kandungan logam berat pada daging

73
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Cd DAN Pb DAGING KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI PERAIRAN SITU GEDE, BOGOR RODIEISER SEMBIRING C34050058 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: ichwanudin14

Post on 02-Dec-2015

194 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kandungan Logam Berat Pada Daging

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Cd DAN Pb DAGING KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI

PERAIRAN SITU GEDE, BOGOR

RODIEISER SEMBIRING C34050058

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 2: Kandungan Logam Berat Pada Daging

RINGKASAN

RODIEISER SEMBIRING. C34050058. Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb Daging Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Perairan Situ Gede, Bogor. Dibimbing oleh NURJANAH dan ASADATUN ABDULLAH.

Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) termasuk salah satu jenis kerang air tawar yang telah dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satu bahan pencemar yang sering terdapat pada hewan filter feeder seperti kiijng adalah logam berat. Logam-logam berat berbahaya yang sering mencemari lingkungan antara lain merkuri (Hg), cadmium (Cd), dan timbal (Pb).

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kandungan logam berat Hg, Cd, dan Pb daging kijing lokal berukuran kecil dan besar selama periode dua bulan (Mei dan Juli) serta menerapkan perlakuan depurasi sebagai usaha untuk mengurangi kandungan logam berat. Penelitian dilakukan dengan cara mengiventarisasi wilayah pengambilan sampel, analisis karakteristik kijing, melakukan depurasi, dan analisis kandungan logam berat Hg, Cd, dan Pb daging kijing.

Sampel kijing lokal diambil dari perairan Situ Gede yang terletak di Kelurahan Situ Gede, Bogor. Perairan Situ Gede memiliki luas 5,3 ha. Sampel kijing yang diambil berada di bagian tepi situ yang memiliki sedimen substrat berlumpur, berarus tenang, kedalaman 1-2 meter, suhu + 25 0C, dan memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi.

Kijing lokal ukuran kecil memiliki panjang rata-rata 7,53+0,26 cm; lebar 3,46+0,17 cm; dan tebal 1,46+0,08 cm, sedangkan ukuran besar memiliki panjang berkisar 9,47+0,27 cm; lebar 4,42+0,17 cm; dan tebal 1,88+0,19 cm. Kandungan proksimat daging kijing yang diukur adalah kadar air 81,54%, protein 8,90%, lemak 1,04%, abu 3,08%, dan karbohidrat 5,44%. Rendemen daging kijing ukuran kecil sebesar 22,45% (tanpa depurasi), 23,52% (setelah 10 hari depurasi), dan 24,08% (setelah 96 jam depurasi), sedangkan rendemen daging kijing ukuran besar sebesar 20,07% (sebelum depurasi), 19,58% (setelah 10 hari depurasi), dan 18,94% (setelah 20 hari depurasi). Perbedaan ukuran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen daging kijing, sedangkan perlakuan depurasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Kijing kecil mengalami peningkatan rendemen daging setelah depurasi karena adanya pertumbuhan, sedangkan kijing besar mengalami penurunan.

Kijing lokal di perairan Situ Gede menunjukkan kandungan logam berat merkuri dan kadmium yang tidak terdeteksi pada daging selama periode dua bulan (Mei dan Juli) baik pada ukuran kecil maupun besar. Kandungan timbal bulan Mei lebih tinggi dibandingkan bulan Juli. Rata-rata kandungan logam berat timbal di perairan Situ Gede selama dua periode adalah sebesar 1,34 ppm pada kijing kecil dan 1,44 ppm pada kijing besar. Perlakuan depurasi selama 20 hari dapat menurunkan kandungan timbal pada kijing kecil sebesar 0,0861 ppm (setelah 10 hari depurasi) dan 0,1506 ppm (setelah 20 hari depurasi), sedangkan kijing besar 0,0513 ppm (setelah 10 hari depurasi) dan 0,0835 ppm (setelah 20 hari depurasi).

Page 3: Kandungan Logam Berat Pada Daging

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Cd DAN Pb DAGING KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI

PERAIRAN SITU GEDE, BOGOR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

RODIEISER SEMBIRING

C34050058

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 4: Kandungan Logam Berat Pada Daging

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb Daging Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Perairan Situ Gede, Bogor

Nama : Rodieiser Sembiring

NRP : C34050058

Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II Ir. Nurjanah, MS Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si

NIP. 195910131986012002 NIP. 198304052005012001

Mengetahui:

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 195805111985031002

Tanggal lulus:

Page 5: Kandungan Logam Berat Pada Daging

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis

Kandungan Logam Lerat Hg, Cd dan Pb Daging Kijing Lokal (Pilsbryoconcha

exilis) dari Perairan Situ Gede, Bogor” adalah karya saya sendiri dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2009

Rodieiser Sembiring C34050058

Page 6: Kandungan Logam Berat Pada Daging

KATA PENGANTAR

Puji dan segala syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan anugerah, rahmat, karunia dan izin-Nya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penelitian dengan judul “Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan

Pb Daging Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Perairan Situ Gede,

Bogor” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan,

pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini,

terutama kepada :

1. Ibu Ir. Nurjanah, M.S dan Ibu Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

penyusunan tugas akhir ini.

2. Ibu Ir. Anna C Erungan, MS dan Bapak Uju, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji

atas segala masukan dan saran untuk perbaikan tugas ini.

3. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen

Teknologi Hasil Perairan.

4. Bapak Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl. Biol selaku komisi pendidikan

Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5. Ayah dan Ibu tercinta atas segala doa dan semangat yang diberikan.

6. Abang dan Kakak yang juga telah memberikan semangat selama penelitian

dan penyusunan skripsi ini.

7. Uli, Anne dan Pur (Kijing’ers) atas kebersamaannya.

8. Alan, Abdul, Edo, Rio, dan Bang Bremin serta teman-teman satu daerah

lainnya yang memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Semua teman-teman THP yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya

yang tetap kompak dan saling mendukung dalam penyusunan skripsi ini,

10. Ibu Emma Masruroh, Mas Ipul, Mas Zacky selaku laboran, seluruh Staff TU

THP (Mas Mail, Pak Ade, Pak Tatang), dan Ummi, yang telah banyak

membantu penulis selama penelitian.

Page 7: Kandungan Logam Berat Pada Daging

11. Bu Dian selaku laboran Laboratorium Nutrisi Ternak Perah yang telah

membantu dalam penelitian ini.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan

skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukan.

Bogor, Oktober 2009

Penulis

Page 8: Kandungan Logam Berat Pada Daging

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Pasar Baru, Kabupaten Karo, Sumatera

Utara pada tanggal 5 Desember 1986 dari ayah bernama Bilik

Sembiring dan Ibu yang bernama Daksi br Tarigan. Penulis

merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari SD Inpres

Kidupen dan lulus pada tahun 1999, pada tahun yang sama penulis melanjutkan

sekolah di SLTP Swasta RK Azizi Tigabinanga dan lulus pada tahun 2002.

Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMUN 1 Kabanjahe dan lulus pada tahun

2005.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada

tahun 2005 melalui jalur Ujian Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Setelah satu

tahun mengikuti Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Program Studi

Teknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama kuliah penulis pernah aktif sebagai asisten mata ajaran Penanganan

Hasil Perairan (PHP) tahun ajaran 2007/2008, Teknologi Industri Tumbuhan Laut

(TITL), Teknologi Pengolahan Hasil Perairan (TPHP), dan Pengetahuan Bahan

Baku Hasil Perairan (PBB) tahun ajaran 2008/2009. Penulis melakukan penelitian

dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul “Analisis

Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb Daging Kijing Lokal (Pilsbryoconcha

exilis) dari Perairan Situ Gede, Bogor”, dibimbing oleh Ir. Nurjanah, MS dan

Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si.

Page 9: Kandungan Logam Berat Pada Daging

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x

1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Tujuan .............................................................................................................. 2

2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) ..................... 3

2.2 Karakteristik Logam Berat ............................................................................... 5

2.2.1 Raksa (Hg) .......................................................................................... 7 2.2.2 Kadmium (Cd) .................................................................................... 8 2.2.3 Timbal (Pb) ......................................................................................... 9 2.2.4 Pencemaran oleh logam berat ........................................................... 10 2.2.5 Akumulasi logam berat oleh organisme. ........................................... 12 2.2.6 Pengaruh logam berat Hg, Cd, dan Pb pada manusia ....................... 13

2.3 Depurasi ......................................................................................................... 16

2.4 Kualitas Air ..................................................................................................... 17

2.4.1 Suhu .................................................................................................. 17 2.4.2 Kekeruhan ......................................................................................... 18 2.4.3 Oksigen terlarut ................................................................................. 18 2.4.4 pH ...................................................................................................... 19

3. METODOLOGI ............................................................................................ 20

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..................................................................... 20

3.2 Bahan dan Alat ................................................................................................ 20

3.3 Prosedur Penelitian ......................................................................................... 20

3.3.1 Pengambilan sampel ............................................................................ 21 3.3.2 Persiapan sampel dan depurasi ............................................................ 21 3.3.3 Pengamatan dan analisis...................................................................... 22

3.4 Rancangan percobaan...................................................................................... 27

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 29

4.1 Inventarisasi Wilayah Situ Gede ..................................................................... 29

4.2 Kualitas Air ..................................................................................................... 29

4.2.1 Kualitas air danau dan air PAM untuk depurasi ................................. 29 4.2.2 Kualitas air PAM akibatn depurasi .................................................... 30

Page 10: Kandungan Logam Berat Pada Daging

4.3 Karakteristik Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) ........................................ 33

4.3.1 Karakteristik fisik kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ...................... 33 4.3.2 Kandungan proksimat daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) .... 35

4.4 Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg), Kadmium (Cd), dan Timbal (Pb) pada Daging Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) ........................................ 37

4.4.1 Merkuri (Hg) ....................................................................................... 38 4.4.2 Kadmium (Cd)..................................................................................... 39 4.4.3 Timbal (Pb) ......................................................................................... 40

5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 44

5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 44

5.2 Saran ................................................................................................................ 44

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46

LAMPIRAN ......................................................................................................... 52

Page 11: Kandungan Logam Berat Pada Daging

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kualitas air tempat kijing lokal hidup ............................................................. 30

2. Karakteristik fisik kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) .................................. 34

3. Kandungan proksimat daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ................ 36

4. Kandungan logam berat merkuri daging kijing lokal di perairan Situ Gede .. 39

5. Kandungan logam berat kadmium daging kijing lokal di perairan Situ Gede .......................................................................................................... 41

6. Kandungan logam berat timbal daging kijing lokal di perairan Situ Gede Situ Gede .......................................................................................................... 41

Page 12: Kandungan Logam Berat Pada Daging

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ................................................................. 4

2. Perjalanan logam berat sampai ke tubuh manusia ......................................... 11

3. Diagram alir proses depurasi kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ................. 22

4. Prosedur analisis logam berat ......................................................................... 25

5. Lokasi pengambilan sampel kijing lokal......................................................... 30

6. Histogram konsentrasi DO air ......................................................................... 31

7. Histogram nilai pH air ..................................................................................... 32

8. Histogram nilai kekeruhan air ......................................................................... 33

9. Histogram nilai suhu air .................................................................................. 34

10. Grafik pengaruh perlakuan depurasi terhadap rendemen daging kijing lokal ................................................................................................................. 35

11. Grafik kandungan timbal pada daging kijing lokal berdasarkan ukuran dan perlakuan depurasi .................................................................................. 44

Page 13: Kandungan Logam Berat Pada Daging

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta wilayah Situ Gede ................................................................................... 53

2. Hasil uji statistik ANOVA pengaruh ukuran dan perlakuan depurasi terhadap rendemen daging kijing lokal ........................................................... 54

3. Hasil uji kandungan logam berat daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis).................................................................................... 55

4. Pengaruh depurasi terhadap kandungan timbal (Pb) daging kijing lokal ....... 56

5. Cara penghitungan jumlah maksimal berat daging kijing yang boleh masuk ke dalam tubuh manusia .................................................................................. 57

6. Hasil uji statistik ANOVA pengaruh ukuran dan perlakuan depurasi terhadap kandungan logam Pb ........................................................................ 58

7. Data kualitas air .............................................................................................. 59

8. Hasil perhitungan kandungan logam berat ...................................................... 60

Page 14: Kandungan Logam Berat Pada Daging

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerang merupakan salah satu komoditi perairan yang memiliki nilai

ekonomis tinggi. Perairan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk

produksi kerang. Volume produksi kerang-kerangan di Indonesia dari tahun

2003-2007 berturut-turut adalah 2.869 ton, 12.991 ton, 16.348 ton, 18.896 ton dan

15.623 ton (DKP 2009).

Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) termasuk jenis kerang air tawar.

Kijing lokal banyak terdapat di perairan Situ Gede, Bogor. Kijing lokal memiliki

kandungan gizi yang tinggi. Kijing lokal telah dikonsumsi oleh masyarakat Situ

Gede sebagai salah satu alternatif sumber protein selain kerang-kerangan dari laut.

Selain itu, kijing lokal juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produk

yang berbasis kerang-kerangan. Kerang-kerangan pada umumnya dapat diproses

dalam bentuk kukus, dipanggang, digoreng atau diadon.

Sifat kijing salah satunya adalah filter feeder, yang diduga merupakan

salah satu penyebab tercemarnya kijing tersebut. Hal merugikan dapat terjadi pada

masyarakat bila mengkonsumsi kijing yang ternyata telah tercemar. Salah satu

bahan pencemar yang sering terdapat pada hewan filter feeder adalah logam berat.

Logam berat berbahaya yang sering mencemari lingkungan antara lain merkuri

(Hg), cadmium (Cd), dan timbal (Pb). Logam berat tersebut diketahui dapat

terakumulasi di dalam tubuh suatu organisme, dan tetap tinggal dalam jangka

waktu lama sebagai racun. Logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian tubuh

manusia dan sebagian akan terakumulasikan melalui berbagai perantara, salah

satunya adalah melalui makanan yang terkontaminasi oleh logam berat. Jika

keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai

jumlah yang membahayakan kesehatan manusia.

Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengetahui kandungan logam berat

suatu organisme perairan sebelum organisme tersebut dikonsumsi oleh manusia.

