kamis, 19 agustus 2010 | media indonesia arogansi asing ... fileyakni batas wilayah hanya 3 mil...

1
KASUS keselamatan pelayaran, pencemaran laut, illegal fishing, dan illegal logging kerap mengancam di wilayah perairan Indone- sia. Alasan itulah yang kemudian mendasari langkah Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) membangun call center (021) 500 500. “Ini adalah awal dari suatu proses untuk lebih mengamankan dan menyelamatkan para pengguna laut,” tutur Kepala Pelaksa- naan Harian Bakorkamla Laksdya Didik Heru Purnomo saat peluncuran call center tersebut, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Penanganan keselamatan dan keamanan laut yang kini dilakukan, menurut Didik, cenderung bersifat sektoral. Diharapkan, sambung dia, ke depan dapat lebih terpusat dengan adanya call center. Bakorkamla, menurut Didik, akan mengoordinasikan seluruh informasi dan pengaduan yang masuk kepada 12 stakeholder atau lembaga terkait. Dengan sistem satu pintu, kata dia, diharapkan penanganan akan dilakukan lebih cepat. “Selama ini penanganannya bersifat sektoral, misalnya, yang paling dekat dengan tem- pat kejadian itu polisi. Maka, polisilah yang menangani. Kalau sekarang, informasi yang masuk akan kami teruskan ke- pada para stakeholder. Di anta- ranya, Mabes TNI, Departemen Luar Negeri, Imigrasi, dan Bea Cukai, sesuai kebutuhan,” urainya. Call center tersebut, menurut Didik, bakal disiagakan 24 jam untuk menerima aduan. Hanya saja, dia mengakui, kini masih muncul kekhawatiran masalah penerimaan sinyal atau jaringan telekomunikasi di perairan. “Masalah itu bisa menjadi kendala call center dalam ber- fungsi maksimal. Oleh karena itu, kami terus melakukan koordinasi dengan PT Telkom sebagai pelaksana,” tuturnya. Berselang sekitar delapan hari pascapeluncuran call center tersebut, tiga aparat Indonesia yang bertugas di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) ditangkap polisi Malaysia di perairan In- donesia. Saat penangkapan berlangsung, ketiga aparat tersebut tengah menindak tujuh pencuri ikan asal Malaysia di perairan Tanjung Berakit, Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Dalam kesempatan tersebut, Redaktur Senior Harian Media Indonesia Laurens Tato, yang menjadi salah satu pembicara, me- nyampaikan penilaiannya ihwal pentingnya keberadaan laut. Laut, dia menandaskan, merupakan medium pemersatu wilayah kepulauan Indonesia. Lantaran itu pulalah, Laurens mengingatkan agar call center yang didirikan Bakorkamla benar-benar mampu menjalankan fungsi untuk melayani masyarakat dalam menjaga dan mengamankan wilayah laut. “Mudah-mudahan call center ini tidak tipu-tipu seperti halnya call center lain. Sebab, perlu diingat bahwa penanganan keaman- an dan keselamatan laut yang lebih cepat, diharapkan dapat mengembalikan kejayaan kita,” tukasnya. (NJ/S-8) Amahl Sharif Azwar Fasilitas Baru demi Menangkal Ancaman di Laut Arogansi Asing akibat Pemerintah Abaikan Aturan ANTARA/STR/ANGGA TRI HALAU KAPAL MALAYSIA: KRI Wiratno (belakang) menghalau kapal Patroli KD Sri Peris 47 milik Tentara Laut Diraja Malaysia di Karang Unarang, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu. Ketegangan sering terjadi antara kedua angkatan karena perselisihan atas klaim batas wilayah. Sikap meremehkan kedaulatan Indonesia bukan semata akibat pemerintah yang lembek, tetapi karena ada aturan yang diabaikan. H INGGA kini, Indo- nesia belum kun- jung mengimple- mentasikan hasil