karakterisasi produk turunan kelapa sawit jenis split ... produk turunan k… · karakterisasi...

24
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018 1 Karakterisasi Produk Turunan Kelapa Sawit Jenis Split Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA) dan Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA) Arief Hadi Permana 1* , Ardi Ferdiansyah 1* 1 Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) Kelas II Medan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Belawan, Medan 20411 Email : [email protected] Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi produk turunan kelapa sawit jenis Split Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid ( SRBDPKFA) dan Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA). Data spektrum FTIR, kromatogram GC dan data hasil titrasi menunjukkan bahwa kedua produk turunan kelapa sawit yaitu SRBDPKFA dan SPKFA memiliki karakteristik yang tidak berbeda, dan hanya uji warna menggunakan lovibond yang dapat menjelaskan perbedaan kedua produk tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa produk kelapa sawit SPKFA memenuhi spesifikasi sebagai produk split palm kernel fatty acid karena sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI no. 54/M-DAG/PER/7/2015 yaitu memiliki nilai red ≥ 3, sedangkan SRBDPKFA memiliki red 2. Kata kunci : karakterisasi, kelapa sawit, FTIR, GC, lovibond, titrasi Abstract The research on the characterization of oil palm products of Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA) and Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA) has been done. The results of FTIR spectrum, GC chromatogram and titration data indicate that both the oil palm derivative products SRBDPKFA and SPKFA have no distinct characteristics and the color test using lovibond can explain the differences between the two products. The results show that the SPKFA of palm oil product meets the specifications as a split palm kernel fatty acid product as in accordance with Regulation of the Minister of Trade no. 54 / M-DAG / PER / 7/2015 which has a red value of ≥ 3, while SRBDPKFA has red value of 2. Keywords: characterization, oil palm, FTIR, GC, lovibond, titration

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

82 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    1

    Karakterisasi Produk Turunan Kelapa Sawit Jenis Split Refined

    Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA)

    dan Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA)

    Arief Hadi Permana1*, Ardi Ferdiansyah1*

    1Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) Kelas II Medan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

    Belawan, Medan 20411

    Email : [email protected]

    Abstrak

    Telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi produk turunan kelapa sawit jenis Split

    Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA) dan Split Palm

    Kernel Fatty Acid (SPKFA). Data spektrum FTIR, kromatogram GC dan data hasil

    titrasi menunjukkan bahwa kedua produk turunan kelapa sawit yaitu SRBDPKFA dan

    SPKFA memiliki karakteristik yang tidak berbeda, dan hanya uji warna menggunakan

    lovibond yang dapat menjelaskan perbedaan kedua produk tersebut. Hasilnya

    menunjukkan bahwa produk kelapa sawit SPKFA memenuhi spesifikasi sebagai produk

    split palm kernel fatty acid karena sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI no.

    54/M-DAG/PER/7/2015 yaitu memiliki nilai red ≥ 3, sedangkan SRBDPKFA

    memiliki red 2.

    Kata kunci : karakterisasi, kelapa sawit, FTIR, GC, lovibond, titrasi

    Abstract

    The research on the characterization of oil palm products of Refined Bleaching

    Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA) and Split Palm Kernel Fatty Acid

    (SPKFA) has been done. The results of FTIR spectrum, GC chromatogram and titration

    data indicate that both the oil palm derivative products SRBDPKFA and SPKFA have no distinct characteristics and the color test using lovibond can explain the differences

    between the two products. The results show that the SPKFA of palm oil product meets

    the specifications as a split palm kernel fatty acid product as in accordance with

    Regulation of the Minister of Trade no. 54 / M-DAG / PER / 7/2015 which has a red

    value of ≥ 3, while SRBDPKFA has red value of 2.

    Keywords: characterization, oil palm, FTIR, GC, lovibond, titration

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    2

    I. PENDAHULUAN

    Kelapa sawit merupakan komoditi potensial yang sangat menjanjikan dalam

    dunia perdagangan dan Indonesia yang beriklim tropis, laju pertumbuhan kelapa sawit

    menjadi hal yang tak terbendung. Hal tersebut menyebabkan ketersediaan jumlah kelapa

    sawit menjadi berlimpah dan ini merupakan kesempatan bagi para pelaku bisnis

    terutama dalam bidang ekspor untuk mensuplai minyak kelapa sawit baik dalam bentuk

    mentah maupun turunannya.

    Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman budidaya yang dapat

    menghasilkan dua jenis minyak yaitu minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang

    diekstraksi dari mesokrap buah kelapa sawit dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil,

    PKO) diekstraksi dari biji atau inti kelapa sawit. Kedua bagian ini memiliki

    karakteristik masing-masing yang berbeda sehingga perusahaan kelapa sawit memiliki

    konsentrasi tersendiri dalam mengolah kedua bagian ini. Inti sawit atau kernel

    cenderung digunakan untuk industri oleochemical sementara daging atau mesocarp

    merupakan bahan utama pembuatan minyak goreng. Dilihat dari berbagai aspek dalam

    hal manfaat dan efektivitas pengolahannya, minyak sawit mempunyai harga yang cukup

    tinggi di pasaran dunia. Hal ini membuat para pelaku usaha berlomba-lomba

    memanfaatkan eksistensi kelapa sawit yang cukup menjanjikan di Indonesia.

    Indonesia sudah banyak membuat kemajuan dalam beberapa tahun terakhir

    dalam hal aktivitas ekspor minyak kelapa sawit, baik dalam bentuk mentah maupun

    turunannya. Pengendalian untuk ketersediaan pasokan minyak sawit di Indonesia serta

    menjaga stabilitas harga minyak sawit di pasar dunia, pemerintah mengenakan bea

    keluar ekspor minyak kelapa sawit sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri

    Perdagangan RI no.54/M-DAG/PER/7/2015 tentang verifikasi atau penelusuran teknis

    terhadap ekspor kelapa sawit, crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Untuk

    memeriksaan dan membuktikan komoditi ekspor sesuai dengan pemberitahuan

    eksportir, perlu dicari metode–metode yang cukup teruji untuk dapat menganalisis

    minyak kelapa sawit dengan hasil yang cepat, akurat, efisien dan dapat memberikan

    informasi tambahan seperti sifat fisika dan sifat kimia suatu sampel. Selama ini

    identifikasi minyak kelapa sawit di lapangan hanya sebatas pemeriksaan visual. Hal ini

    menjadi kendala dalam hal pengawasan karena pemeriksaan minyak kelapa sawit

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    3

    berdasarkan bentuk fisik kurang bisa dipertanggungjawabkan apalagi hasil atau

    kesimpulannya berdampak kepada proses hukum. Disamping itu produk SRBDPKFA

    dihasilkan dari bahan baku SPKFA melalui proses Refined Bleaching Deodorizing

    (RBD) yang secara visual terlihat sama. Pemeriksaan visual tersebut dianggap bersifat

    subjektif karena didasarkan pada pengamatan individu, disamping itu bentuk dan warna

    minyak sawit dapat berubah tergantung dengan kondisi lingkungan. Untuk itu perlu

    adanya karakterisasi lanjutan untuk memastikan jenis minyak kelapa sawit, dalam hal

    ini terfokus pada dua komoditi yang dianggap serupa tapi tak sama. Berdasarkan hal

    tersebut diatas maka jurnal ini akan membahas tentang karakterisasi produk turunan

    minyak kelapa sawit jenis Split Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid

    (SRBDPKFA) dan Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA).

    Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) merupakan salah satu tahap

    screening awal dalam proses identifikasi gugus fungsi suatu senyawa. Informasi

    struktur molekul dapat diperoleh berdasarkan gugus fungsi tersebut. Keuntungan yang

    lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam

    berbagai fase (Harmita, 2006).

    Metode Kromatografi Gas (GC) telah lama digunakan untuk mengidentifikasi

    kandungan trigliserida dan asam lemak dalam minyak kelapa sawit. Metode GC

    digunakan untuk mendapatkan informasi jumlah kandungan (persentase) fatty acid yang

    jumlahnya cukup banyak, kandungan lemak trans dalam minyak sawit serta komposisi

    fatty acid yang dominan. Data kromatogram yang diperoleh memberikan ciri khas dari

    masing-masing komoditi.

    Metode titrasi merupakan salah satu teknik pengujian untuk mendapatkan

    informasi tentang bilangan asam dalam minyak kelapa sawit. Hal ini menjadi sangat

    penting karena akan menentukan kualitas minyak kelapa sawit dan mengubah struktur

    kimia yang terkandung dalam minyak.

    Metode Lovibond merupakan salah satu pengujian fisika berdasarkan

    perhitungan intensitas warna. Dalam hal ini, warna visual minyak sawit menjadi suatu

    hal yang krusial dan dapat membuat perbedaan dalam identifikasi karakteristik minyak.

    Untuk itu, dalam penelitian ini dilakukan identifikasi minyak kelapa sawit dari

    dua jenis turunannya menggunakan metode tersebut diatas dan diharapkan metode

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    4

    tersebut bisa dijadikan sebagai metode alternatif untuk pengujian minyak kelapa sawit

    dengan hasil yang lebih akurat.

    II. METODOLOGI PENELITIAN

    Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

    Dumai pada bulan April 2017.

    A. Bahan

    Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua jenis sampel

    turunan minyak kelapa sawit yang merupakan hasil sampling dari salah satu kantor Bea

    dan Cukai di Indonesia, ethanol, phenolptalein, NaOH metanolik, BF3, Iso-octane dan

    NaCl jenuh.

    B. Alat

    Alat-alat yang digunakan adalah Gas Chromatography (GC) merk Agilent dari

    Berca Niaga Medika, menggunakan detektor FID. Fourier Transform Infra Red (FTIR)

    merk Perkin Elmer Spectrum Two UATR Two (Perkin Elmer Life dan Analitical

    Science, MA, USA), alat ini menggunakan ATR sehingga pengujian dilakukan tanpa

    menggunakan Kbr serbuk atau pellet. Sedangkan alat Lovibond yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah PFXi series spectrocolorimeter.

    C. Cara Kerja

    1. Analisis Sampel Menggunakan FTIR

    Spektrum FTIR untuk berbagai jenis minyak kelapa sawit dapat diperoleh

    menggunakan spektrofotometer FTIR pada panjamg gelombang 400 - 4000 cm-1.

    Cairan sampel diambil menggunakan pipet tetes kemudian di teteskan ke holder

    FTIR. Kemudian ditekan dengan knop diatas holder hingga force gauge pada angka

    60. Setelah itu sampel siap untuk dianalisis.

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    5

    2. Analisis Sampel Menggunakan GC

    Sampel yang akan dianalisis dimetilasi terlebih dahulu dengan penambahan

    penambahan NaOH metanolik, kemudian dipanaskan selama 5 menit sampai suhu

    titik didih air. Setelah didinginkan ditambahkan BF3 lalu di vortex dan dipanaskan

    kembali selama 30 menit. Setelah didinginkan kembali, ditambahkan NaCl jenuh

    dan iso-octane, kemudian di vortex kembali. Kemudian cairan iso-octane akan

    terpisah dan berada pada lapisan atas, diambil cairan pada lapisan atas tersebut,

    lalu dipindahkan ke vial. Sampel siap untuk diinject ke GC.

    3. Analisis Sampel dengan Titrasi

    Pengujian ini dilakukan menggunakan metode netralisasi. Sampel ditimbang,

    kemudian dilarutkan dengan alkohol netral. Diteteskan phenolptalein sebagai

    indikator dan dilakukan titrasi menggunakan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi

    sebelumnya. Titrasi berhenti saat larutan berwarna merah muda. Dicatat volume

    titrasi dan dilakukan perhitungan bilangan asam.

    4. Uji Warna Sampel Menggunakan Lovibond

    Kuvet dibilas menggunakan alkohol untuk menghilangkan sisa lemak, kemudian

    dibilas lagi menggunakan cairan sampel minimal 3 kali pembilasan. Dimasukkan

    kuvet yang telah berisi cairan sampel ke dalam alat lovibond. Dipilih metode RYBN

    kemudian sampel siap untuk diperiksa.

