kak gerakan nasional minerba

9
1 KERANGKA ACUAN KERJA GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM (SDA) INDONESIA SEKTOR PERTAMBANGAN MINERBA I. Latar Belakang Sumberdaya mineral dan batubara merupakan salah satu sumber daya alam (natural capital) yang tak terbaharukan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia untuk dapat dikelola dengan baik. Pengelolaan sumberdaya alam tersebut harus mengacu pada UUD 1945 khususnya pasal 33 yang mengamanatkan pengelolaan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Keberadaan UU No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu wujud pelaksanaan hak pengelolaan negara terhadap sumberdaya tersebut. UU No. 4 tahun 2009 (UU Tentang Pertambangan Minerba) membawa semangat pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan. Undang-undang tersebut juga menekankan pentingnya pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang dapat memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan. Hasil kajian KPK terkait dengan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara sejak tahun 2011, menyimpulkan adanya sejumlah permasalahan dalam proses implementasi UU Minerba. Setidaknya terdapat sepuluh permasalahan utama yang menghambat pelaksanaan tugas pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya mineral dan batubara. Kesepuluh permasalahan tersebut sebagai berikut: 1. Pengembangan sistem data dan informasi Minerba. Untuk mendorong tata kelola pertambangan minerba yang lebih baik, sistem pendataan dilakukan dengan menggunakan aplikasi teknologi informasi. Hingga saat ini, data yang ada belum dikelola secara terintegrasi dan belum bisa dimanfaatkan untuk memonitoring kegiatan pertambangan secara real time. Selain itu, dengan adanya sistem ini diharapkan diperoleh data minerba yang lebih akurat, real-time dan menjadi acuan tunggal bagi semua stakeholder, pusat maupun daerah. 2. Penerbitan aturan pelaksana UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sesuai amanat pasal 174 UU Minerba, semua aturan pelaksana UU tersebut harus diselesaikan paling lambat 12 Januari 2010. Namun Peraturan Pemerintah pelaksana UU tersebut ditetapkan setelah batas waktu 12 Januari 2010. Sebanyak 15 Peraturan Menteri ESDM (dari 22 Peraturan Menteri) sebagai pelaksana UU Minerba belum ditetapkan hingga saat ini.

Upload: gugum-gumilar

Post on 12-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KAK Gerakan Nasional Minerba

TRANSCRIPT

Page 1: KAK Gerakan Nasional Minerba

1

KERANGKA ACUAN KERJA GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM (SDA) INDONESIA

SEKTOR PERTAMBANGAN MINERBA

I. Latar Belakang

Sumberdaya mineral dan batubara merupakan salah satu sumber daya alam (natural capital) yang tak

terbaharukan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia untuk dapat dikelola

dengan baik. Pengelolaan sumberdaya alam tersebut harus mengacu pada UUD 1945 khususnya pasal 33

yang mengamanatkan pengelolaan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Keberadaan UU No. 4 tahun

2009 tentang pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu wujud pelaksanaan hak

pengelolaan negara terhadap sumberdaya tersebut. UU No. 4 tahun 2009 (UU Tentang Pertambangan

Minerba) membawa semangat pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang mandiri, andal,

transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional

secara berkelanjutan. Undang-undang tersebut juga menekankan pentingnya pengelolaan pertambangan

mineral dan batubara yang dapat memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi

nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.

Hasil kajian KPK terkait dengan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara sejak tahun 2011,

menyimpulkan adanya sejumlah permasalahan dalam proses implementasi UU Minerba. Setidaknya

terdapat sepuluh permasalahan utama yang menghambat pelaksanaan tugas pemerintah dalam

pengelolaan sumberdaya mineral dan batubara. Kesepuluh permasalahan tersebut sebagai berikut:

1. Pengembangan sistem data dan informasi Minerba.

Untuk mendorong tata kelola pertambangan minerba yang lebih baik, sistem pendataan dilakukan

dengan menggunakan aplikasi teknologi informasi. Hingga saat ini, data yang ada belum dikelola secara

terintegrasi dan belum bisa dimanfaatkan untuk memonitoring kegiatan pertambangan secara real time.

