kajian meteorologi kejadian banjir bandang...

15
KAJIAN METEOROLOGI KEJADIAN BANJIR BANDANG SAMBELIA TANGGAL 9 DAN 11 FEBRUARI 2017 Joko Raharjo 1 , Kadek Setiya Wati 2 , Anggi Dewita 3 , Petrus Sina Dey Dala 4 , Maria Carine P.A.D.V., 5 Ari Wibianto 6 , Yudhit Adiyatma 7 1,2,3,4,5,6,7 Prakirawan Stasiun Meteorologi Bandara Internasional Lombok email : [email protected] I. PENDAHULUAN Nusa Tenggara Barat memiliki tingkat kerentanan terhadap potensi bencana akibat faktor hidrometeorologi yang cukup tinggi. Samudera Hindia dan Laut Flores yang mengapit wilayah ini turut mempengaruhi cuaca dan iklim di NTB. Kondisi topografi NTB yang berbukit-bukit sekaligus dekat dengan laut menjadikan faktor lokal memiliki kontribusi yang besar dalam pembentukan cuaca. Setiap kali memasuki musim hujan, NTB harus segera siaga dalam menghadapi bencana akibat faktor meteorologi. Fenomena hujan lebat dan angin kencang yang dapat memicu bencana banjir dan tanah longsor sehingga kerugian harta benda tidak dapat dihindari. Hujan dengan intensitas lebat, durasi hujan yang cukup lama serta distribusi curah hujan yang tidak merata berpotensi menyebabkan banjir dan longsor di suatu tempat. Disebutkan dalam PERKA KBMKG No.009 Tahun 2010, bahwa cuaca ekstrem adalah kondisi cuaca yang tidak lazim sehingga menimbulkan kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta. Oleh karena itu, hujan lebat dengan jumlah curah hujan ≥ 50 mm/hari atau ≥20 mm/jam yang berpotensi menimbulkan kerugian baik jiwa maupun harta, masuk dalam ketegori cuaca ekstrem. Berdasarkan laporan dari BNPB NTB telah terjadi banjir bandang yang melanda wilayah Lombok Timur hingga dua kali dalam kurun waktu tiga hari yaitu tanggal 9 Februari dan 11 Februari 2017. Banjir diakibatkan oleh hujan lebat yang turun dalam periode relatif lama pada tanggal 8 Februari pukul 23.00 WITA dan tanggal 11 Februari pukul 00.00 WITA. Peristiwa ini menyebabkan 8 desa termasuk di Kecamatan Sembalun dan Kecamatan Sambelia tersapu banjir sehingga ribuan warga terpaksa mengungsi dan terisolir. Evakuasi diarahkan menuju pasar Sambelia, masjid terdekat, kantor desa, dan kantor camat. Banjir bandang juga telah menutup akses jalan dan menghanyutkan jembatan sehinnga proses evakuasi dan penyaluran bantuan terkendala. Pasokan air bersih sulit didapat karena banjir telah memutus saluran pipa PDAM.

Upload: haanh

Post on 19-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAJIAN METEOROLOGI KEJADIAN BANJIR BANDANG

SAMBELIA TANGGAL 9 DAN 11 FEBRUARI 2017

Joko Raharjo1, Kadek Setiya Wati

2, Anggi Dewita

3, Petrus Sina Dey Dala

4, Maria Carine P.A.D.V.,

5

Ari Wibianto6, Yudhit Adiyatma

7

1,2,3,4,5,6,7Prakirawan Stasiun Meteorologi Bandara Internasional Lombok

email : [email protected]

I. PENDAHULUAN

Nusa Tenggara Barat memiliki tingkat kerentanan terhadap potensi bencana akibat

faktor hidrometeorologi yang cukup tinggi. Samudera Hindia dan Laut Flores yang

mengapit wilayah ini turut mempengaruhi cuaca dan iklim di NTB. Kondisi topografi

NTB yang berbukit-bukit sekaligus dekat dengan laut menjadikan faktor lokal memiliki

kontribusi yang besar dalam pembentukan cuaca.