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Fourier Transform Infra Red (FTIR) merupakan metode analisis yang

    didasarkan pada karakterisasi gugus fungsi dari suatu sampel. Penelitian ini

    menggunakan metode FTIR ATR (attenuated total reflectance) yang merupakan teknik

    FTIR sederhana dan dapat digunakan pada pengukuran sampel dalam bentuk padat dan

    cairan. Teknik ini merupakan salah satu metode solutif dalam spektroskopi IR dalam hal

    pengolahan sampel. ATR biasanya digunakan untuk analisis sampel-sampel yang sulit

    dianalisis dengan metode spektrofotometri FTIR transmitan karena terbentur preparasi

    sampel yang sulit (Stuart, 2004). ATR cocok diterapkan untuk sampel-sampel padat

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    6

    yang tebal atau material-material cair yang pekat termasuk film, serbuk, polimer,

    sampel cair, semi-padat dan film tipis. Pada ATR hanya dibutuhkan sedikit preparasi

    sampel atau bahkan tidak ada preparasi sama sekali (Stuart, 2004). ATR dilakukan

    dengan menggunakan aksesoris dalam kompartemen sampel spektrofotometer FTIR.

    Bagian inti aksesoris ATR adalah kristal dengan indeks bias yang tinggi. Jenis bahan

    yang digunakan adalah seng selenida (ZnSe), KRS-5 (talium iodide atau talium

    bromida), dan germanium.

    Pengujian sampel menggunakan kromatografi gas dilakukan metilasi terlebih

    dahulu sebelum dilakukan injeksi pada alat. Metilasi dilakukan untuk menghasilkan

    metil ester yang kemudian di pisahkan secara kromatografi. Untuk mengetahui profil

    asam lemak dari minyak kelapa sawit, digunakan kolom non polar DB-23 untuk fatty

    acid methyl ester. Kromatografi merupakan metode pengujian berdasarkan pemisahan

    komponen. Tiap material pasti memiliki komponen yang heterogen, untuk

    mempermudah analisis perlu dilakukan pemisahan agar lebih terfokus dan akurat.

    Kromatografi gas memisahkan komponen berdasarkan tingkat kelarutan komponen

    terhadap fase gerak. Komponen yang lebih mudah terlarut akan terbawa lebih dulu ke

    detektor yang kemudian di interpretasikan sebagai kromatogram.

    Pada umumnya pabrik minyak goreng akan berusaha menghilangkan warna dari

    CPO yang berwarna jingga kemerahan karena akan mempengaruhi mutu dari minyak

    goreng tersebut. Penambahan bleaching earth sering digunakan untuk menghilangkan

    warna merah CPO hingga menjadi kuning bening seperti yang terlihat pada minyak

    goreng dipasar. Penggunaan lovibond dengan menggukan metode RYBN (Red Yellow

    Blue Neutral) dapat memberikan informasi kepekatan warna larutan pada sampel,

    prinsip kerjanya adalah dengan pencocokan warna menggunakan panel warna pada alat.

    Metode ini juga sangat sederhana dan tidak banyak memerlukan perlakuan pendahuluan

    terhadap sampel.

    Bilangan asam dapat menentukan kualitas dari suatu minyak. Metode yang dapat

    digunakan untuk untuk mengetahui jumlah bilangan asam secara kuantitatif dalam

    minyak adalah metode titrasi. Dengan menggunakan metode yang telah di validasi, alat

    ukur yang terkalibrasi dan pereaksi yang masih segar, metode titrasi dapat menunjukkan

    hasil yang akurat. Pada metode ini sampel di timbang secara terukur, kemudian

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    7

    dilarutkan menggunakan alkohol netral. Alkohol sebagai pelarut organik dapat

    melarutkan minyak dengan baik,. Sifat alkohol yang sedikit asam, harus dinetralkan

    terlebih dahulu menggunakan pereaksi basa seperti NaOH atau KOH. Hal ini bertujuan

    untuk menghindari penambahan asam dari alkohol kepada sampel. Dengan beberapa

    tetes phenolptalein sebagai indikator, sampel dititar dengan NaOH hingga larutan

    berwarna merah muda.

    A. Hasil Analisis Split Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid

    (SRBDPKFA)

    Gambar 1. Spektrum FTIR dari SRBDPKFA

    Analisis FTIR terhadap sampel SRBDPKFA memberikan hasil spektrum seperti

    Gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan bahwa SRBDPKFA terdiri dari trigliserida

    campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Adanya

    ester dan asam lemak pada minyak kelapa sawit ditunjukkan dengan adanya serapan

    dengan intensitas tajam pada bilangan gelombang 1707,89 cm-1 yang menunjukkan

    adanya gugus karbonil (C=O). Gugus alkil (-CH) ditunjukkan dengan adanya serapan

    dengan intensitas sedang pada bilangan gelombang 2922,74 cm-1 dan 2853,86 cm-1. Ini

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    8

    semua menunjukkan bahwa SRBDPKFA mengandung senyawa ester trigliserida dari

    asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh.

    Hasil analisis sampel menggunakan GC dapat dilihat dalam Gambar 2, yang

    menunjukkan adanya pemisahan fraksi asam lemak yang khas dari produk inti kelapa

    sawit yaitu pada retention time 6.695 (C8 ; caprylic acid), 10.564 (C10 ; capric acid),

    14.028 (C12 ; lauric acid), 16.730 (C14 ; myristic acid), 19.182 (C16 ; palmitic acid),

    21.394 (C18:0 ; stearic acid) dan 21.657 (C18:1 cis ; oleic acid). Ini semua sesuai

    dengan komposisi palm kernel oil standar dan persentase komposisi paling tinggi adalah

    asam lemak laurat (C12 ; lauric acid) yaitu mencapai 46.55%.

    Gambar 2. Kromatogram GC dari SRBPKFA

    Bilangan asam suatu sampel dapat dihitung dengan metode titrasi dan

    menggunakan rumus dibawah ini:

    𝐴. 𝑉 = 𝑉𝑝 𝑥 56,1 𝑥 𝑁𝑝

    𝑊

    Hasil titrasi menunjukkan bahwa bilangan asam sampel SRBDPKFA adalah

    sebesar 263,785 mg KOH/g, hasil ini memenuhi persyaratan seperti yang telah

    ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI no.54/M-DAG/PER/7/2015 bahwa

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    9

    bilangan asam untuk produk turunan kelapa sawit jenis Split Fatty Acid dari Kernel Oil

    berada pada kisaran 240-265 mg KOH/g.