Selain itu, dengan adanya sistem ini diharapkan diperoleh data minerba yang lebih akurat, real-time dan

menjadi acuan tunggal bagi semua stakeholder, pusat maupun daerah.

2. Penerbitan aturan pelaksana UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Sesuai amanat pasal 174 UU Minerba, semua aturan pelaksana UU tersebut harus diselesaikan paling

lambat 12 Januari 2010. Namun Peraturan Pemerintah pelaksana UU tersebut ditetapkan setelah batas

waktu 12 Januari 2010. Sebanyak 15 Peraturan Menteri ESDM (dari 22 Peraturan Menteri) sebagai

pelaksana UU Minerba belum ditetapkan hingga saat ini.

Page 2: KAK Gerakan Nasional Minerba

2

3. Renegosiasi Kontrak (34 Kontrak Karya/KK dan 78 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan

Batubara/PKP2B).

Pasal 169 UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) mewajibkan

adanya penyesuaian ketentuan yang tercantum dalam kontrak dengan UU minerba paling lambat 1

tahun sejak 12 Januari 2009. Dalam kerangka acuan pemerintah terkait dengan renegosiasi, setidaknya

terdapat 6 hal yang akan dinegosiasikan ulang dengan pemegang kontrak. Hal tersebut mencakup: luas

wilayah kontrak, penerimaan negara, divestasi, penggunaan komponen dalam negeri, tenaga kerja, dan

pengolahan dan pemurnian. Hingga saat ini, belum ada satupun kontrak baru (hasil renegosiasi) yang

ditandatangani bersama antara pemerintah dengan pemegang kontrak.

4. Peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang mineral dan

batubara.

UU Minerba sesuai dengan pasal 170 mewajibkan adanya kegiatan pemurnian hasil pertambangan

mineral oleh pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi, paling lambat 12 Januari 2014. Kewajiban

pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan mineral oleh pemegang IUP dan IUPK operasi produksi,

paling lambat dilakukan 12 Januari 2014 sesuai dengan pasal 112 PP No. 23 tahun 2010 tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Hingga saat ini pemerintah belum

memiliki sikap yang jelas terkait dengan kewajiban pemurnian oleh KK dan pengolahan dan pemurnian

oleh IUP dan IUPK. Bahkan pemerintah memberikan kelonggaran (relaksasi) kepada KK dan IUP/IUPK

untuk mengekspor konsentrat hasil olahan beberapa jenis mineral, hingga 12 Januari 2017.

5. Penataan Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan.

UU Minerba mewajibkan adanya penyesuaian Kuasa Pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambangan.

UU Minerba juga memberikan kewenanangan secara bertingkat dalam pemberian izin kepada

pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Namun hingga saat ini, jumlah

IUP yang belum berstatus clean and clear sebesar 4.912 (44,99%) dari sebanyak 10.916 IUP (status per

Desember 2013).

6. Peningkatan Kewajiban Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation)

UU Minerba mewajibkan adanya pemenuhan kebutuhan dalam negeri sebelum hasil tambang mineral

dan batubara di ekspor. Namun hingga saat ini belum ada upaya sistematis dari pemerintah untuk

meningkatkan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri antara lain melalui sinergi dengan sektor

hilir yang menyerap bahan tamabang sebagai bahan bakunya. Hal ini menyebabkan sebagian besar

barang tambang mineral dan batubara di eskpor ke luar negeri.

7. Pelaksanaan kewajiban pelaporan secara regular.

UU Minerba mewajibkan pemegang IUP/IUPK melaporkan secara reguler kegiatan pertambangannya

kepada pemberi izin. Demikian pelaporan oleh pemda kepada pemerintah pusat. Faktanya IUP banyak

Page 3: KAK Gerakan Nasional Minerba

3

yang tidak melaporkan kegiatan pertambangannya kepada pemberi izin. Hal yang sama juga terjadi pada

pemerintah daerah, yang tidak melaporkan kegiatan pertambangannya ke pemerintah pusat.

8. Pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang.

UU minerba mewajibkan dilaksanakannya kegiatan reklamasi dan pascatambang. Untuk menjamin

pelaksanaan kewajiban tersebut, pemegang izin/KK/PKP2B wajib menyerahkan jaminan reklamasi dan

pascatambang sebesar yang sudah ditetapkan oleh pemberi izin. Faktanya, sulit untuk menelusuri

pelaksanaan penempatan jaminan reklamasi dan pascatambang, oleh karena tidak semua pemda

melaporkan keberadaan jamianan tersebut kepada pemerintah pusat. Di lapangan, pelaksanaan

reklamasi dan pascatambang jauh dari yang seharusnya sehingga menimbulkan dampak kerusakan

lingkungan. Pelaksanaan pengawasan.

9. UU minerba mewajibkan dilaksanakannya kegiatan reklamasi dan pascatambang. Untuk menjamin

pelaksanaan kewajiban tersebut, pemegang izin/KK/PKP2B wajib menyerahkan jaminan reklamasi dan

pascatambang sebesar yang sudah ditetapkan oleh pemberi izin. Faktanya, sulit untuk menelusuri

pelaksanaan penempatan jaminan reklamasi dan pascatambang, oleh karena tidak semua pemda

melaporkan keberadaan jamianan tersebut kepada pemerintah pusat. Di lapangan, pelaksanaan

reklamasi dan pascatambang jauh dari yang seharusnya sehingga menimbulkan dampak kerusakan

lingkungan. Pelaksanaan pengawasan.

UU minerba mewajibkan dilaksanakannya pengawasan secara intesif kepada pelaku usaha sejak dari

perencanaan (eksplorasi), produksi, pengapalan/penjualan, hingga reklamasi dan pascatambang. Namun

jumlah pengawas (termasuk infrastruktur) di lapangan sangat terbatas sehingga pengawasan tidak

berjalan optimal.

10. Pengoptimalan penerimaan Negara.

Pelaku usaha diwajibkan untuk membayarkan penerimaan pajak dan non pajak (royalti dan iuran tetap)

kepada pemerintah. Kewajiban tersebut tertuang dalam kontrak dan PP No.9 tahun 2012 tentang jenis

dan tarif atas jenis PNBP yang berada di Kementerian ESDM. Hasil temuan Tim Optimalisasi Penerimaan

Negara (Tim OPN) menunjukkan adanya kurang bayar PNBP oleh pelaku usaha dari tahun 2003 s.d. 2011

sebesar Rp 6,7 Triliun. Demikian juga dengan hasil perhitungan berdasarkan evaluasi laporan surveyor,

diperkirakan selisih pembayaran royalti oleh pelaku usaha sebesar US$ 24,66 juta tahun 2011 untuk 5

mineral utama dan sebesar US$ 1,22 miliar untuk batubara kurun waktu tahun 2010 s.d. 2012.

Permasalahan tersebut semakin mengemuka manakala pelaksanaan UU No. 4 tahun 2009

diimplementasikan di daerah. Sejumlah hal mengindikasikan hubungan yang tidak harmonis dalam

pengelolaan kegiatan pertambangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemerintah

daerah tidak menyampaikan kewajiban pelaporannya kepada pemerintah pusat. Setiap pemberi izin (pusat

Page 4: KAK Gerakan Nasional Minerba

4

untuk KK/PKP2B dan Daerah untuk IUP) masing-masing bermain dalam lingkup pengawasannya saja tanpa

adanya koordinasi yang baik dalam setiap kegiatan pengawasan, serta aliran data dan informasi antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak terjadi secara sistematis dan transparan. Dampak dari tidak

terlaksananya peran pemerintah dalam mengimplementasikan peraturan perundang-undangan terkait

dengan pertambangan mineral dan batubara, sangat berpotensi untuk menjadi peluang terjadinya tindak

pidana korupsi yang pada akhirnya merugikan negara dan perekonomian nasional.