Setiap kali memasuki musim hujan, NTB harus segera siaga dalam menghadapi

bencana akibat faktor meteorologi. Fenomena hujan lebat dan angin kencang yang dapat

memicu bencana banjir dan tanah longsor sehingga kerugian harta benda tidak dapat

dihindari. Hujan dengan intensitas lebat, durasi hujan yang cukup lama serta distribusi

curah hujan yang tidak merata berpotensi menyebabkan banjir dan longsor di suatu

tempat.

Disebutkan dalam PERKA KBMKG No.009 Tahun 2010, bahwa cuaca ekstrem

adalah kondisi cuaca yang tidak lazim sehingga menimbulkan kerugian terutama

keselamatan jiwa dan harta. Oleh karena itu, hujan lebat dengan jumlah curah hujan ≥ 50

mm/hari atau ≥20 mm/jam yang berpotensi menimbulkan kerugian baik jiwa maupun

harta, masuk dalam ketegori cuaca ekstrem.

Berdasarkan laporan dari BNPB NTB telah terjadi banjir bandang yang melanda

wilayah Lombok Timur hingga dua kali dalam kurun waktu tiga hari yaitu tanggal 9

Februari dan 11 Februari 2017. Banjir diakibatkan oleh hujan lebat yang turun dalam

periode relatif lama pada tanggal 8 Februari pukul 23.00 WITA dan tanggal 11 Februari

pukul 00.00 WITA. Peristiwa ini menyebabkan 8 desa termasuk di Kecamatan Sembalun

dan Kecamatan Sambelia tersapu banjir sehingga ribuan warga terpaksa mengungsi dan

terisolir. Evakuasi diarahkan menuju pasar Sambelia, masjid terdekat, kantor desa, dan

kantor camat. Banjir bandang juga telah menutup akses jalan dan menghanyutkan

jembatan sehinnga proses evakuasi dan penyaluran bantuan terkendala. Pasokan air bersih

sulit didapat karena banjir telah memutus saluran pipa PDAM.

Daerah Sambelia merupakan salah satu daerah rawan bencana, dimana hampir setiap

tahun banjir terjadi di wilayah ini. Berdasarkan analisis curah hujan pada dasarian 1 bulan

Februari 2017, curah hujan terukur di Sambelia merupakan yang tertinggi di provinsi NTB

dengan nilai tercatat 797 mm/dasarian. Sementara itu, daerah terdampak banjir lainnya

yaitu daerah Sembalun yang berada tepat di kaki gunung Rinjani, juga memiliki curah

hujan tahunan yang cukup tinggi terutama di musim hujan. Berdasarkan analisis curah

hujan pada dasarian II bulan Februari 2017, curah hujan terukur di Sembalun merupakan

yang tertinggi di provinsi NTB dengan nilai tercatat 251 mm/dasarian.

Data curah hujan dari pos pengamatan Sambelia pada tanggal 9 Februari 2017 curah

hujan terukur adalah 166 mm/hari. Sementara pada tanggal 11 Februari 2017 curah hujan

terukur di Sambelia adalah sebesar 87.6 mm/hari.

Banjir bandang yang terjadi di Lombok Timur merupakan salah satu kejadian yang

mendapat perhatian khusus karena terjadi dalam jarak waktu yang sangat singkat.

Diperlukan analisis cuaca secara lengkap untuk mengetahui kondisi atmosfer secara umum

dalam periode tersebut. Dalam pembentukkan cuaca, ada banyak proses yang terjadi

didalamnya dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses tersebut. Analisis lengkap

dilakukan dengan menganalisis data-data reanalisis model cuaca numerik berupa peta

synoptik seperti data suhu muka laut, data kelembapan udara, data pola pergerakan angin,

dan data medan tekanan. Sebagai verifikator dilakukan analisis citra inderaja seperti

satelit cuaca dan citra radar untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya hujan

lebat yang menyebabkan banjir bandang di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara

Barat.

