karakterisasi kekuatan bangunan wilayah surabaya-jawa timur...

6
1 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS VOL. 1, NO. 1, (2013) 1-6 AbstrakAnalisis mikrotremor telah dilakukan di wilayah Surabaya Jawa Timur untuk menentukan frekuensi natural bangunan dan menentukan distribusi karakteristik kekuatan bangunan. Pengolahan data mikrotremor tanah dilakukan analisis HVSR, kemudian pengolahan data mikrotremor pada bangunan dilakukan analisis FSR dan RDM. Berdasarkan dari data penelitian, diketahui bahwa nilai frekuensi natural bangunan dapat diketahui bahwa bangunan terlemah yaitu bangunan intiland, graha pena, UNTAG, Sukolilo Dian regency , gedung keuangan negara , hotel ibis dan Stadion Gelora Bung Tomo memiliki frekuensi natural paling rendah yaitu sekitar 1 sampai 1,4 Hz. Kemudian Siola , PDAM ,dan dinas pemadam kebakaran memiliki frekuensi natural tertinggi atau yang paling kuat yaitu sekitar 2,8 sampai 3 Hz. Distribusi karakteristik indeks kerentanan pada 20 bangunan di Surabaya menunjukkan yang paling lemah atau memiliki nilai indeks kerentanan tinggi adalah gedung Intiland , Dian Regency ,dan gedung UNTAG. Sedangkan bangunan yang paling kuat adalah bangunan SIOLA , PDAM, Rusun Penjaringa, dan bangunan Dinas Pemadam Kebakaran. Sedangkan bangunan yang lainya tergolong sedang.Nilai percepatan maksimum getaran yang mampu ditahan oleh bangunan menujukkan bangunan terkuat adalah bangunan SIOLA , Dinas Pemadam Kebakaran , dan gedung PDAM karena nilai percepatan maksimum bangunan-bangunan tersebut tinggi. Kata Kunci—Mikrotremor, FSR, RDM, Frekuensi natural, Indeks kerentanan bangunan I. PENDAHULUAN ilayah Surabaya memiliki kondisi geologi berupa cekungan endapan aluvial muda hasil endapan laut dan sungai, tuff dan batu pasir. Dalam jurnalnya, Nakamura menuturkan bahwa jika suatu wilayah terdiri dari endapan alluvial, tuff dan batu pasir, maka wilayah tersebut mempunyai potensi bahaya lebih besar terhadap efek intensitas getaran tanah akibat amplifikasi dan interaksi getaran tanah terhadap bangunan karena gempa bumi [1]. Di sisi lain, Surabaya merupakan wilayah yang dekat dengan sesar aktif Lasem di sebelah utara dengan jarak ±70 Km, sesar aktif Watu Kosek di sebelah selatan-timur laut yang membujur dari Mojokerto hingga Madura dengan jarak ±30 Km, sesar aktif Grindulu yang membujur dari pantai selatan Pacitan sampai Mojokerto dengan jarak ±40 Km dan sesar aktif Pasuruan di sebelah selatan yang membujur dari Pasuruan sampai Mojokerto dengan jarak ±50 Km. Sehingga besar kemungkinan wilayah ini bisa terjadi gempa bumi yang diakibatkan oleh sesar-sesar tersebut.Salah satu upaya pengurangan risiko bencana gempabumi adalah mengenali dan menganalisis seluruh potensi bahaya gempabumi secara lengkap. Pemahaman terhadap potensi bahaya gempabumi secara tidak langsung akan meningkatkan kapasitas dalam menghadapi bahaya gempabumi. Oleh karena itu, sangat penting dilakukan kajian mengenai potensi bahaya gempabumi secara menyeluruh guna meningkatkan pemahaman terhadap potensi bahaya gempabumi suatu wilayah. II. DASAR TEORI A. Pengaruh Efek Lokal Terhadap Gempa Bumi Hubungan intensitas gempabumi terhadap kerusakan suatu wilayah dipengaruhi oleh jarak dari sumber gempa, skala gempa, ukuran zona patahan, energi yang dilepaskan batuan, jenis geologi antara sumber dan lokasi setempat serta Karakterisasi Kekuatan Bangunan Wilayah Surabaya Jawa Timur Menggunakan Analisis Mikrotremor Mochamad Abied Lutfi Nashir dan Ayi Syaeful Bahri Fisika, FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] W

