kajian refrigerant dan kinerja air conditioning
TRANSCRIPT
KAJIAN REFRIGERANT DAN KINERJA AIR CONDITIONING
OLEH
PUTRI HIDAYATI
TEKNIK KONVERSI ENERGI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2013
LAMPIRAN B
Kajian Karakteristik Refrigeran
Refrigeran sebagai fluida kerja primer yang digunakan dalam sistem refrigerasi
mempunyai karakteristik tersendiri, karakteristik inilah yang mempengaruhi suatu sistem
tersebut dan yang membatasi kinerja dari suatu sistem khususnya sistem kompresi uap.
Karakteristik tersebut dapat dilihat dari proses kompresi, kondensasi, expansi dan proses
evaporasi. Karakteristik refrigeran dalam setiap prosesnya dijabarkan pada setiap sub-bab
berikut.
Kompresi
Dalam proses kompresi dimana refrigeran dimampatkan pada suatu titik sehingga
tekanan dan temperatur refrigeran tersebut mengalami kenaikan. besarnya perubahan
tekanan dan temperatur yang dihasilkan bergantung pada jenis refrigeran dan merupakan
range dari batas maksimum kerja yang dicapai refrigeran tersebut. Pada Gambar 1
merupakan range batas kompresi pada refrigeran dimana terjadinya perubahan tekanan
dan temperatur.
Gambar 1 Range Perubahan Tekanan terhadap Temperatur Refrigeran
05
1015202530354045
-50-40-30-20-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Teka
nana
n (B
ar)
Temperatur Refrigeran (oC)
Refrigeran R-22
Refrigerant-134a
Nilai-nilai tersebuat di atas menunjukkan bahwa refrigeran baik itu R-22 maupun R-
134a tingkat kerja yang luas. Namun pada penerapanya range tekanan dan temperatur
refrigeran tersebut memiliki keterbatasan. Dalam banyak aplikasi sistem refrigerasi range
untuk refrigeran R22 dan R134a batas temperatur berkisar antara -20oC sampai 65oC
begitu juga dengan range tekananya. Pada refrigeran R-22 range tekanan kerja berkisar
antara 2,24-27 Bar sedangkan refrigeran R-134a range tekanan kerja berkisar antara 1,32
Bar sampai 19 Bar.
Selain itu, dalam proses kompresi setiap kenaikan tekanan dan temperatur terjadi
perubahan volume spesifik pada refrigeran. Volume spesifik refrigeran menentukan
daerah kerja teknologi penerapan dalam sistem kompresi uap. Dampak dari kenaikan
tekanan dan temperatur terhap volume spesifik ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3
Gambar 2 Hubungan Temperatur terhadap Volume Spesifik
0,000,030,050,080,100,130,150,180,200,230,25
-50 -25 0 25 50 75 100Volu
me
Spes
ifik
(m^3
/kg)
Temperatur Refrigeran (oC)
Refrigeran R-22Refrigeran R-134a
Gambar 3 Hubungan Tekanan Terhadap Volume Spesifik
Volume spesifik menunjukkan volume persatuan massa. Nilai yang membatasi
kapasitas kompresor. Pada temperatur yang lebih tinggi volume spesifik refrigeran sangat
rendah untuk menyesuaikan dengan kapasitas pendinginan perlu ukuran kompresor yang
lebih besar.
Kondensasi Pada proses kondensasi terjadi perubahan fasa dari fasa uap ke cair, proses
kondensasi ini terjadi dalam kondensor pada tekanan dan temperatur konstan. Meskipun
demikian karena adanya perubahan fasa maka terjadi perubahan entalpi. Secara grafis
besarnya berubahan entalpi tersebut ditunjukkan pada Gambar 4
Gambar 4 Hubungan Temperatur terhadap Perubahan Entalpi
0,000,030,050,080,100,130,150,180,200,230,25
0 25 50
Volu
me
Spes
ifik
(m3 /
kg)
Tekanan Refrigeran (Bar)
Refrigeran R-22Refrigeran R-134a
0
50
100
150
200
250
-50-40-30-20-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
∆H (k
J/kg
)
Temperatur Kondensasi (oC)
Refrigeran R-22Refrigerant R-134a
Untuk terjadi perubahan entalpi sebesar ∆H membutukan energi dari luar berupa
temperatur pendingin. Besarnya ∆H tersebut menunjukkan kerja secara teoritis yang
mampu diperoleh pada proses kondensasi akibat interaksi dengan lingkungan luar,
sehingga dapat dicapai suatu kesetimbangan. Untuk refrigeran R-22 pada temperatur -30 oC perubahan entalpi sebesar 226,81 kJ/kg sedangkan pada temperatur 90 oC perubahan
entalpi sebesar 69,78 kJ/kg hal ini membuktikan bahwa pada temperatur yang semakin
tinggi refrigeran membutuhkan energi pendingin mengubah entalpi sebesar ∆H. Hal yang
sama terjadi pada refrigeran R-134a. Perbedaanya adalah refrigeran R-134a memiliki
kritikal panas kondensasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan refrigeran R-22.
