kapasitas batang laminasi bambu petung - …konteks.id/p/04-121.pdf · tegangan tekan batang...

8
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 213 KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - KAYU KELAPA TERHADAP GAYA TARIK DAN TEKAN Nor Intang Setyo H. 1 , Bagyo Mulyono 2 dan Yanuar Haryanto 3 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto Email: [email protected] 2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto Email: [email protected] 3 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto Email: [email protected] ABSTRAK Teknologi kayu laminasi (glulam) dikembangkan dalam upaya mencari solusi untuk mengatasi kelangkaaan kayu mutu mutu tinggi dan dimensi besar. kan kayu gergajian yang utuh (solid). Alternatif solusi lain adalah upaya menggantikan kayu dengan bambu dan kayu kelapa (lazimnya bukan termasuk kayu). Ketersedian bambu dan glugu, serta bambu mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat 3 - 5 tahun sedangkan kayu hutan yang baru siap tebang dengan kualitas baik setelah berumur 40 - 50 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana kekuatan kayu laminasi bambu-glugu terhadap gaya aksial serta menentukan struktur batang terbaik dari berbagai variasi batang laminasi. Digunakan bambu petung dan kayu glugu untuk penyusun batang laminasi dengan variasi jumlah (persentase) lapisan bahan penyusun menjadi 2 tipe, yaitu tipe 1 : bambu ditempatkan pada bagian tepi (face) dan glugu sebagai bagian inti (core), dan tipe 2 : lapisan bambu diletakkan pada bagian dalam (core) dan glugu pada bagain tepi (face). Variasi jumlah lapisan bagian luar/tepi (face) untuk masing-masing tipe batang komposit/laminasi yaitu untuk bambu dan glugu sebesar 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% terhadap luas total batang komposit. Untuk mendapatkan jumlah perekat terlabur optimal dilakukan uji pendahuluan terhadap kuat geser perekat dengan variasi 40/MDGL, 50/MDGL, dan 60/MDGL, dimana hasil uji blok geser diperoleh yang terbaik adalah 50/MDGL. Hasil pengujian tekan menunjukkan batang laminasi tipe 2 (RGB) lebih baik dibandingkan batang laminasi tipe 1 (RBB). Sedangkan berdasarkan hasil pengujian tarik menunjukkan batang RBB lebih baik dibandingkan batang RGB. Apabila ditinjau faktor tegangan, kekakuan, dan pola kerusakan yang terjadi, dapat disimpulkan secara umum batang laminasi tipe 2 (RGB) lebih baik dibandingkan batang tipe 1 (RBB). Kata kunci : komposit, bambu, glugu, tarik, tekan 1. PENDAHULUAN Indonesia adalah sebuah negara penghasil kayu tropika yang utama di dunia selain Malaysia, Thailand dan Burma. Salah satu kelemahan kayu hutan tanaman bila digunakan sebagai kayu pertukangan adalah ketidakmampuannya menghasilkan papan atau balok berukuran besar seperti pada kayu hutan alam. Hal ini karena doloknya berdiameter kecil dan adanya tegangan tumbuh sehingga mudah mengalami pecah dan atau retak pada saat penggergajian dan pengeringan (Hadjib dan Rachman, 2008). Kelangkaan bahan kayu bermutu dewasa ini memaksa kita untuk menemukan alternatif bahan penggati dalam upaya mencari solusinya. Pengembangan struktur kayu laminasi (glulam) merupakan salah satu pemecahannya. Di beberapa negara maju, konstruksi glulam dikembangkan menjadi beberapa produk dan bentuk, seperti balok kayu laminasi (glulam beams), kayu lengkung laminasi (bend wood), Stress Laminated Timber (SLT), Laminated Veneer Lumbre (LVL), serta produk perekatan lainnya. Bahkan struktur glulam telah diaplikasikan pada struktur jembatan, rangka atap, dan bangunan gedung. Glulam mempunyai kelebihan dibandingkan kayu gergajian yang utuh (solid). Glulam mempunyai kekuatan yang melebihi kayu solid, deformasi yang terjadi lebih kecil, disamping itu kayu mutu rendah (lower grade) dapat dimanfaatkan pada daerah tegangan rendah sehingga penggunaan kayu lebih efisien. Struktur glulam dapat dibentuk sesuai keinginan dan jenis penggunaan. Selain kayu, bambu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Bambu mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, berbeda dengan pohon kayu hutan yang baru siap tebang dengan kualitas baik setelah berumur 40 - 50 tahun, maka bambu dengan kualitas prima dapat diperoleh hanya pada umur 3 - 5 tahun. Bambu mempunyai kekuatan cukup tinggi, kuat tariknya dapat dipersaingkan dengan baja.