II. DATA DAN METODE

Dalam penelitian ini mencakup lokasi penelitian, data penelitian, dan metodelogi,

dimana pada metodelogi mencakup pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis hasil

pengolahan data.

II.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil studi kasus pada saat kejadian hujan lebat di Lombok

Timur tanggal 8 dan 10 Februari 2017 dengan koordinat wilayah penelitian pada peta

adalah 8.39° LS dan 116.71 BT. Letak Desa Sembalun berbatasan langsung dengan

Gunung Rinjani dan terletak diketinggian 1163 mdpl. Sementara itu, Desa Sambelia

berada di sisi timur Sembalun dan terletak di ketinggian 107 mdpl.

II.2 Data Penelitian

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Data analisis SST dan anomali serta Madden Julian Oscillation (MJO)

2. Data analisis medan tekanan, analisis medan angin, dan analisis kelembaban

udara.

3. Data satelit himawari-8 dan radar cuaca Lombok tanggal 8 dan 10 Februari

2017.

II.3 Metode Penelitian

Metode penelitian ini bersifat deskriptif. Langkah yang dilakukan adalah

menganalisis kondisi global dengan menggunakan data analisis suhu muka laut dan

anomali suhu muka laut serta posisi fenomena MJO. Setelah melakukan analisis

kondisi skala global, dilanjutkan dengan melakukan analisis skala regional dengan

menggunakan data analisis medan tekanan, analisis medan angin, dan kelembaban

udara. Untuk mengetahui kondisi lokal digunakan citra satelit dan time series suhu

puncak awan pada saat kejadian dari satelit Himawari-8 serta interpretasi data radar

cuaca. Dari analisis tersebut akan disimpulkan faktor cuaca penyebab hujan lebat di

Kabupaten Lombok Timur pada pada tanggal 8 dan 10 Februari 2017.

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III.1 SKALA GLOBAL

1. Suhu Muka Laut dan Anomali

Berdasarkan gambar 3.1 terlihat bahwa kondisi Suhu Muka Laut (SML) di

wilayah perairan Indonesia umumnya dan khususnya perairan sekitar NTB memiliki

nilai Suhu Muka Laut yang hampir sama dari tanggal 08 Februari 2017 sampai

dengan 11 Februari2017 yaitu berkisar antara 27 – 29⁰C. Nilai anomali suhu muka

laut di wilayah perairan sekitar NTB sebesar (-1.5)⁰C hingga 0⁰C terhadap

normalnya. Suhu muka laut pada kisaran tersebut dalam kategori lebih dingin dari

normalnya. Kondisi suhu muka laut yang mendingin mengakibatkan kurangnya

pasokan uap air diwilayah NTB dan sekitarnya.

Gambar 1. Suhu Muka Laut dan Anomali Suhu Muka laut Pada Tanggal 8 – 11

Februari 2017 (Sumber: NOAA, 2017)

2. Madden Julian Oscillation (MJO)

Gambar 2. Diagram Fase Pergerakan MJO Tanggal 4-12 Januari 2017

(BOM, 2017)

Terdapat 8 fase pergerakan MJO, dimana MJO terpantau aktif di wilayah

Indonesia jika berada pada fase 4 dan 5 (maritime continent). Garis merah

menandakan pergerakan untuk bulan Desember 2016, garis hijau menandakan

pergerakan untuk bulan Januari 2017, dan garis biru menandakan pergerakan untuk

bulan Februari 2017. Pada tanggal 8 – 11 Februari 2017 posisi MJO berada pada

fase 8 yang menunjukkan bahwa kondisi MJO tidak aktif diwilayah Indonesia.

Kondisi ini mengakibatkan pertumbuhan awan yang terjadi akibat dari fenomena

MJO kurang signifikan atau kurang berkontribusi pada proses pertumbuhan awan di

Indonesia.

