kajian model kompetensi kepemimpinan sekolah indonesia
TRANSCRIPT
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Kajian Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia
Tim Penyusun: Patrya Pratama1, Iwan Syahril2, Itje Chodidjah3, Isabella Tirtowalujo4, Budi
Setiawan Muhamad5, dan Tim Peneliti Program TASS6
“You can’t improve schools without leaders.” (Barber, Miller, dan Clark, 2010)
Kualitas kepemimpinan berdampak signifikan terhadap efektivitas sekolah (Hallinger dan Heck
1998; Gurr et al. 2005; Leithwood et al. 2008; Dinham 2005; Fullan 2014). Peran pemimpin sangat
krusial dalam membawa perubahan dalam kualitas belajar siswa. Walaupun banyak faktor-faktor
lain yang juga mempengaruhi kualitas belajar siswa, seperti pengajaran guru di kelas (Leithwood,
et al. 2006), pemimpin sekolah memegang peranan penting dalam mensinergikan berbagai
macam variabel-variabel yang ada di dalam dan luar sekolah, agar semua murid dapat belajar
dengan baik.
Sebuah studi International Review of School Leadership dilakukan melalui kolaborasi McKinsey
1Direktur Eksekutif INSPIRASI Foundation, non profit yang fokus mengembangkan keprofesian berkelanjutan kepala sekolah, dan anggota dewan pakar Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan. Dual degree Master of Public Policy/Administration Lee Kuan Yew School of Public Policy, NUS dan London School of Economics and Public Policy. 2 PhD di bidang Kebijakan Pendidikan, Michigan State University; PhD di bidang Pendidikan Guru, Michigan State University; Ed.M. di bidang Kurikulum dan Pengajaran, Teachers College, Columbia University; M.A. di bidang Pendidikan Menengah (TESOL/Literacy), Teachers College, Columbia University 3PhD di bidang Pendidikan Bahasa Inggris, fokus pada pelatihan dan pengembangan profesional guru dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. MA bidang pendidikan bahasa Inggris University of Warwick, Inggris. 4 Asisten Direktur The Asian Studies Center, Michigan State University. Sebelumnya bekerja sebagai konsultan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah di beberapa program pendidikan yang dikelola lembaga pembangunan internasional, termasuk UNICEF dan the Asian Development Bank. Area keahlian mencakup pembangunan kapasitas, knowledge management, technical report development, dan studi atau reviu sektoral mengenai perencanaan strategis pendidikan. 5 Peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), magister psikologi mayoring psikologi industri dan organisasi dengan minoring psikologi pendidikan di Universitas Airlangga, sertifikasi pendidik sebagai ahli kompetensi dalam kerja, ketua Kampus Guru CIkal yang menginisiasi Komunitas Guru Belajar, organisasi profesi guru yang didirikan dan diurus oleh guru. 6Program TASS (Technical Assistance for Education System Strengthening) adalah program kemitraan antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia. TASS bertugas untuk menyediakan dukungan teknis bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Bappenas dalam upaya untuk memperkuat sistem pendidikan di Indonesia.
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
& Company dengan the National College for Leadership of Schools and Children’s Services di
tahun 2010 (Barber, Miller, dan Clark, 2010). Studi ini mengkaji kepemimpinan sekolah di
sejumlah negara-negara yang dinilai memiliki sistem pendidikan bagus seperti Kanada, Inggris,
Amerika Serikat, Selandia Baru, Belanda, Singapura, dan Australia. Negara-negara ini memiliki
performa yang sangat baik di tes-tes internasional, atau menunjukkan peningkatan performa,
dan melakukan praktik-praktik baik dalam kepemimpinan sekolah. Melalui kajian literatur,
interview dengan para ahli, pengambil kebijakan, pemimpin-pemimpin sekolah, dan survei, studi
ini menyimpulkan bahwa, lepas dari variasi konteks, kepemimpinan sekolah memegang peranan
penting dalam hasil belajar siswa. Karena itu, peningkatan kapasitas kepemimpinan harus
menjadi prioritas utama semua negara.
Barber, Miller, dan Clark (2010) menjelaskan bahwa kepala sekolah yang berkualitas tinggi di
negara-negara dalam studi ini lebih menekankan fokus pada kepemimpinan pembelajaran
(instructional leadership) dan mengembangkan kemampuan guru-guru di sekolah mereka.
Orientasi kepala sekolah ini bukan lagi pada masalah administratif dan operasional melainkan
pada peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran. Keterampilan yang paling diutamakan
para sekolah ini adalah keterampilan untuk melatih/membimbing (coaching) guru dan staf
lainnya dan mendukung perkembangan mereka.
Ada delapan kesimpulan studi yang dilakukan McKinsey & Company dengan the National College
for Leadership of Schools and Children’s Services tersebut. Pertama, bentuk kepemimpinan yang
sangat diperlukan untuk kesuksesan sekolah-sekolah adalah kepemimpinan yang berfokus pada
pengajaran, pembelajaran, dan manusia yang ada di sekolah. Kedua, kepala sekolah yang
menunjukkan kinerja terbaik memiliki fokus lebih besar pada kepemimpinan pembelajaran
(instructional leadership) dan pengembangan guru-guru di sekolah tersebut. Ketiga, perlu
kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik dalam sistem yang mendukung penguatan kapasitas
kepemimpinan. Keempat, untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan dalam sebuah sistem
pendidikan diperlukan upaya untuk mengembangkan kader-kader kepemimpinan dengan
memberikan kesempatan pengalaman dan dukungan. Kelima, cara terbaik pemimpin belajar
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
adalah melalui pembelajaran dalam konteks dan dari berbagai sumber yang beragam, seperti
kolega, atasan, sumber-sumber daring, dan pelatihan formal. Keenam, pemilihan pemimpin
sekolah adalah salah satu keputusan terpenting dalam sebuah sistem pendidikan. Untuk itu
dibutuhkan sebuah komite seleksi yang memiliki kemampuan yang diperlukan dalam melakukan
pengambilan keputusan penting ini. Ketujuh, seleksi pemimpin dan pengembangan kapasitasnya
harus dilihat sebagai bagian kerja utama untuk sekolah dan sistem pendidikan. Kedelapan,
pemimpin level menengah (seperti pengawas sekolah, kepala dinas) perlu mendukung kepala
sekolah yang lebih lemah, melakukan pelatihan/pengembangan keprofesian, mengelola
pembelajaran para pemimpin sekolah yang ada di daerahnya, menguatkan sistem suksesi
kepemimpinan, dan menguatkan dan mengelola akuntabilitas.
Sebuah studi mancanegara lainnya yang dilakukan oleh The National Bureau of Economic
Research (NBER), sebuah organisasi riset nonprofit terkemuka di Amerika meneliti hubungan
kualitas manajemen sekolah terhadap hasil belajar murid di berbagai negara (Inggris, Swedia,
Kanada, Amerika Serikat, Jerman, Brazil, Italia, dan India (Bloom, Lemur, Sadun, dan Van Rennen,
2015). Indikator kualitas manajemen dalam studi ini terdiri atas operasi, pengawasan, penentuan
target, dan manajemen sumber daya manusia. Data diambil dari 1800 sekolah yang mengajar
anak-anak usia 15 tahun di delapan negara. Salah satu kesimpulan studi ini adalah ada korelasi
positif antara kualitas manajemen dengan hasil belajar murid. Secara spesifik, temuan studi ini
menunjukkan peningkatan indeks manajerial sebesar satu standar deviasi berasosiasi dengan
peningkatan hasil belajar siswa sebesar 0.232 hingga 0.425 standar deviasi. Selain itu studi ini
menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang beroperasi dengan otonomi yang lebih besar memiliki
performa manajemen yang lebih bagus. Kuncinya ada pada bagaimana otonomi tersebut
dipergunakan, yang berpusat pada dua hal utama: 1) kepemimpinan kepala sekolah yang
bertanggung jawab pada sebuah badan eksternal; dan 2) kepemimpinan sekolah yang memiliki
sebuah strategi jangka panjang yang koheren.
Karena itulah, dalam rangka mendukung keberhasilan belajar murid untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional Indonesia, ketersediaan kepemimpinan sekolah yang kompeten mutlak
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
diperlukan. Kepala sekolah yang kompeten akan dapat melaksanakan tugasnya lebih optimal
terutama dalam menghadapi arus kemajuan zaman dan teknologi yang serba pesat saat ini.
Diperlukan serangkaian kompetensi mendasar untuk melakukan inovasi dalam pengelolaan
pembelajaran agar seluruh gurunya dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar yang
kreatif dan sesuai tuntutan kehidupan abad 21. Pada akhirnya pemimpin sekolah harus dapat
mengelola seluruh kegiatan yang menyiapkan murid-murid Indonesia agar mampu menghadapi
berbagai tantangan di Abad ke-21, menjadi pelajar yang berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis,
kreatif, bergotong royong dan berkebinekaan global. pemimpin sekolah yang kompeten adalah
ujung tombak kemajuan pendidikan suatu negara. Melalui pemimpin sekolah yang kompeten,
akan tercipta SDM Unggul, Indonesia Maju.
Pemimpin Sekolah Kompeten berdasarkan Filosofi Ki Hajar Dewantara
Dalam kajian terhadap kepemimpinan sekolah yang perlu dibangun dan dipraktikkan oleh
seluruh pemimpin sekolah di Indonesia, kita perlu merujuk filosofi Bapak Pendidikan Indonesia,
Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidik harus dengan sepenuh hati
dan segenap daya upaya untuk melakukan pendidikan yang berorientasi kepada murid. Ki Hajar
bahkan menggunakan kata-kata “berhamba kepada Sang Anak” dalam salah satu asas Taman
Siswa yang didirikan di tahun 1922. Dengan kata lain, student-centered learning, atau pendidikan
yang berpihak kepada anak, yang memandang anak dengan rasa hormat, merupakan ajaran
pokok Bapak Pendidikan Indonesia, yang sudah beliau kumandangkan hampir satu abad yang
lalu. Seharusnya, jika setiap pendidik di Indonesia berpegang teguh pada filosofi Ki Hajar
Dewantara, pendidikan yang berorientasi pada anak sudah menjadi kelaziman di dalam ruang-
ruang kelas di Indonesia. Pendidik harus berupaya dengan sekuat daya dan upaya untuk
menumbuhkembangkan setiap anak, yang menurut Ki Hajar, harus terjadi secara holistik, yaitu
pertumbuhan lahir dan batin, yaitu tajamnya pikiran (cipta), halusnya perasaan (rasa), kuatnya
kemauan (karsa), dan sehatnya fisik (raga). Karena itu, dalam pengkajian kompetensi guru dan
kepemimpinan sekolah ini, orientasi kepada murid dan tumbuh kembangnya secara holistik
merupakan prinsip utama yang digunakan dalam melihat tugas-tugas pendidik.
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Ki Hajar Dewantara sempat melontarkan kritik keras terhadap kepemimpinan sistem pendidikan
nasional di awal kemerdekaan Indonesia di tahun 1956 yang beliau pandang tidak berorientasi
pada tumbuh kembang anak secara holistik. Berikut pendapat Ki Hajar tersebut.