Dan besarnya range kondensasi pada refrigeran tersebut secara aplikasinya berkisar antara
30oC sampai 65oC terlihat pada garis yang berwarna merah.
Expansi
Pada proses expansi terjadi penurunan tekanan dari tekanan kondensasi menuju
tekanan evaporasi sehingga akan dihasilkan perubahan tekanan sebesar ∆P. Besar
kecilnya perubahan tekanan tersebut akan menentukan laju aliran massa dan temperatur
refrigeran pada suction evaporator. Hal ini dikenal sebagai efek joule thomson atau yang
biasa disebut dengan Joule Thomson efek. Efek Joule Thomson akan berlaku pada proses
expansi pada sistem refrigerasi dimana jika ada perubahan tekanan yang terjadi pada
katup atau throttling device maka akan terjadi perubahan aliran refrigeran tergantung
besar kecilnya perubahan tekanan tersebut. Perubahan tekanan yang besar akan
menyebabkan bukaan katup ekspansi mengecil akibatnya akan diperoleh laju aliran massa
yang besar. Selain itu, dalam proses expansi, disamping adanya pengaruh perubahan
tekanan mempengaruhi massa jenis cair refrigeran tersebut yang berbanding lurus dengan
laju aliran massa refrigeran. Laju aliran yang semakin besar mempengaruhi gain valve
pada proses expansi. Hubungan perubahan tekaanan terhadap massa jenis cair refrigeran
ditunjukkan pada Gambar 5
Gambar 5 Hubungan ∆P terhadap Massa Jenis Refrigeran Cair
Untuk memperoleh massa jenis refrigeran yang maksimum sehingga diperoleh laju
aliran massa refrigeran yang maksimum membutuhkan perubahan tekanan yang sangat
besar. Pada refrigeran R-22 pada ∆P maksimum diperoleh massa jenis refrigeran sebesar
1406,8 m3/kg sedangkan pada refrigeran R-134a pada kondisi ∆P maksimum diperoleh
massa jenis 1388,4 m3/kg hal demikian menunjukkan bahwa refrigeran R-22 range tingkat
pendinginan yang lebih besar jika dibandingakan denga refrigeran R-134a.
Pada proses ekspansi dimana jarak molekul antara fluidanya semakin berjauhan
akibat adanya gaya attraktif intermolekul sehingga energi potensial meningkat. Namun
karena pada proses ini tidak ada kerja atau panas dari luar maka tidak terjadi perpindahan
panas oleh sebab itu secara teoritis entalpi pada proses ini adalah sama dengan nilai
sebelum terjadinya proses ekspansi. Selain itu perubahan energi berupa energi kinetik
maupun potensial diabaikan karena proses ini adalah adiabatik. Jadi, energi yang ada
hanyalah energi dalam dari fluida itu sendiri, hal inilah yang menyebabkan adanya
penurunan temperatur. Hubungan perubahan tekanan terhadap temperatur ditunjukkan
pada Gambar 6
0200400600800
1000120014001600
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5Mas
sa Je
nis L
iqui
d (m
^3/k
g)
∆P (MPa)
Refrigeran R-22
Refrigeran R-1342
Gambar 6 Hubungan Perubahan Tekanan terhadap Temperatur Refrigeran
Dari hubungan tersebut menyatakan bahwa ada hubungan real antara perubahan
tekanan dengan proses pendinginan dalam sitem refrigerasi. Dengan ∆P yang besar akan
diperoleh temperature yang kecil. Dengan demikian untuk memperoleh tingkat
pendinginan yang maksimum dibutuhkan perubahan tekanan yang besar. Pada refrigeran
R-22 ∆P maksimum yang diperoleh adalah sebesar 4,33 Mpa dengan temperatur yang
dihasilakan adalh -40oC sedangan pada refrigeran R-134a maksimum ∆P adalah 3,16 Bar
dengan temperatur -30 oC hal yang sama menyatakan bahwa Refrigeran R-22 mempunyai
range tingkat pendinginan yang lebih luas jika dibandingkan dengan Refrigeran R-134a.