Upload: hakhue

Post on 10-Mar-2019

244 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

1 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS VOL. 1, NO. 1, (2013) 1-6

Abstrak— Analisis mikrotremor telah dilakukan di wilayah Surabaya Jawa Timur untuk menentukan frekuensi natural bangunan dan menentukan distribusi karakteristik kekuatan bangunan. Pengolahan data mikrotremor tanah dilakukan analisis HVSR, kemudian pengolahan data mikrotremor pada bangunan dilakukan analisis FSR dan RDM. Berdasarkan dari data penelitian, diketahui bahwa nilai frekuensi natural bangunan dapat diketahui bahwa bangunan terlemah yaitu bangunan intiland, graha pena, UNTAG, Sukolilo Dian regency , gedung keuangan negara , hotel ibis dan Stadion Gelora Bung Tomo memiliki frekuensi natural paling rendah yaitu sekitar 1 sampai 1,4 Hz. Kemudian Siola , PDAM ,dan dinas pemadam kebakaran memiliki frekuensi natural tertinggi atau yang paling kuat yaitu sekitar 2,8 sampai 3 Hz. Distribusi karakteristik indeks kerentanan pada 20 bangunan di Surabaya menunjukkan yang paling lemah atau memiliki nilai indeks kerentanan tinggi adalah gedung Intiland , Dian Regency ,dan gedung UNTAG. Sedangkan bangunan yang paling kuat adalah bangunan SIOLA , PDAM, Rusun Penjaringa, dan bangunan Dinas Pemadam Kebakaran. Sedangkan bangunan yang lainya tergolong sedang.Nilai percepatan maksimum getaran yang mampu ditahan oleh bangunan menujukkan bangunan terkuat adalah bangunan SIOLA , Dinas Pemadam Kebakaran , dan gedung PDAM karena nilai percepatan maksimum bangunan-bangunan tersebut tinggi.

Kata Kunci—Mikrotremor, FSR, RDM, Frekuensi

natural, Indeks kerentanan bangunan

I. PENDAHULUAN ilayah Surabaya memiliki kondisi geologi berupa cekungan endapan aluvial muda hasil endapan laut dan sungai, tuff dan batu

pasir. Dalam jurnalnya, Nakamura menuturkan bahwa jika suatu wilayah terdiri dari endapan

alluvial, tuff dan batu pasir, maka wilayah tersebut mempunyai potensi bahaya lebih besar terhadap efek intensitas getaran tanah akibat amplifikasi dan interaksi getaran tanah terhadap bangunan karena gempa bumi [1]. Di sisi lain, Surabaya merupakan wilayah yang dekat dengan sesar aktif Lasem di sebelah utara dengan jarak ±70 Km, sesar aktif Watu Kosek di sebelah selatan-timur laut yang membujur dari Mojokerto hingga Madura dengan jarak ±30 Km, sesar aktif Grindulu yang membujur dari pantai selatan Pacitan sampai Mojokerto dengan jarak ±40 Km dan sesar aktif Pasuruan di sebelah selatan yang membujur dari Pasuruan sampai Mojokerto dengan jarak ±50 Km. Sehingga besar kemungkinan wilayah ini bisa terjadi gempa bumi yang diakibatkan oleh sesar-sesar tersebut.Salah satu upaya pengurangan risiko bencana gempabumi adalah mengenali dan menganalisis seluruh potensi bahaya gempabumi secara lengkap. Pemahaman terhadap potensi bahaya gempabumi secara tidak langsung akan meningkatkan kapasitas dalam menghadapi bahaya gempabumi. Oleh karena itu, sangat penting dilakukan kajian mengenai potensi bahaya gempabumi secara menyeluruh guna meningkatkan pemahaman terhadap potensi bahaya gempabumi suatu wilayah.