Kita lihat di zaman sekarang masih terpakainya bentuk-bentuk rumah sekolah, daftar-daftar
pelajaran yang tidak memberi cukup semangat mencari ilmu pengetahuan sendiri, karena tiap-
tiap hari, tiap-tiap triwulan, tiap-tiap tahun, pelajar-pelajar kita terus menerus terancam oleh
sistem penilaian dan penghargaan yang intelektualis. Anak-anak dan pemuda-pemuda kita sukar
dapat belajar dengan tentram, karena dikejar-kejar oleh ujian-ujian yang sangat keras dalam
tuntutan-tuntutannya. Mereka belajar tidak untuk perkembangan hidup kejiwaannya; sebaliknya,
mereka belajar untuk dapat nilai-nilai yang tinggi dalam school raport-nya atau untuk dapat ijazah.
Dalam soal ini sebaiknyalah kita para pemimpin perguruan, bersama-sama dengan Kementerian
P.P. dan K. mencari bagaimana caranya kita dapat memberantas penyakit examen cultus dan
diploma jacht itu. (Dewantara, 1956, dalam Dewantara, 2009)
Karena itu, dalam filosofi Ki Hajar Dewantara, pemimpin pendidikan harus mampu menciptakan
sebuah bentuk pendidikan yang benar-benar berkomitmen terhadap perkembangan anak secara
holistik, lahir dan batin, yaitu pertumbuhan cipta, rasa, karsa, dan raga. Untuk mencapai tujuan
tersebut, diperlukan kolaborasi antara pemimpin sekolah dengan pemimpin pendidikan di
pemerintahan.
Kusmanto dan Widodo (2016) mendeskripsikan butir-butir kepemimpinan Ki Hajar Dewantara
dalam sebuah pola perilaku yang relevan bagi praktik kepemimpinan sekolah Indonesia. Pertama,
sikap dan perilaku pemimpin sekolah dalam lingkungan sekolah harus dijaga integritasnya oleh
semua warga sekolah agar tetap terpercaya dan dihormati karena pemimpin sekolah selalu
menjadi perhatian semua pihak. Ki Hajar memberi contoh selama beliau memimpin Taman Siswa
tentang bagaimana menjalankan pola perilaku yang layak menjadi teladan, atau Ing Ngarsa Sung
Tulada. Kedua, pemimpin sekolah mempunyai kewajiban untuk selalu membangkitkan semangat
percaya diri para guru agar dapat melaksanakan tugas dengan baik dan mandiri. Hal tersebut
merupakan perhatian dalam kepemimpinan sesuai dengan filosofi Ki Dewantara, atau dikenal
dengan Ing Madya Mangun Karsa. Ketiga, pemimpin sekolah harus selalu dapat menghargai
betapapun kecilnya yang dihasilkan dalam pelaksanaan tugas sekolah, agar berpengaruh atau
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
mendorong penyelesaian tugas dengan baik. Hal tersebut merupakan dorongan yang dalam
kepemimpinan di Tamansiswa disebut dengan Tut wuri Handayani.
Selanjutnya esensi filosofi Ki Hajar Dewantara berpusat pada perubahan yang selalu terjadi dari
waktu ke waktu secara dinamis yang harus disikapi dengan bijaksana oleh setiap pendidik. Beliau
menjelaskan bahwa sebuah sistem pendidikan di negara manapun harus dapat merefleksikan
kodrat keadaannya. Dalam pidato sambutannya ketika menerima gelar Doktor Honoris Causa
Ilmu Kebudayaan dari Universitas Gajah Mada di tahun 1956, Ki Hajar menyatakan “Segala syarat,
usaha, dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan” (Dewantara, 1956, dalam
Dewantara, 2009, h. 210). Kodrat keadaan yang beliau maksud terdiri dari dua unsur, yaitu kodrat
alam dan kodrat zaman. Kodrat alam merujuk kepada keadaan hidup kebudayaan,
kemasyarakatan, bangsa dan negara anak didik. Ada anak didik yang hidup di negara tropis atau
empat musim; ada berada dalam daerah pertanian, perdagangan, pelayaran, dan lain
sebagainya. Kodrat alam ini mempengaruhi dinamika alam kebudayaan dan kemasyarakatan
setiap anak. Selanjutnya, kodrat zaman merujuk pada waktu yang ditempati masyarakat, yang
memiliki kekhasan dari waktu ke waktu, dan terus menerus berubah. Jika kita kaitkan dengan
masa sekarang, maka kodrat zaman kita adalah revolusi teknologi digital di semua sektor, atau
yang dinamakan revolusi industri 4.0. Karena kodrat keadaan, baik alam dan zaman, bersifat
dinamis, tidak statis, ia harus terus disikapi secara baik oleh setiap pendidik dari waktu ke waktu.
Dalam menyikapi perubahan yang berlangsung secara konstan, ada sebuah asas yang diajarkan
oleh Ki Hajar Dewantara, yang dinamakan asas trikon. Asas ini terdiri dari tiga bagian, yaitu
kontinuitas, konvergensi, dan konsentris. Kontinuitas menekankan pentingnya ada pemahaman
konteks dalam memaknai perubahan keadaan yang terjadi. Konvergensi menekankan pada
pentingnya ada sebuah tujuan yang universal dari berbagai konteks yang berbeda. Konsentris
menekankan setiap konteks memerlukan “garis edar” sendiri-sendiri dalam menyikapi
perubahan. Artinya, harus ada strategi-strategi yang berbeda-beda yang dijalankan pada setiap
konteks karena permasalahan dan tantangan setiap konteks berbeda sesuai kodrat keadaannya.
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Jika dimaknai dalam konteks kepemimpinan pendidikan, asas kontinuitas menghendaki
pemimpin sekolah untuk memahami konteks sekolah tempat dimana ia bekerja. Misalnya, ia
harus mengenal siapa-siapa saja murid, guru, staf, orang tua yang ada di sekolahnya, sejarah
kelembagaan dan masyarakatnya, nilai-nilai utama dan visi sekolah tersebut, dsb., sebelum
menyusun rencana strategis dan aktivitas sekolah. Asas konvergensi mensyaratkan pemimpin
sekolah secara universal memiliki tujuan yang sama. Dalam hal ini, sesuai dengan filosofi Ki Hajar
Dewantara, semua pemimpin pendidikan haruslah “berhamba pada Sang Anak” atau
berkomitmen penuh kepada anak dan pembelajarannya. Asas konsentris mendorong pemimpin
sekolah untuk kreatif dan inovatif dalam menyusun strategi-strategi yang diterapkan dalam
melayani anak dan pembelajaran sesuai dengan keunikan sekolah dan konteksnya. Karena itu,
ada banyak cara untuk melakukan pembelajaran yang berorientasi kepada murid, untuk
menghasilkan pelajar-pelajar Indonesia yang berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif,
bergotong royong, dan berkebinekaan global.
Perlunya Penyempurnaan Kompetensi Pemimpin Sekolah: Pengutamaan Kepemimpinan
Instruksional
Dengan mengacu pada Undang-Undang no.14 tahun 2005, untuk menjalankan tugas pokok
kepala sekolah sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan no.15 tahun 2018 mengenai Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah dan
Pengawas Sekolah yang mencakup tugas manajerial, pengembangan kewirausahaan dan
supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan, terdapat 33 kompetensi yang perlu dimiliki oleh
Kepala Sekolah yang mencakup dimensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan
sosial, sebagaimana dijabarkan dalam Permendiknas no.13 tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah.
Setidaknya ada tiga alasan yang mendorong perlunya penyempurnaan konseptualisasi dimensi-
dimensi kompetensi sebagaimana telah diatur dalam regulasi-regulasi yang telah disebutkan di
atas. Pertama, sudah waktunya kompetensi yang disusun beberapa tahun yang lampau tersebut
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
dikaji ulang secara kritis. Perubahan zaman di era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai oleh
kemajuan teknologi informasi, perlu tercermin dalam kompetensi guru (Kim, 2019). Inilah yang
disebut dengan relevansi dengan kodrat keadaan sesuai filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Kedua, arahan pembangunan nasional Indonesia saat ini untuk menjadi sebuah negara maju di
tahun 2045 telah menempatkan pentingnya sumber daya manusia Indonesia menjadi aset
bangsa yang unggul, mampu bersaing dan berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia,
sehingga membutuhkan institusi sekolah yang dipimpin oleh individu-individu yang mumpuni.
Ketiga, perlunya memfokuskan kompetensi pemimpin sekolah pada praktik-praktik yang
berdampak signifikan terhadap hasil belajar siswa dan well-being-nya secara paripurna
(berorientasi pada siswa). Dengan demikian, kita perlu meninjau ulang kelima dimensi
kompetensi pemimpin sekolah pada saat ini: dimensi kepribadian, sosial, manajerial, supervisi
dan kewirausahaan. Penyempurnaan perlu dilakukan dengan merujuk pada bukti riset dan
praktik-praktik baik di mancanegara yang relevan.
Faktor ketiga ini penting mengingat berdasarkan sejumlah penelitian terkini, pendidikan di
Indonesia ternyata belum menghasilkan kualitas hasil belajar siswa yang maksimal (Pritchett,
2016, 2018). Hasil performa siswa-siswa Indonesia di sejumlah asesmen internasional seperti
PISA (Programme for International Student Assessment) tidak mengalami peningkatan secara
konsisten dan signifikan sejak diluncurkannya program sertifikasi guru di tahun 2006. Bahkan
performa siswa Indonesia menurun pada PISA 2018.
Menurut David McClelland, pakar psikologi yang pertama kali mengusung konsep kompetensi
melalui tulisannya, Testing for competence rather than for intelligence, kompetensi adalah
rangkaian kriteria perilaku dan pemikiran yang menunjukkan kecakapan bekerja dalam profesi
dan konteks tertentu (McClelland, 1973). Pengertian tentang kompetensi juga dapat kita
temukan di penelitian yang dilakukan Lyle M. Spencer, Jr. dan Signe M. Spencer, yang mengkaji
650 macam pekerjaan selama 20 tahun. Penelitian ini sering menjadi rujukan utama untuk
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
pengertian kompetensi. Berdasarkan penelitian tersebut, Spencer dan Spencer (1993)
mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik mendasar seseorang yang secara kausal
berhubungan dengan acuan kriteria kinerja unggul atau efektif dalam satu pekerjaan atau situasi.
Dengan demikian, seseorang yang berkompetensi tinggi akan dapat menjalankan profesinya
dengan terampil dan paripurna. Kedua definisi di atas dipergunakan dalam mereviu kembali
dimensi dan kompetensi yang sesuai bagi pemimpin sekolah dalam kondisi saat ini.
