karagenan_gabriella rosalita_13.70.0027_unika soegijapranata

21
Acara V EKSTRAKSI KARAGENAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Gabriella Rosalita NIM : 13.70.0027 Kelompok B4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Upload: praktikumhasillaut

Post on 08-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laragenan termasuk polisakarida linier yang mempunyai lebih dari 1000 residu dari galaktosa yang terdiri dari natrium, kalium, kalium sulfat, ester dengan galaktosa, serta 3,6-anhydrogalaktokopolimer yang tersusun dalam molekul besar.

TRANSCRIPT

Acara V

EKSTRAKSI KARAGENAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama : Gabriella Rosalita

NIM : 13.70.0027

Kelompok B4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor,

pengaduk, hot plate, glass beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),

isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1 N serta aquades

1.2. Metode

2

Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram

Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air sedikit

Rumput laut blender dimasukkan kedalam panci

Rumput laut direbus dalam 1L air selama 1 jam dengan suhu 80-90oC

3

pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan ditambahkan larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1N

Hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring bersih dan cairan filtrat ditampung dalam wadah.

Volume larutan diukur dengan menggunakan gelas ukur.

Ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume larutan.

Direbus hingga suhu mencapai 60oC

Filtrate dituang ke wadah berisi cairan IPA (2x volume filtrat). Dan diaduk dan diendapkan selama 10-15 menit

4

Dimasukan dalam oven dengan suhu 50-60oC

Serat karagenan kering ditimbang. Setelah itu diblender hingga jadi tepung karagenan

Serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakan dalam wadah

Endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam caira IPA hingga jadi kaku

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan ekstraksi karagenan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Ekstraksi Karagenan

Kelompok Berat Basah (g) Berat Kering (g) % Rendemen

B1 40 3,05 7,625%

B2 40 4,38 10,950%

B3 40 3,99 9,975%

B4 40 2,20 5,500%

B5 40 1,90 4,750%

Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa pada pembuatan ekstraksi karagenan

didapatkan % rendemen yang berbeda-beda tiap kelompok. % rendemen tertinggi yang

dihasilkan oleh kelompok B2, yaitu 10,950%. Sedangkan % rendemen terendah

dihasilkan oleh kelompok B5, yaitu 4,750%. % rendemen dilihat dari berat keringnya,

dimana makin besar berat keringnya maka akan didapatkan % rendemen yang tinggi

juga, begitupula sebaliknya jika berat kering yang didapatkan semakin rendah maka

akan didapatkan % rendemen yang rendah.

5

3. PEMBAHASAN

Rumput laut dapat menjadi bahan pangan yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena

rumput laut mempunyai potensial yang baik untuk dapat diolah. Macam-macam rumput

laut dari jenis alga merah yang dapat dimakan seperti Eucheuma, Porphyra, Gracilaria,

Palmaria, dan Gelidium. Hal ini diungkapkan oleh Anisuzzaman et al (2014). Menurut

Benjama & Masniyom (2012), rumput laut adalah serat makanan, sumber protein,

vitamin, asam amino esensial dan asam lemak esensial. Komponen protein dalam

rumput laut sebesar 4 hingga 25% dari berat kering rumput laut. Asam amino

merupakan senyawa penyusun protein pada rumput laut dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti habitat, iklim, bagian thalus, umur dan kondisi pertumbuhan

seperti misalnya nutrisi, cahaya dan salinitas. Hal ini diungkapkan oleh Insan dan

Widyartini (2001). Beberapa produk yang dapat dibuat dari rumput laut adalah alginat,

agar dan karagenan yang dapat dimanfaatkan sebagai gelling agent. Susanto (2009)

menambahkan juga bahwa rumput laut sebagai senyawa antibakteri, dimana rumput laut

akan menghambat pertumbuhan Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Klebsiella

pneumoniae dan Pseudomonas aeruginosa.

Seaweed adalah tanaman tingkat rendah yang dibedakan dari akar, daun dan batang,

serta seluruh tubuhnya yang disebut thallus. Seaweed dapat tumbuh baik pada pH 7-9,

suhu 20-30ᵒC, gerakan air dan arus yang sehingga dapat menjaga kestabilan suhu, serta

cahaya matahari yang menembus hingga ke dasar perairan. Berdasarkan kandungan

pada pigmennya, seaweed dibedakan menjadi Rhodophyceae (alga hijau),

Chlorophyceae, Phaeophyceae (alga coklat), dan Phaeophyceae (alga merah), (Indriani

& Suminarsih, 2003). Seaweed dapat diaplikasikan dalam berbagai industri seperti

kosmetik, industri pangan, obat-obatan, tekstil, pupuk, kulit dan industri lainnya

(Indriani & Sumiarsih, 2003).