Ukuran kerang maupun waktu pengambilan kerang dapat mempengaruhi

kandungan logam berat. Szefer et al. (1999) melaporkan bahwa kandungan logam

berat berbeda-beda pada kerang yang berbeda ukurannya. Karimah (2002) juga

Page 15: Kandungan Logam Berat Pada Daging

menyebutkan dalam penelitiannya bahwa tingkat kandungan logam berat pada

kerang mengalami fluktuasi selama tiga bulan. Pencegahan maupun usaha-usaha

untuk mengurangi tingkat pencemaran logam berat pada produk perairan perlu

dilakukan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah melalui proses depurasi.

Chan et al. (1999) melaporkan bahwa kandungan logam berat pada kerang sangat

berbeda secara signifikan setelah didepurasi dengan cara ditransplantasi dari

perairan tercemar ke perairan bersih selama setahun. Chong dan Wang (2000)

juga melaporkan bahwa kandungan logam berat mengalami penurunan selama 35

hari depurasi. Pentingnya penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan

logam berat pada daging kijing lokal berukuran kecil dan besar selama periode

dua bulan serta menerapkan perlakuan depurasi sebagai usaha untuk mengurangi

kandungan logam berat.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kandungan logam berat Hg, Cd, dan Pb pada daging kijing

lokal yang berukuran kecil dan besar selama periode dua bulan.

2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan depurasi terhadap kandungan logam

berat pada daging kijing lokal yang berukuran kecil dan besar.

Page 16: Kandungan Logam Berat Pada Daging

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Pilsbryoconcha exilis termasuk ke dalam filum moluska. Ciri umum dari

filum ini mempunyai bentuk tubuh bilateral atau simetri, tidak beruas-ruas, tubuh

lunak dan ditutupi mantel yang menghasilkan zat kapur, bentuk kepala jelas,

bernapas dengan paru-paru atau insang. Tubuhnya berbentuk pipih secara lateral

dan memiliki dua cangkang (valve) yang berengsel dorsal dan menutupi seluruh

tubuh membuatnya termasuk ke dalam kelas Pelecypoda. Famili Unionidae pada

umumnya banyak ditemukan di kolam-kolam, danau, sungai, situ atau

perairan-perairan tawar lainnya (Suwignyo et al. 1998).

Klasifikasi kijing lokal menurut Jutting (1953):

Filum : Moluska

Kelas : Pelecypoda (Bivalvia)

Famili : Unionidae

Genus : Pilsbryoconcha

Spesies : Pilsbryoconcha exilis Lea

Kijing terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu mantel, insang, dan organ

dalam. Mantel menggantung di seluruh tubuh, dan membentuk lembaran yang

luas dari jaringan yang berada di bawah cangkang. Tepi mantel menghasilkan

tiga lipatan yaitu dalam, tengah, dan luar. Otot radial dan circular terdapat pada

lapisan dalam, lapisan tengah berfungsi sebagai sensori, dan lapisan luar terdapat

cangkang. Seluruh permukaan mantel mensekresi zat kapur

(Rupert dan Barnes 1994).

Kijing memakan detritus, alga bersel satu, dan bakteri. Proses yang terjadi

terhadap makanan yang masuk ke dalam tubuhnya (Suwignyo et al. 1998) adalah

sebagai berikut:

1. Makanan masuk melalui sifon inhalant akan dijebak pada insang karena

adanya mukus yang dihasilkan oleh kelenjar hypobranchial.

2. Zat makanan ini akan dialirkan ke mulut oleh sistem silia yang

berkembang dengan baik, yang dikhususkan mengambil makanan dari

permukaan insang menuju mulut. Kemudian makanan akan disortir oleh

Page 17: Kandungan Logam Berat Pada Daging

palp yang mengelilingi mulut yang mampu membedakan antara makanan

dengan kerikil atau pasir, karena mengandung chemoreceptor.

3. Kerikil atau pseudofeces akan dikeluarkan oleh sifon exhalant, makanan

ditransformasikan ke mulut.

4. Bagian ventral dari perut atau style sac berisi crystalline sac merupakan

mucopolysaccharide yang memproyeksikan makanan ke perut. Sel-sel

yang mensekresikan enzim-enzim pencernaan terdapat pada style sac.

Sel-sel pada style sac tersebut mempunyai cillia yang secara perlahan

memutari style sac, gerakan rotasi ini berlangsung pada chitinous plate

(gastric shield).

5. Gerakan rotasi ini akan mengakibatkan bercampurnya kandungan perut

dan kemudian makanan akan hancur secara mekanis. Material yang tidak

dicerna akan dibuang melalui anus sebagai feses.

Gambar 1. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Kijing bersifat filter feeder, mekanisme makan bergabung dengan

mekanisme pernafasan. Zat-zat makanan seperti fitoplankton serta organisme

mikroskopik lain akan ikut tersaring dan kemudian diubah menjadi jaringan tubuh

ketika kijing menyaring air. Kijing mampu menyaring volume air sebanyak

300 ml/jam (Turgeon 1988).

Kijing lokal menyukai perairan yang dalam dengan kecerahan yang tinggi,

mengandung bahan organik total yang tinggi dan substrat liat atau berlumpur.

Pola distribusinya memencar dengan populasi berkelompok pada habitatnya.

Page 18: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan kijing adalah suhu, pH,

oksigen, endapan lumpur, dan fluktuasi permukaan air (Prihartini 1999).

Kijing familia Unionidae bermanfaat secara ekologis karena mampu

menjernihkan air berkat efisiensinya menyaring partikel-partikel tersuspensi dan

alga. Selain itu, kerang Unionidae memiliki potensi ekonomis yaitu sebagai bahan

pangan sumber protein bagi manusia, sumber pakan ternak, industri kancing dan

penghasil mutiara (Prihartini 1999) serta komoditas budidaya perikanan darat

(Suwignyo et al. 1998). Tepung dari daging kijing juga dapat dimanfaatkan

sebagai bahan fortifikasi dalam pembuatan kerupuk (Mathlubi 2006). Ekstrak

kijing juga menunjukkan adanya komponen bioaktif kelompok alkaloid dan

flavonoid (Ayuningrat 2009).

2.2 Karakteristik Logam Berat

Pencemaran yang menghancurkan tatanan lingkungan hidup biasanya

berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya yang memiliki daya racun yang

tinggi. Logam berat mempunyai sifat yang unik yaitu tidak dapat terdegradasi

secara alami dan cenderung terakumulasi dalam air, tanah, sedimen dasar

perairan, dan tubuh organisme (Miretzky et al. 2004, diacu dalam

Harun et al. 2008). Berdasarkan densitasnya, golongan logam dibagi menjadi

logam ringan (ligth metal) yang memiliki densitas lebih kecil dari 5 gr/cm3 dan

logam berat (heavy metal) yang memiliki densitas lebih besar dari 5 gr/cm3

(Hutagalung 1991). Logam berat adalah unsur-unsur kimia yang terletak di sudut

kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur

sulfidril dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7

(Miettinen 1977, diacu dalam Purnama 2009).

Logam-logam di alam umumnya ditemukan dalam bentuk persenyawaan

dengan unsur lain, sangat jarang yang ditemukan dalam elemen tunggal. Unsur ini

dalam kondisi suhu kamar tidak selalu berbentuk padat melainkan ada yang

berbentuk cair, misalnya merkuri (Hg). Logam dalam perairan pada umumnya

berada dalam bentuk ion-ion, baik sebagai pasangan ion ataupun dalam bentuk

ion-ion tunggal. Logam ditemukan dalam bentuk partikel pada lapisan atmosfir,

unsur-unsur logam tersebut ikut berterbangan dengan debu-debu yang ada di

Page 19: Kandungan Logam Berat Pada Daging

atmosfir (Palar 2004). Setiap logam memiliki sifat-sifat menurut bentuk dan

kemampuannya (Palar 2004) sebagai berikut:

a. Sebagai penghantar daya listrik (konduktor).

b. Sebagai penghantar panas yang baik.

c. Rapatan yang tinggi.

d. Dapat membentuk alloy dengan logam lainnya.

e. Untuk logam yang padat, dapat ditempa dan dibentuk.

Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan

manusia, tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat

dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu

menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh,

menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen, atau karsinogen bagi manusia

maupun hewan (Widowati et al. 2008).

Air sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik antara lain

berbagai logam berat yang berbahaya. Logam berat banyak digunakan dalam

berbagai keperluan sehari-hari dan secara langsung maupun tidak langsung dapat

mencemari lingkungan dan apabila sudah melebihi batas yang ditentukan

berbahaya bagi kehidupan. Peristiwa yang menonjol dan dipublikasikan secara

luas akibat pencemaran logam berat adalah pencemaran merkuri (Hg) yang

menyebabkan Minamata desease di teluk Minamata, Jepang dan pencemaran

kadmium (Cd) yang menyebabkan Itai-itai disease di sepanjang sungai Jinzo di

Pulau Honsyu, Jepang (Darmono 1995).

Logam berat sebagian bersifat essensial bagi organisme air untuk

pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan

haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota (Darmono 1995).

Apabila logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah yang berlebih, maka

akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh (Palar 2004).

Tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air, mulai dari yang paling toksik,

adalah Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni, dan Co. Tingkat toksisitas terhadap manusia dari

yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn (Widowati et al.

2008).

Page 20: Kandungan Logam Berat Pada Daging

2.2.1 Raksa (Hg)

Logam merkuri (Hg) adalah salah satu trace element yang mempunyai

sifat cair (Budiono 2003). Raksa pada fase cair berwarna putih perak, sedangkan

pada fase padat berwarna abu-abu. Logam ini merupakan satu-satunya unsur

logam berat yang berbentuk cair pada suhu kamar (25 oC) (Hutagalung 1985).

Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah

oleh aktivitas mikroorganisme menjadi komponen metil merkuri (CH3-Hg) yang

memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi

terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri

terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan

tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang

berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia, yang

makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut (Budiono 2003). Sanusi (1980)

mengemukakan bahwa terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh

hewan air, karena kecepatan pengambilan merkuri (up take rate) oleh organisme

air lebih cepat dibandingkan dengan proses eksresi.

Merkuri digolongkan sebagai pencemar paling berbahaya diantara

berbagai macam logam berat. Disamping itu, ternyata produksinya cukup besar

dan penggunaannya di berbagai bidang cukup luas (Budiono 2003).

Kadar merkuri yang tinggi pada perairan umumnya diakibatkan oleh

buangan industri (industrial wastes) dan akibat sampingan dari penggunaan

senyawa-senyawa merkuri di bidang pertanian. Merkuri dapat berada dalam

bentuk metal, senyawa-senyawa anorganik dan senyawa organik.

Terdapatnya merkuri di perairan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama

oleh kegiatan perindustrian seperti pabrik cat, kertas, peralatan listrik, klorin dan

soda kaustik; kedua oleh alam itu sendiri melalui proses pelapukan batuan dan

peletusan gunung berapi. Pencemaran merkuri yang disebabkan kegiatan alam

pengaruhnya terhadap biologi maupun ekologi tidak signifikan (Budiono 2003).

Gavis dan Ferguson (1972) diacu dalam Sanusi (1980) mengemukakan

beberapa kemungkinan bentuk merkuri yang masuk ke dalam lingkungan perairan

alam, yaitu:

Page 21: Kandungan Logam Berat Pada Daging

a. Sebagai inorganik merkuri, melalui hujan, run-off ataupun aliran sungai.

Unsur ini bersifat stabil terutama pada keadaan pH rendah.

b. Dalam bentuk organik merkuri, yaitu fenil merkuri (C6-H5-Hg), metil

merkuri (CH3-Hg) dan alkoksialkil merkuri atau metioksi-etil merkuri

(CH3O-CH2-CH2-Hg+).

c. Organik merkuri yang terdapat di perairan alam dapat berasal dari kegiatan

pertanian (pestisida).

d. Terikat dalam bentuk suspended solid sebagai Hg2+ (ion merkuri),

mempunyai sifat reduksi yang baik.

e. Sebagai metalik merkuri (HgO), melalui kegiatan perindustrian dan

manufaktur.

Unsur ini memiliki sifat reduksi yang tinggi, berbentuk cair pada

temperatur ruang dan mudah menguap. Transfer dan transformasi merkuri dapat

dilakukan oleh phytoplankton dan bakteri, disebabkan kedua organisme tersebut

relatif mendominasi suatu perairan, dan juga oleh sea grasses. Bakteri dapat

merubah merkuri menjadi metil merkuri, dan membebaskan merkuri dari sedimen.

Dalam kegiatannya bakteri membutuhkan bahan organik atau komponen-

komponen karbon, nitrogen dan posphat sebagai makanannya (Goldwater 1971;

Wood 1972, diacu dalam Sanusi 1980).

2.2.2 Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang

sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 40, berat atom 112,40 dengan titik

cair 321 oC dan titik didih 767 oC. Logam Cd di alam bersenyawa dengan

belerang (S) sebagai greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan

senyawa spalerite (ZnS). Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna

putih perak dan mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas Amonia (NH3) (Palar

2004). Logam Cd akan mengendap di perairan karena senyawa sulfitnya sukar

larut (Bryan 1976, diacu dalam Sanusi 1985).

Kadmium (Cd) merupakan logam yang sangat penting dan banyak

kegunaannya, khususnya untuk electroplating (pelapisan elektrik) serta

galvanisasi karena Cd memiliki keistimewaan nonkorosif. Cd banyak digunakan

dalam pembuatan alloy, dan digunakan pula sebagai pigmen warna cat, keramik,

Page 22: Kandungan Logam Berat Pada Daging

plastik, stabilizer plastik, katode untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi,

pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen

untuk gelas dan email gigi (Widowati et al. 2008).

Kadmium di atmosfer berasal dari penambangan/pengolahan bahan

tambang, peleburan, galvanisasi, pabrik pewarna, pabrik baterai, dan

electroplating. Kadmium di tanah berasal dari endapan atmosfer, debu, air, limbah

tambang, pupuk limbah lumpur, pupuk fosfat, dan pestisida, sedangkan kadmium

di perairan berasal dari endapan atmosfer, debu, air, limbah tambang, air

pengolahan limbah, dan limbah cair industri (Widowati et al. 2008).

2.2.3 Timbal (Pb)

Timbal (Pb) memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat

kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul

perkaratan. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta

mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh pada suhu 328 oC; titik

didih 1740 oC; dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20

(Widowati et al. 2008).