Beberapa bukti riset dijadikan acuan untuk melihat apa kompetensi dan praktik pemimpin
sekolah yang berdampak signifikan terhadap hasil belajar siswa. Studi Robinson, et al (2007),
meta-analisa dari 27 penelitian yang dilakukan antara tahun 1978 dan 2006, menyimpulkan
bahwa kepemimpinan sekolah yang efektif terlihat dari kepala sekolah yang secara aktif terlibat
dalam membantu guru-gurunya menyelesaikan permasalahan dalam tugasnya, termasuk
memberikan masukan-masukan mengenai pembelajaran (instructional advice). Kepala sekolah
juga menentukan tujuan (goals) bersama guru-gurunya untuk memprioritaskan dan meraih hasil
belajar tingkat tinggi. Sebuah studi eksperimental di Amerika Serikat oleh Roland Fryer (2017)
menunjukkan bahwa penguatan tiga keterampilan dibutuhkan pemimpin sekolah yang terbukti
meningkatkan hasil belajar siswa: memberikan umpan balik pada guru mengenai rencana
pembelajaran dan langkah untuk memperbaiki proses pembelajaran, memberi dukungan bagi
guru dalam proses penilaian hasil belajar, serta memberi umpan balik pada cara mengajar guru
melalui observasi pembelajaran. Kesimpulan yang sama juga didapat dari penelitian
eksperimental di Jamaika (Nannyonjo, 2017).
Dapat disimpulkan bahwa, sejalan dengan bukti riset yang ada, termasuk oleh Robinson (2007)
dan Hattie (2009), aspek kompetensi “kepemimpinan instruksional”, yang berfokus pada
dukungan terhadap interaksi guru dengan murid dalam kegiatan pembelajaran, lebih berdampak
pada peningkatan hasil belajar siswa ketimbang aspek kompetensi “kepemimpinan
transformasional”, yang berpusat pada kemampuan menginspirasi, membangun komitmen dan
tujuan moral sekolah”. Fokus pada kepemimpinan instruksional inilah juga yang kemudian
menjadi fokus dalam penyusunan model kompetensi pemimpin sekolah ini.
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Kompetensi Kunci dalam Kesuksesan Kinerja Pemimpin Sekolah di Indonesia
Studi baseline terhadap pemetaan kompetensi kepala sekolah yang dilakukan oleh the Education
Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) pada 2013 terhadap 5,000
kepala sekolah dari 55 kabupaten/kota di tujuh pulau besar Indonesia menyimpulkan beberapa
hal mengenai kondisi penguasaan kompetensi kepala sekolah. Pertama, dimensi kompetensi
yang mendapat rating terendah penguasaannya adalah dimensi supervisi dan penggunaan
teknologi baik dalam kegiatan dukungan bagi pembelajaran maupun dalam manajemen sekolah.
Khususnya dalam dimensi supervisi, studi tersebut menyimpulkan bahwa kepala sekolah perlu
mendapat dukungan utama dalam hal menyusun program, mengimplementasikan dan
menindaklanjuti tugas supervisi akademik untuk meningkatkan kapasitas guru-gurunya. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah Indonesia membutuhkan dukungan yang
terfokus pada aspek kepemimpinan instruksional, yang memang faktor utama yang membuat
pemimpin sekolah berdampak pada hasil belajar siswa.
Selain itu, praktik-praktik pemimpin sekolah yang menjadi kunci untuk konteks Indonesia telah
dieksplorasi dalam studi oleh Raihani (2007) yang secara khusus melihat tiga SMP yang berhasil
di Yogyakarta. Karakter-karakter tersebut antara lain amanah di mana mereka merasa perlu
memenuhi tugas sesempurna yang bisa mereka lakukan, mampu menganalisa konteks dan situasi
sekolahnya untuk secara kritis memecahkan masalah yang ada, memiliki visi yang jelas dan
realistis yang terwujud dalam strategi sekolah untuk mencapainya, serta terus menerus
mengembangkan kapasitas warga sekolahnya.
Kemahiran kompetensi kepala sekolah juga penting dalam rangka pemenuhan standar
pendidikan nasional. Studi oleh Yasin, et al (2013) terhadap Sekolah Menengah Atas di Sulawesi
Selatan menunjukkan bahwa penguasaan level kompetensi, yang dikelompokkan menjadi
kepemimpinan sekolah, instruksional dan operasional, juga berkorelasi positif terhadap capaian
delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP), sekalipun tanpa menganalisis mana di antara ketika
kelompok kompetensi yang paling berdampak. Hal ini memberikan basis bahwa pentingnya
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
adanya model kompetensi yang sesuai dan upaya pemenuhannya juga berpengaruh terhadap
ketercapaian mutu pelayanan institusi pendidikan.
Perbandingan Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah dari Beberapa Negara
Karena kompetensi bersifat kontekstual, penyempurnaan model kompetensi pemimpin sekolah
Indonesia tidak bisa sekadar langsung meniru model yang dikembangkan di negara-negara lain,
sekalipun mengadopsi prinsip yang serupa. Setiap negara yang telah merumuskan kompetensi
memiliki model-model yang berbeda (Zhao & Zhang, 2016). Namun demikian perbandingan
dengan mode lain tetaplah diperlukan terutama untuk mencari benchmark kepada sistem-sistem
pendidikan yang sudah lebih maju dan mapan. Untuk memberikan perbandingan antara konstruk
kompetensi pemimpin sekolah Indonesia yang saat ini berlaku dengan konstruk kompetensi di
negara-negara lain, dipilihlah model kompetensi dari beberapa negara lain Indonesia: Australia
(Australian Institute for Teaching and School Leadership/AITSL) dan Amerika Serikat, dalam hal
ini dengan negara bagian Missouri (the Missouri Leadership Development System/MLDS). Tabel
1 menunjukkan perbandingan antara model-model kompetensi Pemimpin Sekolah tersebut.
Tabel 1. Perbandingan Model Kompetensi Kepala Sekolah
Indonesia Missouri, AS (MLDS) Australia (AITSL)
1. Dimensi kompetensi kepribadian
a. Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
b. Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
c. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala
Terdiri dari lima peran di mana Kepala Sekolah perlu menjalankan secara bersamaan untuk menjadi “pemimpin sekolah transformasional” yang terdiri dari:
1. Menjadi pemimpin visioner a. Membangun visi b. Mengimplementasi
kan visi tersebut
2. Menjadi pemimpin instruksional a. Memastikan
berjalannya kurikulum secara viable
b. Memastikan
Profil Kepala Sekolah terbagi ke dalam tiga “lensa kepemimpinan”: 1. Lensa Kepemimpinan
Praktik profesional, mencakup: a. Memimpin pengajaran
(teaching and learning) b. Mengembangkan diri
sendiri dan orang lain c. Memimpin
pengembangan, inovasi dan perubahan
d. Memimpin manajemen sekolah
e. Melibatkan dan bekerja bersama komunitas
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
sekolah/madrasah. d. Bersikap terbuka
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
e. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/ madrasah.
f. Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
2. Dimensi kompetensi manajerial
a. Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
b. Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
c. Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/ madrasah secara optimal.
d. Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
e. Menciptakan budaya dan iklim sekolah/
implementasi praktik instruksional yang efektif
c. Mengkoordinasikan penilaian pembelajaran yang efektif
d. Mempromosikan pembelajaran keprofesian (untuk guru)
3. Pemimpin manajerial
a. Mengimplementasikan sistem operasi
b. Mengawasi personalia sekolah
c. Memastikan penggunaan sumber daya sekolah secara berkeadilan dan strategis
4. Pemimpin relasional
a. Berinteraksi secara profesional dengan siswa
b. Berinteraksi secara profesional dengan staf
c. Berinteraksi secara profesional dengan orangtua siswa dan komunitas
5. Pemimpin inovatif
a. Senantiasa mengembangkan diri secara profesional (continues professional growth)
b. Secara aktif melakukan praktik reflektif
2. Lensa “Leadership Requirement, mencakup: a. Visi dan tata nilai
(values) b. Pengetahuan dan
pemahaman c. Kualitas personal, sosial
dan interpersonal
3. Lensa “Leadership Emphasis” , mencakup: a. Aspek operasional b. Aspek relasional c. Aspek stratejik d. Aspek sistemik
Lensa “Leadership Emphasis” disusun dengan pemikiran bahwa tindakan dan perilaku kepala sekolah akan bergantung pada konteks mereka bertugas, sehingga aspek-aspek tersebut bukan difungsikan sebagai continuum progresif, namun sebagai penekanan aspek kepemimpinan yang diterapkan
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
f. Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
g. Mengelola sarana dan prasarana sekolah/ madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal
h. Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/ madrasah.
i. Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.
j. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
k. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel,
c. Mengaplikasikan pengetahuan baru untuk mendorong perubahan yang sesuai/relevan
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
transparan, dan efisien.
l. Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/ madrasah.
m. Mengelola unit layanan khusus sekolah/ madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
n. Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
o. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.
p. Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/ madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
3. Dimensi kompetensi
kewirausahaan
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
a. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
b. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.
c. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
d. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.
e. Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
4. Dimensi kompetensi
supervisi
a. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
b. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
supervisi yang tepat
c. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
5. Dimensi kompetensi sosial
a. Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah
b. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
c. Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.
Dari tabel diatas terlihat bahwa model kompetensi Negara Bagian Missouri, Amerika Serikat dan
Australia menunjukkan bahwa:
● Aspek keterbacaan dari model kompetensi merupakan hal yang cukup penting untuk
dipastikan dari sebuah model kompetensi, di mana semakin ringkas jumlah kompetensi
maka akan semakin mudah dipahami oleh para pemimpin sekolah dan pemangku
kepentingan lain. Pada saat ini, dari lima dimensi, terdapat 33 kompetensi Kepala Sekolah
di Indonesia, dibandingkan dengan 15 poin di Missouri dan lima di AITSL Australia.
● Aspek kepemimpinan instruksional, sebagai kompetensi dengan dampak terpenting bagi
hasil belajar siswa, menjadi salah satu komponen dalam model kompetensi, diikuti
dengan kompetensi lainnya seperti manajemen sekolah, memimpin inovasi (atau
kewirausahaan dalam model kompetensi di Indonesia saat ini). Patut menjadi catatan
bahwa aspek/dimensi kepemimpinan instruksional (supervisi akademis) belum
mendapatkan perhatian lebih utama ketimbang aspek manajerial dalam model
kompetensi di Indonesia (16 kompetensi dimensi manajerial, dibandingkan 3 kompetensi
dimensi supervisi akademik)
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
● Aspek kompetensi kualitas personal diri, berupa aktif melakukan praktik reflektif, dan
mengaplikasikan pengetahuan baru untuk mendorong perubahan yang sesuai/relevan
yang dikembangkan di Negara Bagian Missouri perlu menjadi perhatian karena berkaitan
dengan prinsip self regulated learner yang menjadi salah satu kunci pengembangan
keprofesian berkelanjutan pemimpin sekolah.
