memperkecil porositas.