kajian kualitas air kolam ikan bawal pada …/kajian... · daftar pustaka ... tds, dan tss maka...

111
KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA TESIS Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Studi Strata Dua Dan Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si.) Disusun Oleh : Jaka Purwanta NIM. A130908003 PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: hoangngoc

Post on 29-Aug-2018

243 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA

TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Studi Strata Dua Dan Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si.)

Disusun Oleh : Jaka Purwanta

NIM. A130908003

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

ii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA

TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA

Disusun Oleh : Jaka Purwanta

NIM. A130908003

Surakarta,................................

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Prof. Dr. H. Ashadi Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si. NIP.19510102-197501-1-001 NIP.19720524-199903-1-002

iii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA

TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA

Disusun Oleh : Jaka Purwanta

NIM. A130908003

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal ...................

Jabatan Nama Tanda tangan Ketua merangkap anggota Dr. Sunarto, M.S. ..................... NIP.19540605-199103-1-002 Sekretaris merangkap anggota Dr. Ir. Mth. Sri Budiastuti, M.P. ...................... NIP.19591205-198503-2-001 Anggota Penguji : 1. Prof. Dr. H. Ashadi ...................... NIP. 19510102-197501-1-001 2. Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si. ...................... NIP.19720524-199903-1-002

Surakarta,................................... Mengetahui

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si. NIP.19570820-198503-1-004 NIP.19720524-199903-1-002

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Jaka Purwanta

NIM : A130908003

Program Studi : Ilmu Lingkungan

Universitas : Sebelas Maret Surakarta

menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri. Sepanjang

pengetahuan saya, tesis ini tidak berisi materi yang ditulis orang lain, kecuali

bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata

cara dan etika penulisan tesis yang lazim.

Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya

menjadi tanggung jawab saya.

Surakarta, Juli 2010

Penulis

Jaka Purwanta

v

HALAMAN MOTTO

Berupayalah tidak hanya menjadi manusia yang sukses, tetapi juga manusia yang bernilai.

(Albert Einstein)

Jika kamu punya keinginan yang kuat, seluruh alam semesta akan bersatu membantumu mewujudkan keinginan.

(Paulo Coelho)

Tidak ada yang dapat membuat seseorang menjadi kaya dan kuat selain apa yang ada di dalam dirinya, kekayaan itu ada di dalam hati,

bukan di dalam genggaman. (John Milton)

vi

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini

dengan judul ” KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA

KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA TEMPELSARI,

MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA” ini dengan

lancar. Ujian kualifikasi sudah dilaksanakan pada hari Senin, 7 Juni 2010.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Ashadi, selaku dosen pembimbing I

2. Bapak Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing II

3. Seluruh dosen dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Lingkungan

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

4. Rekan-rekan mahasiswa angkatan September 2008 di Program Studi Ilmu

Lingkungan Program Pascasarjana. Unversitas Sebelas Maret Surakarta

5. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas semua

bimbingan dan bantuan kepada penulis.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis tesebut, dapat

menjadi amal baik bapak dan ibu semua, amin.

Tidak ada gading yang tidak retak, demikian juga dengan tesis ini, maka

kritik dan saran yang bersifat membangun demi lebih baiknya tesis ini, kami

terima dan kami ucapkan terima kasih. Harapan penulis, semoga tesis ini dapat

bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya, khususnya pada bidang

lingkungan.

Surakarta, Juli 2010

Penulis

Jaka Purwanta

vii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………… i LEMBAR PENGESAHAN....………………………………….. ii LEMBAR PENGESAHAN.......................................................... iii PERNYATAAN........................................................................... iv HALAMAN MOTTO................................................................... v KATA PENGANTAR …………………………………………. vi DAFTAR ISI................................................................................ vii DAFTAR TABEL........................................................................ viii DAFTAR GAMBAR................................................................... ix ABSTRAK.................................................................................... x BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1 B. Perumusan Masalah.................................................................. 4 C. Tujuan. Penulisan..................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian................................................................... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lingkungan............................................................ 6 B. Sumber Daya Air..................................................................... 10 C. Ekosistem Perairan.................................................................. 20 D. Pencemaran air Tawar............................................................. 25 E. Ikan Bawal…………………………………………………... 27 F. Azas-azas Ilmu Lingkungan..................................................... 32 G. Penelitian Terdahulu………………………………..……….. 32 H. Kerangka Berpikir……………………………………………. 33 I. Hipótesis……………………………………………………… 35 BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian................................................... 36 B. Alat dan Bahan Penelitian......................................................... 36 C. Variabel Penelitian………………………................................. 37 D. Cara Kerja…………………………………………………….. 38 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........... 51 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.............................................................................. 89 B. Saran........................................................................................ 90

DAFTAR PUSTAKA................................................................... 91 Lampiran 1. Jadual Penelitian....................................................... 95

viii

Lampiran 2. Data Penelitian......................................................... 96 Lampiran 3. Denah Lokasi Pengambilan Air Contoh Uji............ 107 Lampiran 4. Peta Lokasi Obyek Penelitian................................... 108 Lampiran 5. Foto-foto Pengambilan Data Penelitian................... 109 Lampiran 6. Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001........... 111 Lampiran 7. Peraturan Gubernur DIY No. 20 tahun 2008.......... 112

ix

DAFTAR TABEL Halaman 1. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan PP N0.82 tahun 2001 pasal 8 12 2. Baku Mutu Air Berdasarkan PP No.82 tahun 2001 pasal 8…..... 13 3. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No.20 tahun 2008 pasal 5 .......................................................... 14 4. Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta....... 14 5. Data Hasil Penelitian..................................................…………. 52 6. Data Suhu (T) Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak.................. 54 7. Data Residu Terlarut (TDS) Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak 57 8. Data Residu Tersuspensi (TSS) Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak 59 9. Data pH Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak............................ 62 10. Data BOD Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak........................ 64 11. Data COD Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak........................ 67 12. Data DO Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak......................... . 69 13. Data Pospat Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak..................... 73 14.Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan unsur hara P (Pospor) ................................................................... 75 15.. Data Nitrat Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak...................... 80 16. Data Amonia Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak.................. 82

x

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kolam Ikan Bawal................................ ……………………….......... 16 2. Ikan Bawal Air Tawar....................................……………………….. 28 3. Kerangka Berpikir............................................................................... . 34 4. Hubungan antara Suhu terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak................................... ........……………………. 54 5. Hubungan antara TDS terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak..........................................................…………. 57 6. Hubungan antara TSS terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak...........................................................………… 60 7. Hubungan antara pH terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak......................................…………………….... 62 8. Hubungan antara BOD terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak.......................................................................... 65 9. Hubungan antara COD terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak............................................................................. 67 10. Hubungan antara DO terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak........................................……………………. 70 11. Hubungan antara Pospat terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak..........................................……………………. 74 12. Hubungan antara Nitrat terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak........................................……………………. 80 13. Hubungan antara Amonia terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak...........................................................…………… 82 14. Denah lokasi pengambilan air contoh uji.............................................. 107 15. Kolam ikan Bawal (obyek penelitian).................................................. 108 16. Laboran sedang mengambil air contoh uji pada inlet.......................... 108 17. Laboran sedang mengukur kualitas air contoh uji................................ 109 18. Laboran sedang mengambil air contoh uji pada kolam bawah........... 109 19. Air keluar dari kolam bawah dan mengalir ke Sungai Kuning (outlet) 109

xi

ABSTRAK KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL

PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN,

D.I.YOGYAKARTA

Oleh : Jaka Purwanta PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Mulya adalah suatu kelompok

pembudidaya ikan yang berlokasi di Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY dan salah satu ikan yang dibudidayakan adalah Bawal. Latar belakang penelitian ini yaitu air kolam ikan yang berbau menyengat, pertumbuhan ikan Bawal yang kurang cepat, dan daerah pertanian yang teraliri air sungai Kuning yang sudah tercampur dengan air kolam ikan, produksinya tidak baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air kolam ikan bawal tersebut jika ditinjau dari sifat fisika, kimia, dan derajat eutrofikasinya.

Pada penelitian ini, sampel air kolam ikan bawal diambil dari empat lokasi dan masing-masing lokasi diambil 5 titik pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan setiap interval waktu 2 minggu sebanyak 5 kali. Pencarian data dilakukan menggunakan teknik dokumenter yaitu mencari sumber-sumber data primer (yaitu menggunakan metode time series, yaitu metode mengambil sampel atau cuplikan dengan interval waktu dan ukuran tertentu) atau pun sumber data sekunder, juga analisis kualitas air di laboratorium untuk mengetahui terjadi perubahan atau tidaknya kualitas air di lokasi penelitian.

Kesimpulan dari penelitian ini, secara umum kualitas air yang masuk dan keluar kolam ikan Bawal secara fisika yang ditinjau dari suhu, TDS, dan TSS maka kualitas air masih baik. Namun secara kimia yang di tinjau dari nilai pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3

-, dan PO4-3, kualitas air menurun tetapi masih bisa

digunakan untuk mengairi pertanian. Derajat eutrofikasi dapat dilihat dari kadar nitrat dan pospat, yaitu bahwa dengan memberikan makanan alternatif yang berupa sisa makanan (50 kg/hari/kolam kurang lebih 500m2) ke kolam ikan Bawal, menimbulkan nitrat sebanyak 0,35-4,43 mg/l, sedangkan Baku Mutu Lingkungan untuk nitrat adalah 10 mg/l artinya kualitas air kolam jika ditinjau dari kadar nitrat adalah masih baik dan dapat digunakan untuk pertanian. Sedangkan kadar pospat yang terkandung dalam air kolam ikan adalah 0,6701 – 0,9126 mg/l dan ini lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan untuk pospat yaitu 0,2 mg/l, artinya kualitas air kolam ditinjau dari sisi pospat adalah tidak baik. Berdasarkan hal tersebut maka derajat/tingkat eutrofikasinya tinggi.

Kata Kunci : ikan Bawal, kualitas air kolam, eutrofikasi

xii

ABSTRACT THE STUDY OF BAWAL FISH WATER POND QUALITY

AT MINA MULYA FISH CULTIVATION GROUP, TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN,

D.I.YOGYAKARTA

Author : Jaka Purwanta ENVIRONMENTAL SCIENCE STUDIES DEPARTMENT

GRADUATE SCHOOL SEBELAS MARET UNIVERSITY OF SURAKARTA

Mina Mulya Fish Cultivation Group is a group of fish breeder located at

Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta and the fish species which is cultivated is Bawal. The background of research are the Bawal fish pond water that very smell, the Bawal fish grow that less fast, and the farming area was restreamed by Kuning river water that be mixed with the Bawal fish pond water, production is not good. This research is intended to study the quality of the water used at the bawal fish ponds evaluated from physical and chemical properties and the degree of eutrofication.

In this research, the water ponds samples is picked up from 4 locations dan each locations were taken five points of sampling. Sampling is done every 2 weeks interval each 5 times per occasion. Data collecting is done by documentary technique i.e. searching primary data sources (using time series method, sampling method with certain time interval and size). This research also using secondary data sources and water quality laboratory analysis to find out water quality change occurence at the research location.

The research conclusion is generally the water quality of bawal fish pond’s inlet and outlet flow, evaluated from temperature, TDS and TSS, is physically good enough. However, evaluated from pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3

- and PO4

-3 values, chemically the water quality is degrade although not very significant and still could be used for farming irrigation. The degree of eutrofication could be acknowledged from nitrate and phosphate concentration. By feeding the bawal fish with alternative menu in the form of food remains (50 kg/day/pond approximately 500 m2 area), will generate nitrate as much as 0,35-4,43 mg/l while Environmental Quality Standard for nitrate is 10 mg/l. This means from nitrate concentration point of view the water quality is acceptable and still could be used for farming irrigation. Meanwhile, the bawal fish pond’s phosphate concentration is 0,6701 – 0,9126 mg/l. This is higher than Environmental Quality Standard for phosphate which is 0,2 mg/l. Therefore, from the phosphate concentration point of view, the water quality is not acceptable and based on that fact it is concluded that the degree of eutrification is high.

Keywords : Bawal fish, pond’s water quality, eutrofication

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberlanjutan terpeliharanya fungsi lingkungan hidup merupakan

kepentingan rakyat sehingga menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan

partisipasi seluruh anggota masyarakat, yang dapat disalurkan melalui

perseorangan, organisasi lingkungan hidup, perguruan tinggi, dan wadah-

wadah lainnya. Hal ini jika dapat diwujudkan maka akan tercipta kondisi

bahwa pembangunan nasional yang di laksanakan telah melibatkan atau

mengikutkan lingkungan hidup sebagai bagian yang penting, termasuk

sumber daya air, sehingga menjadi sarana untuk terlaksananya

pembangunan yang berkesinambungan untuk mencapai kesejahteraan

hidup masyarakat.

Pada zaman teknologi maju ini, pengaruh manusia terhadap

lingkungan sangat besar. Hal ini terlihat dari peran manusia yang mampu

mengubah lingkungan hidup alami menjadi lingkungan hidup binaan. Hal

ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan hidup, walaupun ini juga

membawa resiko yang tidak kecil. Dampak terhadap lingkungan fisik dan

biotik biasanya akan lebih cepat dirasakan oleh manusia, hal ini

disebabkan telah terjadi penurunan kualitas lingkungan. Dampak-dampak

tersebut diakibatkan oleh masuknya unsur-unsur polutan ke dalam

2

lingkungan sehingga lingkungan kurang atau bahkan tidak dapat berfungsi

sesuai dengan peruntukannya.

Peneliti menentukan sebagai obyek penelitian adalah air kolam

ikan Bawal. Hal ini dilatarbelakangi bahwa dekat tempat tinggal peneliti,

yaitu di Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY, terdapat banyak

kolam ikan, yang salah satu jenis ikannya adalah ikan Bawal. Munculnya

banyak kolam ikan ini dikarenakan para petani yang semula menggarap

sawah, ternyata penghasilan dari bertaninya belum bisa mencukupi

kebutuhan hidup keluarganya sehingga kemudian dilakukan upaya

terobosan untuk mendapatkan alternatif solusi meningkatkan kesejahteraan

petani. Sesudah mendapat pengarahan dari PPL (Petugas Penyuluh

Lapangan) Dinas Perikanan Kabupaten Sleman dan mencermati sumber

daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut, yaitu adanya sumber daya air

Sungai Kuning yang masih cukup banyak dan jernih, maka diputuskan

untuk mengkonversi lahan sawah menjadi kolam ikan, dengan

pertimbangan jika suatu saat dikehendaki, kolam ikan masih bisa

dikonversi lagi menjadi sawah. Hal yang menunjukkan kualitas air sungai

Kuning masih baik yang mudah dilihat yaitu air sungai yang masih

jernih/tidak keruh dan tidak terdapat sampah-sampah di badan sungai.

Dipilih ikan Bawal karena ikan Bawal mempuyai beberapa

keistimewaan antara lain :

3

a. Nafsu makan tinggi serta termasuk pemakan segalanya (Omnivora)

yang condong lebih banyak makan dedaunan

b. Ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik,

artinya meskipun air sudah agak keruh tetapi ikan masih dapat hidup.

c. Disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai

daging ikan Gurami (Anonim , 2001a).

Namun pada perkembangan pemeliharaan ikan selanjutnya, timbul

berbagai masalah yaitu air kolam ikan yang berbau menyengat,

pertumbuhan ikan Bawal yang kurang cepat, dan daerah pertanian yang

teraliri air sungai Kuning yang sudah tercampur dengan air kolam ikan,

produksinya tidak baik/menurun.

Berdasarkan berbagai masalah yang muncul tersebut, kemudian

dikaji tentang kemungkinan-kemungkinan penyebabnya, yang salah

satunya adalah kualitas air kolam ikan. Air sungai yang sudah digunakan

untuk mengaliri kolam ikan Bawal ini, selanjutnya akan dipakai untuk

mengaliri daerah pertanian. Namun pemanfaatan air untuk usaha perikanan

akan membawa perubahan-perubahan baik terhadap kualitas maupun

kuantitasnya. Dampak tersebut disebabkan oleh masuknya polutan ke air

sungai Kuning sehingga air sungai akan turun kualitasnya dan seberapa

besar penurunan kualitas air sungai Kuning tersebut, akan dapat diketahui

dengan melakukan suatu penelitian. Jika melihat sepintas dari air

sungai/Kali Kuning yang akan digunakan untuk mengisi kolam ikan

Bawal di KPI Minamulya, air sungainya cukup jernih/tidak keruh, dan

4

volume airnya relatif sedikit. Sesudah dibendung, maka volume air sungai

Kuning menjadi banyak dan ketersediaannya menjadi terjaga. Salah satu

pemanfaatannya yaitu untuk mengaliri kolam ikan Bawal tersebut. Namun

sesudah digunakan pada kolam ikan, tentu air kolam tersebut akan

berubah kualitasnya, namun seberapa jauh perubahan kualitas air kolam

ikan Bawal tersebut, ini belum jelas.

Semua hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan

penelitian air kolam ikan Bawal tersebut untuk tesis dengan judul

”KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA

KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA

TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN,

D.I.YOGYAKARTA”.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana kualitas air kolam ikan Bawal KPI Mina Mulya jika ditinjau

dari sifat fisika dan sifat kimianya?