Perlunya Continuum dalam Model Perkembangan Kompetensi Pemimpin Sekolah
Penyempurnaan kompetensi pemimpin sekolah juga perlu menyertakan adanya sebuah
continuum atau semacam gradasi terhadap tahap-tahap perkembangan pemimpin sekolah
berdasarkan jenjang keahliannya (Alexander, 2003; Berliner, 1988; Bullough & Baumann, 1993;
Feiman-Nemser, 2001; Smagorinsky, Cook, & Johnson, 2003). Dengan demikian, semakin tinggi
tingkat kemahiran seorang pemimpin sekolah, semakin bertambah pula ekspektasi atas kinerja
atau performa yang diberikan untuk mengembangkan profesi dirinya, seperti beberapa negara
berikut ini (Barber et al, 2010):
● Di New York, Amerika Serikat, melalui program Kepala Sekolah Eksekutif sejak 2008,
kepala sekolah dengan performa tinggi diberi tugas tambahan (secondment) untuk
membantu mengembangkan sekolah lain dengan performa rendah selama minimum tiga
tahun, melalui pemberian insentif berupa rekognisi dan finansial.
● Di Singapura dan Negara Bagian Alberta di Kanada, diterapkan skema magang bagi kepala
sekolah berkompetensi tinggi untuk bekerja di Kementerian Pendidikan setempat sebagai
salah satu jalur track pengembangan diri.
Sebagai perbandingan, kembali ditinjau model continuum perkembangan kompetensi dari
Australia (Australian Institute for Teaching and School Leadership/AITSL) dan negara bagian
Missouri (the Missouri Leadership Development System/MLDS), Amerika Serikat.
Continuum dalam the Missouri Leadership Development System/MLDS
Dalam MLDS, kompetensi kepemimpinan kepala sekolah dikembangkan ke dalam empat tahapan
progresif: aspiring, emerging, developing dan transformational, dimana setiap level
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
menunjukkan kenaikan perkembangan kompetensi kepemimpinan yang dimulai dari
tahap/program persiapan kepala sekolah (aspiring).
Tabel 2: Ilustrasi continuum perkembangan kompetensi MLDS untuk
kompetensi “melakukan observasi pembelajaran dan memberikan umpan balik bermakna
dan tepat waktu mengenai praktik mengajar guru dan respon siswa”
Level aspiring Level emerging Level developing Level transformational
Memahami dan terlibat dalam pemberian umpan balik secara bermakna yang berkaitan dengan praktik pembelajaran guru efektif
Mengobservasi pembelajaran di kelas dan memberikan umpan balik secara bermakna dan tepat waktu (timely) untuk membangun praktik pembelajaran guru secara efektif dan mendapatkan respon siswa
Mengobservasi pembelajaran di kelas dan memberikan umpan balik secara bermakna dan tepat waktu (timely) untuk membangun praktik pembelajaran guru secara efektif, dengan secara sadar mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan guru
Mengembangkan proses secara sistematis untuk pengembangan secara kontinyu praktik mengajar seluruh guru
Continuum dalam the Australian Institute for Teaching and School Leadership/AITSL
Dalam AITSL, dimensi kepemimpinan kepala sekolah yang termasuk dalam Lensa Kepemimpinan
Praktik profesional dan Lensa Leadership Requirement juga dikembangkan dalam sebuah continuum
yang terdiri dari empat level, sebagaimana diilustrasikan dalam tabel 3 berikut:
Tabel 3: Ilustrasi continuum perkembangan kompetensi AITSL untuk
kompetensi “mengembangkan diri sendiri dan orang lain”
Mempromosikan manfaat dari pembelajaran profesional kepada seluruh staf dan memastikan tumbuhkan keinginan belajar dari stafnya
Kepala sekolah melihat potensi kepemimpinan di stafnya dan memberikan kesempatan untuk berkembang
Kepala sekolah membangun kapasitas dengan menciptakan budaya pemberdayaan, tanggung jawab dan riset yang diarahkan sendiri yang
Kepala Sekolah menciptakan peran, tanggung jawab dan kesempatan yang menantang bagi pemimpin senior di antara stafnya untuk mengembangan diri.
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Mengembangkan dan mengimplementasikan visi diri dan organisasi yang mengaitkan aktivitas pengembangan keprofesian dengan peningkatan hasil belajar siswa Bekerja dengan staf untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan kebutuhan pengembangan diri berdasarkan gaps antara deskripsi pekerjaan dengan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan staf. Kepala Sekolah mengaitkan pengembangan keprofesian dengan tujuan sekolah dan meminta dukungan pihak lain jika dibutuhkan
Mengidentifikasi dan mengimplementasikan kesempatan pengembangan diri bagi staf yang selaras dengan rencana pengembangan diri staf dan prioritas sekolah. Secara konsisten mengaplikasikan proses mendorong performa dan pengembangan diri sehingga keberhasilan dapat teridentifikasi, kegagalan dapat teridentifikasi dan ketidakkonsistenan dapat teratasi. Menyediakan staf dengan umpan balik reguler mengenai performa mereka, menentukan bersama-sama bagaimana staf dapat berbuat lebih baik lagi.
mendorong pada terwujudnya komunitas pembelajar. Mereka mengedepankan pentingnya kesehatan dan wellbeing, mengidentifikasi adanya tekanan/stress pada diri sendiri maupun staf dan mengatasinya. Memodifikasi kepemimpinannya berbasis pengalaman dan umpan balik dari kolega. Mengevaluasi apakah pengembangan diri yang dilakukan diri dan stafnya telah memberikan dampak pada siswa.
Membangun dan mempertahankan budaya coaching dan mentoring di semua level di sekolah dan memiliki sistem peer review dan umpan balik. Mereka mementor kepala sekolah lainnya untuk mendukung pengembangan diri mereka dan membantu mengatasi persoalan mereka. Mereka mencari kesempatan pengembangan diri dengan memperhatikan perkembangan lingkungan, regional, nasional maupun internasional.
Dalam AITSL, continuum model perkembangan kompetensi tersebut dipergunakan untuk
berbagai tujuan program oleh para pemangku kepentingan: i) refleksi diri para kepala sekolah
untuk memprioritaskan dan menilai perkembangan diri masing-masing, ii) program-program
pengembangan keprofesian yang berbasis pada profil kompetensi diri, iii) program keprofesian
berkelanjutan baik informal, lokal, internasional, personal, maupun grup oleh berbagai pihak, iv)
proses seleksi dan rekrutmen kepala sekolah, di mana para pemangku kepentingan dapat
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
memahami profil kepala sekolah sebagai acuannya, v) regenerasi kepala sekolah, dan vi)
penilaian kinerja (performance review)
Kedua contoh di atas, baik AITSL maupun MLDS, dapat menjadi benchmarking bagi
pengembangan model perkembangan pemimpin sekolah di Indonesia dalam sebuah continuum
perkembangan kemahiran kompetensi. Dengan demikian, program-program yang berkaitan
dengan pengembangan diri, rekrutmen, regenerasi dan juga kebijakan lainnya dapat
melandaskan diri pada profil pemimpin sekolah yang sesuai pada continuumnya (tidak one size
fits all).
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Penyempurnaan Dimensi dan Aspek Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Indonesia yang diusulkan memiliki 4 (empat)
dimensi, menggunakan istilah yang lebih menggambarkan karakteristik kinerja di profesi kepala
sekolah. Keempat dimensi tersebut dilengkapi dengan 12 aspek kompetensi—reklasifikasi dan
peringkasan 33 aspek kompetensi yang selama ini telah digunakan dalam Permendiknas no.13
tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Model kompetensi yang diusulkan
adalah sebagai berikut.
Model kompetensi ini dilengkapi dengan indikator dan penjenjangan kompetensi agar
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
dapat menjadi acuan yang lebih bermakna bagi kepala sekolah dalam praktik dan dalam
pengembangan keprofesiannya. Penjelasan lebih jauh dan telaah pustaka tentang dimensi-
dimensi kompetensi akan dikemukakan bagian berikutnya.
Kategori Mengembangkan Diri dan Orang Lain
Kategori ini terdiri dari empat kompetensi yang berfokus pada kemampuan pemimpin
sekolah dalam membangun komunitas pembelajar di lingkungan sekolahnya. Berdasarkan Hattie
(2009) dan Robinson et al (2008), mengembangkan diri dan orang lain, termasuk ikut serta dalam
pembelajaran dan pengembangan guru baik formal maupun informal, termasuk perilaku
pemimpin sekolah yang paling efektif dalam mencapai hasil belajar siswa. Dalam model
kompetensi kepala sekolah sebelumnya, kategori ini termasuk dalam dimensi Kepribadian
(Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008).
Kompetensi 1: Menunjukkan kebiasaan refleksi untuk pengembangan diri secara mandiri
Kompetensi menunjukkan kebiasaan refleksi untuk pengembangan diri secara mandiri
ditunjukkan oleh pemimpin sekolah yang selalu secara aktif mencari pengetahuan baru yang
dibutuhkan untuk menunjang perannya, menerima saran dan masukan terkait kinerjanya sebagai
pimpinan, dan menggunakan pengetahuannya untuk meningkatkan praktik kepemimpinannya
sehari-hari di sekolah (Day, Harris, Hadfield, Tolley, and Beresford, 2000).
Pemimpin sekolah seperti ini melihat tantangan-tantangan yang terjadi di sekolahnya setiap hari
sebagai kesempatan untuk belajar, mencari solusi untuk mengatasi tantangan-tantangan
tersebut, dan mengembangkan kapasitas dirinya. Tantangan utama bagi pemimpin sekolah
adalah bagaimana tujuan belajar untuk murid di sekolahnya dapat tercapai (Day & Sammons,
2014). Untuk mengatasi tantangan ini, kepala sekolah harus mampu membuat perencanaan
program intervensi yang realistis (Hitt et al, 2018). Setelah rencana tersebut dijalankan,
pemimpin sekolah membuat refleksi dan evaluasi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan
dalam upaya mencapai tujuan belajar murid (Karadag, 2019; Wiyono, 2017).
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Pemimpin sekolah melaksanakan pengembangan diri ini berdasarkan pada motivasi yang bersifat
intrinsik (Day & Sammons, 2014; Raihani, 2008). Dalam hal ini, pemimpin sekolah harus sadar
dan memahami bahwa menjadi pemimpin sekolah adalah sebuah amanah yang diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa dan ungkapan iman dan takwa mereka (Raihani, 2006). Karenanya,
kompetensi ini merupakan bukti bahwa mereka menjunjung tinggi amanah ini dan mewujudkan
iman dan takwa mereka (Raihani & Gurr, 2006).
Kompetensi 2: Mengembangkan kompetensi warga sekolah untuk meningkatkan kualitas
belajar murid
Kompetensi mengembangkan kompetensi warga sekolah untuk meningkatkan kualitas belajar
murid terlihat dari perilaku pemimpin sekolah yang mencari potensi kepemimpinan dalam diri
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolahnya (Crowther, Kaagan, Fergusson & Hann,
2002; Katzenmeyer & Moller, 2000; Moller, 2006).
Peningkatan kualitas belajar murid adalah tujuan utama dari pengembangan kompetensi guru
dan tenaga kependidikan (Nomnian & Arphattananon, 2017; OECD, 2009; York-Barr & Duke,
2004), dan karenanya, pemimpin sekolah memantau dan mengevaluasi kinerja mereka,
menyediakan kegiatan pengembangan profesional bagi mereka, dan mengkomunikasikan
dengan baik visi dan misi sekolah mereka terkait peningkatan kualitas belajar murid
(Sakulsumpaopol, 2010). Selain itu, pemimpin sekolah menemukenali ragam kebutuhan
pengembangan profesional guru dan mendampingi guru dalam meningkatkan kualitas belajar
murid, sehingga berujung pada kemauan dan kemampuan guru untuk merancang
pengembangan dirinya secara mandiri, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah
(Caldwell, 2014; Hallinger, 2012; OECD,2009).