Salah satu logam berat yang banyak mencemari air sungai adalah

timbal (Pb). Tercemarnya air sungai oleh limbah pabrik yang mengandung Pb

menyebabkan tanaman konsumsi yang tumbuh di daerah sungai menjadi tercemar

oleh Pb (Kohar et al. 2004). Timbal (Pb) merupakan salah satu pencemar yang

dipermasalahkan karena bersifat sangat toksik dan tergolong sebagai bahan

buangan beracun dan berbahaya (Purnomo dan Muchyiddin 2007).

Timbal (Pb) adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang

bisa berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman, atau melalui

inhalasi dari udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, mata, dan

parenteral. Logam Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam

pembentukan hemoglobin (Hb) di dalam tubuh manusia dan sebagian kecil Pb

diekskresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein,

sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak,

dan rambut (Widowati et al. 2008).

Page 23: Kandungan Logam Berat Pada Daging

2.2.4 Pencemaran oleh logam berat

Pencemaran lingkungan perairan oleh logam berat beracun (toxic heavy

metals) disebabkan terutama oleh meningkatnya skala kegiatan sektor

perindustrian yang tidak disertai dengan proses penanggulangan air limbah yang

dihasilkan. Umumnya air limbah industri mengandung unsur logam berat beracun

seperti Hg, Cd, Pb, Cu, Zn, dan lainnya (Sanusi et at. 1985). Penggunaan logam

sebagai bahan baku berbagai jenis industri untuk memenuhi kebutuhan manusia

akan mempengaruhi kesehatan manusia melalui dua jalur (Widowati et al. 2008),

yaitu:

1. Kegiatan industri akan menambah polutan logam dalam lingkungan udara, air,

tanah, dan makanan.

2. Perubahan biokimia logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri bisa

mempengaruhi kesehatan manusia.

Unsur-unsur logam berat secara alamiah terdapat di seluruh alam baik di

tanah, air maupun udara, namun dalam kadar yang sangat rendah. Kadar ini akan

meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian, dan perindustrian

yang banyak mengandung logam berat masuk ke lingkungan perairan secara

kontinyu tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu (Hutagalung 1984).

Logam berat merupakan salah satu unsur pencemar perairan yang bersifat

toksik dan perlu diwaspadai. Nilai baku mutu air untuk budidaya ikan (Kep.

02/MENKLH/I/1988) yang diperbolehkan untuk kandungan logam berat Hg, Cd,

dan Pb berturut-turut adalah 0,003 ppm, 0,1 ppm, dan 0,01 ppm (Wahyono 1993).

Polutan logam mencemari lingkungan, baik di lingkungan udara, air, dan tanah

yang berasal dari proses alami dan kegiatan industri. Proses alami antara lain

siklus alamiah sehingga bebatuan gunung berapi bisa memberikan konstribusi ke

lingkungan udara, air, dan tanah. Kegiatan manusia yang bisa menambah polutan

bagi lingkungan berupa kegiatan industri, pertambangan, pembakaran bahan

bakar, serta kegiatan domestik lain yang mampu meningkatkan kandungan logam

di lingkungan udara, air, dan tanah. Pencemaran logam di darat, yakni di tanah,

selanjutnya akan mencemari bahan pangan, baik yang berasal dari tanaman atau

hewan dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Pencemaran logam, baik dari

industri, kegiatan domestik, maupun sumber alami dari batuan akhirnya sampai ke

Page 24: Kandungan Logam Berat Pada Daging

sungai/laut dan selanjutnya mencemari manusia melalui ikan, air minum, atau air

sumber irigasi lahan pertanian sehingga tanaman sebagai sumber pangan manusia

tercemar logam. Pencemaran logam melalui udara terjadi melalui beberapa jalur.

Salah satunya adalah melalui kontak langsung dengan manusia atau proses

inhalasi (Widowati et al. 2008). Gambar 2 menunjukkan perjalanan logam sampai

ke tubuh manusia.

Gambar 2. Perjalanan logam berat sampai ke tubuh manusia

(Klassen et al. 1986; Marganof 2003, diacu dalam Widowati et al. 2008).

Faktor yang menyebabkan logam berat dikelompokkan ke dalam bahan

pencemar adalah karena logam berat tidak dapat terurai melalui biodegradasi

seperti pencemaran organik. Logam berat dapat terakumulasi dalam lingkungan

terutama dalam sedimen sungai kemudian terikat dengan senyawa organik dan

anorganik melalui absorpsi dan pembentukan kompleks (Harahap 1991).

Batuan gunung berapi

Darat Limbah logam

Sungai Laut Udara

Industri

Fitoplankton Kolam Pertanian, Peternakan

Ikan Pangan, Tanaman, Hewan

Air minum

Bentos Manusia

Zooplankton

Page 25: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Berdasarkan hasil penelitian BPLHD, Dinas Perikanan dan Kelautan

Provinsi Jawa Barat, dan Institut Teknologi Bandung, pencemaran oleh berbagai

jenis logam terhadap waduk Cirata mempengaruhi ikan yang dibudidayakan di

waduk tersebut. Diketahui bahwa logam Zn, Pb, dan Hg diabsorpsi dan

diakumulasi oleh ikan. Sementara itu, unsur Cd, Cr, Cu, dan As tidak terdeteksi

dalam tubuh ikan (Widowati et al. 2008). Pencemaran logam berat dapat

menimbulkan berbagai masalah (Harahap 1991), antara lain:

1. Berhubungan dengan estetika seperti perubahan bau, warna, dan rasa air.

2. Dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang.

3. Berbahaya bagi kesehatan manusia.

4. Dapat menyebabkan kerusakan ekosistem.

2.2.5 Akumulasi logam berat oleh organisme

Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan

mengalami tiga macam proses akumulasi, yaitu fisik, kimia, dan biologis.

Buangan limbah industri yang mengandung bahan berbahaya dengan toksisitas

yang tinggi dan kemampuan biota laut untuk menimbun logam-logam bahan

pencemar mengakibatkan bahan pencemar langsung terakumulasi secara fisik dan

kimia kemudian mengendap di dasar perairan. Metabolisme bahan berbahaya

terjadi melalui rantai makanan secara biologis yang disebut bioakumulasi

(Hutagalung 1984).

Kadar logam berat yang terdapat dalam tubuh organisme perairan lebih

tinggi jika dibandingkan dengan kadar logam berat yang terdapat dalam

lingkungan hidupnya. Unsur-unsur logam berat dapat masuk ke dalam tubuh

organisme dengan tiga cara, yaitu melalui rantai makanan, insang, dan difusi

melalui permukaan kulit. Pengeluaran logam berat dari tubuh dan insang serta

melalui isi perut dan urine (Bryan 1976).

Logam berat bersifat toksik karena tidak bisa dihancurkan

(non-degradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga

logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar

perairan dan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan

anorganik (Widowati et al. 2008). Akumulasi terjadi karena kecenderungan logam

berat untuk membentuk senyawa komplek dengan zat-zat organik yang terdapat

Page 26: Kandungan Logam Berat Pada Daging

dalam tubuh organisme sehingga logam berat terfiksasi dan tidak segera

diekskresikan oleh organisme yang bersangkutan (Waldichuk 1974).

2.2.6 Pengaruh logam berat Hg, Cd, dan Pb pada manusia

Pengaruh logam berat pada manusia dapat beraneka ragam, tergantung

jenis logam yang mencemarinya. Toksisitas logam berat bisa dikelompokkan

menjadi tiga, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb,

Cu, dan Zn; bersifat toksik sedang, yang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co;

dan bersifat toksik rendah, yang terdiri atas unsur Mn dan Fe

(Widowati et al. 2008).

a. Logam berat merkuri (Hg)

Merkuri terdapat dalam bentuk Hg (murni), Hg anorganik, dan Hg

organik. Merkuri di alam umumnya terdapat sebagai metil merkuri yaitu bentuk

senyawa organik (alkil merkuri atau metil merkuri) dengan daya racun yang tinggi

dan sukar terurai dibandingkan zat asalnya. Metil merkuri bila terakumulasi dalam

tubuh dapat mengakibatkan keracunan yang bersifat akut maupun kronis

(Hamidah 1980).

Efek toksik Hg berkaitan dengan susunan syaraf yang sangat peka

terhadap Hg dengan gejala pertama adalah parestesia, lalu ataksia, disartria,

ketulian, dan akhirnya kematian. Terdapat hubungan antara dosis Hg dengan

gejala toksisitas, seperti keracunan metil merkuri di Irak yang menunjukkan kadar

Hg pada rambut korban minimum 100 ppm sehingga muncul kasus parestesia.

Merkuri (Hg) bisa menghambat pelepasan GnRH (gonadotropin releasing

hormone) oleh kelenjar hipotalamus dan menghambat ovulasi sehingga terjadi

akumulasi Hg pada korpus luteum (Widowati et al. 2008).

Keracunan akut dapat mengakibatkan rasa mual, muntah-muntah, diare

berdarah, kerusakan ginjal serta dapat mengakibatkan kematian. Keracunan kronis

ditandai oleh peradangan mulut dan gusi, pembengkakan kelenjar ludah dan

pengeluaran ludah secara berlebihan, gigi menjadi longgar dan kerusakan pada

ginjal (Hamidah 1980). Batas aman merkuri dalam makanan oleh Badan

Kesehatan Dunia (WHO) dan Ketetapan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia adalah 0,5 ppm (Nurjanah dan Widiastuti 1997).

Page 27: Kandungan Logam Berat Pada Daging

b. Logam berat kadmium (Cd)

Logam berat Cd merupakan unsur logam berat yang paling beracun setelah

logam berat Hg. Logam berat Cd akan diubah sebagian oleh aktivitas bakteri

menjadi senyawa organik yang lebih beracun (Hutagalung dan Hamidah 1982).

Senyawa Hg dan Cd yang terdapat dalam tubuh organisme secara cepat atau

lambat akan ditranslokasikan ke dalam tubuh manusia melalui pemanfaatan

organisme perairan sebagai makanan (rantai makanan) (Hutagalung 1985).

Keracunan Cd pada manusia bersifat kronis. Logam ini dapat merusak

tulang, hati, dan ginjal. Logam Cd akan mempengaruhi proses metabolisme

kalsium yang dapat menyebabkan gangguan tulang, rasa sakit pada tulang

belakang dan kerapuhan pada tulang kaki sehingga penderita menjadi lemah.

Logam Cd di dalam hati dan ginjal akan mengikat protein yang ada pada

membran hati dan ginjal sehingga menimbulkan rasa sakit (Lauwerys 1983).

Keracunan kadmium dapat mengakibatkan efek yang kronik dan akut.

Efek kronis dari keracunan kadmium biasanya mengakibatkan kerusakan pada

ginjal, kerusakan pada sistem syaraf, dan sebagian renal tubules (Laws 1981).

Batas aman logam berat Cd dalam makanan baik oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, FDR New Zealand serta FAO adalah sama yaitu 1 ppm,

tetapi Australia menetapkan batas aman logam Cd pada makanan adalah 2 ppm

(Nurjanah dan Widiastuti 1997).

c. Logam berat timbal (Pb)

Logam Pb dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara, air dan

makanan, baik yang berasal dari tanaman, hewan, dan organisme laut

(Nasralla dan Ali 1985). Keracunan yang disebabkan oleh logam Pb dapat

mengakibatkan efek yang kronis dan akut. Keracunan akut dapat mengakibatkan

terbakarnya mulut, terjadinya perangsangan dalam gastrointestinal dan disertai

diare. Keracunan yang kronis dapat menyebabkan anemia, sakit di sekitar perut

serta dapat pula mengakibatkan kelumpuhan. Logam Pb dapat mempengaruhi

kerja dari enzim-enzim atau fungsi dari protein (Hamidah 1980).

Logam Pb di dalam tubuh manusia bisa menghambat aktivitas enzim yang

terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil Pb diekskresikan

lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi

Page 28: Kandungan Logam Berat Pada Daging

terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Waktu paruh

timbal (Pb) dalam eritrosit adalah selama 35 hari, dalam jaringan ginjal dan hati

selama 40 hari, sedangkan waktu paruh dalam tulang adalah selama 30 hari.

Tingkat ekskresi Pb melalui sistem urinaria adalah sebesar 76%, gastrointestinal

16%, dan rambut, kuku, serta keringat sebesar 8% (Klaassen et al. 1986, diacu

dalam Widowati et al. 2008).

Daya racun Pb dalam tubuh diantaranya disebabkan penghambatan enzim

oleh ion-ion Pb2+ dengan grup sulfur yang terdapat di dalam asam-asam amino,

misalnya sistein dari enzim tersebut (Fardiaz 1992). Departemen Kesehatan

Republik Indonesia membatasi Pb maksimum dalam makanan sebesar 4 ppm,

sedangkan FAO sebesar 2 ppm (Nurjanah dan Widiastuti 1997).

Timbal bersifat kumulatif. Mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ

yang dipengaruhinya (Widowati et al. 2008) adalah:

1. Sistem haemopoitik; logam Pb menghambat sistem pembentukan

hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia.

2. Sistem saraf; logam Pb bisa menimbulkan kerusakan otak dengan gejala

epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium.

3. Sistem urinaria; logam Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop

of Henle, serta menyebabkan aminosiduria.

4. Sistem gastro-intestinal; logam Pb menyebabkan kolik dan konstipasi.

5. Sistem kardiovaskuler; logam Pb bisa menyebabkan peningkatan

permiabilitas pembuluh darah.

6. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau

janin belum lahir menjadi peka terhadap Pb. Ibu hamil yang

terkontaminasi Pb bisa mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel

otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan

teratospermia pada pria.

7. Sistem endokrin; logam Pb mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan

fungsi adrenal.

8. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.

Page 29: Kandungan Logam Berat Pada Daging

2.3 Depurasi

Menurut Trilaksani dan Riyanto (2004), salah satu tahap operasional

pengolahan moluska yang sangat penting dan tidak dapat diabaikan untuk

mendapatkan produk akhir yang berkualitas adalah rewatering procedure. Tujuan

dari rewatering adalah sangat multifungsi antara lain:

a. mengkondisikan moluska untuk recovery dari stres akibat pemanenan dan

penanganan

b. menciptakan 2–3 buffer stock untuk kelangsungan produksi dalam kasus ada

cuaca buruk (bad weather)

c. dapat digunakan untuk pembersihan moluska terhadap akumulasi kotoran

seperti pasir, grit, dan silt

d. sistem ini juga dapat digunakan sebagai stasiun depurasi bila diperlukan

Depurasi atau purifikasi terkendali merupakan hal yang umum dilakukan

dalam proses kerang-kerangan (DHHS dan FDA 1995, diacu dalam

Zhu et al. 1999). Depurasi adalah suatu proses penanganan pasca panen yang

bertujuan untuk membersihkan kerang-kerangan dari bahan-bahan pencemar dan

beracun yang terdapat di dalam daging dan cangkang kerang. Cara sederhana

dengan merendam kerang di dalam air bersih dalam kondisi terkontrol, atau dapat

juga dengan cara mengalirkan air dengan kondisi kerang terendam di dalam air

(DKP 2008).