    Pengujian warna dilakukan menggunakan alat lovibond, uji ini didasarkan sifat

    fisik (warna) dari sampel dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3. Pembacaan

    lovibond menggunakan RYBN method, didapat hasil pembacaan nilai red = 2.0. Hasil ini

    tidak memenuhi persyaratan seperti yang telah ditetapkan Peraturan Menteri

    Perdagangan RI no.54/M-DAG/PER/7/2015 yang menyatakan bahwa warna untuk Split

    Fatty Acid dari Kernel Oil harus red ≥ 3.

    Gambar 3. Hasil Pembacaan Lovibond dari Sampel SRBDPKFA

    B. Hasil Analisis Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA)

    Analisis FTIR terhadap sampel SPKFA memberikan hasil spektrum seperti

    terlihat dalam Gambar 4.

    Gambar 4. Spektrum FTIR dari SPKFA

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    10

    Hasilnya menunjukkan bahwa SPKFA mengandung gugus fungsi gugus

    karbonil (C=O) dari ester, yaitu adanya serapan pada bilangan gelombang 1708,13 cm-1

    dan adanya gugus alkil (CH) ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang 2922,80

    cm-1 dan 2853,91 cm-1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa SPKFA terdiri dari

    trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang

    dan hasil ini mirip dengan spektrum FTIR dari SRBDPKFA.

    Kromatogram GC dari sampel SPKFA dapat dilihat dalam Gambar 5 yang

    menunjukkan adanya pemisahan fraksi asam lemak yaitu pada retention time 6.391 (C8

    ; caprylic acid), 10.254 (C10 ; capric acid), 13.836 (C12 ; lauric acid), 16.470 (C14 ;

    myristic acid), 18.836 (C16 ; palmitic acid), 21.040 (C18:0 ; stearic acid), 21.350

    (C18:1 cis ; oleic acid) dan 21.747 (C18:2 trans ; oleic acid). Komposisi asam lemak

    terbesar dalam SPKFA adalah asam laurat (C12 : lauric acid) dengan persentase

    46.61%. Hasil Spektrum GC SPKFA juga mirip dengan spektrum GC dari

    SRBDPKFA.

    Gambar 5. Kromatogram GC dari SPKFA

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    11

    Dengan menggunakan metode yang sama (titrasi) dan pereaksi yang sama serta

    pada waktu yang bersamaan dengan SRBDPKFA, dilakukan pengujian bilangan asam

    untuk sampel SPKFA. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa bilangan asam

    pada sampel SPKFA sebesar 252,16 mg KOH/g, hasil ini juga memenuhi persyaratan

    seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI no.54/M-

    DAG/PER/7/2015 bahwa bilangan asam untuk Split Fatty Acid dari Kernel Oil kisaran

    240-265 mg KOH/g.

    Hasil uji lovibond menggunakan RYBN method terhadap SPKFA diperoleh berbeda

    dengan SRBDPKFA, nilai uji lovibond untuk SPKFA diperoleh red = 5.0. Hasil ini

    memenuhi persyaratan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI no.54/M-

    DAG/PER/7/2015 yang menyatakan bahwa warna untuk Split Fatty Acid dari Kernel

    Oil harus memiliki red ≥ 3. Dilihat dari prosesnya, produk turunan kelapa sawit

    SRBDPKFA dihasilkan dari proses Refined Bleaching Deodorizing (RBD) dengan

    bahan baku SPKFA. Diduga penambahan bleaching earth untuk menghasilkan produk

    SRBDPKFA tersebut dapat menurunkan nilai red yang terbaca pada uji lovibond.

    Gambar 6. Hasil Pembacaan Lovibond dari Sampel SPKFA

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    12

    IV. KESIMPULAN

    Hasil spektrum FTIR, kromatogram GC dan metode titrasi menunjukkan tidak

    ada perbedaan yang signifikan diantara produk SRBDPKFA dan SPKFA karena secara

    komposisi kedua produk tersebut berasal dari bahan baku yang sama. Uji warna

    menggunakan alat Lovibond dapat membedakan jenis produk turunan kelapa sawit

    antara SRBDPKFA dan SPKFA.

    Hasil uji menggunakan lovibond dengan metode RYBN menunjukkan dari

    kedua sampel hanya produk jenis SPKFA yang memenuhi persyaratan produk Split

    Fatty Acid dari Kernel Oil karena sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI no.

    54/M-DAG/PER/7/2015 yaitu memiliki nilai red ≥ 3.

    Metoda FTIR, GC, titrasi dan lovibond ini merupakan metode yang

    berkesinambungan dan berkelanjutan untuk mengkarakterisasi turunan minyak kelapa

    sawit dan jenisnya dengan hasil yang lebih cepat, efisien, dan memberikan hasil yang

    akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.

    V. DAFTAR PUSTAKA

    Che Man, Y.B.; Moh, M.H.; van de Voort, F.R. Determination of free fatty acids in

    crude palm oil and refined-bleached-deodorized palm olein using fourier

    transform infrared spectroscopy. J. Am. Oil Chem. Soc. 1999, 76, 485–490.

    Cocks, L.V. dan Van Rede C. 1966. Laboratory Handbook for Oil and Fats

    Analysts, London: Academic Press.

    Hariyadi, Prof. Purwiyatno, 2014. Mengenal Minyak Sawit Dengan Beberapa Karakter

    Unggulnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Jakarta.

    Hasibuan, Hasrul Abdi dan Siahaan, Donald, 2013. Karakteristik CPO, Minyak Inti

    Sawit dan Fraksinya, Pusat Penelitian dan Identifikasi Barang, Medan.

    Pardamean, M., 2014. Mengelola Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Secara Profesional.

    Jakarta: Penebar Swadaya.

    Tim DJBC Indonesia, 2017. Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI), Direktorat

    Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta.

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    13

    Penentuan Kadar Besi dalam Larutan Pickling Pelapisan Timah

    Menggunakan Metode Spektrofotometri Dan Titrasi Dikromatometri

    Nur Cahyaningtyas1, Yessy Andhasari2, Agung Fadilah3 1,2,3Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) Kelas I Jakarta, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

    Cempaka Putih, Jakarta 10520

    Email : [email protected]

    Abstrak

    Kadar besi dalam larutan pickling telah dianalisis dengan metode spektrofotometri sinar

    tampak dan titrasi dikromatometri. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar besi tertinggi

    dan terendah untuk metode titrasi dikromatometri berturut-turut adalah 19.7673 g/L dan

    3.8091 g/L, sedangkan untuk metode spektrofotometri adalah 19.7460 g/L dan 3.4127

    g/L. Akurasi dan ketepatan kedua metode dihitung juga berdasarkan uji F dan uji t.