Dalam mengembangkan kompetensi gurunya, pemimpin sekolah merangkul semua guru dan
membagikan kepemimpinannya bersama guru-gurunya untuk mencapai tujuan bersama, yaitu
peningkatan kualitas belajar murid (Moller, 2006). Pemimpin sekolah meyakini bahwa untuk
setiap peningkatan kinerja yang dituntut dari guru, kepala sekolah bertanggungjawab
menyediakan sarana bagi guru untuk memenuhi tuntutan itu. Sebaliknya, guru juga memahami
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
bahwa setiap sarana yang diberikan untuk kemajuan kinerjanya, guru memiliki tanggung jawab
untuk menunjukkan peningkatan dalam kinerjanya (Elmore, 2002). Dengan demikian, sekolah
menjadi tempat guru berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, terlibat dalam karya
kolaboratif, dan bersama-sama bertanggung-jawab atas hasil dari karya mereka (Lambert, 1998).
Kompetensi 3: Berpartisipasi aktif dalam komunitas kepemimpinan sekolah maupun organisasi profesi
lain sebagai salah satu cara pengembangan karier
Kompetensi berpartisipasi aktif dalam komunitas kepemimpinan sekolah maupun organisasi
profesi lain sebagai salah satu cara pengembangan karir tampak dalam kesadaran pemimpin
sekolah akan pentingnya mengembangkan karir melalui pemelajaran profesional dalam
komunitas kepemimpinan sekolah dan organisasi profesi lain (ACDP, 2013; Day & Sammons,
2014). Pemimpin sekolah membangun jejaring dengan pemimpin dari sekolah lain dan terlibat
aktif dalam komunitas kepemimpinan sekolah ini sehingga bisa saling memberikan dukungan,
khususnya kepada pemimpin sekolah baru. Dalam komunitas ini, pemimpin sekolah secara rutin
berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang praktik baik kepemimpinan yang relevan dan
mengadaptasi pengetahuan itu untuk meningkatkan kompetensinya (Pont et al., 2008). Melalui
keterlibatan dalam komunitas maupun organisasi profesi, kepala sekolah mendukung
pemelajaran profesional rekan-rekan sejawatnya dan dirinya sendiri (Pont et al., 2008).
Selain itu, pemimpin sekolah bekerjasama secara aktif dengan organisasi profesi lainnya yang
memiliki keterkaitan dengan layanan yang diberikan oleh sekolah seperti layanan bimbingan
konseling dan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (PricewaterhouseCoopers,
2007). Secara umum, ini berarti pemimpin sekolah lebih banyak berupaya untuk terhubung
dengan rekan-rekan dari profesi lain daripada yang sebelumnya mereka lakukan (Barber,
Whelan, & Clark, 2010). Setelah terhubung dengan rekan-rekan seprofesi maupun dengan rekan-
rekan dari profesi lainnya, pemimpin sekolah memperkuat hubungan dengan mereka agar
memperoleh akses ke sumber pengetahuan yang dapat meningkatkan kinerja sekolah mereka
(Schleicher, 2009).
Kompetensi 4: Menunjukkan kematangan moral, emosi, dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
(integrity)
Dalam hal kematangan moral, emosi, spiritual serta integritas, beberapa aspek kompetensi
pemimpin sekolah berada dalam deskripsi yang sama seperti dalam model kompetensi guru.
Pemimpin sekolah perlu mendemonstrasikan kesesuaian praktik dan kebiasaan sesuai kode etik
dapat melaksanakan perilaku profesional secara beretika dan mengajarkan nilai-nilai tersebut
kepada siswa (Campbell, 2014). Berkaitan dengan hal tersebut, studi Raihani (2007) juga
menyatakan bahwa nilai “amanah”, yang terlihat dari pemimpin sekolah merasa bahwa
pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka patut dikerjakan sesempurna yang mereka bisa
lakukan, sebagai salah satu bentuk karakteristik pemimpin sekolah yang berhasil di Indonesia.
Dalam konteks internasional, studi Mehdinezhad (2016 menunjukan bahwa dimensi spiritual
well-being dapat memprediksi 12.7% dari perilaku kepemimpinan transformasional pemimpin
sekolah.
Kompetensi menunjukkan kematangan moral, emosional dan spiritual untuk berperilaku sesuai
kode etik terlihat dari karya dan perilaku pemimpin sekolah yang didasari pada nilai-nilai moral
(Manning, 2017) dan spiritual (Reyes, 2015), dan kematangannya dalam mengelola emosi
(Williams, 2017). Kematangan moral, emosional, dan spiritual ini dirasakan oleh warga
sekolahnya.
Pemimpin sekolah berpatokan pada kaidah-kaidah dasar kemanusiaan tentang apa yang benar
dan apa yang salah ketika mereka mengambil keputusan, membuat perencanaan, dan
mengambil tindakan (Campbel, 2008; Colnerud, 2006). Pemimpin sekolah menunjukkan perilaku
kepemimpinan yang etis ketika diperhadapkan pada masalah etika, dalam mengambil keputusan
untuk menyelesaikan masalah etika tersebut, (Özan, Özdemir, & Yirci, 2017).
Pemimpin sekolah menunjukkan motivasi intrinsik berdasarkan kasih altruistik dan aspek-aspek
spiritual yang diajarkan oleh agama dalam kepemimpinannya (Reyes, 2015). Pemimpin sekolah
meyakini bahwa pekerjaannya adalah amanah yang harus diemban sebaik-baiknya (Raihani,
2008). Praktik kepemimpinan seperti ini menunjukkan kepada seluruh warga sekolah bahwa
kehidupan setiap orang memiliki makna dan setiap orang membuat perbedaan (Fry, Matherly,
Whittington, & Winston, 2007).
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Kategori Memimpin Belajar Mengajar
Kategori ini terdiri dari empat kompetensi yang berfokus pada kemampuan pemimpin
sekolah dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses pembelajaran di
sekolahnya. Menurut Hattie (2009) dan Robinson et al (2008), tugas pemimpin sekolah adalah
memimpin pembelajaran, seperti merencanakan, mengkoordinasikan dan mengevaluasi
pengajaran dan kurikulum (termasuk kunjungan kelas secara teratur, memberikan umpan balik
yang formatif dan sumatif kepada guru, serta pengawasan langsung atas kurikulum), serta
terlibat termasuk perilaku pemimpin sekolah yang paling efektif kedua setelah perilaku
“mengembangkan diri dan orang lain” dalam mencapai hasil belajar siswa. Dalam model
kompetensi kepala sekolah sebelumnya, kategori ini terkait dalam dimensi supervisi (Direktorat
Tenaga Kependidikan, 2008).
Aspek Kompetensi 5: Memimpin upaya membangun lingkungan belajar yang yang berpusat pada
murid
Kompetensi memimpin upaya membangun lingkungan belajar yang berpusat pada murid terlihat
dari kemampuan pemimpin sekolah mengembangkan dan merawat lingkungan sekolah yang
memfasilitasi pemelajaran murid (ACDP, 2016). Lingkungan sekolah tersebut haruslah aman dan
tertib sehingga baik guru maupun murid merasa aman dan terlindung dari segala macam bahaya
fisik maupun psikis (Mayer, Mullens, Moore & Ralph, 2000).
Untuk menciptakan lingkungan belajar seperti ini, pemimpin sekolah melakukan beberapa hal
berikut. Pemimpin sekolah memastikan bahwa lingkungan fisik sekolah tidak akan menyebabkan
murid membuat masalah di dalamnya. Selain itu, pemimpin sekolah membuat dan menerapkan
peraturan yang mengatur perilaku murid secara umum. Peraturan tersebut disertai konsekuensi
jika dilanggar. Pemimpin sekolah merancang program yang mendidik murid agar bisa disiplin dan
bertanggung jawab secara mandiri. Pemimpin sekolah merancang sistem yang bisa mengenali
secara dini siswa yang berpotensi melakukan tindakan kekerasan dan berperilaku ekstrim
(Marzano, Waters, & McNulty, 2005).
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Pemimpin sekolah memberi arahan pada guru-gurunya untuk menciptakan lingkungan belajar
serupa di dalam kelas mereka masing-masing (Creemers & Reezigt, 1999). Lingkungan belajar
yang berkualitas akan memberikan waktu dan kesempatan yang cukup bagi guru untuk
melakukan proses pemelajaran di dalam kelas sehingga murid dapat meraih hasil yang baik
(Creemers, 1994).
Agar lingkungan belajar ini dapat terus terwujud, pemimpin sekolah secara rutin berinteraksi
dengan guru, tenaga kependidikan, dan murid (OECD, 2009). Guru dan tenaga kependidikan
dapat berkomunikasi secara terbuka antara satu sama lain dan dengan pemimpin sekolah (Day
& Sammons, 2014). Pemimpin sekolah dan guru-guru yang berada di bawah pengawasannya
mendengarkan masukan dan aspirasi murid agar lingkungan belajar bisa menunjang proses
belajar mengajar yang berpusat pada kebutuhan murid dan kondusif bagi pemelajaran yang
bermutu (Ham et al., 2019). Kompetensi memimpin upaya membangun lingkungan belajar yang
berpusat pada murid terlihat dari kemampuan kepala sekolah mengembangkan dan merawat
lingkungan sekolah yang memfasilitasi pemelajaran murid (ACDP, 2016). Lingkungan sekolah
tersebut haruslah aman dan tertib sehingga baik guru dan murid merasa aman dan terlindung
dari segala macam bahaya fisik maupun psikis (Mayer, Mullens, Moore & Ralph, 2000).
Aspek Kompetensi 6: Memimpin perencanaan dan pelaksanaan proses belajar yang berpusat
pada murid
Kompetensi memimpin perencanaan dan pelaksanaan proses belajar yang berpusat pada murid
diperlihatkan oleh pemimpin sekolah yang mendayagunakan guru untuk memaksimalkan proses
belajar mengajar untuk keberhasilan pemelajaran murid (OECD, 2009).
Pemimpin sekolah memastikan pendekatan yang dipakai guru untuk mengajar mendorong murid
untuk bertanggung jawab atas pemelajaran mereka sendiri dan guru berperan sebagai fasilitator
dan penyedia materi ajar yang efektif dalam menuntun murid mencapai tujuan belajar (Sullivan,
2009). Pemimpin sekolah menjadi teladan dan memberikan arahan kepada guru tentang
bagaimana proses belajar bisa berpusat pada murid. Pengajaran yang berpusat pada murid
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
memberi tekanan lebih besar pada bagaimana murid belajar daripada bagaimana guru mengajar,
dan pengetahuan muncul dari interaksi sesama murid dan refleksi mereka atas ide dan
pengalaman mereka (Vavrus, Thomas, & Bartlett, 2011). Pemimpin sekolah memastikan bahwa
guru memperhitungkan aspek-aspek psikologis murid seperti kemampuan intelektual, motivasi
dan afeksi, interaksi sosial dalam belajar, dan perbedaan individual mereka dalam melaksanakan
proses pemelajaran. Untuk memastikan semua ini berjalan dengan baik, pemimpin sekolah
memberikan dukungan, umpan balik, dan keteladanan kepada guru dalam segala tahapan proses
belajar mengajar, mulai dari perencanaan, praktik pengajaran, dan asesmen (Marzano et al.,
2005; Sumintono et al., 2015).