Evaporasi
Pada proses evaporasi, refrigeran diubah dari cairan ke gas dalam evaporator.
Cairan refrigeran dikabutkan oleh hisapannya sendiri dimana saat proses evaporasi panas
latent diserap dari udara disekitar evaporator. Dari trottling device terjadi penurunan
tekanan yang mengakibatkan titik didih refrigeran menjadi lebih rendah sehingga
refrigeran menguap.
Pada prinsipnya proses evaporasi adalah invers dari proses kondensasi, proses
kondensasi menyerap dingin dari lingkungan sedangan pada proses evaporasi menyerap
panas dari luar, akibat adanya interaksi sistem dengan lingkungan tersebut maka akan
00,5
11,5
22,5
33,5
44,5
5
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
∆P (M
Pa)
Temperatur Refrigeran (oC)
Refrigeran R-22
Refrigeran R-134a
diperoleh perubahan fasa dari cair ke uap sehingga muncullah perubahan entalpi.
Besarnya perubahan entalpi ini tergantung pada temperatur. Dan besar kecilnya
temperatur tersebut dikendalikan oleh throttling device seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Besarnya perubahan entalpi terhadap temperatur ditunjukkan pada Gambar 7
Gambar 7 Hubungan Temperatur terhadap Perubahan Entalpi pada Proses Evaporasi
Hubungan tersebut diatas menyatakan bahwa untuk mengubahh entalpi sebesar ∆H
membutuhkan energi dari luar. Pada refrigerant R-22 secara teoritis dapat dioperasikan
dari range -40oC sampai 80oC begitu juga dengan R-134a, refrigeran ini dapat diopersikan
dari -30oC samapi 90oC. Untuk dapat mengoperaikan refrigeran berdasarkan
karakteristiknya membutuhkan energi yang maksimal. Namun pada dasarnya ini tidak
pernah tercapai karena sampai saat ini energi yang tersedia masih tergantung pada
lingkungan. Sehingga aplikasinya besarnya nilai proses evaporasi berkisar antara -20oC
sampai dengan 10oC hal ini terlihat pada garis yang berwarna merah.
Selain itu, besar perubahan entalpi tergantung pada perubahan fasa, nilai fasa yang
tinggi dapat dicapai bila temperatur dari thtrottling device adalah pada suhu yang tinggi.
hubungan perubahan entalpi terhadap perubahan fasa di gambarkan pada Gambar 8 dan
Gambar 9
0
50
100
150
200
250
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
∆H (k
J/kg
)
Temperatur Refrigeran (oC)
refrigeran R-22
Refrigeran R-134a
Gambar 8 Hubungan Temperatur terhadap ∆H fungsi Perubahan Fasa Refrigeran R-22
Gambar 9 Hubungan Temperatur terhadap ∆H fungsi Perubahan Fasa Refrigeran R-134a
Dari hubungan diatas bahwa jika diperoleh suhu yang tinggi dari throttling device
maka dihasilkan perubahan fasa dan mempengaruhi perubahan entalpi yang dihasilkan,
semakin tinggi temperatur yang dihasilkan dari throttling device maka perubahan fasa
yang dihasilkan semakin besar akibatnya terjadi penurunan entalpi.
Kajian Kinerja Air Conditioning
Air Conditioning (AC) merupakan salah satu mesin konversi energi yang digunakan
untuk memindahkan panas dari temperatur rendah ke temperatur yang lebih tinggi dengan
bantuan kompresor. Siklus mesin pendingin adalah siklus kompresi uap. Sistem kompresi
0
50
100
150
200
250
-50 -30 -10 10 30 50 70 90
∆H (k
J/kg
)
Temperatur Refrigeran (oC)
perubahan fasa=0,1
perubahan fasa = 0,2Perubahanfasa=0,3
perubahan fasa=0,4
perubahan fasa = 0,5
0
50
100
150
200
250
-50 -30 -10 10 30 50 70 90
∆H (k
J/kg
)
Temperatur Refrigeran (oC)
perubahan fasa=0,1
perubahan fasa = 0,2Perubahanfasa=0,3
perubahan fasa=0,4
perubahan fasa = 0,5
uap akan mengalami tahap kompresi, kondensasi, ekspansi dan evaporasi, dan pada tahap-
tahap tersebut Air conditoning (AC) memiliki karakteristik sendiri. Karakteristik-
karakteristik tersebut dijelaskan pada subbab berikut ini.