Sistem yang paling baik untuk revitalisasi mussel yang telah diidentifikasi

adalah Vertical Rewatering Method (VRM). Metode ini menjamin suplai air dan

oksigen secara merata ke seluruh lapisan kerang di dalam container dan kerang

akan selalu terendam di dalamnya. Ukuran tempat (container) sangat bervariasi

dari 1–10 m3, dari bahan plastik sampai stainless steel (Gorski 1999, diacu dalam

Trilaksani dan Riyanto 2004).

Kerang-kerangan membersihkan diri selama depurasi dengan cara

menekskresikan kotoran mereka. Sistem mengalir (flow-through system) biasanya

berpangkalan di darat dan diterapkan dengan pasokan kualitas air yang tetap.

Sistem sirkulasi (recirculating system) dapat dibangun di pedalaman, memiliki

keuntungan wilayah yang ridak terbatas, lebih efisien, dan akses kapal lebih

mudah (Zhu et al. 1999).

Page 30: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Air yang digunakan untuk rewatering harus bebas dari bakteri, mendekati

100% saturasi oksigen, dan tidak mengandung partikel tersuspensi. Biasanya

rewatering dilakukan selama 8-12 jam (tergantung kondisi kerang yang

ditangani). The European Community Directives, yang juga compatible dengan

standar FDA mengklasifikasikan semua areal laut untuk kultur moluska menjadi

empat golongan dan hanya moluska yang dikultur atau dipanen pada areal dengan

kategori kualitas air A yang dapat langsung dikonsumsi, sedangkan yang berasal

dari kategori perairan lainnya harus didepurasi. Ketika menggunakan sistem

rewatering untuk depurasi moluska maka waktu yang diperlukan tergantung pada

kualitas perairan asal moluska tersebut dipanen dan peraturan negara setempat,

sebagai contoh Italia dan Spanyol mewajibkan adanya depurasi bila moluska

dipanen pada perairan yang kualitas airnya tidak baik

(Trilaksani dan Riyanto 2004).

Purifikasi logam berat pada oyster sebelum dipanen untuk dijual dan

dikonsumsi akan dilakukan untuk meminimalisasi risiko terhadap kesehatan.

Kandungan logam berat pada kerang sangat berbeda secara signifikan setelah

didepurasi dengan cara ditransplantasi dari perairan tercemar ke perairan bersih

selama setahun (Chan et al. 1999).

2.4 Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor penting untuk kelangsungan hidup kijing.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan kijing adalah suhu, pH,

oksigen, endapan lumpur, dan fluktuasi permukaan air (Prihartini 1999).

2.4.1 Suhu

Suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, biologi badan air dan juga

kehidupan biota yang ada di dalamnya. Peningkatan suhu mengakibatkan

viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi juga meningkat, tetapi

menurunkan kelarutan gas dalam air. Dekomposisi bahan organik dalam perairan

oleh mikroba juga meningkat dengan meningkatnya suhu. Peningkatan suhu

perairan sebesar 10 oC meningkatkan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik

sekitar 2-3 kali (Effendi 2003).

Page 31: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Suhu di suatu ekosistem air berfluktuasi baik harian maupun tahunan,

fluktuasinya mengikuti pola temperatur udara lingkungan sekitar (Basmi 1998).

Suhu perairan yang tidak sesuai dengan tingkat toleransi biota, misal terlalu tinggi

atau terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan pada biota tersebut. Kijing

dapat hidup pada perairan dengan suhu antara 11 oC sampai 29 oC

(Suwignyo et al. 1981).

2.4.2 Kekeruhan

Kekeruhan adalah gambaran sifat optik air suatu perairan yang ditentukan

berdasarkan banyaknya cahaya yang diserab dan dipancarkan oleh bahan-bahan

yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik

baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan anorganik dan

bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya (APHA 1998).

Pennak (1953) menyebutkan bahwa suhu, suplai makanan, arus air, unsur kimia

tertentu di dalam air sangat dipengaruhi oleh kekeruhan. Suatu perairan yang

keruh akan lebih panas dari perairan yang jernih (Welch 1952).

Kekeruhan yang tinggi pada perairan dapat menekan pertumbuhan

tanaman air dan alga sehingga mempengaruhi produktivitas ikan maupun

organisme perairan lainnya. Bahan-bahan padat yang banyak terdapat pada

keadaan yang tak tentu dalam air mungkin dihasilkan dari erosi alami, aliran

permukaan, dan banyaknya alga (Priyono 1994).

2.4.3 Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman

dan hewan dalam air. Kehidupan makhluk hidup dalam air tersebut tergantung

dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimum yang

dibutuhkan untuk kehidupannya. Oksigen di perairan bersumber dari difusi udara

dan hasil dari proses fotosintesis oleh organisme nabati, seperti fitoplankton dan

tumbuhan air di zona eufotik (Effendi 2003). Selain itu, oksigen dapat masuk ke

perairan karena terbawa oleh aliran air yang masuk ke dalam badan perairan

(inflow). Aliran air yang masuk bergerak ke waduk sebagai arus densitas.

Ketika aliran air sungai memasuki suatu danau atau waduk, aliran air tersebut

Page 32: Kandungan Logam Berat Pada Daging

akan mengalir menuju lapisan yang memiliki densitas yang hampir sama dengan

densitasnya (Suwignyo et al. 1981).

Konsentrasi kelarutan oksigen dalam air secara umum adalah kurang dari

10 mg/l. Kejenuhan oksigen dalam air tawar kurang lebih antara 15 mg/l pada

suhu 0 oC sampai dengan 8 mg/l pada suhu 25 oC. Kelarutan oksigen berpengaruh

secara fisiologis bagi organisme akuatik. Banyak organisme air yang tidak dapat

bertahan di bawah tingkat kelarutan oksigen tertentu (Priyono 1994). Kijing

membutuhkan oksigen terlarut 3,8 sampai 12,5 mg/l, namun kijing dapat bertahan

dengan kadar oksigen yang sedikit dalam jangka waktu pendek. Kijing dapat

mengatur tingkat metabolisme oksigen dengan baik sehingga masih dapat hidup

pada keadaan kandungan oksigen dalam air sangat sedikit (Suwignyo et al. 1981).

2.4.4 pH

Nilai pH mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan

merupakan pengukuran aktifitas ion hidrogen dalam larutan. Selain itu, pH air

dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan dan mempengaruhi

tersedianya hara serta toksisitas dari unsur renik. Nilai pH diperoleh dari hasil

interaksi sejumlah substansi yang terlarut dalam air dan dari kejadian-kejadian

biologi di dalamnya. Kebanyakan perairan mempunyai pH antara 6-9. Sebagian

besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar

7-8,5 (Effendi 2003). Kijing dapat bertahan hidup pada perairan dengan pH antara

4,8 sampai 9,8 (Suwignyo et al. 1981).

Perairan asam tidak lebih umum daripada perairan alkali. Sumber

pembuangan air asam dan sampah-sampah industri yang tidak dinetralkan

menyebabkan pengurangan pH air. Nilai pH air akan mempengaruhi komposisi

jenis suatu lingkungan akuatik dan mempengaruhi tersedianya nutrisi dan racun

pada bagian-bagian tertentu (Priyono 1994).

Page 33: Kandungan Logam Berat Pada Daging

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Agustus 2009. Penelitian

dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Samping dan Limbah, Laboratorium

Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas

Peternakan, Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dan

Balai Penelitian Tanah, Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kijing lokal

(Pilsbryoconcha exilis), sampel air danau Situ Gede, sampel air PAM, kalium

sulfat (K2SO4), HgO, asam sulfat (H2SO4), asam borat (H3BO3) 3%, asam klorida

(HCl), asam nitrat pekat (HNO3), larutan HClO4: HNO3 (2:1), dan aquades.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat destruksi dan destilasi

kjeldahl, water checker, Turbidimeter, termometer, neraca analitik, oven, tungku

pengabuan, desikator, cawan porselin, sentrifuse, vakum evaporator, dan peralatan

gelas meliputi labu alas bulat, pendingin tegak, pipet volumetrik, pipet tetes, labu

takar, erlenmeyer dan lain-lain. Untuk menganalisis kandungan logam berat

digunakan peralatan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) jenis Hitachi

Z5000.

3.3 Prosedur Penelitian

Inventarisasi wilayah pengambilan sampel dilakukan sebelum dimulai

penelitian. Inventarisasi dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dari

penduduk di sekitar wilayah pengambilan sampel atau dari pihak yang terkait.

Informasi yang diharapkan mampu memberi keterangan mengenai luas wilayah,

jumlah penduduk, kualitas perairan, titik pengambilan sampel, dan informasi

lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian ini

dilaksanakan dalam beberapa tahap, meliputi:

Page 34: Kandungan Logam Berat Pada Daging

3.3.1 Pengambilan sampel

Sampel kijing lokal diambil dari perairan tergenang di Situ Gede,

Sindangbarang, Bogor selama dua periode yaitu bulan Mei dan Juli. Sampel kijing

diambil pada titik yang sama selama dua periode tersebut dengan luas titik

berkisar (5 x 5) m2. Titik pengambilan sampel ditentukan berdasarkan informasi

dari penduduk Situ Gede yang sering mengambil kijing di perairan tersebut.

Sampel kijing yang diambil dikelompokkan menjadi dua yaitu kijing ukuran kecil

(panjang <9 cm) dan kijing ukuran besar (panjang ≥9 cm).

3.3.2 Persiapan sampel dan depurasi

Sampel yang diambil akan dianalisis kandungan logam beratnya (Hg, Cd,

dan Pb). Selanjutnya diberikan perlakuan depurasi pada kijing yang diambil bulan

Juli untuk mengurangi kandungan logam berat (Hg, Cd, atau Pb) yang paling

banyak terdapat pada daging kijing. Selain itu, pengaruh depurasi terhadap

kualitas air dan rendemen daging kijing juga dianalisis.

Kijing yang diambil dari situ akan diaklimatisasi terlebih dahulu selama

satu hari. Aklimatisasi dilakukan dengan cara mengganti air danau tempat kijing

hidup semula secara bertahap dengan air PAM pada wadah depurasi. Aklimatisasi

bertujuan untuk menyesuaikan lingkungan hidup kijing yang asli dengan

lingkungan hidup yang baru. Setelah diaklimatisasi, kijing akan diberikan

perlakuan depurasi selama 10 hari dan 20 hari dengan cara mengganti air tempat

kijing hidup setiap 12 jam sekali dengan air yang sama kualitasnya (Chong dan

Wang 2000 dengan modifikasi). Chong dan Wang (2000) pada penelitiannya

memberi makanan yang mengandung logam pada kerang yang didepurasi dan

penggantian air setiap 24 jam. Penelitian ini tidak terdapat pemberian makan pada

kijing dan penggantian air dilakukan setiap 12 jam. Diagram alir proses depurasi

kijing dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 35: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Gambar 3. Diagram alir proses depurasi kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) (Chong dan Wang 2000 dengan modifikasi)

3.3.2 Pengamatan dan analisis

Pengamatan terhadap ukuran panjang, lebar, tebal, dan rendemen dari

kijing dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis. Bagian kijing yang

dianalisis dihancurkan hingga homogen, lalu disimpan dalam plastik polyetilen

yang bersih dan diikat rapat, kemudian sampel disimpan dalam freezer. Sebelum

dianalisis, sampel diperiksa dahulu apakah sampel tetap dalam keadaan homogen.

Bila terdapat cairan yang terpisah dari sampel, maka sampel diblender dulu

hingga homogen. Analisis yang dilakukan adalah kadar logam Hg, Cd, Pb dan

proksimat dari sampel.

3.3.2.1 Analisis proksimat kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Analisis proksimat kijing dilakukan dengan metode yang mengacu pada

AOAC (1995), meliputi:

Kijing (ukuran kecil dan besar

Depurasi (Penggantian air setiap 12 jam sekali)

Aklimatisasi (24 jam)

Analisis kandungan logam berat

Analisis kandungan logam berat (setelah depurasi selama 10 hari)

Analisis kandungan logam berat (setelah depurasi selama 20 hari)

Page 36: Kandungan Logam Berat Pada Daging

a. Kadar air (AOAC 1995)

Penentuan kadar air didasarkan berat contoh sebelum dan sesudah

dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama 30 menit pada

suhu 105 oC, lalu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit kemudian

ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu

dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-102 oC selama 6 jam dan kemudian

cawan didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan selanjutnya ditimbang

kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus:

Keterangan: a = berat sampel awal (g) b = berat sampel setelah dikeringkan (g)

b. Kadar abu (AOAC 1995)

Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit

dengan suhu 105 oC, lalu didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang.

Sampel sebanyak 5 gram ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan dan

kemudian dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap lagi dan selanjutnya

dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (650 oC) dan kemudian dibakar selama

5 jam. Cawan didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang. Kadar abu

ditentukan dengan rumus:

c. Kadar protein (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl berukuran

50 ml, lalu ditambahkan 2,0 mg K2SO4, 40 mg HgO dan 2,5 ml H2SO4. Sampel

didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna sampai hijau jernih.

Dibiarkan sampai dingin, kemudian dipindahkan ke alat destilasi.

Labu kjeldahl dicuci dengan air aquades, lalu air aqudes tersebut

dimasukkan ke dalam alat destilasi dan kemudian ditambahkan 10 ml NaOH pekat

sampai berwarna coklat kehitaman dan selanjutnya didestilasi. Destilat ditampung

dalam erlemenyer berukuran 125 ml yang berisi 5 ml H3BO3 3% dan indikator

Page 37: Kandungan Logam Berat Pada Daging

metil merah lalu dititrasi dengan larutan HCl 0,02 dan kemudian larutan contoh

dianalisis seperti contoh. Kadar protein ditentukan dengan rumus:

Perhitungan total nitrogen:

Kadar protein(%) = % nitrogen x 6,25 (faktor koreksi)

d. Kadar lemak (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 0,5 g ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan

diletakkan pada kertas pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor

serta labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak

secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks

minimal selama 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak.

Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi

lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama

5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit

dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

3.3.2.2 Analisis kandungan logam berat

Kijing diambil pada bulan Mei dan Juli 2009. Hasil analisis kandungan

logam berat daging kijing ukuran kecil (>9 cm) dan ukuran besar (≥9 cm)

dua periode tersebut dibandingkan dan diterapkan perlakuan depurasi pada kijing

yang diambil pada bulan Juli sebagai usaha untuk mengurangi kandungan logam

berat yang paling banyak terdapat pada daging kijing. Analisis kandungan logam

berat daging kijing dilakukan lagi setelah proses depurasi selama 20 hari.

Penentuan kandungan logam berat terbagi atas beberapa tahap.

Tahap-tahap tersebut yaitu destruksi, pembacaan absorbans contoh, dan

perhitungan kandungan logam berat.

Metode analisis dilakukan berdasarkan APHA (1998), yang diadopsi

menjadi SNI 06-6992.2-2004 untuk merkuri dan SNI-06-6989.46-2005 untuk

Page 38: Kandungan Logam Berat Pada Daging

kadmium dan timbal. Adapun tahap destruksi dilakukan menurut Cantle (1982).

Proses analisis yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Prosedur analisis logam berat

a. Tahap destruksi

Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan

ditambahkan 5 ml HNO3 (p) kemudian didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang

di ruang asam. Sampel dipanaskan di atas hot plate dengan temperatur rendah

selama 4-6 jam kemudian dibiarkan 24 jam dengan kondisi tertutup. Setelah itu

ditambahkan 0,4 ml H2SO4 dan dipanaskan selama 1 jam di atas hot plate sampai

larutan berkurang (lebih pekat). Kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan HClO4:

HNO3 (2:1) selama sampel masih di atas hot plate sampai ada perubahan warna

dari coklat menjadi kuning tua dan menjadi kuning muda. Setelah ada perubahan

warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit. Sampel dipindahkan

dan didinginkan kemudian ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl (p). Setelah

itu, sampel dipanaskan kembali selama 15 menit kemudian dimasukkan ke dalam

labu takar 100 ml. Apabila ada endapan maka sampel disaring dengan kertas

saring. Sampel siap untuk dianalisis kandungan logam beratnya dengan

Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

Destruksi

Sampel

Penyaringan ke dalam labu takar

Pembacaan absorbans dengan AAS (panjang gelombang sesuai dengan jenis logam)

Page 39: Kandungan Logam Berat Pada Daging

b. Pembacaan absorban

Pembacaan logam berat merkuri dilakukan dengan spektrofotometer penyerapan

atom tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm. Kadmium dan timbal

ditentukan dengan nyala asetilen pada panjang gelombang 228,8 nm.

c. Perhitungan

Kadar logam berat dalam sampel dihitung dengan memasukkan nilai

absorbans contoh ke dalam persamaan garis standar.

Y = a + bx

Dimana nilai absorbans sebagai Y sedang a dan b dari persamaan garis

standar, maka diperoleh harga x yang merupakan konsentrasi contoh.

Hasil perhitungan dinyatakan dengan ppm.

Keterangan: Ac = Absorban contoh. Ab = Absorbans blanko. FP = Faktor pengenceran.

3.3.2.3 Analisis kualitas air

Analisis kualitas air dilakukan untuk mengetahui kualitas air tempat kijing

lokal hidup semula dengan kualitas air yang digunakan untuk proses depurasi

maupun kualitas air setelah depurasi. Sampel air danau dan air PAM diambil

secara langsung menggunakan botol kemudian langsung diukur kualitasnya.

Kualitas air yang diukur yaitu oksigen terlarut (DO), pH, salinitas, kekeruhan, dan

suhu.

a. DO

Nilai DO diukur menggunakan water checker. Air sampel dimasukkan ke

dalam gelas piala 100 ml kemudian diaduk dengan stirrer sambil diukur nilai DO.

b. pH

Nilai pH air diukur dengan menggunakan water checker dengan cara yang

sama dengan pengukuran nilai DO.

c. Kekeruhan

Nilai kekeruhan air diukur dengan menggunakan Turbidimeter. Sampel air

dimasukkan ke tabung yang telah dibilas akuades kemudian diukur nilainya.

Page 40: Kandungan Logam Berat Pada Daging

d. Suhu

Suhu air diukur dengan menggunakan termometer. Sampel air diukur

langsung ke tempat sampel tersebut berada.

3.4 Rancangan percobaan (Mattjik dan Sumertajaya 2002)

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan

percobaan faktorial acak lengkap dengan dua faktor yaitu faktor ukuran (kecil dan

besar) dan faktor depurasi (10 hari dan 20 hari). Setiap kombinasi perlakuan

dilaksanakan dua kali ulangan. Model umum rancangan percobaan yang

digunakan:

Yijk = μ + αi + ßj + (αß)ij + εijk

Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh

kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor ukuran dan taraf ke-j dari faktor

depurasi).

μ = Nilai tengah populasi.

αi = Pengaruh aditif dari ukuran (i = 1,2).

ßj = Pengaruh aditif dari depurasi (i = 1,2).

(αß)ij = Pengaruh interaksi antara ukuran ke-i dan depurasi ke-j.

εijk = Pengaruh galat dari percobaan ke-k (k=1,2) yang memperoleh kombinasi

(αß)ij.

Bentuk hipotesis yang diuji dalam rancangan dua faktor dalam rancangan acak

lengkap adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh utama faktor A (ukuran kijing)

H0: αi=...=αa=0 (faktor ukuran tidak berpengaruh)

H1: paling sedikit ada satu i dimana αi≠0

b. Pengaruh utama faktor B (depurasi)

H0: ß1=...=ßb=0 (faktor depurasi tidak berpengaruh)

H1: paling sedikit ada satu j dimana ßj≠0

c. Pengaruh sederhana interaksi faktor A dengan faktor B

Page 41: Kandungan Logam Berat Pada Daging

H0: (αß)ij=(αß)12=...=(ßα)ab=0 (interaksi faktor A dengan faktor B tidak

berpengaruh)

H1: paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (αß)ij≠0

Data dianalisis menggunakan uji statistika ANOVA dengan aplikasi

komputer Minitab. Apabila hasil analisis menunjukkan nilai yang signifikan atau

berbeda nyata, maka dilakukan analisis lanjutan dengan uji wilayah berganda

Duncan.

Page 42: Kandungan Logam Berat Pada Daging

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Inventarisasi Wilayah Situ Gede

Perairan Situ Gede terletak di Kelurahan Situ Gede, Bogor. Perairan Situ

Gede memiliki luas 5,3 ha. Kelurahan Situ Gede berbatasan dengan Desa Semplak

di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Bubulak, sebelah

barat berbatasan dengan Desa Cikarawang, dan sebelah selatan berbatasan dengan

Kelurahan Balumbang. Terdapat dua buah anak danau yang merupakan bagian

(include) dari Situ Gede, yaitu Situ Leutik dan Situ Panjang yang tidak jauh dari

lokasi Situ Gede. Peta wilayah perairan Situ Gede dapat dilihat pada Lampiran 1.

Selama ini, Situ Gede dijadikan tempat melepas penat dan hiburan bagi

masyarakat. Perairan tersebut juga berfungsi sebagai irigasi pertanian dan

perkebunan masyarakat sekitarnya. Aliran Situ Gede yang memiliki mata air

sendiri bermuara di Situ Burung, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor. Situ Gede juga menyimpan beragam jenis ikan yang jumlahnya

sangat banyak. Selain itu, sektor pertanian yang ada di Kelurahan Situ Gede

kurang lebih 70 hektare.

Secara umum, danau atau situ dicirikan dengan arus yang sangat lambat

(0,001-0,01 m/detik) atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu, waktu

tinggal (residence time) air dapat berlangsung lama. Arus air di danau dapat

bergerak ke berbagai arah. Perairan danau biasanya memiliki stratifikasi kualitas

air secara vertikal. Stratifikasi ini tergantung pada kedalaman dan musim

(Effendi 2003).

Sampel kijing lokal yang diambil berada di bagian tepi danau yang

memiliki sedimen substrat berlumpur, berarus tenang, kedalaman 1-2 meter, suhu

+ 28 oC, pH 7,10-7,50, oksigen terlarut (DO) 5,06-5,08 mg/l, dan memiliki tingkat

kekeruhan 9,70-10,00 NTU (Nephelometric Turbidity Units). Kijing lokal

menyukai perairan yang dalam dengan kecerahan yang tinggi, mengandung bahan

organik total yang tinggi dan substrat liat atau berlumpur. Pola distribusinya

memencar dengan populasi berkelompok pada habitatnya (Prihartini 1999).

Kerang air tawar umumnya berdiam di dasar perairan dengan membuat lubang

menggunakan kakinya yang besar dan berpindah mencari tempat yang cocok dan

Page 43: Kandungan Logam Berat Pada Daging

umumnya banyak ditemukan di perairan tenang seperti danau. Lokasi

pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Lokasi pengambilan sampel kijing lokal

4.2 Kualitas Air

Kualitas air sangat mempengaruhi tingkat stres dan kelangsungan hidup

suatu organisme perairan seperti kijing. Faktor lingkungan yang mempengaruhi

kehidupan kijing adalah suhu, pH, oksigen, endapan lumpur, dan fluktuasi

permukaan air (Prihartini 1999).

4.2.1 Kualitas air danau dan air PAM untuk depurasi

Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pengukuran

kualitas air menunjukkan bahwa kualitas air danau tempat kijing hidup dengan

kualitas air PAM yang digunakan untuk depurasi memiliki perbedaan. Perbedaan

kualitas air dapat dilihat pada nilai DO, pH, kekeruhan, dan suhu. Nilai DO, pH,

kekeruhan, dan suhu air danau berturut-turut adalah 5,07 mg/l, 7,24, 9,83 NTU,

dan 28 oC, sedangkan air PAM berturut-turut adalah 6,73 mg/l, 6,97, 0,37 NTU,

dan 25 oC. Perbedaan kualitas air tersebut tidak mempengaruhi kelangsungan

hidup kijing yang didepurasi. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat kelangsungan

hidup kijing 100% selama depurasi.

Tabel 1. Kualitas air tempat kijing hidup

Sampel DO (mg/l) pH Kekeruhan (NTU) Suhu (oC) Air danau 5,07 7,24 9,83 28 Air PAM 6,73 6,97 0,37 25

Page 44: Kandungan Logam Berat Pada Daging

4.2.2 Kualitas air PAM akibat depurasi

Analisis kualitas air selama proses depurasi juga dilakukan dalam

penelitian ini. Kualitas air akibat depurasi perlu diketahui untuk kelangsungan

hidup kijing selama proses depurasi. Nilai kualitas air yang dianalisis adalah nilai

DO, pH, kekeruhan, dam suhu.

4.2.2.1 Oksigen terlarut ( DO)

Hasil analisis konsentrasi DO air PAM sebelum dan setelah depurasi dapat

dilihat pada Gambar 6. Nilai DO air PAM yang digunakan untuk depurasi adalah

6,73 mg/l. Nilai DO air setelah depurasi 12 jam pada kijing besar dan kecil

mengalami penurunan. Nilai DO air kijing besar turun menjadi 4,87 mg/l,

sedangkan pada kijing kecil 6,15 mg/l. Penurunan nilai DO tersebut dapat

disebabkan oleh proses metabolisme kijing yang memerlukan oksigen. Rosita

(2005) juga melaporkan bahwa perlakuan depurasi menurunkan nilai DO air.

Gambar 6. Histogram konsentrasi DO air PAM sebelum dan setelah depurasi

Penurunan nilai DO lebih tinggi pada kijing besar. Hal ini menunjukkan

bahwa kebutuhan oksigen kijing besar lebih banyak dibandingkan kijing kecil.

Nilai DO air tersebut masih dalam kisaran nilai DO tempat kijing dapat hidup.

Suwignyo et al. (1981) melaporkan bahwa kijing membutuhkan oksigen terlarut

3,8 sampai 12,5 mg/l, namun kijing dapat bertahan dengan kadar oksigen yang

sedikit dalam jangka waktu pendek. Kijing dapat mengatur tingkat metabolisme

Page 45: Kandungan Logam Berat Pada Daging

oksigen dengan baik sehingga masih dapat hidup pada keadaan kandungan

oksigen dalam air sangat sedikit.

4.2.2.2 pH

Hasil analisis nilai pH air PAM sebelum dan setelah depurasi dapat dilihat

pada Gambar 7. Nilai pH air PAM yang digunakan untuk depurasi adalah 6,97.

Perubahan pH tidak terjadi secara signifikan setelah dilakukan depurasi selama

12 jam. Nilai pH air depurasi kijing besar dan kijing kecil turun menjadi 6,81.

Rosita (2005) juga melaporkan bahwa nilai pH mengalami penurunan pada kerang

hijau setelah depurasi. Penurunan nilai pH ini dapat disebabkan karena proses

metabolisme kijing yang menghasilkan amoniak. Nilai pH air depurasi kijing

tersebut masih dalam ambang batas tempat kijing biasanya hidup. Suwignyo et al.

(1981) melaporkan bahwa kijing dapat bertahan hidup pada perairan dengan pH

antara 4,8 sampai 9,8.

Gambar 7. Histogram nilai pH air PAM sebelum dan setelah depurasi

4.2.2.3 Kekeruhan

Hasil analisis nilai kekeruhan air PAM sebelum dan setelah depurasi dapat

dilihat pada Gambar 8. Nilai kekeruhan air PAM yang digunakan untuk depurasi

adalah 0,37 (Nephelometric Turbidity Units). Kekeruhan air depurasi kijing besar

dan kijing kecil mengalami penurunan yang tidak signifikan setelah 12 jam yaitu

menjadi 0,33 NTU. Nilai kekeruhan air tidak mempengaruhi kelangsungan hidup

Page 46: Kandungan Logam Berat Pada Daging

kijing. Hal ini dapat dilihat dengan kelangsungan hidup kijing yang 100% sampai

20 hari depurasi. Penurunan ini dapat disebabkan karena kijing mengkonsumsi

partikel-partikel atau bahan organik yang terdapat dalam air. APHA (1998)

menyebutkan bahwa kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan organik dan

anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan

anorganik dan bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya.