Oleh karenanya, perlu dilakukan perbaikan sistem dan regulasi di tingkat pusat dan daerah sebagai upaya

untuk mendorong tata kelola pertambangan mineral dan batubara yang lebih baik demi mencegah

terjadinya korupsi. Karenanya kegiatan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan

batubara dengan melibatkan lintas instansi pemerintah pusat dan daerah, menjadi perlu untuk segera

dilakukan.

Pada tahun 2014, KPK telah melakukan koordinasi dan supervisi atas pertambangan mineral dan batubara

yang berlokasi di 12 provinsi. Keduabelas provinsi tersebut yakni Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan,

Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,

Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Kegiatan tersebut melibatkan

instansi pemerintah pusat yang terkait, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Hasil dari

kegiatan tersebut antara lain dicabutnya izin-izin yang tidak memenuhi ketentuan, dibayarkannya kewajiban

keuangan yang selama ini diabaikan oleh pelaku usaha, penegakan aturan, dan pengawasan yang diperketat

dnegan melibatkan berbagai pihak. Memperhatikan dampak positif yang demikian dan keharusan untuk

membenahi permasalahan di sektor pertambangan mineral dan batubara, maka kegiatan penataan kegiatan

pertambangan di provinsi lainnya (19 provinsi) dilakukan mulai Desember 2014 agar pembenahan di sektor

ini dapat mencakup semua aktivitas pertambangan di Indonesia.

II. Dasar Kegiatan

1. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas

antara lain:

a. Huruf b: ‘supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana

korupsi.’

b. Huruf e: ‘melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.’

2. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2002: ‘Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana

dimaksud dalam pasal 6 huruf b, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan

terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan

tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik.’

Page 5: KAK Gerakan Nasional Minerba

5

3. Pasal 14 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002: ‘Dalam melaksanakan tugas monitor sebagaimana

dimaksud dalam pasal 6 huruf e, KPK berwenang:

a. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan

pemerintah;

b. Memberikan saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan

jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;

c. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, DPR, dan BPK, jika saran KPK mengenai usulan

perubahan tersebut tidak diindahkan.’

4. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara:

a. Pasal 1 angka 1 menyebutkan “Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang

dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang

dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.

b. Pasal 2 menyebutkan: “Keuangan Negara sebagaimana pasal 1 angka 1 meliputi pasal 2 huruf (i):

Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah”.

5. Dalam UNCAC pasal 12 yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 tentang

Pengesahan United Nations Convention Against Corruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Antikorupsi) menyebutkan: “Setiap Negara Peserta wajib mengambil tindakan-tindakan, sesuai dengan

prinsip-prinsip dasar sistem hukum nasionalnya, untuk mencegah korupsi yang melibatkan sektor

swasta, meningkatkan standar akuntansi dan audit di sektor swasta, dan dimana diperlukan,

memberikan sanksi perdata, administratif dan pidana yang efektif sebanding untuk kelalaian memenuhi

tindakan-tindakan tersebut”.

6. Deklarasi penyelamatan sumberdaya alam yang ditandatangani oleh Panglima TNI Republik Indonesia,

Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Ketua Komisi Pemberantasan

Korupsi Republik Indonesia di Ternate pada tanggal 9 Juni 2014. Deklarasi tersebut sebagai tekad dari ke-

empat pimpinan lembaga tersebut untuk (1) mendukung tata kelola sumberdaya alam Indonesia yang

bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; (2) mendukung penyelamatan kekayaan sumberdaya alam

Indonesia; (3) melaksanakan penegakan hukum di sektor sumberdaya alam sesuai dengan kewenangan

masing-masing.