Kompresi
Proses kompresi yang dilakukan oleh kompresor merupakan jantung dari sistem
refrigerasi. Dengan proses kompresi ini refrigeran dapat disirkulasikan ke semua
komponen sistem refrigerasi. Akibat proses kompresi akan dihasilkan daya yang
merupakan input pada sistem kompresi uap. Besarnya daya input ini dipengaruhi oleh
temperatur dan tekanan kompresi sehingga akan diperoleh ∆H sebagai akibat perubahan
tekanan dan temperatur. Perubahan tekanan dari tekanan evaporasi menuju tekanan
kondensasi tersebut akan menghasilkan rasio tekanan atau rasio kompresi. rasio kompresi
ini akan mempengaruhi kapasitas kompresor. Dengan kapasitas kompresor yang lebih
besar maka daya input yang dibuhkan akan lebih besar. Dan secara teoritis besarnya rasio
kompresi yang dihasilkan bergantung pada temperatur discharge evaporator semakin
tinggi temperatur discharge evaporator maka rasio kompresi yang dihasilkan akan
semakin rendah pada laju aliran masa yang berbubah. Rasio kompresi yang minimum
akan menghasilkan perubahan entalpi yang minimum juga begitu juga dengan kapasitas
kompresor yang dibutuhkan. Hubungan-hubungan tersebut ditunjukkan pada Gambar 10
dan Gambar 11
Gambar 10 Hubungan Rasio Kompresi terhadap Kapasitas Kompresor perliter Displacement Piston pada temperatur Kondensasi 35oC
Gambar 11 Hubungan Temperatur Discharge Evaporator terhadap Rasio Kompresi Pada Temperatur Kondensasi 35oC
Pada rasio kompresi yang maksimum terjadi pada temperatur yang minimum maka
kapasitas kompresor juga akan minimum. Pada gambar untuk refrigeran R-22 telihat
bahwa pada rasio kompresi 3,5 terjadi pada temperatur evaporasi -5oC sehingga kapasitas
kompresor yang diperlukan perliter displacement piston sekitar 9800 BTU/h atau sekitar
2,89 kW atau biasa disebut dengan 1PK, berbeda dengan pada rasio kompresi sebesar 3
terjadi pada temperatur di 0oC dengan kapasitas kompresor perliter displacement piston
sebesar 11700 BTU/h sekitar 3,4 kW atau 1,5 PK. Sama halnya dengan refrigeran R-134a,
0,000
5000,000
10000,000
15000,000
20000,000
25000,000
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000Kapa
sita
s Kom
pres
or/l
iter
Disp
lace
men
t Pis
ton
(BTU
/h)
Rasio Kompresi
Refrigeran R-22Refrigerant R-134a
0,0001,0002,0003,0004,0005,0006,0007,0008,000
-30 -20 -10 0 10 20
Rasi
o Ko
mpr
esi
Temperatur Discharge Evaporator (oC)
Refrigeran R-22
Refrigerant R-134a
pada refrigeran 134a pada temperatur -5oC kapasitas kompresor yang dibutuhkan perliter
displacement piston sebesar 6000 BTU/h atau 1,7 kW atau 3/4PK. Hal ini menunjukan
sizing pada penggunaan refrigeran R-134a lebih besar untuk mendapatkan volume
kompresor yang lebih besar sehingga didapat kapasitas kompresor yang sesuai dengan
yang dibutuhkan.
Peningkatan temperatur evaporator juga mempengaruhi daya input yang
dibutuhkan, untuk mendapatkan daya yang sekecil-kecilnya dibutuhkan temperatur
discharge evaporator yang maksimum pada laju aliran massa yang berubah, sehingga
diperoleh rasio kompresi dan perubahan entalpi yang minimum. Seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 12
Gambar 12 Hubungan Perubahan entalpi terhadap Daya input dengan pada Temperatur Kondensasi 35oC
Kondensasi
Refrigeran yang keluar dari kompresor akan dikondensasikan di dalam koil
kondensor sampai fasa berubah dari uap menjadi cair. Besar temperatur kondensasi akan
mempengaruhi laju aliran massa refrigeran sehingga akan mempengaruhi daya input
kompresor. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 13
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
0 10 20 30 40 50 60
Daya
Inpu
t (kW
)
∆H (kJ/kg)
Refrigeran R-22
Refrigerant R-134a
Gambar 13 HubunganTemperatur Kondensasi terhadap Laju aliran Massa Refrigeran pada suhu evaporasi 5oC
Untuk memeperoleh penggunaan aliran massa refrigeran yang seminimum mungkin
maka diperlukan temperatur kondensasi yang minimum juga. Sebagai akibat kenaikan
aliran massa refrigeran ini maka daya input kondensor akan besar, sehingga
mempengaruhi koefisien performansi dari sistem refrigerasi. hubungan temperatur
kondensasi terhadap daya input kondensor dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Hubungan Temperatur Kondensasi terhadap Daya Input perton Kapasitas pendingin pada Temperatur Evaporasi 5oC
00,005
0,010,015
0,020,025
0,030,035
0 20 40 60 80Laju
alir
an M
asa
Tefr
iger
an (k
g/s)
Temperatur Kondensasi (oC)
Refrigeran R-22
Refrigeran R-134a
00,5
11,5
22,5
33,5
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Daya
Inpu
t (kW
)
Temperatur Kondensasi (oC)
Refrigeran R-22
Refrigeran R-134a
Pada refrigeran R-22 konsumsi daya listrik lebih kecil jika dibandingakan dengan
R-134a pada temperatur yang sama. Hal demikian menyebabkan refrigeran R-34a
biasanya digunakan pada kapasitas pendinginan yang lebih besar. Besarnya peningkatan
daya input ini disebabkan oleh temperatur kondensasi yang lebih besar, sehingga entalpi
pada discharge kompresor sangat besar akibat kenaikan tekanan dan temperatur. Selain
itu, temperatur kondensasi disamping mempengaruhi daya input pada kompresor juga
berdampak pada besarnya efek refrigerasi. Besar pengaruh temperatur terhadap efek
refrigerasi terlihat pada Gambar 15
Gambar 15 Hubungan Temperatur Kondensasi terhadap Efek Refrigerasi pada Temperatur Evaporasi 5oC
Untuk refrigeran R-22 diperoleh efek refrigerasi yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan refrigeran R-134a. Untuk meningkatkan efek refrigerasi sebagai pengaruh dari
perubahan entalpi maka dibutuhkan temperatur kondensasi yang lebih rendah. Temperatur
kondensasi yang lebih rendah akan dicapai jika energi dari luar cukup besar. Salah satu
metode untuk menurunkan temperatur kondensasi ini adalah dengan penambahan fluida
pendingin sehingga diperoleh refrigeran subcooling. Efek subcooling di ilustrasikan pada
Gambar 16
020406080
100120140160180
0 20 40 60 80
Efek
Ref
riger
asi (
kJ/k
g)
Temperatur Kondensasi (oC)
Refrigeran R-22
Refrigerant R-134a
Gambar 16 Efek Subcooling Refrigeran R-22
Gambar 17 Efek Subcooling Refrigeran R-134a
Sebagai akibat penambahan fluida pendingin diperoleh temperatur kondensasi
dibawah temperatur cair jenunya sihingga mengakibatkan perubah entalpi yang lebih
besar akibatnya efek refrigerasi juga besar.
Ekspansi
Secara teorities alat ekpansi selain berfungsi menurunkan tekanan juga mengatur
laju aliran yang masuk ke evaporator. karena laju aliran refrigeran merupakan dampak
dari perubahan tekanan pada proses ekspansi maka maksimum laju aliran refrigeran
sangat tergantung pada besarnya perubahan takanan. Laju aliran refrigeran yang besar
diakibatkan kebutuhan pendinginan yang semakin besar, sehingga mempengaruhi rasio
ekspansi. Besarnya rasio ekspansi terhadap laju aliran massa refrigeran ditunjukkan pada
Gambar 18
Gambar 18 Hubungan Rasio Ekspansi Terhadap Laju Aliran Masssa Refrigeran Pada temperatur Evaporasi 35oC
Rasio ekspansi meupakan invers dari rasio kompresi, rasio kompresi yang besar
maka rasio ekspansi akan lebih kecil. Untuk kapasitas pendinginan yang lebih besar
memerlukan rasio kompresi yang besar dan rasio ekspansi yang kecil. Besar kecilnya
rasio ekspansi mempengaruhi kapasis kompresor seperti pada Gambar 19
Gambar 19 Hubungan Rasio Ekspansi Terhadap kapasitas Kompresor perliter Displacement Piston pada Suhu kondensasi 35oC
1,22001,24001,26001,28001,30001,32001,34001,36001,3800
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600
Laju
Alir
an M
assa
(kg/
s)
Rasio Ekspansi
Refrigeran R-22
Refrigeran R-134a
0,000
5000,000
10000,000
15000,000
20000,000
25000,000
0,000 0,200 0,400 0,600Kapa
sita
s Kom
pres
or p
erlit
er
Disp
lace
men
t Pis
ton
(BTU
/h)
Rasio Ekspansi
Refrigeran R-22
Refrigeran R-134a
Untuk Refrigeran R-22 dengan kapasitas kompresor 9800 BTU/h membutuhkan
rasio ekspansi sebesar 0,281 dedangan untuk kebutuhan 19000 BTU/h membutuhkan
rasio ekspansi sebesar 0,5. Hal demikian sangat mempengaruhi sizing dari katup ekspansi
tersebut.