2. Bagaimana derajat/tingkat eutrofikasinya?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kualitas air kolam ikan Bawal KPI Mina Mulya jika

ditinjau dari sifat fisika dan sifat kimianya.

2. Untuk mengetahui derajat/tingkat eutrofikasinya.

5

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peneliti lain

pada khususnya maupun para pembaca pada umumnya, yaitu dapat

memberikan informasi tentang kualitas air kolam ikan Bawal KPI Mina

Mulya dan derajat/tingkat eutrofikasinya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lingkungan

Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup pasal 1 ayat (1) bahwa lingkungan hidup adalah segala

kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan

perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Anonim,

1997). Dari bunyi undang-undang tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

lingkungan terdiri dari 2 komponen yaitu komponen hidup (makhluk hidup)

dan komponen tak hidup yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem.

Organisme-organisme hidup dengan lingkungannya berhubungan erat

tak terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu dengan lainnya.

(Odum, 1996). Hal ini berarti bahwa hubungan antara komponen hidup

dengan komponen tak hidup bersifat dinamis dan membentuk suatu sistem

ekologis. Satuan yang mencakup semua organisme di dalam komunitas pada

suatu daerah yang saling berinteraksi dengan lingkungan fisiknya dan hal ini

mengakibatkan terjadinya arus energi dan siklus materi yang mengarah ke

struktur makanan. Sedangkan pengertian ekosistem yaitu tatanan unsur

lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling

7

mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas

lingkungan hidup (Anonim, 1997a).

Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber

daya manusia (SDM), sumber daya alam hayati (SDH), sumber daya alam

non-hayati/fisik (SDF), dan sumber daya buatan (SDB) (Tandjung, 1992).

Sumber energi utama adalah energi matahari, lalu oleh tumbuhan hijau, energi

matahari tersebut digunakan pada proses fotosintesis dan menghasilkan bahan

makanan. Dalam ekosistem, tumbuhan hijau berfungsi sebagai organisme

autotrof atau produsen. Pada proses selanjutnya, energi yang tersimpan pada

produsen akan berpindah ke konsumen pertama, kedua, dan ketiga melalui

rantai makanan atau peristiwa makan dimakan. Sedangkan contoh siklus

materi di dalam ekosistem yaitu siklus karbon, air, hara, pospat, dan nitrogen.

Siklus materi ini dapat berlangsung dengan bantuan organisme pengurai, yang

berfungsi untuk menguraikan unsur organik menjadi unsur anorganik atau

mineral.

Menurut Fandeli (1988), ciri-ciri lingkungan hidup sebagai suatu

sistem yaitu :

1) Dinamis

Lingkungan hidup sebagai suatu ekosistem berkembang dari waktu ke

waktu. Perubahan dan perkembangan ini dapat dilihat dari gejala dan

fenomena sebagai berikut :

a) Fenomena fisik

8

Hubungan antara energi, air, dan iklim dalam suatu ekosistem terlihat

nyata. Suhu udara dan kelembaban merupakan contoh parameter iklim.

Nilai suhu udara dan kelembaban akan selalu berubah mengikuti

perubahan yang terjadi pada aliran energi dan siklus air yang terjadi di

bumi dan atmosfer (Handoko, 1995). Hal ini sesuai dengan Hukum

Termodinamika kedua yaitu energi yang masuk ke suatu sistem sama

dengan energi yang keluar dari sistem tersebut (Soeriaatmadja, 1989).

Teori ini berlaku untuk jangka waktu yang lama tetapi untuk jangka

waktu yang singkat berlaku sebagai berikut :

Energi masuk = Energi Keluar + Energi yang tersimpan/terlepaskan

Pada suatu sistem, yang menjadi input adalah faktor atau variabel yang

menyebabkan terjadinya perubahan perilaku atau mempercepat

terjadinya perubahan perilaku. Contoh pada industri adalah faktor

produksi, pada bidang pertanian yaitu pupuk, pestisida, air, tanah,bibit

unggul, dan cara bercocok tanam. Contoh-contoh tersebut merupakan

controllable input, yaitu faktor yang dapat dikuasai dan dikendalikan,

sedangkan untuk faktor yang tidak dapat dikuasai, merupakan faktor

eksternal disebut uncontrollable input (Manetsech, 1979). Sedangkan

faktor atau variabel yang dihasilkan dalam suatu sistem disebut input.

Pada proses metabolisme tubuh tumbuhan, sebagai input yaitu

karbohidrat yang merupakan hasil dari proses fotosintesis, dan

akibatnya ukuran tumbuhan menjadi semakin besar (Sigit, 2001).

b) Fenomena biologis

9

Komunitas hidup mulai dari bentuk yang terkecil sampai bentuk yang

terbesar yaitu sel, jaringan, organ, sistem organ, populasi, dan

komunitas. Masing-masing membentuk sistem yang dipengaruhi dua

faktor yaitu faktor internal (biotis potential) dan faktor eksternal

(environmental resistance). Sedangkan fenomena yang juga

berkembang dari waktu ke waktu yaitu fenomena fisik, kimia, biologis,

sosial, ekonomi, dan budaya.

2) Saling berinteraksi

Untuk mencapai keseimbangan maka tiap-tiap komponen di dalam suatu

ekosistem saling berinteraksi secara terus menerus. Hal ini dapat

diwujudkan ke dalam bentuk siklus materi yang meliputi siklus hara, air,

karbon, nitrogen, pospor, dan lain-lain.

3) Interdepedensi

Komponen-komponen dari suatu sistem tidak hanya saling mengkait dan

berhubungan tetapi juga adanya saling memerlukan.

4) Integrasi

Pengertian integrasi yaitu salah satu konsep pendekatan secara sistem

dapat menunjukkan keberhasilan untuk memecahkan masalah yang terjadi

di dalam suatu ekosistem. Semua komponen di dalam ekosistem

dirancang secara terintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu.

5) Tujuan Sistem

Bentuk tujuan dari suatu sistem adalah output. Untuk itu hasil pengukuran

tujuan sistem diusahakan berbentuk ukuran kuantitatif dan jelas sehingga

10

di dalam pengambilan keputusan dalam sistem secara keseluruhan akan

terpusat untuk selalu konsisten dengan tujuannya.

6) Organisasi sistem

Organisasi sistem menyangkut fungsi, struktur, dan hierarkis. Pada

pengorganisasian sistem diusahakan agar komponen-komponen mencapai

tujuan yang selaras dengan tujuan keseluruhan.

B. Sumber Daya Air

Habitat-habitat perairan dibagi menjadi 3 yaitu sistem air tawar,

estuaria (air payau), dan air laut. Meskipun jumlah habitat air tawar adalah

relatif kecil dibandingkan dengan habitat air lainnya, namun mempunyai

fungsi yang cukup penting untuk manusia. Penggunaan air tahun 2000 oleh

manusia kira-kira 4350 km3 air dalam satu tahun. Dari jumlah tersebut 60%

digunakan untuk keperluan air irigasi pertanian, 30% untuk keperluan proses

industri dan pendingin, dan 10% digunakan untuk keperluan domestik

(memasak, mencuci, dan minum) (Raven, 1993)

Sumber daya air merupakan sumber daya alam non hayati dan dapat

diperbaharui, artinya air termasuk sumber daya alam yang jika habis dapat

diperbaharui lagi. Namun jika badan air terus menerus tercemar limbah maka

suatu saat air yang bersih akan langka. Untuk itu penggunaan air harus efisien

dan selalu dijaga agar tidak tercemar zat-zat berbahaya. Dalam ilmu hidrologi

modern, ketiga siklus di alam yaitu siklus hidrologi, siklus erosi, dan siklus

biokimia, akan berinteraksi dengan faktor-faktor ekonomi seperti

11

pembangunan dan urbanisasi serta dengan faktor sosial yaitu pertumbuhan

penduduk dan perubahan kebiasaan/budaya kehidupan (Pusposutardjo dan

Susanto, 1993)

Siklus hidrologi yaitu suatu pola pendauran umum yang terdiri dari

susunan gerakan-gerakan air dan transformasinya, meliputi proses kondensasi,

presipitasi, infiltrasi, dan perkolasi. Siklus air atau daur air dimulai dari

peristiwa pemanasan terhadap air laut oleh sinar matahari, kemudian air laut

menguap dan terjadilah kondensasi yang berpengaruh terhadap iklim di suatu

tempat, sesudah itu terjadi presipitasi atau hujan yang merupakan sumber air

bagi semua makhluk hidup. Air hujan yang jatuh di permukaan tanah akan

mengalami 2 peristiwa yaitu mengalir di permukaan tanah sebagai air

permukaan dan infiltrasi yaitu air masuk kembali ke dalam tanah lalu terjadi

perlokasi yaitu aliran air di lapisan-lapisan tanah serta batuan. Air permukaan

digunakan manusia untuk keperluan sehari-hari seperti untuk irigasi,

transportasi, dan keperluan domestik lainnya. Sedangkan air tanah merupakan

cadangan air bersih bagi manusia dan tumbuhan. Aktivitas manusia dalam

memanfaatkan air tanah dan air permukaan sangat mempengaruhi kelestarian

sumber daya air tersebut.

Pengertian Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau

diuji berdasarkan parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Klasifikasi Mutu Air

adalah pengelompokan air ke dalam kelas air berdasarkan mutu air. Baku

Mutu Air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau

12

komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang

keberadaannya di dalam air (Anonim, 2008d). Sedangkan pengertian baku

mutu lingkungan adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,

atau komponen yang ada atau harus ada dan/ atau unsur pencemar yang

ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur

lingkungan hidup (Anonim, 1997a).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tanggal 14

Desember 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air, pasal 8, sumber daya air dapat diklasifikasikan menurut

peruntukannya dan ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan PP No.82 tahun 2001 pasal 8

No. Kelas Keterangan 1 I Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2 II Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3 III Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4 IV Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(Anonim, 2001b)

13

Sedangkan baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah R.I. No.82 tahun

2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air adalah

sebagai berikut :

Tabel 2. Baku Mutu Air berdasarkan PP No.82 tahun 2001 pasal 8

PARAMETER SATUAN KELAS Keterangan I II III IV

A. FISIKA 1. Temperatur oC deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya 2. Residu Terlarut (TDS)

mg/l 1000 1000 1000 2000

3. Residu Tersusensi (TSS)

mg/l 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, TSS≤5000mg/l

B. KIMIA ANORGANIK 1. Ph 6-9 6-9 6-9 5-9 Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut,

maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah. 2. BOD mg/l 2 3 6 12 3. COD mg/l 10 25 50 100 4. DO mg/l 6 4 3 0 Angka batas minimum 5. Total pospat sbg.P mg/l 0,2 0,2 1 5 6. Nitrat sebagai N mg/l 10 10 20 20 7. NH3-N mg/l 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan, kandungan ammonia bebas

untuk ikan yang peka<0,02 mg/l sebagai NH3

Keterangan : (-) : tidak dipersyaratkan mg : milligram l : liter (Anonim, 2001b)

Sehubungan dengan lokasi penelitian ini berada di Daerah Istimewa Yogyakarta

maka peraturan yang akan digunakan adalah merujuk pada Peraturan yang lebih

khusus yang mengatur tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta yaitu Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun

2008 tanggal 14 Agustus 2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta yaitu sebagai berikut :

14

Tabel 3. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No.20 tahun 2008 pasal 5

No. Kelas Keterangan 1 I Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2 II Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3 III Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4 IV Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(Anonim, 2008d)

Sedangkan baku mutu air dari Peraturan Gubernur Daerah Istimewa

Yogyakarta No.20 tahun 2008 tanggal 14 Agustus 2008 tentang baku mutu air di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Parameter Baku Mutu Air DIY

Satuan Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Keterangan Kandungan

A. Fisika 1. Suhu oC ± 3oC

Terhadap suhu udara

± 3oC Terhadap

suhu udara

± 3oC Terhadap

suhu udara

± 3oC Terhadap

suhu udara

Deviasi suhu dari keadaan alamiah

2. Residu Terlarut (TDS)

mg/l 1000 1000 1000 2000

3. Residu Tersuspensi (TSS)

mg/l 0 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara kon-vensional, TSS≤5000mg/l

B. Kimia 1. Ph 6-8,5 6-8,5 6-9 5-9 2. BOD mg/l 2 3 6 12 3. COD mg/l 10 25 50 100 4. DO mg/l 6 5 4 0 Angka batas minimum 5. Pospat mg/l 0,2 0,2 1 5 6. Nitrat mg/l 10 10 20 20 7. Amoniak (NH3) mg/l 0,5 (X) (X) (X) Bagi perikanan, kan-dungan ammonia bebas

untuk ikan yang peka<0,02 mg/l sebagai NH3

Keterangan :

15

(X) : tidak dipersyaratkan mg : milligram l : liter (Anonim, 2008d)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Gubernur tersebut

dapat dilihat batas-batas kandungan bahan-bahan kimia atau sifat fisik air

yang disesuaikan dengan fungsi dan golongan air. Air yang digunakan untuk

pembudidayaan ikan air tawar termasuk air kelas II. Sedangkan air yang

digunakan untuk irigasi pertanian adalah air kelas IV. Kualitas air klas IV

lebih rendah dibandingkan dengan air klas I, klas II, maupun klas III, hal ini

disebabkan oleh adanya toleransi yang lebih tinggi bagi tanaman terhadap

perubahan-perubahan sifat fisik maupun kimia air.

Usaha membesarkan Ikan Bawal merupakan usaha yang cukup

prospektif. Hal ini disebabkan kebutuhan pangan di Indonesia dengan jumlah

penduduk yang semakin meningkat dan tentunya banyak memberikan

peluang bagi siapa saja yang mau dan mampu memanfaatkannya. Apalagi

kekayaan alam Indonesia sangat melimpah sehingga sangat mendukung dalam

pengembangan usaha pangan. Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia

sangat diuntungkan dengan curah hujan yang cukup tinggi sehingga

mendukung pengairan baik untuk pertanian maupun perikanan air tawar.

Potensi akan kebutuhan ikan air tawar di wilayah Yogya cukup besar dimana

selama ini untuk memenuhi kebutuhan tersebut harus dipenuhi dari luar kota.

Kondisi aliran irigasi yang cukup baik untuk pembesaran ikan, wilayah

di Kabupaten Sleman tersebut sangat prospek untuk budidaya ikan air tawar.

Selain itu, kelebihan budidaya ikan air tawar dibanding binatang ternak yaitu

tidak membutuhkan modal yang cukup besar tetapi hasilnya cukup maksimal

16

serta pemeliharaan yang relatif mudah. Melihat perkembangan usaha

pembesaran ikan air tawar cukup bagus. Hasilnya,ternyata hasil dari 1 kolam

setara dengan hasil panen padi 1 lahan penuh. Keberhasilan petani ikan ini

membuat para peternak ikan Bawal tersebut berkeinginan untuk mulai

mengajak saudara-saudara dan tetangganya untuk mengembangkan usaha ini

sehingga terbentuklah kelompok pembudidaya ikan Mina Mulya (Anonim,

2010e). Gambar 1 di bawah merupakan kolam ikan Bawal yang menjadi obyek

penelitian.

Gambar 1. Kolam ikan Bawal

Jenis ikan yang dibudidayakan oleh Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI)

Mina Mulya adalah bawal dan nila yang relatif mudah pemeliharaannya dan cepat

siklus panennya ±2 bulan. Kelompok tersebut memiliki 36 kolam dan 4 kolam

terpisah dimana 1 kolam bisa menghasilkan 50-80 kg sekali panen dimana setiap

kolam ditebar bibit ±1000 ekor ikan yang berukuran 15-40 ekor/ kg. Bibit tersebut

diperoleh dari kelompok pembibit dan dinas perikanan. Harga bibit bawal Rp

20.000,- dan nila Rp 25.000,- per kg. Sedangkan untuk pakannya dilakukan

substitusi, terutama pakan alami dari daun-daunan dan sisa makanan rumah

17

tangga serta industri makanan. Sebagai nutrisi, digunakan ikan teri rancah. Pakan

alami tersebut mereka peroleh dari daerah sekitarnya. Sedangkan pakan pabrikan

hanya sedikit yang digunakan. Berdasarkan pengamatan mereka, penggunaan

pakan alami lebih efektif dan kualitas ikan lebih baik terutama untuk bobot ikan

dan rasanya lebih gurih. Biaya pakan yang dibutuhkan selama 1 siklus total 20%

dari harga jual. Pada proses pemeliharaannya, masing-masing anggota mengelola

sendiri kolamnya. Saat panen, mereka saling bergotong royong membantu

memanen anggota lainnya sehingga untuk tenaga kerja tidak membutuhkan biaya

besar.

Proses budidaya pembesaran ikan bawal dan nila cukup sederhana. Setelah

panen, kolam dikeringkan yang bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri yang

ada dan meningkatkan kandungan oksigen dalam tanah. Agar hasil lebih

maksimal, ditambahkan pupuk kandang untuk menciptakan plankton yang

berfungsi sebagai pakan bagi bibit ikan. Kemudian kolam diairi air dan bibit siap

ditebarkan.