ratifikasi The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Hal itulah yang membuka peluang pihak asing sehingga nekat mengerdilkan kedaulatan Indonesia. Penilaian tersebut disampai- kan pengamat pertahanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pra- modawardhani kepada Media Indonesia, kemarin, di sela-sela diskusi Mengurai Benang Kusut Regulasi di Bidang Pertahanan dan Keamanan, di Jakarta. “Indonesia belum juga meng- implementasikan aturan ratifika- si UNCLOS dalam pengaturan perairan. Sampai sekarang, ma- sih banyak pulau yang tidak dipedulikan dan bahkan tidak diberi nama,” tandasnya. Jika hal itu sampai berlarut- larut, Jaleswari mengungkap- kan, bakal muncul dampak yang sangat merugikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Kalau UNCLOS 82 tidak diimplementasikan, bisa- bisa kita kembali ke tahun 1939, yakni batas wilayah hanya 3 mil ditarik dari pulau terluar.” Padahal, Jaleswari mengata- kan, sebagai negara maritim Indonesia seharusnya memi- liki jatah batas wilayah hingga 12 mil. Jadi, kita harus hati- hati betul. Sebab, Malaysia bisa saja punya kepentingan untuk mengganjal kita,” tandasnya. Lebih jauh, Jaleswari juga mengajak berkaca pada lepas- nya Pulau Sipadan dan Ligitan dari tangan Indonesia. Kini, menurut dia, Indonesia masih menghadapi ancaman serupa akibat sengketa Ambalat, masa- lah perbatasan dengan Filipina, Brunei Darussalam, dan sejum- lah negara lain. Memulai pembenahan Dalam menghadapi kondisi tersebut, Jaleswari menyaran- kan agar pemerintah sebaiknya segera memulai pembenahan terkait masalah perbatasan. “Pembenahan juga dilakukan ke dalam dengan cara melaku- kan penamaan terhadap pulau- pulau terdepan.” Secara terpisah, penga- mat politik Bantarto Bandoro memandang konflik teranyar Jakarta versus Kuala Lumpur merupakan buah dari tidak adanya coast guard yang mam- pu mengatur lalu lintas wilayah perbatasan. Bantarto lantas mengilus- trasikan beberapa pelanggaran di perbatasan yang mengan- cam kedaulatan RI. Diketahui, sejumlah pelanggaran batas MI/ADAM DWI 4 | Politik & HAM KAMIS, 19 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Perlu diingat bahwa penanganan keamanan dan keselamatan laut yang lebih cepat, diharapkan dapat mengembalikan kejayaan kita.” Didik Heru Purnomo Kepala Pelaksanaan Harian Bakorkamla wilayah kerap terjadi di negeri ini. Bahkan, pelanggaran batas itu pernah dilakukan pihak institusi militer negara lain ke Indonesia. Dalam menghadapi situasi ter- sebut, Bantarto lagi-lagi meng- ungkapkan penyesalannya. “Kita terlalu memen- tingkan hubungan sehingga se- lalu mencoba kompromi.” Sementara itu, pengamat per- tahanan UI Andi Widjajanto menilai, harusnya ada kebijakan utama untuk masalah kedaulat- an. Pemerintah pun, kata dia, harus tegas melakukan klaim unilateral. “Tidak bisa seperti Menlu Marty Natalegawa yang mengatakan, posisi Indonesia cenderung mengambang.” Peneliti CSIS Evan A Laksa- mana menilai, sejatinya peme- rintah membedakan antara ke- bijakan luar negeri dan slogan luar negeri. “Zero enemy susah diterapkan dalam kehidupan nyata. Perlu ada ketegasan dari Presiden. Kalau militer diperintah, mereka pasti siap tempur.” Tadi malam, Presiden Susilo Bambang Yu- dhoyono akhir- nya bicara soal kedaulatan negara dalam konteks penangkapan aparat RI oleh otoritas Malaysia. “Kalau ada negara yang mengganggu kedaulatan kita, harus kita usir dan kita lawan,” katanya, di Ja- karta. (HK/S-8) [email protected]