Sekalipun pemimpin sekolah tetap merupakan pimpinan pendidikan di sekolah, guru-guru juga
mengaplikasikan kepemimpinan pembelajaran secara kolaboratif bersama kepala sekolah
(Reitzug, 1997). Dengan kata lain, kepala sekolah dan guru berdiskusi mengenai alternatif-
alternatif strategi pembelajaran, dan bekerja bersama sebagai “komunitas pembelajar” untuk
mencapai hasil belajar siswa (Blasé & Blase, 1999).
Aspek Kompetensi 7: Memimpin refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar yang berpusat
pada murid
Kompetensi memimpin refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar yang berpusat pada murid
terlihat dari kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data dan bukti dari proses pengajaran
dan hasil pemelajaran murid guna melakukan evaluasi praktik-praktik pengajaran di sekolah
(ACDP, 2013; Day & Sammons, 2014; Hitt et al., 2018). Pemimpin sekolah menyadari penilaian
atas kemajuan belajar murid adalah hal mendasar dalam setiap upaya perbaikan sekolah karena
keberhasilan pemelajaran di sekolah bergantung pada keefektifan penilaian yang dilakukan oleh
guru dan juga karena manfaat dari upaya perbaikan sekolah terlihat dari peningkatan di data
penilaian (Paris, 1998).
Pemimpin sekolah membimbing guru dalam membuat penilaian yang tujuan pertama dan
utamanya adalah meningkatkan motivasi murid untuk melakukan yang terbaik, baik dalam
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
belajar maupun dalam pengerjaan tugas/tes (Paris, 1998; Corno, 1992). Pemimpin sekolah
memantau penilaian yang dilakukan guru dan menentukan bahwa: (1) penilaian bertujuan
meningkatkan pemelajaran yang bermakna, (2) hasil dari penilaian dapat menjadi umpan balik
yang segera, jelas, dan mudah dimengerti, (3) penilaian bersifat adil kepada semua murid tanpa
memandang latar belakang suku, agama, bahasa, dan budaya, (4) penilaian terdiri dari berbagai
macam produk seperti portfolio dan pertunjukan, dan (5) penilaian berjalan secara
berkesinambungan agar bisa menjadi bukti akan kemajuan pemelajaran murid (Paris & Ayres,
1994).
Pemimpin sekolah mendorong para gurunya untuk membuat penilaian yang juga menjadi
kegiatan pemelajaran di mana murid dapat belajar bersama temannya dan memahami lebih
dalam isi pelajaran (Baron, 1998). Pemimpin sekolah memastikan bahwa guru menggunakan
kriteria penilaian yang dipahami oleh murid sehingga murid dapat membedakan hasil belajar
yang luar biasa dengan hasil belajar yang biasa saja atau yang kurang memuaskan (Baron, 1998).
Pemimpin sekolah memastikan bahwa guru-gurunya memiliki kemampuan untuk merancang
penilaian yang berpusat pada murid dan memfasilitasi mereka untuk merefleksikan praktik-
praktiknya agar dapat merencanakan dan melakukan tindakan nyata untuk perbaikan kualitas
proses belajar mengajar (Caldwell, 2014; Ham et al., 2019).
Aspek Kompetensi 8: Melibatkan orang tua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah
Kompetensi melibatkan orangtua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah diperlihatkan oleh
kepemimpinan sekolah yang mampu mengomunikasikan dengan efektif perkembangan hasil pemelajaran
siswa kepada orangtua dan meningkatkan partisipasi aktif orang tua dalam menyukseskan pemelajaran
murid (Caldwell, 2014; Pont et al, 2008). Pemimpin sekolah menganggap penting kemitraan dengan
orangtua murid untuk memajukan capaian belajar murid sehingga mampu membangun kerjasama yang
sejati dengan mereka (Auerbach, 2010; Curry & Adams, 2014). Kemampuan melibatkan partisipasi orang
tua akan membangun sinergitas positif dalam pemelajaran.
Kerjasama yang sejati itu dapat diawali dengan kemampuan kepala sekolah untuk mengomunikasikan
dengan efektif perkembangan hasil pemelajaran murid kepada orangtua dan meningkatkan partisipasi
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
aktif orang tua dalam menyukseskan pemelajaran murid (Caldwell, 2014; Pont et al, 2008). Untuk
meningkatkan pelibatan aktif mereka, pemimpin sekolah dapat mengundang orang tua untuk
menyampaikan pandangan mereka terkait cara mendidik anak dan kemudian mengajak orangtua untuk
menjadi mitra yang sejajar dalam menolong murid mencapai keberhasilan dalam belajar (Auerbach, 2009,
2010).
Agar dapat merangkul orang tua sebagai mitra yang sejajar dalam dalam meningkatkan kualitas belajar
murid, pemimpin sekolah harus mengetahui latar belakang sosial keluarga murid dan menyesuaikan
bentuk komunikasi dan pelibatan orang tua sebagaimana diperlukan (Marzano et al., 2005; Hitt et al,
2018). Pemimpin sekolah perlu menyadari bahwa murid datang dari lingkungan belajar yang berbeda-
beda, baik lingkungan rumah dan masyarakatnya, dan oleh sebab itu penting bagi pemimpin sekolah
untuk mempelajarinya (Auerbach, 2010). Dengan demikian, pemimpin sekolah memperoleh pandangan-
pandangan orangtua tentang apa yang mereka bisa lakukan untuk kemajuan belajar anak mereka dan
kemudian melibatkan orangtua dalam menyusun program yang sesuai dan efektif secara proaktif (Olivos,
2006).
Pemimpin sekolah membuka ruang untuk partisipasi aktif orang tua dalam proses belajar mengajar di
sekolah (Caldwell, 2014; Marzano et al., 2005). Orang tua dapat membawakan materi pengajaran yang
sesuai dengan keterampilan dan keahliannya pada saat-saat tertentu untuk memperkaya pemelajaran
murid (Sumarsono et al., 2016). Orang tua juga dapat diintegrasikan dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi/refleksi pendidikan, sehingga pemelajaran dalam ruang kelas sesuai dengan
konteks kehidupan sehari-hari murid (Pan & Nyeu, 2019).
Kategori Memimpin Manajemen Sekolah
Kategori ini terdiri dari dua kompetensi yang berfokus pada kemampuan pemimpin
sekolah dalam proses operasional dan manajerial sekolahnya. Hampir semua pemimpin sekolah
di negara-negara berkinerja pendidikan tinggi berkata bahwa menentukan visi dan arah dan
memastikan sistem dan proses pengelolaan yang efektif, selain mendukung pengembangan para
staf, adalah faktor terbesar yang berkontribusi atas keberhasilan sekolah mereka (Barber et al,
2010). Dalam model kompetensi kepala sekolah sebelumnya, kategori ini terkait dalam dimensi
manajerial (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008).
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Kompetensi 9: Memimpin upaya mewujudkan visi sekolah menjadi budaya belajar yang
berpihak pada murid
Kompetensi memimpin upaya mewujudkan visi sekolah berorientasi pada budaya belajar yang
berpihak pada murid tampak dalam kepala sekolah yang dapat menyusun dan
mengejawantahkan visi sekolah dengan partisipasi aktif dari warga sekolah (ACDP, 2016; Raihani,
2008). Visi sekolah tersebut mengarah pada penciptaan budaya belajar yang mengutamakan
murid (Hallinger, 2012). Pemimpin sekolah menjadikan kualitas akademik dengan standar yang
tinggi sebagai komponen utama dalam menetapkan visi sekolah karena sekolah adalah
komunitas belajar (Bryk, Lee, & Holland, 1993).
Pemimpin sekolah menunjukkan pemahamannya bahwa sebagai komunitas belajar, sekolah
mengadopsi pandangan holistik dalam pendidikan. Pandangan holistik tersebut memiliki tiga
dimensi yaitu (1) dimensi kognitif di mana cara belajar murid lebih diperhatikan daripada skor
mereka, (2) dimensi afektif di mana hubungan interpersonal antar warga sekolah adalah hal
penting karena itulah yang membuat murid merasa dihargai sebagai pribadi, dan (3) dimensi
ideologis di mana nilai-nilai inti, visi dan tujuan bersama dihidupi oleh seluruh warga sekolah
sehingga tercipta rasa kebersamaan yang erat (Schussler, 2003).
Pemimpin sekolah memastikan bahwa visi yang sudah ditetapkan menjadi budaya sekolah yang
mengakar kuat dan terwujud dalam kehidupan sehari-hari warga sekolah sehingga mereka tidak
perlu menghafal visi sekolah mereka lagi (Bryk et al., 1993). Mengingat bahwa konteks komunitas
belajar di sekolah bersifat dinamis, pemimpin sekolah perlu meninjau ulang dan mengevaluasi
visi sekolah mereka secara terus menerus (Schussler, 2003).
Jika visi sekolah dipandang sudah tidak lagi relevan, pemimpin sekolah segera memulai
pembicaraan tentang visi pembaharuan visi sekolah (Sergiovanni, 1996). Kemudian, pemimpin
sekolah melibatkan warga sekolah dalam melakukan pembaharuan visi dan program yang
mendukung, menghimpun dukungan dari warga lingkungan sekitar, serta mencoba pendekatan-
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
pendekatan baru yang mewujudkan visi sekolah yang telah diperbaharui (Caldwell, 2014; Hairon
& Goh, 2019; Hitt et al., 2018). Kerjasama seluruh warga sekolah termasuk orangtua sangat
penting dilakukan agar proses pemelajaran bisa optimal (Coleman, Collinge, and Tabin, 1996).
Dengan demikian, sekolah berorientasi pada budaya belajar yang berdampak pada kemajuan
pemelajaran murid (ACDP, 2016; Karadag,2019).
Kompetensi 10: Memimpin dan mengelola program sekolah yang berdampak pada murid
Kompetensi memimpin dan mengelola program sekolah yang berdampak pada murid tampak
dalam pemimpin sekolah yang dapat menerjemahkan visi sekolah dalam program-program yang
menjawab kebutuhan belajar murid (Hallinger, 2012). Pemimpin sekolah bertekad menjalankan
program-program tersebut agar kualitas belajar murid bisa meningkat. Pemimpin sekolah
melaksanakan berbagai tindakan manajerial yang mendukung berjalannya program tersebut, di
antaranya mendapatkan dan mengelola sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan
program, memimpin pertemuan berkala untuk mengevaluasi program, memotivasi warga
sekolah dalam menjalankan program, dan menjadi teladan dalam pelaksanaan program yang
berdampak pada murid (Hallinger, 2012; Marzano et al., 2005; Raihani, 2008).