Pemanfaatan air di saluran irigasi sekunder untuk pengairan kolam ikan

tidak sampai mengganggu irigasi pertanian karena air dialirkan kembali menuju

irigasi pertanian. Untuk 1 meter persegi, idealnya populasi ikan 50 ekor.

Disesuaikan dengan ransum dan sirkulasi air dimana sirkulasi air mempengaruhi

kandungan oksigen sehingga berpengaruh terhadap nafsu makan dan pertumbuhan

ikan. Bibit diberi pakan pabrikan dan kombinasi daun singkong. Pada proses

pembesarannya, kolam yang dipakai oleh setiap petani berbeda. Bila hanya

18

menggunakan 1 kolam, maka dilakukan penjarangan. Panen ikan dilakukan secara

bertahap supaya populasi ikan dalam 1 area bisa optimal. Sedangkan bila

menggunakan beberapa kolam, maka setelah mencapai ukuran tertentu, ikan

dipindahkan ke kolam yang telah disiapkan. Untuk bibit ikan yang berukuran

besar, terkadang diberi pakan menggunakan gulma yang ada di tanaman padi.

Ikan dikatakan siap panen bila berukuran 2-3 ekor/kg supaya harga jual maksimal.

Keunggulan budidaya Mina Mulya ada di ransum yang variatif, biaya

produksi lebih murah dan rasa ikan yang lebih gurih serta bobot ikan lebih baik.

Ransum tersebut tidak sengaja diciptakan secara khusus tetapi karena penyesuaian

kondisi ekonomi masyarakat sehingga mereka mencoba untuk menemukan pakan

alternatif. Pembeli hasil panen mereka mayoritas pedagang ikan yang kemudian

mereka distribusikan ke rumah makan atau pemancingan. Harga jual ke pedagang

besar tersebut berkisar Rp 9500/kg untuk bawal dan untuk nila Rp10.000-

Rp.12.000/kg. Padahal di tingkat pembeli rumah makan atau pemancingan, harga

bawal mencapai Rp.12.000,-/kg dan nila Rp.15.000,-/kg.

Setiap usaha tentu tidak lepas dari kendala. Sedangkan kendala yang

dihadapi dalam usaha budidaya pembesaran ikan Bawal ini yaitu pengembangan

usaha terbatas lahan, masyarakat belum terbuka untuk beralih ke perikanan

daripada pertanian padi. Selain itu dalam proses pemasaran, sulit untuk memutus

rantai penjualan langsung ke pembeli akhir dan di satu sisi biasanya pembeli,

seperti pihak rumah makan atau pemancingan, meminta suplai rutin setiap

bulannya yang tidak bisa dipenuhi oleh petani sampai saat ini. Saat ini dirasa juga

19

perlu penyeragaman harga jual dalam kelompok tani supaya harga tidak

dipermainkan tengkulak. Hanya saja kebutuhan uang yang mendesak terkadang

membuat petani menjual cepat dengan harga murah.

Rencana ke depan, kelompok pembudidaya ikan sedang mengajukan

proposal ke dinas perikanan untuk pengembangan kolam penampungan yang akan

digunakan untuk pembelian hasil panen anggota untuk menampung sementara

supaya harga jual bisa maksimal. Selain itu juga mencoba memberi peluang usaha

untuk penjualan eceran ke perumahan-perumahan di sekitarnya. Karena kolam

belum siap, kolam yang ada dimanfaatkan dengan bekerjasama pengelolaan

dimana bibit disediakan oleh kelompok, dipelihara salah 1 anggota, kemudian

setelah dipotong biaya bibit, sisanya bagi hasil 40% untuk kelompok tani dan 60

untuk pengelola.

Sedangkan analisis ekonominya yaitu dengan asumsi :

Penebaran bibit tiap jenis setiap 1.000 ekor.

Tingkat kematian dari penebaran sampai panen 25%.

Jika pengeluaran pakan sebesar 20% dari harga jual.

Ukuran konsumsi 3 ekor/kg.

Pengeluaran :

Pembelian bibit bawal = 40 kg x Rp 20.000,00 = Rp 800.000,00

Pembelian bibit Nila = 40 kg x Rp 25.000,00 = Rp 1.000.000,00

Total biaya Bibit = Rp 1.800.000,00

Pakan :

20

Pembelian pakan = 20% x Rp5.125.000,00 = Rp 1.025.000,00

Biaya Penjualan = 5% x Rp 5.125.000,00 = Rp 256.250,00

Total = Rp 1.281.250,00

Total Pengeluaran = biaya bibit + biaya pakan

= Rp1.800.000,00 + Rp1.281.250,00

= Rp 3.081.250,00

Pendapatan :

Penjualan Ikan Bawal = 250 kg x Rp 9.500,00 = Rp 2.375.000,00

Penjualan Ikan Nila = 250 kg x Rp11.000,00 = Rp 2.750.000,00

Total Penjualan = Rp 5.125.000,00

Keuntungan = Rp. 5.125.000,00 - Rp. 3.081.250,00 = Rp 2.043.750,00.

(Anonim, 2010h)

Secara ekonomi, usaha pembudidayaan ikan Bawal ini menguntungkan karena

produktivitas ikan Bawal yang tinggi. Namun perlu dicermati tentang kemung-

kinan adanya eutrofikasi yang merupakan sisi negatif dari usaha ini.

C. Ekosistem Perairan

Air bersifat sebagai pelarut yang sangat baik sehingga semua makhluk

hidup memerlukan air untuk proses metabolisme tubuh. Manusia mempunyai

peranan yang penting dalam memelihara kelestarian sumber daya air. Namun

begitu ekosistem perairan di pengaruhi oleh kondisi geologis, fisiografis,

iklim,flora-fauna, tata guna lahan, dan kegiatan manusia lainnya.

21

Unsur-unsur biotik dalam ekosistem, berdasarkan fungsinya dapat

dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

a. Autotrof yaitu organisme yang mampu menyediakan makanan sendiri

berupa bahan-bahan anorganik dengan bantuan sinar matahari.

b. Heterotrof yaitu organisme yang hanya mampu memanfaatkan bahan-

bahan oganik dari organisme lain sebagai bahan makanan.

Makhluk hidup autotrof yaitu makhluk hidup yang berperan utama sebagai

pengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimiawi. Contoh tumbuhan

yang memiliki zat hijau daun dan akan menjadi produsen primer pada

komunitas tersebut. Sedangkan makhluk hidup heterotrof yaitu makhluk hidup

yang hidupnya tergantung dari produsen atau makhluk hidup autotrof., dan

ini disebut konsumen tingkat pertama.

Menurut Odum (1996), klasifikasi organisme pada lingkungan perairan

yaitu :

a. Plankton, yaitu makhluk hidup yang melayang-layang di permukaan

perairan. Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton.

b. Nekton yaitu makhluk hidup yang hidup diperairan dengan gerakan bebas

yang terdiri jenis ikan, katak, dan serangga air.

c. Benthos yaitu makhluk hidup yang hidup di dasar perairan, biasanya

terdiri dari organisme dekomposer, cacing, udang, dan larva serangga.

Fitoplankton merupakan produsen di dalam ekosistem perairan, yang terdiri

jenis alga atau ganggang bersel satu. Sedangkan zooplankton merupakan

konsumen tingkat pertama atau herbivora.

22

Menurut Sigit (2001), faktor-faktor kimia suatu perairan yaitu :

a. pH (derajat keasaman)

pH adalah derajat keasaman atau menunjukkan kadar asam atau basa

dalam suatu larutan yang menentukan distribusi dan kemelimpahan

organisme perairan. Kondisi yang baik adalah jika pH netral, sedangkan

pH air tawar berkisar 6,0-8,8. pH air dipengaruhi oleh CO2 terlarut, jika

CO2 terlarut banyak maka pH semakin rendah (semakin asam).

b. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen=DO)

DO adalah oksigen terlarut yang langsung terlarut dari udara dan oksigen

dari tumbuhan. Harga DO berkisar antara 6-9 ppm. Harga DO dalam suatu

perairan berfluktuasi dipengaruhi oleh salinitas, suhu, turbulensi, tekanan

atmosfer, dan jumlah serta jenis tumbuhan air. (Jeffries&Mills, 1996).

Harga DO air tawar dingin lebih tinggi dari pada harga DO air asin.

Hampir semua organisme memerlukan oksigen untuk respirasi. Oksigen

terlarut (DO) pada perairan bersumber dari atmosfer dan proses

fotosintesis tumbuhan hijau di perairan. Jika pada batas tertentu oksigen

yang terlarut di perairan habis maka air menjadi keruh. Hal ini disebabkan

oleh penguraian bahan organik secara anaerob dan meninggalkan residu

karbon dioksida, metana, hidrogen sulfida,dan senyawa organik sulfur

sehingga menimbulkan bau perairan yang tidak sedap.

c. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD yaitu menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dbutuhkan oleh

mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi

23

karbondioksida dan air atau jumlah oksigen terlarut yang digunakan

tumbuhan dan hewan untuk proses oksidasi kimia karbon (metabolisme)

(Alaerts dan Santika, 1984)

Harga BOD berkisar 1-2 ppm. Tingkat pencemaran suatu perairan dapat

dilihat berdasarkan nilai BOD-nya, yaitu semakin tinggi nilai BOD maka

mengindikasikan bahwa perairan tersebut sudah tercemar oleh bahan

organik (Lee et al, 1978).

d. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram per liter yang

dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik

secara kimiawi (Lee et al, 1978).

e. Materi Organik

Ekosistem air tawar ada yang telah terpolusi oleh sampah domestik,

limbah industri, dan pertanian. Penguraian bahan organik di perairan

dilakukan bakteri dan jamur, yang menggunakan oksigen untuk

merespirasinya. Jika timbunan materi atau bahan organik cukup banyak

maka akan terjadi kematian hewan-hewan air dan menimbulkan bau yang

tidak sedap.

f. Kadar Nitrogen

Nitrogen berasal dari atmosfer, tetapi ada beberapa organisme yang dapat

memanfaatkan nitrogen dari udara dan mengubahnya menjadi materi

organik, hal ini disebut fiksasi nitrogen. Tumbuhan air menggunakan

nitrogen dalam bentuk senyawa nitrit, nitrat, dan amonia. Pengambilan

24

nitrogen juga dapat dari penguraian bahan organik. Bahan organik

diuraikan oleh bakteri atau dideaminasi, melepaskan amonia. Sedangkan

proses nitrifikasi yaitu proses yang dilakukan bakteri untuk mengubah

amonia menjadi nitrit, lalu menjadi nitrat. Jika kadar nitrat dalam air cukup

tinggi maka akan menurunkan kualitas perairan sehingga tumbuhan-

tumbuhan air akan subur. (Boyd, 1988)

g. Pospor

Di perairan tidak ditemukan unsur pospor dalam bentuk bebas sebagai

elemen tetapi pada umumnya dalam bentuk anorganik yang terlarut

(ortopospat dan polipospat) dan pospat organik partikulat. Sumber

pencemaran phospat berasal dari penggunaan deterjen berpospat. Jika

kadar pospat melebihi batas maka derajat eutrofikasi akan besar. Perikanan

atau budidaya ikan merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh

produktivitas yang tinggi dan efisien, apabila dibandingkan dengan

mengandalkan sumber daya ikan liar di air. Kolam-kolam ikan direkayasa

untuk menyederhanakan ekosistem, yaitu membatasi komponen yang

terlibat langsung pada mata rantai makanan linier yang mengarah pada

hasil yang diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan mengatur

ukuran dan kedalaman badan air, dosis pemupukan, dan komposisi jenis

serta perbandingan ukuran populasi ikan. Hal lain yang tidak boleh

dilupakan yaitu perbandingan ikan peramban (forage fish) dengan ikan

karnivora utama (carnivora fish) (Sigit, 2001).

h. Amonia

25

Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air.

Amonia yang terdapat pada mineral masuk ke badan air melalui erosi

tanah. Sumber amonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen

organik (protein &urea) nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah.

Amonia juga dapat berasal dari dekomposisi biota akuatik yang telah mati

yang dilakukan oleh mikroba dan jamur, proses ini disebut amonifikasi.

NH3 dalam air akan membentuk NH4OH dan NH4OH ini jika tidak

terionisasi sempurna maka akan bersifat toxid terhadap organisme aquatik.

D. Pencemaran Air Tawar

Adanya pemanfaatan air sungai oleh manusia untuk kolam pemeliharaan

ikan maka akan menyebabkan penurunan kualitas air. Hal ini dapat terjadi

karena masuknya limbah atau bahan-bahan buangan ke badan air. Sedangkan

pengertian pencemaran air yaitu masuknya atau dimasukkannya makhluk

hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia

sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air

tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Anonim, 1997a).

Sumber-sumber pencemar air dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu :

a. Pencemaran fisik : pencemaran warna, kekeruhan, zat tersuspensi, busa,

radioaktivitas, dan suhu.

b. Pencemaran kimiawi, ada 2 macam yaitu :

1) Polutan organik berupa protein, lipid, sabun, deterjen sintetik,

karbohidrat, resin, batubara, minyak, dan ter.

26

2) Polutan anorganik berupa asam, alkali, logam berat, dan garam.

c. Pencemaran fisiologi berupa rasa dan bau.

Untuk daerah tropis, pencemaran perairan banyak disebabkan oleh limbah

organik, yang dapat mengakibatkan :

a. Jumlah oksigen terlarut (DO/Dissolved Oxygen) di perairan berkurang dan

nilainya lebih kecil dari nilai standarnya.

b. Timbulnya zat makanan anorganik seperti amonia, nitrat, dan phospor.

Zat-zat ini dapat menyebabkan bertambah tingginya kadar hara di dalam

ekosistem perairan sehingga meningkatkan pertumbuhan tumbuhan air

seperti alga. Jika jumlah alga banyak maka dapat mengakibatkan fluktuasi

kadar oksigen perairan (Cummin, 1977).

Proses perombakan bahan organik oleh bakteri berlangsung secara aerob,

artinya respirasi bakteri memerlukan oksigen. Jumlah unsur hara nitrogen dan

phospor yang melimpah akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yaitu proses

pengkayaan unsur hara yang terjadi pada suatu perairan sehingga kualitas air

tidak layak bagi kebutuhan sehari-hari atau rekreasi. Ciri-ciri biotik perairan

yang mengalami eutrofikasi yaitu adanya pertumbuhan pesat tumbuhan air

terutama golongan alga dan cyanobacteria (Allaby, 1996).

Tumbuhan air tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi kimiawi perairan

yaitu pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3-, PO4

-3. Sedangkan pengaruh terhadap

kualitas fisik perairan yaitu dapat dilihat dari suhu, TSS, TDS, dan tingkat

kekeruhan air. Hal ini disebabkan karena banyaknya materi organik yang

27

terlarut dan meningkatnya endapan di perairan. Sebagai akibatnya, toksisitas

perairan naik sehingga air menjadi beracun bagi kehidupan.

Satuan individu akan membentuk populasi, dan satuan-satuan populasi

akan membentuk komunitas. (Odum, 1996). Komunitas memiliki 5

karakteristik yaitu diversitas jenis, struktur dan bentuk pertumbuhan,

dominasi, kemelimpahan relative dan struktur trofik. (Krebs, 1978)

E. Ikan Bawal

Di dalam lingkungannya, kumpulan tumbuhan, hewan, dan

mikroorganisme hidup saling bergantung dan membentuk komunitas yang

dapat diidentifikasikan fungsi dari masing-masing organisme. Pada tesis ini

dipilih air kolam ikan bawal sebagai objek penelitian. Usaha pembesaran ikan

Bawal air tawar (Colossoma Macropomum) dilakukan dengan maksud untuk

memperoleh ikan Bawal ukuran konsumsi atau ukuran yang disenangi oleh

konsumen. Pembesaran ikan bawal dapat dilakukan di kolam tanah maupun

kolam permanen, baik secara monokultur maupun polikultur.

Ikan Bawal air tawar saat ini banyak diminati sebagai ikan konsumsi dan

cocok untuk dibudidayakan di Kabupaten Sleman. Hal ini terbukti dengan

terdapat banyak kolam ikan sebagai tempat pembudidaya ikan Bawal yang

terletak di kabupaten Sleman dan para pemilik kolam ikan tersebut

membentuk Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI) seperti KPI Mina Mulya

yang sedang kami jadikan obyek penelitian. Gambar 2 merupakan wujud ikan

Bawal air tawar.

28

Gambar 2. Ikan Bawal air tawar

Ikan Bawal mempunyai beberapa keistimewaan antara lain :

d. Nafsu makan tinggi serta termasuk pemakan segalanya (Omnivora)

yang condong lebih banyak makan dedaunan

e. Ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik

f. Disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai

daging ikan Gurami (Anonim , 2001c).

Tahap selanjutnya adalah mempersiapkan Kolam. Kolam untuk

pemeliharaan ikan bawal dipersiapkan seperti halnya ikan air tawar lainnya.