Upload: dangnhu

Post on 16-Feb-2018

240 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - …konteks.id/p/04-121.pdf · Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)

Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 213

KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - KAYU KELAPA

TERHADAP GAYA TARIK DAN TEKAN

Nor Intang Setyo H.1, Bagyo Mulyono

2 dan Yanuar Haryanto

3

1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto

Email: [email protected] 2Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto

Email: [email protected] 3Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto

Email: [email protected]

ABSTRAK

Teknologi kayu laminasi (glulam) dikembangkan dalam upaya mencari solusi untuk mengatasi

kelangkaaan kayu mutu mutu tinggi dan dimensi besar. kan kayu gergajian yang utuh (solid).

Alternatif solusi lain adalah upaya menggantikan kayu dengan bambu dan kayu kelapa (lazimnya

bukan termasuk kayu). Ketersedian bambu dan glugu, serta bambu mempunyai pertumbuhan yang

sangat cepat 3 - 5 tahun sedangkan kayu hutan yang baru siap tebang dengan kualitas baik setelah

berumur 40 - 50 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana kekuatan kayu

laminasi bambu-glugu terhadap gaya aksial serta menentukan struktur batang terbaik dari berbagai

variasi batang laminasi. Digunakan bambu petung dan kayu glugu untuk penyusun batang laminasi

dengan variasi jumlah (persentase) lapisan bahan penyusun menjadi 2 tipe, yaitu tipe 1 : bambu

ditempatkan pada bagian tepi (face) dan glugu sebagai bagian inti (core), dan tipe 2 : lapisan bambu

diletakkan pada bagian dalam (core) dan glugu pada bagain tepi (face). Variasi jumlah lapisan

bagian luar/tepi (face) untuk masing-masing tipe batang komposit/laminasi yaitu untuk bambu dan

glugu sebesar 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% terhadap luas total batang komposit. Untuk

mendapatkan jumlah perekat terlabur optimal dilakukan uji pendahuluan terhadap kuat geser perekat

dengan variasi 40/MDGL, 50/MDGL, dan 60/MDGL, dimana hasil uji blok geser diperoleh yang

terbaik adalah 50/MDGL. Hasil pengujian tekan menunjukkan batang laminasi tipe 2 (RGB) lebih

baik dibandingkan batang laminasi tipe 1 (RBB). Sedangkan berdasarkan hasil pengujian tarik

menunjukkan batang RBB lebih baik dibandingkan batang RGB. Apabila ditinjau faktor tegangan,

kekakuan, dan pola kerusakan yang terjadi, dapat disimpulkan secara umum batang laminasi tipe 2

(RGB) lebih baik dibandingkan batang tipe 1 (RBB).

Kata kunci : komposit, bambu, glugu, tarik, tekan

1. PENDAHULUAN

Indonesia adalah sebuah negara penghasil kayu tropika yang utama di dunia selain Malaysia, Thailand dan Burma.

Salah satu kelemahan kayu hutan tanaman bila digunakan sebagai kayu pertukangan adalah ketidakmampuannya

menghasilkan papan atau balok berukuran besar seperti pada kayu hutan alam. Hal ini karena doloknya berdiameter

kecil dan adanya tegangan tumbuh sehingga mudah mengalami pecah dan atau retak pada saat penggergajian dan

pengeringan (Hadjib dan Rachman, 2008). Kelangkaan bahan kayu bermutu dewasa ini memaksa kita untuk

menemukan alternatif bahan penggati dalam upaya mencari solusinya. Pengembangan struktur kayu laminasi

(glulam) merupakan salah satu pemecahannya. Di beberapa negara maju, konstruksi glulam dikembangkan menjadi

beberapa produk dan bentuk, seperti balok kayu laminasi (glulam beams), kayu lengkung laminasi (bend wood),

Stress Laminated Timber (SLT), Laminated Veneer Lumbre (LVL), serta produk perekatan lainnya. Bahkan struktur

glulam telah diaplikasikan pada struktur jembatan, rangka atap, dan bangunan gedung.

Glulam mempunyai kelebihan dibandingkan kayu gergajian yang utuh (solid). Glulam mempunyai kekuatan yang

melebihi kayu solid, deformasi yang terjadi lebih kecil, disamping itu kayu mutu rendah (lower grade) dapat

dimanfaatkan pada daerah tegangan rendah sehingga penggunaan kayu lebih efisien. Struktur glulam dapat dibentuk

sesuai keinginan dan jenis penggunaan. Selain kayu, bambu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan.

Bambu mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, berbeda dengan pohon kayu hutan yang baru siap tebang

dengan kualitas baik setelah berumur 40 - 50 tahun, maka bambu dengan kualitas prima dapat diperoleh hanya pada

umur 3 - 5 tahun. Bambu mempunyai kekuatan cukup tinggi, kuat tariknya dapat dipersaingkan dengan baja.

Page 2: KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - …konteks.id/p/04-121.pdf · Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian

Nor Intang Setyo H, Bagyo Mulyono dan Yanuar Haryanto

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 214

Sekalipun demikian kekuatan bambu yang tinggi ini belum dimanfaatkan dengan baik karena biasanya batang-

batang struktur bambu dirangkaikan dengan pasak atau tali yang kekuatannya rendah (Morisco, 2007).