    Berdasarkan uji beda nyata diperoleh hasil bahwa kedua metode pada selang

    kepercayaan 95 % tidak berbeda nyata. Nilai Fhitung, Ftabel, thitung, dan ttabel berturut-

    berturut ialah 1.0480, 4.2820, 0.0397, dan 2.1800. Berdasarkan hasil percobaan yang

    diperoleh menunjukkan bahwa penentuan kadar besi dalam larutan pickling dapat

    dilakukan dengan salah satu metode tersebut yaitu menggunakan metode

    spektrofotometri sinar tampak atau dengan metode titrasi dikromatometri.

    Kata kunci : Dikromatometri, Elektroplating, Pickling, Spektrofotometri, Pelat Timah

    Abstract

    The iron content in the pickling solution has been analyzed by visible

    spectrophotometric method and dichromatometric titration. The results showed that the

    highest and lowest iron content for titration method of dichromatometry were 19.7673 g

    / L and 3,8091 g / L respectively, while for spectrophotometry method was 19.7460 g /

    L and 3.4127 g / L. Accuracy and precision of both methods was calculated based on

    the F test and t test. Results obtained were not significantly different in the two methods

    with a confidence interval of 95 %. Faritmetic, Ftable, taritmetic, and ttable value successive row

    is 1.0480, 4.2820, 0.0397, and 2.1800. The experimental results obtained showed that

    the determination of content in the pickling solution can be done with one of these

    methods is using visible light spectrophotometry method or by titration method of

    dichromatometry.

    Keywords: Dichromatometry, Elektroplating, Pickling, Spectrophotometric, tin plate

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    14

    I. PENDAHULUAN

    Pelat timah (tin plate atau Bj LTE) merupakan lembaran baja tipis yang dilapisi

    oleh logam timah melalui proses elektrolisis. Pelat timah sebagai bahan kemasan

    banyak digunakan dalam berbagai bidang industri, seperti industri makanan, minuman,

    cat, dan aerosol. Keunggulan dari kemasan berbahan pelat timah adalah dapat menjaga

    kesegaran makanan atau minuman yang berada di dalamnya dan kemasan menjadi lebih

    menarik karena dapat disesuaikan bentuk dan ukurannya, selain itu juga dapat didaur

    ulang.

    Salah satu perusahaan di Indonesia yang menghasilkan pelat timah adalah PT.

    Pelat Timah Nusantara Tbk (PT Latinusa Tbk). Pelat yang dihasilkan diproduksi

    melalui proses elektroplating timah pada lembaran baja tipis (tin mill black plate atau

    TMBP) menggunakan sistem Electrolytic Tinning Line (ETL) dan umumnya suatu

    industri melakukan pelapisan logam pelat timah ini menggunakan metode

    elektroplating. Arif (2009) menyatakan elektroplating atau penyepuhan merupakan

    salah satu proses pelapisan bahan padat dengan lapisan logam menggunakan bantuan

    arus listrik melalui suatu elektrolit dan benda yang dilakukan pelapisan harus

    merupakan konduktor. Hal ini sesuai dengan pendapat Setyowati (2012) yang

    menyatakan bahwa prinsip dasar elektroplating adalah proses pelapisan logam dengan

    bantuan arus listrik yang berlangsung secara reaksi reduksi oksidasi dari logam pelapis

    (sebagai anoda yang akan teroksidasi) ke benda kerja (sebagai katoda yang dilapisi).

    Salah satu tahap penting pada proses pelapisan pelat timah adalah pickling, yaitu

    proses penghilangan oksida besi pada pelat TMBP. Oksida besi merupakan kontaminan

    pada permukaan pelat TMBP yang dapat menimbulkan cacat (defect) pada produk pelat

    timah. Penghilangan oksida besi ini dapat dilakukan dengan menggunakan larutan

    asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi 9-15 %. Selain itu, proses pickling

    juga digunakan untuk mengasarkan permukaan pelat TMBP sehingga daya rekat timah

    lebih kuat (ITRI, 1999).

    Kadar besi total dalam larutan pickling harus memenuhi persyaratan yang sudah

    ditentukan untuk mendapatkan pelat timah yang lebih bagus dan penentuan kadar besi

    dalam larutan pickling ini dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya dengan

    cara konvensional yaitu dengan metode titrasi dikromatometri. Titrasi ini didasarkan

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    15

    pada reaksi oksidasi reduksi. Kalium dikromat akan mengoksidasi analit besi (II)

    menjadi besi (III) sedangkan kalium dikromat akan tereduksi menjadi kromium (III).

    Titrasi dilakukan dengan menggunakan indikator difenilamin dan titik akhir ditandai

    dengan munculnya warna ungu. Selain itu kadar besi dapat juga ditentukan secara

    instrumental, yaitu dengan metode spektrofotometri sinar tampak, dengan cara besi

    dioksidasi menjadi ion besi (III) kemudian membentuk senyawa kompleks berwarna

    merah dengan amonium tiosianat yang dapat diukur pada panjang gelombang 470 nm.

    Penelitian ini akan membandingkan metode penentuan kadar besi total dalam

    larutan pickling yaitu antara metode spektrofotometri sinar tampak dan metode titrasi

    dikromatometri dan data yang diperoleh diolah secara statistika dengan menggunakan

    uji F dan uji t.

    II. METODOLOGI PENELITIAN

    Penelitian dilakukan mulai di laboratorium pengecekan mutu (Quality Assurance)

    PT Latinusa Tbk yang beralamat di Jalan Australia I Kav. E-1, Kawasan KIEC Cilegon

    42443, Banten – Indonesia.

    A. Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan ialah kalium dikromat (K2Cr2O7) 0.0895 N, larutan

    campuran (H2SO4+H3PO4), indikator difenilamin (DPA), larutan sampel pickling,

    larutan standar besi 1000 ppm, NH4SCN 40 g/L, larutan campuran (H2SO4 dan H2O2),

    tisu dan akuades.