Persiapan kolam ini dimaksudkan untuk menumbuhkan makanan alami

dalam jumlah yang cukup. Langkah-langkahnya yaitu :

a. Mula-mula kolam dikeringkan sehingga tanah dasarnya benar-benar

kering. Tujuan pengeringan tanah dasar antara lain :

1) Membasmi ikan-ikan liar yang bersifat predator atau kompetitor

(penyaing makanan).

29

2) Mengurangi senyawa-senyawa asam sulfida (H2S) dan senyawa

beracun lainnya yang terbentuk selama kolam terendam.

3) Memungkinkan terjadinya pertukaran udara (aerasi) dipelataran

kolam, dalam proses ini gas-gas oksigen (02) mengisi celah-

celah dan pori-pori tanah.

b. Sambil menunggu tanah dasar kolam kering, pematang kolam

diperbaiki dan diperkuat untuk menutup kebocoran-kebocoran yang

ada.

c. Setelah dasar kolam benar-benar kering dasar kolam perlu dikapur

dengan kapur tohor maupun dolomit dengan dosis 25 kg per 100

meter persegi. Hal ini untuk meningkatkan pH tanah, juga dapat

untuk membunuh hama maupun patogen yang masih tahan terhadap

proses pengeringan.

d. Kolam pembesaran tidak mutlak harus dipupuk. Ini dikarenakan

makanan ikan bawal sebagian besar diperoleh dari makanan

tambahan atau buatan. Tapi bila dipupuk dapat menggunakan pupuk

kandang 25 - 50 kg/100 m2 dan TSP 3 kg/100 m2. Pupuk kandang

yang digunakan harus benar-benar yang sudah matang, agar tidak

menjadi racun bagi ikan.

e. Setelah pekerjaan pemupukan selesai, kolam diisi air setinggi 2-3 cm

dan dibiarkan selama 2-3 hari, kemudian air kolam ditambah sedidit

demi sedikit sampai kedalaman awal 40-60 cm dan terus diatur

sampai ketinggian 80-120 cm tergantung kepadatan ikan. Jika warna

30

air sudah hijau terang, baru benih ikan ditebar (biasanya 7~10 hari

setelah pemupukan). (Anonim, 2010f)

Sedangkan proses pemilihan dan Penebaran Benih ikan Bawal terdiri dari:

a. Pemilihan benih.

Pemilihan benih mutlak penting, karena hanya dengan benih yang

baik ikan akan hidup dan tumbuh dengan baik. Adapun ciri-ciri benih

yang baik antara lain sehat, anggota tubuh lengkap, aktif bergerak,

ukuran seragam, tidak cacat, tidak membawa penyakit, dan jenis

unggul.

b. Penebaran benih

Sebelum benih ditebar perlu diadaptasikan, dengan tujuan agar benih

ikan tidak dalam kondisi stress saat berada dalam kolam. Cara

adaptasi : ikan yang masih terbungkus dalam plastik yang masih

tertutup rapat dimasukan ke dalam kolam, biarkan sampai dinding

plastik mengembun. Ini tandanya air kolam dan air dalam plastik

sudah sama suhunya, setelah itu dibuka plastiknya dan air dalam

kolam masukkan sedikit demi sedikit ke dalam plastik tempat benih

sampai benih terlihat dalam kondisi baik. Selanjutnya benih

ditebar/dilepaskan dalam kolam secara perlahan-lahan.

Hasil ikan yang baik juga ditentukan oleh kualitas pakan dan

cara pemberiannya pada ikan. Kualitas dan kuantitas pakan sangat

31

penting dalam budidaya ikan karena hanya dengan pakan yang baik

maka ikan dapat tmbuh dan berkembang sesuai dengan yang

diinginkan. Kualitas pakan yang baik adalah pakan yanq mempunyai

gizi yang seimbang baik protein, karbohidrat maupun lemak serta

vitamin dan mineral. Ikan bawal bersifat omnivora sehingga makanan

yang diberikan kepada ikan Bawal dapat berupa daun-daunan, pellet,

sisa-sisa makanan yang berasal dari rumah tangga, warung

makan/restoran, atau hotel. (Anonim, 2010g).

Pakan yang diberikan sejumlah 3-5 % berat badan (perkiraan

jumlah total berat ikan yang dipelihara) dan pemberian pakan dapat

dilakukan dengan cara ditebar secara langsung pada kolam.

Pemungutan hasil usaha pembesaran dapat dilakukan setelah ikan

bawal dipelihara 4-6 bulan dan waktu tersebut, ikan bawal telah

mencapai ukuran kurang lebih 500 gram/ekor, dengan kepadatan 4

ekor/m2. (Anonim, 2010h)

F. Asas-Asas Ilmu Lingkungan

Menurut Soeriaatmadja (1989:3), pengertian asas ilmu lingkungan

adalah penyamarataan kesimpulan secara umum, yang kemudian digunakan

sebagai landasan untuk menguraikan gejala (fenomena) dan situasi yang lebih

spesifik. Sedangkan asas-asas ilmu lingkungan yang berhubungan dengan

penelitian ini antara lain :

32

1. Asas 2. Tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien. Hal ini

sesuai dengan Hukum Termodinamika kedua yaitu energi tidak pernah

hilang di alam raya, tetapi energi tersebut akan terus diubah ke dalam

bentuk lain yang kurang bermanfaat.

2. Asas 3. Materi, energi, ruang, waktu, dan keanekaragaman, semuanya

termasuk kategori sumber alam. Air merupakan salah satu sumber daya

alam yang bermanfaat bagi seluruh bentuk kehidupan di alam.

3. Asas 5. Ada dua jenis sumber alam dasar yaitu sumber alam yang

pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan yang tidak

mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut. Air merupakan

sumber alam yang tidak dapat diperbaharui sehingga penggunaan air

haruslah efektif dan efisian serta dihindarkan dari proses pencemaran

sehingga air dapat digunakan tidak hanya untuk satu keperluan.

(Soeriaatmadja, 1989)

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu :

1. Dinas Perikanan Propinsi Jawa Tengah, 1994/1995, ”Pengelolaan

Budidaya Ikan di Perairan Umum”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa

di Klaten terdapat sumber daya air yang melimpah yang dapat

dimanfaatkan untuk budidaya jenis ikan air tawar dengan sistem kolam

air deras. Jenis ikannya yaitu nila merah, kakap, tombro, dan lele dumbo.

33

2. Sigit, 2001, ”Perubahan Kualitas Air dan Sosial Ekonomi akibat

Kegiatan Usaha Pemancingan di Janti Kabupaten Klaten”. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa usaha pemancingan telah mengubah kualitas air

sungai menjadi lebih buruk, namun jika ditinjau dari segi sosial ekonomi,

usaha pemancingan ini cukup menguntungkan bagi para pengelola

pemancingan ikan.

3. Subaningsih, 2000, ”Pengaruh Budidaya Ikan Sistem Karamba

terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Nelayan di Waduk Rawa Jombor

Klaten”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat sosial ekonomi dari

nelayan dengan sistem karamba adalah lebih sejahtera dibandingkan

dengan nelayan tradisional.

H. Kerangka Berpikir

Komponen biotik, abiotik, dan lingkungan manusia merupakan tiga

komponen penyusun lingkungan, yang membentuk suatu ekosistem yang

terjadi hubungan timbal balik antar komponen tersebut.

Air merupakan salah satu komponen fisik yang sangat berpengaruh

terhadap komponen biotik serta lingkungan manusia karena air digunakan

tumbuhan, hewan, dan manusia dalam kehidupannya. Adanya kolam-kolam

pemeliharaan ikan dapat menyebabkan kualitas air yang masuk ke kolam

ikan menjadi lebih buruk karena adanya pakan ikan yang merupakan bahan

organik yang dimasukkan ke dalam kolam, di mana sebagian dimakan ikan

namun ada yang tersisa dan berubah menjadi limbah organik. Limbah organik

34

tersebut akan mengakibatkan turunnya kualitas air kolam, selain juga

disebabkan adanya perilaku sebagian masyarakat yang membuang limbah

domestik dan limbah pertanian ke badan air.

Pada penelitian ini memilih jenis ikan bawal karena ikan bawal air tawar atau

Colossoma macropomum adalah salah satu ikan unggulan budi daya

perikanan air tawar. Kelebihan ikan bawal ini, ukuran badannya cukup besar,

dagingnya gurih, dan tidak banyak duri. Dari sisi rasa, ikan bawal air tawar

tidak kalah lezat dibanding ikan bawal air laut (Azahari, 2008).

Sedangkan kerangka berpikir adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Kerangka berpikir

Air Sungai Kuning

Limbah dari : - Sisa makanan ikan - Kotoran ikan - Sisa pupuk

Kualitas air menurun

Eutrofikasi tinggi

-Limbah domestik -Limbah pertanian

Pakan ikan : (Pellet&makanan alternative ikan)

Kolam ikan Bawal

35

I. Hipotesis

Berdasarkan kajian-kajian tersebut maka dapat disusun hipotesis bahwa :

1. kualitas air kolam ikan bawal akan menurun jika ditinjau dari sifat fisika

dan sifat kimia.

2. derajat eutrofikasinya tinggi.

36

37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penulis melakukan penelitian pada air kolam ikan Bawal Kelompok

Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Mulya di Tempelsari, Maguwoharjo,

Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Air contoh uji (sampel air)

dianalisis di Laboratorium Kimia Balai Besar Teknik Kesehatan

Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular Yogyakarta.

2. Waktu penelitian

Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Oktober 2009 sampai dengan

Januari 2010, yang meliputi tahap pengambilan air contoh uji dan analisis

laboratorium yang dilaksanakan setelah air contoh uji diambil.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer elektrik,

TDS meter, Spektrofotometer DR/2010, pH meter, gelas piala 100 ml, DO

Meter Hach model 16046, timbangan listrik, gelas ukur (ukuran 10 ml dan

50 ml), botol BOD, COD reaktor, pipet volumetrik (ukuran 5 ml, 10 ml, 20

ml, dan 25 ml), labu ukur (ukuran 25 ml, 50 ml, 100 ml, 250 ml, dan 1000

ml)), pipet gondok (ukuran 5 ml dan 10 ml), tabung reaksi bertutup 20 ml,

39

labu erlenmeyer (ukuran 100 ml dan 250 ml), Buret 50 ml, pipet Pasteur,

pipet tetes, corong gelas, botol sampel, dan kertas tisu.

2. Bahan penelitian

Penelitian ini menggunakan bahan-bahan sebagai berikut : air contoh uji

(air sampel), aquades, larutan buffer pH 4,01 dan 7,00, larutan MgSO4,

larutan CaCl2, larutan FeCl3, larutan penyangga pospat, larutan baku

kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,01667M, larutan ferro amonium sulfat

[Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O] atau FAS (0,1 M dan 0,05M), larutan asam sulfat

(H2SO4) (1N dan 5N), larutan induk amonia 1000 mg/l, larutan kalium

antimonil tartrat [K(SbO)C4H4.1/2 H2O], larutan amonium molibdat

[(NH4)6Mo7O24.4H2O], larutan asam askorbat [C6H8O6] 0,1M, larutan

campuran (50 ml larutan H2SO4 5N, 5ml larutan kalium antimonil tartrat,

15 ml larutan amonium molibdat, dan 30 ml larutan asam askorbat),

larutan SRM 1000 g P//L, larutan baku pospat 10 mg P/L, larutan kerja

pospat, larutan HCl (1N dan 6N), larutan induk Standart Referensi

Material (SRM) 1000 mg/l NO3- dan 1000 mg/L NO2

-, butir cadmium (Cd)

ukuran 20-100 mesh, kertas saring bebas nitrat berpori yang berdiameter

0,45 mikrometer, larutan Nesser, larutan NaOH 6N.

C. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini , akan dikaji kualitas air dari inlet (air pada saluran air

sebelum masuk kolam), air kolam atas, air kolam bawah, dan outlet (air

sungai Kuning yang telah tercampur dengan air buangan kolam ikan Bawal).

40

Pada setiap pengambilan sample, dilakukan pengambilan air contoh uji

(sample) pada 4 titik dan selanjutnya akan diukur/diuji parameter-parameter

yaitu sebagai berikut :

a. Parameter fisik : suhu, TSS, dan TDS.

2. Parameter kimia : pH, DO, COD, BOD, , NO3-, PO4

-3, NH3.

Pengambilan sample dilakukan setiap 2 minggu dan diulangi sampai 5 kali

pengambilan sample.

D. Cara Kerja

1. Penentuan titik sampel dan jenis sampel

Tujuan dasar pengambilan sampel yaitu untuk memperoleh air

contoh uji/ cuplikan sampel air yang cukup (dalam jumlah kecil) tetapi

sudah memadai untuk mewakili populasi atau lokasi yang dikaji secara

akurat (Wetzel, 1983). Hal ini berarti bahwa pengambilan air contoh uji

dalam jumlah yang sedikit agar lebih mudah dibawa ke laboratorium

untuk dianalisis tetapi air contoh uji dapat mewakili kondisi dan situasi

ekosistem.

Mengambil air contoh uji (sample) dari badan air yang akan diteliti

yang dapat mewakili karena sifat-sifatnya sama dengan badan air

tersebut, perlu kecermatan khusus untuk menentukan lokasi pengambilan

air contoh uji pada badan air yang mengalir. Hal ini disebabkan karena

adanya aliran air, saluran-saluran air yang masuk ke badan air, dan

musim yang tidak merata. Pada umumnya, titik pengambilan sampel

41

dipilih agar sampel benar-benar dapat mewakili badan air tersebut, debit

dapat diukur dengan teliti, dan daerah drainase yang menyebabkan

pencemaran dapat diketahui secara tepat. Daerah-daerah tersebut terdiri

dari sumber pencemaran setempat dan sumber pencemaran yang tersebar.

Titik pengambilan sampel merupakan bagian dari badan air yang dapat

menangkap semua sumber pencemaran baik yang tersebar maupun

setempat. (Alaerts dan Santika, 1984)

Juga ada penjelasan tentang jenis-jenis air contoh uji yaitu bahwa air

contoh uji di ekosistem perairan dibedakan menjadi dua yaitu grab

sample dan composite sample. Pembagian jenis-jenis sampel tersebut

berdasarkan jenis penelitian variabilitas temporal dan spasial

(Goldman&Horne, 1983)

Penelitian ini menggunakan jenis air contoh uji jenis grab sample

yaitu air contoh uji yang dikoleksi seketika pada suatu titik tunggal pada

suatu waktu di perairan. Penentuan titik sampel dilakukan di setiap lokasi

pengambilan sampel pada lima titik sampel yaitu pada aliran air masuk

(inlet), tepi kiri, tepi kanan, tengah kolam, dan aliran keluar (outlet).

Penentuan titik sampel pada air sungai Kuning mempertimbangkan lebar

sungai, kedalaman, kecepatan aliran air, dan debit air.

2. Pengambilan sampel

Yang dimaksud dengan metode penelitian adalah pendekatan yang

digunakan dalam mengkaji masalah-masalah dalam penelitian. Metode

42

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode time series, yaitu

metode mengambil air contoh uji atau cuplikan dengan interval waktu

dan ukuran tertentu. Pada penelitian ini, air contoh uji air kolam ikan

Bawal diambil dari empat lokasi pengambilan sampel. Pada kolam

pemeliharaan ikan yang menjadi lokasi penelitian, terdapat satu saluran

air yang masuk ke kolam dan air kolam keluar dari kolam lalu

bercampur dengan air Sungai Kuning. Sumber pencemar dapat

diidentifikasi dari kolam-kolam ikan sehingga air contoh uji diambil dari

saluran air masuk (inlet), 2 titik pada badan kolam (kolam atas dan

kolam bawah), dan air sungai Kuning yang tercampur dengan air kolam

(outlet). Pada masing-masing lokasi pengambilan sampel, diambil sampel

pada lima titik pengambilan sampel, kemudian lima data tersebut

dihitung nilai rata-ratanya.

Pengambilan sampel dilakukan setiap interval waktu 2 minggu

sebanyak 5 kali. Harapannya akan dapat dianalisis hubungan antara

waktu pengambilan air contoh uji dengan kualitas air kolam dan derajat

eutrofikasi air kolam sehingga akan dapat membuktikan kebenaran

hipotesis. Pencarian data dilakukan menggunakan yaitu mencari sumber-

sumber data primer atau pun sumber data sekunder, juga analisis kualitas

air di laboratorium untuk mengetahui terjadi perubahan atau tidaknya

kualitas air di lokasi penelitian. Air contoh uji kolam ikan Bawal diambil

dengan menggunakan botol-botol steril serta botol gelap untuk

pengukuran BOD dan COD. Untuk mendapatkan kejelasan dan kajian

43

yang tajam maka kami melakukan pembatasan parameter yang akan diuji

yaitu :

a. Parameter fisika : suhu, TSS, dan TDS.

b. Parameter kimia : pH, DO, COD, BOD, NO3-, PO4

-3, NH3.

c. Derajat eutrofikasi air kolam.

3. Cara kerja pengukuran parameter fisika

i. Suhu (T)

1) Melakukan pemeriksanaan suhu udara di lokasi dengan

menempatkan termometer dan termometer tidak boleh kontak

langsung dengan sinar matahari, biasanya termometer dilindungi

dengan bayangan badan sampai stabil dan mencatat suhunya.