Sampai saat ini, penggunaan bambu di bidang konstruksi masih sangat terbatas dan hanya digunakan pada

konstruksi ringan. Perkembangan penggunaan bambu di bidang konstruksi relatif masih sangat kecil. Dengan

adanya teknologi laminasi, diharapkan pemanfaatan bambu dapat diperluas di bidang struktur (Basuki dan Widodo,

2005). Bila jenis kayu laminasi dan bambu dimanfaatkan secara bersama sebagai bahan komposit, maka diharapkan

dapat menghemat penggunaan kayu kualitas tinggi dan biaya yang dikeluarkan lebih murah.

Seperti telah diketahui bersama bahwa kelangkaan bahan kayu dewasa ini memaksa kita untuk menemukan

alternatif bahan penggati dan mencari solusinya. Pengembangan struktur kayu laminasi (glulam) merupakan salah

satu pemecahannya. Struktur batang komposit dikembangkan dari bahan lapisan bambu petung dan kayu glugu

menjadi sistem batang sisip (sandwich). Bambu petung dipilih karena jenis bambu ini banyak digunakan untuk

bahan bangunan (perumahan dan jembatan), peralatan memasak, bahkan juga untuk penampung air (Sonjaya, 2008).

Bambu petung juga memiliki daging yang tebal sehingga dapat dibuat menjadi bilah bambu yang tebal. Sedangkan

kayu kelapa (glugu) dipilih karena banyak tersedia dan mudah didapat di Indonesia serta dengan harga yang

terjangkau. Konstruksi struktur sandwich (structural sandwich construction) adalah konstruksi kayu laminasi yang

terdiri dari dua lapisan tepi/luar (face) dan satu lapisan dalam/inti (core) (Anonim, 1999).

Biasanya untuk pengujian kekuatan lentur laminasi, benda uji berupa bagian luar yang lebih tipis dengan bahan

lebih kuat daripada bahan pada lapisan dalam/inti. Pada bagian inti struktur sandwich terbuat dari kayu dengan

kerapatan lebih rendah dibandingkan dengan bagian luarnya. Konstruksi kayu berlapis (sandwich) ini juga lebih

ekonomis bila ditinjau dari harga bahan penyusunya. Karena apabila konstruksi batang kayu di atas digunakan

material tepi semua yang mutunya lebih baik, maka akan relalif lebih mahal harganya apabila jika kita gunakan

material pengisi yang lebih rendah mutunya. Konstruksi sandwich dapat diaplikasikan pada struktur balok, kolom

atau balok-kolom (beam-column). Pemanfaatannya akan lebih efisien dan efektif karena batang tersebut apabila

menerima tegangan lentur (pada balok) maka bagian tepi luar (face) akan mendukung tegangan yang lebih besar

daripada bagian inti (core). Demikian pula halnya bila konstruksi sandwich tersebut menerima tekan (pada kolom),

maka kekakuan kolom akan lebih baik apabila dibandingkan dengan bahan yang mutunya sama dengan mutu bagian

inti semua. Nilai modulus elastistas maupun modulus geser pada bagian inti lebih rendah dibandingkan dengan

bagian tepi luar (face). Sehingga menyebabkan peningkatan defleksi pada balok akibat lentur dan penurunan beban

tekuk pada kolom. Pada kolom, konstruksi sandwich akan mengalami kagagalan tekuk (bukling), geser (shear),

rusak kerut akibat inti (dimpling) maupun pada akibat bahan tepi luar (wrinkling) (Anonim, 1999).

2. METODE PENELITIAN

Bahan dan peralatan penelitian

Bahan utama penelitian : bambu petung (Dencrocalamus asper), kayu kelapa (glugu), dan perekat Urea

Formaldehida (UF). Peralatan utama penelitian : mesin penyerut kayu (planner), mesin gergaji kayu (circular panel

saw), mesin pembelah listrik, alat kempa hidrolis, mesin UTM (Universal Testing Machine), Compaction Test

Machine, jangka sorong, Moisture Meter (MC), oven merk, dan alat-alat pelengkap proses laminasi lainnya.

Benda uji

Benda uji dibagi menjadi dua katagori, yaitu : benda uji pendahuluan dan benda uji utama. Benda uji pendahuluan

terdiri dari sifat fisika dan mekanika kayu dan bambu utuh. Benda uji utama berupa batang komposit/laminasi

bambu-glugu yang dibuat bentuk seperti ’sandwich’ dengan 2 (dua) tipe variasi. Variasi 1 (satu) bambu sebagai

bagian tepi (face) dan glugu sebagai bagian inti (core), sedangan variasi 2 (dua) bambu diletakkan pada bagian

dalam (core) dan glugu pada bagain tepi (face). Variasi jumlah lapisan bagian luar/tepi (face) untuk masing-masing

tipe batang komposit/laminasi yaitu untuk bambu dan glugu sebesar 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% terhadap luas

total batang komposit. Bentuk dan ukuran variasi benda uji batang komposit dapat dilihat Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 1. Variasi benda uji batang komposit