III.2 ANALISIS SKALA REGIONAL

1. Analisis Medan Tekanan

Gambar 3. Analisis MSLP Tanggal 8 Februari 2017 Jam 00.00 UTC

Gambar 4. Analisis MSLP Tanggal 10 Februari 2017 Jam 00.00 UTC

Analisis MSLP tanggal 8 Februari 2017 (gambar 3) menunjukkan adanya

pusat tekanan rendah di perairan Barat Laut Australia dengan nilai tekanan pusatnya

mencapai 984 hPa. Sementara itu, analisis MSLP tanggal 10 Februari 2017 (gambar

4) menunjukkan pusat bahwa pusat tekanan rendah tersebut bergerak semakin ke

Selatan hinga mencapai perairan Barat Australia dengan nilai tekanan pada pusatnya

mencapai 994 hPa. Palung tekanan rendah terbentuk memanjang di Samudera Hindia

sebelah Selatan Pulau Jawa ke arah Tenggara hingga daratan Australia bagian Barat

(994 hPa), Australia bagian Utara (1004 hPa), sampai perairan Timur Australia (995

hPa).

2. Analisis Medan Angin

Gambar 5. Analisis MSLP Tanggal 8 Februari 2017 Jam 12.00 UTC

Gambar 6. Analisis MSLP 10 Februari 2017 Jam 12.00 UTC

Berdasarkan analisis medan angin gradient tanggal 8 dan 10 Februari 2017

menunjukkan pola yang mirip, dimana terlihat adanya konfluense yang terbentuk

memanjang di Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa, Bali hingga NTB. Konfluense

merupakan daerah pertemuan angin sehingga adanya daerah pertemuan angin tersebut

menyebabkan massa udara yang mengandung uap air juga ikut mengumpul dan

potensi pertumbuhan awan pun meningkat.

3. Kelembaban Relatif (RH)

Tanggal 8 februari 2017, lapisan 850 hPa Tanggal 10 februari 2017, lapisan 850 hPa

Tanggal 8 februari 2017, lapisan 700 Hpa Tanggal 10 februari 2017, lapisan 700 Hpa

Tanggal 8 februari 2017, lapisan 500 hPa Tanggal 10 februari 2017, lapisan 500 hPa

Gambar 7. Kondisi Kelembaban Udara tanggal 8 dan 10 Februari 2017

Berdasarkan data analisis kelembaban relatif pada tanggal 8 dan 10 Februari

2017 pukul 20.00 UTC terlihat pada lapisan 850 hPa dan 700 hPa nilai RH berkisar

antara 90-100%. Sementara itu, di lapisan 500 hPa nilainya berkisar antara 90-

100% pada tanggal 8 Februari 2017 dan 60-70% pada tanggal 10 Februari 2017. Hal

ini menunjukkan bahwa kondisi udara memiliki potensi uap air basah yang sangat

banyak untuk menjadi awan-awan hujan.

3.3 ANALISIS SKALA LOKAL

1. Citra Satelit dan Suhu Puncak Awan

Gambar 8. Suhu Puncak Awan Tanggal 8 dan 10 Februari 2017

di Pos Hujan Sambelia

Awan konvektif umumnya memiliki bentuk dan tinggi puncak awan yang

berubah lebih cepat dibandingkan dengan awan stratiform karena masa hidupnya yang

pendek. Selain itu, awan konvektif jenis Cumulonimbus juga dapat diindikasikan

berdasarkan suhu puncak awannya yang dapat mencapai kurang dari -40°C.

Lingkaran berwarna merah pada gambar 8 di atas menyatakan indikasi adanya liputan

awan Cumulonimbus. Adanya kenaikan dan penurunan grafik suhu puncak awan

yang tajam dapat mengindikasikan adanya pertumbuhan dan peluruhan awan jenis ini,

dimana pada waktu peluruhannya berkaitan dengan kondisi hujan lebat.

Berdasarkan analisis grafik suhu puncak awan dapat diketahui bahwa hujan

intensitas sedang hingga lebat pada tanggal 8 Februari 2017 terjadi pada malam hari.

Curah hujan tercatat pada jam 00.00 UTC tanggal 9 Februari 2017 adalah 166 mm.