2) Kemudian langsung mencelupkan termometer ke dalam air yang

akan diukur suhunya, sampai batas skala baca, membiarkan 2-5

menit sampai skala suhu pada alat stabil. Melakukan pembacaan

tanpa mengangkat termometer dari air tersebut

ii. Total Dissolved Solid (TDS)

Menghidupkan alat dengan menekan tombol ON/OFF dan memilih

menu Measure dengan menekan tombol ppm. Selanjutnya

memasukkan elektrode ke dalam air contoh uji dan membaca

langsung hasil TDS pada layar.

44

iii. Total Suspended Solid (TSS)

Menekan power ON pada alat Spektrofotometer DR/2010, lalu

memasukkan program 630 dan tekan ENTER. Selanjutnya mengatur

panjang gelombang 810 nm dan memasukkan aquades sebagai blanko

dalam botol sample dan menempatkannya dalam cell sample,

menutup, dan menekan ZERO. Menggojog contoh uji dan segera

memasukkannya ke dalam botol sample dan menempatkannya ke

dalam cell sample, menutupnya dan menekan READ. Selanjutnya

membaca konsentrasi TSS pada layar monitor spektrofotometer.

4. Cara kerja pengukuran parameter kimia

i. pH dan DO

Pengukuran pH dan DO perairan dilakukan langsung di lapangan

sehingga menghasilkan data yang akurat sesuai dengan kondisi yang

sebenarnya. Alatnya yaitu DO meter Hach model 16046.

Sebelumnya peralatan dikalibrasi terlebih dahulu yaitu :

1. Membilas elektrode dengan larutan penyangga 7,00 sebanyak 3

kali lalu mengeringkannya dengan kertas tisu yang lembut,

mengukur pH larutan buffer dan mengatur alat sehingga skala pH

menunjukkan angka 7,00.

2. Membilas-bilas elektrode dengan larutan penyangga 4,01

sebanyak 3 kali lalu mengeringkannya dan mengukur pH larutan

buffer.

45

3. Mengatur alat sehingga skala pH menunjukkan angka 4,01 dan

alat siap untuk digunakan untuk pengujian.

Cara kerja pengukuran pH dan DO adalah :

1) Membilas elektrode dengan aquades sebanyak tiga kali dan

mengeringkannya dengan kertas tisu yang lembut. Lalu merendam

elektrode ke dalam air contoh uji selama kurang lebih 1 menit

kemudian mengeringkannya dengan kertas tisu.

2) Mengganti air contoh uji dan merendam elektrode ke dalam air

contoh uji tersebut sampai pH meter menunjukkan pembacaan

yang tetap pada layar display. Begitu pula dengan kadar DO,

nilainya juga akan tampak pada display.

ii. BOD (Biological Oxygen Demand)

Pengukuran BOD dilakukan dengan Metode Winkler yaitu :

1. Mengambil air contoh uji dengan botol Winkler lalu memindahkan

75 ml ke dalam labu erlenmeyer dan mengencerkannya sampai 375

ml dengan aquades.

2. Memasukkan air contoh uji tersebut ke dalam 2 botol winkler.

3. Langsung melakukan pengukuran terhadap oksigen terlarut nol hari

pada botol pertama.

4. Menyimpan botol kedua dalam inkubator dalam suhu 20oC

selama 5 hari. Sesudah 5 hari, memeriksa kadar oksigen terlarut 5

hari.

46

5. Membuat blanko dengan cara yang sama dengan menggunakan

aquades dan mentitrasinya dengan duplo dan hasilnya dirata-rata.

Menghitung kadar BOD dengan rumus sebagai berikut :

- Sample tanpa diencerkan

BOD = C0 – C5

- Sample yang diencerkan

BOD = {(CO-C5)-k(AP0-AP5)} x p

Keterangan :

CO = kadar oksigen terlarut mg/l nol hari benda uji

C5 = kadar oksigen terlarut mg/l lima hari benda uji

AP0 = kadar oksigen terlarut mg/l nol hari larutan pengencer

AP5 = kadar oksigen terlarut mg/l nol hari larutan pengencer

k = koreksi sebesar (p-1)/p

p = faktor pengenceran

iii. COD (Chemical Oxygen Demand)

1. Mengencerkan air contoh uji dengan aquades bila taksiran COD air

contoh uji lebih dari 800 mg O2 /liter sehingga COD berada di

sekitar 50 – 800 mg O2/liter.

2. Kemudian menambahkan HgSO4 0,4 gram ke dalam erlenmeyer

untuk analisis COD dan menambahkan 20 ml air contoh uji dan 10

ml larutan K2Cr2O7 0,25 N.ke dalam erlenmeyer. Memindahkan

larutan H2SO4 ke dalam erlenmeyer COD (gelas refluks) dan

47

menggojognya. Kemudian mengalirkan air pendingin pada

kondensor dan meletakkan erlenmeyer diatasnya. Lalu

menuangkan sedikit demi sedikit 25 ml larutan H2SO4 ke dalam

erlenmeyer melalui kondensor .

3. Kemudian menggoyangkan gelas refluks agar reagen dan

tercampur. Sesudah itu memanaskan kondensor dan gelas refluks

pada bunsen selama 2 jam, lalu mendinginkannya dan membilas

kondensor dengan aquades.

4. Sesudah dingin, mengencerkan larutan dengan aquades sampai

volume dua kalinya dengan penambahan sebesar 150-200 ml. Lalu

larutan didinginkan kembali hingga suhu mencapai suhu kamar dan

menambahkan indikator feroin 3-4 tetes. Kemudian mentitrasi sisa

dikromat dalam larutan dengan larutan standar ferro amonium

sulfat (FAS) 0,1 N sampai warna hijau biru berubah menjadi coklat

merah. Titrasi dilakukan secara duplo dan hasilnya dirata-rata.

5. Melakukan prosedur yang sama untuk membuat blanko dengan 20

ml aquades.

Menghitung kandungan COD dengan menggunakan rumus :

COD = [(a-b)xNx800]//ml sample

Keterangan : COD : Chemical Oxygen Demand

a : ml FAS yang digunakan untuk titrasi blanko

b : ml FAS yang digunakan untuk titrasi sample

N : normalitas larutan FAS

48

iv. Pospat

1. Pembuatan kurva kalibrasi

Mengoptimalkan alat spektrofotometer sesuai dengan

petunjuk alat untuk pengujian kadar pospat. Langkah pertama

yaitu mempipet 50 ml larutan kerja dan memasukkan masing-

masing ke dalam erlenmeyer dan menambahkan ke dalamnya 1

tetes indikator PP. Jika terbentuk warna merah muda maka

menambahkan ke dalamnya setetes demi setees larutan H2SO4

5N sampai warna hilang.

Kemudian menambahkan 8 ml larutan campuran dan

menggojognya hingga homogen. Lalu memasukkannya ke

dalam kuvet pada alat spektrofotometer, baca dan mencatat

serapannya pada panjang gelombang 880 nm dalam kisaran

waktu antara 10 menit – 30 menit. Selanjutnya membuat kurva

kalibrasi dari data di atas dan menentukan persamaan garis

lurusnya.

2. Prosedur pengujian pospat

Mempipet 50 ml air contoh uji secara duplo dan

memasukannya ke dalam erlenmeyer. Lalu menambahkan ke

dalamnya 1 tetes indikator Fenolftalin (PP) dan jika terbentuk

warna merah muda maka menambahkan ke dalamnya setetes

49

demi setetes larutan H2SO4 5N sampai warna merah muda

tersebut hilang.

Selanjutnya menambahkan ke dalamnya 8 ml larutan

campuran dan menggojognya sampai homogen. Lalu

memasukkannya ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer,

membaca dan mencatat serapannya pada panjang gelombang

880 nm dalam kisaran waktu antara 10 menit sampai 30 menit.

Sedangkan perhitungan kadar pospat yaitu :

Kadar pospat (mg P/L) = C x fp

Keterangan :

C : kadar yang didapat dari hasil pengukuran (mg/l)

fp : faktor pengenceran

v. NO3-

1. Persiapan dan pengawetan air contoh uji

Menyaring aquades bebas nitrat melalui kertas saring bebas

nitrat yang berukuran pori 0,45 µm dan menampung hasil

saringannya (filtrat). Larutan ini digunakan sebagai blanko

penyaringan. Kemudian menyaring air contoh uji dengan kertas

saring bebas nitrat yang berukuran 0,45 µm dn filtratnya ke

dalam botol gelap dan bebas kontaminasi nitrat. Apabila tidak

segera dianalisis maka air contoh uji diawetkan dengan cara

menambahkan 2 ml larutan H2SO4 per liter larutan air contoh uji

50

dan menyimpannya pada temperature 4oC dan tidak lebih dari

48 jam.

2. Persiapan pengujian

a) Pembuatan larutan baku nitrat (NO3-N) 100 mg/l

Mempipet 10 ml larutan induk nitrat dan memasukkannya ke

dalam labu ukur 100 ml, lalu menambahkan aquades bebas

nitrat sampai tepat tanda tera/batas.

b) Pambuatan larutan kerja nitrat

Mempipet 0 ml, 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 4,5 ml dan 5 ml

larutan induk Standart Referensi Mataerial (SRM) 1000 mg/l/

NO3- dan memasukkannya ke dalam labu ukur 100 ml, lalu

menambahkan aquades sampai tanda tera sehingga diperoleh

kadar 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 mg/l NO3-. Sekarang larutan

baku siap diuji.

c) Pembuatan kurva kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi dengan metoda ultra violet yaitu

mengatur alat spektrofotometer sesuai dengan petunjuk

penggunaan alat untuk menguji kadar NO3-. Lalu

menyiapkan larutan baku nitrat dan menambahkannya ke

dalamnya masing-masing 1 ml larutan HCl 1N. Kemudian

membaca absorbansi/serapan larutan baku nitrat dimulai dari

konsentrasi terkecil pada panjang gelombang 220 nm dan

275 nm. Selanjutnya membuat kurva kalibrasi dari dua data

51

absorbansi 220 nm dikurangi dua kali data absorbansi 275

nm dan menentukan persamaan garisnya.

3. Prosedur pengujian NO3- dengan metoda ultra violet

Mengambil air contoh uji 50 ml dari pengujian awal benda uji

dengan pipet volume, lalu memasukkannya ke dalam erlenmeyer

100 ml dan menambahkan ke dalamnya 1 ml HCl 1N. Lalu air

contoh uji siap diuji N03- dan baca absorbansi pada panjang

gelombang 220 nm dan 275 nm pada masing-masing air contoh

uji.

Sedangkan perhitungannya adalah sebagai berikut :

Kadar NO3- (mg/l) =[(Abs220nm)-(2xabs275mm)]/K1

Jika kadar NO3- yang terhitung adalah lebih besar dari 50 mg/l

maka mengulangi pengujian dengan cara mengencerkan air

contoh uji menggunakan aquades. Namun jika kadar NO3- lebih

kecil dari limit deteksi maka dalam penulisan pelaporan kadar

NO3- dalam air contoh uji lebih kecil dari limit deteksi (<LD).

vi. Amonia

Mengukur 50 ml air contoh uji dan memasukkannya ke dalam

erlenmeyer 100 ml. Kemudian menambahkan 1 ml larutan Nessler ke

dalamnya, menggojognya, dan membiarkan proses reaksi berlangsung

kurang lebih 10 menit. Selanjutnya memasukkannya ke dalam kuvet

52

pada spektrofotometer dan membaca serapan pada panjang gelombang

410 nm.

53

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Peneliti mengambil data penelitian di kolam ikan Bawal di Kelompok

Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Mulya Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman,

D.I.Yogyakarta sejak 17 November 2009 sampai dengan 12 Januari 2010. Interval

waktu pengambilan data ke 1 dengan pengambilan data ke 2 adalah 2 minggu,

demikian juga dengan interval waktu pengambilan data ke 2 dengan yang ke 3,

dan seterusnya sampai pengambilan data ke 5.

Pengambilan air contoh uji dilakukan pada 4 lokasi dan masing-masing lokasi

diambil lima titik pengambilan sampel. Lima lokasi pengambilan sampel yaitu :

1. Lokasi 1 yaitu pada inlet/ air selokan/irigasi yang akan masuk ke kolam ikan

Bawal.

2. Lokasi 2 yaitu pada kolam atas.

3. Lokasi 3 yaitu pada kolam bawah.

4. Lokasi 4 yaitu pada outlet/air Sungai Kuning yang telah tercampur dengan

air yang sudah digunakan/keluar dari kolam ikan Bawal.

Lima data pada setiap lokasi pengambilan sampel, diukur 10 parameter dan

dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

b. Parameter fisik yaitu suhu (T), padatan terlarut/Total Dissolved Solid (TDS),

dan padatan tersuspensi/Total Suspended Solid (TSS).

c. Parameter kimia : pH, DO, COD, BOD, PO4-3, NO3

-, NH3.

Sedangkan data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut :

54

55

56

Berdasarkan data tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut :

i. Suhu

Untuk perubahan suhu air pada inlet sampai dengan outlet adalah :

Tabel 6. Data suhu air contoh uji pada berbagai letak

WAKTU (MINGGU KE-)

SUHU, oC BML

INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET 1 28 29 29 27 ± 3oC

Terhadap suhu udara

3 27 28 28 27 5 29 29 29 29 7 29 31 28 28 9 27 27 27 27

Sumber : data primer

Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah

Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik suhu pada inlet sampai dengan

outlet yaitu sebagai berikut :

,, Gambar 4. Hubungan antara suhu terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak

57

Pembahasan hasil data penelitian tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek. Untuk

aspek abiotik, cuaca pada saat akan dilakukan pengambilan air contoh uji, sangat

berpengaruh. Cuaca yang mendung akan mempengaruhi pengukuran suhu air kolam

ikan Bawal menjadi lebih rendah dari yang seharusnya, demikian sebaliknya jika cuaca

yang panas akan membuat suhu kolam ikan menjadi lebih tinggi. Berdasarkan data tersebut

dapat dilihat bahwa suhu air kolam masih dalam kriteria baku mutu lingkungan, yaitu

suhu air kolam lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu udara.

Cahaya merupakan faktor penting yang mendukung pertumbuhan produsen seperti

fitoplankton dan tumbuhan air serta organisme yang bergantung pada fitoplankton atau

tumbuhan tersebut. Pada umumnya, penetrasi intensitas cahaya pada danau-danau dangkal

dapat mencapai permukaan sedimen atau dasar perairan (Wetzel, 2001). Zone pada ekosis-

tem yaitu profundal, limnetik, dan litoral. Pada kolam ikan, penetrasi intensitas cahaya

dapat mencapai dasar perairan. Kondisi seperti ini yang menyebabkan kolam-kolam

ikan menjadi subur dan produktif. Pada konteks ini berlaku asas ilmu lingkungan

khususnya asas ke 2 yang berbunyi tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul

efisien, artinya energi panas dari sinar matahari akan mengenai dan diserap oleh air

kolam, namun demikian perpindahan panas tersebut tidak dapat berlangsung secara sem-

purna. Hal ini disebabkan penetrasi intensitas cahaya selain ditentukan oleh kedalaman-

nya, juga ditentukan oleh kandungan partikel terlarut dan jasat renik yang melayang

atau tingkat kesuburan perairan.

Peneliti mengambil air contoh uji pada bulan November 2009 sampai dengan bulan

Januari 2010. Pada waktu itu, terjadi musim hujan dan profil suhu yang menurun tajam

pada bagian tengah perairan dan meningkat kembali pada bagian dalam dan dasar perairan.

58

Profil suhu ini diduga karena masuknya air dari aliran permukaan yang membawa padatan

tersuspensi yang berasal dari lahan erosi yang mempunyai densitas yang lebih tinggi

dan meningkatkan kebutuhan oksigen kimiawi (COD) yang pada gilirannya akan menu-

runkan kandungan oksigen (DO) pada kedalaman tersebut (Hartoto, 1989)

Selain aspek abiotik, data juga dapat dianalisis dari aspek biotik. Selain cuaca yang

mendung atau cerah, aspek biotik juga turut berpengaruh pada suhu air kolam ikan.

Keberadaan vegetasi seperti pohon-pohon yang agak tinggi, berdaun lebar dan banyak,

akan sangat berpengaruh pada suasana di sekitar kolam ikan, yaitu membuat suasana

menjadi tidak panas dan lebih sejuk. Hal ini tentu akan mempengaruhi suhu air baik pada

inlet, kolam atas dan bawah serta outlet sehingga suhu air yang terukur akan lebih obyektif.

Analisis dari aspek kultur/budaya yaitu kebiasaan pemilik kolam ikan pada khususnya

yang berusaha mengintensifkan tanah yang mereka miliki sehingga selain kolam digunakan

untuk budidaya ikan Bawal, maka tanah-tanah pembatas kolam ikan/pematang biasanya

dibuat agak lebar sehingga selain dapat digunakan untuk berjalan kaki juga ada bagian

pematang yang ditanami dengan tanaman seperti ketela pohon, lombok, atau tanaman

lainnya sehingga pemilik ikan selain akan panen ikan juga dapat memanen ketela pohon,

lombok, dan sebagainya. Hal ini tentu akan dapat menambah pendapatan dari para pemilik

kolam ikan tersebut. Sedangkan kegunaan dari tanaman-tanaman di pematang batas kolam

ikan tersebut, selain untuk membuat suasana menjadi lebih sejuk dan meningkatkan

pendapatan pemilik kolam, akar tanaman-tanaman tersebut akan semakin memperkuat

kekompakan/posisi tanah pematang batas kolam pematang tersebut sehingga tidak mudah

terjadi erosi pengikisan tanah.

