kajian penerapan stimulasi hydraulic fracturing pada sumur t-xx field tanjung - pertamina ep asset 5

141
KAJIAN PENERAPAN STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR T-XX FIELD TANJUNG - PERTAMINA EP ASSET 5 SKRIPSI Disusun Oleh : MIFTACHUL REZA 113110002 PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2015

Upload: doni-kurniawan

Post on 28-Jan-2016

148 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

Skripsi Miftachul Reza TM UPN

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

KAJIAN PENERAPAN STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING PADA

SUMUR T-XX FIELD TANJUNG - PERTAMINA EP ASSET 5

SKRIPSI

Disusun Oleh :

MIFTACHUL REZA

113110002

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2015

Page 2: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

i

KAJIAN PENERAPAN STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING PADA

SUMUR T-XX FIELD TANJUNG - PERTAMINA EP ASSET 5

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada

Kurikulum Program Studi Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Mineral

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Disusun Oleh :

MIFTACHUL REZA

113110002

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2015

Page 3: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : MIFTACHUL REZA

NIM : 113110002

Menyatakan bahwa judul dan keseluruhan isi dari skripsi ini adalah asli

karya ilmiah saya. Selama penyusunan karya ilmiah ini, saya selalu berkonsultasi

dengan dosen pembimbing hingga menyelesaikan karya ilmiah ini, tidak

melakukan penjiplakan (plagiasi) terhadap karya orang atau pihak lain baik karya

lisan ataupun tulisan, baik secara sengaja atau tidak disengaja.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi saya mengandung unsur

penjiplakan (plagiasi) dari karya orang atau pihak lain, maka sepenuhnya menjadi

tanggung jawab saya. Oleh karena itu saya bersedia bertanggungjawab secara

hukum dan bersedia dibatalkan/dicabut gelar kesarjanaan saya oleh

Otoritas/Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta dan

diumumkan kepada khalayak ramai.

Yogyakarta, Maret 2015

Miftachul Reza

Nomor Telepon/HP : 085725115223

Alamat e-mail : [email protected]

Page 4: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

iii

KAJIAN PENERAPAN STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING PADA

SUMUR T-XX FIELD TANJUNG - PERTAMINA EP ASSET 5

SKRIPSI

Disetujui Untuk

Program Studi Teknik Perminyakan

Fakultas Teknologi Mineral

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh Dosen Pembimbing :

Pembimbing I Pembimbing II

( Dr. Ir. H. KRT. Nur Suhascaryo, MT ) (Ir. Suwardi, MT)

Page 5: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada

Penyusun dan karena rahmat, taufik serta hidayah-Nya pula sehingga Penyusun dapat

menyelesaikan Skrisi ini dengan judul “KAJIAN PENERAPAN STIMULASI

HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR T-XX FIELD TANJUNG” di

PERTAMINA EP ASSET 5 Lapangan Tanjung, Kalimantan Selatan, Skripsi ini ditulis

berdasarkan data lapangan, teori di perkuliahan dan literatur yang berkaitan dengan

judul Skripsi.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna mendapatkan gelar

Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Mineral

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Dalam kesempatan ini Penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Selaku Rektor Universitas Pembangunan

Nasional ”Veteran” Yogyakarta.

2. Dr. Ir. Hj. Dyah Rini R, MT., selaku Dekan Fakultas Teknologi Mineral UPN

”Veteran” Yogyakarta.

3. Dr. Ir. H. KRT. Nur Suhascaryo, MT., selaku Ketua Program Studi Teknik

Perminyakan UPN ”Veteran” Yogyakarta, Dosen Wali dan Pembimbing I.

4. Ir. Suwardi. MT., selaku Pembimbing II.

5. Bapak Lukman Akhmadi selaku pembimbing lapangan di PT. PERTAMINA EP

Asset 5.

6. Semua pihak yang telah membantu penyusunan Skripsi ini yang tidak bisa saya

sebutkan satu per satu.

Akhir kata semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penyusun dan semua pihak.

Aamiin

Yogyakarta, Maret 2015

(Miftachul Reza)

Page 6: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan sebagai ucapan terima kasih dan rasa syukur

kepada :

Allah SWT yang telah memberi saya kesempatan untuk mendalami dunia ilmu

pengetahuan, dan atas kesehatan yang diberikan-Nya saya mampu

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Nabi Muhammad SAW, suri tauladan bagi kita semua.

Kedua Orang Tuaku yang selalu mendoakan dan menyayangi serta

memberikan dukungan, Kakak yang selalu memberikan nasehat dan buat

Adikku yang akan selalu ku lindungi sampai kapanpun, kalian adalah

nyawaku...

Mas Irdham dan Mbak Sovi yang telah memberikan tempat serta bantuan

selama melaksanakan Skripsi ini, Terima Kasih.

Saudaraku ikhwan dan akhwat MPE atas segala kerja keras dan konsistensinya

dalam memajukan dakwah ini. Tetap semangat dan pantang menyerah, Allahu

Akbar !!!

Terimakasih untuk Kawan-kawan Diamond Bit 2011, serta Kakak-kakak

senior yang telah memberikan masukan dan saran dalam menyelesaikan

Skripsi ini.

Untuk semua pihak yang belum bisa tersebut dalam tulisan ini terimakasih atas

segala dukungan dan do’anya

Terima kasih semuanya, do’a dan dukungan kalian sangat berharga, sukses

terus buat kita semua, Insya Allah.

Page 7: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

vi

RINGKASAN

Sumur T-XX zone Y Lapangan Tanjung merupakan sumur pengembangan

yang dibor dengan target reservoar batupasir, mempunyai permeabilitas kecil 8,4

mD dengan produksi total fluida 220 BFPD, produksi minyak 48 BOPD dan WC

78 % dengan tekanan reservoir 915 psi, sehingga menjadi alasan untuk dilakukan

stimulasi perekahan hidraulik. Kajian stimulasi perekahan hidraulik sumur T-XX

ini meliputi evaluasi project yaitu membandingkan antara desain awal dengan

aktual menggunakan software FracCADE P3D, evaluasi perhitungan manual

geometri rekahan PKN (Perkins, Kern (ARCO) & Nordgren) 2D secara trial dan

error karena mempertimbangkan nilai permeabilitas yang kecil yaitu 8,4 mD,

sehingga diharapkan dapat mencapai half length yang panjang dan evaluasi

produksi yaitu evaluasi data laju produksi minyak (Qo) sebelum dan sesudah

perekahan, evaluasi peningkatan permeabilitas batuan rata-rata, evaluasi

peningkatan productivity index (PI). Kriteria keberhasilan stimulasi perekahan

hidraulik ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan dari parameter-parameter

tersebut setelah perekahan.

Hasil geometri rekahan dengan perhitungan manual yang

memperhitungkan pengaruh fluida non-newtonian dan fluid loss. Hasil

perhitungan dengan metode PKN 2D secara trial dan error didapatkan panjang

rekahan (Xf) = 33,85 m = 111,07 ft, lebar maksimum di muka perforasi (w(0)) =

0,04 m = 1,85 inch, lebar rekahan rata-rata (_

w ) = 0,02 m = 1,16 inch dan tinggi

rekahan (hf) = 25 m = 82,02 ft. Peningkatan permeabilitas, dari 8,4 mD menjadi

369,87 mD, sehingga akan didapatkan permeabilitas rata–rata dari formasi

sebesar 36,63 mD, peningkatan PI dengan berbagai metode, serta peningkatan laju

produksi fluida total (Qf) dan laju produksi minyak (Qo) pada pwf yang sama

sebesar 233,59 psi sebelum perekahan hidraulik menghasilkan laju produksi fluida

total (Qf) 220 BFPD dan laju produksi minyak (Qo) 48 BOPD, setelah perekahan

hidraulik menghasilkan Qf 459,4 BFPD dan menghasilkan Qo sebesar 183,4

BOPD, pada Pwf yang sama juga 233,59 psi.

Page 8: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v

RINGKASAN ................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2. Tujuan .......................................................................................... 2

1.3. Ruang Lingkup Skripsi ................................................................ 2

1.4. Tempat Pelaksanaan dan Waktu Skripsi ..................................... 2

1.5. Metodologi Pelaksanaan Skripsi ................................................. 3

1.6. Sistematika Penulisan .................................................................. 3

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN TANJUNG ............................. 4 2.1. Keadaan Geologi Lapangan Tanjung .......................................... 5

2.1.1. Stratigrafi Lapangan Tanjung ............................................ 5

2.1.2. Struktur Geologi Lapangan Tanjung ................................. 6

2.2. Kondisi Reservoir ........................................................................ 9

2.3. Sejarah Produksi dan Pengembangan Lapangan Tanjung ........... 12

2.4. Sejarah Sumur Kajian .................................................................. 14

BAB III. DASAR TEORI STIMULASI PEREKAHAN HIDRAULIK ...... 16

3.1. Mekanika Batuan ....................................................................... 17

3.2. Fluida Perekah ............................................................................. 22

3.2.1. Mekanika Fluida Hydraulic Fracturing. ............................ 23

3.2.1.1. Rheologi Fluida Perekah ...................................... 23

3.2.1.2. Leak-Off ............................................................... 26

3.2.1.3. Hidrolika Fluida Perekah ..................................... 27

3.2.2. Fluida Dasar dan Additive ................................................. 30

3.3. Material Pengganjal (Proppant) ................................................... 39

3.3.1. Jenis Proppant ................................................................... 39

3.3.2. Spesifikasi Ukuran Proppant ............................................. 41

Page 9: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

viii

DAFTAR ISI

(lanjutan)

Halaman

3.3.3. Konduktivitas Proppant ..................................................... 41

3.3.4. Transportasi Proppant ....................................................... 42

3.4. Model Geometri Perekahan ......................................................... 43

3.5. Perencanaan Stimulasi Hydraulic Fracturing .............................. 50

3.5.1. Mini Fall Off Test ............................................................. 50

3.5.2. Step Rate Test .................................................................... 50

3.5.3. Calibration Injection………………………………………50

3.5.4. MainFRAC ........................................................................ 51

3.6. Analisa Tekanan Perekahan Hidraulik ........................................ 51

3.6.1. Tekanan Injeksi ................................................................. 51

3.7. Evaluasi Hasil Hydraulic Fracturing ........................................... 52

3.7.1. Permeabilitas Formasi Rata-Rata ...................................... 53

3.7.2. Indeks Produktivitas .......................................................... 54

3.7.2.1. Metode Prats ......................................................... 54

3.7.2.2. Metode McGuire dan Sikora ................................ 55

3.7.2.3. Metode Cinco-Ley, Samainego dan Dominique .. 57

3.7.2.4. Metode Tinsley dan Soliman ............................... 59

3.7.2.5. Metode Darcy ....................................................... 60

3.7.3. Analisa Kelakuan Aliran dengan Kurva IPR dengan

Metode Pudjo Sukarno 3 Fasa ........................................... 61

3.8. Pengenalan Program FracCADE ................................................. 64

3.8.1. Design ................................................................................. 64

3.8.1.1. General Input (Pemasukan Data) ......................... 64

3.8.1.2. Pump Schedule (PSG) .......................................... 65

3.8.1.3. PropFrac Placement .............................................. 65

3.8.1.4. Alogaritma ............................................................ 66

BAB IV. EVALUASI PEREKAHAN HIDRAULIK SUMUR T-XX

LAPANGAN TANJUNG ................................................................. 69

4.1. Alasan Dilakukan Perekahan Hidraulik ...................................... 69

4.2. Preparasi Data Awal .................................................................... 69

4.3. Perencanaan Pekerjaan Perekahan Hidraulik .............................. 74

4.3.1. Pemilihan Fluida Perekah dan Proppant ............................ 74

4.3.2. Hasil Desain dan Simulasi Pengerjaan ............................... 75

4.4. Pelaksanaan Perekahan Hidraulik ............................................... 77

4.4.1. Mini Fall Off Test .............................................................. 78

4.4.2. Step Rate Test ..................................................................... 79

4.4.3. Calibration Injection (MiniFRAC) ..................................... 83

4.4.4. Analisa G-Function Plot ..................................................... 84

4.4.5. DataFRAC Pressure Matching ........................................... 85

4.4.6. Desain Ulang Simulasi ....................................................... 86

Page 10: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

ix

DAFTAR ISI

(lanjutan)

Halaman

4.4.7. MainFRAC ......................................................................... 88

4.5. Evaluasi Keberhasilan Hydraulic Fracturing ............................... 91

4.5.1. Evaluasi Project .................................................................. 91

4.5.2. Perhitungan Geometri Rekahan ......................................... 93

4.5.3. Peningkatan Permeabilitas……………………………… 97

4.5.4. Evaluasi Produksi ............................................................... 98

4.5.4.1. Perkiraan Peningkatan Indeks Produktivitas (PI) . 99

4.5.4.2. Kurva IPR (Inflow Performance Relationship) .... 104

4.5.4.3. Analisa Keekonomian Sederhana Sumur T-XX ... 112

BAB V. PEMBAHASAN ................................................................................ 114

BAB VI. KESIMPULAN ................................................................................. 119

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 121

DAFTAR SIMBOL........................................................................................... 122

LAMPIRAN A (PROFIL SUMUR). .............................................................. 124

LAMPIRAN B (PERHITUNGAN MANUAL GEOMETRI)....................... 126

Page 11: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Peta Lokasi Lapangan Tanjung Pertamina EP Asset 5 ............... 4

Gambar 2.2. Kolom Stratigrafi Cekungan Barito ............................................ 5

Gambar 2.3. Peta Penyebaran Struktur Lapangan Tanjung Raya .................... 7

Gambar 2.4. Peta Cekungan Wilayah Kalimantan........................................... 8

Gambar 2.5. Data Produksi Sumur T-XX ........................................................ 15

Gambar 3.1. Skematik Proses Stimulasi Hydraulic Fracturing ....................... 16

Gambar 3.2. Skematik Normal Stress dan Shear Stress .................................. 17

Gambar 3.3. Elemen Tegangan dan Bidang Rekahan...................................... 18

Gambar 3.4. Penggambaran Mengenai Efek Poisson ...................................... 19

Gambar 3.5. Grafik Hubungan Stress vs Strain ............................................... 20

Gambar 3.6. Jenis-jenis Arah Rekahan ............................................................ 22

Gambar 3.7. Harga Shear Rate vs Shear Stress pada Fluida Newtonian

dan Fluida Non-Newtonian ........................................................... 24

Gambar 3.8. Petunjuk Pemilihan Fluida Perekah untuk Sumur Minyak ......... 33

Gambar 3.9. Skematik Model Carter ............................................................... 44

Gambar 3.10. Skematik dari Pengembangan Linier Perekahan Menurut

Metode PKN 2D ............................................................................ 45

Gambar 3.11. Skematik dari Pengembangan Linier Perekahan Menurut

Metode KGD 2D ........................................................................... 46

Gambar 3.12. Grafik Pola Tekanan pada Hydraulic Fracturing ........................ 51

Gambar 3.13. Discontinous Radial Permeability ............................................... 54

Gambar 3.14. Grafik McGuire-Sikora untuk Menunjukkan Produktivitas

dari Perekahan ............................................................................... 56

Gambar 3.15. Grafik Hubungan Antara rw’ dan Fcd.......................................... 58

Gambar 3.16. Kurva Kenaikan Produktivitas untuk (hf/h)=0,9 ......................... 60

Gambar 3.17. Flowchart Software FracCADE .................................................. 68

Page 12: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

xi

DAFTAR GAMBAR

(lanjutan)

Halaman

Gambar 4.1. Hasil Geoemtri Perekahan Simulasi FracCADE Sumur T-XX .. 77

Gambar 4.2. Grafik Mini Fall Off Test T-XX ................................................. 78

Gambar 4.3. Step Rate Test Analysis T-XX .................................................... 80

Gambar 4.4. Step Up Rate Test Analysis T-XX .............................................. 81

Gambar 4.5. Step Down Rate Test Analysis T-XX ......................................... 82

Gambar 4.6. Calibration Injection T-XX ......................................................... 83

Gambar 4.7. G-Function Plot Analysis ............................................................ 84

Gambar 4.8. DataFRAC Pressure Matching ...................................................... 85

Gambar 4.9 Hasil desain Ulang dari Simulasi Software FracCADE ................ 87

Gambar 4.10. Grafik MainFRAC Actual Treatment ......................................... 89

Gambar 4.11. Grafik MainFRAC Pressure Matching ........................................ 90

Gambar 4.12. Kurva IPR Sumur T-XX Sebelum Hydraulic Fracturing ............ 107

Gambar 4.13. Kurva IPR Sumur T-XX Setelah Hydraulic Fracturing........... ... 110

Gambar 4.14. Kurva IPR Gross Sumur T-XX Sebelum dan Setelah

Hydraulic Fracturing ..................................................................... 111

Gambar 4.15. Kurva IPR Net Oil Sumur T-XX Sebelum dan Setelah

Hydraulic Fracturing ..................................................................... 111

Gambar A.1. Profil Sumur T-XX ....................................................................... 124

Gambar A.2. Data Log Sumur T-XX ................................................................. 125

Page 13: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel II-1. Karakteristik Reservoir Lapangan Tanjung .................................. . 9

Tabel III-1. Persamaan-persamaan untuk Mencari Panjang Rekahan L,

Lebar Rekahan Maksimum w, dan Tekanan Injeksi p, dan

dianggap Laju Injeksi Konstan....................................................... 47

Tabel III-2. Harga C1 sampai C6 Pada Tabel III-1. .......................................... 47

Tabel III-3. Harga Fungsi untuk Persamaan Mark-Langenheim untuk

Term Fluid Loss ............................................................................. 49

Tabel III-4. Tabel Konstanta Cn untuk Masing-masing An .............................. 62

Tabel IV-1. Data Reservoir Sumur T-XX Lapangan Tanjung .......................... 70

Tabel IV-2. Data Komplesi Sumur T-XX Lapangan Tanjung ....................... . 70

Tabel IV-3. Data Test Produksi sebelum Perekahan Sumur T-XX ................... 71

Tabel IV-4. Data Perforasi Sumur T-XX............................................................ 71

Tabel IV-5. Data Mekanik Formasi Batuan Sumur T-XX ................................. 72

Tabel IV-6. Data Formation Transmissibility Properties Sumur T-XX ............. 73

Tabel IV-7. Data Komposisi Fluida Perekah dan Proppant pada Sumur T-XX . 75

Tabel IV-8. Treatment Schedule untuk Desain .................................................. 76

Tabel IV-9. Desain Geometri Rekahan Awal Sumur T-XX .............................. 77

Tabel IV-10. Treatment Schedule untuk Desain Ulang ..................................... 86

Tabel IV-11. Geometri Rekahan Setelah Desain Ulang .................................... . 87

Tabel IV-12. Geometri Rekahan MainFRAC .................................................... . 91

Tabel IV-13. Geometri Rekahan Berdasarkan Software FracCADE

dan Actual Design .......................................................................... 92

Tabel IV-14. % Besar Perbedaan Perhitungan Software dan Actual Design ... . 92

Tabel IV-15. Data Sumur T-XX untuk Perhitungan Geometri Perekahan

Metode PKN 2D ......................................................................... ... 93

Tabel IV-16. Hasil Perhitungan Manual PKN 2D ........................................... ... 96

Tabel IV-17. Perbandingan Hasil Aktual MainFRAC dengan Perhitungan

Geometri Rekahan Metode PKN 2D…………………………….. 97

Page 14: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

xiii

DAFTAR TABEL

(lanjutan)

Halaman

Tabel IV-18. Hasil Desain Aktual Geometri Rekahan T-XX .......................... .. 97

Tabel IV-19. Data Produksi Sumur T-XX Sebelum Hydraulic Fracturing ..... .. 104

Tabel IV-20. Hasil Perhitungan Laju Alir Sumur T-XX Sebelum

Hydraulic Fracturing .................................................................. .. 106

Tabel IV-21. Data Produksi Sumur T-XX Setelah Hydraulic Fracturing ........ .. 107

Tabel IV-22. Hasil Perhitungan Laju Alir Sumur T-XX Setelah

Hydraulic Fracturing...................................................................... 110

Tabel IV-23. Biaya Pekerjaan Hydraulic Fracturing Sumur T-XX ................ .. 113

Page 15: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini industri perminyakan dapat dikatakan sebagai salah satu industri

yang sangat vital terhadap berbagai bidang dalam kehidupan masyarakat luas.

Perubahan harga minyak dunia sangat berpengaruh terhadap ekonomi global.

Dapat dikatakan hampir semua industri bergantung pada industri perminyakan.

Industri perminyakan merupakan industri strategis yang terus mengalami

perkembangan pesat. Walaupun harga minyak mentah dunia terus melambung,

ternyata bahan bakar fosil ini tetap menjadi pilihan utama untuk memenuhi

kebutuhan energi manusia. Hal ini tentu menjadi pendorong semakin majunya

bisnis industri perminyakan. Bahkan ditunjang dengan inovasi teknologi

perminyakan yang semakin canggih, baik di bidang eksplorasi maupun

eksploitasi, bisnis ini menjanjikan margin profit yang semakin menggiurkan.

Berbagai teknologi dan skenario telah ditemukan dan dikembangkan

dalam kegiatan eksplorasi dan mengeksploitasi minyak semaksimal mungkin.

Salah satunya adalah rencana pengembangan lapangan (Plan of Development).

POD bertujuan untuk memaksimalkan perolehan margin profit dari perusahaan

minyak melalui peningkatan produksi. Perekahan hidraulik (hydraulic fracturing)

adalah bagian dari rencana pengembangan lapangan yang dilakukan untuk

merangsang produksi (stimulation).

Perekahan Hidraulik merupakan proses pembuatan sistem rekahan sebagai

media mengalirnya fluida hidrokarbon pada formasi produktif yang

berpermeabilitas rendah, dalam rangka meningkatkan efek konduktivitas antara

formasi dengan sumur. Perekahan hidraulik pertama kali digunakan dalam

industri pada awal 1903-an di Amerika Serikat dan baru dikembangkan pada

1948. Kemudian diaplikasikan secara komersial pada 1949 dan segera diadaptasi

Page 16: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

2

oleh banyak perusahaan migas karena terbukti mampu meningkatkan jumlah

produksi.

Tujuan utama yang ingin dicapai dengan melakukan hydraulic fracturing

yaitu memperbaiki kapasitas alir fluida di sekitar lubang sumur dan membuka

jalan bagi hidrokarbon untuk dapat mengalir lebih mudah ke dalam lubang sumur

melalui permeabilitas rekahan yang telah terbentuk (Kf).

1.2. Tujuan

Pelaksanaan Skripsi bertujuan:

1. Memenuhi mata kuliah Skripsi yang merupakan persyaratan wajib bagi

mahasiswa dalam memperoleh gelar Sarjana (S-1).

2. Mengaplikasikan ilmu-ilmu yang selama ini telah diperoleh di kampus

untuk diterapkan di dunia kerja yang sebenarnya.

3. Mengevaluasi dan merencanakan suatu pekerjaan perekahan hidraulik

berdasarkan perhitungan secara manual dan berdasarkan hasil perhitungan

software.

4. Memahami budaya kerja di lingkungan industri migas.

1.3. Ruang Lingkup Skripsi

Pertamina EP Asset 5 memiliki tiga lapangan yang terletak di Kalimantan

Timur. Dalam Skripsi ini akan dipelajari mengenai proses produksi, kerja ulang,

dan evaluasi dari sumur yang terletak pada salah satu lapangan tersebut (Lapangan

Tanjung, Kalsel). Sumur yang menjadi fokus disini adalah sumur T-XX yang

merupakan bagian dari skenario sumur pengembangan dimana berdasarkan data

dari sumur-sumur sebelumnya, didapati problem permeabilitas yang kecil

sehingga perlu dijalankan program stimulasi berupa perekahan hidraulik sebelum

diproduksikan untuk menanggulangi masalah tersebut.

1.4. Tempat Pelaksanaan dan Waktu Skripsi

Penulis mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan Skripsi di Kantor

Pertamina EP Asset 5, Menara Standard Chartered Lt.23-25, Jl. Prof. Dr. Satrio

Page 17: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

3

No.164, Jakarta Selatan selama satu setengah bulan mulai dari tanggal 10

November – 31 Desember 2014.

1.5. Metodologi Pelaksanaan Skripsi

Selama melaksanakan Skripsi, metode yang dipergunakan yaitu

mengumpulkan data-data yang diperlukan meliputi data reservoir, data produksi,

well history, proposal dan post job report, dan lain-lain. Disamping itu, penulis

juga memperoleh informasi dari diskusi yang dilakukan dengan pembimbing serta

engineer dari divisi-divisi yang menangani sumur-sumur tersebut sehingga

didapatkan pengetahuan yang aplikatif tentang materi yang didapatkan di bangku

kuliah. Studi literatur di perpustakaan juga dilakukan untuk mendapatkan dasar

teori yang dibutuhkan. Kemudian dari data-data dan informasi tersebut dilakukan

analisis dan pemberian rekomendasi terhadap pelaksanaan perekahan hidraulik

berikutnya.

1.6 Sistematika Penulisan

Laporan Skripsi ini diawali dengan Bab I yang berisi tentang latar

belakang, tujuan pelaksanaan,, ruang lingkup, pelaksanaan dan tempat Skripsi

serta metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Pada Bab II akan dibahas

mengenai tinjauan lapangan yang menjadi obyek lokasi penelitian Skripsi.

Pada Bab III akan dibahas teori-teori mengenai perekahan hidraulik.

Permasalahan produksi, evaluasi perekahan hidraulik di Sumur T-XX yang

menjadi obyek acuan, serta evaluasi dan pembahasan perekahan hidraulik yang

akan dipaparkan pada Bab IV dan Bab V, sedangkan beberapa penarikan

kesimpulan dari keseluruhan materi Skripsi akan disajikan pada Bab VI.

Page 18: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

4

BAB II

TINJAUAN UMUM LAPANGAN TANJUNG

Lapangan Tanjung adalah salah satu lapangan milik Daerah Operasi PT

Pertamina (Persero) Unit Bisnis Pertamina EP (Tanjung). Secara geografis Daerah

Operasi PT Pertamina (Persero) Unit Bisnis Pertamina EP (Tanjung) terletak di

Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya sekitar 240 km

Timur Laut kota Banjarmasin atau berjarak kurang lebih 240 km dari kota

Balikpapan-Kalimantan Timur. Peta Lokasi Lapangan Tanjung Unit Bisnis

Pertamina EP (Tanjung) ditampilkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1.

Peta Lokasi Lapangan Tanjung Pertamina EP Asset 5(6)

Tanjung

Balikpapan

Page 19: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

5

2.1. Keadaan Geologi Lapangan Tanjung

2.1.1. Stratigrafi Lapangan Tanjung

Urut-urutan pengendapan batuan stratigrafi Lapangan Tanjung sesuai

dengan stratigrafi Cekungan Barito dari yang berumur tua hingga yang berumur

muda adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2.

Kolom Stratigrafi Cekungan Barito(6)

Page 20: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

6

1. Formasi Tanjung

Diendapkan tidak selaras diatas komplek batuan beku dan batuan metamorf

(pra-tersier), yang dibagi menjadi dua anggota yaitu A-Bottom dan A-Top

yang berumur Eosin dengan batuan sedimen klastik kasar pada anggota A-

Bottom dan sedimen klastik lebih halus pada anggota A-Top, dan batuannya

terdiri dari red beds, konglomerat, batupasir, batulempung dan sisipan

batubara.

2. Formasi Berai

Terletak diatas formasi A secara selaras dan dibagi menjadi tiga anggota yaitu

B-Bottom, B-Middle dan B-Top yang berumur Oligosen – Miosen Bawah.

Batuannya terdiri dari napal, lanau, batulempung dan batu gamping.

3. Formasi Warukin

Diendapkan selaras diatas formasi B yang dibagi menjadi dua anggota yaitu

C-Bottom dan C-Top. Batuannya terdiri dari batulempung, napal, batupasir

dan batubara.

4. Formasi Dahor

Terletak tidak selaras diatas formasi B yang berumur Miosen Atas– Pliosen.

Batuannya terdiri dari batupasir, batulempung, batubara dan konglomerat.

5. Formasi Alluvial

Diendapkan tidak selaras diatas formasi D yang terdiri dari endapan pasir dan

lempung yang berumur Kwarter.

2.1.2. Struktur Geologi Lapangan Tanjung

Lapangan Tanjung terletak pada cekungan Barito bagian Timur Laut, serta

dibatasi oleh Sunda Shelf, dibagian bawah Meratus High, dibagian Timur dan

Utara dibatasi oleh Kuching High. Struktur Lapangan Tanjung berbentuk suatu

asymmetric NE–SW oriented faulted anticline, yang dibatasi di barat dan utara

Page 21: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

7

oleh patahan. Gambar 2.3. Memperlihatkan peta penyebaran struktur lapangan

Tanjung.

Gambar 2.3.

Peta Penyebaran Struktur Lapangan Tanjung Raya(6)

Struktur Tanjung merupakan antiklin asimetris berarah timur laut – barat

daya, berukuran luas ±27 km2, dan secara stratigrafi terbagi menjadi beberapa

lapisan produktif, yaitu ; A, B, C, D, E, F, dan P, dengan kedalaman variatif

antara 645 sampai dengan 2161 meter. Kecuali lapisan P yang vulkanik,

kesemuanya merupakan batuan pasir bertenaga dorong kombinasi antara solution

gas dan water drive yang diendapkan pada lingkungan delta.

Page 22: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

8

Aliran minyak pada Lapangan Tanjung berasal dari struktur yang

merupakan bagian North East dari Barito Basin. Lapangan ini merupakan

lapangan terbesar dengan beberapa jebakan faulted anticlines, dengan lapisan

sedimen berupa pasir Eocene sebagai zona produksi utama yang diproduksikan

oleh Unit Bisnis Pertamina EP (Tanjung).

Periode utama aktivitas tektonik pada cekungan Barito adalah pergerakan

ekstensional awal pada masa antara Kretaseus akhir - Paleosen awal, yang

menimbulkan terjadinya perekahan pada dasar cekungan. Diikuti dengan aktivitas

terkompresi bidang utama pada masa Plio – Pleistosen, menjadikan struktur

Tanjung mematah dan melipat, untuk selanjutnya membentuk struktur – struktur

di sekitarnya.

Gambar 2.4.

Peta Cekungan Wilayah Kalimantan(6)

Page 23: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

9

2.2. Kondisi Reservoir

Karakteristik reservoir pada Lapangan Tanjung terdiri dari karakteristik

batuan dan fluida berdasarkan hasil intepretasi log dan pengukuran-pengukuran

lainnya yang ada dengan rata-rata kedalaman produksi sekitar 1100 meter.

Tabel II-1.

Karakteristik Reservoir Lapangan Tanjung(6)

Struktur Antiklin Asimetrik, 9 km x 3 km

Lapisan Produktif - Zona A,B,C Batupasir dan Konglomerat

Fluvial-Alluvial Fan

- Zona D,E,F Batu pasir Lacustrine Delta

- Zona P Batu Vulkanik, Natural Fracture

Daya Dorong Kombinasi Solution Gas dan Water Drive

Temperatur Reservoir 140-160oF

Spesific Gravity Gas Sekitar 0,862

Jenis Minyak Parafinik 40 oAPI, SG: 0,822

Wax Content : 30 % WT

Pour Point : 98 oF

Porositas Rata-rata 8-27 %

Permeabilitas batuan

Saturasi air

8-200 mD

15-35 %

Pada dasarnya, lapangan Tanjung memproduksi hidrokarbon dari enam unit

reservoir terisolasi pada formasi Tanjung bagian bawah, ditambah dengan

reservoir vulkanik yang berada di bawahnya. Penjelasan singkat mengenai

deskripsi dan kualitas perlapisan adalah sebagai berikut :

1. Reservoir P

Lapisan P adalah zona reservoir yang paling dalam, dan merupakan

reservoir yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda jika dibandingkan

dengan lapisan penghasil hidrokarbon lainnya di lapangan Tanjung, disebabkan

karena komposisinya yang terdiri dari batuan vulkanik dan batuan dasar

metasedimen yang terbentuk pada masa Kretaseus akhir. Ketebalan rata – rata

reservoir ini adalah 28,7 meter, dengan harga porositas rata – rata sebesar 8 %.

Permeabilitas reservoir rata-rata yaitu 52 mD, sementara harga saturasi air

Page 24: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

10

awal berada pada kisaran angka 41 %. Lapisan P terdiri dari komposisi mineral

andesit basalt, berwarna hijau gelap, sangat keras, serta mengandung campuran

kristal mineral pyrite dan kalsit yang berwarna putih, yang diduga sebagai

mineral ikutan rekahan.

2. Reservoir A

Reservoir A adalah zona produktif yang berkedudukan paling dasar pada

formasi Tanjung dan merupakan batuan pasir konglomerat berkomposisi

vulkaniklastik yang terbentuk pada lingkungan pengendapan alluvial berenergi

tinggi yang lembab. Ketebalan maksimum batuan pasir A berada tepat di

bagian tengahnya, dengan nilai kurang lebih 60 meter dan diinterpretasikan

sebagai pasir lakustrin dan channel yang terlihat cenderung menipis pada

bagian utara lapangan. Harga porositas bervariasi antara 20 sampai 30 %,

sementara permeabilitas berada pada kisaran 10 sampai dengan 50 mD.

3. Reservoir B

Sebagian besar sumur di lapangan Tanjung memproduksikan fluida dari

reservoir B secara kombinasi dengan lapisan A. Hal ini disebabkan karena

pertimbangan kondisi teknis kedua reservoir yang tidak jauh berbeda, karena

terpisah dari lapisan lempung sejauh 15 meter. Secara litologi, karakteristik

lapisan pasir B hampir menyerupai lapisan A di bawahnya, hanya saja

ketebalannya yang lebih kecil, dan permeabilitas yang berada pada kisaran 1

sampai dengan 40 mD, harga porositas bervariasi antara 13 sampai 30 %.

Lapisan B di dominasi oleh batuan pasir berwarna putih ke abu – abuan,

terpilah cukup baik, sedikit bundar dan bersudut, serta mengandung butiran

mineral quartz dengan porositas buruk hingga sedang. Zona frac Sumur T-XX

terletak di reservoir ini.

4. Reservoir C

Lapisan ini merupakan reservoir produktif utama di lapangan Tanjung,

dengan ketebalan maksimum sebesar 20 meter. Reservoir ini terdiri dari

beberapa distributor channel yang memiliki lingkungan pengendapan yang

lebih baik dari pada perlapisan di bawahnya. Beberapa channel bagian atas

memiliki sifat yang menginterupsi channel di bawahnya, sehingga membuat

Page 25: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

11

interpretasi log dalam pemilahan perlapisan menjadi semakin sulit. Secara

umum, lapisan pasir C tidak terlalu dipengaruhi oleh impuritis seperti shale

dan mineral lainnya, reservoir C menunjukkan bahwa lapisan ini didominasi

oleh batuan pasir berwarna putih kecoklatan, berukuran butir kecil hingga

sedang, sedikit bundar dan bersudut, serta terpilah dari buruk hingga cukup

baik. Harga porositas berkisar antara 20 sampai dengan 25 %, sementara

variasi permeabilitas rata-rata yaitu 200 mD.

Seiring dengan menurunnya tekanan reservoir, maka semakin banyak

pula gas yang terbebas dari larutannya. Hal ini menyebabkan terbentuknya

tudung gas sekunder di puncak perlapisan. Diduga, pengaruh tenaga dorong

air memiliki fungsi yang lebih berarti jika dibandingkan dengan perlapisan

lainnya, disebabkan karena sifat batuan zona C yang bersih dan ketebalannya

yang hampir merata di seluruh bagian reservoir. Kompleksitas lapisan C tidak

hanya terbatas pada siklus pengendapannya saja, tetapi juga oleh patahan

patahan yang mempengaruhi keadaan di dalamnya.

5. Reservoir D

Keberadaan lapisan D pada lapangan Tanjung tidak menyebar secara luas

jika dibandingkan dengan reservoir A, B dan C, dan secara litologi memiliki

karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan lapisan di bawahnya. reservoir

ini memiliki hubungan antar butir yang ketat, terpilah cukup buruk, dan

mengandung lebih banyak mineral calcareous. Ketebalan rata – rata lapisan ini

adalah 8,3 meter, dengan porositas 19 %, serta permeabilitas yang bervariasi

antara 29 sampai dengan 150 mD.

Lapisan D memiliki sejarah pengendapan yang hampir sama dengan

lapisan di bawahnya, kecuali lapisan ini hanya memiliki empat buah

distributor channel terpisah yang tipis. Pada beberapa bagian reservoir,

channel bagian atas juga menginvasi channel di bawahnya. Sejarah produksi

cukup baik di zona ini, dan pada beberapa sumur, sistem penyelesaian yang

digunakan digabungkan dengan zona E di atasnya. Di antara lapisan D dan E,

terdapat garis batas batubara yang sangat jelas dan memiliki arti penting

sebagai representasi kedalaman ukur korelasi log dan seismik.

Page 26: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

12

6. Reservoir E

Zona reservoir E merepresentasikan proses pengendapan lingkungan laut

secara trangresif. Pada sebagian wilayah, interupsi mineral dolerite

berkembang sangat pesat dengan ketebalan lebih dari 30 meter. Ketebalan

lapisan pasir produktif rata – rata adalah 8,4 meter, dengan harga porositas

rata – rata sebesar 19 %. Kondisi awal saturasi air rata – rata adalah 41 %,

dengan variasi permeabilitas antara 11 sampai dengan 121 mD.

7. Reservoir F

Reservoir F terdiri dari sebagian kecil batuan pasir yang terputus – putus,

yang diendapkan secara transgresif pada lingkungan laut. Ketebalan lapisan

pasir produktif F sangatlah bervariasi dari 1 meter hingga ketebalan

maksimum 8,5 m. Bahkan, di sebagian kecil wilayah tengah hingga utara,

lapisan pasir produktif F tidak dapat ditemukan, walaupun sedikit ke barat dari

area ini berkembang dengan cukup baik. Secara umum, lapisan F memiliki

harga porositas antara 15 sampai dengan 20 %, sementara harga permeabilitas

rata – rata adalah 200 mD.

2.3. Sejarah Produksi dan Pengembangan Lapangan Tanjung

Lapangan Tanjung adalah salah satu lapangan milik Daerah Operasi PT

Pertamina (Persero) Unit Bisnis Pertamina EP (Tanjung). Sejarah penemuan

lapangan ini diawali oleh penemuan minyak pada tahun 1898 oleh Mijn Bouw

Maatschappij Martapoera dan dilakukan pemboran empat sumur.

Pada tahun 1912 lapangan ini diambil alih oleh perusahaan Belanda

lainnya Dotsche Petroleum Maatschappij (DPM). Kemudian pada tahun 1930

DPM bergabung dengan sesama perusahaan Belanda yang bernama N.V.

Bataache Petroleum Maatscheppij atau yang lebih dikenal dengan BPM.

Sejalan dengan perkembangan teknologi serta usaha BPM yang lebih giat

melakukan eksplorasi maka pada akhirnya ditemukan berturut-turut struktur A

(1934), B (1937), serta struktur C (1939). Pada pemboran sumur A-1 tahun 1938

telah ditemukan minyak dengan kedalaman akhir 1920 meter. Sampai pada

pertengahan tahun 1940 telah selesai dibor tujuh buah sumur pada struktur A

Page 27: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

13

tetapi tidak dieksploitasikan karena adanya Perang Dunia II. Sekitar tahun 1942

sampai tahun 1945 sumur minyak di lapangan ini dikuasai oleh pemerintah

pendudukan Jepang.

Pada tahun 1957 BPM kembali memulai usaha perminyakan di lapangan

ini. Dimana kemudian pada tahun 1961 terjadi pengambil-alihan pengelolaan

lapangan dari perusahaan BPM kepada perusahaan PT Shell Indonesia, yang mana

sejak saat itu kegiatan lebih digalakkan lagi karena kesulitan transportasi telah

dapat teratasi dengan selesainya pembangunan pipa penyalur 20 inch ke

Balikpapan.

Lalu pada tahun 1965 lapangan tersebut diambil alih oleh Permina yang

kemudian berubah nama menjadi Pertamina. Selama dikelola oleh Pertamina

kembali dilakukan usaha-usaha pencarian lapangan minyak yang baru dan

berhasil menemukan struktur D pada tahun 1967 dan mulai diproduksikan pada

tahun 1977 setelah melakukan pemboran di lima buah sumur.

Lapangan Tanjung hingga saat ini mempunyai 145 sumur, termasuk

didalamnya 1 sumur baru pada bulan juni 2009, dengan perkiraan Initial Oil in

Place (IOIP) sebesar 4,3 MMSTB berdasarkan perhitungan dari data geologi dan

geofisika (metode volumetrik). Porositas lapangan ini bervariasi antara 8 sampai

27 %, permeabilitas rata-rata 40 mD, sementara kondisi saturasi air awal berkisar

antara 28 sampai dengan 50 %. Minyak yang terkandung pada formasi Tanjung

termasuk ke dalam golongan paraffin dengan berat jenis 40,3º API (titik tuang

98º F).

Lapangan Tanjung juga mengandalkan sistem pengangkatan buatan berupa

(sucker rod) dan (electric submercible pump) pada semua sumur produksinya,

dengan laju produksi minyak rata- rata sebesar 5.200 bopd pada laju injeksi

sebesar 48.500 bwpd, sementara total kumulatif produksi minyak adalah 227

MMBBL (Maret 2014). Di sisi lainnya, rekaman produksi gas pada periode awal

produksi, masih menjadi bahan pertanyaan, mengingat minimnya kuantitas dan

keberadaannya yang langsung dimanfaatkan sebagai bahan bakar mesin

pembangkit tenaga listrik untuk menunjang proses produksi. Walaupun demikian,

kumulatif produksi gas sampai dengan saat ini diyakini sebesar 140 MMSCF.

Page 28: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

14

Berdasarkan pertimbangan dari beberapa faktor seperti ; cadangan minyak

awal volumetrik sebesar 628 MMBbl, interpretasi geologi, kajian tekanan dan

radius pengurasan masing - masing sumur di setiap reservoir, keberhasilan seperti

perekahan hidrolik, WSR (wax and scale removal), acid wash, dan sebagainya,

diharapkan lapangan Tanjung dapat memproduksi minyak rata – rata sebesar 7500

bopd di sepanjang tahun 2014.

2.4. Sejarah Sumur Kajian

Dalam penulisan skripsi ini dipergunakan 1 sumur yaitu T-XX. Sumur T-

XX adalah sumur baru yang dilakukan pemboran pada bulan Desember 2009 kira-

kira 200 m Selatan Tanjung dengan vertikal sumur TD@ 1294.0 mKB. Sumur ini

diprediksikan mampu memproduksi minyak berkisar antara 100-500 BOPD.

Sumur ini dilakukan stimulasi hydraulic fracturing bulan Juni 2010, karena hanya

mampu memproduksi minyak 48 BOPD. Data produksi sebelum perekahan dan

setelah perekahan dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Page 29: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

15

Gambar 2.5.

Data Produksi Sumur T-XX(6)

Page 30: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

16

BAB III

DASAR TEORI STIMULASI PEREKAHAN HIDRAULIK

Hydraulic fracturing adalah suatu teknik stimulasi yang digunakan untuk

memperbaiki atau meningkatkan produktivitas sumur. Tujuan adalah membentuk

saluran konduktif dan kontinyu yang menembus zona skin (yang mengalami

kerusakan), jauh ke dalam reservoar. Untuk mencapai tujuan itu, maka dibuat

rekahan untuk jalan mengalirnya fluida reservoir ke lubang sumur dengan cara

menginjeksikan fluida perekah dengan laju dan tekanan tertentu diatas tekanan

rekah formasi. Setelah formasi mengalami perekahan, fluida terus diinjeksikan

untuk memperlebar rekahan yang terjadi. Untuk menjaga agar rekahan tidak

menutup kembali, maka rekahan yang terjadi diberi pengganjal (proppant).

Proppant yang digunakan harus mampu mengalirkan fluida dan dapat menahan

agar rekahan tidak menutup kembali, oleh karena itu proppant tersebut harus

memiliki permeabilitas yang besar dan kekuatan yang cukup baik agar tidak

mudah hancur terkena tekanan dan temperatur tinggi. Gambar 3.1.

memperlihatkan skematik proses stimulasi hydraulic fracturing.

Gambar 3.1.

Skematik Proses Stimulasi Hydraulic Fracturing(5)

Page 31: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

17

3.1. Mekanika Batuan

Batuan dalam bumi akan mengalami tegangan-tegangan yang diakibatkan

oleh gaya-gaya yang bekerja atau dikenakan kepadanya. Gambar 3.2.

memperlihatkan skematik normal stress dan shear stress pada batuan

In-situ Stress : gaya per unit area

0Δ limσ

A

ΔA

ΔF ………………………………………...……….....(3-1)

Gambar 3.2.

Skematik Normal Stress dan Shear Stress(5)

Overburden Stress : gaya akibat beban formasi diatasnya

dz(z)ρgσH

0

ov …………………………………..………………...(3-2)

dimana rata-rata gradient (g) berkisar 0,95 – 1,1 psi/ft ; densitas formasi (ρ)

berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa densitas batuan berkisar antara 125

hingga 200 lb/ft3.

Strain : deformasi/alterasi posisi relatif titik-titik pada benda yang dikenakan

stress. Strain dikomposisikan sebagai perubahan panjang dan perubahan

angular.

1

11limε

*

01

………………………………………..…………….....(3-3)

Page 32: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

18

Gambar 3.3.

Elemen Tegangan dan Bidang Rekahan(5)

Gambar 3.3. memperlihatkan Elemen Tegangan dan Bidang Rekahan.

Penjabaran akan hal ini adalah perbandingan poisson (poisson ratio) dimana

apabila suatu benda ditekan ke satu arah tertentu, maka benda itu bukan saja

mengalami perubahan panjang (memendek) sepanjang arah pembebanan,

melainkan juga akan melebar kearah lateral (gaya yang kecil). Atau didefinisikan

sebagai rasio dari ekspansi lateral terhadap kontraksi longitudinal.

v = 1

2

ε

ε ……………………………………………………….... (3-4)

dimana ε1 dan ε2 masing-masing adalah strain arah tegak lurus satu sama lainnya.

Harga v berkisar antara 0,15 – 0,30 dan untuk batupasir = 0,25, sedangkan untuk

shale = 0,27.

Page 33: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

19

Gambar 3.4.

Penggambaran Mengenai Efek Poisson(5)

Atau dengan persamaan sebagai berikut :

E = 2 G(1 + v) ……………………………………………………..... (3-5)

keterangan : E = (slope) Modulus Elastisitas Young, psi

Gambar 3.4. memperlihatkan penggambaran mengenai efek poisson

Modulus Elastisitas Young merupakan ukuran kekenyalan (stiffness) dimana

untuk batuan harganya berkisar antara 1 x 106 (soft rock) sampai dengan 10 x 106

(hard rock). Dalam hydraulic fracturing dikenal istilah plane-strain modulus (E`)

yang ditulis sebagai berikut :

E` = E / (1 – v2) …………………………………………………..... (3-6)

dimana untuk sandstone :

E` = 1,07 E dan v = 0,25

Hubungan antara stress dan strain dapat digambarkan dengan grafik stress vs

strain pada Gambar 3.5., sebagai berikut :

Page 34: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

20

Gambar. 3.5.

Grafik Hubungan Stress vs Strain(5)

Ketika suatu sumur dibor, maka tegangan yang bekerja pada batuan akan

mengalami perubahan. Suatu pendekatan perhitungan perubahan atau kelainan ini

dibuat dengan asumsi batuan elastis, lubang sumur lurus dan silindris serta sumbu

sumur vertikal. Sedangkan gaya-gaya tangensial yang bekerja disekitar lubang

sumur adalah dua kali tegangan horizontalnya, sehingga tekanan yang diperlukan

untuk merekahkan batuan secara vertikal adalah jumlah dari tekanan yang

diperlukan untuk mengurangi compressive stress pada dinding lubang sampai nol

ditambah tensile strength dari batuannya, atau :

ttf Sσzv1

v2Sσh2P

…………………..……..……..….. (3-7)

keterangan :

Pf = Internal pressure, psi

St = Tensile strength batuan, psi

Page 35: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

21

Menurut Hubert dan Willis, tekanan injeksi dasar sumur minimum yang

diperlukan untuk menjaga rekahan tetap terbuka adalah sedikit lebih besar dari

tegangan yang bekerja pada bidang rekahan tersebut, dan masuknya fluida ke

dalam formasi akan mengurangi besarnya tekanan yang diperlukan untuk tekanan

vertikal.

Dalam hal rekahan horizontal, tekanan yang diperlukan untuk menahan

atau mengembangkan rekahan sama dengan efektif overburdennya pada

kedalaman rekahan. Dengan demikian rekah horizontal akan terjadi bila :

Pf = δz ..………………………..…….……………....………….... (3-8)

Pendekatan ke dalam maksimum dimana rekah horizontal terjadi, kecuali dalam

daerah di bawah kompresif aktif dapat ditentukan dari persamaan-persamaan

diatas dengan anggapan :

σzSσzv1

v2t

…………………..………………..……..……….. (3-9)

Bila diketahui gradien tekanan vertikal (overbuden) adalah 1 psi/ft, poisson ratio

0,25 dan tensile strength 1000 psi, maka kedalaman maksimum rekah horizontal

adalah 3000 ft. Untuk rekahan yang terjadi pada sudut tertentu () dari horizontal,

Crittendon menyajikan suatu rumus tekanan rekah sebagai berikut :

θcos

v1

v21

v1

v21

2

PP ov

f .……………....……..……..... (3-10)

keterangan :

Pov = tekanan overbuden, psi

= sudut yang diukur dari horizontal

Jenis-jenis rekahan dapat dilihat pada Gambar 3.6.. Untuk mengetahui

hubungan antara efek perekahan terhadap produktivitas sumur dapat ditinjau

dengan mengetahui sifat-sifat atau karakteristik fluida injeksi, karakteristik fluida

reservoar, dan karakteristik batuan reservoarnya disekitar daerah perekahan.

R.D.Carter mendiskripsikan persamaan untuk menghitung luas daerah perekahan

baik dengan perekahan secara vertikal maupun horizontal.

Page 36: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

22

Gambar 3.6.

Jenis-jenis Arah Rekahan(2)

Asumsi yang digunakan untuk menghitung luas daerah perekahan adalah :

1. Luas rekahan uniform.

2. Aliran fluida perekah ke dalam formasi linear dan arah aliran tegak lurus

permukaan rekahan.

3. Kecepatan aliran di dalam formasi pada setiap titik dipermukaan rekahan

adalah fungsi waktu titik alirnya.

4. Fungsi kecepatan V = F(t) sama untuk setiap titik di dalam formasi.

5. Tekanan di dalam rekahan sama dengan tekanan injeksi didepan formasi

serta harga konstannya.

3.2. Fluida Perekah

Fluida perekah adalah fluida yang digunakan pada pekerjaan perekahan

hidraulik untuk menghantarkan daya pompa ke batuan formasi sehingga

memungkinkan terjadinya perekahan batuan dan sebagai pembawa material

Page 37: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

23

pengganjal ke dalam rekahan. Fluida perekah tersebut akan dipompakan pada

beberapa tingkat (stages) yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri.

Secara garis besar, selain digunakan untuk memulai perekahan dan memperluas

rekahan, fluida perekah juga harus dapat memperlebar rekahan, mentransport dan

menempatkan proppant, mempunyai sifat low fluid loss (kehilangan fluidanya

sedikit) waktu crosslink-nya terkontrol, dan tidak mahal. Juga tidak menyebabkan

friksi yang besar di tubing, mudah dibersihkan dengan clean-up (dimulainya

produksi kembali), kompatibel dengan formasi dan fluidanya, mudah dicampur,

aman untuk personalia, dan relatif murah. Pembahasan mengenai fluida perekah

meliputi pembahasan mengenai mekanika fluida yaitu: rheologi, leak off,

hidrolika perekahan dan pemilihan fluida dasar serta additifnya.

3.2.1. Mekanika Fluida Hydraulic Fracturing

Mekanika fluida untuk pekerjaan perekahan hidraulik meliputi rheology,

fluid loss (leak off) dan hidrolika fluida perekah yang terdiri dari pembahasan

mengenai kehilangan tekanan aliran dan horse power pompa yang diperlukan.

3.2.1.1. Rheologi Fluida Perekah

Pada pekerjaan hydraulic fracturing, rheology merupakan sifat aliran

fluida yang digunakan untuk mendapatkan harga viskositas yang cukup.

Viskositas fluida perekah perlu direncanakan dengan baik karena viskositas

merupakan salah satu parameter yang penting dalam keberhasilan pekerjaan

hydraulic fracturing. Viskositas fluida perekah tersebut, dipengaruhi oleh banyak

faktor seperti regim aliran, temperatur dan konsentrasi proppant.

Berdasarkan hubungan shear stress () dan shear rate (), fluida di alam

dapat dikelompokan menjadi tiga macam, yaitu Newtonian, Bingham Plastic, dan

Power Law. Fluida newtonian adalah fluida yang mempunyai hubungan linier

antara shear stress dan shear rate (viskositasnya konstan) atau dengan kata lain

viskositasnya hanya dipengaruhi oleh perubahan temperatur. Sedangkan untuk

fluida non-Newtonian (power law dan bingham plastic), viskositasnya selain

Page 38: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

24

dipengaruhi oleh temperatur juga dipengaruhi oleh perubahan shear stress dan

shear rate. Gambar 3.7. memperlihatkan plot vs untuk tiga macam fluida.

Gambar 3.7.

Harga Shear Rate vs Shear Stress pada Fluida Newtonian dan Non-

Newtonian(3)

Untuk fluida Newtonian berlaku Persamaan :

)/( dydu ................................................................ ......... (3-11)

Keterangan :

= Viskositas, cp

= Shear stress, lbf/ft2

= Shear rate, sec-1

Sedangkan untuk fluida bingham plastic berlaku :

τ = μ γ + τy ………………………………………...……………(3-12)

Keterangan :

τy = yield point (fluida Newtonian = 1)

Untuk fluida perekah, yang berlaku adalah fluida power law, karena sifat

dari fluida power law yang viskositasnya selain dipengaruhi oleh temperatur juga

dipengaruhi oleh shear stress dan shear rate, di mana viskositas fluida akan turun

dengan berkembangnya shear rate. Pada fluida power law berlaku hubungan :

nK ' .......................................................................... ................ (3-13)

Page 39: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

25

Keterangan :

K = consistency index, lbf-secn /ft2

n = power law index. (untuk n = 1, maka fluidanya Newtonian)

Untuk menentukan apparent viscosity fluida perekah, maka perlu diketahui

terlabih dahulu harga K, γ dan n. Harga K ditentukan dengan uji laboratorium.

Dalam pengukuran dengan alat di laboratorium, kalau aliran terjadi di sekitar

silinder (misalnya di annulus) maka dibuat faktor K’ yang berhubungan dengan

flow behavior index, n’ = n. Bila B = rcup/rbob, rcup adalah radius dalam (misalnya

tubing O.D.) dan rbob = radius cup yang luar (misalnya casing I.D.) maka berlaku

hubungan :

'

'/2

2'/2

)1('

)1(' n

n

n

BBn

BBKK

................................................ ................ (3-14)

Untuk aliran fluida perekah pada pipa berlaku :

'

'4

1'3'

n

pipan

nKK

...................................................... ..................... (3-15)

Sedangkan untuk slot (antara dua pipa, annulus atau pada rekahan) berlaku :

'

'3

1'2'

n

slotn

nKK

......................................................... ................... (3-16)

Pada saat fluida perekah mengalir, besarnya shear rate akan berubah

tergantung regim aliran yang terjadi, dimana hal ini dipengaruhi oleh daerah yang

dilewati oleh aliran fluida perekah sehingga harus dihitung pula besarnya harga

shear rate tersebut. Besarnya shear rate dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Untuk aliran fluida perekah pada pipa, harga shear rate dapat didekati

dengan persamaan :

d

u

n

n 8

'4

1'3'

.......................................................... ..................... (3-17)

Keterangan :

d = diameter pipa, ft

u = superficial velocity = q/A, ft/sec

Page 40: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

26

Sedangkan besarnya shear rate untuk slot yang menyerupai geometri

rekahan dapat dihitung dengan persamaan :

w

u

n

n 6

'3

1'2'

......................................................... ..................... (3-18)

Keterangan :

w = lebar slot atau rekahan, inch

u = superficial velocity, ft/s

= hw

q

5615.0

q = laju injeksi dalam bbl/menit (bpm)

h = tinggi rekahan, ft

w = lebar rekahan, in

Dengan demikian, perhitungan untuk menentukan apparent viscosity dapat

dinyatakan sebagai berikut :

'1'

'880.47napp

K

cp .............................................. ....................... (3-19)

Fluida perekah merupakan fluida yang bersifat power law yang sangat

sensitif terhadap temperatur tinggi, sehingga selain dipengaruhi oleh regim aliran,

viskositasnya juga akan mudah berubah oleh karena pengaruh temperatur. Pada

temperatur tinggi, Polymer dapat mengalami degradasi dengan cepat sehingga

viskositas fluida perekah akan turun. Karena itu perlu dilihat berapakah harga

temperatur kerja polymer yang bersangkutan yang dapat dilihat dari setiap buku

service companies (kontraktor). Selain dipengaruhi oleh regim aliran dan

temperatur, viskositas fluida perekah juga dipengaruhi oleh konsentrasi material

pengganjal (proppant) yang terdapat didalamnya, semakin tinggi kadar proppant

maka viskositas relatif fluida perekah akan semakin naik.

3.2.1.2. Leak-off

leak-off atau kebocoran adalah kehilangan fluida karena fluida perekah

masuk meresap ke dalam formasi batuan. Leak off dapat mengakibatkan volume

rekahan yang terjadi akan berkurang sehingga dapat menyebabkan proppant akan

Page 41: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

27

mengalami bridging atau settling (mampat atau mengendap). Jadi laju leak-off ini

merupakan faktor penting dalam menentukan geometri rekahan. Terdapat dua

macam penilaian terhadap leak-off, yakni :

1. Fluid efficiency (pengukuran total / global)

dipompakanyangvolume

rekahanvolume ........................... ................. .............(3-20)

Umumnya harga %5030

2. Koefisien leak-off (pengukuran setempat).

spurtt

CV tot

L .............................................................. ..................(3-21)

tACQ ftotL ......................................................... ..................... (3-22)

Spurt adalah fluida yang masuk pertama kali dalam jumlah relatif besar

karena bertemu media berpori sebelum terbentuk filter cake yang didapat dari

perpotongan dengan sumbu tegak, gal/ft2. Sedangkan spurt time adalah waktu

yang diperlukan untuk mencapai bagian plot yang lurus, menit .

Koefisien leak off karena pengaruh wall building dihitung dengan :

A

mCw

)0164,0( ....................................................................... ... (3-23)

Keterangan :

m = kemiringan / slope garis

A = luas core yang dipakai

3.2.1.3. Hidrolika Fluida Perekah

Dalam pekerjaan hydraulic fracturing perhitungan hidrolika perekahan

akan sangat berpengaruh dalam perhitungan perencanaan pelaksanaannya. Berikut

akan dibahas mengenai hidrolika fluida perekah yang meliputi kehilangan tekanan

aliran dan horse pawer pompa yang dibutuhkan.

Page 42: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

28

1. Kehilangan Tekanan Aliran Fluida Perekah

Selama transportasi dari permukaan (pompa) menuju ke dalam formasi

batuan, fluida perekah akan mengalami kehilangan tekanan aliran baik di dalam

pipa maupun pada saat aliran melalui lubang perforasi.

A. Kehilangan Tekanan Aliran Dalam Pipa

Perhitungan kehilangan tekanan dalam pipa perlu dilakukan untuk

mengetahui berapa besar kehilangan tekanan selama aliran fluida perekah dalam

pipa, sehingga dapat diperkirakan tekanan pompa yang diperlukan dan berapa net

pressure di formasinya. Rheology yang telah dibahas di atas, dapat digunakan

untuk menghitung kehilangan tekanan dalam pipa selama fluida perekah

dipompakan. Untuk menghitung kehilangan tekanan fluida power law, maka perlu

dihitung terlabih dahulu Reynold numbernya, yang dapat dihitung dengan

persamaan :

'1'

''2

'4/)1'3('96

249,0nn

nn

rennK

DuN

………………………………..………( 3-24)

Apabila q dalam BBL/menit (BPM) maka :

u = 17,17 qi/D2

Sebelum menghitung kehilangan tekanan, maka perlu dihitung terlebih

dahulu fanning friction factor (ff).

Untuk aliran laminer (Nre < 2100) maka fanning friction factornya :

ff = 16 / Nre

Untuk aliran turbulent (Nre > 2100) maka fanning friction factornya :

ff = c / Nreb

Keterangan :

b = (1,4 – log n’) / 7

c = (log n’ + 2,5) / 50

Kehilangan tekanan aliran fluida perekah dalam pipa dihitung dengan

persamaan : D

LufxP

f

F

23102,5

…………………………………..…(3-25)

Keterangan :

Pf = Kehilangan tekanan aliran dalam tubing, Psi

Page 43: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

29

ρ = Densitas fluida perekah, lb/ft3

u = Kecepatan aliran, ft/det

D = Diameter dalam pipa, inch

ff = Fanning friction factor

K’ = Konsistensi index, lbf secn’/ft2

L = Panjang pipa (tubing), ft

n’ = Flow behaviour index

B. Kehilangan Tekanan Aliran Dalam Lubang Perforasi

Selain kehilangan tekanan aliran dalam tubing, kehilangan tekanan aliran

fluida perekah juga akan terjadi pada saat melalui lubang perforasi. Kehilangan

tekanan aliran dalam lubang perforasi dipengaruhi oleh densitas fluida, rate

aliran, ukuran dan ketebalan perforasi. Jika ukuran perforasi besar maka rate

aliran yang masuk ke lubang perforasi menjadi lebih rendah. Rendahnya rate

aliran mengakibatkan kehilangan tekanan di dalam lubang menjadi kecil sehingga

harga kehilangan tekanan dapat diabaikan. Batasan untuk mengabaikan

kehilangan tekanan karena perforasi adalah rate aliran kurang dari 0,5 bbl/menit

per perforasi. Bila rate aliran lebih besar dari 0,5 bbl/menit per perforasi maka

friksi perforasi perlu diperhitungkan. Harga friksi dalam perforasi dapat dihitung

dengan persamaan :

42

2

323 DN

qP

fp

……………………………………………..(3-26)

Keterangan :

Ppf = Kehilangan tekanan aliran dalam lubang perforasi, Psi

q = Laju injeksi, bpm

= Specific gravity fluida perekah

N = Jumlah lubang perforasi

D = Diameter lubang perforasi, inch

2. Horse Power Pompa

Horse power pompa adalah daya yang diperlukan pompa untuk dapat

memompa fluida perekah sehingga dapat dihasilkan performance sesuai dengan

yang diinginkan. Harga horse pompa dapat dihitung dengan Persamaan :

Page 44: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

30

HHP = qiPtr / 40,8………………………………………….……...... (3-27)

Keterangan :

HP = Horse power / daya pompa, HHP

qi = laju pemompaan fluida perekah, BPM

Ptr = Tekanan treatment dipermukaan, Psi

= (minimum stress formasi + net pressure+ Pf)-Ph

3.2.2. Fluida Dasar dan Additive

Hydraulic fracturing dapat dikatakan sebagai aplikasi pemindahan tenaga

melalui suatu media cairan dimana cairan ini selain digunakan untuk merekahkan

batuan juga harus dapat membawa material pengganjal rekahan. Oleh karena itu

fluida perekah yang digunakan dalam pekerjaan perekahan hidraulik yang terdiri

dari fluida dasar harus ditambahkan additive yang berguna untuk mendapatkan

komposisi yang tepat sehingga diharapkan menghasilkan performance sesuai

dengan yang diharapkan.

Fluida Dasar

Secara umum, fluida dasar dapat berupa air, minyak, emulsi, foam dan

kombinasi dari bahan-bahan tersebut. Fluida dasar ini harus diperkental dengan

polymer sebagai thickener (pengental).

1. Water Base Fluid

Merupakan jenis fluida perekah dengan bahan dasar air, water base fluid ini

dapat digunakan pada reservoir minyak maupun gas.

Fluida perekah ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain :

1. Tidak ada resiko kebakaran.

2. Tersedia dalam jumlah yang banyak dan harganya murah.

3. Dapat mengurangi terjadinya friction loss.

4. Viscositasnya yang rendah, hal ini akan lebih mudah dalam pemompaan.

5. Specific gravity air yang tinggi akan memberikan kekuatan penopang yang

lebih besar pada propping agent.

Page 45: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

31

6. Mempunyai tekanan hidrostatik yang tinggi sehingga mengurangi tekanan

pompa yang diperlukan untuk perekahan.

2. Oil Base Fluid

Oil base fluid digunakan sebagai fluida perekah mempunyai keuntungan

sebagai berikut :

1. Mempunyai viscositas yang tinggi sebagai sifat alamiahnya.

2. Rate injeksi yang rendah untuk peretakan dangkal atau dalam.

3. Dapat dijual kembali setelah pemakaian.

Ada beberapa jenis cairan bahan dasar minyak untuk perekahan, yaitu :

a. Napalm Gels, bahan dasar yang digunakan adalah kerosin atau minyak

diesel atau crude oil yang dipadatkan dengan penambahan napalm

(aluminium fatty acid salt). Jel ini mempunyai viskositas tinggi dan

mampu membawa material pengganjal (proppant) serta fluid lossnya

rendah.

b. Viscous Refined Oil, lebih menguntungkan daripada napalm gel karena

mudah diperoleh dari refinery, dapat dimanfaatkan kembali sebagai hasil

produksi, dan viskositasnya akan berkurang bila bercampur dengan fluida

formasi, sehingga mudah dikeluarkan kembali setelah pekerjaan perekahan

selesai.

c. Lease Crude Oils, pada beberapa area lease crude oils dapat digunakan

untuk perekahan, namun setelah ditambahkan fluid loss control agent.

d. Gelled Lease Oils, merupakan campuran minyak-air dengan sedikit fatty

acid soap dan caustic, sehingga membentuk gel. Jenis ini menjadi popular

karena mudah didapat,relative murah dan gesekan dengan dinding pipa

relative kecil. Gelled Lease Oils ini tidak dapat digunakan pada temperatur

tinggi.

Oil base fluid jarang digunakan pada perekahan pada reservoir gas karena

sifatnya yang mudah terbakar.

3. Foam Base Fluid

Fluida ini merupakan percampuran antara liquid dan gas. Foam ini

mengandung gas bertekanan (biasanya nitrogen atau karbondioksida) dengan

Page 46: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

32

surfactant. Fluida perekah ini baik sekali digunakan pada reservoir bertekanan

rendah sehingga dapat membantu produksi kembali dan karena foam ini

mengandung hampir 95% fasa gas maka liquidnya minimal sehingga baik

untuk pembersihan ruang rekahan (clean up).

4. Emulsion base fluid

Fluida dasar ini berasal dari dispersi dua macam fluida yang immiscible,

seperti minyak dalam air atau air dalam minyak. Fasa yang immiscible

tersebut distabilkan dengan surfactant. Fluida perekah berbahan dasar emulsi

ini memberi efek yang baik untuk pembersihan ruang rekahan, akan tetapi

kelemahannya adalah viscositasnya yang tidak stabil karena sangar rentan

terhadap perubahan temperatur.

Untuk menentukan pilihan dalam penggunaan fluida perekah ini harus

diperhatikan beberapa kriteria, yaitu :

Tidak menimbulkan kerusakan formasi.

Memiliki friction loss yang kecil sehingga kehilangan energi selama

perekahan dapat minimal.

Kompatibel terhadap fluida reservoir.

Tidak menimbulkan residu yang dapat menyumbat formasi.

Aman bagi personalia, mudah dan murah diperoleh.

Pada pekerjaan hydraulic fracturing, proses pemompaannya adalah

sebagai berikut :

1. Prepad, yaitu fluida dengan viskositas rendah dan tanpa proppant, biasanya

minyak, air, dan atau foam dengan gel berkadar rendah atau friction reducer

agent, fluid loss additive dan surfactant atau KCl untuk mencegah damage,

dan ini dipompakan didepan untuk membantu memulai membuat rekahan.

Viskositas yang rendah dapat masuk ke matrik lebih mudah dan mendinginkan

formasi untuk mencegah degradasi gel.

2. Pad, yaitu fluida dengan viskositas lebih tinggi, juga tanpa proppant

dipompakan untuk membuka rekahan, melebarkan, dan mempertinggi rekahan

sekaligus mempersiapkan jalan bagi slurry yang membawa proppant.

Viskositas yang lebih tinggi mengurangi leak-off (kebocoran fluida meresap

Page 47: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

33

masuk ke formasi). Pad diperlukan dalam jumlah cukup agar tidak terjadi

terjadi 100 % leak-off sebelum rekahan terjadi dan proppant ditempatkan.

3. Slurry dengan proppant, yaitu proppant dicampur dengan fluida kental,

proppant ditambahkan sedikit demi sedikit selama pemompaan, dan

penambahan proppant ini dilakukan sampai harga tertentu pada alirannya

(tergantung pada karakteristik formasi, sistem fluida, dan gelling agent).

Berfungsi untuk mengembangkan rekahan menjauhi sumur serta membawa

proppant untuk mengisi rekahan agar tidak menutup kembali setelah tekanan

pemompaan dikurangi.

4. Flush, yaitu fluida berupa cairan dasar yang dipompakan dibelakang slurry

dengan proppant, untuk mendesak slurry sampai dekat dengan perforasi,

viskositasnya tidak terlalu tinggi dengan friction yang rendah.

Economides memberikan arahan mengenai pemilihan fluida perekah

berdasarkan temperatur formasi, sensitifitas terhadap air, permeabilitas, tekanan

reservoir, dan tinggi rekahan. Gambar 3.8. memberikan arahan pemilihan fluida

perekah untuk sumur minyak.

Gambar 3.8.

Petunjuk Penggunaan Fluida Perekah Untuk Sumur Minyak(2)

Yes No

Yes

Yes

Yes Yes

No

No

No

No

No Yes

Yes

No

Page 48: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

34

Additive

Additive merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam fluida dasar

dengan komposisi tertentu sehingga menghasilkan performance suatu fluida

perekah yang diinginkan. Suatu fluida perekah harus menghasilkan friksi tekanan

yang kecil dan tetap berviskositas besar agar dapat menahan proppant serta bisa

turun kembali viskositasnya setelah selesai pelaksanaan perekahan dan

penempatan proppant agar dapat memproduksi dari formasi dengan mudah. Oleh

sebab itu diperlukanlah additive. Jenis-jenis additive yang dipakai adalah

Thickener, Crosslinker (penyatu atau pengikat molekul sehingga rantai menjadi

panjang dan viskositas akan meningkat), Breaker (pemecah), Viscosity stabilizer

(penstabil viskositas), Fluid loss additive (zat tambahan untuk mencegah

kehilangan fluida), Surfactant (surface active agent), Buffers (pengontrol pH),

Radioactive tracers, Biocides (anti bakteri), Pencampur gel, Friction reducer

(pengecil friksi), Clay stabilizers (penstabil clay), Crosslinker control agents

(mengontrol zat untuk pengikat molekul), Iron control agents (pencegah

pengendapan besi di formasi), Paraffin control, Scale inhibitors (pencegah scale),

Extenders, clean up, dan energizing agents (mempermudah produksi kembali).

Lebih lanjut tentang additive tersebut akan dijelaskan dalam sub-sub bab berikut.

1. Thickener

Thickener berupa polimer yang ditambahkan sebagai pengental fluida

dasar, contoh dari polimer yang sering digunakan dalam hydraulic fracturing

tersebut adalah guar, HPG (hydropropyl Guar Gum), CMHPG (Carboxymetyl

hydropropyl guar gum), HEC (Hydroxyethylcellulose) dan Xhantan gum.

2. Crosslinker

Crosslinker diperlukan untuk meningkatkan viskositas fluida perekah.

Crosslinker meningkatkan viscositas dengan cara mengikat molekul-molekul,

sehingga rantainya menjadi panjang. Fluida linier akan mengalami penurunan

viskositas karena temperatur atau kalau shear bertambah (misalnya untuk

rekahan yang menyempit). Kalau viskositas berkurang dari 100 cp dan 170 det-1,

maka proppant dapat mengendap (turun ke bawah). Dalam beberapa hal

viskositas bisa turun sampai hanya 20 cp saja pada 1750F karena itu harus

Page 49: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

35

digunakan crosslink agent yakni organometalic atau transition metal compunds

yang biasanya berupa borate, titan, aluminium dan zircon untuk meningkatkan

viskositas.

3. Breaker

Polymer breakers adalah additive untuk memecahkan rantai polymer

sehingga kembali menjadi encer (kecil viskositasnya) setelah selesai

penempatan proppant agar produksi aliran minyak kembali mudah untuk

dilakukan. Di sini breaker harus bekerja cepat. Konsentrasinya pada polymer

harus cukup untuk mengencerkan polymer yang ada. Polymer biasanya pecah

sendiri pada temperatur kerja di atas 2250F. Untuk temperatur rendah digunakan

zat kimia. Ada juga breaker yang dimasukan ke dalam kapsul. Breaker ini

bekerja karena aksi secara fisika atau kimia dan yang umum dipakai antara lain

Oxidizer seperti Peroxydisulfate (S2O8-).

Breaker yang digunakan pada fluida perekah dapat sangat mempengaruhi

sifat fluida walaupun pada konsentrasi yang sangat rendah. Untuk minyak

sebagai fluida dasar maka breaker-nya akan berbeda, asam dan basa bisa

memecahkan gel aluminium phospate ester. Jadi biasanya asam atau basa yang

terlarut dengan lambat ditambahkan ke gel-nya. Gel bisa pecah karenanya dan

biasanya tidak akan bekerja dengan temperatur di bawah 1000F.

4. Fluid Loss Additive

Fluid loss sangat penting untuk dikurangi. Untuk formasi yang homogen

biasanya filter cake saja sudah cukup. Fluid loss bisa menembus matriks, ke

microfracture, bahkan sampai ke macrofracture. Di sini material yang dipakai

antara lain :

Pasir 100-Mesh.

Silika Fluor (325-Mesh) baik untuk rekahan kecil alamiah (Silika Fluor

200-Mesh untuk rekahan kecil akan kurang dari 50 micron dan 100-Mesh

untuk yang lebih besar dari 50 micron).

Adomite regain (corn starch).

Diesel 2 – 5 % (diemulsikan).

Unrefined guar dan Karaya gums.

Page 50: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

36

5. Surfactant

Surfactant akan bekerja pada konsentrasi yang rendah dan akan menyerap

dua permukaan antara dua fluida yang yang tidak bercampur. Surfactant

mempunyai dua sisi di mana satu sisi menghadap ke fluida pertama dan sisi

yang lain menghadap ke fluida kedua sehingga antara kedua fluida tersebut

dapat bercampur. Penggunaannya antara lain pada pembentukan foam. Selain itu

fluorocarbon surfactant akan mengurangi tegangan permukaan (surface tension)

dan mempermudah menghilangkan air dari permukaan formasi dan

mempermudah terjadinya rekahan (SPE Monograph hal. 141). Selain itu

fluorosurfactant tersebut adalah bersifat non-ionic yang bisa mencegah

terjadinya emulsi.

6. Buffers

Pada pencampuran di tempat, polymer dalam bentuk powder ditambahkan

pada fluid dasar. Untuk bisa terpisah dengan baik, pH harus sekitar 9 yang

didapat dari pencampuran dengan basa, seperti NaOH, NH4OH, Na-acetat atau

Asam Asetat, Natrium Carbonat atau Asam Fumaric (C4H4O4) dan Asam

Sulfamic (HSO3NH2).

7. Radioactive Tracers

Zat radioaktif (Antimon, Iridium, dan Scandium) akan ditambahkan sekitar

0,5 sampai 1,0 millicuries / 1000 lb proppant) dengan maksud agar dapat

ditentukan zona rekahan yang dilakukan dengan gamma-ray log.

8. Biocides/ Bactericides

Bakteri yang menyerang organic polymer akan merusak ikatannya dan

mengurangi viskositasnya sehingga perlu ditambahkan antibakteri seperti

glutaraldehyde, chloropenates, quaternary amines, dan isothiazoline. Zat

tersebut perlu ditambahkan di tanki sebelum air ditambahkan, karena enzim

yang terlanjur dihasilkan (walaupun bakterinya sudah mati) bisa memecahkan

polymer. Bila minyak sebagai fluida dasar (oil base), maka bactericides tidak

perlu dipakai lagi.

Page 51: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

37

9. Pencampur Gel

Untuk menghindarkan terjadinya fish-eye (menggumpalnya gel) maka

sering gel tersebut dicampur dahulu dengan 5 % methanol atau isopropanol.

Penggunaan zat ini bisa diperbesar kadarnya untuk formasi yang sensitif,

bahkan pernah dengan 100 % methanol.

10. Friction Reducer

Semua polymer akan berlaku sebagai zat yang menghalangi terjadinya

turbulensi. Turbulensi akan menyebabkan kehilangan tekanan yang besar.

Dengan adanya polymer maka kehilangan tekanan juga relatif akan mengecil.

Material yang digunakan untuk mengurangi kehilangan tekanan seperti misalnya

anionic dan cationic polyacrylamide untuk fluida dasar air, air tawar, atau asam

(1/4 – 1 gal/1000 gal). Terdapat pula dalam bentuk serbuk powder anionic atau

cationic untuk asam, air, dan air garam (1/4 – 2 lb/1000 gal). Selain itu ada juga

khusus friction reducer untuk fluida dasar hidrokarbon dengan

polysodecylmethacryalate (7 – 10 gal/1000 gal) di mana akan diperlukan

activator atau aluminium phospate ester gel (2 gal/1000 gal). Friction reducer

hanya dipakai kalau aliran mungkin akan turbulen sehingga untuk aliran laminer

tidak akan diperlukan.

11. Clay Stabilizers

Clay pada formasi batupasir seperti kaolinite, illite, dan chlorite atau

smectite, dapat menjadi masalah. Aliran dari fluida perekah dengan perubahan

tekanan atau temperatur atau lingkungan ion dapat menyebabkan clay terlepas

dan bermigrasi sehingga akan merusak formasi. Di sini, KCl mencegah

menyebarnya clay dengan memberikan sifat cationic untuk mencegah

perpindahan ion, namun KCl tidak dapat mencegah terjadinya migrasi bila hal

tersebut sudah terjadi. KCl juga dapat digunakan untuk mencegah

pembengkakan clay. NH4Cl berfungsi sama seperti KCl tetapi tidak digunakan

dalam perekahan hidraulik melainkan pada pengasaman. CaCl2 akan mengendap

pada kondisi air formasi dengan sulfat atau alkalin yang dominan. CaCl2 dapat

digunakan untuk larutan air air atau methanol di mana kelarutan KCl dan NH4Cl

terbatas.

Page 52: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

38

Garam Zicronimum Chloride juga digunakan untuk mengikat clay di

tempatnya tetapi umumnya digunakan pada tahap preflush. Semacam

Polyamines, Quarternary Amines juga digunakan untuk mencegah clay yang

membengkak. Yang lain seperti Polymeric Hydrohyxaluminium juga dapat

digunakan namun jarang sekali dipakai.

12. Crosslinker Control Agents

Additive ini bertujuan untuk mengontrol waktu crosslink misalnya untuk

menghambat terjadinya crosslink, Acetinate yang dilarutkan, terutama pada Ti-

crosslink. Untuk temperatur rendah, waktu crosslink malah akan dipercepat.

Atau campuran keduanya untuk mengontrol waktu crosslink.

13. Iron Control Agents

Sama seperti pada pengasaman, ion Fe3+ harus dicegah karena dapat

menimbulkan pengendapan. Material yang digunakan dari additives ini antara

lain Citric Acid dan EDTA, atau Acetic dengan Citric, Crythrobic, dan lain-lain.

14. Paraffin Control

Dapat digunakan parafin dispersant atau dipanaskan untuk mencegah

terjadinya pengendapan parafin di tubing. Bisa juga digunakan kombinasi

paraffin inhibitor dan dispersant.

15. Scale Inhibitors

Scale inhibitor digunakan untuk meminimalkan terjadinya endapan scale

sebagai akibat terjadinya reaksi antara fluida perekah dengan fluida formasi.

Terjadinya endapan scale akan merusak / menurunkan permeabilitas batuan

reservoir. Scale inhibitor yang biasanya digunakan adalah Phosponate atau

Acrylate.

17. Extenders, Clean up, dan Energizing Agents

Biasanya berupa nitrogen, karbon dioksida, alkohol, atau EGMBE (mutual

solvent). Zat-zat tersebut digunakan untuk mempermudah produksi kembali

setelah fase perekahan selesai dilaksanakan, terutama bila tekanan dasar sumur

kecil. Energi yang ada akan lebih cepat dalam mengeluarkan kembali sisa

material untuk perekahan tersebut sehingga tidak menyebabkan terjadinya

Page 53: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

39

formation damage. Selain itu, gas tersebut akan mengurangi terjadinya fluid

loss. Mutual solvent dapat mempermudah aliran fase minyak dari formasi.

3.3. Material Pengganjal (Proppant)

Proppant merupakan material untuk mengganjal agar rekahan yang

terbentuk tidak menutup kembali akibat closure pressure ketika pemompaan

dihentikan dan diharapkan mampu berfungsi sebagai media alir yang lebih baik

bagi fluida yang diproduksikan pada kondisi tekanan dan temperatur reservoar

yang bersangkutan. Pemilihan proppant akan menentukan konduktivitas rekahan

(wkf), dimana :

Konduktivitas rekahan = Lebar rekahan x Permeabilitas

Semakin kontras permeabilitas di rekahan, akan semakin besar pula produktivitas

tanpa mengesampingkan segi ekonomis dalam pemilihan proppant atau ukuran

rekahan. Semakin keras formasinya, maka diperlukan proppant yang makin keras.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan proppant antara lain :

Ukuran butir (granularitas)

Distribusi (uniform)

Kualitas (kandungan impurities)

Derajat kebundaran dan kehalusan permukaan butirannya (roundness dan

sphericity)

3.3.1. Jenis Proppant

Beberapa jenis proppant yang umum digunakan sampai saat ini adalah

pasir alami, pasir berlapis resin (Resin Coated Sand), dan proppant keramik

(Ceramic Proppant).

1. Pasir Alami

Berdasarkan sifat-sifat fisik yang terukur, pasir dapat dibagi ke dalam kondisi

baik sekali, baik, dan dibawah standart. Golongan yang paling baik menurut

standart API adalah premium sands yang berasal dari Illinois, Minnesota, dan

Page 54: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

40

Wisconsin. Biasanya disebut ‘Northern Sand”, “White Sand”, “Ottawa Sand”,

atau jenis lainnya misalnya “Jordan Sand”, dimana jenis-jenis ini memiliki ciri

well rounded, kadar quartz tinggi, sanggup menahan berat, SG = 2.65.

Golongan yang baik juga berasal dari Hickory Sandstone di daerah Brady,

Texas, yang memiliki warna lebih gelap daripada pasir Ottawa. Umumnya

disebut “Brown Sand”, “Braddy Sand”, atau “Hickory Sand”, dimana jenis-

jenis ini memiliki ciri angular, kadar quartz tinggi, sanggup menahan berat,

SG = 2.65 serta memiliki kelebihan harganya yang lebih murah dibanding

pasir Ottawa.

2. Pasir Berlapis Resin (Resin Coated Sand)

Lapisan resin akan membuat pasir memiliki permukaan yang lebih rata (tidak

tajam), sehingga beban yang diterima akan terdistribusi lebih merata di setiap

bagiannya. Ketika butiran proppant ini hancur karena tidak mampu menahan

beban yang diterimanya, maka butiran yang hancur tersebut akan tetap

melekat dan tidak tersapu oleh aliran fluida karena adanya lapisan resin. Hal

ini tentu saja merupakan kondisi yang diharapkan, dimana migrasi pecahan

butiran (fines migration) penyebab penyumbatan pori batuan bisa tereliminasi.

Proppant ini sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

a. Pre-cured Resins

Berat jenisnya sebesar 2.55 dan jenis ini dibuat dengan cara pembakaran

dalam proses pengkapsulan.

b. Curable Resins

Penggunaan jenis ini lebih diutamakan untuk menyempurnakan kestabilan

efek pengganjalan. Maksudnya adalah proppant ini dinjeksikan dibagian

belakang (membuntuti slurry proppant) untuk mencegah proppant

mengalir balik ke sumur (proppant flow back). Setelah membeku,

proppant ini akan membentuk massa yang terkonsolidasi dengan daya

tahan yang lebih besar.

3. Proppant Keramik (Ceramic Proppant)

Proppant jenis ini dikelompokkan menjadi empat golongan sebagai berikut :

a. Keramik berdensitas rendah (Low Density Ceramic)

Page 55: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

41

Jenis ini memiliki berat jenis hampir sama dengan pasir (SG = 2.7),

memiliki kemampuan untuk menahan tekanan penutupan (Clossure

pressure) sampai 6000 psi, serta banyak digunakan di Alaska.

b. Keramik berdensitas sedang (Inter mediate Ceramic)

Jenis ini lebih ringan dan lebih murah dibandingkan Sintered Bauxite,

memiliki specific gravity 3.65. Karena harganya yang mahal maka

proppant ini hanya digunakan untuk mengatasi tekanan yang benar-benar

tinggi. Proppant jenis ini mampu menahan tekanan sebesar 12000 psi,

biasa digunakan untuk temperatur tinggi dan sumur yang sour

(mengandung H2S).

c. Resin Coated Ceramic

Suatu jenis baru yang merupakan kombinasi perlapisan resin dan butiran

keramik. Jenis ini terbukti memberikan kinerja yang lebih baik. Khusus

untuk resin coated proppant, variasi yang dimunculkan semakin banyak.

Resin Coated Ceramic memiliki ketahanan terhadap closure pressure

sebesar 15000 psi dan temperature hingga 450 oF.

3.3.2. Spesifikasi Ukuran Proppant

Alasan pentingnya ukuran dan distribusi proppant dalam operasional

hydraulic fracturing, adalah :

Bridging, agar bisa mulus maka dipakai patokan ukuran lebar rekahan

harus sekitar empat kali ukuran proppant

Cocok dengan ukuran perforasinya

Konduktivitas merupakan fungsi dari ukuran proppant

3.3.3. Konduktivitas Proppant

Sifat fisik proppant yang mempengaruhi besarnya konduktivitas rekahan

antara lain :

1. Kekuatan proppant, apabila rekahan telah terbentuk maka tekanan formasi

akan cenderung untuk menutup kembali rekahan tersebut yang dinotasikan

sebagai closure stress (stress yang diteruskan formasi kepada proppant

Page 56: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

42

pada waktu rekahan menutup, yang besarnya = {(Gf x D)-Pwf}). Sehingga

proppant harus dapat menahan closure stress tersebut.

2. Ukuran proppant, dimana semakin besar ukuran proppant, biasanya

memberikan permeabilitas yang semakin baik.

3. Kualitas proppant , dimana prosentase kandungan impurities yang besar

dapat memberikan pengaruh pada proppant pack.

4. Bentuk butiran proppant, semakin bulat dan halus permukaannya, semakin

tahan tekanan.

5. Konsentrasi (densitas) proppant, yang akan berpengaruh dalam

transportasi proppant dan penempatannya dalam rekahan, dimana

proppant dengan densitas yang tinggi akan membutuhkan fluida

berviskositas tinggi untuk mentransport ke dalam rekahan.

3.3.4. Transportasi Proppant

Penempatan proppant dalam rekahan dipengaruhi oleh faktor-faktor

seperti kecepatan pengendapan proppant (settling), waktu penempatan pad dan

proppant, serta tinggi maksimum ruang rekahan yang dapat ditempati proppant.

Secara matematis perhitungan untuk faktor-faktor di atas adalah sebagai berikut :

1. Kecepatan pengendapan proppant (vset) :

n'

1

fpp

pset12n'72.K'.

.n'.d3d.

n' 108

1n'2v

.....................................................(3-28)

2. Waktu pengendapan proppant (tset) :

Adalah waktu mengendapnya proppant didalam rekahan.

set

fset

60.v

ht .......................................................................................(3-29)

3. Tinggi maksimum pengendapan proppant (hfp)

2

t.vhh

propset

ffp ............................................................................(3-30)

Page 57: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

43

3.4. Model Geometri Perekahan

Untuk menghitung pengembangan rekahan, diperlukan prinsip hukum

konversi momentum, massa dan energi, serta kriteria berkembangnya rekahan,

yang berdasarkan interaksi batuan, fluida dan distribusi energi.

Secara umum model geometri perekahan adalah:

1. Model perekahan dua dimensi (2-D)

Tinggi tetap, aliran fluida satu dimensi (1-D)

2. Model Perekahan pseudo tiga dimensi (P-3-D)

Perkembangan dengan ketinggian bertambah, aliran 1 atau 2D

3. Model 3 dimensi (3-D)

Perluasan rekahan planar 3D, aliran fluida 2D

Dalam penjelasan di sini hanya akan dibicarakan model perekahan 2D,

secara manual dengan bantuan matematika atau grafis. 3D memerlukan komputer

canggih atau PC yang canggih dan membutuhkan waktu agak lama (butuh data

yang lengkap mengenai stiffness matrix, variasi stress, dan lain-lain) sedangkan

model software P3D bisa untuk PC dan dijual oleh beberapa perusahaan antara

lain oleh SSI, Meyer & Assoc. Intercomp, Holditch & Assoc., NSI Technologies

Inc dan beberapa yang lain adalah yang paling umum dipakai saat ini.

Di bawah ini akan dibicarakan tiga model dimensi perekahan, yakni :

1. Howard & Fast (Pan American) serta diolah secara metematika oleh Carter

2. PKN atau Perkins, Kern (ARCO) & Nordgren

3. KGD atau Kristianovich, Zheltov (Russian Model) lalu diperbaharui oleh

Geertsma dan de Klerk (Shell).

Hal-hal yang mempengaruhi geometri perekahan adalah :

1. Sifat fisik batuan dan fluida formasi

2. Sifat mekanis batuan (insitu stress, mechanical strengty, gradient rekah,

fracture toughness, young modulus, poisson ratio)

3. Laju injeksi dan Fluid loss

4. Sifat fisik dan volume fluida injeksi

Page 58: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

44

1. PAN American Model

Howard dan Fast memperkenalkan metode ini yang kemudian dipecahkan

secara matematis oleh Carter. Untuk lebih jelasnya terlihat pada Gambar 3.9.

Untuk menurunkan pesamaannya maka dibuat beberapa asumsi :

a. Rekahannya tetap lebarnya.

b. Aliran ke rekahan linier dan arahnya tegak lurus pada muka rekahan.

c. Kecepatan aliran leak-off ke formasi pada titik rekahan tergantung dari

panjang waktu pada mana titik permukaan tersebut mulai mendapat aliran.

d. Fungsi kecepatan v = f(t) sama untuk setiap titik di formasi, tetapi nol pada

waktu pertama kali cairan mulai mencapai titik tersebut.

e. Tekanan di rekahan adalah sama dengan tekanan di titik injeksi di formasi,

dan dianggap konstan.

Gambar 3.9.

Skematis Model Carter(3)

Dengan asumsi tersebut Carter menurunkan persamaan untuk luas bidang

rekah satu sayap :

1

W

t4C

W

tπ2cerfce

4ππ

WqA(t)

2Wπt2c

2

i …………....……..(3-31)

atau :

1

π

2xxerfce

4ππ

WqA(t)

2x

2

i ………………………..………(3-32)

keterangan :

wtCx 2 ,

w qf

ql

ql

qi

Page 59: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

45

A(t) = luas, ft2 untuk satu sisi pada waktu t

q = adalah laju injeksi, cuft/men,

W = lebar rekahan, ft,

t = waktu injeksi, menit dan

C = total leak off coeffisient

2. PKN dan KGD

PKN adalah model pertama dari 2D yang banyak dipakai dalam analisa

setelah tahun 1960-1970. Metode ini digunakan bila panjang (atau dalam) rekahan

jauh lebih besar dari tinggi rekahan (xfhf). Apabila sebaliknya, dimana tinggi

rekahan jauh lebih besar dari kedalamannya (xfhf) maka metode KGD-lah yang

harus dipilih. Sebenarnya ada bentuk lain yang disebut radial atau “berbentuk

mata uang logam”(penny shape) kalau xf = hf, tetapi jarang dipakai. Gambar

3.10. menunjukkan skematik dari geometri model PKN 2D.

Gambar 3.10.

Skematik dari Pengembangan Linier Perekahan

Menurut Metode PKN 2D(3)

Dalam Persamaan harga E sering diganti dengan G, yaitu Modulus Shear

Elastis yang hubungannya dengan Modulus Young adalah :

v12

EG

…………......................................................................(3-33)

Page 60: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

46

Gambar 3.11. menunjukkan skematik dari geometri model KGD 2D.

Tabel III-1. menunjukkan persamaan-persamaan yang dibuat berdasarkan metode

PKN dan KGD serta Tabel III-2. menunjukkan harga dari koefisien-koefisien

pada persamaan tersebut apabila dilakukan perhitungan dengan metode matrik,

misalnya panjang h, L, w dalam meter, sedangkan bila dalam satuan ft, maka

harus dibagi dengan 3,28.

Gambar 3.11.

Skematik dari Pengembangan Linier Perekahan

Menurut Metode KGD 2D(3)

Page 61: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

47

Tabel III-1.

Persamaan-persamaan untuk Mencari Panjang Rekahan L,

Lebar Rekahan Maksimum w, dan Tekanan Injeksi p dan

dianggap Laju Injeksi Konstan(3)

Model

Geometri

L(t)

W(0,t) (0,t) - H

Model PKN

5/4

5/1

4f

3o

1 th)v1(

qGC

5/4

5/1

f

2o

2 tGh

q)v1(C

4/1

3

3o

f

3

)v1(

LGq

H

C

Model KGD

3/2

4/1

3f

3o

4 th)v1(

qGC

3/1

4/1

3f

3o

5 tGh

q)v1(C

4/1

23

3fo

f

4

L)v1(

hGq

H2

C

Tabel III-2.

Harga C1 sampai C6 pada Tabel III-1.(3)

Model Geometri

C Satu

Sayap Dua

Sayap

PK

(Perkin&Kern)

C1 0,60 0,395

C2 2,64 2,00

C3 3,00 2,52

PKN

C1 0,68 0,45

C2 2,50 1,89

C3 2,75 2,31

KGD

C4 0,68 0,48

C5 1,87 1,32

C6 2,27 1,19

Kedua metode geometri perekahan tersebut menganggap bahwa tinggi

rekahan sama panjang dengan tebal reservoir. Peter Valko dan Economides

memberikan solusi untuk bentuk PKN dan KGD dengan mempertimbangkan

pengaruh kombinasi fluida non-newtonian dan adanya fluid-loss (laminar).

Page 62: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

48

Penurunannya menggunakan harga viskositas apparent pada fluida non-

newtonian. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :

12

)()2exp(24

2

erfc

LCfh

iqpSw

fx ..................................(3-34)

keterangan :

pSw

tLC

2

2

...........................................................................................(3-35)

xf = panjang satu sayap rekahan, m

Sp = spurt loss, m

CL = koefisien fluid loss, m/det1/2

t = waktu, detik

qi = laju injeksi, m3/det

hf = tinggi rekahan di sumur, m

w(0) = lebar rekahan di sumur, m

n’ = flow behaviour index

E’ = plain strain modulus, Pa

w = lebar rekahan rata-rata, m

K’ = consistency index, Pa detik ½

Untuk PKN :

2)n'2(

1

'

fx.n'1fh.n'

iq2)(2n'

1

K'2)(2n'

n'

n'

n'14.212)(2n'

n'

98.32)n'2(

1

15.9)0(

Ew

................(3-36)

Dengan asumsi bahwa shape faktor :

w = /5 w(0) ......................................(3-37)

Dan Pnet = Pf = )

f(2h

(0)wE'

........................................................................(3-38)

Page 63: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

49

Untuk KGD :

2)n'2(

1

'.n'fh

2fx.n'

iq22n'1

'K2n'2

n'

n'

n'2122n'

n'

24.32n'2

1

1.11)0(

Ew

..........(3-39)

Dengan asumsi shape faktor :

w = /4 w(0) .................................................(3-40)

Dan Pnet = Pf =

f4x

(0)wE' .........................................................................(3-41)

Tabel III-3.

Harga Fungsi untuk Persamaan Mark-Langenheim untuk Term Fluid Loss(3)

Page 64: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

50

Persamaan-persamaan baik untuk PKN maupun KGD harus diselesaikan secara

coba-coba (trial error) karena harga

w dan Xf harus dihitung bersamaan.

3.5. Perencanaan Stimulasi Hydraulic Fracturing

Perencanaan perekahan (dataFRAC) dilakukan untuk memperoleh

parameter-parameter perekahan setempat secara tepat. Data yang diukur antara

lain tekanan menutup rekahan (clossure pressure), pengukuran leak-off, dan

efisiensi fluida.

Prosedur pada dataFRAC ini meliputi antara lain : Mini Fall Off Test, step

rate test (test laju bertingkat), Calibration Injection, dan dilanjutkan dengan

mainiFRAC.

3.5.1. Mini Fall Off Test

Mini Fall Off dimaksudkan untuk menentukan tekanan reservoir dan

transmissibility reservoir.

3.5.2. Step Rate Test

Step rate test (test laju bertingat) dilaksanakan sebagai prosedur awal

dalam operasi hydraulic fracturing. Pada step rate test ini dilakukan beberapa kali

injeksi dengan laju injeksi yang berlainan. Laju injeksi dinaikkan sedikit demi

sedikit dan dimantapkan lajunya pada setiap penambahan laju injeksi selama

waktu tertentu agar didapatkan tekanan injeksi yang mantap. Dalam test ini dicari

sampai didapatkan tekanan rekah (breakdown pressure) serta tekanan penutupan

rekahan (clossure pressure) sehingga bisa diperkirakan tekanan dan laju yang

diperlukan untuk mempertahankan rekahan tetap terbuka.

3.5.3. Calibration Injection

Dibuat setelah step rate test atau sebagai test kalibrasi. Ini dimaksudkan

untuk melaksanakan simulasi mainFRAC tetapi dalam skala kecil.

Page 65: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

51

3.5.4. mainFRAC

Setelah melakukan re-desain dengan mengacu pada hasil simulasi

tersebut, maka dilaksanakan pekerjaan stimulasi hydraulic fracturing pada kondisi

aktualnya.

3.6. Analisa Tekanan Perekahan Hidraulik

3.6.1. Tekanan Injeksi

Dalam pekerjaan hydraulic fracturing, analisis tekanan perekahan yang

dihasilkan dari pump schedule memegang peranan amat penting. Analisis tekanan

lebih mudah di interpretasikan bila alirannya konstan, tanpa ada pengembangan

rekahan yang dipercepat, formasi homogen, tanpa ada proppant bridging, atau ada

rekahan alamiah, terbukanya perforasi yang tadinya ada sebagian yang tertutup

atau bercabangnya rekahan dan seterusnya. Gambar 3.12. memperlihatkan pola

umum dari plot tekanan vs waktu pada suatu proses hydraulic fracturing.

Gambar 3.12.

Grafik Pola Tekanan pada Hydraulic Fracturing(5)

Page 66: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

52

Pada Gambar 3.12. tersebut, tekanan bertambah sejalan dengan injeksi

dan dilanjutkan dengan penghentian pemompaan (ISIP = Instantenous Shut In

Pressure) dimana dimulai fase penurunan sampai rekahan mulai menutup

bersamaan dengan fluid loss sampai rekahan sudah tertutup. Pada fase ini fluid

loss masih berlanjut dengan pola yang berbeda sejalan dengan penurunan laju

fluid loss dan menuju ke tekanan reservoirnya. Baik kenaikan tekanan pada waktu

injeksi maupun grafik penurunan selama penutupan rekahan dan penurunan

tekanan akan dapat dianalisa secara kuantitatif maupun kualitatif.

Dalam grafik tersebut kenaikan tekanan sesaat pada waktu rekahan mulai

pecah tidak terlihat karena waktunya sangat singkat. Harga closure pressure

adalah sedikit dibawah titik defleksi (fracture close on proppant) karena proppant

masih mengalami pemampatan sampai berhenti dan harga ini sedikit lebih besar

dari tekanan tersebut. Harga tekanan ini disebut Pc = σc = σmin

Tekanan injeksi dasar sumur (BHTP = Pf = Bottom Hole Treating

Pressure) adalah satu-satunya data tekanan yang dapat digunakan untuk

menginterpretasikan proses perekahan dan diukur sementara perekahan sedang

dilakukan. Semua parameter yang mempengaruhi perekahan diinterpretasikan dari

tekanan ini. Tekanan di dalam rekahan adalah fungsi dari besaran formasi dan

sistim fluidanya dalam perekahan tersebut. Jika data tersebut dapat diketahui,

kinerja tekanan injeksi selama perekahan berlangsung dapat memberikan sifat-

sifat geometris dan pengembangan rekahannya.

3.7. Evaluasi Hasil Hydraulic Fracturing

Pada bagian ini, akan dibahas teori mengenai evaluasi perekahan hidraulik

dari segi produksi, yaitu untuk mengetahui apakah pelaksanaan hydraulic

fracturing tersebut berhasil untuk menaikkan produktivitas formasi atau tidak.

Naik atau tidaknya produktivitas formasi dapat dilihat dari parameter indeks

produktivitas (PI) sebagai indikatornya. Baik untuk sumur gas ataupun sumur

minyak, pengaruh perekahan dapat dinyatakan sebagai harga perbandingan antara

indeks produktivitas sesudah dan sebelum perekahan. Terdapat banyak metode

Page 67: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

53

untuk mengevaluasi atau memperkirakan kenaikan produktivitas formasi setelah

perekahan hidraulik.

3.7.1. Permeabilitas Formasi Rata-Rata

Metode lain untuk memperkirakan kenaikkan produksi suatu sumur adalah

dengan melihat besarnya harga distribusi permeabilitas yang dihasilkan setelah

perekahan. Asumsi yang digunakan menganggap bahwa stimulasi perekahan

hidraulik yang dilakukan menyebabkan harga permeabilitas di sekitar lubang

sumur berbeda dengan besarnya harga permeabilitas pada zona yang berada jauh

dari lubang sumur (discontinous radial permeability) seperti yang tertera pada

Gambar 3.13.. Besarnya harga permeabilitas setelah rekahan (Kf) dan harga

distribusi permeabilitas rata – rata (Kavg) dengan metode Howard dan Fast dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Kf = h

fWKxhiK )(………………….…………...............….(3-42)

Kavg =

fL

er

iKwr

fL

fK

rw

re

log1

log1

log

……………......................(3-43)

Keterangan :

Kavg = permeabilitas formasi rata – rata setelah perekahan, md

re = radius pengurasan, ft

rw = radius sumur, ft

Kf = permeabilitas efektif formasi yang terkena efek perekahan, md

Lf = panjang rekahan 1 sayap, ft

K = permeabilitas formasi, md

KfWf = konduktivitas rekahan, md-ft

h = tinggi / tebal formasi di sumur, ft

Page 68: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

54

Gambar 3.13.

Discontinous Radial Permeability(5)

3.7.2. Indeks Produktivitas

Berikut akan diuraikan perhitungan perkiraan kenaikan produktivitas

formasi setelah perekahan hidraulik dengan metode Prats, metode McGuire-

Sikora, metode Cinco-Ley Samaniego dan Dominique, metode Tansley -Soliman

dan metode Darcy.

3.7.2.1. Metode Prats

Metode Prats adalah metode yang pertama kali digunakan dan sangat

sederhana. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa semua keadaan dianggap

ideal. Metode Prats dijabarkan lewat persamaan :

f

w

e

o

L

re

r

r

J

J

5,0ln

ln

... ............................................................................. ..(3-44)

Keterangan :

Lf = Setengah panjang rekahan dua sayap (Xf), ft

Anggapan dalam persamaan Prats adalah :

keadaan steady state

Page 69: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

55

di daerah silinder

fluida incompressible

konduktivitas rekahan tidak terbatas

tinggi rekahan sama dengan tinggi formasi

3.7.2.2. Metode McGuire dan Sikora

Dengan menggunakan studi analog elektrik, maka McGuire dan Sikora

membuat analogi perekahan di lapangan. Grafik ini adalah yang paling umum

digunakan. Anggapannya adalah :

aliran pseudo-steady state

laju aliran konstan dengan tanpa aliran dari luar batas re

daerah pengurasan segiempat sama sisi

aliran incompressible

lebar rekahan sama dengan lebar formasi

Perbandingan produktivitas untuk aliran stabil, pwf konstan, adalah seperti

pada keadaan pseudo-steady state. Pada Gambar 3.14., absis dari grafik

McGuire-Sikora adalah konduktivitas relatif dan ordinatnya adalah skala tingkat

kenaikan produktivitas. Di sini faktor skala tingkat digunakan untuk merubah

daerah pengurasan selain dari 40-acre (16ha) dan harga Le/rw untuk lapangan yang

dianalisa. Berikut adalah langkah-langkah perhitungan perbandingan indeks

produktivitas metode McGuire-Sikora:

1. Menghitung absis (koordinat sumbu X pada grafik McGuire-Sikora) :

X = (WKf / K) x (40 / S) 0,5……………………………………. (3-45)

Keterangan :

WKf = Konduktivitas rekahan, mD-ft

= Lebar rekahan x permeabilitas rekahan (proppant)

= Wf x Kf

K = Permeabilitas formasi, mD

S = Spasi sumur, acre

Page 70: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

56

2. Menghitung perbandingan panjang rekahan yang dapat memberikan

kontribusi pada peningkatan produktivitas formasi / panjang rekahan terisi

proppant (L) dengan jari-jari pengurasan sumur (re).

3. Membaca harga Y (ordinat pada grafik McGuire-Sikora) dengan cara

memotongkan harga X dengan kurva (L/re).

4. Peningkatan indeks produktivitas dihitung dengan :

j/jo = Y / (7,13 / (0,472 x ln (re/rw))).............................................(3-58)

Beberapa kesimpulan dapat diperoleh dari grafik McGuire-Sikora :

Pada permeabilitas rendah dengan perekahan yang konduktivitasnya

tinggi, maka hasil dari kenaikan produktivitas akan makin besar terutama

karena panjang rekahan dan bukan dari konduktivitas relatif rekahan.

Untuk suatu panjang rekahan (Lf), maka akan ada konduktivitas rekahan

optimal. Menaikkan konduktivitas rekahan lebih lanjut tidak akan

menguntungkan. Misalnya untuk harga Lf/Le = 0,5, kenaikan konduktivitas

selanjutnya tidak akan ada artinya untuk harga relative conductivity di atas

105.

Maksimum kenaikan perbandingan indeks produktivitas teoritis untuk

sumur yang tidak rusak (damage) adalah sebesar 13,6.

Gambar 3.14.

Grafik McGuire-Sikora untuk Menunjukkan Kenaikan Produktivitas

dari Perekahan(3)

Page 71: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

57

3.7.2.3. Metode Cinco-Ley, Samaniego dan Dominiquez

Metode ini adalah metode umum yang dipakai dalam penentuan

konduktivitas rekahan (fracture conductivity) serta untuk evaluasi dengan cepat

mengenai berapa perkiraan kelipatan kenaikan produktivitas (K2P) pada

perekahan hidraulik. Metode ini mengasumsikan area pengurasan silindris,

komplesi sumur cased hole, memperhitungkan permeabilitas dan konduktivitas

serta panjang rekahan serta aliran fluida steady state.

Dengan terbentuknya rekahan di dalam formasi yang terisi oleh material

pengganjal (propant), maka akan terbentuk media aliran fluida baru di formasi.

Besar kecilnya kemampuan aliran fluida di dalam rekahan atau yang disebut

sebagai konduktivitas rekahan (fracture conductivity), tergantung dari harga

permeabilitas dan lebar rekahan yang terjadi. Jari-jari sumur efektif, rw’ akan

digunakan dalam evaluasi disini. Semakin besar jari-jari sumur maka semakin

besar pula produktivitas sumur tersebut. Cinco-Ley cs membuat grafik seperti

ditunjukkan pada Gambar 3.15. Untuk itu didefinisikan konduktivitas rekahan

tanpa dimensi (dimensionless fracture conductivity), Fcd adalah sebagai berikut :

kXf

KfwFcd ......................................................................................(3-46)

Keterangan :

w = lebar rekahan setelah menutup (pada propant), ft

kf = permeabilitas propant, md

k = permeabilitas formasi, md

xf = panjang rekahan satu sayap, ft

Persamaan (3-46) menunjukkan bahwa harga Fcd berbanding lurus dengan

harga konduktivitas rekahan, sehingga harga konduktivitas rekahan sangat

menentukan keberhasilan dari pelaksanaan perekahan. Umumnya dalam

perekahan harga wkf diberikan bersama-sama yang harganya biasanya sekitar

1000 md-ft sampai beberapa ribu md-ft tergantung dari lebar rekahan,

konduktivitas propant setelah formasi menutup dan kerusakan pada konduktivitas

sendiri karena gel resdu, embedment, dll, sehingga biasanya kita mengambil harga

dari Perusahaan dikalikan 0.3 (akibat kerusakan-kerusakan diatas). Untuk harga

Page 72: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

58

Fcd > 30, rw’ = 0.5 xf dan rekahan akan berlaku seakan-akan tak berhingga, serta

dengan ini tak perlu menaikkan konduktivitas propantnya dengan misalnya

propant yang lebih kuat. Tetapi bila Fcd < 0.5, rw’ = 0.28 wkf/k dan panjang

rekahan lalu tidak menjadi masalah (kecuali kalau ada formation damage maka

rekahan harus lebih panjang yang bisa melewati zone damage tersebut).

Pada umumnya harga optimum Fcd = 2. Ini hanya dari segi aliran fluida

pseudo radial di formasi, bukan secara ekonomi perekahan, dan bukan untuk

aliran keseluruhan di reservoar serta berlaku untuk terutama perekahan yang lebar

pendek. Untuk rekahan panjang dan sempit, mungkin Fcd = 1.

Gambar 3.15.

Grafik Hubungan Antara rw’ dan Fcd(7)

Grafik pada Gambar 3.15. digunakan untuk mengevaluasi tingkat

keberhasilan perekahan berdasarkan harga skin semu (pseudo skin), yang

ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut :

rw

rwS

'ln .................................................................................. (3-47)

srwerwrw ' .................................................................................... (3-48)

keterangan :

S = Faktor skin

rw = jari-jari sumur, ft

rw’ = jari-jari sumur efektif, ft

Page 73: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

59

Sedangkan kenaikan kelipatan produktivitas (K2P) dapat dinyatakan

dalam persamaan sebagai berikut :

'ln

ln

2

rw

re

rw

re

PK ..................................................................................(3-49)

3.7.2.4. Metode Tinsley dan Soliman

Tinsley dan Soliman memperkenalkan perhitungan perbandingan Indeks

produktivitas sebelum dan sesudah perekahan hidraulik dengan menggunakan

grafik seperti yang ditunjukan oleh Gambar 3.16.

Adapun asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam perhitungan dengan

grafik ini adalah :

Komplesi sumur cased hole

Aliran fluida pseudo-steady state

laju aliran konstan dengan tanpa aliran dari luar batas re

Berikut adalah langkah-langkah perhitungan perbandingan indeks

produktivitas sebelum dan sesudah perekahan hidraulik metode Tinsley dan

Soliman :

1. Menghitung Harga absis (koordinat sumbu X pada grafik) yaitu :

X= (Cr / 2) x (hf / h) x ln (re/rw)………………………………….(3-50)

Keterangan :

Cr = Kapasitas relatif rekahan

= WKf / (π x K x L)

WKf = Konduktivitas rekahan, mD-ft

K = Permeabilitas formasi, mD

L = Panjang rekahan terisi proppant, ft

hf = Tinggi rekahan terisi proppant, ft

h = tinggi rekahan, ft

Page 74: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

60

re = Jari-jari pengurasan sumur, ft

rw = Jari-jari sumur, inch

2. Menghitung perbandingan panjang rekahan rekahan terisi proppant dengan

jari-jari pengurasan sumur (Xf / re).

3. Membaca harga Y (ordinat pada grafik) dengan cara memotongkan harga

X dengan kurva (Xf / re).

4. Harga peningkatan indeks produktivitas (j/jo) dihitung dengan :

j/jo = (Y x ln (re/rw)) / 6,215..................................................(3-51)

Gambar 3.16.

Kurva Kenaikan Produktivitas untuk (hf/h) = 0,9(3)

3.7.2.5. Metode Darcy

Indeks Produktivitas merupakan suatu bilangan yang menunjukkan

kemampuan suatu formasi produktif untuk dapat berproduksi pada suatu beda

tekanan tertentu, yaitu kemampuan suatu formasi produktif untuk dapat

mensuplay fluida ke dalam lubang sumur. Atau perbandingan antara laju produksi

yang dihasilkan formasi produktif pada drawdown yang merupakan beda tekanan

Page 75: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

61

dasar sumur saat kondisi statis (Ps) dan saat terjadi aliran (Pwf). PI dituliskan

dalam bentuk persamaan :

PwfPs

qJPI

STB/D/Psi............................................................(3-52)

Keterangan :

Q = Gros liquid Rate, STB/hari

Ps = Tekanan Statik Reservoar, psi

Pwf = Tekanan Alir Dasar Sumur, psi

Ps-Pwf = Draw-down Pressure, psi

Apabila tekanan reservoir dibawah tekanan bubble point minyak, dimana

gas semula larut akan terbebaskan, mengakibatkan terbentuknya fluida dua fasa

dimana bentuk IPR pada kondisi tersebut melengkung, sehingga PI menjadi suatu

perbandingan antara perubahan laju produksi dq dengan perubahan tekanan alir

dasar sumur, dpwf.

dPwf

dqPI ………………………………………………………….(3-53)

3.7.3. Analisa Kelakuan Aliran dengan Kurva Inflow Performance

Relationship (IPR) dengan Metode Pudjo Sukarno 3 Fasa

Inflow performance relationship (IPR) merupakan penggambaran kualitas

dari kemampuan suatu formasi produktif untuk berproduksi, yaitu penggambaran

hubungan antara laju produksi dengan tekanan alir dasar sumur. Berdasarkan data

produksi, maka dapat dibuat kurva IPR sebelum dan setelah pekerjaan hydraulic

fracturing yang merupakan aliran tiga fasa yang mempunyai watercut cukup

tinggi, sehingga perhitungan menggunakan metode Pudjo Sukarno. Perhitungan

kurva IPR dengan menggunakan metode Pudjo Sukarno, dikarenakan perhitungan

water cut nya lebih akurat.

Pengembangan persamaan ini dilakukan dengan anggapan:

1. Faktor skin tidak ada atau sama dengan nol.

2. Gas, minyak, dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir bersama-

sama, secara radial dari reservoir menuju lubang sumur.

Page 76: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

62

3. Persentase / kadar air dalam laju produksi total (Water cut “WC”)

diketahui

Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digunakan

parameter water cut, yaitu perbandingan laju produksi air dengan laju produksi

cairan total. Harga water cut berubah sesuai dengan perubahan tekanan alir dasar

sumur, yaitu makin rendah tekanan alir dasar sumur, makin tinggi harga water cut.

Hasil analisa regresi didapat persamaan:

…………………………………………………………......................(3-54)

keterangan :

An : konstanta persamaan (n = 0, 1 dan 2) dimana harganya berbeda

untuk water cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta

tersebut dengan water cut ditentukan pula dengan analisis regresi:

…………………………………………………………......................(3-55)

Cn : konstanta untuk masing-masing harga An (Tabel III-4.)

Tabel III-4.

Tabel Konstanta Cn untuk Masing-masing An (1)

Hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut dapat

dinyatakan sebagai Pwf/Pr terhadap WC/(WC @ Pwf = Pr), dimana (WC @ Pwf

= Pr) telah ditentukan dengan analisis regresi dan menghasilkan persamaan

berikut :

2

21

max, PrPr

PwfA

PwfAA

q

qo

t

o

2210 WCCWCCCAn

Page 77: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

63

…………………………………………………………......................(3-56)

Dimana harga P1 dan P2 tergantung dari harga water cut dan dapat

ditentukan dengan persamaan berikut :

…………………………………………………………......................(3-57)

…………………………………………………………......................(3-58)

Dimana water cut dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data uji produksi.

Prosedur pembuatannya kinerja aliran tiga fasa dari metode Pudjo Sukarno

adalah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan data-data penunjang meliputi :

Tekanan Reservoir/Tekanan Statis Sumur

Tekanan Alir Dasar Sumur

Laju Produksi Minyak dan Air

Harga Water cut (WC) berdasarkan data Uji Produksi

2. Penentuan WC@ Pwf ≈ Ps

Menghitung terlebih dahulu harga P1 dan P2 kemudian hitung

harga WC@ Pwf ≈ Ps

3. Penentuan konstanta A0, A1 dan A2

Berdasarkan harga WC@Pwf≈Ps kemudian menghitung harga

konstanta tersebut

4. Menghitung Qt maksimum dengan konstanta A0, A1 dan A2 dari

langkah 3.

5. Penentuan Laju Produksi cairan (Ql) Berdasarkan Qt maksimum

langkah 4, kemudian menghitung harga laju produksi cairan ql untuk

berbagai harga Pwf.

6. Penentuan Laju Produksi Air (Qw) dari harga Water cut (WC) pada

tekanan alir dasar sumur (Pwf) dengan persamaan :

……………………........................................................(3-59)

rwf

rwf

PPPExpPPPWC

WC/

@21

)(130447.0606207.11 WCLnP

)(110604.0517792.02 WCLnP

lQ

WC

WCQw

100

Page 78: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

64

7. Membuat tabulasi harga-harga Qw, Qo dan Qt untuk berbagai harga

Pwf pada Ps aktual .

8. Membuat grafik hubugan antara Pwf terhadap Qt , diamana Pwf

mewakili sumbu Y dan Qt mewakili sumbu X.

3.8. PENGENALAN PROGRAM FracCADE

FracCADE merupakan software berbasis windows yang dikeluarkan oleh

Schlumberger, software ini digunakan untuk mendesain dan mengevaluasi suatu

proses perekahan hidraulik. FracCADE adalah singkatan dari Fracturing

Computer Aided Design and Evaluation.

Secara garis besar FracCADE dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu :

1. Design

Terdiri dari : Tools, General Input, Optimization, Pump Schedule

Generator (PSG), PropFRAC placement, AcidFRAC placement,

MultiFRAC placement (MLF).

2. Evaluation

Terdiri dari : BHP, DataFRAC, Auto Pressure Match (APM) dan Job Data.

3. Utilities

Terdiri dari : Pricing, Sensitivity Analysis, Tubing Movement, Additives

and Foam Calculation dan Log Analysis.

Catatan : tidak semua bagian dari FracCADE harus dijalankan.

3.8.1. Design

3.8.1.1. General Input (Pemasukan Data)

Data yang diperlukan untuk menjalankan simulasi FracCADE ini, dapat

dibagi menjadi :

1. Administration : Nama perusahaan, Lapangan, Sumur, Lokasi,Formasi

2. Well : Data sumur, Tubing, Casing, Perforasi dan Hole surve

3. Zone : Summary, Detailed, All Zone.

4. Reservoir Fluid : General, PVT.

Page 79: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

65

5. Fluids : Database, Properties, Additive.

6. Proppant : Database, Properties dan Pack Data.

Keenam data tersebut harus diisi secara benar dan tepat. FracCADE akan

memberikan indikator warna untuk setiap input atau angka yang dimasukan ke

dalam program simulasi. Indikasi warna biru menandakan bahwa angka yang

tertera merupakan hasil perhitungan internal simulasi dan tidak bisa diubah.

Indikasi warna merah menandakan bahwa data yang dimasukan melebihi range

atau batas. Warna magenta menunjukan bahwa data tidak konsisten, misalnya

harga MD dikurangi TVD.

Apabila data yang kita masukan berwarna merah, maka kita harus

mengubahnya sampai berwarna biru, karena kalau masih berwarna merah kita

tidak bisa melanjutkan ke tahap berikutnya. General input merupakan data awal /

data minimum yang harus dimiliki untuk menjalankan design suatu pekerjaan

perekahan hidraulik. Setelah melengkapi General input maka langkah selanjutnya

adalah Pump schedule Generator (PSG).

3.8.1.2. Pump Schedule Generator (PSG)

Data Yang Perlu diisi pada PSG :

1. Fracture geometry model (PKN, KGD, P3D, 3D, Vertikal radial,

Horizontal radial)

2. Pump rate, BPM

3. Pump rate step size

4. Proppant step size

3.8.1.3 PropFrac Placement

PropFrac placement perlu dijalankan apabila desain dari general input dan

Pump schedule generator mengalami kemacetan (screen out) setelah dilakukan

execute. PropFrac diisi dengan mengganti schedule pemompaan proppant.

Page 80: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

66

3.8.1.4. Alogaritma

Algoritma digunakan untuk memahami jalannya program yang digunakan.

berdasarkan diagram alir diatas dapat dibuat algoritma seperti dibawah ini :

1. Start

2. General input / pemasukan data umum

a. Administration

b. Well data

c. Zone

d. Res. Fluid

e. Fracturing fluid

f. Proppant

3. Pump Schedule Generador (PSG)

a. Model geometri rekahan

b. Panjang rekahan awal

c. Tinggi rekahan

d. Laju injeksi

e. Schedule pemompaan

4. Execute

a. Macet

Jika terjadi kemacetan (Screen out) maka kita harus masuk /

menjalankan PropFrac Placement Yaitu memperbaiki schedule

pemompaan proppant, kemudiaan setelah PropFrac Placement

diisi, selanjutnya kembali dilakukan Execute.

b. Tidak macet.

Jika execute tidak macet, maka selanjutnya dilakukan perhitungan :

Insitu stress = v (1x1xD-Pr)+(1-FxPr)

'1

'47880nFracfluid

K

Closure stress = (Pfg x D)x BHP

Page 81: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

67

2)1(

'v

EE

)22/(1'1'

)22/(1)22/()22/(1

'983159)(

nn

f

n

oNNNN

E

XfhqkXOW

)(5

_

oWw

SPW

tCtot

2

2

1

2:)()(

4

2 2

2

1

erfcEXP

hC

qSPWXf

f

o

5. Xf iterasi-Xfasumsi=0,001 ?

a. Tidak , dilakukan iterasi panjang rekahan (Xf) kemudiaan kembali

ke perhitungan ( kembali ke 4b)

b. Ya , lanjut ke 6

6. Hasil :

a. Propped frac half length

b. Fracture Width

c. Effective conductivity

d. Rencana desain pemompaan

Page 82: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

68

Gambar 3.17.

Flowchart Software fracCADE

Diagram Alir Desain Dengan FracCADE*

START FracCADE*

WELL DATA :

Kedalaman

Dia lb sumur

Temperatur

Tekanan

ZONE :

Lithologi Permeabilitas

Porositas

Net height Poisson ratio

Modulus Young

RESERVOIR FLUID :

API oil Pb

PVT

FRAC. FLUID :

Jenis Index konsistensi n’

Flow behavior index K

Spurt loss SP Koef leak off Cw

ADMINISTRATION :

Well

Field

Formation

Location

PROPPANT :

Jenis Size

Mean Diameter

Permeabilitas SG

GENERAL INPUT

PUMP SCHEDULE GENERATOR

Model geometri Panjang rekahan awal

Tinggi rekahan

Laju injeksi

HITUNG :

Insitu stress = v (1x1xD-Pr)+(1-FxPr)

'1

'47880nFracfluid

K

Closure stress = (Pfg x D)x BHP

2)1('

v

EE

PROPFRAC

PLACEMENT

EXECUTE

Screen out ?

A

YA TIDAK

Page 83: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

69

BAB IV

EVALUASI PEREKAHAN HIDRAULIK SUMUR

T-XX LAPANGAN TANJUNG

Pelaksanaan pekerjaan perekahan hidraulik pada Sumur T-XX dilakukan

pada tanggal 12 juni 2010 dengan menggunakan Regular Sand 12/20 mesh dan

Resin Coated Sand polarprop 12/20 mesh dengan fluida perekah YF 120 ST

dengan water base fluid yang dipompakan pada interval 1031,5 -1033,0 m pada

sumur .

4.1. Alasan Dilakukan Perekahan Hidraulik

Keputusan untuk dilakukan pekerjaan perekahan hidraulik pada sumur T-

XX Lapangan Tanjung ini didasarkan pada alasan bahwa sumur T-XX merupakan

sumur vertikal dengan target menembus lapisan Y Sand yang terletak pada

kedalaman 1025 -1050 m (3362 – 3444 ft) dengan ketebalan 25 m (82,02 ft) dan

kedalaman pada target frac 1028 -1046 m (3372 – 3431 ft) dengan ketebalan 18 m

(59 ft), sumur tersebut memiliki laju produksi yang kecil 48 bopd, permeabilitas

batuan rata-rata 8,4 mD dan dengan sisa jumlah cadangan seluruh reservoir

mencapai 4,3 MMSTB. Dengan dilakukan stimulasi hydraulic fracturing,

diharapkan mampu membentuk saluran konduktif berupa rekahan yang nantinya

akan meningkatkan harga laju produksi minyak, sehingga dapat meningkatkan

produktivitas sumur.

4.2. Preparasi Data Awal

Di dalam suatu pekerjaan dan evaluasi stimulasi perekahan hidraulik

diperlukan data-data penunjang seperti ;data reservoir, data komplesi dan data

produksi.

Page 84: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

70

Tabel IV-1.

Data Reservoir Sumur T-XX Lapangan Tanjung(6)

Parameter T-XX Unit

Area Reservoir 7,31 acre

Volume Reservoir 5475,17 Acre ft

Reservoir Drive Water Drive -

Tekanan reservoir 915 psi

Porositas 22,5 %

Sw 16,5 %

FVF, Oil 1,2 RB/STB

Permeabilitas 8,4 mD

GOR 55 SCF/STB

Viskositas Minyak 1,25 cp

Temperatur Reservoir 140 °F

Pour Point, Oil 95 °F

Oil Gravity 40,3 °API

OOIP 4,3 MMSTB

pwf 233,59 psi

SG Oil 0,853 -

Kandungan CL- 10,65 ppm

Tabel IV-2.

Data Komplesi Sumur T-XX Lapangan Tanjung(6)

Parameter Notasi T-156 Unit

Diameter luar casing OD 7 in

Diameter dalam casing ID 6,36 in

Diameter luar tubing OD 3,5 in

Diameter dalam tubing ID 2,99 in

Jari-jari sumur Rw 0,35 ft

Jari-jari pengurasan Re 328 ft

Top perforasi TOPperf 3384,4 ft

Bottom perforasi BOTTOMperf 3389,1 ft

Page 85: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

71

Tabel IV-3.

Data Test Produksi Sebelum Perekahan Sumur T-XX(6)

Parameter T-XX Unit

Qtotal 220 BFPD

Qo 48 BOPD

WC 78 %

Tabel IV-4.

Data Perforasi Sumur T-XX(6)

Parameter T-156 Unit T-156 Unit

Top TVD 3384,2 ft 1031,5 m

Bottom TVD 3389,1 ft 1033 m

Top MD 3384,2 ft 1031,5 m

Bottom MD 3389,1 ft 1033 m

Shoot density 6 SPF 6 SPF

Number 30 - 30 -

Diameter 0,39 in 0,39 in

Page 86: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

72

Tabel IV-5.

Data Mekanik Formasi Batuan Sumur T-XX(7)

Zone Name

Top TVD (m)

Top TVD (ft)

Zone Height

(ft)

Frac Grad.

(psi/ft)

Insitu Stress (psi/ft)

Young's Modulus

(psi)

Poisson's Ratio

Thoughness (psi.in0.5)

Coal 1015 3330 16,4 0,65 2170 450000 0,22 900

Shale 1020 3346,4 8,2 0,8 2680 991900 0,35 1200

Coal 1022,5 3354,6 3,3 0,65 2182 450000 0,35 900

Shale 1023,5 3357,9 1,6 0,78 2647 880000 0,35 1200

Coal 1024 3359,5 3,3 0,77 2605 450000 0,35 1200

Shale 1025 3362,8 9,8 0,66 2229 508300 0,35 900

Clean 1028 3372,7 11,3 0,67 2294 6067000 0,2 900

Clean 1031,4 3383,8 25,6 0,65 2208 3414000 0,2 900

Shaly Sand

1039,2 3409,4 2,5 0,71 2432 7434000 0,25 1000

Clean 1040 3412 6,6 0,65 2247 6177000 0,2 900

Shaly Sand

1042 3418,6 4 0,71 2439 8086000 0,25 1000

Clean 1043,2 3422,5 8,3 0,65 2234 4074000 0,2 900

Clean 1045,8 3431,1 5,7 0,68 2338 8950000 0,2 900

Sandy Shale

1047,5 3436,6 37,7 0,73 2547 4374000 0,3 1100

Page 87: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

73

Tabel IV-6.

Data Formation Transmissibility Properties Sumur T-XX(7)

Zone Name

Top TVD (m)

Top TVD (ft)

Net Height

(ft)

Perm (md)

Porosity (%)

Reservoir Pressure

(psi)

Gas Sat. (%)

Oil Sat. (%)

Water Sat. (%)

Coal 1015 3330 16,4 0,57 59,6 400 0 51,5 48,5

Shale 1020 3346,4 0 0 12,1 400 0 19,7 80,3

Coal 1022,5 3354,6 3,3 1 54,7 400 0 29,6 70,4

Shale 1023,5 3357,9 0,1 0,01 38 400 0 19,6 80,4

Coal 1024 3359,5 3,3 1 46,7 400 0 26,8 73,2

Shale 1025 3362,8 0,8 0,001 17,1 400 0 16,3 83,8

Clean 1028 3372,7 9,2 5,33 8,7 400 0 78,8 21,3

Clean 1031,4 3383,8 25,5 26,45 21 400 0 83,5 16,5

Shaly

Sand 1039,2 3409,4 1,4 0,09 1,9 400 0 66,7 33,3

Clean 1040 3412 6,2 6,74 8,5 400 0 47,8 52,2

Shaly

Sand 1042 3418,6 2,3 0,01 1 400 0 11,1 88,9

Clean 1043,2 3422,5 8,2 25,03 16,5 400 0 67,9 32,1

Clean 1045,8 3431,1 4,6 1,01 3,7 400 0 41,5 58,5

Sandy

Shale 1047,5 3436,6 15,9 0,01 1,2 400 0 0 100

Page 88: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

74

4.3. Perancanaan Pekerjaan Perekahan Hidraulik

4.3.1. Pemilihan Fluida Perekah dan Proppant

Berdasarkan pedoman dari Gambar 3.8., maka dalam pemilihan fluida

perekah harus memperhatikan data reservoir sumur yang dievaluasi agar sesuai

dengan formasi yang direkahkan. Lapisan Y pada Sumur T-XX merupakan

formasi yang terdiri batupasir, sehingga pemilihan fluida perekah untuk tidak

sensitif terhadap air dan temperatur reservoir 140 oF digunakan jenis fluida

berbahan dasar air yaitu (YF 120 ST) dan diperkental Guar Gelling Agent J457.

Additives yang ditambahkan pada fluida perekah tersebut adalah 2% KCL Brine

sebagai clay stabilizer dan friction reducer, M275 Bactericide sebagai bactericide,

, J218 Oxidizer Breaker sebagai gell breaker, fluida frac ini bisa tahan pada

temperatur 100-200°F.

Fluida perekah tersebut perlu ditambahkan crosslinker untuk meningkatkan

viskositasnya sehingga mampu membawa proppant jauh kedalam rekahan dan

menghindari settling proppant pada saat pemompaan. Pada Sumur T-XX ini

digunakan crosslinker J532 Borate Crosslinker untuk meningkatkan viskositas.

Pemilihan proppant atau material pengganjal didasarkan pada kemampuan

untuk menahan rekahan agar tetap terbuka serta konduktivitas yang diinginkan.

Proppant tersebut harus mampu menahan tekanan tutup rekahan (tidak pecah).

Pada sumur T-XX dipakai jenis proppant Regular Braddy Sand ukuran 12/20

mesh yang mana mampu menahan stress hingga lebih dari 2000 psi, dan juga

digunakan Resin Coated Sand Dipilih jenis ini supaya mencegah proppant

mengalir balik sumur (sand flowback). Adapun fluida dan additif yang dipakai

dalam pekerjaan perekahan ini lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel IV-7..

berikut ini :

Page 89: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

75

Tabel IV-7.

Data Komposisi Fluida Perekah dan Proppant Pada Sumur T-XX(7)

4.3.2. Hasil Desain dan Simulasi Pengerjaan

Pelaksanaan stimulasi perekahan hidraulik membutuhkan perencanaan

yang tepat dan akurat terutama sebelum dilakukan MainFRAC. MainFRAC

mempunyai resiko kegagalan yang besar karena berlangsung dalam waktu

singkat, tekanan tinggi dan jumlah proppant yang besar, sehingga diperlukan

serangkaian studi stimulasi untuk memperoleh gambaran desain perekahan

hidraulik yang akan terjadi dengan pendekatan parameter reservoir dan

konfigurasi sumur yang ada. Pada sumur T-XX, desain pekerjaan perekahan

hidraulik dibuat secara komputerisasi dengan menggunakan software FracCADE

Simulation yang dimiliki oleh salah satu service company. Dengan memasukkan

data reservoir, data lithologi batuan, data komplesi sumur, data proppant dan data

Page 90: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

76

fluida perekah serta data-data lain yang terkait, maka kita bisa mendesain suatu

pekerjaan perekahan hidraulik yang optimal pada suatu reservoir dengan

menggunakan simulator tersebut.

Tabel IV-8.

Treatment Schedule untuk Desain(7)

Tabel IV-8. di atas adalah data treatment schedule yang digunakan untuk

mendesain perekahan. Berikut adalah hasil desain FracCADE pada sumur T-XX

ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Job Description

Stage Name

Pump Rate

(bbl/min) Fluid Name

Stage Fluid

Volume (gal)

Gel. Conc.

(lb/mgal)

Prop. Type and Mesh

Prop. Conc. (PPA)

PAD 16 YF120ST 8000 20,4 12/20 Brady 0

0,5 PPA

16 YF120ST 2000 20,4 12/20 Brady 0,5

1,0 PPA

16 YF120ST 2000 20,4 12/20 Brady 1

2,0 PPA

16 YF120ST 2000 20,4 12/20 Brady 2

3,0 PPA

16 YF120ST 2000 20,4 12/20 Brady 3

4,0 PPA

16 YF120ST 2000 20,4 12/20 Brady 4

5,0 PPA

16 YF120ST 2000 20,4 12/20 Brady 5

6,0 PPA

16 YF120ST 2000 20,4 12/20 RCS 6

7,0 PPA

16 YF120ST 1700 20,4 12/20 RCS 7

FLUSH 16 Brine 6% KCL 1241 0 0

Page 91: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

77

Gambar 4.1.

Hasil Geometri Perekahan Simulasi FracCADE Sumur T-XX(7)

Berdasarkan studi simulasi dengan menggunakan software FracCADE,

maka didapatkan desain atau perkiraaan geometri rekahan yang akan terbentuk

sebagai berikut pada Tabel IV–9.

Tabel IV-9.

Desain Geometri Rekahan Awal Sumur T-XX(7)

Parameter Nilai

Tinggi rekahan 31,2 m 102,3 ft

Panjang rekahan terisi proppant 44,7 m 146,6 ft

Lebar rekahan rata-rata terisi proppant 0,35 in 0,35 in

Konduktivitas 33670 mD.ft 33670 mD.ft

Effective Fcd 8,7 8,7

4.4. Pelaksanaan Perekahan Hidraulik

Berdasarkan hasil desain pekerjaan yang optimum dari studi simulasi

dengan FracCADE, maka selanjutnya dilakukan eksekusi atau pelaksanaan di

Page 92: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

78

lapangan. Pada pelaksanaan di lapangan terdapat beberapa rangkaian proses kerja

sebelum dilakukannya MainFRAC. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data-data

yang dibutuhkan sehingga pelaksanaan MainFRAC nantinya akan berjalan sesuai

dengan yang diharapkan. Berikut akan dibahas pelaksanaan perekahan hidraulik

pada sumur T-XX.

Adapun tahapan pekerjaan stimulasi hydraulic fracturing meliputi langkah-

langkah sebagai berikut :

4.4.1. Mini Fall Off Test

Mini Fall Off dilakukan dengan memompakan 40 bbl KCL 4% di rate 8

bpm, tes ini dimaksudkan untuk menentukan tekanan reservoir dan

transmissibility reservoir. Grafik desain mini fall off test untuk sumur T-XX dapat

dilihat pada Gambar 4.2. Kemudian selanjutnya menganalisa hasil desain mini

fall off nya. Parameter yang dianalisa adalah harga closure pressure, estimasi

fracture gradient dan reservoir pressure.

Gambar 4.2.

Grafik Mini Fall Off Test T-XX(7)

MINI FALL OFF TEST SUMUR T-XX

1

2

4

3

Page 93: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

79

Keterangan:

1. Isi tubing dengan rate 4 bpm, setelah penuh naikkan ke rate 8 bpm

2. Terjadi break down awal pada laju 8 bpm

3. Terjadi break down kedua

4. Pompa dimatikan dan tercatat ISIP di permukaan sebesar 430 psi

4.4.2. Step Rate Test

Step rate test atau test laju bertingkat dilakukan dengan cara memompakan

air dan diperkental dengan polimer pada laju yang ditingkatkan sedikit demi

sedikit dalam selang waktu tertentu. Fungsi kenaikan laju pemompaan yang

bertahap sedikit demi sedikit adalah untuk menentukan tekanan saat batuan mulai

pecah (fracture gradient), serta laju pemompaan untuk perpanjangan rekahan

(fracture extent). Sedangkan step down test untuk mengetahui kecenderungan

terjadinya friksi di dekat lubang sumur, apakah tortuosity dominated atau

perforation dominated. Pada Sumur T-XX, Step rate test dilakukan dengan fluida

dasar air (water base) sebanyak 66 bbl yang ditambah 4% KCL Brine dengan laju

injeksi : 1,2/1,5/1,8/2,1/3/4/6/8/10/12/16 bpm dengan waktu 1 menit untuk setiap

laju injeksi, sedangkan untuk step down test dengan laju injeksi 12/10/8/6/5/4 bpm

dengan waktu 1 menit untuk setiap laju injeksi dengan menggunakan fluida

injeksi yang sama ketika melakukan step rate test dengan total fluida 45 bbl..

Grafik hasil test laju bertingkat pada sumur T-XX dapat dilihat pada

Gambar 4.3.. Dari step up rate test (Gambar 4.4.) di dapatkan Frac extension

pressure 2138 psi, Clossure pressure estimation 2002 psi dan Frac extention rate

1,8 bpm sedangkan pada step down test (Gambar 4.5.) didapatkan friksi berupa

Perforation friction dominant karena grafik cenderung melengkung ke bawah, dan

Max near wellbore pressure 1226 psi at 16 bpm.

Page 94: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

80

Gambar 4.3.

Step Rate Test Analysis T-XX(7)

Keterangan Grafik Step Rate Test:

1. Mulai pemompaan hingga tubing penuh brine water

2. Step rate test di rate 1,2/1,5/1,8/2,1/3/4/6/8/10/12/16 bpm

3. Step down test di rate 12/10/8/6/5/4 bpm

4. Pompa dimatikan dan tercatat ISIP di permukaan sebesar 478 psi

STEP RATE TEST T-XX

1

2

3

4

Page 95: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

81

Gambar 4.4.

Step Up Rate Test Analysis T-XX(7)

Hasil Step Up Test :

Frac extension rate : 1,8 bpm

Frac extention pressure : 2138 psi

Clossure Pressure estimation : 2002 psi (0,58 psi/ft)

STEP UP RATE TEST

1,8 bpm

2138 psi

Page 96: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

82

Gambar 4.5.

Step Down Rate Test Analysis T-XX(7)

Hasil Step down test :

Friction pressure dominant : Perforation friction dominant

Max Near wellbore press : 1226 psi at 16 bpm

STEP DOWN RATE TEST

Page 97: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

83

4.4.3. Calibration Injection (MiniFrac)

Tahapan pekerjaan selanjutnya adalah calibration injection. Pada tahapan

ini melakukan injeksi menggunakan fluida frac YF120ST tanpa proppant dan

kemudian di flush dengan WF120. Penurunan tekanan setelah shut down pompa

dievaluasi untuk mengestimasi harga closure pressure, besar kehilangan fluida ke

dalam formasi (fluid leak-off), fluid efficiency. Sehingga digunakan fluida sesuai

dengan yang akan dipakai pada main fracturing (perekahan sesungguhnya) yaitu

YF 120 ST sebanyak 150 bbl tanpa proppant dengan laju injeksi 16 bpm untuk

sumur T-XX. Grafik desain calibration injection untuk sumur T-XX dapat dilihat

pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6.

Calibration Injection T-XX(7)

Calibration Injection T-XX

1

4

3

2

Page 98: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

84

Keterangan Grafik Calibration Injection:

1. Mulai pemompaan frac fluid YF 120 ST di rate 6 bpm

2. Rate dinaikkan ke 16 bpm, terjadi break down

3. Setelah memompakan 150 bbl YF 120 ST, mulai flushing dengan 29 bbl

WF120

4. Pompa dimatikan dan tercatat ISIP di permukaan sebesar 901 psi

4.4.4. Analisa G-Function Plot

Plot ini digunakan untuk menganalisa ketika terjdi penurunan tekanan

setelah shut in dan untuk menentukan closure pressure. Dari plot ini akan

didapatkan ketinggian rekahan, net pressure, fluid efficiency dan leak off

coefficient. Grafik G-Function Plot untuk sumur T-XX dapat dilihat pada

Gambar 4.7.

Gambar 4.7.

G-Function Plot Analysis(7)

G-FUNCTION PLOT ANALYSIS T-XX

1946 psi

2409 psi

Page 99: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

85

Hasil G-Function Plot Analysis :

Clossure pressure (Pc) : 1946 psi

ISIP (BH) : 2409 psi

Net pressure : 463 psi

4.4.5. DataFRAC Pressure Matching

Penyamaan data antara software dan DataFRAC harus dilakukan agar

mendapatkan data yang real yang nantinya digunakan untuk MainFRAC. Grafik

DataFRAC pressure matching untuk sumur T-XX dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8.

DataFRAC Pressure Matching(7)

Hasil DataFRAC Pressure Matching :

Max frac half length : 37,5 m

Efficiency : 24 %

Height : 29,7 ft

Width at well : 0,19 in

Clossure pressure : 2216 psi

Page 100: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

86

Fracture gradient : 0,62 psi/ft

Ct YF120ST : 5,0E-3 ft/min1/2

Maximum net pressure : 280 psi

4.4.6. Desain Ulang Simulasi

Perencanaan ulang (re-design) dilakukan dengan data perekahan setempat

(DataFRAC) yang didapatkan dari beberapa tahap yang tadi dilaksanakan. Untuk

schedule pemompaan setelah desain ulang dapat dilihat pada Tabel IV-10.

Tabel IV–10.

Treatment Schedule untuk Desain Ulang(7)

Job Execution

Stage Name

Stage Fluid

Volume (gal)

Cum. Fluid

Volume (gal)

Stage Slurry

Volume (bbl)

Cum. Slurry

Volume (bbl)

Stage Prop (lb)

Cum. Prop. (lb)

Avg. Surface

Pressure (psi)

Stage Time (min)

Cum. Time (min)

PAD 8000 8000 190,5 190,5 0 0 1828 11,9 11,9

0,5 PPA

2000 10000 48,7 239,2 1000 1000 1838 3,0 14,9

1,0 PPA

2000 12000 49,8 288,9 2000 3000 1816 3,2 18,1

2,0 PPA

2000 14000 51,9 340,9 4000 7000 1777 3,2 21,3

3,0 PPA

2000 16000 54,1 394,9 6000 13000 1763 3,4 24,7

4,0 PPA

2000 18000 56,2 451,2 8000 21000 1802 3,5 28,2

5,0 PPA

2000 20000 58,4 509,6 10000 31000 1850 3,6 31,8

6,0 PPA

2000 22000 60,8 570,4 12000 43000 1931 3,8 35,6

7,0 PPA

1700 23700 53,5 623,9 11900 54900 2028 3,3 39,0

FLUSH 1241 24941 29,5 653,4 0 54900 2232 1,8 40,8

Page 101: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

87

Perkiraan geometri rekahan yang akan terbentuk pada sumur T-XX setelah

dilakukan re-desain dengan menggunakan software FracCADE adalah sebagai

berikut yang ditunjukkan pada Tabel IV-11. dan Gambar 4.9.

Tabel IV–11.

Geometri Rekahan Setelah Desain Ulang(7)

Parameter Nilai

Tinggi rekahan 38,3 m 125,6 ft

Panjang rekahan terisi proppant 49,8 m 163,3 ft

Lebar rekahan rata-rata terisi proppant 0,18 in 0,18 in

Konduktivitas (mD.ft) 16630 mD.ft 16630 mD.ft

Effective Fcd 5,1 5,1

Gambar 4.9.

Hasil Desain Ulang dari Simulasi Software FracCADE(7)

Page 102: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

88

Tahap akhir dari perekahan hidraulik adalah MainFRAC, yang mana

merupakan proses utama dalam pelaksanaan operasi perekahan hidrolik. Pada

proses ini dipompakan fluida perekah YF120ST dan additive-nya bersama-sama

dengan proppant Regular Sand 12/20 dan RCS 12/20 untuk mempertahankan

rekahan yang terbentuk agar tidak menutup kembali. Proses inilah yang

menentukan keberhasilan suatu pekerjaan stimulasi perekahan hidrolik.

4.4.7. MainFRAC

Setelah melakukan re-desain dengan mengacu pada hasil simulasi

tersebut, maka dilaksanakan pekerjaan stimulasi hydraulic fracturing pada kondisi

aktualnya. MainFRAC untuk sumur T-XX berdasarkan calibaration data

dilakukan pada rate pemompaan rata–rata 16 bpm menggunakan fluida perekah

YF120ST sebanyak 8252 gal dengan Regular Braddy Sand 12/20 dan Resin

Coated Sand Polaprop 12/20 kemudian di flush dengan fluida flush WF120, di

treating pressure sekitar 1559 psi. Konsentrasi proppant mulai dari 0,5-7 PPA,

dengan konsentrasi Regular Brady Sand 12/20 di 0,5-5 PPA dan konsentrasi RCS

Polaprop 12/20 di 6-7 PPA. Pemompaan dilakukan sesuai schedule dan kemudian

di flus dengan fluida flush WF120 sebanyak 3 bbl. Treating pressure rata-rata dan

treating pressure maksimal selama MainFRAC adalah 1634 psi dan 1954 psi,

sedangkan jumlah proppant yang dipompakan sebanyak 56245 lb, dengan jumlah

Regular Brady Sand 12/20 31274 lb dan RCS 12/20 24971 lb. Grafik tekanan

selama pelaksanaan MainFRAC dengan software FracCADE dapat dilihat pada

Gambar 4.10.

Page 103: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

89

Gambar 4.10.

Grafik MainFRAC Actual Treatment(7)

Keterangan Grafik MainFRAC Actual Treatment:

1. Mulai pemompaan di rate 16 bpm

2. Mulai terjadi break down

3. Mulai pemompaan proppant Regular sand 12/20 dan RCS 12/20 dengan

konsentrasi 0,5 PPA – 7 PPA

4. Mulai flushing menggunakan WF120

5. Hentikan pemompaan setelah kira-kira 56.245 lb proppant selesai

dipompakan, dan didapatkan ISIP di permukaan 1299 psi

4

3

2

1

5

Page 104: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

90

Tahap selanjutnya adalah proses matching antara MainFRAC treatment

dengan hasil DataFRAC agar didapatkan hasil real yang terjadi di dalam sumur.

Adapun hasil MainFRAC pressure matching dapat di lihat pada gambar dapat

dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11.

Grafik MainFRAC Pressure Mathcing(7)

Hasil MainFRAC Pressure Matching :

Propped frac half length : 23,6 m

Efficiency : 37 %

Height : 23,3 m

Width at well : 0,504 in

Fcd : 38,5

Fracture Closure : 1905 psi

Ct YF120ST : 1,6E-2 ft/min1/2

Maximum net pressure : 1193 psi

Page 105: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

91

Table IV–12.

Geometri Rekahan MainFRAC(7)

Parameter Nilai

Tinggi rekahan 23,3 m 76,4 ft

Panjang rekahan terisi proppant 23,6 m 77,4 ft

Lebar rekahan rata-rata terisi proppant 0,50 in 0,50 in

Konduktivitas 29764 mD.ft 29764 mD.ft

Effective Fcd 38,5 38,5

4.5. Evaluasi Keberhasilan Hydraulic Fracturing

Evaluasi keberhasilan yang dilakukan terhadap stimulasi hydraulic

fracturing pada Sumur T-XX, meliputi evaluasi project yaitu membandingkan

antara desain dengan aktual dengan menggunakan software FracCADE P3D dan

evaluasi produksi yaitu evaluasi peningkatan laju minyak (Qo), peningkatan

permeabilitas batuan (kave), penentuan Productivity Index dengan Metode Prats,

McGuire & Sikora, Tinsley & Soliman dan Cinco-Ley Samaniego & Dominique,

menentukan kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur yang ditunjukkan

dengan Kurva Inflow Performance Relationship (IPR) menggunakan metode

Pudjo Sukarno tiga fasa.

4.5.1. Evaluasi Project

Setelah pekerjaan perekahan hidraulik selesai dilakukan, maka selanjutnya

dilakukan evaluasi project. Evaluasi project ditekankan kepada parameter-

parameter geometri rekahan dimana evaluasi project dilakukan dengan melihat

atau membandingkan geometri rekahan desain dengan geometri rekahan aktual di

lapangan. Setelah kita melakukan pengamatan terhadap hasil desain dan kondisi

aktual berdasarkan software FracCADE, maka didapat perbandingan antara desain

awal dengan mainfrac actual design dari hydraulic fracturing sumur T-XX seperti

pada Tabel IV-13.

Page 106: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

92

Tabel IV-13.

Geometri Rekahan Berdasarkan Software FracCADE dan Actual Design(7)

Parameter Software Design Actual

Tinggi rekahan 102,3 ft 76,4 ft

Panjang rekahan terisi proppant 146,6 ft 77,4 ft

Lebar rekahan rata-rata terisi proppant 0,34 in 0,50 in

Konduktivitas 33670 mD.ft 29764 mD.ft

Effective Fcd 8,7 38,5

Tabel IV–14.

% Besar Perbedaan Perhitungan Software dan Actual Design

Parameter Software Design Vs Aktual Design

Tinggi rekahan (ft) -0,33

Panjang rekahan terisi proppant (ft) -0,89

Lebar rekahan rata-rata terisi proppant (in) 0,31

Konduktivitas (mD.ft) -0,13

Effective Fcd 0,77

Perhitungan perbandingan berapa persen perbedaan antara hasil software

design dengan actual design yang ditunjukkan pada Tabel IV-14..

% besar perbedaan =

Dari tabel diatas perbedaan parameter hasil desain dengan parameter

perekahan hidraulik desain aktual di lapangan disebabkan karena perekahan

desain aktual terjadi pada kondisi nyata sesuai dengan keadaan di lapangan,

sedangkan parameter hasil desain dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi

tetentu. Asumsi digunakan karena sifat-sifat batuan dari formasi yang akan

direkahkan tidak dapat diketahui dengan pasti. Interpretasi geometri rekahan dari

desain dapat dilakukan dengan lebih mudah karena adanya asumsi-asumsi ini,

seperti misalnya distribusi proppant dianggap merata di seluruh area rekahan

tanpa terjadi settling (pengendapan), aliran dianggap konstan dan lain-lain.

gnActualDesi

signSoftwareDegnActualDesi

Page 107: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

93

Panjang rekahan aktual di lapangan terlihat lebih pendek daripada panjang

rekahan desain, tinggi rekahan aktual juga lebih pendek daripada tinggi rekahan

desain dan lebar rekahan aktual memperlihatkan lebih besar daripada lebar

rekahan hasil desain. Perbedaan-perbedaan tersebut diperkirakan karena adanya

beberapa perbedaan antara pelaksanaan dengan desain yang dibuat seperti laju

injeksi yang tidak selalu konstan selama proses perekahan, tekanan injeksi

permukaan yang juga tidak bisa dijamin konstan, harga insitu stress batuan yang

bervariasi sedangkan pada proses perhitungan perencanaan harga insitu stress

diambil harga rata-rata.

4.5.2. Perhitungan Geometri Rekahan

Disamping menggunakan software FracCADE P3D, dilakukan juga

perhitungan geometri rekahan dengan pendekatan Metode PKN 2D dan KGD 2D.

Perhitungan geometri rekahan tersebut dilakukan dengan cara coba-coba (trial

error) sebagai berikut :

Tabel IV-15.

Data Sumur T-XX untuk Perhitungan Geometri

Rekahan Metode PKN 2D(7)

Parameter Data Field Unit Konversi

Young Modulus (E) 3414000 -

Poisson Ratio (v) 0,2 -

n' base gel 0,4 -

K' base gel 0,35 -

Laju injeksi (qi) 16 bpm 0,04 m3/detik

Waktu treatment total (Tt) 40,8 menit 2448 detik

Spurt loss (Sp) 0 gal/100ft2 0 m3/m2

Koeff. Leak-off total (CL) 0,016 ft/min1/2 0,00062 m/detik1/2

Page 108: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

94

Perhitungan Manual dengan Model PKN 2D pada Sumur T-XX :

Langkah-langkah dan perhitungan geometri rekahan pada sumur T-XX,

dengan metode PKN 2D adalah sebagai berikut :

1. Menghitung plain strain modulus seperti persamaan (3-33) :

21

'v

EE

22,01

3414000 = 3556250

2. Menentukan panjang rekahan awal iterasi (Xf(iterasi)) = 77,42 ft = 23,6 m,

Harga 77,42 ft dipakai sebagai start awal iterasi dengan alasan agar target

menembus zona produktif yang berjarak 77,42 ft dapat tercapai.

3. Menghitung lebar maksimal rekahan seperti persamaan (3-36) :

=

2(0,4)20,4

0,4

(0,4)14,2122(0,4)

0,4

98,32(0,4)2

1

15,9

2)(0,4)2(

1

355620

6,23)4,01(

250,40,04222(0,4)1

35,0

x

w(0) = 0,041 m = 1,62 in

4. Menghitung lebar rekahan rata – rata dari persamaan (3-37) :

)0(5 ww

041,0514,3w

w 0,025 m = 1,021 in

2)n'2(

1

'fx.n'1

fh.n'iq2)(2n'

1

K'2)(2n'

n'

n'

n'14,212)(2n'

n'

98,32)n'2(

1

15,9)0(

Ew

Page 109: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

95

5. Harga ß dihitung dari persamaan (3-35) :

pSw

tC

2

2 1

)0(2025,0

)2448()14,3()00063,0(2

x = 4,25

Pada bab sebelumnya, untuk mendapatkan harga

1

2)()2exp(

erfc ,

dengan nilai < 4 menggunakan Tabel III-3., tetapi apabila harga > 4,

maka rumusnya berubah menjadi

1

21

, dari perhitungan

didapatkan harga = 4,25, maka hasilnya = 4,21

6. Menghitung X(iterasi+1) dengan persamaan (3-34) :

1

2)()exp(

4

)2(2

2

1

erfc

hC

qiSwx

f

p

f

1

14,3

)25,4(2)25,4()25,4exp(

2514,300063,04

042,0))0(2025,0(2

2erfc

xxxx f

fx 37,28 m = 122,32 ft

7. Menghitung error/kesalahan dengan persamaan sebagai berikut :

Error = Xf(iterasi+1) - Xf(iterasi)

= 37,285 – 23,6

= 13,685 m

Bila didapat harga error > 0,0001, maka perhitungan diulang kembali

dengan mempergunakan harga Xf(iterasi+1) sebagai harga Xf(iterasi). Demikian

seterusnya sampai didapat harga error 0,0001. Hasil dari perhitungan

metode PKN 2D sumur T-156 secara trial error pada lampiran C.

Sehingga didapatkan harga :

Xf = 33,85 m = 111,07 ft

w(0) = 0,047 m = 1,85 inch

Page 110: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

96

_

w = 0,029 m = 1,16 inch = 0,096 ft

hf = 25 m = 82,02 ft (tebal formasi)

8. Selanjutnya menghitung Pnet berdasarkan persamaan (3-38) :

Pnet = Pf =

fh

wE

2

)0(' =

252

0,0473556250

= 3343,83 psi

9. Perhitungan konduktivitas rekahan :

Wkf = _

w x k proppant

= 0,096 ft x 400000 mD = 38.746 mD.ft

10. Fcd

Fcd = (k fracture x fracture width ) / (k reservoir x fracture half length)

= (400000 mD x 0,096 ft) / (8,4 mD x 111,07 ft)

= 41,52

Tabel IV–16.

Hasil Perhitungan Manual PKN 2D

Xf (iterasi) W (0)

1

2)()2exp(

erfc

Xf (iterasi+1) error

23,6 0,04 0,02 4,25 4,21 37,28 13,68

33,95,58 0,04 0,02 3,73 3,36 33,84 -0,10

32,05 0,04 0,02 3,81 3,44 33,99 1,93

32,05 0,04 0,02 3,81 3,44 33,99 1,93

32,87 0,04 0,02 3,77 3,40 33,92 1,05

32,01 0,04 0,02 3,83 3,44 33,99 1,97

33,12 0,04 0,02 3,76 3,39 33,91 0,78

33,12 0,04 0,02 3,76 3,39 33,91 0,78

33,19 0,04 0,02 3,76 3,39 33,90 0,70

33,85 0,04 0,02 3,73 3,36 33,85 1,39E-05

w

Page 111: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

97

Tabel IV-17.

Perbandingan Hasil Aktual MainFRAC dengan Perhitungan Geometri

Rekahan Metode PKN 2D

4.5.3. Peningkatan Permeabilitas

Secara teoritis, dilakukannya perekahan hidraulik pada suatu formasi

batuan akan dapat meningkatkan harga permeabilitas batuan tersebut yang diikuti

dengan peningkatan laju alir fluida. Berikut adalah perhitungan harga

permeabilitas setelah rekahan (Kf) dan harga distribusi permeabilitas rata-rata

(Kavg) sebagai hasil dilakukannya perekahan hidraulik pada sumur T-XX dengan

menggunakan persamaan Howard dan Fast. Berikut hasil aktual geometri rekahan

yang ditunjukkan pada Tabel IV-18.

Table IV–18.

Hasil Desain Aktual Geometri Rekahan Sumur T-XX(7)

Parameter Sumur T-XX Satuan

Permeabilitas awal (k) 8,4 mD

Panjang rekahan (xf) 77,42 Ft

Lebar rekahan rata-rata 0,50 In

Konduktivitas 29764 md.ft

Tebal formasi 82,34 Ft

Jari-jari sumur 0,35 Ft

Jari-jari pengurasan 328 Ft

Parameter Unit

Sumur T-XX

Desain aktual dari FracCADE

Perhitungan manual PKN 2D

Panjang rekahan (Xf) Ft 77,42 111,07

Tinggi rekahan (hf) Ft 76,44 82,02

(tebal formasi)

Lebar rata-rata (Wf) In 0,50 1,16

P net Psi 1193 3343,83

Page 112: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

98

Perhitungan :

1. Menghitung permeabilitas formasi dari lubang sumur hingga ujung

rekahan (permeabilitas rekahan) dengan persamaan:

h

WKKxhK

f

f

)(

34,82

29764)34,824,8(

xK f

87,369fK mD

2. Diasumsikan bahwa pembentukan rekahan menyebabkan permeabilitas di

area sekitar sumur berbeda dengan permeabilitas zona yang jauh dari

lubang sumur. Sehingga permeabilitas rekahan rata-rata (Kavg) selanjutnya

dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

42,77

328log

4,8

1

35,0

42,77log

87,369

1

)35,0/328log(

xx

Kavg

63,36avgK mD

4.5.4. Evaluasi Produksi

Evaluasi Produksi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau

kegagalan dari pekerjaan hydraulic fracturing untuk meningkatkan produktivitas

sumur. Seperti telah diketahui, bahwa berhasilnya pekerjaan hydraulic fracturing

yang dievaluasi dari segi project perekahan hidraulik belum tentu menghasilkan

keberhasilan dari segi peningkatan produksi. Parameter-parameter yang

digunakan untuk mengevaluasi pekerjaan perekahan hidraulik dari segi produksi

adalah perbandingan index produktivitas (PI), peningkatan laju produksi minyak

Page 113: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

99

(Qo), berdasarkan kurva IPR menggunakan metode Pudjo Sukarno tiga fasa dan

keekonomian sederhana Sumur T-XX. Berikut akan dibahas mengenai evaluasi

produksi pekerjaan hydraulic fracturing yang dilakukan pada Sumur T-XX.

4.5.4.1. Perkiraan Peningkatan Indeks Produktivitas (PI)

Indeks produktivitas merupakan suatu bilangan yang menyatakan

kemampuan suatu formasi untuk berproduksi. Secara teoritis, harga indeks

produktivitas akan meningkat setelah hydraulic fracturing dilakukan. Berikut ini

akan diuraikan perhitungan perbandingan indeks produktivitas setelah hydraulic

fracturing dilakukan dengan menggunakan metode Prats, Cinco-Ley, Samaniego

Dan Dominique, Metode Tinsley dan Soliman dan Metode McGuire dan Sikora.

A. Metode Prats

Metode Prats adalah metode yang pertama kali digunakan dan sangat sederhana.

Kelemahan dari metode ini adalah bahwa semua keadaan dianggap ideal.

Anggapan dalam persamaan Prats adalah :

keadaan steady state

di daerah silinder

fluida incompressible

konduktivitas rekahan tidak terbatas

tinggi rekahan sama dengan tinggi formasi

f

w

e

o

L

re

r

r

J

J

5,0ln

ln

42,775,0

328ln

35,0

328ln

x

J

J

o

= 3,19

Page 114: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

100

Berdasarkan hasil perhitungan peningkatan PI / Kelipatan Kenaikan

Produktivitas (J/Jo) dengan metode Prats diperoleh peningkatan PI setelah

hydraulic fracturing untuk sumur T-XX sebesar 3,19 kali.

B. Metode Cinco-Ley, Samaniego dan Dominique

Metode ini adalah metode umum yang dipakai dalam penentuan

konduktivitas rekahan (fracture conductivity) serta untuk evaluasi dengan

cepat mengenai berapa perkiraan kelipatan kenaikan produktivitas (K2P) pada

perekahan hidraulik. Metode ini mengasumsikan area pengurasan silindris,

komplesi sumur cased hole, memperhitungkan permeabilitas dan

konduktivitas serta panjang rekahan serta aliran fluida steady state.

kXf

KfwFcd

42,774,8

29764

xFcd

76,45Fcd lihat Gambar 3.15. untuk harga Rw’/Xf

rw

rwS

'ln

35,0

71,38lnS 69,4S

'ln

ln

2

rw

re

rw

re

PK

71,38

328ln

35,0

328ln

2PK

PK2 3,19

Rw’/ Xf = 0,5 jadi rw’ = 0,5 x 77,42 = 38,71

Page 115: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

101

Grafik diatas adalah grafik hubungan rw’ dengan Fcd yang mengacu pada

Gambar 3.15. Berdasarkan hasil perhitungan seperti persamamaan (3-49),

diperoleh peningkatan Kelipatan Kenaikan Produktivitas (K2P) dengan metode

Cinco-Ley, Samaniego dan Dominique setelah perekahan hidrolik untuk Sumur

T-XX sebesar 3,196 kali.

C. Metode Tinsley dan Soliman

Tinsley dan Soliman memperkenalkan perhitungan perbandingan Indeks

produktivitas sebelum dan sesudah perekahan hidraulik dengan asumsi-asumsi

yang dipergunakan dalam perhitungan dengan grafik ini adalah :

Komplesi sumur cased hole

Aliran fluida pseudo-steady state

laju aliran konstan dengan tanpa aliran dari luar batas re

X = (Cr / 2) x (hf / h) x ln (re/rw)

= (14,57 / 2) x (76,44 / 82,34) x ln (328/0,35)

= 46,21

(Xf / re) = (77,42/328) = 0,23

Page 116: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

102

(hf/h) = (76,44/82,34) = 0,92

Membaca harga Y (ordinat pada grafik) dengan cara memotongkan harga X

dengan kurva (Xf / re).

5,2Y lihat Gambar 3.16. untuk (hf/h)=0,9

= 2,74

Kurva diatas adalah Kurva Kenaikan Produktivitas untuk (hf/h) = 0,9(7) yang

mengacu pada Gambar 3.16.

D. Metode McGuire dan Sikora

Dengan menggunakan studi analog elektrik, maka McGuire dan Sikora

membuat analogi perekahan di lapangan. Grafik ini adalah yang paling umum

digunakan. Anggapannya adalah :

aliran pseudo-steady state

laju aliran konstan dengan tanpa aliran dari luar batas re

daerah pengurasan segiempat sama sisi

aliran incompressible

lebar rekahan sama dengan lebar formasi

21,6

ln

w

e

o

r

rYx

J

J

21,6

35,0

328ln5,2

x

J

J

o

Page 117: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

103

(L/re) = (77,42/328) = 0,23

= 8283,54

Membaca harga Y (ordinat pada grafik) dengan cara memotongkan harga

X dengan kurva (L/re).

2Y lihat Gambar 3.14.

= 1,70

Grafik dibawah adalah Grafik McGuire-Sikora untuk menunjukkan

kenaikan produktivitas dari perekahan yang mengacu pada Gambar 3.14.

Berdasarkan hasil perhitungan peningkatan PI dengan metode Mcguire-sikora,

setelah hydraulic fracturing sumus T-XX menunjukkan peningkatan PI sebesar

1,70 kali.

)40

()(S

xK

WKfX

)319,7

40()

4,8

29764( xX

)47,0/(ln13.7rw

rex

Y

J

J

o

)35,0

32847,0/(ln13,7

2

xJ

J

o

Page 118: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

104

4.5.4.2. Kurva IPR (Inflow Performance Relationship)

Inflow performance relationship (IPR) merupakan penggambaran kualitas

dari kemampuan suatu formasi produktif untuk berproduksi, yaitu penggambaran

hubungan antara laju produksi dengan tekanan alir dasar sumur. Berdasarkan data

produksi, maka dapat dibuat kurva IPR sebelum dan setelah pekerjaan hydraulic

fracturing yang merupakan aliran tiga fasa yang mempunyai watercut cukup

tinggi, sehingga perhitungan menggunakan metode Pudjo Sukarno.

Sebelum Hydraulic Fracturing

Perhitungan kurva IPR dengan menggunakan metode Pudjo Sukarno,

dikarenakan perhitungan water cut nya lebih akurat.

Tabel IV-19.

Data Produksi Sumur T-XX Sebelum Hydraulic Fracturing(6)

Parameter T-XX Unit

Laju alir fluida (Qf) 220 BFPD

Laju alir minyak (Qo) 48 BOPD

Laju alir gas (Qg) 54 MSCFD

Water cut (WC) 78 %

Laju alir air (Qw) 182 BWPD

Tekanan alir dasar sumur (Pwf) 233,59 Psia

Tekanan reservoir (Pr) 915 Psia

Langkah-langkah perhitungan Sumur T-XX :

a. Perhitungan konstanta P1 dan P2 :

P1 = 1,606207 – 0,1304470 ln (WC)

= 1,606207 – 0,1304470 ln (78)

= 1,03

P2 = - 0,517792 + 0,110604 ln (WC)

= - 0,517792 + 0,110604 ln (78)

= -0,03

Page 119: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

105

b. Perhitungan WC @ Pwf = Ps :

= 75,84 %

c. Perhitungan WC dengan persamaan berikut :

= 78 %

d. Perhitungan konstanta A0, A1, A2 dengan persamaan berikut :

A0 = 0,980321 – 0,115661 x 10-1 (WC) + 0,179050 x 10-4(WC)2

= 0,980321 – 0,115661 x 10-1 (78) + 0,179050 x 10-4(78)2

= 0,18

A1 = - 0,414360 + 0,392799 x 10-2 (WC) + 0,237075 x 10-5 (WC)2

= - 0,414360 + 0,392799 x 10-2(78) + 0,237075 x 10-5(78)2

= - 0,09

A2 = - 0,564870 + 0,762080 x 10-2 (WC) – 0,202079 x 10-4 (WC)2

= - 0,564870 + 0,762080 x 10-2(78) – 0,202079 x 10-4(78)2

= - 0,09

e. Perhitungan Qt maximum :

Qt max =

=

Pr@21

PwfxPExpP

PPWC

WC

rwf

915

59,23303,003,1

78@

xExp

PsPwfWC

221

max,

rwfrwfo

t

o PPAPPAAQ

Q

221 rwfrwfo

o

PPAPPAA

Q

2

915

59,23309,0

915

59,23309,018,0

48

915

59,23303,003,184,75@ xExpxPsPwfWC

Page 120: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

106

= 305,48 BPD

f. Menghitung Qo untuk berbagai asumsi Pwf, misal Pwf = 233,590 psi

Qo =

=

= 48 BOPD

g. Menghitung laju alir air (Qw) :

Qw =

= = 170,18 BWPD

h. Menghitung laju alir total fluida (Qf) :

Qf = Qo + Qw

= 48 + 170,18

= 218,18 BFPD

Tabel IV-20.

Hasil Perhitungan Laju Alir Sumur T-XX Sebelum Hydraulic Fracturing

Pwf (psia) Qo, BOPD WC Qw, BWPD Qf, BFPD

0 57,15 78,71 211,41 268,56

100 53,69 78,41 194,99 248,68

200 49,54 78,10 176,71 226,26

233,59 48 78 170,18 218,18

252,44 47,09 77,94 166,42 213,52

300 44,71 77,79 156,68 201,40

400 39,20 77,49 134,99 174,20

500 33,01 77,18 111,72 144,74

600 26,14 76,88 86,97 113,12

700 18,59 76,58 60,81 79,41

800 10,35 76,28 33,32 43,68

915 0,04 75,94 0,14 0,19

2

21maxPs

PwfA

Ps

PwfAAxQt o

2

915

59,23309,0

915

59,23309,018,048,305 x

xQoWC

WC

100

48100

78x

WC

Page 121: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

107

Gambar 4.12.

Kurva IPR Sumur T-XX Sebelum Hydraulic Fracturing

Setelah Hydraulic Fracturing

Tabel IV-21.

Data Produksi Sumur T-XX Setelah Hydraulic Fracturing(6)

Parameter T-XX Unit

Laju alir fluida (Qf) 450 BFPD

Laju alir minyak (Qo) 180 BOPD

Laju alir gas (Qg) 80 MSCFD

Water cut (WC) 60 %

Laju alir air (Qw) 270 BWPD

Tekanan alir dasar sumur (Pwf) 252,44 Psia

Tekanan reservoir (Pr) 915 Psia

Page 122: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

108

Langkah-langkah perhitungan Sumur T-XX :

a. Perhitungan konstanta P1 dan P2 :

P1 = 1,606207 – 0,1304470 ln (WC)

= 1,606207 – 0,1304470 ln (60)

= 1,07

P2 = - 0,517792 + 0,110604 ln (WC)

= - 0,517792 + 0,110604 ln (60)

= -0,06

b. Perhitungan WC @ Pwf = Ps :

= 56,97 %

c. Perhitungan WC dengan persamaan berikut :

= 60 %

d. Perhitungan konstanta A0, A1, A2 dengan persamaan berikut :

A0 = 0,980321 – 0,115661 x 10-1 (WC) + 0,179050 x 10-4(WC)2

= 0,980321 – 0,115661 x 10-1 (60) + 0,179050 x 10-4(60)2

= 0,35

A1 = - 0,414360 + 0,392799 x 10-2 (WC) + 0,237075 x 10-5 (WC)2

= - 0,414360 + 0,392799 x 10-2(60) + 0,237075 x 10-5(60)2

= - 0,17

A2 = - 0,564870 + 0,762080 x 10-2 (WC) – 0,202079 x 10-4 (WC)2

= - 0,564870 + 0,762080 x 10-2(60) – 0,202079 x 10-4(60)2

= - 0,18

Pr@21

PwfxPExpP

PPWC

WC

rwf

915

44,25206,007,1

60@

xExp

PsPwfWC

915

44,25206,007,197,56@ xExpxPsPwfWC

Page 123: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

109

e. Perhitungan Qt maximum :

Qt max =

=

= 620,38 BPD

f. Menghitung Qo untuk berbagai asumsi Pwf, misal Pwf = 252,4456 psi

Qo =

=

= 180 BOPD

g. Menghitung laju alir air (Qw) :

Qw =

= = 270 BWPD

h. Menghitung laju alir total fluida (Qf) :

Qf = Qo + Qw

= 180 + 270

= 450 BFPD

221

max,

rwfrwfo

t

o PPAPPAAQ

Q

221 rwfrwfo

o

PPAPPAA

Q

2

915

44,25218,0

915

44,25217,035,0

180

2

21maxPs

PwfA

Ps

PwfAAxQt o

2

915

44,25218,0

915

44,25217,035,038,620 x

xQoWC

WC

100

18060100

60x

Page 124: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

110

Tabel IV-22.

Hasil Perhitungan Laju Alir Sumur T-XX Setelah Hydraulic Fracturing

Gambar 4.13.

Kurva IPR Sumur T-XX Setelah Hydraulic Fracturing

Pwf (psia) Qo, BOPD WC Qw, BWPD Qf, BFPD

0 217,64 61,08 341,62 559,26

100 204,76 60,65 315,64 520,41

200 189,22 60,22 286,49 475,71

233,59 183,40 60,08 276,02 459,42

252,44 180 60 270 450

300 171 59,79 254,35 425,35

400 150,11 59,37 219,39 369,50

500 126,54 58,95 181,76 308,30

600 100,30 58,53 141,61 241,925

700 71,39 58,12 99,09 170,49

800 39,81 57,71 54,33 94,14

915 0,18 57,24 0,24 0,43

Page 125: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

111

Gambar 4.14.

Kurva IPR Gross Sumur T-XX Sebelum dan Setelah Hydraulic Fracturing

Gambar 4.15.

Kurva IPR Net Oil Sumur T-XX Sebelum dan Setelah Hydraulic Fracturing

Page 126: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

112

Gambar 4.14. Kurva IPR T-XX untuk Qf sebelum dan sesudah perekahan

hidraulik, terjadi peningkatan produksi. Sebelum perekahan, sumur diproduksikan

dengan tekanan alir dasar sumur (Pwf) sebesar 233,59 psi menghasilkan laju

produksi fluida (Qf) 218,18 BFPD. Setelah perekahan hidraulik dilakukan, pada

(Pwf) yang sama yaitu 233,59 psi, menghasilkan Qf sebesar 459,42 BFPD. Pada

Pwf yang sama juga 233,59 psi pada Gambar 4.15. untuk Qo sebelum perekahan

hidraulik menghasilkan laju produksi minyak (Qo) 48 BOPD dan setelah

perekahan hidraulik dengan Pwf yang sama 233,59 psi menghasilkan Qo sebesar

183,4 BOPD. Secara umum dari hasil evaluasi produksi, dengan melihat

peningkatan indeks produktivitas dan terjadinya kenaikan Qf dan Qo serta dengan

melihat kurva IPR sebelum dan sesudah perekahan pada Sumur T-XX, maka

perekahan hidraulik yang dilakukan dapat dikatakan berhasil.

4.5.4.3. Analisa Keekonomian Sederhana Fracturing Job Sumur T-XX

Setelah sumur distimulasi dan telah berproduksi kegiatan berikutnya

adalah menghitung keekonomian dari sumur tersebut. Hal ini dilakukan untuk

mengukur pertambahan ekonomi setelah proses stimulasi dilakukan.

Biaya Fracturing Job : US$ 116.201,75

Biaya Sewa Rig : US$ 150.000

Biaya Lifting/bbl : US$ 10

Oil Price/bbl : US$ 80

Lifting Oil : 180 BOPD

Job Cost = Biaya Fracturing Job + Biaya Sewa Rig

Income = Lifting Oil x Oil Price

Lifting Cost = Lifting Oil x Biaya Lifting

POT = = = 21,12 hari = 21 hari

800.1400.14

75,210.266

Page 127: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

113

Tabel IV-23.

Biaya Pekerjaan Hydraulic Fracturing Sumur T-XX

Reference Description Unit Price (USD) Discount Quantity Unit Subtotal (USD)

Contract Fracjob Lumpsum 24000 1 Job 24000

Contract DataFRAC 4000 1 Job 4000

Contract Filtration service 1736.84 5% 1 Job 1650

Contract Catridge 2 micron 47.37 5% 50 ea 2250.08

31900.07

Material Charge

Pertamina Diesel/Crude Oil - 96 GAL -

Pertamina Fresh Water - 34608 GAL -

Contract J457 Guar Gelling Agent 1.6 692 LB 1110.4

Amandement J532 Borate crosslinker 110.53 5.00% 121 GAL 12718.86

Contract J218 Oxidier Breaker 3.6 35 LB 126

Amandement J475 Encapsulated Breaker 78.59 5.00% 35 LB 2583.85

Contract D047 Antifoam 22 12 GAL 286

Contract F103 Ezeflo Surfactant 18 99 GAL 2502

Contract M275 Bactericide 21.6 14 LB 302.4

Contract M117 Pottasium Chloride 0.64 17174 LB 16254.08

Contract J495 Clean Flow Add 65 138 GAL 8998.08

Contract U066 Resin Activator 10.4 243 GAL 2527.2

Contract S014 12/20 Regular Sand 0.48 32940 LB 15811.2

Contract S109 12/20 RCS 0.96 21960 LB 21081.6

84301.67

116210.75

Job Charge and Service Charge

Material Charge

Total Estimated Charge

Job Charge and Service Charge

Page 128: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

114

BAB V

PEMBAHASAN

Sumur yang akan direkahkan yaitu Sumur T-XX terletak di Lapangan

Tanjung pada formasi Y Sand. Adapun alasan yang melatarbelakangi

dilaksanakannya perekahan hidraulik adalah adanya permeabilitas batuan rata-rata

yang kecil dan produksi minyak yang kecil.

Perekahan hidraulik merupakan salah satu metoda stimulasi yang

digunakan untuk meningkatkan produktivitas sumur. Konsep dari perekahan

hidraulik untuk meningkatkan produktivitas sumur adalah dengan memperbesar

jari-jari efektif sumur (rw’) dan membuat permeabilitas batuan / formasi (k) baru.

Perekahan hidraulik dilakukan dengan cara membuat rekahan pada formasi

produktif yang kemudian rekahan tersebut diganjal dengan menggunakan material

pengganjal (proppant) agar rekahan tetap terbuka, dengan adanya rekahan

tersebut, maka dimungkinkan untuk terjadi aliran fluida dari reservoir menuju

lubang sumur lebih mudah, sehingga terjadi peningkatan suplai fluida dari formasi

produktif menuju ke lubang sumur.

Evaluasi hydraulic fracturing yang dilakukan untuk mengetahui seberapa

jauh keberhasilannya. Stimulasi hydraulic fracturing merupakan teknik perbaikan

sumur dimana diinjeksikan fluida yang bertekanan tinggi sehingga akan

merekahkan batuan yang ada dalam formasi sehingga produktivitas sumur akan

meningkat. Sumur T-XX dengan permeabilitas batuan rata-rata kecil yaitu 8,4 mD

dengan porositas 22,5%, dan tekanan reservoir yaitu 915 psi (Tabel IV-1), maka

keputusan untuk melakukan stimulasi hydraulic fracturing pada sumur ini sangat

tepat.

Pelaksanaan dari stimulasi hydraulic fracturing pada sumur T-XX

menggunakan jenis fluida YF 120 ST berbahan dasar air dan diperkental Guar

Gelling Agent J457. Additives yang ditambahkan pada fluida perekah tersebut

adalah 2% KCL Brine sebagai clay stabilizer dan friction reducer, crosslinker

J532 Borate Crosslinker untuk meningkatkan viskositas, M275 Bactericide

Page 129: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

115

sebagai anti bakteri, J218 Oxidizer Breaker sebagai gell breaker (Tabel IV-7),

fluida frac ini bisa tahan pada temperatur 100-200°F, sedangkan untuk proppant

didasarkan pada kemampuan untuk menahan rekahan agar tetap terbuka serta

konduktivitas yang diinginkan. Proppant tersebut harus mampu menahan tekanan

tutup rekahan (tidak pecah). Pada sumur T-XX ini dipakai jenis proppant Brady

Sand (Regular Sand) ukuran 12/20 mesh sebanyak 32.940 lb, volume pad

sebanyak 8.252 gal, dan juga digunakan Resin Coated Sand 12/20 mesh sebanyak

21.960 (Tabel IV-7), dipilih jenis ini supaya untuk mencegah proppant mengalir

balik ke sumur (sand flowback).

Adapun tahap-tahap dari pekerjaan hydraulic fracturing ini meliputi: Mini

Fall Off Test, Step Rate Test, Calibration Injection, dan MainFRAC. Tahap awal

sebelum dilakukan pekerjaan stimulasi tersebut maka dilakukan desain perekahan

awal dengan Software FracCADE P3D. Asumsi yang digunakan menganggap

tidak ada settling proppant. Hasil dari simulasi software FracCADE P3D tersebut

mengindikasikan bahwa rekahan yang akan terbentuk, yaitu : akan menembus half

length sejauh 44,7 m = 146,65 ft, lebar pada muka perforasi sebesar 0,34 inch, dan

tinggi rekahan total 31,2 m = 102,36 ft, Konduktivitas rekahan (Wkf) sebesar

33.670 mD.ft (Tabel IV-9) dengan laju injeksi 16 bpm. Berdasarkan komposisi

desain tersebut maka selanjutnya dilakukan Step Rate Test (test laju bertingkat),

dilakukan dengan fluida dasar air (water base) ditambah dengan 4% KCL. Tujuan

dari test ini adalah untuk mengetahui laju injeksi pada saat batuan mulai

membentuk rekahan (pecah). Step Up Test di lakukan dengan fluida dasar air

(water base) sebanyak 66 bbl yang ditambah 4% KCL Brine dengan laju injeksi :

1,2/1,5/1,8/2,1/3/4/6/8/10/12/16 bpm dengan waktu 1 menit untuk setiap laju

injeksi, sedangkan untuk Step Down Test dengan laju injeksi 12/10/8/6/5/4 bpm

dengan waktu 1 menit untuk setiap laju injeksi dengan menggunakan fluida

injeksi yang sama ketika melakukan Step Up Test dengan total fluida 45 bbl.

Analisa Step Up Test didapatkan frac extension rate di 1,8 bpm dan frac extension

pressure di 2138 psi (Gambar 4.4), sedangkan dari analisa Step Down Test

didapatkan perforated friction dominant karena grafik cenderung melengkung ke

bawah (Gambar 4.5). Tahap selanjutnya adalah melakukan Calibration Injection

Page 130: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

116

(MiniFRAC), tujuan dari test ini adalah untuk mengetahui besarnya leak-off

formasi, sehingga pada test ini digunakan fluida yang akan digunakan pada

pekerjaan perekahan yang sesungguhnya tetapi tanpa menggunakan proppant.

Setelah itu dilakukan penyamaan data antara Software dan DataFRAC agar

mendapatkan data yang real yang nantinya digunakan untuk MainFRAC.

Calibration injection dilakukan dengan menggunakan fluida yang sama dengan

fluida yang akan digunakan dalam MainFRAC (perekahan sebenarnya) yaitu YF

120 ST sebanyak 150 bbl dengan laju injeksi 16 bpm.

Hasil dari MainFRAC dengan menunjukkan dimensi rekahan yang terjadi

adalah sebagai berikut : menembus half length sejauh 23,6 m = 77,42 ft, lebar

pada muka perforasi sebesar 0,50 inch, dan tinggi rekahan total 23,3 m = 76,44 ft,

Fcd (Dimensionless Fracture Conductivity) sebesar 38,5 dengan laju injeksi 16

bpm, Konduktivitas Rekahan (Wkf) = 29.764 mD.ft (Tabel IV-12). Perbedaan

parameter hasil desain awal dengan parameter perekahan hidraulik aktual di

lapangan disebabkan karena perekahan aktual terjadi pada kondisi nyata sesuai

dengan keadaan di lapangan, sedangkan parameter hasil desain dihitung dengan

menggunakan asumsi-asumsi tetentu. Asumsi digunakan karena sifat-sifat batuan

dari formasi yang akan direkahkan tidak dapat diketahui dengan pasti. Interpretasi

geometri rekahan dari desain dapat dilakukan dengan lebih mudah karena adanya

asumsi-asumsi ini, seperti misalnya distribusi proppant dianggap merata di

seluruh area rekahan tanpa terjadi settling (pengendapan), aliran dianggap konstan

dan lain-lain. Panjang rekahan aktual di lapangan terlihat lebih pendek daripada

panjang rekahan desain, tinggi rekahan aktual lebih pendek daripada tinggi

rekahan desain dan lebar rekahan aktual memperlihatkan lebih besar daripada

lebar rekahan hasil desain. Perbedaan-perbedaan tersebut diperkirakan karena

adanya beberapa perbedaan antara pelaksanaan dengan desain yang dibuat seperti

laju injeksi yang tidak selalu konstan selama proses perekahan, tekanan injeksi

permukaan yang juga tidak bisa dijamin konstan, harga insitu stress batuan yang

bervariasi sedangkan pada proses perhitungan perencanaan harga insitu stress

diambil harga rata-rata.

Page 131: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

117

Perhitungan desain geometri rekahan dilakukan pula secara manual

dengan pendekatan metode PKN 2D. Perhitungan manual ini dengan

memperhitungkan pengaruh fluida non-newtonian dan fluid loss. Hasil

perhitungan dengan metode PKN 2D secara trial dan error didapatkan panjang

rekahan (Xf) = 33,85 m = 111,07 ft, lebar maksimum di muka perforasi (w(0)) =

0,04 m = 1,85 inch, lebar rekahan rata-rata (_

w ) = 0,02 m = 1,16 inch (Tabel IV-

16), tinggi rekahan (hf) = 25 m = 82,02 ft, net pressure sebesar 3343,83 psi, Wkf

(konduktivitas rekahan) sebesar 38.746 mD.ft serta Fcd sebesar 41,52 (Tabel IV-

17). Perbedaan geometri rekahan antara hasil desain awal software FracCADE

P3D terhadap hasil perhitungan manual model PKN 2D disebabkan karena model

P3D memperhitungkan variasi sifat fisik batuan seperti modulus young, poisson

ratio, insitu stress, rock toughness dan lainnya, sedangkan pada perhitungan

manual model 2D tidak memperhitungkan variasi sifat fisik batuan diatas (harga-

harga sifat fisik batuan dianggap sama untuk setiap lapisan batuan). Selain itu

model P3D juga memperhitungkan perkembangan rekahan ke arah vertikal,

sedangkan pada model 2D hanya mengasumsikan tinggi rekahan konstan (tebal

formasi). Selain faktor tersebut, pada pelaksanaan di lapangan rate pemompaan

yang digunakan juga tidak selalu konstan, sedangkan pada perhitungan manual

rate pemompaan dianggap konstan selama proses perekahan berlangsung. Hasil

perhitungan manual PKN 2D ini memang tidak bisa disamakan dengan hasil yang

didapat dari software FraCADE P3D. Maksud dari perhitungan manual 2D ini

adalah sebagai analogi atau proses untuk mendapatkan data geometri rekahan

yang sebenarnya (jika menggunakan software) tentunya dengan beberapa korelasi.

Evaluasi produksi setelah perekahan hidraulik dilakukan dengan

mengevaluasi parameter-parameter seperti peningkatan laju produksi minyak

(Qo), peningkatan permeabilitas batuan (k), peningkatan indeks produktivitas (PI)

dengan metode Prats, Cinco-Ley Samaniego dan Dominique, Tinsley Soliman dan

McGuire Sikora serta kurva IPR dengan menggunakan metode Pudjo Sukarno tiga

fasa.

Evaluasi produksi terhadap peningkatan laju produksi minyak yang

dihitung berdasarkan data produksinya menunjukkan peningkatan laju produksi

Page 132: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

118

minyak (Qo) sebesar 3,75 kali dari 48 BOPD sebelum perekahan menjadi sebesar

180 BOPD setelah perekahan. Pada sumur T-XX setelah dilakukannya stimulasi

perekahan hidraulik mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu

permeabilitas awal sebesar 8,4 mD menjadi 369,87 mD sehingga didapatkan

rata–rata permeabilitas setelah perekahan sebesar 36,63 mD. Perhitungan PI

dilakukan dengan berbagai asumsi, yang dilakukan dengan metode Prats

peningkatan PI 3,19 kali, dengan metode Cinco-Ley, Samaniego & Dominiques

menunjukan peningkatan kenaikan produktivitas (K2P) sebesar 3,19 kali dengan

rw’ menjadi 38,71 ft, metode Prats dan Cinco-ley Samaniego dan Dominique

karena asumsi asumsi yang digunakan sesuai dengan kondisi nyata Sumur T-XX.

Dari kurva IPR Pudjo Sukarno tiga fasa, pada (Pwf) yang sama sebesar 233,59 psi

sebelum perekahan hidraulik menghasilkan laju produksi fluida total (Qf) 218,18

BFPD (Tabel IV-20), setelah perekahan hidraulik menghasilkan Qf 459,42 BFPD

(Tabel IV-22). Pada Pwf yang sama juga 233,59 psi sebelum perekahan hidraulik

menghasilkan laju produksi minyak (Qo) 48 BOPD (Tabel IV-20) dan setelah

perekahan hidraulik menghasilkan Qo sebesar 183,4 BOPD (Tabel IV-22), disini

juga terjadi penurunan Water Cut, yang awalnya 78% menjadi 60%, hal ini

dikarenakan rekahan tidak menembus zona atas dan bawahnya yang kemungkinan

ada zona aquifer, sehingga minyak yang sebelumnya tidak bisa mengalir, setelah

dilakukan fracturing menjadi mudah mengalir ke dalam sumur. Ada beberapa

masukan untuk pengerjaan stimulasi kali ini, yang pertama adalah jenis fluida frac

yang digunakan harus diganti dengan fluida yang mempunyai leak-off kecil

sehingga geometri rekahan akan sesuai dengan desain awal, dan tekanan

pompanya harus diatur lebih besar sehingga akan didapatkan panjang dari rekahan

sesuai dengan desain awalnya.

Dari segi keekonomiannya, biaya job fracturing sumur T-XX ini sekitar

116.210,75 USD (Tabel IV-23), dengan asumsi biaya lifting minyak per barrel 10

USD/bbl dan asumsi harga minyak 80 USD/bbl. Lifting minyak dalam sehari

mencapai sekitar 180 BOPD, dengan menganalisa keekonomian Pay Out Time

(POT), maka biaya investasi operasi fracturing akan kembali dalam 21 hari.

Page 133: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

119

BAB VI

KESIMPULAN

Dari penulisan Skripsi ini mengenai evaluasi Hydraulic Fracturing yang

dilakukan pada sumur T-XX Lapangan Tanjung ini dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. Perbandingan geomteri rekahan :

a) Geometri rekahan aktual dilapangan :

Panjang rekahan = 23,6 m = 77,427 ft

Tinggi rekahan = 23,3 m = 76,443 ft

Lebar pada muka perforasi = 0,504 inch

Wkf = 29.764 mD.ft

Fcd = 38,5

b) Hasil perhitungan geometri manual PKN 2D :

Panjang rekahan = 33,854 m = 111,070 ft

Tinggi rekahan = 25 m = 82,020 ft

Lebar pada muka perforasi = 1,850 inch

Wkf = 38.746 mD.ft

Fcd = 41,528

2. Perbandingan hasil produksi :

a) Data produksi sebelum perekahan :

Laju alir fluida (Qf) = 220 BFPD

Laju alir minyak (Qo) = 48 BOPD

Laju alir gas (Qg) = 54 MSCFD

Water cut (WC) = 78 %

b) Data produksi setelah perekahan :

Laju alir fluida (Qf) = 450 BFPD

Laju alir minyak (Qo) = 180 BOPD

Laju alir gas (Qg) = 80 MSCFD

Water cut (WC) = 60 %

Page 134: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

120

3. Setelah dilakukannya stimulasi perekahan hidraulik, dari segi permeabilitas

mengalami peningkatan sebesar 28,237 mD, yaitu permeabilitas awal sebesar

8,4 mD menjadi permeabilitas rata-rata sebesar 36,6371 mD.

4. Perhitungan peningkatan indeks produktivitas (PI) dengan metode Prats

menunjukan PI awal sebesar 0,907 kemudian setelah perekahan didapatkan

sebesar 3,196 kali peningkatan, dengan metode Cinco- ley, Samaniego dan

Dominique sebelum perekahan didapatkan PI awal sebesar 1,37 kemudian

setelah dilakukan perekahan didapatkan peningkatan kenaikan produktivitas

(K2P) sebesar = 3,196 kali peningkatan dengan rw’ menjadi 38,7135 ft.

5. Dari segi keekonomiannya, biaya job fracturing sumur T-XX ini sekitar

116.210,75 USD, dengan asumsi biaya lifting minyak per barrel 10 USD/bbl

dan asumsi harga minyak 80 USD/bbl. Lifting minyak dalam sehari mencapai

sekitar 180 BOPD, dengan menganalisa keekonomian Pay Out Time (POT),

maka biaya investasi operasi fracturing akan kembali dalam 21 hari.

Page 135: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

121

DAFTAR PUSTAKA

1. Craft, B.C., Holden, W.R., ;”Well Design Drilling and Completion”, Prentice

Hall Inc., Englewood Chiffs, New Jersey, 1962.

2. Economides, J. Michael., Daniel Hill. ; “Petroleum Production System”, PTR

Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 1994.

3. Howard G. C., Henry L. Doherty, Hydraulic Fracturing, Society of Petroleum

Engineers of AIME, Houston, Texas, 1970.

4. Schechter R. S. Oil Well Stimulation, Prentice Hall Englewood Cliffs, New

Jersey 07632, 1992.

5. Tjondrodipoetro, R.B., : “Stimulation (Acidizing and Hydraulic Fracturing)”,

5 Days Course, Yayasan IATMI, Yogyakarta, 24-28 Januari 2005.

6. ; “Well File Lapangan Tanjung Pertamina EP Unit bisnis 2010.

7. ; “Fracturing Proposal and Post Job Report”, Schlumberger,

Jakarta, 2010.

Page 136: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

122

DAFTAR SIMBOL

A = Area Pengurasan, acre

Bo = Faktor Volume formasi minyak, bbl/STB

Cc = Compressibilitas controlled, ft/min1/2

Cf = Kompressibilitas total formasi, psi-1

CL = Total Leak-off coefficient, ft/menit

Cw = Wall Building Mechanism, ft/menit

C = Viskositas controlled, ft/menit

E = Modulus Elastisitas Young, psi

E’ = Plain Strain Modulus, psi

= Strain

Fcd = Konduktivitas rekahan

FE = Flow Efficiency

G = Shear Modulus, psi

g = Gradient Stress, psi/ft

h = Ketebalan formasi produktif, ft

hf = Tinggi rekahan di sumur, ft

K’ = Konsistency Indeks, lbf-secn’/ft2

K = Permeabilitas batuan, mD

Kf = Permeabilitas proppant, mD

n’ = Flow Behavior Indeks

Pf = Internal Pressure, psi

PI =J= Productivity Indeks, bbl/d/psi

Pov = Tekanan Overburden, psi

Ps = Tekanan Statik formasi, psi

Pnet = Net Pressure, psi

Pwf = Tekanan Alir Dasar Sumur, psia

Q = Laju Produksi, bbl/day

Page 137: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

123

Qi = Laju injeksi, m3/detik

Qloss = Laju fluid loss, m3/detik

re = Jari-jari Pengurasan, ft

rw’ = Jari-jari sumur efektif, ft

s = Faktor Skin

S = Spasi Sumur, acre

Sp = Spurt Loss, m3/m2

St = Tensile Strength batuan, psi

T = Temperatur, oF

t = Waktu, sec

ti = Waktu injeksi, min

tset = Waktu pengendapan proppant

v = Poison ratio

vset = Kecepatan pengendapan proppant,ft/mnt

w = Lebar rekahan, m

w(o) = Lebar rekahan di sumur, m

w = Lebar rekahan rata-rata, m

xf = Panjang satu sayap reakahan, m

= Densitas formasi, lb/ft2

= Insitu stress, psi

ov = Overburden stress, psi

= Shear stress, psi-1

= Shear rate, sec-1

= Yield point

= Porositas batuan, fraksi

o = Viskositas minyak, cp

Page 138: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

LAMPIRAN

Page 139: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

124

LAMPIRAN A

PROFIL SUMUR

Sumur T-XX

Gambar A.1.

Profil Sumur T-XX

Page 140: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

125

Gambar A.2.

Data Log Sumur T-XX

Page 141: Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur T-XX Field Tanjung - Pertamina EP Asset 5

126

LAMPIRAN B

PERHITUNGAN TRIAL DAN ERROR PKN 2D

Tabel B-1.

Perhitungan Trial Dan Error PKN 2D Sumur T-XX

Xf (iterasi) W (0) b Xf (iterasi+1) error

23.6 0.041329301 0.0259548 4.253456764 4.217332429 37.28528744 13.68528744

33.955823 0.047063849 0.0295561 3.73518954 3.361910417 33.84660982 -0.109213184

32.055983 0.046105955 0.02895454 3.812791525 3.446700545 33.99399263 1.938009629

32.058532 0.046107265 0.02895536 3.812683252 3.44658217 33.99379046 1.935258458

32.873532 0.046522516 0.02921614 3.77865196 3.40938575 33.92977129 1.056239288

32.018978 0.046086939 0.0289426 3.814364716 3.448420535 33.99692906 1.977951455

33.123545 0.046648572 0.0292953 3.768441122 3.398229147 33.9103763 0.786831298

33.122359 0.046647975 0.02929493 3.76848931 3.398281795 33.91046803 0.788108984

33.199932 0.046686963 0.02931941 3.765342242 3.394843599 33.90447292 0.704541399

33.453572 0.046814037 0.02939922 3.755121463 3.383678522 33.88494524 0.431373243

33.585729 0.046880002 0.02944064 3.749837601 3.377907208 33.87481549 0.289086487

33.675356 0.046924644 0.02946868 3.746270191 3.374010974 33.86796302 0.192607016

33.765372 0.046969403 0.02949678 3.742700244 3.370112196 33.86109487 0.095722874

33.954173 0.047063032 0.02955558 3.73525436 3.361981197 33.84673503 -0.107438077

33.921938 0.04704707 0.02954556 3.736521672 3.363365047 33.84918246 -0.072755133

33.925898 0.047049031 0.02954679 3.736365884 3.363194932 33.84888167 -0.077016322

33.923556 0.047047871 0.02954606 3.736458006 3.363295527 33.84905954 -0.07449646

33.926445 0.047049302 0.02954696 3.736344368 3.363171438 33.84884013 -0.077604867

33.926515 0.047049337 0.02954698 3.736341627 3.363168445 33.84883484 -0.07767985

33.926516 0.047049337 0.02954698 3.73634159 3.363168404 33.84883477 -0.077680878

33.854309 0.04701355 0.02952451 3.739185755 3.366274206 33.85432285 1.39302E-05

Pnet = ΔPf 3343.838721