Kondisi tersebut memicu terjadinya banjir bandang pada pagi hari tanggal 9 Februari

2017. Hujan sangat lebat kembali terjadi pada tanggal 10 Februari 2017. Hujan

dengan intensitas sedang hingga lebat terjadi pada pagi hari hingga siang hari sekitar

jam 04.00 UTC, dan berlanjut pada malam hari jam 16.00 UTC hingga pagi hari.

Curah hujan tercatat pada jam 00.00 UTC tanggal 11 Februari 2017 adalah 87 mm.

Gambar 9. Citra Satelit Wilayah NTB Tanggal 8 Februari 2017

Gambar 10. Citra Satelit Wilayah NTB Tanggal 10 Februari 2017

Citra satelit IR-enhanced menunjukkan dengan lebih jelas adanya liputan awan

yang tebal di atas wilayah Sembalun dan Sambelia tanggal 8 dan 10 Februari 2017.

Selama tanggal 8 dan 10 Februari 2017, hampir sepanjang hari wilayah Sembalun, dan

Sambelia tertutup oleh gugusan awan tebal yang tampak tumbuh dan meluruh secara

berkesinambungan. Melihat kondisi tersebut tidak heran jika kondisi tersebut menjadi

salah satu pemicu terjadinya banjir bandang.

2. Analisis Hujan TRMM

Berdasarkan analisis data prakiraan akumulasi curah hujan TRMM

menunjukan bahwa untuk wilayah Sembalun dan Sambelia dan sekitarnya pada

tanggal 8 dan 10 Februari 2017 tergolong pada curah hujan lebat.

Gambar 11. Akumulasi Hujan Harian TRMM tanggal 8 dan 10 Februari 2017

3. Analisis Citra Radar

Gambar 12. Produk CMAX Tanggal 08 Februari 2017 pukul 15.00 – 18.00 UTC

Gambar 13. Produk CMAX Tanggal 10 Februari 2017 pukul 00.00 – 03.00 UTC

Gambar 14. Produk CMAX Tanggal 10 Februari 2017 pukul 15.00 – 18.00 UTC

Berdasarkan interpretasi data reflektifitas produk CMAX pada tanggal 8 dan

10 Februari 2017, terlihat adanya echo presipitasi di wilayah Sambelia dengan rentang

nilai reflektifitas 15-55 dbZ dan nilai reflektifitas maksimum 45-50 dBz. Hal ini

menunjukkan di wilayah tersebut terdapat awan Cumulonimbus penyebab hujan

dengan intensitas sedang-lebat. Puncak hujan diperkirakan terjadi pada malam hari di

tanggal 8 Februari 2017 dan pada pagi hingga siang hari pada tanggal 10 Februari

2017.

4. Model Cuaca Numerik

a. Convective Available Potential Energy (CAPE)

Dari gambar 15 (a) dan (b) terlihat bahwa pada tanggal 8 dan 10 Februari

2017, untuk nilai Cape di wilayah Lombok Timur tanggal 8 Februari 2017 pada

lapisan 850 mb mempunyai nilai 450 J/Kg dan pada tanggal 10 Februari 2017

mempunyai nilai 500 J/Kg yang termasuk dalam kategori konvektif lemah, Hal

tersebut menunjukan bahwa masih adanya potensi untuk pertumbuhan awan hujan di

wilayah Lombok Timur dikarenakan kondisi tersebut berlangsung dari jam15 hingga

21 UTC.

(a) (b)

(a) (b)

Gambar 15. Nilai CAPE Pada Lapisan 850 mb Tanggal 8 (a) dan 10 (b)

Februari 2017 Jam 15.00, 18.00, dan 21.00 UTC

b. Vortisitas

Berdasarkan gambar 16 (a) dan (b) terlihat irisan melintang nilai vortisitas

pada wilayah Sambelia pada tanggal 08 dan 10 Februari 2017 dari jam 00.00 hingga

23.00 UTC. Pada tanggal 08 Februari 2017 terlihat adanya nilai vortisitas negatif pada

jam 09.00 hingga jam 12.00 UTC dilapisan atas dan untuk tanggal 10 Februari 2017

nilai vortisitas negatif terjadi pada jam 12.00 hingga 15.00 UTC. Hal ini menunjukkan

bahwa adanya gerakan vertikal keatas yang berpotensi menimbulkan terjadinya hujan

di wilayah Lombok Timur.