Menurut Sperisa et al, 2014, karagenan termasuk dalam alga merah (rhodophyceae)

yang diperoleh dari getah rumput laut dan dapat diekstraksi dengan air maupun larutan

alkali yang kemudian dilakukan proses pemisahan antara karagenan dengan pelarutnya.

Menurut Chapman (1980), karagenan termasuk polisakarida linier yang mempunyai

6

7

lebih dari 1000 residu dari galaktosa yang terdiri dari natrium, kalium, kalium sulfat,

ester dengan galaktosa, serta 3,6-anhydrogalaktokopolimer yang tersusun dalam

molekul besar. Hal tersebut sesuai dengan praktikum yang dilakukan dimana

pengekstraksian dilakukan dengan menggunakan air. Terdapat 3 jenis karagenan yaitu

kappa, iota dan lambda. Ketiga jenis karagenan tersebut dapat dibedakan menurut ikatan

sel, sifat gel dan protein reactivity. Kappa karagenan mempunyai sifat gel yang paling

kuat. Sedangkan lambda karagenan tidak dapat berinteraksi dengan air sehingga tidak

dapat membentuk gel, namun dapat berinteraksi dengan protein sehingga dapat

dimanfaatkan pada produk makanan. Menurut Soovendran et al (2009), Eucheuma

cottonii merupakan jenis kappa karagenan yang larut dalam air panas dan membentuk

gel di dalam air. Hal tersebut juga sesuai dengan praktikum yang dilakukan dimana

Eucheuma cottonii dapat larut dan membentuk gel di dalam air.

Klasifikasi Eucheuma cottonii (Anggadireja et al., 2006) adalah sebagai berikut:

Division : Thallophyta

Filum : Rodopyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigarnitales

Famili : Solieriaceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii

Eucheuma cottonii termasuk salah satu kelompok Carragaenaphyces yang memiliki

thallus kasar, bercabang tidak teratur, agak pipih, dan bintik-bintik berwarna kuning

kecoklatan hingga merah ungu. Eucheuma cottonii dapat tumbuh baik pada daerah

pantai terumbu (reef), dimana perairannya terlindung dari gelombang dan angin yang

besar, suhu air laut 28-30ᵒC, kedalaman 7,65-9,72 m, pH 6,5-7, dan kecerahan 2,5-5,25

m.

Tabel 1. Komposisi Kimia Seaweed Jenis Eucheuma cottonii

Komposisi Nilai

Air (%) 13,90

Protein (%) 2,67

8

Lemak (%) 0,37

Serat kasar (%) 0,95

Abu (%) 17,09

Mineral Ca (ppm) 22,39

Mineral Fe (ppm)

Mineral Cu (ppm)

0,121

2,763

Riboflavin (mg/100g) 2,7

Vitamin C (mg/100g) 12

Karagenan (%) 61,52

(Hambali et al.,2004)

Eucheuma cottonii dapat menghasilkan karagenan sebesar 61,5%-67,5% (Kasim, 2004).

Karagenan merupakan polisakarida linier yang terdiri dari 3,6 anhidro D-galaktosa dan

D-galaktosa serta mengandung sulfat diperoleh dari ekstraksi berbagai ganggang merah

(cP Kelco ApS, 2004). Karagenan mempunyai sulfat dan gugus hidroksil yang

mempunyai sifat hidrofilik, sedangkan gugus 3,6 anhidro D-galaktosa mempunyai sifat

hidrofobik. Karagenan berjenis kappa mempunyai sifat yang kurang hidrofilik

disebabkan mengandung 36% gugus 3,6 anhidro D-galaktosa (Sung-Hwan Eom et al,

2013). Hadiman (2012) juga menambahkan bahwa kappa karagenan dapat stabil pada

pH 7 atau lebih,tetapi jika pH semakin rendah akan mengalami penurunan stabilitas

khususnya pada suhu tinggi.

Karagenan dapat dimanfaatkan sebagai pembentuk jeli dan puding, stabilisator pada es

krim serta sebagai pelapis produk daging pada industri pangan (Jonathan et al, 2010).