7. Rencana Strategi KPK 2011-2015 menetapkan sektor Sumberdaya Alam/Ketahanan Energi menjadi salah

satu fokus area pemberantasan korupsi. Sektor Pertambangan merupakan salah satu sektor yang

termasuk didalamnya.

Page 6: KAK Gerakan Nasional Minerba

6

III. Tujuan Kegiatan

Kegiatan Gerakan Nasional Penyelamatan SDA Indonesia-Sektor Pertambangan Minerba dalam bentuk

koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan batubara (minerba) bertujuan untuk

mendorong terciptanya tata kelola pertambangan mineral dan batubara yang efektif yang mencakup hal-hal

seperti:

a. Sistem informasi dan data mineral dan batubara yang memungkinkan adanya pelaporan yang akurat

dan tepat waktu.

b. Adanya sistem pelaporan yang memungkinkan pengawasan atas laporan produksi sehingga dapat

mencegah atau mendeteksi secara dini terjadinya tindak pidana korupsi.

c. Adanya aturan yang memadai sehingga memungkinkan pelaksanaan tata kelola pertambangan

minerba yang baik.

IV. Ruang Lingkup dan Fokus Kegiatan

Fokus kegiatan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan minerba mencakup hal-hal sebagai

berikut:

a. Penataan Izin Usaha Pertambangan minerba:

1. Failitasi pelaksanaan koordinasi penyelesaian status IUP non Clean and Clear.

2. Supervisi pembekuan/penghentian/pencabutan IUP yang tidak memenuhi syarat.

3. Deteksi faktor dan aktor penghambat proses penataan izin.

4. Sosialisasi dan kampanye perbaikan sistem/kebijakan sebagai upaya pencegahan korupsi.

b. Pelaksanaan kewajiban keuangan pelaku usaha pertambangan minerba:

1. Koordinasi dan supervisi pelaksanaan kewajiban pembayaran pajak, iuran tetap, dan royalti

terutang sesuai hasil audit BPK dan Tim Optimalisasi Penerimaan Negara.

2. Koordinasi dan supervisi pengelolaan dana jaminan reklamasi dan pascatambang.

3. Deteksi faktor dana aktor tidak dilaksanakannya kewajiban keuangan pelaku usaha.

4. Sosialisasi dan kampanye antikorupsi sebagai upaya penyelamatan keuangan negara.

c. Pelaksanaan pengawasan produksi pertambangan minerba:

1. Koordinasi dan supervisi pelaksanaan pengawasan produksi.

2. Deteksi faktor dan aktor tidak dilaksanakannya kegiatan produksi sesuai dengan ketentuan.

3. Sosialisasi dan kampanye kegiatan antikorupsi dalam upaya pengawasan produksi.

d. Pelaksanaan kewajiban pengolahan/pemurnian hasil tambang minerba:

1. Koordinasi dan supervisi pelaksanaan kewajiban pengolahan/pemurnian.

2. Deteksi faktor dan aktor penyebab tidak dilaksanakannya kewajiban pengolahan/pemurnian.

3. Sosialisasi dan kampanye kegiatan antikorupsi dalam pelaksanaan kewajiban

pengolahan/pemurnian.

Page 7: KAK Gerakan Nasional Minerba

7

e. Pelaksanaan pengawasan penjualan dan pengangkutan/pengapalan:

1. Koordinasi dan supervisi pelaksanaan pengawasan penjualan dan pengangkutan/pengapalan.

2. Deteksi faktor dan aktor penyebab tidak dilaksanakannya pengawasan penjualan dan

pengangkutan/pengapalan.

3. Sosialisasi dan kampanye kegiatan antikorupsi dalam pengawasan penjualan dan

pengangkutan/pengapalan.

V. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan melalui beberapa tahapan berikut:

a. Rapat koordinasi lintas instansi pusat dan daerah penyepakatan rencana aksi.