Kode Batang

(tipe I)

Persentase

Bambu

Persentase

Glugu

Kode Batang

(tipe II)

Persentase

Bambu

Persentase

Glugu

RBB.0 0 % 100 % RGB.0 100 % 0 %

RBB.25 25 % 75 % RGB.25 75 % 25 %

RBB.50 50 % 50 % RGB.50 50 % 50 %

RBB.75 75 % 25 % RGB.75 25 % 25 %

RBB.100 100 % 0 % RGB.100 0 % 100 % Ukuran penampang 60 mm x 120 mm

Page 3: KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - …konteks.id/p/04-121.pdf · Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian

Kapasitas Batang Laminasi Bambu Petung - Kayu Kelapa Terhadap Gaya Tarik Dan Tekan

S - 215

a) Penampang batang komposit tipe 1, lapisan bambu di tepi luar

b) Penampang batang komposit tipe 2, lapisan bambu di dalam

Gambar 1. Penampang batang komposit bamboo petung - glugu

Tahapan penelitian

1. Tahap persiapan bahan baku

2. Tahap pembuatan benda uji pendahuluan

3. Pengujian pendahuluan

4. Pembuatan benda uji laminasi (glulam) bambu-glugu

- Pembuatan layer-layer bambu

- Pembuatan batang bambu laminasi

- Pembuatan batang komposit bambu-glugu

5. Pengujian tekan dan tarik batang laminasi bambu-glugu

Seting up pengujian tekan dapat dilihat pada Gambar 2 dan pengujian tarik pada Gambar 3.

Keterangan :

1. Beban Tekan Statik Sentris (P)

2. Klem Penjepit Batang (untuk

pegangan dial gauge)

3. Batang Komposit

4. Dial gauge

Gambar 2. Setting up pengujian tekan batang komposit laminasi

Gambar 3 Setting up pengujian tarik batang komposit laminasi

Glugu 0% Glugu 25% Glugu 50% Glugu 75% Glugu 100%

Variasi batang tipe II

Bambu 0% Bambu 25% Bambu 50% Bambu 75% Bambu 100%

b

h

Variasi batang tipe I

= bambu = gluglu

2 4

1

3

P

P P

Dial gauge

Page 4: KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - …konteks.id/p/04-121.pdf · Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian

Nor Intang Setyo H, Bagyo Mulyono dan Yanuar Haryanto

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 216

Analisa data

Data yang diperoleh dari pengujian dianalisis dan dibahas dengan teori-teori yang ada dalam tinjauan pustaka sesuai

dengan parameter karakteristik batang akibat gaya aksial.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan bahan bambu petung dan kayu glugu Kadar air pada sampel benda uji bambu petung yang diamati berkisar antara 9,37% sampai dengan 11,43%, dengan

kadar air rata-rata 9,96%. Kadar air pada sampel benda uji glugu menunjukkan angka berkisar antara 9,26% sampai

dengan 12,90%, dengan kadar air rata-rata glugu diperoleh sebesar 11,34%. Hal ini berarti kadar air benda uji telah

mencapai kadar air yang diinginkan yakni kadar air keseimbangan atau kadar air kering udara di mana kadar air

kering udara di Indonesia berkisar antara 12% sampai 20% (Anonim, 1961). Kerapatan sampel bambu petung yang

belum diolah, tercatat kerapatan berkisar antara 0,73 gr/mm3 sampai dengan 0,82 gr/mm

3, atau rata-rata kerapatan

bambu adalah sebesar 0,79 gr/mm3. Pada glugu yang diamati kerapatan berkisar antara 0,71 gr/mm

3 sampai dengan

0,75 t/m3 dengan nilai rata-rata sebesar 0,73 gr/mm

3. Kerapatan bambu petung lebih tinggi daripada kayu glugu.

Kekuatan tekan baik arah tegak lurus maupun sejajar serat, bambu petung menunjukkan kekuatan yang lebih baik

daripada glugu. Kekuatan tekan arah tegak lurus serat bambu petung mencapai 20,80 MPa atau sebesar 31,31%

lebih besar dari kekuatan glugu untuk pengujian yang sama, sedangkan untuk arah sejajar serat sebesar 59,36 MPa

lebih besar 26,22% daripada kuat tekan sejajar serat glugu. Kuat geser bambu petung sebesar 14,30 MPa

memperlihatkan kekuatan yang 11,56% lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan geser glugu, yaitu sebesar 16,17

MPa. Sehingga bambu petung lebih lemah dalam menahan gaya geser daripada kayu glugu. Dengan kombinasi

kedua jenis bahan (petung dan glugu) diharapkan kekuatan batang komposit laminasi lebih meningkat.