II. DASAR TEORI A. Pengaruh Efek Lokal Terhadap Gempa

Bumi Hubungan intensitas gempabumi terhadap

kerusakan suatu wilayah dipengaruhi oleh jarak dari sumber gempa, skala gempa, ukuran zona patahan, energi yang dilepaskan batuan, jenis geologi antara sumber dan lokasi setempat serta

Karakterisasi Kekuatan Bangunan Wilayah Surabaya Jawa Timur Menggunakan Analisis

Mikrotremor

Mochamad Abied Lutfi Nashir dan Ayi Syaeful Bahri Fisika, FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected]

W

2 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS VOL. 1, NO. 1, (2013) 1-6

kondisi geologi lokal [13]. Besar percepatan dan kecepatan maksimum energi gempa dipengaruhi oleh kondisi geologi setempat.Percepatan dan kecepatan (khususnya sensor horizontal) ini berpengaruh secara langsung terhadap kerusakan bangunan akibat gempa bumi.Perbedaan kondisi lokal di setiap wilayah terjadi karena adanya variasi formasi geologi, ketebalan dan sifat-sifat fisika lapisan tanah dan batuan, kedalaman bedrock dan permukaan air bawah tanah, serta permukaan struktur bawah permukaan. Secara signifikan variasi tersebut berpengaruh terhadap karakteristik getaran gempa pada struktur bawah permukaan [11].

efek lokal dan indeks kerentanan tanah seperti yang sudah diketahui merupakan faktor penting dalam mitigasi bencana gempabumi. Frekuensi natural sendiri, dipengaruhi oleh kedalaman bedrock (ketebalan sedimen) dan kecepatan rata-rata bawah permukaan ketika amplifikasi mempunyai keseimbangan terhadap kecepatan gelombang geser dan densitas bawah permukaan.Karena densitas relatif konstan terhadap kedalaman, maka amplifikasi bisa diidentifikasi menggunakan kecepatan gelombang geser bawah permukaan [12].

B. Analisis Mikrotremor HVSR

Metode HVSR didasari oleh terperangkapnya getaran gelombang geser (gelombang SH) pada medium sedimen di atas bedrock. Dengan kata lain gelombang SH berperan sangat penting di dalam kurva HVSR yang direpresentasikan oleh persamaan 1 berikut ini;

푓= (1)

dengan푓, 푉푠 dan ℎ berturut-turut menunjukkan frekuensi natural, kecepatan gelombang SH dan ketebalan sedimen. Dari persamaan 2.3 tersebut, bisa disimpulkan bahwa frekuensi natural berbanding lurus terhadap kecepatan gelombang SH dan berbanding terbalik terhadap ketebalan sedimen. pada analisis mikrotremor yang digunakan untuk karakterisasi suatu wilayah. Dalam penggunaan metode ini, digunakan beberapa asumsi bahwa: 1. Mikrotremor sebagian besar terdiri dari

gelombang geser 2. Komponen vertikal gelombang tidak

mengalami amplifikasi lapisan sedimen dan hanya komponen horisontal yang teramplifikasi

3. Tidak ada amplitudo yang berlaku dengan arah yang spesifik pada bedrock dengan getaran ke segala arah

4. Gelombang Rayleigh diasumsikan sebagai noise mikrotremor dan diusulkan metode untuk mengeliminasi efek gelombang Rayleigh

Nakamura mengidentifikasi bahwa jika diasumsikan gelombang geser dominan pada mikrotremor, maka rasio spektrum horisontal terhadap vertikal (HVSR) pada data mikrotremor suatu tempat sama dengan fungsi transfer gelombang geser yang bergetar antara permukaan dan batuan dasar di suatu tempat [7]. Nakamura menduga bahwa mikrotremor berperiode pendek sebagian besar terdiri dari gelombang geser dan gelombang permukaan dianggap sebagai noise.Dari hasil analisis data gempa menunjukkan bahwa nilai maksimum rasio getaran horizontal dan vertikal dalam setap pengamatan (ΔH/ΔV) ada kaitannya dengan kondisi tanah dan hampir setara dengan satu kekuatan tanah dengan beberapa gataran ke semua arah.