(a) (b)

Gambar 16. Irisan Melintang Nilai Vortisitas Tanggal 08 (a) dan 10 (b) Februari 2017

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis skala global, regional, dan lokal yang telah dilakukan di atas

dapat diperoleh kesimpulan bahwa terjadinya hujan lebat hingga sangat lebat di wilayah

Lombok Timur paling dipengaruhi oleh kondisi cuaca skala regional dan lokal. Dari

segi atmosfer skala regional terdapat daerah pertemuan angin di sebelah Selatan NTB

sehingga memicu terjadinya pertumbuhan awan hujan, khususnya di wilayah Lombok

Timur. Selain itu, kondisi ini juga didukung oleh kelembaban relatif yang tinggi di atas

wilayah Lombok Timur. Faktor skala lokal juga turut mendukung terjadinya kondisi

atmosfer labil sehingga pertumbuhan awan-awan konvektif penyebab hujan lebat

berlangsung secara aktif. Oleh karena hujan lebat tersebut terjadi dalam jangka waktu

yang cukup panjang sehingga meningkatkan debit air sungai hingga akhirnya terjadi

banjir tanggal 9 dan 11 Februari 2017 yang melanda wilayah Sambelia dan Sembalun.

V. DAFTAR PUSTAKA

BMKG, (2017) , Citra Satelit Himawari-8 Area NTB, [daring]

(http://satelit.bmkg.go.id/IMAGE/HIMA/H08_EH_NTB_0*00.png, diakses tanggal

8 dan 10 Februari 2017)

BMKG, 2017, Dinamika Atmosfer Dasarian I Februari 2017, [daring]

(http://bmkg.go.id/iklim/dinamika-atmosfer.bmkg, diakses tanggal 13 Februari

2017).

BMKG, 2017, Koordinat Pos hujan Kerjasama Sambelia, [daring]

(http://dataonline.bmkg.go.id/mcstation_metadata, diakses tanggal 14 Februari

2017).

BMKG, 2017, Prosedur Identifikasi Awan dengan Citra Satelit MTSAT, [daring]

(http://satelit.bmkg.go.id/BMKG/other/pdf/7.%20Prosedur%20Identifikasi%20Aw

an.pdf, diakses tanggal 14 Februari 2017).

BOM, 2017, Asia MSL Pressure Analysis, [daring]

(http://reg.bom.gov.au/australia/charts/darwin_MSLP_00z.shtml, diakses tanggal

9 dan 11 Februari 2017).

BOM, 2017, Gradient Wind Analysis, [daring]

(http://reg.bom.gov.au/australia/charts/darwin_MSLP_00z.shtml, diakses tanggal

9 dan 11 Februari 2017).

BOM, 2017, Maden Julian Oscillation Phase Diagram, [daring]

(http://www.bom.gov.au/climate/mjo/, diakses tanggal 14 Februari 2017).

NCAR, 2017, Data FNL Tanggal 8 dan 10 Februari 2017, [daring]

(http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/, diakses tanggal 14 Februari 2017).

NOAA, 2017, Sea Surface Temperature and Anomaly, [daring]

(https://www.esrl.noaa.gov/psd/map/clim/sst.shtml, diakses tanggal 14 Februari

2017).

Sagita, N. dan Prasetya, R., 2013, Analisis Citra Satelit MTSAT dan TRMM

Menggunakan Software ER MAPPER, SATAID, dan PANOPLY Saat

Kejadian Curah Hujan Ekstrem di Wilayah Manado, 16 Februari 2013, Jurnal

Fisika dan Aplikasinya, Vol.9 No.2 Juni 2013.

MENGETAHUI

KASI OBSERVASI DAN INFORMASI

STAMET BIL

DEVI ARDIANSYAH, S.P.

NIP. 197804071999031001