Karagenan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan kemasan

edible atau sering dikatakan edible film yang dapat menjadi pelindung pada produk

pangan yang sekaligus dapat langsung dikonsumsi serta ramah lingkungan dikarenakan

tidak menghasilkan limbah. Karagenan juga dapat digunakan sebagai pengental,

pengikat, penstabil dan sebagai emulsifier. Karagenan juga dapat digunakan sebagai

surfaktan dalam sistem mikroemulsi yang dapat menjadi penstabil sistem dispersi

minyak dengan air sehingga mendapatkan sistem emulsi yang lebih kental dan akan

9

stabil pada larutan. Lawrence & GD Rees (2000) menambahkan juga bahwa keberadaan

surfaktan dapat membuat mikroemulsi yang makin jernih.

Pada praktikum ini, pertama-tama rumput laut ditimbang sebanyak 40 gram yang

kemudian dipotong kecil-kecil dan diblender supaya lebih halus. Tepung rumput laut

yang dihasilkan kemudian direbus atau diekstarksi dengan air sebanyak 500 ml selama 1

jam pada suhu stabil 80-90OC. Dilakukan perebusan selama 1 jam supaya bahan-bahan

yang tidak diinginkan maupun kotoran dapat dipisahkan dan akan membuat tekstur

menjadi lebih kenyal. Hal ini dikarenakan rendemen karagenan yang dihasilkan dapat

dilihat dari lamanya pemanasan. Proses alkalisasi yang semakin lama dan jumlah

rumput laut yang semakin banyak akan meningkatkan rendemen karagenan. Selain itu,

makin lama rumput laut terpapar pemanasan dan larutan alkali maka akan semakin

tinggi rendemen karagenan yang dihasilkan dan juga jumlah karagenan yang terlepas

dari dinding sel pun menjadi tinggi (Rahma, 2012). Hal ini didukung oleh Distantina

dkk (2007), dimana konsentrasi NaOH akan mempengaruhi kecepatan ekstraksi pada

rumput laut Eucheuma cottonii. Semakin besar konsentrasi NaOH (0,01–0,2N) akan

meningkatkan rendemennya (29-60,4%) dan kecepatan ekstraksi. Waktu keseimbangan

untuk ekstraksi sekitar 20 sampai 30 menit dengan perbandingan antara rumput laut dan

pelarut sebesar 1: 30.

Setelah itu, pH diatur menjadi pH 8 menggunakan pH meter dengan menambahkan

NaOH 0,1N atau HCl 0,1N. Menurut Distantina et al (2010), dilakukan pengaturan pH

menjadi 8 dikarenakan saat proses ekstraksi karagenan berlangsung akan mempunyai

konsentrasi alkali yang rendah sehingga menyebabkan degradasi pada karagenan.

Hasil ekstraksi yang didapat kemudian disaring menggunakan kain saring sehingga

mendapatkan cairan filtrat. Penyaringan dilakukan supaya mendapatkan cairan jernih

dengan membuang rumput laut yang padat (Fellows, 1992). Kemudian cairan filtrat

tersebut ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat, lalu dipanaskan

hingga mencapai suhu 60oC. Menurut Ganesan & Subba (2004), NaCl digunakan

supaya viskositas dari karagenan akan menurun. Filtrat yang telah dihasilkan dituang ke

dalam wadah berisi isopropil alkohol (IPA) dengan mengaduknya selama 10-15 menit

10

untuk mendapatkan endapan karagenan. Menurut Yasinta dan Rahmawati (2007), jenis

pengendap yang digunakan dapat mempengaruhi rendemen dari karagenan. Salah satu

jenis pengendap yang dapat digunakan yaitu Isopropyl Alkohol (IPA) yang mempunyai

rantai C berjumlah 3 yang dapat berfungsi untuk mengekstrak rumput laut Eucheuma

cottoni, walaupun hasil rendemen yang didapatkan tidak maksimal. Semakin sedikit

rantai C yang ada pada jenis pengendap, maka akan menghasilkan rendemen yang lebih

besar. Hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan dimana rendemen yang

dihasilkan sangat kecil atau rendah. Hal ini juga didukung oleh Departemen

Perdagangan (1989), dimana terdapat persyaratan minimum dari rendemen karagenan

yaitu sebesar 25%. Sehingga dapat dikatakan rendemen yang dihasilkan pada percobaan

ini tidak memenuhi persyaratan.