C. Pemetaan Efek Lokal Surabaya Gosar menunjukkan bahwa amplifikasi dan

frekuensi natural tidak saling berkorelasi [4]. Sehingga, penggambaran kerentanan bangunan menjadi rumit.Nakamura merumuskan indeks kerentanan tanah berbasis data frekuensi natural dan amplifikasi setempat yang berkorelasi dengan tingkat kerusakan gempabumi [9]. Menurut tingkat kerusakan bangunan berbanding lurus dengan indeks kerentanan tanah (Kg) [1]. Dengan demikian, mikrozonasi berdasarkan efek lokal dapat dilakukan dengan mudah. Gambar 4.7 menunjukan peta efek lokal Surabaya,yaitu di Surabaya Bagian Barat sampai Surabaya Pusat memiliki nilai Kg rendah (<10). Kg rendah ini berkorelasi dengan Alluvium (QA) yang terletak pada Surabaya Tengah, dan di Surabaya bagian barat berkorelasi dengan Antiklin Lidah dan Guyangan yang terdiri atas Formasi Kabuh (Qpk), Formasi Pucangan (QTp), Formasi Lidah (Tpl), dan Formasi Sonde (Tps). Kemudian,di bagian selatan berkorelasi dengan Alluvium (QA)memiliki nilai Kg sedang (10 < Kg < 20) dan pada Surabaya bagian Timur Laut dan Barat Laut yang berkorelasi dengan Alluvium (QA)memiliki nilai Kg tinggi (Kg > 20).

3 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS VOL. 1, NO. 1, (2013) 1-6

Gambar 1 Peta indeks kerentanan tanah wilayah Surabaya(Laporan [6]

D. Analisis FSR Analisis ini dilakukan dengan pengukuran

mikrotremor pada bangunan, setiap lantai bangunan digunakan peralatan yang sama ketika mengukur lapisan sedimen. Dua komponen horisontal diarahkan terhadap arah utara-selatan (NS) dan timur-barat (EW).Pengolahan data yang digunakan pada pengukuran bangunan menggunakan metode FSR (Floor Spectral Ratio) yang direkomendasikan oleh Gosar [4]. Dalam menentukan frekuensi bangunan tidak direkomendasikan menggunakan metode HVSR meskipun hasil estimasi frekuensinya masuk akal [3]. Hal ini karena tidak ada dasar teori dalam aplikasinya sehingga tidak bisa diasumsikan bahwa spektrum vertikal dan horizontal tidak berbeda pada level bawah tanah.

Gambar 2 skema model metode FSR

Nakamura mengidentifikasi bahwa kerusakan bangunan menggunakan index kerentanan untuk mengestimasi struktrur dari parameter fungsi perpindahan Indeks kerentanan mampu menilai kerusakan bangunan pada saat gempa, menunjukkan bahwa kelemahan bangunan dari getaran gempa adalah langsung sebanding dengan indeks kerentanan [10].

Gambar 3 Skema model-n lantai bangunan bertingkat dan bentuk modenya jika terjadi respon getaran gempa.

δi adalah perpindahan horisontal, hi adalah tinggi, Ai adalah amplifikasi faktor ke-i adalah kolom, H adalah ketinggian struktur lantai ke-n, dan a adalah percepatan horizontal pondasi tanah. Frekuensi natural struktur yang tampaknya memiliki pengaruh terhadap kerusakan gempa dianggap. pemindahan δi ke-i lantai diperkirakan dari F frekuensi natural dan amplitudo Ai-i lantai

evK = ( ) (2)

E. Analisis Mikrotremor RDM Prinsip kerja dari RDM adalah merespon dari

sebuah sistem frekuensi acak untuk difilter menjadi sebuah eksitasi acak . Tujuannya yaitu membatalkan komponen acak untuk mendapatkan kurva getaran bebas yang buruk dari perkiraan damping dan frekuensi natural. RDM dikenal sebagai metode transform eksitasi acak dalam pengurangan energi dari getaran bebas yang buruk pada struktur bangunan. Sebuah ilustrasi skematis dari RDM diperlihatkan pada gambar 2.3 yang menunjukkan proses untuk memperoleh random decrement. Komponen random akan difilter. Representasi domain frekuensi menunjukkan puncak dominan dari sistem

4 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS VOL. 1, NO. 1, (2013) 1-6

Gambar 4 Skematis random decrement Methode. Respon frekuensi acak di filter ke dalam domain waktu menghasilkan respon getaran.

III. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan tahapan seperti

diagram alir sebagai berikut:

Diagram alir penelitian

Gambar 5 Diagram alir penelitian Dimulai dari desain pengukuran pada peta

geologi, kemudian dilakukan akuisisi mikrotremor.Dilanjutkan pengolahan data mikrotremor, pada tanah dilakukan analisis HVSR

dan pada bangunan dilakukan analisis FSR dan RDM. Selanjutnya, akan diperoleh frekuensi natural dan amplifikasi masing-masing pada bangunan dan tanah.

IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data

Gambar 6 Grafik batang frekuensi natural bangunan analisis FSR ew dan NS

Gambar 7 Grafik batang indeks kerentanan bangunan EW dan NS

Gambar 8 Grafik batang hasil damping rasio EW dan NS

0

1

2

3

4

Graha pena

rusun penjaringan

Hotel antariksa

UN

TAG

sukolilo dian regency

POLD

A jatim

apartemen ciputra

DPR

D Jatim

gedung keuangan …

UN

AIR

PDA

M

intiland

siola

STIKO

M

UB

HA

RA

UN

ESA

Waterpark place

dinas pemadam

Hotel ibis

stadion GB

T

ew

ns

020406080

100120140160

ew

ns

05

1015202530

Graha pena

rusun penjaringanH

otel antariksaU

NTA

Gsukolilo dian regencyPO

LDA

jatimapartem

en ciputraD

PRD

Jatimgedung keuangan negaraU

NA

IRPD

AM

intilandsiolaSTIK

OM

UB

HA

RA

UN

ESAW

aterpark placedinas pem

adam kebakaran

Hotel ibis

stadion GB

T

ew

ns

5 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS VOL. 1, NO. 1, (2013) 1-6

Gambar 9 Grafik batang percepatan getaran maksimum EW dan NS

B. Pembahasan Karakterisasi kekuatan bangunan pada

penelitian ini yaitu melalui tiga parameter : frekuensi natural bangunan , damping rasio , indeks kerentanan bangunan atau percepatan maksimum yang mampu ditahan bangunan saat getaran merambat pada bangunan tersebut [2] [8] [12]. Bangunan yang rusak akibat gempa bumi memiliki frekuensi natural lebih rendah daripada frekuensi natural bangunan sebelum rusak atau setelah dperbaiki kerusakanya [2]. diketahui bahwa bangunan intiland, UNTAG, Sukolilo Dian regency, gedung keuangan negara, hotel ibis ,dan Stadion Gelora Bung Tomo memiliki frekuensi natural paling rendah yaitu sekitar 1 sampai 1,4 Hz. Kemudian Siola , PDAM ,dan dinas pemadam kebakaran memiliki frekuensi natural tertinggi yaitu sekitar 2,8 sampai 3 Hz. Sedangkan yang lainya memiliki kekuatan yang sedang. Jadi dapat diketahui bahwa kemungkinan bangunan terlemah dan bangunan yang paling kuat dari frekuensi natural tersebut.

Estimasi indeks kerantanan adalah sebagai fungsi frekuensi natural , amplifikasi FSR , ketinggian bangunan dan efek noise pada saat pengukuran. Sehingga untung mengestimasi nilai indeks kerentanan hanya menggunakan data yang bebas noise [8]. Gambar 7 menunjukkan grafik batang hasil indeks kerentanan bangunan. Dari parameter indeks kerentanan sendiri bangunan yang paling lemah atau memiliki nilai indeks kerentanan tinggi adalah Intiland, Dian Regency dan gedung UNTAG. Sedangkan bangunan yang paling kuat masih tetap seperti hasil dari parameter frekuensi natural yaitu

bangunan SIOLA , PDAM dan bangunan Dinas Pemadam Kebakaran. Kemudian untuk parameter percepatan maksimum getaran yang mampu ditahan oleh bangunan dilihat dari grafik batang Gambar 9 sama halnya dengan indeks kerentanan. Hasilnya menunjukan bangunan terkuat adalah bangunan SIOLA , Dinas Pemadam Kebakaran , dan gedung PDAM yang lainya tergolong sedang.

hasil dari damping rasio masing-masing bangunan. Nilainya menunjukan bangunan yang paling lemah adalah Siola, gedung Intiland, Waterpark Place dan Dian Regency. Kekuatan bangunan yang tertinggi dimiliki oleh bangunan PDAM , DPRD jatim, Stikom , Ubhara dan Unair. Yang lain tergolong memiliki kekuatan sedang. Perbedaan yang mencolok ada pada bangunan Siola dari kedua parameter sebelumnya. Kemungkinan besar ini disebabkan oleh metode yang digunakan RDM berbasis single degree of freedom (SDOF) sedangkan pada prakteknya bersifat multi degree of freedom (MDOF).