59

ii. Residu terlarut (TDS : Total Dissolved Solid) Tabel 7. Data residu terlarut (TDS) air contoh uji pada berbagai letak

WAKTU (MINGGU KE-)

Residu Terlarut (TDS), mg/l BML INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET

1 139 140 139 142

1000 3 204 163 179 202 5 205 200 205 207 7 135 105 108 135 9 137 116 123 141

Sumber : data primer

Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008

tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta

Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik residu terlarut (TDS)

pada inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :

Gambar 5. Hubungan antara TDS terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak

60

Berdasarkan data hasil pengukuran air contoh uji pada keempat titik, semuanya

berada masih di bawah ambang batas yang ditoleransi, artinya air masih berkualitas

baik. TDS menunjukan jumlah bahan-bahan terlarut dengan diameter kurang dari 10-6

mm dan koloid dengan diameter antara 10-6 sampai 10-3 mm. TDS berupa senyawa-

senyawa kimia dan bahan-bahannya lainnya yang tidak tersaring pada kertas saring

berdiamter pori 0,45 mm. Sedangkan nilai TDS sangat dipengaruhi oleh pelapukan,

limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (yang berasal dari limbah domestik

dan industri). Hasil pengukuran menunjukan bahwa pelapukan dan limpasan dari

tanah jumlahnya kecil, sedangkan tentang pengaruh antropogenik, di sepanjang

aliran Sungai Kuning tidak terdapat industri sehingga jika ada pengaruh antropo-

genik, lebih disebabkan oleh limbah domestik yang berupa limbah rumah tangga.

Analisis dari sudut pandang biotik yaitu para pemilik kolam ikan dianjurkan

menanam vegetasi di sekeliling kolam seperti tanaman ketela pohon, pepaya, atau

pada tanah yang cukup luas yang merupakan pertemuan pematang-pematang sawah,

ditanami dengan tanaman yang berakar kuat seperti pohon talok atau waru sehingga

daun-daunnya yang rimbun dan jumlahnya banyak, akan dapat membuat suasana

lingkungan kolam ikan akan menjadi sejuk dan akar-akar pohon akan memperkuat

pematang/batas tanah kolam sehingga tidak mudah terjadi erosi.

Sedangkan analisis dari aspek kultur/budaya, dapat dilakukan dengan cara

memberikan motivasi masyarakat agar mau menjaga kelestarian lingkungan dan

memberikan penyuluhan serta menghimbau masyarakat agar tidak membuang limbah

domestik/rumahtangga secara langsung ke sungai Kuning, namun limbah domestik

tersebut sudah di alirkan ke peresapan dulu sehingga cairan menjadi tidak berbahaya.

61

Pembahasan TDS (Total Dissolved Solid) ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan

khususnya asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu

sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan

yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut, artinya jika nilai

TDS air contoh uji relatif rendah maka air kolam Ikan Bawal masih berkualitas cukup

baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi kolam ikan Bawal

tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air bekas kolam tersebut untuk

keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian karena air untuk irigasi pertanian me-

rupakan air klas III yang kriteria airnya adalah lebih longgar/tidak baik dibandingkan

dengan air kolam.

iii. Residu Tersuspensi (TSS : Total Suspensed Solid)

Tabel 8. Data residu tersuspensi (TSS) Air Contoh Uji pada berbagai letak

WAKTU (MINGGU

KE-)

Residu Tersuspensi (TSS), mg/l BML

INLET KOLAM

ATAS KOLAM BAWAH OUTLET

1 2 14 5 1

50 3 0 0 0 0 5 0 0 0 0 7 0 0 0 0 9 0 0 0 0

Sumber : data primer

Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah

Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik residu tersuspensi (TSS) pada

62

inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :

Gambar 6. Hubungan antara TSS terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak

Berdasarkan data hasil pengukuran air contoh uji pada ke 4 titik, semuanya di

bawah ambang batas toleransi, artinya air masih berkualitas baik. Nilai TSS menun-

jukan jumlah bahan-bahan tersuspensi dengan diameter lebih dari 1 mm yang tertahan

pada kertas saring dengan diameter pori 0,45 mm. TSS terdiri dari lumpur dan pasir

halus serta jasad renik.

Sedangkan penyebab utama TSS adalah kikisan/erosi tanah yang terbawa ke

badan air yang memberikan dampak negative. Apabila nilai TSS lebih besar daripada

ambang batas yang diperbolehkan maka berakibat akan terjadinya kekeruhan pada

air kolam sehingga akan dapat menghambat penetrasi cahaya matahari masuk ke

dalam kolam sehingga akan mengganggu proses fotosintesis di perairan. Akibat

lainnya yaitu akan mempercepat terjadi pendangkalan. Para pemilik kolam ikan

dianjurkan menanam vegetasi di sekeliling kolam sehingga diharapkan tanaman-

tanaman tersebut akan memperkuat ikatan antar tanah dan antara tanah dengan akar

63

tanaman sehingga akan dapat meminimalkan pengikisan/erosi tanah. Jika pengikisan/

erosi tanah dapat dicegah atau diminimalisir maka nilai TSS akan kecil/di bawah

ambang batas. Sedangkan untuk menangkap TSS beserta bahan-bahan pencemar lain

diperlukan pohon yang besar.

Sedangkan analisis dari sisi kultur/budaya, dapat dilakukan dengan cara yang sama

seperti pada TDS yaitu dengan cara memberikan motivasi masyarakat agar mau

menjaga kelestarian lingkungan dan memberikan penyuluhan serta menghimbau

masyarakat agar tidak membuang limbah domestik/rumahtangga secara langsung

ke sungai Kuning, namun limbah domestik tersebut sudah di alirkan ke peresapan

dulu sehingga yang dibuang ke sungai adalah cairan yang tidak berbahaya.

Pembahasan TSS ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 5 yang

Berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu sumber alam yang pengada-

annya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan yang tidak mempunyai daya

rangsang penggunaan lebih lanjut, artinya jika nilai TSS air contoh uji relatif rendah

maka air masih berkualitas cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan

untuk mengisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaat-

kan air bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.

64

d. pH

Tabel 9. Data pH Air Contoh Uji pada berbagai letak

WAKTU (MINGGU KE-)

Ph BML INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET

1 5,8 6,6 6,6 6,5

6-8,5 3 6,1 6,4 6,8 6,7 5 6,3 6,9 6,6 6,4 7 6,4 6,2 6,2 6,1 9 6,6 6,4 6,2 6,1

Sumber : data primer

Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah

Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berdasarkan data-data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik pH pada inlet sampai dengan outlet sebagai berikut :

Gambar 7. Hubungan antara pH terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak

65

Sebagian besar pH masih ada pada kisaran ambang batas Baku Mutu Lingkungan

(BML), artinya air pada kondisi layak digunakan untuk hidup ikan dan tidak tercemar

oleh zat-zat yang tercampur pada air baik pada inlet maupun pada kolam yang berasal

dari pakan ikan. Namun pada titik inlet minggu ke 1 nilai pH=5,8, hal ini mungkin disebab-

kan adanya sampah yang masuk ke sungai sehingga air sungai menjadi sedikit asam.

Ikan Bawal adalah termasuk jenis ikan yang tahan terhadap asam pada musim-musim

yang selalu silih berganti. Hal ini terbukti dengan adanya penelitian tentang toleransi/daya

tahan ikan Bawal terhadap perubahan pH. Prosedur penelitiannya yaitu ikan Bawal dima-

sukkan yang maing-masing berbeda nilai pH nya, yaitu diatur agar pH air kolam 4, 6, dan

8. Ikan Bawal ada dalam kolam selama 40 hari. Hasilnya ternyata ikan Bawal mampu

bertahan dalam air asam, juga mampu beradaptasi pada air yang bersifat basa. air asam

terhadap perubahan pH. (Aride et al., 2007)

Analisis secara biotik yaitu bahwa kondisi air yang masih pada kisaran Baku Mutu

Lingkungan artinya ikan masih layak hidup, namun jika air kolam bersifat asam atau

basa maka ikan tidak dapat hidup. Demikian juga dengan tanaman-tanaman air di

sekitar kolam ikan, jika air kolam bersifat sangat asam atau sangat basa maka tanaman-

tanaman air akan mati.

Sedangkan analisis secara kultur/budaya yaitu bahwa berdasarkan data di atas

dapat dilihat bahwa pada pengambilan air contoh uji pada hampir semua letak baik

pada inlet, kolam atas, kolam bawah, dan outlet mempunyai nilai pH pada kisaran

Baku Mutu Lingkungan, hal ini berarti perilaku masyarakat di sepanjang Sungai

Kuning pada umumnya sudah baik. Dalam menjaga lingkungan maupun takaran ikan

66

pada kolam ikan yang sudah cukup, artinya tidak terlalu berlebih. Pembahasan pH

ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 5 yang berbunyi bahwa

ada dua jenis sumber alam dasar yaitu sumber alam yang pengadaannya dapat

merangsang penggunaan seterusnya dan yang tidak mempunyai daya rangsang

penggunaan lebih lanjut, artinya jika nilai pH air contoh uji relatif rendah maka air

masih berkualitas cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk

mengisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air

bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.

e. BOD

Tabel 10. Data BOD air contoh uji pada berbagai letak

WAKTU (MINGGU KE-)

BOD, mg/l BML INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET

1 3,5 8,5 11,7 4,5 3

3 3,1 8,1 8,6 3,9 5 2,5 3,3 6,6 4,7 7 2,3 3,3 3,9 2,5 9 1,6 2,3 2,7 2,1

Sumber : data primer Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah

Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta

Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik BOD pada inlet sampai dengan

outlet yaitu sebagai berikut :

67

Gambar 8. Hubungan antara BOD terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada

berbagai letak

Biological Oxygen Demand (BOD) adalah angka yang menunjukan jumlah oksigen

terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi

karbondioksida dan air. Dengan kata lain BOD menunjukan jumlah oksigen yang

dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob. Analisis secara abiotik yaitu bahwa ber-

dasarkan data hasil pengukuran air contoh uji pada ke 4 titik, menunjukan sebagian

besar data ada lebih besar dari Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti bahwa diperlukan

oksigen dalam jumlah yang lebih banyak dari yang seharusnya yang digunakan oleh

mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Jika

ditinjau dari sudut pandang nilai BOD maka air kolam tersebut tidak memenuhi syarat

untuk kehidupan organisme akuatik.

Sedangkan analisis secara biotik bahwa berdasarkan hasil pengukuran dan nilai

BOD lebih besar dari Baku Mutu Lingkungan maka nilai DO yang nilainya berkebalikan

68

dengan BOD, akan lebih kecil dari Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti organism

akuatik seperti ikan tidak layak hidup di kolam ikan karena nanti akan kekurangan

oksigen.

Sedangkan berdasarkan analisis secara kultur/budaya yaitu bahwa berdasarkan data-

data di atas dapat dilihat bahwa nilai BOD lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan,

artinya terdapat banyak sisa-sisa bahan organik yang ada dalam air kolam sehingga

untuk mengubah bahan-bahan organik tersebut menjadi CO2 dan air, diperlukan oksigen

yang lebih banyak dari yang seharusnya. Untuk menanggulangi hal itu maka para

pemberi makan ikan harus dikurangi jumlah pakan yang diberikan ke kolam ikan

sehingga dapat meminimalkan sisa makanan ikan/zat-zat organik yang tertinggal di

kolam ikan.

Pembahasan BOD ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 2 yang

berbunyi bahwa tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien, artinya

jika nilai BOD air contoh relatif rendah maka air masih berkualitas cukup baik dan

memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi kolam ikan Bawal tersebut,

dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air bekas kolam tersebut untuk keperluan

lain, misalkan untuk irigasi pertanian.

69

f. COD

Tabel 11. Data COD Air Contoh Uji pada berbagai letak

WAKTU

(MINGGU KE-)

COD, mg/l BML

INLET KOLAM

ATAS KOLAM BAWAH OUTLET

1 12 28 28 16

25 3 12 24 24 164 5 8 12 20 20 7 7 12 16 8 9 7 8 12 8

Sumber : data primer

Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur

Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu

air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik COD pada inlet sampai

dengan outlet yaitu sebagai berikut :

Gambar 9. Hubungan antara COD terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada

berbagai letak

70

Analisis secara abiotik yaitu bahwa nilai Chemical Oxigen Demand

(COD)/kebutuhan oksigen kimiawi artinya angka yang menunjukan jumlah

jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi

bahan organik, baik yang bisa digradasi secara biologis (biodegradable)

maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable), menjadi

CO2 dan H2O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara

denagn dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi air

contoh. Pada pengambilan data minggu ke 1 dan 3, jumlah COD kebanyakan

lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan, kondisi ini mungkin disebabkan

banyak makanan alternatif ikan Bawal yang berupa makanaan sisa yang

berminyak dari hotel yang sulit didegradasi secara kimia. Namun pada

pengambilan data minggu ke 3 sampai ke 7, nilai COD nya sudah lebih kecil

dibandingkan Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti di perairan, tidak banyak

bahan-bahan organik yang didegradasi secara kimiawi, tetapi kebanyakan

secara biologi.

Sedangkan analisis biotik yaitu jika dilihat dari sudut pandang nilai

COD pada Minggu ke 5, 7, dan 9 maka nilai COD nya di bawah Baku Mutu

Lingkungan. Hal ini berarti sudah tidak banyak sisa-sisa makanan yang

berminyak yang ada di kolam sehingga DO akan lebih tinggi.

. Analisis secara kultur/budaya yaitu bahwa ada suatu program untuk

menghimbau para peternak ikan agar membatasi pemberian makanan alternatif

ke ikan sehingga diharapkan jumlah makanan yang tidak termakan yang

mengendap di dasar kolam, akan dapat diminimalisir. Demikian juga agar

71

masyarakat di sepanjang Sungai Kuning agar membuang sampah jangan di

sungai karena selain akan dapat menyebabkan banjir di musim penghujan, juga

dapat memacu tingginya nilai COD.

Pembahasan COD ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke

2 yang berbunyi bahwa tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul

efisien, artinya jika nilai COD air contoh relatif rendah maka air masih berku-

alitas cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk me-

ngisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaat-

kan air bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi per-

tanian.

g. DO (Dissolved Oxygen/oksigen terlarut)

Tabel 12. Data DO air contoh uji pada berbagai letak

Sumber : data primer

Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008

tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta

WAKTU (MINGGU

KE-)

DO, mg/l BML

INLET KOLAM

ATAS KOLAM BAWAH OUTLET

1 5,4 3,8 2,8 5 5

3 5,4 3,2 2,6 4,4 5 4,9 4,5 3,3 3,6 7 5,8 4,4 2,8 5,6 9 5,8 3,2 2,4 4,4

72

Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik DO pada inlet sampai

outlet yaitu sebagai berikut :

Gambar 10. Hubungan antara DO terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada

berbagai letak

Dissolved Oxigen (DO)/ oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar

oksigen untuk kehidupan tumbuhan dan binatang di air. DO berfluktuasi

tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi, tekanan beratmosfer, jumlah dan

jenis tumbuhan air serta waktu siang, malam, atau kedudukan matahari. DO

akan seakin kecil angkanya dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian,

dan berkurangnya tekanan atmosfer. (Jeffries & Mills, 1996).

Berdasarkan data dapat dilihat bahwa DO lebih kecil dari Baku Mutu

Lingkungan, artinya telah terjadi dekomposisi bahan organik dan oksidasi

bahan anorganik sehingga diperlukan oksigen yang cukup besar untuk proses

dekomposisi dan oksidasi.

Perairan yang diperuntukkan bagi kepenting bagi kepentingan perikanan

sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/l. Jika kadar

73

oksigen kurang 4 mg/l maka air kurang baik untuk bagi semua organisme

perairan, namun jika kadar oksigen kurang 2 mg/l dapat mengakibatkan

kematian ikan. (UNESCO/WHO/UNEP, 1992)

Sedangkan analisis biotiknya yaitu bahwa jika dilihat dari nilai DO maka

air kolam sudah tidak layak untuk kehidupan ikan karena nilai DO lebih kecil

dari 4 mg/l, namun demikian ikan masih belum mati. Kemurnian air sungai

yang baru keluar dari sumbernya di pegunungan, dalam perjalanannya ke laut

secara bertahap mulai membawa bahan pencemaran. Mula-mula oleh

kegiatan perkebunan/pertanian di daerah hulu yang berupa limbah sisa

tanaman dan sisa pupuk/pestisida (agro-chemical residue). Begitu alirannya

melewati daerah pemukiman, beban masukannya bertambah dengan limbah

sisa rumahtangga (domestic waste), dan begitu melewati daerah industri di

hilir maka beban masukannya bertambah dengan limbah proses industri

(industrial waste) yang dapat berupa bahan beracun berbahaya (B3).