Gambar 8. Histogram nilai kekeruhan air PAM sebelum dan setelah depurasi

4.2.2.4 Suhu

Hasil analisis suhu air PAM sebelum dan setelah depurasi dapat dilihat

pada Gambar 9. Suhu air PAM yang digunakan untuk depurasi adalah 25 oC. Suhu

air depurasi kijing besar maupun kijing kecil tidak mengalami perubahan setelah

depurasi selama 12 jam. Suhu air tersebut juga masih dalam ambang batas untuk

kijing dapat hidup. Suwignyo et al. (1981) melaporkan bahwa kijing dapat hidup

pada perairan dengan suhu antara 11 oC sampai 29 oC.

Page 47: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Gambar 9. Histogram nilai suhu air PAM sebelum dan setelah depurasi

4.3 Karakteristik Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Karakteristik kijing lokal yang diukur pada penelitian ini adalah

karakteristik fisik (panjang, lebar, tebal, berat total, berat daging, dan pengaruh

perlakuan depurasi terhadap rendemen daging), dan proksimat (air, lemak,

protein, dan abu).

4.3.1 Karakteristik fisik kijing lokal

Karakteristik fisik kijing lokal yang diukur adalah panjang, lebar, tebal,

berat total, berat daging, dan rendemen daging. Hasil pengukuran karakteristik

fisik kijing dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik fisik kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Parameter Ukuran Kijing Kecil (<9 cm) Besar (≥9 cm)

Panjang (cm) 7,53+0,26 9,47+0,27 Lebar (cm) 3,46+0,17 4,42+0,17 Tebal (cm) 1,46+0,08 1,88+0,19 Berat total (g) 17,78+2,23 39,70+4,77 Berat daging (g) 3,96+0,37 7,68+0,78 Rendemen daging (%) 22,45+2,34 20,07+1,70

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kijing yang digunakan pada

penelitian ini terbagi dua, yaitu ukuran kecil (panjang <9 cm) dan ukuran besar

(panjang ≥9 cm). Hasil pengukuran menunjukkan kijing ukuran kecil memiliki

Page 48: Kandungan Logam Berat Pada Daging

panjang berkisar antara 7,10-7,90 cm dengan rata-rata 7,53+0,26 cm, sedangkan

ukuran besar berkisar antara 9,20-10 cm dengan rata-rata 9,47+0,27 cm. Selda

(2003) melaporkan bahwa kijing angsa (Anadonta cygnea) memiliki panjang

antara 45-145 mm dengan panjang rata-rata 104,2±0,52 mm. Hubungan antara

berat dan panjang adalah W=0,0001*L2,88 (berat kijing adalah 0,0001 kali dari

panjang dipangkat 2,88). Paunovic et al. (2006) menyebutkan dalam penelitiannya

bahwa kerang air tawar memiliki panjang berkisar antara 70-100 mm.

Morton (1992) menyatakan bahwa cangkang atau tubuh kerang (bivalvia)

akan semakin panjang dan ketebalannya akan meningkat seiring dengan

pertambahan usia. Hasil juga menunjukkan bahwa pertambahan ukuran cangkang

kijing diikuti dengan pertambahan lebar dan tebal cangkang kijing, sedangkan

pertambahan ukuran kijing menurunkan berat daging kijing.

Pengukuran rendemen daging kijing lokal sebelum dan setelah depurasi

dilakukan dalam penelitian ini. Hasil perhitungan menunjukkan rendemen daging

kijing ukuran kecil adalah 22,45% (tanpa depurasi), 23,52% (setelah 10 hari

depurasi), dan 24,08% (setelah 96 jam depurasi), sedangkan rendemen daging

kijing ukuran besar adalah 20,07% (sebelum depurasi), 19,58% (setelah 10 hari

depurasi), dan 18,94% (setelah 20 hari depurasi). Rendemen daging kijing

sebelum dan setelah perlakuan depurasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik pengaruh perlakuan depurasi terhadap rendemen daging

kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis), kijing kecil; kijing besar.

Page 49: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Hasil perhitungan rendemen menunjukkan bahwa nilai rendemen kijing

kecil mengalami peningkatan setelah depurasi, tetapi kijing besar mengalami

penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa kijing kecil masih mengalami

pertumbuhan saat depurasi, sedangkan kijing besar tidak mengalami pertumbuhan

lagi. Dody (2008) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa kerang tapes (Tapes

literatus) mengalami pertumbuhan cangkang yang relatif tetap setelah sepuluh

bulan pemeliharaan. Ohba (1959) juga melaporkan bahwa laju pertumbuhan

kerang T. japonica mulai menurun setelah umurnya mencapai dua tahun.

Ukuran kijing memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada rendemen

daging kijing (p<0,05; Lampiran 2). Hal ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan

daging yang menurun dengan bertambahnya ukuran kijing sehingga rendemen

daging besar lebih kecil. Menurut Hepher dan Pruginin (1981), pertumbuhan

individu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

adalah faktor yang berkaitan dengan sifat genetik dan kondisi fisiologi. Faktor

eksternal adalah yang berhubungan dengan lingkungan yaitu karakteristik kimia

air, suhu, sisa metabolisme, ketersediaan oksigen dan ketersediaan makanan.

4.3.2 Kandungan proksimat daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Kandungan proksimat daging kijing lokal yang diukur adalah air, protein,

lemak, abu, dan karbohidrat (by difference). Selda (2003) menyebutkan bahwa

kandungan proksimat (berat daging kering, air, abu, protein, dan lemak) kerang air

tawar spesies Anodonta cygnea Linnaeus bervariasi setiap bulan. Suhardjo et

al. (1977) melaporkan bahwa kandungan lemak kijing besar lebih tinggi daripada

kijing kecil, tetapi kandungan proteinnya lebih sedikit, sedangkan kandungan air,

abu dan karbohidrat tidak berbeda secara signifikan. Hasil pengukuran kandungan

proksimat daging kijing lokal dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan proksimat daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Parameter Jumlah (%) Kadar air 81,54+0,76 Kadar abu 3,08+0,68 Kadar protein 8,90+0,99 Kadar lemak 1,04+0,51 Kadar karbohidrat 5,44+0,40

Page 50: Kandungan Logam Berat Pada Daging

4.3.2.1 Kadar air

Air yang terdapat dalam suatu bahan makanan dinamakan sebagai air

terikat yaitu suatu sistem yang mencakup air yang mempunyai derajat keterikatan

yang berbeda dalam bahan (Budiyanto 2002). Hasil analisis kadar air pada daging

kijing diperoleh sebesar (81,54+0,76)%. Suhardjo et al. (1977) melaporkan bahwa

kandungan air pada kijing berkisar antara 85-87%. Zaitsev et al. (1969)

menyebutkan bahwa variasi kadar air selain dipengaruhi oleh jenis juga

dipengaruhi oleh iklim tempat hidup, kadar lemak total, umur, dan pertumbuhan.

Kadar air cenderung mempunyai pola perbandingan terbalik dengan kadar lemak,

yaitu pada saat kadar air tinggi maka kadar lemak cenderung turun (Sunarya

1987).

4.3.2.2 Kadar abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya

(Budiyanto 2002). Hasil analisis kadar abu daging kijing diperoleh sebesar

(3,08 + 0,68)%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan hasil yang dilaporkan oleh

Suhardjo et al. (1977) yaitu berkisar 1,5-1,6%. Kadar abu dalam daging kijing

dapat dipengaruhi oleh faktor makanan. Menurut Zaitsev et al. (1969), zat gizi

termasuk mineral, akan sangat tergantung pada konsumsi zat tersebut dari

lingkungannya.

4.3.2.3 Kadar protein

Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O,

dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein juga

mengandung fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur

logam seperti besi dan tembaga (Budiyanto 2002). Hasil analisis kadar protein

pada daging kijing diperoleh sebesar (8,90+0,99)%. Suhardjo et al. (1977)

melaporkan bahwa kandungan protein pada kijing berkisar antara 5,74-7,73%.

4.3.2.4 Kadar lemak

Lemak dalam makanan merupakan campuran lemak heterogen yang

sebagian besar terdiri dari trigliserida. Dalam lemak makanan juga terdapat

sejumlah kecil fosfolipid, sfingolipid, kolesterol, dan fitosterol (Budiyanto 2002).

Page 51: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Hasil analisis kadar lemak pada daging kijing diperoleh sebesar (1,04+0,51)%.

Suhardjo et al. (1977) melaporkan bahwa kandungan lemak pada kijing berkisar

antara 0,6-1,1%. Kadar lemak tergantung pada spesies, jenis kelamin, umur,

lokasi geografis, dan ukuran (Ackman 1982).

Kadar lemak dalam kerang juga berhubungan dengan bioakumulasi dan

pencemaran dalam jaringan. Umumnya, ketika kontaminan organik berubah

antara hewan yang berlemak tinggi dan lingkungannya mendekati keadaan yang

seimbang (steady state), penyebaran dalam jaringan dapat berkorelasi dengan

kadar lemak dalam jaringan. Oleh karena itu, faktor yang mempengaruhi kadar

lemak, seperti siklus penyimpanan musiman pada jaringan pencernaan dan

jaringan reproduksi dapat mempengaruhi bioakumulasi dan penyebaran

kontaminan dalam jaringan (Widdows dan Donkin 1992).

4.3.2.5 Kadar karbohidrat

Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan

sumber energi utama bagi manusia dan hewan (Almatsier 2006). Kadar

karbohidrat pada daging kijing dihitung secara by difference. Hasil analisis kadar

karbohidrat pada daging kijing diperoleh sebesar (5,44+0,40)%. Hasil ini sesuai

dengan yang dilaporkan oleh Suhardjo et al. (1977) yaitu berkisar antara

3,3-6,1%.

Karbohidrat yang ada dalam produk perikanan tidak mengandung serat,

kebanyakan dalam bentuk glikogen. Selain itu juga terkandung glukosa, fruktosa,

sukrosa serta monosakarida dan disakarida lainnya. Kandungan glikogen yang

terkandung pada produk perikanan sebesar 1 % untuk ikan, 1 % untuk krustasea

dan 1-8 % untuk kerang-kerangan (Okuzumi dan Fujii 2000).

4.4 Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg), Kadmium (Cd), dan Timbal (Pb) pada Daging Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Kandungan logam berat yang dianalisis pada penelitian ini adalah

merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb). Hasil analisis kandungan logam

berat pada daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ukuran besar dan kecil yang

berasal dari Situ Gede, Bogor yang diambil pada bulan Mei dan Juli serta

Page 52: Kandungan Logam Berat Pada Daging

pengaruh perlakuan depurasi selama 0 hari, 10 hari, dan 20 hari dapat dilihat pada

Lampiran 3 dan Lampiran 4.

4.4.1 Merkuri (Hg)

Kandungan logam berat merkuri daging kijing di perairan Situ Gede

ukuran kecil dan besar dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis pada tabel

menunjukkan bahwa kandungan logam berat merkuri pada daging kijing ukuran

besar dan kecil tidak terdeteksi (<0,001 ppm) selama bulan Mei dan Juli. Hal ini

menunjukkan bahwa daging kijing di perairan tersebut masih aman dari

pencemaran logam berat merkuri. Batas aman merkuri dalam makanan oleh

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Ketetapan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia adalah 0,5 ppm.

Merkuri secara luas tersebar di udara, tanah, bebatuan, air, dan di bagian

lain lingkungan sebagai hasil dari aktifitas manusia. Akan tetapi, sedikit yang

diketahui bahwa Hg diakumulasikan oleh hewan. Data menunjukkan tanah

mengandung 0,1-0,3 ppm dan buah-buahan, sayur-sayuran, dan sereal

mengandung 0,005-0,035 ppm Hg (Underwood 1977, diacu dalam McDowell

1992). Merkuri biasanya masuk ke lingkungan perairan melalui beberapa bentuk,

yaitu Hg anorganik yang berasal dari air hujan atau aliran sungai, Hg organik

yang bisa berasal dari pestisida hasil kegiatan pertanian, Hg yang terikat dalam

bentuk suspended soil sebagai Hg+2, dan logam Hg yang berasal dari kegiatan

industri (Budiono 2002, diacu dalam Widowati et al. 2008). Rendahnya

kandungan logam berat merkuri pada daging kijing di perairan situ Gede juga

menunjukkan bahwa perairan tersebut belum tercemar dari logam berat merkuri.

Tabel 4. Kandungan logam berat merkuri daging kijing di perairan Situ Gede selam dua periode

Sampling Kandungan Merkuri (ppm) Kijing Kecil (<9 cm) Kijing Besar (≥9 cm)

1 (Bulan Mei) <0,001 <0,001 2 (Bulan Juli) <0,001 <0,001

Rata-rata <0,001 <0,001

Menurut Sanusi et al. (1985), akumulasi Hg oleh ikan dan hewan air

lainnya selain dipengaruhi oleh spesies dan jenis kelamin, juga dipengaruhi oleh

Page 53: Kandungan Logam Berat Pada Daging

faktor fisika kimia air meliputi suhu air, pH, dan salinitas. Selain itu, waktu

kontak organisme dengan air juga mempengaruhi akumulasi logam berat pada

ikan dan hewan lainnya. Sering terjadi korelasi yang nyata antara ikan konsumsi

dan kadar Hg pada jaringan tubuh manusia (Moretti et al. 1990, diacu dalam

McDowell 1992).

Hal lain yang diduga penyebab kecilnya kandungan logam berat Hg pada

daging kijing adalah karena kelompok bivalvia kadang-kadang dapat mencegah

absorbsi logam berat dengan menutup cangkang. Selain itu, kelompok bivalvia

juga dapat mengatur keseimbangan logam dalam tubuh dengan konsentrasi logam

tersebut dalam air melalui proses absorbsi dan ekskresi (Bryan 1976, diacu dalam

Hartanti 1998).

4.4.2 Kadmium (Cd)

Kandungan logam berat kadmium daging kijing di perairan Situ Gede

ukuran kecil dan besar selama bulan Mei dan Juli dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil

analisis pada tabel menunjukkan bahwa kandungan logam berat kadmium pada

daging kijing di perairan Situ Gede tidak terdeteksi (<0,005 ppm). Hal ini juga

menunjukkan bahwa daging kijing di perairan tersebut masih aman dari

pencemaran logam berat kadmium. Batas aman logam berat Cd dalam makanan

baik oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, FDR New Zealand serta

FAO adalah sama yaitu 1 ppm, tetapi Australia menetapkan batas aman logam Cd

pada makanan adalah 2 ppm (Nurjanah dan Widiastuti 1997).