IV. KESIMPULAN Frekuensi natural bangunan , indeks kerentanan ,

dan damping rasio adalah 3 parameter yang sangat efektif untuk menentukan karakterisasi kekuatan bangunan.Kekuatan bangunan juga dipengaruhi oleh efek lokal.Pada Surabaya barat sampai Surabaya pusat dengan nilai kg rendah bangunan yang ada di wilayah tersebut cenderung kuat.Sedangkan , pada Surabaya bagian Timur Laut dan Barat Laut dengan nilai kg tinggi bangunan yang di wilayah tersebut cenderung lemah.

UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Kedua Orang tua, Dosen

pembimbing Dr.A.Syaeful Bahri, S.Si, MT, dan teman–teman yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih kepada DIKTI, BOPTN dan Direktorat Pendidikan Tinggi Institut Teknologi Sepuluh Nopembar Surabaya atas segala dana sehingga penelitian ini bisa diselesaikan dengan baik. Terima kasih juga kepada orang-orang yang telah mendukung penelitian ini.

.

0500

100015002000250030003500400045005000

ew

ns

6 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS VOL. 1, NO. 1, (2013) 1-6

DAFTAR PUSTAKA [1] Daryono, Sutikno, J. Sartohadi, K. S. Brotopuspito, J.

Murjaya, LocalSite Effect of Bantul Graben Based on Microtremor Measurement for Seismic Hazard Assessment, Meteorological and Geophysical Agency, Jakarta, Monthly Seminar on Geophysical Sciences, January 15, 2008.

[2] Farsi, 2008, Retrofitting and Strengthening Quality Evaluation from Rigidity Variations Of A Damaged Building, Algiers, Algeria

[3] Herak, Marijan., et al. 2009. HVSR of Ambient Noise in Ston (Croatia): Comparison with Theoretical Spectra and with The Damage Distribution after The 1996 Ston-Slano Earthquake. Springer Science+Business Media B.V.

[4] Gosar, A. 2007. Microtremor HVSR Study for Assessing Site Effects in the Bovec Basin (NW Slovenia) Related to 1998 Mw 5.6 and 2004 Mw 5.2 Earthquake. ELSEIVER Engineering Gelogy 91 (2007) 178-193.

[5] Herak, Marijan., et al. 2009. HVSR of Ambient Noise in Ston (Croatia): Comparison with Theoretical Spectra and with The Damage Distribution after The 1996 Ston-Slano Earthquake. Springer Science+Business Media B.V.

[6] Laporan akhir BAPPEKO Surabaya. 2012. Kajian dan Analisa Potensi Geologi dan Geofisika Kota Surabaya, BAPPEKO Surabaya, Juni 2012

[7] Nakamura Y, 1989, A method for dynamic characteristics estimation of subsurface using microtremor on the ground surface, Quarterly Report of the Railway Technology Research Institute, Japan ;30(1):25–33.

[8] Nakamura, Yutaka. Sato, Tsutomu. Nishinaga, Masayuki. 2000. Local Site Effect Of Kobe Based OnMicrotremor Measurement. Proceedings of the Sixth International Conference on Seismic Zonation (6ISCZ) EERI, November 12-15, 2000/ Palm Springs. California.

[9] Nakamura, Yutaka, 1997, Seismic vulnerability indices for ground and structures using misrotremor. Proceedings of world congress on Railways Research. November . Florence.

[10] Nakamura,Yutaka, 2008, The change of the dynamic characteristics using microtremor, Dept. of Built Environment, Tokyo Institute of Technology, Japan

[11] Oliveira, S., C. 2006. Assessing and Managing Earthquake Risk. Springer

[12] Sungkono, 2011, Evaluation Of building Strength from Microtremor analyses, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

[13] Towhata, I. (2008). Geotechnical Earthquake Engineering. Springer: Japan. 4 .