Kekuatan tekan batang komposit (laminasi) bambu-glugu

a. Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian dengan prinsip hitungan penampang

transformasi batang komposit (Gere dan Timoshenko, 1996). Nilai tegangan tekan batang laminasi disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Tegangan tekan rata-rata batang laminasi bambu-glugu

BATANG LAMINASI TIPE 1 BATANG LAMINASI TIPE 2 NO.

Kode Sampel Tegangan (MPa) Kode Sampel Tegangan (MPa)

1 RBB.0 24,059 RGB.100 23,894

2 RBB.25 30,392 RGB.75 29,483

3 RBB.50 27,152 RGB.50 31,210

4 RBB.75 35,425 RGB.25 49,657

5 RBB.100 47,101 RGB.0 47,427

Ket : RBB.0 = RGB.100 dan RBB.100 = RGB.0

Tampak pada Tabel 2, tegangan normal tekan batang komposit (RBB) meningkat dari RBB.0 sampai RBB.25, yaitu

berturut-turut sebesar : 24,059 MPa; dan 30,392 MPa, namun pada RBB.50 nilai tegangan turun sedikit dan

meningkat lagi sampai RBB.100, yaitu berturut-turut sebesar : 27,152 MPa; 35,425 MPa; dan 47,101 MPa. Pada

RBB.50 dan RBB.75 seharusnya nilai tegangan dapat lebih tinggi dimungkinkan karena benda uji sudah cacat

sebelum diuji tekan. Cacat yang dimaksud adalah ada sebagian batang laminasi yang lapisan perekatnya kurang

sempurna antara bambu dan glugu. Perilaku hampir serupa untuk batang komposit RGB (lapisan kayu glugu di

luar), dimana tampak pada Gambar 8a tegangan normal tekan batang komposit meningkat dari RGB.0 sampai

RGB.25, yaitu berturut-turut sebesar : 47,427 MPa; dan 49,657 MPa, namun pada G.50 nilai tegangan terus turun

sampai G.100, yaitu berturut-turut sebesar 31,210 MPa; 29,483 MPa; dan 23,894 MPa. Dari hasil analisis ini, dapat

dikatakan bahwa penambahan jumlah glugu dengan rasio lebih dari 25% terhadap balok komposit (laminasi) sudah

tidak efisien lagi, karena tidak meningkatkan kapasitas balok tersebut.

Perbandingan tegangan tekan untuk batang RBB.50 vs RGB.50 dan RBB.75 vs RGB.25, nilainya lebih besar

RGB.50 dan RGB.25, berturut-turut peningkatannya sekitar 12,9% dan 28,7%. Secara umum jika dibandingkan

tegangan tekan antara batang laminasi tipe 1 (RBB) dan batang laminasi tipe 2 (RGB), maka hasilnya lebih besar

batang laminasi tipe 2 (RGB), dengan peningkatan sekitar 9,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa batang laminasi

dengan penempatan bambu pada sisi dalam (sisip) hasil pengujian tekan lebih baik dibandingkan dengan bambu

diletakkan disisi terluar.

Page 5: KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - …konteks.id/p/04-121.pdf · Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian

Kapasitas Batang Laminasi Bambu Petung - Kayu Kelapa Terhadap Gaya Tarik Dan Tekan

S - 217

b. Modulus Elastisitas (MOE) tekan batang komposit

Nilai kekakuan batang laminasi ditentukan oleh besar MOE. Nilai MOE tekan batang laminasi disajikan pada

Gambar 4. Tampak pada Gambar 4, nilai MOE batang RBB dan RGB semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya jumlah lapisan bambu. Sehingga dapat dikatakan bambu dapat meningkatkan kekakuan batang

komposit disamping tegangan yang semakin meningkat.

a) Grafik MOE - RBB

b) Grafik MOE - RGB

Gambar 4. Grafik hubungan MOE terhadap batang komposit (RBB dan RGB)

c. Kerusakan Tekan Batang Komposit

Kerusakan yang terjadi pada pengujian tekan batang komposit laminasi secara garis besar dibedakan menjadi rusak

tekuk (bukling), geser (shear), rusak lepas perekat antar lapisan atau rusak kerut akibat bahan inti (dimpling)

maupun pada akibat bahan tepi luar (wrinkling). Tipe kerusakan batang akibat beban tekan diperlihatkan pada

Gambar 5 (untuk batang RBB) dan Gambar 6 (untuk RGB).