    B. Alat

    Alat-alat yang digunakan ialah neraca analitik, labu takar 50 mL dan 1000 mL,

    labu Erlenmeyer asah 250 mL, pipet volumetrik 1 mL, pipet Mohr 10 mL, bulp, botol

    akuades, gelas piala 250 mL, batang pengaduk, sudip, kuvet, desikator, oven,

    spektrofotomer UV-VIS mini-1240 Shimadzu Corp.

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    16

    C. Cara Kerja

    1. Pengambilan Sampel

    Pengambilan sampel merupakan kegiatan penting, karena hanya sebagian

    kecil saja dari sejumlah zat yang diambil. Tanki pada tahap pickling ada dua unit

    yaitu tanki 1 dan tanki 2 (Gambar 1). Pengambilan sampel dilakukan pada pickling

    tanki 1 selama 7 hari setiap pukul 07.00 WIB. Volume sampel yang diambil

    sebanyak 200 mL. Percobaan ini diulang sebanyak 5 kali.

    Gambar 1. Bagan Pengambilan Sampel

    2. Penentuan Kadar Besi dengan Metode Spektrofotometri (WI-1530-35)

    Larutan sampel pickling dipipet sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam labu

    takar 1000 mL dan ditepatkan dengan akuades sampai tanda tera. Larutan dikocok

    sampai homogen kemudian larutan dipipet sebanyak 1 mL ke dalam gelas piala dan

    ditambahkan 25 mL larutan campuran (H2S04 dan H2O2) serta 25 mL NH4SCN 40

    g/L, selanjutnya larutan diaduk sampai homogen. Larutan diukur pada panjang

    gelombang 470 nm. Percobaan diulang sebanyak 5 kali.

    3. Penentuan Kadar Besi dengan Metode Titrasi Redoks (WI-1530-10)

    Larutan sampel pickling dipipet sebanyak 5 mL ke dalam Erlenmeyer

    kemudian ditambahkan larutan campuran (H2SO4+H3PO4) sebanyak 15 mL dan

    indikator difenilamin 2-3 tetes. Larutan kemudian titrasi dengan larutan K2Cr2O7

    0.0895 N sampai larutan berubah warna menjadi ungu. Titrasi dilulang sebanyak 5

    kali.

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    17

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pelat timah diproduksi menggunakan sistem ETL yang meliputi tahap cleaner,

    pickling, plating, chemical treatment dan oiling. Salah satu tahap yang paling penting

    adalah pickling dan parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah kadar besi.

    Besi dalam larutan pickling berasal dari oksida besi (FeO) pada pelat TMBP dan dengan

    asam sulfat encer membentuk senyawa FeSO4 dan menimbulkan larutan berwarna hijau,

    dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

    FeO + H2SO4 → FeSO4(hijau) + H2O

    (Satmoko, 2005)

    Kadar besi total dalam larutan pickling ditentukan dengan metode titrasi

    dikromatometri dan spektrofotometri sinar tampak. Larutan pickling yang digunakan

    sebagai sampel diambil pada tanki pickling 1 (Gambar 1). Proses pada tahap pickling

    antara tanki 1 dan tanki 2 terjadi sirkulasi secara kontinu sehingga kondisi kedua tangki

    tersebut homogen. Sampel diambil selama 7 hari berturut-turut setiap pukul 07.00 WIB

    dan masing-masing percobaan dilulang sebanyak 5 kali. Hasil rerata kadar besi dari 5

    kali ulangan dengan menggunakan metode spektrofotometri dan titrasi dikromatometri

    dapat dilihat pada Gambar 2.

    Gambar 2. Perbandingan Rerata Kadar Besi Secara Spektrofotometri dan Titrasi

    Dikromatometri

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    1 2 3 4 5 6 7

    Kad

    ar B

    esi

    To

    tal

    (gra

    m/L

    )

    Hari Ke-

    Metode Titrasi

    dikromatometri

    Metode

    Spektrofotometri

    UV-VIS

    Max 20 g/L

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    18

    Secara umum dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa kadar besi total dalam larutan

    pickling masih di bawah batas maksimum besi yang ditetapkan oleh PT Latinusa Tbk

    yaitu 20 g/L. Hasil penelitian menunjukkan kadar besi yang diperoleh setiap harinya

    tidak stabil, ini disebabkan adanya proses blowdown yang dilakukan oleh bagian

    produksi dengan tujuan mencegah kadar besi dalam larutan pickling melewati batas

    maksimumnya. Kadar besi terendah terjadi pada hari ke-3 yaitu dibawah 15 g/L. Hal ini

    disebabkan pada hari tersebut pengambilan sampel dilakukan setelah proses produksi

    mengalami maintenance.

    Kondisi maintenance merupakan kondisi ketika produksi sedang mengalami

    perawatan sehingga larutan pickling dibuang ke sampit dan diganti dengan larutan asam

    sulfat konsentrasi 9-15 % yang baru dengan jumlah tertentu yang ditambahkan oleh

    bagian produksi, setelah mengalami pergantian larutan yang baru, kadar besi pada

    proses pickling menjadi rendah karena besi yang terdapat dalam larutan pickling hanya

    berasal dari oksida besi pada pelat TMBP yang sedang diproses atau berlangsung.

    Gambar 2 juga menunjukkan selain pada hari ke-3, kadar besi yang diperoleh lebih

    tinggi, ini diakibatkan besi yang terukur dalam larutan pickling pada hari-hari tersebut

    selain berasal dari oksida besi yang larut dalam larutan pickling yang sedang diproses

    juga berasal dari timbunan oksida besi sebelumnya karena proses ini berlangsung secara

    kontinu.

    A. Kadar Besi Total Metode Spektrofotometri Sinar Tampak

    Tahapan awal analisis besi total dalam sampel pickling menggunakan metode

    spektrofotometri, yaitu penambahan larutan campuran H2SO4 dan H2O2 kedalam sampel

    untuk mengoksidasi besi (II) menjadi besi (III) sehingga yang terhitung adalah besi

    total. Larutan H2O2 bersifat oksidator kuat dan bekerja pada suasana asam sehingga

    penggunaan larutan asam sulfat untuk memberikan suasana asam dan memaksimalkan

    kerja dari oksidator H2O2 sesuai persamaan reaksi :

    H2O2 + 2H+ + 2e → 2H2O

    2Fe2+ → 2Fe3+ + 2e

    2Fe2+ + H2O2 + 2H+ → 2Fe3+ + 2H2O

    (Svehla, 1990)

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    19

    Penambahan amonium tiosianat (NH4SCN) untuk menghasilkan senyawa

    kompleks yang berwarna merah dengan besi (III), sehingga larutan dapat diukur pada

    panjang gelombang maksimum besi yaitu 470 nm yang berada di daerah sinar tampak.