Endapan yang sudah didapat tersebut ditiriskan dan di rendam lagi dengan IPA hingga

semua bagian endapan terendam supaya serat karagenan menjadi lebih kaku. Kemudian

serat karagenan diletakkan dalam wadah tahan panas dengan cara ditiris-tiriskan dan

dimasukkan ke dalam oven selama 12 jam pada suhu 50-60oC. Proses pengeringan

bertujuan untuk menghilangkan sebagian air dengan cara menguapkan air dengan

bantuan energi panas, sehingga didapatkan hasil bahan yang kering (Winarno et

al.,1980). Kemudian serat karagenan yang sudah kering dapat ditimbang dan diblender

supaya menjadi tepung karagenan. Rumus % rendemen yaitu :

% Rendemen = berat keringberat basah

x100 %

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan berat kering dan % rendemen

yang berbeda-beda tiap kelompok, dimana memiliki berat awal yang sama yaitu sebesar

40 gram. % rendemen tertinggi yang didapatkan oleh kelompok B2, yaitu 10,950%.

Sedangkan % rendemen terendah didapatkan oleh kelompok B5, yaitu 4,750%. %

rendemen dilihat dari berat keringnya, dimana makin besar berat keringnya maka akan

didapatkan % rendemen yang tinggi juga, begitupula sebaliknya jika berat kering yang

didapatkan semakin rendah maka akan didapatkan % rendemen yang rendah. Menurut

teori dari Distantina et al (2006), perbedaan hasil yang didapatkan kemungkinan

disebabkan oleh beberapa faktor seperti rasio berat bahan dengan volume pelarut, jenis

11

pelarut yang digunakan, proses pengadukan, suhu, waktu ekstaksi, ukuran padatan, dan

perendaman. Menurut pendapat Chapman (1980), perbedaan nilai rendemen dapat

disebabkan oleh metode ekstraksi, iklim, waktu pemanenan, lokasi budidaya, spesies

dan nilai konsentrasinya.

4. KESIMPULAN

Karagenan termasuk dalam alga merah (rhodophyceae) yang diperoleh dari getah

rumput laut dan dapat diekstraksi dengan air maupun larutan alkali yang kemudian

dilakukan proses pemisahan antara karagenan dengan pelarutnya.

Eucheuma cottonii merupakan jenis kappa karagenan yang larut dalam air panas

dan membentuk gel di dalam air.

Karagenan dapat dimanfaatkan sebagai pembentuk jeli dan puding, stabilisator pada

es krim serta sebagai pelapis produk daging pada industri pangan.

Karagenan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan kemasan

edible atau sering dikatakan edible film yang dapat menjadi pelindung pada produk

pangan yang sekaligus dapat langsung dikonsumsi serta ramah lingkungan

dikarenakan tidak menghasilkan limbah.

Dilakukan pengaturan pH menjadi 8 dikarenakan saat proses ekstraksi karagenan

berlangsung akan mempunyai konsentrasi alkali yang rendah sehingga

menyebabkan degradasi pada karagenan.

Penyaringan dilakukan supaya mendapatkan cairan jernih dengan membuang

rumput laut yang padat.

NaCl digunakan supaya viskositas dari karagenan akan menurun.

Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan sebagian air dengan cara menguapkan

air dengan bantuan energi panas, sehingga didapatkan hasil bahan yang kering.

Perebusan dilakukan supaya bahan-bahan yang tidak diinginkan maupun kotoran

dapat dipisahkan dan akan membuat tekstur menjadi lebih kenyal.

Konsentrasi NaOH akan mempengaruhi kecepatan ekstraksi pada rumput laut

Eucheuma cottonii.

Isopropyl Alkohol (IPA) yang mempunyai rantai C berjumlah 3 yang dapat

berfungsi untuk mengekstrak rumput laut Eucheuma cottoni, walaupun hasil

rendemen yang didapatkan tidak maksimal.

Perbedaan hasil rendemen yang didapatkan kemungkinan disebabkan oleh beberapa

faktor seperti rasio berat bahan dengan volume pelarut, jenis pelarut yang

digunakan, proses pengadukan, suhu, waktu ekstaksi, ukuran padatan, dan

perendaman.

12

13

Semarang, 29 September 2015 Asisten Dosen:- Ignatius Dicky A.W

Gabriella Rosalita13.70.0027

5. DAFTAR PUSTAKA

Anggadireja, J. T., A. Zatnika, H. Purwoto dan S. Istini. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Asti, L. Hadiman. 2012. Struktur dan Sifat Karaginan. Skripsi Fakultas Pertanian, Univeritas Jendral Soedirman, Purwokerto. Diunduh pada tanggal 27 September 2015.

Benjama, O & Masniyom, P. 2012. Biochemical Composition and Physicochemical Properties of Two Red Seaweeds (Gracilaria fisheri and G. tenuisipitata) from The Pattani Bay in Southern Thailand. Songklanakarin Journal of Science and Technology. Thailand.