Sebagai akibat beban limbah yang semakin meningkat maka kandungan

oksigen terlarut (DO) air sungai yang umumnya tinggi akan menurun drastis.

Rendahnya kandungan oksigen selain akan mengganggu pernafasan

organisme air juga dapat pula menambah beben timbunan amonia (NH3) yang

bersifat racun. Apabila keadaan perairan berlanjut menjadi anaerob

(kandungan oksigen nihil, kandungan karbondioksida meningkat) maka akan

timbul gas-gas methana (CH4) dan asam sulfida (H2S) yang bersifat racun.

Analisis berdasarkan aspek kultur/budaya yaitu menghimbau para

peternak ikan agar membatasi pemberian makanan alternatif ke ikan sehingga

74

diharapkan jumlah makanan ynag tidak termakan yang mengendap di dasar

kolam, akan dapat diminimalisir karena jika terlalu banyak pakan organik

maka nantinya nilai BOD akan lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan dan

sebagai akibatnya, nilai DO akan turun. Demikian juga agar masyarakat di

sepanjang Sungai Kuning agar membuang sampah jangan di sungai karena

selain akan dapat menyebabkan banjir di musim penghujan, juga dapat

memacu tingginya nilai COD dan berdampak pada nilai DO yang semakin

kecil.

Pembahasan DO ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya

asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu

sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya

dan yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut,

artinya jika nilai DO air contoh uji relatif tinggi maka air masih berkualitas

cukup baik dan memungkinkan air dapat digunakan lagi untuk mengisi

kolam ikan Bawal tersebut.

Ikan Bawal adalah jenis ikan asli dari perairan Amazone, yang pernah

dilakukan tes untuk mengevaluasi daya hidup dan ekonominya, yaitu dengan

memelihara ikan Bawal dalam karamba yang berukuran 6m3 dengan jumlah

ikan Bawal divariasi 20, 30, 40, dan 50 ikan per m3. Ikan diberi makan

ekstraksi protein kapur 34% selama 2 bulan, diberi makan protein kapur 28%

untuk 6 bulan, lalu 240 hari. Kecepatan pertumbuhan ikan cukup baik, hal ini

dapat dilihat dari kapasitas muat per karamba yang semakin tidak terjangkau.

Karamba yang diisi dengan 40 dan 50 ekor ikan/m3 mempunyai FCR/Food

75

Conversion Ratio/ratio konversi makanan yang lebih rendah daripada

karamba yng diisi dengan 20 dan 30 ikan kapasitas ikan. FCR adalah

kebalikan dengan densitas sehingga FCR lebih rendah, sedangkan densitas

lebih tinggi. (Gomes et al., 2006)

h. P sebagai Pospat

Tabel 13. Data Pospat air contoh uji pada berbagai letak

Sumber : data primer

Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008

tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta

Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik pospat pada inlet sampai

dengan outlet yaitu sebagai berikut :

WAKTU (MINGGU

KE-)

Pospat, mg/l BML

INLET KOLAM

ATAS KOLAM BAWAH OUTLET

1 0,0085 0 0,7334 0,9126

0,2 3 0,6422 0,2956 0,3952 0,819 5 0,081 0,184 0,0816 0,7268 7 0,94 0,2311 0,7641 0,6701 9 0,5807 0,3521 0,4542 0,7033

76

Gambar 11. Hubungan antara pospat terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak

Unsur hara merupakan parameter yang penting dalam menentukan

kesuburan suatu perairan yang dapat diklasifikasi dengan menentukan tingkat

produktivitas primer. Unsur-unsur utama nutrien yang terikat dengan

produktivitas primer seperti fitoplankton antara lain yaitu nitrogen dan fosfor.

Danau-danau dangkal seperti situ cenderung menjadi tempat akumulasinya bahan-

bahan organik yang berasal dari daratan sekitarnya dan nutrien serta sejumlah

material lainnya yag dibawa aliran ke perairan danau. Masukan nutrien ke dalam

perairan danau dangkal ini lebih tinggi dibandingkan dengan danau-danau dalam.

(Wetzel, 2001). Kolam-kolam ikan mempunyai kemiripan kedalaman

perairannya, bahkan lebih dangkal dibandingkan danau dangkal sehingga

memungkinkan banyak nutrien yang masuk ke dalam kolam ikan.

Namun demkian, unsur hara terpenting dalam proses penyuburan perairan

yaitu unsur P (Pospor) yang merupakan unsur hara pembatas pertumbuhan

tumbuhan. Unsur ini bersama-sama unsur N (Nitrogen) bila meningkat

77

konsentrasinya ke dalam perairan kolam menimbulkan penyuburan yang

berlebihan atau eutrofikasi. Eutrofikasi ini muncul dengan ciri-ciri yang mudah

dikenali seperti ledakan pertumbuhan (blooming) gulma dan tumbuhan tertentu,

yaitu baik yang berupa fitoplankton seperti Microcystis spp atau tumbuhan

semacam Salvinia spp (apu-apu) atau Eichornia crassipes (enceng gondok).

Dampak dari eutrofikasi ini adalah penurunan kualitas air, biodiversitas ikan,

pendangkalan estetika dan sebagainya yang pada akhirnya secara ekonomi akan

merugikan masyarakat sekitarnya. Kesuburan perairan dapat diidentifiikasi

melalui besaran kandungan unsur-unsur hara yang salah satunya adalah pospat

(Payne, 1986).

Pembahasan pospat ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya

asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu

sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya

dan yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut,

artinya jika nilai pH air contoh uji relatif rendah maka air masih berkualitas

cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi

kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air

bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.

Untuk mengklasifikasikan tingkat kesuburan suatu perairan, dapat dilihat pada

tabel 14 di bawah ini.

78

Tabel 14. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan unsur

hara P (Pospor)

Parameter Rata-rata & kisaran

Oligotrofik (tidak rusak

tak produktif)

Mesotrofik (normal)

Eutrofik (rusak)

Hipereutrofik (rusak parah)

Total Pospor (mg/l)

Rata-rata 0,008 0,0267 0,0844 Kisaran 0,003-0,0177 0,0109-

0,0956 0,0162- 0,75-1,2

(Wetzel, 2001)

Di perairan tidak ditemukan unsur pospor dalam bentuk bebas sebagai

elemen tetapi umumnya dalam bentuk anorganik yang terlarut (ortopospat dan

polipospat) dan pospor organik partikulat. Pospor yang membentuk kompleks

dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerobik bersifat tidak larut dan

mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik.

(Jeffries & Mills, 1996)

Analisis dari sisi abiotik yaitu bahwa berdasarkan data hasil penelitian bahwa

nilai pospat lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan, hal ini berarti air

mempunyai nutrien yang cukup banyak dan cukup baik untuk pertanian tetapi

rawan terjadi eutrofikasi yang ditandai dengan terjadinya peledakan (blooming)

gulma, misal enceng gondok. Pencemaran pospat tersebut dapat disebabkan oleh

usaha pertanian yang mengalirkan air buangan ke sungai ataupun berasal dari

penggunaan detergen berpospat. Deterjen juga mengandung polifosfat yang

79

diperkirakan memberi kontribusi sekitar 50% pospat di perairan dan pospat ini

memacu terjadinya eutrofikasi/pengayaan air kolam (Haslam, 1995)

Jika eutrofikasi ini terjadi dan dibiarkan maka gulma akan menutupi

permukaan air kolam sehingga gulma akan menghalangi penetrasi sinar matahari

ke dalam air kolam ikan dan hal ini akan menggangu proses fotosintesis tumbuhan

air. Akibat eutrofikasi yang lain yaitu jumlah DO dalam air akan lebih kecil dari

Baku Mutu Lingkungan karena permukaan air kolam tertutup gulma. Akibatnya,

ikan dan tanaman air tidak bisa hidup pada kolam ikan tersebut.

Sedangkan pengelolaan kolam jika sudah terjadi eutrofikasi yaitu

menghimbau para peternak ikan agar jika muncul gulma seperti enceng gondok

pada permukaan air kolam agar segera mengambil dan membuangnya dari air

kolam sehingga dapat mencegah jumlah gulma yang semakin banyak. Selain

mencegah semakin banyaknya jumlah gulma, mengambil tumbuhan air/gulma

pada kolam secara terus menerus juga bertujuan untuk mengurangi kesuburan air

kolam, yaitu secara bertahap unsure N dan P yang telah menjadi jaringan

tumbuhan akan dapat diangkat dari kolam. Alternatif cara yang lain yaitu

menghimbau masyarakat agar mengurangi penggunaan deterjen berpospat.

Pengendalian penggunaan deterjen berpospat ini sudah saatnya mulai dilakukan di

Indonesia karena di negara-negara maju seperti Jepang dan Eropa sudah

melakukannya. Sedangkan untuk air yang sudah terlanjur mengandung pospat

yang terlalu tinggi maka pospat yang terkandung dalam air tersebut dapat diserap

tumbuhan air tertentu yang banyak tumbuh di pinggir kolam.

80

Untuk mengatasi air kolam yang sudah keruh/kotor maka dapat

menggunakan biofilter melalui tanaman air. Tanaman air berfungsi sebagai

bagian dari sistem filter biologi yang telah terbukti efektif menjaga kejernihan

kualitas air. Teknologi sederhana ini selain ekonomis, juga mudah merawatnya

dan ramah lingkungan. Di alam, sistem biofilter dapat terjadi dengan sendirinya.

Tanaman air ini terbukti dapat menyerap zat racun yang dikeluarkan oleh kotoran

dan urine ikan. Zat racun juga bisa berasal dari limbah seperti logam berat dan

bahan polutan lainnya. Dalam hal ini tanaman air dapat sangat efektif untuk

mengontrol pertumbuhan lumut sehingga serapan hara untuk ikan dapat

maksimal. Tanaman air juga efektif meningkatkan kadar oksigen dalam air

melalui proses fotosintesis. Dalam hal ini karbondioksida dalam air diserap dan

digantikan oleh oksigen. Kita mengetahui bahwa kadar karbondioksida yang

berlebihan mengganggu kestabilan pertumbuhan ikan di dalam air.

Proses fotosintesis dari tanaman air seperti inilah yang diterapkan pada

sistem biofilter melalui tanaman. Sebagai contoh penerapan teknologi sederhana

dan ramah lingkungan dari sistem filter seperti ini telah diterapkan pada sebuah

kolam ikan koi di The Cibodas, sebuah vila di Puncak Jawa Barat. Kolam utama

untuk memelihara ikan ini berbentuk persegi panjang dan sangat luas dengan

sebuah pendopo ˜mengapungâ di bagian tengahnya. Kolam yang difungsikan

untuk filter selebar 150 cm ini mengelilingi kolam utama yang dibagi lagi menjadi

petak-petak selebar 200 cm. Di dalam petak-petak kecil itulah proses filterisasi

secara biologi terjadi.

81

Cara kerjanyapun sangat sederhana yaitu pada setiap petak yang

kedalamannya sekitar 20 cm, dilapisi dengan batu zeolit yang fungsinya

melekatkan lumut di seluruh permukaannya. Untuk tanaman air dapat digunakan

eceng gondok (Eichornia crassipes) yang tumbuhnya mengapung di permukaan

air. Air dari kolam masuk ke dalam pipa melalui saluran pralon yang diberi

lubang di seluruh permukaannya. Selanjutnya, air akan tersaring secara alami oleh

tanaman eceng gondok sehingga air menjadi lebih jernih. Kemudian air yang

jernih ini dialirkan kembali ke dalam kolam secara alami melalui proses gravitasi

berdasarkan perbedaan ketinggian tempat. Selain bermanfaat dalam membantu

menjernihkan air kolam, tanaman eceng gondok yang berbunga juga dapat

menjadi elemen dekoratif mempercantik tampilan kolam.

TIPS : Luasan untuk area filter minimal 10 % dari total luas kolam. Semakin

tinggi persentasenya semakin sempurna pula proses penyaringannya. Jenis

tanaman air yang dapat membantu filterisasi adalah yang mengapung seperti

eceng gondok, jenis tanaman terendam seperti Hydrilla dan jenis tanaman yang

perakarannya tertanam di bagian dasar seperti lotus. Pertumbuhan tanaman air

harus dikontrol jumlahnya. Jumlah yang terlalu berlebihan dalam setiap petak

filter dapat mengganggu aliran air baik dari kolam maupun ke dalam kolam.

Kejernihan air dengan sistem biofilter melalui tanaman memang tidak sejernih

sistem buatan lainnya. Namun, teknologi sederhana ini merupakan salah satu

upaya dalam menjaga lingkungan. (Anonim, 2010d)

82

i. Nitrat

Tabel 15. Data Nitrat air contoh uji pada berbagai letak

Sumber : data primer

Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008

tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta

Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik nitrat pada inlet sampai

dengan outlet yaitu sebagai berikut :

WAKTU (MINGGU KE-)

Nitrat, mg/l BML

INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET

1 4,76 1,1 1,2 4,43

10 3 1,14 0,63 1,03 1,24 5 0,93 <0,01 0,18 0,87 7 1,28 1,08 1,01 0,35 9 0,97 0,37 0,37 0,55

83

Gambar 12. Hubungan antara nitrat terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak Analisis secara abiotik yaitu berdasarkan data hasil penelitian menun-

jukan bahwa nilai nitrat lebih kecil dari Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti air

kolam kurang begitu mengandung unsur hara karena unsur hara didukung oleh

kadar nitrat dan pospat yang lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan.

Sedangkan analisis secara biotik dapat dilihat dari sudut pandang nilai

nitrat maka air mengandung nutrien yang tidak begitu banyak sehingga tidak perlu

dikhawatirkan terjadi eutriofikasi yang berupa ledakan populasi gulma. Ikan pun

juga dapat hidup tenang. Untuk analisis secara culture/budaya yaitu dengan cara

menghimbau para peternak ikan agar jika muncul gulma pada permukaan air

kolam agar segera mengambil dan membuangnya dari air kolam sehingga dapat

mencegah jumlah gulma yang semakin banyak.

Pembahasan nitrat ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya

asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu

sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya

84

dan yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut,

artinya jika nilai nitrat air contoh uji relatif tinggi maka air masih berkualitas

kurang baik karena memungkinkan tumbuhnya gulma dan hal ini dapat mengaki-

batkan terjadinya eutrofikasi.

j. Amonia

Tabel 16. Data Amonia air contoh uji pada berbagai letak

Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sumber : data primer

Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur

Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu

WAKTU (MINGGU KE-)

Amonia, mg/l BML

INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET 1 0 0 0 0

X

3 0 0 0,0051 0,0002 5 0 0 0 0 7 0 0 0 0 9 0 0 0 0

85

air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik amonia pada inlet sampai

dengan outlet yaitu sebagai berikut :

Gambar 13.. Hubungan antara Amonia terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak

Analisis secara abiotik yaitu amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut

dalam air. Amonia yang terdapat pada mineral yang masuk ke badan air melalui erosi

tanah. Sumber amonia dalam perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik

(protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah. Amonia juga dapat

berasal dari dekomposisi biota akuatik yang telah mati yang dilakukan oleh mikroba

dan jamur proses ini disebut amonifikasi. Tinja dan biota akuatik yang merupakan limbah

aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Amonia bersifat toksik terhadap

organisme akuatik, artinya jika kadar amonia pada suatu perariran tinggi maka akan dapat

mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan

86

kesulitan bernafas seolah tercekik dan akhirnya mati. Berdasarkan hasil penelitian, didapat

data bahwa nilai amonia cukup kecil sehingga tidak mengganggu kualitas air.

Sedangkan analisis secara biotik yaitu jika dilihat dari sudut pandang nilai amonia

maka air hanya tidak perlu dikhawatirkan kadar amonia pada perairan kolam sehingga

ikan dapat hidup pada kolam. Untuk analisis yang ditinjau dari kultur/budaya yaitu

menghimbau para peternak ikan agar meminimalkan membuang bangkai pada kolam ikan

sehingga dapat meminimalkan munculnya amonia pada air kolam. Untuk menghindari

terjadinya penumpukan ammonia di suatu tempat khususnya di kolam-kolam ikan maka

perlu dihindari pemasukan sampah ke dalam perairan Pengambilan sampah yang sudah

terlanjur masuk ke dalam perairan secara terus menerus merupakan cara yang paling

tepat saat ini untuk meminimalkan terjadinya ammonia yang ditimbulkan sampah.

Pembahasan amonia ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas

ke 2 yang berbunyi tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul optimal,

artinya jika nilai amonia air contoh uji relatif rendah maka air masih berkualitas

cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi kolam

ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air bekas

kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.

Pembahasan NH3 ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya

asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu

sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya

dan yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut,

artinyajika nilai NH3 air contoh uji relatif rendah maka air masih berkualitas

cukup baik dan tidak menimbulkan pencemaran udara.