    Amonium tiosianat merupakan pereaksi kompleks berwarna yang selektif dan sensitif

    terhadap besi (III) membentuk warna merah bata yang stabil untuk jangka waktu yang

    lama. Pengukuran pada panjang gelombang maksimum karena perubahan atau

    perbedaan konsentrasi yang kecil akan menghasilkan perbedaan nilai absorbans yang

    besar, sensitivitas tinggi atau kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorban

    yang paling besar serta apabila dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang

    disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil. Penentuan

    konsentrasi besi dari sampel dapat ditentukan dengan menginterpolasikan ke dalam

    kurva standar besi. Berdasarkan hukum Beer, absorban akan berbanding lurus dengan

    konsentrasi.

    Blanko yang berisi pelarut dan pereaksi serta tidak berisi analit digunakan untuk

    membuat titik nol konsentrasi dari kurva kalibrasi dan pengkoreksi. Kurva kalibrasi

    menggambarkan proporsionalitas respons analitik (respons absorbans larutan standar

    besi) terhadap konsentrasi yang diukur. Linearitas pada kurva kalibrasi dilambangkan

    dengan koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi merupakan kuadrat dari

    koefisien korelasi (R).

    Gambar 3. Kurva Kalibrasi Standar Besi

    y= 0.0126x - 0.0046

    R² = 0.9998

    0.000

    0.200

    0.400

    0.600

    0.800

    1.000

    0 20 40 60 80

    Abso

    rban

    Konsentrasi (ppm)

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    20

    Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa kurva deret standar besi (kurva

    kalibrasi) pada konsentrasi larutan standar 10-70 ppm diperoleh persamaan regresi

    linear yaitu Y= 0.0126x - 0.0046 dan terdapat hubungan yang proporsional antara

    respons analitik (absorbans) dengan konsentrasi yang diukur. (Sleptiene et al., 2008)

    mengemukakan bahwa persyaratan data linearitas yang baik jika memenuhi kisaran nilai

    R2 lebih dari 0.9970. Hal ini sesuai dengan koefisien determinasi kurva kalibrasi standar

    besi yang diperoleh yaitu 0.9998 sehingga linearitas dari kurva baik.

    Penentuan kadar besi total dalam larutan pickling menggunakan metode

    spektrofotometri menunjukkan bahwa kadar besi tertinggi terdapat pada hari ke-1

    sebesar 19.7460 g/L sedangkan kadar terendah diperoleh pada hari ke-3 sebesar 3.4127

    g/L dengan %RSD pada hari ke-1 sampai hari ke-7 kurang dari 2 %. Menurut (AOAC,

    2005) kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku atau

    koefisien variasi kurang dari 2 % dan termasuk ke dalam kategori teliti. Ini

    menunjukkan bahwa metode spektrofotometri memiliki ketelitian atau presisi yang baik

    karena %RSD kurang dari 2 %. Pada hari ke-6 %RSD sebesar 0.14 % sedangakan pada

    hari ke-2 memiliki %RSD yang besar yaitu 1.16 % namun tetap tergolong teliti karena

    masih dibawah 2 %. Semakin kecil nilai %RSD yang diperoleh maka semakin baik

    keterulangannya dan semakin baik pula presisi suatu metode tersebut.

    B. Kadar Besi Total Metode Titrasi Dikromatometri

    Kadar besi dalam larutan pickling dapat ditentukan dengan titrasi

    dikromatometri dengan melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara kalium dikromat

    dan analit berupa besi (II) yang terdapat dalam sampel larutan pickling. Kalium

    dikromat bersifat oksidator sehingga dapat mengoksidasi analit besi (II) menjadi besi

    (III) sedangkan kalium dikromat dalam larutan besi suasana asam akan tereduksi

    menjadi kromium (III) yang berwarna hijau.

    Titik ekivalen terjadi ketika Etitran sama dengan Etitrat atau Eoksidator sama dengan

    Ereduktor. Titik akhir titrasi dikromatometri memerlukan indikator redoks karena warna

    hijau yang ditimbulkan oleh ion-ion Cr 3+ yang terbentuk dari reduksi kalium dikromat

    membuat perubahan warna yang kurang kuat dan tidak jelas pada titik akhir titrasi

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    21

    sehingga perlu ditambah indikator redoks yaitu indikator difenilamin dan titik akhir

    ditandai dengan timbulnya warna ungu.

    Indikator redoks dicirikan oleh potensial peralihan dan perubahan pada indikator

    redoks bergantung dari perubahan potensial larutan selain itu indikator redoks

    mempunyai warna yang berbeda dalam bentuk teroksidasi dan bentuk tereduksi.

    Potensial saat terjadi perubahan warna tergantung dari potensial standar indikator

    difenilamin dan dicirikan oleh potensial peralihan. Indikator difenilamin memiliki

    warna tereduksi tidak berwarna dan warna teroksidasi ungu. Perubahan warna terjadi

    dari hijau (ion Cr3+) menjadi warna indikator teroksidasi yaitu ungu. Mekanisme

    perubahan warna pada indikator difenilamin ditunjukkan pada Gambar 4.

    Gambar 4. Mekanisme Perubahan Warna Indikator Difenilamin

    Fungsi penambahan larutan campuran asam sulfat-asam fosfat ke dalam titrat

    karena titrasi antara besi (II) dengan K2Cr2O7 menggunakan indikator difenilamin yang

    memiliki potensial peralihan rendah sehingga dengan penambahan asam fosfat

    menyebabkan potensial titik ekivalen dapat diturunkan sesuai untuk penggunaan

    difenilamin. Selain itu digunakan juga untuk memberikan suasana asam sehingga

    kalium dikromat dapat tereduksi menjadi Cr3+ Sesuai dengan reaksi berikut :

    Cr2O72- + 14H+ + 6e

    → 2Cr3+ + 7H2O

    (Svehla, 1990)

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    22

    Kadar besi dalam larutan pickling dapat dilihat pada Gambar 2 yang menunjukkan

    bahwa selama 7 hari berturut-turut diperoleh kadar besi dibawah batas maksimum besi

    yang ditetapkan. Kadar besi tertinggi diperoleh pada hari ke-1 sebesar 19.7673 g/L

    sedangkan kadar besi terendah terdapat pada hari ke-3 sebesar 3.8091 g/L dengan

    %RSD kurang dari 2% sehingga tergolong kategori teliti.