Pada rasio ekspansi minimum akan menghasilkan laju aliran yang maksimum,
akibatnya temperatur yang masuk evaporator akan kecil. Besarnya rasio ekaspansi
terhadap temperatur terlihat pada Gambar 20
Evaporasi
Pada proses evaporasi refrigeran diubah dari cairan ke gas dalam evaporator,
refrigeran cair mengalami pengkabutan pada suction evaporator, proses pengkabutan
tersebut dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan refrigeran. Temperatur dan tekanan
refrigeran yang semakin tinggi menyebabkan efek refrigerasi semakin besar hal ini
disebabkan oleh meningkatnya entalpi pada discharge evaporator. Besar pengaruh
temperatur evaporasi terhadap efek refrigerasi ditunjukkan pada Gambar 21
Gambar 21 Hubungan Rasio Ekspansi Terhadap Temperatur Refrigeran
-25-20-15-10
-505
101520
0,000 0,200 0,400 0,600
Tem
pera
tur E
vapo
rasi
(o C)
Rasio Ekspansi
Refrigeran R-22
Rrefrigeran R-134a
Gambar 21 Hubungan Temperatur evaporasi terhapa Efek Refrigerasi Pada suhu Kondensasi 35oC
Untuk memperoleh efek Refrigerasi yang maksimum dibutuhkan energi dari luar
berupa energi pemanasan. Namun pada dasarnya selama proses evaporasi dalam satu
siklus kompresi uap tidak ada peningkatan temperatur evaporasi karena selama proses
evaporasi berlangsung panas yang diserap adalah panas latent jadi tidak untuk
meningkatkan temperatur hanya sebagai pengubah fasa. Peningkatan temperatur disini
sebagai efek perlakuan dari keseluruhan sistem dimana nantinya peningkatan temperatur
tersebut mempengaruhi daya input pada kompresor seperti pada Gambar 4.41 sebagai
akibat besarnya laju aliran massa refrigeran. Seperti pada Gambar 22
Gambar 22 Hubungan Temperatur Evaporasi terhada daya input pada Temperatur Kondensasi 350C
020406080
100120140160180
-30 -20 -10 0 10 20
Efek
Ref
riger
asi (
kJ/k
g)
Temperatur Evaporator (oC)
Refrigeran R-22
Refrigeran R-134a
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
-30 -20 -10 0 10 20
Daya
Inpu
t (kW
)
Temperatur Evaporator (oC)
Refrigeran R-22
Refrigeran R-134a
Gambar 23 Hubungan Temperatur Evaporasi terhadap Laju Aliran Massa per kapasitas refrigerasi Pada Temperatur Kondensai 35oC
Untuk memperoleh daya input yang kecil sebagai efek laju aliran massa refrigeran
yang kecil juga dibutuhkan temperatur evaporasi yang maksimum. Namun dalam aplikasi,
kenaikan temperatur bisa jadi meningkatkan konsumsi daya listrik dalam satu siklus
refrigerasi.meningkatnya temperatur evaporasi di luar garis jenuhnya akan menyebabkan
proses kompresi meningkat fenomena ini dikenal dengan efek superheating. Efek
superheat di ilustrasikan pada Gambar 24 dan Gambar 25
Gambar 24 Efek SuperHeating Refrigeran R-22
0,000000
0,005000
0,010000
0,015000
0,020000
0,025000
0,030000
-30 -20 -10 0 10 20Laju
Alir
an R
efrig
eran
(kg/
s)
Temperatur Evaporasi (oC)
Refrigeran R-22
Refrigeran R-134a
Gambar 25 Efek Superheating Refrigeran R-134a