87

Berdasarkan pembahasan di atas maka eutrofikasi adalah proses pengkayaan

hara yaitu kadar NO3- (nitrat) dan PO4

-3 (pospat) yang terkandung dalam air

kolam, jumlahnya melebihi dari batas yang ditoleransi. Pospat yang terkandung

dalam air kolam tersebut dapat berasal dari air limbah pertanian maupun dari air

limbah domestik/rumahtangga yang menggunakan deterjen yang mengandung

pospat, yang dialirkan ke sungai dan air sungai digunakan untuk mengisi air

kolam ikan. Sedangkan keberadaan nitrat dalam air kolam berasal dari makanan

ikan Bawal, yaitu sebagian kecil pellet dan sebagian besar makanan alternative

yang berupa sisa-sisa makanan dari hotel dan restoran. Semua makanan tersebut

merupakan senyawa-senyawa organik yang dapat bereaksi dan menghasilkan

senyawa ammonia (NH3), gas H2S (asam sulfide), dan NO2- (nitrit). Senyawa

ammonia akan tereduksi/bereaksi dengan air dan berubah menjadi NH4OH.

Sedangkan gas H2S akan menguap. Sedangkan NO2- (nitrit) akan teroksidasi

menjadi NO3- (nitrat). Proses Oksidasi nitrit menjadi nitrat berlangsung pada pH

air kolam dari 6 sampai dengan 8,5.

Kolam ikan Bawal yang diteliti luasnya kurang lebih 500 m2 dan memberi

makan ikan Bawal 3 kali setiap hari dengan jumlah rata-rata makanan ikan Bawal

yang diberikan adalah 50 kg/hari. Kemudian makan alternative ini dimakan ikan

Bawal dan setelah makan, ikan Bawal akan mengeluarkan kotoran dan kotoran

ikan Bawal ini merupakan sumber dari senyawa nitrit yang selanjutnya akan

teroksidasi menjadi senyawa nitrat. Jumlah nitrat yang terukur adalah berkisar

0,35 sampai dengan 4,43 mg/l sehingga dapat ditarik suatu korelasi antara jumlah

makanan alternative yang diberikan (50 kg/hari/kolam kurang lebih 500m2) ke

88

ikan-ikan Bawal pada kolam dengan jumlah nitrat yang ditimbulkan (0,35-4,43

mg/l). Kadar nitrat tersebut masih di bawah standar pada Baku Mutu Lingkungan

yaitu 10 mg/l artinya kualitas air kolam ditinjau dari kadar nitrat adalah masih

baik.

Pencemaran pospat tersebut dapat disebabkan oleh usaha pertanian yang

mengalirkan air buangan ke sungai ataupun berasal dari penggunaan detergen

berpospat. Deterjen juga mengandung polifosfat yang diperkirakan memberi

kontribusi sekitar 50% pospat di perairan dan pospat ini memacu terjadinya

eutrofikasi/pengayaan air kolam (Haslam, 1995). Nilai pospat yang lebih tinggi

dari Baku Mutu Lingkungan berarti terjadi pengkayaan unsur hara pada air kolam

ikan Bawal sehingga air mempunyai nutrien yang cukup banyak. Adanya nutrien

yang cukup banyak tersebut dimanfaatkan komponen biotik seperti gulma untuk

tumbuh dan berkembang dengan pesat sehingga terjadi ledakan (blooming) gulma

dan kondisi ini disebut eutrofikasi. Jumlah gulma yang bertambah dengan cepat

mengakibatkan permukaan air kolam tertutupi dengan gulma sehingga berdampak

negatif yaitu menurunnya oksigen terlarut atau DO (Dissolved Oxygen) dan

terjadinya pendangkalam kolam ikan. Kondisi DO yang menurun dan dibawah

baku mutu lingkungan berakibat pada kelangsungan hidup ikan Bawal di kolam

menjadi terancam. (Wetzel, 2001)

Sedangkan kualitas air kolam Bawal yang ditinjau berdasarkan kadar pospat

yang terkandung dalam air kolam adalah 0,6701 – 0,9126 mg/l dan ini lebih

tinggi dari Baku Mutu Lingkungan untuk pospat adalah 0,2 mg/l, artinya kualitas

89

air kolam ditinjau dari kadar pospat, sudah tidak baik. Untuk mengetahui sejauh

mana tingkat eutrofikasi yang terjadi pada air kolam maka dilihat pada tabel :

Tabel 14. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan unsur

hara P (Pospor)

Parameter Rata-rata & kisaran

Oligotrofik (tidak rusak

tak produktif)

Mesotrofik (normal)

Eutrofik (rusak)

Hipereutrofik (rusak parah)

Total Pospor (mg/l)

Rata-rata 0,008 0,0267 0,0844 Kisaran 0,003-0,0177 0,0109-

0,0956 0,0162- 0,75-1,2

Berdasarkan tabel data pospor di atas maka air kolam ikan Bawal tersebut pada

derajat/tingkat eutrofikasitinggi. Adanya penelitian ini maka dapat dibuat early

warning system yaitu sistem peringatan dini yang berfungsi untuk

menentukan.derajat/tingkat eutrofikasi suatu perairan sehingga dapat segera dicari

penyelesaian/solusi untuk mengatasinya.

Pada suatu eksperimen penelitian yang meneliti air kolam ikan Bawal maka

ikan-ikan Bawal dipelihara selama 2 bulan dalam 3 kolam yang berbeda, yaitu :

a. Kolam alami

b. Kolam berkapur

c. Kolam berkapur dan berpupuk.

Selanjutnya dilakukan pengukuran kualitas air setiap 15 hari. Berdasarkan

eksperimen tersebut diperoleh kesimpulan bahwa nilai pH, kesadahan, dan

alkanitas pada air kolam yang berkapur serta kolam yang berkapur dan berpupuk

adalah lebih tinggi dari kolam yang alami. (Gomes & Silva, 2009)

90

Pada eksperimen yang lain yaitu analisis bunga Bakung Air yang digunakan

sebagai pupuk anorganik jentik-jentik/bibit ikan Bawal dalam kolam. Bunga

Bakung air dapat menghasilkan pupuk anorganik pada rasio 100 gr/m2 dalam

kolam-kolam ikan Bawal. Pada tahap awal, masing-masing 5000 larva ikan Bawal

dimasukkan ke dalam 2 kolam ikan dengan dan tanpa pupuk bunga Bakung air

dan dibiarkan selam 43 hari. Hasil eksperimen ini adalah bahwa kolam yang

berpupuk bunga Bakung air adalah lebih banyak menghasilkan jumlah plankton

dan plankton ini merupakan makanan untuk larva-larva ikan Bawal sehingga

disarankan agar pada kolam ikan Bawal ditanami bunga Bakung air. Bunga

Bakung air adalah tanaman yang murah harganya dan mudah mendapatkannya di

sekitar kita. (Sipauba-Tavares & Braga, 2007)

Pemberian makan pada ikan Bawal dilakukan 3 kali dalam 1 hari. Pada

pemeliharaan ikan Bawal di kolam secara alami, biaya untuk pemberian makanan

ikan berkontribusi 60% dari beaya variable. (Silva et al., 2007). Namun pada

kenyataannya, untuk menghemat beaya operasional, makanan ikan Bawal tidak

selalu pellet tetapi juga makanan alternatif yang berupa sisa-sisa makanan yang

didapatkan dengan cara bekerjasama dengan pihak hotel Sheraton.

Pemindahan bibit ikan Bawal dari tempat pembibitan ikan ke kolam

pemeliharaan ikan dan jaraknya cukup jauh maka perlu dilakukan suatu prosedur

agar dapat meminimalkam ikan Bawal yang mati saat dipindahkan. Selain tempat

membawa bibit ikan harus diberi oksigen , maka densitas air harus dijaga agar

tetap sesuai dengan kondisi ikan sehingga ke dalam air diberi zat additive seperti

garam dapur, gypsum, atau benzocaine (Gomes et al., 2006).

91

92

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kesimpulan dari penelitian ini adalah secara umum, kualitas air yang

masuk dan keluar kolam ikan Bawal secara fisik yang ditinjau dari

suhu, TDS, dan TSS maka kualitas air masih cukup baik. Namun

secara kimia yang di tinjau dari nilai pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3-,

dan PO4-3, kualitas air menurun, meskipun penurunan tidak terlalu

signifikan dan masih bisa digunakan untuk mengairi pertanian.

2. Derajat eutrofikasinya, dapat dilihat dari kadar nitrat dan pospat, yaitu

bahwa dengan memberikan makanan alternatif yang berupa sisa

makanan (50 kg/hari/kolam kurang lebih 500m2) ke kolam ikan Bawal,

menimbulkan nitrat sebanyak 0,35-4,43 mg/l, sedangkan Baku Mutu

Lingkungan untuk nitrat adalah 10 mg/l artinya kualitas air kolam jika

ditinjau dari kadar nitrat adalah masih baik dan dapat digunakan untuk

pertanian. Sedangkan kadar pospat yang terkandung dalam air kolam

ikan adalah 0,6701 – 0,9126 mg/l dan ini lebih tinggi dari Baku Mutu

Lingkungan untuk pospat yaitu 0,2 mg/l, artinya kualitas air kolam

ditinjau dari kandungan pospat adalah tidak baik. Berdasarkan hal

tersebut maka derajat/tingkat eutrofikasinya adalah tinggi.

B. Saran

93

1. Suasana di sekitar kolam ikan yang panas , dapat ditanggulangi dengan

cara menanam vegetasi alam seperti menanam pohon-pohon yang

rindang di sekitar kolam sehingga suasana di sekitar kolam menjadi

lebih sejuk

2. Adanya dana untuk pelestarian lingkungan yang diambilkan dari nilai

jual produk ikan Bawal sebesar 10%. Dana ini digunakan untuk

pelestarian lingkungan seperti untuk mengeruk lumpur dan sisa-sisa

makanan ikan yang ada di dasar kolam yang akan menimbulkan

pendangkalan kolam dan membuat kualitas air kolam ikan menjadi

menurun, juga untuk membeli bibit-bibit pohon yang akan ditanam di

sekitar kolam ikan. Adanya dana lingkungan ini menimbulkan istilah

pembudidayaan ikan Bawal yang berwawasan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts dan Santika, S. S., 1984, ”Metode Penelitian Perairan”, Usaha Nasional,

Surabaya. Allaby, M., 1996, “Basic of Environmental Science”, Routlegde, London and

New York, p.86. Anonim, 1997a, “Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup”, BAPEDAL, Jakarta. Anonim, 2001b, “Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air”, BAPEDAL, Jakarta, 14 Desember 2001.

Anonim, 2001c, “Teknologi Tepat Guna Budidaya Perikanan : Pembesaran

Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma Macropomum)”, Http://www.iptek.net.id/ind/warintek/, Maret 2001.

Anonim, 2008d, “Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun

2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, Pemerintah Provinsi DIY, Yogyakarta, 14 Agustus 2008.

Anonim, 2010e, “Budidaya Ikan Bawal Air Tawar”, http://www.tentaramoutong.

co.cc/2010/03/budidaya-ikan-bawal-air- tawar/, 09 Maret 2010. Anonim, 2010f, “Filter Vegetasi Untuk Menjaga Kualitas Air : Biofilter Melalui

Tanaman Air”, Http://Zonaikan.wordpress.com/2010/01/07/filter-vegetasi-untuk-menjaga-kualitas-air/, 07 Januari 2010

Anonim, 2010g, “ Mengenal Budidaya Ikan Bawal (colossoma macropomum)”, Http://www.asianbrain.com/.

Anonim, 2010h, “Usaha Membesarkan Ikan Bawal dan Nila”, Http://bisnisukm.com/usaha-membesarkan-ikan-bawal-dan-nila.html, 08 Maret 2010.

Aride, P.H.R., Roubach, R., & Val, A.L., 2007, ”Tolerance Response of

Tambaqui Colossoma Macropomum (Cuvier) to Water pH”, Journal Compilation @ 2010 Blackwell Publishing Ltd., Volume 38 Issue 6, Pages 588-594.

95

Azahari, H., 2008, “Budidaya Ikan Bawal”, Http://keset.wordpress.com/2008 /09/16/Budidaya-ikan-bawal/, 16 September 2008.

Boyd, C.E., 1988, “Water Quality in Warmwater Fish Ponds”, Fourth Printing,

Auburn Univ.Agricultural Experiment Station, Alabama, USA, page 359. Cummin, 1977, “From Head Water to Rivers”, The American Biology Teacher. Fandeli, C., 1988, ”Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup”, Yayasan

Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal.16. Goldman and Horne, 1983, “Lymnology”, McGraw Hill Inc, New York. Goldman, 1994, “Lymnology: Laboratory Manual EST 15 IL”, University of

California Davis (Unpublished), California. Gomes, L.C., Chagas, E.C., & Martins, H., 2006, ”Cage Culture of Tambaqui

(Colossoma Macropomum) in a Central Amazon floodplain Lake”, Journal @ 2006 Elsevier B.V., Volume 253 Issues 1-4, Pages 374-384.

Gomes, L.C., Araujo-Lima, C.A.R.M., Chippari-Gomes, A.R., & Roubach, R.,,

2006, ”Transportation of Juvenile Tambaqui (Colossoma Macropomum) in A Closed System”, Brazilian Journal of Biology, Volume 66 No.2a.

Gomes, L.C. & Silva, C.R., 2009 , ”Impact of Pond Management on Tambaqui,

Colossoma Macropomum (Cuvier), Production during Growth-Out Phase”, Journal Compilation @ 2010 Blackwell Publishing Ltd., Volume 40 Issue 7, Pages 825-832.

Handoko, 1995, ”Klimatologi Dasar”, Pustaka Jaya, Bogor. Hartoto, D.I., 1989, ”Profil Oksigen dan Suhu”, Puslitbang Limnologi-LIPI. Haslam, S.M., 1995, ”River Pollution and Ecological Perspective”, John Willey

& Sons Chichester, UK, Page 253. Jeffries, M. & Mills, D., 1996,”Freshwater Ecology Principles and

Applications”, John Willey & Sons Chichester, UK., Page 285. Krebs, C.J., 1978, “Ecology the Experimental Analysis of Distribution and

Abundance, second edition”, Harper & Row Oublisher, New York. Lee, C.D., Wong, S.B., & Kuo, C.L., 1978, “Benthic Macroinvertebrates and

Fish as Biological Indicator of Water Quality”, Countries Asian Institute, Bangkok.

96

Manetsech, 1979, “System Analysis and Simulation with Applications to Economic and Social System, Part 1, Third Edition”, Dept. of Electrical Engineering and System Science Michigan State University East Lansing, Michigan.

Martopo, S., 1990, “Kumpulan Mata Kuliah Amdal”, Kantor Menteri Negara

Lingkungan Hidup dan Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Odum, 1996, “Dasar-dasar Ekologi”, Universitas Gadjah Mada Press,

Yogyakarta. Payne, A.I., 1986, “The Ecology of Tropical Lakes & Rivers”, John Wiley &

Sons, Chichester, Great Britain. Pusposutardjo, S. dan Susanto, S., 1993, “Perspektif dari Pengembangan

Manajemen Sumber Air dan Irigasi untuk Pengembangan Pertanian”, Kumpulan Karangan, Liberty, Yogyakarta.

Raintre, J.B., 1983, “Bioeconomic Consideration in the Design of Agroforestry

Croping System”, International Council for Researcah in Agroforestry, Kenya, Nairobi.

Raven, 1993, “Environment”, Saunders College Publishing, Orlando. Reksohadiprodjo, S., 1992, “Ekonomi Lingkungan”, BPFE, Yogyakarta. Sigit, D.R., 2001, “Perubahan Kualitas Air dan Sosial Ekonomi akibat Kegiatan

Usaha Pemancingan di Janti Kabupaten Klaten”, Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hal.9 dan 30.

Silva, C.R., Gomes, L.C., & Brandao, F.R., 2007, “Effect of Feeding Rate and

Frequency on Tambaqui (Colossoma Macropomum) Growth, Production, and Feeding Costs during The First Growth Phase in Cages”, Journal @ 2007 Elsevier B.V., Volume 264 Issues 1-4, Pages 135-139.

Sipauba-Tavares, L.H. & Braga, F.M.S., 2007, “The Feeding Activity of

Colossoma Macropomum (Tambaqui) in Fishponds with Water Hyacinth (Eichhornia Crassipes) Fertilizer”, Brazilian Journal of Biology, Volume 67 No.3.

Soeriaatmadja, R.E., 1989, “Ilmu Lingkungan”, Institut Teknologi Bandung,

Bandung, hal.21. Strorer and Usinger, 1974, “Zoology”, McGraw Hill, New York.

97

Subaningsih, W., 2000, “Pengaruh Budidaya Ikan Sistem Karamba terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Nelayan di Waduk Rawa Jombor Klaten”, Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Supardi, 1994, “Lingkungan Hidup dan Kelestariannya”, Alumni, Bandung. Tandjung, S.D, 1992, “Ekologi dan Pengantar Ilmu Lingkungan, Bagian I :

Dasar-dasar Ekologi”, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, hal.80.

UNESCO/WHO/UNEP, 1992, “Water Quality Assessments”, Edited by

Chapman, D.Chapman & Hall Ltd., London, Page 585. Wetzel, 1983, “Lymnology, Second Edition”, Saunders Co, Philadelphia.

98