Rapat melibatkan 12 instansi pusat (Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam

Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan,

Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian PAN dan RB, BPN, BPKP, dan

BPK) dan 19 Pemerintah Provinsi. Rapat koordinasi dilaksanakan di KPK pada tanggal 3-4 Desember

2014.

b. Monitoring pelaksanaan rencana aksi.

Kegiatan monitoring mencakup monitoring melalui pelaporan rutin progress pelaksanaan rencana

aksi, observasi lapangan, dan monitoring dengan bantuan civil society organization (CSO). Monitoring

dilakukan sejalan dengan pelaksanaan rencana aksi yakni pada Bulan Maret dan Juni 2015.

c. Evaluasi hasil pelaksanaan rencana aksi.

Evaluasi didasarkan pada hasil monitoring pelaksanaan rencana aksi. Evaluasi dilakukan pada Bulan

Agustus - Desember 2015.

d. Tindak lanjut hasil evaluasi pelaksanaan rencana aksi.

Hasil evaluasi akan disampaikan secara resmi kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti.

VI. Peran Para Pihak

A. Peran Pemerintah Pusat

Dalam rangka pelaksanaan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di

19 provinsi, pemerintah pusat memiliki peran sebagai berikut:

1. Menyiapkan data dan informasi yang mendukung terlaksananya kegiatan

2. Menyusun aturan perundang-undangan kebijakan yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan

3. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana aksi

Page 8: KAK Gerakan Nasional Minerba

8

4. Melakukan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi pelaksanaan rencana aksi

B. Peran Pemerintah Provinsi

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan

batubara, peran Pemerintah Provinsi sebagai berikut:

1. Menyiapkan data dan informasi terkait dengan IUP yang diterbitkan oleh Gubernur dan pengelolaan

pertambangan mineral dan batubara di tingkat provinsi.

2. Mengkoordinasikan pengumpulan data dari kabupaten/kota.

3. Memfasilitasi rapat koordinasi lintas instansi yang melibatkan pemerintah kabupaten/kota di lingkungan

provinsi yang bersangkutan.

4. Mengimplementasikan rencana aksi dan melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan

rencana aksi pengelolaan pertambangan mineral dan batubara untuk IUP yang diterbitkan gubernur.

5. Mengkoordinasikan pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan rencana aksi

pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di tingkat kabupaten/kota

C. Peran Pemerintah Kabupaten/Kota

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan

batubara, peran Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai berikut:

1. Menyiapkan data dan informasi terkait dengan IUP yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan

pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di tingkat Kabupaten/Kota

2. Mengimplementasikan rencana aksi dan melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan

rencana aksi pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di tingkat kabupaten/kota

D. Pelaksanaan Rencana Aksi

Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota melaksanakan rencana aksi dengan waktu yang telah

ditetapkan.

VII. Jadwal Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada 6 lokasi untuk 19 Provinsi sebagai berikut:

Page 9: KAK Gerakan Nasional Minerba

9

Jadwal Kegiatan Gerakan Nasional Penyelamatan SDA Indonesia

Sektor Pertambangan Minerba

LOKASI KEGIATAN GN SDA MINERBA

19 Prov & seluruh kab/kota di 6 kota

1 MEDAN

1 ACEH 4 Prov

25-Mar/Rabu 9:00-13:00

2 SUMUT

3 SUMBAR

4 RIAU

2 JAKARTA

5 BENGKULU 3 Prov 22-Apr/Rabu

9:00-13:00 6 LAMPUNG

7 BANTEN

3 AMBON

8 MALUKU 3 Prov 6-May/Rabu 9:00-13:00

9 PAPUA

10 PAPUA BARAT

4 SEMARANG

11 JATENG

4 Prov 20-May/Rabu

9:00-13:00

12 JABAR

13 DIY

14 JATIM

15 NTT

16 NTB

5 KUPANG 15 NTT 2 Prov

4-Jun/Kamis 9:00-13:00 16 NTB

6 GORONTALO

17 SULUT 3 Prov 10-Jun/Rabu 9:00-13:00

18 GORONTALO

19 SULBAR