RBB.0 RBB.25 RBB.50 RBB.75 RBB.100

Gambar 5. Tipe kerusakan tekan pada batang komposit RBB

Pada batang komposit RBB.0, kerusakan yang terjadi adalah rusak geser dan sedikit rusak lepas perekat antar

lapisan glugu. Hasil ini sesuai dengan prediksi dan sangat mirip dengan pola keruntuhan tekan pada pengujian

pendahuluan glugu utuh, yaitu dominan rusak geser. Untuk benda uji batang komposit RBB.25 secara umum

mempunyai kerusakan gabungan antara rusak geser dan rusak lepas laminasi antara bambu dan glugu. Pada RBB.50

kerusakan yang terjadi adalah rusak geser. Untuk batang RBB75, karena ada satu batang yang cacat awal (RBB.75-

1), kerusakan yang terjadi berupa rusak geser pada lapisan tepi (bambu) dan rusak lepas perekat pada tepi layer

bamboo, sedangkan yang lainnya terjadi rusak geser hanya pada lapisan bambu. Hal ini membuktikan bahwa kuat

geser bambu lebih kecil dari pada kuat geser glugu, seperti pada uji pendahuluan bambu dan glugu utuh. Sedangkan

pada RBB.100 semua benda uji kerusakan dominan yang terjadi yaitu berupa rusak geser yang melintang dari tepi

lapisan sampai tengah bentang dan sedikit rusak kerut.

Pada batang komposit RGB.0 semua benda uji kerusakan dominan yang terjadi yaitu berupa rusak geser yang

melintang dari tepi lapisan sampai tengah bentang. Pada batang komposit RGB.25 kerusakan yang terjadi berupa

Page 6: KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - …konteks.id/p/04-121.pdf · Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian

Nor Intang Setyo H, Bagyo Mulyono dan Yanuar Haryanto

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 218

rusak geser pada bagian tengah batang. Batang RGB.50 mengalami kerusakan berupa rusak geser pada bagian

samping, yaitu pada lapisan glugu. Untuk batang komposit RGB.75 mempunyai kerusakan berupa rusak geser.

Pada batang komposit RGB.100 adalah sama dengan batang RBB.0. Sama halnya dengan batang RBB, kerusakan

batang RGB sesuai dengan prediksi pola keruntuhan tekan, yaitu dominan rusak geser. Hampir sluruh kerusakan

yang terjadi pada batang laminasi glugu-bambu RGB terjadi pada lapisan kayu glugu.

RGB.0 RGB.25 RGB.50 RGB.75 RGB.100

Gambar 6. Tipe kerusakan tekan pada batang komposit RGB

Kekuatant tarik batang komposit (laminasi) bambu-glugu

a. Tegangan tarik batang komposit bambu-glugu

Pelaksanaan pengujian tarik pada batang komposit relatif lebih sulit dibandingka uji tekan. Pada pengujian tarik

perlu diciptakan alat bantu untuk memegang benda uji saat ditarik, dimana hal ini mengalami kesulitan karena benda

uji yang cukup besar. Pada saat pelaksanaan uji tarik terjadi beberapa kegagalan, dimana runtuh terjadi buka pada

daerah uji tetapi pada bagian yang dipegang (dukung) berupa sobek dan lepasnya ikatan laminasi, sehingga beberapa

benda uji mengalami pengulangan pengujian. Pada saat pengulangan pengujian dilakukan perubahan terhadap

dimensi ketebalan daerah uji (dikecilkan hingga sekitar 3 mm, yang semula sekitar 7 mm). Hasil hitungan untuk

nilai tegangan dari pengujian tarik batang komposit disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil hitungan tegangan tarik rata-rata batang laminasi bambu-glugu

BATANG LAMINASI TIPE 1 BATANG LAMINASI TIPE 2 NO.

Kode Sampel Tegangan (MPa) Kode Sampel Tegangan (MPa)

1 RBB.0 37,523 RGB.100 37,523

2 RBB.25 68,056 RGB.75 52,708

3 RBB.50 69,048 RGB.50 65,412

4 RBB.75 132,014 RGB.25 126,488

5 RBB.100 134,156 RGB.0 134,156 Ket : RBB.0 = RGB.100 dan RBB.100 = RGB.0

Tampak pada Tabel 3 kekuatan tarik batang komposit semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah lapisan

bambu pada kedua tipe batang komposit (RBB dan RGB) tanpa melihat letak lapisan kedua bahan tersebut.

Peningkatan yang terjadi untuk batang komposit bambu semua (RBB.100/RGB.0) sekitar 257,53% terhadap batang

komposit kayu glugu semua (RBB.0/RGB.100). Namun secara umum batang komposit tipe 1 (RBB) relatif sedikit

lebih baik (kuat) dibandingkan dengan batang kompsoit tipe 2 (RGB), atau peningkatan kekuatan yang terjadi

5,89%. Maka batang laminasi dengan penempatan bambu pada sisi terluar lebih baik dibandingkan dengan batang

laminasi dengan lapisan bambu terletak pada sisi dalam. Hal ini dapat terjadi jika diperhatikan pada saat pengujian,

alat bantu penahan (pemegang) benda uji pada bagian ujung, dimana konsentrasi awal yang terbesar pada tepi

terluar, sehingga jika bagia terluar ditempatkan bahan yang relatif kuat tarik tinggi maka kekuatan tarik keseluruhan

benda uji laminasi menjadi besar pula, sebaliknya jika bagian tepi lemah maka kuat tarik juga lebih kecil.

b. Modulus Elastisitas (MOE) tarik batang komposit

Nilai modulus elastisitas (MOE) tarik batang komposit dapat dicari dari data kekuatan tarik maksimum dan

deformasi (displacement) hasil pengujian tarik masing-masing batang komposit. Hasil hitungan modulus elastisitas

(MOE) tarik batang komposit disajikan pada Tabel 4.