Kandungan logam berat kadmium yang rendah pada daging kijing di

perairan Situ Gede juga menunjukkan bahwa perairan tersebut masih aman dari

pencemaran kadmium. Hal ini diduga karena lokasi perindustrian jauh dari

perairan tersebut dan kegiatan pertanian tidak mempengaruhi kandungan logam

merkuri secara signifikan di perairan tersebut.

Data yang menyebutkan bahwa Cd dapat sebagai elemen esensial sangat

sedikit. Hal tersebut menunjukkan bahwa Cd masih merupakan salah satu elemen

yang berbahaya bila terdapat pada tubuh manusia. Berdasarkan hasil penelitian

BPLHD, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, dan Institut

Teknologi Bandung, diketahui bahwa logam Zn, Pb, dan Hg diabsorpsi dan

Page 54: Kandungan Logam Berat Pada Daging

diakumulasi oleh ikan. Sementara itu, unsur Cd, Cr, Cu, dan As tidak terdeteksi

dalam tubuh ikan (Widowati et al. 2008).

Tabel 5. Kandungan logam berat kadmium daging kijing di perairan Situ Gede selama dua periode

Sampling Kandungan Kadmium (ppm) Kijing Kecil (<9 cm) Kijing Besar (≥9 cm)

1 (Bulan Mei) <0,005 <0,005 2 (Bulan Juli) <0,005 <0,005

Rata-rata <0,005 <0,005

4.4.3 Timbal (Pb)

Kandungan logam berat timbal daging kijing ukuran kecil dan besar di

perairan Situ Gede dianalisis pada bulan Mei dan Juli. Perlakuan depurasi juga

dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi kandungan timbal daging kijing

karena kandungan timbal lebih banyak dibandingkan kandungan Hg (<0,001 ppm)

dan Cd (<0,005 ppm).

4.4.3.1 Perbedaan waktu pengambilan sampel

Hasil analisis kandungan logam berat timbal daging kijing kecil dan besar

di perairan Situ Gede selama bulan Mei dan bulan Juli dapat dilihat pada Tabel 6.

Hasil analisis pada tabel menunjukkan bahwa kandungan rata-rata logam berat

timbal daging kijing di perairan Situ Gede selama bulan Mei pada kijing kecil

sebesar 1,49 ppm dan pada kijing besar sebesar 1,71 ppm, sedangkan pada bulan

Juli sebesar 1,19 ppm pada kijing kecil dan 1,17 ppm pada kijing besar.

Tabel 6. Kandungan logam berat timbal daging kijing di perairan Situ Gede selama dua periode

Sampling Kandungan Timbal (ppm) Kijing Kecil (<9 cm) Kijing Besar (≥9 cm)

1 (Bulan Mei) 1,49 1,71 2 (Bulan Juli) 1,19 1,17

Rata-rata 1,34 1,44

Hasil analisis kandungan timbal selama dua periode menunjukkan bahwa

kandungan timbal daging kijing ukuran kecil dan besar pada bulan Mei lebih

tinggi dibandingkan bulan Juli. Karimah (2002) melaporkan bahwa kandungan

Page 55: Kandungan Logam Berat Pada Daging

timbal pada kerang berfluktuasi selama tiga periode. Hal ini dapat disebabkan

oleh perbedaan cuaca selama periode tersebut yang mempengaruhi keadaan

perairan tempat kijing hidup. Hasil di lapangan saat pengambilan sampel

menunjukkan bahwa pada bulan Mei memiliki curah hujan yang lebih tinggi

dibandingkan bulan Juli. Data BMKG (2009) menunjukkan bahwa curah hujan di

daerah Situ Gede sebesar 570,6 mm pada bulan Mei, sedangkan pada bulan Juli

hanya 131,1 mm. Tingginya curah hujan tersebut akan menyebabkan danau

menampung lebih banyak air yang kemungkinan membawa bahan pencemar

seperti timbal. Kandungan timbal di perairan tersebut akan disaring oleh kijing

bersamaan dengan makanan.

Rata-rata kandungan logam berat timbal di perairan Situ Gede selama dua

periode adalah sebesar 1,34 pada kijing kecil dan 1,44 pada kijing besar.

Kandungan logam berat timbal daging kijing tersebut lebih rendah dibandingkan

organisme lain. Arief (2004) melaporkan bahwa kandungan logam timbal kerang

darah (Anadara granosa) ukuran kecil berkisar 1,00-1,83 ppm, sedangkan ukuran

lebih besar berkisar 2,20-3,85 ppm.

Perbedaan kandungan logam berat Pb pada kijing yang berbeda ukuran

dapat dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor lingkungan seperti kondisi

lingkungan dan kemampuan organisme dalam mentolerir logam berat pada saat

mengabsorbsi, juga melalui proses ekskresi dan pengaturan secara fisiologis yang

selanjutnya akan menentukan sifat akumulatif dalam jaringan organisme (Wood

1979, diacu dalam Hartanti 1998). Suryono dan Chrisna (1997) melaporkan

bahwa kerang yang mempunyai ukuran paling besar akan menunjukkan nilai

filtrasi yang tinggi bila dibandingkan dengan kerang yang berukuran lebih kecil.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia membatasi Pb maksimum

dalam makanan sebesar 4 ppm, sedangkan FAO sebesar 2 ppm (Nurjanah dan

Widiastuti 1997), tetapi FDA (2000), diacu dalam ADSDR (2007) menetapkan

kadar Pb pada produk yang ditujukan bagi bayi dan anak anak adalah 0,5 ppm.

Hasil analisis logam berat yang didapatkan menunjukkan bahwa daging kijing

masih aman dari pencemaran logam Pb sesuai standar Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, tetapi sudah melebihi ambang batas untuk bayi dan anak-

anak yang ditetapkan FDA.

Page 56: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Batas maksimum kadar logam Pb dalam tubuh biota air yang aman

dikonsumsi manusia sebesar 0,7 mg atau 700 µg per 70 kg berat badan per

minggu (WHO 1989). Dosis tersebut tidak akan memperlihatkan gejala keracunan

pada orang selama hidupnya. Berdasarkan hasil analisis kandungan logam berat

Pb pada daging kijing dapat dihitung jumlah maksimal berat daging kijing yang

boleh masuk ke dalam tubuh manusia, yaitu 406,98 gram/minggu (Lampiran 5).

Kandungan logam berat Pb yang terdapat pada daging kijing juga dapat

disebabkan karena perairan tempat kijing tersebut hidup telah tercemar Pb. Logam

Pb dalam air dapat berasal dari tanah, bebatuan, dari debu yang jatuh ke air, dan

pembuangan kendaraan (Quarterman 1986, diacu dalam McDowell 1992). Timbal

dapat masuk ke dalam tubuh melalui penyerapan tidak hanya pada saluran

pencernaan, tetapi juga melalui saluran pernafasan dan kulit (Fick 1974, diacu

dalam McDowell 1992).

4.4.3.1 Depurasi kijing

Kandungan logam berat timbal daging kijing setelah dilakukan depurasi

dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil analisis kandungan logam berat timbal

daging kijing kecil dan besar di perairan Situ Gede menunjukkan ukuran kijing

dan perlakuan depurasi maupun interaksi ukuran kijing dan perlakuan depurasi

memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kandungan timbal

(p>0,05; Lampiran 6). Kijing ukuran kecil memiliki kandungan timbal 1,19 ppm

sebelum depurasi kemudian mengalami penurunan menjadi 1,10 ppm setelah

10 hari depurasi dan 1,04 ppm setelah 20 hari depurasi. Kijing ukuran besar

memiliki kandungan timbal 1,17 ppm sebelum depurasi kemudian mengalami

penurunan menjadi 1,12 ppm setelah 10 hari depurasi dan 1,09 ppm setelah

20 hari depurasi. Chong dan Wang (2000) juga melaporkan bahwa depurasi dapat

menurunkan kandungan logam berat pada kerang hijau (Perna viridis) dan remis

Manila (Ruditapes philippinarum).

Page 57: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Gambar 11. Grafik kandungan timbal pada daging kijing berdasarkan ukuran

dan perlakuan depurasi, kijing kecil; kijing besar.

Hasil depurasi selama 20 hari menunjukkan penurunan kandungan logam

berat timbal sebesar 0,0861 ppm (setelah 10 hari depurasi) dan 0,1506 ppm

(setelah 20 hari depurasi) pada kijing kecil, sedangkan kijing besar 0,0513 ppm

(setelah 10 hari depurasi) dan 0,0835 ppm (setelah 20 hari depurasi). Hal ini dapat

disebabkan karena perbedaan kemampuan kijing dalam menyerap dan

mengeliminasi kandungan logam. Nugroho (2006) melaporkan bahwa kijing

ukuran besar memiliki tingkat filtrasi yang lebih besar terhadap padatan

tersuspensi total, padatan terlarut total, dan bahan organik total dibandingkan

kijing kecil. Kecilnya penurunan kandungan timbal setelah depurasi juga dapat

disebabkan karena waktu depurasi yang kurang lama dan kemampuan kijing yang

rendah dalam mengeliminasi kandungan logam timbal.

Page 58: Kandungan Logam Berat Pada Daging

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kijing lokal di perairan Situ Gede menunjukkan kandungan logam berat

merkuri dan kadmium yang tidak terdeteksi pada daging selama periode dua bulan

(Mei dan Juli) baik pada ukuran kecil maupun besar. Kandungan timbal bulan Mei

lebih tinggi (1,49 ppm pada kijing kecil dan 1,71 ppm pada kijing besar)

dibandingkan bulan Juli (1,19 ppm pada kijing kecil dan 1,17 ppm pada kijing

besar).

Rata-rata kandungan logam berat timbal di perairan Situ Gede selama dua

periode adalah sebesar 1,34 ppm pada kijing kecil dan 1,44 ppm pada kijing besar.

Perlakuan depurasi selama 20 hari dapat menurunkan kandungan timbal pada

kijing kecil sebesar 0,0861 ppm (setelah 10 hari depurasi) dan 0,1506 ppm

(setelah 20 hari depurasi), sedangkan kijing besar 0,0513 ppm (setelah 10 hari

depurasi) dan 0,0835 ppm (setelah 20 hari depurasi).

5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian ini disarankan agar:

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh depurasi terhadap

kandungan logam berat dengan waktu yang lebih lama pada kijing.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pengaruh depurasi terhadap kandungan

logam berat lainnya, misalnya Zn, Cu, As, Co, dan Ag pada kijing.

3. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh depurasi terhadap

kandungan logam berat pada organisme lain selain kijing.

4. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan logam berat

pada kijing dengan periode yang lain dan ukuran yang berbeda.

5. Anak-anak atau bayi tidak mengkonsumsi daging kijing dari perairan Situ

Gede dalam jumlah yang banyak.

Page 59: Kandungan Logam Berat Pada Daging

DAFTAR PUSTAKA

Ackman RG. 1982. Fatty acid composition of fish oil. Di dalam: Barlow SM, Stansby ME editor. Nutritional Evaluation of Llong Chain Fatty Acid in Fish Oil.

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemysts. 1995. Official Methods of Analysts of the Association of Official Analytical Chemysts. Virginia: AOAC Inc.

[APHA] American Public Health Association. 1998. Standard Method for Examination of Water and Wastewater. Ed ke-17. Washington DC: American Water Works Association, dan Water Pollution Control Federation.

Arief A. 2004. Analisis logam berat Pb dan Cu dalam kerang darah (Anadara granosa) di perairan Tanjung Bunga Makassar. http://www.unhas.ac.id/lemlit/researches/view/132.html [1 Februari 2009].

[ATSDR] Agency for Toxic Substances and Disease Registry. 2007. Toxicological profile for lead. Georgia: Division of Toxicology and Environmental Medicine/Applied Toxicology Branch.

Ayuningrat E. 2009. Penapisan awal komponen bioaktif dari kijing taiwan (Anadonta woodiana Lea) sebagai senyawa antioksidan [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Basmi J. 1998. Perkembangan komunitas fitoplankton sebagai indikator perubahan tingkat kesuburan kualitas perairan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Bryan GW. 1976. Heavy metal contamination in the sea. Di dalam: Johnston R, editor. Marine Polution. New York: Academic Press.

Budiyanto MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Budiono A. 2003. Pengaruh pencemaran merkuri terhadap biota air [makalah]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Cantle JE. 1982. Tehnique and Instrumentation in Analytical Chemistry. Vol. 5 ”Atomic Absorption Spectrometry. Amsterdam: Elsevier Scientific Publishing Company.

Page 60: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Chan KW, Cheung RYH, Leung SF, Wong MH. 1999. Depuration of metal from soft tissue of oyster (Crassostrea gigas) transplanted from a contaminated site to clean sites. Environmental Pollution 105:299-310.

Chong K, Wang WX. 2000. Comparative studies on the biokinetics of Cd, Cr, and Zn in the green mussel Perna viridis and the Manila clam Ruditapes philippinarum. Environmental Pollution 115:107-121.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Makhluk. Hidup. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Budidaya kerang hijau (Perna viridis). http://www.indonesia.go.id/id/index.php.htm [15 Feb 2009].

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Sistem Informasi Data Statistik. www.simpatik.com. [28 Juni 2009].

Dody S. 2008. Morfometri dan pertumbuhan kerang tapes (Tapes literatus) di pulau Fair, Maluku Tenggara [prosiding seminar riptek kelautan nasional]. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius

Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Polusi Udara. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Hamidah. 1980. Pengaruh logam berat terhadap lingkungan. Pewarta Oseana, Vol. VI No. 2. Jakarta: LON LIPI.

Harahap S. 1991. Tingkat pencemaran air kali Cakung ditinjau dari sifat fisika khususnya logam berat dan keanekaragaman jenis hewan bentos makro [tesis]. Bogor: Ilmu Pengolahan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Harun NH, Tuah PM, Markom MZ, Yusof MY. 2008. Distribution of heavy metals in Monochoria hastata and Eichornia crassipes in natural habitats. Environmental Science Programme School of Science and Technology, University of Malaysia.

Hartanti. 1998. Kandungan logam berat raksa (Hg), cadmium (Cd), timah hitam (Pb), arsen (As) dan tembaga (Cu) dalam tubuh kerang-kerangan konsumsi [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Hepher B, Pruginin Y. 1981.  Commercial Fish Farming. New York: Wiley Interscience.

Hutagalung HP, Hamidah. 1982. Pengamatan pendahuluan kadar Pb dan Cd dalam air dan biota di estuaria Muara Angke. Oseanologi di Indonesia, No. 15: Jakarta: LON LIPI.

Page 61: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Hutagalung HP. 1984. Logam berat dalam lingkungan laut. Pewarta Oseana, Vol. IX No. 1: Jakarta LON LIPI.

Hutagalung HP. 1985. Raksa (Hg). Oseana 3: 93-105.

Hutagalung HP. 1991. Pencemaran laut oleh logam berat. Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, LIPI.

Karimah A. 2002. Profil kandungan logam berat timbal (Pb) dalam cangkang kupang beras (Tellina versicolor) [skripsi]. Surabaya: Prodram Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember.

Kohar I, Hardjo PH, Jonatan M, Agustanti O. 2004. Studi kandungan logam Pb dalam batang dan daun kangkung (Ipomoea reptans) yang direbus dengan penambahan NaCl. Makarla Sains 8(3): 85-88.

Lauwerys R. 1983. In vivo tests to monitor body burdens of toxic metal in man. Dalam Chemical Toxicology and Clinical Chemistry of Metals. Editor SB Stanley. London: Academic Press.

Laws EA. 1981. Aquatic Polution. New York: John Willey & Sons.

Lestari A. 2002. Kandungan logam berat Hg dan Pb pada kerang hijau (Mytilus viridis) berbagai ukuran hasil tangkapan di pantai Losari Makassar provinsi Sulawesi Selatan [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Mathlubi W. 2006. Studi karakteristik kerupuk kijing taiwan (Anadonta woodiana Lea) [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Mattjik AN, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Ed ke-2. Bogor: IPB Press.

McDowell LR. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. London: Academic Press.

Morton B. 1992. The evolution and succes of the heteromyarian form in the mytiloida. Di dalam: Gosling E, editor. The Mussel Mytilus: Ecology, Physiology, Genetics and Culture. Netherlands: Elsevier. Hlm 21-48.

Nasralla MM, Ali EA. 1985. Lead accumulationin edible portions of crops grown near Egyptian traffic roads. Agriculture Ecosystem Environment 103:280-291.

Noviana. 1994. Pengaruh konsentrasi logam berat merkuri (Hg) terhadap beberapa aktivitas biologi kerang darah (Anadara granosa Linn.) [skripsi]. Bandung: Fakultas Pertanian, UNPAD.

Page 62: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Nugroho AE. 2006. Tingkat biofiltrsai kijing (Pilsbryoconcha exilis) terhadap bahan organik [skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Nurjanah, Widiastuti R. 1997. Ancaman dibalik ikan. Warta Konsumen, Edisi November No. 11 Tahun XXIII. Jakarta: YLKI.

Ohba S. 1959. Ecological studies in the natural population of a clam Tapes japonica with special reference to seasonal variations in the size and structure of the population and to individual growth. Biol. J. Okayama Univ. 5:13–43.

Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttlefish. Japan: National Cooperative Association of Squid Processors.

Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Paunovic M, Csanyi B, Simic V, Stojanovic B, Cakic P. 2006. Distribution of Anodonta (Sinanodonta) woodiana (Rea,1834) in inland waters of Serbia. Aquatic Invasion 3(1):154-160.

Prihartini W. 1999. Keragaman jenis dan ekobiologi kerang air tawar famili Unionidae (Moluska: Bivalvia) beberapa situ di Kabupaten dan Kotamadya Bogor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Priyono A. 1994. Parameter-Parameter Kualitas Air. Bogor: Laboratorium Analisis Lingkungan, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Purnama D. 2009. Logam berat. http://dedepurnama.blogspot.com/logam-berat.html [17 November 2009].

Purnomo T, Muchyiddin. 2007. Analisis kandungan timbal (Pb) pada ikan bandeng (Chanos chanos Forsk.) di Tambak Kecamatan Gresik. Surabaya: Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya.

Rosita N. 2005. Efektivitas kitosan dalam menurunkan kandungan timbal (Pb) pada kerang hijau (Mytilus viridis) dengan sistem resirkulasi sederhana [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ruppert EE, Barnes RD. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Orlando, Florida: College Publishing. 1056p.

Sanusi HS. 1980. Akumulasi logam berat Hg dan Cd pada tubuh ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Page 63: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Sanusi HS, Syamsu S, Sardjirun S. 1985. Kandungan dan distribusi logam berat pada berbagai komoditi ikan laut yang disalurkan lewat TPI, Jakarta. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Selda N. 2003. Investigation population parameters of freshwater mussels and economic evaluation posibility in Lake Çildir. Fisheries Engineer: North Caroline.

[SNI] Standar Nasional Indonesia 06-6992.2-2004. 2004. Cara Uji Merkuri (Hg) secara Uap Dingin (Cold Vapour) dengan Mercury Analyzer. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

[SNI] Standar Nasional Indonesia 06- 6989.46-2005. 2005. Cara Uji Kadar Timbal (Pb) dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) secara Ekstraksi. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

Steel RGB, Torrie JH. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Soemantri B, penerjemah. Jakarta: PT. Gramedia.

Suhardjo, Sibarani S, Nasoetion A, Tjiptaningrum E. 1977. Berbagai aspek pemanfaatan Kijing Taiwan serta analisa kadar gizinya [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sukiyanti, E. 1987. Kadar merkuri kerang darah dari Teluk Jakarta dan hubungannya dengan kadar merkuri kerang darah dari tempat pelelangan ikan Muara Angke [tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.

Supriyanto C, Samin, Kamal Z. 2007. Analisis cemaran logam berat Pb, Cu, dan Cd pada ikan air tawar dengan metode spektrometri nyala serapan atom (SSA). Yogyakarta: Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan, Sekolah Tinngi Teknologi Nuklir, Batan.

Sunarya. 1987. Extraction and storage stability of nutritionaly important components of shark liver oil [thesis]. United Kingdom: School of Food Studies, Humberside College of Higher Education.

Suryono, Chrisna A. 1997. Laju filtrasi kerang hijau Perna viridis terhadap mikroalgae Chaetocheros. http://ik-ijms.com/category/year-1997/volume-ii-05/ [11 Februari 2009].

Suwignyo S, Basmi PJ, Lumbanbatu DTF, Affandi R. 1981. Studi biologi kijing taiwan (Anadonta woodiana). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Krisanti M. 1998. Avertebrata Air untuk Mahasiswa Perikanan. Jilid 2. Bogor: Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Szefer P, Ali AA, Ba-Haroon AA, Rajeh AA, Geldon J, Nabrzyski M. 1999. Distribution and relationships of selected trace metals in molluscs and

Page 64: Kandungan Logam Berat Pada Daging

associated sediments from the Gulf of Aden, Yemen. Science Direct 106:299-314.

Trilaksani W, Riyanto B. 2004. Teknologi Pengolahan Kerang-Kerangan. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Turgeon. 1988. Classs Pelecypodsa. 3rd edition. San Diego: Academia Press. 985p.

Wahyono MM. 1993. Kajian tentang kualitas lingkungan perairan dan kandungan logam berat pada kerang bulu (Anadara indica EMELIN) di estuaria Muara Kamal, Teluk Jakarta [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Waldichuk M. 1974. Some biological concern in heavy metals pollution. Dalam Pollution and Physiology of Marine Organism. Editor KJ Vernberg dan WB Vernberg. New York: Academic Press.

Welch PS. 1952. Limnology: Lake and river ekosystem. Ed ke-3. San Diego: Academia Press.

[WHO] World Health Organisation. 1989. Lead, environmental health criteria 85. WHO, Geneva. 106 hlm.

Widowati W, Sastiono A, Jusuf R. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Widdows J dan Donkin P. 1992. Mussel and environmental contaminants: bioaccumulation and physiological aspects. Di dalam: The Mussel Mythilus: Ecology, Physiology, Genetics and Culture. Gosling E, editor. Elsevier chapter 8.

Zaitsev V, Kizevetter I, Lagunov L, Makarova T, Minder L, Podsevalov V. 1969. Fish Curing and Processing. Moscow: Mir Publishing.

Zhu S, Saucier B, Durfey J, Chen S, Dewey B. 1999. Waste excretion charachteristics of Manila clams (Tapes philippinarum) under different temperature conditions. Aquacultural Engineering 20:231144.

Page 65: Kandungan Logam Berat Pada Daging

LAMPIRAN

Page 66: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Lampiran 1. Peta wilayah Situ Gede 

 

U

Page 67: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Lampiran 2. Hasil uji statistik ANOVA pengaruh ukuran dan perlakuan depurasi terhadap rendemen daging kijing lokal

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

Fhit P

Ukuran 1 447,567 447,567 77,67 0,000 Depurasi 2 1,170 0,585 0,100 0,904 Interaksi 2 34,985 17,492 3,04 0,052 Galat 114 656,927 5,763 - - Total 119 1140,649 - - -

Page 68: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Lampiran 3. Hasil uji kandungan logam berat daging kijing lokal

Jenis Logam Sampling Ulangan Ukuran Kecil (<9 cm) Besar (≥9 cm)

Hg (ppm) 1 (Bulan Mei) 1 <0,001 <0,001 2 <0,001 <0,001 2 (Bulan Juni) 1 <0,001 <0,001 2 <0,001 <0,001 Rata-rata (ppm) <0,001 <0,001

Cd (ppm) 1 (Bulan Mei) 1 <0,005 <0,005 2 <0,005 <0,005 2 (Bulan Juni) 1 <0,005 <0,005 2 <0,005 <0,005 Rata-rata (ppm) <0,005 <0,005

Pb (ppm) 1 (Bulan Mei) 1 1,39 1,72 2 1,60 1,69 2 (Bulan Juni) 1 1,22 1,04 2 1,15 1,31 Rata-rata (ppm) 1,34 1,44

Page 69: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Lampiran 4. Tabel pengaruh depurasi terhadap kandungan timbal (Pb) daging kijing lokal

Ukuran Kijing Kandungan Pb (ppm) Tanpa depurasi Depurasi 10 hari Depurasi 20 hari

Kecil 1,2211 1,1248 1,1067 1,1547 1,0787 0,9680 Rata-rata 1,1879 1,1018 1,0373 Besar 1,3062 1,1683 1,1622 1,0408 1,0761 1,0179 Rata-rata 1,1735 1,1222 1,0901

Page 70: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Lampiran 5. Cara penghitungan jumlah maksimal berat daging kijing yang boleh masuk ke dalam tubuh manusia

Batas maksimum kadar logam Pb dalam tubuh biota air yang aman dikonsumsi manusia sebesar 0,7 mg atau 700 µg per 70 kg berat badan per minggu.

Kandungan logam Pb yang tertinggi pada kijing adalah 1,72 ppm, maka jumlah maksimal berat daging kijing yang boleh masuk ke dalam tubuh manusia:

0,7 mg = 406,98 gram/minggu.

1,72 mg Pb/kg daging

Page 71: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Lampiran 6. Hasil uji statistik ANOVA pengaruh ukuran dan perlakuan depurasi terhadap kandungan logam Pb

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

Fhit P

Ukuran 1 0,00082 0,000382 0,04 0,842 Depurasi 2 0,053779 0,053779 3,03 0,123 Interaksi 2 0,001836 0,001836 0,10 0,903 Galat 6 0,053191 0,008865 - - Total 11 0,109188 - - -

Page 72: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Lampiran 7a. Data kualitas air

Sampel Ulangan DO (mg/L) pH Kekeruhan Suhu A 1 5.06 7.50 9.70 28 2 5.07 7.10 10 28 3 5.08 7.11 9.80 28 Rata-rata 5,07 7,24 9,83 28 B 1 6.72 7.05 0.40 25 2 6.73 6.96 0.30 25 3 6.73 6.91 0.40 25 Rata-rata 6,73 6,97 0,37 25 C 1 4.84 6.81 0.40 25 2 4.88 6.82 0.30 25 3 4.88 6.80 0.30 25 Rata-rata 4,87 6,81 0,33 25 D 1 6.17 6.81 0.30 25 2 6.15 6.81 0.40 25 3 6.12 6.81 0.30 25 Rata-rata 6,15 6,81 0,33 25

Keterangan :

A: Air danau Situ Gede

B: Air PAM untuk Depurasi

C: Air PAM setelah Depurasi 12 jam untuk Kijing Besar

D: Air PAM setelah Depurasi 12 jam untuk Kijing Kecil

Lampiran 7b. Data hasil analisis kandungan logam berat Pb pada air depurasi

kijing lokal

Sampel Ulangan Timbal (ppm) Air 1 <0,030 Air 2 <0,030

Page 73: Kandungan Logam Berat Pada Daging

Lampiran 8. Hasil perhitungan kandungan logam berat

Abs std ppm std

-0,0001 0 0,0149 2 0,0351 4 0,0958 8 0,1258 12 0,1702 16 0,2066 20

Kode spl Bobot spl (g) BK Absorbans ppm spl (y) ppm splxFPK01 5,1820 0,1812 0,0006 0,2531 1,2211 K02 5,0750 0,1812 0,0004 0,2344 1,1547 K101 4,9990 0,1797 0,0002 0,2157 1,0787 K102 5,0020 0,1797 0,0003 0,2251 1,1248 K201 5,0840 0,1735 0,0003 0,2251 1,1067 K202 5,0880 0,1735 0,0000 0,1970 0,9680 B01 5,1810 0,1754 0,0002 0,2157 1,0408 B02 5,0230 0,1754 0,0007 0,2625 1,3062 B101 5,0160 0,1808 0,0004 0,2344 1,1683 B102 5,0110 0,1808 0,0002 0,2157 1,0761 B201 5,0680 0,1835 0,0001 0,2064 1,0179 B202 5,0420 0,1835 0,0004 0,2344 1,1622

Contoh perhitungan:

1. Kode sampel K01

Bobot sampel = 5,1820 g

Faktor pengenceran = 25

Absorban = 0,0006

y = 93,50x + 0,197

maka,

y = 93,5 x (0,0006)+0,197

y = 0,2531

ppm sampel = (0,2531/5,1820) x 25

= 1,2211 ppm