Chapman, V. J., and Chapman, C. J. (1980). Seaweed and Their Uses. 3rd ed., pp. 148-193, Chapman and Hall Ltd., London.

cP Kelco Aps. 2004. Carrageenan. Denmark. http://www.cPKelco.com. Diunduh pada tanggal 27 September 2015.

Departemen Perdagangan. (1989). Ekspor Rumput Laut Indonesia. Jakarta. hlm 57.

Distantina, S; Rusman. O; dan Hartati. S. 2006. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat pada Perendaman Terhadap Kecepatan Ekstraksi Agar-agar. http://ebookbrowse.com/pengaruh-konsentrasi-asam-asetat-pada-perendaman-terhadap-kecepatan-ekstraksi-agar-agar-pdf-d210970876

Distantina, S. Dan Dyartanti, E.R., (2007), ”Ekstraksi Karagenan dari Rumput laut Eucheuma cottonii Menggunakan Pelarut NaOH”, Prosiding Seminar Nasonal Rekayasa Kimia dan Proses 2007, E-17, UNDIP.

Distantina, S., Fadilah, Rochmadi, Moh-Fahrurrozi, Wiratni. (2010). Proses Ekstraksi Karagenan dari Eucheuma cottonii. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.

Distantina, S., Fadilah, Rochmadi, Moh-Fahrurrozi, Wiratni. (2010). Stabilization of Kappa Carrageenan Film by Crosslinking: Comparison of Glutaraldehyde and Potassium Sulphate as the Crosslinker. 2014 5th International Conference on Chemical Engineering and Applications IPCBEE vol.74 .

Doyle P.Jonathan et al (2010). Preparation, authentication, rheology and conformation of theta carrageenan. Carbohydrate Polymers 80 : 648-654.

Fellows PJ. (1992). Food Processing Technology Principles and Practices. England: Ellis Hourwood Ltd.

Ganesan, M., and P. V. Subba Rao. (2004). Influence of Post-harvest treatment on shelf

14

15

life and agar quality in seaweed Gracilaria edulis 9Rhodophyta/ Gigartinales) and Gelidiella acerosa (Rhodophyta/ Gelidiales). Journal of Marine Science. Vol. 33 (3), September 2004, pp. 269-275.

Hambali, E., Suryani, A., dan Wadli. 2004. Membuat Aneka Olahan Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Indriani, H., dan Suminarsih, E. 2003. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.

Insan, A. L. dan D.S. Widyartini.(2001). Makroalgae.Purwokerto.

Kasim, S. R. 2004. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi dan Lamanya Waktu Pemberian Rumput Laut Eucheuma cottonii Terhadap Kadar Lipid Serum Darah Tikus. Universitas Brawijaya. Diunduh pada tanggal 27 September 2015.

Lawrence, M. J., dan G. D. Rees. 2000. Microemulsion-based Media as Novel during Delivery Systems. Advance Drug Delivery Review, 45:89-121. Diunduh pada tanggal 27 September 2015.

Rahma. S., Risal. (2012). Studi Pengaruh Lama Pemanasan dan Konsentrasi KOH Selama Pemanasan Ohmic Terhadap Laju Pengeringan dan Rendemen SRC (Semi Refined Carrageenan). Fakultas Pertanian, Universitas Makasar. Makasar.

S,M. Anisuzzaman, et al. 2014. Effects of Extraction Process Conditions on Semi Refined Carrageenan Produced by using Spray Dryer. University Malaysia Sabah. Malaysia.

Sung-Hwan Eom et al. 2013. Effect of Carrageenan on the Gelatinization of Salt-Based Surimi Gels. Fisheries and Aquatic Sciences.

Susanto.(2009). Alga Merah Pengungkap Kebenaran Taksonomi.Koran Ibukota.Jakarta.

Varadarajan, S et al. 2009. Development of high yielding carragenan extraction method from Eucheuma Cotonii using cellulase and Aspergillus niger. Prosiding Seminar Kimia Bersama UKM-ITB VIII.

Winarno, F.G.; S. Fardiaz; dan D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.

Yasinta. D., dan Rachmawati. D.I. (2007). Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Untuk Mencapai Foodgrade. Universitas Diponegoro. Semarang.

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus : % rendemen = berat keringberat basah

x 100%

Kelompok B1:

% rendemen= 3,0540

x 100% = 7,625 %

Kelompok B2:

% rendemen= 4,3840

x 100% = 10,950 %

Kelompok B3:

% rendemen= 3,9940

x 100% = 9,975 %

Kelompok B4:

% rendemen= 2,2040

x 100% = 5,500%

Kelompok B5:

% rendemen= 1,9040

x 100% = 4,750 %

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal

16