Page 7: KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - …konteks.id/p/04-121.pdf · Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian

Kapasitas Batang Laminasi Bambu Petung - Kayu Kelapa Terhadap Gaya Tarik Dan Tekan

S - 219

Tabel 4. Hasil hitungan MOE tarik rata-rata batang laminasi bambu-glugu

BATANG LAMINASI TIPE 1 BATANG LAMINASI TIPE 2 NO.

Kode Sampel MOE (MPa) Kode Sampel MOE (MPa)

1 RBB.0 174,137 RGB.100 174,137

2 RBB.25 176,783 RGB.75 228,365

3 RBB.50 199,469 RGB.50 253,346

4 RBB.75 189,908 RGB.25 345,819

5 RBB.100 549,604 RGB.0 549,604 Ket : RBB.0 = RGB.100 dan RBB.100 = RGB.0

Nilai modulus elastisitas (MOE) tarik menunjukkan kekakuan dari struktur bahan akibat tarik. Semakin besar nilai

MOE maka bahan akan semakin kaku. Tampak pada Tabel 6 dan Gambar 13 nilai modulus elastisitas (MOE) tarik

batang laminasi meningkat seriring dengan bertambahnya jumlah lapisan bambu, atau meningkat sebesar 215,62% .

Apabila diperhatikan dari grafik pada Gambar 13, nilai MOE batang komposit RGB relatif lebih besar dibandingkan

dengan batang komposit RBB, yaitu lebih besar sekitar 16,85%. Sehingga apabila ditinjau terhadap kekakuan yang

terjadi, batang komposit tipe 2 (RGB) lebih baik dibandingkan dengan batang komposit tipe 1 (RBB).

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa bambu petung jika dilaminasi dengan proses pengempaan yang baik maka

akan menghasilkan tegangan tarik sejajar serat yang jauh lebih besar dengan tegangan tarik sejajar serat bambu

petung utuh tanpa laminasi. Sedangkan untuk kayu kelapa (glugu) laminasi tegangan tarik sejajar serat yang didapat

lebih kecil dari tegangan tarik sejajar serat glugu utuh tanpa laminasi. Meskipun begitu batang komposit yang dibuat

dapat meningkatkan efisiensi bahan.

c. Kerusakan tarik batang komposit

Tipe kerusakan tarik yang terjadi pada batang komposit (RBB dan RGB) secara visual disajikan pada Gambar 7.

Secara umum kerusakan yang terjadi pada saat pengujian tarik batang komposit dapat digolongkan menjadi 2, yaitu

rusak elastis dan rusak getas. Rusak elastis yang dimaksud adalah keruntuhan yang terjadi berupa rusaknya bahan

pada daerah uji namun tidak nampak putus seketika dan masih terlihat menyatu. Hal ini dikarenakan putusnya bahan

terjadi pada serat-serat yang tidak dalam satu garis. Rusak elastis terjadi pada bahan bambu (lihat Gambar 7e).

Sedangkan rusak getas berupa runtuh yang ditandai putus seketika pada daerah uji yang terlihat secara nyata, dan

terjadi pada batang komposit bagian kayu glugu (Gambar 7a). Apabila diperhatikan Gambar 7, terlihat secara jelas

kerusakan kerusakan getas terjadi pada kayu glugu yang tampak putus seketika apapun letak susunannya (di dalam

maupun di luar), dan sebaliknya untuk rusak elastis terjadi pada bahan bambu petung (apapun letak lapisan bambu

di luar atupin di dalam ) seperti tidak terlihat putus, karena putusnya serat bambu menyebar (tidak dalam satu garis).

Dapat disimpulkan, lapisan bambu memperlambat kerusakan dan terjadinya tidak secara tiba-tiba dan relatif mampu

menahan deformasi yang terjadi dibandingkan dengan kayu glugu.

a) RBB.0/RGB.100 b) RBB.25

c) RBB.50

d) RBB.75

e) RBB.100/RGB.0

f) RGB.25

g) RGB.50

h) RGB.75

Gambar 7. Tipe kerusakan tarik batang komposit

Page 8: KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - …konteks.id/p/04-121.pdf · Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian

Nor Intang Setyo H, Bagyo Mulyono dan Yanuar Haryanto

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 220

4. KESIMPULAN

1. Pemanfaatan bambu bersama–sama dengan kayu kelapa (glugu) untuk batang komposit laminasi dapat

meningkatkan kekuatan tekan sejajar serat. Untuk batang tipe 1 (RBB) berturut-turut persentase peningkatan

kekuatan tekan sejajar serat terhadap rasio bambu terhadap batang komposit 0% untuk rasio bambu terhadap

batang komposit 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% adalah sebesar 0%; 26,31 %; 12,84%; 47,26 %, dan 95,76%.