Upload: phamthuy

Post on 26-May-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAMIS, 19 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Arogansi Asing ... fileyakni batas wilayah hanya 3 mil ditarik dari pulau terluar.” Padahal, Jaleswari mengata-kan, sebagai negara maritim

KASUS keselamatan pelayaran, pencemaran laut, illegal fi shing, dan illegal logging kerap mengancam di wilayah perairan Indone-sia. Alasan itulah yang kemudian mendasari langkah Badan Koor dinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) membangun call center (021) 500 500.

“Ini adalah awal dari suatu proses untuk lebih mengamankan dan menyelamatkan para pengguna laut,” tutur Kepala Pelaksa-na an Harian Bakorkamla Laksdya Didik Heru Purnomo saat peluncuran call center tersebut, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Penanganan keselamatan dan keamanan laut yang kini dilakukan, menurut Didik, cenderung bersifat sektoral. Diharapkan, sambung dia, ke depan dapat lebih terpusat dengan adanya call center.

Bakorkamla, menurut Didik, akan mengoordinasikan seluruh informasi dan pengaduan yang masuk kepada 12 stakeholder atau lembaga terkait. Dengan sistem satu pintu, kata dia, diharapkan penanganan akan dilakukan lebih cepat.

“Selama ini penanganannya bersifat sektoral, misalnya, yang pa ling dekat dengan tem-pat ke jadian itu polisi. Maka, polisilah yang menangani. Kalau sekarang, informasi yang masuk akan kami teruskan ke-pada para stakeholder. Di anta-ranya, Mabes TNI, Departemen Luar Negeri, Imigrasi, dan Bea Cukai, sesuai kebutuhan,” urainya.

Call center tersebut, menurut Didik, bakal disiagakan 24 jam untuk menerima aduan. Hanya saja, dia mengakui, kini masih muncul kekhawatiran masalah penerimaan sinyal atau jaringan telekomunikasi di perairan.

“Masalah itu bisa menjadi kendala call center dalam ber-fungsi maksimal. Oleh karena itu, kami terus melakukan koor dinasi dengan PT Telkom sebagai pelaksana,” tuturnya.

Berselang sekitar delapan hari pascapeluncuran call center

tersebut, tiga aparat Indonesia yang bertugas di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) ditangkap polisi Malaysia di perairan In-donesia.

Saat penangkapan berlangsung, ketiga aparat tersebut tengah menindak tujuh pencuri i kan asal Malaysia di perairan Tanjung Berakit, Pulau Bintan, Kepulauan Riau.

Dalam kesempatan tersebut, Redaktur Senior Harian Media Indonesia Laurens Tato, yang menjadi salah satu pembicara, me-nyampaikan penilaiannya ihwal pentingnya keberadaan laut. Laut, dia menandaskan, merupakan medium pemersatu wilayah kepulauan Indonesia.

Lantaran itu pulalah, Laurens mengingatkan agar call center yang didirikan Bakorkamla benar-benar mampu menjalankan fungsi untuk melayani masyarakat dalam menjaga dan mengaman kan wilayah laut.

“Mudah-mudahan call center ini tidak tipu-tipu seperti halnya call center lain. Sebab, perlu diingat bahwa penanganan keaman-an dan keselamatan laut yang lebih cepat, diharapkan dapat mengembalikan kejayaan kita,” tukasnya. (NJ/S-8)

Amahl Sharif Azwar

Fasilitas Baru demi Menangkal Ancaman di Laut

Arogansi Asing akibat Pemerintah Abaikan Aturan

ANTARA/STR/ANGGA TRI

HALAU KAPAL MALAYSIA: KRI Wiratno (belakang) menghalau kapal Patroli KD Sri Peris 47 milik Tentara Laut Diraja Malaysia di Karang Unarang, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu. Ketegangan sering terjadi antara kedua angkatan karena perselisihan atas klaim batas wilayah.

Sikap meremehkan kedaulatan Indonesia bukan semata akibat pemerintah yang lembek, tetapi karena ada aturan yang diabaikan.

HINGGA kini, Indo-nesia belum kun-jung mengimple-mentasikan hasil

ratifi kasi The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Hal itulah yang membuka peluang pihak asing sehingga nekat mengerdilkan kedaulatan Indonesia.

Penilaian tersebut disampai-kan pengamat pertahanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pra-modawardhani kepada Media Indonesia, kemarin, di sela-sela diskusi Mengurai Benang Kusut Regulasi di Bidang Pertahanan dan Keamanan, di Jakarta.

“Indonesia belum juga meng-implementasikan aturan ratifi ka-si UNCLOS dalam pengaturan perairan. Sampai sekarang, ma-sih banyak pulau yang tidak di pedulikan dan bahkan tidak di beri nama,” tandasnya.

Jika hal itu sampai berlarut-larut, Jaleswari mengungkap-kan, bakal muncul dampak yang sangat merugikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Kalau UNCLOS 82 tidak diimplementasikan, bisa-bisa kita kembali ke tahun 1939, yakni batas wilayah hanya 3 mil ditarik dari pulau terluar.”

Padahal, Jaleswari mengata-kan, sebagai negara maritim Indonesia seharusnya memi-liki jatah batas wilayah hingga 12 mil. Jadi, kita harus hati-hati betul. Sebab, Malaysia bisa saja punya kepentingan untuk mengganjal kita,” tandasnya.

Lebih jauh, Jaleswari juga mengajak berkaca pada lepas-nya Pulau Sipadan dan Ligitan dari tangan Indonesia. Kini,

menurut dia, Indonesia masih menghadapi ancaman serupa akibat sengketa Ambalat, masa-lah perbatasan dengan Filipina, Brunei Darussalam, dan sejum-lah negara lain.

Memulai pembenahanDalam menghadapi kondisi

tersebut, Jaleswari menyaran-kan agar pemerintah sebaiknya segera memulai pembenahan terkait masalah perbatasan. “Pembenahan juga dilakukan ke dalam dengan cara melaku-kan penamaan terhadap pulau-

pulau terdepan.” Secara terpisah, penga-

mat politik Bantarto Bandoro memandang konfl ik teranyar Ja karta versus Kuala Lumpur me rupakan buah dari tidak adanya coast guard yang mam-pu mengatur lalu lintas wilayah perbatasan.

Bantarto lantas mengilus-trasikan beberapa pelanggaran di per batasan yang mengan-cam kedaulatan RI. Diketahui, sejumlah pelanggaran batas

“MI/ADAM DWI

4 | Politik & HAM KAMIS, 19 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA

Perlu diingat bahwa penanganan keamanan dan keselamatan laut yang lebih cepat, diharapkan dapat mengembalikan kejayaan kita.”Didik Heru PurnomoKepala Pelaksa na an Harian Bakorkamla

wilayah kerap terjadi di negeri ini. Bahkan, pelanggaran batas itu pernah dilakukan pihak ins titusi militer negara lain ke Indonesia.

Dalam menghadapi situasi ter-sebut, Bantarto lagi-lagi meng-ungkapkan penyesalannya.

“Kita terlalu memen-

tingkan hubungan sehingga se-lalu mencoba kompromi.”

Sementara itu, pengamat per-tahanan UI Andi Widjajanto me nilai, harusnya ada kebijakan utama untuk masalah kedaulat-an. Pe me rintah pun, kata dia, harus te gas melakukan klaim

unilateral. “Tidak bisa seperti Menlu Marty Natale ga wa yang me ngatakan, po si si Indonesia cenderung mengambang.”

Peneliti CSIS Evan A Laksa-mana menilai, sejatinya peme-rintah membedakan antara ke-bijak an luar negeri dan slogan luar negeri. “Zero enemy susah dite rapkan dalam kehidupan

nyata. Perlu ada ketegasan dari Presiden. Kalau militer d i p e r i n t a h , me reka pasti siap tempur.”

Tadi malam, Presi den Susilo Bambang Yu-dhoyo no akhir-nya bicara soal k e d a u l a t a n ne gara dalam

konteks penangkapan aparat RI oleh otoritas Malaysia. “Kalau ada negara yang meng ganggu kedaulatan kita, harus kita usir dan kita lawan,” katanya, di Ja-karta. (HK/S-8)

[email protected]