    C. Perbandingan Metode Secara Statistik

    Ketelitian dan keakuratan penentuan kadar besi total menggunakan metode titrasi

    dikromatometri dan spektrofotometri sinar tampak dapat diketahui dari uji F dan uji t

    yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel tersebut merupakan hasil dari percobaan dan

    setelah mengalami penyederhanaan dari data pada Gambar 2.

    Tabel 1. Uji Beda Nyata Metode Titrasi Dikromatometri dan Spektrofotometri

    Pada Hari

    Ke-

    Rerata Kadar Besi Total (g/L)

    Spektrofotometri UV-VIS Titrasi Dikromatometri

    1 19.7673 19.7460

    2 16.0985 16.3016

    3 3.8091 3.4127

    4 10.3147 10.3095

    5 19.4265 19.8175

    6 16.7401 16.0397

    7 16.6398 16.3095

    Rerata 14.6851 14.5624

    SD 5.7117 5.8473

    S2 32.6235 34.1909

    FHitung 1.0480

    FTabel 4.2820

    tHitung 0.0397

    tTabel 2.1800

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    23

    Berdasarkan pada Tabel 1 terlihat perbedaan rerata kadar besi kedua metode tidak

    jauh berbeda dan uji beda nyata antara dua metode tersebut yang dilakukan dengan

    menggunakan uji F untuk mengetahui presisi dan uji t untuk akurasi kemudian

    dibandingkan dengan dengan F atau t tabel.

    Tabel 1 menunjukan bahwa Fhitung yang diperoleh pada percobaan adalah 1.0480,

    sedangkan nilai Ftabel pada selang kepercayaan 95 % adalah 4.2820. Hal ini

    menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil daripada Ftabel, sehingga H0 diterima yang berarti

    hasil percobaan yang diperoleh tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Uji

    F ini digunakan untuk menguji presisi kedua metode apakah berbeda atau tidak dan

    kedua metode memiliki presisi yang tidak berbeda nyata.

    Uji t digunakan untuk menentukan keakuratan dari kedua metode apakah berbeda

    nyata atau tidak dengan membandingkan purata kadar besi dari kedua metode tersebut.

    Pada percobaan dilakukan pula uji t, nilai thitung yang diperoleh dari percobaan adalah

    0.0397. Nilai ttabel pada selang kepercayaan 95 % adalah 2.1800. Hasil thitung lebih kecil

    daripada ttabel, maka Hipotesis alternatif (H0) diterima yang berarti hasil percobaan tidak

    berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran

    kadar besi total dalam larutan pickling dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu

    metode tersebut untuk dilakukan dalam analisis rutin kadar besi dalam larutan pickling.

    Keakuratan dan presisi kedua metode dalam penentuan kadar besi juga menunjukkan

    bahwa kedua metode dapat menghasilkan analisis yang tidak berbeda signifikan

    walaupun menggunakan pereaksi dan peralatan yang berbeda serta kegunaan kedua

    metode dapat saling menggantikan.

    Setiap metode yang digunakan dalam analisis memiliki kelebihan dan kelemahan

    begitu juga dengan metode titrasi dikromatometri dan spektrofotmetri sinar tampak

    yang digunakan pada penentuan kadar besi. Beberapa kelemahan dari penggunaan

    titrasi dikromatometri ialah adanya penggunaan indikator yang dapat menyebabkan

    sedikit perbedaan antara perubahan warna indikator dan titik ekivalen dalam titrasi,

    disamping itu dapat terjadinya galat acak karena pembacaan pada alat buret, reaksinya

    lambat dan memiliki efek samping terhadap tubuh manusia. Kalium dikromat yang

    digunakan sebagai titran dalam metode titrasi dikromatometri merupakan bahan beracun

    dan bersifat karsinogenik. Sedangkan kelebihan dari penggunaan titrasi dikromatometri

  • Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

    24

    adalah kalium dikromat merupakan standar primer dan stabil terhadap cahaya sehingga

    tidak perlu distandardisasi.

    Kelemahan dari metode spektrofotometri sinar tampak adalah sampel yang

    digunakan harus dalam keadaan berwarna dan tidak membentuk koloid sehingga

    partikel-partikel akan menghablurkan pengukuran. Kelebihan metode spektrofotometri

    ialah analisisnya menggunakan detektor yang sensitif dan selektif sehingga kesalahan

    pembacaan kecil kemungkinan terjadinya.

    IV. KESIMPULAN

    Penentuan kadar besi total dalam larutan pickling dapat dilakukan dengan metode

    spektrofotometri sinar tampak maupun dengan titrasi dikromatometri. Hasil analisis dari

    kedua metode tersebut menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95 % nilai FHitung

    kurang dari FTabel dan tHitung kurang dari tTabel sehingga H0 diterima dan kedua metode

    tidak berbeda nyata. Kadar besi yang diperoleh masih di bawah kadar maksimum besi

    dalam larutan pickling yang ditetapkan oleh PT Latinusa Tbk sehingga tidak

    mempengaruhi kualitas pelat timah yang dihasilkan.

    V. DAFTAR PUSTAKA

    Arif A. 2009. Rancang Bangun dan Optimalisasi Elektroplating [Skripsi]. Semarang:

    Universitas Diponegoro Semarang.

    [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis

    of AOAC International. Ed ke-18. Maryland: AOAC International.

    [ITRI] International Tin Research Institue. 1999. Guide to tinplate. Middlesex:

    International Tin Research Institue.

    Satmoko Y dan Nusa I.S. 2005. Pengolahan Air Limbah Industri Kecil Pelapisan

    Logam. JAI. 1(1):1.

    Setyowati Y dan Ramelan A. 2012. Pengaruh rapat arus terhadap ketebalan dan struktur

    kristal lapisan nikel pada tembaga. Indonesian Journal Of Applied Physics. 2(1):1.

    Svehla G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.

    Setiono L, Penerjemah. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka. Terjemahan dari:

    Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis.