kajian model kompetensi kepemimpinan sekolah indonesia

42
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020 Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia Tim Penyusun: Patrya Pratama 1 , Iwan Syahril 2 , Itje Chodidjah 3 , Isabella Tirtowalujo 4 , Budi Setiawan Muhamad 5 , dan Tim Peneliti Program TASS 6 You can’t improve schools without leaders.” (Barber, Miller, dan Clark, 2010) Kualitas kepemimpinan berdampak signifikan terhadap efektivitas sekolah (Hallinger dan Heck 1998; Gurr et al. 2005; Leithwood et al. 2008; Dinham 2005; Fullan 2014). Peran pemimpin sangat krusial dalam membawa perubahan dalam kualitas belajar siswa. Walaupun banyak faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi kualitas belajar siswa, seperti pengajaran guru di kelas (Leithwood, et al. 2006), pemimpin sekolah memegang peranan penting dalam mensinergikan berbagai macam variabel-variabel yang ada di dalam dan luar sekolah, agar semua murid dapat belajar dengan baik. Sebuah studi International Review of School Leadership dilakukan melalui kolaborasi McKinsey 1 Direktur Eksekutif INSPIRASI Foundation, non profit yang fokus mengembangkan keprofesian berkelanjutan kepala sekolah, dan anggota dewan pakar Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan. Dual degree Master of Public Policy/Administration Lee Kuan Yew School of Public Policy, NUS dan London School of Economics and Public Policy. 2 PhD di bidang Kebijakan Pendidikan, Michigan State University; PhD di bidang Pendidikan Guru, Michigan State University; Ed.M. di bidang Kurikulum dan Pengajaran, Teachers College, Columbia University; M.A. di bidang Pendidikan Menengah (TESOL/Literacy), Teachers College, Columbia University 3 PhD di bidang Pendidikan Bahasa Inggris, fokus pada pelatihan dan pengembangan profesional guru dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. MA bidang pendidikan bahasa Inggris University of Warwick, Inggris. 4 Asisten Direktur The Asian Studies Center, Michigan State University. Sebelumnya bekerja sebagai konsultan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah di beberapa program pendidikan yang dikelola lembaga pembangunan internasional, termasuk UNICEF dan the Asian Development Bank. Area keahlian mencakup pembangunan kapasitas, knowledge management, technical report development, dan studi atau reviu sektoral mengenai perencanaan strategis pendidikan. 5 Peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), magister psikologi mayoring psikologi industri dan organisasi dengan minoring psikologi pendidikan di Universitas Airlangga, sertifikasi pendidik sebagai ahli kompetensi dalam kerja, ketua Kampus Guru CIkal yang menginisiasi Komunitas Guru Belajar, organisasi profesi guru yang didirikan dan diurus oleh guru. 6 Program TASS (Technical Assistance for Education System Strengthening) adalah program kemitraan antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia. TASS bertugas untuk menyediakan dukungan teknis bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Bappenas dalam upaya untuk memperkuat sistem pendidikan di Indonesia.

Upload: others

Post on 22-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Tim Penyusun: Patrya Pratama1, Iwan Syahril2, Itje Chodidjah3, Isabella Tirtowalujo4, Budi

Setiawan Muhamad5, dan Tim Peneliti Program TASS6

“You can’t improve schools without leaders.” (Barber, Miller, dan Clark, 2010)

Kualitas kepemimpinan berdampak signifikan terhadap efektivitas sekolah (Hallinger dan Heck

1998; Gurr et al. 2005; Leithwood et al. 2008; Dinham 2005; Fullan 2014). Peran pemimpin sangat

krusial dalam membawa perubahan dalam kualitas belajar siswa. Walaupun banyak faktor-faktor

lain yang juga mempengaruhi kualitas belajar siswa, seperti pengajaran guru di kelas (Leithwood,

et al. 2006), pemimpin sekolah memegang peranan penting dalam mensinergikan berbagai

macam variabel-variabel yang ada di dalam dan luar sekolah, agar semua murid dapat belajar

dengan baik.

Sebuah studi International Review of School Leadership dilakukan melalui kolaborasi McKinsey

1Direktur Eksekutif INSPIRASI Foundation, non profit yang fokus mengembangkan keprofesian berkelanjutan kepala sekolah, dan anggota dewan pakar Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan. Dual degree Master of Public Policy/Administration Lee Kuan Yew School of Public Policy, NUS dan London School of Economics and Public Policy. 2 PhD di bidang Kebijakan Pendidikan, Michigan State University; PhD di bidang Pendidikan Guru, Michigan State University; Ed.M. di bidang Kurikulum dan Pengajaran, Teachers College, Columbia University; M.A. di bidang Pendidikan Menengah (TESOL/Literacy), Teachers College, Columbia University 3PhD di bidang Pendidikan Bahasa Inggris, fokus pada pelatihan dan pengembangan profesional guru dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. MA bidang pendidikan bahasa Inggris University of Warwick, Inggris. 4 Asisten Direktur The Asian Studies Center, Michigan State University. Sebelumnya bekerja sebagai konsultan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah di beberapa program pendidikan yang dikelola lembaga pembangunan internasional, termasuk UNICEF dan the Asian Development Bank. Area keahlian mencakup pembangunan kapasitas, knowledge management, technical report development, dan studi atau reviu sektoral mengenai perencanaan strategis pendidikan. 5 Peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), magister psikologi mayoring psikologi industri dan organisasi dengan minoring psikologi pendidikan di Universitas Airlangga, sertifikasi pendidik sebagai ahli kompetensi dalam kerja, ketua Kampus Guru CIkal yang menginisiasi Komunitas Guru Belajar, organisasi profesi guru yang didirikan dan diurus oleh guru. 6Program TASS (Technical Assistance for Education System Strengthening) adalah program kemitraan antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia. TASS bertugas untuk menyediakan dukungan teknis bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Bappenas dalam upaya untuk memperkuat sistem pendidikan di Indonesia.

Page 2: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

& Company dengan the National College for Leadership of Schools and Children’s Services di

tahun 2010 (Barber, Miller, dan Clark, 2010). Studi ini mengkaji kepemimpinan sekolah di

sejumlah negara-negara yang dinilai memiliki sistem pendidikan bagus seperti Kanada, Inggris,

Amerika Serikat, Selandia Baru, Belanda, Singapura, dan Australia. Negara-negara ini memiliki

performa yang sangat baik di tes-tes internasional, atau menunjukkan peningkatan performa,

dan melakukan praktik-praktik baik dalam kepemimpinan sekolah. Melalui kajian literatur,

interview dengan para ahli, pengambil kebijakan, pemimpin-pemimpin sekolah, dan survei, studi

ini menyimpulkan bahwa, lepas dari variasi konteks, kepemimpinan sekolah memegang peranan

penting dalam hasil belajar siswa. Karena itu, peningkatan kapasitas kepemimpinan harus

menjadi prioritas utama semua negara.

Barber, Miller, dan Clark (2010) menjelaskan bahwa kepala sekolah yang berkualitas tinggi di

negara-negara dalam studi ini lebih menekankan fokus pada kepemimpinan pembelajaran

(instructional leadership) dan mengembangkan kemampuan guru-guru di sekolah mereka.

Orientasi kepala sekolah ini bukan lagi pada masalah administratif dan operasional melainkan

pada peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran. Keterampilan yang paling diutamakan

para sekolah ini adalah keterampilan untuk melatih/membimbing (coaching) guru dan staf

lainnya dan mendukung perkembangan mereka.

Ada delapan kesimpulan studi yang dilakukan McKinsey & Company dengan the National College

for Leadership of Schools and Children’s Services tersebut. Pertama, bentuk kepemimpinan yang

sangat diperlukan untuk kesuksesan sekolah-sekolah adalah kepemimpinan yang berfokus pada

pengajaran, pembelajaran, dan manusia yang ada di sekolah. Kedua, kepala sekolah yang

menunjukkan kinerja terbaik memiliki fokus lebih besar pada kepemimpinan pembelajaran

(instructional leadership) dan pengembangan guru-guru di sekolah tersebut. Ketiga, perlu

kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik dalam sistem yang mendukung penguatan kapasitas

kepemimpinan. Keempat, untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan dalam sebuah sistem

pendidikan diperlukan upaya untuk mengembangkan kader-kader kepemimpinan dengan

memberikan kesempatan pengalaman dan dukungan. Kelima, cara terbaik pemimpin belajar

Page 3: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

adalah melalui pembelajaran dalam konteks dan dari berbagai sumber yang beragam, seperti

kolega, atasan, sumber-sumber daring, dan pelatihan formal. Keenam, pemilihan pemimpin

sekolah adalah salah satu keputusan terpenting dalam sebuah sistem pendidikan. Untuk itu

dibutuhkan sebuah komite seleksi yang memiliki kemampuan yang diperlukan dalam melakukan

pengambilan keputusan penting ini. Ketujuh, seleksi pemimpin dan pengembangan kapasitasnya

harus dilihat sebagai bagian kerja utama untuk sekolah dan sistem pendidikan. Kedelapan,

pemimpin level menengah (seperti pengawas sekolah, kepala dinas) perlu mendukung kepala

sekolah yang lebih lemah, melakukan pelatihan/pengembangan keprofesian, mengelola

pembelajaran para pemimpin sekolah yang ada di daerahnya, menguatkan sistem suksesi

kepemimpinan, dan menguatkan dan mengelola akuntabilitas.

Sebuah studi mancanegara lainnya yang dilakukan oleh The National Bureau of Economic

Research (NBER), sebuah organisasi riset nonprofit terkemuka di Amerika meneliti hubungan

kualitas manajemen sekolah terhadap hasil belajar murid di berbagai negara (Inggris, Swedia,

Kanada, Amerika Serikat, Jerman, Brazil, Italia, dan India (Bloom, Lemur, Sadun, dan Van Rennen,

2015). Indikator kualitas manajemen dalam studi ini terdiri atas operasi, pengawasan, penentuan

target, dan manajemen sumber daya manusia. Data diambil dari 1800 sekolah yang mengajar

anak-anak usia 15 tahun di delapan negara. Salah satu kesimpulan studi ini adalah ada korelasi

positif antara kualitas manajemen dengan hasil belajar murid. Secara spesifik, temuan studi ini

menunjukkan peningkatan indeks manajerial sebesar satu standar deviasi berasosiasi dengan

peningkatan hasil belajar siswa sebesar 0.232 hingga 0.425 standar deviasi. Selain itu studi ini

menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang beroperasi dengan otonomi yang lebih besar memiliki

performa manajemen yang lebih bagus. Kuncinya ada pada bagaimana otonomi tersebut

dipergunakan, yang berpusat pada dua hal utama: 1) kepemimpinan kepala sekolah yang

bertanggung jawab pada sebuah badan eksternal; dan 2) kepemimpinan sekolah yang memiliki

sebuah strategi jangka panjang yang koheren.

Karena itulah, dalam rangka mendukung keberhasilan belajar murid untuk mencapai tujuan

pendidikan nasional Indonesia, ketersediaan kepemimpinan sekolah yang kompeten mutlak

Page 4: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

diperlukan. Kepala sekolah yang kompeten akan dapat melaksanakan tugasnya lebih optimal

terutama dalam menghadapi arus kemajuan zaman dan teknologi yang serba pesat saat ini.

Diperlukan serangkaian kompetensi mendasar untuk melakukan inovasi dalam pengelolaan

pembelajaran agar seluruh gurunya dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar yang

kreatif dan sesuai tuntutan kehidupan abad 21. Pada akhirnya pemimpin sekolah harus dapat

mengelola seluruh kegiatan yang menyiapkan murid-murid Indonesia agar mampu menghadapi

berbagai tantangan di Abad ke-21, menjadi pelajar yang berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis,

kreatif, bergotong royong dan berkebinekaan global. pemimpin sekolah yang kompeten adalah

ujung tombak kemajuan pendidikan suatu negara. Melalui pemimpin sekolah yang kompeten,

akan tercipta SDM Unggul, Indonesia Maju.

Pemimpin Sekolah Kompeten berdasarkan Filosofi Ki Hajar Dewantara

Dalam kajian terhadap kepemimpinan sekolah yang perlu dibangun dan dipraktikkan oleh

seluruh pemimpin sekolah di Indonesia, kita perlu merujuk filosofi Bapak Pendidikan Indonesia,

Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidik harus dengan sepenuh hati

dan segenap daya upaya untuk melakukan pendidikan yang berorientasi kepada murid. Ki Hajar

bahkan menggunakan kata-kata “berhamba kepada Sang Anak” dalam salah satu asas Taman

Siswa yang didirikan di tahun 1922. Dengan kata lain, student-centered learning, atau pendidikan

yang berpihak kepada anak, yang memandang anak dengan rasa hormat, merupakan ajaran

pokok Bapak Pendidikan Indonesia, yang sudah beliau kumandangkan hampir satu abad yang

lalu. Seharusnya, jika setiap pendidik di Indonesia berpegang teguh pada filosofi Ki Hajar

Dewantara, pendidikan yang berorientasi pada anak sudah menjadi kelaziman di dalam ruang-

ruang kelas di Indonesia. Pendidik harus berupaya dengan sekuat daya dan upaya untuk

menumbuhkembangkan setiap anak, yang menurut Ki Hajar, harus terjadi secara holistik, yaitu

pertumbuhan lahir dan batin, yaitu tajamnya pikiran (cipta), halusnya perasaan (rasa), kuatnya

kemauan (karsa), dan sehatnya fisik (raga). Karena itu, dalam pengkajian kompetensi guru dan

kepemimpinan sekolah ini, orientasi kepada murid dan tumbuh kembangnya secara holistik

merupakan prinsip utama yang digunakan dalam melihat tugas-tugas pendidik.

Page 5: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Ki Hajar Dewantara sempat melontarkan kritik keras terhadap kepemimpinan sistem pendidikan

nasional di awal kemerdekaan Indonesia di tahun 1956 yang beliau pandang tidak berorientasi

pada tumbuh kembang anak secara holistik. Berikut pendapat Ki Hajar tersebut.

Kita lihat di zaman sekarang masih terpakainya bentuk-bentuk rumah sekolah, daftar-daftar

pelajaran yang tidak memberi cukup semangat mencari ilmu pengetahuan sendiri, karena tiap-

tiap hari, tiap-tiap triwulan, tiap-tiap tahun, pelajar-pelajar kita terus menerus terancam oleh

sistem penilaian dan penghargaan yang intelektualis. Anak-anak dan pemuda-pemuda kita sukar

dapat belajar dengan tentram, karena dikejar-kejar oleh ujian-ujian yang sangat keras dalam

tuntutan-tuntutannya. Mereka belajar tidak untuk perkembangan hidup kejiwaannya; sebaliknya,

mereka belajar untuk dapat nilai-nilai yang tinggi dalam school raport-nya atau untuk dapat ijazah.

Dalam soal ini sebaiknyalah kita para pemimpin perguruan, bersama-sama dengan Kementerian

P.P. dan K. mencari bagaimana caranya kita dapat memberantas penyakit examen cultus dan

diploma jacht itu. (Dewantara, 1956, dalam Dewantara, 2009)

Karena itu, dalam filosofi Ki Hajar Dewantara, pemimpin pendidikan harus mampu menciptakan

sebuah bentuk pendidikan yang benar-benar berkomitmen terhadap perkembangan anak secara

holistik, lahir dan batin, yaitu pertumbuhan cipta, rasa, karsa, dan raga. Untuk mencapai tujuan

tersebut, diperlukan kolaborasi antara pemimpin sekolah dengan pemimpin pendidikan di

pemerintahan.

Kusmanto dan Widodo (2016) mendeskripsikan butir-butir kepemimpinan Ki Hajar Dewantara

dalam sebuah pola perilaku yang relevan bagi praktik kepemimpinan sekolah Indonesia. Pertama,

sikap dan perilaku pemimpin sekolah dalam lingkungan sekolah harus dijaga integritasnya oleh

semua warga sekolah agar tetap terpercaya dan dihormati karena pemimpin sekolah selalu

menjadi perhatian semua pihak. Ki Hajar memberi contoh selama beliau memimpin Taman Siswa

tentang bagaimana menjalankan pola perilaku yang layak menjadi teladan, atau Ing Ngarsa Sung

Tulada. Kedua, pemimpin sekolah mempunyai kewajiban untuk selalu membangkitkan semangat

percaya diri para guru agar dapat melaksanakan tugas dengan baik dan mandiri. Hal tersebut

merupakan perhatian dalam kepemimpinan sesuai dengan filosofi Ki Dewantara, atau dikenal

dengan Ing Madya Mangun Karsa. Ketiga, pemimpin sekolah harus selalu dapat menghargai

betapapun kecilnya yang dihasilkan dalam pelaksanaan tugas sekolah, agar berpengaruh atau

Page 6: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

mendorong penyelesaian tugas dengan baik. Hal tersebut merupakan dorongan yang dalam

kepemimpinan di Tamansiswa disebut dengan Tut wuri Handayani.

Selanjutnya esensi filosofi Ki Hajar Dewantara berpusat pada perubahan yang selalu terjadi dari

waktu ke waktu secara dinamis yang harus disikapi dengan bijaksana oleh setiap pendidik. Beliau

menjelaskan bahwa sebuah sistem pendidikan di negara manapun harus dapat merefleksikan

kodrat keadaannya. Dalam pidato sambutannya ketika menerima gelar Doktor Honoris Causa

Ilmu Kebudayaan dari Universitas Gajah Mada di tahun 1956, Ki Hajar menyatakan “Segala syarat,

usaha, dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan” (Dewantara, 1956, dalam

Dewantara, 2009, h. 210). Kodrat keadaan yang beliau maksud terdiri dari dua unsur, yaitu kodrat

alam dan kodrat zaman. Kodrat alam merujuk kepada keadaan hidup kebudayaan,

kemasyarakatan, bangsa dan negara anak didik. Ada anak didik yang hidup di negara tropis atau

empat musim; ada berada dalam daerah pertanian, perdagangan, pelayaran, dan lain

sebagainya. Kodrat alam ini mempengaruhi dinamika alam kebudayaan dan kemasyarakatan

setiap anak. Selanjutnya, kodrat zaman merujuk pada waktu yang ditempati masyarakat, yang

memiliki kekhasan dari waktu ke waktu, dan terus menerus berubah. Jika kita kaitkan dengan

masa sekarang, maka kodrat zaman kita adalah revolusi teknologi digital di semua sektor, atau

yang dinamakan revolusi industri 4.0. Karena kodrat keadaan, baik alam dan zaman, bersifat

dinamis, tidak statis, ia harus terus disikapi secara baik oleh setiap pendidik dari waktu ke waktu.

Dalam menyikapi perubahan yang berlangsung secara konstan, ada sebuah asas yang diajarkan

oleh Ki Hajar Dewantara, yang dinamakan asas trikon. Asas ini terdiri dari tiga bagian, yaitu

kontinuitas, konvergensi, dan konsentris. Kontinuitas menekankan pentingnya ada pemahaman

konteks dalam memaknai perubahan keadaan yang terjadi. Konvergensi menekankan pada

pentingnya ada sebuah tujuan yang universal dari berbagai konteks yang berbeda. Konsentris

menekankan setiap konteks memerlukan “garis edar” sendiri-sendiri dalam menyikapi

perubahan. Artinya, harus ada strategi-strategi yang berbeda-beda yang dijalankan pada setiap

konteks karena permasalahan dan tantangan setiap konteks berbeda sesuai kodrat keadaannya.

Page 7: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Jika dimaknai dalam konteks kepemimpinan pendidikan, asas kontinuitas menghendaki

pemimpin sekolah untuk memahami konteks sekolah tempat dimana ia bekerja. Misalnya, ia

harus mengenal siapa-siapa saja murid, guru, staf, orang tua yang ada di sekolahnya, sejarah

kelembagaan dan masyarakatnya, nilai-nilai utama dan visi sekolah tersebut, dsb., sebelum

menyusun rencana strategis dan aktivitas sekolah. Asas konvergensi mensyaratkan pemimpin

sekolah secara universal memiliki tujuan yang sama. Dalam hal ini, sesuai dengan filosofi Ki Hajar

Dewantara, semua pemimpin pendidikan haruslah “berhamba pada Sang Anak” atau

berkomitmen penuh kepada anak dan pembelajarannya. Asas konsentris mendorong pemimpin

sekolah untuk kreatif dan inovatif dalam menyusun strategi-strategi yang diterapkan dalam

melayani anak dan pembelajaran sesuai dengan keunikan sekolah dan konteksnya. Karena itu,

ada banyak cara untuk melakukan pembelajaran yang berorientasi kepada murid, untuk

menghasilkan pelajar-pelajar Indonesia yang berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif,

bergotong royong, dan berkebinekaan global.

Perlunya Penyempurnaan Kompetensi Pemimpin Sekolah: Pengutamaan Kepemimpinan

Instruksional

Dengan mengacu pada Undang-Undang no.14 tahun 2005, untuk menjalankan tugas pokok

kepala sekolah sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan no.15 tahun 2018 mengenai Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah dan

Pengawas Sekolah yang mencakup tugas manajerial, pengembangan kewirausahaan dan

supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan, terdapat 33 kompetensi yang perlu dimiliki oleh

Kepala Sekolah yang mencakup dimensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan

sosial, sebagaimana dijabarkan dalam Permendiknas no.13 tahun 2007 tentang Standar Kepala

Sekolah/Madrasah.

Setidaknya ada tiga alasan yang mendorong perlunya penyempurnaan konseptualisasi dimensi-

dimensi kompetensi sebagaimana telah diatur dalam regulasi-regulasi yang telah disebutkan di

atas. Pertama, sudah waktunya kompetensi yang disusun beberapa tahun yang lampau tersebut

Page 8: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

dikaji ulang secara kritis. Perubahan zaman di era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai oleh

kemajuan teknologi informasi, perlu tercermin dalam kompetensi guru (Kim, 2019). Inilah yang

disebut dengan relevansi dengan kodrat keadaan sesuai filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara.

Kedua, arahan pembangunan nasional Indonesia saat ini untuk menjadi sebuah negara maju di

tahun 2045 telah menempatkan pentingnya sumber daya manusia Indonesia menjadi aset

bangsa yang unggul, mampu bersaing dan berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia,

sehingga membutuhkan institusi sekolah yang dipimpin oleh individu-individu yang mumpuni.

Ketiga, perlunya memfokuskan kompetensi pemimpin sekolah pada praktik-praktik yang

berdampak signifikan terhadap hasil belajar siswa dan well-being-nya secara paripurna

(berorientasi pada siswa). Dengan demikian, kita perlu meninjau ulang kelima dimensi

kompetensi pemimpin sekolah pada saat ini: dimensi kepribadian, sosial, manajerial, supervisi

dan kewirausahaan. Penyempurnaan perlu dilakukan dengan merujuk pada bukti riset dan

praktik-praktik baik di mancanegara yang relevan.

Faktor ketiga ini penting mengingat berdasarkan sejumlah penelitian terkini, pendidikan di

Indonesia ternyata belum menghasilkan kualitas hasil belajar siswa yang maksimal (Pritchett,

2016, 2018). Hasil performa siswa-siswa Indonesia di sejumlah asesmen internasional seperti

PISA (Programme for International Student Assessment) tidak mengalami peningkatan secara

konsisten dan signifikan sejak diluncurkannya program sertifikasi guru di tahun 2006. Bahkan

performa siswa Indonesia menurun pada PISA 2018.

Menurut David McClelland, pakar psikologi yang pertama kali mengusung konsep kompetensi

melalui tulisannya, Testing for competence rather than for intelligence, kompetensi adalah

rangkaian kriteria perilaku dan pemikiran yang menunjukkan kecakapan bekerja dalam profesi

dan konteks tertentu (McClelland, 1973). Pengertian tentang kompetensi juga dapat kita

temukan di penelitian yang dilakukan Lyle M. Spencer, Jr. dan Signe M. Spencer, yang mengkaji

650 macam pekerjaan selama 20 tahun. Penelitian ini sering menjadi rujukan utama untuk

Page 9: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

pengertian kompetensi. Berdasarkan penelitian tersebut, Spencer dan Spencer (1993)

mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik mendasar seseorang yang secara kausal

berhubungan dengan acuan kriteria kinerja unggul atau efektif dalam satu pekerjaan atau situasi.

Dengan demikian, seseorang yang berkompetensi tinggi akan dapat menjalankan profesinya

dengan terampil dan paripurna. Kedua definisi di atas dipergunakan dalam mereviu kembali

dimensi dan kompetensi yang sesuai bagi pemimpin sekolah dalam kondisi saat ini.

Beberapa bukti riset dijadikan acuan untuk melihat apa kompetensi dan praktik pemimpin

sekolah yang berdampak signifikan terhadap hasil belajar siswa. Studi Robinson, et al (2007),

meta-analisa dari 27 penelitian yang dilakukan antara tahun 1978 dan 2006, menyimpulkan

bahwa kepemimpinan sekolah yang efektif terlihat dari kepala sekolah yang secara aktif terlibat

dalam membantu guru-gurunya menyelesaikan permasalahan dalam tugasnya, termasuk

memberikan masukan-masukan mengenai pembelajaran (instructional advice). Kepala sekolah

juga menentukan tujuan (goals) bersama guru-gurunya untuk memprioritaskan dan meraih hasil

belajar tingkat tinggi. Sebuah studi eksperimental di Amerika Serikat oleh Roland Fryer (2017)

menunjukkan bahwa penguatan tiga keterampilan dibutuhkan pemimpin sekolah yang terbukti

meningkatkan hasil belajar siswa: memberikan umpan balik pada guru mengenai rencana

pembelajaran dan langkah untuk memperbaiki proses pembelajaran, memberi dukungan bagi

guru dalam proses penilaian hasil belajar, serta memberi umpan balik pada cara mengajar guru

melalui observasi pembelajaran. Kesimpulan yang sama juga didapat dari penelitian

eksperimental di Jamaika (Nannyonjo, 2017).

Dapat disimpulkan bahwa, sejalan dengan bukti riset yang ada, termasuk oleh Robinson (2007)

dan Hattie (2009), aspek kompetensi “kepemimpinan instruksional”, yang berfokus pada

dukungan terhadap interaksi guru dengan murid dalam kegiatan pembelajaran, lebih berdampak

pada peningkatan hasil belajar siswa ketimbang aspek kompetensi “kepemimpinan

transformasional”, yang berpusat pada kemampuan menginspirasi, membangun komitmen dan

tujuan moral sekolah”. Fokus pada kepemimpinan instruksional inilah juga yang kemudian

menjadi fokus dalam penyusunan model kompetensi pemimpin sekolah ini.

Page 10: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Kompetensi Kunci dalam Kesuksesan Kinerja Pemimpin Sekolah di Indonesia

Studi baseline terhadap pemetaan kompetensi kepala sekolah yang dilakukan oleh the Education

Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) pada 2013 terhadap 5,000

kepala sekolah dari 55 kabupaten/kota di tujuh pulau besar Indonesia menyimpulkan beberapa

hal mengenai kondisi penguasaan kompetensi kepala sekolah. Pertama, dimensi kompetensi

yang mendapat rating terendah penguasaannya adalah dimensi supervisi dan penggunaan

teknologi baik dalam kegiatan dukungan bagi pembelajaran maupun dalam manajemen sekolah.

Khususnya dalam dimensi supervisi, studi tersebut menyimpulkan bahwa kepala sekolah perlu

mendapat dukungan utama dalam hal menyusun program, mengimplementasikan dan

menindaklanjuti tugas supervisi akademik untuk meningkatkan kapasitas guru-gurunya. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah Indonesia membutuhkan dukungan yang

terfokus pada aspek kepemimpinan instruksional, yang memang faktor utama yang membuat

pemimpin sekolah berdampak pada hasil belajar siswa.

Selain itu, praktik-praktik pemimpin sekolah yang menjadi kunci untuk konteks Indonesia telah

dieksplorasi dalam studi oleh Raihani (2007) yang secara khusus melihat tiga SMP yang berhasil

di Yogyakarta. Karakter-karakter tersebut antara lain amanah di mana mereka merasa perlu

memenuhi tugas sesempurna yang bisa mereka lakukan, mampu menganalisa konteks dan situasi

sekolahnya untuk secara kritis memecahkan masalah yang ada, memiliki visi yang jelas dan

realistis yang terwujud dalam strategi sekolah untuk mencapainya, serta terus menerus

mengembangkan kapasitas warga sekolahnya.

Kemahiran kompetensi kepala sekolah juga penting dalam rangka pemenuhan standar

pendidikan nasional. Studi oleh Yasin, et al (2013) terhadap Sekolah Menengah Atas di Sulawesi

Selatan menunjukkan bahwa penguasaan level kompetensi, yang dikelompokkan menjadi

kepemimpinan sekolah, instruksional dan operasional, juga berkorelasi positif terhadap capaian

delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP), sekalipun tanpa menganalisis mana di antara ketika

kelompok kompetensi yang paling berdampak. Hal ini memberikan basis bahwa pentingnya

Page 11: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

adanya model kompetensi yang sesuai dan upaya pemenuhannya juga berpengaruh terhadap

ketercapaian mutu pelayanan institusi pendidikan.

Perbandingan Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah dari Beberapa Negara

Karena kompetensi bersifat kontekstual, penyempurnaan model kompetensi pemimpin sekolah

Indonesia tidak bisa sekadar langsung meniru model yang dikembangkan di negara-negara lain,

sekalipun mengadopsi prinsip yang serupa. Setiap negara yang telah merumuskan kompetensi

memiliki model-model yang berbeda (Zhao & Zhang, 2016). Namun demikian perbandingan

dengan mode lain tetaplah diperlukan terutama untuk mencari benchmark kepada sistem-sistem

pendidikan yang sudah lebih maju dan mapan. Untuk memberikan perbandingan antara konstruk

kompetensi pemimpin sekolah Indonesia yang saat ini berlaku dengan konstruk kompetensi di

negara-negara lain, dipilihlah model kompetensi dari beberapa negara lain Indonesia: Australia

(Australian Institute for Teaching and School Leadership/AITSL) dan Amerika Serikat, dalam hal

ini dengan negara bagian Missouri (the Missouri Leadership Development System/MLDS). Tabel

1 menunjukkan perbandingan antara model-model kompetensi Pemimpin Sekolah tersebut.

Tabel 1. Perbandingan Model Kompetensi Kepala Sekolah

Indonesia Missouri, AS (MLDS) Australia (AITSL)

1. Dimensi kompetensi kepribadian

a. Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.

b. Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.

c. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala

Terdiri dari lima peran di mana Kepala Sekolah perlu menjalankan secara bersamaan untuk menjadi “pemimpin sekolah transformasional” yang terdiri dari:

1. Menjadi pemimpin visioner a. Membangun visi b. Mengimplementasi

kan visi tersebut

2. Menjadi pemimpin instruksional a. Memastikan

berjalannya kurikulum secara viable

b. Memastikan

Profil Kepala Sekolah terbagi ke dalam tiga “lensa kepemimpinan”: 1. Lensa Kepemimpinan

Praktik profesional, mencakup: a. Memimpin pengajaran

(teaching and learning) b. Mengembangkan diri

sendiri dan orang lain c. Memimpin

pengembangan, inovasi dan perubahan

d. Memimpin manajemen sekolah

e. Melibatkan dan bekerja bersama komunitas

Page 12: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

sekolah/madrasah. d. Bersikap terbuka

dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.

e. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/ madrasah.

f. Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.

2. Dimensi kompetensi manajerial

a. Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.

b. Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.

c. Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/ madrasah secara optimal.

d. Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.

e. Menciptakan budaya dan iklim sekolah/

implementasi praktik instruksional yang efektif

c. Mengkoordinasikan penilaian pembelajaran yang efektif

d. Mempromosikan pembelajaran keprofesian (untuk guru)

3. Pemimpin manajerial

a. Mengimplementasikan sistem operasi

b. Mengawasi personalia sekolah

c. Memastikan penggunaan sumber daya sekolah secara berkeadilan dan strategis

4. Pemimpin relasional

a. Berinteraksi secara profesional dengan siswa

b. Berinteraksi secara profesional dengan staf

c. Berinteraksi secara profesional dengan orangtua siswa dan komunitas

5. Pemimpin inovatif

a. Senantiasa mengembangkan diri secara profesional (continues professional growth)

b. Secara aktif melakukan praktik reflektif

2. Lensa “Leadership Requirement, mencakup: a. Visi dan tata nilai

(values) b. Pengetahuan dan

pemahaman c. Kualitas personal, sosial

dan interpersonal

3. Lensa “Leadership Emphasis” , mencakup: a. Aspek operasional b. Aspek relasional c. Aspek stratejik d. Aspek sistemik

Lensa “Leadership Emphasis” disusun dengan pemikiran bahwa tindakan dan perilaku kepala sekolah akan bergantung pada konteks mereka bertugas, sehingga aspek-aspek tersebut bukan difungsikan sebagai continuum progresif, namun sebagai penekanan aspek kepemimpinan yang diterapkan

Page 13: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.

f. Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.

g. Mengelola sarana dan prasarana sekolah/ madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal

h. Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/ madrasah.

i. Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.

j. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.

k. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel,

c. Mengaplikasikan pengetahuan baru untuk mendorong perubahan yang sesuai/relevan

Page 14: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

transparan, dan efisien.

l. Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/ madrasah.

m. Mengelola unit layanan khusus sekolah/ madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.

n. Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.

o. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.

p. Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/ madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

3. Dimensi kompetensi

kewirausahaan

Page 15: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

a. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.

b. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.

c. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.

d. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.

e. Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.

4. Dimensi kompetensi

supervisi

a. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

b. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik

Page 16: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

supervisi yang tepat

c. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

5. Dimensi kompetensi sosial

a. Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah

b. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

c. Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.

Dari tabel diatas terlihat bahwa model kompetensi Negara Bagian Missouri, Amerika Serikat dan

Australia menunjukkan bahwa:

● Aspek keterbacaan dari model kompetensi merupakan hal yang cukup penting untuk

dipastikan dari sebuah model kompetensi, di mana semakin ringkas jumlah kompetensi

maka akan semakin mudah dipahami oleh para pemimpin sekolah dan pemangku

kepentingan lain. Pada saat ini, dari lima dimensi, terdapat 33 kompetensi Kepala Sekolah

di Indonesia, dibandingkan dengan 15 poin di Missouri dan lima di AITSL Australia.

● Aspek kepemimpinan instruksional, sebagai kompetensi dengan dampak terpenting bagi

hasil belajar siswa, menjadi salah satu komponen dalam model kompetensi, diikuti

dengan kompetensi lainnya seperti manajemen sekolah, memimpin inovasi (atau

kewirausahaan dalam model kompetensi di Indonesia saat ini). Patut menjadi catatan

bahwa aspek/dimensi kepemimpinan instruksional (supervisi akademis) belum

mendapatkan perhatian lebih utama ketimbang aspek manajerial dalam model

kompetensi di Indonesia (16 kompetensi dimensi manajerial, dibandingkan 3 kompetensi

dimensi supervisi akademik)

Page 17: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

● Aspek kompetensi kualitas personal diri, berupa aktif melakukan praktik reflektif, dan

mengaplikasikan pengetahuan baru untuk mendorong perubahan yang sesuai/relevan

yang dikembangkan di Negara Bagian Missouri perlu menjadi perhatian karena berkaitan

dengan prinsip self regulated learner yang menjadi salah satu kunci pengembangan

keprofesian berkelanjutan pemimpin sekolah.

Perlunya Continuum dalam Model Perkembangan Kompetensi Pemimpin Sekolah

Penyempurnaan kompetensi pemimpin sekolah juga perlu menyertakan adanya sebuah

continuum atau semacam gradasi terhadap tahap-tahap perkembangan pemimpin sekolah

berdasarkan jenjang keahliannya (Alexander, 2003; Berliner, 1988; Bullough & Baumann, 1993;

Feiman-Nemser, 2001; Smagorinsky, Cook, & Johnson, 2003). Dengan demikian, semakin tinggi

tingkat kemahiran seorang pemimpin sekolah, semakin bertambah pula ekspektasi atas kinerja

atau performa yang diberikan untuk mengembangkan profesi dirinya, seperti beberapa negara

berikut ini (Barber et al, 2010):

● Di New York, Amerika Serikat, melalui program Kepala Sekolah Eksekutif sejak 2008,

kepala sekolah dengan performa tinggi diberi tugas tambahan (secondment) untuk

membantu mengembangkan sekolah lain dengan performa rendah selama minimum tiga

tahun, melalui pemberian insentif berupa rekognisi dan finansial.

● Di Singapura dan Negara Bagian Alberta di Kanada, diterapkan skema magang bagi kepala

sekolah berkompetensi tinggi untuk bekerja di Kementerian Pendidikan setempat sebagai

salah satu jalur track pengembangan diri.

Sebagai perbandingan, kembali ditinjau model continuum perkembangan kompetensi dari

Australia (Australian Institute for Teaching and School Leadership/AITSL) dan negara bagian

Missouri (the Missouri Leadership Development System/MLDS), Amerika Serikat.

Continuum dalam the Missouri Leadership Development System/MLDS

Dalam MLDS, kompetensi kepemimpinan kepala sekolah dikembangkan ke dalam empat tahapan

progresif: aspiring, emerging, developing dan transformational, dimana setiap level

Page 18: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

menunjukkan kenaikan perkembangan kompetensi kepemimpinan yang dimulai dari

tahap/program persiapan kepala sekolah (aspiring).

Tabel 2: Ilustrasi continuum perkembangan kompetensi MLDS untuk

kompetensi “melakukan observasi pembelajaran dan memberikan umpan balik bermakna

dan tepat waktu mengenai praktik mengajar guru dan respon siswa”

Level aspiring Level emerging Level developing Level transformational

Memahami dan terlibat dalam pemberian umpan balik secara bermakna yang berkaitan dengan praktik pembelajaran guru efektif

Mengobservasi pembelajaran di kelas dan memberikan umpan balik secara bermakna dan tepat waktu (timely) untuk membangun praktik pembelajaran guru secara efektif dan mendapatkan respon siswa

Mengobservasi pembelajaran di kelas dan memberikan umpan balik secara bermakna dan tepat waktu (timely) untuk membangun praktik pembelajaran guru secara efektif, dengan secara sadar mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan guru

Mengembangkan proses secara sistematis untuk pengembangan secara kontinyu praktik mengajar seluruh guru

Continuum dalam the Australian Institute for Teaching and School Leadership/AITSL

Dalam AITSL, dimensi kepemimpinan kepala sekolah yang termasuk dalam Lensa Kepemimpinan

Praktik profesional dan Lensa Leadership Requirement juga dikembangkan dalam sebuah continuum

yang terdiri dari empat level, sebagaimana diilustrasikan dalam tabel 3 berikut:

Tabel 3: Ilustrasi continuum perkembangan kompetensi AITSL untuk

kompetensi “mengembangkan diri sendiri dan orang lain”

Mempromosikan manfaat dari pembelajaran profesional kepada seluruh staf dan memastikan tumbuhkan keinginan belajar dari stafnya

Kepala sekolah melihat potensi kepemimpinan di stafnya dan memberikan kesempatan untuk berkembang

Kepala sekolah membangun kapasitas dengan menciptakan budaya pemberdayaan, tanggung jawab dan riset yang diarahkan sendiri yang

Kepala Sekolah menciptakan peran, tanggung jawab dan kesempatan yang menantang bagi pemimpin senior di antara stafnya untuk mengembangan diri.

Page 19: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Mengembangkan dan mengimplementasikan visi diri dan organisasi yang mengaitkan aktivitas pengembangan keprofesian dengan peningkatan hasil belajar siswa Bekerja dengan staf untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan kebutuhan pengembangan diri berdasarkan gaps antara deskripsi pekerjaan dengan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan staf. Kepala Sekolah mengaitkan pengembangan keprofesian dengan tujuan sekolah dan meminta dukungan pihak lain jika dibutuhkan

Mengidentifikasi dan mengimplementasikan kesempatan pengembangan diri bagi staf yang selaras dengan rencana pengembangan diri staf dan prioritas sekolah. Secara konsisten mengaplikasikan proses mendorong performa dan pengembangan diri sehingga keberhasilan dapat teridentifikasi, kegagalan dapat teridentifikasi dan ketidakkonsistenan dapat teratasi. Menyediakan staf dengan umpan balik reguler mengenai performa mereka, menentukan bersama-sama bagaimana staf dapat berbuat lebih baik lagi.

mendorong pada terwujudnya komunitas pembelajar. Mereka mengedepankan pentingnya kesehatan dan wellbeing, mengidentifikasi adanya tekanan/stress pada diri sendiri maupun staf dan mengatasinya. Memodifikasi kepemimpinannya berbasis pengalaman dan umpan balik dari kolega. Mengevaluasi apakah pengembangan diri yang dilakukan diri dan stafnya telah memberikan dampak pada siswa.

Membangun dan mempertahankan budaya coaching dan mentoring di semua level di sekolah dan memiliki sistem peer review dan umpan balik. Mereka mementor kepala sekolah lainnya untuk mendukung pengembangan diri mereka dan membantu mengatasi persoalan mereka. Mereka mencari kesempatan pengembangan diri dengan memperhatikan perkembangan lingkungan, regional, nasional maupun internasional.

Dalam AITSL, continuum model perkembangan kompetensi tersebut dipergunakan untuk

berbagai tujuan program oleh para pemangku kepentingan: i) refleksi diri para kepala sekolah

untuk memprioritaskan dan menilai perkembangan diri masing-masing, ii) program-program

pengembangan keprofesian yang berbasis pada profil kompetensi diri, iii) program keprofesian

berkelanjutan baik informal, lokal, internasional, personal, maupun grup oleh berbagai pihak, iv)

proses seleksi dan rekrutmen kepala sekolah, di mana para pemangku kepentingan dapat

Page 20: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

memahami profil kepala sekolah sebagai acuannya, v) regenerasi kepala sekolah, dan vi)

penilaian kinerja (performance review)

Kedua contoh di atas, baik AITSL maupun MLDS, dapat menjadi benchmarking bagi

pengembangan model perkembangan pemimpin sekolah di Indonesia dalam sebuah continuum

perkembangan kemahiran kompetensi. Dengan demikian, program-program yang berkaitan

dengan pengembangan diri, rekrutmen, regenerasi dan juga kebijakan lainnya dapat

melandaskan diri pada profil pemimpin sekolah yang sesuai pada continuumnya (tidak one size

fits all).

Page 21: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Penyempurnaan Dimensi dan Aspek Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia yang diusulkan memiliki 4 (empat)

dimensi, menggunakan istilah yang lebih menggambarkan karakteristik kinerja di profesi kepala

sekolah. Keempat dimensi tersebut dilengkapi dengan 12 aspek kompetensi—reklasifikasi dan

peringkasan 33 aspek kompetensi yang selama ini telah digunakan dalam Permendiknas no.13

tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Model kompetensi yang diusulkan

adalah sebagai berikut.

Model kompetensi ini dilengkapi dengan indikator dan penjenjangan kompetensi agar

Page 22: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

dapat menjadi acuan yang lebih bermakna bagi kepala sekolah dalam praktik dan dalam

pengembangan keprofesiannya. Penjelasan lebih jauh dan telaah pustaka tentang dimensi-

dimensi kompetensi akan dikemukakan bagian berikutnya.

Kategori Mengembangkan Diri dan Orang Lain

Kategori ini terdiri dari empat kompetensi yang berfokus pada kemampuan pemimpin

sekolah dalam membangun komunitas pembelajar di lingkungan sekolahnya. Berdasarkan Hattie

(2009) dan Robinson et al (2008), mengembangkan diri dan orang lain, termasuk ikut serta dalam

pembelajaran dan pengembangan guru baik formal maupun informal, termasuk perilaku

pemimpin sekolah yang paling efektif dalam mencapai hasil belajar siswa. Dalam model

kompetensi kepala sekolah sebelumnya, kategori ini termasuk dalam dimensi Kepribadian

(Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008).

Kompetensi 1: Menunjukkan kebiasaan refleksi untuk pengembangan diri secara mandiri

Kompetensi menunjukkan kebiasaan refleksi untuk pengembangan diri secara mandiri

ditunjukkan oleh pemimpin sekolah yang selalu secara aktif mencari pengetahuan baru yang

dibutuhkan untuk menunjang perannya, menerima saran dan masukan terkait kinerjanya sebagai

pimpinan, dan menggunakan pengetahuannya untuk meningkatkan praktik kepemimpinannya

sehari-hari di sekolah (Day, Harris, Hadfield, Tolley, and Beresford, 2000).

Pemimpin sekolah seperti ini melihat tantangan-tantangan yang terjadi di sekolahnya setiap hari

sebagai kesempatan untuk belajar, mencari solusi untuk mengatasi tantangan-tantangan

tersebut, dan mengembangkan kapasitas dirinya. Tantangan utama bagi pemimpin sekolah

adalah bagaimana tujuan belajar untuk murid di sekolahnya dapat tercapai (Day & Sammons,

2014). Untuk mengatasi tantangan ini, kepala sekolah harus mampu membuat perencanaan

program intervensi yang realistis (Hitt et al, 2018). Setelah rencana tersebut dijalankan,

pemimpin sekolah membuat refleksi dan evaluasi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan

dalam upaya mencapai tujuan belajar murid (Karadag, 2019; Wiyono, 2017).

Page 23: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Pemimpin sekolah melaksanakan pengembangan diri ini berdasarkan pada motivasi yang bersifat

intrinsik (Day & Sammons, 2014; Raihani, 2008). Dalam hal ini, pemimpin sekolah harus sadar

dan memahami bahwa menjadi pemimpin sekolah adalah sebuah amanah yang diberikan oleh

Tuhan Yang Maha Esa dan ungkapan iman dan takwa mereka (Raihani, 2006). Karenanya,

kompetensi ini merupakan bukti bahwa mereka menjunjung tinggi amanah ini dan mewujudkan

iman dan takwa mereka (Raihani & Gurr, 2006).

Kompetensi 2: Mengembangkan kompetensi warga sekolah untuk meningkatkan kualitas

belajar murid

Kompetensi mengembangkan kompetensi warga sekolah untuk meningkatkan kualitas belajar

murid terlihat dari perilaku pemimpin sekolah yang mencari potensi kepemimpinan dalam diri

tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolahnya (Crowther, Kaagan, Fergusson & Hann,

2002; Katzenmeyer & Moller, 2000; Moller, 2006).

Peningkatan kualitas belajar murid adalah tujuan utama dari pengembangan kompetensi guru

dan tenaga kependidikan (Nomnian & Arphattananon, 2017; OECD, 2009; York-Barr & Duke,

2004), dan karenanya, pemimpin sekolah memantau dan mengevaluasi kinerja mereka,

menyediakan kegiatan pengembangan profesional bagi mereka, dan mengkomunikasikan

dengan baik visi dan misi sekolah mereka terkait peningkatan kualitas belajar murid

(Sakulsumpaopol, 2010). Selain itu, pemimpin sekolah menemukenali ragam kebutuhan

pengembangan profesional guru dan mendampingi guru dalam meningkatkan kualitas belajar

murid, sehingga berujung pada kemauan dan kemampuan guru untuk merancang

pengembangan dirinya secara mandiri, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah

(Caldwell, 2014; Hallinger, 2012; OECD,2009).

Dalam mengembangkan kompetensi gurunya, pemimpin sekolah merangkul semua guru dan

membagikan kepemimpinannya bersama guru-gurunya untuk mencapai tujuan bersama, yaitu

peningkatan kualitas belajar murid (Moller, 2006). Pemimpin sekolah meyakini bahwa untuk

setiap peningkatan kinerja yang dituntut dari guru, kepala sekolah bertanggungjawab

menyediakan sarana bagi guru untuk memenuhi tuntutan itu. Sebaliknya, guru juga memahami

Page 24: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

bahwa setiap sarana yang diberikan untuk kemajuan kinerjanya, guru memiliki tanggung jawab

untuk menunjukkan peningkatan dalam kinerjanya (Elmore, 2002). Dengan demikian, sekolah

menjadi tempat guru berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, terlibat dalam karya

kolaboratif, dan bersama-sama bertanggung-jawab atas hasil dari karya mereka (Lambert, 1998).

Kompetensi 3: Berpartisipasi aktif dalam komunitas kepemimpinan sekolah maupun organisasi profesi

lain sebagai salah satu cara pengembangan karier

Kompetensi berpartisipasi aktif dalam komunitas kepemimpinan sekolah maupun organisasi

profesi lain sebagai salah satu cara pengembangan karir tampak dalam kesadaran pemimpin

sekolah akan pentingnya mengembangkan karir melalui pemelajaran profesional dalam

komunitas kepemimpinan sekolah dan organisasi profesi lain (ACDP, 2013; Day & Sammons,

2014). Pemimpin sekolah membangun jejaring dengan pemimpin dari sekolah lain dan terlibat

aktif dalam komunitas kepemimpinan sekolah ini sehingga bisa saling memberikan dukungan,

khususnya kepada pemimpin sekolah baru. Dalam komunitas ini, pemimpin sekolah secara rutin

berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang praktik baik kepemimpinan yang relevan dan

mengadaptasi pengetahuan itu untuk meningkatkan kompetensinya (Pont et al., 2008). Melalui

keterlibatan dalam komunitas maupun organisasi profesi, kepala sekolah mendukung

pemelajaran profesional rekan-rekan sejawatnya dan dirinya sendiri (Pont et al., 2008).

Selain itu, pemimpin sekolah bekerjasama secara aktif dengan organisasi profesi lainnya yang

memiliki keterkaitan dengan layanan yang diberikan oleh sekolah seperti layanan bimbingan

konseling dan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (PricewaterhouseCoopers,

2007). Secara umum, ini berarti pemimpin sekolah lebih banyak berupaya untuk terhubung

dengan rekan-rekan dari profesi lain daripada yang sebelumnya mereka lakukan (Barber,

Whelan, & Clark, 2010). Setelah terhubung dengan rekan-rekan seprofesi maupun dengan rekan-

rekan dari profesi lainnya, pemimpin sekolah memperkuat hubungan dengan mereka agar

memperoleh akses ke sumber pengetahuan yang dapat meningkatkan kinerja sekolah mereka

(Schleicher, 2009).

Kompetensi 4: Menunjukkan kematangan moral, emosi, dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik

Page 25: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

(integrity)

Dalam hal kematangan moral, emosi, spiritual serta integritas, beberapa aspek kompetensi

pemimpin sekolah berada dalam deskripsi yang sama seperti dalam model kompetensi guru.

Pemimpin sekolah perlu mendemonstrasikan kesesuaian praktik dan kebiasaan sesuai kode etik

dapat melaksanakan perilaku profesional secara beretika dan mengajarkan nilai-nilai tersebut

kepada siswa (Campbell, 2014). Berkaitan dengan hal tersebut, studi Raihani (2007) juga

menyatakan bahwa nilai “amanah”, yang terlihat dari pemimpin sekolah merasa bahwa

pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka patut dikerjakan sesempurna yang mereka bisa

lakukan, sebagai salah satu bentuk karakteristik pemimpin sekolah yang berhasil di Indonesia.

Dalam konteks internasional, studi Mehdinezhad (2016 menunjukan bahwa dimensi spiritual

well-being dapat memprediksi 12.7% dari perilaku kepemimpinan transformasional pemimpin

sekolah.

Kompetensi menunjukkan kematangan moral, emosional dan spiritual untuk berperilaku sesuai

kode etik terlihat dari karya dan perilaku pemimpin sekolah yang didasari pada nilai-nilai moral

(Manning, 2017) dan spiritual (Reyes, 2015), dan kematangannya dalam mengelola emosi

(Williams, 2017). Kematangan moral, emosional, dan spiritual ini dirasakan oleh warga

sekolahnya.

Pemimpin sekolah berpatokan pada kaidah-kaidah dasar kemanusiaan tentang apa yang benar

dan apa yang salah ketika mereka mengambil keputusan, membuat perencanaan, dan

mengambil tindakan (Campbel, 2008; Colnerud, 2006). Pemimpin sekolah menunjukkan perilaku

kepemimpinan yang etis ketika diperhadapkan pada masalah etika, dalam mengambil keputusan

untuk menyelesaikan masalah etika tersebut, (Özan, Özdemir, & Yirci, 2017).

Pemimpin sekolah menunjukkan motivasi intrinsik berdasarkan kasih altruistik dan aspek-aspek

spiritual yang diajarkan oleh agama dalam kepemimpinannya (Reyes, 2015). Pemimpin sekolah

meyakini bahwa pekerjaannya adalah amanah yang harus diemban sebaik-baiknya (Raihani,

2008). Praktik kepemimpinan seperti ini menunjukkan kepada seluruh warga sekolah bahwa

kehidupan setiap orang memiliki makna dan setiap orang membuat perbedaan (Fry, Matherly,

Whittington, & Winston, 2007).

Page 26: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Kategori Memimpin Belajar Mengajar

Kategori ini terdiri dari empat kompetensi yang berfokus pada kemampuan pemimpin

sekolah dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses pembelajaran di

sekolahnya. Menurut Hattie (2009) dan Robinson et al (2008), tugas pemimpin sekolah adalah

memimpin pembelajaran, seperti merencanakan, mengkoordinasikan dan mengevaluasi

pengajaran dan kurikulum (termasuk kunjungan kelas secara teratur, memberikan umpan balik

yang formatif dan sumatif kepada guru, serta pengawasan langsung atas kurikulum), serta

terlibat termasuk perilaku pemimpin sekolah yang paling efektif kedua setelah perilaku

“mengembangkan diri dan orang lain” dalam mencapai hasil belajar siswa. Dalam model

kompetensi kepala sekolah sebelumnya, kategori ini terkait dalam dimensi supervisi (Direktorat

Tenaga Kependidikan, 2008).

Aspek Kompetensi 5: Memimpin upaya membangun lingkungan belajar yang yang berpusat pada

murid

Kompetensi memimpin upaya membangun lingkungan belajar yang berpusat pada murid terlihat

dari kemampuan pemimpin sekolah mengembangkan dan merawat lingkungan sekolah yang

memfasilitasi pemelajaran murid (ACDP, 2016). Lingkungan sekolah tersebut haruslah aman dan

tertib sehingga baik guru maupun murid merasa aman dan terlindung dari segala macam bahaya

fisik maupun psikis (Mayer, Mullens, Moore & Ralph, 2000).

Untuk menciptakan lingkungan belajar seperti ini, pemimpin sekolah melakukan beberapa hal

berikut. Pemimpin sekolah memastikan bahwa lingkungan fisik sekolah tidak akan menyebabkan

murid membuat masalah di dalamnya. Selain itu, pemimpin sekolah membuat dan menerapkan

peraturan yang mengatur perilaku murid secara umum. Peraturan tersebut disertai konsekuensi

jika dilanggar. Pemimpin sekolah merancang program yang mendidik murid agar bisa disiplin dan

bertanggung jawab secara mandiri. Pemimpin sekolah merancang sistem yang bisa mengenali

secara dini siswa yang berpotensi melakukan tindakan kekerasan dan berperilaku ekstrim

(Marzano, Waters, & McNulty, 2005).

Page 27: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Pemimpin sekolah memberi arahan pada guru-gurunya untuk menciptakan lingkungan belajar

serupa di dalam kelas mereka masing-masing (Creemers & Reezigt, 1999). Lingkungan belajar

yang berkualitas akan memberikan waktu dan kesempatan yang cukup bagi guru untuk

melakukan proses pemelajaran di dalam kelas sehingga murid dapat meraih hasil yang baik

(Creemers, 1994).

Agar lingkungan belajar ini dapat terus terwujud, pemimpin sekolah secara rutin berinteraksi

dengan guru, tenaga kependidikan, dan murid (OECD, 2009). Guru dan tenaga kependidikan

dapat berkomunikasi secara terbuka antara satu sama lain dan dengan pemimpin sekolah (Day

& Sammons, 2014). Pemimpin sekolah dan guru-guru yang berada di bawah pengawasannya

mendengarkan masukan dan aspirasi murid agar lingkungan belajar bisa menunjang proses

belajar mengajar yang berpusat pada kebutuhan murid dan kondusif bagi pemelajaran yang

bermutu (Ham et al., 2019). Kompetensi memimpin upaya membangun lingkungan belajar yang

berpusat pada murid terlihat dari kemampuan kepala sekolah mengembangkan dan merawat

lingkungan sekolah yang memfasilitasi pemelajaran murid (ACDP, 2016). Lingkungan sekolah

tersebut haruslah aman dan tertib sehingga baik guru dan murid merasa aman dan terlindung

dari segala macam bahaya fisik maupun psikis (Mayer, Mullens, Moore & Ralph, 2000).

Aspek Kompetensi 6: Memimpin perencanaan dan pelaksanaan proses belajar yang berpusat

pada murid

Kompetensi memimpin perencanaan dan pelaksanaan proses belajar yang berpusat pada murid

diperlihatkan oleh pemimpin sekolah yang mendayagunakan guru untuk memaksimalkan proses

belajar mengajar untuk keberhasilan pemelajaran murid (OECD, 2009).

Pemimpin sekolah memastikan pendekatan yang dipakai guru untuk mengajar mendorong murid

untuk bertanggung jawab atas pemelajaran mereka sendiri dan guru berperan sebagai fasilitator

dan penyedia materi ajar yang efektif dalam menuntun murid mencapai tujuan belajar (Sullivan,

2009). Pemimpin sekolah menjadi teladan dan memberikan arahan kepada guru tentang

bagaimana proses belajar bisa berpusat pada murid. Pengajaran yang berpusat pada murid

Page 28: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

memberi tekanan lebih besar pada bagaimana murid belajar daripada bagaimana guru mengajar,

dan pengetahuan muncul dari interaksi sesama murid dan refleksi mereka atas ide dan

pengalaman mereka (Vavrus, Thomas, & Bartlett, 2011). Pemimpin sekolah memastikan bahwa

guru memperhitungkan aspek-aspek psikologis murid seperti kemampuan intelektual, motivasi

dan afeksi, interaksi sosial dalam belajar, dan perbedaan individual mereka dalam melaksanakan

proses pemelajaran. Untuk memastikan semua ini berjalan dengan baik, pemimpin sekolah

memberikan dukungan, umpan balik, dan keteladanan kepada guru dalam segala tahapan proses

belajar mengajar, mulai dari perencanaan, praktik pengajaran, dan asesmen (Marzano et al.,

2005; Sumintono et al., 2015).

Sekalipun pemimpin sekolah tetap merupakan pimpinan pendidikan di sekolah, guru-guru juga

mengaplikasikan kepemimpinan pembelajaran secara kolaboratif bersama kepala sekolah

(Reitzug, 1997). Dengan kata lain, kepala sekolah dan guru berdiskusi mengenai alternatif-

alternatif strategi pembelajaran, dan bekerja bersama sebagai “komunitas pembelajar” untuk

mencapai hasil belajar siswa (Blasé & Blase, 1999).

Aspek Kompetensi 7: Memimpin refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar yang berpusat

pada murid

Kompetensi memimpin refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar yang berpusat pada murid

terlihat dari kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data dan bukti dari proses pengajaran

dan hasil pemelajaran murid guna melakukan evaluasi praktik-praktik pengajaran di sekolah

(ACDP, 2013; Day & Sammons, 2014; Hitt et al., 2018). Pemimpin sekolah menyadari penilaian

atas kemajuan belajar murid adalah hal mendasar dalam setiap upaya perbaikan sekolah karena

keberhasilan pemelajaran di sekolah bergantung pada keefektifan penilaian yang dilakukan oleh

guru dan juga karena manfaat dari upaya perbaikan sekolah terlihat dari peningkatan di data

penilaian (Paris, 1998).

Pemimpin sekolah membimbing guru dalam membuat penilaian yang tujuan pertama dan

utamanya adalah meningkatkan motivasi murid untuk melakukan yang terbaik, baik dalam

Page 29: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

belajar maupun dalam pengerjaan tugas/tes (Paris, 1998; Corno, 1992). Pemimpin sekolah

memantau penilaian yang dilakukan guru dan menentukan bahwa: (1) penilaian bertujuan

meningkatkan pemelajaran yang bermakna, (2) hasil dari penilaian dapat menjadi umpan balik

yang segera, jelas, dan mudah dimengerti, (3) penilaian bersifat adil kepada semua murid tanpa

memandang latar belakang suku, agama, bahasa, dan budaya, (4) penilaian terdiri dari berbagai

macam produk seperti portfolio dan pertunjukan, dan (5) penilaian berjalan secara

berkesinambungan agar bisa menjadi bukti akan kemajuan pemelajaran murid (Paris & Ayres,

1994).

Pemimpin sekolah mendorong para gurunya untuk membuat penilaian yang juga menjadi

kegiatan pemelajaran di mana murid dapat belajar bersama temannya dan memahami lebih

dalam isi pelajaran (Baron, 1998). Pemimpin sekolah memastikan bahwa guru menggunakan

kriteria penilaian yang dipahami oleh murid sehingga murid dapat membedakan hasil belajar

yang luar biasa dengan hasil belajar yang biasa saja atau yang kurang memuaskan (Baron, 1998).

Pemimpin sekolah memastikan bahwa guru-gurunya memiliki kemampuan untuk merancang

penilaian yang berpusat pada murid dan memfasilitasi mereka untuk merefleksikan praktik-

praktiknya agar dapat merencanakan dan melakukan tindakan nyata untuk perbaikan kualitas

proses belajar mengajar (Caldwell, 2014; Ham et al., 2019).

Aspek Kompetensi 8: Melibatkan orang tua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah

Kompetensi melibatkan orangtua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah diperlihatkan oleh

kepemimpinan sekolah yang mampu mengomunikasikan dengan efektif perkembangan hasil pemelajaran

siswa kepada orangtua dan meningkatkan partisipasi aktif orang tua dalam menyukseskan pemelajaran

murid (Caldwell, 2014; Pont et al, 2008). Pemimpin sekolah menganggap penting kemitraan dengan

orangtua murid untuk memajukan capaian belajar murid sehingga mampu membangun kerjasama yang

sejati dengan mereka (Auerbach, 2010; Curry & Adams, 2014). Kemampuan melibatkan partisipasi orang

tua akan membangun sinergitas positif dalam pemelajaran.

Kerjasama yang sejati itu dapat diawali dengan kemampuan kepala sekolah untuk mengomunikasikan

dengan efektif perkembangan hasil pemelajaran murid kepada orangtua dan meningkatkan partisipasi

Page 30: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

aktif orang tua dalam menyukseskan pemelajaran murid (Caldwell, 2014; Pont et al, 2008). Untuk

meningkatkan pelibatan aktif mereka, pemimpin sekolah dapat mengundang orang tua untuk

menyampaikan pandangan mereka terkait cara mendidik anak dan kemudian mengajak orangtua untuk

menjadi mitra yang sejajar dalam menolong murid mencapai keberhasilan dalam belajar (Auerbach, 2009,

2010).

Agar dapat merangkul orang tua sebagai mitra yang sejajar dalam dalam meningkatkan kualitas belajar

murid, pemimpin sekolah harus mengetahui latar belakang sosial keluarga murid dan menyesuaikan

bentuk komunikasi dan pelibatan orang tua sebagaimana diperlukan (Marzano et al., 2005; Hitt et al,

2018). Pemimpin sekolah perlu menyadari bahwa murid datang dari lingkungan belajar yang berbeda-

beda, baik lingkungan rumah dan masyarakatnya, dan oleh sebab itu penting bagi pemimpin sekolah

untuk mempelajarinya (Auerbach, 2010). Dengan demikian, pemimpin sekolah memperoleh pandangan-

pandangan orangtua tentang apa yang mereka bisa lakukan untuk kemajuan belajar anak mereka dan

kemudian melibatkan orangtua dalam menyusun program yang sesuai dan efektif secara proaktif (Olivos,

2006).

Pemimpin sekolah membuka ruang untuk partisipasi aktif orang tua dalam proses belajar mengajar di

sekolah (Caldwell, 2014; Marzano et al., 2005). Orang tua dapat membawakan materi pengajaran yang

sesuai dengan keterampilan dan keahliannya pada saat-saat tertentu untuk memperkaya pemelajaran

murid (Sumarsono et al., 2016). Orang tua juga dapat diintegrasikan dalam proses perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi/refleksi pendidikan, sehingga pemelajaran dalam ruang kelas sesuai dengan

konteks kehidupan sehari-hari murid (Pan & Nyeu, 2019).

Kategori Memimpin Manajemen Sekolah

Kategori ini terdiri dari dua kompetensi yang berfokus pada kemampuan pemimpin

sekolah dalam proses operasional dan manajerial sekolahnya. Hampir semua pemimpin sekolah

di negara-negara berkinerja pendidikan tinggi berkata bahwa menentukan visi dan arah dan

memastikan sistem dan proses pengelolaan yang efektif, selain mendukung pengembangan para

staf, adalah faktor terbesar yang berkontribusi atas keberhasilan sekolah mereka (Barber et al,

2010). Dalam model kompetensi kepala sekolah sebelumnya, kategori ini terkait dalam dimensi

manajerial (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008).

Page 31: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Kompetensi 9: Memimpin upaya mewujudkan visi sekolah menjadi budaya belajar yang

berpihak pada murid

Kompetensi memimpin upaya mewujudkan visi sekolah berorientasi pada budaya belajar yang

berpihak pada murid tampak dalam kepala sekolah yang dapat menyusun dan

mengejawantahkan visi sekolah dengan partisipasi aktif dari warga sekolah (ACDP, 2016; Raihani,

2008). Visi sekolah tersebut mengarah pada penciptaan budaya belajar yang mengutamakan

murid (Hallinger, 2012). Pemimpin sekolah menjadikan kualitas akademik dengan standar yang

tinggi sebagai komponen utama dalam menetapkan visi sekolah karena sekolah adalah

komunitas belajar (Bryk, Lee, & Holland, 1993).

Pemimpin sekolah menunjukkan pemahamannya bahwa sebagai komunitas belajar, sekolah

mengadopsi pandangan holistik dalam pendidikan. Pandangan holistik tersebut memiliki tiga

dimensi yaitu (1) dimensi kognitif di mana cara belajar murid lebih diperhatikan daripada skor

mereka, (2) dimensi afektif di mana hubungan interpersonal antar warga sekolah adalah hal

penting karena itulah yang membuat murid merasa dihargai sebagai pribadi, dan (3) dimensi

ideologis di mana nilai-nilai inti, visi dan tujuan bersama dihidupi oleh seluruh warga sekolah

sehingga tercipta rasa kebersamaan yang erat (Schussler, 2003).

Pemimpin sekolah memastikan bahwa visi yang sudah ditetapkan menjadi budaya sekolah yang

mengakar kuat dan terwujud dalam kehidupan sehari-hari warga sekolah sehingga mereka tidak

perlu menghafal visi sekolah mereka lagi (Bryk et al., 1993). Mengingat bahwa konteks komunitas

belajar di sekolah bersifat dinamis, pemimpin sekolah perlu meninjau ulang dan mengevaluasi

visi sekolah mereka secara terus menerus (Schussler, 2003).

Jika visi sekolah dipandang sudah tidak lagi relevan, pemimpin sekolah segera memulai

pembicaraan tentang visi pembaharuan visi sekolah (Sergiovanni, 1996). Kemudian, pemimpin

sekolah melibatkan warga sekolah dalam melakukan pembaharuan visi dan program yang

mendukung, menghimpun dukungan dari warga lingkungan sekitar, serta mencoba pendekatan-

Page 32: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

pendekatan baru yang mewujudkan visi sekolah yang telah diperbaharui (Caldwell, 2014; Hairon

& Goh, 2019; Hitt et al., 2018). Kerjasama seluruh warga sekolah termasuk orangtua sangat

penting dilakukan agar proses pemelajaran bisa optimal (Coleman, Collinge, and Tabin, 1996).

Dengan demikian, sekolah berorientasi pada budaya belajar yang berdampak pada kemajuan

pemelajaran murid (ACDP, 2016; Karadag,2019).

Kompetensi 10: Memimpin dan mengelola program sekolah yang berdampak pada murid

Kompetensi memimpin dan mengelola program sekolah yang berdampak pada murid tampak

dalam pemimpin sekolah yang dapat menerjemahkan visi sekolah dalam program-program yang

menjawab kebutuhan belajar murid (Hallinger, 2012). Pemimpin sekolah bertekad menjalankan

program-program tersebut agar kualitas belajar murid bisa meningkat. Pemimpin sekolah

melaksanakan berbagai tindakan manajerial yang mendukung berjalannya program tersebut, di

antaranya mendapatkan dan mengelola sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan

program, memimpin pertemuan berkala untuk mengevaluasi program, memotivasi warga

sekolah dalam menjalankan program, dan menjadi teladan dalam pelaksanaan program yang

berdampak pada murid (Hallinger, 2012; Marzano et al., 2005; Raihani, 2008).

Kurikulum dan pengajaran adalah dua elemen penting yang menjadi fokus pemimpin sekolah

dalam upayanya meningkatkan program sekolah (Dimmock & Lee, 2000; Furney, Aiken, Hasazi,

& Keefe, 2005). Karena itu, pemimpin sekolah harus melakukan upaya agar program yang ia

pimpin dan kelola tidak membedakan antara sekolah sebagai organisasi dan sekolah sebagai

tempat di mana proses belajar mengajar berlangsung. Selain itu, pemimpin sekolah menunjukkan

pemahamannya akan kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat dan pemerintah setempat dan

menggunakan pengetahuannya akan kebijakan-kebijakan tersebut untuk merancang,

menjalankan, mengevaluasi program-program sekolah agar sejalan dengan mandat dari

pemerintah, tanpa kehilangan fokus pada kebutuhan belajar murid (Furney et al., 2005).

Page 33: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Kategori Memimpin Pengembangan Sekolah

Kategori ini terdiri dari dua kompetensi yang berfokus pada kemampuan pemimpin sekolah

dalam melakukan inovasi atau transformasi sekolahnya demi hasil belajar yang lebih baik melalui

pemanfaatan sumber daya yang tersedia di lingkungannya. Hattie (2009) mengategorikan

dimensi kompetensi ini sebagai “strategic resourcing”, sementara Marzano et al (2005)

menyebutnya sebagai perilaku pemimpin sekolah “aktif menantang status quo”. Dalam model

kompetensi kepala sekolah sebelumnya, kategori ini terkait dalam dimensi kewirausahaan

(Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008).

Kompetensi 11: Memimpin program pengembangan sekolah agar optimal mendukung proses

belajar murid dan relevan dengan kebutuhan dan tantangan komunitas sekitar sekolah

Kompetensi memimpin perbaikan program dan perubahan sekolah agar optimal mendukung proses

belajar murid ditunjukkan oleh pemimpin sekolah yang dapat mengembangkan sekolah secara

komprehensif dengan berorientasi pada peningkatan pemelajaran murid melalui program-program yang

senantiasa ditingkatkan mutunya (Hallinger, 2012; Meikin et al., 2017).

Pemimpin sekolah menyadari bahwa mewujudkan perbaikan program secara efektif bergantung pada

dirinya yang memimpin proses perbaikan tersebut di sekolahnya (Gawlik, 2015; Young & Lewis, 2015).

Pemimpin sekolah menggunakan perbaikan program sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja sekolah,

merumuskan tujuan perbaikan yang jelas, mengembangkan kemampuan dan pengetahuan guru dan

tenaga kependidikan, dan yang terutama memastikan pendidikan di sekolah mereka berkualitas tinggi

(Gawlik, 2015). Pemimpin sekolah juga menanggapi secara strategis tuntutan kebijakan dari pemerintah

setempat maupun pusat (Elmore, 2006). Karena itu, pemimpin sekolah menjadi agen perantara yang

secara kreatif mengembangkan strategi yang dapat menyatukan tujuan perbaikan program sekolah

dengan tuntutan perbaikan dari pemerintah (Saltrik, 2010; Weick, 2009).

Pemimpin sekolah mengendalikan evaluasi diri sekolah sebagai pijakan untuk menentukan langkah-

langkah perubahan sekolah, dengan melibatkan warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah

(ACDP, 2016; Day & Sammons, 2014). Dalam melakukan pengembangan atau transformasi sekolah, kepala

sekolah mendemonstrasikan tiga fokus: misi (mengembangkan visi bersama sekolah, membangun

konsensus mengenai tujuan dan prioritas sekolah), performa/kinerja (menentukan ekspektasi tinggi,

Page 34: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

memberi dukungan secara individu dan memberikan stimulasi intelektual, dan budaya (memperkuat nilai

organisasi, budaya sekolah produktif, kolaborasi dan partisipatif) (Mark & Printy, 2003). Keterlibatan

seluruh warga sekolah dalam perbaikan program sekolah menjamin keberlangsungan proses perbaikan

program (Nocon, 2004).

Kompetensi 12: Melibatkan orangtua dan komunitas dalam pembiayaan dan pengembangan

sekolah

Kompetensi melibatkan orangtua dan komunitas dalam pembiayaan dan pengembangan sekolah

ditunjukkan oleh kemampuan pemimpin sekolah mengomunikasikan pentingnya dan dampak

dari pengembangan sekolah terhadap kemajuan pemelajaran murid kepada kepada orangtua

dan masyarakat (Caldwell, 2014; Nomnian & Arphattananon, 2017; Marzano et al., 2005).

Pemimpin sekolah membentuk organisasi orang tua murid agar orang tua murid dapat

berkomunikasi secara langsung dengan pihak sekolah dengan cara yang terstruktur (Pakseresht

& Ahari, 2014). Pemimpin sekolah menggunakan organisasi orang tua murid sebagai wadah

untuk saling berkonsultasi tentang masalah-masalah sekolah (Ekundayo & Alonge, 2012; Shakur,

2012). Selain itu, pemimpin sekolah membentuk komite sekolah di mana perwakilan sekolah,

orang tua murid, ahli pendidikan, anggota Suku Dinas Pendidikan setempat, dan anggota

masyarakat lainnya, mengambil peran dalam pengembangan sekolah (Raihani, 2011). Pemimpin

sekolah menjadikan komite sekolahnya sebagai jembatan antara sekolah dan masyarakat.

Orang tua dan masyarakat disediakan beragam peran yang dapat dipilih dalam upaya

pengembangan sekolah, termasuk dalam hal pembiayaan sekolah (Fitriah et al., 2013;

Sumarsono et al., 2016). Tiga peran utama yang bisa dimainkan oleh organisasi orang tua murid

dan komite sekolah adalah penyumbang dana, pengambil keputusan, dan ‘pengawas sekolah’

(Raihani, 2011). Peran ‘pengawas sekolah’ ada karena banyak orang tua murid dan anggota

komite sekolah tertarik dengan bagaimana uang, baik yang diterima dari pemerintah maupun

yang diterima dari orang tua murid, digunakan untuk kepentingan pengembangan sekolah dan

kemajuan pemelajaran murid. Pemimpin sekolah mengadakan pertemuan rutin untuk mengajak

orang tua mengambil keputusan bersama terkait pengembangan sekolah (Povey et al., 2016) dan

Page 35: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

secara transparan melaporkan kemajuan program pengembangan sekolah beserta dana yang

dipakai (Raihani, 2011).

Page 36: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Daftar Pustaka

ACDP (Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership). (2013). School and

Madrasah principals and supervisors competencies baseline study. Jakarta: Badan Penelitian

dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

ACDP (Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership). (2013). Evaluasi

program penyiapan kepala sekolah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Auerbach, S. (2009). Walking the walk: Portraits in leadership for family engagement in urban

schools. School Community Journal 19(1), 9–32.

Auerbach, S. (2010). Beyond coffee with the principal: Toward leadership for authentic school-

family partnerships. Journal of School Leadership, 20, 728 – 757.

Australian Institute for Teaching and School Leadership (AITSL). (2014). “Australian Professional Standard for Principals and the Leadership Profile"

Barber, M., Whelan, F. and Clark, M. (2010) Capturing the Leadership Premium: How the World's

Top School Systems Are Building Leadership Capacity for The Future.

Baron, J. B. (1998). In N. M. Lambert & B. L. McCombs (Eds.) How students learn: Reforming schools through learner-centered education (pp. 211 – 240). Washington, D.C.: American Psychological Association.

Blase, J., & Blase, J. (1999). Principals’ instructional leadership and teacher development: Teacher

perspectives. Educational Administration Quarterly, 35, 349-378.

Bloom, Nicholas, Renata Lemos, Raffaella Sadun, and John Van Reenen. 2015. “Does Management Matter in Schools?” Economic Journal 125 (584): 647–74.

Bryk, A. S., Lee, V. E., & Holland, P. B. (1993). Catholic schools and the common good. Cambridge,

MA: Harvard University Press.

Caldwell, B. (2014). Thematic literature review for component 2. Performance Oversight and

Monitoring: Jakarta.

Campbell, E. (2008). Teaching ethically as a moral condition of professionalism. In L.P. Nucci & D.

Narvaez (Eds.), Handbook of moral and character education. (pp. 601-617). New York, NY:

Routledge.

Coleman, P., Collinge, J., & Tabin, Y. (1996). Learning together: The student/parent/teacher triad.

Page 37: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

School Effectiveness and School Improvement, 7(4), 361–382.

Colnerud, G. (2006). Teacher ethics as a research problem: Syntheses achieved and new issues.

Teachers and Teaching: Theory and Practice, 12(3), 365-385.

Corno, L. (1992). Encouraging students to take responsibility for learning and performance. The

Elementary School Journal, 93(1), 69-83.

Creemers, B.P.M. (1994) The Effective Classroom, London: Cassell.

Creemers, B. P. M. & Reezigt, G. J. (1999). The role of school and classroom climate in elementary

school learning environments. In H. J. Freiberg (Ed.), School climate: Measuring, improving

and sustaining healthy learning environments. (pp. 30 – 48). Philadelphia, PA: Taylor &

Francis.

Crowther, F., Kaagan, S. S., Ferguson, M., & Hann, L. (2002). Developing teacher leaders: How teacher

leadership enhances school success. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.

Curry, K. A., & Adams, C. M. (2014). Parent social networks and parent responsibility: Implications

for school leadership. Journal of School Leadership, 24(5), 918-948.

Day, C., Harris, A., Hadfield, M., Tolley, H., & Beresford, J. (2000). Successful Leadership in Times of

Change. Buckingham: Open University Press

Day, C., & Sammons, P. (2014). Successful school leadership. Reading: Education Development Trust.

Dewantara, K. H. (2009). Menuju manusia merdeka. Yogyakarta, Indonesia: Leuitka.

Dinham, S. (2005). Principal leadership for outstanding educational outcomes. Journal of Educational

Administration, 43(4), 338–356.

Dimmock, C., & Lee, C. K. (2000, Summer). Redesigning school-based curriculum leadership: A cross-

cultural perspective. Journal of Curriculum and Instruction, 15(4), 332–358.

Ekundayo, H. T., & Alonge, H. O. (2012). Strengthening the roles of Parent Teacher Association in

secondary schools for better community participation in educational development in Nigeria.

Journal of Educational and Developmental Psychology, 2(2), 16

Page 38: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Elmore, R. F. (2002). Bridging the gap between standards and achievement: The imperative for

professional development in education. Washington, DC: Albert Shanker Institute. Retrieved

March 27, 2020, from http://www.shankerinstitute.org/Downloads/Bridging_Gap.pdf

Elmore, R. (2006), “Leadership as a practice of improvement”, presented at the International

Conference of Perspective on Leadership for Systemic Improvement, London, July.

Fitriah, A., Sumintono, B., Subekti, N. B., & Hassan, Z. (2013). A different result of community

participation in education: an Indonesian case study of parental participation in public

primary schools. Asia Pacific Education Review, 14(4), 483-493.

Fry, L., Matherly, L., Whittington, J., & Winston, B. (2007). Spiritual leadership as an integrating

paradigm for servant leadership. In Singh-Sengupta, S., & Fields, D., (Eds.), Integrating

Spirituality and Organizational Leadership, (pp. 82-92). Macmillan India Ltd.

Fryer, Roland G., Jr. 2017. “Management and Student Achievement: Evidence from a Randomized

Field Exper- iment.” NBER Working Paper 23437, National Bureau of Economic Research,

Cambridge, MA.

Fullan, M. (2014). The principal: Three keys to maximizing impact. San Francisco: Jossey-Bass.

Furney, K. S., Aiken, J., Hasazi, S., & Clark/Keefe, K. (2005). Meeting the needs of all students:

Contributions of effective school leaders. Journal of School Leadership, 15(5), 546-570.

Gawlik, M.A. (2015), Shared sense-making: how charter school leaders ascribe meaning to

accountability, Journal of Educational Administration, 53(3), 393-415.

Gurr, D., Drysdale, L., & Mulford, B. (2005). Successful principal leadership: Australian case studies.

Journal of Educational Administration, 43(6), 539–551.

Gurr, D. & Raihani. (2006). Value-driven school leadership: An Indonesian perspective. Leading and

Managing, 12(1), 121.

Hairon, S., & Goh, J. W. P. (Eds.). (2019). Perspectives on School Leadership in Asia Pacific Contexts.

Springer.

Hallinger, P. (2012). School Leadership that Makes a Difference: Lessons from 30 Years of

International Research. Roma: Ministry of Education.

Hallinger, P., & Heck, R. H. (1998). Exploring the principal’s contribution to school effectiveness:

1980–1995. School Effectiveness and School Improvement, 9(2), 157–191.

Page 39: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

Ham, S. H., Kim, B. C., & Kim, W. J. (2019). Leadership for instructional uncertainty management:

Revisiting school leadership in South Korea’s context of educational reform. In Perspectives

on School Leadership in Asia Pacific Contexts(pp. 133-148). Springer, Singapore.

Hattie, J. (2009). Visible Learning. London and New York: Routledge.

Hitt, D. H., Woodruff, D., Meyers, C. V., & Zhu, G. (2018). Principal competencies that make a

difference: Identifying a model for leaders of school turnaround. Journal of School

Leadership,28(1), 56-81.

Huffman, J. B., Hipp, K. A., Pankake, A. M., & Moller, G. Professional learning communities:

Leadership, purposeful decision making, and job-embedded staff development. Journal of

School Leadership, 11, 448 – 463.

Karadag, E. (2019). The effect of educational leadership on students’ achievement: a cross-cultural

meta-analysis research on studies between 2008 and 2018. Asia Pacific Education Review, 1-

16.

Katzenmeyer, M., & Moller, G. (2000). Awakening the sleeping giant: Helping teachers develop as

leaders. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.

Kusmanto, B.; & Adi-Widodo, S. (2016) Pola Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara. Dalam Jurnal

Managemen Pendidikan Vol 11 no.2, Januari 2016: 18-29.

Lambert, L. (1998). Building leadership capacity in schools. Alexandria, VA: Association for

Curriculum and Supervision Development.

Leithwood, Day, Sammons, Harris, Hopkins, Seven Strong Claims about Successful School Leadership, 2006.

Leithwood, K., Harris, A., & Hopkins, D. (2008). Seven strong claims about successful school

leadership. School Leadership and Management, 28(1), 27–42.

Manning, K. (2017). Moral and ethical leadership: one principal’s beliefs and practices. (Unpublished

doctoral dissertation). University of Toronto

Marks, H. M., & Printy, S. M. (2003). Principal leadership and school performance: An integration of

transformational and instructional leadership. Educational Administration Quarterly, 39(3),

370-397.

Marzano, R. J., Waters, T., & McNulty, B. A. (2005). School leadership that works: From research to

results. ASCD.

Mayer, D. P., Mullens, J. E., Moore, M. T., & Ralph, J. (2000). Monitoring school quality: An indicator’s

Page 40: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

report. Washington, DC: U.S. Department of Education, National Center for Education

Statistics.

Mehdinezhad, V., & Nouri, F. (2016). The relationship between elementary school principals’

transformational leadership and spiritual well-being. Management in Education, 30(2), 42-49.

Moller, G. (2006). Teacher leadership emerges within professional learning communities. Journal of

School Leadership, 16, 520 – 533.

Mei Kin, T., Abdull Kareem, O., Nordin, M. S., & Wai Bing, K. (2018). Principal change leadership

competencies and teacher attitudes toward change: the mediating effects of teacher change

beliefs. International Journal of Leadership in Education, 21(4), 427-446.

Missouri Leadership Development System. (2010). “Executive Summary”.

Nannyonjo, Harriet. 2017. “Building Capacity of School Lead- ers: Strategies That Work, Jamaica’s

Experience.” Work- ing paper, World Bank, Washington, DC.

Nomnian, S., & Arphattananon, T. (2018). School Administrators' Competencies for Effective English

Language Teaching and Learning in Thai Government Primary Schools. IAFOR Journal of

Education, 6(2), 51-69.

Nocon, H.D. (2004), “Sustainability as process: community education and expansive collaborative

activity”, Educational Policy, 18(5), 710-732.

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (2009). Creating effective

teaching and learning environments: First results from TALIS. Paris: OECD Publications.

Olivos, E. M. (2006). The power of parents: A critical perspective of bicultural parent involvement in

public schools. New York: Lang.

Özan, M. B., Özdemir, T. Y., & Yirci, R. (2017). Ethical leadership behaviours of school administrators

from teachers’ point of view. Foro de Educación, 15(23), 161 – 184. .

Pan, H. L. W., & Nyeu, F. Y. (2019). Changing Practices of School Leadership in Taiwan: Evolving

Education Reforms. In Perspectives on School Leadership in Asia Pacific Contexts(pp. 47-60).

Springer, Singapore.

Pakseresht, S., & Ahari, A. E. (2014). Investigating the effectiveness of parent-teacher association

activities in elementary schools of region 8 of Tehran. Arabian Journal of Business and

Management Review 3(11a), 194 – 202

Paris, S. G. (1998). Why learner-centered assessment is better than high-stakes testing. In N. M.

Lambert & B. L. McCombs (Eds.) How students learn: Reforming schools through learner-

Page 41: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

centered education (pp. 189 – 209). Washington, D.C.: American Psychological Association.

Paris, S. G. & Ayres, L. R. (1994). Becoming reflective students and teachers with authentic

assessment. Washington, D.C.: American Psychological Association.

Pont, B., Nusche, D., & Moorman, H. (2008). Improving school leadership, Volume 1: Policy and

practice. Paris: OECD Publications.

Povey, J., Campbell, A. K., Willis, L. D., Haynes, M., Western, M., Bennett, S., ... & Pedde, C. (2016).

Engaging parents in schools and building parent-school partnerships: The role of school and

parent organisation leadership. International Journal of Educational Research, 79, 128-141.

PricewaterhouseCoopers (2007), Independent Study into School Leadership: Main Report,

Department for Education and Skills, London.

Raihani. (2011). Best Practices of SBM: Community participation in schools in Indonesia in Sakhiyya,

Z., Arsana, I.M.A. and Ramadewi, M. (Eds) Education Counts! The Contribution of Indonesian

Students Studying Overseas for Education in Indonesia. Chapter 3, pages 39-58. Yogyakarta:

Yogyakarta Insight Media

Raihani. (2008). An Indonesian model of successful school leadership. Journal of Educational

Administration, 46(4), 481-496.

Reitzug,U. C. (1997). Images of principal instructional leadership: From supervision to collaborative

inquiry. Journal of Curriculum Supervision, 12, 356-366.

Reyes, D. M. (2015). The role of spirituality in the decisions and actions of Latino principals.

(Doctoral dissertation). The University of Texas at San Antonio

Robinson, Viviane M. J., Claire A. Lloyd, and Kenneth J. Rowe. 2008. “The Impact of Leadership on

Student Out- comes: An Analysis of the Differential Effects of Leader- ship Types.” Educational

Administration Quarterly 44 (5): 635–74.

Saltrick, S. (2010), “Making sense of accountability: a qualitative exploration of how eight New York

City high school principals negotiate the complexity of today’s accountability landscape

(Doctoral dissertation).

Sakulsumpaopol, N. (2010). The roles of school principals in implementing change in elementary and

secondary schools in Thailand. (Unpublished doctoral dissertation). Victoria University,

Australia.

Schleicher, A.K. (2009). From Finland to Kyrgyzstan: A Changing Landscape. School Administrator.

66(3): 26-7.

Schussler, D. L. (2003). Schools as learning communities: Unpacking the concept. Journal of school

Page 42: Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia

Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah

GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020

leadership, 13(5), 498-528.

Shakur, C. R. (2012). An analysis of barriers to and strategies for improving parent engagement

(Master’s thesis). Chicago, U.S.A: Loyola University. Retrieved from

http://ecommons.luc.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1727&context=luc_theses.

Sullivan, L. E. (Ed.). (2009). The SAGE glossary of the social and behavioral sciences. Sage.

Sumarsono, R. B., Imron, A., Wiyono, B. B., & Arifin, I. (2016). Parents' Participation in Improving the

Quality of Elementary School in the City of Malang, East Java, Indonesia. International

Education Studies, 9(10), 256-262.

Sumintono, B., Sheyoputri, E. Y., Jiang, N., Misbach, I. H., & Jumintono. (2015). Becoming a principal

in Indonesia: possibility, pitfalls and potential. Asia Pacific Journal of Education, 35(3), 342-

352.

Vavrus, F., Thomas, M., & Bartlett, L. (2011). Ensuring quality by attending to inquiry: Learner-

centered pedagogy in Sub-Saharan Africa. Fundamentals of Teacher Education

Development—4. Addis Ababa, Ethiopia: UNESCO International Institute for Capacity Building

in Africa.

Wiyono, B. B. (2018). The effect of self-evaluation on the principals’ transformational leadership, teachers’ work motivation, teamwork effectiveness, and school improvement. International Journal of Leadership in Education, 21(6), 705-725.

Weick, K.E. (2009). Making Sense of the Organization, Volume 2: The Impermanent Organization.

New York, NY: John Wiley. Williams, A. M. (2017). Emotional and social competencies of a principal school leader. (Doctoral

dissertation). The University of Illinois at Urbana-Champaign.

Yasin, M., Mustamin and Tahir, L.M. (2013). Principal competencies and the achievement of the National Education Standard in Indonesia. International Journal of Humanities and Social Science Invention. 2(8): 31-36. http://www.ijhssi.org/papers/v2(8)/Version-2/F0282031036.pdf

York-Barr, J., & Duke, K. (2004). What do we know about teacher leadership? Findings from two decades of scholarship. Review of educational research, 74(3), 255-316.

Young, T. and Lewis, W.D. (2015), “Educational policy implementation revisited”, Educational Policy, 29(1), 3-17.