Kurikulum dan pengajaran adalah dua elemen penting yang menjadi fokus pemimpin sekolah
dalam upayanya meningkatkan program sekolah (Dimmock & Lee, 2000; Furney, Aiken, Hasazi,
& Keefe, 2005). Karena itu, pemimpin sekolah harus melakukan upaya agar program yang ia
pimpin dan kelola tidak membedakan antara sekolah sebagai organisasi dan sekolah sebagai
tempat di mana proses belajar mengajar berlangsung. Selain itu, pemimpin sekolah menunjukkan
pemahamannya akan kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat dan pemerintah setempat dan
menggunakan pengetahuannya akan kebijakan-kebijakan tersebut untuk merancang,
menjalankan, mengevaluasi program-program sekolah agar sejalan dengan mandat dari
pemerintah, tanpa kehilangan fokus pada kebutuhan belajar murid (Furney et al., 2005).
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Kategori Memimpin Pengembangan Sekolah
Kategori ini terdiri dari dua kompetensi yang berfokus pada kemampuan pemimpin sekolah
dalam melakukan inovasi atau transformasi sekolahnya demi hasil belajar yang lebih baik melalui
pemanfaatan sumber daya yang tersedia di lingkungannya. Hattie (2009) mengategorikan
dimensi kompetensi ini sebagai “strategic resourcing”, sementara Marzano et al (2005)
menyebutnya sebagai perilaku pemimpin sekolah “aktif menantang status quo”. Dalam model
kompetensi kepala sekolah sebelumnya, kategori ini terkait dalam dimensi kewirausahaan
(Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008).
Kompetensi 11: Memimpin program pengembangan sekolah agar optimal mendukung proses
belajar murid dan relevan dengan kebutuhan dan tantangan komunitas sekitar sekolah
Kompetensi memimpin perbaikan program dan perubahan sekolah agar optimal mendukung proses
belajar murid ditunjukkan oleh pemimpin sekolah yang dapat mengembangkan sekolah secara
komprehensif dengan berorientasi pada peningkatan pemelajaran murid melalui program-program yang
senantiasa ditingkatkan mutunya (Hallinger, 2012; Meikin et al., 2017).
Pemimpin sekolah menyadari bahwa mewujudkan perbaikan program secara efektif bergantung pada
dirinya yang memimpin proses perbaikan tersebut di sekolahnya (Gawlik, 2015; Young & Lewis, 2015).
Pemimpin sekolah menggunakan perbaikan program sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja sekolah,
merumuskan tujuan perbaikan yang jelas, mengembangkan kemampuan dan pengetahuan guru dan
tenaga kependidikan, dan yang terutama memastikan pendidikan di sekolah mereka berkualitas tinggi
(Gawlik, 2015). Pemimpin sekolah juga menanggapi secara strategis tuntutan kebijakan dari pemerintah
setempat maupun pusat (Elmore, 2006). Karena itu, pemimpin sekolah menjadi agen perantara yang
secara kreatif mengembangkan strategi yang dapat menyatukan tujuan perbaikan program sekolah
dengan tuntutan perbaikan dari pemerintah (Saltrik, 2010; Weick, 2009).
Pemimpin sekolah mengendalikan evaluasi diri sekolah sebagai pijakan untuk menentukan langkah-
langkah perubahan sekolah, dengan melibatkan warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah
(ACDP, 2016; Day & Sammons, 2014). Dalam melakukan pengembangan atau transformasi sekolah, kepala
sekolah mendemonstrasikan tiga fokus: misi (mengembangkan visi bersama sekolah, membangun
konsensus mengenai tujuan dan prioritas sekolah), performa/kinerja (menentukan ekspektasi tinggi,
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
memberi dukungan secara individu dan memberikan stimulasi intelektual, dan budaya (memperkuat nilai
organisasi, budaya sekolah produktif, kolaborasi dan partisipatif) (Mark & Printy, 2003). Keterlibatan
seluruh warga sekolah dalam perbaikan program sekolah menjamin keberlangsungan proses perbaikan
program (Nocon, 2004).
Kompetensi 12: Melibatkan orangtua dan komunitas dalam pembiayaan dan pengembangan
sekolah
Kompetensi melibatkan orangtua dan komunitas dalam pembiayaan dan pengembangan sekolah
ditunjukkan oleh kemampuan pemimpin sekolah mengomunikasikan pentingnya dan dampak
dari pengembangan sekolah terhadap kemajuan pemelajaran murid kepada kepada orangtua
dan masyarakat (Caldwell, 2014; Nomnian & Arphattananon, 2017; Marzano et al., 2005).
Pemimpin sekolah membentuk organisasi orang tua murid agar orang tua murid dapat
berkomunikasi secara langsung dengan pihak sekolah dengan cara yang terstruktur (Pakseresht
& Ahari, 2014). Pemimpin sekolah menggunakan organisasi orang tua murid sebagai wadah
untuk saling berkonsultasi tentang masalah-masalah sekolah (Ekundayo & Alonge, 2012; Shakur,
2012). Selain itu, pemimpin sekolah membentuk komite sekolah di mana perwakilan sekolah,
orang tua murid, ahli pendidikan, anggota Suku Dinas Pendidikan setempat, dan anggota
masyarakat lainnya, mengambil peran dalam pengembangan sekolah (Raihani, 2011). Pemimpin
sekolah menjadikan komite sekolahnya sebagai jembatan antara sekolah dan masyarakat.
Orang tua dan masyarakat disediakan beragam peran yang dapat dipilih dalam upaya
pengembangan sekolah, termasuk dalam hal pembiayaan sekolah (Fitriah et al., 2013;
Sumarsono et al., 2016). Tiga peran utama yang bisa dimainkan oleh organisasi orang tua murid
dan komite sekolah adalah penyumbang dana, pengambil keputusan, dan ‘pengawas sekolah’
(Raihani, 2011). Peran ‘pengawas sekolah’ ada karena banyak orang tua murid dan anggota
komite sekolah tertarik dengan bagaimana uang, baik yang diterima dari pemerintah maupun
yang diterima dari orang tua murid, digunakan untuk kepentingan pengembangan sekolah dan
kemajuan pemelajaran murid. Pemimpin sekolah mengadakan pertemuan rutin untuk mengajak
orang tua mengambil keputusan bersama terkait pengembangan sekolah (Povey et al., 2016) dan
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
secara transparan melaporkan kemajuan program pengembangan sekolah beserta dana yang
dipakai (Raihani, 2011).
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Daftar Pustaka
ACDP (Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership). (2013). School and
Madrasah principals and supervisors competencies baseline study. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
ACDP (Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership). (2013). Evaluasi
program penyiapan kepala sekolah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Auerbach, S. (2009). Walking the walk: Portraits in leadership for family engagement in urban
schools. School Community Journal 19(1), 9–32.
Auerbach, S. (2010). Beyond coffee with the principal: Toward leadership for authentic school-
family partnerships. Journal of School Leadership, 20, 728 – 757.
Australian Institute for Teaching and School Leadership (AITSL). (2014). “Australian Professional Standard for Principals and the Leadership Profile"
Barber, M., Whelan, F. and Clark, M. (2010) Capturing the Leadership Premium: How the World's
Top School Systems Are Building Leadership Capacity for The Future.
Baron, J. B. (1998). In N. M. Lambert & B. L. McCombs (Eds.) How students learn: Reforming schools through learner-centered education (pp. 211 – 240). Washington, D.C.: American Psychological Association.
Blase, J., & Blase, J. (1999). Principals’ instructional leadership and teacher development: Teacher
perspectives. Educational Administration Quarterly, 35, 349-378.
Bloom, Nicholas, Renata Lemos, Raffaella Sadun, and John Van Reenen. 2015. “Does Management Matter in Schools?” Economic Journal 125 (584): 647–74.
Bryk, A. S., Lee, V. E., & Holland, P. B. (1993). Catholic schools and the common good. Cambridge,
MA: Harvard University Press.
Caldwell, B. (2014). Thematic literature review for component 2. Performance Oversight and
Monitoring: Jakarta.
Campbell, E. (2008). Teaching ethically as a moral condition of professionalism. In L.P. Nucci & D.
Narvaez (Eds.), Handbook of moral and character education. (pp. 601-617). New York, NY:
Routledge.
Coleman, P., Collinge, J., & Tabin, Y. (1996). Learning together: The student/parent/teacher triad.
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
School Effectiveness and School Improvement, 7(4), 361–382.
Colnerud, G. (2006). Teacher ethics as a research problem: Syntheses achieved and new issues.
Teachers and Teaching: Theory and Practice, 12(3), 365-385.
Corno, L. (1992). Encouraging students to take responsibility for learning and performance. The
Elementary School Journal, 93(1), 69-83.
Creemers, B.P.M. (1994) The Effective Classroom, London: Cassell.
Creemers, B. P. M. & Reezigt, G. J. (1999). The role of school and classroom climate in elementary
school learning environments. In H. J. Freiberg (Ed.), School climate: Measuring, improving
and sustaining healthy learning environments. (pp. 30 – 48). Philadelphia, PA: Taylor &
Francis.
Crowther, F., Kaagan, S. S., Ferguson, M., & Hann, L. (2002). Developing teacher leaders: How teacher
leadership enhances school success. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
Curry, K. A., & Adams, C. M. (2014). Parent social networks and parent responsibility: Implications
for school leadership. Journal of School Leadership, 24(5), 918-948.
Day, C., Harris, A., Hadfield, M., Tolley, H., & Beresford, J. (2000). Successful Leadership in Times of
Change. Buckingham: Open University Press
Day, C., & Sammons, P. (2014). Successful school leadership. Reading: Education Development Trust.
Dewantara, K. H. (2009). Menuju manusia merdeka. Yogyakarta, Indonesia: Leuitka.
Dinham, S. (2005). Principal leadership for outstanding educational outcomes. Journal of Educational
Administration, 43(4), 338–356.
Dimmock, C., & Lee, C. K. (2000, Summer). Redesigning school-based curriculum leadership: A cross-
cultural perspective. Journal of Curriculum and Instruction, 15(4), 332–358.
Ekundayo, H. T., & Alonge, H. O. (2012). Strengthening the roles of Parent Teacher Association in
secondary schools for better community participation in educational development in Nigeria.
Journal of Educational and Developmental Psychology, 2(2), 16
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Elmore, R. F. (2002). Bridging the gap between standards and achievement: The imperative for
professional development in education. Washington, DC: Albert Shanker Institute. Retrieved
March 27, 2020, from http://www.shankerinstitute.org/Downloads/Bridging_Gap.pdf
Elmore, R. (2006), “Leadership as a practice of improvement”, presented at the International
Conference of Perspective on Leadership for Systemic Improvement, London, July.
Fitriah, A., Sumintono, B., Subekti, N. B., & Hassan, Z. (2013). A different result of community
participation in education: an Indonesian case study of parental participation in public
primary schools. Asia Pacific Education Review, 14(4), 483-493.