Sedangkan nilai MOE tekan jika dibandingkan terhadap rasio bambu terhadap batang komposit 0% pada rasio

bambu terhadap batang komposit 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% peningkatannya sebesar 75,36%; 65,16%;

89,21 %; dan 119,68%. Untuk batang tipe 2 (RGB) berturut-turut persentase penurunan kekuatan tekan sejajar

serat terhadap rasio glugu terhadap batang komposit 0% untuk rasio glugu terhadap batang komposit 0%, 25%,

50%, 75%, dan 100% adalah sebesar 100%; 104,70 %; 65,81%; 62,165 %, dan 50,381%. Sedangkan nilai

MOE tekan jika dibandingkan terhadap rasio glugu terhadap batang komposit 0% untuk rasio glugu terhadap

batang komposit 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% penurunannya sebesar 101,28%; 63,85%; 65,26% dan 45%.

2. Kekuatan tarik batang laminasi meningkat seiring dengan bertambahnya lapisan bambu. Dimana tegangan tarik

sejajar serat untuk batang laminasi RBB-100 meningkat sebesar sebesar 257,53% terhadap batang RBB.0. Nilai

MOE tarik RBB-100 juga meningkat sekitar 215,62% dibandingkan RBB.0.

3. Berdasarkan hasil uji tekan dan tarik batang laminasi (RBB dan RGB), maka secara umum batang laminasi

terbaik dari penelitian ini adalah batang laminasi RGB (lapisan bambu disisi dalam).

4. Kerusakan batang tekan yang terjadi adalah dominan rusak geser dan sangat sedikit rusak tekuk. Beberapa

batang yang lain terjadi kerusakan dengan terlepasnya lapisan antara laminasi bambu-glugu serta lapisan glugu-

glugu. Kerusakan batang tarik terdiri dari rusak elastis (pada bambu) dan rusak getas (pada kayu glugu). Batang

laminasi dengan persentase bambu yang lebih besar kerusakan yang terjadi tidak seketika dan relatif tidak

nampak nyata karena masih terlihatseperti tersambung, sebaliknya batang dengan persentase glugu yang lebih

banyak, kerusakan yang terjadi bersifat seketika dan terlihjat secara jelas putus pada daerah tarik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1961). Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, NI-5 PKKI 1961, Derektorat Penyelidikan Masalah

Bangunan, Dirjen Cipta Karya, Departemen PU.

Anonim. (1999). Wood Handbook-Wood as an Engineering Meterial. Forest Products Society, USA.

Anonim. (2007). “Solid Wood”. http://semuatentangkayu.com/solidwood.htm. Diakses pada tanggal 28 Juni 2008.

Anoim. (2009). “Kelapa”. http://wikipedia.co.id/search/kelapa.htm. Diakses pada tanggal 14 Maret 2009.

Basuki dan Widodo. (2005). “Karakteristik Material Laminasi Kayu Jati (Tectona grandis L.f) dan/atau Bambu

Betung (Dendrocalamus asper) untuk Penggunaan Struktur Kapal”. http://its.co.id/library/fp/kapal-

basukiwidodo.php.htm. diakses pada tanggal 14 Maret 2009.

Breyer, D.E. (1999). Design of Wood Structures, Second Edition. McGraw-Hill, Inc. New York.

Gere, M. James dan Timoshenko, Stephen P. (1996). Mekanika Bahan Edisi kedua Versi SI Jilid 1. Penerbit

Erlangga. Jakarta.

Hadjib, Nurwati dan Rachman, Osly. (2008). “Keteguhan Lentur Statis Sambungan Jari pada Beberapa Jenis Kayu

Hutan Tanaman”. http://Prof. Dr. Ir. Osly Rachman, MS.htm. Diakses pada tanggal 14 Maret 2009.

Morisco. (2006). Teknologi Bambu. Program Studi S2 Teknik Sipil UGM. Yogyakarta.

Morisco. (2007). “Pengantar”. http://morisco-bamboo.com/bambu/pengantar.htm. Diakses pada tanggal 14 Maret

2009.

Prayitno, T.A.. (1996). Perekatan Kayu, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Setyo H., N.I., Pudyawardhana, C., dan Rustendi., I. (2004). “Kuat Tekan Batang Komposit Laminasi Kayu

Bambu”. Laporan Penelitian. Fakultas Teknik, Universitas Wijayakusuma, Purwokerto.

Somayaji, S. (1995). Civil Engineering Materials. Prentice Hall, Englewoodf, Cliffs. New Jersey.

Sonjaya, J.A. (2008). Jenis-Jenis Bambu yang Bernilai Ekonomi tinggi.

http://sahabatbambu.com/productandservis/bamboo-treatment.htm. Diakses pada tanggal 14 Maret 2009.