Fry, L., Matherly, L., Whittington, J., & Winston, B. (2007). Spiritual leadership as an integrating
paradigm for servant leadership. In Singh-Sengupta, S., & Fields, D., (Eds.), Integrating
Spirituality and Organizational Leadership, (pp. 82-92). Macmillan India Ltd.
Fryer, Roland G., Jr. 2017. “Management and Student Achievement: Evidence from a Randomized
Field Exper- iment.” NBER Working Paper 23437, National Bureau of Economic Research,
Cambridge, MA.
Fullan, M. (2014). The principal: Three keys to maximizing impact. San Francisco: Jossey-Bass.
Furney, K. S., Aiken, J., Hasazi, S., & Clark/Keefe, K. (2005). Meeting the needs of all students:
Contributions of effective school leaders. Journal of School Leadership, 15(5), 546-570.
Gawlik, M.A. (2015), Shared sense-making: how charter school leaders ascribe meaning to
accountability, Journal of Educational Administration, 53(3), 393-415.
Gurr, D., Drysdale, L., & Mulford, B. (2005). Successful principal leadership: Australian case studies.
Journal of Educational Administration, 43(6), 539–551.
Gurr, D. & Raihani. (2006). Value-driven school leadership: An Indonesian perspective. Leading and
Managing, 12(1), 121.
Hairon, S., & Goh, J. W. P. (Eds.). (2019). Perspectives on School Leadership in Asia Pacific Contexts.
Springer.
Hallinger, P. (2012). School Leadership that Makes a Difference: Lessons from 30 Years of
International Research. Roma: Ministry of Education.
Hallinger, P., & Heck, R. H. (1998). Exploring the principal’s contribution to school effectiveness:
1980–1995. School Effectiveness and School Improvement, 9(2), 157–191.
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
Ham, S. H., Kim, B. C., & Kim, W. J. (2019). Leadership for instructional uncertainty management:
Revisiting school leadership in South Korea’s context of educational reform. In Perspectives
on School Leadership in Asia Pacific Contexts(pp. 133-148). Springer, Singapore.
Hattie, J. (2009). Visible Learning. London and New York: Routledge.
Hitt, D. H., Woodruff, D., Meyers, C. V., & Zhu, G. (2018). Principal competencies that make a
difference: Identifying a model for leaders of school turnaround. Journal of School
Leadership,28(1), 56-81.
Huffman, J. B., Hipp, K. A., Pankake, A. M., & Moller, G. Professional learning communities:
Leadership, purposeful decision making, and job-embedded staff development. Journal of
School Leadership, 11, 448 – 463.
Karadag, E. (2019). The effect of educational leadership on students’ achievement: a cross-cultural
meta-analysis research on studies between 2008 and 2018. Asia Pacific Education Review, 1-
16.
Katzenmeyer, M., & Moller, G. (2000). Awakening the sleeping giant: Helping teachers develop as
leaders. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
Kusmanto, B.; & Adi-Widodo, S. (2016) Pola Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara. Dalam Jurnal
Managemen Pendidikan Vol 11 no.2, Januari 2016: 18-29.
Lambert, L. (1998). Building leadership capacity in schools. Alexandria, VA: Association for
Curriculum and Supervision Development.
Leithwood, Day, Sammons, Harris, Hopkins, Seven Strong Claims about Successful School Leadership, 2006.
Leithwood, K., Harris, A., & Hopkins, D. (2008). Seven strong claims about successful school
leadership. School Leadership and Management, 28(1), 27–42.
Manning, K. (2017). Moral and ethical leadership: one principal’s beliefs and practices. (Unpublished
doctoral dissertation). University of Toronto
Marks, H. M., & Printy, S. M. (2003). Principal leadership and school performance: An integration of
transformational and instructional leadership. Educational Administration Quarterly, 39(3),
370-397.
Marzano, R. J., Waters, T., & McNulty, B. A. (2005). School leadership that works: From research to
results. ASCD.
Mayer, D. P., Mullens, J. E., Moore, M. T., & Ralph, J. (2000). Monitoring school quality: An indicator’s
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
report. Washington, DC: U.S. Department of Education, National Center for Education
Statistics.
Mehdinezhad, V., & Nouri, F. (2016). The relationship between elementary school principals’
transformational leadership and spiritual well-being. Management in Education, 30(2), 42-49.
Moller, G. (2006). Teacher leadership emerges within professional learning communities. Journal of
School Leadership, 16, 520 – 533.
Mei Kin, T., Abdull Kareem, O., Nordin, M. S., & Wai Bing, K. (2018). Principal change leadership
competencies and teacher attitudes toward change: the mediating effects of teacher change
beliefs. International Journal of Leadership in Education, 21(4), 427-446.
Missouri Leadership Development System. (2010). “Executive Summary”.
Nannyonjo, Harriet. 2017. “Building Capacity of School Lead- ers: Strategies That Work, Jamaica’s
Experience.” Work- ing paper, World Bank, Washington, DC.
Nomnian, S., & Arphattananon, T. (2018). School Administrators' Competencies for Effective English
Language Teaching and Learning in Thai Government Primary Schools. IAFOR Journal of
Education, 6(2), 51-69.
Nocon, H.D. (2004), “Sustainability as process: community education and expansive collaborative
activity”, Educational Policy, 18(5), 710-732.
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (2009). Creating effective
teaching and learning environments: First results from TALIS. Paris: OECD Publications.
Olivos, E. M. (2006). The power of parents: A critical perspective of bicultural parent involvement in
public schools. New York: Lang.
Özan, M. B., Özdemir, T. Y., & Yirci, R. (2017). Ethical leadership behaviours of school administrators
from teachers’ point of view. Foro de Educación, 15(23), 161 – 184. .
Pan, H. L. W., & Nyeu, F. Y. (2019). Changing Practices of School Leadership in Taiwan: Evolving
Education Reforms. In Perspectives on School Leadership in Asia Pacific Contexts(pp. 47-60).
Springer, Singapore.
Pakseresht, S., & Ahari, A. E. (2014). Investigating the effectiveness of parent-teacher association
activities in elementary schools of region 8 of Tehran. Arabian Journal of Business and
Management Review 3(11a), 194 – 202
Paris, S. G. (1998). Why learner-centered assessment is better than high-stakes testing. In N. M.
Lambert & B. L. McCombs (Eds.) How students learn: Reforming schools through learner-
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
centered education (pp. 189 – 209). Washington, D.C.: American Psychological Association.
Paris, S. G. & Ayres, L. R. (1994). Becoming reflective students and teachers with authentic
assessment. Washington, D.C.: American Psychological Association.
Pont, B., Nusche, D., & Moorman, H. (2008). Improving school leadership, Volume 1: Policy and
practice. Paris: OECD Publications.
Povey, J., Campbell, A. K., Willis, L. D., Haynes, M., Western, M., Bennett, S., ... & Pedde, C. (2016).
Engaging parents in schools and building parent-school partnerships: The role of school and
parent organisation leadership. International Journal of Educational Research, 79, 128-141.
PricewaterhouseCoopers (2007), Independent Study into School Leadership: Main Report,
Department for Education and Skills, London.
Raihani. (2011). Best Practices of SBM: Community participation in schools in Indonesia in Sakhiyya,
Z., Arsana, I.M.A. and Ramadewi, M. (Eds) Education Counts! The Contribution of Indonesian
Students Studying Overseas for Education in Indonesia. Chapter 3, pages 39-58. Yogyakarta:
Yogyakarta Insight Media
Raihani. (2008). An Indonesian model of successful school leadership. Journal of Educational
Administration, 46(4), 481-496.
Reitzug,U. C. (1997). Images of principal instructional leadership: From supervision to collaborative
inquiry. Journal of Curriculum Supervision, 12, 356-366.
Reyes, D. M. (2015). The role of spirituality in the decisions and actions of Latino principals.
(Doctoral dissertation). The University of Texas at San Antonio
Robinson, Viviane M. J., Claire A. Lloyd, and Kenneth J. Rowe. 2008. “The Impact of Leadership on
Student Out- comes: An Analysis of the Differential Effects of Leader- ship Types.” Educational
Administration Quarterly 44 (5): 635–74.
Saltrick, S. (2010), “Making sense of accountability: a qualitative exploration of how eight New York
City high school principals negotiate the complexity of today’s accountability landscape
(Doctoral dissertation).
Sakulsumpaopol, N. (2010). The roles of school principals in implementing change in elementary and
secondary schools in Thailand. (Unpublished doctoral dissertation). Victoria University,
Australia.
Schleicher, A.K. (2009). From Finland to Kyrgyzstan: A Changing Landscape. School Administrator.
66(3): 26-7.
Schussler, D. L. (2003). Schools as learning communities: Unpacking the concept. Journal of school
Makalah Kerja Naskah Akademik Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah
GTK Kementerian Pendidikan & Kebudayaan - Maret 2020
leadership, 13(5), 498-528.
Shakur, C. R. (2012). An analysis of barriers to and strategies for improving parent engagement
(Master’s thesis). Chicago, U.S.A: Loyola University. Retrieved from
http://ecommons.luc.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1727&context=luc_theses.
Sullivan, L. E. (Ed.). (2009). The SAGE glossary of the social and behavioral sciences. Sage.
Sumarsono, R. B., Imron, A., Wiyono, B. B., & Arifin, I. (2016). Parents' Participation in Improving the
Quality of Elementary School in the City of Malang, East Java, Indonesia. International
Education Studies, 9(10), 256-262.
Sumintono, B., Sheyoputri, E. Y., Jiang, N., Misbach, I. H., & Jumintono. (2015). Becoming a principal
in Indonesia: possibility, pitfalls and potential. Asia Pacific Journal of Education, 35(3), 342-
352.
Vavrus, F., Thomas, M., & Bartlett, L. (2011). Ensuring quality by attending to inquiry: Learner-
centered pedagogy in Sub-Saharan Africa. Fundamentals of Teacher Education
Development—4. Addis Ababa, Ethiopia: UNESCO International Institute for Capacity Building
in Africa.
Wiyono, B. B. (2018). The effect of self-evaluation on the principals’ transformational leadership, teachers’ work motivation, teamwork effectiveness, and school improvement. International Journal of Leadership in Education, 21(6), 705-725.
Weick, K.E. (2009). Making Sense of the Organization, Volume 2: The Impermanent Organization.
New York, NY: John Wiley. Williams, A. M. (2017). Emotional and social competencies of a principal school leader. (Doctoral
dissertation). The University of Illinois at Urbana-Champaign.
Yasin, M., Mustamin and Tahir, L.M. (2013). Principal competencies and the achievement of the National Education Standard in Indonesia. International Journal of Humanities and Social Science Invention. 2(8): 31-36. http://www.ijhssi.org/papers/v2(8)/Version-2/F0282031036.pdf
York-Barr, J., & Duke, K. (2004). What do we know about teacher leadership? Findings from two decades of scholarship. Review of educational research, 74(3), 255-316.
Young, T. and Lewis, W.D. (2015), “Educational policy implementation revisited”, Educational Policy, 29(1), 3-17.